Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 1
BAB I ................................................................................................................................ 2
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 2
1.1.1 Latar Belakang............................................................................................. 2
1.2 Maksud Dan Tujuan ........................................................................................ 3
1.3 Ruang Lingkup ....................................................................................................... 3
BAB II ............................................................................................................................... 4
PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI AMERIKA SERIKAT .......................................................... 4
2.1 Sumber Limbah B3 di Amerika Serikat............................................................ 4
2.2 Regulasi Mengenai Pengelolaan Limbah B3 di Amerika Serikat ........................... 4
2.3 Pengelolaan Limbah B3 di Amerika Serikat .......................................................... 6
BAB III ............................................................................................................................ 12
PERBANDINGAN LIMBAH B3 DI INDONESIA DENGAN DI AMERIKA SERIKAT ............... 12
3.1 Perbandingan Pengelolaan Limbah B3 ............................................................... 12
3.2 Perbandingan Regulasi Terkait Pengelolaan Limbah B3 ..................................... 16
3.3 Upaya Pengurangan Limbah B3 .......................................................................... 17
BAB IV ........................................................................................................................... 19
KESIMPULAN ................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 21

1|Page
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Hazardous Waste menjadi perhatian sekitar tahun 1970 sejak sebuah
Lembaga studi nasional di Amerika Serikat melakukan kajian secara intensif,
dan menjadi sebuah tren pada pertengahan 1970-an yang diprakarsai oleh badan
legislative Amerika Serikat yang berinisiatif mengaturnya. Sebelum itu nama
Hazardous Waste dikenal dengan limbah industry atau limbah kimia. Badan
perlindungan lingkungan AS (Environmental Protection Agency EPA)
memerlukan waktu hampir 4 tahun untuk mengkajinya sejak diterbitkan
peraturan pertama tentang Hazardous Waste pada tahun 1976.

EPA mengkarakteristikannya dalam 4 kategori, yaitu limbah mudah


terbakar, korosi, reaktif, dan beracun. Di Indonesia Hazardous Waste
diterjemahkan dengan limbah B3. Limbah B3 menurut peraturan pemerintah no
74 tahun 2001 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan
hidup manusia serta mahluk hidup lainnya.

Dapat dikatakan, sampai tahun 1960-an pengelolaan limbah industri di


Amerika Serikat masih belum memadai, misalnya hanya dibuang ke lahan
landfill yang belum dilapis secara kedap. Timbulnya gerakan lingkungan tahun
1960-an, memaksa Kongres Amerika untuk memperhatikan masalah limbah
industri ini lebih serius.

2|Page
1.2 Maksud Dan Tujuan
Maksud dari pembuatan laporan ini yaitu untuk membandingkan sistem
pengelolaan Limbah B3 di negara Amerika Serikat dengan di Indonesia.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah :
1 Membandingkan Regulasi terkait pengelolaan limbah B3 di Amerika
Serikat dengan di Indonesia ;
2 Membandingkan kelebihan dan kekurangan dari pengelolaan limbah B3 di
Amerika Serikat dengan di Indonesia.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pengelolaan Limbah B3 di negara Amerika Serikat dengan
di Indonesia yaitu dengan membandingkan Peraturan terkait yang digunakan
dalam pengelolaan Limbah B3.

3|Page
BAB II
PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI AMERIKA SERIKAT
2.1 Sumber Limbah B3 di Amerika Serikat
Survei di Amerika Serikat pada tahun 1981 mengungkapkan bahwa hampir 90
% dari limbah B3 yang dikelola berasal dari kegiatan industri dan 70 %
diantaranya berasal dari industri kimia dan petroleum. Lebih dari 90 % limbah
yang berkatagori berbahaya, terutama karena sifat korosifitasnya, merupakan
limbah cair atau aquous liquid waste. Walaupun limbah itu berasal dari
kegiatan industri, namun tidak semua berkatagori Limbah B3.
2.2 Regulasi Mengenai Pengelolaan Limbah B3 di Amerika Serikat
Hazardous waste menjadi perhatian sekitar tahun 1970 sejak sebuah
lembaga studi nasional di Amerika Serikat melakukan kajian secara intensif,
dan menjadi sebuah tren pada pertengahan 1970-an yang diprakarsai oleh badan
legislatif Amerika Serikat yang berinisiatif mengaturnya. Sebelum itu nama
hazardous waste dikenal dengan limbah industri atau limbah kimia. Badan
Perlindungan Lingkungan AS (Enviromental Protection Agency EPA)
memerlukan waktu hampir 4 tahun untuk mengkajinya sejak diterbitkan
peraturan pertama tentang hazardous waste pada tahun 1976, dan
mengumumkan peraturan tentang istilah hazardous waste. EPA
mengkarakteristikannya dalam 4 katagori , yaitu limbah mudah terbakar,
korosi, reaktif, dan beracun [1]. Di Indonesia hazardous waste diterjemahkan
dengan limbah B3. Limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah no 74 tahun 2001
adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya. Sedangkan limbah B3 menurut jenisnya
adalah limbah B3 tidak spesifik yaitu limbah yang umumnya bukan berasal
dari proses utama, misalnya pada kegiatan pemeliharaan alat, sumber spesifik,
dan bahan kimia kadaluarsa.
Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 diperlukan uji karakteristik
dan uji toksikologi atas limbah tersebut. Uji karakteristik limbah B3 seperti
terlihat dalam tabel 1. Sedangkan uji toksikologi digunakan untuk mengetahui

4|Page
nilai akut dan kronik limbah. Nilai akut limbah ditentukan dengan uji hayati
untuk mengetahui hubungan dosis–respon antara limbah dengan kematian
hewan uji untuk menetapkan nilai LD50 (Lethal Dose fifty), yaitu dosis atau
konsentrasi suatu bahan uji yang menimbulkan kematian 50% hewan uji
Sedangkan sifat kronis limbah B3 (toksik, mutagenik, karsinogenik, dan lain-
lain) ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat pencemar yang terdapat
dalam limbah dengan metodologi tertentu.
Sebagai negara industri, Amerika Serikat relatif banyak mengalami banyak
masalah dengan limbah, khususnya limbah industri. Kontrol yang aktif dari
masyarakatnya banyak peraturan-peraturan guna mengatur masalah ini.
Beberapa peraturan-peraturan Federal yang berkaitan dengan masalah
lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan masalah pengelolaan limbah B3
antara lain adalah :
 Atomic Energy Act (1954) : merupakan revisi Atomic Energy Act tahun
1946, yang mengatur permasalahan penggunaan energi nuklir.
 Federal Insecticide, Fungicide and Rodenticide Act (FIFRA-1972) :
mengatur penyimpanan dan disposal pestisida.
 Solid Waste Disposal Act (1965) dan Resource Recovery Act (1970) :
pengaturan tentang pengolahan dan pendaur-ulangan buangan padat.
 Toxic Substances Control Act (TSCA - 1976) : pengaturan penggunaan
bahan kimia berbahaya yang baru dihasilkan.
 Resource Conservation and Recovery Act (RCRA - 1976) : pengaturan
pengelolaan limbah berbahaya
 Hazardous and Solid Waste Amandements Act (HSWA - 1984) : tentang
perlindungan terhadap air tanah dari limbah berbahaya
 Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liabilities
Act (CERCLA - 1980) dan Superfund Amendement and Reautorization Act
(SARA - 1986) yaitu tentang pengaturan dan pendanaan bagi pembersihan
site disposal berbahaya yang sudah tidak beroperasi.
 Pollution Prevention Act (1990) : strategi penanganan pencemaran limbah
dengan memberikan priporitas pada minimasi limbah Dari sekian banyak
peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka yang sangat berkaitan

5|Page
erat dengan masalah limbah berbahaya adalah TSCA (1976), RCRA (1976),
HSWA (1980), CERCLA (1980) dan SARA (1986).

2.3 Pengelolaan Limbah B3 di Amerika Serikat


Konsep CRADLE-TO-GRAVE AMERIKA SERIKAT
Sebagai negara industri, Amerika Serikat relatif banyak mengalami
banyak masalah dengan limbah, khususnya limbah industri. Kontrol yang aktif
dari masyarakatnya banyak menelorkan peraturan-peraturan guna mengatur
masalah ini. Beberapa peraturan-peraturan Federal yang berkaitan dengan
masalah lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan masalah pengelolaan
limbah B3 antara lain adalah :
− Atomic Energy Act (1954) : merupakan revisi Atomic Energy Act tahun
1946, yang mengatur permasalahan penggunaan energi nuklir. − Federal
Insecticide, Fungicide and Rodenticide Act (FIFRA-1972) : mengatur
penyimpanan dan disposal pestisida.
− Solid Waste Disposal Act (1965) dan Resource Recovery Act (1970) :
pengaturan tentang pengolahan dan pendaur-ulangan buangan padat.
− Toxic Substances Control Act (TSCA - 1976) : pengaturan penggunaan bahan
kimia berbahaya yang baru dihasilkan. − Resource Conservation and Recovery
Act (RCRA - 1976) : pengaturan pengelolaan limbah berbahaya
− Hazardous and Solid Waste Amandements Act (HSWA - 1984) : tentang
perlindungan terhadap air tanah dari limbah berbahaya
− Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liabilities Act
(CERCLA - 1980) dan Superfund
Amendement and Reautorization Act (SARA - 1986) yaitu tentang pengaturan
dan pendanaan bagi pembersihan site disposal berbahaya yang sudah tidak
beroperasi.
− Pollution Prevention Act (1990) : strategi penanganan pencemaran limbah
dengan memberikan priporitas pada minimasi limbah
Dari sekian banyak peraturan perundangundangan tersebut di atas, maka yang
sangat berkaitan erat dengan masalah limbah berbahaya adalah TSCA (1976),
RCRA (1976), HSWA (1980), CERCLA (1980) dan SARA (1986).

6|Page
Toxic Substances Control Act (TSCA) memberi kewenangan pada USEPA
untuk mengidentifikasi dan memantau bahanbahan kimia berbahaya di
lingkungan ; disamping itu USEPA mempunyai kewenangan untuk
mendapatkan informasi tentang bahan berbahaya ini di sumbernya (pabrik).
Efek toksik dari bahan yang baru dihasilkan, harus diuji dulu sebelum bahan
tersebut diproduksi untuk dipasarkan. Bahan-bahan kimia yang diproduksi
sebelum TSCA juga terkena peraturan ini. Katagori produk yang tidak termasuk
dalam kontrol TSCA adalah tembakau, pestisida, bahan nuklir, senjata
api/amunisi, makanan, aditif untuk makanan, obat-obatan dan kosmetika.
Produk ini telah diatur oleh peraturanperaturan sebelumnya. Dengan adanya
peraturan tersebut maka tidak satupun bahan kimia yang boleh diimport atau
dieksport tanpa kontrol dan persetujuan USEPA.
Salah satu kasus yang dapat dijadikan contoh adalah penggunaan
polychlorinated biphenyl (PCB). PCB telah diproduksi di Amerika Serikat sejak
tahun 1929, dan merupakan bahan cair dengan sifat-sifat yang menguntungkan
yaitu mempunyai stabilitas panas serta sifat-sifat transfer panas yang ideal,
sehingga digunakan sebagai media transfer panas pada transformator dan
kapasitor. Namun uji coba pada hewan akhirnya menunjukkan bahwa PCB
dapat menyebabkan kanker dan sebagainya, serta terkonsentrasi pada jaringan
lemak. Melalui TSCA, produk PCB di Amerika Serikat telah dihentikan (1977),
namun sejumlah besar alat listrik masih menggunakan bahan ini. Diperkirakan
sekitar 77.000 transformator dengan PCB telah diproduksi. Direncanakan,
transformator tersebut akan ditarik dari peredaran oleh USEPA. Proses
pemusnahan yang paling cocok adalah dengan insinerasi pada temperatur 1200
± 100°C selama 2 detik dengan 3% kelebihan oksigen di cerobong, atau 1600 ±
100°C selama 1,5 detik dengan 2 % kelebihan oksigen. DRE (Destruction and
Removal Efficiency) yang dipersyaratkan paling tidak adalah sebesar 99,9999
%. Solid Waste Disposal Act pada dasarnya mengatur tata cara disposal
(penyingkiran) limbah kota dan industri, agar tidak mengganggu terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan, serta bagaimana mengurangi timbulan
limbah tersebut. Perkembangan lebih lanjut ternyata dibutuhkan aturan-aturan

7|Page
lebih jauh agar limbah tersebut, khususnya limbah B3, dikelola dengan baik.
Berdasarkan hal ini keluarlah RCRA, yang terdiri dari berbagai Subtitle.
RCRA dianggap merupakan produk legislatif yang paling penting dalam
pengaturan limbah B3, dan telah mengalami beberapa kali amandemen sejak
dikeluarkannya pada tahun 1976. Dalam pengelolaan limbah berbahaya, versi
RCRA yang paling penting adalah aturan-aturan yang termasuk dalam Subtitle-
C dengan program utamanya adalah Cradle-to-grave , yaitu dari mulai
identifikasi limbah berbahaya, persyaratan- persyaratan mulai dari sumber
(timbulan), transportasi, pengolahan, penyimpanan, sampai
penyingkiran/pemusnahan (disposal) limbah berbahaya. RCRA dalam hal ini
menugaskan USEPA untuk melaksanakan aturan-aturan yang ada. Dalam
peraturan tersebut, dicantumkan aturan-aturan administratif dan tehnis untuk
tiga katagori pelaku utama, yaitu :
− Penghasil (generator),
− Pengangkut (transporter), dan
− Pemilik/operator fasilitas pengolah(treatment), penyimpan (storage) dan
pemusnah/penyingkir (disposal) atau TSD.
Aturan RCRA selanjutnya dikodifikasi dalam Code of Federal Regulation
(CFR) dengan sebutan Title 40 CFR, antara lain berisi :
− Identifikasi limbah B3 − Penghasil limbah B3
− Pengangkut limbah B3
− Pemilik/operator fasilitas pengolah, penyimpan, pembuang limbah B3
− Daur ulang limbah B3
− Land disposal limbah B3
− Izin fasilitas TSD
Generator adalah penghasil (creator) limbah berbahaya yang harus
menganalisis limbah padatnya sesuai aturan RCRA Subtitle-C. Bila Generator
skala kecil diharuskan mengikuti aturan tersebut, USEPA menyadari akan sulit
menerapkannya. Perusahaan kecil dibatasi kemampuan finansial dan
kapasitasnya untuk melaksanakan aturan RCRA secara ketat. Oleh karenanya,
EPA pada tahun 1980 lebih lanjut mendefinisikan Small Quantity Generator
(SQG) sebagai penghasil limbah berbahaya kurang dari 1000 kg per bulan, dan

8|Page
pada tahun 1984 plafon SQG ini diturunkan lagi menjadi 100 kg limbah B3 per
bulan. Dengan pengecualian ini, sebagian besar jenis limbah dari SQG
dikeluarkan dari SubtitleC, walaupun pengusaha tetap diwajibkan untuk
menganalisis limbahnya.
Generator limbah B3 harus mendapatkan nomor identifikasi dari USEPA, yang
memungkinkan untuk pemanfaatkan dan pelacakan limbah berbahaya tersebut
dalam mata rantai pengelolaan. USEPA juga mengadopsi aturan-aturan yang
telah lama digunakan oleh US Departement of Transportation (DOT), yaitu
aturan-aturan pengangkutan bahan berbahaya dan beracun mulai dari
pengemasan, selama pengangkutan sampai di tujuan. Guna memungkinkan
pelacakan dan pengelolaan sesuai dengan konsep Cradle-to-grave, maka
diciptakan mekanisme seperti Skema dibawah ini

USEPA Penghasil limbah


(lembar 6)

Pengangkut limbah
(lembar 4)

lembar 2 Pengolah limbah


(TSD)
(lembar 3)

Skema : Konsep CRADLE TO GRAVE Amerika Serikat


− Setiap generator mengisi format standar dalam 6 kopi.
− Generator menyimpan kopi-6 dan mengirim kopi-5 ke USEPA serta
memberikan copy yang lain ke transporter
− Transporter selanjutnya menyimpan kopi-4, dan menyerahkan copy yang lain
pada perusahaan TSD (Treatment, Storage & Disposal)
− TSD kemudian mengirimkan kopi-1 kembali ke generator, kopi-2 ke USEPA
dan TSD menyimpan kopi-3.
Dengan demikian, EPA dan generator dapat melacak perjalanan limbah B3
tersebut dari penimbul atau generator (cradle) ke titik
penyingkiran/pemusnahan final (grave). Setiap manifes isian tersebut berisi
antara lain :

9|Page
− Pernyataan bahwa sarana TSD yang dipilih oleh generator adalah yang terbaik
dalam meminimkan resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Generator harus sudah menerima kopi-1 dalam kurun waktu 35 hari sejak
limbah tersebut diterima oleh perusahaan pengangkut (transporter); kalau tidak,
generator harus menghubungi transporter atau TSD untuk menentukan status
dari limbah tersebut. Disamping itu generator harus melaporkan pada USEPA
dengan menunjukkan tempat (lokasi) dimana limbah itu berada
Transporter merupakan masa rantai yang sangat penting dalam sistem ini.
Karena DOT sudah lama menangani transportasi bahan berbahaya, maka
USEPA bekerja erat dengan DOT. Transporter harus memiliki nomor-
identifikasi USEPA, dan tidak menerima limbah dari generator yang tanpa
nomor tersebut. Transporter harus mengangkut limbah tersebut sesuai dengan
jumlah yang tercantum dalam manifes. Transporter harus menyimpan kopi-4
dari manifes selama 3 tahun setelah limbah tersebut diterima oleh TSD.
Rantai akhir dari sistem ini adalah TSD, yang melibatkan 3 kegiatan
fungsional, yaitu :
− Treatment (pengolahan) : setiap proses yang merubah karakteristik atau
komposisi limbah berbahaya sehingga menjadi tidak berbahaya atau sedikit
berbahaya, atau setiap proses yang mampu melakukan pengurangan volume
atau mampu memanfaatkan kembali limbah tersebut.
− Storage (penyimpanan) : penyimpanan sementara limbah berbahaya sebelum
diolah atau dimusnahkan atau didaur ulang.
− Disposal (pemusnahan/penyingkiran) : penyimpanan limbah berbahaya
dengan cara yang dianggap aman dengan penimbunan dalam tanah.
Pengusaha yang ingin berkecimpung dalam usaha ini harus memasukkan
permohonan yang mencakup rancangan sarananya, termasuk juga cara analisis
limbah B3 dan sebagainya. Bila usulan tersebut disetujui (bisa memakan waktu
sampai 3 tahun), maka aktifitas tersebut dikomunikasikan pada masyarakat
selama 45 hari.
Sebelum adanya Comprehensive Enviromental Respons, Compensation and
Liabilites Act (CERCLA), maka EPA hanya mampu mengatur pengelolaan
limbah berbahaya yang masih aktif dan baru ditutup. Sarana yang sudah ditutup

10 | P a g e
sebelum peraturan ini keluar, tidak terjangkau oleh EPA. Oleh karenanya,
CERCLA adalah berfungsi menangani "dosa masa lalu", terutama pada landfill
limbah B3 yang tidak terkontrol. CERCLA diperkuat oleh SARA yang
mengatur pengumpulan dana melalui pajak khusus untuk menjamin
terlaksananya pembersihan lingkungan. Dengan CERCLA, maka USEPA
mempunyai kewenangan untuk bertindak terutama bila berkaitan dengan
pengaruh limbah B3 terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, misalnya
karena terjadinya kebocoran, ledakan, kontaminasi terhadap rantai makanan
atau pencemaran terhadap sumber-sumber air minum. Salah satu isu penting
terhadap lahan pengurugan (landfilling) yang tidak terkontrol secara baik
adalah bagaimana mengidentifikasikan dan mengkuantifikasi resiko terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan. Terdapat dua jenis tindakan dari USEPA,
yaitu :
a) Penyingkiran (pengangkutan kembali) substansi berbahaya dan
pembersihan segera bagian-bagian lahan, atau kegiatan-kegiatan stabilisasi
sementara lainnya, sampai pemecahan final yang permanen diterapkan pada
lahan tersebut ; kegiatan ini bersifat program jangka pendek.
b) Kegiatan yang bersifat penyembuhan (remedial), yang merupakan
pemecahan yang permanen dari masalah yang timbul. Dalam kegiatan yang
bersifat jangka panjang ini, termasuk pula penentuan kontribusi penanggung
jawab atas masalah ini, serta proporsi beban dana yang dipikulkan pada masing-
masing pelaku, yaitu generator, transporter, pemilik/pengoperasi sarana TSD.

11 | P a g e
BAB III
PERBANDINGAN LIMBAH B3 DI INDONESIA DENGAN DI AMERIKA
SERIKAT
3.1 Perbandingan Pengelolaan Limbah B3

Pengelolaan Pengelolaan Limbah B3 di Amerika Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia


Limbah B3
Penetapan  Toxic Substances Control Act (TSCA)  Setiap Orang yang menghasilkan
memberi kewenangan pada USEPA untuk Limbah B3 dari sumber spesifik yang
Limbah B3 mengidentifikasi dan memantau akan melakukan Pemanfaatan Limbah
bahanbahan kimia berbahaya di B3 dari sumber spesifik sebagai
lingkungan ; disamping itu USEPA produk samping dapat mengajukan
mempunyai kewenangan untuk permohonan penetapan Limbah B3
mendapatkan informasi tentang bahan dari sumber spesifik sebagai produk
berbahaya ini di sumbernya (pabrik) samping kepada Menteri.
 Limbah B3 dari sumber spesifik
sebagaimana yang dapat diajukan
permohonan penetapan Limbah B3
dari sumber spesifik sebagai produk
samping merupakan Limbah B3 dari
sumber spesifik yang berasal dari satu
siklus tertutup produksi yang
terintegrasi.
 Permohonan penetapan Limbah B3
dari sumber spesifik sebagai produk
samping sebagaimana dimaksud
adalah diajukan secara tertulis kepada
Menteri dan dilengkapi dengan
persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. profil usaha dan/atau kegiatan;
c. nama Limbah B3;
d. bahan baku dan/atau bahan
penolong yang digunakan dalam
proses produksi yang menghasilkan
Limbah B3;
e. proses produksi yang menghasilkan
Limbah B3 dari sumber spesifik yang
diajukan untuk ditetapkan sebagai
produk samping; dan
f. nama produk samping serta sertifikat
standar produk yang dipenuhi yang
ditetapkan oleh menteri atau kepala
lembaga pemerintah nonkementerian

12 | P a g e
yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan.
 Penetapan Limbah B3 dari sumber
spesifik sebagai produk samping
dilakukan paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak rekomendasi tim
ahli Limbah B3 disampaikan kepada
Menteri.
Pengurangan  Daur ulang limbah B3  Setiap Orang yang menghasilkan
Limbah B3 wajib melakukan
Limbah B3  Land disposal limbah B3 Pengurangan Limbah B3.
 Pengurangan Limbah B3 sebagaimana
dimaksud adalah dilakukan melalui:
a. substitusi bahan;
b. modifikasi proses; dan/atau
c. penggunaan teknologi ramah
lingkungan.
 Setiap Orang yang menghasilkan
Limbah B3 sebagaimana dimaksud
adalah wajib menyampaikan laporan
secara tertulis kepada Menteri
mengenai pelaksanaan Pengurangan
Limbah B3.
 Laporan secara tertulis sebagaimana
dimaksud adalah disampaikan secara
berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 6 (enam) bulan sejak
Pengurangan Limbah B3 dilakukan.
Penyimpanan  Generator limbah B3 harus mendapatkan  Setiap Orang yang menghasilkan
nomor identifikasi dari USEPA, yang Limbah B3 wajib melakukan
Limbah B3 memungkinkan untuk pemanfaatkan dan Penyimpanan Limbah B3.
pelacakan limbah berbahaya tersebut  Untuk dapat melakukan Penyimpanan
dalam mata rantai pengelolaan Limbah B3, Setiap Orang
sebagaimana dimaksud pada adalah
wajib memiliki izin Pengelolaan
Limbah B3 untuk kegiatan
Penyimpanan Limbah B3.
 Untuk dapat memperoleh izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Penyimpanan Limbah B3,
Setiap Orang yang menghasilkan
Limbah B3:
a. wajib memiliki Izin Lingkungan;
dan
b. harus mengajukan permohonan
secara tertulis kepada bupati/wali
kota dan melampirkan persyaratan
izin.
 Tempat Penyimpanan Limbah B3
sebagaimana dimaksud d harus
memenuhi persyaratan:
a. lokasi Penyimpanan Limbah B3;

13 | P a g e
b. fasilitas Penyimpanan Limbah B3
yang sesuai dengan jumlah Limbah
B3, karakteristik Limbah B3, dan
dilengkapi dengan upaya
pengendalian Pencemaran
Lingkungan Hidup; dan
c. peralatan penanggulangan keadaan
darurat.
Pengumpulan  penyimpanan sementara limbah berbahaya  Setiap Orang yang menghasilkan
Limbah B3 wajib melakukan
Limbah B3 sebelum diolah atau dimusnahkan atau
Pengumpulan Limbah B3 yang
didaur ulang. dihasilkannya.
 Setiap Orang yang menghasilkan
Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dilarang:
a. melakukan Pengumpulan Limbah
B3 yang tidak dihasilkannya; dan
b. melakukan pencampuran Limbah
B3 yang dikumpulkan
 Pengumpulan Limbah B3 dilakukan
dengan:
a. segregasi Limbah B3; dan
b. Penyimpanan Limbah B3.
Pemanfaatan  Pemanfaatan Limbah B3 wajib
dilaksanakan oleh Setiap Orang yang
Limbah B3 menghasilkan Limbah B3.
 Dalam hal Setiap Orang sebagaimana
dimaksud tidak mampu melakukan
sendiri, Pemanfaatan Limbah B3
diserahkan kepada Pemanfaat Limbah
B3.
 Pemanfaatan Limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1)
meliputi: a. Pemanfaatan Limbah B3
sebagai substitusi bahan baku; b.
Pemanfaatan Limbah B3 sebagai
substitusi sumber energi; c.
Pemanfaatan Limbah B3 sebagai
bahan baku; dan d. Pemanfaatan
Limbah B3 sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pengangkutan  Transporter harus memiliki nomor-  Pengangkutan Limbah B3 wajib
identifikasi USEPA, dan tidak menerima dilakukan dengan menggunakan alat
Limbah B3 limbah dari generator yang tanpa nomor angkut yang tertutup untuk Limbah
tersebut. Transporter harus mengangkut B3 kategori 1.
limbah tersebut sesuai dengan jumlah yang  Pengangkutan Limbah B3 dapat
tercantum dalam manifes dilakukan dengan menggunakan alat
angkut yang terbuka untuk Limbah
B3 kategori 2.
 Pengangkutan Limbah B3 wajib
memiliki: a. rekomendasi

14 | P a g e
Pengangkutan Limbah B3; dan b. izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk
kegiatan Pengangkutan Limbah B3.
 Rekomendasi Pengangkutan
Limbah B3 diterbitkan oleh
Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Pengolahan  setiap proses yang merubah karakteristik  Pengolahan Limbah B3 wajib
atau komposisi limbah berbahaya sehingga dilaksanakan oleh Setiap Orang yang
Limbah B3 menjadi tidak berbahaya atau sedikit menghasilkan Limbah B3.
berbahaya, atau setiap proses yang mampu  Dalam hal Setiap Orang sebagaimana
melakukan pengurangan volume atau dimaksud pada ayat (1) tidak mampu
mampu memanfaatkan kembali limbah melakukan sendiri, Pengolahan
tersebut. Limbah B3 diserahkan kepada
Pengolah Limbah B3.
 Pengolahan Limbah B3 dilakukan
dengan cara: a. termal;
b. stabilisasi dan solidifikasi; dan/atau
c. cara lain sesuai perkembangan
teknologi
 Pengolahan Limbah B3 dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a. ketersediaan teknologi; dan
b. standar lingkungan hidup atau baku
mutu lingkungan hidup.
Penimbunan penyimpanan limbah berbahaya dengan cara  Penimbunan Limbah B3 wajib
yang dianggap aman dengan penimbunan dilaksanakan oleh penghasil Limbah
Limbah B3 B3
dalam tanah  Jika tidak mampu melakukan sendiri,
Penimbunan Limbah B3 diserahkan
kepada Penimbun Limbah B3.
 Penimbunan Limbah B3 dapat
dilakukan pada fasilitas Penimbunan
Limbah B3 berupa:
a. penimbusan akhir;
b. sumur injeksi;
c. penempatan kembali di area bekas
tambang;
d. dam tailing; dan/atau
e. fasilitas Penimbunan Limbah B3
lain sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dumping  Setiap Orang dilarang melakukan
Dumping (Pembuangan) Limbah B3
(Pembuangan) ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Limbah B3  Dumping (Pembuangan) Limbah B3
ke media lingkungan hidup wajib
memiliki izin dari Menteri.
 Pembuangan harus memiliki Izin dari
Menteri berupa izin Dumping

15 | P a g e
(Pembuangan) Limbah B3 ke media
lingkungan hidup berupa:
a. tanah; dan
b. laut.
 Persyaratan dan tata cara permohonan
dan penerbitan izin Dumping
(Pembuangan) Limbah B3 ke media
lingkungan hidup berupa tanah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Penimbunan Limbah B3
 Limbah B3 yang akan dilakukan
dumping wajib dilakukan
Netralisasi atau Pengurangan
kadar racun sebelum dilakukan
dumping ke laut.
Pelabelan  Terdapat 7 kategori simbol dan 3
kategori label.
 Simbol berbentuk bujur sangkar
diputar 45 derajat sehingga
membentuk belah ketupat
 Pada keempat sisi belah ketupat
tersebut dibuat garis sejajar yang
menyambung sehingga membentuk
bidang belah ketupat dalam dengan
ukuran 95 persen dari ukuran belah
ketupat bahan.
Sanksi  memasukkan permohonan yang  sebagaimana dimaksud pada ayat
mencakup rancangan sarananya, (1) berupa: a. teguran tertulis; b.
Administratif
termasuk juga cara analisis limbah B3 paksaan pemerintah; atau c.
dan sebagainya. Bila usulan tersebut pembekuan izin Pengelolaan
disetujui (bisa memakan waktu sampai Limbah B3 untuk kegiatan
3 tahun), maka aktifitas tersebut Penyimpanan
dikomunikasikan pada masyarakat
selama 45 hari.

3.2 Perbandingan Regulasi Terkait Pengelolaan Limbah B3


 Amerika Serikat
peraturan perundang undangan yang sangat berkaitan erat dengan masalah
limbah berbahaya adalah TSCA (1976), RCRA (1976), HSWA (1980),
CERCLA (1980) dan SARA (1986).
− Toxic Substances Control Act (TSCA - 1976) : pengaturan penggunaan
bahan kimia berbahaya yang baru dihasilkan. − Resource Conservation and
Recovery Act (RCRA - 1976) : pengaturan pengelolaan limbah berbahaya

16 | P a g e
− Hazardous and Solid Waste Amandements Act (HSWA - 1984) : tentang
perlindungan terhadap air tanah dari limbah berbahaya
− Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liabilities
Act (CERCLA - 1980) dan Superfund
Amendement and Reautorization Act (SARA - 1986) yaitu tentang
pengaturan dan pendanaan bagi pembersihan site disposal berbahaya yang
sudah tidak beroperasi.
 Indonesia
- Undang-undang RI NO.32 /2009
- UU No 19 tahun 2009 tentang ratifikasi Stockholm Convention
- PP No. 74 Tahun 2014 tentang Pengelolaan B3
- Peraturan Menteri Kesehatan No.453 /Menkes/Per/XI/1983 tentang Bahan
Berbahaya
3.3 Upaya Pengurangan Limbah B3
Limbah padat yang tentunya mengandung berbagai jenis senyawa dapat
bersifat toksik baik yang sudah terkandung didalamya maupun senyawa baru
yang terbentuk sebagai akibat dari proses transformasi senyawa-senyawa yang
terdapat dalam limbah padat tersebut. Jenis pengujian yang digunakan adalah
TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) atau Prosedur
Penyaringan Sifat Toksisitas yang dapat menentukan keberadaan unsur
pencemar organik/anorganik dalam limbah cair dan padat. Pengujian ini
dirancang guna mengidentifikasi limbah yang mungkin mengandung
konsentrasi unsur toksik berbahaya ke dalam air tanah akibat pengelolaan yang
kurang baik.
Beberapa jenis limbah B3 memerlukan pengolahan awal (pretreatment)
sebelum dibuang , hal ini dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan
racun (detoxify) dan mempersiapkan untuk pengolahan berikutnya.
Dalam melakukan pengelolaan limbah B3 perlu diperhatikan hirarki
pengelolaan limbah B3 antara lain dengan mengupayakan reduksi pada sumber,
pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan
digunakannya teknologi bersih.

17 | P a g e
Industri mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan udara,
tanah dan air disekitarnya jika limbahnya tidak ditangani secara baik sesuai
standar yang telah ditentukan, karena dalam hal ini masyarakatlah yang akan
menerima dampaknya. Air yang tercemar zat-zat kimia berbahaya tersebut akan
berdampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan, karena secara
langsung atau tidak langsung mengkonsumsinya tanpa mengetahui akibat yang
dapat ditimbulkan. Oleh karena itu setiap badan usaha hendaknya mempunyai
sikap ataupun kesadaran yang tinggi didalam menjalankan usahanya dengan
memperhatikan pengolahan limbahnya untuk memperkecil atau menghilangkan
bahayanya terhadap lingkungan. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa
peraturan yang berhubungan dengan masalah lingkungan hidup, agar
lingkungan tetap terjaga untuk kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lainnya, namun perlu ditingkatkan pemantauan dan implementasi peraturan
tersebut.
Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 diperlukan uji karakteristik
dan uji toksikologi atas limbah tersebut. Sistem pengolahan limbah B3 meliputi
pengolahan fisika-kimia, solidifikasi/stabilisasi, insenerasi, pemanfaatan
kembali dan penimbunan. Pemilihan proses pengolahan limbah B3,
penerapannya harus sesuai dengan teknologi yang sudah ditetapkan dan hasil
dari proses pengolahan limbah harus memenuhi kualitas dan baku mutu
pembuangan.

18 | P a g e
BAB IV
KESIMPULAN
1. Amerika dalam hal regulasi telah menerbitkan terlebih dahulu di banding
Indonesia .
Regulasi pertama yang dibuat amerika yaitu Atomic Energy Act (1954) :
merupakan revisi Atomic Energy Act tahun 1946, yang mengatur permasalahan
penggunaan energi nuklir.
Sedangkan di Indonesia regulasi pertama yang dibuat yaitu Peraturan
pemerintah No.13 tahun 1975 tentang pengangkutan Zat Radioaktif.
2. Dalam pengelolaan limbah B3 , Amerika menggunakan konsep CRADLE TO
GRAVE yang terdiri dari :
− Identifikasi limbah B3 − Penghasil limbah B3
− Pengangkut limbah B3
− Pemilik/operator fasilitas pengolah, penyimpan, pembuang limbah B3
− Daur ulang limbah B3
− Land disposal limbah B3
− Izin fasilitas TSD, yang meliputi :
 Treatment (pengolahan) : setiap proses yang merubah karakteristik atau
komposisi limbah berbahaya sehingga menjadi tidak berbahaya atau
sedikit berbahaya, atau setiap proses yang mampu melakukan
pengurangan volume atau mampu memanfaatkan kembali limbah
tersebut.
 Storage (penyimpanan) : penyimpanan sementara limbah berbahaya
sebelum diolah atau dimusnahkan atau didaur ulang.
 Disposal (pemusnahan/penyingkiran) : penyimpanan limbah berbahaya
dengan cara yang dianggap aman dengan penimbunan dalam tanah.
Sedangkan di Indonesia,pengelolaan limbah B3 menurut Undang-Undang No.
32 tahun 2009 pasal 58 ayat 1 yaitu Setiap orang yang memasukkan ke dalam
wilayah negara kesatuan republic Indonesia, menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang,mengolah, dan/atau
menimbun B3 wajb melakukan pengelolaan B3. Pengelolaan Limbah B3
meliputi Penyimpanan, Pengangkutan, Pemanfaatan, Pengolahan, Penimbunan.

19 | P a g e
20 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
CHARLES A. WENTZ,”Hazardous Waste Management“, Mc Graw-Hill
Publishing company, 1989
ENRI DAMANHURI, Diktat Pengelolaan Limbah B3-Versi 2008, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan Intitut Teknologi Bandung,2008
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 74 Tahun 2014 Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun, 2014
UNDANG-UNDANG RI No.32 /2009
WAGNER ,T,.P,;Hazardous Waste Identification and classification manual, Van
Nostrand Reinhold,1990
http://jurnal.batan.go.id/index.php/bl/article/view/783
http://journal.unpas.ac.id/index.php/infomatek/article/download/880/516

21 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai