Seorang laki laki, 52 tahun datang ke UGD RS dengan sesak nafas berat disertai batuk
batuk berdahak yang sudah dialami Os sekitar 10 tahun semakin hari semakin berat, sakit kepala,
sulit konsentrasi, disertai kaki bengkak lebih kurang 5 bulan ini,acral biru. Os selama ini perokok
berat lebih dari 10 tahun 2 bungkus sehari.
Hb : 18 gr% , leukosit : 12.000. Thorax foto :Corakan paru bertambah disertai CT Ratio >50%.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Apakah batuk batuk menjadi penyebab dari sesak nafas pada Os?
2. Apa yang mengakibatkan terjadinya sakit kepala dan sulit berkonsentrasi ?
3. Mengapa kaki Os bisa bengkak ?
4. Apa hubungan Os perokok berat dengan sesak nafas ?
1. Iya, karena perokok berat yang menjadi faktor risiko utama dari bronkitis kronik dan
emfisema yang dicirikan dengan terjadinya hipersekresi mukus yang mengakibatkan
mukus tertimbun dan akan keluar sebagai sputum, penyempitan jalan nafas, dan
kerusakan alveoli paru-paru.
2. Kurangnya suplai O2 ke otak, oksigen dibutuhkan untuk reaksi kimia di dalam sel
yaitu metabolisme untuk menghasilkan energi. Sehingga bila otak kekurangan
oksigen maka otak akan kekurangan asupan energi dan mengakibatkan kerjanya
tidak optimal.
3. Edema pada kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam mengosongkan darah
dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah secara normal
kembali dari sirkulasi vena
4. Perokok berat yang menjadi faktor risiko utama dari bronkitis kronik dan emfisema
yang dicirikan dengan terjadinya hipersekresi mukus, penyempitan jalan nafas, dan
kerusakan alveoli paru-paru (tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida).
1
IV. KERANGKA KONSEP
Keluhan Utama :
Sesak nafas
Batuk batuk berdahak
Sakit kepala
Sulit konsentrasi
Kaki bengkak
Acral biru
Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 18 gr%
Leukosit : 12.000
Thorax foto
Ct.Rasio >50%
Diagnosis differential :
CPC
CHF
Buerger Disease
V. LEARNING OBJEKTIVE
1. Mengapa pada batuk bisa terjadi penumpukan sputum?
2. Bagaimana mekanisme penumpukan cairan?
3. Bagaimana mekanisme kurangnya suplai O2 ke otak?
4. Apa hubungan Os perokok berat dengan sesak nafas ?
5. Jelaskan DD dari pemicu ?
6. Jelaskan tentang CPC?
7. Apa pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosa?
8. Tanda tanda kegagalan jantung kanan?
9. Bagaimana mengukur CTR?
10. Penatalaksanaan CPC?
11. Sistem rujukan, prognosis dan pencegahan?
2
VI. PEMBAHASAN LEARNING OBJEKTIVE
1. Mengapa pada batuk bisa terjadi penumpukan sputum?
Jawaban :
Batuk berdahak lebih sering terjadi pada saluran nafas yang peka terhadap
paparan debu, lembab berlebih dan sebagainya. Pada orang dewasa normal,
memproduksi mukus (sekret kelenjar) sejumlah 100ml dalam saluran nafas setiap
hari. Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel
yang melapisi saluran pernafasan. Keadaan abnormal produksi mukus yang
berlebihan menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga
mukus tertimbun. Jika hal ini terjadi membran mukosa akan terangsang dan mukus
akan dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominal yang tinggi.
Ketika dibatukkan, udara keluar dengan akselarasi yang cepat beserta membawa
sekret, mukus yang tertimbun tadi akan keluar sebagai sputum.
Sumber : Lubis, H.M. 2005. Batuk Kronik Dan Berulang (BKB) Pada Anak. Jakarta
:EGC.
3
lokal atau terjadi obstruksi. Peningkatan volume mikrovaskuler dan adanya tekanan
menyebabkan peningkatan filtrasi dan mengurangi atau bahkan terjadi penyerapan
cairan kembali ke pembuluh darah. Ketika peningkatan tekanan hidrostatik
mempengaruhi sebahagian dari mikrovaskuler lokal, peristiwa ini disebut dengan
edema lokal. Pada kasus gagal jantung, kongesti dapat meningkatkan tekanan
hidrostatik pada sistem vena portal (gagal jantung kanan) yang dapat mengakibatkan
terjadinya asites, sedangkan pada sistem vena pulmonary (gagal jantung kiri)
menyebabkan edema paru-paru dan apabila terjadi peningkatan hidrostatik pada
kedua sistem vena (gagal jantung umum) akan menyebabkan terjadinya edema
umum. Edema umum dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi plasma yang
dapat mengaktifkan berbagai pengaturan volume respon dari kompensasi. Volume
plasma meningkat melalui retensi natrium disebabkan oleh aktivasi jalur renin-
angiotensin-aldosteron dan retensi air dimediasi oleh pelepasan hormon antidiuretik
(ADH) diikuti dengan aktivasi volume intravaskuler dan reseptor tekanan. Hasil dari
volume intravaskuler yang berlebihan semakin mempersulit pergerakan distribusi
cairan yang diikuti dengan terjadinya gagal jantung.
Sumber : Price SA, Wilson L M.2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi VI. Volume I. Jakarta : EGC.
4
oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan
mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa darah
Sumber : Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC.
Merokok merupakan faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru, juga dapat
menderita penyakit saluran pernapasan yang dapat diakibatkan oleh tembakau.
Partikel asap rokok dan zat iritan lainnya mengaktifkan makrofag alveolar dan sel
epitel jalan napas dalam membentuk faktor kemotaktik, pelepasan factor kemotaktik
mengindeksi mekanisme infiltrasi sel-sel kemotaktik pada paru yang dapat
menimbulkan kerusakan struktur paru. Merokok dapat menyebabkan hiper aktivitas
bronki (HBR), yaitu meningkatnya kepekaan bronki dibandingkan saluran napas
normal terhadap zat-zat yang merangsang tidak spesiafik yang dihirup, sehingga
mengalami penyakit saluran napas kronik yang diakibatkan oleh kelainan reversible
pada bronkus yang ditandai dengan adanya obstruksi pada fungsi paru.
Zat yang terkandung dalam rokok :
Karbon monoksida
Salah satu kandungan rokok yang merupakan gas beracun adalah karbon monoksida.
Senyawa yang satu ini merupakan gas yang tidak memiliki rasa dan bau. Jika terhirup
terlalu banyak, sel-sel darah merah akan lebih banyak berikatan dengan karbon
5
monoksida dibanding dengan oksigen. Akibatnya fungsi otot dan jantung akan
menurun. Hal ini akan menyebabkan kelelahan, lemas, dan pusing.
Dalam skala besar, seseorang yang menghirupnya bisa mengalami koma atau bahkan
kematian. Janin, penderita gangguan jantung, dan penderita penyakit paru-paru
merupakan kelompok yang paling rentan terhadap racun ini.
Nikotin
Kandungan rokok yang paling sering disinggung-singgung adalah nikotin. Nikotin
memiliki efek candu seperti opium dan morfin. Nikotin berfungsi sebagai perantara
dalam sistem saraf otak yang menyebabkan berbagai reaksi biokimia, termasuk efek
menyenangkan dan menenangkan.
Nikotin yang dihisap perokok akan terserap masuk ke aliran darah, kemudian
merangsang tubuh untuk memproduksi lebih banyak hormon adrenalin, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan pernapasan. Efek yang
mungkin muncul akibat paparan nikotin adalah muntah, kejang, dan penekanan pada
sistem saraf pusat.
Tar
Kandungan rokok lainnya yang bersifat karsinogenik adalah tar. Tar yang terhirup
oleh perokok akan mengendap di paru-paru. Timbunan tar ini berisiko tinggi
menyebabkan penyakit pada paru-paru, seperti kanker paru-paru dan emfisema.
Tidak hanya itu, tar akan masuk ke peredaran darah dan meningkatkan risiko
terjadinya diabetes, penyakit jantung, hingga gangguan kesuburan. Tar dapat terlihat
melalui noda kuning yang tertinggal di gigi dan jari. Karena tar masuk secara
langsung ke mulut, zat berbahaya ini juga dapat mengakibatkan masalah gusi dan
kanker mulut.
Hidrogen sianida
Senyawa racun lainnya yang menjadi bahan penyusun rokok adalah hidrogen sianida.
Beberapa negara pernah memakai senyawa ini untuk menghukum mati narapidana.
Saat ini, hidrogen sianida juga digunakan dalam industri tekstil, plastik, kertas, dan
sering dipakai sebagai bahan pembuat asap pembasmi hama. Efek dari senyawa ini
dapat melemahkan paru-paru, menyebabkan kelelahan, sakit kepala, dan mual.
Benzena
Benzena merupakan residu dari pembakaran rokok. Paparan benzena jangka panjang
(setahun atau lebih), dapat menurunkan jumlah sel darah merah dan merusak sumsum
tulang, sehingga meningkatkan risiko terjadinya anemia dan perdarahan. Selain itu,
benzena juga merusak sel darah putih sehingga menurunkan daya tahan tubuh, serta
meningkatkan risiko leukimia.
Formaldehida
Formaldehida merupakan residu dari pembakaran rokok. Dalam jangka pendek,
formaldehida mengakibatkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. Dalam
jangka panjang, formaldehida dapat meningkatkan risiko kanker nasofaring.
Arsenik
Arsenik merupakan golongan pertama karsinogen. Paparan terhadap arsenik tingkat
tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker kulit, kanker paru-paru, kanker
saluran kemih, kanker ginjal, dan kanker hati. Arsenik terdapat dalam rokok melalui
pestisida yang digunakan dalam pertanian tembakau.
Kadmium
6
Sekitar 40-60 persen dari kadmium yang terdapat dalam asap rokok, terserap masuk
ke paru-paru saat merokok. Kadar kadmium yang tinggi dalam tubuh dapat
menimbulkan gangguan sensorik, muntah, diare, kejang, kram otot, gagal ginjal, dan
meningkatkan risiko kanker.
Amonia
Amonia merupakan gas beracun, tidak berwarna, namun berbau tajam. Pada industri
rokok, amonia digunakan untuk meningkatkan dampak candu nikotin.
Dalam jangka pendek, menghirup dan terpapar amonia dapat mengakibatkan napas
pendek, sesak napas, iritasi mata, dan sakit tenggorokan. Sedangkan dampak jangka
panjangnya yaitu pneumonia dan kanker tenggorokan.
Sumber : Fawzani N, Triratnawati A.2005. Terapi berhenti merokok Vol 9 (studi
kasus 3 perokok berat). Depkes RI.
7
a. Kelelahan,kelemahan Takikardia
b. Dispne Pernafasan Chenyne stokes
c. Ortopne Sianosis
d. Dispne nokturna paroksimal Pulsus alternans
e. Batuk Ronki basah
f. Nokturia Peninggian tingkat pulsasi vena
jugularis
g. Anoreksia Palpasi prekordium
h. nyeri kuadran kanan atas Bunyi jantung
b. Beuger desease
Buerger disease adalah kondisi yang ditandai dengan munculnya rasa nyeri pada
tangan dan kaki, dengan kulit yang pucat. Hal itu disebabkan karena pembuluh
darah tangan dan kaki mengalami gangguan berupa peradangan dan
pembengkakan, yang kemudian dapat tersumbat akibat terbentuknya gumpalan
darah. Kondisi ini dapat menimbulkan gangrene pada tangan atau kaki, yaitu
matinya jaringan akibat aliran oksigen dan nutrisi ke bagian tersebut terputus. Jika
telah mencapai fase ini, maka penanganannya adalah dengan amputasi.
Beberapa gejala yang dapat dirasakan antara lain:
Jari kaki dan tangan pucat, memerah, atau membiru.
Terasa dingin, kesemutan, atau mati rasa pada tangan dan kaki.
Ujung jari tangan dan kaki terasa nyeri.
Pembengkakan pada tangan atau kaki.
Etiologi :
Penyebab penyakit buerger disease ini karena penggunaan tembakau maupun
dalam bentuk rokok (perokok aktif ) biasanya mengenai pada umur 40-45 tahun.
Selain tembakau, terdapat 2 faktor lain yang diduga menyebabkan penyakit
Buerger, yakni faktor genetik dan gangguan sistem kekebalan tubuh yang
membuat sistem imun menyerang jaringan tubuh yang sehat.
Sumber : Chung, Edward K. Penyakit kardiovaskuler Ed.3. Jakarta : EGC.
Gejala klinis :
Tingkat klinis kor pulmonalis dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi
pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal
jantung kanan.
Patofisiologi :
Penyakit paru kronis akan mengakibatkan :
a. Berkurangnya vascular bed “vascular bed” paru, dapat disebabkan oleh semakin
terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kemasukan pari
8
b. Asidosis dan hiperkapnia
c. Hipoksia alveolar yang merangsang vasokontriksi pembuluh paru.
d. Polisitemia dan hiperkiskositas darah.
Keempat kelainan ini akan menyebabkan timbuknya hipertensi pulmonal (perjalanan
lambat). Dalam jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel
kanan dan kemudian akan berlanjut menjadi gagal jantung kanan.
Etiologi:
1. Penyakit pembuluh darah paru
2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,
granuloma, atau fibrosis.
3. Penyakit neuroomuskular dan dinding dada
4. Penyakit yang mengenai aliran darah paru, alveoli, termasuk PPOK. Penyakit
paru lain adalah penyakit paru interstisial dan gangguan pernafasan saat tidur.
Sumber: Setiati, dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi VI.
Jakarta : InternaPublishing
9
perifer. Hipotesis lainnya menjelaskan gejala ini, terutama di sebagian kecil dari
pasien dengan PPOK yang tidak menunjukkan peningkatan tekanan atrium kanan
adalah penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan penyaringan natrium dan
stimulasi vasopresin arginine karena hipoksemia berperan dalam terjadinya
patofisiologi ini dan juga terjadinya edema perifer pada pasien dengan kor
pulmonall yang mengalami peningkatan tekanan di atrium kanan.
Pemeriksaan Fisik
Temuan pada pemeriksaan fisik mungkin mengarah pada penyakit paru
paru yang mendasari atau hipertensi paru, hipertrofi ventrikel kanan , dan
kegagalan ventrikel kanan.
Inspeksi: peningkatan diameter dada, sesak nafas dengan retraksi dari dinding
dada distensi vena jugularis dan sianosis dapat dilihat.
Palpasi: Hipertrofi Ventrikel Kanan ditandai dengan mengangkat parasternal
atau subxiphoid kiri. Hepatojugular refluks dan hati yang teraba adalah tanda
tanda kegagalan RV dengan kongesti vena sistemik. Pada pemeriksaan
ekstremitas bawah terdapat edema pitting.
Perkusi: Hipersonor dari paru-paru mungkin menjadi tanda mendasari PPOK,
ascites dapat terlihat pada keadaan yang lebih lanjut .
Auskultasi: Mengi(+) dan crackles(+) karena penyakit dasar, bruits sistolik di
paruparu karena turbulensi, Suara jantung kedua dengan aksentuasi dari
komponen pulmonal dapat didengar dalam tahap awal. Ejeksi sistolik dari
arteri pulmonalis dapat didengar dalam keadaan lanjut, bersama dengan
diastolik regurgitasi murmur. Temuan lain adalah murmur suara jantung
ketiga dan keempat dan regurgitasi trikuspid pada sistolik.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diarahkan mengidentifikasi etiologi yang paling
potensial mendasari serta penilaian komplikasi kor pulmonal. Dalam kasus
tertentu, hasil laboratorium yang mungkin ditemukan adalah:
1. Hematokrit untuk polisitemia, menurunnya serum alpha1-antitrypsin
2. Pemeriksaan darah arteri memberikan informasi penting tentang tingkat
oksigenasi dan jenis gangguan asam-basa
3. Peningkatan brain natriuretic peptida (BNP) sebagai tanda kompensasi
Kor Pulmonal dan gagal jantung kanan.
Elektrokardiogram
Kelainan EKG pada kor pulmonal menggambarkan Hipertrofi ventrikel
kanan, Ventrikel kana yang meregang, atau penyakit paru yang mendasarinya.
Radiologi
Rontgen dada. Pada pasien dengan kor pulmonal kronis, rontgen dada
dapat menunjukkan pembesaran arteri pulmonal. Hipertensi pulmonal
harus dicurigai saat arteri pulmonalis lebih besar dari 16 mm dan arteri
pulmonalis kiri lebih besar dari 18 mm. Pembesaran ventrikel kanan
menyebabkan peningkatan diameter transversal bayangan jantung ke
kanan pada posteroanterio dan pinggang jantung terangkat ke atas
/upward.
10
Ekokardiogram. Ekokardiogram dua dimensi biasanya menunjukkan
tandatanda peningkatan tekanan di ventrikel kanan. Peningkatan ketebalan
dinding Ventrikel kanan dengan gerakan paradoks septum interventrikular
selama sistol terjadi. Pada stadium lanjut, dilatasi Ventrikel kanan terjadi
dan septum menunjukkan diastolik abnormal yang menyeluruh. Dalam
kasus yang ekstrim, pada spetrum dapat terlihat ke dalam rongga ventrikel
kiri selama diastol mengakibatkan volume diastolik menurun dari
Ventrikel kiri dan penurunan output dari ventrikel kiri.
Doppler echocardiography sekarang digunakan untuk memperkirakan
tekanan arteri paru, menilai insufisiensi trikuspid yang fungsional pada
hipertensi pulmonal. Doppler echocardiography dianggap paling dapat
diandalkan
Scanning paru dengan menilai Ventilasi / perfusi (V / Q), angiografi paru,
dan CT scan thoraks dapat diindikasikan untuk mendiagnosis
tromboemboli paru sebagai etiologi yang mendasari kor pulmonal.
Ultrafast, EKG-gated CT scanning telah dievaluasi untuk mempelajari
fungsi ventrikel kanan, memperkirakan ejeksi ventrikel kanan fraksi
(RVEF), dan memperkirakan ketebalan dinding ventrikel kanan.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) jantung merupakan modalitas yang
dapat memberikan informasi berharga tentang massa/ketebalan ventrikel
kanan, septum dan fungsi ventrikel.
Ventriculography Radionuklida dapat menentukan RVEF noninvasif.
Sumber : Leonardo Pasca suciadi. 2016. Pemeriksaan klinis jantung.
Jakarta : EGC.
11
Keterangan :
Garis M: garis di tengah-tengah kolumna vertebra torakalis.
Garis A: jarakantara M dengan batas kanan jantung yang terjauh.
Garis B: jarakantara M dengan batas kiri jantung yang terjauh.
Garis C: garis transversal dari dinding toraks kanan ke dinding toraks sisi kiri.
Sumber : Adam, Andy. 2008. Diagnostic Radiology. Philadelphia : ELSEVIER
10. Penatalaksanaan
Jawaban :
Tujuan pengobatan kor pulmonal PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan
pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk :
1. Mengoptimalkan efesiensi pertukran gas
2. Menurunkan hipertensi pulmonal
3. Meningkatkan kelangsungan hidup
4. Pengobatan penyakit dasar dan komplikasi
Terapi oksigen
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup
belum diketahui. Ditemukan 2 hipotesis :
1. Terapi oksigen mengurangi vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskuler
paru yang kemudian meningkatkan isi secukup ventrikel kanan.
2. Terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran
oksigenn ke jantung, otak dan organ vital lainnya.
Pemakaian oksigen secara kontiniyu selama 12 jam (national Insitusi of health/
NIH, amerika ) 15 jam ( Medical Reseach Counil/RMC dan 24 jam (NIH)
meningkat kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa terapi oksigen.
Indikasi terapi oksigen( dirumah) adalah :
a. PaO2 ≤55mmHg atau SaO2≤885
b. PaO2 55-59mmHg disertai salah satu dari :
Edema disebabkan gagal jantung kanan
Pulmonal pada EKG
Ertrosis hematokrit >56%
Vasodilator
12
Vasolidator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, inhibitor
ACE, dann postaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan pemakaiannya
seacra rutin. Rubin menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila
didapatkan 4 respon dinamik sebagai berikut :
a. Resistensi vaskuler paru diturunkan minimal 20%
b. Curah jantung meningkat atau tidak berubah
c. Tekanan arteri pulmonal menurun atau tidak berubah
d. Tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan
Digitalis
Bila disertai gagal jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi
ventrikel kanan pada pasien kor polmonal dengan fngsi ventrikel kiri normal,
hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan
digokskin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Disamping itu pengobatan
dengan digitalis menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia.
Diuretik
Diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretik yang berlebihan dapat
menimbulkan alkolosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia.
Disamping itu dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan yang
mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun.
Flebotomi
Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit yang tinggi
untuk menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya merupakan terapi
tambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.
Antikoagulan
Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan
terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan
adanya faktor imobilitasi pada pasien. Disamping terapi diatas pasien kor
pulmonal pada PPOK harus mendapat terapi standart untuk PPOK komplikasi dan
penyakit penyerta.
Sumber : Setiati, dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi VI.
Jakarta : InternaPublishing
13
mencegah dari terjadiny PPOK dengan menghindari asap rokok, hindari polusi
udara dan hindari infeksi saluran nafas berulang. Seterusnya harus mencegah
perburukan PPOK dengan berhenti merokok, gunakan obat-obatan yang adekuat,
mencegah eksaserbasi berulang dan pastikan pola makan kita terjaga dan teratur.
c. Prognosis :
Prognosis cor pulmonale bervariasi tergantung pada patologi yang mendasarinya.
Perkembangan cor pulmonale sebagai akibat dari penyakit paru primer biasanya
menandakan prognosis yang lebih buruk. Sebagai contoh, pasien dengan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) yang mengembangkan cor pulmonale memiliki
peluang 30% bertahan 5 tahun. Namun, apakah cor pulmonale membawa nilai
prognostik independen atau hanya mencerminkan keparahan COPD yang
mendasarinya atau penyakit paru lainnya tidak jelas.
Sumber : Medscape. 2015. Medscape Reference. Aplikasi Medscape.
14
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan pemicu dapat disimpulkan bahwa seorang laki laki 52 tahun,
dengan keluhan sesak nafas berat disertai batuk batuk berdahak didiagnosis
sebagai penderita Cor Pulmonal Chronic , faktor resiko utama merokok. Maka
dapat dilakukan penatalaksanaan dengan terapi diuretik untuk mengurangi edema
serta mengurangi faktor risiko dengan berhenti merokok.
15
DAFTAR PUSTAKA
Fawzani N, Triratnawati A.2005. Terapi berhenti merokok Vol 9 (studi kasus 3 perokok
berat). Depkes RI
Setiati, dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi VI. Jakarta :
InternaPublishing.
16