LP Asfiksia FIX JADI

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI NY. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASFIKSIA


NEONATORUM DI RUANG MELATI RSUD WONOSARI

Disusun Oleh:

Putri Puspita Devi, S.Kep

18310126

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada bayi Ny. K dengan


diagnosa medis “Asfiksia Neonatorum” telah diterima dan disahkan oleh
pembimbing lahan dan pembimbing akademik Profesi Ners STIKes Yogyakarta.

Nama : Putri Puspita Devi, S.Kep.


NIM : 18310126.
Tempat Praktik : RSUD Wonosari.

Gunungkidul, Januari 2019


Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

(Martinah, S.ST) (Salis Miftahul K, S.Kep, Ns, M.Kep)

Mahasiswa

(Putri Puspita Devi, S.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA NEONATORUM

A. Pengertian Asfiksia Neonatorum


Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2009)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer,
2010)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,
bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2012)
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai
dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2013).
Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan
PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

B. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum


Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Pemeriksaan apgar untuk bayi :
NILAI APGAR SCORE
TANDA
0 1 2
Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat, < 100 > 100 x/mnt
x/mnt
Usaha Napas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
Tonus Otot Lunglai Beberapa fleksi Gerakan aktif
ekstremitas
Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
napas dibersihkan
Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah Merah muda
muda, seluruhnya
ekstremitas biru
Keterangan :
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk
memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi
tidak menangis.

C. Etiologi
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia
menurut Mochtar (2009) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a) Penyakit infeksi akut
b) Penyakit infeksi kronik
c) Keracunan oleh obat-obat bius
d) Uraemia dan toksemia gravidarum
e) Anemia berat
f) Cacat bawaan
g) Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a) Kekurangan O2
b) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
c) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri
d) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
e) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
f) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
h) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
i) Paralisis pusat pernafasan
j) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
k) Trauma dari dalam : akibat obat bius
Menurut Betz et al. (2010), terdapat empat faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya asfiksia, yaitu :
1. Factor ibu
a) Pre eklams dan eklamsi, DM, anemia, HT
b) Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta)
c) Partus lama dan macet
d) Demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan lewat waktu
2. Factor tali pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapus tali pusat
3. Factor bayi
a) Bayi premature ( < 37 minggu)
b) Presentasi janin abnormal
c) Persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep)
4. Factor yang mendadakan
a. Bayi
1) Gangguan peredaran darah pada tali pusat karena tekanan tali pusat
2) Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi atau analgetik yang
diberikan pada ibu, perdarahan itral karnial, dan kelainan bawaan.
b. Ibu
1) Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
3) Hipertensi eklamsi
4) Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan hingga
kelahiran bayi yang berupa :
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari
100x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a) Bayi pucat dan kebiru-biruan
b) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c) Hipoksia
d) Asidosis metabolik atau respiratori
e) Perubahan fungsi jantung
f) Kegagalan sistem multiorgan
g) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologik, kejang, nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada mata
yang terdiri dari tremor kecil yang cepat ke satu arah dan yang lebih
besar, lebih lambat, berulang-ulang ke arah yang berlawanan) dan
menangis kurang baik/tidak baik.

E. Patofisiologi
Janin yang kekurangan O2 sedangkan kadar CO2-nya bertambah, akan
menyebabkan muncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung
maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan
dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas
kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob
yaitu glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis
respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini
terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus
menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat
sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak
terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa
pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini, bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/
persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi
akan menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat
reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.
F. Pathway
Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan factor lain : anestesi,
Presentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA NEONATORUM

Bayi kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan


dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat
Bersihan jalan nafas
Pola nafas tidak efektif
tidak efektif
Apneu Suplai O2 Suplai O2
ke paru dalam darah

Kerusakan otak, Gangguan metabolisme


Kerusakan otak Perfusi perifer & perubahan asam basa
tidak efektif

DJJ & TD Kematian bayi Asidosis respiratorik

Bayi tidak bereaksi Koping keluarga


terhadap rangsangan tidak efektif Gangguan perfusi ventilasi
Resiko cedera
Gangguan
Koping keluarga
pertukaran gas
in efektif
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosisa asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2015), yaitu:
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit.
Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100
semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan
tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi
dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya
pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-
tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga
perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat
asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang
sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar
Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi
hemolitik.
H. Komplikasi
Komplikasi dari asfiksia meliputi (David, 2011) :
Sistem Organ Komplikasi yang mungkin terjadi
Otak  Apnea
 Kejang
 Perubahan pada pemeriksaan neurologi
Paru – paru  Hipertensi pulmoner
 Pneumonia
 Pneumothoraks
 Takipnea sementara
 Sindrom aspirasi mekonium
 Defisiensi surfaktan
Kardiovaskuler Hipotensi
Ginjal Nekrosis tubuler akut
Gastrointestinal  Ileus
 Enterokolitis nekrotikans
Metabolik/hematologik  Hipoglikemia
 Hipokalsemia, hiponatremia
 Anemia, jika terdapat riwayat kehilangan darah
akut
 Trombositopenia

I. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru
lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a) Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c) Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan
pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a) Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil
atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi
secara cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
b) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada
atau bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a) Pengawasan suhu
b) Pembersihan jalan nafas
c) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a) Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan
intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2
tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai
asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB,
diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua
obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru
sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai
timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali
inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung,
maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-
100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3
kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi
harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau
gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan
nafas.
b) Asfiksia sedang
Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam waktu
30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus
segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2
intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan
jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut
ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal
harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera
diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

J. Fokus Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa,
tanggal mrs, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam
medik)
b. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, umur)
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
- Keluhan utama
Kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia janin
akibat otot pernapasan yang kurang optimal.
b. Riwayat kesehatan dahulu
- Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal, posnatal)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit lainnya.
d. Kebutuhan dasar
- Sirkulasi
 Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(diastolik).
 Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta
III/IV.
 Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
 Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
- Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
- Makanan/ cairan
 Berat badan : 2500-4000 gram
 Panjang badan : 44-45 cm
 Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
- Neurosensori
 Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
 Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
 Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
- Pernafasan
 Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-
10.
 Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
 Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
- Keamanan
 Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
 Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran
atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak
mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d hipersekresi jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif b/d kelemahan otot pernafasan
3. Perfusi perifer tidak efektif b/d suplai O2 dalam darah menurun
L. Fokus Intervensi

Diagnosa Keperawatan dan


No. Intervensi Rasional
Tujuan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 1. Tentukan kebutuhan 1. Untuk memungkinkan reoksigenasi.
b/d hipersekresi jalan nafas oral/ suction tracheal. 2. Pernapasan bising, ronki dan mengi
Tujuan : 2. Auskultasi suara nafas menunjukkan tertahannya secret.
Setelah dilakukan tindakan sebelum dan sesudah 3. Membantu memberikan informasi
keperawatan, bersihan jalan nafas suction. yang benar pada keluarga.
kembali efektif. 3. Beritahu keluarga 4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Dengan kriteria hasil : tentang suction. 5. Membantu untuk mengidentifikasi
a. Tidak menunjukkan cemas 4. Bersihkan daerah perbedaan status oksigen sebelum
b. Rata-rata repirasi dalam batas bagian tracheal setelah dan sesudah suction.
normal suction selesai
c. Pengeluaran sputum melalui dilakukan.
jalan nafas 5. Monitor status oksigen
d. Tidak ada suara nafas pasien, status
tambahan hemodinamik segera
e. Mudah dalam bernafas. sebelum, selama dan
f. Tidak menunjukkan sesudah suction
kegelisahan.
g. Tidak adanya sianosis.
h. Keseimbangan perfusi
ventilasi
2. Pola nafas tidak efektif b/d 1. Pertahankan kepatenan 1. Untuk menghilangkan mucus yang
kelemahan otot pernafasan jalan nafas dengan terakumulasi dari nasofaring, tracea.
Tujuan : melakukan pengisapan 2. Bunyi nafas menurun/tak ada bila
Setelah dilakukan tindakan lendir jalan nafas obstruksi sekunder. Ronki
keperawatan selama proses 2. Auskultasi jalan nafas dan mengi menyertai obstruksi jalan
keperawatan diharapkan pola nafas untuk mengetahui nafas/kegagalan pernafasan.
menjadi efektif adanya penurunan 3. Memaksimalkan bernafas dan
Kriteria hasil : ventilasi menurunkan kerja nafas.
a. Pasien menunjukkan pola 3. Berikan oksigenasi sesuai
nafas yang efektif kebutuhan
b. Ekspansi dada simetris
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan
d. Kecepatan dan irama respirasi
dalam batas normal
3. Perfusi perifer tidak efektif b/d 1. Pantau secara 1. Untuk mengetahui secara
suplai O2 dalam darah menurun komprehensif sirkulasi komprehensif tentang perfusi perifer
Tujuan : perifer (nadi perifer, 2. Untuk memenuhi kebutuhan asupan
Setelah dilakukan tindakan CRT, suhu dan warna cairan yang di butuhkan dalam tubuh
keperawatan selama proses kulit) sehingga mencegah terjadinya hidrasi
keperawatan diharapkan 2. Berikan asupan cairan 3. Supaya keluarga mengetahui cara
pertukaran gas teratasi yang telah yang tepat memandikan bayi dan
Kriteria hasil : diprogramkan mencegah terjadinya hipotermi
a. Pengisian ulang kapiler (CRT) 3. Ajarkan pada keluarga 4. Untuk menentukan asupan cairan
< 2 detik tentang cara yang tepat sesuai kebutuhan tubuh
b. Warna kulit tidak pucat memandikan dengan
c. Integritas kulit normal suhu yang tepat
d. Turgor kulit elastis 4. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
terapi asupan cairan
yang diprogramakn
DAFTAR PUSTAKA

 Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.2009. Nursing Interventions


Classification (NIC). St. Louis :Mosby Year-Book
 Doenges, E. Marilynn. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: EGC
 Johnson,Marion, dkk. (2010). Nursing Outcome Classifications (NOC). St.
Louis :Mosby Year-Book
 Manuaba, I. (2011). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta :EGC
 Mochtar, R. (2012). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
 Straight, B. (2011). Keperawatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :EGC
 Wiknjosastro, H. (2013). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
 Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification
2009-2011, NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd
 Wilkinson, J.M. (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai