Anda di halaman 1dari 22

MODUL AGAMA KATOLIK

Mata kuliah ini memberikan pengetahuan pemahaman dan penghayatan


tentang: aspek yang berhubungan dengan keadaan manusia

Tinjauan Mata Kuliah


Materi Pendidikan Agama Katolik secara substansial merupakan salah satu Mata kuliah
Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) atau disebut juga sebagai mata kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK) dengan beban studi 3 sks (Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi No. 43 dan 44/Dikti/Kep/2006).

Pembahasan materi mata kuliah ini lebih mengarah kepada pemahaman ajaran agama Katolik
yang menuntut untuk diterapkan dalam berkiprah sebagai warga negara yang religius dalam
kondisi bangsa yang pluralistik yang bersifat universal. Mata kuliah ini membahas tentang:
Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan, Manusia, Masyarakat, Hukum, Moral, Ilmu Pengetahuan
Teknologi dan Seni, Budaya, Politik dan Kerukunan antar Umat Beragama.

Secara Umum setelah mahasiswa mempelajari materi mata kuliah ini diharapkan mampu
menerapkan nilai-nilai dasar ajaran agama Katolik untuk menumbuhkan kerukunan antar umat
beragama kehidupan secara individual, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Secara Khusus setelah mahasiswa mempelajari materi mata kuliah ini diharapkan mampu:

1. menjelaskan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa;


2. menjelaskan hakikat, martabat dan tanggung jawab manusia;
3. menjelaskan pengertian masyarakat beradab, peran umat beragama, HAM dan
demokrasi;
4. menumbuhkan kesadaran untuk taat terhadap hukum dan fungsi agama;
5. menjelaskan pengertian moral dan akhlak mulia;
6. menjelaskan budaya akademik, etos kerja, sikap terbuka dan keadilan;
7. menjelaskan peran IPTEKS
8. menjelaskan peran agama dalam kehidupan berpolitik untuk mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa, nilai-nilai ajaran agama Katolik sebagai rahmat Tuhan YME; dan
9. mewujudkan kerukunan antar umat beragama dalam kehidupan pluralistik di Indonesia.

Materi mata kuliah ini disajikan dalam sembilan modul dengan rincian sebagai berikut:

Modul 1 : Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan


Modul 2 : Manusia
Modul 3 : Masyarakat
Modul 4 : Hukum
Modul 5 : Moral
Modul 6 : Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni
Modul 7 : Budaya
Modul 8 : Politik
Modul 9 : Kerukunan Antar Umat Beragama Selanjutnya agar Anda berhasil dalam mempelajari
materi yang tersaji pada mata kuliah ini, perhatikan beberapa saran berikut:

1. pelajari materi setiap modul secara bertahap dan berulang-ulang sampai pada tingkat
penguasaan paling sedikit 80%;
2. kerjakan setiap latihan dengan seksama dan sungguh-sungguh;
3. diskusikan bagian-bagian yang sulit Anda pahami dengan teman sejawat; dan
4. tanyakan penyelesaian hal yang sulit kepada orang lain yang lebih memahami.

MODUL 1
TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN

Kegiatan Belajar 1: Keimanan dan Ketakwaan


Rangkuman
Iman merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Selama ini orang
memahami bahwa iman artinya kepercayaan atau sikap batin, yaitu mempercayai adanya Allah,
Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir (kiamat), Takdir baik dan buruk. Jika didefinisikan bahwa
iman adalah kepribadian yang mencerminkan suatu keterpaduan antara kalbu, ucapan dan
perilaku menurut ketentuan Allah,. Isi kitab tersebut adalah ketentuan tentang nilai-nilai
kehidupan yang baik dan yang buruk berdasarkan parameter dari Allah.

Ada tiga aspek iman yaitu pengetahuan, kemauan dan kemampuan. Orang yang beriman kepada
Allah adalah yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk hidup dengan ajaran
Al-quran seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, prasyarat untuk mencapai
iman adalah memahami kandungan Al-quran. Dengan demikian strategi untuk
menumbuhkembangkan keimanan kepada Allah adalah menumbuhkembangkan kegiatan, belajar
dan mengajar Al-quran secara akademik. Tujuan belajar dan mengajar adalah bukan sekedar
mampu membunyikan hurufnya, melainkan sampai memahami makna yang terkandung di
dalamnya.

Kuat lemahnya iman seseorang sangat tergantung pada penguasaannya terhadap Al-quran.
Kekeliruan dan kedangkalan dalam memahami makna Al-quran merupakan faktor yang
membuat dangkal atau keliru dalam beriman. Untuk itu belajar dan mengajar Al-quran harus
dilakukan secara terjadwal dan berkelanjutan. Belajar Al-quran tidak hanya di waktu kecil,
namun harus berkelanjutan sampai ajal tiba.

Kegiatan Belajar 2: Filsafat Ketuhanan


Rangkuman
Konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut pemikiran manusia, berbeda dengan
konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menurut ajaran Katolik. Konsep Ketuhanan menurut
pemikiran manusia baik deisme, panteisme, maupun eklektisme, tidak memberikan tempat bagi
ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak fungsional. Paham panteisme
meyakini Tuhan berperan, namun yang berperan adalah Zat-Nya, bukan ajaran-Nya. Sedangkan
konsep ketuhanan dalam Katolik justru intinya adalah konsep ketuhanan secara fungsional.
Maksudnya, fokus dari konsep ketuhanan dalam Katolik adalah bagaimana memerankan ajaran
Allah dalam memanfaatkan ciptaan-Nya.

Segala yang ada di alam semesta ini diciptakan oleh Yang Maha Pencipta (Khalik). Manusia
yang diberi akal, ketika memperhatikan gejala dan fenomena alam akan mengambil kesimpulan
bahwa alam yang menakjubkan ini tentulah diciptakan oleh Yang Maha Agung. Akal yang logis
juga memahami bahwa yang dicipta tidak sama dengan Pencipta.

Makhluk, kecuali ada yang nyata dapat diketahui dengan pancaindra, ada pula yang immateri
dan tidak dapat dijangkau oleh indera manusia. Keyakinan akan adanya makhluk ghaib itu, akan
dapat menyampaikan kepada keimanan, juga terhadap Yang Maha Ghaib, yaitu Khalik Pencipta
alam semesta ini.

Daftar Pustaka

 Alquran. (1986). Mushaf Standar Indonesia. Jakarta.


 Chudlori Umar, Moh., dkk. (1996). Pendidikan Agama Katolik untuk Fakultas Ekonomi.
Jakarta.
 Mokhtar Stirk dan Muhammad Iqbal. (t.th.). Buku Pintar Al-quran: Referensi Lengkap
memahami Kitab Suci Al-quran. Jakarta: Padang Pustaka & Intimedia.
 M.Quraish Shihab. (1992). Membumikan Al-quran. Cetakan 1. Bandung: Mizan.
 (1996). Wawasan Al-quran. Cetakan 1. Bandung: Mizan.
 Nainggolan, ZS. (1997). Pandangan Cendekiawan Muslim tentang Moral Pancasila,
Moral Barat, dan Moral Katolik. Jakarta.
 Nasution, Harun. (1975). Falsafat Agama. Jakarta.
 ___. (1985). Teologi Katolik. Jakarta.
 Rodinson, Maxin. (t.th.) Katolik dan Kapitalisme. Bandung.
 Tim Dosen Pendidikan Agama Katolik IKIP Jakarta. (1988). Materi Pendidikan Agama
Katolik di Perguruan Tinggi. Jakarta.
 Zakiah Daradjat, dkk. (1984). Dasar-dasar Agama Katolik. Jakarta.

MODUL 2
HAKIKAT, MARTABAT, DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA

Kegiatan Belajar 1: Hakikat Manusia


Rangkuman
Zat yang bersifat lahir dan gaib itu menentukan postur manusia sebagai makhluk yang paling
sempurna. Manusia mempunyai anggota badan, khususnya otak dan jantung yang berfungsi
sebagai mekanisme biologi, yaitu seperangkat subsistem di dalam sistem tubuh manusia untuk
menunjukkan keberadaannya (eksistensinya).
Susunan anggota badan manusia (fisik) sebenarnya sangat kompleks, tidak hanya terdiri dari
otak dan jantung saja, yang masing-masing anggota badan satu sama lain dihubungkan melalui
susunan syaraf yang sangat kompleks pula. Keadaan itu pun masih menggambarkan manusia
yang kurang lengkap, karena kelengkapan manusia tidak hanya dari wujud fisiknya saja, akan
tetapi juga dari kenyataan nonfisik yang justru tidak dimiliki oleh makhluk lain. Seperti ruh dan
jiwa yang memerankan adanya proses berpikir, merasa, bersikap dan berserah diri serta
mengabdi yang merupakan mekanisme, kejiwaan manusia sebagai makhluk Allah.

Kedua mekanisme yang terdapat pada manusia, yaitu mekanisme biologi yang berpusat pada
jantung (sebagai pusat hidup) dan mekanisme kejiwaan yang berpusat pada otak (otak sebagai
lembaga pikir, rasa, dan sikap sebagai pusat kehidupan).

Gambaran bahwa manusia merupakan makhluk yang sempurna, mungkin dapat dilihat dari
kemampuannya untuk menentukan tujuan hidup. Tujuan hidup itu berdasarkan satu tata nilai
yang memberikan corak pada seluruh kehidupan manusia yang terdiri dari proses mengetahui,
mengalami, memikirkan, merasakan, dan membentuk sikap tertentu yang akhirnya tersusun pada
suatu pola perilaku yang dapat menghasilkan karya manusia, baik yang bersifat fisik maupun
bersifat nonfisik. Tinggi rendahnya derajat kemampuan, sempit luasnya cakupan tergantung pada
kapasitas otak (Q.S. Al-Mu'min (40) : 35), melalui pusat susunan syaraf (terletak pada sumsum
tulang belakang) sehingga memungkinkan seluruh anggota badan berfungsi dalam rangka
pencapaian cita-cita. Cita-cita tersebut sering kali diistilahkan dengan akhlakul karimah atau
perilaku yang baik.

Kegiatan Belajar 2: Martabat Manusia


Rangkuman
Manusia ialah makhluk yang utama dan terutama di antara semua makhluk yang ada. Keutamaan
manusia dapat dilihat dengan adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, yang tidak
terdapat pada makhluk lain. Dengan kelebihan itu manusia dijadikan sebagai khalifah Allah di
bumi.

Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah inilah, yang menjadikan mereka mempunyai
sejumlah hak dan kewajiban. Hak di sini adalah suatu imbalan dari kewajiban-kewajiban yang
telah ditunaikannya. Kewajiban dalam konteks dengan hukum Katolik, berarti pekerjaan yang
akan mendapat sanksi hukum apabila ditinggalkan.

Kegiatan Belajar 3: Tanggung Jawab Manusia


Rangkuman
Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Sesuai dengan namanya
manusia adalah makhluk yang mempunyai naluri berperasaan, berkelompok, dan berpribadi.
Selain itu manusia memiliki sifat pelupa atau cenderung memilih berbuat kesalahan. Dari sifat-
sifatnya itu posisi manusia akan berbalik menjadi makhluk yang paling hina, bahkan lebih hina
dari binatang.

Manusia diciptakan untuk mengelola dan memanfaatkan alam untuk mencapai kehidupan materi
yang sejahtera dan bahagia di dunia, sekaligus dengan demikian ia dapat melaksanakan tugas
beribadah kepada Pencipta untuk mencapai kebahagiaan immateri di akhirat kelak. Fungsi ganda
manusia itu dikenal dalam istilah agama sebagai fungsi kekhalifahan dan kehambaan (untuk
mengabdi dan beribadah).

Daftar Pustaka

 A. B Shah. (1986). Metodologi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.


 A. Yazid dan Qasim Lho. (1977). Himpunan Hadits-Hadits Lemah dan Palsu. Bandung:
Bina Ilmu.
 Abudin Nata. (1994). Alquran dan Hadits. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
 ___. (1999). Metodologi Studi Katolik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
 Ali Abdul Adzim. (1989). Epistemologis dan Aksiologi Ilmu Perspektif Alquran.
Bandung: Rosda.
 Al-Quran dan Terjemahannya (Depag RI, 1986).
 Andi Hakim Nasution. (1988). Pengantar ke Filsafat Ilmu. Jakarta: Litera Antar Nusa.
 C. A. Qadir, (Ed.). (1989). Ilmu Pengetahuan dan Metodenya. Jakarta Yayasan Obor
Indonesia.
 Daniel W. Brown. (1991). Relevansi Sunnah dalam Katolik Modern. Bandung: Mizan.
 Dawud Al-Aththar. (1994). Ilmu Alquran. Bandung: Pustaka Hidayah.
 Dedy Mulyana, (Ed.). (1996). Berpaling Kepada Katolik. Bandung: Rosda.
 Departemen Agama RI. (2001). Kapita Selekta Pengetahuan Agama Katolik. Jakarta:
Dirjen Binboga Katolik.
 E. Hasan Saleh. (2000). Studi Agama Katolik di Perguruan Tinggi. Cetakan Kedua.
Jakarta : ISTN.
 Endang Saifuddin Anshari. (1983). Wawasan Katolik: Pokok-pokok Pikiran tentang
Katolik dan Umatnya. Bandung: Pustaka.
 Fazlur Rahman. (1984). Katolik. Bandung: Pustaka.
 Hasan Langgulung. (1986). Manusia dan Pendidikan: Studi Analisis Psikologis dan
Pendidikan. Jakarta: Pustaka Alhusna.
 ___. 1986). Teori-teori Kesehatan Mental. Jakarta: Pustaka Alhusna.
 Husein Bahreisy. (t.th.). Studi Hadits Nabi. Surabaya: Amin.
 Iwan Kusuman Hamdan, dkk. (Eds.). (1995). Mukjizat Alquran dan As-Sunnah tentang
IPTEK. Jakarta: GIP.
 Jujun S. Suriasumanteri. (1985). Filsafat Ilmu: Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan.
 ___. (1978). Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia.
 Karen Armstrong. (2001). Muhammad Sebagai Nabi. Jakarta: Risalah Gusti.
 M. Ali Usman, dkk. (1993). Hadits Qudsi: Firman Allah Tidak Dicantumkan dalam
Alquran. Bandung: Diponegoro.
 Moh. Syafaat. (1965). Mengapa Anda Beragama Katolik. Jakarta: Wijaya.
 Moh. Thahir Hakim. (1984). Sunah dalam Tantangan Pengingkarnya. Jakarta: Granada.
 Muh. Al-Ghazali. (1991). Keprihatinan Seorang Juru Dakwah. Bandung: Mizan.
 Muh. Husain Haekal. (1980). Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Pustaka Jaya.
 Muh. Sa’id Ramadlan Al-Buthy. (1992). Sirah Nabawiyah. 3 Jilid. Jakarta: Robbani Pres.
 Muh. Zulkarnain. (t. th.). Mengapa Saya Masuk Agama Katolik. Semarang: Ramadahani.
 Muhammad Quraish Shihab. (1992). Membumikan Alquran. Bandung: Mizan.
 ___. (1996). Wawasan Alquran. Bandung: Mizan.
 Murtadla Mutahhari. (1984). Manusia dan Agama. Bandung: Mizan.
 Nico Syukur. (1992). Pengalaman dan Motivasi Beragama. Jakarta: Leppenas.
 Nurcholis Madjid. (2000). Pesan-pesan Takwa. Jakarta: Paramadina.
 Rabithal Alam Katoliky. (1979). Mengapa Kami Memilih Katolik. Bandung: Almaarif.
 Roger Graudy. (1982). Janji-janji Katolik. Jakarta: Bulan Bintang.
 ___. (1986). Mencari Agama pada Abad XX. Jakarta: Bulan Bintang.
 ___. (1987). Krisis Global Dunia Barat: Di mana Katolik. Surabaya: Amarpres.
 Rus’an. (1981). Lintasan Sejarah Katolik Zaman Rasululah. Semarang: Wicaksana.
 Shaifurrahman Al-Mubarakfury. (1997). Sirah Nabawiyah. Jakarta: Al-Kautsar.
 Syamsudin Abdullah. (1977). Agama dan Masyarakat. Jakarta: Logos.
 Syamsul Rijal Hamid. (1997). Buku Pintar Agama Katolik. Edisi Senior. Jakarta: Penebar
Salam.
 T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy. (1977). Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan
Bintang.
 Thomas W. Arnold. (1981). The Preaching of Katolik. Jakarta: Widjaya.
 Zakiah Derajat, dkk. (1986). Dasar-dasar Agama Katolik: Buku Dasar Pendidikan Agama
Katolik di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Universitas Terbuka.

MODUL 3
MASYARAKAT BERADAB, PERAN UMAT BERAGAMA, HAK ASASI MANUSIA
DAN DEMOKRASI

Kegiatan Belajar 1: Masyarakat Beradab dan Sejahtera


Rangkuman
Masyarakat adalah sejumlah individu yang hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu, bergaul
dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan kesadaran pada diri setiap anggotanya
sebagai suatu kesatuan. Asal usul pembentukan masyarakat bermula dari fitrah manusia sebagai
makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Dari fitrah ini kemudian mereka
berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan hubungan
sosial yang pada gilirannya menumbuhkan kesadaran akan kesatuan. Untuk menjaga ketertiban
daripada hubungan sosial itu, maka dibuatlah sebuah peraturan.

Dalam perkembangan berikutnya,seiring dengan berjumlahnya individu yang menjadi anggota


tersebut dan perkembangan kebudayaan, masyarakat berkembang menjadi sesuatu yang
kompleks. Maka muncullah lembaga sosial, kelompok sosial, kaidah-kaidah sosial sebagai
struktur masyarakat dan proses sosial dan perubahan sosial sebagai dinamika masyarakat. Atas
dasar itu, para ahli sosiologi menjelaskan masyarakat dari dua sudut: struktur dan dinamika.

Masyarakat beradab dan sejahtera dapat dikonseptualisasikan sebagai civil society atau
masyarakat madani. Meskipun memeliki makna dan sejarah sendiri, tetapi keduanya, civil
society dan masyarakat madani merujuk pada semangat yang sama sebagai sebuah masyarakat
yang adil, terbuka, demokratis, sejahtera, dengan kesadaran ketuhanan yang tinggi yang
diimplementasikan dalam kehidupan sosial.
Prinsip masyarakat beradab dan sejahtera (masyarakat madani) adalah keadilan sosial,
egalitarianisme, pluralisme, supremasi hukum, dan pengawasan sosial. Keadilan sosial adalah
tindakan adil terhadap setiap orang dan membebaskan segala penindasan. Egalitarianisme adalah
kesamaan tanpa diskriminasi baik etnis, agama, suku, dll. Pluralisme adalah sikap menghormati
kemajemukan dengan menerimanya secara tulus sebagai sebuah anugerah dan kebajikan.
Supremasi hukum adalah menempatkan hukum di atas segalanya dan menetapkannya tanpa
memandang “atas” dan “bawah”.

Kegiatan Belajar 2: Peran Umat Beragama dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan
Sejahtera
Rangkuman
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural di mana bangsa ini terdiri dari pelbagai macam
suku, bahasa, etnis, agama, dll. meskipun plural, bangsa ini terikat oleh kesatuan kebangsaan
akibat pengalaman yang sama: penjajahan yang pahit dan getir. Kesatuan kebangsaan itu
dideklarasikan melalui Sumpah Pemuda 1928 yang menyatakan ikrar: satu nusa, satu bangsa,
dan satu bahasa: Indonesia. Kesatuan kebangsaan momentum historisnya ada pada Pancasila
ketika ia dijadikan sebagai falsafah dan ideologi negara. Jika dibandingkan, ia sama
kedudukannya dengan Piagam Madinah. Keduanya, Pancasila dan Piagam Madinah merupakan
platform bersama semua kelompok yang ada untuk mewujudkan cita-cita bersama, yakni
masyarakat madani.

Salah satu pluralitas bangsa Indonesia adalah agama. Karena itu peran umat beragama dalam
mewujudkan masyarakat madani sangat penting. Peran itu dapat dilakukan, antara lain, melalui
dialog untuk mengikis kecurigaan dan menumbuhkan saling pengertian, melakukan studi-studi
agama, menumbuhkan kesadaran pluralisme, dan menumbuhkan kesadaran untuk bersama-sama
mewujudkan masyarakat madani.

Kegiatan Belajar 3: Hak Asasi Manusia dan Demokrasi


Rangkuman
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia
untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang
bersifat materi maupun immateri. Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan di Barat
bermula dari para pemikir Yunani Kuno yang menggagas humanisme. Pandangan humanisme,
kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian muncul pelbagai
kesepakatan nasional maupun internasional mengenai penghormatan hak-hak asasi manusia.
Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Declaration of Human
Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk melengkapi naskah tersebut. Secara garis
besar, hak asasi manusia berisi hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi yang meliputi hak
hidup, hak kebebasan, hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dll.

Jauh sebelum Barat mengonseptualisasikan hak asasi manusia, terutama, sejak masa
Renaissance, Katolik yang dibawa oleh Rasulullah telah mendasarkan hak asasi manusia dalam
kitab sucinya. Beberapa ayat suci al-Qur’an banyak mengonfirmasi mengenai hak-hak tersebut:
hak kebebasan, hak mendapat keadilan, hak kebebasan, hak mendapatkan keamanan, dll. Puncak
komitmen terhadap hak asasi manusia dinyatakan dalam peristiwa haji Wada di mana Rasulullah
berpesan mengenai hak hidup, hak perlindungan harta, dan hak kehormatan.
Sama halnya dengan hak asasi manusia, demokrasi yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat, secara historis telah ada sejak zaman Yunani Kuno sebagai respons
terhadap pemerintahan otoriter yang tidak menutup partisipasi rakyat dalam setiap keputusan-
keputusan publik. Melalui sejarah yang panjang, sekarang demokrasi dipandang sebagai sistem
pemerintahan terbaik yang harus dianut oleh semua negara untuk kebaikan rakyat yang
direalisasikan melalui hak asasi manusia. Hak asasi manusia hanya bisa diwujudkan dalam suatu
sistem yang demokrasi di mana semua warga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi
dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara.

Sama halnya dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan, persamaan,
dll. terdapat juga dalam Katolik. Beberapa ayat al-Qur’an mengonfirmasi prinsip-prinsip
tersebut. Selain itu juga, praktik Rasulullah dalam memimpin Madinah menunjukkan sikapnya
yang demokratis. Faktanya adalah kesepakatan Piagam Madinah yang lahir dari ruang kebebasan
dan persamaan serta penghormatan hak-hak asasi manusia.

Daftar Pustaka

 Abuddin Nata (ed,). (2002). Problematika Politik Katolik di Indonesia. Jakarta: Grasindo.
 Bakhtiar Efendy. (1998). Katolik dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik
Politik Katolik di Indonesia. Jakarta: Paramadina.
 Boisard, Marcel A. (1980). Humanisme dalam Katolik. Jakarta: Bulan Bintang.
 David Berry. (1981). Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: Rajawali.
 Maurice Duverger. (1982). Sosiologi Politik, Alih Bahasa Daniel Dakidae. Jakarta:
Rajawali.
 Muhammad Amin al-Misri. (1987). Pedoman Pendidikan Masyarakat Katolik Modern.
Alih Bahasa Bahrum Bunyamin. Bandung: Husaini.
 Murthadla Mutahhari. (1995). Masyarakat dan Sejarah: Kritik Katolik atas Marxisme dan
Teori Lainnya. Bandung: Mizan.
 Nurcholish Madjid. (1999). Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat. Jakarta:
Paramadina.
 Nurcholish Madjid. (1999). Cita-cita Politik Katolik Era Reformasi. Jakarta: Paramadina.
 Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi. (1964). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta:
Universitas Indonesia, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Jakarta.
 Soleman B. Taneko. (1993). Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi
Pembangunan. Cetakan ke-2. Jakarta: Raja Grafindo.
 Sufyanto. (2001). Masyarakat Tamaddun Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani
Nurcholish Madjid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 Endang Saefudin Anshari. (1976). The Jakarta Charter of June 1945: A History of The
Gentlemen Agreement between the Katolikic and the Secular Nationalist in Modern
Indonesia.” Tesis MA, Mc Gill University.
 Mukti Ali. (1974). Dialog Antar Agama. Yogyakarta: Yayasan Nida.
 Faisal Ismail. (2002). Pijar-pijar Katolik Pergumulan Kultur dan Struktur. Yogyakarta:
LESFI Yogya.
 ___. (1992). Katolik Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah tentang Masalah Keimanan,
Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Paramadina.
 Shalahudin Hamid. (2000). Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Katolik. Jakarta:
Amissco.
 Abul Ala al-Maududi. (1985). Hak Asasi Manusia dalam Katolik. Bandung: Pustaka.
 Ahmed S. Akbar. (1997). Membedah Katolik. Bandung: Pustaka.
 Muhammad Tahir Azhary. (1992). Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-
prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Katolik, Implementasinya pada Periode Madinah dan
Masa Kini. Jakarta: Bulan Bintang.
 Muhammad Imarah. (1998). Perang Terminologi Katolik versus Barat. Alih bahasa
Mushtalah Maufur. Jakarta: Rabbani Press.
 Masykuri Abdillah. (1999). Demokrasi di Persimpangan Makna Respons Intelektual
Muslim Indonesia terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993). Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya.
 Ahmad Syafii Maarif. (1987). Katolik dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang Percaturan
dalam Konstitusi. Jakarta: LP3ES.

MODUL 4
HUKUM

Kegiatan Belajar 1: Menumbuhkan Kesadaran untuk Taat terhadap Hukum Allah SWT
Rangkuman
Para ulama mendefinisikan hukum syari’at/hukum Katolik adalah seperangkat aturan yang
berasal dari pembuat syari’at (Allah SWT) yang berhubungan dengan perbuatan manusia, yang
menuntut agar dilakukan suatu perintah atau ditinggalkan suatu larangan atau yang memberikan
pilihan antara mengerjakan atau meninggalkan.

Secara garis besar hukum Katolik terbagi menjadi lima macam: Pertama, Wajib; yaitu suatu
perbuatan apabila dikerjakan oleh seseorang, maka orang yang mengerjakannya akan mendapat
pahala dan apabila perbuatan itu ditinggalkan maka akan mendapat siksa. Kedua, Sunnah
(mandub), yaitu perbuatan apabila dikerjakan maka orang yang mengerjakan akan mendapat
pahala dan apabila ditinggalkan maka orang yang meninggalkan tersebut tidak mendapat siksa.

Hukum yang ketiga adalah haram, yaitu segala perbuatan yang apabila perbuatan itu
ditinggalkan akan mendapat pahala sementara apabila dikerjakan maka orang tersebut akan
mendapat siksa. Yang keempat adalah makruh, yaitu satu perbuatan disebut makruh apabila
perbuatan tersebut ditinggalkan maka orang yang meninggalkan mendapat pahala dan apabila
dikerjakan maka orang tersebut tidak mendapat siksa. Yang kelima adalah mubah yaitu suatu
perbuatan yang apabila dikerjakan orang yang mengerjakan tidak mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan tidak berdosa.

Sementara prinsip-prinsip hukum dalam Katolik oleh para ulama dijelaskan sebanyak tujuh
prinsip. Ketujuh prinsip tersebut adalah Prinsip Tauhid, Prinsip Keadilan, Prinsip Amar Makruf
Nahi Munkar, Prinsip al-Hurriyah (Kebebasan dan Kemerdekaan), Prinsip Musawah
(Persamaan/Egaliter), Prinsip ta’awun (Tolong-menolong), Prinsip Tasamuh (Toleransi).
Kegiatan Belajar 2: Fungsi Profetik Agama (Kerasulan Nabi Muhammad SAW) dalam
Hukum Katolik
Rangkuman
Petunjuk Allah SWT dalam al-Qur’an hanya dapat dilaksanakan dengan syarat mengikuti ajaran
Rasulullah SAW. Inilah yang kemudian disebut dengan sunnah Nabi SAW atau hadits. Secara
sederhana diartikan dengan segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi SAW.

Urgensi sunnah Nabi SAW dalam hukum Katolik ditegaskan dengan beberapa argumen, di
antaranya adalah:

1. Iman. Salah satu konsekuensi beriman kepada Allah SWT adalah menerima segala
sesuatu yang bersumber dari para utusan-Nya (khususnya Nabi Muhammad SAW).
2. Al-Qur’an. Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang menjelaskan kewajiban taat kepada
Rasulullah SAW.
3. Di antara argumen tentang posisi sunnah sebagai sumber hukum dalam Katolik
dijelaskan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW dalam beberapa haditsnya.
4. Di antara argumen tentang posisi sunnah sebagai sumber hukum Katolik adalah
berdasarkan konsensus umat Katolik.
5. Al-Qur’an yang bersisi petunjuk dari Allah secara umum masih bersifat global, sehingga
perlu ada penjelasan. Sekiranya tidak ada Hadits Nabi SAW maka ajaran al-Qur’an tidak
dapat dilaksanakan secara baik.

Posisi sunnah Nabi SAW terhadap al-Qur’an sangat penting di antaranya adalah untuk
menguatkan hukum yang terdapat dalam al-Qur’an, menjelaskan apa yang masih global dalam
al-Qur’an, bahkan menetapkan hukum secara mandiri yang tidak terkait langsung dengan al-
Qur’an.

Daftar Pustaka

 Abd al-Bâqî, Muhammad Fu’âd. (t.th). Mu’jam li Alfâzh al-Qur’ân al-Karim. (t.t): Dâr
al-Sya’b.
 Abduh, Muhammad. (t.th). Tafsîr Juz ‘Amma. (t.t): Dâr wa Mathâbi’.
 Ali, Abdullah Yusuf. (1384/1978). The Holy Qur’an, Text, Translation, and Comentary.
Vol. I and II. Mecca: The Muslim World League.
 Al-Qur’ân al-Karîm.
 Ashfahani, Abû al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad al Raghib, al-. (1961/1381). Al-
Mufradât fî Gharib al-Qur’ân. Mishr: Mushthafâ al-Bab al-Halabi.
 Al-Tirmizi, Abû ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surat. (1400/1980). Al-Jami’ al-Shahih.
Beirut: Dâr al-Fikr.
 Al-Wâhidi, Abû al-Hasan bin Ahmad. (1386/1968). Asbab al-Nuzul. Mishr: Mushthafâ
al-Bab al-Halabi.
 Bukhâri, Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’il bin Ibrâhim bin al-Mughîrat bin
Bardizbat al-. (t.th). Shahih al-Bukhâri. (t.t): Dâr wa Mathabi’ al-Sya’b.
 Ghazali, Abû Hamid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th). Ihyâ’ Ulum al-Din. Al-
Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.
 Hamka. (1980). Tafsir al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.
 Ibn Hanbal, Ahmad. (t.th). Musnad al-Imam bin Hanbal. Beirut: Al-Maktab al-Katoliki.
 Ibn Kasîr, Abu al-Fida’ Ismâ’îl. (t.th). Tafsîr al-Qur’ân al-’Azhim. Singapura: Al-
Haramain.
 Juhaya, S Praja. (1995). Filsafat Hukum Katolik. Bandung: Universitas Katolik Bandung.
 Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an Departemen Agama RI. (2004). Al-Qur’ân dan
Terjemahnya. Jakarta.
 Mahalli, Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalâl al-Din ‘Abd al-Rahman bin
Abî Bakr al-Suyuthi. (t.th). Tafsîr al-Qur’ân al-’Azhîm. Jakarta: Jaya Murni.
 Marâghi, Ahmad Musthafâ al-. (1974/1394). Tafsir al-Marâghi. (t.t): Dâr al-Fikr.
 Shihab, H.M. Quraish. (1995). Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
 ___. (1996). Wawasan al-Qur’ân. Bandung: Mizan.
 ___. (1998). Tafsîr al-Qur’ân al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayat.
 ___. (2004). Tafsir al-Mishbah vol. III. Jakarta: Lentera Hati.

MODUL 5
AGAMA SEBAGAI SUMBER MORAL DAN AKHLAK MULIA DALAM KEHIDUPAN

Kegiatan Belajar 1: Agama sebagai Sumber Moral


Rangkuman
Agama dalam bahasa Indonesia, religion dalam bahasa Inggris, dan di dalam bahasa Arab
merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan hubungan manusia dengan
Sang Mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam lainnya
yang sesuai dengan kepercayaan tersebut.

Dalam studi agama, para ahli agama mengklasifikasikan agama ke dalam pelbagai kategori.
Menurut al-Maqdoosi agama diklasifikasikan menjadi 3 kategori: 1) agama wahyu dan non-
wahyu, 2) agama misionaris dan non-misionaris, dan 3) agama lokal dan universal.

Berdasarkan klasifikasi manapun diyakini bahwa agama memiliki peranan yang signifikan bagi
kehidupan manusia karena di dalamnya terdapat seperangkat nilai yang menjadi pedoman dan
pegangan manusia. Salah satunya adalah dalam hal moral.

Moral adalah sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk. Tak jauh berbeda dengan moral
hanya lebih spesifik adalah budi pekerti. Akhlak adalah perilaku yang dilakukan tanpa banyak
pertimbangan tentang baik dan buruk. Adapun etika atau ilmu akhlak kajian sistematis tentang
baik dan buruk. Bisa juga dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang moral. Hanya saja
perbedaan antara etika dan ilmu akhlak (etika Katolik) bahwa yang pertama hanya mendasarkan
pada akal, sedangkan yang disebut terakhir mendasarkan pada wahyu, akal hanya membantu
terutama dalam hal perumusan.

Di tengah krisis moral manusia modern (seperti dislokasi, disorientasi) akibat menjadikan akal
sebagai satu-satunya sumber moral, agama bisa berperan lebih aktif dalam menyelamatkan
manusia modern dari krisis tersebut. Agama dengan seperangkat moralnya yang absolut bisa
memberikan pedoman yang jelas dan tujuan yang luhur untuk membimbing manusia ke arah
kehidupan yang lebih baik.

Kegiatan Belajar 2: Akhlak Mulia dalam Kehidupan


Rangkuman
Akhlak dalam praktiknya ada yang mulia disebut akhlak mahmudah dan ada akhlak yang tercela
yang disebut akhlak madzmumah. Akhlak mulia adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan-
ketentuanan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya. Kemudian dari pada itu, kedua kategori
akhlak tersebut ada yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir. Akhlak batin melahirkan
akhlak lahir.

Menurut al-Ghazali sendi akhlak mulia ada empat: hikmah, amarah, nafsu, keseimbangan di
antara ketiganya. Keempat sendi tersebut melahirkan akhlak-akhlak berupa: jujur, suka memberi
kepada sesama, tawadlu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama,
menghormati orang lain, qana’ah, sabar, malu, pemurah, berani membela kebenaran, menjaga
diri dari hal-hal yang haram. Sedangkan empat sendi akhlak batin yang tercela adalah keji,
bodoh, rakus, dan aniaya. Empat sendi akhlak tercela ini melahirkan sifat-sifat berupa: pemarah,
boros, peminta, pesimis, statis, putus asa.

Akhlak mulia dalam kehidupan sehari diwujudkan baik dalam hubungannya dengan Allah –
akhlak terhadap Allah, antara lain: tauhid, syukur, tawakal, mahabbah; hubungannya dengan diri
sendiri – akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: kreatif dan dinamis, sabar, iffah, jujur, tawadlu;
dengan orang tua atau keluarga – akhlak terhadap orang tua, antara lain: berbakti,
mendoakannya, dll.; hubungannya dengan sesama – akhlak terhadap sesama atau masyarakat,
antara lain: ukhuwah, dermawan, pemaaf, tasamuh; dan hubungannya dengan alam – akhlak
terhadap alam, antara lain: merenungkan, memanfaatkan.

Daftar Pustaka

 Abu Bakar Muhammad. (Tanpa Tahun). Membangun Manusia Seutuhnya Menurut Al-
Qur’an. Surabaya: Al-Ikhlas.
 AH. Hasanuddin. (Tanpa Tahun). Cakrawala Kuliah Agama. Surabaya: Al-Ikhlas.
 Ahmad Amin. (1983). Al-Akhlak, Etika (Ilmu Akhlak). alih bahasa KH. Farid Maruf.
Jakarta: Bulan Bintang.
 Abu A’la al-Maududi. (1971). Moralitas Katolik. Jakarta: Publicita.
 Endang Saefudin Anshari. (1980). Kuliah Al-Katolik. Bandung: Pustaka salman ITB.
 ___. (1980). Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu.
 ___. (1980). Agama, Filsafat dan Kepercayaan. Surabaya: Bina Ilmu.
 Fazlur Rahman. (1979). Katolik. Chicago: The University of Chicahgo Press.
 ___. (1980). Major Themes of The Qur’an. Chicago: Bibliotheca Katolikica.
 ___. (1984). Katolik and Modernty:Tranformation of an Intellectual Tradition. Chicago:
The University of Chicahgo Press.
 Franz Magnis Suseno. (1996). Etika Sosial. Jakarta: Gramedia.
 Faisal Ismail. (2002). Pijar-pijar Katolik Pergumulan Kultur dan Struktur. Yogyakarta:
LESFI Yogya.
 Hamzah Yaqub. (1983). Etika Katolik. Bandung: Diponegoro.
 Imam Al-Ghazali. (1971). Ihya Ulmuddin. Juz VIII. Medan: Pustaka Indonesia.
 ___. (1994). Ensiklopedi Katolik. Jakarta: Ichtiar Baru van Voeve

MODUL 6
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI

Kegiatan Belajar 1: Iman, Ipteks, dan Amal sebagai Kesatuan


Rangkuman
Iman menurut arti bahasa adalah membenarkan dalam hati dengan mengandung ilmu bagi orang
yang membenarkan itu. Sedangkan pengertian iman menurut syari’at adalah membenarkan dan
mengetahui adanya Allah dan sifat-sifat-Nya disertai melaksanakan segala yang diwajibkan dan
disunahkan serta menjauhi segala larangan.

Para sarjana muslim berpandangan bahwa yang disebut ilmu itu tidak hanya terbatas pada
pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science) saja, melainkan ilmu oleh Allah dirumuskan dalam
lauhil mahfudz yang disampaikan kepada kita melalui Alquran dan As-Sunnah. Ilmu Allah itu
melingkupi ilmu manusia tentang alam semesta dan manusia sendiri. Jadi bila diikuti jalan
pikiran ini, maka dapatlah kita pahami, bahwa Alquran itu merupakan sumber pengetahuan dan
ilmu pengetahuan manusia (knowledge and science).

Seandainya penggunaan satu hasil teknologi telah melalaikan seseorang dari zikir dan tafakur
serta mengantarkannya kepada keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan maka ketika itu bukan hasil
teknologinya yang mesti ditolak, melainkan kita harus memperingatkan dan mengarahkan
manusia yang menggunakan teknologi itu. Jika hasil teknologi sejak semula diduga dapat
mengalihkan manusia dari jati diri dan tujuan penciptaan sejak dini pula kehadirannya ditolak
oleh Katolik. Karena itu menjadi suatu persoalan besar bagi martabat manusia mengenai cara
memadukan kemampuan mekanik demi penciptaan teknologi dengan pemeliharaan nilai-nilai
fitrahnya.

Kesenian Katolik tidak harus berbicara tentang Katolik. Ia tidak harus berupa nasihat langsung,
atau anjuran berbuat kebajikan,bukan juga penampilan abstrak tentang akidah. Seni yang
Katoliki adalah seni yang dapat menggambarkan wujud ini dengan bahasa yang indah serta
sesuai dengan cetusan fitrah. Seni Katolik adalah ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi
pandangan Katolik tentang alam, hidup, dan manusia yang mengantar menuju pertemuan
sempurna antara kebenaran dan keindahan (Manhaj Al-Tarbiyah Al-Katolikiyah, 119).

Ada 4 hal pandangan Katolik dalam etos kerja yaitu: Niat (komitmen) sebagai dasar nilai kerja,
Konsep ihsan dalam bekerja, Bekerja sebagai bentuk keberadaan manusia, dan Orang mukmin
yang kuat lebih disukai.

Kegiatan Belajar 2: Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu


Rangkuman
Pengertian yang kita petik dari ayat ini bahwasanya menuntut ilmu pengetahuan adalah suatu
perintah (amar) sehingga dapat dikatakan suatu kewajiban. Harus kita sadari bahwa agama
adalah merupakan pedoman bagi kebahagiaan dunia akhirat, sehingga ilmu yang tersimpul dalam
agama tidak semata ilmu yang menjurus kepada urusan ukhrawi, tetapi juga ilmu yang mengarah
kepada duniawi.

Manusia dituntut untuk menuntut ilmu, dan hukumnya wajib. Jika tidak menuntut ilmu berdosa.
Selain hukum tersebut menuntut ilmu bermanfaat untuk mencapai kecerdasan atau disebut ulama
(orang yang memiliki ilmu). Namun di balik itu, orang yang memiliki ilmu (ilmuwan) akan
berdosa jika ilmunya tidak diamalkan. Dalam Alquran terdapat 620 kata amal.

Dalam kaitannya dengan orang yang beriman harus didasarkan pada pengetahuan (al-ilm) dan
direalisasikan dalam karya nyata yang bermanfaat bagi kesejahteraan dunia dan akhirat, tentunya
amal yang dibenarkan oleh ajaran agama (amal saleh).

Kegiatan Belajar 3: Tanggung Jawab Ilmuwan dan Seniman


Rangkuman
Tanggung jawab adalah sebagai perbuatan (hal dan sebagainya) bertanggung jawab atau sesuatu
yang dipertanggungjawabkan. Istilah tanggung jawab dalam bahasa Inggris disebut responsibility
atau dikenal dengan istilah populer accountability, dalam bahasa agama disebut hisab
(perhitungan).

Penjelasan Alqur-an yang berkaitan dengan tuntutan tanggung jawab yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan bahwa semua anggota badan yang meliputi indra pendengaran, penglihatan dan hati
harus dipertanggungjawabkan. Seni adalah keindahan yang merupakan ekspresi ruh dan budaya
manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia
didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apa pun jenis keindahan itu.
Dorongan tersebut merupakan naluri manusia atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada
hamba-hamba-Nya.

Tanggung jawab ilmuwan dan seniman meliputi: (1) nilai ibadah, (2) berdasarkan kebenaran
ilmiah, (3) ilmu amaliah, dan (4) menyebar-luaskan ilmunya.

Daftar Pustaka

 Alquran dan Terjemahannya. (1986). Jakarta: Depag RI.


 ___. (1999). Agama, Etos Kerja, dan Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia.
Bapindo, DKI Jakarta.
 Chatibul Umam, (Ed.). (1988). Tipologi Manusia Pembangunan dalam Alquran. Jakarta:
PTIQ.
 E. Hasan Saleh. (2000). Studi Katolik di Perguruan Tinggi: Pembinaan IMTAQ dan
Pengembangan Wawasan. Cetakan Kedua. Jakarta : ISTN.
 Endang Saifuddin Anshari. (1983). Wawasan Katolik: Pokok-pokok Pikiran tentang
Katolik dan Umatnya. Bandung: Pustaka.
 Fachrudin HS. (1992). Ensiklopedi Alquran, 2 jilid. Jakarta: Renika Cipta.
 Harun Yahya. (2001). Bagaimana Muslim Berpikir? Jakarta: Rabbani Pres.
 Harry Hamersma. (1990). Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Cetakan Keempat.
Jakarta: Gramedia.
 Maurice Bucaille. (1986). Asal-Usul Manusia Menurut Bibel, Alquran, dan Sains.
Cetakan Pertama. Bandung: Mizan.
 Majid Ali Khan. (1987). Asal-Usul dan Evolusi Kehidupan: Pandangan Alquran. Cetakan
Pertama. Yogyakarta: PLP2M.
 M. Quraish Shihab. (1999). Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan & Malaikat dalam
Alquran dan Sunah. Jakarta: Lentera Hati.
 ___. (1992). Membumikan Alquran. Cetakan Pertama. Bandung: Mizan.
 Muhammad Isa Daud. (1995). Dialog dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual. Cetakan
Pertama. Bandung: Pustaka Hidayah.
 M. Ali Usman, dkk. (1993). Hadits Qudsi: Firman Allah yang Tidak Dicantumkan dalam
Alquran. Cetakan Kesepuluh. Bandung: Diponegoro.
 Muchsin Qara’ati. (1991). Tauhid: Pandangan Dunia Alam Semesta. Jakarta: Firdaus.
 Sindhunata. (1982). Dilema Usaha Manusia Rasional. Jakarta: Gremedia.
 Syamsul Rijal Hamid. (1997). Buku Pintar Agama Katolik. Jakarta: Penebar Salam.

MODUL 7
BUDAYA AKADEMIK DAN BUDAYA KERJA (ETOS) DALAM KATOLIK

Kegiatan Belajar 1: Memahami Makna Budaya Akademik dalam Katolik


Rangkuman
Budaya akademik dalam pandangan Katolik adalah suatu tradisi atau kebiasaan yang
berkembang dalam dunia Katolik menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang
lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Katolik. Di antara poin-poin
pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu,
di antaranya adalah:

1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh
ilmu pengetahuan.
2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu
pengetahuan.
3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
4. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.

Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain yang dijelaskan
Al-quran adalah bahwa:

1. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian juga
dengan amal shalih.
2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan ilmu.
3. Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu mengingat
Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan
ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri
terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan
pegangan dan diikutinya.

Kegiatan Belajar 2: Etos Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Katolik
Rangkuman
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif juga dimiliki. Di antara
sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi, sikap terbuka dan berlaku adil.
Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut:

Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih dahulu memahami tugasnya
sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT di muka dan juga sebagai hamba yang
berkewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT. Beberapa petunjuk Al-quran agar dapat
meningkatkan etos kerja antara lain;

1. Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.


2. Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja
yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah SWT.

Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang tidak mungkin akan dapat
meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi kalau tidak memiliki sikap
terbuka dan jujur. Karena orang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga
tidak dapat bekerja sama dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur maka energinya akan tersita
untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis memberi apresiasi
yang tinggi terhadap orang yang terbuka dan jujur.

Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna adil yang
diperkenalkan Al-quran bukan hanya dalam aspek hukum melainkan dalam spektrum yang luas.
Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan Al-quran memberi petunjuk bahwa sikap
adil di samping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk juga kepada diri sendiri.

Daftar Pustaka

 Al-quran al-Karim.
 'Abd al-Bagi, Muhammad Fu'ad. (t.th.) Mu’jam li Alfazh Al-quran al-Karim. (t.t.): Dar
al-Sya'b.
 Ashfahani, Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad at Raghib, al-. (1961/1381). Al-
Mufradat fi Gharib Al-quran. Mishr: Mushthafa al-Bab al-Halabi.
 Bint Syathi', 'Aisyah 'Abd al-Rahman. (1978). Al-quran wa qadhaya al-Insan. Beirut: Din
al'Ilm li al-Malayin.
 Bukhari, Abu `Abdullab Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mughirat bin
Bardizbat al. (t.th.) Shahih al-Bukhari. (t.t): Dar wa Mathabi' al-Sya'b.
 Ghazali, Abu Humid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th.). Ihya' 'Ulum al-Din. Al-
Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.
 Hamka. (1980). Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.
 Ibn Hanbal, Ahmad. (t.th.). Musnad al-Imam bin Hanbal. Barut: AI-Maktab al-Katoliki.
 Ibn Kasir, Abu al-Fida' Isma’il. (t.th.) Tafsir Al-quran al-'Azhim. Singapura: Al-
Haramain.
 Ibis Majah, Abu `Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini. (t.th.). Sunan Ibn Majah.
Bairut: Dar al-Fikr.
 Jazuli, Ahzami Sami'un. (1418 H). Al-Hayat fi-Al-quran. Riyadh: Dar Thawiq li al-Nasyr
wa atTauzi'.
 Mahalli, Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalal al-Din 'Abd al-Rahman bin
Abi Bakr al-Suyuthi. (t.th.). Tafsir Al-quran al-'Azhim. Jakarta: Jaya Mumi.
 Maraghi, Ahmad Musthafa al-. (1974/1394). Tafsir al-Maraghi. (t.t.): Dar al-Fikr.
 Munawwir, Abmad Warson. (1984). Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta:
Pondok Pesantren al-Munawwir.
 Muslim, Imam. (t.th.). Shahih Muslim. Al-Qahirat: Al-Masyad al-Husain.
 Nasution, Harun. (1978). Filsafat dan Misticisme dalam Katolik. Jakarta: Bulan Bintang.
 ___. (1978). Katolik: Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
 ___. dan Azyumardi Azra. (ed.). (1985). Perkembangan Modern dalam Katolik. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
 Nawawi, Al-Imam al-. (t.th.). Shahih Muslim bi al-Syarh al-Nawawi. Mishr: A1-
Mathba'at alMishriyat.
 Quthb, Sayyid. (1386/1967). Fi Zhilal Al-quran. Bairut: Dar al-lhya' al-Turas al-'Arabi.
 Raharjo, M. Dawam. (1999). Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan
Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.
 Ridha, Muhammad Rasyid. (1379/1960). Tafsir Al-quran al-Hakim (Tafsir al-Manar).
Mishr: Makatabat al-Qahirat.
 Salim, Abd. Muin. (1994). Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
 Shihab, H.M. Quraish. (1995). Membumikan Al-quran. Bandung: Mizan.
 ___. (1996). Wawasan Al-quran. Bandung: Mizan.
 ___. (1998). Tafsir Al-quran al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayat.
 ___. (2005). Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
 Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'as al-Azadi al-. (t.th.). Sunan Abi Dawud.
Bairut: Dar-al-Fikr.
 Suyuthi, 'Abd al-Rahman bin Jalal al-Din al-. (1403/1983). Al-Durr al-Mansur fl Tafsir
al-Ma'sur. Bairut: Dar al-Fikr.
 (t.th.). Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul. A1-Riyadh: Maktabat al-Riyadh.
 ___. (1348/1930). Sunan al-Nasai. Bairut: Dar al-Fikr.
 Al-Tirmizi, Abu 'Isa Muhammad bin `Isa bin Surat. (1400/1980). Al-Jami' al-Shahih.
Bairut: Dar alFikr.
 Al-Wahidi, Abu al-Hasan bin Ahmad. (1386/1968). Asbab al-Nuzul. Mishr: Mushthafa
al-Bab alHalabi.

MODUL 8
POLITIK
Kegiatan Belajar 1: Kontribusi Agama dalam Kehidupan Politik
Rangkuman
Kontribusi yang diberikan oleh agama khususnya Katolik dalam kehidupan politik cukup
banyak. Dalam modul ini khususnya pada bagian Kegiatan Belajar 1 seperti telah dijelaskan di
atas mencoba memberi gambaran tentang hal tersebut hanya dari dua sisi saja, itu pun keduanya
bersifat normatif. Yaitu tentang prinsip-prinsip kekuasaan politik yang diajarkan oleh Katolik
dan kriteria pemegang kekuasaan politik yang diajarkan oleh Katolik.

Pada bagian pertama, Katolik secara lebih khusus Al-quran mengajarkan bahwa kehidupan
politik harus dilandasi dengan empat hal yang pokok yaitu:

1. Sebagai bagian untuk melaksanakan amanat.


2. Sebagai bagian untuk menegakkan hukum dengan adil.
3. Tetap dalam koridor taat kepada Allah, Rasu-Nya, dan ulil amri.
4. Selalu berusaha kembali kepada Al-quran dan Sunnah Nabi SAW.

Pada bagian yang kedua, Katolik memberi kontribusi bagaimana seharusnya memilih dan
mengangkat seorang yang akan diberi amanah untuk memegang kekuasaan politik. Yaitu orang
tersebut haruslah:

1. Seorang yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur.
2. Seorang yang dapat dipercaya.
3. Seorang memiliki keterampilan dalam komunikasi.
4. Seorang yang cerdas.
5. Yang paling penting Anda seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan.

Kegiatan Belajar 2: Peranan Agama dalam mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Rangkuman
Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara individual. Sifat sosial pada hakikatnya adalah
anugerah yang diberikan oleh Allah SWT agar manusia dapat menjalani hidupnya dengan baik.
Dalam faktanya manusia memiliki banyak perbedaan antara satu individu dengan individu
lainnya, di samping tentunya sejumlah persamaan. Perbedaan tersebut kalau tidak dikelola
dengan baik tentu akan menimbulkan konflik dan perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari kenyataan tersebut perlu dicari sebuah cara untuk dapat mewujudkan persatuan dan
kesatuan. Pendekatan terbaik untuk melakukan tersebut adalah melalui agama. Secara normatif
agama Katolik lebih khusus Al-quran banyak memberi tuntunan dalam rangka mewujudkan
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Beberapa prinsip yang
diajarkan Al-quran untuk tujuan tersebut antara lain:

1. Prinsip persatuan dan persaudaraan.


2. Prinsip persamaan.
3. Prinsip kebebasan.
4. Prinsip tolong-menolong.
5. Prinsip perdamaian.
6. Prinsip musyawarah.
Daftar Pustaka

 Al-quran al-Karim.
 'Abd al-Baqi, Muhammad Fu'ad. (t.th.). Mujam li Alfazh Al-qurann al-Karim. (t.t): Dar
al-Sya'b.
 Ashfahani, Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad al Raghib, al-. (1961/1381). Al-
Mufradat Gharib Al-quran. Mishr: Mushthafa al-Bab al-Halabi.
 Bint Syathi', 'Aisyah `Abd al-Rahman. (1978). Al-quran wa gadhaya al-Insan. Beirut:
Daral'Ilm Ii al-Malayin.
 Bukhari, Abu 'Abdullah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mugh?rat bin
Bardizbat al-. (t.th). Shahih al-Bukhari. (t.t): Dar wa Mathabi' al-Sya'b.
 Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th). Ihyd' `Ulum al-Din. Al-
Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.
 Hamka. (1980). Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.
 Ibn Hanbal, Ahmad. (t.th.) Musnad al-Imam bin Hanbal. Bairut: A1-Maktab al-Katoliki.
 Ibn Kasir, Abu al-Fida' Isma'il. (t.th). Tafsir Al-quran al-'Azhim. Singapura: AI-
Haramain.
 Ibn Majah, Abu `Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini. (t.th). Sunan Ibn Majah.
Bairut: Dar al-Fikr.
 Jazuli, Ahzami Sami'un. (1418 H). Al-Hayat fi-Al-quran. Riyadh: Dar Thawiq Ii al-Nasyr
wa al-Tauzi',
 Mahalli, Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalal al-Din 'Abd al-Rahman bin
Abi Bakr al-Suyuthi. (t.th). Tafsir Al-quran al-'Azhim. Jakarta: Jaya Mumi.
 Maraghi, Ahmad Musthafa al-. (1974/1394). Tafsir al-Maraghi. (t.t.): Dar al-Fikr.
 Munawwir, Ahmad Warson. (1984). Al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta:
Pondok Pesantren al-Munawwir.
 Muslim, Imam. (t.th). Shahih Muslim. Al-Qahirat: Al-Masyad al-Husaini.
 Nasution, Harun. (1978). Filsafat dan Mistisisme dalam Katolik. Jakarta: Bulan Bintang.
 ___. (1978). Katolik Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
 ___. dan Azyumardi Azra. (ed.). (1985). Perkembangan Modern dalam Katolik. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
 Nawawi, Al-Imam al-. (t.th.). Shahih Muslim bin al-Syarh al-Nawawi. Mishr: Al-
Mathba'at al-Mishriyat.
 Pulungan J Suyuthi. (1994). Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah
ditinjau dari Pandangan Al-quran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
 Quthb, Sayyid. (1386/1967). Fi Zhilal Al-quran. Bairut: Dar al-Ihya' al-Turas al-'Arabi.
 Raharjo, M. Dawam. (1999). Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan
Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.
 Ridha, Muhammad Rasyid. (1379/1960). Tafsir Al-quran al-Hakim (Tafsir al-Manar).
Mishr: Makatabat al-Qahirat.
 Salim, Abd. Muin. (1994) Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
 Shihab, H.M. Quraish. (1995). Membumikan Al-quran. Bandung: Mizan.
 ___. (1996). Wawasan Al-quran. Bandung: Mizan.
 ___. (1998). Tafsir Al-quran al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayat.
 ___. (2005). Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
 Sijistani, Abu Dawud Sulaiinan bin al-Asy'as al-Azadi al-. (t.th.). Sunan Abi Dawud.
Bairut: Dar-al-Fikr.
 Suyuthi, 'Abd al-Rahman bin Jalal al-Din al-. (1403/1983). Al-Durr al-Mansur Ji Tafsir
al-Ma'sur. Bairut: Dar al-Filer.
 ___. (t.th.). Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul. Al-Riyadh: Maktabat al-Riyadh.
 ___. (1348/1930). Sunan al-Nasai. Bairut: Dar al-Fikr.
 Wahidi, Abu al-Hasan bin Ahmad al-. (1386/1968). Asbab al-Nuzul. Mishr: Mushthafa
al-Bab al-Halabi.

MODUL 9
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Kegiatan Belajar 1: Agama adalah Rahmat dari Allah SWT bagi Seluruh Hamba-Nya
Rangkuman
Allah SWT telah menganugrahkan kepada setiap manusia fitrah bertuhan. Kualitas fitrah tersebut
di antara manusia tidak ada perbedaan. Yang membedakan nantinya adalah aktualisasinya dalam
sikap hidup. Dari sini kita dapat memahami manusia apapun kepercayaannya pasti mempunyai
pandangan yang sama tentang satu nilai yang universal misalnya tentang kasih sayang, kejujuran
dan lain-lain. Itulah salah satu bukti bahwa manusia memiliki hati nurani sebagai fitrah anugerah
Tuhan

Sungguh sesuatu yang logis kalau Allah kemudian memberi petunjuk kepada manusia berupa
agama yang diturunkan melalui para rasul dengan perantaraan wahyu. Karena fitrah beragama
tersebut masih berupa potensi maka wajar kalau ajaran agama yang diturunkan Allah tersebut
berisi petunjuk bagaimana cara mengaktualkan fitrah tersebut ke dalam perbuatan nyata. Agama
tersebut pastilah yang juga bersumber dari Allah SWT. Manusia tidak diberi wewenang untuk
menetapkan agama apa yang baik untuk berhubungan dengan Allah SWT yang berhak
menetapkan adalah Allah SWT sebagai pemberi fitrah.

Namun demikian manusia diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya. Setelah petunjuk
agama disampaikan para rasul apakah manusia akan mengikuti atau menolaknya sepenuhnya
manusia diberi pilihan. Pilihan yang diambil itulah yang akan dijadikan pertimbangan Allah
SWT untuk memberi balasan di akhirat. Kalau pilihannya sesuai dengan petunjuk Allah maka
hidupnya akan bahagia dunia akhirat, namun apabila sebaliknya hasilnya adalah kehinaan hidup
di dunia dan akhirat.

Kegiatan Belajar 2: Kerukunan Antar Umat Beragama


Rangkuman
Bentuk persaudaraan yang dianjurkan oleh Al-quran tidak hanya persaudaraan satu aqidah
namun juga dengan warga masyarakat lain yang berbeda aqidah. Terhadap saudara kita yang
sesama aqidah, Al-quran bahkan jelas menggaris bawahi akan urgensinya. Beberapa petunjuk
menyangkut persaudaraan dengan sesama muslim dijelaskan secara rinci.
Di antara perincian tentang petunjuk tersebut adalah bahwa penegasan bahwa sesama orang yang
beriman mereka bersaudara. Di antara mereka tidak boleh saling mengolok, karena boleh jadi
yang diolok-olok sebenarnya lebih baik. Di antara mereka juga tidak boleh saling menggunjing,
karena perbuatan tersebut merupakan dosa. Dan antar sesama muslim harus saling menolong
untuk melaksanakan kebaikan dan ketakwaan, juga saling mengingatkan dalam kebenaran dan
kesabaran.

Terhadap warga masyarakat yang non-muslim, persaudaraan harus juga dibina. Persaudaraan dan
kerja sama tersebut tentu saja bukan dalam hal aqidah, karena kalau dalam bidang aqidah sudah
jelas berbeda maka tidak mungkin ada titik temu. Toleransi tersebut sebatas menyangkut
hubungan antar sesama dan hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan. Maka dalam menjalin
toleransi tersebut ada etika yang harus dipatuhi yaitu tidak boleh menghina keyakinan agama lain
serta tidak boleh mencampur adukkan aqidah masing-masing.

Daftar Pustaka

 Al-quran Al-Karîm.
 ‘Abd al-Bâqî, Muhammad Fu’âd. (t.th). Mu’jam li Alfâzh Al-quran al-Karim.(t.t): Dâr al-
Sya’b.
 Ashfahani, Abû al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad al Raghib, al. (1961/1381). Al-
Mufradât fî Gharib Al-qurân. Mishr: Mushthafâ al-Bab al-Halabi.
 Bint Syâthi’, ‘Aisyah ‘Abd al-Rahman. (1978). Al-quran wa qadhaya al-Insan . Beirut:
Dâr al’Ilm li al-Malayin.
 Bukhâri, Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’il bin Ibrâhim bin al-Mughîrat bin
Bardizbat al-. (t.th). Shahih al-Bukhâri. (t.t): Dâr wa Mathabi’ al-Sya’b.
 Ghazali, Abû Hamid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th). Ihyâ’ ‘Ulum al-Din. Al-
Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.
 Hamka. (1980). Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.
 Ibn Hanbal, Ahmad. (t.th.). Musnad al-Imam bin Hanbal. Beirut: Al-Maktab al-Katoliki.
 Ibn Kasîr, Abu al-Fida’ Ismâ’îl. (t.th.). Tafsîr Al-quran Al-’Azhim. Singapura: Al-
Haramain.
 Ibn Majah, Abû ‘Abdillâh Muhammad bin Yazid al-Qazwaini. (t.th.). Sunan Ibn Majah.
Bairut: Dâr al-Fikr.
 Jazuli, Ahzami Sami’un. (1418 H). Al-Hayat fi-Al-quran. Riyadh: Dâr Thawîq li al-
Nasyr wa al-Tauzî.
 Mahalli, Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalâl al-Din ‘Abd al-Rahman bin
Abî Bakr al-Suyuthi. (t.th.). Tafsîr Al-Quran Al-’Azhîm. Jakarta: Jaya Murni.
 Marâghi, Ahmad Musthafâ al-. (1974/1394). Tafsir al-Marâghi. (t.t.): Dâr al-Fikr.
 Munawwir, Ahmad Warson. (1984). Al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta:
Pondok Pesantren al-Munawwir.
 Muslim, Imam. (t.th). Shahih Muslim. Al-Qahirat: Al-Masyad al-Husaini.
 Nasution, Harun. (1978). Filsafat dan Misticisme dalam Katolik. Jakarta: Bulan Bintang.
 ___. (1978). Katolik Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
 ___. dan Azyumardi Azra. (ed.). (1985). Perkembangan Modern dalam Katolik. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
 Nawawi, Al-Imam al-. (t.th.). Shahîh Muslim bi al-Syarh al-Nawawi. Mishr: Al-
Mathba’at al-Mishriyat.
 Quthb, Sayyid. (1386/1967). Fî Zhilal Al-qurân. Beirut: Dâr al-Ihya’ al-Turas al-’Arabi.
 Raharjo, M. Dawam. (1999). Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan
Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.
 Ridha, Muhammad Rasyid. (1379/1960). Tafsîr Al-qurân al-Hakim (Tafsir al-Manar).
Mishr: Makatabat al-Qahirat.
 Salim, Abd. Muin. (1994). Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
 Shihab, H.M. Quraish. (1995). Membumikan Al-quran. Bandung: Mizan.
 ___. (1996). Wawasan Al-qurân. Bandung: Mizan.
 ___. (1998). Tafsîr Al-qurân al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayat.
 ___. (2005). Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
 Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as al-Azadi al-. (t.th.). Sunan Abi Dawud.
Bairut: Dar-al-Fikr.
 Suyuthi, ‘Abd al-Rahmân bin Jalal al-Dîn al-. (1403/1983). Al-Durr al-Mansûr fî Tafsîr
al-Ma’sur. Bairut: Dâr al-Fikr.
 ___. (t.th.). Lubâb al-Nuqûl fî Asbâb al-Nuzûl. Al-Riyadh: Maktabat al-Riyadh.
 ___. (1348/1930). Sunan al-Nasâi. Bairut: Dâr al-Fikr.
 Al-Tirmizi, Abû ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surat. (1400/1980). Al-Jami’ al-Shahih.
Beirut: Dâr al-Fikr.
 Al-Wâhidi, Abû al-Hasan bin Ahmad. (1386/1968). Asbab al-Nuzul. Mishr: Mushthafâ
al-Bab al-Halabi.
 Yasin, Muhammad. (1996). Fitra: The Katolikic Concept of Human Nature. London: Ta-
ha Published.
 Zahabi, Muhammad Husain al-. (1381/1961). Al-Tafsir wa al-Mufassirûn. Al-Qâhirat:
Dâr al-Kutub al-Haditsat.

Anda mungkin juga menyukai