Anda di halaman 1dari 130

MODUL PEMBELAJARAN

Mata Kuliah : Etika Moral Kristiani


(Program Studi D-III Kebidanan)

Materi :

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih-Nya, Modul
ETIKA MORAL Kristiani ini dapat diselesaikan dengan baik.Modul ini
merupakan pedoman pembelajaran bagi mahasiswa semester I, dan staff pengajar
yang bertindak sebagai narasumber serta fasilitator.
Strategi pembelajaran yang digunakan pada mata ajar Etika Moral
Kristiani ini adalah ceramah dan tanya jawab sertaLive-Action Role-playing.
Modul ini dibuat berdasarkan ilmu dan kompetensi yang meliputi identifikasi
etika dan moral, amoral dan immoral serta etika dan etiket, etika sebagai cabang
filsafat, hati nurani sebagai fenomena moral, hati nurani dan superego, kebebasan
(pengalaman tentang kebebasan, beberapa arti kebebasan, beberapa masalahh
mengenai kebebasan), tanggung jawab (tingkat-tingkat kebebasan, maslaah
tanggung jawab kolektif), nilai dan moral, hak dan kewajiban, etika kewajiban
dan etika keutamaan, keutamaan dan watak moral, ketumaan dan ethos, orang
kudus dan pahlawan, hedonisme, eudemonisme, utilitarisme, deontologi, kode
etik keperawatan indonesia, suara hati, abortus, bunuh diri dan pemulihan.
Kemudian teori ini akan diaplikasi dalam bentuk role play dengan topik Sopan
santun dalam Menerima Tamu Suster, Mahasiswa, Dosen, Penerimaan dan
Perlakuan Pasien Di Rumah Sakit, Sopan Santun Adik dan Kakak Kelas, Sopan
Santun kepada perawat dan TIM kesehatan lain di Rumah Sakit, Sopan Santun
Makan, Sopan Santun Adik dan Kakak Kelas, pegawai, dan Pencegahan abortus
pada remaja
Modul ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa, staff pengajar, serta
seluruh komponen yang terkait dalam proses pendidikan Sarjana Keperawatan
STIKes Santa Elisabeth Medan.

Medan, Agustus 2015

Agustaria Ginting, SKM


DAFTAR PENGANTAR

Halaman sampul......................................................................................................... 1
Kata Pengantar........................................................................................................... 2
Daftar Pengantar......................................................................................................... 3
I. Pendahuluan.......................................................................................................... 4
1.1 Identitas Mata Ajar........................................................................................ 4
1.2 Deskripsi singkat mata kuliah....................................................................... 4
1.3 Prasyarat........................................................................................................ 4
1.4 petunjuk penggunaan modul......................................................................... 4
1.5 Standar kompetensi....................................................................................... 4
1.6 Pokok bahasan............................................................................................... 5
1.7 Tujuan penyusunan modul............................................................................ 6
1.8 Alat dan bahan.............................................................................................. 6
1.9 Cek kemampuan awal................................................................................... 6
1.10 Sumber........................................................................................................ 6
II. Rencana Pembelajaran....................................................................................... 7
2.1 Pokok bahasan............................................................................................... 7
2.2 Uraian materi................................................................................................. 8
2.3 Uraian Kegiatan............................................................................................ 30
III. Evaluasi.............................................................................................................. 31
3.1Cognitive skill................................................................................................ 31
3.2 Psychomotor.................................................................................................. 31
3.3 Afektif........................................................................................................... 31
3.4 Produk /benda kerja sesuai standar............................................................... 32
3.5 Batasan waktu............................................................................................... 32
3.6 Kunci jawaban............................................................................................... 32
IV. Daftar pustaka................................................................................................... 32
I. PENDAHULUAN
1.1. IDENTITAS MATA AJAR
Adapun identitas mata ajar pada pembelajaran ini adalah Etika Moral
Kristianidengan bobot 2 SKS (1 SKS teori dan 1SKSpraktikum ).

1.2. DESKRIPSI MATA KULIAH


Mata kuliah ini membahas tentang identifikasi etika dan moral, amoral dan
immoral serta etika dan etiket, etika sebagai cabang filsafat, hati nurani sebagai
fenomena moral, hati nurani dan superego, kebebasan (pengalaman tentang
kebebasan, beberapa arti kebebasan, beberapa masalahh mengenai kebebasan),
tanggung jawab (tingkat-tingkat kebebasan, maslaah tanggung jawab kolektif),
nilai dan moral, hak dan kewajiban, etika kewajiban dan etika keutamaan,
keutamaan dan watak moral, ketumaan dan ethos, orang kudus dan pahlawan,
hedonisme, eudemonisme, utilitarisme, deontologi, kode etik keperawatan
indonesia, suara hati, abortus, bunuh diri dan pemulihan. Kemudian teori ini akan
diaplikasi dalam bentuk role play dengan topik Sopan santun dalam Menerima
Tamu Suster, Mahasiswa, Dosen, Penerimaan dan Perlakuan Pasien Di Rumah
Sakit, Sopan Santun Adik dan Kakak Kelas, Sopan Santun kepada perawat dan
TIM kesehatan lain di Rumah Sakit, Sopan Santun Makan, Sopan Santun Adik
dan Kakak Kelas, pegawai, dan Pencegahan abortus pada remaja.

1.3. PRASYARAT
Mata kuliah ini hanya dapat diikuti oleh mahasiswa yang telah mengikuti
dan lulus pada blok sebelumnya.

1.4. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL


1.4.1. Pada awal pertemuan dosen menjelaskan sistematika modul dan
penggunaan modul.
1.4.2. Mengisi buku kerja disetiap awal rencana pembelajaran.
1.5. STANDAR KOMPETENSI
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran pada Etika Moral
Kristianimahasiswa akan mampu merumuskan dan menerapkan etika moral dalam
kehidupan sehari-hari pada berbagai kasus penyakit dalam berbagai tingkat usia
dengan memperhatikan aspek legal dan etis. Menerapkan etika moral Kristiani
dalam kehidupan sehari-hari pada berbagai kasus penyakit dalam berbagai tingkat
usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis, sehingga sesuai bagi tingkat usia
dengan standar yang berlaku, dan berfikir kreatif dan inovatif sehingga
menghasilkan etika moral Kristiani yang efektif yaitu:
1. Sopan santun Menerima Tamu Suster, Mahasiswa, Dosen, STIKes Santa
Elisabeth Medan,
2. Sopan Santun Interaksi Dosen Mahasiswa
3. Sopan Santun Makan Di STIKes Santa Elisabeth Medan
4. Sopan Santun kepada perawat dan TIM kesehatan lain
5. Penerimaan dan Perlakuan Pasien, di Rumah Sakit
6. Sopan Santun Adik dan Kakak Kelas, pegawai, di STIKes Santa Elisabeth
Medan,
7. Pencegahan abortus pada remaja di STIKes Santa Elisabeth Medan

1.6. POKOK BAHASAN

1. Mengidentifikasi etika dan moral, amoral dan immoral serta etika dan etiket
kemudian Etika sebagai cabang filsafat, pernanan etika dalam dunia modern,
Moral dan agama
2. Hati nurani sebagai fenomena moral dan Hati nurani dan superego
3. Kebebasan (pengalaman tentang kebebasan, beberapa arti kebebasan,
beberapa masalahh mengenai kebebasan) Tanggung jawab (tingkat-tingkat
kebebasan, maslaah tanggung jawab kolektif)
4. Nilai dan Moral
5. Hak dan Kewajiban
6. Masalah –masalah etika terapan dan tantangannya bagi zaman kita
7. Etika kewajiban dan etika keutamaan
8. Keutamaan dan watak moral, Ketumaan dan ethos, Orang kudus dan pahlawan
9. Abortus & Eutanasia
10. Sopan santun Menerima Tamu Suster, Mahasiswa, Dosen
11. Sopan Santun Interaksi Dosen Mahasiswa
12. Sopan Santun kepada perawat dan TIM kesehatan lain di Rumah Sakit
13. Sopan Santun Makan Di STIKes Santa Elisabeth Medan
14. Sopan Santun Adik dan Kakak Kelas, pegawai, di STIKes Santa Elisabeth
Medan
15. Penerimaan dan Perlakuan Pasien, di Rumah Sakit
16. Pencegahan abortus pada remaja di STIKes Santa Elisabeth Medan

1.7. TUJUAN PENYUSUNAN MODUL


Memberikan wawasan kepada para mahasiswa lebih efektif dalam belajar
mandiri sehingga berkesempatan mengungkapkan terlebih dahulu sesuai bidangn
ilmunya.

1.8. ALAT dan BAHAN


Media pembelajaran sesuai dengan metode yang disusun yaitu LCD
proyektor, slide show, flip chart untuk simulasi, alat tulis, microphone, white
board dan buku.

1.9. CEK KEMAMPUAN AWAL


Dosen menggali pegetahuan dan pengalaman mahasiswa berhubungan
dengan materi yang akan diajarkan. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan pretest
atau memberikan pertanyaan seputar tujuan pembelajaran dan membuat kaitan
dengan materi pokok.Pertanyaan diberikan kepada beberapa mahasiswa untuk
kemudian disimpulkan oleh dosen supaya satu persepsi.

1.10. SUMBER
Sumber pembelajaran dapat diambil dari bahan pustaka berupa buku cetak/
textbook, jurnal ilmiah, e-book, hasil penelitian yang sudah dipertanggung
jawabkan, dan audiovisual seperti CD pembelajaran dan video.
II. RENCANA PEMBELAJARAN
I.1. POKOK BAHASAN
1. Mengidentifikasi etika dan moral, amoral dan immoral serta etika dan etiket
kemudian Etika sebagai cabang filsafat, pernanan etika dalam dunia modern,
Moral dan agama
2. Hati nurani sebagai fenomena moral dan Hati nurani dan superego
3. Kebebasan (pengalaman tentang kebebasan, beberapa arti kebebasan,
beberapa masalahh mengenai kebebasan) Tanggung jawab (tingkat-tingkat
kebebasan, maslaah tanggung jawab kolektif)
4. Nilai dan Moral
5. Hak dan Kewajiban
6. Masalah –masalah etika terapan dan tantangannya bagi zaman kita
7. Etika kewajiban dan etika keutamaan
8. Keutamaan dan watak moral, Ketumaan dan ethos, Orang kudus dan pahlawan
9. Abortus & Eutanasia
10. Sopan santun Menerima Tamu Suster, Mahasiswa, Dosen
11. Sopan Santun Interaksi Dosen Mahasiswa
12. Sopan Santun kepada perawat dan TIM kesehatan lain di Rumah Sakit
13. Sopan Santun Makan Di STIKes Santa Elisabeth Medan
14. Sopan Santun Adik dan Kakak Kelas, pegawai, di STIKes Santa Elisabeth
Medan
15. Penerimaan dan Perlakuan Pasien, di Rumah Sakit
16. Pencegahan abortus pada remaja di STIKes Santa Elisabeth Medan
I.2. URAIAN MATERI (RINGKASAN)

UNIT 1

ETIKA DAN MORALen St

 100 Menit

A. PENGANTAR

Kurang lebih empat dekade pembangunan sebagaimana terus dipraktekkan


hingga sekarang tidak menunjukkan keberhasilannya dalam meningkatkan
pendapatan maupun standart hidup rakyat miskin di dunia. Angka kemiskinan
didunia menunjukkan kondisi yang konstan bahkan cenderung meningkat,
demikian pula kualitas hidup penduduk miskin. (Laporan UNDP dalam
“konsultasi Genewa” Nopember 1991).

Model pembangunan ortodox tidak mampu mengikis kondisi-kondisi


buruk kehidupan rakyat miskin seperti kekurangan gizi, keterbatasan pendidikan,
serangan penyakit, dampak kerusakan lingkungan hidup, dampak konflik politik
dan peperangan. Model pembangunan ortodox bahkan ikut andil dalam semakin
memburuknya kondisi penduduk miskin didunia.

TUJUAN

TUJUAN PEPBELAJARAN UMUM


Setelah menyelesaikan mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang tentang Etika dan Moral serta mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa
mampu :
1. Mampu menjelaskan Pengertian Etika
2. mampu menjelaskan penegrtian Moral.
3. Mampu menjelaskan perbedaan antara Etika dan Etiket.
4. Mampu menjelaskan Etika sebagai bidang ilmu

B. BAHAN BACAAN

1. ETIKA DAN MORAL

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno.Bentuk tunggal kata


‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos
mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.Arti dari bentuk jamak inilah
yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles
dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal
usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 –
mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti : 1.
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak); 2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak; 3.Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat. K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan
susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih
mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi
seperti berikut : 1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, Jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama
Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di
sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem
nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf
sosial. 2. Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah
kode etik.Contoh : - Kode Etik Jurnalistik 3. Ilmu tentang yang baik atau
buruk.Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-
asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu
saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari
menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika
di sini sama artinya dengan filsafat moral. Pengertian Moral Istilah
Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai
arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti
kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’
karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu
kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata
‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa
asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa
Latin.Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu
tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar
nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.Atau bila
kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang
tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada
dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara
tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan
atau baik buruknya perbuatan tersebut.Moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Pengertian Etiket Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan
beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu : 1. Etiket (Belanda) secarik kertas
yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan
nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. 2. Etiket (Perancis) adat
sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam
pergaulan agar hubungan selalu baik.

Perbedaan Etiket dengan Etika : K. Bertens dalam bukunya


yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan
etiket dengan etika, yaitu :

Beda etika dan etiket

ETIKA ETIKET
 Etika menyangkut cara  Etiket menyangkut cara (tata
dilakukannya suatu perbuatan acara) suatu perbuatan harus
sekaligus memberi norma dari dilakukan manusia. Misal :
perbuatan itu sendiri. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu
Dilarang mengambil barang milik kepada orang lain, saya harus
orang lain tanpa izin karena menyerahkannya dengan
mengambil barang milik orang menggunakan tangan kanan. Jika
lain tanpa izin sama artinya saya menyerahkannya dengan
dengan mencuri. “Jangan tangan kiri, maka saya dianggap
mencuri” merupakan suatu norma melanggar etiket.
etika. Di sini tidak dipersoalkan
apakah pencuri tersebut mencuri
dengan tangan kanan atau tangan
kiri.
 Etika selalu berlaku, baik kita  Etiket hanya berlaku dalam
sedang sendiri atau bersama orang situasi dimana kita tidak seorang
lain. Misal: Larangan mencuri diri (ada orang lain di sekitar
selalu berlaku, baik sedang sendiri kita). Bila tidak ada orang lain di
atau ada orang lain. Atau barang sekitar kita atau tidak ada saksi
yang dipinjam selalu harus mata, maka etiket tidak berlaku.
dikembalikan meskipun si Misal : Saya sedang makan
empunya barang sudah lupa. bersama bersama teman sambil
meletakkan kaki saya di atas
meja makan, maka saya dianggap
melanggat etiket. Tetapi kalau
saya sedang makan sendirian
(tidak ada orang lain), maka saya
tidak melanggar etiket jika saya
makan dengan cara demikian.
 Etika bersifat absolut. “Jangan  Etiket bersifat relatif. Yang
mencuri”, “Jangan membunuh” dianggap tidak sopan dalam satu
merupakan prinsip-prinsip etika kebudayaan, bisa saja dianggap
yang tidak bisa ditawar-tawar sopan dalam kebudayaan lain.
Misal : makan dengan tangan
atau bersendawa waktu makan.
 Etika memandang manusia dari  Etiket memandang manusia dari
segi dalam. Orang yang etis tidak segi lahiriah saja. Orang yang
mungkin bersifat munafik, sebab berpegang pada etiket bisa juga
orang yang bersikap etis pasti bersifat munafik. Misal : Bisa
orang yang sungguh-sungguh saja orang tampi sebagai
baik. “manusia berbulu ayam”, dari
luar sangan sopan dan halus, tapi
di dalam penuh kebusukan.

Etika Sebagai Cabang Ilmu

1. Moralitas: Ciri Khas Manusia

Perbuatan manusia berkaitan dengan baik atau buruk.Ada juga


perbuatan netral dari segi etis. (pakai sepatu) – amoral : tidak mempunyai
relevansi etis. Beda, sebagai bapak, membelanjakan gaji bulanan untuk
hobby pribadi, sisa diserahkan ke keluarga. Perbuatan ini dinilai “tidak
etis” atau “imoral”.

Pengertian tentang baik dan buruk tidak sama setiap bangsa.


(berpacaran,kolonialisme, perbudakan, diskriminasi terhadap wanita,
dll)Moralitas tidak terdapat pada mahkluk lain kecuali manusia.Pandangan
filsuf bahwa manusia itu binatang yang khas.Mis: ratio, bakat yang
menggunakan bahasa, kesanggupan untuk tertawa, - moral dll.

Moralitas merupakan ciri khas manusia. Membedakan antara manusia


dan binatang dalam kata “harus”Keharusan alamiah dan keharusan
moralKeharusan hukum alam: pena dilepas dari tangan harus
jatuh.Keharusan hukum moral: “barang yg dipinjam harus dikembalikan”,
karyawan harus diberi gaji yang adil”.
RANGKUMAN

Etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya


menentukan perbuatan yang di lakukan manusia untuk dikatakan baik atau
buruk, dengan kata lain aturan atau pola tingkah laku yang di hasilkan oleh
akal manusia. Dengan adanya etika pergaulan dalam masyarakat akan
terlihat baik dan buruknya. Etika bersifat relative yakni dapat berubah-
ubah sesuai dengan tuntutan zaman. Etika diartikan ”sebagai ilmu yang
mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya
perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak dan didasari pikiran yang
jernih dengan pertimbangan perasaan”.

Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik dan buruk sikap
tindakan manusia. Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan
erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar
atau salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak. Menurut bahasa, Etik
diartikan sebagai :YUNANI áEthos, kebiasaan atau tingkah laku,
INGGRIS á Ethis, tingkah laku / perilaku manusia yang baik → tindakan
yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya.
Sedangkan dalam koteks lain secara luas dinyatakan bahwa : ETIK adalah
aplikasi dari proses dan teori filsafat moral terhadapkenyataan yang
sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar dan konsep
yang membimbing makhluk hidup dalam berpikir dan bertindak serta
menekankan nilai-nilai mereka.
LATIHAN

Buatlah rangkuman mengenai Etika dan Moral, jelaskan kaitannya dengan


kehidupan anda sehari-hari dan dalam bidang yang anda geluti saat
ini.

5. TES FORMATIF

1. Bersifat lebih mutlak disetiap tempat dan lebih bersifat absolut, tidak menilai cara
melainkan perbuatannya merupakan…….
a. Etika
b. Nilai
c. Etiket
d. Norma
e. Moralitas
2. Pengertian tentang baik dan buruk merupakan fenomena manusiawi yang
universal, meskipun tidak selalu ada pendapat yang sama tentang apa yang harus
dianggap baik dan buruk, merupakan………
a. Etika
b. Nilai
c. Etiket
d. Norma
e. Moralitas
3. Bersifat relatif, tergantung adat kebudayaan suatu bangsa atau suku bangsa, lebih
bersifat relatif , merupakan…….
a. Etika
b. Nilai
c. Etiket
d. Norma
e. Moralitasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


2. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.
3. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e
bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995.
UNIT 2

HATI NURANI St

 100 Menit

C. PENGANTAR

Hati nurani, seperti juga jiwa dan roh, keberadaannya tidak berupa wujud
yang bisa dilihat dengan mata telanjang, namun semua mengakui keberadaan dan
berfungsi langsung yang bisa di rasakan. Sering kita mendengar seseorang yang
sudah melakukan kekejian, pembunuhan ataupun pemerkosaan, lalu dikatakan
tidak punya “ hati-nurani “, benarkah dia tidak punya ? Jika kita mau jujur, sekecil
apapun kesalahan yang telah kita lakukan pada orang lain, tentu ada perasaan
yang tidak nyaman bukan ? Perasaan itu datangnya darimana ? bukan saja dari
tegoran orang yang bisa membuat tidak nyaman, tetapi tegoran dari diri sendiri
juga berperan dalam hal ini dan sangat akurat sekali tidak ada rekayasa !. Inilah
peran “ hati – nurani “

TUJUAN

TUJUAN PEPBELAJARAN UMUM


Setelah menyelesaikan mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang Hati Nurani dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa
mampu :
1. Mampu menjelaskan pengertian Hati Nurani
2. mampu menjelaskan Hati Nurani sebagai fenomena Moral
3. mampu menjelaskan Hati nurani termasuk Perasaan, kehendak, atau Rasio

D. BAHAN BACAAN

HATI NURANI

1. Pengertian hati Nurani

Hati nurani berkaitan dengan kenyataan jika manusia memiliki kesadaran


mengenai apa yang dilakukannya, apakah baik, buruk, pantas atau tidak pantas.
Hati nurani memerintahkan atau melarang kita melakukan sesuatu. Pelanggaran
atas apa yang diperintahkan hati nurani, berrati pelanggaran terhadap integritas
diri kita sendiri.

2. Hati Nurani Sebagai Fenomena Moral

Setiap manusia mempunyai pengalaman tentang hati nurani dan mungkin


pengalaman itu merupakan perjumpaan paling jelas dengan moralitas sebagai
kenyataan.dengan memandang dari contoh kasus tentang pengalaman hati nurani
yang dipilih oleh kami, kami berharap agarpengalaman tentang hati nurani itu bisa
menjadi jalan masuk yang tepat untuk suatu studi mengenai etika.Berikut ini ada
tiga contoh yang berbeda tentang pengalaman hati nurani :
 Pada saat pembagian rapor kenaikan kelas seorang guru berbuat
kecurangan dengan memberi nilai bagus pada salah satu muridnya karena
si murid adalah anak pemilik sekolah tempat ia mengajar. Sebenarnya
murid tersebut tidak pantas untuk naik kelas tetapi karena si orang tua
malu anaknya tidak naik kelas, akhirnya si orang tua memberi uang suap
kepada si guru tersebut agar anaknya dapat naik kelas. Si guru itu
sebenarnya tidak ingin menerimanya tetapi orang tua murid tersebut
memaksa, karena tidak ada pilihan lain akhirnya si guru menerimanya. Di
dalam hati, si guru merasa tidak enak dengan anak didiknya yang lain
karena sudah memanipulasi nilai. Tetapi bila tidak menerima uang
tersebut, ia tidak bisa menyelesikan masalah keuangan yang sedang
menderanya belakangan ini.
 Seorang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diutus oleh
atasannya untuk mewakilkannya dalam sebuah acara seminar yang
diadakan disebuah daerah, acara pada hari itu ditutup dengan sesi
pemberian kenang-kenangan yang diberikan oleh panitia penyelenggara.
Tetapi hadiah tersebut ditolaknya karena kode etik KPK yang melarang
menerima hadiah berupa apapun dari pihak manapun. Walaupun sudah
ditolak tetap saja dipaksa untuk diterima, ia menjelaskan panjang lebar
pada panitia tetapi hasilnya nihil, hingga akhirnya ada seseorang panitia
yang tiba-tiba marah-marah karena merasa tidak dihargai. Dengan berat
hati diterimanya hadiah tersebut, ia menyadari ini sudah melanggar aturan
tetapi disisi lain ia juga punya hati untuk menghargai kerja keras orang
lain.
3. Kesadaran dan Hati Nurani
Hanya manusia yang mempunyai kesadaran.Dengan kesadaran kita
sebagai manusia, dimaksudkan untuk memiliki kesanggupan mengenal dirinya
sendiri untuk berefleksi atau bercermin tentang dirinya. Untuk menunjukkan
kesadaran, dalam bahasa Latin dan bahasa-bahasa yang diturunkannya, dipakai
kata conscientia. Kata itu berasal dari kata kerja scire (mengetahui)
danawalan con- (bersama dengan, turut).
Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “turut mengetahui” dan
mengingatkan kita pada gejala “penggandaan” yang disebut tadi: bukan saya
melihat pohon itu, tapi saya juga “turut mengetahui” bahwa sayalah yang melihat
pohon itu. Sambil melihat, saya sadar akan diri sendiri sebagai subyek yang
melihat. Nah, kata conscientia yang sama dalam bahasa Latin (dan bahasa-bahasa
yang serumpun dengannya) digunakan juga untuk menunjukkan “hati
nurani”. Dalam hati nurani berlangsung juga penggandaan yang sejenis.Manusia
bukan hanya melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat moral (baik atau
buruk), tapi ada juga yang “turut mengetahui” tentang perbuatan-perbuatan moral
kita.Dalam diri kita, seolah-olah ada instansi yang menilai dari segi moral
perbuatan-perbuatan yang kita lakukan.Hati nurani merupakan semacam “saksi”
tentang perbuatan-perbuatan moral kita.Kenyataan itu diungkapkan dengan baik
melalui kata Latinconscientia.

4. Hati Nurani dan Restropektif dan hati Nurai Prosfektif


Hati nurani retrospektif memberikan penilaian tentang perbuatan-perbuatan
yang telah berlangsung di masa lampau. Hati nurani ini seakan-akan menoleh
ke belakang dan menilai perbuatan-perbuatan yang sudah lewat. Contoh pada
awal bab ini menyangkut hati nurani retrospektif. Hati nurani dalam arti
retrospektif menuduh atau mencelah, bila perbuatannya jelek, dan sebaliknya,
memuji atau memberi rasa puas, bila perbuatannya dianggap baik. Jadi, hati
nurani ini merupakan semacam instansi kehakiman dalam batin kita tentang
perbuatan yang telah berlangsung.
Hati nurani prospektif melihat ke masa depan dan menilai perbuatan-
perbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini mengajak kita
untuk melakukan sesuatu atau seperti barangkali lebih banyak terjadi
mengatakan “jangan” dan melarang untuk melakukan sesuatu. Di sini pun
rupanya aspek negatif lebih mencolok. Dalam hati nurani prospektif ini
sebenarnya terkandung semacam ramalan.
Simpulan bahwa hati nurani terutama berbicara dalam perbuatan itu sendiri
pada saat dilakukan. Tapi bisa terjadi suatu orientasi ke masa lampau atau
suatu orientasi ke masa depan: ke perbuatan yang sudah berlangsung atau ke
perbuatan yang akan berlangsung lagi.

5. Hati Nurani bersifat Personal dan Supraapersonal


Hati nurani bersifat personal, artinya, selalu berkaitan erat dengan pribadi
bersangkutan. Norma-norma dan cita-cita yang saya terima dalam hidup sehari-
hari dan seolah-olah melekat pada pribadi saya, akan tampak juga dalam ucapan-
ucapan hati nurani saya.
Hati nurani diwarnai oleh kepribadian kita. Hati nurani akan berkembang
juga bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian kita: sebagai orang
setengah baya yang sudah banyak pengalaman hidup tentu hati nurani saya
bercorak lain daripada ketika masih remaja. Ada alasan lain lagi untuk
mengatakan bahwa hati nurani bersifat personal, yaitu hati nurani hanya berbicara
atas nama saya.
Seperti akan dijelaskan lagi, hati nurani tidak melepaskan kita dari kewajiban
untuk bersikap kritis dan mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita
secara obyektif. Tidak dapat dikatakan bahwa hati nurani merupakan hak
istimewa orang beragama saja. Setiap orang mempunyai hati nurani karena ia
manusia. Kenyataan itu justru menyediakan landasan untuk mencapai persetujuan
di bidang etis antara semua manusia, melampaui segala perbedaanmengenai
agama, kebudayaan, posisi ekonomis, dll.
Terdapat suatu tendensi kuat dalam filsafat untuk mengakui bahwa hati
nurani secara khusus harus dikaitkan dengan rasio. Kami juga berpendapat
demikian. Alasannya, karena hati nurani memberi suatu penilaian, artinya, suatu
putusan (judgement). Ia menegaskan: ini baik dan harus dilakukan atau itu buruk
dan tidak boleh dilakukan. Mengemukakan putusan jelas merupakan suatu fungsi
dari rasio.
Dapat disimpulkan bahwa kita tidak boleh bertindak sesuatu yang
bertentangan dengan hati nurani. Hati nurani selalu harus diikuti, juga kalau-
secara obyektif-ia sesat. Akan tetapi, manusia wajib juga mengembangkan hati
nurani dan seluruh kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang.
Pada orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, putusan subyektif
dari hati nurani akan sesuai dengan kualitas obyektif dari perbuatannya. Pada
orang serupa itu, yang baik secara subyektif akan sama dengan yang baik secara
obyektif. Karena itu perlu kita pelajari lagi cara bagaimana keadaaan ideal itu bisa
dicapai.

6. Beberapa masalah Khusus tentang Hati Nurani

   Hati Nurani Termasuk Perasaan, Kehendak atau Rasio?

Dalam sejarah filsafat sering dipersoalkan apakah hati nurani termasuk perasaan,
kehendak atau rasio. Sekarang kita sudah mnenyadari bahwa persoalannya
sebetulnya tidak boleh dirumuskan dengan cara begitu. Dalam filsafat dewasa ini
sudah terbentuk keyakinan bahwa manusia tidak bisa dipisahkan ke dalam
pelbagai fungsi atau daya. Kita harus bertolak dari kesatuan manusia, di mana
pelbagai fungsi dapat dibedakan tapi tidak boleh dipisahkan. Dalam hati nurani
pula memainkan peranan baik perasaan mau pun kehendak maupun juga rasio.
Tapi terdapat suatu tendensi kuat dalam filsafat untuk mengakui bahwa hati nurani
secara khusus harus dikaitkan dengan rasio. Kami juga berpendapat demikian.
Alasannya, karena hati nurani memberi suatu penilaian, artinya, suatu putusan
(judgement). Ia menegaskan : ini baik dan harus dilakukan atau itu buruk dan
tidak boleh dilakukan. Mengemukakan putusan jelas merupakan suatu fungsi dari
rasio. Tapi dalam hal ini perlu dibedakan antara dua macam rasio : rasio teoretis
dan rasio praktis. Rasio teoretis memberi jawaban atas pertanyaan : apa yang
dapat saya ketahui? Atau juga : bagaimana pengetahuan saya dapat diperluas?
Dengan demikian rasio dalam arti ini merupakan sumber pengetahuan, termasuk
juga ilmu pengetahuan. Sedangkan rasio praktis terarah pada tingkah laku
manusia. Rasio praktis memberi jawaban atas pertanyaan : apa yang harus saya
lakukan? Dengan itu rasio praktis memberi penyuluhan bagi perbuatan-perbuatan
kita. Kalau rasio teoretis bersifat abstrak, maka rasio praktis justru bersifat
konkret. Jati nurani juga sangat konkret sifatnya dan mengatakan kepada kita apa
yang harus dilakukan kini dan di sini. Putusan hati nurani “mengkonkretkan”
pengetahuan etis kita yang umum. Pengetahuan etis kita (prinsip-prinsip moral
yang kita pegang dan nilai-nilai yang kita akui) hampir tidak pernah siap pakai
dalam keadaan konkret. Hati nurani seolah-olah merupakan jembatan yang
menghubungkan pengetahuan etis kita yang umum dengan perilaku konkret.

Biarpun putusan hati nurani bersifat rasional, itu tidak berarti bahwa ia
mengemukakan suatu penalaran logis (reasoning). Ucapan hati nurani pada
umumnya bersifat intuituf, artinya langsung menyatakan : ini baik dan terpuji atau
itu buruk dan tercela. Pemikiran intuituf berlangsung “bagaikan tembakan” :
langsung , satu kali tembak, tidak menurut tahap-tahap perkembangan seperti
dalam sebuah argumentasi. Namun demikian, kadang-kadang putusan hari nurani
bisa memiliki sifat-sifat yang mengingatkan kita pada suatu argumentasi, terutama
hati nurani prospektif. Dalam contoh ketika Arjuna seolah-olah membentuk suatu
penalaran. Ia mulai dengan mempertimbangkan prinsip umum bahwa membunuh
kerabat dan orang yang dekat dengannya tidak boleh. Lantas ia melihat situasi
yang dihadapinya : ia harus bertempur melawan sanak saudara dan bekas guru-
gurunya yang sangat berjasa baginya. Dan akhirnya ia sampai pada kesimpulan :
“saya tidak akan berperang”. Tapi sebetulnya kesimpulan itu sendiri bersifat
intuituf juga, walaupun sudah dipersiapkan sebelumnya.

2.    Hati Nurani sebagai Hak

Mengikuti hati nurani merupakan suatu hak dasar bagi setiap manusia. Tidak ada
orang lain yang berwenang untuk campur tangan dalam putusan hati nurani
seseorang. Tidak boleh terjadi, seorang dipaksa untuk bertindak bertentangan
dengan hati nuraninya. Maka tidak mengherankan, bila dalam Deklarasi Universal
tentang Hak-hak Asasi Manusia (1948) disebut juga “hak atas kebebasan hati
nurani” (Pasal 18). Konsekuensinya bahwa negara harus menghormati putusan
hati nurani para warganya, bahkan kalau kewajiban itu menimbulkan konflik
dengan kepentingan lain. Dengan kata lain, negara harus menghormati hak dari
conscientious objector : orang yang berkeberatan memenuhi suatu kewajiban
sebagai warga negara karena alasan hati nurani. Contoh terkenal adalah konflik
yang sering dialami di negara-negara yang mempraktikkan wajib militer. Di sana
tidak jarang ada orang muda yang menolak untuk memenuhi wajib militer dengan
alasan hati nurani. Misalnya, mereka menandaskan bahwa suara hati nurani
melarang mereka ikut serta dalam latihan-latihan militer yang bertujuan
membunuh sesama manusia. Dalam kasus semacam itu negara menghadapi
dilema yang tidak mudah: menjalankan tugas-tugas pertahanan nasional dengan
baik atau menghormati hati nurani para warga negara. Dulu orang seperti itu
diadili dan divonis beberapa tahun di penjara. Dengan demikian kepentingan
nasional mengalahkan hak pribadi. Filsuf dan pengarang besar dari Inggris,
Bertrand Russell (1872 – 1970), di masa mudanya masih sempat menjadi korban
dari konflik kepentingan serupa itu. Ketika pada saat Perang Dunia I a
memprogandakan pasifisme dan menolak masuk dinas militer Inggris, ia dipecat
sebagai dosen Universitas Cambridge dan dipenjarakan beberapa bulan. Tapi
sekarang kebanyakan negara modern mengakui hak orang muda untuk menolak
masuk tentara karena alasan hati nurani. Hanya saja, mereka diwajibkan
mengikuti suatu masa pengabdian alternatif, misalnya, suatu tugas sosial, yang
tentu waktunya lebih lama dan imbalan finansialnya kurang, dibandingkan dengan
dinas militer. Alternatif itu harus kurang menarik secara objektif untuk mencegah
terlalu banyak orang akan menolak wajib militer dengan dalih hati nurani. Bila
orang memilih alternatif ini – membuktikan ia mengikuti hati nuraninya dengan
ikhlas dan tidak mencari alasan yang dibuat-buat.

3.    Hati Nurani adalah Norma Moral Terakhir

Dari semuanya ini dapat disimpulkan bahwa hati nurani mempunyai kedudukan
kuat dalam hidup moral kita. Malah bisa dikatakan : dipandang dari sudut subjek,
hati nurani adalah norma terakhir untuk perbuatan kita. Kita selalu wajib
mengikuti hati nurani dan tidak pernah boleh kita lakukan sesuatu yang
bertentangan dengan hati nurani. Dalam arti itu hati nurani mengikat kita secara
mutlak. Namun, harus berlangsung ditambahkan, putusan hati nurani yang
merupakan norma moral terakhir bersifat subjektif dan belum tentu perbuatan
yang dilakukan atas desakan hati nurani adalah baik juga secara objektif. Hati
nurani bisa keliru. Bisa saja hati nurani menyatakan sesuatu adalah baik, bahkan
wajib dilakukan, padahal secara objektif perbuatan itu buruk. Sepanjang sejarah,
banyak pembunuhan dan penganiayaan dilakukan orang fanatik atau

Dalam kehidupan moral pribadi peranan hati nurani sangat penting. Manusia
adalah orang yang hidup baik (secara moral) bila ia selalu hidup menurut hati
nuraninya. Namun, bukan sembarang hati nurani patut membimbing hidup moral
kita, tapi hanya hati nurani yang dididik dengan baik. Manusia bukan saja wajib
untuk selalu mengikuti hati nuraninya, ia wajib juga mengembangkan hati nurani
dan seluruh kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang. Pada
orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, putusan subjektif dari
hati nurani akan sesuai dengan kualitas moral objektif dari perbuatannya. Pada
orang serupa itu, yang baik secara subjektif akan sama dengan yang baik secara
objektif. Karena itu perlu kita pelajari lagi cara bagaimana keadaan ideal itu bisa
dicapai.

4. Hati Nurani dan Superego

Sering kali hati nurani dikaitkan dengan “Superego”, bahkan tidak jarang kedua
hal itu disamakan begitu saja. Karena itu tidak ada salahnya, jika disini kita
mempelajari juga “Superego”, walaupun dengan demikian kita sebenarnya
meninggalkan pokok pembicaraan etika dan memasuki wilayah psikologi. Pada
dasarnya pasal ini (dan dua pasal berikutnya) termasuk apa yang sebelumnya
disebut etika deskriptif dan bukan etika normatif dalam arti sesungguhnya. Istilah
“superego” berasal dari Sigmund Freud (1856 – 1939), dokter ahli saraf Austria
yang meletakkan dasar untuk psikoanalisis. Ia mengemukakan istilah itu dalam
rangka teorinya tentang struktur kepribadian manusia. Atau lebih tepat lagi, bila
dikatakan bahwa ini teorinya yang kedua tentang struktur kepribadian, yang sejak
tahun 1923 (artinya, sejak bukunya The Ego and The Id) menggantikan
padangannya yang terdahulu. Kendati bertubi-tubi terkena kritikan, serangan dan
penolakan, namun minat untuk psikoanalisis Freud bertahan terus dan rasanya
untuk seterusnya pun tidak akan hilang. Pada tahun 2000, pada kesempatan
pergantian abad, majalah Amerika Times mengeluarkan sebuah nomor khusus
tentang 100 tokoh paling penting dalam abad ke – 20 dan Freud dimasukkan
didalamnya, meskipun diakui juga bahwa ia masih tetap figur yang kontroversial
dan untuk masa depan tidak bias diharapkan hal itu akan berubah.

Tubuh kita mempunyai struktur tertentu : ada kepala, kaki, lengan dan batang
tubuh. Psike kita juga mempunyai struktur, walaupun tentu tidak terdiri dari
bagian-bagian dalam ruang. Struktur psikis manusia menurut Freud meliputi tiga
instansi atau tiga sistem yang berbeda-beda. Sebagaimana akan dijelaskan lagi,
sistem-sistem ini memegang peranan sendiri-sendiri dan kesehatan psikis
seseorang sebagian terbesar tergantung dari keharmonisan kerja sama
diantaranyta. Ketiga instansi ini masing-masing adalah Id, Ego, Superego.
Superego itu berhubungan erat dengan apa yang kita sebut dalam etika dengan
nama “hati nurani”. Tapi supaya hubungan itu dapat dimengerti, perlu lebih dulu
dijelaskan tentang ketiga instansi itu, satu demi satu.

a.    Id

Freud pernah mengatakan bahwa hidup psikis kita ibarat gunung es yang
terapung-apung di laut. Hanya puncaknya tampak diatas permukaan air, tapi
sebagian terbesar gunung es situ tidak kelihatan, karena terpendam air laut. Hidup
psikis manusia juga untuk sebagian terbesar tidak tampak atau – lebih tepat –
tidak sadar, namun tetap merupakan kenyataan yang harus diperhitungkan. Itu
berarti, apa yang dilakukan oleh manusia – khususnya yang diinginkan, dicita-
citakan, dikehendaki – untuk sebagian besar tidak disadari oleh manusia itu
sendiri! Freud mengintroduksikan kedalam psikologi paham “ketidaksadaran
dinamis”, artinya, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu dan tidak tinggal diam.
Dengan itu ia mengadakan semacam revolusi dalam pandangan tentang manusia.
Pada permulaan psikologi modern hidup psikis disamakan begitu saja dengan
kesadaran. Hal itu diwarisi oleh psikologi dari filsuf Prancis Rene Descartes (1596
– 1650) yang dijuluki “bapak filsafat modern” dan menjalankan pengaruh besar
atas psikologi, ketika mulai berkembang sebagai suatu ilmu tersendiri. Bagi
Descartes, kegiatan psikis yang tak sadar merupakan suatu kontradiksi, karena
hidup psikis sama saja dengan kesadaran. Sejak Freud kita tahu bahwa ada juga
aktivitas-aktivitas psikis yang tidak disadari oleh subjek bersangkutan sendiri.

Freud memakai istilah “Id” untuk menunjukkan ketaksadaran itu. Id adalah


lapisan yang paling fundamental dalam susunan psikis seorang manusia. Id
meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak sengaja atau
tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis
manusia.
Justru karena itu Freud memilih istilah “Id” (atau bahasa aslinya “Es”) yang
merupakan kata ganti orang neutrum. Tentang Id berlaku : bukan aku (=subjek)
yang melakukan, melainkan ada yang melakukan dalam diri aku. Bagi Freud,
adanya Id telah terbukti terutama dengan tiga cara. Pertama, faktor psikis yang
paling jelas membuktikan adanya Id adalah mimpi. Buku yang pertama di bidang
psikoanalisis justru membahas mimpi (Penafsiran mimpi, 1900). Tentang mimpi
berlaku bahwa “bukan sayalah yang bermimpi tapi ada yang bermimpi dalam diri
saya”. Bila bermimpi, si pemimpi seolah-olah hanya merupakan penonton pasif.
Tontonan itu disajikan kepadanya oleh ketaksadaran. Kedua, adanya Id terbukti
juga, jika kita mempelajari perbuatan-perbuatan yang pada pandangan pertama
rupanya remeh saja dan tidak punya arti, seperti perbuatan keliru, salah ucap,
“keseleo lidah”, lupa dan sebagainya. Menurut pendapat Freud, perbuatan-
perbuatan seperti itu tidak kebetulan, tetapi berasal dari kegiatan psikis yang tak
sadar. Misalnya, ketua DPR Austria pernah membuka siding parlemen dengan
mengetok palunya sambil berkata : “Dengan ini siding saya tutup”. Maksudnya
“buka”, tapi yang dikatakannya “tutup”. Mengapa begitu? Karena bagi sang ketua,
siding hari itu terasa sangat berat. Ia ingin sekali agar siding itu cepat selesai.
Keinginan yang sadar itu mengakibatkan dia keseleo lidah. Atau contoh dari
seorang murid Freud yang lupa mengeposkan sepucuk surat. Jika ia berefleksi
tentang kejadian itu ia sampai pada kesimpulan bahwa ia “lupa” mengeposkan
suratnya, karena isinya tentang sesuatu yang amat berat baginya. Secara tak sadar
ia tidak mau mengirim surat itu dan karenanya ia sampai “lupa”. Freud
memperlihatkan bahwa perbuatan-perbuatan semacam itu berasal dari
ketaksadaran dalam bukunya Psikopatologi tentang hidup sehari-hari (1901).
Ketiga, alasan paling penting bagi Freud untuk menerima adanya ketaksadaran
adalah pengalamannya dengan pasien-pasien yang menderita neurosis. Penyakit
neurosis merupakan teka-teki medis yang besar bagi kalangan kedokteran pada
waktu itu. Dari segi fisiologis pasien-pasien itu tidak mengidap kelainan apa-apa,
namun pada kenyataannya mereka mempunyai bermacam-macam gejala aneh,
seperti tangan lumpuh, untuk beberapa waktu mata buta, dan sebagainya. Freud
menemukan bahwa neurosis disebabkan oleh faktor-faktor tak sadar. Misalnya,
wanita muda berumur 21 tahun yang menderita histeria (histeria merupakan salah
satu contoh neurosis) dan selama beberapa waktu tidak bias minum, hingga
terpaksa menghilangkan rasa hausnya dengan makan buah-buahan. “Keadaan ini
berlangsung selama kira-kira enam minggu, sampai pada suatu hari dalam
hipnosis ia menggumam tentang guru pribadinya, seoarang wanita berkebangsaan
Inggris yang tidak disukainya. Dan sambil menyatakan rasa muaknya,
dilukiskannya bagaimana pada suatu hari ia masuk kamar wanita ini dan melihat
di situ anjing kecilnya – binatang yang menjijikkan! – minum dari sebuah gelas.
Pasian tidak berkata apa-apa, karena ia mau berlaku sopan. Setelah dengan hebat
ia mengeluarkan kemarahannya yang sudah begitu lama disimpan dalam hati, ia
minta minuman, lalu minum banyak sekali air tanpa kesulitan apa-apa dan bangun
dari hipnosis dengan gelas pada bibirnya. Sesudah itu gangguan tersebut hilang
sama sekali dan tidak kembali lagi. Freud menemukan bahwa pasien neurotis bias
sembuh dengan menggali kembali trauma psikis yang terpendam dalam
ketaksadarannya.

Jika dengan Id dimaksudkan ketaksadaran, maka Id itu secara konkret terdiri dari
apa? Apakah isinya? Id terdiri dari naluri-naluri bawaan, khususnya naluri-naluri
seksual (ingat, misalnya, akan teori Freud tentang Kompleks Oedipus) serta
agresif, lagi pula keinginan-keinginan yang direpsesi. Pada awal mula, hidup
psikis manusia terdiri dari Id saja. Pada janin dalam kandungan ibunya dan pada
bayi yang baru lahir, hidup psikis untuk seratus persen sama dengan Id. Id itu
hampir tanpa struktur apapun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau.
Namun demikian, Id itulah yang menjadi bahan dasar bagi perkembangan psikis
lebih lanjut. Pada mulanya Id sama sekali tidak terpengaruh oleh kontrol pihak
subjek. Id hanya melakukan apa yang disukai. Kata Freud : Id dipimpin oleh
“prinsip kesenangan” (the pleasure principle). Dalam Id tidak dikenal urutan
menurut waktu; sebetulnya Id sama sekali tidak mengenal waktu (timeless).
Hukum-hukum logika pun tidak berlaku untuknya. Dalam mimpi sering kali kita
melihat hal-hal yang sama sekali tidak logis. Dan hal yang sama dapat dikatakan
tentang gejala-gejala neurotis. Walaupun faktor-faktor tak sadar memainkan
peranan besar dalam neurosis, perlu ditekankan bahwa Id atau ketaksadaran
merupakan suatu kenyataan psikologis yang normal dan universal. Hidup psikis
setiap manusia didasarkan atas Id itu.

b.    Ego

Ego atau Aku mulai mekar dari Id melalui kontaknya dengan dunia luar,
khususnya dengan orang yang dekat dengannya seperti orang tua dan pengasuh.
Aktivitas Ego bias sadar, prasadar mau pun tidak sadar. Tapi untuk sebagian besar
Ego bersifat sadar. Sebagai contoh aktivitas sadar boleh disebut : persepsi lahiriah
(saya melihat pohon di situ), persepsi batiniah (saya merasa sedih) dan proses-
proses intelektual. Sebagai contoh tentang aktivitas prasadar dapat dikemukakan
fungsi ingatan (saya mengingat kembali nama yang tadinya saya lupa). Dan
aktivitas tak sadar dijalankan oleh Ego melalui mekanisme-mekanisme pertahanan
(defence mechanisms), misalnya, orang yang dalam hati kecilnya sangat takut
pada kenyataannya berlagak gagah berani. 
Ego dikuasai oleh “prinsip realitas” (the realitiy principle), kata Freud,
sebagaimana tampak dalam pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan tuntutan-
tuntutan sosial, yang bersifat rasional dan mengungkapkan diri melalui bahasa.
Jadi, prinsip kesenangan dari Id di sini diganti dengan prinsip realitas. Adalah
tuga Ego (bukan Id dan naluri-naluri) untuk mempertahankan kepribadiannya
sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar, lagi pula untuk
memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik dengan
keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga mengontrol apa
yang mau masuk kesadaran dan apa yang dikerjakan. Akhirnya, Ego menjamin
kesatuan kepribadian atau – dengan kata lain – mengadakan sintesis psikis.

c.    Superego

Superego adalah instansi terakhir yang ditemukan Freud. Lama-kelamaan ia yakin


bahwa di samping Id dan Ego masih harus diterima suatu instansi lain yang
seolah-olah bertempat diatas Ego (dan karena itu namanya : Superego), sebab
bersikap kritis terhadapnya, bahkan bisa sampai menghantam. Mari kita
mendengarkan suatu keterangan yang diberikan oleh Freud sendiri. “Sepanjang
proses terbentuknya teori analitis, mau tidak mau harus kami akui adanya instansi
lain, yang telah melepaskan diri dari Ego. Kami menyebutnya “Superego”.
Superego ini mempunyai tempat khusus di antara Ego dan Id. Superego itu
termasuk Ego, dan seperti Ego ia mempunyai susunan psikologis lebih kompleks,
tetapi ia juga mempunyai kaitan sangat erat dengan Id…. Superego dapat
menempatkan diri di hadapan Ego serta memperlakukannya sebagai objek dan
caranya kerap kali sangat keras. Bagi Ego sama penting mempunyai hubungan
baik dengan Superego seperti dengan Id. Ketidakcocokan antara Ego dan
Superego mempunyai konsekuensi besar bagi hidup psikis. Barangkali Anda
sudah menerka bahwa Superego ini merupakan dasar bagi fenomena yang kita
sebut “hati nurani”. Boleh ditambahkan lagi, superego itu secara khusus berkaitan
dengan aspek suprapersonal dari hati nurani. 

Superego adalah instansi yang melepaskan diri dari Ego dalam bentuk observasi-
diri, kritik-diri, larangan dan tindakan refleksi lainnya, pokoknya, tindakan
terhadap dirinya sendiri. Superego dibentuk selama masa anak melalui jalan
internalisasi (pembatinan) dari faktor-faktor represif yang dialami subjek
sepanjang perkembangannya. Faktor-faktor yang pernah tampil sebagai “asing”
bagi si subjek, kemudian diterima olehnya dan dianggap sebagai sesuatu yang
berasal dari dirinya sendiri. Larangan, perintah, anjuran, cita-cita dan sebagainya,
yang berasal dari luar (para pengasuh, khususnya orang tua), diterima sepenuhnya
oleh si subjek, sehingga akhirnya terpancar dari dalam. “Engkau tidak boleh
mencuri” (larangan dari orang tua) akhirnya menjadi “Aku harus mengembalikan
barang milik orang lain”. “Anak putri tidak boleh memanjat pohon” (teguran dari
kakak) menjadi “Saya tidak boleh memanjat pohon, karena hal itu tidak patut
untuk anak perempuan”.

Boleh dicatat lagi, internalisasi ini adalah kebalikannya dari proses psikologis
yang disebut “proyeksi”. Dalam proyeksi, keadaan batin manusia diterapkan pada
dunia luar. Misalnya, seorang yang berwatak penakut di mana saja akan melihat
bahaya. Bila berjalan di tempat gelap pada malam hari ia akan melihat hantu.
Yang dianggap “hantu” itu tidak lain daripada keadaan batinnya yang diproyeksi
ke luar. Atau contoh lain : penyair bias melukiskan alam dengan menerapkan rasa
batinnya padanya, sambil mengatakan – misalnya – bahwa hutan bergembira ria.
Dalam internalisasi, sebaliknya, keadaan di luar manusia dimasukkan ke dalam
batinnya. 

Aktivitas Superego menyatakan diri dalam konflik dengan Ego, yang dirasakan
dalam emosi-emosi seperti rasa bersalah, rasa menyesal, rasa malu, dan
sebagainya. Perasaan-perasaan itu tentu dapat dianggap normal. Tapi bias terjadi
juga bahwa orang sungguh-sungguh disiksa oleh Superego, sehingga hidup
normal bagi dia sudah tidak mungkin lagi. Dan perhatian Freud diarahkan ke
Superego, terutama karena pengalamannya dengan kasus-kasus seperti itu. Nanti
kita bahas lagi hal ini secara lebih mendalam.

 2.7. Saat Hati Nurani Berbicara


  
Hati nurani harus dikenal, dididik, diarahkan, dan didewasakan dengan wahyu,
akal dan budaya. Setiap kita punya hati, dan di dalamnya nurani kita terus
bergeletar menyuarakan pesan Ilahi. Permasalahannya kemudia adalah bisa
tidaknya pesan nurani itu bergerak keluar menembus dinding hati lalu terdengar
bergerincing. Seringkali ia hanya bisik. Tak jelas. Atau bahkan terbungkam. Itu
karena karat-karat dosa menjerujinya. Kemudian, setiap suara hati hanya mampu
menggetarkan jeruji-jeruji itu. Hingga sering kali kita mengira suatu bisikan
sebagai suara hati, padahal itu adalah geretak jeruji dosa dan palang-palang nafsu.
Nurani yang berbisik, menyakiti hawa nafsu yang mengukungnya. Lalu hawa
nafsu itu berteriak nyaring. Dan dialah yang kita dengar.
Setiap kemaksiattan yang kita lakukan menjadi noktah dosa yang menghitamkan
hati. Awalnya, nurani kita selalu mengirimkan tanda bahwa ia tresakiti. Tapi
ketika hawa nafsu diperturutkan, dan maksiat terus dilakukan, diulang dan
diulang, noktah-noktah dosa telah menjadi jeruji, membelenggu nurani hingga
suaranya makin lirih.
Setiap manusia mempunyai pengalaman tentang hati nurani dan mungkin
pengalaman itu merupakan perjumpaan paling jelas dengan moralitas sebagai
kenyataan. Sulit untuk menunjukkan pengalaman lain yang dengan begitu terus
terang menyingkapkan dimensi etis dalam hidup kita. Karena itu pengalaman
tentang hati nurani itu merupakan jalan masuk yang tepat untuk suatu studi
mengenai etika. Dalam suatu pendekatan naratif kita mulai dengan memandang
tiga contoh yang berbeda tentang pengalaman hati nurani yang dipilih dengan cara
demikian, sehingga dapat dipakai dalam analisis selanjutnya. Mudah-mudahan
contoh-contoh ini sesuai dengan pengalaman pribadi kita tentang hati nurani.

a. Seorang hakim telah menjatuhkan vonis dalam suatu perkara pengadilan


yang penting. Malam sebelumnya ia didatangi oleh wakil dari pihak
terdakwa. Orang itu menawarkan sejumlah besar uang, bila si hakim
bersedia memenangkan pihaknya. Hakim yakin bahwa terdakwa itu
bersalah. Bahan bukti yang telah dikumpulkan dengan jelas menunjukkan
hal itu. Tapi ia tergiur oleh uang begitu banyak, sehingga tidak bisa lain
daripada penerima penawaran itu. Ia telah memutuskan terdakwa tidak
bersalah dan membebaskannya dari segala tuntutan hukum. Kejadian ini
sangat menguntungkan untuk dia. Sekarang ia sanggup menyekolahkan
anaknya ke luar negeri dan membeli rumah yang sudah lama diidamkan
oleh istrinya. Namun demikian, ia tidak bahagia. Dalam batinnya ia
merasa gelisah. Ia seolah-olah “malu” terhadap dirinya sendiri. Bukan
karena ia takut kejadian itu akan diketahui oleh atasannya. Selain anggota
keluarga terdekat tidak ada yang tahu. Prosedurnya begitu hati-hati dan
teliti, sehingga kasus suap itu tidak akan pernah diketahui oleh orang lain.
Namun, kepastian ini tidak bisa menghilangkan kegelisahannya. Baru kali
ini ia menyerah terhadap godaan semacam itu. Sampai sekarang ia selalu
setia pada sumpahnya ketika dilantik dalam jabatan yang luhur ini.

b. Thomas Grissom adalah seorang ahli fisika berkebangsaan Amerika


Serikat. Selama hampir 15 tahun ia bekerja penuh semangat dalam usaha
pengembangan dan pembangunan generator neutron. Sedemikian besar
semangatnya, sehingga ia hampir-hampir lupa akan tujuan benda-benda
yang dibuatnya itu, yaitu menggalakkan dan menghasilkan senjata-senjata
nuklir. Lama-kelamaan hati nuraninya mulai merasa terganggu, khususnya
setelah ia membaca dalam karya sejarahwan tersohor, Arnold Toynbee,
berjudul A Study of History, kalimat berikut ini: “Bila orang
mempersiapkan perang, sudah ada perang”. Baru pada saat itu ia
menyadari, ia sedang memberikan bantuannya kepada suatu perang nuklir
yang mampu memusnahkan sebagian besar permukaan bumi. Padahal,
seluruh kepribadiannya memberontak terhadap kemungkinan terjadinya
hal serupa itu. Ia membicarakan kegelisahan batinnya dengan istri. Ia
mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi finansial, bila ia berhenti
bekerja di Laboratorium Nasional Amerika. Tentu ia menyadari juga, bila
ia keluar, tempatnya akan diisi oleh orang lain yang akan melanjutkan
pekerjaannya, sehingga tindakan protesnya tidak efektif sama sekali.
Bagaimanapun, Grissom memutuskan ia tidak bisa bekerja lagi untuk
industri persenjataan nuklir. Ia menjadi dosen pada Evergreen State
College di Olympia, Washington. Gajinya hanya kira-kira separuh dari
75.000 dolar yang diperolehnya di laboratorium Nasional.

c. Pada awal Bhagavad Gita kita menemukan suatu contoh bagus tentang
konflik batin yang berlangsung dalam hati nurani. Dalam sebuah kereta
berkuda Arjuna menuju ke tempat pertempuran bersama Khrisna yang
bertindak sebagai saisnya. Tapi setibanya di tempat tujuan ia melihat sanak
saudara, guru-guru dan sahabat-sahabat di antara tentara yang menjadi
lawannya. Melihat keadaan itu, “rasa sedih dan putus asa memenuhi
hatinya”. Ia tidak tega berperang melawan kerabat dan orang yang akrab
dengannya. “Saya tidak mau membunuh mereka, sekalipun saya sendiri
akan dibunuh”. Busur saktinya terjatuh dari tangannya dan ia sendiri rebah
dalam kereta, hatinya dilimpahi keputusan dan kesedihan. Usaha Khrisna
untuk membesarkan hatinya tidak sedikitpun dapat mengubah sikapnya.
“Setelah mereka mati, masakan kita ingin hidup lagi?”. Dan dengan tegas
ia putuskan: “Saya tidak akan berperang, Khrisna”.
2.9.  Kesadaran hati nurani

Apa itu hati nurani? Secara sangat umum dapat dikatakan, hati nurani adalah
“instansi” dalam diri kita yang menilai tentang moralitas perbuatan-perbuatan
kita, secara langsung, kini, dan di sini. Dengan “kata nurani” kita maksudkan
penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret
kita. Hati nurani ini memerintahkan atau memelarang kita untuk melakukan
sesuatu kini dan di sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang
situasi yang sangat konkret. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti
menghancurkan integritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita.

    Dapat dikatakan juga, hati nurani adalah kesadaran moral yang membuat kita
menyadari baik atau buruk (secara moral) dalam perilaku kita dan karena itu dapat
menyuluhi dan membimbing perbuatan-perbuatan kita di bidang moral. Dengan
demikian hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai
kesadaran. Untuk mengerti hal ini perlu kita bedakan antara pengenalan dan
kesadaran. Kita mengenal, bila kita melihat, mendengar atau merasa sesuatu. Tapi
pengenalan ini tidak merupakan monopoli manusia. Seekor binatang pun bisa
mendengar bunyi atau mencium bau busuk dan karena itu bisa mengenal. Malah
ada binatang yang dalam hal pengenalan indrawi lebih unggul daripada manusia.
Tapi hanya manusia mempunyai kesadaran. Dengan kesadaran kita maksudkan
kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi
tentang dirinya. Manusia bukan saja melihat pohon di kejauhan sana, tetapi ia
menyadari juga bahwa dialah yang melihatnya. 

Di kebun binatang pernah terdengar seorang anak kecil, berumur sekitar empat
tahun, bertanya kepada ibunya :”Mami, apakah gajah itu tahu bahwa dia seekor
gajah?” tanpa disadarinya, dengan itu ia mengemukakan suatu pertanyaan
filosofis yang amat mendalam artinya. Kepada filsuf cilik ini harus dijawab: gajah
tidak tahu. Seekor binatang tidak berfikir atau berefleksi tentang dirinya sendiri.
Hanya manusia mempunyai kesadaran. Dalam diri manusia bisa berlangsung
semacam “penggandaan”: ia bisa kembali kepada dirinya. Ia bisa mengambil
dirinya sendiri sebagai objek pengenalannya. Jadi, penggandaan di sini ialah
bahwa dalam proses pengenalan bukan saja manusia berperan sebagai subjek,
melainkan juga sebagai objek.

Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa latin dan bahasa-bahasa yang


diturunkan daripadanya, dipakai kata conscientia. Kata itu berasal dari kata kerja
scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama dengan, turut). Dengan demikian
conscentia sebenarnya berarti “turut mengetahui” dan mengingatkan kita pada
gejala “penggandaan” yang disebut tadi: bukan saja saya sendiri sebagai subjek
yang melihat. Bah, kata conscientia yang sama dalam bahasa latin (dan bahasa-
bahasa yang serumpun dengannya) digunakan juga untuk menunjukkan “hati
nurani”. Dalam hati nurani berlangsung juga penggandaan yang sejenis. Bukan
saja manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat moral (baik atau
buruk), tetapi ada juga yang “turut mengetahui” tentang perbuatan-perbuatan
moral kita. Dalam diri kita, seolah-olah ada instansi yang menilai dari segi moral
perbuatan-perbuatan yang kita lakukan. Hati nurani merupakan  semacam “saksi”
tentang perbuatan-perbuatan moral kita. Kenyataan itu diungkapkan dengan baik
melalui kata latin conscientia.

1.     Fenomena hati nurani sebetulnya terdapat di segala zaman dan dalam
semua kebudayaan. Tapi dulu sering kali belum tersedia istilah jelas untuk
menunjukkan fenomena itu. Dalam teks-teks kuno seperti Kitab Suci
Perjanjian Lama atau Bhagavad Gita tidak ada suatu istilah untuk hati
nurani, tapi fenomena yang dimaksud dengannya di situ sudah dikenal,
sebagaimana terbukti dalam contoh ketiga yang diberikan di atas. Istilah
“hati nurani” itu mempunyai sejarah berbelit-belit yang tidak perlu
ditelusuri di sini.”

RANGKUMAN
Hati nurani merupakan jiwa terdalam setiap makhluk yang tak pernah
mati, kekal abadi. Badan raga kita ada saat lahir dan mati namun hati
nurani tiada lahir dan mati, dia kekal abadi. Hati nurani setiap manusia dan
makhluk hidup berasal dari satu Tuhan yang sama. Tuhan merupakan
sumber asal setiap hati nurani maka kita memuliakan Tuhan sebagai
Bunda sejati atas hati nurani kita. Semua kepribadian luhur merupakan
sifat hati nurani. Cinta kasih, permakluman, bakti, setia, tenggang rasa,
satria, rela berkorban dan memberi, semua ini adalah sifat hati nurani.
Sedangkan semua kejahatan, keburukan, dosa, dan kegelapan bukanlah
sifat hati nurani. Pola pandang yang memandang semua manusia adalah
sama dan bersaudara, tanpa membezakan suku, bangsa, agama, warna
kulit, kaya-miskin, pintar-bodoh, indah-jelek dan sebagainya. Memandang
semua binatang darat, laut, dan udara juga memiliki hati nurani yang sama
dengan kita. Dengan pola pandang nurani seperti ini semua manusia dan
makhluk hidup akan hidup berdampingan dengan damai dan harmonis,
saling mengasihi dan saling menghormati.

LATIHAN

Tuliskan contoh-contoh pelanggaran hak-hak azasi manusia yang


pernah anda ketahui dan lakukanlah pembahasan tentang hal itu dan apa
masukan anda tentang hal tersebut.

4. TES FORMATIF

4. Berhubungan dengan kasus diatas prinsip moral apakah yang seharusnya


dilakukan oleh perawat…..
a. Keadilan (Justice)
b. Kebebasan (freedom)
c. Kebenaran (Veracity)
d. Kemurahan Hati (Benefiecence)
e. Menghargai otonomi (facilitate autonomy)
DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


2. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.
3. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e
bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

UNIT 3

NILAI DAN NORMA St

 2 x 50 Menit

E. PENGANTAR

Mata kuliah ini membahas tentang identifikasi etika dan moral, amoral dan
immoral serta etika dan etiket, etika sebagai cabang filsafat, hati nurani sebagai
fenomena moral, hati nurani dan superego, kebebasan (pengalaman tentang
kebebasan, beberapa arti kebebasan, beberapa masalahh mengenai kebebasan),
tanggung jawab (tingkat-tingkat kebebasan, maslaah tanggung jawab kolektif),
nilai dan moral, hak dan kewajiban, etika kewajiban dan etika keutamaan,
keutamaan dan watak moral, ketumaan dan ethos, orang kudus dan pahlawan,
hedonisme, eudemonisme, utilitarisme, deontologi, kode etik keperawatan
indonesia, suara hati, abortus, bunuh diri dan pemulihan
TUJUAN

TUJUAN PEPBELAJARAN UMUM


Setelah menyelesaikan mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang Nilai dan Moral serta mampu mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari..

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa
mampu :
6. Mampu menjelaskan pengertian Nilaidan Moral
7. Mampu menjelaskan Jenis-jenis Nilai
8. Mampu menjelaskan Hak Manusia

F. BAHAN BACAAN

NILAI DAN NORMA

1. Nilai pada umumnya

Hans Jonas (Bertens, 2001:139-140) mengatakan bahwa nilai adalah


alamat sebuah kata “ya” (value is address of a yes), atau kalau diterjemahkan
secara konstektual, nilai adalah sesuatu yang ditunjukkan dengan kata “ya”.
Definisi ini merupakan definisi yang memiliki kerangka lebih umum dan luas.
Kata “ya” dapat mencakup nilai keyakinan individu secara psikologis maupun
nilai patokan normative secara sosiologis. Demikian pula penggunaan kata
“alamat” dalam definisi itu dapat mewakili arah tindakan yang ditentukan oleh
keyakinan individu maupun norma sosial.
Selanjutnya Bertens (2001:141) mengemukakan bahwa nilai sekurang-
kurangnya memiliki tiga ciri sebagai berikut: (1) nilai berkaitan dengan subyek.
Kalau tidak ada subyek yang menilai, maka tidak ada nilai juga. Entah manusia
hadir atau tidak, gunung tetap meletus. Tapi untuk dapat dinilai sebagai “indah”
atau “merugikan”, letusan gunung itu memerlukan kehadiran subyek yang
menilai. (2) nilai tampil dalam suatu konteks praktis, di mana subyek ingin
membuat sesuatu. Dalam pendekatan yang semata-mata teoritis, tidak akan ada
nilai. (Hanya menjadi pertanyaan apakah suatu pendekatan yang secara murni
teoritis bisa diwujudkan). (3) nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah”
oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh
obyek pada dirinya.
Demikian halnya dengan Titus (1959) yang mengatakan “All men and
women have some sense of values. Life forces us to make some choices, to rate
thing as batter or worse, and to form some scale of values. We praise or blame,
calls actions right or wrong, and declare the scene before us beautiful or ugly”.
Pernyataan tersebut bermakna bahwa semua manusia sedikit banyak mengetahui
apa yang dimaksud dengan nilai. Kehidupan memaksa kita untuk menentukan
pilihan, menilai apakah sesuatu itu lebih baik atau lebih jelek, dan kita juga
membuat skala nilai. Kita memuji dan menyalahkan, menilai suatu tindakan benar
atau salah, dan menyatakan apakah pemandangan di depan kita indah atau tidak.
Sejak jaman Yunani kuno, manusia telah menulis tentang masalah teoritis yang
berhubungan dengan nilai. Dewasa ini studi tentang nilai banyak mendapatkan
perhatian kembali. Kata “axiology”, yang berasal dari Yunani yang mempunyai
arti “nilai” digunakan untuk studi teori umum tentang nilai, termasuk asal mula,
hakekat, klasifikasi, dan tempat nilai di dunia ini. Etika adalah studi tentang nilai
dalam perilaku manusia dan estetika adalah studi tentang nilai dalam dunia
keindahan dan seni. Keduanya merupakan bidang-bidang yang termasuk dalam
konsepsi nilai secara luas. Terkadang nilai moral dan nilai agama dikatakan
meliputi seluruh dunia kehidupan manusia. Yang dimaksudkan disini adalah
bahwa nilai moral dan nilai agama sangat penting dalam kehidupan manusia,
meliputi seluruh aspek kehidupannya.
Titus (1959) selanjutnya mengatakan dalam usaha menjawab apa yang
disebut dengan nilai, ia membuat perbandingan antara “factual judgement”
dengan “value judgement”. Ketika seseorang bertanya tentang jarak dari New
York ke San Fransisco, bagaimana proses pembuatan tipe mobil tertentu, atau
umur seorang teman, bila jawabannya benar, itulah yang disebut “pernyataan
faktual”. Factual judgement adalah penjelasan deskriptif dimana ia menghitung
karakteristik-karakteristik tertentu dari suatu benda yang bisa diamati. Sedangkan
value judgement menilai “harga” atau makna suatu objek. Misalnya kata
“England” yang pertama pernyataan kamus memberikan keterangan tentang
lokasi, luas negaranya, penduduknya, dan beberapa informasi lainnya. Kedua di
dalam Richard II dari Shakespeare kota itu dipuji-puji sebagai kota yang paling
diberkahi di dunia ini. Ketiga di dalam nyanyian Lissauer “Song of Hate” dari
Jerman, kota ini dibenci sebagai kota musuh Jerman. Informasi kedua dan ketiga
dengan jelas menunjukan kelas yang berbeda dari yang pertama. Kedua
pernyataan tersebut mengekspresikan value judgement yang positif dan negatif.
Sadar atau tidak sadar, sepanjang hidup, kita semua senantiasa membuat penilaian
positif dan negatif.
Rokeah (Djahiri, 1985:20) bahwa ‘Nilai adalah: Suatu kepercayaan/keyakinan
(bilief) yang bersumber pada sistem nilai seseorang, mengenai apa yang patut
dilakukan seseorang atau mengenai apa yang berharga dari apa yang tidak
berharga’.
Sejalan dengan pendapat tersebut Ambroise (Mulyana, 2004: 23) bahwa:
Nilai sebagai realitas abstrak, Nilai dirasakan dalam diri seseorang sebagai
pendorong dan prinsip hidup. Karena itu, nilai menduduki tempat yang penting
dalam kehidupan seseorang, sampai pada suatu tingkat ketika seseorang lebih baik
mengorbankan hidupnya ketimbang mengorbankan Nilai. Nilai yang menjadi
sesuatu yang abstrak dapat dilacak dari tiga realitas, yaitu : pola tingkah laku, pola
berfikir dan sikap. Untuk mengetahui nilai kita tidak dapat memisahkan satupun
dari ketiga realitas itu.
Berdasarkan pendapat diatas bahwa nilai adalah merupakan suatu harga
yang dianggap bernilai dan menjadi pedoman atau pegangan diri. Walaupun nilai
ini bersifat abstrak, namun memiliki suatu tempat yang paling penting dalam
kehidupan seseorang, sampai orang tersebut berani mengorbankan hidupnya
untuk sebuah nilai. Nilai yang menjadi sesuatu yang abstrak dalam diri manusia,
dapat diketahui melalui pola tingkah laku, yang tampak dalam kehidupan sehari-
harinya.

2. Jenis-jenis nilai
 Nilai material adalah nilai yang meliputi berbagai konsepsi mengenai segala
sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. Salah satu contoh nilai
materialadalah sandang dan pangan.
 Nilai vital adalah nilai yang meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan
segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai
aktivitas. Salah satu contoh nilai vital adalah buku pelajaran yang berguna
bagi siswa saat belajar.
 Nilai kerohanian adalah nilai yang meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan
dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia.
Salah satu contoh nilai kerohanian adalah beribadah.
Nilai kerohanian dibedakan lagi menjadi 4 macam yaitu:
1. Nilai kebenaran (kenyataan) yang bersumber dari unsur akal manusia
(ratio, budi, cipta). Contoh, Bumi itu bentuknya bulat, garam rasanya asin,
gula rasanya manis, matahari adalah bintang, manusia bernapas dengan
oksigen, dll.
2. Nilai keindahan, yang bersumber dari unsur rasa manusia (perasaan,
estetis). Contoh: Tari-tarian, lukisan, patung, perhiasan, dll.
3. Nilai moral (kebaikan) yang bersumber dari unsur kehendak atau kemauan
(karsa, etika). Contoh: norma dalam masyarakat, larangan, aturan, adat
istiadat, dll.
4. Nilai religious yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi
dan mutlak. Contoh: Ritual-ritual keagamaan.
Selain itu, ada juga nilai sosial yang dilihat dari sifat, ciri, dan tingkat
keberadaannya. Berikut adalah jenis-jenis nilai sosial dilihat dari sifatnya:
1. Nilai Kepribadian adalah nilai-nilai yang membentuk kepribadian
(karakter) seseorang. Contoh nilai kepribadian adalah lingkungan, emosi,
kreativitas, gagasan, ide, dll.
2. Nilai kebendaan adalah nilai yang dapat diukur dari kegunaannya sehari-
hari. Contoh nilai kebendaan adalah meja, alat tulis, dll.
3. Nilai biologis adalah nilai yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
Contoh nilai biologis adalah olahraga dan menjaga kesehatan.
4. Nilai hukum adalah nilai yang harus dipatuhi oleh setiap orang tanpa
kecuali Contoh nilai hukum adalah undang-undang, pidana, dan perdata.
5. Nilai pengetahuan adalah nilai yang didapat dari pengalaman atau proses
belajar. Contoh nilai pengetahuan adalah ilmu dan buku pengetahuan.
6. Nilai agama adalah nilai yang erat hubungannya dengan ketuhanan. Nilai
ini disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Contoh nilai agama adalah kitab suci, cara beribadah, dan upacara adat.
7. Nilai keindahan adalah nilai yang mencerminkan estetika dan kebudayaan.
Contoh nilai keindahan adalah lukisan, tarian, patung, perhiasan, dekorasi,
dll.
Berikut adalah jenis-jenis nilai sosial berdasarkan cirinya:
1. Nilai yang tercernakan atau mendarah daging adalah nilai yang telah
mendarah daging dalam manusia menjadi kepribadian dan naluri. Contohnya
adalah rasa ingin menolong.
2. Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting dibandingkan nilai-
nilai yang lain. Banyak faktor yang menjadikan nilai tersebut dominan seperti
jumlah penganut, usia, dan kedudukan nilai tersebut.
Berikut adalah jenis-jenis nilai sosial berdasarkan tingkat keberadaannya:
1. Nilai yang berdiri sendiri adalah nilai yang sudah ada di dalam manusia atau
suatu hal sejak pertama kali diciptakan. Contohnya emas yang berkilau,
manusia yang tampan atau cantik, dan pemandangan yang asri.
2. Nilai yang tidak berdiri sendiri adalah nilai yang diperoleh manusia atau suatu
hal karena usaha atau bantuan dari pihak lain. Contohnya kepandaian,
keterampilan, dan keindahan pada suatu hasil kerajinan.

3. Pengertian Moral
Pengertian moral, menurut Suseno (1998) adalah ukuran baik-buruknya
seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga
negara.Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadaikan anak
manusia bermoral dan manusiawi.Sedangkan menurut Ouska dan Whellan (1997),
moral adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri
individu/seseorang.Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral
berada dalam suatu sistem yang berwujut aturan.Moral dan moralitas memiliki
sedikit perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk sedangkan moralitas
merupakan kualitas pertimbangan baik-buruk. Dengan demikian, hakekat dan
makna moralitas bisa dilihat dari cara individu yang memiliki moral dalam
mematuhi maupun menjalankan aturan.
 
4. Konsep Norma dan Ciri – Ciri Moral
 
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak
bolehdilakukan dalam hidup sehari-hari, berdasarkan suatu alasan (motivasi)
tertentu dengandisertai sanksi Sanksi adalah ancaman/akibat yang akan diterima
apabila norma tidakdilakukan (Widjaja, 1985: 168).
Norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai
tingkah laku, sikap,dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan
di lingkungan kehidupan manusia.Norma juga merupakan aturan yang berlaku di
kehidupan bermasyarakat. Aturan yang bertujuanuntuk mencapai kehidupan
masyarakat yang aman, tertib dan sentosa. Namun masih ada segelintirorang yang
masih melanggar norma-norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa
faktor,diantaranya adalah faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain. Dengan
norma, masyarakatmemasukkan aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak
ukur untuk menilai sesuatu.Walaupun nilai moral biasanya menumpang pada
nilai- nilai lain, namun ia tampak sepertisebuah nilai baru, bahkan sebagai nilai
yang paling tinggi. Nilai moral memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berakaitan dengan tanggung jawab kita
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Yang khusus menandai nilai
moral adalah bahwa nilaiini berkaitan dengan pribadi manusia yang
bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseotang
bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. Suatu nilai
moralhanya dapat diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang sepenuhnya
menjadi tanggung jawab orang yang bersangkutan.
b. Berkaitan dengan hati nurani
Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung
semacam undangan atau imbauan. Salah satu ciri khas nilai moral adalah
bahwa hanya nilia ini menimbulkan “suara” dari hatinurani yang menuduh
kita bila mita meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji
kitabila mewujudkan nilia-nilia moral.
c. Mewajibkan
Berhubungan erat dengan ciri bahwa nilai-nilai moral mewajibkan kita secara
absolut dan dengantidak bisa ditawar-tawar. Dalam nilai moral terkandung
suatu imperatif kategoris, Sedangkan nilai-nilailainnya hanya berkaitan
dengan imperatif hipotesis. Artinya, kalu kita ingin merealisasikan nili-
nilailain kita harus menempuh jalan tertentu.
d. Bersifat formal
Nilai moral tidak merupakan sutau jenis nilai yang bisa ditempatkan begitu
saja di samping nilai-nilai jenis lainnya.
Nilai- nilai moral tidak membentuk suatu kawasan khusus yang terpisah dari
nilai-nilai lain. Nilai- nilia moral tidak memiliki “isi” tersendiri, terpisah dari
nilai -nilai lain. Tidak ada nilai-nilai moral yang “murni”, terlepas dari nilai
-nilai lain. Hal itulah yamg kita maksudakan dengan mengatakanbahwa nilai
moral bersifat formal.

5. Penertian Norma
Pengertian norma adalah tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya
suatu sikap dan tindakan manusia. Normal juga bisa diartikan sebagai aturan yang
berisi rambu-rambu yang menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya
terkandung nilai benar/salah. Norma yang berlaku dimasyarakat Indonesia ada
lima, yaitu (1) norma agama, (2) norma susila, (3) norma kesopanan, (4) norma
kebiasan, dan (5) norma hukum, disamping adanya norma-norma lainnya.

Norma moral
Dalam bahasa latin arti yang pertama adalah Carpenters square: siku-siku
yang dipakaitukang kayu untuk mengcek apakah benda yang dikerjakan sungguh-
sungguh lurus. Asal-usul inimembantu kita untuk mengerti maksudnya. Dengan
norma kita maksudkan aturan atau kaidah yangkita pakai sebagai tolak ukur untuk
mengukur sesuatu. Ada tiga macam norma umum, yaitu normakesopanan atau
etiket, norma hukum dan norma moral. Etiket misalnya benar-benar
mengandungnorma yang mengatakan apa yang harus kita lakukan. Norma hukum
juga merupakan norma pentingyang menjadi kenyataan dalam setiap masyarakat.
Norma moral menentukan apakah prilaku kita baikatau buruk dari sudut
etis.Karena itu norma moral merupakan norma tertinggi, yang tidak bisa
ditaklukan pada normalain.
Masalah-masalah yang biasa disebut “relativisme moral”
1. Relativisme moral tidak Tahan uji
Norma-norma moral tidak pernah mengawang-awang diudara, tapi tercantum
dalam suatu sistem etisyang menjadi bagian suatu kebudayaan. Dengan
relativisme moral dimaksudkan pendapat bahwamoralitas sama saja dengan
adat kebiasaan, sehingga suatu etika tidak lebih baik daripada etika
lain.Relativisme moral tidak tahan uji, jika diperiksa secara kritis. Kritik ini
bisa dijalankan denganmemperlihatkan konsekuensi-konsekuensi yang
mustahil.
2. Norma moral bersifat obyektif dan universal
Norma moral pada dasarnya absolut, maka mudah diterima juga bahwa norma
itu bersifat obyektif dan universal.
a. Obyektifitas norma moral
b. Universalitas Norma Moral
3. Menguji norma moral
Tes yang paling penting yang kita miliki untuk menguji benar tidaknya norma
moral adalahgeneralisasi norma. Norma moral adalah benar jik bisa
digeneralisasikan dan tidak benar jika tidakbisa digeneralisasikan .
Menggeneralisasikan norma berarti memperlihatkan bahwa norma itu
berlakuuntuk semua orang. Bila bisa ditujukan bahwa suatu norma bersifat
umum, maka norma itu sahsebagai norma moral.
4. Norma dasar terpenting
- Martabat manusiaDalam mengusahakan refleksi tentang martabat manusia ini
sekali lagi kita mengikuti filsuf jerman, Imanuel Kant. Menurut kant, kita
harus menghargai martabta manusia, karena manusia adalah satu-satunya
makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya. Benda jasmani kita gunakan
untuk tujuan-tujuan kita.
RANGKUMAN

Hans Jonas (Bertens, 2001:139-140) mengatakan bahwa nilai adalah


alamat sebuah kata “ya” (value is address of a yes), atau kalau diterjemahkan
secara konstektual, nilai adalah sesuatu yang ditunjukkan dengan kata “ya”.
Definisi ini merupakan definisi yang memiliki kerangka lebih umum dan luas.
Kata “ya” dapat mencakup nilai keyakinan individu secara psikologis maupun
nilai patokan normative secara sosiologis. Demikian pula penggunaan kata
“alamat” dalam definisi itu dapat mewakili arah tindakan yang ditentukan oleh
keyakinan individu maupun norma sosial.
Selanjutnya Bertens (2001:141) mengemukakan bahwa nilai
sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri sebagai berikut: (1) nilai
berkaitan dengan subyek. Kalau tidak ada subyek yang menilai, maka
tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung tetap
meletus. Tapi untuk dapat dinilai sebagai “indah” atau “merugikan”,
letusan gunung itu memerlukan kehadiran subyek yang menilai. (2)
nilai tampil dalam suatu konteks praktis, di mana subyek ingin
membuat sesuatu. Dalam pendekatan yang semata-mata teoritis, tidak
akan ada nilai. (Hanya menjadi pertanyaan apakah suatu pendekatan
yang secara murni teoritis bisa diwujudkan). (3) nilai-nilai menyangkut
sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki
oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya.

LATIHAN

5. Ny. S umur 25 tahun dengan kehamilan 14 minggu mengalami perdarahan,


hasil tanda-tanda vital TD: 190/110 mmHg, P:120 tidak teratur, dokter
memutuskan untuk melakukan tindakan aborsi dengan pertimbangan
kesehatan ibu, jenis aborsi diatas adalah….
TUGAS ANDA:
Apa tanggapan anda sehubungan dengan Nilai dan Moral berdasarkan Kasus
diatas?

TES FORMATIF

6. Perawat menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat diharuskan


memahami dan menerima kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan
kepada perawat oleh masyarakat merupakan…….
a. Kode etik keperawatan
b. Tujuan kode etik perawat
c. Tujuan kode etik profesi
d. Fungsi kode etik perawat
e. Fungsi kode etik profesi
7. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh praktisi
perawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan
tugasnya, merupakan…..
a. Kode etik keperawatan
b. Tujuan kode etik perawat
c. Tujuan kode etik profesi
d. Fungsi kode etik perawat
e. Fungsi kode etik profesi

DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


2. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.
3. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e
bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

UNIT 4
HAK DAN KEWAJIBAN en St
 100 Menit

G. PENGANTAR

Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan,


keterampilan dan kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan
pada orang lain berdasarkan ilmu dan kiat yang dimilikinya dalam batas-
batas kewenangan yang dimilikinya.  (PPNI, 1999 ; Chitty, 1997). 

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik


di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat pada
pasal 1 ayat 1)

TUJUAN

TUJUAN PEPBELAJARAN UMUM


Setelah menyelesaikan mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang Hak dan Kewajiban dalam kehidupan sehari-hari.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa
mampu :
1. Mampu menjelaskan hakikat Hak dan Kewajiban.
2. mampu menjelaskan antara Hak dan Kewajiban.

H. BAHAN BACAAN
HAK DAN KEWAJIBAN
1. Hakikat Hak dan Kewajiban
Paham hak mempunyai sejarah yang berbelit- belit, tapi dalam pemikiran
Roma kuno kata ini hanya menunjukan hukum dalam arti objektif : keseluruhan
undang-undang, aturan-aturan dan lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat
demi kepentingan umum (hukum dalam arti luas law, bukan right). Kadang-
kadang istilah ius mendapat arti “hak seseorang”, tapi hanya menunjukan benda
yang menjadi hak.Pada akhir abad pertengahan mulai berkembang ius dalam arti
subjektif, bukan benda yang dimilki seseorang, melainkan kesanggupan seseorang
untuk sesuka hati menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu. Pada abad ke-17
dan di abad ke-18 timbul pengertian “hak” dalam arti modern: ciri manusia yang
bebas, terlepas dari setiap ikatan dengan hukum objektif.

a. Hakikat Hak
Hak adalah klaim yang salah atau klaim yang dapat dibenarkan yang
dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau
terhadap masyarakat.Orang yang mempumyai hal dapat menuntut (dan
bukan saja mengharapkan atau menganjurkan) bahwa orang lain akan
memenuhi dan menghormati hak itu.
b. Hak legal dan Moral
Perlu kita pelajari beberapa jenis hak yang penting.Pertama harus
dibedakan antara hak legal dan hak moral.Hak legal adalah hak yang
didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk.Hak-hak legal berasal dari
undang-undang, peraturan hukum atau dokumen legal lainnya.Misalnya,
pemborong yang membangun gedung dalam sebuah kontrak resmi
mewajibkan diri unutk membayar denda sekian banyak untuk setiap hari
pembangunannya terlambat selesai, maka pemilik gedung mempunyai hak
legal menerima jumlah uang yang ditentukan, bila pemborong tidak
memenuhi kewajibannya.Karena itu dapat kita katakan bahwa hak legal
didasarkan oleh prinsip hukum.Kalau hak legal berfungsi dalam sistem
hukum, maka hak moral berfungsi dalam sistem moral.Hak moral
didasarkan pada prinsip atau peraturan etis sja. Prinsip moral adalah
bahwa semua manusia baik pria atau wanita harus diberlakukan secara
sama.
Menurut T.L, Beauchamp ada hak yang tidak bersifat legal ataupun moral
dan disebut dengan Hak-Hak Konvensional. Hak-hak seperti itu muncul
karena orang tunduk pada aturan-aturan atau konvensi-konvensi yang
disepakati bersama.Hak-hak konvensional ini berbeda dengan hak-hak
moral karena hanya tergantung pada aturan atau konvensi yang menguasai
permainan atau keanggotaan tadi.Dan hak-hak ini berbed dengan hak legal
karena tidak tercantum dalam suatu sistem hukum.
2. beberapa Jenis hak
a. Hak Khusus dan Umum
Hak khusus timbul dalam suatu relasi khusus antara beberapa manusia atau
karena fungsi khusus yang dimiliki orang yang satu terhadap orang yang lain.
Jadi, hak ini hanya dimiliki oleh satu atau beberapa manusia.Hak umum
dimiliki manusia bukan karena hubungan atau fungsi tertentu, melainkan
senata-mata karena ia manusia. Hak ini dimiliki oleh semua manusia tanpa
kecuali.
b. Hak Positif dan Negatif
Suatu hak bersifat negatif, jika saya bebas untuk melakukan sesuatu atau
memiliki sesuatu, dalam arti: orang lain tidak boleh menghindari saya untuk
melakukan atu memiliki hal itu.Hak negatif itu sepadan dengan kewajiban
orang lain untuk tidak melakukan sesuatu, yaitu tidak menghindari saya untuk
melaksanakan atau memiliki apa yang menjadi hak saya.
Hak negatif dibagi menjadi hak negatif aktif dan pasif.Hak negatif aktif adalah
hak untuk berbuat atau tidak berbuat seperti orang kehendaki. Hak negatif pasif
adalah hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan cara tertentu Suatu
hak bersifat positif, jika saya berhak bahwa orang lain berhak berbuat sesuatu
untuk saya. Secara umum bisa dikatakan, semua orang yang terancam bhaya
maut mempunyai hak bahwa orang lain membantu untuk menyelamatkan
mereka.
c. Hak individual dan hak social
Hak individu-individu terhadap negara.Negara tidak boleh menghindari atau
mengganggu iondividu dalam mewujudkan hak-hak ini, seperti hak
mengikutihati nurani, hak beragama, hak berserikat, hak mengemukakan
pendapat. Slain itu hak lain yang dimiliki manusia bukan terhadap negara,
melainkan justru sebagai anggota masyarakat bersama dengan anggota-naggot
lain. Hak ini bisa disebut hak-hak sosial.

B. Ada Hak yang Bersifat Absolut


Suatu hak adalah bersifat absolut, jika berlaku mutlak, tanpa
pengecualian.Kita bisa mengatakan juga bahwa suatu hak bersifat absolut, kalau
berlaku selalu dan dimana-mana, tak terpengaruh oleh keadaan. Para ahli etika
mengatakan bahwa kebanyakan hak adalah hak prima facie( hak pada pandangan
pertama), artinya, hak itu berlaku sampai dikalahkan oleh hak lain yang lebih
kuat. Halangan utama yang mengakibatkan suatu hak tidak absolute adalah
terjadinya konflik antara hak-hak. Yang mempunyai peluang lebih besar untuk
dianggap absolute adalah hak-hak negative pasif atau setidak-tidaknya beberapa
diantara hak-hak pasif itu, karena tidak perlu berkonflik dengan hak-hak lain.
Hak-hak positif pasti tidak akan bersifat absolute. Alasanya karena selalu bisa
berkonflik dengan orang lain. Jika kita merumuskan hak-hak social ini dalam
bentuk”setiap orang berhak atas makanan , bila tersedia”, maka hak ini berlaku
absolute, tapi isinya begitu samar- samar sehingga hampir tidak ada isi lagi.
Kiranya sudah jelas, suatu hak absolut dalam arti ini tidak mungkun mewngalami
konflik dengan hak lain.

C. Hubungan Antara Hak dan Kewajiban


 Dipandang dari Segi kewajiban
Terdapat hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban , tapi tidak bisa
dikatakan bhwa hubungan itu mutlak dan tanpa pengecualian. Tidak selalu
kewajiban satu orang sepadan dengan hak orang lain. Filsuf Inggris abad ke-
19, John Stuart Mill (1806-1873), mengatakan pembedaan yang pantas
diperhatikan.Ia membedakan antara kewajiban sempurna dan kewajiban tidak
sempurna. Kewajiban sempurna selalu terkait dengan hak orang lain,
sedangkan kewajiban tidak sempurna tidak terkait dengan hak orang lain.
3. Dipandang dari Segi Hak
Setiap kali saya mempunyai hak terhadap seseorang, maka orang itu memiliki
kewajiban terhadap saya.Diluar kasus hak-hak khusus ini sering ada juga
hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban, tapi tidak selalu. Hak-hak
negatif hampir selalu sesuai dengan kewajiban pada orang lain untuk tidak
mengganggu atau campur tangn bila saya menjalankan hak-hak saya.
4. Kewajiban Terhadap Diri Sendiri
Kita wajib untuk mempertahankan kehidupan kita, umpamanya, atau
mengembangkan bkat kita. Orang yang membunuh diri , melanggar kewajiban
terhadap dirinya sendiri. Demekian juga orang yang menyia-nyiakan bakat
yang dimilikinya., karena suka hidup bermalas-malas. Bahwa kewajiban
terhadap diri kita tidak boleh dimengerti sebagai kewajiban semata-mata
terhadap diri kita sendiri. Kewajiban yang kita miliki terhadap diri kita tidak
terlepas dari hubungan kita dengan orang lain itu.

D. Teori Tentang Hak dan Individualisme


Keberatan yang tidak jarang dikemukakan terhadap teori tentang hak
bahwa teori itu mengandung suatu individualisme yang merugikan solidaritas
dalam masyarakat.Hak manusia adalah hak untuk menyendiri.Dalam hal ini Marx
berpendapat bahwa menurut deklarasi dari revolusi Prancis itu hak atas milik
dianggap sebagai hak yang paling penting.Bagi Marx hak atas milik adalah
prorotipe segala hak.Ia melihat hak atas milik sebagai sumber semua hak lain
dalam masyarakat borjuis. Dan ia mengeritik dengan tajam cara hak ini
dirumuskan dalam Undang- Undang Dasar Prancis Dari tahun 1973, dimana
dikatakan: “Hak milik adalah hak setiap warga Negara untuk dengan sewenang-
wenang menikmati dan menggunakan barang milik, pendapat serta buah hasil
pekerjaan dan kerajinannya”.
Suatu masyarakat tidak berfungsi semestinya, jika Negara mengatur semua
bidang. Misalnya, bidang ilmu pendidikan tidak akan berkembang baik kalau
seluruhnya diatur oleh Negara. Hak- hak manusia tidak mengganggu untuk
berfungsi dengan baik, tapi justru memperlancar komunikasi dan kebersamaan
social.Konsepsi seperti itu bisa mempertebal lagi prasangka bahwa hak manusia
mengancam keberadaan masyarakat.SehinggaTidak bisa disangkal bahwa hak-hak
manusia mempunyai ciri-ciri individual.Hal itu disebabkan karena hak-hak itu di
dasarkan pada harkat individu sebagai manusia. Ronald Dworkin, mengatakan
bahwa hak-hak manusia seolah-olah merupakan “kartu truf” yang dimenamgkan
diatas kebijaksanaan yang ditentukan suatu negara. Orang yang memiliki
keberatan untuk melaksanakan suatu ketentuan negara berdasarkan hati
nurani.Hak-hak manusia didasarkan atas dasar martabat individu itu.

E. Siapa yang memiliki Hak


Ada filsuf yang terkemuka yang menerima adanya hak binatang.Bukan
saja manusia mempunyai hak-mereka tegaskan-, binatangpun mempunyai hak
yang harus dihormati.Salah satu konsekuensi penting adalah bahwa eksperimen
ilmiah dengan memakai dengan memakai binatang tidak boleh dilakukan
seenaknya saja.Manusia merupakan subyek hak dalam arti yang
sebenarnya.Hanya makhluk yang mempunyai kesadaran dandapat menyebut
diri “aku”, bisa dianggap pemilik hak. Yang memiliki hak pada prinsipnya juga
tahu bahwa ia memiliki hak. Tidak selalu ada kesepadanan timbal balikantara
hak dan kewajiban.Kewajiban tidak selalu perlu dikaikan dengan hak, bisa juga
kewajiban dikaitkan dengan tanggung jawab, karena tanggung jawab juga
merupakan kerangka acuan untuk membahas kewajiban.

RANGKUMAN

Paham hak mempunyai sejarah yang berbelit- belit, tapi dalam


pemikiran Roma kuno kata ini hanya menunjukan hukum dalam arti
objektif : keseluruhan undang-undang, aturan-aturan dan lembaga yang
mengatur kehidupan masyarakat demi kepentingan umum (hukum dalam
arti luas law, bukan right). Kadang- kadang istilah ius mendapat arti “hak
seseorang”, tapi hanya menunjukan benda yang menjadi hak.Pada akhir
abad pertengahan mulai berkembang ius dalam arti subjektif, bukan benda
yang dimilki seseorang, melainkan kesanggupan seseorang untuk sesuka
hati menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu. Pada abad ke-17 dan di
abad ke-18 timbul pengertian “hak” dalam arti modern: ciri manusia yang
bebas, terlepas dari setiap ikatan dengan hukum objektif.

LATIHAN

Buatlah rangkuman mengenai Hak dan Kewajiban, jelaskan kaitannya


dengan kehidupan anda sehari-hari dan dalam bidang yang anda
geluti saat ini.

3. TES FORMATIF

8. Bersifat lebih mutlak disetiap tempat dan lebih bersifat absolut, tidak menilai cara
melainkan perbuatannya merupakan…….
a. Etika
b. Nilai
c. Etiket
d. Norma
e. Moralitas
9. Pengertian tentang baik dan buruk merupakan fenomena manusiawi yang
universal, meskipun tidak selalu ada pendapat yang sama tentang apa yang harus
dianggap baik dan buruk, merupakan………
a. Etika
b. Nilai
c. Etiket
d. Norma
e. Moralitas
10. Bersifat relatif, tergantung adat kebudayaan suatu bangsa atau suku bangsa, lebih
bersifat relatif , merupakan…….
a. Etika
b. Nilai
c. Etiket
d. Norma
e. Moralitasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


2. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.
3. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e
bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995.

UNIT 5

MENJADI MANUSIA YANG BAIK St

 100 Menit

I. PENGANTAR

Suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah, kita didunia ini tidak dapat
hidup sendirian, tidak dapat hidup sebatang kara. Kita semua ini bukanlah
malaikat, yang dapat hidup dengan tidak makan, minum, dan lain sebagainya. Kita
adalah manusia, kita adalah anak Adam yang tidak boleh tidak pasti mempunyai
banyak keperluan hidup, baik bersifat rohani maupun yang bersifat jasmani, baik
yang primer maupun yang sekunder. Kita semua tahu hampir semua kebutuhan
hidup kita ini sampai kepda kebutuhan hidup kita yang sekecil-kecilnya sekalipun
tidak mungkin dapat kita cukupi hanya dengan usaha tangan kita sendiri tanpa
bantuan orang lain. Kita makan misalnya, setiap suap nasi yang kita makan, kita
memerlukan bantuan puluhan atau bahkan ratusan dan ribuan orang lain yang
bekerja mewujudkan setiap suap nasi kita itu, sejak mulai biji padi dijatuhkan di
tanah, sampai akhirnya berwujud nasi yang siap untuk dimakan. Misalnya lagi,
kita mencari ilmu. Setiap bagian ilmu yang kita pelajari, pastilah sebelum itu
sudah banyak sekali orang lain yang telah bekerja bersusah payah sehingga ilmu
itu dapat dan mudah kita pelajari. Kita tinggal membaca buku atau
mendengarkannya, dan kita tidak melakukan penyelidikan mulai dari nol ketika
ilmu itu belum ditemukan. Dan lain sebagainya. Jadi saudara-saudara kita semua
pasti memerlukan bantuan orang lain. Dan hajat kita akan bantuan orang lain,
bergaul dengan orang lain. Dengan kata lain, kita semua ini harus hidup
bermasyarakat. Itulah sebabnya sudara-saudara, para sosiolig berkata bahwa;
“manusia adalah makhluk social”

TUJUAN

TUJUAN PEPBELAJARAN UMUM


Setelah menyelesaikan mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu Menjadi
manusia yang baik dan mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa
mampu :
4. Mampu menjelaskan etika kewajiban dan keutamaan.
5. mampu menjelaskan Orang Kudus dan Pahlawan

J. BAHAN BACAAN

MENJADI MANUSIA YANG BAIK


A. Etika Kewajiban Dan Etika Keutamaan
Dalam penilaian etis pada taraf popular dapat dibedakan dua macam
pendekatan. Kita biasa terutama memandang perbuatan dan mengatakan bahwa
perbuatan itu baik atau buruk, adil atau tidak adil, jujur atau tidak jujur. Disini kita
seolah- olah “mengukur” , suatau perbuatan dengan norma atau prinsip moral.
Jika perbuatan itu sesuai dengan prinsip bersangkutan, kita menyebutkan baik,
adil, jujur dan sebagainya; jika tidak sesuai, kita menyebutnya buruk, tidak adil,
tidak jujur dan sebagainya.
Ada cara penilaian etis lain yang tidak begitu memandang perbuatan,
melainkan justru keadaan pelaku itu sendiri. Kita menyatakan bahwa seseorang
adalah orang baik, adil, jujur, dan sebagainya atau sebaliknya, seperti seseorang
tersebut adalah orang jahat, tidak adil, tidak jujur, dan sebagainya. Misalnya kita
menyatakan bahwa orang tertenty tidak dapat dipercaya karna ia tidak jujur.
Disini  kita menunjuk bukan kepada prinsip atau norma, melainkan sifat watak
atau akhlak yang dimiliki orang tersebut atau justru tidak dimilikinya. Kita
berbicara tentang bobot moral (baik buruknya) orang iu sendiri dan bukan tentang
bobot moral salah satu perbuatannya.
Dua pendekatan moral yang sudah dapat ditemukan dalam hidup sehari-
hari dalam tradisi pemikiran filsafat moral tampak sebagai dua tipe teori etika
yang berbeda:

1)      Etika kewajiban
Etika kewajiban mempelajari prinsip- prinsip dan aturan- aturan moral
yang berlaku untuk perbuatan kita. Etika ini menumjukkan norma- norma dan
prinsip- prinsip mana yang perlu diterapkan dalam hidup moral kita. Jika terjadi
konflik antara dua prinsip moral yang tidak dapat dipenuhi sekaligus, etika ini
mencoba menentukan yang mana harus diberi prioritas. Pendekatannya, etika
kewajiban menilai benar salahnya kelakuan kita dengn berpegang pada norma dan
prinsip- prinsip moral saja.

2)      Etika keutamaan
Etika keutamaan memiliki orientasi yang lain. Etika ini tidak begitu
menyoroti perbuatan satu demi satu, apakah sesuai atau tidak dengan  norma
moral, tetapi lebih memfokuskan manusia itu sendiri. Etika ini mempelajari
keutamaan (virtue), artinya sifat watak yang dimiliki manusia. Etika keutamaan
tidak menyelidiki apakah perbuatan kita baik atau buruk, melainkan apakah kita
sendiri orang baik atau buruk.
Etika keutamaan mengarahkan fokus perhatiannya pada being manusia,
sedangkan etika kewajiban menekankan doing manusia. Ketika keutamaan ingin
menjawab pertanyaan “saya harus menjadi orang yang bagaimana?”, sedangkan
bagi etika kewajiban pertanyaan pokoknya adalah “saya harus melakuakan
apa?”.Bagaimana sebaikanya hubungan antara etika kewajiban dan etika
keutamaan? menurut hemat kami, disini tidak ada dilemma. Kita tidak
menghadapi pilihan antara etika kewajiban dan etiaka keutamaan, moralitas selalu
berkaiatan dengan prinsip serta aturan dan serentak juga dengan kualitas manusia
itu sendiri, dengan sifat- sifat wataknya. Menurut pandangan Frankena bahwa
etika kewajiban dan etika keutamaan melengkapi satu sama lain. Etika kewajiban
membutuhkan etika keutamaan dan sebaliknya. Di bidang moral, usaha untuk
mengikuti prinsip dan atauran tertentu kurang efesien, kalau tidak di ikut sertai
suatau sikap tetap manusia untuk hidup menurut prinsip adan atauran moral itu.
Masih ada alasan lain mengapa etika kewajiban membutuhkan etika
keutamaan. jika kita mentaati prinsip dan norma moral kita belum tentu menjadi
manusia yang sungguh- sungguh baik secara moral. Berpegang pada norma moral
memang merupakan syarat bagi prilaku yang baik, akan tetapi membatasi pada
norma saja belum cukup untuk dapat disebut seorang yang baik dalam arti
sepenuhnya. Dengan kata lain seseorang perlu memiliki keutamaan, misalnya
pohon yang baik dengna sendirinya akan menghasikan buah yang baik. Etika
keutamaan langsung bertujuan membuat manusia menjadi pohon yang baik,
sehingga tidak bias lain perbuatannya akan baik juga.
Disisi lain etika keutamaan membutuhkan juga etika kewajiban. Etika
keutamaan saja adalah buta jika tidak dipimpin oleh norma dan prinsip. Benci
menjadi salah satu sifat watak sehingga mudah membawa orang ke perbuatan
seperti membunuh atau merugikan orang lain. Keadilan sebagai sifat watak
membawa kita ke suatau keadaan dimana kita memperlakuakan orang lain secara
adil umpamanya membayar gaji yang pantas kepada karyawan. Bagaimana kita
tahu yang satu adalah buruk dan yang lainnya adalh baik? Tentu karna kita
berpegang pada norma. Kita dapat membedakan dua sifat watak karena kita
menerima sebagai norma moral “jangan membunuh orang yang tidak bersalah”
dan ”kita harus memperlakuakan orang lain dengan adil”. Jadi prinsip moral dan
dan keutamaan moral tidak terlepas satu sama lain.

B.     Keutamaan dan Watak Moral


Keutamaan adalah disposisi watak yang telah di peroleh seseorang dan
memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Kemurahan hati,
misalnya, merupakan suatu keutamaan yang membuat seseorang membagi harta
bendanya dengan orang lain yang membutuhkan. Mari kita memandang lebih
rinci beberapa unsure dalam penjelasan tersebut.
a.    Keutamaan adalah suatu disposisi, artinya suatu kecenderungan tetap. Itu
tidak berarti bahwa keutamaan tidak bias hilang, tapi hal itu tidak mudah
terjadi. Keutamaan adalah sifat watak yang ditandai stabilitas. Keutamaan
adalah sifat baik yang mendarah daging pada seseorang, tapi bukan sembarang
sifat baik adalah keutamaan juga. Jadi keutamaan mempunyai hubungan yang
eksklusif dengan moral dan keutamaan sama saja dengan keutamaan moral.
b.    Keutamaan berkaitan dengan kehendak. Keutamaan adalah disposisi yang
membuat kehendak tetap cenderung ke arah yang tertentu. Kerendahan hati,
misalnya menempatkan kemauan saya kearah yang tertentu yaitu tidak
menonjolkan diri dalam semua situasi yang dihadapi.
c.    Keutaman diperoleh melalui jalan membiasakan diri dan karena itu
merupakan hasil latihan. Keutamaan tidak dimiliki manusia sejak lahir. Pada
masa anak seorang manusia belum berkeutamaan. Ini sesuai dengan data- data
psikologi perkembangan yang memperlihatkan bahwa pada awal mula anak
belum mempunyai kesadaran moral (J. Piaget dan L. Kohlberg). Keutamaan
terbentuk selama sutau proses pembiasaan dan latihan yang cukup panjang,
dimana pendidikan ikut brperan penting. Proses pemerolehan keutamaan itu
disertai suatu upaya korektif, artinya keutamaan diperoleh dengan mengoreksi
suatu sifat awal yang tidak baik. 
d.   Keutamaan juga dibedakan juga dari keterampilan. Memang seperti halnya
dengan keutamaan, keterampilan pun diperoleh melalui latihan, lagi pula
berciri korektif. Seperti sifat non – moral membantu memperoleh keutamaan,
demikian pula bakat alamiah mempermudah membentuk keterampilan. Tapi
disamping persamaan ini, ada perbedaan yang lebih menentukan. Kita bias
menyebutkan empat macam perbedaan, yakni;
(1)      Keterampilan hanya memungkinkan orang untuk melakukan jenis
perbuatan yang tertentu, sedangkan keutamaan tidak terbatas pada satu
jenis perbuatan saja. Eorang pemain piano, pemain bulu tangkis,
penembak jitu atau pilot pesawat terbang semua memiliki keterampilan
yang memungkinkan mereka untuk melakukan perbuatan tertentu. Seorang
yang berhasil menjadi juara bulu tangkis tentu hebat sekali dibidangnya,
tetapi tidak sanggup seperti orang lain, jika di suruh menembak jitu atau
mengemudikan pesawat terbang. Tetapi orang yang memiliki keberanian,
kemurahan hati, kesabaran atau keutamaan apa saja tidak pernah terarah
kepada jenis perbuatan tertentu saja.
(2)      Baik keterampilan maupaun keutamaan berciri korektif: keduanya
membantu untuk mengatasi suatu kesulitan awal. Tapi disini ada
perbedaan juga. Dalam hal keterampilan, kesulitan itu bersifat teknis. Jika
sudah diperoleh ketangkasan, kesulitan teknis itu teratasi. Dalam hal
keutamaan, kesulitan itu berkaitan dengan kehendak. Jika menghadapi
bahaya, kita cenderung melarikan diri. Dengan memperoleh keberanian,
kehendak kita mempunyai kesanggupan mengatasi ketakuatan itu.
(3)      Perbedaan berikut berhubungan erat dengan yang tadi. Karena sifat
teknis, keterampilan dapat diperoleh dengan setelah ada bakat tertentu
membaca buku petunjuk, mengikuti kursus, dan melatih diri. Sedangkan
proses memperoleh keutamaan jauh lebih kompleks, sama kompleksnya
dengan seluruh proses pendidikan.
(4)      Suatau perbedaan terakhir sudah disebut oleh Aristoteles (384- 322
s.M.) dan Thomas Aquinas (1225- 1274). Perbeddaan ini berkaitan dengan
membuat kesalahan. Jika orangmemiliki keterampilan, membuat
kesalahan, ia tidak akan kehilangan keterampilannya, seandainya ia
membuat kesalahan itu dengan senngaja. Sedangka membuat kesalahan itu
dengan disengaja, justru mengakibatkan ia klaim untuk menyebut diri
orang berketerampilan.
e.    Semuanya yang dikatakan tentang keutamaan ini berlaku juga untuk
lawannya. Dalam bahasa Inggris keutamaan disebut virtue ( Latin: virtus) dan
utuk lawannya diguanakan istilah vice (Latin: vitium). Dalam bahasa Indonesia
bias kita menggunakan kata “keburukan”. Sebagai lawan keutamaan,
keburukan puan adalah disposisi watak yang diperoleh seseorang dan
memungkinkan dia bertingkah laku secara moral. Suatu perbedaan ialah bahwa
keburukan tidak diperoleh dengan “melawan arus”, sebaliknya, keburukan
terbentuk dengan mengikuti “arus” spontan. Tetapi perbedaan yang
menentukan adalah bahwa keutamaan membuat orang bertingkah laku baik
secara moral, sedangkan keburukan membuat orang bertingkah laku buruk
secara moral.
Dalam analisia tentang keutamaan yang baru saja diadaka, dudah disebut
cukup banyak contoh konkret mengenai keutamaan. sebagaian dari keutamaan-
keutamaan itu begitu erat kaitannya dengan hakikat manusia, sehingga akan
menandai manusia di segala zaman. Pada umumnya dapat dikatan bahwa
disamping keutamaan yang berlaku untuk segala zaman  dan tempat banyak
keutamaan terikat pada zaman historis atau kebudayaan tertentu karana itu bias
berubah kedudukannya akibat perubahan zaman atau kebudayaan.
Menurut W. K. Frankena, ada dua keutamaan pokok, yaitu kebaikan hati
(benevolence) dan keadilan. Dalam hal ini pandangan filsuf Jerman Arthur
Schopenhauer (1788- 1860). Menurut pandangannya yang mempunyai pandangan
yang memiliki tradisi sudah lama ada empat keutamaan pokok: kebijakan,
keberanian, pengendalian diri,  dan keadilan. Thomas Aquinas menambah tiga
keutamaan lagi yang disebut keutamaan teologis: iman, kepercayaan,
penghargaan, dan cinta kasih. Sehingga sejak itu keutamaan dalam kalangan
Kristen tercipta tradisi untuk membedakan tujuh keutamaan pokok: empat yang
bersifat manusiawi biasa dan tiga yang bersifat teologis.
C.     Keutamaan dan Ethos
Keutamaan membuat manusia menjadi baik secara pribadi. Orang yang
berkeutamaan itu sendiri adalah baik, bukan anak- anaknya, orang tuanya atau
orang lain lagi, kecuali bila mereka sendiri memiliki keutamaan juga. Keutamaan
slalu merupakan suatu cirri individual. Namun demikian sejalan dengan
keutamaan yang bersifat pribadi itu terdapat juga suatu karaktristik yang membuat
kelompok menjadi baik dalam arti moral justru sebagai kelompok, yakni ethos.
“Ethos” adalah salah satu kata yunani kuno yang masuk ke dalam bahasa
modern persis dalam bentuk seperti dipakai oleh bahasa aslinya dulu ada karena
itu sebaiknya ditulis juga menurut ejaan aslinya. Kata ini merupakan asal- usul
bagi kata seperti etika etis dalam bahasa modern, “ethos” menunjukan cirri- cirri,
pandangan, yang menandai suatu kelompok. Dalam arti ini sering kita dengar
tentang ethos kerja, ethos profesi dan sebagainya. Disini ethos menunjuk pada
suasana khas yang meliputi kerja atau profesi. Dan perlu ditekankan lagi bahwa
suasana ini dipahami dalam arti baik secara moral. Yang dimaksudkan jika
berbicara tentang ethos profesi, tentulah hal terpuji.
Sering kita dengar tentang ethos profesi kedokteran. Ethos dalam arti ini
adalah nilai- nilai luhur dan sifat- sifat yang terkandung dalam profesi medis.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa ethos suatu profesi sebagian besar
tercemin dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, dam miliki kaitan yang erat
dengan kaitannya erat dengan Sumpah Kedokteran.
D.    Orang Kudus dan Pahlawan
Dalam rangka mempelajari mutu moral perbuatan- perbuatan manusia,
teori- teori etika biasanya membedakan tiga kategori perbuatan. Pertama, ada
perbuatan yang merupakan kewajiban begitu saja dan harus dilakuakan. Kita
harus mengatakan yang benar, kita harus menghormati privacy seseorang, dan
seterusnya. Kita menjadi baik secara moral, jika melakukan perbuatan tersebut.
Kedua, ada perbuatan yang dilarang secara moral dan tidak boleh dilakukan. Kita
tidak boleh berbohong, mengingkari janji, membunuh sesama manusia, dan
seterusnya. Kita menjadi buruk secara moral bila melakukan perbuatan jenis ini.
Ketiga, ada perbutan yang dapat diijinkan dari sudut moral, dalam arti tidak
dilarang dan tidak diwajibkan. Perbuatan terakhir ini adalah netral dari sudut
moral atau bias disebut amoral. Katergori perbuatan yang ketiga ini dianggap
sama luasnya dengan perbuatan yang tidak termasuk kategori yang pertama dan
yang kedua. Dengan demikian kategorisasi perbuatab dari sudut pandang moral
dianggap sudah selesai.
Masih ada perbbuatan jenis lain yang tidak kalah penting dalam
pembentukan kualitas moral manusia, yaitu perbuatan yang melampaui kewajiban
seseorang tapi dinilai sangat terpuji jika dilakukan, sedangkan tidak ada orang
yang akan dicela jika tidak melakukannya. Dengan suatu istilah etika yang teknis
perbuatan- perbuatan semacam itu disebut “super- erogatoris” (supererogatory
acts), artinya perbuatan yang melakuakan lebih dari pada yang dituntut. Orang
justru bias memilih kualitas moral sangat tinggi bahkan sampai dianggap kudus
atau pahlawan karna perbuatan jenis tersebut.
Filsuf Inggeris J.O. Urmso menjelaskan kata- kata “kudus” dan
“pahlawan” mempunyai arti etis juga. “kudus” terutama dipakai dalam konteks
keagamaan. Dan agama menyebut seorang “kudus”, jelas serentak juga akan
implikasi moral. Maksudnya adalah bahwa “kudus” dipakai juga dalam arti
semata- mata etis, terlepas dari segala konotasi religious. Dan “pahlawan” sering
kita katakana tanpa maksud moral apapun. Jika misalnya kepada juara bulu
tangkis gelar “pahlawan dunia olah raga’. Tapi kadang kita sebut seseorang kudus
atau pahlawan hanya untuk menilai dia dari segi moral. Dan hal ini ada hubungan
erat antara dua kata “kudus” dan ”pahlawan”.
Ada tiga macam situasi dimana seseorang biasa disebut kudus atau
pahlawan dalam arti eksklusif etis, yakni:
(1)   Ketika menyebut orang kudus, jika ia melakukan kewajiban dalam keadaan
dimana kebanyakan orang tidak akan melakukan kewajiban mereka, karena
terbawa oleh keinginan tak teratur atau kepentingan diri. Misalnya, orang
tertentu selalu jujur, walaupun sering tergiur oleh kesempatan melakukan
korupsi dengan mudah sekali. Setiap kali ia merasa tergoda oleh kesempatan
seperti itu, namun ia selalu berhasil mengatasi godaan itu. Jadi ia disebut
kudus, karena ia menjalankan kewajibannya atas dasar disiplin diri yang luar
biasa. Sejalan dengan itu, kita menyebut seseorang pahlawan jika ia
melakukan kewajibannya dalam keadaan dimana kebanyakan orang tidak akan
melakukan kewajiban mereka , karena teripengaruhi oleh, ketakutan atau
kecendrungan alamaih untuk mempertahankan hidupnya. Misalnya, seorang
prajurit di medan perang tetap tinggal pada posnya dan tidak melarikan diri,
walaupun menghadapi bahaya maut. Setiap kali ia menghadapi bahaya ia
memang merasa cenderung melarikan diri, namun ia selalu bisa mengatasi
godaan itu. Jadi ia disebut pahlawan, juga karena ia menjalankan kewajiban
atas dasar disiplin diri luar biasa yang tidak banyak ditemukan pada
kebanyakan orang.
(2)   Kita menyebut orang kudus , jika ia melakukan kewajiban dalam keadaan
dimana kebanyakan orang tidak akan melakukannya, bukan karena disiplin
diri yang luar biasa melainkan dengan muda dan tanpa usaha khusus. Dengan
kata laen ia melakukan kewajiban karena keutamaan. godaan bagi dia
sebenarnya bukan godaan lagi, karena ia sudah bias berlaku jujur,
umpamanya. Begitu pula orang bias disebut pahlawan, jika melakukan dengan
mengatasi ketakutan dalam keadaan dimana kebanyaan orang akan melarikan
diri, bukan karena disiplin diri yang luar biasa, melainkan karena ia memiliki
keutamaan keberanian. Ia telah memiliki disposisitetap untuk menghadapi
bahaya dengan mudah dan tanpausaha khusus.

2. (3)   Dalam situasi yang ketiga ini berlangsung perbuatan- perbuatan moral


yang terletak diluar kategorisasi dan situasi ketiga ini paling penting.
Seseorang disebut kudus atau pahlawan, jika ia melakukan dari apa yang
diwajibkan. Bahwa gelar “kudus” atau “pahlawan” terutama kita pakai
sebagai gelar etis untuk menunjukan orangyang menurut pandangan umum
melampaui batas- batas kewajibanya. Disini kita jumpai dengan orang
kudus atau pahlawan dalam arti istimewa. Contohnya adalah doctor yang
dengan sukarela pergi kedaerah yang dilanda oleh penyakit menular dan
tidak mempedulikan kerugian bagi kesehatanya sendiri (bukan saja dokter
yang tetap tinggal di tempat tugas setelah wabah mulai. Disini jelas tidk
ada kewajiban, karena ia pergi sebagai sukarelawan. Perbuatan seperti itu
tentu memiliki nilai moral yang besar sekali. Tentu perbuatan moral yang
tinggi ini boleh di beri dua catatan lagi. Pertama, tidak dimaksudkan disini
perbuatan- perbuatan yang dilakukan karena dorongan alamiah. Kedua,
tidak jarang terjadi bahwa orang kudus atau pahlawan etis sesudah
perbuatanya menegaskan “ saya hanya melakukan yang harus saya
lakukan” atau saya hanya melakukan kewajiban saya”. Tapi tidak bias
disangkal bahwa kata “harus” dan “kewajiban” disini dipakai dalam arti
tidak sebenarnya. Bias saja, orang yang bersangkutan mengakui dengan
rendah hati bahwa ia hanya melakukan kewajibannya. Dan barangkali ia
sungguh- sungguh merasa bahwa bagi dia tidak ada pilihan lain daripada
melakukan perbuatan tertentu dalam situasi konkrit. Barang kali ia
mengalami suatu kewajiban subjektif yang diperintahkan oleh hati nurani.
Bagaimanapun juga, apa yabg dilakukan orang kudus atau pahlawan itu
tetap merupakan perbuatan super- erogatoris, perbuatan paling luhur
dibidang moral.

RANGKUMAN

Hati nurani merupakan jiwa terdalam setiap makhluk yang tak pernah
mati, kekal abadi. Badan raga kita ada saat lahir dan mati namun hati
nurani tiada lahir dan mati, dia kekal abadi. Hati nurani setiap manusia dan
makhluk hidup berasal dari satu Tuhan yang sama. Tuhan merupakan
sumber asal setiap hati nurani maka kita memuliakan Tuhan sebagai
Bunda sejati atas hati nurani kita. Semua kepribadian luhur merupakan
sifat hati nurani. Cinta kasih, permakluman, bakti, setia, tenggang rasa,
satria, rela berkorban dan memberi, semua ini adalah sifat hati nurani.
Sedangkan semua kejahatan, keburukan, dosa, dan kegelapan bukanlah
sifat hati nurani. Pola pandang yang memandang semua manusia adalah
sama dan bersaudara, tanpa membezakan suku, bangsa, agama, warna
kulit, kaya-miskin, pintar-bodoh, indah-jelek dan sebagainya. Memandang
semua binatang darat, laut, dan udara juga memiliki hati nurani yang sama
dengan kita. Dengan pola pandang nurani seperti ini semua manusia dan
makhluk hidup akan hidup berdampingan dengan damai dan harmonis,
saling mengasihi dan saling menghormati.

LATIHAN

Tuliskan contoh-contoh pelanggaran hak-hak azasi manusia yang pernah


anda ketahui dan lakukanlah pembahasan tentang hal itu dan apa masukan
anda tentang hal tersebut.

6. TES FORMATIF

11. Tn. S umur 50 tahun adalah seorang penderita kanker stadium II dokter
menganjurkan untuk dilakukan tindakan chemotherapy, namun perawat
tidak meminta inform consent dari pasien maka perawat tersebut sudah
melakukan kesalahan dalam bentuk…..
a. Pemenjaraan
b. Pelanggaran privasi
c. Kejadian tidak diduga
d. Intentional tort (kesalahan yang disengaja)
e. Unintentional tort (kesalahan yang tidak disengaja)
12. Tn. M adalah seorang pasien dengan diagnosa febris, menurut instruksi
dokter pasien mendapat injeksi Antibiotik 2 x 500 mg selama 3 hari, pada
hari ketiga pasien menolak untuk diberi suntikan antibiotik namun tanpa
memberikan penjelasan perawat terus memaksa sehingga pasien menuntut
perawat sehingga dalam kasus ini perawat melakukan kesalahan dalam
bentuk……
a. Pemenjaraan
b. Pelanggaran privasi
c. Kejadian tidak diduga
d. Intentional tort (kesalahan yang disengaja)
e. Unintentional tort (kesalahan yang tidak disengaja)
DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


2. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.
3. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e
bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

UNIT 6

ABORSI DAN EUTHANASIA


 100 Menit

K. PENGANTAR

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap


pada kesejahtraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu
yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-
hariya. Salah satu yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika.
Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian. Etika dan moral
merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang menjadi
penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak
manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang
mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek
profesional. (Doheny et all, 1982).

Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang


berarti masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk
memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya
setiap keputusan dari tindakan keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan
dan dipertanggunggugatkan dan setiap penganbilan keputusan tentunya tidak
hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata tetapi juga dengan
mempertimbangkan etika.

Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan
bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang
dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.
(Nila Ismani, 2001) Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan
kesehatan (Hudak & Gallo, 1997). Dalam pelaksanaannya etika keperawatan
mengacu pada bioetik sebagaimana tercantum dalam sumpah janji profesi
keperawatan dan kode etik profesi keperawatan.

TUJUAN

TUJUAN PEPBELAJARAN UMUM


Setelah menyelesaikan mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu
Memahami tentang Aborsi dan Euthanasia dan mampu melakukan
pencegahan.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa
mampu :
7. Mampu menjelaskan Aborsi.
8. mampu menjelaskan Euthanasia.

L. BAHAN BACAAN

1. ABORSI
Pada Zaman sekarang ini Aborsi menjadi suatu masalah yang semakin
kabur nilainya, dilihat dari sisi agama Kristen hal ini menjadi tantangan iman
yang cukup berat. Dari data statistik diperoleh bahwa Jepang saja negara yang
sudah begitu maju, sejak tahun 1972 telah melakukan Aborsi 1,5 juta orang
per-tahun, Inggris sampai tahun 1983 telah melakukakan Aborsi terhadap 2 juta
orang, Amerika Serikat sampai tahun 1986 sudah mencapai 20 juta orang,
sedangkan dari penelitian seorang dokter di Jakarta, dinyatakan bahwa pada
tahun 1990 ada 400 orang melakukan pembunuhan dan 20% diantaranya
melakukan dengan cara Aborsi.

1.1. PENGERTIAN ABORSI

Aborsi menurut dr. Agus Abadi dari UPF/ Lab Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan RSUD Dr. Soetomo/ FK Unair, abortus (definisi yang lama)
– adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan pada usia kehamilan sebelum 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. WHO memperbaharui definisi
Aborsi yakni Aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28
minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram. Aborsi juga diartikan
mengeluarkaan atau membuang baik embrio atau fetus secara prematur (sebelum
waktunya). Istilah Aborsi disebut juga Abortus Provokatus (Inilah yang
belakangaan ini menjadi ramai dibicarakan). Abortus yang dilakukan secara
sengaja. Jadi Aborsi adalah tindakan pengguguran hasil konsepsi secara sengaja.

1.2. JENIS-JENIS ABORSI

Secara garis besar Aborsi dapat kita bagi menjadi dua bagian; yakni Aborsi
Spontan (Spontaneous Abortion) dan Abortus Provokatus (Provocation Abortion).
Yang dimaksud dengan Aborsi Spontan yakni Aborsi yang tanpa kesengajaan
(keguguran).

Aborsi Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni :

1. Abortus Iminen. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan threaten


Abortion, terancam keguguran (bukan keguguran). Di sini keguguran
belum terjadi, tetapi ada tanda-tanda yang menunjukkan ancaman bakal
terjadi keguguran.
2. Abortus Inkomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap,
artinya sudah terjadi pengeluaran buah kehamilan tetapi tidak komplit.
3. Abortus Komplitus. Yang satu ini Abosi lengkap, yakni pengeluaran buah
kehamilan sudah lengkap, sudah seluruhnya keluar.
4. Abortus Insipien. buah kehamilan mati di dalam kandungan-lepas dari
tempatnya- tetapi belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang
dikenal missed Abortion, yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan
tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan.

Sedangkan Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi dua bagian kategori besar
yakni Abortus Provokatus Medisinalis dan Abortus Provokatus Kriminalis
(kejahatan). Kita hanya khusus melihat Abortus Provokatus Medisinalis yang
terdiri dari;

1. Dilatation dan Curettage

Jenis ini dilakukan dengan cara memasukkan semacam pacul kecil ke dalam
rahim, kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari
dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya akan terjadi banyak pendarahan,
cara ini dilakukan terhadap kehamilan yang berusia 12-13 minggu.

1. Suction (Sedot) Dilakukan dengan cara memperbesar leher rahim, lalu


dimasukkan sebuah tabung ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat
penyedot yang kuat, sehinggi bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi
kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah sebuah
botol.
2. Peracunan dengan garam Jenis ini dilakukan pada janin yang berusia lebih
dari 16 minggu, ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di
sekitar bayi dalam kantung anak dan larutan garam yang pekat
dimasukkan ke dalam kandungan itu.
3. Histeromi ataau bedah Caesar Jenis ini dilakukan untuk janin yang berusia
3 bulan terakhir dengan cara operasi terhadap kandungan.
4. Prostaglandin
Jenis ini dilakukan dengan cara memakai bahan-bahan kimia yang
dikembangkan Upjohn Pharmaccutical Co. Bahan-bahan kimia ini
mengakibatkan rahim ibu mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan
terdorong keluar.

1.3.APAKAH ABORSI ITU DIBENARKAN ATAU TIDAK?

A. Masalah Utama Aborsi

Dalam perintah ke 6 berbunyi “Jangan Membunuh”, maka dalam hal ini ada orang
yang bertanya-tanya, dalam situasi dan kondisiyang rumit, apakah perintah ini
berlaku? Dan kalau kita melihat konteksnya, maka perintah ini ditujukan untuk
manusia. Dan sekarang yang menjadi masalah utama adalah tentang status fetus
itu sendiri;

 Apakah fetus atau janin itu manusia atau bukan?


 Syarat apakah yang harus dimiliki “sesuatu” supaya dapat dianggap
seorang manusia, jelasnya supaya memiliki hak hidup?
 Jika kita menganggap bayi yang belum dilahirkan bukan manusia, tetapi
hanya benda, kapankah fetus itu dapat menikmati statusnya sebagai
seorang manusia atau pribadi?

Jika janin itu belum mempunyai status sebagai manusia, maka Abortus tidak dapat
dicap sebagai pembunuhan, dan masalah kita dapat diselesaikan, tetapi jika itu
adalah manusia yang sedang mengalami proses pertumbuhan secara kontiniu,
maka ini jelas merupakan suatu pembunuhan. Dalam hal ini, seorang penulis
Kristen, Daniel Rumondor dalam bukunya “Jangan Membunuh”: Tinjauan Etis
Terhadap Beberapa Praktek Kedokteran., menyatakan bahwa sejak terjadinya
konsepsi, seorang anak sedang dibentuk melalui proses yang alamiah dan terus-
menerus, sel telur yang sudah dibuahi itu dalam waktu sembilan bulan lebih akan
berkembang menjadi bayi yang mempunyai ratusan juta sel dan fetus mempunyai
sistim sirkulasi sendiri dan otak. Sedangkan menurut Dorothy I. Marx dalam
bukunya “Itu kan Boleh?”, beliau mengatakan bahwa saat pertemuan merupakan
saat penentuan kehidupan fetus dalam hal-hal;

 Sifat pembawaan yang kelak diperolehnya dari orangtuanya.


 Bakat-bakat serta IQ yang kelak dinyatakannya.
 Sifat-sifat pribadi yang kelak dimilikinya.
 Tinggi badannya kelak.
 Warna mata dan rambutnya.
 Kekuatan fisiknya dan mutu kesehatannya.

kesimpulannya adalah:

1. Walaupun janin berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan dan


mengalami suatu proses pembentukan dan pertumbuhan, namun
kepribadiannya sudah terbentuk sejak ia mulai dikandung.
2. Walaupun janin berada di dalam kandungan selama 9 bulan, dan belum
dapat disebut “Manusia Seutuhnya”, tetapi peri-kemanusiaan sudah ada
sejak ia mulai dikandung. Maka dalam hal ini, tindakan Aborsi adalah
sesuatu hal yang tidak dapat dibenarkan dan merupakan suatu
pembunuhan.

B.  Menurut Pandangan Alkitab

Alkitab memberi nilai yang tinggi atas hidup manusia. Dalam Ul 5 :17 tertulis
“Jangan Membunuh” dan dalam Kel 21:22-24 dipersoalkan tentang kasus
pengguguran (Aborsi), khususnya mengenai kasus kecelakaan seorang wanita
yang sedang mengandung, yang terlibat dalam perkelahian antara dua orang laki-
laki, apabila si ibu hidup dan kandungannya gugur, maka orang tersebut harus
ganti rugi, dan kalau ibu itu mati dan kandungannya juga gugur, maka harus
nyawa ganti nyawa. Dalam hal ini ternyata orang Yahudi sangat menghargai
hidup, termasuk hidup binatang (Ul 22:6,7). Alkitab juga memberitahukan kepada
kita bahwa kehidupan sudah dimulai pada saat konsepsi, dalam Mat 1:20
dituliskan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus, dengan demikian Yesus
sungguh-sungguh menjadi manusia yang seutuhnya pada saat konsepsi. Alkitab
juga memandang bayi yang belum dilahirkan itu sebagai satu pribadi atau
manusia. Mzm 139:13-16 mencatat tentang Daud, yang pada waktu dikandung
sudah merupakan manusia dalam pemeliharaan Allah. Yer 1:5 mencatat “Sebelum
Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, Aku
telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa”. Juga dalam ayat
yang lain yakni Mzm 51:7 Daud mengaku bahwa sifat dosanya sudah ada sejak ia
masih dalam kandungan. Dalam Kej 1:26,27; 2:7 tertulis bahwa Allah menjadikan
manusia menurut gambar dan rupaNya, yang menunjukkan bahwa hidup ini kudus
dan sangat berharga dihadapan Allah yang telah menciptakannya. Maka dalam hal
ini secara tegas Alkitab tidak membenarkan Aborsi, alasannya;

1. Hidup manusia semata-mata Karunia Allah


2. Tuhan mempunyai rencana keselamatan bagi setiap insan yang lahir
kedunia ini.
3. Manusia tidak berhak untuk mencabut hak hidup dari pada fetus ataupun
embrio, yang berhak hanyalah Allah; jangan kita merampas hak Allah.

C.   Berbagai Pertimbangan

Dalam prakteknya, Aborsi hanya dapat dibenarkan dalam beberapa kasus,


misalnya:

 Janinnya sudah meninggal, maka mau tidak mau harus dikeluarkan.


 Apabila membahayakan nyawa si ibu (inipun prakteknya tidak gampang,
harus ada tinjauan dari berbagai pertimbangan etis; dalam konteks iman
kita masih tetap kita tolak)

2. EUTHANASIA

2.1.  Pengertian Euthanasia

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani: eu ( baik) dan thanatos (kematian).
Jadi euthanasia artinya “kematian yang baik” atau “mati dengan baik”. Euthanasia
itu sendiri ada tiga macam, yaitu:
a) Euthanasia pasif adalah apabila dokter atau tenaga medis lainnya secara
sengaja tidak lagi memberikan pengobatan demi memperpanjang kehidupan
pasien, misalnya: dengan mencabut alat-alat yang digunakan untuk
mempertahankan hidup, keluarga tidak lagi merawat pasien di RS. Hal ini terjadi
untuk pasien yang benar-benar sudah terminal, dalam arti tidak bisa disembuhkan
lagi, dan segala upaya pengobatan sudah tidak berguna pula. Belakangan tidak
lagi dianggap sebagai euthanasia. Umumnya kalangan dokter dan agamawan
setuju. Karena toh pasien meninggal karena penyakit nya, bukan karena usaha-
usaha yang dilakukan manusia.

b) Euthanasia tidak langsung terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan


lainnya melakukan tindakan medik tertentu yang bertujuan meringankan
penderitaan pasien, akan tetapi tindakan mediknya membawa risiko hidup pasien
diperpendek secara perlahan-lahan. Misalnya: seorang pasien penderita kanker
ganas tak tersembuhkan yang sangat menderita kesakitan diberi obat penghilang
rasa sakit, namun obat tersebut mengakibatkan hidup pasien diperpendek secara
perlahan-lahan. Tindakan ini tidak bertentangan dengan eksistensi manusia
sebenarnya, karena dilakukan agar pasien tidak berada dalam penderitaan yang
terus-menerus dan tak tertahankan.

c) Euthanasia aktif terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya secara
sengaja melakukan suatu tindakan untuk memperpendek (mengakhiri) hidup
pasien.
Euthanasia aktif ada dua; pertama, dokter yang mengambil tindakan mematikan
misalnya dengan suntik mati. Kedua, dokter hanya membantu pasien, misalnya
dengan memberi resep obat yang mematikan dalam dosis besar. Euthanasia ini
biasanya disebut “bunuh diri berbantuan” atau “bunuh diri yang dibantu dokter”
(tentu ini tidak berlaku bagi pasien yang untuk bergerak pun tidak bisa).

2.2. Alasan Dilakukan Euthanasia

1. 1.   Rasa Sakit yang Tidak Tertahankan


Mungkin argumen terbesar dalam konflik euthanasia adalah jika si pasien tersebut
mengalami rasa sakit yang amat besar. Euthanasia memang sekilas merupakan
jawaban dari stress yang disebabkan oleh rasa sakit yang semakin menjadi.

1. Hak untuk Melakukan Bunuh Diri

Mungkin hal kedua bagi para pro-euthanasia adalah jika kita mengangkat hal
paling dasar dari semuanya, yaitu “hak”. Tapi jika kita teliti lebih dalam, yang kita
bicarakan di sini bukanlah memberi hak untuk seseorang yang dibunuh, tetapi
memberikan hak pada orang yang melakukan pembunuhan tersebut. Dengan kata
lain, euthanasia bukanlah hak seseorang untuk mati, tetapi hak untuk membunuh.

Euthanasia bukanlah memberikan seseorang hak untuk mengakhiri hidupnya, tapi


sebaliknya, ini adalah persoalan mengubah hukum agar dokter, kerabat, atau
orang lain dapat dengan sengaja mengakhiri hidup seseorang.

2.3. Bagaimana Ilmu Pengetahuan Mendefinisikan Kematian

Sebuah teori yang berbahaya jika kematian dianggap sesuatu yang ambigu. Dan
jika suatu telaah massa membuktikan bahwa euthanasia bukanlah musuh
masyarakat, melainkan sesuatu yang dapat menyelamatkan seseorang dari
penderitaan yang amat sangat.

Menurut penelitian terakhir yang dilakukan oleh Dr. James Dubois dari
Universitas Saint Louis dan Tracy Schmidt dari Intermountain Donor Service,
hampir 84% dari seluruh warga Amerika setuju dengan pendapat bahwa seseorang
dapat dikatakan mati apabila yang membuatnya tetap bernafas adalah obat-obatan
dan mesin medis, dan 60% setuju dengan pernyataan bahwa seseorang dapat mati
meskipun jantungnya masih berdetak. Dari survey tersebut, 70% dari antaranya
berasal dari golongan beragama.

Konsep medis dari “kematian otak” telah berkembang di Amerika Serikat pada
tahun 1968 bersamaan dengan revolusi dari penelitian tentang transplantasi organ
tubuh. Seperti dijelaskan oleh M.L. Tina Stevens dalam Bioetik Amerika (2000),
semakin maraknya kasus transplantasi organ sebenarnya diawali dari
penyumbangan besar secara medis untuk penelitian Biomedis federal sebelum
Perang Dunia ke-II. Hasil dari semua itu datang seiring dengan berkembangnya
teknologi medis seperti sistem respirasi mekanis, dan genetic screening,
semuanya mendatangkan efek pada bentuk obat-obat modern, meningkatkan
pertanyaan-pertanyaan baru tentang hidup dan mati baik untuk pasien maupun
dokter.

“Transplantasi adalah contoh klasik dari investigasi therapeutic,” begitu kata


Thomas Starzl, seorang ahli bedah transplantasi. “Apa yang dilakukan dalam
transplantasi jaman dulu kadang-kadang terbilang bodoh tapi tidak hina.” Yang
mendorong para perintis bedah transplantasi ini adalah satu keinginan untuk tidak
meninggalkan satu tempat pun untuk eksperimen yang tidak dicoba.

Pada awalnya, bedah transplantasi tidak berhasil dengan tujuannya untuk


memindahkan organ tubuh dari pasien yang telah meninggal ke pasien yang masih
hidup. Tapi beberapa dokter percaya mereka bisa mendapatkan organ yang bisa
ditransplantasi dari orang mati suri, yang masih dikatakan hidup sampai waktu
tertentu dalam standar medis. Kematian otak, menawarakan solusi yang
memungkinkan. Juga menyebabkan sebuah perubahan dalam pemikiran tentang
hukum kematian\

2.4. Pandangan Iman Kristen

Iman Kristen, secara tegas menolak euthanasia aktif ini (entah suntik mati atau
bunuh diri berbantuan). Alasannya adalah bahwa Tuhanlah yang memberikan
kepada manusia nafas kehidupan (Kej 2:7), maka Tuhan jugalah yang berhak
memanggilnya kembali. Hidup dan mati adalah hak prerogatif Tuhan sebagai
Sang Khalik. Alasan-alasan seperti rasa kasihan melihat penderitaan pasien,
alasan ekonomi, atau kerepotan mengurus pasien, adalah tidak bisa
mengesampingkan hak prerogatif Allah tersebut. Euthanasia aktif pada
hakikatnya sama dengan membunuh (menghilangkan nyawa) pasien, sekalipun
dengan dalih yang argumentatif.
Dan manusia sebenarnya adalah mahluk yang unik. Beda dengan binatang; tidak
ada keberatan untuk mengakhiri “penderitaan” yang terjadi pada binatang. Tapi
manusia tidak pantas diperlakukan dengan cara demikian. Manusia diberi
anugerah oleh Tuhan untuk melangsungkan kehidupannya, akan tetapi juga untuk
menemui kematiannya. Kita harus merawatnya baik-baik sampat saat terakhir.
Tentang kematian kita serahkan kepada Tuhan. Kedua, dalam penderitaan yang
sangat itulah kerap manusia menemukan sesuatu yang paling hakiki dalam
hidupnya. Bandingkan dengan pengalaman Ayub selepas ia melewati
penderitaannya. Ayub 42:5, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang
Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Di sini Ayub
seolah hendak mengatakan. Dulu ketika ia masih sukses, makmur, hidup
bergelimang kemewahan ia hanya tahu tentang Tuhan dari ajaran-ajaran dan
nasihat-nasihat orang lain. Tetapi sekarang setelah ia melewati berbagai
penderitaan itu, ia mengalami sendiri Allah.

RANGKUMAN
Euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh
karena belas kasihan, maka menurut pengertian umum sekarang ini,
euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang sistematis
karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan
penderitaan.
Euthanasia dapat dikelompkkan menjadi euthanasia aktif,
euthanasia pasif, euthanasia volunter, dan uethanasia involunter.
Menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri
hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan
pengalaman tidak akan sembuh lagi. Di Indonesia dilihat dari
perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada pengaturan
(dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang
euthanasia. Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan
hukum, adalah apa yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Indonesia.

LATIHAN
13. Tn. A umur 56 tahun sudah 3 bulan dirawat diruang ICU, pasien dirawat
dengan diagnosa trauma thorax, pasien terpasang unit bantuan nafas, namun
karena alasan tidak sanggup untuk membayar biaya pengobatan keluarga
mengatakan untuk melepas semua alat medis dan biarlah pasien diarawat
dirumah saja, berdasarkan kasus diatas keluarga pasien sudah melakukan
euthanasia secara…..

9. TES FORMATIF

1. Tn. S adalah penderita kanker stadium lanjut , menurut keluarga lebih baik
jika kehidupan pasien diakhiri, keluarga sudah menandatangani surat
persetujuan untuk diberikan suntikan obat yang bisa mengakhiri kehidupan.
Tindakan diatas merupakan euthanasia jenis…..
a. Euthanasia aktif
b. Euthanasia pasif
c. Euthanasia agresif
d. Euthanasia otomatis
e. Euthanasia aktif voluntir
2. Seorang dokter yang bertugas disalah satu rumah sakit melakukan tindakan
penghentian pengobatan secara sengaja terhadap pasien sehingga pasien
meninggal, tindakan tersebut dilakukan atas permintaan dan persetujuan dari
keluarga, berdasarkan hukum pidana maka yang bertanggung jawab atas
tindakan tersebut adalah perawat dan dokter maka dituntut sesuai dengan
pasal….
a. Pasal 340
b. Pasal 341
c. Pasal 342
d. Pasal 343
e. Pasal 344
3. Tn. S umur 50 tahun adalah seorang penderita kanker stadium II dokter
menganjurkan untuk dilakukan tindakan chemotherapy, namun perawat
tidak meminta inform consent dari pasien maka perawat tersebut sudah
melakukan kesalahan dalam bentuk…..
f. Pemenjaraan
g. Pelanggaran privasi
h. Kejadian tidak diduga
i. Intentional tort (kesalahan yang disengaja)
j. Unintentional tort (kesalahan yang tidak disengaja)
4. Tn. M adalah seorang pasien dengan diagnosa febris, menurut instruksi
dokter pasien mendapat injeksi Antibiotik 2 x 500 mg selama 3 hari, pada
hari ketiga pasien menolak untuk diberi suntikan antibiotik namun tanpa
memberikan penjelasan perawat terus memaksa sehingga pasien menuntut
perawat sehingga dalam kasus ini perawat melakukan kesalahan dalam
bentuk……
f. Pemenjaraan
g. Pelanggaran privasi
h. Kejadian tidak diduga
i. Intentional tort (kesalahan yang disengaja)
j. Unintentional tort (kesalahan yang tidak disengaja)
DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


2. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.
3. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e
bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995.

UNIT 7

MASALAH-MASALAH ETIKA TERAPANDAN


TANTANGANNYA BAGI ZAMAN KITA
St
 2 x 50 Menit

M. PENGANTAR
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai
oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk
itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak
etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan
profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat
melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self
regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari
niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan
kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar.
Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control ini tidak berjalan
dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota-
anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan
teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku
semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik
profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai,
karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di
atas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing
pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru
kemudian dapat melaksanakannya.

TUJUAN

TUJUAN PEPBELAJARAN UMUM


Setelah menyelesaikan mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang Masalah-masalah yang dihadapi dalam etika terapan.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa
mampu :
10. Mampu menjelaskan pengertian Etika Terapan
11. Mampu menjelaskan beberapa bidang garapan bagi etika terapan
12. Mampu menjelaskan etika terapan dan pendekatan multidisipliner.

N. BAHAN BACAAN

Etika Sedang Naik Daun


Etika terapan (applied ethics) sama sekali bukan hal yang baru dalam
sejarah filsafat moral. Sejak Plato dan Aristoteles etika merupakan filsafat praktis,
artinya filsafat yang ingin memberikan penyuluhan terhadap tingkah laku manusia
dengan memperlihatkan apa yang harus dilakukan. Dalam abad pertengahan
Thomas Aquinas melanjutkan filsafat praktis ini dan menerapkannya dibidang
teologi moral. Pada awal zaman modern muncul etika khusus (speciall ethics)
yang membahas masalah etis suatu bidang tertentu seperti negara dan keluarga.
Pada awal abad 20,  di kawasan berbahasa inggris, khususnya di United Kingdom
dan Amerika Serikat etika dipraktekkan sebagai”metaetika”. Ini adalah suatu
aliran dalam filsafat moral yang tidak menyelidiki baik buruknya perbuatan
manusia, melainkan “bahasa moral” atau ungkapan-ungkapan manusia tentang
baik dan buruk.  Aliran meta etika merupakan filsafat moral yang mendominasi
enam decade pertama abad ke-20.Baru mulai akhir 1960-an terlihat suatu tendensi
lain. Timbul perhatian yang semakin besar terhadap etika. Sekitar saat itu etika
mulai meminati masalah-masalah etis yang konkrit. Etika turun dari tempatnya
yang tinggi, dan mulai membumi. Perubahan tersebut dapat dikatakan dipicu oleh
beberapa factor yang timbul serentak. Diantara beberapa factor itu dapat disebut
faktor penting pertama adalah perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, khususnya dalam sector ilmu-ilmu biomedis. Perkembangan pesat
bidang ini telah menimbulkan banyak persoalan etis yang besar. Faktor
penting kedua adalah terciptanya semacam “iklim moral” yang mengundang
minat baru untuk etika. Iklim baru yang dimaksud berupa munculnya gerakan hak
diberbagai bidang, yang secara khusus telah mengundang peran actual dari etika
itu sendiri.
Namun pada dasarnya etika khusus sama artinya dengan etika terapan.
Bagaimanapun juga, filsafat moral (khususnya etika terapan) mengalami
perkembangan pesat atau masa kejayaannya seperti :
1. Di banyak tempat diseluruh dunia setiap tahun diadakan kongres dan seminar
tentang masalah-masalah etis.
2. Telah didirikan cukup banyak institut, di dalam maupun di luar kalangan
perguruan tinggi, yang khusus mempelajari persoalan-persoalan moral, kerap
kali dalam kaitan dengan bidang ilmiah tertentu (ilmu kedokteran, hukum,
ekonomi atau yang lainnya)
3. Terutama di Amerika Serikat, etika dalam salah satu bentuk sering kali
dimasukkan dalam kurikulum di Perguruan Tinggi.
4. Membanjirnya publikasi mengenai etika terapan yang tidak pernah terpikirkan
beberapa dekade yang lalu. Ada cukup banyak majalah ilmiah yang membahas
salah satu aspek etika terapan. Seperti: Philosophy and Publik Affairs, Journal
of Medical Ethics dll.
5. Pada dekade-dekade terakhir ini tidak jarang jasa ahli etika diminta untuk
mempelajari masalah-masalah yang berimplikasi moral.

B. Beberapa Bidang Garapan bagi Etika Terapan


1. Dua wilayah besar yang disoroti etika terapan
Dua wilayah besar yang disoroti atau mendapat perhatian khusus dan
serius di dalamnya, yakni wilayah profesi dan wilayah masalah. Etika
kedokteran, etika politik, etika bisnis, dan sebagainya, merupakan wilayah
profesi. Penggunaan tenaga nuklir, pembuatan, pemilikan, penggunaan
senjata nuklir, pencemaran lingkungan hidup, diskriminasi ras merupakan
wilayah masalah. Cabang etika terapan yang paling banyak mendapat
perhatian dalam zaman kita sekarang ini dapat disebut dari sudut/wilayah
profesi, yakni: etika kedokteran dan etika bisnis. Dari wilayah masalah
masalah dapat disebut: etika tentang perang dan damai dan etika
lingkungan hidup.
2. Pembagian ke dalam makroetika dan mikroetika
Cara lain untuk membagikan etika terapan adalah dengan membedakan
antara makroetika dan mikroetika. Makroetika membahas masalah-
masalah moral pada skala besar. Suatu masalah disebut makroetika apabila
masalah itu menyangkut suatu bangsa seluruhnya abahn seluruh umat
manusia. Ekonomi dan keadilan; lingkungan hidup, dan alokasi sarana-
sarana pelayanan kesehatan dapat digolongkan sebagai contoh-contoh dari
makroetika. Mikroetika membicarakan pertanyaan-pertanyaan etis dimana
individu terlibat, seperti kewajiban dokter terhadap pasiennya atau
kewajiban pengacara terhadap kliennya. Kadang diantara makroetika dan
mikroetika disisipkan lagi jenis etika terapan yang ketiga, yang disebut
mesoetika (meso=madya), yang menyoroti masalah-masalah etis yang
berkaitan dengan suatu kelompok atau profesi, seperti kelompok ilmuwan,
profesi wartawan, pengacara dan sebagainya.
3. Pembagian ke dalam etika individual dan etika sosial
Pembagian lain etika terapan adalah pembedaan antara etika individual
dan etika social. Etka individual membahas kewajiban manusia terhadap
dirinya sendiri, sedangkan etika social membahas kewajiban manusia
sebagai anggota masyarakat. Namun pembagian ini banyak diragukan
relevansinya, karena manusia peroranganpun selalu adalah mahluk social,
sehingga tidak bias dibedakan antara etika semata-mata individual dan
etika yang semata-mata sosial.

C.     Etika Terapan dan Pendekatan Multidisipliner


Etika terapan mesti bekerjasama dengan disiplin-disiplin ilmu-ilmu lain.
Kerjasama ini mutlak diperlukan, karena dia harus membentuk
pertimbangan tentang bidang-bidang yang sama sekali diluar keahliannya.
Seorang etikawan akan sulit baginya memberikan pertimbangan moral
yang dapat dipertanggungjawabkan untuk suatu masalah medis yang sama
sekali tidak dimengertinya dengan baik. Dia membutuhkan penjelasan atau
ulasan yang memadai dan lengkap mengenai pilihan-pilihan tindakan
medis beserta berbagai argumen dibelakangnya. Dan ini hanya akan
diperoleh dari pihak-pihak yang berkompeten dalam bidang itu.
1. Pendekatan multidisipliner
Perlu dibedakan antara pendekatan multidisipliner dan pendekatan
interdisipliner. Keduanya sama-sama merupakan pendekatan yang
membuka pemahaman yang lebih luas dan mendalam atas suatu masalah
yang sedang dihadapi. Pendekatan multidisipliner adalah usaha
pembahasan tentang tema yang sama oleh pelbagai ilmu, sehingga semua
ilmu itu memberikan sumbangannya yang satu disamping yang lain. Setiap
ilmuwan dari satu disiplin ilmu akan berusaha memberi penjelasan yang
dapat dipahami juga oleh ilmuwan dari bidang lain. Multidisipliner
merupakan usaha menyoroti suatu masalah tertentu dari berbagai seginya.
Dalam melakukan hal ini perspektif setiap ilmu tetap dipertahankan dan
tidak harus melebur dengan perspektif ilmiah yang lainnya. Disini tidak
tercapai suatu pandangan terpadu, yang memang tidak dimaksudkan disini.
Yang dihasilkan hanyalah pendekatan dari berbagai arah yang dipusatkan
pada tema yang sama. Sedangkan pendekatan Indisipliner dijalankan
dengan lintas disiplin dimana semua ilmu yang ikut serta meninggalkan
pandangan yang menyeluruh. Hasil yang diperoleh  dari kerjasama ini
adalah suatu produk yang melampaui segi ilmiah masing-masing peserta.
Dalam kenyataannya inter disiopliner agak sulit dilaksanakan. Dan
walaupun pendekatan multidisipliner juga bukan hal yang tidak sulit
namun pendekatan itu lebih realistis dilaksanakan.
2. Pentingnya pendekatan kasuistik
Pendekatan kasuistik yang dimaksud adalah usaha memecahkan kasus-
kasus konkrit dibidang moral dengan menerapkan prinsip-prinsip etika
umum . Pembahasan kasus merupakan cara yang sangat cocok dalam etika
terapan, dan mengungkapkan sesuatu tentang kekhususan argumentasi
dalam etika. Pendekatan kasuistik diakui sebagai metode yang efisien
untuk mencapai kesepakatan di bidang moral. Biasanya, kalau dimulai dari
teori akan sulit mencapai suatu kesepakatan. Penalaran moral memang
berbeda dengan penalaran matematis, yang selalu dilkukan dengan cara
yang sama, kapan saja dan dimana saja, tak terpengaruh oleh faktor-faktor
dari luar.
Dengan pendekatan kasuistik ini, sifat penalaran moral menunjukkan dua
hal:
Pertama:  Di suatau pihak kasuistik mengandaikan secara implisi bahwa
relativisme moral tidak bias dipertahankan. Jika setiap kasus mempunyai
kebenaran etis sendiri, makapendekatan kasuistik tidak perlu lagi.
Kasuistik timbul karena ada keyakinan umum bahwa prinsip-prinsip etis
itu bersifat universal dan tidak relatif saja terhadap suatu keadaan konkret.
Kedua: Umum diterima juga bahwa prinsip-prinsip etis tidak bersifat
absolut begitu saja, dan tidak peduli dengan situasi konkret. Sebagaimana
arti sebuah kata atau kalimat bias berubah karena konteksnya, demikian
juga sifat-sifat suatu masalah etis bias berubah karena situasi khusus yang
menandai kasusnya. Etika situasi sangat memperhatikan keunikan setiap
situasi. Faktor-faktor spesifik yang menandai suatu situasi tertentu bias
sangat bias sangat mempengaruhi penilaian terhadap suatu kasus. Semua
kasus tidak sama dan ketidaksamaan ini penting diperhitungkan dalam
rangka menerapkan suatu prinsip etika yang berlaku umum.

D.    Kode Etik Profesi


Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik
profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan
untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam
masyarakat melalui ketentuanketentuan tertulis yang diharapkan akan
dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua
adalah ; Sumpah Hipokrates, yang dipandang sebagai kode etik pertama
untuk profesi dokter. Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang
digelari : Bapak Ilmu Kedokteran. Beliau hidup dalam abad ke-5 SM.
Menurut ahli-ahli sejarah belum tentu sumpah ini merupakan buah pena
Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya berasal dari kalangan muridmuridnya
dan meneruskan semangat profesional yang diwariskan oleh dokter
Yunani ini. Walaupun mempunyai riwayat eksistensi yang sudah-sudah
panjang, namun belum pernah dalam sejarah kode etik menjadi fenomena
yang begitu banyak dipraktekkan dan tersebar begitu luas seperti sekarang
ini. Jika sungguh benar zaman kita di warnai suasana etis yang khusus,
salah satu buktinya adalah peranan dan dampak kode-kode etik ini. Profesi
adalah suatu Moral Community (Masyarakat Moral) yang memiliki cita-
cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang
segi segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas
yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga
menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat. Kode etik bisa
dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat
penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi
setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak
menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi
etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu
syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode
etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi
pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-
cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi
dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga
membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri
harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi
dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil Self Regulation
(Pengaturan Diri) dari profesi. Dengan membuat kode etik, profesi
sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan
nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa
dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan
citacita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging
dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk
dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus
dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa
pelaksanaannya diawasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan
mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi

Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan
kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah
mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan
ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman
sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self
regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi
mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk
menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-
hari control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat
dalam anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan
melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku
semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan
dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang
sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan
lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan
kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya. Kode Etik Profesi
merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari
norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika
profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma
ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut
sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah
sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci
tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan
perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional

TUJUAN KODE ETIK PROFESI :


1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.

FUNGSI KODE ETIK PROFESI :


Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yangdigariskan.Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas
profesi yang bersangkutan.Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi
profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah
dibutuhkan dlam berbagai bidang.

Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi.
Umumnya
pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional,
misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM
Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia kode
etik dokter, perawat, petugas pelayanan kesehatan, pengacara, wartawan,
perusahaan periklanan dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi
kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.

E.     ETIKA DI DEPAN ILMU TEKNOLOGI


Diantara masalah-masalah etis berat yang dihadapi sekarang ini tidak
sedikit berasal dari hasil spektakuler yang dicapai dari perkembangan ilmu
dan teknologi modern. Dibandingkan dengan generasi-generasi
sebelumnya, perkembangan ilmiah dan teknologi itu mengubah banyak
sekali hidup manusia antara lain juga menyajikan masalah-masalah etis
yang tidak pernah terduga sebelumnya. Tentu saja topik ini sangat luas dan
rumit, tidak mungkin diuraikan disini dengan lengkap dan menurut segala
aspeknya. Kita harus membatasi diri pada beberapa catatan saja.
1.      Ambevalensi Kemajuan Ilmiah
Kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi memiliki akibat
positif dan juga banyak akibat negatif. Penggunaan teknologi tanpa
batas akhirnya membahayakan kelangsungan hidup itu sendiri. Yang
dibawa oleh teknologi bukan saja kemajuan, melainkan juga
kemunduran, bahkan kehancuran, jika manusia tidak segera tahu
membatasi diri.
Sejak setelah Perang Dunia II, perkembangan dan penerapan teknologi
senantiasa diikuti dengan dua pandangan yang saling bertentangan.
Pandangan optimis menekankan keyakinan bahwa kita mampu
mengontrol teknologi yang dihasilkan. Kitalah yang memberikan nilai-
nilai di dalam menentukan teknologi apa yang akan dipergunakan, dan
bagaimana. Teknologi ibarat alat pasif yang dapat dipergunakan untuk
kebaikan maupun kejahatan. Visi optimistik ini menjadi bagian
dominan dari kebudayaan teknologis-kapitalis, yang nyata sekali di
dalam setiap iklan-iklan pemasaran barang-barang kebutuhan sehari-
hari. Sebagian besar problem kehidupan manusia sehari-hari seakan-
akan bisa diselesaikan lewat teknologi. Visi ini memang memahami
bahwa teknologi mengandung bukan hanya konteks material yang
dapat ditransfer begitu saja dari satu masyarakat ke masyarakat, dari
satu kebudayaan ke kebudayaan, melainkan juga mengandung konteks
sosio-kultural. Namun, dampak sosio-kultural muncul sebagai akibat
pemakaian dan pengembangan tak bertanggung jawab.
Manusia didefinisikan sebagai Homo Faber, yaitu pembuat dan
pemakai alat, atauHomo Sapiens, yaitu si bijak atau si pemikir, dan
terakhir Homo Symbolicum, yaitu si pencipta dan pengguna simbol.
Apapun definisi manusia itu, semuanya menunjukkan sentralitas
pengetahuan dan teknologi di dalam kegiatan manusia. Laju
perkembangan teknologi demikian pesat sehingga melahirkan bukan
hanya kemudahan tetapi juga berbagai masalah yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya. Kecanggihan teknologi informasi telah
memungkinkan bentuk-bentuk komunikasi yang secara virtual
mengecilkan dunia, tetapi itupun tidak tanpa diikuti oleh problem etis.
Teknologi (modern) dapat menimbulkan kerugian tanpa satu orang
dapat ditunjuk melakukan kesalahan. Bahkan ketika ketelitian,
kecermatan, sudah dijalankan, bencana besar atau kecil bisa saja
berlangsung. Pandangan optimis terhadap teknologi cenderung
menaruh beban tanggung jawab di pundak pengguna, sementara yang
berpandangan pesimis cenderung mengecilkan beban tanggung jawab
tersebut. Seringkali bahkan pengguna individu di sebuah wilayah,
khususnya negara berkembang, dihadapkan pada tiadanya pilihan sama
sekali, atau pilihan dan tindakan sebagai pengguna individu di wilayah
tertentu tidak berpengaruh sama sekali terhadap sistem teknologi yang
demikian sinambung dan perpetual, yang ditentukan oleh pengguna
lain di negara-negara maju.
Kemajuan teknologi seringkali justru membuat kita melakukan hal-hal
bodoh dengan cara yang cerdik. Menghadapi situasi ini, satu-satunya
sikap kritis yang pada akhirnya tetap harus dipertahankan adalah
bahwa sangat tidak realistik untuk berpikir bahwa teknologi, di dalam
menawarkan solusi terhadap situasi problematik, betapapun maju dan
canggihnya teknologi tersebut, tidak mempunyai efek samping, yang
akan menimbulkan masalah baru. Di lain pihak, kita juga tidak bisa
meremehkan ketergantungan kita ke teknologi modern.
Sikap utama yang harus dibentuk di dalam adalah kesadaran bahwa
teknologi tetap harus terikat ke aspirasi kita sebagai umat manusia,
dengan impian dan cita-cita akan masa depan yang lebih baik di dalam
kebudayaan teknologi. Sebuah imperatif yang harus dipegang adalah,
tidak pernah seorang manusia pun boleh dijadikan tujuan di luar
dirinya sendiri.

2.      Masalah Bebas Nilai


Pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya ilmu dan teknologi
bertemu dengan moral. Nilai moral yang utama adalah : apakah ilmu
itu bebas nilai. Ternyata penelitian ilmiah yang amat terspesialisasi
menjadi usaha yang semakin mahal, sehingga ketersediaan dana yang
besar sangat dibutuhkan. Yang membiayai penelitian ilmiah tentu
sudah mempunyai maksud dan harapan tertentu. Sehingga pada zaman
ini perkembangan ilmu dan teknologi hampit tidak dapat dipisahkan
lagi dari kepentingan bisinis dan politik/militer.
Ilmu pada dirinya sendiri tidak langsung berhubungan dengan nilai-
nilai moral. Masalahnya tujuan ilmu sekarang ini bukan lagi sekedar
menjawab bagaimana-mengapa, atau semata memenuhi semangat
ingin tahu. Ilmuwan pun tak bisa lagi naif mengumandangkan, 'kami
hanya mencari kebenaran'.
Mereka dengan rendah hati harus mengakui, di balik karya yang
menampilkan daya agung memahami alam, tersembunyi tangan kuat
ekonomi, politik, atau militer. Ilmuwan tak dapat berkarya tanpa dana
untuk penelitian mereka yang mahal. Einstein pernah berkata,
'ilmuwan adalah orang yang secara ekonomi paling tidak bebas';
sukses Wilmut didukung Pharmaceutical Proteins Ltd. yang
mengharap penerapan komersialnya.
Ilmu menjawab mengapa, tetapi ilmu dan terutama teknologi, terikat
pada konteks. Ketika dimensi pragmatik memasuki wilayah ilmu, yang
mungkin terjadi adalah pencampuran asas kebenaran dengan manfaat.
Ketika itulah muncul pertanyaan, untuk siapa? Sering untuk siapa
melegitimasi proyek keilmuan yang ujungnya kepentingan politik atau
militer. Tak terbayangkan kalau manusia klon terlaksana atas nama
untuk siapa yang eksklusif.

3.      Teknologi yang Tak Terkendali


Saat ini banyak sekali dana, tenaga dan perhatian dikerahkan untuk
menguasai daya-daya alam melalui ilmu dan teknologi namun hanya
sedikit yang dilakukan untuk mereflekfsikan serta mengembangkan
kualitas etis dari usaha-usaha raksasa itu.
Implisit di belakang pandangan ini adalah bahwa pengembangan dan
pemakaian teknologi harus diikuti dengan kontrol terhadap siapa-nya.
Contohnya adalah di dalam pemakaian energi nuklir. Weinberg
mengamati bahwa pengembangan teknologi nuklir untuk kepentingan
militer menciptakan kelompok-kelompok yang menentukan negara
mana yang boleh dan tidak boleh mengembangkan teknologi ini.
Sebuah paranoia sosial tumbuh bersama munculnya kelompok-
kelompok pemilik dan penjaga keahlian senjata nuklir. Pengontrolan
terhadap teknologi memunculkan pengontrolan terhadap semua orang
yang dinilai tidak memiliki nilai-nilai dan tujuan yang sama.
Contoh sederhana terlihat dari pengamatan terhadap lingkungan kerja
yang memperlihatkan bagaimana teknologi komputer meningkatkan
kontrol manajerial terhadap pekerja, baik di kantor maupun industri.
Tampilan kerja (kecepatan, efisiensi, kesalahan, ketidakcermatan, dan
lain-lain) dapat dimonitor terus menerus, dan tercatat dengan rinci.
Efisiensi meningkat, namun kontrol terhadap sesama manusia
diperketat dan seringkali menghilangkan sentuhan manusiawi.
Persoalan memang, ketika problem bersifat manusiawi juga
diselesaikan lewat pendekatan teknologis. Ideal masyarakat bebas dan
terbuka yang dicita-citakan melalui pengembangan teknologi, justru
menjadi kebalikannya.
Dengan landasan inilah kritik teknologi hendak menunjukkan
ketidakberdayaan kita berhadapan dengan teknologi yang ironisnya
adalah buah pikir kita sendiri. Teknologi boleh jadi adalah hasil
manusia, namun perkembangannya telah menjadi demikian otonom
melampaui kemampuan manusia individu atau kolektif, untuk
mengontrolnya. Teknologi modern berperilaku seperti sebuah
ekosistem. Campur tangan di satu titik akan memunculkan
konsekuensi di bagian lain.

4.      Tanda-tanda yang Menimbulkan Harapan


Perkembangan ilmiah teknologi selalu mendahului pemikiran etis.
Yang ideal adalah pemikiran etis mendahului perkembangan ilmiah
dan teknologi, tapi cita-cita seperti itu rasanya masih jauh mustahil
untuk diwujudkan. Namun demikian perlu dicatat bahwa disini ada
beberapa perkembangan yang menggembirakan dan dapat
membesarkan hati. Salah satu diantaranya adalah munculnya  komisi-
komisi etika. Dibanyak Negara modern sudah menjadi kebiasaan luas
bahwa rumah sakit dan proyek-proyek penelitian biomedis mempunyai
komisi etika yang mengawasi dan mendampingi rumah sakit atau
proyek penelitian itu dari sudut etis. Komisi etika seperti itu bisa
menjadi semancam “hati nurani” agar rumah sakit memberi pelayanan
yang sungguh-sungguh manusiawi. Komisi dapat dikonsultasi jika
direksi dan staf medis mengalami keraguan etis dalam menjalankan
tugasnya dan komisi juga dapat mengambil inisiatif sendiri jika
menurut pendapatnya terjadi peristiwa yang dari segi moral
menimbulkan tanda tanya
Setelah dilakukan eksperimen pada binatang atau ditempuh cara
bereksperimentasi lain lagi, mau tidak mau timbul saatnya bahwa tidak
bisa dihindari lagi mengadakan percobaan langsung dengan manusia
untuk mencoba obat-obat baru, prosedur medis baru, atau sebagainya.
Percobaan ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga martabat
manusia tetap dihormati.
F. Metode Etika Terapan
Etika terapan merupakan pendekatan ilmiah yang pasti tidak seragam.
Disini tidak mau diberi kesan seolah-olah dalam etika terapan selalu
dipakai metode yang sama. Justru dalam etika terapan tidak ada metode
yang siap pakai yang bisa dimanfaatkan begitu saja oleh semua orang yang
berkecimpung dibidang ini. Ada empat unsur yang mewarnai pemikiran
etis. Setiap orang yang ingin membentuk suatu pendirian yang beralasan
tentang masalah-masalah etis, juga diluar kerangka etika terapan dalam hal
ini sejalan dengan proses terbentuknya pertimbangan moral pada
umumnya. Keempat unsur itu adalah
1.      Sikap Awal
Sikap awal merupakan sikap tertentu seseorang terhadap statu hal atau
masalah yang dihadapinya. Sikap moral berupa sikap awal ini bisa pro
atau kontra atau juga netral, masalah bisa tak acuh, terhadap sesuatu. Sikap
awal ini pada umumnya merupakan sikap yang Belum direfleksikan.
Artinya, orang Belem memikirkan mengana dia bersikap demikian
terhadap masalah itu. Sikap awal ini terbentuk oleh macam-macam faktor
yang ikut memainkan peranan dalam hidup seorang manusia, seperti:
pendidikan, agama, kebudayaan, watak seseorang, pengalaman pribadi,
media massa, kebiasaan, dan lain-lain. Umumnya sikap awal ini orang
pertahankan tanpa memikirkannya lebih dalam lagi sampai saat dia
berhadapan dengan suatu peristiwa atau keadaan yang menggugah
refleksinya. Refleksi yang dilakukan selanjutnya dapat saja mengubah
sikap awal tadi atau malah semakin meneguhkannya.
Sikap awal kita menjadi sesuatu yang problematis ketika kita bertemu
dengan orang yang memiliki sikap lain tentang masalah yang sama. Kita
bisa berbeda pandangan tentang sesuatu hal, umpamanya, tentang
hukuman mati eutanasia; atau tentang masalah lebih sederhana,
umpamanya tentang tindakan pemberantasan korupsi, tentang penentuan
jodoh oleh orang tua, dan sebagainya. Berhadapan dengan sikap awal yang
berbeda ini, pemikiran moral kita mulai tergugah, dan pada saat itulah
refleksi etis kita mulai berlangsung. Kita mulai merefleksikan sikap awal,
kita bertanya lebih dalam mengana kita bersikap demikian terhadap
masalah itu; apa alasan yang bisa kita pertanggungjawabkan yang
melandasi sikap kita itu;  apakah alasan-alasan itu bisa tahan uji dihadapan
berbagai alasan-alasan yang dikemukakan, yang melatarbelakangi sikap
orang lain yang berbeda dengan sikap kita; dan sebagainya.
2.      Informasi
Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan adalah
informasi, yang tentu mempunyai kaitan dengan masalah yang sedang
dihadapi. Kita butuh informasi penting dan obyektif mengenai sesuatu hal,
dengannya kita bisa mengetahui dengan lebih baik tentang sesuatu yang
sedang kita hadapi. Tanpa informasi yang memadai, maka sikap moral kita
terhadap sesuatu sulit dipertanggungjawabkan. Kita butuh informasi yang
berasal dari sumber yang dapat dipercaya, yang memiliki keahlian dan
punya wawasan yang luas. Kalau informasi penting tidak kita dapatkan,
maka sikap moral hanya didasarkan atas asumsi-asumsi pribadi, diatas
pemikiran subyektif dan bahkan sangat emosional saja. Pentingnya
mendapatkan informasi yang memadai merupakan salah satu alasan
mendasar mengenai etika terapan harus dijalankan dalam konteks verja
sama multidisipliner, berbagai infornasi penting yang Sangat kita
butuhkan sebagai landasan obyektif pembentukan sikap yang dapat kita
pertanggungjawabkan, dapat kita peroleh.
3.      Norma-norma Moral
Unsur berikut dalam metode etika terapan adalah norma-norma moral
yang relevan untuk topik atau bidang bersangkutan. Norma moral itu
sudah diterima dalam masyarakat. Penerapan norma-norma disini tidak
berlangsung seperti pada penerapan prinsip-prinsip teori mekanika dalam
teknik
Sebagai contoh adalah penghapusan perbudakan yang selama berabad-
abad diterima begitu saja dalam banyak kebudayaan. Dalam zaman
modern timbul kesadaran bahwa dari segi moral perbudakan tidak bisa
diterima karena semua manusia berhak atas perlakuan yang sama.
4.      Logika
Proses pembahasan suatu masalah yang sedang dihadapi harus mematuhi
tuntutan berpikir logis-rasional. Ini diperlukan bagi setiap usa pembahasan
untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan
secara moral. Penerapan prinsip logis-rasional dapat memperlihatkan
hubungan antara kesimpulan dengan premis-premis  yang mendahuluinya,
dan apakah kesimpulan yang diambil  dapat tahan uji jika diperiksa secara
iritis menurut aturan-aturan logika. Logika juga dapat menunjukan
kesalahan-kesalahan penalaran deserta inkonsistensi yang barangkali
terjadi dalam argumentasi. Penggunaan pemikiran logis-rasional juga
sangat diperlukan dalam melakukan perumusan  yang tepat mengenai
batasan yang jelas atas topik yang sedang dibicarakan. Diskusi tentang
topik-topik etis seringkali menjadi kacau karena tidak dirumuskan dengan
jelas apa yang dimaksudkan dengan topik tersebut, sehingga para peserta
diskusi mungkin memaksudkan beberapa hal yang berbeda.

- Keempat unsur yang telah dibicarakan, yakni : sikap awal, informasi, norma-
norma moral dan logika merupakan unsur-unsur paling penting yang
membentuk etika terapan. Diskusi yang berlangsung dalam etika terapan
dimungkinkan sebagai buah hasil kerjasama dan interaksi antara empat unsur
itu. Dengan cara demikian, etika terapan dapat membantu  untuk mengangkat
pertimbangan dan keputusan moral kita dari suatu taraf subyektif serta
emosional ke suatu taraf obyektif dan rasional. Suatu pandangan disebut
obyektif apabila dalam penalarannya lepas dari factor-faktir yang hanya
penting untuk beberapa orang; tidak memihak atau memenangkan kepentingan
pihak tertentu saja; tidak berprasangka atau bertolak dari anggapan-anggapan
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara rasional..

RANGKUMAN

Etika terapan (applied ethics) sama sekali bukan hal yang baru dalam
sejarah filsafat moral. Sejak Plato dan Aristoteles etika merupakan filsafat praktis,
artinya filsafat yang ingin memberikan penyuluhan terhadap tingkah laku manusia
dengan memperlihatkan apa yang harus dilakukan. Dalam abad pertengahan
Thomas Aquinas melanjutkan filsafat praktis ini dan menerapkannya dibidang
teologi moral. Pada awal zaman modern muncul etika khusus (speciall ethics)
yang membahas masalah etis suatu bidang tertentu seperti negara dan keluarga.
Pada awal abad 20,  di kawasan berbahasa inggris, khususnya di
United Kingdom dan Amerika Serikat etika dipraktekkan
sebagai”metaetika”. Ini adalah suatu aliran dalam filsafat moral yang
tidak menyelidiki baik buruknya perbuatan manusia, melainkan
“bahasa moral” atau ungkapan-ungkapan manusia tentang baik dan
buruk.  Aliran meta etika merupakan filsafat moral yang mendominasi
enam decade pertama abad ke-20.Baru mulai akhir 1960-an terlihat
suatu tendensi lain. Timbul perhatian yang semakin besar terhadap
etika. Sekitar saat itu etika mulai meminati masalah-masalah etis yang
konkrit.

LATIHAN

Tuliskan masalah-maslah yang kamu hadapi dalam kehidupan sehari-hari


dalam lingkunganmu yang dapat menghambat berjalannya etika dan moral,
bandingkan dengan keadaan dalam literature yang anda pakai.

TES FORMATIF

1. Ny. H umur 25 tahun akan segera dilakukan tindakan colonoscopy, maka


sebelum melakukan tindakan perawat meminta inform consent dari pasien,
pandangan perawat tersebut secara:
a. Cara berfikir secara etik
b. Cara berfikir secara hukum
c. Cara berfikir secara moralitas
d. Cara berfikir secara etiket keperawatan
e. Cara berfikir secara kode etik keperawatan
2. Ny. H umur 25 tahun akan segera dilakukan tindakan colonoscopy, maka
sebelum melakukan tindakan perawat meminta inform consent dari pasien,
namun sebelumnya perawat menjelaskan tindakan tersebut sampai pasien
dan keluarga paham tentang tindakan yang akan dilakukan pandangan
perawat tersebut secara:
a. Cara berfikir secara etik
b. Cara berfikir secara hukum
c. Cara berfikir secara moralitas
d. Cara berfikir secara etiket keperawatan
e. Cara berfikir secara kode etik keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


2. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.
3. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e
bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995.

MODUL PRAKTEK

Judul : Sopan santun Menerima Tamu Suster, Mahasiswa, Dosen

Waktu : 1x160

1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup
tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana
seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut
menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun,
tata krama, protokoler dan lain-lain.

Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan


masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram,
terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar
perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal
itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.

Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan
mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga
disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia
yang baik

1.2. Relevansi
A. Defenisi
Bertamu adalah berkunjung ke Suatu tempat (Perusahaan, Instansi,
Komunitas, rumah orang lai, dll) dalam rangka mempererat silaturahmi
atau menjalin kerjasama dalam suatu kegiatan. Maksud orang lain disini
bisa Dosen, Suster, Teman, tetangga, saudara (sanak family), dan teman
sebaya. Bertamu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain
menyambung persaudaraan atau silaturrahim, menjenguk orang yang
sedang sakit, ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan masalah keluarga,
atau membahas tentang musyawarah lingkungan.
Dengan mempererat tali silaturrahim pada sesama, berarti kita telah
membina hidup rukun, menumbuhkan rasa kasih sayang, tolong
menolong dan saling membantu antara sesama manusia. Selain itu,
bertamu tidak saja menghubungkan tali persaudaraan tetapi juga akan
banyak menambah wawasan ataupun pengalaman.
B. Cara menerima tamu
a. berpakaian yang pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan
pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya.
b. menerima tamu dengan sikap yang baik.
Hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik,
misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya.
Menggunakan tutur kata yang santun. Sekali-kali jangan acuh, apalagi
memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar.
Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap
sombong yang harus dijauhi.
c. menjamu tamu sesuai kemampuan dan tidak perlu mengada-adakan.
Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan
kepadanya. Jika hanya mampu memberikan air putih maka air putih
itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu
tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah
d. antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila
tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan
merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan
kehadirannya diterima dengan baik.
C. Etika menerima tamu dikantor
1. sambutlah dengan tulus
a. sambutlah tamu dengan ramah, sopan dan bersemangat secara tulus,
buang semua kepura-puraan. karena umumnya tamu akan mengetahui
jika kita hanya berpura – pura tulus.
b. Jika kita berada di ruang tertutup, beranjaklah untuk membukakan
pintu untuk tamu. Lakukan sesegera mungkin sebagai tanda
penghormatan kita terhadap tamu yang datang berkunjung.
c. Sebenarnya tak salah jika kita menerima tamu sambil duduk, tapi
akan lebih sopan jika kita menerima tamu sambil berdiri kemudian
memberikan salam dan berjabat tangan
2. cara duduk
a. Jika di kantor tersedia ruangan khusus untuk menerima tamu, segera
persilahkan tamu untuk ke ruang tamu dan mempersilahkan duduk.
b. Jika kita menerima di kursi atau sofa panjang, tempatkan tamu di
sebelah kanan kita, barulah kemudian kita menanyakan identitas dan
maksud tujuan tamu tersebut.
3. Janji Temu
a. Namun jika kita sudah mengetahui identitas tamu dan sudah memiliki
janji temu, maka tak perlu lagi menanyakan hal tersebut.
b. Sebaiknya kita langsung menunjukan bahwa kita sudah menunggu
kehadirannya dan langsung mempersilahkan masuk ke ruangan yang
dituju.
c. Bila posisi kita adalah sekretaris atau asisten pimpinan, sebaiknya
hubungin pimpinan terlebih dahulu sebelum mempersilahkan tamu
masuk untuk mengetahui apakah pimpinan sudah siap untuk
menerima tamu.
d. Jika tamu diharuskan menunggu sebentar dan kita memiliki beberapa
pekerjaan yang harus dikerjaan, ungkapan dengan baik dan sopan.
4. Perlakuan Baik
a. Perlakukan tamu dengan baik, bahkan jika tamu salah alamat
sekalipun atau datang hanya untuk mengajukan complaint terhadap
perusahaan kita.
b. Jika tamu diharuskan menunggu, bila kondisinya memungkinkab,
berikan tamu suguhan baik berupa majalah, secangkir kopi atau
makanan ringan.
5. Mengantar Tamu
Selalu ucapakan terima kasih kepada tamu yang datang karena sudah
berkunjung ke kantor kita. Jika memungkinkan antarkan tamu hingga ke
pintu keluar.

1.3. Tujuan Umum


1. Mampu menjelaskan Pengertian dari Etika, Sopan Santun, Sopan santun
ketika menerima Tamu.
2. Mampu mempersiapkan Diri secara baik ketika akan atau sedang menerima
tamu.
3. Mampu melakukan simulasi/role play sopan santun ketika menerima tamu
dalam suatu perusahaan atau tempat bekerja maupun didalam lokasi
pendidikan.
1.4. Prosedur tindakan
A. Fase orientasi
1. memastikan semua alat sudah lengkap
2. mempersiapkan lingkungan
3. mempersiapkan diri.
B. Fase kerja
1. menerima tamu dengan memberikan salam, dengan ramah dan tersenyum
2. memperkenalkan diri dan bertanya tentang identitas tamu dan
kepentingan apa serta bertama untuk siapa.
3. mempersilahkan tamu untuk duduk dikursi atau tempat yang disediakan
untuk tamu.
4. Menanyakan kepentingan/tujuan kedatangan tamu apakah sebelumnya
sudah membuat janji atau belum.
5. jika sudah membuat janji maka persilahkan kepada tamu untuk
menunggu sebentar, jika perlu dipersilahkan untuk minum jika
disediakan.
C. Fase terminasi
1. mengucapkan salam jika perlu diberi salam (jabat tangan)
2. mengantarkan tamu sampai kedepan pintu keluar.
1.5. Kemampuan Akhir yang Dicapai
1. Kognitif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk :
a. Menjelaskan Etika
b. Menjelaskan Sopan Santun
c. Menjelaskan etika bertamu
d. Menjelaskan prosedur Menerima tamu

2. Afektif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk:

a. Melakukan persiapan Menerima tamu sesuai dengan nilai budaya yang


dimiliki klien.
b. Meminta Tamu untuk menunggu sebentar sebalum bertemu dengan orang
yang dituju.
c. Memperhatikan privacy Tamu yang datang
d. memperhatikan kebutuhan dan kenyamanan tamu selama bertamu
3. Psikomotor, mahasiswa akan dapat:
a. Melakukan persiapan peralatan/bahan yang akan digunakan untuk menerima
tamu
b. Melakukan persiapan Diri dengan baik.
c. Melakukan persiapan lingkungan

1.6. Latihan/ Triger Case


Seorang Suster S datang ke STIKes santa Elisabeth untuk bertemu dengan Suster M,
Suster S belum mengerti tentang keadaan di STIKes santa Elisabeth karena
Suster S berasal dari Luar Pulau dan baru pertama kali mengunjungi STIKes
santa Elisabeth Medan, Pada Saat itu Mahasiswa N sedang lewat Dan bertemu
dengan suster s tersebut dan menanyakan keperluan suster tersebut, dan pada saat
itu juga Suster M sedang keluar kota (Tidak ada ditempat).
Tugas anda:
Lakukanlah Role Play/scenario tentang etika menerima tamu .
1.7. Daftar Pustaka

4. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


5. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.

6. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e


bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

MODUL PRAKTEK

Judul : Sopan santun pada Saat Makan

Waktu : 1x160

2. Pendahuluan

2.1. Deskripsi Singkat


Tata Cara Makan (Table Manner) adalah aturan etiket yang digunakan
saat makan dan juga mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan.
Budaya yang berbeda mengamati aturan yang berbeda untuk cara makan.
Setiap keluarga atau kelompok menetapkan standar sendiri untuk
bagaimana ketat aturan ini harus ditegakkan.

Ketika Anda melakukan perjalanan ke beberapa negara di dunia, Anda


mungkin menemukan bahwa dalam beberapa kebudayaan, etiket makan
sangat jauh berbeda dari Anda. Berikut adalah beberapa ulasan menganai
Tata Cara Makan / Table Manner di beberapa Negara. bahkan tata cara
makan/table manner ini perlu diterapkan dalam kehidupan diasrama,
rumah, dan dalam acara-acara tertentu.

2.2. Relevansi
D. Defenisi
Tata Cara Makan (Table Manner) adalah aturan etiket yang digunakan
saat makan dan juga mencakup penggunaan yang tepat dari peralatan.
Budaya yang berbeda mengamati aturan yang berbeda untuk cara makan.
Setiap keluarga atau kelompok menetapkan standar sendiri untuk
bagaimana ketat aturan ini harus ditegakkan.

Ketika Anda melakukan perjalanan ke beberapa negara di dunia, Anda


mungkin menemukan bahwa dalam beberapa kebudayaan, etiket makan
sangat jauh berbeda dari Anda. Berikut adalah beberapa ulasan menganai
Tata Cara Makan / Table Manner di beberapa Negara ataupun
pengalaman.

E. Etika Sopan Santun di meja makan.


Jika mampu menunjukkan sopan santun di meja makan, sebenarnya secara
tidak langsung menunjukkan kualitas pergaulan, intelektualitas dan etika
pergaulan seseorang. Etika makan tidak dibentuk secara tiba-tiba. Kualitas
etika makan harus dilakukan sejak usia anak dan remaja. Dengan kebiasaan
sehari-hari dengan melakukan etika makan yang baik maka merupakan proses
pembelajaran yang sangat baik. Bila etika makan dibentuk secara instan maka
akan menghasilkan kualitas etika makan yang canggung dan tidak luwes. Bila
seseorang diundang di sebuah restoran terkenal atau jamuan makan malam
resmi dengan meja makan yang sudah di setting sedemikian rupa harus
mengikuti aturan etika makan yang baik.
F. Aturan dasar etika makan
Setiap negara memiliki aturan meja makan yang berbeda-beda. Namun,
ada beberapa aturan dasar yang terdapat di setiap etika makan, yaitu :

1. Makan dengan mulut yang tertutup saat mengunyah makanan.


2. Berbicara dengan volume suara yang rendah.
3. Tutupi mulut saat batuk atau bersin.
4. Jangan menyandarkan punggung di sandaran kursi.
5. Jangan menimbulkan suara saat mengunyah makanan.
6. Jangan memainkan makanan dengan peralatan makan.
7. Jangan mengejek atau memberitahu seseorang bahwa dia memiliki etika
makan yang buruk.
8. Jangan bersedekap di meja makan.
9. Selalu meminta ijin ke empunya acara saat akan meninggalkan meja
makan.
10. Jangan menatap mata orang lain saat dia sedang makan.
11. Jangan berbicara di telepon di meja makan. Meminta ijinlah saat Anda
benar benar harus menjawab telepon, dan meminta maaflah saat kembali.
12. Jangan menimbulkan suara saat memakan sup.
13. Letakkan garpu di sebelah kiri dan garpu disebelah kanan bersama-sama
di arah jam 5 di atas piring dengan bagian pisau yang tajam menghadap
ke dalam. Ini menandakan bahwa Anda telah selesai makan.
14. Lap yang disediakan di atas meja tidak boleh digunakan.
15. Jangan menghilangkan ingus dengan lap tangan. Lap yang disiapkan
untuk Anda hanya untuk membersihkan mulut bila kotor.
16. Jangan mengambil makanan dari piring orang lain dan jangan
memintanya juga.
17. Telan semua makanan yang ada di mulut sebelum minum.
18. Jangan menggunakan tangan saat mengambil makanan yang tersisa di
dalam mulut, gunakan tusuk gigi.
19. Usahakan untuk mencicipi semua makanan yang disediakan.
20. Tawarkan ke orang di sebelah Anda saat Anda akan menuangkan
minuman ke gelas Anda.
21. Sisakan makanan sedikit bila Anda tidak ingin atau tidak sanggup
menghabiskan makanan.
22. Tunggu ada aba-aba untuk mulai memakan makanan yang dihidangkan.
23. Menambahkan bumbu setelah mencicipi makanan dianggap kasar dan
menghina koki.
24. Kecuali di restoran, jangan minta untuk menyingkirkan sisa makanan
Anda kecuali acara makan sudah selesai dan jangan pernah melakukan
bila diundang ke acara formal.
25. Jangan lupakan satu hal yang umum. Jangan lupa untuk selalu
mengatakan ‘tolong’ dan ‘terima kasih’ setiap kali Anda meminta
bantuan.

G. Beberapa Etika Umum Yang Harus Dilakukan Adalah:

 Bila pelayan tidak memberikan Anda duduk, Duduk dan tariklah bangku
dengan dua tangan.
 Bukalah serbet atau napkin dengan wajar taruh di pangkuan Anda.
 Jika sudah siap memesan menu, lihat daftar menu dengan wajar, jangan
terlalu lama. Segera menunjuk menu yang Anda pilih. Setelah itu
biasanya pelayan mempersilakan Anda mencicipi menu pembuka atau
Appetizer.

H. Jamuan Formal Terdiri Dari Beberapa Menu

 Hidangan Pembuka (Appetizer).


 Sebelum hidangan pembuka disajikan biasanya diatas meja disediakan
roti sebagai panganan, Anda bisa makan roti ini dengan tangan. Hidangan
pembuka biasanya juga terdiri dari dua macam, Hot Appetizer dan Cold
Appetizer.
 Hot Appetizer biasanya Sup. Aduklah sup itu perlahan, jangan dipangku
ditangan Anda, biarkan tetap diatas meja. Jangan sekali-kali meniup sup.
Gunakan sendok sup yang sudah disediakan, biasanya lebih kecil.
 Cold Appetizer bisa berupa salad, ambil garpu di tangan kiri dan pisau di
tangan kanan, sekali lagi pilihlah alat makan yang disediakan, biasanya
lebih kecil dari alat makan hidangan utama. Janagn ragu-ragu mengelap
mulut Anda bila ada sisa makanan disana. Jangan mengelap dengan satu
tangan.

I. Hidangan Utama (Main Course)


Bila hidangan utama sudah tiba, jangan salah kalau Anda sedang diundang
jamuan makan ala internasional, umumnya ada dua cara menyantap
hidangan utama. Hidangan utama sering berupa daging, steik atau sea
food. Bila menggunakan ala Amerika biasanya daging dipotong lebih
dahulu baru disantap menggunakan sendok dengan tangan kanan. Cara
Eropa lain lagi, biasanya langsung dipotong dengan pisau di tangan
kanan lalau memakan dengan garpu di tangan kiri.
J. Hidangan Penutup (Dessert
Puas menyantap hidangan utama, saatnya Anda menikmati hidangan
penutup. Hidangan penutup umumnya berupa makanan atau minuman
dingin, seperti cocktail, ice cream atau jus. Jangan makan hidangan
penutup langsung setelah Anda menghabiskan makanan utama. Berilah
waktu untuk perut Anda. Setelah dirasa cukup dan hidangan penutup
sudah siap, amkaan Anda bisa menyantapnya. 

Bila hidangan penutup Anda berupa minuman yang ada hiasan diatasnya.
Makanlah hiasannya atau sisihkan terlebih dahulu. Baru minum
isinya.
A. Serbet
B. Piring utama
C. Mangkok sop dan tatakannya
D. Piring roti dan mentega dengan pisau roti
E. Gelas air
F. Anggur putih
G. Anggur merah
H. Garpu ikan
I. Garpu utama
J. Garpu salad
K. Pisau utama
L. Pisau ikan
M. Sendok sop
N. Sendok makanan pencuci mulut dan garpu kue

Perhatikan bahwa posisi garpu salad (J) disarankan untuk diletakkan


disebelah kiri garpu utama (I). Bagaimanapun juga untuk jamuan
resmi garpu utama digunakan sebelum garpu salad, karena itu
sebaiknya para tamu menunggu hidangan utamanya sebelum
mengambil salad.

K. Makanan Yang Dapat Dipegang Dengan Tangan

 Roti: break slices of bread, rolls and muffins in half or into small pieces
by hand before buttering.
 Daging : jika potongan dagingnya tebal, makanlah dengan menggunakan
pisau dan garpu. Jika garing, pecahkan dengan garpu dan makanlah
dengan tangan.
 Makan dengan tangan: Ikuti pedoman tuan rumah. Jika makanan tersebut
disajikan dalam piring, ambil dan letakkan pada piring Anda sebelum
memakannya.
 Makanan yang biasanya langsung dimakan dengan tangan: jagung pada
ikan tongkol, tulang iga, lobster, kepiting dan tiram dengan cangkang
terbuka, sayap ayam dan tulang (untuk situasi tidak resmi), sandwiches,
beberapa jenis buah tertentu, buah zaitun, seledri, roti dan kue kering.

L. Membuang Makanan Yang Terselib Dari Mulut

1. Serpihan buah zaitun: keluarkan dengan hati-hati ke telapak tangan


sebelum membuangnya ke piring.
2. Tulang ayam: gunakan garpu untuk membuang ke piring.
3. Duri ikan: buanglah dengan jari.
4. Bagian yang lebih besar: tulang atau makanan yang tidak ingin anda
makan keluarkan dengan hati-hati dan tersembunyi ke dalam serbet
makan hingga tidak diketahui orang lain.

M. Tata Cara Untuk Minum

1. MUG (gelas agak besar tanpa kaki) yang digunakan untuk minum kopi,
teh atau minuman panas lainnya, biasanya digunakan pada acara tak
resmi. Tatakan biasanya disertakan untuk meletakkan sendok kecil,
bahkan kadang tidak disediakan sama sekali. Bila disertai tatakan/lepek,
biasanya sendok diletakkan dengan posisi menghadap ke bawah atau di
sisi piring mentega atau piring makan. Jangan lupa mengeluarkan sendok
dari mug pada waktu akan minum.
2. Letakkan teh celup yang sudah dicelupkan ke dalam cangkir yang berisi
air panas pada piring alas/tatakan cangkir.
3. Sebelum mereguk es teh manis, es kopi susu, atau jus, jangan lupa
singkirkan sendok pengaduk yang berbentuk panjang. Letakkan di
tatakan setelah selesai mengaduk minuman. Bila tak tersedia, jangan lupa
memintanya.
4. Bila kopi atau teh tumpah, tanyakan apakah bisa mengganti tatakan. Bila
tidak memungkinkan, gunakan serbet atau tisu untuk membersihkannya.
Hal ini untuk menghidari tumpahan yang lebih banyak atau mengenai
baju Anda.
5. Jika disuguhi minuman dengan gelas yang biasa digunakan untuk anggur
merah, pegang kaki gelas. Untuk anggur putih, pegang badan gelas untuk
menjaga kedinginan minuman tersebut. Bila di gelas minuman terdapat
hiasan buah seperti stroberi, ceri, dan lainnya tapi Anda tidak ingin
memakannya, boleh disingkirkan.
6. Sebaiknya jangan meniup minuman yang panas untuk mendinginkannya.
Agar cepat dingin, Anda bisa mengaduk minuman secara perlahan atau
tunggu sampai panasnya berkurang.

2.3. Tujuan Umum


4. Mampu menjelaskan Pengertian dari Etika, Sopan Santun, Sopan santun
ketika Di meja makan.
5. Mampu mempersiapkan Diri secara baik ketika dalam suasana makan.
6. Mampu melakukan simulasi/role play sopan santun ketika sedang dimeja
makan asrama.
2.4. Prosedur tindakan

D. Fase orientasi
E. Fase kerja
F. Fase terminasi

2.5. Kemampuan Akhir yang Dicapai


4. Kognitif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk :
e. Menjelaskan Etika
f. Menjelaskan Sopan Santun
g. Menjelaskan etika bertamu
h. Menjelaskan prosedur sopan santun dimeja makan.

5. Afektif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk:

e. Melakukan penataan peralatan-peralatan makan dimeja makan.

6. Psikomotor, mahasiswa akan dapat:


d. Melakukan persiapan Diri dengan baik.
e. Melakukan persiapan lingkungan
1.7. Latihan/ Triger Case
Seorang mahasiswa yang sedang menjalani program profesi diajak oleh temannya
untuk makan diasrama karena waktu yang dimiliki tidak cukup untuk makan
diluar asrama. sebelumnya mahasiswa tersebut adalah mahasiswa yang tinggal
diasrama sebagai mahasiswa yang sudah mendapatkan mata kuliah Etika apa
yang seharusnya anda lakukan?
Tugas anda:
Lakukanlah Role Play/scenario tentang sopan santun dimeja makan.
1.8. Daftar Pustaka

7. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


8. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.

9. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e


bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

MODUL PRAKTEK

Judul : Sopan Santun Interaksi Mahasiswa Dan Dosen.

Waktu : 1x160

3. Pendahuluan

3.1. Deskripsi Singkat


Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan
mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga
disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia
yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli.
Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan
yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib
dan sentosa. Namun masih ada segelintir orang yang masih melanggar
norma-norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa faktor,
diantaranya adalah faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain

3.2. Relevansi
N. Defenisi
Sopan santun ialah suatu tingkah laku yang amat populis dan nilai yang
natural. Sopan santun sebagai sebuah konsep nilai tetapi bukan dipahami.
Sopan santun sebuah ideologi yang memerlukan konseptualisasi. Itulah
pengertian umum dari sopan santun. Menurut saya pribadi sopan santun
itu adalah sikap seseorang terhadap apa yang ia lihat, ia rasakan, dan
dalam situasi, kondisi apapun. Sikap santun yaitu baik, hormat,
tersenyum, dan taat kepada suatu peraturan. Sikap sopan santun yang
benar ialah lebih menonjolkan pribadi yang baik dan menghormati siapa
saja. Dari tutur bicara pun orang bisa melihat kesopanan kita. Baik/buruk,
misalnya lagi dalam situasi yang ramai dimana kita akan melewati jalan
itu, jika kita sopan pasti kita akan mengucapkan kata permisi pak,
bu…..dalam berteman pun seperti itu lebih menghargai pendapat teman
walaupun pendapat itu berbeda, sebenarnya pengertian sopan santun ini
sudah umum. Dan mungkin semua orang sudah mengerti apa itu sopan
santun, karna sifat ini telah ditanamkan sejak kecil pada diri individu
tersebut. Dan bagaimana kita mengembangkannya saja. Dalam kehidupan
kita dan disekitar kita.

O. Etika Berpakaian
1. Memakai pakaian dengan ukuran yang pas. Terkadang kita melupakan
ukuran dalam berpakaian, terlalu besar kirang tetap, terlalu kecil kurang
baik buat kesehatan kita, lebih baik kita berpakaian yang pas dan nyaman
buat kita dan orang.
2. Usahakan pakaian rapi dan tidak kedodoran. Usahakan kita berpakaian
yang bersih, rapih dan tidak kusut, agar tidak kusut lebih baik kita
menyetrika pakaian kita sebelum kita berangkat bekerja agar terlihat
rapih.
3. Usahakan model pakaian yang sopan. Berpakain kita harus menggunakan
model yang sopan agar terlihat lebih rapih dan sesuai dengan pekerjaan
kita.
4. Pilih warna yang tidak menyolok Warna pakain terkadang mempengaruhi,
maka pilihlah warna yang membuat kita dan orang lain tenang, seperti
warna biru, putih merah ( jangan terlalu menyolok mata).
5. Pilih model pakaian yang tidak terlalu kuno. Jangan terlalu memilih
model pakain yang terkesan kuno, kita harus menyesuaikan tempat.
P. Etika Berbicara
1. Bicara harus menatap lawan bicara. Pandangan mata kita harus fokus
kepada orang yang kita ajak bicara, padanganlah lawan bicar kita agar
lawan bicara kita merasa dihargai kita.
2. Suara harus jelas terdengar. Kita berbicara dengan intonasi yang jelas
agar lawan bicara kita tidak salah dalam mengartikan yang kita
bicarakan.
3. Menggunakan tata bahasa yang baik. Kita harus menggunakan bahasa
yang lawan bahasa kita mengerti dan tidak salah paham dengan
maksud dan tujuan kita.
4. Jangan menggunakan nada suara yang tinggi. Terkadang nada suara
kita mempengaruhi dengan maksud dan tujuan kita, misalnya kita
berbicara dengan nada tinggi bisa diartikan dengan orang marah,
lebih baik kita menggunakan nada yang bisa saja.
5. Pembicaraan mudah dimengerti. Kita harus langsung pada maksud
dan tujuan kita agar tidak membuang-buang waktu rekan kerja kita.
Q. Yang Harus Dihindari Dalam Berbicara.
1. Membicarakan kejelekan orang lain. Ketikaa rekan kerjs kita bercerita
sesuatu yang jelek pada kita, kita harus menghindari agar tidak
bercerita tentang rekan kita mengalihkan pembicaraan atau menjauh
darinya.
2. Membicarakan hal yang sensitive. Kita harus menghindari
pembicaraan yang membuat orang lain tersinggung (menggorek info
tentang teman).
3. Memotong pembicaraan orang lain. Kita tidak boleh memotong
pembicaraan orang lain, biarkan orang lain berbicara sampai selesai,
jika sudah selesai kita baru berbicara.
4. Mendominasi pembicaraan. Kita tidak boleh mendominasi
(mengunggulin) rekan kerja kita.
5. Banyak membicarakan diri sendiri. Kita tidak boleh membicarakan
diri sendiri atau pun orang lain

3.3. Tujuan Umum


7. Mampu menjelaskan Pengertian dari Etika, Sopan Santun, Sopan santun
Interaksi mahasiswa dan dosen.
3.4. Prosedur tindakan

G. Fase orientasi
H. Fase kerja
I. Fase terminasi

3.5. Kemampuan Akhir yang Dicapai


7. Kognitif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk :
i. Menjelaskan Etika
j. Menjelaskan Sopan Santun
k. Menjelaskan etika Terhadap Interaksi mahasiswa dan dosen.

8. Afektif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk:

f. Melakukan Interaksi yang baik dengan dosen

9. Psikomotor, mahasiswa akan dapat:


f. Melakukan persiapan Diri dengan baik.
g. Melakukan persiapan lingkungan

1.8. Latihan/ Triger Case


Seorang mahasiswa akan bertemu dengan dosen penanggung jawab mata kuliah
Etika dan moral, mahasiswa akan menemui dosen yang bersangkutan didalam
kantor dosen, setelah bertemu mahasiswa mengingatkan kembali tentang jadwal
yang telah diberikan dan pada hari ini akan masuk dikelas untuk lecture. selama
didalam kelas mahasiswa mendengarkan materi yang disampaikan, tiba-tiba
seorang mahasiswa bertanya dan memberikan interupsi.
Tugas anda:
Lakukanlah Role Play/scenario tentang sopan santun interaksi mahasiswa dan dosen
mulai dari seorang mahasiswa menemui dosen hingga dalam kelas.
1.9. Daftar Pustaka

10. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


11. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.

12. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e


bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

MODUL PRAKTEK

Judul : Sopan Santun Perlakuan dan Penerimaan Pasien


baru
Waktu : 1x160

4. Pendahuluan

4.1. Deskripsi Singkat


Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan
mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga
disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia
yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli.

Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan


yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib
dan sentosa. Namun masih ada segelintir orang yang masih melanggar
norma-norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa faktor,
diantaranya adalah faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain

4.2. Relevansi
R. Defenisi
Sopan santun ialah suatu tingkah laku yang amat populis dan nilai yang
natural. Sopan santun sebagai sebuah konsep nilai tetapi bukan dipahami.
Sopan santun sebuah ideologi yang memerlukan konseptualisasi. Itulah
pengertian umum dari sopan santun. Menurut saya pribadi sopan santun
itu adalah sikap seseorang terhadap apa yang ia lihat, ia rasakan, dan
dalam situasi, kondisi apapun. Sikap santun yaitu baik, hormat,
tersenyum, dan taat kepada suatu peraturan. Sikap sopan santun yang
benar ialah lebih menonjolkan pribadi yang baik dan menghormati siapa
saja. Dari tutur bicara pun orang bisa melihat kesopanan kita. Baik/buruk,
misalnya lagi dalam situasi yang ramai dimana kita akan melewati jalan
itu, jika kita sopan pasti kita akan mengucapkan kata permisi pak,
bu…..dalam berteman pun seperti itu lebih menghargai pendapat teman
walaupun pendapat itu berbeda, sebenarnya pengertian sopan santun ini
sudah umum. Dan mungkin semua orang sudah mengerti apa itu sopan
santun, karna sifat ini telah ditanamkan sejak kecil pada diri individu
tersebut. Dan bagaimana kita mengembangkannya saja. Dalam kehidupan
kita dan disekitar kita.

S. Berbicara Simpatik
6. Bisa mengimbangi lawan bicara. Ketika kita berbicara kita harus melihat
lawan bicara kita dengan siapa kita bicara.
7. Berkeinginan menyenangkan lawan bicara. Kita harus membuat rekan
kerja kita senang berbicara dengan kita.
8. Mampu menciptakan rasa humor. Kita harus sedikit membuat rekan kerja
kita tertawa agar suasana jadi santai.
9. Mau memuji lawan bicara. Kita juga harus memuji lawan bicara kita agar
lawan bicara kita menjadi senang.
10. Mampu menjadi pendengar yang baik. Kita harus bisa menjadi pendengar
ketika rekan kerja kita bercerita pada kita.
T. Etika Berbicara
6. Bicara harus menatap lawan bicara. Pandangan mata kita harus fokus
kepada orang yang kita ajak bicara, padanganlah lawan bicar kita agar
lawan bicara kita merasa dihargai kita.
7. Suara harus jelas terdengar. Kita berbicara dengan intonasi yang jelas
agar lawan bicara kita tidak salah dalam mengartikan yang kita
bicarakan.
8. Menggunakan tata bahasa yang baik. Kita harus menggunakan bahasa
yang lawan bahasa kita mengerti dan tidak salah paham dengan
maksud dan tujuan kita.
9. Jangan menggunakan nada suara yang tinggi. Terkadang nada suara
kita mempengaruhi dengan maksud dan tujuan kita, misalnya kita
berbicara dengan nada tinggi bisa diartikan dengan orang marah,
lebih baik kita menggunakan nada yang bisa saja.
10. Pembicaraan mudah dimengerti. Kita harus langsung pada maksud
dan tujuan kita agar tidak membuang-buang waktu rekan kerja kita.
U. Yang Harus Dihindari Dalam Berbicara.
6. Membicarakan kejelekan orang lain. Ketikaa rekan kerjs kita bercerita
sesuatu yang jelek pada kita, kita harus menghindari agar tidak
bercerita tentang rekan kita mengalihkan pembicaraan atau menjauh
darinya.
7. Membicarakan hal yang sensitive. Kita harus menghindari
pembicaraan yang membuat orang lain tersinggung (menggorek info
tentang teman).
8. Memotong pembicaraan orang lain. Kita tidak boleh memotong
pembicaraan orang lain, biarkan orang lain berbicara sampai selesai,
jika sudah selesai kita baru berbicara.
9. Mendominasi pembicaraan. Kita tidak boleh mendominasi
(mengunggulin) rekan kerja kita.
10. Banyak membicarakan diri sendiri. Kita tidak boleh membicarakan
diri sendiri atau pun orang lain

4.3. Tujuan Umum


8. Mampu menjelaskan Pengertian dari Etika, Sopan Santun, Sopan santun
bagaimana perlakuan dan menerima pasien yang baik dan benar.
4.4. Prosedur tindakan

J. Fase orientasi
K. Fase kerja
L. Fase terminasi

4.5. Kemampuan Akhir yang Dicapai


10. Kognitif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk :
l. Menjelaskan Etika
m. Menjelaskan Sopan Santun
n. Menjelaskan etika terhadap pasien baru.

11. Afektif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk:

g. Melakukan Interaksi yang baik dengan pasien penuh dengan simpati dan
empati

12. Psikomotor, mahasiswa akan dapat:


h. Melakukan persiapan Diri dengan baik.
i. Melakukan persiapan lingkungan

1.9. Latihan/ Triger Case


Nn. D dan kakaknya Tn. B yang berumur 18 tahun dan 21 tahun. Pada hari minggu
pergi kerumah neneknya dengan mobil pribadinya. Mobil tersebut di kemudikan
oleh Tn. B, mobil tersebut mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kaki kiri
Nn. D patah dan harus diamputasi sedangkan kakaknya meninggal dunia. Setelah
2 hari dirawat Nn. D baru sadarkan diri dan dia sangat depresi setelah
mengetahui kakinya diamputasi dan ia menanyakan keadaan kakaknya.
Tugas:
Lakukanlah role play/scenario perlakuan dan penerimaan yang baik terhadap pasien
1.10. Daftar Pustaka

13. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


14. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.

15. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e


bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

MODUL PRAKTEK

Judul : Sopan Santun Terhadap Kakak Kelas, Adik


kelas.
Waktu : 1x160

5. Pendahuluan

5.1. Deskripsi Singkat


Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan
menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika
atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang
berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran
bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh
beberapa ahli.
Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan
yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman,
tertib dan sentosa. Namun masih ada segelintir orang yang masih
melanggar norma-norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa
faktor, diantaranya adalah faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain

5.2. Relevansi
V. Defenisi
Sopan santun ialah suatu tingkah laku yang amat populis dan nilai yang
natural. Sopan santun sebagai sebuah konsep nilai tetapi bukan dipahami.
Sopan santun sebuah ideologi yang memerlukan konseptualisasi. Itulah
pengertian umum dari sopan santun. Menurut saya pribadi sopan santun
itu adalah sikap seseorang terhadap apa yang ia lihat, ia rasakan, dan
dalam situasi, kondisi apapun. Sikap santun yaitu baik, hormat,
tersenyum, dan taat kepada suatu peraturan. Sikap sopan santun yang
benar ialah lebih menonjolkan pribadi yang baik dan menghormati siapa
saja. Dari tutur bicara pun orang bisa melihat kesopanan kita. Baik/buruk,
misalnya lagi dalam situasi yang ramai dimana kita akan melewati jalan
itu, jika kita sopan pasti kita akan mengucapkan kata permisi pak,
bu…..dalam berteman pun seperti itu lebih menghargai pendapat teman
walaupun pendapat itu berbeda, sebenarnya pengertian sopan santun ini
sudah umum. Dan mungkin semua orang sudah mengerti apa itu sopan
santun, karna sifat ini telah ditanamkan sejak kecil pada diri individu
tersebut. Dan bagaimana kita mengembangkannya saja. Dalam kehidupan
kita dan disekitar kita.

W.Etika Berpakaian
11. Memakai pakaian dengan ukuran yang pas. Terkadang kita melupakan
ukuran dalam berpakaian, terlalu besar kirang tetap, terlalu kecil kurang
baik buat kesehatan kita, lebih baik kita berpakaian yang pas dan nyaman
buat kita dan orang.
12. Usahakan pakaian rapi dan tidak kedodoran. Usahakan kita berpakaian
yang bersih, rapih dan tidak kusut, agar tidak kusut lebih baik kita
menyetrika pakaian kita sebelum kita berangkat bekerja agar terlihat
rapih.
13. Usahakan model pakaian yang sopan. Berpakain kita harus menggunakan
model yang sopan agar terlihat lebih rapih dan sesuai dengan pekerjaan
kita.
14. Pilih warna yang tidak menyolok Warna pakain terkadang mempengaruhi,
maka pilihlah warna yang membuat kita dan orang lain tenang, seperti
warna biru, putih merah ( jangan terlalu menyolok mata).
15. Pilih model pakaian yang tidak terlalu kuno. Jangan terlalu memilih
model pakain yang terkesan kuno, kita harus menyesuaikan tempat.
X. Etika Berbicara
11. Bicara harus menatap lawan bicara. Pandangan mata kita harus fokus
kepada orang yang kita ajak bicara, padanganlah lawan bicar kita agar
lawan bicara kita merasa dihargai kita.
12. Suara harus jelas terdengar. Kita berbicara dengan intonasi yang jelas
agar lawan bicara kita tidak salah dalam mengartikan yang kita
bicarakan.
13. Menggunakan tata bahasa yang baik. Kita harus menggunakan bahasa
yang lawan bahasa kita mengerti dan tidak salah paham dengan
maksud dan tujuan kita.
14. Jangan menggunakan nada suara yang tinggi. Terkadang nada suara
kita mempengaruhi dengan maksud dan tujuan kita, misalnya kita
berbicara dengan nada tinggi bisa diartikan dengan orang marah,
lebih baik kita menggunakan nada yang bisa saja.
15. Pembicaraan mudah dimengerti. Kita harus langsung pada maksud
dan tujuan kita agar tidak membuang-buang waktu rekan kerja kita.
Y. Yang Harus Dihindari Dalam Berbicara.
11. Membicarakan kejelekan orang lain. Ketikaa rekan kerjs kita bercerita
sesuatu yang jelek pada kita, kita harus menghindari agar tidak
bercerita tentang rekan kita mengalihkan pembicaraan atau menjauh
darinya.
12. Membicarakan hal yang sensitive. Kita harus menghindari
pembicaraan yang membuat orang lain tersinggung (menggorek info
tentang teman).
13. Memotong pembicaraan orang lain. Kita tidak boleh memotong
pembicaraan orang lain, biarkan orang lain berbicara sampai selesai,
jika sudah selesai kita baru berbicara.
14. Mendominasi pembicaraan. Kita tidak boleh mendominasi
(mengunggulin) rekan kerja kita.
15. Banyak membicarakan diri sendiri. Kita tidak boleh membicarakan
diri sendiri atau pun orang lain

5.3. Tujuan Umum


9. Mampu menjelaskan Pengertian dari Etika, Sopan Santun, Sopan santun
terhadap kakak, adik.
5.4. Prosedur tindakan

M. Fase orientasi
N. Fase kerja
O. Fase terminasi

5.5. Kemampuan Akhir yang Dicapai


13. Kognitif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk :
o. Menjelaskan Etika
p. Menjelaskan Sopan Santun
q. Menjelaskan etika Terhadap kakak dan adik.

14. Afektif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk:

h. Melakukan Interaksi yang baik dengan kakak dan adik tingkat

15. Psikomotor, mahasiswa akan dapat:


j. Melakukan persiapan Diri dengan baik.
k. Melakukan persiapan lingkungan

1.10. Latihan/ Triger Case


Mahasiswa A adalah seorang mahasiswa tingkat 2 di STIKes St. Elisabeth medan,
suatu waktu seorang mahasiswa R mahasiswa tingkat 1 datang bertanya kepada
mahasiswa A tentang peraturan asrama dan jam study malam kepada mahasiswa
A, Mahasiswa A menjawab dengan marah-marah dan mengatakan jika
mahasiswa R tidak bertanya dengan sopan santun dan tidak memiki Etika
terhadap kakak tingkat.
Tugas anda:
Lakukanlah Role Play/scenario tentang interaksi sopan santun yang baik terhadap
kakak tingkat dan adik tingkat berdasarkan kasus diatas.
1.11. Daftar Pustaka

16. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


17. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.

18. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e


bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

MODUL PRAKTEK

Judul : Sopan Santun Terhadap Dokter, Kakak Perawat, dan Tim


Kesehatan lainnya.

Waktu : 1x160

6. Pendahuluan
6.1. Deskripsi Singkat
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan
mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga
disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia
yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli.

Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan


yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib
dan sentosa. Namun masih ada segelintir orang yang masih melanggar
norma-norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa faktor,
diantaranya adalah faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain

6.2. Relevansi
Z. Defenisi
Sopan santun ialah suatu tingkah laku yang amat populis dan nilai yang
natural. Sopan santun sebagai sebuah konsep nilai tetapi bukan
dipahami. Sopan santun sebuah ideologi yang memerlukan
konseptualisasi. Itulah pengertian umum dari sopan santun. Menurut
saya pribadi sopan santun itu adalah sikap seseorang terhadap apa
yang ia lihat, ia rasakan, dan dalam situasi, kondisi apapun. Sikap
santun yaitu baik, hormat, tersenyum, dan taat kepada suatu
peraturan. Sikap sopan santun yang benar ialah lebih menonjolkan
pribadi yang baik dan menghormati siapa saja. Dari tutur bicara pun
orang bisa melihat kesopanan kita. Baik/buruk, misalnya lagi dalam
situasi yang ramai dimana kita akan melewati jalan itu, jika kita sopan
pasti kita akan mengucapkan kata permisi pak, bu…..dalam berteman
pun seperti itu lebih menghargai pendapat teman walaupun pendapat
itu berbeda, sebenarnya pengertian sopan santun ini sudah umum.
Dan mungkin semua orang sudah mengerti apa itu sopan santun,
karna sifat ini telah ditanamkan sejak kecil pada diri individu
tersebut. Dan bagaimana kita mengembangkannya saja. Dalam
kehidupan kita dan disekitar kita.

AA. Etika Berpakaian


16. Memakai pakaian dengan ukuran yang pas. Terkadang kita melupakan
ukuran dalam berpakaian, terlalu besar kirang tetap, terlalu kecil kurang
baik buat kesehatan kita, lebih baik kita berpakaian yang pas dan nyaman
buat kita dan orang.
17. Usahakan pakaian rapi dan tidak kedodoran. Usahakan kita berpakaian
yang bersih, rapih dan tidak kusut, agar tidak kusut lebih baik kita
menyetrika pakaian kita sebelum kita berangkat bekerja agar terlihat
rapih.
18. Usahakan model pakaian yang sopan. Berpakain kita harus menggunakan
model yang sopan agar terlihat lebih rapih dan sesuai dengan pekerjaan
kita.
19. Pilih warna yang tidak menyolok Warna pakain terkadang mempengaruhi,
maka pilihlah warna yang membuat kita dan orang lain tenang, seperti
warna biru, putih merah ( jangan terlalu menyolok mata).
20. Pilih model pakaian yang tidak terlalu kuno. Jangan terlalu memilih
model pakain yang terkesan kuno, kita harus menyesuaikan tempat.
BB. Etika Berbicara
16. Bicara harus menatap lawan bicara. Pandangan mata kita harus fokus
kepada orang yang kita ajak bicara, padanganlah lawan bicar kita agar
lawan bicara kita merasa dihargai kita.
17. Suara harus jelas terdengar. Kita berbicara dengan intonasi yang jelas
agar lawan bicara kita tidak salah dalam mengartikan yang kita
bicarakan.
18. Menggunakan tata bahasa yang baik. Kita harus menggunakan bahasa
yang lawan bahasa kita mengerti dan tidak salah paham dengan
maksud dan tujuan kita.
19. Jangan menggunakan nada suara yang tinggi. Terkadang nada suara
kita mempengaruhi dengan maksud dan tujuan kita, misalnya kita
berbicara dengan nada tinggi bisa diartikan dengan orang marah,
lebih baik kita menggunakan nada yang bisa saja.
20. Pembicaraan mudah dimengerti. Kita harus langsung pada maksud
dan tujuan kita agar tidak membuang-buang waktu rekan kerja kita.
CC. Yang Harus Dihindari Dalam Berbicara.
16. Membicarakan kejelekan orang lain. Ketikaa rekan kerjs kita bercerita
sesuatu yang jelek pada kita, kita harus menghindari agar tidak
bercerita tentang rekan kita mengalihkan pembicaraan atau menjauh
darinya.
17. Membicarakan hal yang sensitive. Kita harus menghindari
pembicaraan yang membuat orang lain tersinggung (menggorek info
tentang teman).
18. Memotong pembicaraan orang lain. Kita tidak boleh memotong
pembicaraan orang lain, biarkan orang lain berbicara sampai selesai,
jika sudah selesai kita baru berbicara.
19. Mendominasi pembicaraan. Kita tidak boleh mendominasi
(mengunggulin) rekan kerja kita.
20. Banyak membicarakan diri sendiri. Kita tidak boleh membicarakan
diri sendiri atau pun orang lain

6.3. Tujuan Umum


10. Mampu menjelaskan Pengertian dari Etika, Sopan Santun, Sopan santun
terhadap Dokter, Kakak Perawat, dan Tim Kesehatan Lainnya.
6.4. Prosedur tindakan

P. Fase orientasi
Q. Fase kerja
R. Fase terminasi

6.5. Kemampuan Akhir yang Dicapai


16. Kognitif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk :
r. Menjelaskan Etika
s. Menjelaskan Sopan Santun
t. Menjelaskan etika Terhadap Dokter, Kakak Perawat.

17. Afektif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk:

i. Melakukan Interaksi yang baik dengan Dokter, Kakak Perawat, dan Tim
kesehatan lainnya.

18. Psikomotor, mahasiswa akan dapat:


l. Melakukan persiapan Diri dengan baik.
m. Melakukan persiapan lingkungan

1.11. Latihan/ Triger Case


Seorang mahasiswa perawat disuruh seorang perawat senior untuk melaporkan hasil
pemeriksaan laboratorium kepada dokter S, setelah selesai melaporkan hasil
pemeriksaan mahasiswa perawat mencatat hasil laporan mengenai therapy,
selanjutnya mahasiswa perawat dianjurkan untuk melaporkan diet yang akan
diberi kepada pasien ke bagian ahli Gizi, selanjutnya menghubungi bagian
Radiologi untuk dilakuakn foto Rontgen.
Tugas anda:
Lakukanlah Role Play/scenario tentang interaksi sopan santun Interaksi terhadap
Dokter, Kakak perawat, dan Tim kesehatan lainnya.
1.12. Daftar Pustaka

19. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


20. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.

21. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e


bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

MODUL PRAKTEK

Judul : Pencegahan Abortus pada Remaja di STIKes St. Elisabeth


Medan.

Waktu : 1x160

7. Pendahuluan
7.1. Deskripsi Singkat
Menggugurkan kandungan atau lebih dikenal dengan aborsi (abortus)
merupakan kejahatan kemanusiaan karena mengambil hak janin
dalam kandungan untuk hidup. Aborsi bertujuan untuk
menghilangkan nyawa atau menggagalkan kelahiran janin dalam
kandungan. Aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum masuk
usia 20 minggu masa kehamilan dan ini merupakan tindakan kriminal
yang mana pelakunya bisa dijerat dengan hukum yang berlaku di
Indonesia.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kejahatan aborsi ini diatur
dalam KUHP pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349,
sehingga aborsi dilarang bagi siapapun. Pada umumnya aborsi
dilakukan oleh siapa saja dengan motif yang bermacam-macam,
misalnya karena rasa malu atau karena motif ekonomi. Saat ini
banyak sekali kasus aborsi yang dilakukan karena para remaja yang
berpacaran tanpa kenal batas, sehingga mereka berhubungan badan
dan hamil. Untuk menutupinya maka dilakukanlah aborsi.

7.2. Relevansi
DD. Defenisi
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel
telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh.
EE. Bahaya Aborsi.
1. Pendarahan parah
Pendarahan bisa mengakibatkan seseorang kehabisan darah dan jika tidak
segera ditangani secara medis akan berujung pada kematian. Aborsi
dapat mengakibatkan pelakunya (wanita yang hamil) mengalami
pendarahan karena leher rahimnya robek dan terbuka lebar. Aborsi
memang upaya yang tidak alamiah karena keluar dari siklus / jalurnya
sehingga sangat berbahaya.

2. Terkena risiko kanker


Bagi para pelaku aborsi, ketahuilah bahwa praktik ini dapat membuat
meningkatnya risiko terkena kanker, misalnya kanker serviks, kanker,
indung telur, kanker payudara dan lain sebagainya. Kanker serviks
sendiri adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human
papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim.
Kanker ini biasanya akan mengakibatkan pendarahan pada organ vital
wanita, tetapi gejala kanker ini tidak terlihat sampai kanker memasuki
stadium yang lebih jauh. Hmmm, betapa berbahayanya aborsi bagi
kesehatan.
3. Menyebabkan infeksi
Banyak orang yang melakukan aborsi menggunakan alat medis yang
tidak steril dan terdapat banyak bakteri sehingga sangat berpotensi
menyebabkan infeksi pada organ vital dan organ dalam lainnya.
Infeksi sendiri bukan hanya bisa terjadi karena tidak sterilnya alat
medis tetapi bisa juga karena mungkin ada bagian janin yang
tertinggal di dalam rahim. Dan inilah yang sering diabaikan oleh para
pelaku aborsi.

4. Risiko kematian
Kematian karena aborsi sering terjadi, karena memang umumnya para
pelaku hanya berpikir bagaimana menggugurkan kandungan tanpa
memikirkan kesehatannya. Tidak jarang para pelaku aborsi yang
meninggal karena pendarahan, infeksi maupun human error lain.

5. Risiko melahirkan prematur


Melahirkan prematur bukan hanya karena kehendak tuhan dan kelainan
semata, tetapi bisa jug adisebabkan oleh aborsi. Pada umumnya
setelah melakukan aborsi maka pada kehamilan selanjutnya pelaku
aborsi akan melahirkan prematur.

6. Dampak psikologis
Selain dampak kesehatan fisik, aborsi juga berdampak pada psikologi
pelakuknya. Di antara dampak psikologis bagi para pelaku aborsi di
antaranya trauma, depresi, sedih dan merasa berdosa, dan masih
banyak lagi yang akan mengganggu kesehatan jiwanya.

Janin dalam kandungan merupakan anugerah dari Tuhan YME dan hasil
dari perbuatan pelaku itu sendiri. Jadi jangan sampai anda melakukan
praktik aborsi karena selain banyak merugikan anda di dunia, pun di
akhirat juga akan mendapatkan dosa yang teramat besar. Belajarlah
untuk bertanggung jawab di depan manusia maupun di depan Tuhan,
karena itulah keputusan yang anda buat.
7.3. Tujuan Umum
11. Mampu menjelaskan Pengertian dari Etika, Moral, Nilai, Hati Nurani,
Tanggung jawab terhadap Anugrah Tuhan Melalui Kehamilan.
7.4. Prosedur tindakan

A. Fase orientasi
B. Fase kerja
C. Fase terminasi

7.5. Kemampuan Akhir yang Dicapai


19. Kognitif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk :
a. Menjelaskan Etik Etika, Moral, Nilai, Hati Nurani, Tanggung
jawab terhadap Anugrah Tuhan Melalui Kehamilan.

20. Afektif, mahasiswa akan dapat/mampu untuk:

j. Melakukan Komunikasi dan pendekatan yang baik terhadap seorang yang


akan melakukan Aborsi.

21. Psikomotor, mahasiswa akan dapat:


n. Melakukan persiapan Diri dengan baik.
o. Melakukan persiapan lingkungan

1.12. Latihan/ Triger Case


Seorang mahasiswa memiliki seorang teman yang bernama H senang dengan gaya
hidup yang bebas dan tidak terkontrol, suatu hari H menceritakan kepada
mahasiswa tersebut bahwa H tengah mengandung umur kehamilan 4 minggu,
dan akan melakukannya tanpa pengetahuan orang tua.
Tugas anda:
Lakukanlah Role Play/scenario bagaimana anda menyikapi hal diatas, dan
pendekatan apa yang anda gunakan.
1.13. Daftar Pustaka

1. Bertens. K. 2000. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


2. Piet, Go. HidupdanKesehatan. Malang: STFT WidyaSasana 1984.
3. Vidal, Maurizio. Manuale di eticateologica, morale della persona e
bioetikateologica. Assisi: Cittadella 1995

Anda mungkin juga menyukai