OLEH :
KELOMPOK 8
KELAS 2B SEMESTER IV
NAMA KELOMPOK:
2020
PEMERIKSAAN ASAM URAT
I. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu mengetahui prinsip pemeriksaan asam urat pada
sampel serum.
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan asam urat pada sampel
serum.
b. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil dari pemeriksaan asam
urat pada sampel serum.
II. METODE
Enzymatic-Calorimetric
Tinder end point
III. PRINSIP
Uric Ase
Uric acid + 2H2O + O2 Allantoine + CO2 + H2O2
Peroxidase
2H2O + EHSPT + 4-AAP Quinoneimine + 4H2O
4-AAP : amino-4-Antipyrine
EHSPT : N-Ethyl-N-(2(Hydroxy-3-Sulfopropyl)-m-Toludine
1. Pemeriksaan Holistik
Pemeriksaan holistik adalah pemeriksaan yang menyeluruh dimana
pemeriksaan dilakukan dari kapan terjadinya nyeri, bagaimanam dapat
terjadinya nyeri. Setelah itu dilihat riwayat kesehatan, baru di tegakkan
diagnosis.
2. Pemeriksaan Enzimatis
Pemeriksaan enzimatis adalah pemeriksaan asam urat dengan prinsip uric-
acid yang bereaksi dengan urease membentuk reaksi H2O2 dibawah katalisis
peroksiadase dengan 3,5 didorohydroksi bensensulforic acid dan 4
aminophenazone memberikan reaksi warna violet dengan indikator
Quinollmine.
E. Patofisiologi
Kondisi asam urat yang meningkat dalam tubuh menyebabkan terjadi
penumpukan asam urat pada jaringan yang kemudian akan membentuk kristal
urat yang ujungnya tajam seperti jarum. Kondisi ini memacu terjadinya respon
inflamasi dan diteruskan dengan serangan gout. Penumpukan asam urat dapat
menimbulkan kerusakan hebat pada sendi dan jaringan lunak serta dapat
menyebabkan nephrolithiasis urat ( batu ginjal ) dengan disertai penyakit ginjal
kronis jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan segera. (Kertia,
2009) Menurut Michael A. Charter gout memiliki 4 tahapan klinis, yaitu :
1. Stadium I
Kadar asam urat darah meningkat tapi tidak menunjukkan gejala atau
keluhan (hiperurisemia asimtomatik).
2. Stadium II
Terjadi pembengkakan dan nyeri pada sendi kaki, sendi jari tangan,
pergelangan tangan dan siku (acut arthritis gout).
3. Stadium III
Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu
kurang dari 1 tahun jika tidak diobati (intercritical stadium)
4. Stadium IV
Timbunan asam urat terus meluas selama beberapa tahun jika tidak
dilakukan pengobatan, hal ini dapat menyebabkan nyeri, sakit, kaku serta
pembengkakan sendi nodular yang besar (cronic gout)
I. Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan
pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik. Prinsip kerja spektrofotometri didasarkan
padahuku lambert-beer yaitu bila cahaya monokromatik melalui suatu media
makasebagian cahayanya diserap, sebagian dipantulkan, sebagian lagi
dipancarkan. (Basset, 1994). Spektrofotometri dapat digunakan untuk
menentukan kadar suatu zat dengan mengukur absobansi zat yang akan
ditetapkan kadarnya dibandingkan dengan standar.
Kalkulasi:
Konversi:
md/dl x 10 = mg/L
catatan : pada praktikum menggunakan alat dilab JAK tidak perlu dilakukan
kalkulasi pada hasil yang ditampilkan oleh alat.
VII.INTERPRETASI
a. Identitas Probandus
1. Sampel patologis / klinis
ID : 161S
Nama : Jonas Floriano Guteres
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Hasil : 2,47 mg/dL
2. Sampel Mahasiswa
Nama : Komang Sisilia
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Hasil : 2,03 mg/dL
IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum pemeriksaan asam urat (uric acid) yang telah dilakukan
pada hari Selasa, 28 Januari 2020 bertempat di Laboratorium Kimia Klinik
Poltekkes Denpasar digunakan sampel berupa serum darah dari mahasiswa dan
sampel dari Rs. Sanglah. Adapun identitas pasien, yaitu :
Sampel 1 : ID : 161S
Nama : Jonas Floriano Guteres
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Hasil : 2,47 mg/dL
Didapatkan hasil kadar asam urat yakni 2,47 mg/dL yang menunjukkan
bahwa nilai dibawah normal apabila dibandingkan dengan nilai rujukan asam
urat normal pada laki-laki yaitu 3.6 - 8.2 mg/dl.
Sampel 2 : Nama : Komang Sisilia
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Hasil : 2,03 mg/dL
Didapatkan hasil kadar asam urat yakni 2,03 mg/dL yang menunjukkan
bahwa nilai dibawah normal apabila dibandingkan dengan nilai rujukan asam
urat normal pada wanita 2.3 - 6.1 mg/dl.
Asam urat adalah asam berbentuk kristal jarum, merupakan hasil dari
metabolisme purin (bentuk turunan nucleoprotein) yang kadarnya tidak boleh
lebih dari nilai normalnya. Orang yang sehat memiliki asam urat di dalam
tubuhnya kerena setiap hari metabolisme tubuh yang normal menghasilkan
asam urat[1]. Asam urat adalah produk akhir atau produk buangan yang
dihasilkan dari metabolisme atau pemecahan purin. Asam urat sebenarnya
merupakan antioksi dan dari manusia dan hewan, tetapi bila dalam jumlah
berlebihan dalam darah akan mengalami pengkristalan dan dapat menimbulkan
gout. Asam urat mempunyai peran sebagai antioksidan bila kadarnya tidak
berlebihan dalam darah, namun bila kadarnya berlebih asam urat akan berperan
sebagai prooksidan[2]. Makanan yang banyak mengandung purin apabila
dikonsumsi oleh manusia yang normal maka akan langsung dimetabolisme
oleh usus. Urat (bentuk ion dari asam urat) hanya dihasilkan oleh jaringan
tubuh yang mengandung xantin oksidase, terutama di organ ginjal dan usus.
Produksi urat bervariasi tergantung konsumsi makanan yang mengandung
purin. Kecepatan pembentukan, biosintesis dan mengandung purin, kecepatan
pembentukan, biosintesis dan penghancuran purin didalam tubuh. Normalnya
asam urat yang difiltrasi hamper seluruhnya direabsorbsi juga terdapat
sejumlah destruksi dalam usus. Normal 2/3 -3/4 asam urat dibuang oleh ginjal
melaui urin, sedangkan sisanya dibuang melalui saluran cerna[3].
Kadar asam urat dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan darah dan
urin. Nilai rujukan kadar darah asam urat normal pada laki-laki yaitu 3.6 - 8.2
mg/dl sedangkan pada perempuan yaitu 2.3 - 6.1 mg/dl [4]. Pemeriksaan kadar
asam urat darah digunakan serum pasien sebagai sampel, serum adalah bagian
darah yang tersisa setelah darah membeku yang sudah tidak terdapat
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, V dan XIII (Widmann, 1995) serum dipilih
sebagai penganti plasma karena mencegah pencemaran antikoagulan terhadap
specimen yang akan diperiksa[5]. Plasma darah merupakan komponen
penyusun darah yang termasuk dalam kesatuan cairan ekstra seluler, dengan
volume kira-kira 5% dari berat badan. Plasma mempunyai komposisi berupa
bahan cair yaitu 91% dan bahan padat (organis, dan anorganis) 9%,
mengandung Fibrinogen yang sangat besar molekulnya (Berat Molekul
340.000 daltron) dan berubah menjadi fibrin bila darah membeku[6]. Di luar
vaskuler, darah terdapat cair bila fibrinogen dikeluarkan atau bila darah
dibunuhi antikoagulan yang mencegah pembekuan dengan cara mengikat
kalsium. EDTA merupakan anti koagulan yang langsung mengikat kalsium.
Heparin mencegah pembekuan dengan cara menghambat thrombin, heparin
mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin tanpa mengganggu kalsium.
Plasma segar mengandung semua jenis protein yang ada dalam sirkulasi. Bila
plasma disimpan dalam suhu kamar, aktivitas faktor V dan Vlll menurun
perlahan-lahan[7].
Antikoagulan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah
pembekuan darah. Antikoagulan yang sering digunakan dalam pemeriksaan
hematologi antara lain Ethylen diamin tetra acetat (EDTA), heparin, natrium
sitrat, campuran ammonium oxalate dan kalsium oxalate (Gandasoebrata,
2007). EDTA bekerja dengan cara mengubah ion kalsium dari darah menjadi
bentuk yang bukan ion[8].
Meningkatnya kadar asam urat dalam darah disebut hiperurisemia.
Hiperurisemia disebabkan oleh dua hal, yaitu karena pembentukan asam urat
yang berlebihan atau karena penurunan pengeluaran asam urat oleh ginjal.
Hiperurisemia yang tidak ditangani menyebabkan asam urat dalam darah
berlebihan sehingga menimbulkan penumpukan kristal asam urat. Apabila
kristal berada dalam cairan sendi maka akan menyebabkan penyakit gout. Gout
umumnya dialami oleh laki – laki berusia lebih dari 30 tahun. Penyakit gout
dapat dikelompokkan menjadi bentuk gout primer dan sekunder. Sebagian
besar penyebabnya diperkirakan akibat kelainan proses metabolisme dalam
tubuh dan 10% kasus dialami oleh wanita setelah menopause karena gangguan
hormon. 4,5 Selain dapat menyebabkan gout, hiperurisemia dapat juga
menyebabkan kelainan ginjal, tofi sekitar sendi, penyakit jantung, peradangan
tulang, stroke dan kencing batu. Meningkatnya prevalensi gout berhubungan
dengan faktor risiko jenis kelamin, asupan tinggi purin, alkohol, obesitas,
hipertensi, diabetes melitus, dan dislipidemia.8 Selain itu kejadian gout
berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal dan faktor genetik.9,10 Cairan
berfungsi sebagai pelarut dan sebagai media pembuangan hasil metabolisme
tubuh. Konsumsi cairan tidak beralkohol yang tinggi dapat menurunkan kadar
asam urat.
Artritis gout merupakan salah satu penyakit metabolik (metabolic
syndrom) yang terkait dengan pola makan diet tinggi purin dan minuman
beralkohol. Penimbunan kristal monosodium urat (MSU) pada sendi dan
jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya keradangan atau inflamasi
pada gout artritis (Nuki dan Simkin, 2006). Artritis gout adalah jenis artritis
terbanyak ketiga setelah osteoartritis dan kelompok rematik luar sendi
(gangguan pada komponen penunjang sendi, peradangan, penggunaan
berlebihan) (Nainggolan, 2009). Penyakit ini mengganggu kualitas hidup
penderitanya. Peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia)
merupakan faktor utama terjadinya artritis gout (Roddy dan Doherty, 2010).
Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal monosodium urat (MSU)
pada sendisendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum
ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan
nyeri hebat yang sering menyertai serangan artritis gout (Carter, 2006).
Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi,
obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat
lebih tinggi daripada wanita yang meningkatkan resiko mereka terserang
artritis gout. Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout
menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi
artritis gout pada pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai
puncak antara usia 75 dan 84 tahun (Weaver, 2008). Wanita mengalami
peningkatan resiko artritis gout setelah menopause, kemudian resiko mulai
meningkat pada usia 45 tahun dengan penurunan level estrogen karena
estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang
pada wanita muda (Roddy dan Doherty, 2010).Pertambahan usia merupakan
faktor resiko penting pada pria dan wanita. Hal ini kemungkinan disebabkan
banyak faktor, seperti peningkatan kadar asam urat serum (penyebab yang
paling sering adalah karena adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan
pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan kadar asam
urat serum (Doherty, 2009). Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko
yang signifikan untuk perkembangan artritis gout. Obat diuretik dapat
menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam urat dalam ginjal, sehingga
menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya diresepkan untuk
kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien usia
lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai pirazinamid,
etambutol, dan niasin (Weaver, 2008).
Penurunan kadar asam urat dalam serum lebih jarang terjadi, ini dapat
terjadi dalam beberapa kasus kegagalan dalam eliminasi asam urat ginjal
(sindrrom Fanconi) misalnya penyakit Hodgkin. Kuanttasi asam urat dalam
urin digunakan untuk menentukan penyebab hiperurisemia (kelebihan purin
atau retensi ginjaln dan menentukan pengobatan yang tepat).
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari
pemeriksaan kadar asam urat dengan metode enzymatic-calorimetric yakni
faktor ketepatan dalam memipet dan menghomogenkan baik pada larutan
blanko, standar, dan sampel dan lamanya inkubasi yang dilakukan diluar alat.
X. SIMPULAN
Pada praktikum pemeriksaan kadar asam urat (uric acid) dengan
menggunakan 2 sampel yaitu sampel klinis dan sampel mahasiswa. Pada
sampel klinis atas nama Jonas Floriano Guteres, umur 33 tahun, jenis kelamin
laki – laki didapatkan hasil 3,47 mg/dL sedhingga dapat disimpulkan bahwa
kadar asam urat probandus adalah dibawah nilai normal. Sedangkan pada
sampeel mahasiswa dari probandus atas nama Komang Sisilia, umur 19 tahun,
jenis kelamin perempuan didapatkan hasil 2,03 mg/dL sehingga dapat
disimpulkan bahwa kadar asam urat probandus adalah dibawah nilai normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryo Wibowo.2006. Tentang Asam Urat. Diunduh tanggal 24 April 2009
dari http://suryo-wibowo. Blogspot.com/2006/06/asam-urat.html
2. Francis H. McCrudden, 2000, Uric Acid. Penterjemah Suseno Akbar,
Salemba Medika: Yogyakarta
3. Murray,R; Granner,D ; mayes,P; Rodwell,V. 2003. Harper’s lllustrated
Biochemistry, Twenty-Sixth Edition. In Rodwell, V. Metabolism of Purins
and Pyrimidine Nucleotides. New York. Mc Graw-Hill.
4. Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan klinis
hasilpemeriksaan laboratorium edisi 11. Alih bahasa : Brahm U. Pendit dan
Dewi Wulandari. EGC : Jakarta.
5. Speicher, E. Carl; Smith, W. Jack.(1994). The Choosing Effective
LaboratoriumTest. Philadelphila : W.B. Saunders Company.
6. Widmann, M.D. 1996; Tinjauan Klinis atau Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta; EGC.
7. Widmann, M.D. 1996; Tinjauan Klinis atau Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta; EGC.
8. Wirawan R dan Silman E. 2000. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Sederhana, 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hlm 3, 12
9. Basset, J., R. C. Denney, G.H Jeffrey, J. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: EGC
10. Syamsu hidayat dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu BedahEdisi 2.
Jakarta: EGC
11. Zahara, (2013). Arthritis Gout Metakarpal Dengan Perilaku Makan Tinggi
Purin Diperberat Oleh Aktifitas Mekanik Pada Kepala Keluarga Dengan
Posisi Menggenggam Statis. Yogyakarta: Nuha Medika.
12. Widi, Kertia & Wachild, (2012). Hubungan Dukungan Sosial Terhadap
Derajat Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Fase Akut.
13. Ervi Diantari, Aryu Candra. 2013. PENGARUH ASUPAN PURIN DAN
CAIRAN TERHADAP KADAR ASAM URAT WANITA USIA 50-60
TAHUN DI KECAMATAN GAJAH MUNGKUR, SEMARANG. Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Journal of
Nutrition College, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 44-49.
14. M. Atik Martsiningsih, Dermawan Otnel. 2016. Gambaran Kadar Asam
Urat Darah Meode Basah (Uricase-PAP) Pada Sampel Serum dan Plasma
EDTA. Jurnal Teknologi Laboratorium Vol.5, No.1, Maret 2016, pp. 20~
26.
15. Fandi Wahyu Widyanto. ARTRITIS GOUT DAN
PERKEMBANGANNYA. Jurnal Artritis Gout dan Perkembangannya
Rumah Sakit Aminah Blitar Volume 10, No. 2 Desember 2014.
16. Ellyza Nasrul, Sofitri. Hiperurisemia pada Pra Diabetes. Jurnal Fk Unand.