Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Anatomi dan Fisiologi

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak

di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.

Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira

250-300 gram. Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium

kiri, ventrikel kanan,dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah

atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan

sebelah bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus

memompa darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan berfungsi sebagai

penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri

berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru -paru dan

mengalirkan darah tersebut ke paru-paru.1

Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan mompakannya

ke paru. Ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen ke

seluruh tubuh. Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar

yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah

merupakan lapisan inti jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan

lapisan terluar yang terdiri dari jaringan endotel disebut endokardium.1


Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama

peredaran d a r a h . Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis ya i t u

k o n t r a k s i ( s i s t o l i k ) d a n r e l a k s a s i (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga

dari siklus jantung. Kontraksi dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang

disebut sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama

kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya selama 0,5

detik. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan

lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus

mendorong darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah

sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi

tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru- paru ketika tekanannya lebih

rendah.1
Gambar 1.1 Anatomi jantung a. Sisi anterior, b. Potongan Frontal 1
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel

permenit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang

dipompakan oleh ventrikel kanandan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak

demikian akan terjadi penimbunan darah ditempat tertentu. Jumlah darah yang

dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume s e k u n c u p . Dengan

d e m i k i a n c u r a h j a n t u n g = v o l u m e s e k u n c u p x f r e k u e n s i d e n yu t

jantung permenit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan

total v e n t r i k e l , h a n y a s e b a g i a n d a r i i s i v e n t r i k e l ya n g d i k e l u a r k a n .

J u m l a h d a r a h ya n g tertinggal ini dinamakan volume residu. Besar curah

jantung seseorang tidak selalusama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah

jantung orang dewasa pada keadaan i s t i r a h a t l e b i h k u r a n g 5 l i t e r d a n

d a p a t m e n i n g k a t a t a u m e n u r u n d a l a m b e r b a g a i keadaan.1

Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem

parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitr 60

hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat

dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup, dan umur. Pada

keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan

ventrikel kiri sama sehingga tidak terjadi penimbunan.1

1.2.Definisi

Istilah kor pulmonal masih sangat populer dalam literatur medis, namun

definisinya masih bervariasi. Kira-kira empat puluh tahun yang lalu WHO
mendefinisikan kor pulmonal sebagai “hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan

oleh penyakit yang mempengaruhi fungsi dan/ atau struktur paru-paru”. Definisi ini

nyatanya memiliki nilai terbatas dalam klinis praktis. Sehingga diajukan untuk

mengganti istilah “hipertrofi” dengan “perubahan pada struktur dan fungsi ventrikel

kanan”. Terdapatnya edema dan gagal napas juga diajukan untuk menetapkan adanya

kor pulmonal secara klinis.2

Kor pulmonal disebabkan oleh hipertensi pulmonal yang diakibatkan oleh

penyakit yang menyerang paru atau vaskularisasinya. Hipertensi pulmonal

menghasilkan pembesara pembesaran ventrikel kanan (hipetrofi atau dilatasi) dan

berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik,

kira-kira 80-90% kasus. Penyakit jantung kanan yang disebabkan oleh penyakit

primer pada jantung kiri atau penyakit jantung kongenital tidak diperhitungkan. 3

1.3. Etiologi

Kor pulmonal kronik adalah keadaan disfungsi yang diakibatkan oleh berbagai

etiologi dan mekanisme patofisiologi:

A. Vasokonstriksi paru ( sekunder dari hipoxia alveolar atau asidosis).

B. Reduksi anatomi dari dasar pembuluh darah paru (emfisema, emboli paru, dll).

C. Peningkatan viskositas darah (polisitemia, sickle-cell disease, dll)

D. Peningkatan aliran darah paru

Tabel 1.1 menunjukkan daftar penyabab kor pulmonale kronik. Penyebab

paling banyak pada kor pulmonale kronik adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) meliputi bronkitis kronik atau emfisema. Pada pasien PPOK tejadi

peningkatan insidensi dari kelainan ventrikel kanan yang berhubungan dengan

peningkatan keparahan dari disfungsi paru. Contohnya hipertropi ventrikel kanan

yang terjadi sebanyak 40% pada pasien dengan FEV < 1.0 L dan pada 70% dengan

FEV1<0.6 L.
Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi Pulmonal2
Tabel 1.2 Daftar Penyakit Saluran Nafas yang Berhubungan dengan
Hipertensi Pulmonal2

1.4. Epidemiologi

Walaupun prevalensi PPOK di Amerika Serikat adalah kira-kira 15 juta,

prevalensi pasti dari kor pulmonal sulit untuk ditentukan, karena ia tidak muncul pada

semua kasus PPOK, serta karena kurang sensitifnya pemeriksaan fisik dan uji rutin

untuk deteksi hipertensi pulmonal. Kor pulmonal diperkirakan terdapat sebanyak 6-7

% dari semua jenis penyakit jantung dewasa di AS, dengan PPOK akibat bronkhitis
kronik atau emfisema sebagai faktor kausatif pada lebih dari 50% kasus. Secara

global, insiden kor pulmonal bervariasi antar negara, tergantung pada prevalensi

merokok, polusi udara, dan faktor risiko lain terkait penyakit paru-paru.4

1.5.Patofisiologi dan Patogenesis

Kelainan fisiologis pada kelompok penyakit ini berhubungan dengan fungsi

respirasi dan dapat juga berhubungan dengan hemodinamik pada sirkulasi pulmonal

yang dapat diklasifikasikan sebagi berikut :

A. Gangguan fungsi respirasi

Penurunan fungsi respirasi yang berhubungan dengan 4 bagian :

a. Kelainan ventilasi obstruksi

b. Kelainan seperti obstruksi aliran udara pada trakeobronkhial.

c. Kelainan ventilasi penyempitan

d. Kelainan reduksi dari kapasitas ventilator tanpa obstruksi dari aliran udara

e. Kelainan pada difusi udara pulmonal

f. Kelainan pertukaran udara antara alveoli dan kapiler darah pulmonal yang

berhubungan dengan kelainan anatomi atau fungsional.

g. Reduksi pada rasio ventilasi dan perfusi

Hasil akhir dari kelainan fungsional jantung dan paru terlihat dari tekanan

oksigen dan karbondioksida darah arteri. Interaksi beberapa gangguan pada fungsi

terlihat pada beberapa penyakit, contohnya pada bronkitis kronik dengan emfisema

pada gangguan obstruksi ventilasi udara tapi ini berhubungan dengan tingkat
kerusakan pada difusi udara pada pulmonal dan reduksi pada rasio ventilasi dan

perfusi. Pada fibrosis pulmonal yang berat kelainan yang terjadi berupa restriksi pada

ventilasi udara tapi bisa juga berhubungan dengan reduksi pada difusi udara dan rasio

perfusi ventilasi.

A. Kelainan hemodinamik pada sirkulasi pulmonal

Resistensi pembuluh darah pulmonal pada tekanan darah dan aliran darah dapat

berhubungan dengan kerja pada ventikel kanan. Hipertopi ventrikel kanan pada kor

pulmonale kronik berasal dari peningkatan kerja yang behubungan dengan

berubahnya hemodinamik pada sirkulasi paru. Seperti mekanisme yang trjadi pada

orang normal saat berolahraga. Dimana terjadi perubahan aliran dan tekanan untuk

mengkompensasi kebutuhan tubuh. Peningkatan resistensi pembuluh darah paru

dapat berhubungan dengan :

a. Obstruksi pada pembuluh darah pulmonal

Seperti pada trombosis, emboli mengakibatkan perubahan yang terjadi pada

dinding pembuluh darah yang akhirnya terjadi tekanan dari luar ke dinding pembuluh

darah.

b. Reduksi ukuran dari dasar pembuluh kapiler pulmonal yang terjadi pada

reseksi paru atau emfisema.

c. Perubahan fungsional dimana terjadi perubahan pada kemampuan pembuluh

darah pulmonal dan efeknya yang berhubungan antara kapasitas pada dasar

pembuluh darah dan aliran darah atau volume.

Faktor penyebab yang bervariasi akan menghasilkan peningkatan resistensi

pembuluh darah pulmonal yang berhubungan dengan bervariasinya derajat penyakit


yang terjadi berdasarkan penyakit primer yang mendasari tersebut. Perubahan

“Fungsional” tampak pada seringnya terjadi hipoksemi yang berhubungan dengan

kelainan pada fungsi respirasi. Faktor-faktor penting lainnya bisa terjadi pda tekanan

karbondioksida adanya shunts dan faktor darah itu sendiri yang membuat terjadinya

perubahan pada jantung dan paru.

Pada banyak kasus, mekanisme terjadinya kor pulmonal kronik berhubungan juga

dengan hipertensi pulmonal. Pada emfisema, contohnya, banyak kombinasi dari

penyebab penyakit ini yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit kor pulmonale

kronik. Yaitu seperti terjadinya kompresi pembuluh darah kapiler dengan

peningkatan tekanan intraalveolar, vasokonstriksi sekunder hingga terjadinya

hipoksemia dan hiperkapnia, hipervolemia dan polisitemia dan peningkatan output

jantung.

Pada bronkitis akan menyebabkan terjadinya hipoventilasi alveolar, peningkatan

efek dari hipoksemia dan hiperkapnia. Kelainan ini dapat terlihat pada fungsi

respirasi dan resistensi pembuluh darah pulmonal yang sering terjadi pada penyakit

yang sama. Penyakit yang mendasari ini yang dapat saling berkorelasi sehingga

menjadi penyakit kor pulmonal kronik.

Curah jantung dari ventrikel kanan dann kiri disesuaikan dengan preload,

kontraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat

memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak (

seperti saat menarik napas).6

Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang

berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat
gangguan pembuluh darah itu sendiri maupun akibat kerusakan parenkim paru.

Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat

PPOK dimana terjadi kompresi kapiler alveolar dan perubahan ukuran pembuluh

darah paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun mendadak

akibat reseksi paru. Pada retriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi

dan berubah bentuk maka dapat juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan.

Dapat juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan pada vasokonstriksi paru

dengan hipoksia atau asidosis.6

Perubahan hemodinamik kor pulmonal paru pada PPOK dari normal menjadi

hipertensi pulmonal, kor pulmonal dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti

dengan gagal jantung. 6

Teori yang lain dapat diterima yaitu terjadinya kor pulmonale kronik adalah

karena terjadinya hipoksia alveolar yang mendasari terjadinya remodeling pada dasar

pembuluh darah paru ( hipertropi pada otot pada pembuluh darah kapiler paru,

pembentukan otot pada pembuluh darah arteriol pada paru dan fibrosis pada tunika

intima) bergabung dengan kelainan lainnya. Remodelling ini akan membuat

peningkatan resistensi pembuluh darah paru dan akhirnya menjadi hipertensi

pulmonal. Seringnya remodelling pada pembuluh darah paru dapat dilihat pada pasien

PPOK non hipoksemia dengan derajat penyakit sedang hingga berat. Faktor

fungsional lainnya akan saling berhubungan. Seperti terjadinya asidosis hiperkapnia

dan hiperviskositas yang disebabkan oleh polisitemia.7

Pada idiopatik fibrosis pulmonal peningkatan resistensi pembuluh darah paru

dikarenakan faktor anatomis seperti terjadinya kerusakan dasar pembuluh darah paru
atau kompresi arteriol dan kapiler oleh karena proses fibrosis. Hipertensi pulmonal

meningkatkan kerja ventrikel kanan dimana akan menyebabkan terjadinya

pembesaran ventrikel kanan (hipertropi dan dilatasi) yang akhirnya akan terjadi

disfungsi ventrikular (sistolik dan diastolik). Yang akhirnya dapat menyebabkan

terjadinya gagal jantung kanan. Dapat terlihat pada terjadinya udem perifer. Interval

onset antara hipertensi pulmonal dan terjadinya gagal jantung kanan dapat bervariasi

pada tiap pasien.7

1.6. Diagnosis7

Kelainan fisiologis pada kelompok penyakit ini berhubungan dengan fungsi

respirasi dan dapat juga berhubungan dengan hemodinamik pada sirkulasi pulmonal

yang dapat diklasifikasikan sebagi berikut :

B. Gangguan fungsi respirasi

Penurunan fungsi respirasi yang berhubungan dengan 4 bagian :

h. Kelainan ventilasi obstruksi

i. Kelainan seperti obstruksi aliran udara pada trakeobronkhial.

j. Kelainan ventilasi penyempitan

k. Kelainan reduksi dari kapasitas ventilator tanpa obstruksi dari aliran udara

l. Kelainan pada difusi udara pulmonal

m. Kelainan pertukaran udara antara alveoli dan kapiler darah pulmonal yang

berhubungan dengan kelainan anatomi atau fungsional.

n. Reduksi pada rasio ventilasi dan perfusi


Hasil akhir dari kelainan fungsional jantung dan paru terlihat dari tekanan

oksigen dan karbondioksida darah arteri. Interaksi beberapa gangguan pada fungsi

terlihat pada beberapa penyakit, contohnya pada bronkitis kronik dengan emfisema

pada gangguan obstruksi ventilasi udara tapi ini berhubungan dengan tingkat

kerusakan pada difusi udara pada pulmonal dan reduksi pada rasio ventilasi dan

perfusi. Pada fibrosis pulmonal yang berat kelainan yang terjadi berupa restriksi pada

ventilasi udara tapi bisa juga berhubungan dengan reduksi pada difusi udara dan rasio

perfusi ventilasi.

B. Kelainan hemodinamik pda sirkulasi pulmonal

Resistensi pembuluh darah pulmonal pada tekanan darah dan aliran darah dapat

berhubungan dengan kerja pada ventikel kanan. Hipertopi ventrikel kanan pada kor

pulmonale kronik berasal dari peningkatan kerja yang behubungan dengan

berubahnya hemodinamik pada sirkulasi paru. Seperti mekanisme yang trjadi pada

orang normal saat berolahraga. Dimana terjadi perubahan aliran dan tekanan untuk

mengkompensasi kebutuhan tubuh. Peningkatan resistensi pembuluh darah paru

dapat berhubungan dengan :

d. Obstruksi pada pembuluh darah pulmonal

Seperti pada trombosis, emboli mengakibatkan perubahan yang terjadi pada

dinding pembuluh darah yang akhirnya terjadi tekanan dari luar ke dinding pembuluh

darah.

e. Reduksi ukuran dari dasar pembuluh kapiler pulmonal yang terjadi pada

reseksi paru atau emfisema.


f. Perubahan fungsional dimana terjadi perubahan pada kemampuan pembuluh

darah pulmonal dan efeknya yang berhubungan antara kapasitas pada dasar

pembuluh darah dan aliran darah atau volume.

Faktor penyebab yang bervariasi akan menghasilkan peningkatan resistensi

pembuluh darah pulmonal yang berhubungan dengan bervariasinya derajat penyakit

yang terjadi berdasarkan penyakit primer yang mendasari tersebut. Perubahan

“Fungsional” tampak pada seringnya terjadi hipoksemi yang berhubungan dengan

kelainan pada fungsi respirasi. Faktor-faktor penting lainnya bisa terjadi pda tekanan

karbondioksida adanya shunts dan faktor darah itu sendiri yang membuat terjadinya

perubahan pada jantung dan paru.

Pada banyak kasus, mekanisme terjadinya kor pulmonal kronik berhubungan juga

dengan hipertensi pulmonal. Pada emfisema, contohnya, banyak kombinasi dari

penyebab penyakit ini yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit kor pulmonale

kronik. Yaitu seperti terjadinya kompresi pembuluh darah kapiler dengan

peningkatan tekanan intraalveolar, vasokonstriksi sekunder hingga terjadinya

hipoksemia dan hiperkapnia, hipervolemia dan polisitemia dan peningkatan output

jantung.

Pada bronkitis akan menyebabkan terjadinya hipoventilasi alveolar, peningkatan

efek dari hipoksemia dan hiperkapnia. Kelainan ini dapat terlihat pada fungsi

respirasi dan resistensi pembuluh darah pulmonal yang sering terjadi pada penyakit

yang sama. Penyakit yang mendasari ini yang dapat saling berkorelasi sehingga

menjadi penyakit kor pulmonal kronik.


Curah jantung dari ventrikel kanan dann kiri disesuaikan dengan preload,

kontraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat

memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak (

seperti saat menarik napas).6

Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang

berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat

gangguan pembuluh darah itu sendiri maupun akibat kerusakan parenkim paru.

Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat

PPOK dimana terjadi kompresi kapiler alveolar dan perubahan ukuran pembuluh

darah paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun mendadak

akibat reseksi paru. Pada retriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi

dan berubah bentuk maka dapat juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan.

Dapat juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan pada vasokonstriksi paru

dengan hipoksia atau asidosis.6

Perubahan hemodinamik kor pulmonal paru pada PPOK dari normal menjadi

hipertensi pulmonal, kor pulmonal dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti

dengan gagal jantung. 6

Teori yang lain dapat diterima yaitu terjadinya kor pulmonale kronik adalah

karena terjadinya hipoksia alveolar yang mendasari terjadinya remodeling pada dasar

pembuluh darah paru ( hipertropi pada otot pada pembuluh darah kapiler paru,

pembentukan otot pada pembuluh darah arteriol pada paru dan fibrosis pada tunika

intima) bergabung dengan kelainan lainnya. Remodelling ini akan membuat

peningkatan resistensi pembuluh darah paru dan akhirnya menjadi hipertensi


pulmonal. Seringnya remodelling pada pembuluh darah paru dapat dilihat pada pasien

PPOK non hipoksemia dengan derajat penyakit sedang hingga berat. Faktor

fungsional lainnya akan saling berhubungan. Seperti terjadinya asidosis hiperkapnia

dan hiperviskositas yang disebabkan oleh polisitemia.7

Pada idiopatik fibrosis pulmonal peningkatan resistensi pembuluh darah paru

dikarenakan faktor anatomis seperti terjadinya kerusakan dasar pembuluh darah paru

atau kompresi arteriol dan kapiler oleh karena proses fibrosis. Hipertensi pulmonal

meningkatkan kerja ventrikel kanan dimana akan menyebabkan terjadinya

pembesaran ventrikel kanan (hipertropi dan dilatasi) yang akhirnya akan terjadi

disfungsi ventrikular (sistolik dan diastolik). Yang akhirnya dapat menyebabkan

terjadinya gagal jantung kanan. Dapat terlihat pada terjadinya udem perifer. Interval

onset antara hipertensi pulmonal dan terjadinya gagal jantung kanan dapat bervariasi

pada tiap pasien.7

2.5 Diagnosis7

1. Anamnesis

Tidak ada gejala klinis yang khas yang terjadi berhubungan dengan hipertropi

ventrikel kanan. Gejala klinis yang terlihat adalah berupa hipertensi pulmonal,

termasuk adanya dispnu saat beraktivitas, fatig, letargi, nyeri dada dan sinkope.

Fatig, letargi dan sinkope saat beraktivitas merupakan pengaruh dari peningkatan

output jantung selama tekanan saat beraktivitas tersebut karena obstruksi pembuluh

darah pada arteriol paru. Angina tipikal akan dapat terlihat. Mekanisme terjadinya
angina belum terlalu jelas, sesuai dengan tekanan pada arteri dan iskemik ventrikel

kanan yang dapat terlihat. Iskemik ventrikel kanan dapat diakibatkan oleh hipoksemia

selama beraktivitas sehingga dapat terjadinya angina.

Diagnosis kor pulmonal ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK; asidosis

dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal

(diketahui dengan adanya gambaran EKG P pulmonale dengan deviasi aksis ke

kanan. Pada foto Thoraks terdapat pelebaran cabang paru di hilus), hipertrofi/dilatasi

ventrikel kanan dan gagal jantung kanan (ditegakkan dengan adanya peningkatan

tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema tungkai). 2

Anamnesis mungkin ditemukan adanya sesak nafas, riwayat batuk yang sudah

lama, batuk berdarah dan nyeri dada.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada Kor Pulmonale Kronik dapat dideteksi dari hipertensi pulmonal dan

hipertropi ventrikel kanan, terkadang dapat berhubungan dengan kegagalan fungsi

ventrikel kanan. Peningkatan intensitas dari komponen pulmonal pada suara jantung,

akan dapat dipalpasi. Pada auskultasi jantung dapat terdengar adanya murmur sistolik

ejeksi, pada derajat penyakit yang lebih parah dapat terdengar adanya murmur

regurgitasi diastolik pumonal. Hipertropi ventrikel kanan terlihat pada prominent

gelombang A pada pulsasi vena jugular. Kegagalan ventrikel kanan akan

menyebabkan terjadinya hipertensi vena sistemik. Sehingga dapat terjadi peningkatan

tekanan vena jugular dengan prominen gelombang V, suara ketiga ventrikel kanan

dan high-pitched tricuspid regurgitant murmur. Murmur pada ventrikel kanan dan

galop terdengar pada saat inspirasi. Pada emfisema yang berat, peningkatan diameter
AP (anteroposterior) dada sehingga membuat auskultasi akan susah didengar dan

perubahan posisi impulse ventrikel kanan.

A. Jugular Vein Pressure

Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium

kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala

membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm

H2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang

diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada

waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan

tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar

mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.

B. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux

Jika ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat

berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda

lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan

drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CPC,

diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia

hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.

C. Edema tungkai

Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada gagal jantung kanan,

namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan

diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada CPC dan terjadi

terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada
pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral

(edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi

dan pigmentasi ada kulit.

Udem pada pasien Kor Pumonale Kronik pada PPOK yang berat berhubungan

dengan gagal jantung kanan, pada pasien yang lain udem dapat terjadi tanpa diikuti

gejala gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat terjadi. Berhubungan dengan adanya

retensi Na pada tubuh pasien.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal

jantung kanan telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan

lain-lain.

Gejala yang jarang terjadi berhubungan dengan hipertensi pulmonal : batuk,

hemoptisis, hoarseness ( penekanan nervus laringeal dengan dilatasi arteri pulmonal)

Kegagalan jantung kanan yang berat dapat menyebabkan terjadinya kongesti hepatik

yang akhirnya dapatt terjadinya anoreksi dan rasa tidak nyaman pada kuadran kanan

atas perut.

4. Pemeriksaan Penunjang

A. Rontgen dada

Karakteristik pada rontgen pada hipertensi arteri pulmonal terlihat adanya

pemebsesaran pada sentral arteri pulmonal. Pada 95% pasien dengan PPOK dan

hipertensi pulmonal, diameter dari cabang kebawah arteri pulmonal kanan adalah

lebih besar 20mm. Gagal jantung kanan akan terlihat ventrikular kanan dan dilatasi

atrial kanan pada rontgen dada. Pembesaran ventrikular menyebabkan penurunan


ukuran retrosetenal. Bagaimanapun, beberapa kelainan yang bisa ditemukan ini dapat

juga ditemukan pada kifosis, hiperinflasi paru, pembesaran ventrikular kiri, atau

penyakit paru intersisial.

B. Elektrokardiogram

Akan terlihat tanda hipertropi ventrikel kanan. Yaitu deviasi aksis kanan dan

rasio R/S lebih dari 1 pada lead V1, peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II

(P pulmoale) merupakan tanda pembesaran atrium kanan, inkomplit atau komplit

Right Bundle Branch Block, pada akut kor pulmonale, dengan emboli pulmonale

akut, akan terlihat gambaran klasik pada gelombang S di lead I denan Q dan T

inverted pada lead III.

C. Dopler ekokardiografi

Merupakan pemeriksaan noninvasif pada penilaian tekanan arteri pulmonal. Ini

merupakan tekhnis dengan menghitung fungsional trikuspid insufisiensi yang selalu

ada pasien dengan hipertropi atrium. Maksimum regurgitasi trikuspid jet velocity

akan terekam dan tekanan arteri pulmonal akan dikalkulasikandengan rumus

Bernoulli.

D. Tes fungsi paru

Pada pasien dengan riwayat penyakit paru dengan fungsi jantung normal. Pada

penyakit paru intersisial yang berat (dengan volume paru dibawah 50%normal)

hipertensi pulmonale sekunder, sewaktu restriksi sedang akan menyebabkan

terjadinya hipertensi arteri pulmonal itu sendiri.

E. Biopsi Paru
Pemeriksaan patologik sering dilakukan pada intra-operative untuk melihat

ireversibel arteri pulmonal. Kateterisasi jantung pada pembuluh darah pulmonal yang

resisten dan respon vasodilator yang adekuat dapat membantu terapi yang akan

dilakukan.

1.7. Tata Laksana

Terapi pengobatan untuk kor pulmonal kronik adalah lebih terfokus kepada

pengobatan pada penyakit paru yang mendasari terjadinya kor pulmonal dan

memperbaiki oksigenasi dan fungsi venrikel kanan (RV) dengan meningkatkan

kontraktilitas RV dan menurunkan vasokonstriksi paru paru.4

Terapi suportif kardiopulmonal pada pasien yang mengalami kor pulmonal akut

dengan akibat kegagalan ventrikel kanan ialah pemberian cairan dan vasokonstriktor

(contohnya: epinefrin) supaya tekanan darah dapat dipertahankan. Terapi oksigen,

diuretik, vasodilator, digitalis, teofilin dan terapi antikoagulasi diberikan untuk

manajemen jangka panjang kor pulmonal. 4

Terapi untuk kor pulmonal kronik : 4,6

A. Terapi oksigen adalah penting untuk pasien yang mempunyai penyakit paru

obstruktif yang mendasari CPC contohnya PPOK Biasanya pada CPC PaO2

adalah dibawah 55 mmHg.Terapi oksigen akan meredakan vasokonstriksi

paru kemudian akan meningkatkan kardiak output dan memperbaiki

hipoksemia jaringan dan memperbaiki fungsi renal


B. Terapi diuretik digunakan untuk menurunkan pengisian volume ventrikel

kanan (RV) pada pasien CPC dan juga pada penyakit berhubungan dengan

edem perifer .Agen ini akan meningkatkan fungsi pada kedua belah ventrikel

tetapi diuretic mungkin menyebabkan efek terbalik hemodinamik ketika tidak

digunakan dengan hati–hati. Pengeluaran cairan yang banyak dapat

menurunkan kardiak output . Selain itu bisa juga menyebabkan hipokalemia

ketika cairan banyak dikeluarkan.

C. Terapi vasodilator

Terapi nifedipine dan diltiazem akan menurunkan tekanan pulmonar.Selain itu

ada juga digunakan kelas vasodilator yang lain yaitu agonis beta ,nitrat dan

angiotensin –coverting enzyme (ACE) tetapi pada umumnya vasodilator gagal

menunjukkan perbaikan pada pasien yang dating dengan PPOK jadi tidak

rutin digunakan

D. Agen glikosida kardiak

Penggunaan agen glikosida kardiak seperti digitalis pada pasien kor

pulmonal .Agen ini digunakan dengan hati- hati dan tidak digunakan pada

kejadian fase akut insuffisiensi respiratorik dengan level fluktuasi hipoksia

dan asidosis .Pasien yang mengalami hipoksemia atau asidosis adalah

meningkat resiko untuk terjadi nya aritmia .

E. Teofilin

Pada efek bronkodilator teofilin di dapatkan dapat menurun kan resistensi

vaskular pulmonal dan tekanan arteri pulmonar pada pasien CPC yang

didasari oleh PPOK.Theofilin merupakan efek inotropik lemah dan dengan ini
meningkatkan ejeksi ventrikel kanan dan kiri.Dosis rendah teofilin juga di

cadangkan untuk efek anti inflamasi yang membantu untuk control penyakit

mendasari paru seperti PPOK

F. Warfarin

Antikoagulasi dengan terapi warfarin di rekomendasikan pada pasien yang

memiliki resiko tinggi terjadinya tromboembolisme.,Pada kebaikan

antikoagulasi ini meningkat perbaikan symptom pada pasien dengan

hipertensi arteri pulmonary (PAH)

G. Flebotomi

Diindikasikan pada pasien dengan CPC dan hipoksia kronik yang disebabkan

oleh polisitemia ,yang dpapat didefinisikan ketika hematokrit 65% astau lebih

.Flebotomi digunakan untuk menurunkan tekanan arteri pulmonar yang jelas

dan menurunkan resistensi vaskular pulmonar .Tetapi tiada bukti peningkatan

survival hidup.

1.8. Komplikasi

Komplikasi pada kor pulmonal ialah sinkop, hipoksia, kongesti hepatik pasif dan

kematian. 4

1.9. Prognosis

Prognosis CPC bervariasi dengan penyakit patologi yang mendasarinya.

Perkembangan pada CPC adalah akibat dari penyakit pulmonar primer biasanya
memiliki prognosis yang lebih buruk .Sebagai contoh ,pasien dengan PPOK yang

memicu terjadi nya CPC memiliki 30% 5 tahun survival hidup. 4

Prognosis pada kejadian akut yang disebabkan oleh embolisme pulmonar masif

atau penyakit acute respiratory distress syndrome (ARDS) tidak menunjukkan

pergantungan ada atau tidak disertai dengan CPCD.Terdapat beberapa faktor yang

mungkin menyebabkan mortaliti dalam rumah sakit termasuk yaitu : 4

A. Usia melebihi 65 tahun

B. tirah baring lebih dari 3 hari

C. Sinus Takikardia

D. Takipnu
BAB 2

LAPORAN KASUS

Nama : Tn. J

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 67 Tahun

Status Perkawinan : Kawin

Alamat : Pasar Ahad

Tanggal masuk : 7 Agustus 2016

Seorang pasien laki-laki berusia 67 tahun dirawat di bangsal Interne Pria

Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Basung sejak tanggal 2 September 2015 dengan:

Keluhan Utama : Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

 Sesak nafas semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu. Sesak nafas sudah

dirasakan sejak 15 tahun yang lalu, sesak nafas dirasakan setiap hari dan

bertambah berat dengan aktivitas. Sebelumnya pasien belum pernah dirawat

karena sesak nafas. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, dan makanan.

Berbaring hanya dapat dilakukan dengan bantal yang ditinggikan. Pasien

tidak pernah tebangun tengah malam karena sesak. Bunyi nafas terdengar

menciut.
 Demam sejak 4 hari yang lalu, demam dirasakan tinggi, terus menerus

sepanjang hari, tidak disertai menggigil dan tidak disertai berkeringat.

 Batuk berdahak sejak 2 tahun yang lalu, dahak kental sulit dikeluarkan,

berwarna kuning kehijauan. Pasien telah berobat berulang kali ke bidan,

keluhan berkurang namun kembali lagi setelah obat habis.

 Sembab di kaki sejak 4 bulan yang lalu, bertambah berat 1 minggu yang lalu.

Sembab muncul hilang timbul. Awalnya sembab muncul di kaki dan tungkai,

namun 1 minggu yang lau sembab muncul hingga ke tangan.

 BAB dan BAK dalam batas normal

 Nafsu makan berkurang sejak 4 bulan yang lalu, pasien hanya bisa

menghabiskan seperempat porsi makan.

 Berkeringat malam sejak 4 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien didiagnosis tb 1 tahun yang lalu, namun berobat tidak tuntas.

 Tidak ada riwayat hipertensi

 Tidak ada riwayat DM

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita batuk lama lebih dari 2

minggu

 Tidak ada anggota keluarga pasien yang minum obat batuk 6 bulan
 Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat DM

 Tidak ada anggota keluarga dengan Riwayat Hipertensi

Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan :

 Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 57 tahun yang lalu, 3 bungkus

sehari.

Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 110/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 140 x / menit

Frekuensi Nafas : 29 x / menit

Suhu : 38° C

BB : 48 KG

TB : 160 cm

IMT : 18,75

Gizi : Kurang

Status Generalisata :

Kepala : tak ditemukan kelainan


Kulit : turgor baik, ikterik (-)

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Gigi dan mulut : Caries (+)

Leher : Kelenjar getah bening tak membesar

Kelenjar thyroid tidak membesar

JVP 5+2 CmH2O

Thorax : normochest, sela iga melebar

Paru

I : simetris kiri dan kanan (statis dan dinamis)

Pa : fremitus berkurang kiri dan kanan

Pe : sonor kiri sama kanan

Aus: bronkovesikuler, ronchi +/+ , wheezing -/-

Jantung

I : iktus terlihat di 1 jari lateral RIC V dan VI, tampak pulsasi di

epigastrium

Pa : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC V

Pe : batas jantung kiri 1 jari lateral LMCS RIC V,

kanan linea sternalis sinistra,

atas : RIC II
Aus : bunyi jantung murni, irama teratur, M1>M2, P2>A2, bising (-)

Abdomen :

I : tampak sedikit membuncit

Pa : undulasi (–) hepar dan lien tidak teraba, NT (-), NL (-)

Pe : tympani, shifting dullness (+)

Aus : Bising usus (+) Normal

Punggung

CVA : NT (-), NK (-)

Alat kelamin : tidak diperiksa

Anus : tidak dilakukan

Anggota gerak :

- Reflek Fisiologis +/+,

- Reflek Patologis -/-,

- Oedem +/+

Diagnosis Kerja :

1. CAP

2. CPC

3. PPOK

4. Tb Paru Putus obat


Pemeriksaan penunjang :

1. EKG

Interpretasi EKG:

Irama : sinus, regular

heart rate : 1500/9 = 140

Axis : normoaxis

Gelombang P : p pulmonal (amplitudo >0,3 mv)

PR Interval : 0,12 s

QRS Komplek : 0,08 s

ST Segmen : isoelektrik, durasi 0,12 s

QT Interval : 0,28 s

T wave :T inverted tidak ada


RVH : R/S v1 < 1

LVH: : Sv1 + R v5 > 35

Kesan : LVH dan RVH

2. Rontgen foto thorax

Kesan : Hiperinflasi, hiperlucent, diafragma mendatar, sela iga melebar, apek

terangkat

Kesan : emfisema

RVH
3. Pemeriksaan darah

Darah rutin :

Hb : 14,7 gram/dl

Leukosit : 8900 /mm³

Trombosit : 75.000 /mm³

Ht : 43%

LED : 10 mm

Hitung jenis : 0/2/82/10/6

Darah lengkap :

Protein total : 5,2 g/dl

Albumin : 3,1 g/dl

Globulin : 2,1 g/dl

Gula Darah Puasa : 124 mg/dl

Gula Darah Sewaktu : 106 mg/dl

Total Koleterol : 118 mg/dl

Trigliserida : 47 mg/dl

HDL Kolesterol : 45 mg/dl

LDL : 63 mg/dl
SGOT : 49 µ/l

SGPT :57 µ/l

Terapi :

1. O2 3 liter/menit

2. IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam

3. Ceftriakson (IV) 1x2 gr

4. Furosemid (IV) 2x20 mg

5. Spironolakton 1x12,5 mg

6. Azitromicin 1x500mg

7. Paracetamol 3x500 mg

8. Ambroxol 3x30 mg

Plan :

Cek BTA

Follow Up

8 Agustus 2016

S/ demam (-), batuk berdahak ↓, sesak nafas ↓, sembab +/+

O/ KU: sakit sedang Tekanan darah : 80/60 Nadi : 120x/menit Nafas : 28x/menit T :

37,60C

Mata : konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-)


Thorax: Cor : Batas jantung kiri melebar 1 jari lateral LMCS, murmur (-)

Pulmo : simetris, ronki +/+, wheezing -/-

Abdomen : Supel, NT (-), NL (-), sifting dullness (+)

Extrimitas : akral hangat, udem +/+, R fisiologis ++/++ normal, R patologis -/-

A/ CAP

PPOK

CPC

P/ O2 3 liter/menit

IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam

Ceftriakson (IV) 1x2 gr

Azitromicin 1x500mg

Ambroxol 3x30 mg

Digoksin 1x 1/2

9 Agustus 2016

S/ demam (-), batuk berdahak ↓, sesak nafas ↓, sembab +/+

O/ KU: sakit sedang Tekanan darah : 8/60 Nadi : 110x/menit Nafas : 27x/menit T :

36,50C

Mata : konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-)


Thorax: Cor : Batas jantung kiri melebar 1 jari lateral LMCS, murmur (-)

Pulmo : simetris, ronki +/+, wheezing -/-

Abdomen : Supel, NT (-), NL (-), Hepar teraba 1 jari bawah procesus xyphoideus.

Lien tidak teraba

Extrimitas : akral hangat, udem +/+, R fisiologis ++/++ normal, R patologis -/-

A/ CAP

PPOK

CPC

P/ O2 3 liter/menit

IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam

Ceftriakson (IV) 1x2 gr

Azitromicin 1x500mg

Ambroxol 3x30 mg

Digoksin 1x 1/2
BAB 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Scanlon VC, Sanders T. Essentials of anatomy and physiology fifth edition. 2007.
F.A Davis company. Philadelphia. Hal. 274-278, 296
2. Weitzenblum E. Chronic Cor Pulmonale. Heart. 2003; 89: 225-30.
3. Bhattacharya A. Cor Pulmonale. JIACM. 2004;5(2): 128-36.
4. Sovari AA, Cor pulmonale overview of cor pulmonale management. diakses dari
http:// emedicine.medscape.com/article/165139-overviev pada 12 Agustus 2016.
5. American Heart Association. Chronic cor pulmonale : Report of an expert
comittee. 1963. hal 594-615
6. Harun S., Ika PW. Kor pulmonal kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid III edisi IV. 2008. Hal. 1695-96.
7. Shujaat A. et al. Pulmonary hypertension and chronic cor pulmonale in COPD.
International journal of COPD. 2007:2(3) 273-282.

Anda mungkin juga menyukai