Anda di halaman 1dari 25

DASAR-DASAR ESTETIKA

ESTETIKA DAN KEINDAHAN


Keindahan (Beauty). Dalam bahasa Inggris adalah beautiful; Prancis beau; bahasa
Italia dan Spanyol adalah bello yang berasal dari kata Latin bellum. Akar kata bellum
adalah bonum yang berarti kebaikan. (Dharsono, 2007:1).
Seni (Art). Seni berasal dari bahasa Melayu yang berarti “halus”, “tipis”, dan
“lembut”. “Seni” dalam bahasa Inggris adalah art yang berasal dari bahasa latin Ars
atau Arte yang berarti kemahiran dalam mengerjakan sesuatu hal. “Kata seni baru
muncul pada tanggal 10 April 1935 dalam majalah kebudayaan Pujangga Baru yang
terbit tahun 1933.” (Sumardjo, 2010:77).
Seni yang dimaksud bisa apa saja. Keindahan bisa hadir dalam lukisan, patung, grafis,
musik, sastra, teater, desain, dan lain sebagainya.

PENGERTIAN ESTETIKA
“Estetika adalah ilmu tentang hal-ihwal keindahan atau sering juga disebut sebagai
filsafat keindahan—sering juga disebut sebagai filsafat seni. Pada dasarnya, estetika
adalah ilmu yang berusaha untuk mempelajari, membahas, dan memahami
keindahan.”
“Estetika adalah sains tentang pengenalan inderawi (the science of sensory
cognition)”
—Alexander Baumgarten.
“Estetika adalah pengetahuan tentang yang indah (science of the beautiful). Estetika
hanya berurusan dengan keindahan seni.”
—Luis Kattsoff.
“Estetika tidak hanya menyelidiki yang indah, tetapi juga yang buruk.”
—Stolnitz.
“Estetika adalah renungan tentang objek estetis atau karya seni, disamping juga
membuat analisis mengenai konsep yang digunakan dalam perenungan itu.”
—John Hospers.

RUANG LINGKUP ESTETIKA


Martin Suryajaya (2016) berusaha memaknai kembali estetika ke dalam empat
kemungkinan makna, yakni:
1. Estetika sebagai prinsip-prinsip soal keindahan yang dimengerti sebagai
wacana tentang keindahan sesuatu, baik itu karya seni ataupun pemandangan
alam.
2. Estetika sebagai disiplin perawatan kecantikan. Dalam hal ini, klinik
kecantikan disebut klinik estetik karena estetika dalam hal ini menjadi soal
kecantikan semata.
3. Estetika sebagai filsafat tentang pencerapan indera atas hal-hal yang indah
(cognitio aesthetica-nya Baumgarten).
4. Estetika sebagai filsafat seni adalah estetika yang mengkaji masalah filosofis
terkait kesenian.

STRUKTUR ESTETIKA
“The basic visual vocabulary consists of formal elements, which include line, shape,
light, and dark.” (Adams, 2008). Memahami estetika sejatinya dalam pakem yang
paling fundamental adalah menelaah forma seni yang disebut struktur desain atau
struktur rupa; yang terdiri dari unsur desain, prinsip desain, dan asas desain
(Dharsono, 2007:69).
UNSUR-UNSUR RUPA /DESAIN
Garis, Bangun, Tekstur, Warna, Ruang Dan Waktu
ASAS-ASAS RUPA /DESAIN
Kesatuan, Keseimbangan, Aksen, Proporsi, dan Kesederhanaan

KOMUNIKASI VISUAL
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari Komunikator kepada
Komunikan melalui sebuah media—dengan maksud dan tujuan tertentu.
Komunikasi Visual secara prinsip merupakan proses komunikasi di atas akan tetapi,
pesan dan media yang diberikan menggunakan bentuk-bentuk visual.

DINAMIKA KOMUNIKASI
Pakem Estetika Tradisional: Bersifat tiruan (mimesis) dari kenyataan—kenyataan
fisik maupun konseptual. Bersifat fungsional, dapat dilihat “perannya” bagi dunia di
luarnya seperti sosial, politik, moral, religus, dan lainnya. Keindahan karya seni
terletak dalam “keselarasan antar bagian (summetria)”.
(Suryajaya, 2017). Dengan kata lain ada 3 hal yang menjadi ciri estetika dalam pakem
klasik, yakni: mimesis (tiruan), fungsional, dan keselarasan.
Pakem Estetika Modern:
Pakem Estetika Kontemporer:

ESTETIKA BARAT PRASEJARAH DAN KLASIK


LATAR BELAKANG:
Homo sapiens (manusia bijak/wise wise man) muncul sekitar 200.000 tahun silam di
sekitar daerah Afrika Selatan yang kemudian bermigrasi nyaris ke seluruh penjuru
bumi. Estetika masa ini sulit untuk didefinisikan secara utuh karena konsep estetika
hari ini khususnya estetika Barat sangat berbeda dengan masa prasejarah ini.

KARAKTERISTIK:
Karakteristik dari estetika masa prasejarah adalah teknologi simetri dan
kesetangkupan.

MEDIA:
Patung, Lukisan dalam Gua, Menhirs dari kata men artinya batu dan hir artinya
panjang (Celtic). Batu panjang simbol phallic fertilizers dari ibu bumi. Dolmens, dari
kata dols artinya meja (Celtic) memiliki makna simbolik-spiritual (tempat suci tempat
pemujaan dan bisanya ‘pemakaman’) Cromlechs artinya tempat yang ‘bulat’ atau
‘melingkar’, fungsi dan simbolnya belum pasti akan tetapi cromlechs merupakan
tempat suci seperti Stonehenge, Salisbury, England (28.000-15.000 b.c.e).

FUNGSI:
Untuk keperluan praktis sehari-hari seperti penggunaan perkakas batu untuk berburu
binatang dan untuk keperluan ritual keagamaan (shamanisme, seperti yang ada di
dalam lukisan gua Lascaux), pemujaan terhadap leluhur atau tempat suci/sakral dan
juga kompleks pemakaman.

KARYA:
Kapak batu, Venus of Willendrof, Prancis (25.000-21.000 b.c.e), Venus of Laussel
(25.000-23.000 b.c.e), Prancis, Hall of Running Bulls, Lascaux.
ESTETIKA BARAT KLASIK
ESTETIKA MESOPOTAMIA
LATAR BELAKANG:
Mesopotamia disebut sebagai “the cradle of civilization” karena di daerah inilah
tulisan dan peradaban yang amat tinggi di dunia kuno untuk kali pertama dilahirkan
(4500 b.c.e-4.000 b.c.e). Mesopotamia berarti “di antara dua sungai” didiami oleh
bangsa-bangsa dengan kerajaan dan peradaban yang luar biasa menakjubkan, seperti
Uruk, Sumeria, Akkadia, Babilonia, Assyrian, dan Neo-Babilonia, dan Persia.
Karakteristik: Narasi tentang penciptaan alam semesta, dewa-dewi, dan kepahlawanan
para raja-rajanya.

KARAKTERISTIK:

MEDIA:
Ziggurats, Patung, lukisan, relief, cylinder seals, aksara cuneiform, clay tablet.

FUNGSI:
Karya seni digunakan sebagai monumen untuk memperlihatkan riwayat dewa-dewi,
kejadian alam, aturan hukum (Hammurabi), dan yang paling sering muncul dalam
media-media seninya adalah perihal kejayaan, kekuatan, dan kehebatan raja-rajanya.

KARYA:
Cylinder seal and impression from Uruk 3500-3000 b.c.e, clay tablet with a
pictographic 3000 b.c.e, statues from Abu Temple of Tell Asmar, 2700-2500 b.c.e,
Sumerian Lyre 2600 b.c.e, victory stele of Naram-Sim 2300-2200 b.c.e, The Law
Code of Hammurabi 1792-1750 b.c.e, War God from the King Gate at Hattusas 1400
b.c.e, Lamassu, 720 b.c.e, Isthar Gate, 575 b.c.e, bull capotal, Persepolis, 500 b.c.e.

ESTETIKA MESIR KUNO


LATAR BELAKANG:
Bagi orang Mesir kuno, Seni dianggap mewakili kebenaran ilahi. Seni, oleh
karenanya, khususnya seni yang berbentuk visual memiliki kekuatan yang setara
dengan aksara karena secara simbolik dapat lebih mudah untuk ‘dipahami’ oleh
masyarakatnya. Kesenian Mesir kuno dapat ditelusuri dari tahun 3100 b.c.e.—
peradaban Mesir kuno berbarengan dengan peradaban di Mesopotamia. Pergantian
dinasti kerajaan di Mesir kuno tidak terlalu merubah konsep dasar estetika mereka
yang memiliki penekanan terhadap kehidupan setelah kematian.

KARAKTERISTIK:
Mengutamakan formalitas dan idealisme desain dalam ekspresi artistiknya. Untuk
menjaga stabilitas politik (semacam propaganda) melalui ‘artistic order’ dan
‘Hierarchy of Scale’. Menggambarkan penciptaan alam semesta, fokus terhadap
pemujaan terhadap para dewata dan kehidupan setelah kematian (lukisan di dinding
makam/piramida dibuat untuk membantu perjalanan para Firaun ke dan di alam
baka), keagungan dan kejayaan Mesir yang dipimpin oleh para Firaun.
MEDIA:
Lukisan dinding, piramida, patung, huruf Mesir dalam tablet dan papirus, obelisk, peti
mati Firaun, dan lain sebagainya.

FUNGSI:
Memuliakan para dewa dan para Firaun. Memfasilitasi perjalanan manusia ke alam
baka. Menegaskan, menyebarkan, dan melestarikan peradaban, kekuasaan, dan
kebudayaan Mesir Kuno.

KARYA:
Pallete of Narmer, 3100 b.c.e, Piramida Giza, 2551 b.c.e, Menkaure and Queen
Khamerernebty, from Giza 2490 b.c.e, Nebamun Hunting Birds, 1390 b.c.e, Book of
the Dead of Hunefer, 1295 b.c.e, Akhenaten and Nefertiti and their daughter, 1349
b.c.e, coffin of Tutankhamon, 1327 b.c.e, Temple of Ramses II, 1279 b.c.e.

ESTETIKA YUNANI DAN ROMAWI KLASIK


LATAR BELAKANG:
YUNANI:
Estetika dan seni Yunani klasik muncul sekitar 700-800 b.c.e, saat keadaan mulai
damai. Olimpiade pertama terjadi tahun 776 b.c.e, agama yang kompleks muncul, dan
identitas budaya mulai berkembang. Bagi orang Yunani kuno, keindahan terkait
erat dengan kebenaran dan kebaikan, yang indah selalu terkait dengan yang
baik.

Estetika Yunani klasik sangat dipengaruhi oleh filsafat Plato dan Aristoteles. Plato
berbicara tentang idea dan mimesis/mimesis mimiseos (tiruan atas tiruan) sedangkan
Aristoteles tentang mimesis prakseon (tiruan atas tindakan), simetri (keteraturan), dan
katharsis. Konsep keduanya dapat dirangkup sebagai berikut: mimesis (peniruan)
terhadap yang ideal yang baik sebagai segala sumber berkesenian, fungsi sosial
(fungsional-etis) yang mempengaruhi jiwa manusia, dan ideal simetri (Suryajaya,
2016). Archaic (650-480 BCE), Classical (480-323 BCE), Hellenistic (323-27 BCE).

ROMAWI:
Pada saat Yunani digantikan oleh kekaisaran Romawi, selama abad ke-1 b.c.e,
sejumlah besar seniman (pematung, pemahat, dan pelukis) Yunani yang berbakat
sudah lebih dahulu bekerja di Italia. Di sanalah, di Roma, para seniman ini
menyebarkan konsep estetika Yunani selama lima abad.

KARAKTERISTIK:
YUNANI:
Sangat dipengaruhi oleh filsafat Plato dan Aristoteles. Idealisme, mimesis (meniru
bentuk objek), katarsis (harus menggerakan masyarakat), fungsional, dan harmoni dan
keteraturan juga keselarasan.

ROMAWI:
Meneruskan konsep dasar estetika Yunani Klasik, Roman realism, the arch of
Imperial Procession.
MEDIA:
Yunani-Romawi: Patung-patung, makam, kuil, lukisan, pottery, pilar-pilar partheon,
mossaic.

FUNGSI:
YUNANI:
Seni mencerminkan masyarakat dan menekankan pentingnya pencapaian manusia.
Seni menjadi refleksi filosofis terhadap kehidupan, untuk menghormati dan memuja
para dewa—dewa-dewa itu diciptakan menurut gambar mereka dan menjadi alegori
kehidupan mereka. Banyak karya seni disponsori ‘negara’ dan untuk tampilan publik.
Oleh karena itu, seni dan arsitektur adalah sumber kebanggaan luar biasa bangsa
Yunani.

ROMAWI:
Propaganda politik dan penekanan terhadap kekuatan elit Romawi (kaisar), para
jenderal perang, military campaign, dan kejayaan dalam peperangan (monument).

KARYA:
Yunani: Attica, Exekias, Achilles, and Ajax Playing A Board Game (600-480 b.c.e),
Peplos Kore (600-480 b.c.e), Battle of Issos (80 b.c.e), Kouros (600 b.c.e), Poseidon
or Zeus (450 b.c.e), Warrior of Riace (450 b.c.e), Venus de Milo (c.100 BCE), Discus
Thrower (Discobolus) (425 BCE), Doric, Ionic, Korithian pillars (447 b.c.e),
Loacoon and His Two Sons (I a.d), Trajan Column (113 a.d), Arch of Titus, Arch of
Constantine (313 a.d), Bacchus and The Four Season (220 a.d), August of Prima Porta
(1st a.d).

ESTETIKA BARAT ABAD PERTENGAHAN


ESTETIKA ABAD PERTENGAHAN (MEDIEVAL)
LATAR BELAKANG:
Abad pertengahan dimulai dari jatuhnya Kekaisaran Romawi pada 300 a.d.
Munculnya kekristenan sebagai sebuah kekuatan baru hingga awal Renaissance pada
1400 a.d. Selama Abad Pertengahan, Gereja Katolik Roma dan Byzantium membiayai
banyak proyek seni untuk kepentingan Gereja. Abad ini mewarisi estetika Romawi
dan menghasilkan gaya estettika yang cukup berpengaruh seperti gaya Bizantium dan
Gotik.

KARAKTERISTIK:
Konsep utama estetika masa ini adalah hampir selalu tentang Kekreistenan yang
menggambarkan kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus, adegan-
adegan dari Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan simbolisme Kristen. Warna-warna
primer banyak sekali digunakan, persfektif visual belum tampak, lukisan rata-rata
berpose kaku.

St. Thomas Aquinas mengkawinkan filsafat Yunani Klasik dengan kekristenan.


Baginya, keindahan memiliki syarat yang terdiri dari tiga kualitas, yakni (Osbrone,
1970:144): (a) Integritas atau kelengkapan (integrity): (b) Harmoni, selaras dan
proposional (harmony): keselarasan yang benar. (c) Kecermelangan (clarity): jelas,
terang dan jernih. Ciri Estetika zaman ini adalah Teosentrisme.

MEDIA:
Patung-patung, lukisan, gereja (srsitektur), ukiran dengan media gading, kaca patri,
ukiran kayu, desain pada panel di Gereja atau di istana, sampul buku (biasanya text
suci, Injil), peti mati, barang untuk ritual seperti cawan, dan pintu.

FUNGSI:
Media komunikasi Gereja.

KARYA:
San Vitale, 540 a.d, Apse mosaic showing Christ with San Vitale, Bishop Eccelesius,
and two angle, 547 a.d, Court of Justinian, 547 a.d, Christ in Majesty, Vivian Bible,
845 a.d, Mary and Christ and two angel, Castel Appiano, 1200 a.d.

ESTETIKA GOTHIC
LATAR BELAKANG:
Estetika Gothic (barbar) adalah gaya seni abad pertengahan yang berkembang di
Perancis Utara abad ke-12 b.c.e. Kata gothic, mengacu pada suku-suku germanik
yang menyerbu kekaisaran Romawi di abad ke-6 dan melumat habis wilayah tersebut
berserta artefak-artefak budayanya. Setelah definisi gothic terkuak semuanya
terlambat menyadari dan kata tersebut mau tidak mau akhirnya diterima begitu saja.

KARAKTERISTIK:
Pemanfaatan cahaya sebagai simbol ilahiah. Melalui kaca patri yang berwarna-warni
cahaya datang dari luar membuat lukisan di dalamnya menjadi sangat indah. Dalam
arsitekstur, gereja-gereja bergaya gothic dibuat begitu megah menyimbolkan
keagungan Tuhan, The Flying Buttress The Pointed Arch, langit-langit Berkubah,
interior Ringan, gargoyle (monster kecil) Penekanan pada Dekorasi dan Hiasan.

MEDIA:
Lukisan, patung, dan arsitektur.

FUNGSI:
Estetika gothic dimaksudkan untuk menyampaikan pesan teologis: kemuliaan Tuhan
yang agung dan ciptaan-Nya atas alam semesta yang sempurna.

KARYA:
Door jamb statue, Chartres Cathedral, 1145 a.d, Saint Theodore, Stephen, Clement,
and Lawrence, 13th century, Rose window at Chartres Cathedral 13th century, Reims
Cathedral, 1211 a.d, Annuciation and Visitation, Reims Cathedral 1211 a.d,

ESTETIKA RENAISSANCE
LATAR BELAKANG:
Renaissance berarti “kelahiran kembali”:‘re’ (kembali) dan ‘naissance’ (kelahiran).
Istilah ini merujuk kepada sebuah gerakan kebudayaan pada abad ke-14 yang bermula
di Italia tepatnya Florence dan menyebar hampir ke seluruh Eropa hingga akhir abad
ke-17. “Kelahiran kembali” yang dimaksud adalah kembali lahirnya kebudayaan
Yunani Klasik dalam bentuk-bentuk yang lebih baru, setelah berabad lamanya
kehidupan masyarakat Italia dan Eropa termasuk seni didominasi oleh aturan yang
ketat dari gereja (Vatikan).
Renaissance atau “kelahiran kembali” bukanlah reproduksi kebudayaan antik,
melainkan interpretasi baru atasnya . Dengan kata lain, Renaissance bukanlah
romantisme terhadap kejayaan Yunani Klasik melainkan interpretasi baru atasnya
yang melahirkan gerakan kebudayaan yang sangat progresif di dalam bidang agama,
sastra, filsafat, seni, politik, ilmu pengetahuan eksaktis, dan lainnya.

KARAKTERISTIK:
Harold Osbrone dalam Aesthetics and Art Theory merangkum beberapa ciri
Estetika renaissance sebagai berikut:
1. Seni lukis dan seni pahat-patung merupakan hal yang bersifat mental dan
intelegensi (cosa mentale).
2. Seni dan puisi meniru alam dan untuk tujuan ini, ilmu-ilmu empiris
memberikan petunjuk-petunjuk yang berguna.
3. Seni plastis, seperti sastra, juga mengejar tujuan moral, yakni perbaikan status
sosial, namun tetap bercita-cita menuju yang ideal.
4. Tujuan segala seni keindahan adalah properti objekstif dari benda-benda
terdiri atas tatanan (order), harmoni, proporsi, dan kebenaran.
5. Puisi dan seni-seni visual yang telah mencapai kesempurnaan serta bentuk
yang definitif di masa klasik (Yunani-Romawi).
6. Seni harus tunduk dan mengikuti aturan-aturan kesempurnaan yang secara
rasional dapat dimengerti dan secara tepat dapat diformulasikan dan diajarkan.
7. Unsur Perspektif menjadi penting dalam proses menciptakan sebuah ilusi
kedalaman suatu karya seni.
8. Banyak berhutang pada mitologi-motologi klasik dan filsafat mistis.

MEDIA:
Lukisan, patung, arsitektur, musik, dan sastra.

FUNGSI:
Banyak karya Renaissance dilukis sebagai altarpieces untuk dimasukkan ke dalam
ritual yang terkait dengan Misa Katolik dan disumbangkan oleh para patron yang
mensponsori Misa itu sendiri.

KARYA:
Cimabue, Madonna Enthroned, 1280 a.d, Gitto, Last Jugdement, 1305 a.d, Duccio,
Maesta, 1308 a.d, Andrea Mantegna, Dead Christ, 1500 a.d, Gentile de Fabriano,
Procession and Adoration of the Magi, 1423 a.d, Botticelli, Birth of Venus, 1482 a.d,
Rogier van der Weyden, Descent from the Cross, 1435 a.d, Leonardo da Vinci, Last
Supper, 1495 a.d, The Mona Lisa, 1503 a.d, Michelangelo, Pieta, 1498 a.d,
Michelangelo, David, 1501 a.d, Michelangelo, Creation of Adam, 1510 a.d, Raphael,
School of Athen, 1509 a.d.

ESTETIKA BAROQUE
LATAR BELAKANG:
Berkembang di Roma sekitar abad ke-17. Dalam seni rupa, istilah Baroque (berasal
dari arti Portugis 'barocco', 'mutiara atau batu tidak beraturan') menggambarkan
sebuah idiom yang cukup kompleks. Baroque dimulai sebagai tanggapan Gereja
Katolik terhadap banyak kritik yang muncul selama Reformasi Protestan di abad ke-
16. Kursi Gereja Katolik di Vatikan melihat dalam seni peluang untuk berhubungan
kembali dengan orang-orang.

KARAKTERISTIK:
Gaya Barok ditandai dengan gerak berlebihan (exaggerated) dan detail jelas yang
digunakan untuk menghasilkan dimensi yang dramatis, kegembiraan, dan kemegahan
dalam seni patung, lukisan, arsitektur, sastra, tari, dan musik. Ikonografi Baroque
bersifat langsung, jelas, dan dramatis, yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan
dimensi emosional dari sebuah karya.

MEDIA:
Lukisan, patung, arsitektur, musik, dan sastra.

FUNGSI:
Untuk memuliakan keagungan Tuhan dan gereja katolik Roma. Memperkuat posisi
politik Vatican. Untuk menarik jemaat dari kalangan pedagang dan kelas menengah
yang terus menerus berhijrah menuju protestan.

KARYA:
KARYA:
Peter Paul Rubens, Descent from the Cross (Rubens) (1612-14) Cathedral, Antwerp,
Carravaggio, The Calling of Saint Matthew (1600) Contarelli Chapel, Rome,
Domenichino, The Last Communion of St Jerome (1614) Pinacoteca, Vatican,
Nicolas Poussin, Abduction of the Sabine Women (1634), Rembrandt, The Anatomy
Lesson of Dr. Nicolaes Tulp (1632).

ESTETIKA ENLIGHTENMENT
LATAR BELAKANG:
Enlightenment atau Aufklärung (German), berkembang pada abad ke-18.
Enlightenment dipengaruhi oleh beberapa konsep filsafat, seperti rasionalisme Rene
Decartes dan empirisme John Locke. Kunci utama dalam era ini adalah mereformasi
masyarakat menggunakan kekuatan akal. Era ini dianggap sebagai fondasi budaya
politik dan intelektual Barat modern. Neoklasikisme adalah gaya estetika yang
dominan pada masa ini dan mendapat inspirasi dari seni dan budaya klasik Yunani
dan Roma kuno.

KARAKTERISTIK:
Neoklasikisme dicirikan oleh kejelasan bentuk, warna-warna sadar, ruang dangkal,
dan horizontal yang kuat. Vertikal membuat materi pelajaran abadi, bukan temporal,
seperti dalam karya Baroque yang dinamis, dan menggambarkan materi pelajaran
klasik — atau mengklarifikasi materi pelajaran kontemporer. Para neoklasik percaya
bahwa gambar yang kuat itu rasional, dan karena itu unggul secara moral, dan bahwa
seni seharusnya otak, bukan sensual.

MEDIA:
Neoklasikisme terkuat dalam arsitektur, patung, dan seni dekoratif, di mana model
klasik dalam medium yang sama relatif banyak dan dapat diakses.

FUNGSI:
Kaum Neoklasik ingin mengungkapkan rasionalitas dan ketenangan yang sesuai
dengan zaman mereka. Seniman seperti David mendukung para pemberontak dalam
Revolusi Prancis melalui seni yang meminta pemikiran jernih, pengorbanan diri untuk
Negara (seperti dalam Sumpah Horatii), dan penghematan yang mengingatkan pada
Roma Republik.

KARYA:
Oath of the Horatii by Jacques-Louis David, 1784. The Death of Marat 1793 by
Jacques-Louis David. Leonidas at Thermopylae by Jacques-Louis David, 1814. The
Coronation of Napoleon, Jean Auguste Dominique Ingres, 1780.

ESTETIKA MODERN DAN KONTEMPORER


Istilah modern sendiri berasal dari kata Latin, moderna yang artinya sekarang, baru,
atau saat kini (Hardiman, 2007:2). Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa manusia
selalu hidup di zaman modern, sejauh kekinian menjadi kesadarannya. Sebagai
sebuah bentuk kesadaran, modernitas dicirikan oleh tiga hal, yaitu: subjektivitas,
kritik, dan kemajuan (Hardiman, 2007:3).

ESTETIKA ROMANTISME
LATAR BELAKANG:
Romantisme berkembang pada akhir abad ke-18 dan ke-19, Romantisisme dengan
cepat menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika Serikat. Romantisme boleh disebut
sebagai reaksi terhadap Revolusi Industri yang terjadi selama periode waktu yang
sama. Romantisme merayakan imajinasi dan intuisi individu dalam pencarian abadi
untuk hak dan kebebasan individu yang sesungguhnya.

KARAKTERISTIK:
Penekanan pada spontanitas emosional dan imajinatif, spiritualitas, misteri,
pemandangan alam, respon agama terhadap alam, kapasitas untuk mengangumi segala
sesuatu, revolusi, imajinasi sebagai dasar yang positif dan kreativitas, tema-teman
kuno, tema-tema yang terbuang dari masyarakat.

MEDIA: Lukisan, arsitektur, patung, seni dekoratif, sastra, dan lainnya.

FUNGSI:

KARYA:
William Blake, God Creating the Universe, 1794. Delacroix, Death of Sardanapalus,
1827. Delacroix, Liberty Leading the People, 1830. Goya, The Witches Sabbath,
1798. Caspar David Friedrich.

ESTETIKA REALISME ABAD KE-19


LATAR BELAKANG:
Realisme adalah gerakan artistik yang dimulai di Perancis pada tahun 1850-an,
setelah Revolusi 1848. Realis menolak Romantisisme, yang telah mendominasi sastra
dan seni Prancis sejak akhir abad ke-18. Realisme adalah gerakan seni yang
memberontak terhadap tema-tema Romantisisme yang emosional dan berlebihan.
Seniman dan penulis mulai mengeksplorasi realitas kehidupan sehari-hari. Gerakan
ini mengikuti gerakan Romantisisme dan muncul sebelum Seni Modern. Seniman
realisme mencoba menggambarkan dunia nyata persis seperti yang terlihat.

KARAKTERISTIK:
Mereka melukis subjek dan orang-orang sehari-hari. Mereka tidak mencoba
menafsirkan latar atau menambahkan makna emosional pada adegan. Dengan kata
lain, realisme menggambarkan subjek dan situasi sehari-hari dalam situasi
kontemporer, dan berusaha menggambarkan individu dari semua kelas sosial dengan
cara yang sama. Realis, nyata tanpa berlebihan.

MEDIA:
Lukisan, arsitektur, patung, seni dekoratif, sastra, dan lainnya.

FUNGSI:
Fokus pada aktualitas (realitas) kehidupan, dan dengan jujur menggambarkan objek
yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan menggunakan realisme adalah untuk
menekankan realitas dan moralitas.

KARYA:
Millet, The Gleaners, 1857. Courbet, The Stone Breaker, 1849. Burial at Ornans,
1849. Bonheur, The Horse Fair, 1853.

ESTETIKA IMPRESSIONISME
LATAR BELAKANG:
Gerakan Impresionis dimulai pada 1860-an dan populer pada 1870-an. Impresionisme
dimulai di Perancis ketika sekelompok seniman muda dan berbakat memutuskan
untuk memberontak melawan kritikus seni yang mapan, membentuk gaya baru
melukis mereka sendiri. Impresionis ingin mengabadikan momen dalam waktu. Para
kritikus mengatakan bahwa karya mereka hanyalah "impressions" dari realitas dan
nama itu akhirnya melekat.

KARAKTERISTIK:
Kaum impresionis ingin mengabadikan momen dalam waktu. Mereka lebih peduli
dengan cahaya dan warna saat itu daripada dengan detail objek yang mereka lukis.
Mereka sering melukis di luar ruangan dan bekerja dengan cepat untuk menangkap
cahaya sebelum berubah. Mereka menggunakan sapuan kuas yang cepat dan sering
menggunakan warna yang tidak dicampur untuk menghemat waktu. Mereka
menggunakan sudut pandang yang tidak biasa dan subjek sehari-hari yang umum.

MEDIA:
Lukisan.
FUNGSI:
Impresionisme adalah gerakan seni radikal yang bosan dan akhirnya memberontak
terhadap seni klasik—seni seblum mereka. Mereka ‘memeluk modernitas’, berhasrat
untuk menciptakan karya-karya yang mencerminkan dunia tempat mereka hidup saat
itu—saat terkini bagi mereka.

KARYA:
Manet, A Bar at the Folies Begere, 1881. Pierre Auguste Renoir, Moulin de la
Galette, 1876. Claude Monet, Impression: Sunrise, 1872. Pierre Auguste Renoir, The
Pont Neuf, 1872. Van Gogh, Edvard Munch, The Scream, 1893.

ESTETIKA ABAD 20TH: PICASSO (CUBISM), EXPRESSIONISME,


MATIESSE, ART DECO
LATAR BELAKANG:
CUBISME:
Gerakan ini dimulai pada tahun 1908 dan berlangsung hingga 1920-an. Kubisme
adalah gerakan seni inovatif yang dipelopori oleh Pablo Picasso dan Georges Braque.
Dalam Kubisme, seniman mulai melihat subjek dengan cara baru dalam upaya untuk
menggambarkan tiga dimensi pada kanvas datar. Mereka akan memecah subjek
menjadi berbagai bentuk dan kemudian mengecatnya dari sudut yang berbeda.
Kubisme membuka jalan bagi banyak gerakan seni modern yang berbeda di abad ke-
20.

EXPRESIONISME:
Gerakan Ekspresionis terjadi pada awal 1900-an. Gerakan Ekspresionis dimulai di
Jerman. Para seniman ini ingin melukis tentang emosi. Itu bisa berupa kemarahan,
kecemasan, ketakutan, atau kedamaian. Ini bukan ide yang sepenuhnya baru dalam
seni. Seniman lain seperti Vincent van Gogh telah melakukan hal yang sama. Namun,
ini adalah pertama kalinya jenis seni ini diberi nama.

ART DECO:
Art Deco, juga disebut gaya moderne, gerakan dalam seni dekoratif dan arsitektur
yang berasal dari tahun 1920-an dan berkembang menjadi gaya utama di Eropa Barat
dan Amerika Serikat selama tahun 1930-an. Namanya berasal dari Exposition
Internationale des Arts Décoratifs et Industriels Modernes, yang diadakan di Paris
pada tahun 1925, di mana gaya ini pertama kali dipamerkan. Desain Art Deco yang
diwakili modernisme berubah menjadi mode. Produk-produknya meliputi barang-
barang mewah yang dibuat secara individual dan barang-barang yang diproduksi
secara massal, tetapi, dalam kedua kasus itu, tujuannya adalah untuk menciptakan
keanggunan yang halus dan antitradisi yang melambangkan kekayaan dan
kecanggihan.

KARAKTERISTIK:
CUBISME:
Kubisme Analitik - Tahap pertama gerakan Kubisme disebut Kubisme Analitik.
Dalam gaya ini, seniman akan mempelajari (atau menganalisis) subjek dan
memecahnya menjadi blok yang berbeda. Mereka akan melihat balok dari sudut yang
berbeda. Kemudian mereka akan merekonstruksi subjek, mengecat blok dari berbagai
sudut pandang. Kubisme Sintetis - Tahap kedua Kubisme memperkenalkan ide untuk
menambahkan bahan lain dalam kolase. Seniman akan menggunakan kertas berwarna,
koran, dan bahan-bahan lain untuk mewakili berbagai blok subjek. Panggung ini juga
memperkenalkan warna-warna yang lebih cerah dan suasana yang lebih terang pada
seni.

EXPRESIONISME:
Seni ekspresionis berusaha menyampaikan emosi dan makna daripada kenyataan.
Setiap seniman memiliki cara unik mereka sendiri untuk "mengekspresikan" emosi
mereka dalam seni mereka. Untuk mengekspresikan emosi, subjek sering terdistorsi
atau dibesar-besarkan. Pada saat yang sama, warna seringkali cerah dan mengejutkan.

ART DECO:
Desain Art Deco ditandai dengan bentuk trapesium, zig-zag, dan triangular, pola
chevron, bentuk stepped, kurva sapuan dan motif sunburst.

MEDIA:
Lukisan, arsitektur, dan produk fasyen lain.

KARYA:
Cubisme: Picasso, Les Demoiselles d’Avigon, 1907. Three Musicians, 1921.
Expresionisme: Emil Nolde, Still Life with Maks, 1911. Kandinsky, Panel for Edwin
R. Cambell No.4, 1914.
Art Deco: Tamara de Lempicka – Woman with Dove, 1931. René Lalique – Spirit of
the Wind, 1930. Le Corbusier – Le Esprit Nouveau Pavilion, Decorative and
Industrial Arts Expo, 1925. Georges Lepape – Vogue, July 20, 1029. Kologdam
Building in Bandung, Indonesia (1920). Cristo Redentor Rio de Janeiro. Poster for
Century of Progress World's Fair showing exhibition buildings with boats on water in
foreground, 1933.

ESTETIKA DADA, SURREALISM, SOCIAL REALISM, ABSTRACT,


FOTOGRAFI, BAUHAUS, DAN POP ART & MINIMALISM
LATAR BELAKANG:
DADA:
Gerakan anti-seni besar pertama, Dada adalah pemberontakan melawan budaya dan
nilai-nilai yang - diyakini - telah menyebabkan dan mendukung pembantaian Perang
Dunia Pertama (1914-18). Dadaisme adalah gerakan estetika dalam seni modern yang
dimulai sekitar Perang Dunia I. Tujuannya adalah untuk mengejek ketidakberartian
dunia modern dan seni ‘mainstream’ pada umumnya. Puncaknya adalah 1916 hingga
1922, Dada mempengaruhi surealisme, seni pop, dan punk rock. Dada juga sering
disebut sebagai gerakan seni “anti-seni”.

SURREALISME:
Gerakan ini dimulai pada pertengahan 1920-an di Perancis dan lahir dari gerakan
sebelumnya yang disebut Dadaisme dari Swiss. Mencapai puncaknya pada 1930-an.
Surrealisme dimulai sebagai gerakan filosofis yang mengatakan cara untuk
menemukan kebenaran di dunia adalah melalui pikiran dan mimpi bawah sadar,
bukan melalui pemikiran logis. Gerakan ini melibatkan banyak seniman, penyair, dan
penulis yang mengekspresikan teori mereka dalam karya mereka.
REALISME SOSIAL:
Gerakan politik Realis Sosial dan eksplorasi artistik berkembang terutama selama
tahun 1920-an dan 1930-an, masa depresi ekonomi global, konflik rasial yang
meningkat, munculnya rezim fasis internasional, dan optimisme besar setelah revolusi
Meksiko dan Rusia. Realis Sosial menciptakan gambar figuratif dan realistis dari
"massa," sebuah istilah yang mencakup kelas bawah dan kelas pekerja, serikat buruh,
dan kaum yang kehilangan hak politiknya. Seniman Amerika menjadi tidak puas
dengan avant-garde Prancis dan keterasingan mereka sendiri dari masyarakat yang
lebih besar, yang membuat mereka mencari kosa kata baru dan kepentingan sosial
baru; mereka menemukan tujuan mereka dengan keyakinan bahwa seni adalah senjata
yang dapat melawan eksploitasi kapitalis terhadap pekerja dan membendung
kemajuan fasisme internasional. Periode seni sangat berbeda dari Realisme Sosialis
Soviet yang merupakan gaya dominan di Rusia pasca-revolusioner Stalin.

ABSTRAK:
Gerakan Seni Abstrak berlangsung di Amerika Serikat. Dalam bentuknya yang paling
murni, Seni Abstrak tidak memiliki subjek. Itu hanya garis, bentuk, dan warna.
Gerakan Seni Abstrak disebut Abstrak Ekspresionisme karena, walaupun seni tidak
memiliki subjek, ia masih berusaha untuk menyampaikan semacam emosi. Gerakan
Abstrak Ekspresionisme dimulai pada 1940-an di New York City setelah Perang
Dunia II. Namun, Seni Abstrak nyata pertama dilukis sebelumnya oleh beberapa
Expressionists, terutama Kandinsky pada awal 1900-an.

BAUHAUS:
Bauhaus — secara harfiah diterjemahkan sebagai “rumah konstruksi” —diginimasi
sebagai sekolah seni Jerman pada awal abad ke-20. Didirikan oleh Walter Gropius,
sekolah tersebut akhirnya berubah menjadi gerakan seni modernnya sendiri yang
ditandai dengan pendekatan uniknya terhadap arsitektur dan desain.

POP ART:
Pop Art dimulai pada 1950-an, tetapi menjadi sangat populer pada 1960-an. Itu
dimulai di Inggris, tetapi menjadi gerakan seni sejati di New York City dengan
seniman seperti Andy Warhol dan Jasper Johns. Pop Art adalah seni yang dibuat dari
barang-barang komersial dan ikon budaya seperti label produk, iklan, dan bintang
film. Di satu sisi, Pop Art adalah reaksi terhadap keseriusan Seni Ekspresionis
Abstrak. Seni Pop dimaksudkan untuk menjadi menyenangkan.

MINIMALISME:
Minimalisme adalah bentuk ekstrim dari seni abstrak yang dikembangkan di Amerika
Serikat pada 1960-an dan dilambangkan dengan karya seni yang terdiri dari bentuk
geometris sederhana berdasarkan persegi dan persegi panjang. Minimalisme muncul
pada akhir 1950-an ketika seniman seperti Frank Stella, yang Lukisan Hitamnya
dipamerkan di Museum Seni Modern di New York pada tahun 1959, mulai berpaling
dari seni gestural generasi sebelumnya.

KARAKTERISTIK:
DADA:
Korosif, konfrontatif, provokatif. Menggunakan elemen automatisme dan peluang.
Menggunakan elemen fisik dari dunia nyata, seperti koran, iklan, dan sampah untuk
menghubungkan karya seni dengan kenyataan. Lebih merupakan gerakan protes
daripada gaya seni. Sangat menyindir. Berusaha menyinggung daripada terkesan.
Percaya bahwa ide di balik seni lebih penting daripada hasil fisik dari karya itu sendiri
(mengarah ke seni konseptual)

SURREALISME:
Gambar surealisme menjelajahi area bawah sadar pikiran. Karya seni sering tidak
masuk akal karena biasanya mencoba menggambarkan mimpi atau pikiran acak.

REALISME SOSIAL:
Ekspresi mereka, yang khusyuk dan sederhana, melambangkan kehidupan orang-
orang pedesaan di Amerika. Karakteristik utama Realisme Sosial melekat pada
kenyataan, menghindari hiasan romantisme yang berlebihan, dan menciptakan potret
jujur yang mengekspos kemanusiaan itu sendiri.

ABSTRAK:
Ciri utama seni abstrak adalah ia tidak memiliki subjek yang dapat dikenali. Beberapa
Seniman Abstrak memiliki teori tentang emosi yang disebabkan oleh warna dan
bentuk tertentu. Mereka merencanakan lukisan-lukisan mereka yang tampaknya acak
hingga detail terakhir. Seniman Abstrak Lainnya dilukis dengan emosi dan keacakan
berharap untuk menangkap emosi dan pikiran bawah sadar mereka di kanvas.

BAUHAUS:
Bauhaus (rumah konstruksi), bermula sebagai sekolah seni Jerman pada awal abad
ke-20. Didirikan oleh Walter Gropius, sekolah tersebut akhirnya berubah menjadi
gerakan seni modernnya sendiri yang ditandai dengan pendekatannya yang unik
terhadap arsitektur dan desain.
Fitur Utama. Gaya arsitektur Bauhaus menggabungkan tujuan artistik, praktis, dan
sosial. Sementara itu menggabungkan mereka, itu juga lebih mengutamakan fungsi
daripada ornamen dan asimetri dan keteraturan lebih dari simetri.

POP ART:
Populer (dirancang untuk audiens massal), Transient (solusi jangka pendek),
Expendable (mudah dilupakan), Biaya rendah, Diproduksi massal, Young (ditujukan
untuk kaum muda), Witty, Sexy, Gimmicky, Glamorous, Big business. Warna
dominan yang digunakan oleh seniman Pop Art adalah kuning, merah dan biru.
Warna yang digunakan jelas.

MINIMALISME:
Secara estetika, seni minimalis menawarkan bentuk keindahan yang sangat murni. Ia
juga dapat dilihat sebagai mewakili sifat-sifat seperti kebenaran (karena ia tidak
berpura-pura menjadi apa pun selain apa adanya), keteraturan, kesederhanaan, dan
harmoni.

MEDIA:
Nyaris semua bisa menjadi media untuk berkesenian tapi masih jarang yang dicampur
antar media seni.

KARYA:
Dada: Marcel Duchamp, L.H.O.O.Q and Fountain 1919 dan 1917.
SURREALISME:
Salvador Dali, The Persistence of Memory, 1931. Joan Miro, Spanish Dancer, 1945.
Frida Kahlo, Marxism Will Give Health to the Sick, 1954. Diego Rivera, Ancient
Mexico, 1929.
REALISME SOSIAL:
ABSTRAK:
Georgia O’Keeffee, Cow’s Skull with Calico Roses, 1931. Jackson Pollock, White
Light, 1954. Willem de Kooning, Woman and Bicyle, 1952-53.
BAUHAUS:
Bauhaus Dessau, South view, 2009, Bauhaus Dessau Foundation / photo: Yvonne
Tenschert. Master's House, 2011, Bauhaus Dessau Foundation / photo: Christoph
Petras.
POP ART:
Jasper Johns, Three Flags, 1958. Andy Warhol, Elvis I and II, 1964. Roy
Lichtenstein, Torpedo… Lost, 1963.
MINIMALISME:
Donald Judd, Untitled, 1967. Agnes Martin, Untiteld #9, 1990.

ESTETIKA KONTEMPORER
LATAR BELAKANG:
Beberapa kecenderungan khas yang bisa diasosiasikan dengan estetika kontemporer
dalam seni adalah: hilangnya batas antara seni dan kehidupan sehari-hari, tumbangnya
batasan antara budaya-tinggi dan budaya pop, percampuradukan gaya yang bersifat
eklektik, parody, pastiche, ironi, kebermainan dan merayakan budaya “permukaan”
tanpa peduli pada “kedalaman”, hilangnya orisinalitas dan kejeniusan, dan akhirnya,
asumsi bahwa kini seni Cuma bisa mengulang-ngulang masa lalu belaka (Sugiharto,
199625-26). Banyak sejarawan seni menganggap akhir 1960-an atau awal 1970-an
sebagai awal lahirnya era kontemporer sejalan dengan lahirnya filsafat
postmodernisme.

KARAKTERISTIK:
Performance Art: Bentuk seni kontemporer ini adalah pengelompokan sastra dan
puisi, teater, seni musik, dan juga seni visual.
Instalasi: Tujuan dari bentuk seni kontemporer ini adalah untuk menghasilkan bentuk
visual.
Conceptual Art: Bentuk seni kontemporer ini mendorong kesan bahwa seni pada
dasarnya tidak harus menjadi objek materialistis, pada kenyataannya itu adalah
pemikiran yang merupakan bentuk seni nyata.

MEDIA:
“Anything goes…”

FUNGSI:
Respon terhadap berbagai permasalahan yang terjadi.

KARYA:
Untitled acrylic and mixed media on canvas by Jean-Michel Basquiat, 1984. Orchard
Road 3, Singapore Biennale 2006. Marina performing "Artist is Present" at the
MoMA in May 2010. Marco Evaristti, Helena, 2000. Nam June Paik, Hamlet Robot,
1996. Alesandro Jodorwsky, Holy Mountain.

ESTETIKA TIMUR
ESTETIKA HINDU DAN BUDDHA DI INDIA
LATAR BELAKANG:
Estetika di India sangat dipengaruhi oleh dua agama besar yakni Hindu dan Buddha.
Keduanya, memiliki pandangan yang kurang lebih sama tentang kehidupan: para
dewa-dewi, setan (raksasa), manusia, hewan, dan alam permai yang saling terhubung
sebagai satu kesatuan di dalam semesta (Kossak dan Watts, 2001:23). Selain itu ada
pula konsep pratibha atau ‘kreativitas artistik’ dan Rasa.
Pratibha adalah daya cipta artistik yang terdapat dalam diri seniman. Daya itu disebut
sakti (kekuatan). Seniman memiliki ke-sakti-an untuk mencipta (Suryajaya,
2016:245). Sedangkan Rasa tidak selalu timbul dalam setiap pengalaman kesenian.
Hal itu baru timbul apabila sebuah karya mampu menghadirkan situasi emosi yang
dapat ditangkap oleh pemirsa (Suryajaya, 2016:248-249).
Buddhisme yang dibawa oleh Siddhartha Gautama mulai berpengaruh di India pada
abad ke-6 SM. Buddhisme menekankan pada tata susila yang harus dilakukan oleh
manusia agar ia terbebas oleh lingkaran dukha dan samsara (Imron, 2015:117).
Sesuai dengan arti kata “Buddha” yang bermakna “Yang Tercerahkan” dan tujuan
utama seorang Buddhist yakni terbebas dari lingkaran tersebut (Honour dan Fleming,
1999:227).
Buddhisme percaya dengan karma, samsara, reinkarnasi, dan nirvana. Simbolisasinya
samsara melalui salah satunya swastika. Pada mulanya, dalam ‘agama’ Buddha,
penggambaran Buddha dilarang tapi akhirnya diperbolehkan. Pada perkembangannya,
karya seni khususnya patung Buddha terpengaruh gaya yunani (hellenistik) akibat
penyebaran kultural pada masa Alexander The Great.

KARAKTERISTIK:
Simbolisasi spiritual dalam Om dan Swastika. Patung dewa yang statis dan dinamis,
dewi perempuan biasanya memiliki payudara besar, dan mengenakan mahkota
dengan perhiasan yang mencolok. Simbol untuk para dewa seperti, Wisnu berpakaian
seperti raja, dengan mahkota, dan perhiasan kerajaan. Siwa sering memakai kulit
binatang, seorang pertapa dan menata rambutnya yang ‘gimbal’ dengan bulan sabit.
Organ seksual yang diabstraksi (Lingga dan Yoni). Bentuk tanaman yang melilit,
daun, bunga, tanaman merambat, sebagai pembingkaian di sekitar patung, relung,
pintu, dan gerbang, serta diintegrasikan ke dalam desain patung dan patung relief—
pola hias dekoratif.

MEDIA:
Lukisan, patung, arsitektur, teater, sastra, musik dan lainnya.

FUNGSI:
Sebagai

KARYA:
Head of Buddha from Gandhara, 3rd century. Maitreya From Ramnagar, 2nd century.
Teaching Buddha From Sarnath, 5th. Great Bodhisattva, cave 1, Ajanta, 7th. Linga
With Shiva, Gudimallam, India 1st. Shiva Nata Raja, Chola, 11th century. Lingaraja
Temple, Bhuvanesvar, 1000. Kailasa Temple, Ellora, 750 a.d.

ESTETIKA BUDDHA, TAO, DAN KONGHUCU DI CHINA


LATAR BELAKANG:
China sangat dipengaruhi oleh ajaran Taoisme, Konghucu, dan Buddhisme. Kong Hu
Cu pernah mengutarakan bahwa barang-barang yang indah adalah penjelmaan dari
Tao. Tugas seorang seniman adalah menangkap Tao tersebut dan mengungkapkan
dalam bentuk karya seni atau berupa barang yang indah (Dharsono, 2007:96).
Artinya, seni dalam estetika Cina adalah ungkapan batin seniman. Inilah yang
menjelaskan mengapa lukisan tidak dianggap sebagai seni yang tinggi dalam tradisi
Cina. Seni lukis baru dihargai ketika teknik sapuan kuas bergaya kaligrafi mulai
digunakan untuk melukis. Dalam lukisan-lukisan kaligrafis itu apa yang penting
bukanlah representasi kenyataan eksternal, melainkan ekspresi kenyataan batin
(Suryajaya, 2016:253).
Hal di atas menyebabkan konsep estetika China lebih memperlihatkan keadaan
batiniah dengan tema-tema yang menggambarkan spiritualitas; harmoni antara
manusia, alam, dan semesta. Salah satunya dapat kita lihat dari lukisan Shan Shui
khas China yang menggambarkan pegunungan, air terjun, arus sungai, pepohonan,
hewan, dan manusia sebagai sebuah harmoni yang merefleksikan yin-yang di
dalamnya.

KARAKTERISTIK:
Taoisme, salah satu aliran filsafat paling berpengaruh dalam budaya Tiongkok,
menghargai kejelasan dan kesederhanaan. Karena itu, keindahan disimbolkan dengan
warna primer hitam dan putih, bunga teratai tanpa hiasan di dalam air, atau langit
yang elok setelah hujan. Selain itu, estetika dengan gaya yang mewah (royal art) juga
ada dan dipengaruhi Konfusianisme (Kong Hu Cu) yang sangat menghargai hierarki
dan etiket yang indah. Warna dan Pola-pola yang konpleks dan dekoratif menjadi
elemen penting yang mewakili status sosial seseorang. Media seninya rata-rata barang
yang bernilai, seperti emas dan permata, sulaman sutra indah, liontin giok mewah, dll.

MEDIA:
Lukisan, mural, patung, dan kaligrafi.

FUNGSI:
Fungsi sosial, seni untuk seni, dan keagamaan.

KARYA:
Buddha and Bodhisattvas, 7th – 8th Dunhuang cave. Vairocana Buddha, 7th, Longmen,
Henan. Guanyin 11th, polychromed wood. Liang Kai, The Poet Li Bai, 13th. LI Cheng,
Buddhist Temple in the Hills after Rain, 10th. Xia Gui, Twelve Views from a
Thatched Cottage, 13th. Guo Xi, Early Spring, 11th. Guan Daoshengm Ten Thousand
Bamboo Poles in Cloudy Mist, 1308. Meiping Vase, 1426.
ESTETIKA JEPANG
LATAR BELAKANG:
Estetika Jepang mencakup (transient and stark beauty), sabi (the beauty of natural
patina and aging), dan yūgen (profound grace and subtlety). Inilah yang menjadi dasar
dari budaya dan estetika Jepang. Selain itu, estetika Jepang dipenuhi pula dengan
simbol-simbol esoterik Buddhisme terlebih karya-karya seni yang menyangkut
manifestasi doktrin-doktrin Buddhisme. Karya-karya seni yang simbolik tersebut
memiliki arti yang sangat penting di dalam kehidupan spiritualitas masyarakat Jepang
yang secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan orang Jepang sehari-hari
(Tsuda, 2009:41-42)—dan yang tidak boleh dilupakan adalah shintoisme yang
berasimilasi dengan buddhisme.

KARAKTERISTIK:
9 Elements of Japanese Aesthetics (coolerinsights.com, 2019)
Wabi-sabi 佗寂 (Imperfection): The philosophy of wabi-sabi is one of imperfection,
impermanence and incompletion.
Miyabi 雅 (Elegance): Miyabi is about elegance, refinement and courtliness. It is also
about the elimination of anything vulgar or unsightly.
Shibui 渋い or Shibusa 渋さ (Simplicity):The aesthetic ideal behind shibui is one of
simplicity, subtlety and unobtrusiveness.
Hayao Miyazaki’s anime movies like Spirited Away and Kiki’s Delivery Service are
a good reflection of shibui, with their simple and subliminal story lines.
Iki 粋 (Spontaneity and Originality): Iki is often compared to its older and more
universal cousin wabi-sabi. While iki is about simplicity and temporality, it also
encapsulates qualities like originality, uniqueness and spontaneity.
Jo-ha-kyū 序破急 (Modulation and Movement): Jo-ha-kyū is the concept of
modulation and movement. This idea is used by Japanese traditional arts such as tea
ceremony and martial arts.
Yūgen 幽玄 (Mystery and Concealment): Yūgen is a concept that values mystery and
concealment.
Geidō 藝道 (Discipline and System): This concept is embodied in the discipline,
ethics and systematised approach to apprenticeship embodied in many Japanese
traditional arts. These can be as varied as sushi making to Kendo and Sumo wrestling.
Just think about the Japanese obsession with quality and high standards to see this in
practice.
Ensō 円相 (Void and Absolution): Ensō is represented by a circle that symbolizes a
holistic form of absolution, enlightenment, strength, elegance, the Universe and the
void. This Zen Buddhism concept is represented by a form of minimalism common in
Japanese design and aesthetics.

MEDIA:
Patung, Lukisan, Woodblock Printing ukiyo-e, arsitektur, dan lainnya.

FUNGSI:
Fungsi sosial, seni untuk seni, dan keagamaan.
KARYA:
Kwannon, 623 a.d, Horyuji near Nara. Fujiwara no Sadanobu, 12th. Hasegawa
Tohaku, Pine Trees, 1539. Kitagawa Utamaro, The Hour of the Boar, 1790.
Katsushika Hukosai, The Great Wave off Kanagawa, 1823.

ESTETIKA ISLAM
LATAR BELAKANG:
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat
adalah para penggambar.” (HR. Al-Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109).
“Para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat patung-
patung atau gambar-gambar.” (HR. Muslim no. 5545),
“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam melaknat penggambar.” (HR. Al-
Bukhari no. 5962).
“Tuhan itu Mahaindah dan mencintai keindahan” (Hadi, 2004:39).

Beberapa hadist di atas sebetulnya masih menjadi perdebatan di dan hingga hari ini.
Ada yang tetap mengharamkan ada pula yang tidak mengharamkannya selama
merupakan ekspresi artistik yang tidak diberhalakan. Tetapi banyak pula yang
mengambil jalan tengah sehingga di dalam estetika Islam khususnya yang berkaitan
dengan seni visual muncul dimensi estetik yang lebih simbolik seperti kaligrafi,
arabesques (ornamen), geometric design, arsitektur mesjid, dan permadani bermotif
tumbuhan yang distilisasi.

KARAKTERISTIK:
Ada tiga karakteristik utama dalam estetika Islam, yakni:
1. Kaligrafi yakni seni menulis indah biasanya mengutip ayat-ayat suci,
2. Arabesques atau seni ornamen khas islami yang bisanya berbentuk dekoratif
artistic stilasi tetumbuhan, bunga, dan kadang binatang,
3. Desain-desian geometrik yakni pengulangan pola-pola geometrik dalam
kesatuan yang harmonis.

MEDIA:
Architectural decoration, ceramic art, faience mosaics, lustre-ware, relief sculpture,
wood and ivory carving, friezes, drawing, painting, calligraphy, book-gilding,
manuscript illumination, lacquer-painted bookbinding, textile design, metalworking,
goldsmithery, gemstone carving, dan lainnya.

FUNGSI:
Digunakan untuk mengagungkan asma Allah yang Maha Segalanya: yang transenden,
tak terpisahkan, dan tak terbatas.

KARYA:
A calligraphic panel by Mustafa Râkim (late 18th–early 19th century). Khamsa of
Nizami, abad ke-17. Muhammad, shown with a veiled face and halo, at Mount Hira,
abad ke-16. Muhammad sending waves of horsemen into combat at the en:Battle of
Badr in an illustration from the en:Siyer-i Nebi (The Life of the Prophet), written
around 1388. Miraj image from 1539–43, reflecting the new, Safavid convention of
depicting Muhammad veiled. A painting of Prophet Muhammad's vision in Mecca
from Tabriz, 1320 CE. In this painting, his facial features are not covered. A painting
of Prophet Muhammed's ascension, 1540 CE.

ESTETIKA NUSANTARA
Wiyoso Yudoseputro membagi sejarah kebudayaan Nusantara ke dalam empat
zaman, yaitu (2008:3):
1. Zaman presejarah, sejak awal timbulnya kebudayaan sampai kira-kira abad
kelima Masehi.
2. Zaman purba, sejak datangnya pengaruh kebudayaan India pada abad-abad
pertama tahun Masehi sampai lenyapnya kerajaan Majapahit sekitar tahun
1500.
3. Zaman madya, sejak datangnya kebudayaan Islam sampai akhir abad
kesembilanbelas.
4. Zaman baru atau modern, sejak pengaruh kebudayaan Barat sekitar tahun
1900 sampai zaman kini.

Kebudayaan Nusantara seperti kebudayaan Timur pada umumnya, memiliki


orientasi spiritual, harmoni, dan pemujaan terhadap alam yang sangat signifikan.
Walaupun zaman berganti orientasi-orientasi di atas tetap melekat dan diekspresikan
ke dalam bentuk-bentuk seni lainnya (Agung, 2017). Prof. Jakob Sumardjo menyebut
estetika Nusantara sebagai estetika paradoks karena setiap perbedaan pada hakikatnya
dapat hidup dalam harmoni tanpa meniadakan satu sama lain. Baik-buruk, halus-
kasar, gelap-terang, dan lain sebagainya dapat diharmonikan sehingga melahirkan
kehidupan dan keindahan itu sendiri.
Seperti pendapat Jill Forshee dalam Culture and Customs of Indonesia: “The
concept of halus (refinement) persists through Indonesia’s arts and literature,
reflecting many centuries of exquisite works evoking a moral right- ness. Terms for
“beauty” in Indonesian societies (in both the Indonesian national and many local
languages) often also mean “goodness,” as does halus and also the word bagus
(meaning “beautiful” or “good”). The reverse is also true—the term for “ugliness”
in Indonesian is jelek, also denoting “bad” or “evil.” Kasar (“crude”) also describes
a low moral character. Through its history, visual art and literature in Indonesia
represent both the light and dark sides of life and cosmological order. These creative
forms embody balance while permitting ambiguities and complexities in expressions
and interpretations (Forshee, 2006:74).
Adapun pembabakan estetika Nusantara akan merujuk kepada pembabakan
kebudayaan Nusantara di atas, yakni: (a) Estetika Nusantara Zaman Prasejarah,
(b) Estetika Nusantara Zaman Klasik atau Estetika Hindu-Buddha, (c) Estetika
Nusantara Zaman Madya atau Estetika Nusantara Zaman Islam, (d) Estetika
Nusantara Baru: Zaman Kolonial, Kemerdekaan, dan Kontemporer.
ESTETIKA NUSANTARA PRASEJARAH
LATAR BELAKANG:
Pada zaman prasejarah, leluhur kita telah mengenal bentuk-bentuk kesenian seperti,
arsitektur (bagunan), kriya, lukisan atu seni hias, dan patung. Dari berbagai bentuk
seni tersebut, menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusnadi (1979) kesenian pada
masa prasejarah memiliki dua fungsi yang mendasar, yakni fungsi sakral dan fungsi
profan.

KARAKTERISTIK:

MEDIA:
Arsitektur (bagunan), kriya, lukisan atu seni hias, dan patung.

FUNGSI:
Fungsi sakral seni dikaitkan dengan fungsi seni sebagai wahana yang digunakan di
dalam ritual keagamaan, representasi simbolik dari para moyang, dan kekuatan-
keuatan alam yang dinilai suci, sakral, magis, gaib, dan bisa juga sebaliknya (Agung,
2017). Fungsi profane seni sebagai lambang dari status sosial dari para kepala suku,
sebagai tanda kebesaran yang bermuatan kekuatan magis. Senjata dengan bentuk dan
hiasan khusus misalnya sering dipandang sebagai atribut dari pemimpin masyarakat
(Yudoseputro, 2008:11).

KARYA:

ESTETIKA NUSANTARA HINDU-BUDDHA


LATAR BELAKANG:
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dapat kita lihat dari sistem kepercayaan dan
sistem sosial masyarakat Nusantara yang merujuk pada sifat khas budaya Nusantara
yang paradoks membidani lahirnya bentuk-bentuk kesenian yang alkulturatif seperti
seni bangunan atau arsitektur yang meliputi candi-candi; seni rupa yang meliputi
patung, arca, relief, prasasti, dan seni lukis; seni pertunjukan yang meliputi wayang
dan tari; dan seni sastra. Bentuk-bentuk seni inilah yang kemudian dibina dan
dikembangkang di kalangan para raja dan bangsawan sehingga memperoleh ciri-
cirinya sebagai seni feodal yang bernafaskan agama (Yudoseputro, 2008:63-64).

KARAKTERISTIK:

MEDIA:

FUNGSI:

KARYA:
ESTETIKA NUSANTARA ISLAM
LATAR BELAKANG:
Islam kemungkinan besar telah ada di wilayah Nusantara pada pertengahan atau akhir
abad ke-7. Namun, hanyalah setelah abad ke-12 pengaruh Islam terlihat lebih
signifikan. Karena itu, proses Islamisasi nampaknya mengalami akselarasi antara abad
ke-12 dan ke-16 (Azra, 1994:31).

KARAKTERISTIK:

MEDIA:

FUNGSI:
Penyebaran agama Islam.

KARYA:

ESTETIKA INDONESIA MASA PENDUDUKAN KOLONIAL


HINDIA-BELANDA DAN JEPANG (PRA-KEMERDEKAAN)
LATAR BELAKANG:
Pada masa ini, pengaruh Eropa betul-betul merangsek ke dalam berbagai macam hal
termasuk kesenian. Berikut adalah periode ‘estetika’ pada era ini:
Periode Perintis (1826-1880), periode ini berlangsung pada masa kolonial. Raden
Saleh Sjarif Boestaman atau Raden Saleh boleh dibilang satu-satunya seniman atau
pelukis yang diakui keempuannya di dunia internasional saat itu. Gaya lukisan Raden
Saleh adalah contoh dari estetika Nusantara yang paradoks. Saleh menggabungkan
gaya lukisan romantisisme dan budaya serta eksotisme alam Nusantara khususnya
Jawa. Hal tersebut menghasilkan lukisan-lukisan yang menganggumkan sekaligus
paradoks karena pada satu sisi menampilkan keindahan alam yang eksotis dan alam
yang brutal penuh dengan getir. Lukisan Raden Saleh yang paling kesohor adalah
Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857), Portrait Governor-General Herman
Willem Daendels (1838), Berburu Rusa (1848), Wounded Lion (1839), Sebuah Banjir
di Jawa (1865-1876) dan lainnya.
Periode Mooi Indie (Indonesia Jelita), istilah Mooi Indie digunakan dalam merujuk
lukisan-lukisan yang memperlihatkan kejelitaan, kemolekan, kecantikan, keasrian
alam permai Nusantara yang luar biasa indahnya. Mooi dalam bahasa Belanda artinya
cantik, jelita, molek, dan Indie adalah wilayah kolonial Belanda (Hindia Belanda)
khususnya di Timur Jauh (Nusantara). Para pelukis yang dikategorikan ke dalam
pelukis-pelukis Mooi Indie adalah Abdullah Suryobroto (1878-1941), Wakidi (1889-
1979), Mas Pringadi (1875-1936) dan lainnya. Konsep estetik pada lukisan-lukisan
Mooi Indie biasanya dicirikan dengan trimurti gunung, jalan, dan pohon. Nusantara
pada abad ke-19 dilukiskan sebagai “semua serba bagus dan romantis, semua serba
enak, tenang, dan damai” (Sudjojono, 2000: 1 dalam Adinda S, 2013).
Periode PERSAGI atau Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia dilahirkan pada masa
pergolakan kemerdekaan pada tanggal 23 Oktober 1938 di Jakarta. PERSAGI adalah
didirikan untuk merespon pergolakan sosial politik di Hindia Belanda pada saat itu
dengan bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekan Indonesia dan mencari bentuk
seni yang mencirikan keindonesiaannya. Selain itu, PERSAGI melalui Sudjojono
merupakan sebuah bentuk kritik terhadap gaya lukisan Mooi Indie dan para
pelukisnya. Mooi Indie dianggap terlalu sibuk mengurus keindahaan alam saja
sehingga lupa pada kenyataan bangsanya yang terjajah yang jauh dari kata indah,
molek, cantik, asri, permai, damai, tenang, dan bestari.
Periode Pendudukan Jepang, pada masa ini, pemerintah Jepang membentuk beberapa
organisasi propaganda di Indonesia sebagai upaya untuk melanggengkan
kolonialisasinya. Organisasi-organisasi tersebut ada di dalam berbagai ranah
kehidupan termasuk seni. Organisasi yang menghimpun para seniman Indonesia pada
saat itu adalah Keimin Bunka Shidosho atau Institut Pemandu Pendidikan dan Budaya
Rakyat, atau disebut juga Pusat Kebudayaan. Para ahli, penulis, dan seniman
terkemuka Indonesia terlibat di dalam organisasi-organisasi tersebut, misalnya
Affandi, Sudjojono, Agus Djajasoentara, Oto Djajasoeminta, Barli, Hendra Gunawan,
Emiria Soenasa, Basuki Abdullah, Oetojo, dan Armijn Pane… (Antariksa, 2015).
Adapun alasan para seniman bangsa kita bergabung ke dalam organisasi tersebut
menurut Antariksa (2015) adalah sebagai sarana untuk menyebarkan dan
mengintensifkan ide-ide nasionalis dan kemerdekaan kepada masyarakat,
mendapatkan akses material, fasilitas, dan pengatahuan seni baru, serta menyadarkan
mereka pada kekuatan seni dan kolektivitas dalam dunia politik—suatu kesadaran
yang kelak menjadi lakon utama dalam babak sejarah seni di Indonesia selama dua
dasawarsa berikutnya.

KARAKTERISTIK:
Martin Suryajaya menguraikan pandangan-pandangan estetika para seniman pada ini
(Suryajaya, 2017:844-849):
a. Ekspresivisme, kesenian adalah jiwa-ketok. Jadi kesenian ialah jiwa. Karya
seni adalah manifestasi jiwa sang seniman berakar pada tradisi ekspresivisme
yang tumbuh di Eropa pasca-Romantik.
b. Realisme, Sudjojono (1946:40): “Kebagusan dan kebenaran adalah satu.
Kebenaran bagaimana juga tentu bagus, asal jangan keluarnya tadi tak
berdusta pada diri sendiri. Dari itu tak heran kita mengapa anak kecil yang
lari-lati telanjang di tengah jalan, kelihatan segala-galanya, toh tetap bagus.
Dan muka mereka meskipun penuh ingus toh tetap simpatik. Sebab apa?
Sebab bare (terus terang), sebab tak berlaga, sebab benar, dan dengan
sendirinya bagus. Tetapi bagus yang hendak bagus yang tidak mengandung
kebenaran di dalamnya, biasanya malah tidak bagus. Realisme yang dimaksud
Sudjojono bukanlah “realisme piktoral” yang hendak merepresentasikan
kenyataan ke dalam salinan kembar-identik dalam bahasa gambar melainkan
menyalin jiwa atau objek kodrat.
c. Materialisme Historis, pandangan bahwa kesenian bertopang pada realitas
ekonomi-politik punya akar pada tradisi Marxis. Dalam konsepsi Marx
tentang “materialisme-historis”, setiap ekspresi kebudayaan bertumpu pada
realitas ekonomi-politik tertentu. Karena itu muncul anggapan bahwa taka da
ekspresi artistik yang sungguh-sungguh bebas dan bermutu kecuali realitas
ekonomi-politik yang menopangnya sudah diemansipasikan terlebih dahulu.
d. Fungsionalisme, pandangan bahwa seni mesti memenuhi fungsi sosial tertentu
dan hanya dapat dievaluasi secara estetis berdasarkan pemenuhan fungsi
tersebut adalah pandangan yang sangat tua. Akarnya bisa dilacak pada
kecenderungan fungsionalis estetika Plato yang mengartikan seni secara
diktatis sebagai sarana pendidikan moral.
e. Formalisme, pandangan bahwa karya seni berurusan secara eksklusif dengan
bentuk dan hanya dapat dievaluasi dari segi bentuknya berakar pada tradisi
formalis yang berkembang pada awal abad ke-20.
f. Manifesto Gerakan Seni Rupa Baru 1987, pandangan yang menarik garis tegas
antara “seni murni” dan “seni terapan”, antara “seni” dan “kerajianan”, punya
sejarah yang belum terlalu tua. Pandangan ini diawali dengan pemisahan “seni
liberal” dan “seni mekanis” pada Abad Pertengahan”, kemudian dibakukan
menjadi pemisah antara “seni murni” dan “seni terapan” sejak abad ke-18,
sebagai dampak estetika romantic yang menekankan virtuositas seniman dan
menceraikannya dari kerja para pengrajin.
g. Estetika Penyadaran, pandangan bahwa setiap orang adalah seniman, bahwa
seni yang emansipatoris hanya bisa datang dari tangan rakyat itu sendiri,
bersumber pada estetika pasca-avant-grade Augusto Boal.

ESTETIKA INDONESIA KONTEMPORER


LATAR BELAKANG:
Periode Kontemporer. Periode ini adalah periode di mana kita hidup sekarang, hari
ini, saat ini. Perkembangan seni kontemporer di Indonesia dipengaruhi oleh
perkembangan seni kontemporer di dunia. Mengambil ide-ide filsafat postmodernism
dan diawali oleh pergerakan Seni Rupa Baru 74. Seperti konsep seni kontemporer
pada umumnya merupakan perlawanan atau respon terhadap kemapanan menjadi
salah satu idealisme para seniman kontemporer. Kemapan tersebut bisa jadi apa saja
seperti kebudayaan mapan yang terlalu dekaden, kekerasan negara, intoleransi,
dominasi elite, dan lain sebagainya.
Karya-karya seni kontemporer lebih menekankan kepada dampak dari karya seni
tersebut ketimbang kanon-kanon estetik formalis yang memuja bentuk-bentuk
keindahan tertentu. Oleh sebab itu, kesenian kontemporer tidak hanya menggunakan
media-media seni yang telah mapan. Berbagai media bisa saja digunakan—bahkan
eksplorasi terhadap media menjadi sah-sah saja. Hal inilah yang mendasari kesenian
kontemporer seringkali disebut sebagai kesenian yang “bebas” atau “anything goes”.
Bahkan seringkali disebut melampaui batas etika. Tetapi inilah ciri dasar kesenian
kontemporer yakni mengguncang kemapan kita dalam berbagai hal.
Di Indonesia sendiri, perkembangan kesenian kontemporer dapat kita lihat di kota-
kota Besar seperti Bandung, Jakarta, Jogja, dan lainnya. Perkembangan kesenian
kontemporer di kota-kota besar tidak terlepas dar realitas yang ada di mama kota-kota
besar tersebut adalah semacam melting spot dari berbagai macam hal dan oleh sebab
itulah berbagai permasalahan sosial, politik, ekonomi, budaya, agama dapat dengan
mudah kita lihat. Dan berbagai permasalahan tersebutlah yang direspon oleh pada
seniman kita. Yang menjadi pertanyaan apakah kenusantaraan kita secara estetik
dalam periode ini tetap ada? Kita akan melihat hal tersebut pada beberapa
pembahasan di bawah.

KARAKTERISTIK:
MEDIA:
FUNGSI:
KARYA:

REVOLUSI DIGITAL: MASA DEPAN ESTETIKA DAN KOMUNIKASI


VISUAL

LATAR BELAKANG:
Bersamaan dengan kedatangan media massa pada abad ke-20, dan menjamurnya
bentuk-bentuk seni baru yang dimulai pada tahun 1960-an, perkembangan lain yang
mengancam gagasan tradisional tentang suatu media adalah revolusi digital tahun
1980-an-1990-an. Pergeseran sebagian besar media produksi, penyimpanan, dan
distribusi dari media massa ke teknologi digital (atau berbagai kombinasi teknologi
elektronik dan digital), dan adopsi alat yang sama oleh masing-masing seniman
mengganggu perbedaan tradisional berdasarkan bahan dan kondisi persepsi dan
perbedaan baru yang lebih baru berdasarkan model distribusi, metode penerimaan /
pameran dan skema pembayaran (Manovich, 2001). Inilah yang disebut sebagai
revolusi digital.
Revolusi Digital adalah pergeseran dari teknologi elektronik mekanik dan analog ke
elektronik digital yang dimulai di mana saja dari akhir 1950-an hingga akhir 1970-an
dengan adopsi dan proliferasi komputer digital dan penyimpanan catatan digital yang
berlanjut hingga saat ini.Teknologi digital dan ekspresi artistik sekarang saling terkait.
Integrasi seni, komputer, dan desain yang menarik ini dimungkinkan oleh sinergi
yang cemerlang antara seni, matematika, sains, dan teknologi. Tantangan utama bagi
para seniman digital dan perancang digital adalah memanfaatkan alat-alat digital
untuk membuat gambar yang mengesankan yang benar-benar menyentuh perasaan
penonton dan menggelitik kecerdasan mereka.
Sebagian besar gambar daring telah disempurnakan secara estetis. Banyak gambar
daring yang awalnya dibuat oleh seorang seniman yang bekerja di media yang
berbeda tetapi sekarang tersebar luas secara daring. Sebaliknya, citra online asli
dihasilkan oleh perangkat lunak grafik komputer yang menggunakan kanvas virtual
dan 'kotak lukisan' dari kuas, warna, dan alat lainnya. Banyak dari instrumen ini
hanya ada di dunia digital, memberikan karya seni yang dihasilkan komputer
kompleksitas multi-layer yang relatif mudah dicapai dengan pengalaman.

MASA DEPAN KOMUNIKASI VIUSAL


Belum lama ini, citra iklan konsisten di seluruh target demografis perusahaan. Dalam
beberapa tahun terakhir, algoritma yang semakin canggih telah berhasil memperoleh
informasi spesifik subkelompok dari data besar. Ini berarti bahwa baik konten tertulis
dan citra yang kita lihat di media sosial disesuaikan — hingga tingkat yang signifikan
— agar sesuai dengan profil demografis dan psikografis kami. Ini adalah
perkembangan yang disambut baik karena pemasaran niche menghasilkan tingkat
konversi yang lebih tinggi daripada pemasaran massal.

Anda mungkin juga menyukai