Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

GANGGUAN PANIK (F41.0)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A M

Umur : 13 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Jl. Sultan Alauddin 2, samping Masjid Nurul Ukhuwah

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Warga Negara : Indonesia

Status Perkawinan : Belum Menikah

Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Pertama

Tanggal Pemeriksaan : 21 Desember 2016

Tempat Pemeriksaan : Kediaman Pasien Jl. Sultan Alauddin 2, samping Masjid


Nurul Ukhuwah

1
LAPORAN PSIKIATRIK

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Sakit kepala, pusing (oleng), tegang leher, sakit ulu hati dan
berdebar-debar dan sulit tidur.
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang laki-laki 13 tahun datang konsultasi ke Poli Jiwa
Bhayangkara dengan banyak keluhan fisik. Keluhan ini sudah dialami
pasien sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu. Saat ini pasien masih
sering merasakan keluhan tersebut dan biasanya muncul secara tiba-
tiba, baik saat melakukan aktivitas sehari-hari ataupun pada saat
keadaan santai. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, pusing (oleng),
tegang pada belakang leher, sakit ulu hati, dan jantung berdebar-debar
yang dirasakan sekitar 30 menit kemudian membaik setelahnya.
Pasien mengaku keluhan ini muncul setelah telinganya berdenging.
Sebelumnya pasien pernah membersihkan telinganya sendiri
menggunakan cutton-bad setelah itu pasien mengeluh telinganya
berdenging keesokan harinya, hilang timbul dan tidak ada perbaikan
selama seminggu. Semenjak saat itu pasien terkadang
mengkhawatirkan tentang keadaan telinganya.
Sekitar 3 hari kemudian pasien merasakan sakit kepala, pusing
(oleng), tegang pada belakang leher, sakit ulu hati, dan jantung
berdebar-debar namun pasien tidak dibawa ke dokter karena keluhan
hilang sendiri setelah beberapa menit. Keluhan berulang beberapa kali
dalam sebulan kemudian dibawa ke UGD namun keadaan membaik
setelah sampai di Rumah Sakit. Pasien juga mengeluh sulit tidur
setelah munculnya keluhan utama yang dialami.
Pasien sudah memeriksakan diri ke dokter anak dengan keluhan
nyeri kepala namun tidak ditemukan kelainan.
 Hendaya Disfungsi

2
Hendaya Sosial (-)
Hendaya Pekerjaan (-)
Hendaya Waktu Senggang (-)
 Faktor Stressor Psikososial
Pasien mengkhawatirkan masalah telinganya yang berdenging.
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit
sebelumnya.
Pasien belum pernah berobat ke poliklinik Jiwa RSU Bhayangkara
sebelumnya

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya.


 Riwayat keluhan terdahulu : Telinga berdenging (Tinnitus)
 Riwayat penggunaan zat psikoaktif : Pasien tidak merokok, tidak
mengonsumsi alcohol dan tidak menggunakan NAPZA.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir di Takalar tahun 2003 lahir cukup bulan dan persalinan
di tolong oleh bidan di Rumah Sakit. Pasien merupakan anak
keempat dari empat bersaudara.
 Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)
Pasien mendapatkan ASI eksklusif hingga umur 6 bulan,
pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur, tidak ada riwayat
kejang, trauma atau infeksi pada masa ini. Pasien mendapatkan
kasih sayang dari orang tua.
 Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan
perkembangan baik. Pertumbuhan dan perkembangan sama dengan
anak seusianya. Pasien memiliki banyak teman.
 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)

3
Pasien hanya menyelesaikan sekolah dasar, dan akrab dengan
teman di lingkungannya.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


 Ayah pasien seorang Polisi berdinas di Takalar
 Ibu pasien seorang Guru IPS di SMP Takalar
 Pasien anak keempat dari empat bersaudara
 Saudara pertama laki-laki, 29 thn, belum menikah, pekerjaan polisi
 Saudara kedua laki-laki, 27 thn, sudah menikah, pekerjaan perawat
 Saudara ketiga laki-laki, 20 thn, sudah menikah, kuliah arsitektur
 Hubungan dengan keluarga baik
 Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama

F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakak pertamanya.

G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan.


Pasien merasa dirinya sakit dan ingin sembuh

II. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
 Penampilan:
Tampak seorang laki-laki, wajah sesuai umur meggunakan baju
kaos dan celana panjang.
 Kesadaran : baik
 Perilaku dan aktivitas psikomotor : pasien bersikap tenang
 Pembicaraan : pasien menjawab spontan, lancar, intonasi biasa
dengan nada yang biasa
 Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

4
B. Keadaan afektif
 Mood : Sesuai
 Afek : Sesuai
 Empati : Dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
 Daya konsentrasi : baik
 Orientasi : Baik
 Daya ingat
Jangka Pendek : Baik
Jangka Sedang : Baik
Jangka Panjang : Baik
 Bakat kreatif : tidak ada
 Kemampuan menolong diri sendiri : baik

D. Gangguan persepsi
 Halusinasi : Tidak ada
 Ilusi : Tidak ada
 Depersonalisasi : Tidak ada
 Derealisasi : Tidak ada

E. Proses berpikir
 Arus pikiran :
A.Produktivitas : Cukup
B. Kontinuitas : Relevan
C. Hendaya berbahasa : Tidak ada
 Isi Pikiran
A. Preokupasi : Tidak ada
B. Gangguan isi pikiran : Tidak ada

5
F. Pengendalian impuls
Baik

G. Daya nilai
 Norma sosial : Tidak terganggu
 Uji daya nilai : Baik
 Penilaian Realitas : Baik

H. Tilikan (insight)
Derajat VI: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh pengobatan dari
dokter

I. Taraf dapat dipercaya


Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan fisik :
Status internus: TD : 90/70 mmHg, N:80x/menit, S: 36 ̊ C, P : 20 x/menit.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang laki-laki 13 tahun datang konsultasi ke Poli Jiwa
Bhayangkara dengan banyak keluhan fisik. Keluhan ini sudah dialami
pasien sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu. Saat ini pasien masih sering
merasakan keluhan tersebut dan biasanya muncul secara tiba-tiba, baik
saat melakukan aktivitas sehari-hari ataupun pada saat keadaan santai.
Keluhan tersebut berupa sakit kepala, pusing (oleng), tegang pada
belakang leher, sakit ulu hati, dan jantung berdebar-debar yang dirasakan
sekitar 30 menit, kemudian membaik setelahnya. Pasien mengaku keluhan
ini muncul setelah telinganya berdenging. Sebelumnya pasien pernah
membersihkan telinganya sendiri menggunakan cutton-bath setelah itu
pasien mengeluh telinganya berdenging keesokan harinya, hilang timbul

6
dan tidak ada perbaikan selama seminggu. Semenjak saat itu pasien
terkadang mengkhawatirkan tentang keadaan telinganya.
Sekitar 3 hari kemudian pasien merasakan sakit kepala, pusing
(oleng), tegang pada belakang leher, sakit ulu hati, dan jantung berdebar-
debar namun pasien tidak dibawa ke dokter karena keluhan hilang sendiri
setelah beberapa menit. Keluhan berulang beberapa kali dalam sebulan
kemudian dibawa ke UGD namun keadaan membaik setelah sampai di
Rumah Sakit. Pasien juga mengeluhkan susah tidur di malam hari.
Pasien juga sudah memeriksakan diri ke dokter anak dengan
keluhan nyeri kepala namun tidak ditemukan kelainan.
Kesadaran composmentis, prilaku dan aktivitas psikomotor tenang,
pembicaraan spontan, lancar, intonasi cukup. Sikap terhadap pemeriksa
kooperatif. Keadaan mood dan afek sesuai, empati dapat dirabarasakan.
Fungsi kognitif, taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
sesuai dengan taraf pendidikan. Daya konsentrasi baik, orientasi waktu,
tempat dan orang baik, daya ingat jangka panjang dan pendek baik.
Gangguan persepsi tidak ada, tidak ada gangguan isi pikir, tilikan 6. Taraf
dapat dipercaya.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I
Berdasarkan anamnesa didapatkan adanya gejala klinis
yang bermakna berupa sakit kepala, pusing (oleng), tegang leher,
sakit ulu hati dan jantung berdebar-debar muncul tiba-tiba pada situasi
tertentu sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Gangguan Jiwa.
Pada pasien tidaka da hendaya berat dalam menilai realita,
tidak terdapat halusinasi ataupun waham dll, sehingga pasien
didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Non Psikotik.
Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status
anak tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi gangguan

7
medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini, sehingga
diagnose gangguan mental dapat disingkirkan dan didiagnosa
Gangguan Jiwa Non Psikotik Non Organik.
Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental, didapatkan
adanya gejala anxietas (kecemasan, ketegangan motorik, overaktivitas
otonomik) sebagai gejala primer yang berlangsung tiba-tiba berkisar
30 menit dalam keadaan tidak menentu. Berdasarkan PPDGJ III,
pasien dapat digolongkan dalam Gangguan Panik (F41.0)
 Aksis II
Pasien merupakan orang yang ramah dikeluarga dan lingukungannya,
sehingga diarahkan pada pasien dengan ciri kepribadian tidak khas.
 Aksis III
H 93.1 (Tinnitus)
 Aksis IV
Stressor psikososial berupa ancaman gangguan kesehatan.
 Aksis V
GAF scale 60 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

VI. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien
memerlukan psikofarmako.
 Psikologik
Ditemukan adanya masalah/stressor psikososial sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.

VII. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi :
 SSRI : Fluoxetine 20 mg 1 x 1
 Benzodiazepin: Alprazolam 1 mg 1 x 1

8
 Psikoterapi suportif
 Ventilasi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi
hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega
 Cognitive Behavioral Theraphy (CBT)
Membantu pasien untuk dapat merubah sistem keyakinan yang
negative, irasional dan mengalami penyimpangan (distorsi)
menjadi positif dan rasional sehingga secara bertahap mempunyai
reaksi somatik dan perilaku yang lebih sehat dan normal.
Menjelaskan bahwa segala masalah pasti memiliki jalan keluar,
jika pasien memendam masalah tersebut terus menerus tanpa
mencari solusinya, maka gejala yang diutarakan akan terus
berulang.
 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang
sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan
yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta
melakukan kunjungan berkala.

VIII. PROGNOSIS
Ad Bonam
Factor yang mempengaruhi

 Kenginan yang jelas dari pasien untuk sembuh


 Tidak ada kelainan organobiologik

IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit
serta menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.

9
X. DISKUSI TAMBAHAN

Psikoneurosis mempunyai gejala-gejala yang dapat dimengerti


(berdasarkan realita) dan dapat diempati. Tilikan (insight) biasanya
dipertahankan. Neurosis dapat didefinisikan sebagai reaksi psikogenik
(disebabkan secara psikologis) abnormal. Anxietas adalah suatu mood,
biasanya bersifat tidak menyenangkan, disertai sensasi di tubuh (somatik)
dan terjadi dengan rasa ketidakpastian dan ancaman akan masa depan
secara subjektif. Sebagian besar perubahan tubuh yang terjadi pada
anxietas disebabkan oleh peningkatan reaksi pelepasan sistem saraf
adrenergic simpatis, yaitu reaksi fight or flight dari Cannon, yang
menyebabkan pelepasan adrenalin dan katekolamin lain.

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan


Jiwa (PPDGJ III), Pedoman Diagnostik Gangguan Panik (F41.0), yaitu:

 Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak


ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F.40)
 Untuk diagnosis pasti; harus ditemukan adanya beberapa kali serangan
anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-
kira satu bulan :
a. Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada
bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya (unpredictable situations)
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada
periode diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian,
uumnya dapat terjadi juga :anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas
yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
mengkhawatirkan akan terjadi)

10
Penatalaksanaan anxietas dapat dilakukan dengan
a. Farmakoterapi
1. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine
dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai
respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh
menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang
tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu,
dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2
minggu.1Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-
anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan
operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan
Benzodiazepin antara lain2

a) Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-


10 mg 9im/iv), broadspectrum
b) Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari,
broadspectrum
c) Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas
dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif
sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati
dan ginjal
d) Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas
dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif
sebagai anti-anxietas, psychomotor performance paling kurang
terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih
ingin tetap aktif
e) Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-
anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih
efektif sebagai anti-anxietas.

11
f) Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk
anxietas tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan
mempunyai komponen efek anti-depresi.
2. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
SSRI dapat efektif terutama untuk pasien-pasien degan
komorbid depresi. Kerugian SSRI yang menonjol yaitu obat ini
dapat meningkatkan anxietas sesaat (secara sementara).5
Fluoxetine (Prozaz di AS), diperkenalkan pada tahun1988
untuk penangan depresi, obat tersebut masuk kedalam golongan
selektif serotonin reuptake inhibitor ke empat. SSRI bertindak
pada otak untuk meningkatkan kadar neurotransmitter serotonin
tanpa meningkatkan norepinefrin. Hal ini dianggap sebagai
manfaat pengobatan depresi, kecemasan, panic, fobia, dan OCD.6
SSRI memiliki 'spektrum luas' keberhasilan dalam
pengobatan baik jangka pendek dan jangka panjang, dan umumnya
dapat ditoleransi dengan baik; dan untuk alasan ini banyak
dianggap sebagai lini pertama pendekatan farmakologis pada
pasien dengan gangguan kecemasan atau gangguan obsesif-
kompulsif. Namun SSRI memiliki efek samping yang berpotensi
merepotkan, termasuk peningkatan gugup awal, insomnia, mual
dan disfungsi seksual.7
Pengobatan akut pasien dengan gangguan kecemasan
menyeluruh bersama-sama memberikan bukti substansial untuk
manfaat banyak obat antidepresan - termasuk SSRI (citalopram,
escitalopram, paroxetine, sertraline), SNRIs (duloxetine,
venlafaxine), trisiklik imipramine dan opipramol, trazodone, dan
agomelatine. Fluoxetine dan paroxetine adalah inhibitor beberapa
enzim sitokrom P450 dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat
psikotropika lainnya dan juga dapat dikombinasikan untuk
pengobatan penyakit fisik. Ketika berhenti tiba-tiba, SSRI dapat
menghasilkan sindrom putus obat ditandai dengan pusing,

12
insomnia dan gejala seperti flu. Ini biasa tampak pada penggunaan
paroxetine dan paling sering dengan penggunaan fluoxetine.7

b. Psikoterapi
1. Terapi kognitif perilaku
Penelitian telah menunjukkan bahwa bentuk psikoterapi yang
dikenal sebagai Terapi Kognitif-Perilaku (CBT) dapat sangat
efektif dalam mengobati gangguan kecemasan. Psikolog
menggunakan CBT untuk membantu pasien mengidentifikasi dan
belajar untuk mengelola faktor-faktor yang berkonstribusi pada
kecemasan mereka. Terapi perilaku melibatkan teknik untuk
mengurangi atau menghentikan perilaku yang tidak di inginkan
terkait dengan gangguan anxietas. Sebagai contoh, salah satu
pendekatan melibatkan pasien untuk berlatih relaksasi dan
mendalami teknik pernapasan untuk mengatasi gejala agitasi, dan
pernapasan dangkal yang sering menyertai gangguan kecemasan.4

Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung


mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali
gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan
pada pendekatan behavioral adalah relaksasi.3

2. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-
potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih
bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial.3

3. Psikoterapi Berorientasi Tilikan


Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan
konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta
keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen
tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana

13
pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai,
minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam
fungsi sosial dan pekerjaannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

1) Maslim Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas


Dari PPDGJ-III. 2013. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.
2) Maramis WF. Maramis AA. 2009. Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi Kedua.
Surabaya: Airlangga University Press; Hal. 455- 458
3) Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat PsikotropikEdisi 3.
Jakarta: PT Nuh Jaya; Hal 36-41.
4) Sylvia, D. Elvira. Hadkikusanto, Gitayanti. 2013. Buku Ajar Psikiatri.
Edisi kedua. Jakarta : Badan Penerbit Universitas Indonesia; Hal.253-257.
5) Sadock Benjamin, Sadock Virginia. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan &
Sadock. 2010. Edisi 2. Jakarta : EGC
6) Koen Nastassja, Stein J Dan. Pharmacotherapy of Anxiety Disorders.
2011. Journal Review. South Africa: Department of Psychiatry and Mental
Health, University of Cape Town.
7) American Psychological Association. Understanding Anxiety Disorders
and Ef fective Treatment. 2010. Washington DC: A Publication of the
American Psychological Association.
8) Baldwin S David, Anderson M Ian, et al. Evidence-based pharmacological
treatment of anxiety disorders, post-traumatic stress disorder and
obsessive-compulsive disorder: A revision of the 2005 guidelines from the
British Association for Psychopharmacology. 2014. Journal of
Pshychopharmacology.

15

Anda mungkin juga menyukai