Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KONSEP DOKTER KELUARGA

Disusun Oleh :

RONGGO SANTOSO

NIM 2014103303111O8

PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2014

i
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya
masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada
kakak p pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu
penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin..

1
DAFTAR ISI

BAB 1 .................................................................................................................................. 3

Latar belakang ..........................................................................................................3

Tujuan ........................................................................................................................4

Manfaat.......................................................................................................................6

BAB II...................................................................................................................................9

Pengertian...................................................................................................................9

Tujuan pelayanan dokter keluarga .......................................................................11

Manfaat pelayanan dokter keluarga .....................................................................12

Fungsi tugas dann kompetensi dokter keluarga ..................................................14

Organisasi pada dokter keluarga ..........................................................................15

BAB III................................................................................................................................17

Pebedaan dokter dan dokteer keluarga .................................................................19

Tugas dokter keluarga .............................................................................................20

Wewenang dokter keluarga ....................................................................................21

Standar pelayanan medis doga...............................................................................21

BAB IV ...............................................................................................................................22

Tugas dokter keluarga ............................................................................................23

BAB V ................................................................................................................................24

Penutup..........................................................................................................................

2
BAB I

I.1. LATAR BELAKANG


Sejak 1978 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memulai programnya
“Health for All in 2000”, pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu hal yang
utama dalam pengembangan perencanaan pemerintah. Program tersebut
menitikberatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter
Keluarga Dunia yaitu World Organization of National Colleges, Academies and
Academic Associatons of General Practitioner or Family Physician (WONCA) telah
merumuskan sebuah visi global dan rencana tindakan (action plan) untuk
meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat yang tertuang dalam tulisan
“Making Medical Practice and Education More Relevant to People’s Needs: The
Role of Family Doctor”.
Dalam acara pembukaan Temu Ilmiah Akbar Kursus Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran (TIA-KPPIK) 2002 di Jakarta, Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi,
menyatakan bahwa visi dan misi kurikulum pendidikan dokter di Indonesia
sepatutnya diarahkan untuk menghasilkan dokter keluarga, tidak lagi dokter
komunitas atau dokter Puskesmas seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 916/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Pelayanan Dokter
Umum yang diarahkan menjadi pelayanan dokter keluarga.
Ilmu Kedokteran Keluarga kemudian masuk dalam Kurikulum Inti Pendidikan
Dokter di Indonesia (KIPDI II) pada tahun 1993, yang merupakan bagian dari Ilmu
Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Definisi dokter keluarga (DK) atau dokter praktek umum (DPU) yang
dicanangkan oleh WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan
penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan
kedokteran dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini
adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan
kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit.
Dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup
komunitas dari individu tersebut tanpa membedakan ras, budaya dan tingkatan

3
sosial. Secara klinis dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan
sangat mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan
psikologis pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas
berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi
pasiennya (Danakusuma, 1996).
Dokter keluarga ini memiliki fungsi sebagai five stars doctor dan memiliki
organisasi yang telah dibentuk yaitu PDKI dan KIKKI yang telah diketahui oleh IDI.
I.2. TUJUAN
Tujuan umum
Mengetahui tentang kedokteran keluarga beserta sistemnya.
Tujuan khusus
a. Mengetahui tentang pengertian dari kedokteran keluarga
b. Mengetahui sejarah daripada organisasi yang telah terbentuk
c. Mengetahui perbedaan antara dokter keluarga dan dokter praktek umum
I.3. MANFAAT
Menambah wawasan dan keilmuan untuk penulis serta membantu pembaca
khususnya teman-teman mahasiswa lainnya untuk memahami tentang kedokteran
keluarga.

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. PENGERTIAN
Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu
dan terjangkau sudah sangat didambakan. Sehingga merupakan tugas profesi untuk
mewujudkannya seoptimal mungkin agar masyarakat tetap dan semakin percaya
pada sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Definisi dokter keluarga atau dokter praktek umum yang dicanangkan oleh
WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan

4
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis
yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa
adanya pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter yang
mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari
individu tersebut tanpa membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial. Secara klinis
dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat
mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis
pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya
pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya.
Definisi kedokteran keluarga (IKK FK-UI 1996) adalah disiplin ilmu kedokteran
yang mempelajari dinamika kehidupan keluarga, pengaruh penyakit terhadap fungsi
keluarga, pengaruh fungsi keluarga terhadap timbul dan berkembangnya penyakit,
cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan fungsi tubuh sekaligus fungsi
keluarga agar dalam keadaan normal. Setiap dokter yang mengabdikan dirinya dalam
bidang profesi dokter maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan
melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga yang mempunyai
wewenang untuk menjalankan praktek dokter keluarga.
Definisi kedokteran keluarga (PB IDI 1983) adalah ilmu kedokteran yang
mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya untuk memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh
kepada kesatuan individu, keluarga, masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor
lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
dikenal sebagai primary health care, yang mencangkup tujuh pelayanan (Muhyidin,
1996) :
1. Promosi kesehatan
2. KIA
3. KB
4. Gizi
5. Kesehatan lingkungan
6. Pengendalian penyakit menular
7. Pengobatan dasar

5
II.2. TUJUAN PELAYANAN DOKTER KELUARGA
Tujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas sekali. Jika
disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam (Azwar, 1995) :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan
kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya
keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.

2. Tujuan Khusus
Sedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga dapat dibedakan atas dua
macam :
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efektif. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan
dokter keluarga memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam
menangani suatu masalah kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan pada
keluhan yang disampaikan saja, tetapi pada pasien sebagai manusia
seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari anggota keluarga dengan
lingkungannya masing-masing. Dengan diperhatikannya berbagai faktor yang
seperti ini, maka pengelolaan suatu masalah kesehatan akan dapat dilakukan
secara sempurna dan karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan akan
dapat pula diharapkan lebih memuaskan.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efisien. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan
dokter keluarga juga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit
serta diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Dengan diutamakannya pelayanan pencegahan penyakit, maka berarti angka
jatuh sakit akan menurun, yang apabila dapat dipertahankan, pada gilirannya
akan berperan besar dalam menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga
ditemukan pada pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Karena salah satu keuntungan dari pelayanan yang seperti ini ialah dapat
dihindarkannya tindakan dan atau pemeriksaan kedokteran yang berulang-

6
ulang, yang besar peranannya dalam mencegah penghamburan dana
kesehatan yang jumlahnya telah diketahui selalu bersifat terbatas.
II.3. MANFAAT PELAYANAN DOKTER KELUARGA
Apabila pelayanan dokter keluarga dapat diselenggarakan dengan baik, akan
banyak manfaat yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain adalah
(Cambridge Research Institute, 1976) :
1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia
seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.
2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan.
3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan
terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.
4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga
penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah
lainnya.
5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan
tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun keterangan
keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang
sedang dihadapi.
6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.
7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang
lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya
kesehatan.
8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan.
II.4. FUNGSI, TUGAS DAN KOMPETENSI DOKTER KELUARGA
Dokter keluarga memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu (Azrul Azwar, dkk.
2004) :
a. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)
Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan
sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas,

7
lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas
tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang dalam
wujud hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan
mempercayai. Juga sebagai pelayanan komprehensif yang manusiawi namun
tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkan
b. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)
Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif
sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan
memelihara kesehatannya sendiri serta memicu perubahan cara berpikir menuju
sehat dan mandiri kepada pasien dan komunitasnya
c. Decision Maker (Pembuat Keputusan)
Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi
kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan mempertimbangkan
harapan pasien, nilai etika, “cost effectiveness” untuk kepentingan pasien
sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan empatik
d. Manager
Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di dalam
maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan
komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap
memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana
e. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)
Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya,
menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan
nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama
masyarakat dan menjadi panutan masyarakat
Selain fungsi, ada pula tugas dokter keluarga, yaitu :
a. Mendiagnosis dan memberikan pelayanan aktif saat sehat dan sakit
b. Melayani individu dan keluarganya
c. Membina dan mengikut sertakan keluarga dalam upaya penanganan penyakit
d. Menangani penyakit akut dan kronik
e. Merujuk ke dokter spesialis
Kewajiban dokter keluarga :

8
a. Menjunjung tinggi profesionalisme
b. Menerapkan prinsip kedokteran keluarga dalam praktek
c. Bekerja dalam tim kesehatan
d. Menjadi sumber daya kesehatan
e. Melakukan riset untuk pengembangan layanan primer
Kompetensi dokter keluarga yang tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter
Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun 2006
adalah (Danasari, 2008) :
a. Keterampilan komunikasi efektif
b. Keterampilan klinik dasar
c. Keterampilan menerapkan dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan
epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga
d. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun
masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan,
terkoordinir dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer
e. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi
f. Mawas diri dan pengembangan diri atau belajar sepanjang hayat
g. Etika moral dan profesionalisme dalam praktek

II.5. ORGANISASI PADA DOKTER KELUARGA


Pada dokter keluarga, memiliki 2 organisasi yang akan dibahas sebagai berikut :
a. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI)
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) yang saat ini seluruh
anggotanya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang tersebar di seluruh pelosok
Indonesia. Jumlah anggota yang telah mendaftar sekitar 3000 orang. Semua anggota
PDKI adalah anggota IDI. PDKI merupakan organisasi profesi dokter penyelenggara
pelayanan kesehatan tingkat primer yang utama.
Ciri dokter layanan primer adalah (Danasari, 2008) :
1. Menjadi kontak pertama dengan pasien dan memberi pembinaan berkelanjutan
(continuing care)

9
2. Membuat diagnosis medis dan penangannnya
3. Membuat diagnosis psikologis dan penangannya
4. Memberi dukungan personal bagi setiap pasien dengan berbagai latar belakang
dan berbagai stadium penyakit
5. Mengkomunikasikan informasi tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
6. Melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit kronik dan kecacatan
melalui penilaian risiko, pendidikan kesehatan, deteksi dini penyakit, terapi
preventif, dan perubahan perilaku.
Setiap dokter yang menyelenggarakan pelayanan seperti di atas dapat
menjadi anggota PDKI. Anggota PDKI adalah semua dokter penyelenggara
pelayanan kesehatan tingkat primer baik yang baru lulus maupun yang telah lama
berpraktik sebagai Dokter Praktik Umum.
Dokter penyelenggara tingkat primer, yaitu :
1. Dokter praktik umum yang praktik pribadi
2. Dokter keluarga yang praktik pribadi
3. Dokter layanan primer lainnya seperti :
a. Dokter praktik umum yang bersama
b. Dokter perusahaan
c. Dokter bandara
d. Dokter pelabuhan
e. Dokter kampus
f. Dokter pesantren
g. Dokter haji
h. Dokter puskesmas
i. Dokter yang bekerja di unit gawat darurat
j. Dokter yang bekerja di poliklinik umum RS
k. Dokter praktik umum yang bekerja di bagian pelayanan khusus
Sejarah PDKI
PDKI pada awalnya merupakan sebuah kelompok studi yang bernama
Kelompok Studi Dokter Keluarga (KSDK, 1983), sebuah organisasi dokter
seminat di bawah IDI. Anggotanya beragam, terdiri atas dokter praktik umum dan

10
dokter spesialis. Pada tahun 1986, menjadi anggota organisasi dokter keluarga
sedunia (WONCA). Pada tahun 1990, setelah Kongres Nasional di Bogor, yang
bersamaan dengan Kongres Dokter Keluarga Asia-Pasifik di Bali, namanya
diubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI), namun tetap sebagai
organisasi dokter seminat. Pada tahun 2003, dalam Kongres Nasional di
Surabaya, ditasbihkan sebagai perhimpunan profesi, yang anggotanya terdiri atas
dokter praktik umum, dengan nama Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia
(PDKI), namun saat itu belum mempunyai kolegium yang berfungsi.
Dalam Kongres Nasional di Makassar 2006 didirikan Kolegium Ilmu
Kedokteran Keluarga (KIKK) dan telah dilaporkan ke Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) dan Masyarakat Kestabilan dan Kendali Indonesia (MKKI).
Continuing Professional Development (CPD) yang dilakukan oleh
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) adalah :
1. Pelatihan Paket A : Pengenalan Konsep Dokter Keluarga
2. Pelatihan Paket B : Manajemen Pelayanan Dokter Keluarga
3. Pelatihan Paket C : Pengetahuan Medis Dasar dan Keterampilan Teknis Medis
4. Pelatihan Paket D : Pengetahuan Mutakhir Kedokteran
5. Konversi DPU menjadi DK bagi dokter yang telah praktek 5 tahun atau lebih
dan masih punya izin praktek dengan mengisi borang yang telah disediakan
sampai tahun 2012, setelah itu bila ingin jadi dokter keluarga harus mengikuti
pendidikan formal baik S2 atau spesialis DK
6. Pengisian modul DK
7. Kerja sama dengan Australia dengan mengisi modul online

b. Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia ( KIKKI )


Dipilih dalam Kongres Nasional VII di Makassar 30 Agustus 2006 – 2
September 2006, dan telah dilaporkan ke PB IDI Pusat dan MKKI. Kolegium
memang harus ada dalam sebuah organisasi profesi. Jadi PDKI harus mempunyai
kolegium yang akan memberikan pengakuan kompetensi keprofesian kepada setiap
anggotanya. Dalam PDKI lembaga ini yang diangkat oleh kongres dan bertugas
sebagai berikut :

11
1. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua
keputusan yang ditetapkan kongres
2. Mempunyai kewenangan menetapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan sistem pendidikan profesi bidang kedokteran
keluarga
3. Mengkoordinasikan kegiatan kolegium kedokteran
4. Mewakili PDKI dalam pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga
5. Menetapkan program studi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga beserta
kurikulumnya
6. Menetapkan kebijakan dan pengendalian uji kompetensi nasional pendidikan
profesi kedokteran keluarga
7. Menetapkan pengakuan keahlian (sertfikasi dan resertifikasi)
8. Menetapkan kebijakan akreditasi pusat pendidikan dan rumah sakit pendidikan
untuk pendidikan dokter keluarga
9. Mengembangkan sistem informasi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga
Angota KIKK terdiri atas anggota PDKI yang dinilai mempunyai tingkat
integritas dan kepakaran yang tinggi untuk menilai kompetensi keprofesian
anggotanya. Atas anjuran dan himbauan IDI sebaiknya KIKK digabung dengan KDI
karena keduanya menerbitan sertifikat kompetensi untuk Dokter Pelayanan Primer
(DPP). Setelah melalui diskusi yang berkepanjangan akhirnya bergabung dengan
nama Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga (KDDKI) yang untuk sementara
melanjutkan tugas masing-masing, unsur KDI memberikan sertifikat kepada dokter
yang baru lulus sedangkan unsur KIKK memberikan sertifikat kompetensi
(resertifikasi) kepada DPP yang akan mendaftar kembali ke KKI (Qomariah, 2000).

BAB III
Dasar Penyelenggaraan Dokter Keluarga :
1. Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1992 tentang pembangunan keluarga sejahtera

12
2. Undang-Undang Nomer 23 tahun 1992 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
atau JPKM yang didalamnya disebut adanya Dokter Keluarga
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomer 56/Menkes/SK/1/1996 yang menyebutkan bahwa
Dokter Keluarga adalah dokter yang menyelenggarakan upaya pemeriksaan kesehatan dasar
paripurna
4. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan (1997)
menyebutkan bahwa ciri-ciri pelayanan DK adalah :
a. Pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan paripurna
b. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada individu sebagai anggota keluarga dan
masyarakat
c. Pelayanan kesehatan kepada keluarga sebagai unit masyarakat

PERBEDAAN DOKTER DAN DOKTER KELUARGA

A. Dokter
“Dokter” dalam wacana ini diberi tanda kutip karena merupakan istilah bukan sebutan
umum. Gelar “Dokter” diberikan kepada:
1. Lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI I dan II dan
sebelumnya.
2. Lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI III sebelum
menjalani program internsip. Mereka memperoleh gelar “Dokter” karena sudah mampu
melaksanakan tugas sebagai dokter layanan primer akan tetapi “belum mahir”
melaksanakannya sehingga masih memerlukan “proses pemahiran” dalam program
internsip. “Dokter” seperti itu telah mendapat “Sertifikat Kompetensi” dari KDI. Sertifikat
kompetensi ini bersifat sementara dan hanya digunakan untuk mendaftarkan diri ke KKI
agar memperoleh “Surat Tanda Registrasi” (STR) sementara yang diperlukan untuk dapat
“praktik atas nama sendiri di bawah seliaan (supervisi) – dokter senior yang bersertifikat
sebagai penyelia – di klinik tempatnya menjalani internsip”. Dengan kata lain STR itu
hanya berlaku sementara sepanjang masa internsip dan hanya di klinik tertentu
(terakreditasi) tempatnya menjalani program internsip. Jika tempat internsip itu terdiri atas
sejumlah klinik layanan primer, maka STR itu hanya berlaku di klinik-klinik tersebut.
“Dokter” seperti ini belum boleh menyelengarakan praktik mandiri sebagai penyelenggara
layanan kesehatan primer.
3. Lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI III setelah
menjalani program internsip. Mereka tetap menggunakan gelar “Dokter” karena tingkat
kemampuannya sama dengan mereka yang belum menjalani internsip. Bedanya mereka
diangap “telah mahir” menggunakan kemampuannya itu karena telah menjalani internsip.
Untuk itu mereka memperoleh “Sertifikat Kompetensi” dari KDI – yang berlaku sampai
dengan saat registrasi ulang berikutnya – sebagai penyelengara layanan kesehatan primer
karena diangggap “sudah mahir” melaksanakannya. Serifikat Kompetensi itulah yang
memungkinkan mereka mendaftar ke Konsil Kedokteran Indonesia untuk legalitas praktik
mandirinya sebagai dokter layanan primer. Proses pemahiran melalui program internship
ini sangat penting untuk menjamin mutu layanannya.

13
Jadi, “Dokter” adalah predikat akademik-profesional yang diberikan kepada mereka yang
telah menyelesaikan pendidikan di institusi pendidikan kedokteran dasar. Bagi mereka
yang dididik menggunakan KIPDI I dan II dan sebelumnya, belum diwajibkan untuk
menjalani internsip, karena kepaniteraan yang cukup panjang selama pendidikan dianggap
cukup memadai. Oleh karena itu setelah lulus sebagai “dokter”, langsung diberi wewenang
untuk menjalankan praktik kedokteran mandiri yang menangani masalah kesehatan tingkat
primer tanpa memandang jenis penyakit, golongan usia, organologi, ataupun jenis kelamin
pasien yang dihadapinya.
Dari cakupan layannya yang luas itu lahirlah sebutan “Dokter Umum” yang menjalankan
“Praktik Umum” yang selama ini dikenal masyarakat. Perlu ditekankan di sini, sebenarnya
kedua sebutan itu diciptakan atau diberikan oleh masyarakat dan bukan oleh institusi
pendidikan kedokteran dasar. Kedua istilah tadi diperlukan untuk membedakannya dengan
dokter spesialis yang praktiknya dibatasi oleh jenis penyakit, golongan usia, jenis kelamin,
dan jenis organ. Hal itu diperjelas oleh kenyataan bahwa dalam ijazah yang diperoleh dari
intitusi pendidikan kedokteran dasar gelarnya adalah “Dokter”. Semua institusai
pendidikan kedokteran dasar sepakat bahwa “Dokter” tersebut (yang lulus dari institusi
pendidikan kedokteran dasar menggunakan KIPDI I dan II dan sebelumnya) dianggap
belum mampu menerapkan pendekatan kedokteran keluarga karena pendidikannya yang
“community oriented”, menerapkan paradigma sakit (disease oriented), dan menganggap
pasien sebagai “kumpulan organ”. Selain itu harus diakui bahwa selama ini kompetensi
“dokter” belum terformulasikan dengan jelas dan sebagai konsekuensinya batasan
“layanan primer” yang menjadi wewenangnya juga belum jelas. Walaupun demikian,
secara tersirat sudah tampak pada “Tanggung Jawab Dokter di Indonesia” dan TIU dan
TPK yang tercantum dalam KIPDI I dan II.
“Dokter” juga merupakan gelar akademik-professional yang diberikan kepada para
lulusan institusi pendidikan yang menggunakan KIPDI III sebelum dan setelah menjalani
internsip selama paling kurang 1 tahun. “Dokter” lulusan KIPDI III (baru lulus sekitar
tahun 2010) mempunyai wewenang yang sama dengan “dokter” pendahulunya yaitu
sebagai penyelenggara layanan kesehatan tingkat pertama (primer), tanpa memandang
jenis penyakit, golongan usia, 2
organologi, ataupun jenis kelamin pasien yang dihadapinya. Pembedanya adalah bahwa
“Dokter” cetakan KIPDI III ini sekaligus telah mampu menerapkan prinsip-prinsip
kedokteran keluarga dalam praktiknya. Kemampuan itu diperoleh selama pendidikan
dokter di institusi pendidikan kedokteran dasar. Hal itu dimungkinkan karena proses
pendidikannya yang “competency based” dan “family medicine based” yang memandang
individu seutuhnya sebagai bagian integral dari keluarga, komunitas, dan lingkungannya.
Berbeda dengan KIPDI I dan II, dalam KIPDI III jelas tercantum kompetensi yang harus
dicapai selama pendidikan yang meliputi tujuh area kompetensi atau kompetensi utama
yaitu:
1. Keterampilan komunikasi efektif.
2. Keterampilan klinik dasar.
3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan
epidemiologi dalam praktik kedokteran keluarga.

14
4. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga ataupun
masyarakat denga cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinasi dan
bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer.
5.Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi.
6. Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat.
7. Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktik.
Ketujuh area kompetensi itu sebenarnya adalah “kemampuan dasar” seorang “dokter”
yang menurut WFME (World Federation for Medical Education) disebut “basic medical
doctor”. Untuk menjamin pencapaian ketujuh area kompetesi itu diperlukan kepaniteraan
(untuk mencapai kompetensi sebagai dokter layanan primer yang menerapkan pendekatan
kedokteran keluarga) dan internsip (untuk pemahiran kompetensi yang telah
diperolehnya). Agar lebih menjamin kemampuan dan kemahiran tadi, maka kepaniteraan
dan internsip sebaiknya atau seharusnya diselenggarakan di tempat layanan primer yang
menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga yang terdiri atas:
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat
tinggalnya
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika, moral. dan hukum
8. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu
9. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan
Jika diperhatikan, penguasaan ketujuh arena kompetensi tadi akan menjamin kemampuan
dokter menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga karena pada dasanya prinsip-
prinsip kedokteran keluarga dapat diterapkan secara sempurna jika ketujuh area
kompetensi tadi tercapai.
Perlu ditekankan di sini bahwa penerapan prinsip-prinsip kedokteran keluarga bukan
hanya menjadi tanggung jawab “dokter” dan atau “Dokter Keluarga” saja melainkan juga
menjadi tanggung jawab setiap dokter di semua tingkat layanan, primer, sekunder, dan
tersier. Hanya saja “dokter” dan atau “Dokter Keluarga” bertanggung jawab
menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga di layanan primer sedangkan
dokter spesialis di layanan sekunder dan tersier dalam Sistem Kesehatan Nasional. Jika
hal itu disadari maka “Sistem Pelayanan Dokter Keluarga” – akan dijelaskan kemudian –
akan dapat terlaksana secara baik.
Jadi, secara akademik-profesional, yang dimaksud dengan “Dokter” (lulusan KIPDI-3)
adalah lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang belum menjalani program
internsip – sehingga belum berwenang menyelenggarakan layanan kesehatan tingkat
primer dengan pendekatan kedokteran keluarga secara mandiri – dan yang telah
menyelesaikan program internsip dan memperoleh surat tanda registrasi dari Konsil

15
Kedokteran Indonesia – sehingga berwenang menyelenggarakan layanan kesehatan tingkat
primer dengan pendekatan kedokteran keluarga secara mandiri.
Secara operasional “dokter” dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Dokter” adalah tenaga kesehatan (dokter) tempat kontak pertama pasien dengan
dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi – tanpa
memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin – sedini dan
sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi
serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip
pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional,
hukum, etika dan moral”. Layanan yang diselenggarakannya sebatas kompetensi dasar
kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar. 3
B. Dokter Keluarga
Dalam wacana berkut yang dimaksud dengan “dokter” adalah lulusan pendidikan
kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI I, II, dan III dan sebelumnya.
Harus disadari layanan kesehatan tingkat primer bukan layanan kesehatan yang sederhana
seperti anggapan banyak orang selama ini. Kenyataannya masalah kesehatan yang
dihadapi di layanan primer sangat kompleks dan luas serta membutuhkan pemahaman
dasar ilmu kedokteran dan ilmu sosial yang luas dan dalam, seperti yang disyaratkan
dalam tujuh area kompetensi yang harus dicapai. Penyakit atau masalah yang dihadapi
masih belum spesifik sehingga penguasaan ketujuh area kompetensi sangat diperlukan.
Sebagai konsekuensi kekhususan masalah yang dihadapi itu, maka telah diterbitkan buku
ICPC (International Classification of Primary Care) yang lebih berorientasi pada “keluhan
yang membawa pasien ke dokter”. Buku ini berbeda dengan ICD (International
Classification of Diseases) yang lebih cocok untuk keperluan layanan sekunder yang lebih
mendasarkan klasifikasinya pada penyakit atau diagnosis.
Karena kekhususan dan kekompleksan masalah yang dihadapi oleh dokter layanan primer,
diperlukan perluasan dan pendalaman ilmu dan keterampilan “dokter” (layanan primer).
Harus disadari bahwa pendidikan kedokteran dasar tidak memungkinkan – karena
keterbatasan waktu studi – pencetakan “dokter” yang menguasai ilmu dan
keterampilan dokter layanan primer yang lebih luas dan dalam. Oleh karena itu
“dokter” harus mengikuti pendidikan tambahan atau lanjutan khusus agar mempunyai
kemampuan sebagai dokter layanan primer yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan layanan primer yang bermutu tinggi. Untuk membedakan dokter layanan
primer yang disebut “dokter” yang baru selesai menjalani internsip dengan “dokter” yang
telah menjalani pendidikan khusus, diperlukan predikat yang berbeda yaitu “Dokter
Keluarga”.
Dengan demikian “Dokter Keluarga” - disingkat DK – secara akademik-profesional
didefinisikan sebagai “dokter” yang memperoleh pendidikan lanjutan khusus untuk
menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga dengan cakupan ilmu dan keterampilan
yang lebih luas dan dalam sebagai DokterLayanan Kesehatan Tingkat Primer.
Untuk keperluan operasional DK dapat didefinisikan sebagai “tenaga kesehatan (dokter)
tempat kontak pertama pasien dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan
yang dihadapi – tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis
kelamin – sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan

16
dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan
menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung
jawab profesional, hukum, etika dan moral”. Layanan yang diselenggarakannya sebatas
kompetensi dasar kedokteran ditambah dengan kompetensi dokter layanan primer yang
diperoleh dalam pendidikan lanjutan khusus.
Definisi di atas persis sama dengan definisi “Dokter” namun demikian “batas kewenangan
DK lebih luas” karena DK telah menjalani pendidikan lanjutan khusus. Pascapendidikan
lanjutan khusus itu, “Dokter” ybs memperoleh sertifikat kompetensi sebagai “Dokter
Keluarga” yang diterbitkan oleh Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga untuk mendaftar ke
Konsil Kedokteran Indonesia untuk legalitas praktiknya.
• Pendidikan lanjutan khusus maksudnya: Pendidikan lanjutan yang dirancang khusus
untuk mencapai tingkat kompetensi tertentu yang lebih tinggi sebagai dokter layanan
primer, yang dapat diperoleh melalui Pendidikan Kedokteran Bersinambung/
Pengembangan Profesional Bersinambung (PKB/PPB atau CME/CPD) yang terstruktur.
Setelah mencapai “angka kredit tertentu” mereka berhak menyandang gelar “Dokter
Keluarga” dan berwenang sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer
dengan wewenang yang lebih luas.
• Yang dimaksud dengan Pelayanan Kesehatan Tingkat Primer adalah penyelengaraan
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tempat kontak pertama pasien dengan dokter untuk
menyelesaikan masalah kesehatan secara dini, optimal, paripurna, dan menyeluruh.
Pelayanan kesehatan tingkat primer diselenggarakan oleh 3 kelompok dokter layanan
primer yang diuraikan berikut ini.
Dalam kurun waktu 5 tahun mendatang, kita akan mempunyai atau akan menghadapi 3
kelompok dokter yang semuanya adalah dokter layanan primer yaitu:
1. “Dokter” lulusan KIPDI 1 dan 2 dan sebelumnya
2. “Dokter” lulusan KIPDI 3 pasca-internsip
3. “Dokter Keluarga”
Untuk memudahkan maka semua dokter kelompok-1 akan diberi gelar Diploma Dokter
Keluarga yang disingkat DDK setelah menjalani program konversi yang diselenggarakan
oleh “Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia” bersama “Kolegium Dokter
Indonesia”. Kelompok-2 disebut “Dokter” dan kelompok-3 disebut “Dokter Keluarga”.

BAB IV

1. TUGAS DOKTER KELUARGA


1. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna
penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan,
2. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat,
3. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit,
4. Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya,

17
5. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan,pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi,
6. Menangani penyakit akut dan kronik,
7. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS,
8. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di
RS,
9. Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan,
10. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya,
11. Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien,
12. Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar,
13. Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan
ilmukedokteran keluarga secara khusus

2.WEWENANG DOKTER KELUARGA:


1. Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar,
2. Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat,
3. Melaksanakan tindak pencegahan penyakit,
4. Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer,
5. Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal,
6. Melakukan tindak prabedah, beda minor, rawat pascabedah di unit pelayanan primer,
7. Melakukan perawatan sementara,
8. Menerbitkan surat keterangan medis,
9. Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap,
10. Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus

3.KOMPETENSI DOKTER KELUARGA:


Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seoranglulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah yang perlu
dilatihkanmelalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini hanyalah kompetensi
yang harusdimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besar. Rincian memgenai
kompetensi ini, yangdijabarkan dalam bentuk tujuan pelatihan, akan tercantum dibawah

18
judul setiap modul pelatihanyang terpisah dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering
disesuaikan denganperkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.
a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga
b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam
pelayanankedokteran keluarga,
c. Menguasai ketrampilan berkomunikasi,
menyelenggarakan hubungan profesional dokter- pasien untuk :
a. Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan
perhatiankhusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga,
b. Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana
menyelesaikanmasalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan
penyakit, sertapengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga
c. Dapat bekerjasama secara profesional secara harmonis dalam satu tim pada
penyelenggaraanpelayanan kedokteran/kesehatan

Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.


a. Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi
yangdimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya,
b. Menyelenggarakanpelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar yang
ditetapkan.B. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.
c. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan
termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).

4.STANDAR PELAYANAN MEDIS DOGA:


a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
c. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
d. Prognosis
e. Konseling  membantu pasien (dan keluarga) untuk menentukan pilihan terbaik
penatalaksanaan untuk pasien sendiri.

19
f. Konsultasi  jika diperlukan, dokter keluarga dapat melakukan konsultasi ke dokter lain
(dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan)
yang dianggap lebih berpengalaman.
g. Rujukan
h. Tindak lanjut
i. Tindakan
j. Pengobatan rasional
k. Pembinaan keluarga  dilakukan bila dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan lebih
baik jika adanya partisipasi keluarga.

Pada kasus, dr. Rino telah dapat dikatakan melaksanakan tugasnya sesuai dengan
kompetensinya sebagai Doga. Dokter Rino telah menegakkan diagnosis penyakit anak Ibu
Rini sesuai dengan standar pelayanan medis Doga, melalui pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dokter Rino juga telah berusaha menjelaskan dan meyakinkan
Ibu Rini untuk merujuk anaknya ke RSUD agar mendapatkan tindakan yang lebih
spesialistik dalam penanganan penyakit, dalam kasus ini apendisitis akut, yang diluar
kompetensinya sebagai Doga.

5. PRAKTEK DOKTER KELUARGA MANDIRI


Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga (family clinic).
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah suatu
klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter keluarga
(family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua macam. Pertama,
klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua, merupakan bagian dari rumah
sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit (satelite family clinic). Di luar negeri
klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk
menopang pelayanan dan juga
penghasilan rumah sakit.
Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri atau
hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga tersebut
menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang memerlukan
pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit kerja sama tersebut.

20
Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri (solo practice) atau
bersama-sama dalam satu kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik dokter
keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang dikelola secara
berkelompok. Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang dokter keluarga.
Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem manajernen
yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik dokter keluarga tersebut
secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktek yang sama. Untuk kemudian
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang dikelola oleh satu sistem manajemen
keuangan, manajemen personalia serta manajemen sistem informasi yang sama pula. Jika
bentuk praktek berkelompok ini yang dipilih, akan diperoleh beberapa keuntungan sebagai
berikut (Clark, 1971) :
a) Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu Penyebab utamanya
adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola secara kelompok, para dokter
keluarga yang terlibat akan dapat saling tukar menukar pengalaman, pengetahuan dan
keterampilan. Di samping itu, karena waktu praktek dapat diatur, para dokter mempunyai
cukup waktu pula untuk menambah pengetahuan dan keterampilan. Kesemuannya ini,
ditambah dengan adanya kerjasama tim (team work) disatu pihak, serta lancarnya
hubungan dokter-pasien di pihak lain, menyebabkan pelayanan dokter keluarga yang
diselenggarakan akan lebih bermutu.
b) Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkau Penyebab
utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok,
pembelian serta pemakaian pelbagai peralatan medis dan non medis dapat dilakukan
bersama-sama (cost sharing). Lebih dari pada itu, karena pendapatan dikelola bersama,
menyebabkan penghasilan dokter akan lebih terjamin. Keadaan yang seperti ini akan
mengurangi kecenderungan penyelenggara pelayanan yang berlebihan. Kesemuanya ini
apabila berhasil dilaksanakan, pada gilirannya akan menghasilkan pelayanan dokter
keluarga yang lebih terjangkau.
Kesimpulannya, Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga adalah suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama
klinik dokter keluarga (family clinic center). Klinik doga ini dapat digunakan sendiri (solo
practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok(group practice) biasanya 2 atau 3 orang
doga.Dari kedua bentuk ini yang lebih dianjurkan adalah klinik doga bersama. Dalam arti

21
para dokter yang tergabung dalam klinik tersebut secara bersama-sama membeli dan
menggunakan alat-alat praktik bersama agar lebih bermutu dan lebih terjangkau.

Pelayanan Pada Praktek Dokter Keluarga


Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam:
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya
pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga
tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau
pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan
diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut
memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien dirumah.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup
pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah.
Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai
akses dengan rumah sakit.
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah,
serta pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah
mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta
perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh
dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan
rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri
pasiennya di rumah sakit.
Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter keluarga ini tidak sama
antara satu negara dengan negara lainnya, dan bahkan dapat tidak sama antara satu daerah
lainnya. Di Amerika Serikat misalnya, pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di
rumah mulai jarang dilakukan. Penyebabnya adalah karena mulai timbul kesadaran pada
diri pasien tentang adanya perbedaan mutu pelayanan antara kunjungan dan perawatan
pasien di rumah dengan di tempat praktek. Pasien akhirnya lebih senang mengunjungi

22
tempat praktek dokter, karena telah tersedia pelbagai peralatan kedokteran yang
dibutuhkan.
Di beberapa negara lainnya, terutama di daerah pedesaan, karena dokter keluarga
tidak mempunyai akses dengan rumah sakit, maka dokter keluarga tersebut hanya
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan saja. Pelayanan rawat inap dirujuk sertakan
sepenuhnya kepada dokter yang bekerja dirumah sakit. Tetapi pengaturan rujukan untuk
pelayanan rawat inap tersebut, tetap dilakukan oleh dokter keluarga. Dokter keluarga
memberikan bantuan sepenuhnya, dan bahkan turut mencarikan tempat perawatan dan jika
perlu turut mengantarkannya ke rumah sakit.
Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga tidak
sama, perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga yang
diselenggarakan tetap tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan dokter keluarga bukan
sekedar menyembuhkan penyakit, tetapi diarahkan pada upaya pencegahan penyakit. Atau
jika tindakan penyembuhan yang dilakukan, maka pelaksanaannya, kecuali harus
mempertimbangkan keadaan pasien sebagai manusia seutuhnya, juga harus
mempertimbangkan pula keadaan sosial ekonomi keluarga dan lingkungannya. Praktek
dokter keluarga tidak menangani keluhan pasien atau bagian anggota badan yang sakit
saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan.

6.KLINIK DOKTER KELUARGA ( KDK )


a. Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK),
b. Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat strategis),
c. Mempunyai bangunan yang memadai,
d. Dilengkapi dengan sarana komunikasi,
e. Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK,
f. Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus perlatihan
khususpembantu KDK,
g. Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau berkelompok.
h. Mempunyai izin yang berorientasi wilayah,
i. Menyelenggarakan pelayanan yang sifatnya paripurna, holistik, terpadu,
danberkesinambungan,

23
j. Melayani semua jenis penyakit dan golongan umur,
k. M empunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik ybs

BAB V

SUMBER PEMBIAYAAN PRAKTEK DOKTER KELUARGA

Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga tentu diperlukan


tersedianya dana yang cukup. Tidak hanya untuk pengadaan pelbagai sarana dan prasarana
medis dan non medis yang diperlukan (investment cost), tetapi juga untuk membiayai
pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan (operational cost) Seyogiyanyalah semua
dana yang diperlukan ini dapat dibiayai oleh pasien dan atau keluarga yang memanfaatkan
jasa pelayanan dokter keluarga. Masalah kesehatan seseorang dan atau keluarga adalah
tanggung jawab masing-masing orang atau keluarga yang bersangkutan. Untuk dapat
mengatasi masalah kesehatan tersebut adalah amat diharapkan setiap orang atau keluarga
bersedia membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Mekanisme pembiayaan yang ditemukan pada pelayanan kesehatan banyak
macamnya. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama,
pembiayaan secara tunai (fee for service), dalam arti setiap kali pasien datang berobat
diharuskan membayar biaya pelayanan. Kedua, pembiayaan melalui program asuransi
kesehatan (health insurance), dalam arti setiap kali pasien datang berobat tidak perlu
membayar secara tunai, karena pembayaran tersebut telah ditanggung oleh pihak ketiga,
yang dalam hat ini adalah badan asuransi.
Tentu tidak sulit dipahami, tidaklah kedua cara pembiayaan ini dinilai sesuai untuk
pelayanan dokter keluarga. Dari dua cara pembiayaan yang dikenal tersebut, yang dinilai
sesuai untuk pelayanan dokter keluarga hanyalah pembiayaan melalui program asuransi
kesehatan saja. Mudah dipahami, karena untuk memperkecil risiko biaya, program
asuransi sering menerapkan prinsip membagi risiko (risk sharing) dengan penyelenggara
pelayanan, yang untuk mencegah kerugian, tidak ada pilihan lain bagi penyelenggara
pelayanan tersebut, kecuali berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, dan atau
mencegah para anggota keluarga yang menjadi tanggungannya untuk tidak sampai jatuh
sakit. Prinsip kerja yang seperti ini adalah juga prinsip kerja dokter keluarga.

24
Bentuk - Bentuk Pembiayaan Pra-Upaya
Mengingat bentuk pembayaran pra-upaya banyak menjanjikan keuntungan, maka
pada saaat ini bentuk pembayaran pra-upaya tersebut banyak diterapkan. Pada dasarnya
ada tiga bentuk pembiayaan secara pra-upaya yang dipergunakan.
Ketiga bentuk yang dimaksud adalah:
1. Sistem kapitasi (capitation system)
Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dimuka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan
kesepakatan harga yang dihitung untuk setiap peserta untuk jangka waktu tertentu. Dengan
sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada
penyelenggara pelayanan yang tidak ditentukan oleh frekwensi penggunaan pelayanan
kesehatan oleh peserta, melainkan ditentukan oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka
waktu jaminan.
2. Sistem paket (packet system)
Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan
kesepakatan harga yang dihitung untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu. Dengan
sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, melainkan oleh paket pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan.
Penyakit apapun yang dihadapi, jika termasuk dalam satu paket pelayanan yang sama,
mendapatkan biaya dengan besar yang sama. Sistem pernbiayaan paket ini dikenal pula
dengan nama sistem pembiayaan kelompok diagnosis terkait (diagnosis related group)
yang di banyak negara maju telah lama diterapkan.
3. Sistem anggaran (budget system)
Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan
kesepakatan harga, sesuai dengan besarnya anggaran yang diajukan penyelenggara
pelayanan kesehatan. Sama halnya dengan sistern paket, pada sistem anggaran ini,
besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,
melainkan oleh besarnya anggaran yang telah disepakati.

25
Info terbaru terkait sistem pembiayaan dalam SKN:
Salah satu solusi yang dilakukan dalam sumber pembiayaan (termasuk nantinya
pembiayaan praktek dokter keluarga) untuk menyelenggarakan Sistem Kesehatan Nasional
yang baik adalah dengan menyelenggarakan amanat Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Undang-Undang yang telah ditetapkan tahun 2004 ini mengalami kendala
dalam realisasinya terkait pembentukan badan penyelenggaranya (BPJS) yang seharusnya
telah ditetapkan saat 2009. Akhirnya pada hari rabu, 28 oktober 2011 sekitar pukul 20.40
WIB, RUU BPJS disahkan menjadi UU BPJS dengan kesepakatan bahwa BPJS I yang
mengurus jaminan kesehatan diselenggarakan oleh ASKES akan mulai beroperasi pada
tanggal 1 januari 2014. Sedangkan BPJS II (Jamsostek, Taspen, dan Asabri) yang
mengurus ketenagakerjaan selambat-lambatnya beroperasi 1 juli 2015. Dengan demikian
diharapkan penyelenggaraan sistem dokter keluarga dapat menjadi lebih baik.

BAB VI

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Dokter keluarga merupakan profesi dokter yang dapat mencegah terjadinya
pembengkakkan biaya dengan cara memperhatikan riwayat daripada suatu keluarga.
Dengan tindakan seperti itulah dokter keluarga dapat mencegah penyakit yang akan
timbul. Dan ini pula yang dilewati oleh dokter praktek umum.
Dokter keluarga juga dapat berperan sebagaimana layaknya dokter praktek
umum, yaitu sama-sama sebagai five stars doctor dimana mereka menjadi
communicator, care provider, decision maker, community leader dan manager.
Selain itu juga, dokter keluarga tergabung dalam organisasi Perhimpunan Dokter
Keluarga Indonesia (PDKI) dan Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia
(KIKKI).
PDKI terbentuk pada tahun 2003 dengan anggotanya adalah dokter praktik
umum (IDI) yang juga bekerja sebagai pelayanan jasa primer. Kemudian, pada
kongres selanjutnya mendirikan kolega yaitu Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga
Indonesia (KIKKI).

26
Namun, ada juga perbedaan antara dokter praktik umum dan dokter keluarga
yang dapat dilihat dari cakupan pelayanan, sifat pelayanan, cara pelayanan, jenis
pelayanan, dan lain-lain.

2. SARAN
Jadilah seorang dokter yang profesional sehingga dapat dipercaya oleh banyak
orang.
DAFTAR PUSTAKA

Azrul Azwar, 1997, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga, Ed.2, IDI,


Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai