Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN STUDI KELAYAKAN

“Penerimaan Bahan Makanan Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah


Ulin Banjarmasin”

Kelompok 5 :

Isnani Irmila Santi P07131217099

Lisda Muji Fajriyanti P07131217103

Rahma Dwi Safitri P07131217114

Sari Afrinia P07131217124

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN BANJARMASIN

SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Studi
Kelayakan Penerimaan Bahan Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum
Daerah Ulin Banjarmasin ini tepat pada waktunya.
Kami juga berterima kasih kepada Ibu Magdalena A. M. Kes, selaku
Dosen pembimbing Praktikum ini.
Pada Proposal ini mungkin masih banyak terdapat kekurangan, mengenai
isi maupun pemakaian bahasanya, sehingga kami memohon saran yang bersifat
membangun untuk penelitian selanjutnya. Mudah-mudahan proposal ini
bermanfaat bagi para pembaca serta menambah pengetahuan bagi kita semua,
terutama bagi kami pribadi, dan kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada kita semua. Aamiiin.

Banjarbaru, 28 Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit .................................................. 5


2.2 Alat-alat Penerimaan Bahan Makanan ...................................................... 5
2.3 Proses Dasar Penerimaan Bahan Makanan .............................................. 6
2.4 Syarat Penerimaan Bahan Makanan ......................................................... 6
2.5 Etika Penerimaan Bahan Makanan .......................................................... 6
2.6 Letak Ruang Penerimaan Bahan Makanan ............................................... 7
2.7 Pencatatan Penerimaan Bahan Makanan .................................................. 7
2.8 Pengawasan Penerimaan Bahan Makanan ................................................ 8
2.9 Pelaporan Penerimaan Bahan Makanan .................................................... 9
2.10Alur Penerimaan Bahan Makanan ............................................................ 9
2.11Syarat Petugas Penerimaan Bahan Makanan ............................................ 10
2.12Tugas Pokok Unit Penerimaan Bahan Makanan....................................... 10
2.13Prinsip Hygiene Sanitasi ........................................................................... 11
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian.......................................................................................... 17


3.2 Rancangan Penelitian ................................................................................ 17
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 17
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................ 17
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 17
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ........................................... 18

ii
3.7 Pengolahan dan Analisa Data ................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan dan


kedokteran, berdampak pula pada bidang gizi dan dietetik. Pelayanan gizi yang
dilaksanakan di rumah sakit tentu senantiasa disesuaikan dengan perkembangan
tersebut (Depkes, 2006).

Melihat pertimbangan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor : 715/MENKES/SK/V/2003 tentang persyaratan hygiene
sanitasi jasa boga yaitu bahwa masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan
minuman yang dikelola usaha jasa boga yang tidak memenuhi persyaratan
hygiene sanitasi, agar tidak membahayakan kesehatan, disempurnakan sesuai
tuntutan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah.

Tujuan umum pembangunan kesehatan adalah mengusahakan kesempatan


yang lebih luas bagi setiap penduduk untuk memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya dengan mengusahakan pelayanan yang luas dan merata. Sistem
penyelenggaraan makanan merupakan program terpadu dan terintegrasi dan
subsistemnya adalah perencanaan anggaran belanja, perencanaan menu,
perencanaan bahan makanan, perencanaan sarana dan prasarana, pembelian bahan
makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan
bahan makanan, pengolahan bahan makanan, distribusi makanan, pencatatan dan
pelaporan (Depkes, 2006 dalam Kusumastuti, 2009).

Penyelenggaraan makanan Rumah Sakit adalah suatu rangkaian kegiatan


mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada
pasien. Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan di
Instalasi Gizi Rumah Sakit sebagai unit pelayanan gizi rumah sakit untuk
memenuhi asupan zat gizi pasien. Penyelenggaraan makanan rumah sakit

1
dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai
bagi pasien yang membutuhkan(Ratna, 2009).

Dalam penyelenggaraan makanan Rumah Sakit, standar masukan (input)


meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metode, peralatan sedangkan standar
proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan makanan, perencanaan menu,
perencanaan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan
dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, serta pengolahan
bahan makanan dan pendistribusian bahan makanan. Sedangkan standar keluaran
(output) adalah mutu makanan dan kepuasan konsumen (Depkes, 2006).

Studi Kelayakan (Feasibility Study) adalah hasil analisis dan penjelasan


kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan
suatu Rumah Sakit, terkait dengan penentuan Rencana Kerja Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit yang baru akan dilakukan maupun lanjutan dari yang sudah ada
dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan kelas dari suatu
Rumah Sakit.

Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan


mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian kepada konsumen,
dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diit
yang tepat. Dalam hal ini termasuk kegiatan pencacatan, pelaporan, dan evaluasi
(Depkes RI, 2003).

Mutu dan keamanan suatu produk makanan sangat bergantung pada mutu
dan keamanan bahan baku yang digunakan (Kemenkes,2013). Kegiatan dalam
penyelenggaraan makanan yang berfungsi untuk mengontrol kualitas bahan
makanan adalah penerimaan bahan makanan.

Menurut Maya Riqi Ratna (2009) penerimaan bahan makanan dapat


digolongkan sebagai salah satu pengawasan yang dilakukan pada awal kegiatan
penyelenggaraan makanan.

2
Sebagian besar proses kegiatan penerimaan bahan makanan yang ada di
RSUD yaitu memeriksa, meneliti, mencatat, memutuskan, dan melaporkan waktu
penerimaan, macam jumlah, serta spesifikasinya menurut permintaan/pesanan.

Penerimaan bahan makanan merupakan bagian penting dalam


menyelenggarakan makanan di RSUD Ulin Banjarmasin karena pada saat
penerimaan bahan makanan harus sangat diperhatikan untuk mengetahui mutu
makanan dan bahan makanan yang kita pesan sesuai dengan bahan makanan yang
kita terima. Dari permasalahan tersebut dalam penelitian ini kami akan melihat
gambaran kegiatan penerimaan bahan makanan di RSUD Ulin Banjarmasin.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana sistem penerimaan bahan makanan di RSUD Ulin Banjarmasin?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui sistem penerimaan bahan makanan di RSUD Ulin
Banjarmasin.
1.4.1 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui alat yang digunakan dalam penerimaan bahan
makanan di RSUD Ulin Banjarmasin
b. Untuk mengetahui proses penerimaan bahan makanan di RSUD
Ulin Banjarmasin
c. Untuk mengetahui syarat penerimaan bahan makanan di RSUD Ulin
Banjarmasin
d. Untuk mengetahui etika dalam penerimaan bahan makanan di RSUD
Ulin Banjarmasin
e. Untuk mengetahui letak ruang dalam penerimaan bahan makanan di
RSUD Ulin Banjarmasin
f. Untuk mengetahui bagaimana pencatatan penerimaan bahan
makanan di RSUD Ulin Banjarmasin

3
g. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan penerimaan bahan
makanan di RSUD Ulin Banjarmasin
h. Untuk mengetahui bagaimana pelaporan penerimaan bahan makanan
di RSUD Ulin Banjarmasin
i. Untuk mengetahui alur dalam penerimaan bahan makanan di RSUD
Ulin Banjarmasin
j. Untuk mengetahui syarat petugas penerimaan bahan makanan di
RSUD Ulin Banjarmasin
k. Untuk mengetahui tugas pokok dari penerimaan bahan makanan di
RSUD Ulin Banjarmasin
l. Untuk mengetahui prinsip hygiene sanitasi pada ruang penerimaan
dan tenaga/karyawan di ruang penerimaan bahan makanan

1.5 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis
Dapat memberikan pengetahuan mahasiswa tentang penerimaan bahan
makanan dalam suatu institusi.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Dapat menjadi bahan evaluasi tentang pencatatan dan pelaporan,
metode, dan syarat-syarat petugas dalam penerimaan bahan makanan dalam
suatu institusi, khususnya institusi dalam penyelenggaraan makanan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit


Penyelenggaraan makanan adalah suatu rangkaian kegiatan perencanaan
menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka
pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.
Termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi. Penyelenggaraan makan
di RS dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan makanan yang berkualitas
baik dan jumlahnya yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak
dan memadai bagi pasien atau klien yang membutuhkannya (Aritonang, 2012).
Sasaran penyelenggaraan makanan dirumah sakit adalah pasien. Sesuai
dengan kondisi Rumah Sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan bagi
pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga pasien). Pemberian makanan yang
memenuhi gizi seimbang serta habis termakan merupakan salah satu cara untuk
mempercepat penyembuhan dan memperpendek hari rawat inap. (PGRS, 2006)
Pelayanan makanan juga merupakan komponen yang cukup besar dalam
pembiayaan rumah sakit sehingga perlu dikelola secara baik agar bermanfaat
secara berdaya guna dan berhasil guna adanya perubahan orientasi nilai dan
perkembangan pemikiran yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi mengakibatkan suatu rumah sakit sebagaiindustri pelayanan jasa
dituntut dapat memberikan kepuasan pelanggan atau pasiennya.

2.2 Alat-alat Penerimaan Bahan Makanan


Adapun alat-alat dalam penerimaan bahan makanan adalah
a. Bak cuci teraso 2 bergandeng
b. Meja tulis dan kursi
c. Timbangan 300 kg (glat – foran)
d. Kereta pengangkut bahan makanan
e. Batul plastik 60 cm

5
f. Rak bahan makanan beroda 150 x 150 x 50 cm
g. 1. Tempat sampah tertutup Aluminium 50 lt
2. Tempat sampah bertutup Aluminium 10 lt
h. Pisau stainlessteel
i. Linggis

2.3 Proses Dasar Penerimaan Bahan Makanan


Proses dasar dalam penerimaan bahan makanan menurut Sue Grossbauner
(2001) adalah
a. Memeriksa kembali daftar pesanan bahan makanan
b. Memeriksa spesifikasi bahan makanan
c. Memutuskan menerima atau menolak bahan makanan.
d. Memeriksa kembali daftar penerimaan bahan makannan
e. Menyalurkan bahan makanan kegudang

2.4 Syarat Penerimaan Bahan Makanan


Berikut syarat-syarat penerimaan bahan makanan :
a. Tersedianya rincian pesanan bahan makanan harian berupa macam dan
jumlah bahan makanan yang akan diterima
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.

2.5 Etika Penerimaan Bahan Makanan


Menurut Nursiah Mukrie (1990) Penerimaan bahan makanan adalah
rangkaian kegiatan memeriksa, mencatat, dam melaporkan bahan makanan yang
diperiksa sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak (surat
perjanjian jual beli). Oleh karena itu, dalam kegiatan penerimaan bahan makanan
diperlukan tenaga yang bertugas menerima bahan makanan dengan syarat harus
mempunyai sikap:
a) Tanggung jawab.
b) Mampu mengambil keputusan dengan tepat, cepat dan teliti.

6
c) Mempunyai keahlian memilih dan menilai spesifikasi bahan makanan
yang baik.
d) Memiliki pengetahuan yang luas tentang bahan makanan.
e) Tidak mudah berkompromi dengan penjual/rekanan.
f) Bijaksana dan jujur.
g) Ramah kepada penjual dan rekanan.
h) Taat dan tepat janji yang diberikan kepada penjual/rekanan.

2.6 Letak Ruang Penerimaan Bahan Makanan


Lokasi pada penerimaan bahan makanan memberi pengaruh terhadap
keefektifitasan dalam penanganannya sehari-hari. Idealnya lokasi bagian
penerimaan bahan makanan berdekatan dengan jalur pelayanan dan gudang.
Letaknya sebaiknya dapat dicapai dengan kendaraan, ruangan cukup luas untuk
memeriksa bahan makanan yang diterima serta dilengkapi pula dengan timbangan
sejajar dengan lantai, kereta pengangkut bahan makanan, meja kerja dan beberapa
container yang dianggap perlu, sesuai dengan kemampuan volume bahan
makanan yang akan diterima. Lantai harus memiliki permukaan yang rata untuk
memudahkan pembersihan dan mencegah mikro organisme, tata letak dilantai
minimal 10 cm. Petugas harus menguasai macam peralatan utama antara
timbangan, di mana keakuratan sangat penting. Ruangan jarak penerimaan
idealnya harus dekat dengan pintu pengiriman bahan makanan. (Nursiah
Mukrie,1990).

2.7 Pencatatan Penerimaan Bahan Makanan


Pencatatan bahan makanan yang akan diterima harus dilakukan secara teliti,
sistematik dan teratur merupakan salah satu faktor penting sebagai dokumentasi
tertulis mengenai jumlah, mutu bahan makanan yang diterima. Kadang kala data
tersebut dapat digunakan untuk menghitung taksiran kebutuhan bahan makanan
yang akan datang atau dapat digunakan pula sebagai alat monitoring kegiatan
(Nursiah Mukrie,1990).

7
Didalam mebuat form pencatatan ada dua cara yaitu sederhana dan
komplek. Keistimewaan sederhana antara lain: mudah, cepat dalam membuat
form, namun dalam pengisiannya memerlukan waktu lama, karena petugas harus
menulis atau melengkapi sendiri data tersebut. Sedangkan cara form komplek
petugas tinggal mengisi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh berikut:
Form Bentuk Sederhana
Tanda penerimaan bahan makanan
Diterima dari : Tanggal :
Order pemb. No : No :

Jumlah Uraian Dikirim

Diisi dan diperiksa oleh :

Contoh form yang kompleks


Catatan Penerimaan
Tanggal :
Jumlah Unit Uraian Nama Jumlah Harga Total Dikirim
per item rekanan yang ACC satuan harga gdk-gdb

Diterima dan diperiksa oleh :

8
2.8 Pengawasan Penerimaan Bahan Makanan
Pengawasan dalam penerimaan bahan makanan ini diharapkan untuk
mencegah kerusakan bahan makanan. (Suarsana,2000).
Hubungan dengan food quality control :
a. Bahan/barang yang diterima dari luar daerah dilakukan inspeksi
untuk menjaga kebersihannya, bebas dari bau, dan tidak
terkontaminasi.
b. Bahan-bahan yang tidak sesuai harus segera di retour kepada
pengirimnya.
c. Kedatangan pengiriman bahan harus diketahui terlebih dahulu,
perjanjian harus dibuat dengan seksama sebelumnya.

2.9 Pelaporan Penerimaan Bahan Makanan


Pelaporan kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian yang tidak
terpisah dari sistem penyelenggaraan makanan, yang meliputi:
a. Pemasukan, pemakaian bahan makanan harian.
b. Pencatatan tentang pemasukan dan pemakaian peralatan dapur.
c. Pencatatan kegiatan macam dan jumlah klien setiap hari.
b. Perhitungan harga makanan perorang sehari, rata-rata dalam tiap bulan
dan setiap tiga bulan.
d. Laporan tribulan untuk pimpinan (Depkes RI, 1991).

2.10 Alur Penerimaan Bahan Makanan


Bahan Makanan datang dari Rekanan

Tidak sesuai barang


Spesifikasi diperiksa
dikembalikan
kepada rekanan

Sesuai Spesifikasi

9
Di timbang

Di catat (Petugas Gudang)

Di simpan

Bahan Makanan Basah Bahan Makanan Kering

BM.Basah R. Persiapan Gudang Logistik

Di kulkas Gudang kering instalasi Gizi

2.11Syarat Petugas Penerimaan Bahan Makanan


Dalam pengelolaan makanan sebaiknya dikelola menurut syarat sanitasi
makanan dan memenuhi syarat-syarat gizi, sehingga makanan tersebut bermanfaat
bagi tubuh dan tidak menimbulkan penyakit ataupun keracunan makanan. Pada
proses penerimaan bahan baku, ada beberapa yang paling penting diawasi adalah :
a. Petugas penerima barang harus hadir didampingi chef supervisor.
b. Semua barang yang dikirim oleh supplier harus sesuai dengan pesanan
dan kebutuhan, baik dari segi jenis, mutu maupun jumlahnya.
c. Untuk memeriksa bahan makanan sesuai jenis dan jumlahnya, harap
dilihat dalam purchase Requisition atau purchase order atau market list.
d. Untuk memeriksa mutu bahan makanan digunakan. Standard Purchase
Specification (SPS), yaitu standar yang telah disepakati oleh pihak
pembeli dan penjual yang memuat kesepakatan tentang karakteristik
bahan yang dipesan, misalnya, jenis ukuran, berat, warna, serta
bentuknya.

2.12 Tugas Pokok Unit Penerimaan Bahan Makanan

10
Berikut ini adalah tugas pokok unit penerimaan bahan makanan menurut
Nursiah Mukrie (1990). Pengecekan bahan makanan meliputi :
a) Cek bahan makanan segera setelah bahan makanan datang. Bahan
makanan segar harus didahulukan dalam pengecekan penerimaan bahan
makanan. Pengecekan meliputi pemeriksaan faktur permintaan, tanggal
pengiriman, jumlah, berat, panjang, tanggal kadaluarsa, satuan, ukuran.
Contoh permintaan bahan makanan beku suhu 00C, bila pada saat
diterima bahan makanan tersebut bersuhu diatas 00, maka bahan
makanan tersebut harus dikembalikan.
b) Cap bahan makanan baik segar/ kering dengan tanda bahan makanan
sudah diperiksa dan tanggal bahan makanan diterima, sehingga
memudahkan dalam penggunaan system FIFO ( first in first out).
c) Menandatangani faktur pembelian bahan makanan sesuai dengan yang
diterima.
d) Mengisi formulir penerimaan dan membuat laporan penerimaan harian,
membuat berita acara penerimaan bahan makanan secara tertulis.
e) Membuat laporan bahan makanan yang didiskualifikasi kepada atasan
yang bersangkutan.
f) Melakukan pencatatan semua bahan makanan yang diterima.
g) Mengirim bahan makanan yang diterima ke bagian penyimpanan kering
dan segar

2.13 Prinsip Hygiene Sanitasi


2.13.1 Prinsip Hygiene Sanitasi pada Ruang Penerimaan Bahan Makanan
a. Lantai
Lantai adalah bagian dari dasar ruangan yang terbuat dari
semen, ubin, papan dan sebagainya. Lantai sebaiknya terbuat dari dari
bahan yang tidak licin, sehingga tidak membahayakan ketika bekerja
di dalam ruangan tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1098/ Menkes/ SK/VII/ 2003, “permukaan

11
lantai rapat air dan halus, kelandaian cukup, tidak licin dan mudah
dibersihkan”.
b. Dinding
Dinding dapur sebainya dibuat dari bahan yang tahan panas dan
dilapisi dengan keramik agar mudah membersihkannya. Sesuai
denagan keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 1098/Menkes/ SK/ VII/ 2003, bahwa:
i. Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering / tidak
menyerap air dan mudah dibersihkan.
ii. Bila permukaan dinding kena percikan air maka setinggi 2
(dua) meter dari lantai dilapisi bahan kedap air yang
permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna
terang.
iii. Dinding harus dapat memantulkan cahaya yang cukup bagi
ruangan. Semua kabel dan pipa atau instalasi pipa uap harus
berada dalam keadaan terbungkus atau tertanam dalam
instalai atau dinding.
c. Ventilasi
Ventilasi terbagi dua, yaitu ventilasi alami dan buatan. Ventilasi
terbagi dua, yaitu ventilasi alami dan ventilasi buatan. Ventilasi alami
yaitu aliran udara yang masuk melalui pintu, jendela ataupun lubang
angin yang sengaja dibuat. Ventilasi buatan yaitu dengan
menggunakan alat khusus untuk mengalirkan udara, seperti
kipas angin, mesin penghisap dan AC (air contidion)”. Selain
itu, ventilasi juga harus dilapisi dengan kawat kasa agar makanan
yang dihasilkan terhindar dari gangguan binatang serangga yang dapat
menularkan bibit dan kuman penyakit.
Ventilasi harus cukup sehingga dapat mengeluarkan asap,
baumakanan, bau uap lemak, bau air, dan panas. Untuk itu dapat
digunakan “exhause fan” pada tempat – tempat tertentu. Ventilasi
harus dapat mengatur pergantian udara sehingga ruangan tidak terasa
12
panas, tidak terjadi kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding
dan langit - langit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/ Menkes/SK/ VII/ 2003, persyaratan ventilasi adalah sebagai
berikut:
i. Bagunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus
dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan
nyaman.
ii. Sejauh mungkin ventilasi harus cukup (+ 20% dari luas
lantai), untuk : a) mencegah udara dalam ruangan terlalu
panas, b) mencegah terjadinya kondensasi uap air atau
lemak pada lantai, diding atau langit-langit.
iii. Membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan.
d. Pencahayaan
Cahaya yang baik sangat penting bagi penyelengaraan makanan.
Ada dua bentuk pencahayaan, yaitu cahaya yang berasal dari matahari
dan cahaya buatan yang berasal dari energy listrik. Sesuai
dengan Keputusa Menteri Kesehatan RI Nomor 715/ Menkes/ Sk/ V/
2003, bahwa :
a. Intensitas cahaya harus cukup untuk mendapatkan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan
secra efektif.
b. Di setiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat
mencuci tangan, intensitas pencahayaan sedikitnya 200 lux
pada titik 90cm dari lantai.
c. Semua pncahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan
distribusinya tidak menimbulkan bayangan.
d. Cahaya terang dapat diketahui dengan alat ukur lux meter
(foot candle meter).
e. Plafon
Langit-langit sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan dan memiliki bidang permukaan yang rata. Persyratan
13
langit- langit berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republi
Indonesia nomor 098/ Menkes/ SK/ VII/ 2003, bahwa : “a) Bidang
langit-langit harus mentupi atap bangunan, b) Permukaan langit-langit
rata, berwarna terang dan mudah dibersihkan, c) Tinggi langit-langit
tidak kurang dari 2,4 meter di atas lantai dan tidak terdapat lubang”.
Langit-langit harus tertutup, dilengkapi dengan bahan peredam
suara untuk bagian tertentu dan disediakan cerobong asap. Langit-
langit dapat diberi warna agar serasi dengan warna dinding. Jarak
antara lantai dengan langit-langit harus tinggi agar udara panas dapat
bersirkulasi dengan baik. Cara membersihkannya adalah dengan
menggunakan sikat bulat bertangkai panjang pembersihannya
dilakukan satu kali dalam sebulan dimana pada saat kegiatan di dapur
tidak beroperasi.
2.13.2 Prinsip Hygiene Sanitasi pada Tenaga/Karyawan di Ruang
Penerimaan Bahan Makanan
a. Jari dan Tangan
Tangan merupakan salah satu anggota tubuh yang vital untuk
mengerjakan sesuatu dalam penyelenggaraan makanan. Melalui
tangan juga makanan banyak terkontaminasi, karena tangan
merupakan jembatan yang memindahkan bakteri kepada makanan,
oleh karena itu kebersihan tangan dan jari tangan perlu mendapatkan
prioritas yang tinggi.
Penyelenggara makanan yang menderita luka ditangan tetapi
tidak infeksi diperbolehkan bekerja tetapi harus mengenakan sarung
tangan karet (hand glove) dan jika bekerja mengunakan tangan dalam
mengolah suatu bahan makanan langsung juga diharapkan untuk
menggunakan sarung tangan karena kulit manusia tidak pernah bebas
dari bakteri, bahkan kulit yang bersihpun masih membawa bakteri.
Akan tetapi, bila kulit tidak bersih, maka jumlah dan macam
organisme akan lebih banyak.

14
Dalam proses distribusi makanan, personal hygiene juga perlu
dijaga dengan mencuci tangan sebelum membagikan makanan. Untuk
meningkatkan kesehatan, digunakan sarung tangan bila mengambil
makanan menggunkan tangan langsung. Sarung tangan digunakan
hanya sekali pakai saja karena sarung tangan yang dipakai akan kotor
dan mungkin mengalami kerusakan sehingga terjadi kontak antara
bagian luar dan bagian dalam sarung tangan itu. Sarung tangan yang
digunakan untuk membagikan makanan pada instalasi gizi terbuat dari
bahan plastik yang cukup tebal sehingga tidak mudah sobek saat
digunakan dan kesehatan saat membagikan makanan dapat terjamin.
petugas yang menyelenggarakan makanan juga harus melaksanakan
hal– hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Kuku dipotong pendek, sebab dalam kuku akan terkumpul
kotoran yang menjadi sumber kuman penyakit yang mencemari
makanan.
2. Cincin, karena bakteri-bakteri yang tertinggal di cincin tidak
mungkin dapat dibersihkan saat bekerja.
3. Jam tangan, karena akan uap yang dihasilkan oleh panas
makanan akan bercampur dengan bahan stainless jam dan akan
mengakibatkan kontaminasi pada makanan yang sedang diolah.
4. Tangan yang terluka harus ditutup atau dibalut dengan bahan
steril dan sebaiknya jangan menyentuh makanan.
5. Jangan meraba-meraba hidung, mulut, rambut dan bagian tubuh
lainya selama mengolah makanan.
b. Kepala dan Rambut
Penjamah makanan pria diwajibkan memakai topi atau penutup
kepala agar rambut rontok tidak jatuh dan berterbangan ke makanan
yang sedang diolah. penjamah makanan pria perlu memperhatikan
kesehatan, maka dari itu juru masak harus memperhatikan hal sebgai
berikut : “1) Jangan berambut panjang, karena rambut panjang
tampaknya tidak rapi dan sulit dijaga kebersihannya. 2) Rambut perlu
15
dikeramas setiap hari. 3) Topi harus selalu dipakai pada waktu bekerja
agar rambut tidak terjatuh kedalam makanan”.
Penjamah makanan wanita dapat menggunakan penutup kepala
berupa jilbab atau topi yang dapat menutupi seluruh rambut atau dapat
juga menggunakan harnet. Penjamah makanan mengunakan masker
untuk menutupi mulut dan hidung pada saat melakukan pekerjaan
untuk mencegah penularan penyakit infeksi saluran pernapasan yang
dapat menular kepada orang lain melalui makanan yang diolah. Orang
sehat pun sebetulnya masih membawa milyaran mikroorganisme di
dalam mulut dan hidung. Akan tetapi kebanyakan mikroorganisme ini
tidak berbahaya, meskipun ada pula beberapa jenis bakteri yang dapat
menimbulkan penyakit pada manusia.
c. Pakaian Pelaksana Gizi
Pakaian yang digunakan pelaksana gizi di dalam instalasi gizi
harus pakaian khusus. Pakaian di dapur dipilih yang dapat melindungi
tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, berwarna terang
(umumnya berwarna putih), pakaian tersebut dari bahan yang kuat dan
dapat menyerap keringat. pakaian ini dilengkapi dengan celemek yaitu
pakaian pelindung tubuh yang biasanya di kenal dengan sebutan
epron. Pada pakaian kerja ini biasanya dibagian tangan kanan terdapat
sebuah kantong yang berfungsi sebagai tempat pisau kecil, sedangkan
di pakaian pelindung (Epron), kantong berfungsi sebagai tempat
penyimpan sendok cicip atau tempat napkin kecil.
d. Sepatu Kerja Pelaksana Gizi
Salah satu yang penting diperhatiakan oleh penjamah makanan
adalah pengunaan sepatu. Sepatu kerja yang digunakan untuk bekerja
di dapur hendaknya berbahan dasar kulit atau karet. Hal ini untuk
menghindarkan kecelakaan kerja, seperti terjatuh akibat lantai
yang licin. Bagi petugas wanita, mengunkan sepatu hak tinggi
maksimal 3 cm dari dasar sepatu. “a) pengunaan sepatu dengan
ukuran yang sesuai dan bertumit rendah. agar tidak licin, ringan dan
16
enak dipakai selama bekerja. b) mengunakan kaos kaki yang diganti
setiap hari. c) kuku jari kaki harus dipotong pendek”.

17
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional deskriptif. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui Kegiatan Penerimaan Bahan Makanan di Rumah
Sakit Ulin Banjarmasin.

3.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik atau metode
wawancara. Metode wawancara yaitu menanyakan secara langsung apa yang
ingin ditanyakan.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian


a. Hari dan Tanggal : Selasa, 28 Januari 2020
b. Tempat : Ruang penerimaan bahan makanan di RSUD Ulin
Banjarmasin

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian


3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah manajemen sistem
penyelenggaraan makanan Instalasi Gizi RSUD Ulin Banjarmasin.
3.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Kegiatan Penerimaan Bahan
Makanan di Rumah Sakit Ulin Banjarmasin.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


3.5.1 Observasi
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang
dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan sistematis

18
terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan obyek pengamatan (Djaali,
2008).
Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu observasi
langsung berperan aktif. Peneliti menanyakan langsung kepada pihak yang
bersangkutan. Peneliti berusaha mendapatkan informasi yang mendalam pada
proses kegiatan tersebut.

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


3.6.1 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian yang digunakan adalah Kegiatan Penerimaan Bahan
Makanan pada Instalasi Gizi di RSUD Ulin Banjarmasin.

3.6.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara dan Alat Hasil Skala


Penelitian Operasional Ukur Ukur
Penerimaan Penerimaan bahan Observasi dan Deskriptif Ordinal
bahan makanan merupakan wawancara
makanan kegiatan yang
meliputi
pemeriksaan/peneliti
an, pencatatan, dan
pelaporan tentang
macam, kualitas, dan
kuantitas bahan
makanan yang
diterima sesuai
dengan pesanan serta
spesifikasi yang
telah ditetapkan
dalam perjanjian jual

19
dan beli.

3.7 Pengolahan dan Analisa Data


3.7.1 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari proses wawancara menggunakan kuesioner
dan observasi diolah dan dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data
dilakukan menggunakan program Microsoft Word.
3.7.2 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan perbandingan
hasil yang telah diamati dengan standar Penerimaan Bahan Makanan di
RSUD Ulin Banjarmasin yaitu menggunakan Pedoman Gizi Rumah Sakit
“PGRS”.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Irianton. 2014. Penyelenggaraan Makanan : Manajemen Sistem


Pelayanan Swakelola dan Jasa Boga di Instalasi Gizi Rumah
Sakit.Yogyakarta: Leutika Books.
Kemenkes RI. 2013. Pedoman PGRS Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:
Kemenkes RI
Makrie, Nursiah, dkk. 1994. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta:
Depkes RI
Makrie, Nursiah, dkk. 1994. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Lanjut. Jakarta:
Depkes RI

Mukrie, Nursiah. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta


:Proyek pengembangan pendidikan tenaga gizi pusat
Salmawati, temu. 2006. Penyelenggaraan makanan, tingkat kecukupan dan status
gizi penderita skizofrenia di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Bogor : Institut Pertanian Bogor
Anonim. 2011. Penyelenggaraan makanan (http://repository.usu.ac.id/f) di akses
tanggal 16 Mei 2018.
Anonim. 2011. Menerima dan menyimpan bahan makanan
(http://chefcommis.wordpress.com/) diakses tanggal 16 Mei 2018
Widyati, Retno.2002. Higiene & Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Moehji, Sjahmien. 1992. Ilmu gizi. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Aritonang, Irianton. 2012. Penyelenggaraan Makanan. Yogyakarta : Leutika.
Anonim. 2012. Study Kelayakan Dalam Perijinan dan Perencanaan Rumah Sakit
Umum Malang. Malang : Universitas Brawijaya
Aritonang, Irianton. 2012. Penyelenggaraan Makanan. Yogyakarta : Jurusan Gizi
Poltekkes.
Departemen Kesehatan RI .2013. Pedoman PGRS Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI

21
Departemen Kesehatan RI,Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Dirjen
Pelayanan Medik, Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta,
Jakarta.1991.
Departemen Kesehatan RI,Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Dirjen
Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta. 2003.
Departemen Kesehatan RI.Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Dirjen
Binkesmas, Jakarta. 2007
Depkes RI. 2005.Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta.
Iwaningsih, Sri. Konsep Better Hospital Food, dalam Materi Short Course Food
Service. Asosiasi Dietisien Indonesia, Garden Permata Hotel, 23-26 Juni.
Bandung. 2010.
Mukrie, A. N. 1996. Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
Jakarta :Depkes RI
Mukrie N, Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta. 2000.

22

Anda mungkin juga menyukai