Anda di halaman 1dari 5

BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL

“PEMBUATAN ETANOL DARI JAMBU METE DENGAN


METODE FERMENTASI”

OLEH:

EKA JESINTA
NIM: 1614442011

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Bioteknologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
Jambu monyet atau jambu mede atau jambu mete (Anacardium occidentale)
adalah sejenis tanaman dari suku Anacadiaceae yang berasal dari Brasil dan memiliki
buah yang dapat dimakan. Yang lebih terkenal dari jambu mete adalah kacang mete
atau kacang mede atau kacang mente yaitu bagian berbentuk ginjal pada jambu mete.
Secara botani, tumbuhan ini sama sekali bukan anggota jambu-jambuan (Myrtaceae)
maupun kacang-kacangan (Fabaceae), melainkan malah lebih dekat kekerabatannya
dengan mangga (suku Anacardiaceae).

Jambu mete terdiri atas buah sejati ( biji mete) dan buah semu (jambu mete).
Yang dimaksud dengan buah jambu mete secara awam adalah tangkai yang
menggelembung sehingga menyerupai buah. Sedangkan yang sebenarnya yaitu buah
batu yang berbentuk ginjal yang terdiri atas: biji berbelah dua (mete), dengan kulit
yang keras mengandung minyak.

Pada umumnya yang banyak dimanfaatkan adalah buah sejati sedangkan buah
semu kurang banyak dimanfaatkan. Menurut data USDA (United States Departement
of Agriculture) karbohidrat yang terdapat dalam 100 gram jambu mete adalah 32.7
gram. Dan menurut jurnal Arif dkk (2009) kandungan vitamin C pada jambu mete
adalah 197 mg per 100 gram, ia menyebutkan bahwa banyaknya vitamin C pada
jambu mete 3 kali lebih banyak dari vitamin C pada jeruk.

Keadaan dimana buah semu jambu mete cenderung tidak banyak


dimanfaatkan sementara kandungan karbohidrat yang tinggi, maka Arif dkk
melakukan sebuah penelitian untuk mendapatkan etanol dari fermentasi karbohidrat
buah semu jambu mete. Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, atau alkohol
saja. Karbohidrat diubah menjadi glukosa melalui proses hidrolisa. Hidrolisa
dilakukan supaya karbohidrat pecah atau terurai menjadi glukosa. Kemudian glukosa
difermentasi oleh Saccharomyces cereviseae Hasilnya adalah diperoleh kadar etanol
sebanyak 3,1941 gram dari 100 gram buah mete dengan 20 gram yeast
(Saccharomyces cereviseae).

Proses produksi alkohol dalam penelitian ini dapat dibagi dalam dua tahapan,
yaitu tahapan produksi alkohol secara fermentasi dan tahapan penyulingan alkohol.

Penelitian dilakukan dengan menimbang buah semu jambu mete yang sudah
matang sebanyak 1000 gram dan ditambahkan aquadest 1500 ml. Campuran tersebut
kemudian ditambah gula sebanyak 15% dari buah jambu mete. Mengukur pH hasil
menggunakan pH stick, lalu menambahkan HCl 0,1 N ke dalam hasil hidrolisa sedikit
demi sedikit sampai pH larutan mencapai 4 – 5. Menimbang yeast sesuai dengan
variasi berat yang diinginkan dan melakukan fermentasi sesuai waktu yang
ditentukan. Larutan fermentasi yang sudah disaring kemudian didestilasi. Proses
destilasi dilakukan pada suhu 80 ºC, karena titik didih alkohol 78 ºC dan titik didih air
100 ºC. Selanjutnya hasil destilasi dianalisa dengan kadar alkoholnya.

Gambar 1. Diagram alir pembuatan etanol

Hidrolisa adalah proses antara reaktan dengan menggunakan air atau asam
supaya suatu persenyawaan pecah atau terurai. Karbohidrat (pati) yang terkandung
dalam jambu mete dapat diubah menjadi alkohol melalui proses biologi dan kimia
(biokimia), reaksinya sebagai berikut :
Glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisa kemudian difermentasi oleh ragi
atau yeast (Sacharomyces cereviseae) untuk menghasilkan etil alkohol (etanol) dan
CO melalui reaksi sebagai berikut:

Larutan hasil fermentasi masih berupa campuran antara air dengan etanol.
Untuk memisahkan alkohol dari hasil fermentasi dilakukan dengan destilasi.
Fermentasi dihentikan bila kadar alkohol telah mencapai 14-16%. Jika diinginkan
kadar yang lebih tinggi campuran itu harus disuling. Destilat (sulingan) berupa
campuran azeptrop 95% alkohol, 5% air (suatu campuran azeotrop ialah suatu
campuran yang mendidih pada suatu titik didih konstan seakan-akan suatu senyawa
murni). Destilat ini dapat dicampurkan kembali ke campuran peragian atau fermentasi
untuk meningkatkan keadaan kadar alkoholnya atau dapat ditambahi air untuk
mendapatkan kadar yang diinginkan (Fessenden, 1982).

Ragi mempunyai kemampuan dapat memfermentasi gula yaitu glukosa,


galaktosa, sukrosa, maltosa, laktosa, dan polisakarida. Oksigen tidak ikut serta pada
proses peragian karena peragian glukosa oleh ragi merupakan peristiwa anaerob tetapi
ragi sendiri adalah organisme aerob. Saccharomyces cereviseae dapat menguraikan
gula menjadi alkohol (Schegel, 1994).

Ragi dapat ditemukan pada media yang dapat membentuk gula yang dapat
diragikan seperti nectar dari bunga, buah dan dedaunan. Pertumbuhan ragi tergantung
dari ketersediaan air. Bahan-bahan yang terlarut dalam air digunakan oleh
mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh energi yaitu bahan
makanan. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab
fermentasi pada subsrat organik yang sesuai.

Dengan dilakukannya fermentasi ini, buah semu mete yang dulunya kurang
dimanfaatkan kini dapat dimanfaatkan menjadi etanol, dimana etanol dapat digunakan
untuk berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari.
Maka kelebihan dari pemanfaatan ini adalah sumber etanol sudah semakin
banyak dan buah jambu mete dapat dimanfaatkan dengan lebih luas lagi. Selain itu
etanol yang didapatkan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar yaitu bioetanol.

Daftar Pustaka

Hans G. Schlegel, 1994, “Mikrobiologi Umum”, Gajah Mada Universitas Press, Ed 6,


Yogyakarta.

Fessenden, 1982, “Kimia Organik”, edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.

Jumari, Arif. Agung W, Wusana. Handayani. Ariyani, Indika. 2009. Pembuatan


Etanol Dari Jambu Mete Dengan Metode Fermentasi. Ekuilibrum, 7(2), 48-53

Anda mungkin juga menyukai