Anda di halaman 1dari 150

EKONOMI TEKNIK

I Nyoman Pujawan
Indtitut Teknologi Sepuluh November

Edisi Pertama

Cetakan Kedua
Penerbit guna widya

Jl. Kertajaya 178 surabaya 60282, indonesia

Telp. : (031) 5032605, 6032619 Fax : (031) 59993044, 5018273

Email : marketing@gunawidya.com

Website : www.gunawidya.com
EKONOMI TEKNIK

Hak cipta © 1995 pada penulis. Dilarang keras mengutip, menjiplak memphoto
copy baik sebagian atau keseluruhan dari isi buku ini tanpa mendapat izin
tertulis dari pengarang dan penerbit.

Penulis : I Nyoman Pujawan

(Jurusan Teknik Industri – ITS)

Editor : I Ketut Gunarta

Page Make Up : Prasetyo Yudie M

Desain Cover : Tim Guna Widya

Dicetak oleh : Prima Printing, Surabaya

Cetakan Pertama Januari 1995

Cetakan Kedua Januari 2003

© HAK CIPTA DILINGUNGI OLEH UNDANG-UNDANG


Sanksi Pelanggaran pasal 44 :

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1987 Tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1982

Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpaa hak mengumumkan atau


memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juga rupiaH)

2. barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau


menjual kepada umum sauatu ciptaan atau barang asli pelanggaran Hak Cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau dengan paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah)
KATA PENGANTAR

Edisi Pertama Cetakan Kedua

Seperti halnya dengan cetakan pertama edisi pertama, tidak banyak perubahan
yang terlalu berarti dari cetakan kedua edisi pertama kali ini. Beberapa koreksi kecil
telah dilakukan dalam rangka penyempurnaan. Demikian pula perubahan format
pengetikan dan desain sampul (cover) disesuaikan dengan harapan dapat
memberikan tambahan estetikanya. Penulis juga menyadari bahwa apa-apa yang
tertuang di dalam buku ini masih jauh dari yang seharusnya, mengingat masih banyak
materi-materi yang belum tercakup. Demikian pula tuntutan perubahan
kurikulum/silabus Berta kemajuan iptek menghendaki agar segera dilakukan
penyempurnaan dari buku ini. Mudali-inudahan pada edisi yang berikutnya penulis
akan memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk memenuhi harapan-harapan
tersebut.

Surabaya, Oktober 2002


I Nyoman Pujawan
KATA PENGANTAR

Para insinyur, manajer teknik, atau bahkan semua orang akan selalu
dihadapkan pada dua lingkungan penting yang saling berkaitan, yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan ekonomi. Pengetahuan yang baik tentang lingkungan fisik akan
banyak mendasari kemampuan seseorang untuk melihat, mengidentifikasikan, dan
mengendalikan konsep-konsep teknis sehingga lingkungan fisik yang ada di
sekelilingnya akan bisa digiring pada suatu tujuan untuk mencapai aktivitas tertentu.
Di sisi lain, pengetahuan akan konsep-konsep ekonomi, terutama yang berkenaan
dengan aspek fisik akan sangat membantu dalam menciptakan efisiensi yang tinggi.
Penggabungan antara kedua hal di atas hanya akan memberikan hasil yang optimal
apabila seseorang atau suatu tim mengerti aspek-aspek fisik atau teknis maupun
aspek-aspek ekonomis dari suatu sistem, baik yang berupa alat, proyek, atau rencana
investasi.

Ekonomi Teknik (yang sering juga disebut analisa biaya teknik atau analisa
keputusan ekonomi) adalah displin ilmu yang ditujukan untuk menganalisis aspek-
aspek ekonomi dari usulan investasi atau proyek yang bersifat teknis. Proyek atau
investasi yang dimaksud disini bisa diartikan sangat luas, bisa berupa sebuah produk,
sebuah alat, sebuah gedug, sebuah jalan, sebuah industri, bahkan sebuah kawasan
industri sekalipun. Pada buku ini akan dibahas konsep-konsep dan teknik-teknik
analisis atau proyek yang bersifat teknis atas dasar ukuran hasil maupun ongkos dari
usualan proyek atau investasi tersebut.

Buku ini ditujukan sebagai bahan bacaan untuk kuliah.sekitar 3 satuan kredit
semester pada jurusan-jurusan Teknik Industri, Teknik Mesin, Teknik Sipil, Teknik
Kimia, Statistika, dan Ekonomi, atau jurusan-jurusan lain yang menawarkan mata
kuliah yang serupa. Walaupun pada dasarnya ditujukan untuk mahasiswa, namun
buku ini juga cukup relevan dibaca oleh para praktisi, terutama para insinyur yang
sering kali harus mengambil keputusan-keputusan yang berkaitan dengan aspek-
aspek ekonomi dari suatu aset, proyek, atau investasi teknis.

Buku ini terdiri dari 12 bab yang secara keseluruhan disusun untuk
memberikan pemahaman tentang konsep-konsep Ekonomi Teknik, metoda-metoda
yang berkaitan dengan studi Ekonomi Teknik, serta analisis permasalahan yang
dilengkapi dengan contoh-contoh persoalan serta penyelesaiannya hainpir pada setiap
sub okok bahasan yang ditampilkan. Pada semua bab (kecuali bab 1), disertakan pula
soal-soal yang disediakan untuk latihan bagi para pembaca sebagai sarana untuk
mengevaluasi pemahaman akan konsep, teknik, dan metoda analisis yang dibahas
pada bab yang bersangkutan.

Bagi mereka yang belum mengenal dasar-dasar Ekonomi Teknik, wawasan


yang mengandung konsep-konsep dasar akan bisa dijumpai pada bab 1, 2 dan 3.
Tanga ketiga bab ini, sulit bagi pembaca awam untuk nielangicali dengan sukses ke
bab-bab berikutnya. Bab 4 dan 5 adalah bagian yang membahas cara-cara melakukan
analisis kelayakan ekonomi suatu alternatif proyeka atau investasi sampai pada proses
pemilihan alternatif yang terbaik. Sedangkan bab 6 adalah bab yang secara khusus
akan memberikan tambahan analisis pada keputusankeputusan yang didasarkan alas
teknik-teknik pada bab 4 dan 5. Dalam dunia nyata, analisa tambahan ini sangat
penting dilakukan dalam rangka mengakomodasikan ketidakpastian yang sering kali
dihadapi dalam pengambilan keputusan.

Bab 7, 8 dan 10 mengetengahkan berbagai konsep dan teknik analisis yang


berkaitan dengan depresiasi, pajak, dan inflasi. Ketiga hal ini akan menyadarkan kita
bahwa aliran kas suatu investasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan
dengan kebijakan-kebijakan ekstemal perusahaan. Oleh karenanya, sudah sewajarnya
analis Ekonomi Teknik mempelajari ketiga bab ini, disamping untuk memahami
pengaruhnya pada ongkos yang harus ditanggung oleh suave proyek dalam kaitannya
dengan depresiasi dan pajak.

Tiga bab yang lain, yaitu bab 9, 11, dan 12 mengetengahkan aplikasi konsep-
konsep dan metode-metode Ekonomi Teknik dalam menganalisis permasalahan-
permasalahan pada waktu penggantian peralatan, analisa kelayakan proyek-proyek
pemerintah (sektor publik), serta dalam kaitamiya dengan penganggaran modal
investasi.

Kebutuhan setiap orang atau kelompok orang dalafn mempelajari Ekonomi


Teknik tentu tidak sama. Mahasiswa Teknik Sipil misalnya, mungkin harus mendalami
bab 11 yang membahas kelayakan ekonomi proyek-proyek sektor publik, sementara
mahasiswa Teknik Mesin mungkin harus mendalami bab 9 yang membahas analisa
penggantian suatu aset atau peralatan. lni berarti bahwa tidak semua disiplin ihnu
berkepentingan pada seluruh isi buku ini secara detail. Para pembaca yang
menginginkan pendalaman pada bab-bab tertentu disarankan untuk membaca buku-
buku referensi, antara lain yang dicanturrikan sebagai referensi pada bagian akhir
buku ini.

Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih yang sedal.am.. dalamnya


kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material
sehingga buku ini bisa diterbitkan dan diedarkan. Ucapan terima kasih khususnya
penulis sampaikan kepada I Ketut Gunarta, rekan dosen ITS yang membantu
menyiapkan beberapa bahan bacaan sehingga buku ini bisa disusun dengan lebih
sempurna, Suryananda dan Lokantara yang telah membantu menyiapkan transkrip
serta rancangan sampul buku ini, serta rekan-rekan Dosen Teknik Industri ITS yang
banyak memberikan dukungan moril pada penulis. Akhirnya penulis persembahkan
buku ini untuk nusa dan bangsa, kedua orang tua dan saudara-saudara, almamater,
para guru, dan para mahasiswa penulis yang tercinta.

Surabaya, Januari 1995

I Nyoman Pujawan
DAFTAR ISI

Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

BAB I BEBERAPA KONSEP DASAR TENTANG EKONOMI TEKNIK

1.1. Pendahuluan

1.2. Apa itu Investasi

1.3. Proses Pengambilan Keputusan Pada Ekonomi Teknik

1.4. Konsep Ongkos dalam Ekonomi Teknik

1.4.1. Ongkos Siklus Hidup

1.4.2. Ongkos Historic

1.4.3. Ongkos Mendatang dan Ongkos Kesempatan


1.4.4. Ongkos Langsung, Tak Langsung dan Overhead

1.4.5. Ongkos Tetap dan Ongkos Variabel

1.4.6. Ongkos Rata-rata dan Ongkos Marjinal

1.5. Tinjauan Singkat Prinsip-prinsip Akuntansi

1.5.1 Laporan Rugi Laba

1.5.2. Neraca

1.5.3. Akuntansi Biaya

1.6. Analisa Rasio pada Perusahaan

1.7. Rasio Keuangan untuk Analisa Likuiditas

1.7.1. Rasio, Lancar (Current Ratio)


1.7.2. Rasio Uji Cair (Acid Test Rasio)

1.7.3. Rasio Perputaran Persediaan

1.8. Rasio Debet

1.8.1. Rasio Debet terhadap Hak Milik

1.9. Rasio Profitabilitas


1.9.1. Rasio Profitabilitas dalam Kaitannya dengan

Penjualan

1.9.2. Profitabilitas yang Berkaitan dengan Investasi

BAB 2 BUNGA DAN RUMUS BUNGA

2.1. Nilai Uang dari Waktu

2.2. Perhitungan Bunga

2.2.1. Bunga Sederhana

2.2.2. Bunga Majemuk

2.3. Diagram Alir Kas

2.4. Rumus-rumus Bunga majemuk Diskret


2.5. Penurunan Rumus Pembayaran Tunggal

(mencari F bila diketahui P)

2.6. Faktor Nilai Sekarang dari Pembayaran Tunggal

(Mencari P bila diketahui F),

2.7. Faktor Pemajemukan deret Seragam

(Mencari F bila diketahui A)

2.8. Faktor Singking Fund Deret Seragam

(Mencari A bila diketahui F)

2.9. Faktor Nilai sekarang Deret Seragam

(Mencari P bila diketahui A)


(Mencari A bila diketahui P)

2.11. Menangani Aliran Kas Yang Tidak Teratur

2.12. Ringkasan Faktor-faktor Pemajemukan Diskret

2.13. Deret Gradien Aritmatik

Soal

BAB 3 JENIS BUNGA DAN PEMAJEMUKAN KONTINYU

3.1. Tingkat Bunga Efektif dan Nominal

3.2. Perhitungan untuk Periode Pembayaran yang

Lebih Besar dari Periode Pemajemukan

3.3. Perhitungan untuk Periode Pembayaran yang

Lebih Pendek dari Periode Pemajemukan

3.4. Pemajemukan Kontinyu

3.5. Rumus-Rumus Bunga Pemajemukan Kontinyu

3.5.1. Pemajemukan kontinyu untuk Aliran Kas Diskret

3.5.2. Pemajemukan Kontinyu untuk Aliran Kas Kontinyu

Soal

BAB 4 PEMILIHAN ALTERNATIF-ALTERNATIF EKONOMI

4.1. Mendefinisikan Alternatif Investasi

4.2. Menentukan Horizon Perencanaan

4.3. Mengestimasikan Aliran Kas

4.4. Menetapkan MARK

4.5. Membandingkan Alternatif-alternatif Investasi

4.6. Metode Nilai Sekarang (P)

4.7. Metode Nilai Sekarang untuk Proyek Abadi

4.8. Metode Deret Seragam,


4.9. Perhitungan Pembalikan Modal (Capital Recovery)

4.10. Metode Nilai Mendatang

4.11. Analisa Periode Pengembalian (Payback Period)

4.12. Melakukan Analisa Pelengkap

4.13. Memilih Alternatif Yang Terbaik

Soal

BAB 5 PERHITUNGAN DAN ANALISA RATE OF RETURN

5.1. Perhitungan Rate of Return (ROR)

5.2. External Rate of Return (ERR)

5.3. Explicit Reinvestment Rate of Return (ERRR)

5.4. Multiple Rate of Return

5.5. Analisa ROR Meningkat

5.6. Analisa ROR Meningkat dengan

Metode Diagram Jaringan Smith

Soal

BAB 6 ANALISA TITIK IMPAS, ANALISA SENSITIVITAS, DAN


ANALISA RESIKO
6.1. Pendahuluan

6.2. Analisa Titik Impas

6.2.1 Analisa Titik Impas pada Permasalahan Produksi

6.2.2 Analisa Taik Impas pada Pemilihan

 Alternatif Investasi
6.2.3 Analisa Titik Impas pada keputusan Jual-Beli

6.3. Analisa Sensitivitas

6.4. Analisa Resiko

6.4.1 Cara Menghitung Mai Harapan dan


Ukuran Penyebarannya

6.4.2 Tinjauan Singkat Distribusi Probabilitas

6.4.3 Pengambilan Keputusan pada Situasi yang

sangat tidak Pas

Soal

BAB 7 DEPRESIASI

7.1. Pendahuluan

7.2. Akuntansi Depresiasi

7.3. Dasar Perhitungan Depresiasi

7.4. Metode-metode Depresiasi

7.5. Metode Garis Lurus (SL)

7.6. Metode Jumlah Digit Tahun (SOYD)

7.7. Metode Keseimbangan, Menurun (DB)

7.8. Metode Depresiasi Sinking Fund (SF)

7.9. Penggantian Metode Depresiasi

7.10. Metode Depresiasi Unit Produksi (UP)

7.11. Perbandingan Metode-metode Depresiasi

7.12. Depresiasi pada Kelompok. Aset

7.13. Deplesi

Soal

BAB 8 PENGARUH PAJAK PADA ANALISA EKONOMI TEKNIK

8.1. Beberapa Definisi dalam Perhitungan Pajak

8.2. Perhitungan-perhitungan Dasar Perpajakan

8.3. Efek Pajak pada Model Depresiasi yang Berbeda

8.4. Mentabulasikan Aliran Kas setelah Pajak


Investasi tambahan yang diperlukan untuk pengadaan mesin bubut kecil dan
alas-alas bantu yang diperlukannya diperkirakan sekitar Rp. 100 juta. Mara pakai
ekonomis dari mesin ini adalah 25 tahun. Akan tetapi dinar pajak mengharuskan
mesin ini didepresiasi selama 5 tahun dengan estimasi nilai sisa pada akhir tahun ke-5
adalah Rp. 60 juta. Apabila PT. XYZ hanya man membayar Rp. 45 per unit komponen
A101 apakah perusahaan akan menandatangani kontrak 10000 unit komponen
tersebut dan membeli mesin bubut kecil seperti yang diusulkan oleh insinyur tadi '?

Permasalahan di atas hanyalah sebuah ilustrasi untuk memahami bagaimana


tipe keputusan yang dihadapi oleh seorang ahli ekonomi teknik, termasuk diantaranya
adalah melakukan investigasi dalam rangka mengestimasikan ongkos-ongkos yang
terlibat dalam penentuan keputusan investasi. Pada ilustrasi diatas terlihat bahwa
berhagai komponen ongkos harus dipertimbangkan dan diestimasi besarnya sehingga
langkah-langkah evaluasi untuk membandingkan perforroasi ekonomi suatu (atau
berbagai) alternatif bisa dilakukan dengan baik. Dengan demikian maka sebelum
mempelajari bagaimana teknik-teknik membandingkan dan memilih alternatifalternatif
investasi, terlebih dahulu harus dipahami konsep-konsep dan terminologi ongkos yang
berkaitan. Berikut ini akan dibahas beberapa konsep yang berkaitan dengan ongkos
siklus hidup, ongkos historic, ongkos kesempatan, ongkos langsung-tak langsung,
ongkos tetap variabel, dan ongkos rata-rata dan marjinal.

1.4.1. Ongkos Siklus Hidup

Ongkos siklus hidup (life cyde cost) dari suatu item adalah jumlah semua
pengeluaran yang berkaitan dengan item tersebut sejak dirancang sampai tidak
terpakai lagi. Istilah "item" dimaksudkan untuk merepresentasikan berbagai hal
seperti mesin, peralatan, lini hidup bisa terdiri dari berbagai komponen antara lain
ongkos penelitian dan pengembangan, ongkos fabrikasi, ongkos operasional dan
perawatan, ongkos penghancuran, dan sebagainya. Ilustrasi dari ongkos siklus hidup
pada suatu item diperlihatkan pada gambar 1.3.
Gambar 1.3. Ilustrasi ongkos siklus hidup yang terdiri dari ongkos penelitian dan
 pengembangan (1), ongkos perancangan, pembuatan dan pengetesan
(2), ongkos operasional (3), dan ongkos perawatan dan disposisi (4).

Karena pembahasan pada bab-bab ini berkaitan dengan evaluasi performansi


ekonomi proyek-proyek teknis, perbandingan alternatifalternatif proyek, dan
penggantian suatu asset, maka agar sesuai dengan kebutullan tersebut, ongkos siklus
hidup didefinisikan sebagai kombinasi dari (t) ongkos awal (first cost), (2) ongkos
operasional dan perawatan. dan (3) ongkos disposisi (disposal).

Ongkos awal dari suatu item adalah keseluruhan investasi awal yang
dibutuhkan untuk mengadakan item tersebut dan tidak akan berulang selama masa
pakainya. Dalam pengadaan sebuah mesin bubut misalnya, ongkos awal mungkin
terdiri dari harga mesin itu sendiri, ongkos pelatihan operator, ongkos pengangkutan
dan instalasi, dan beberapa ongkos tambahan untuk alas bantu. Dengan kata lain,
yang dimaksud dengan ongkos awal bukanlah sematamata harga dari i tem tersebut.

Ongkos operasional dan perawatan adalah ongkos-ongkos adalah senantiasa


terjadi berulang-Mang yang diperlukan untuk mengoperasikan dan merawat i tem yang
bersangkutan selama pakainya. Ongkos operasional biasanya terdiri dari ongkos
tenaga kerja, ongkos bahan, dan ongkos-ongkos tambahan lainnya (overhead cost).
Biasanya ongkos-ongkos operasional dan perawatan dinyatakan pertahun, walaupun
ongkos-ongkos perawatan tidak selamanya berulang dengan periode tahu nan.

Apabila siklus hidup suatu item berakhir maka ongkos disposisi akan terjadi.
Ongkos disposisi bisa terdiri atas ongkos tenaga kerja yang diperlukan LIMA
memindahkan item tersebut, ongkos pengiriman dan berbagai ongkos lain yang
berkaitan dengan pemindahan atau penghancuran suatu item. Walaupun ongkos
disposisi selalu terjadi pada akhir siklus dari suatu item, namun biasanya item
tersebut masih memiliki nilai jual. Dengan mengurangi nilai jual dengan ongkos
disposisi yang dibutuhkan maka diperoleh suatu nilai sisa (salvage value) dari item
tersebut.

Nilai jual, ongkos disposisi dan nilai sisa suatu item biasanya tidak diketahui
dengan pasti sehingga besarnya selalu diestimasikan.

1.4.2. Ongkos Historic

Ongkos historic yang dimaksudkan disini terdiri dari dua bagian yaitu ongkos
masa lalu (past cost) dan ongkos tak terbayar (sunk cost). Past cost adalah ongkos
yang terjadi di masa lalu dan belum terbayar sampai saat ini sehingga masih tetap
kelihatan untuk masa yang akan datang. Secara umum sunk cost tidak relevan dalam
peinbahasan yang berkaitan dengan ekonomi teknik.

Untuk membedakan kedua jenis ongkos tersebu", misalkan sebuah investor


membeli 100 lembar saliam perusahaan XYZ lewat pialang seharga Rp. 20 ribu per
lembar. la juga harus membayar jasa pialang Rp. 100 ribu. Setelah dua bulan berlalu,
investor tadi menjual lagi seniva saham seharga Rp. 30 ribu per lembar dan is juga
membayar pengeluaran untuk penjualan ini sebanyak Rp. 150 ribu. Dengan demikian
investor tadi akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp. (3.000.000 - 2.000.000 -
100.000 - 150.000) = Rp. 750.000. Pada saat dia menjual kembali sahamnya maka
Rp. 2 juta dan Rp. 100 ribu adalah past cost, tetapi bukan sunk cost karena ongkos ini
akhirnya terbayar (tertutupi) pada saat penjualan kembali sahain tersebut. Misalkan
investor tadi menjual sahamnya seharga Rp. 15 ribu per lembar dan membayar
tambahan pengeluaran untuk penjualan sebanyak Rp. 100 ribu maka investor tadi
akan rugi sebanyak Rp. (1.500.000 - 2.000.000 - 100.000 - 100.000) = Rp. 700.000.
Pada kasus yang kedua ini kerugian sang investor sebesar Rp. 700.000 dinamakan
sunk cost karena akhirnya tidak akan pernah tertutu pi.

lstilah sunk cost juga Sering muncul pada proses depresiasi. Sunk cost dalam
hal ini akan muncul apabila nilai jual dari suatu item ternyata lebih kecil dari nilai jual
yang diestimasikan sebelurrmya (yang tertulis dalam nilai buku). Jadi sunk cost dapat
dirumuskan sebagai berikut

Sunk cost = nilai buku saat ini - nilai jual saat ini ... (1.1)

Dalam hal ini sunk cost biasanya diakibatkan karena kesalahan estimasi nilai sisa
suatu item.
1.4.3. Ongkos Mendatang dan Ongkos Kesempatan

Semua ongkos yang mungkin terjadi di masa mendatang disebut ongkos


mendatang (future cost). Ongkos mendatang, seperti halnya pendapatan mendatang,
selalu mengandung unsur ketidakpastian atau resiko karena b esarnya hanya diperoleh
dari proses peramalan atau estimasi. Namun dalam analisa-analisa ekonomi teknik,
ongkos-ongkos mendatang sering kali diasumsikan pasti. Unsur ketidakpastian dalam
ekonomi teknik akan dibahas pada analisa sensitivitas dan analisa resiko pada bab 6 .

Di sisi lain, ongkos kesempatan timbul karena pada umumnya akan ada lebih
dari satu kesempatan untuk melakukan investasi, namun karena keterb atasan cumber
daya maka investor biasanya hanya memilih satu alternatif saja. Begitu seorang
investor memutuskan untuk memilih suam alternatif investasi maka pada saat itu juga
ia kehilangan kesempatan untuk melakukan investasi pada alternatif yang lainnya.
Ongkos yang diperhitungkan dari hilangnya kesempatan melakukan investasi pada
alternatif lain karena telah memutuskan untuk memilih suatu alternatif disebut ongkos
kesempatan (opportunity cost). Besarnya ongkos kesempatan biasanya dihitung
berdasarkan nilai terbesar yang bisa dihasilkan dari alternatif terbaik yang ditolak.
sebagai comoh, misalkan seseorang menyimpan uang sebesar Rp. 1 juta di koperasi
yang menawarkan bunga sebesar 10% per tahun. Dengan menyimpan uang di
koperasi maka ia telah kehilangan kesempatan untuk memperoleh bunga (yang,
mungkin lebih besar) bila ia menyimpan uang tersebut di bank. Misalkan bunga
tertinggi yang ditawarkan oleh berbagai bank adalah 12% per tahun maka orang tadi
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tambahan bunga sebasar Rp. 20 ribu
dalam setahun. Nilai sebesar Rp. 20 ribu. ini disebut dengan ongkos kesempatan.

Logika yang sama dipakai untuk mendefinisikan ongkos kesempatan pada


investasi bisnis dan proyek-proyek teknis. Pembelian mesin-mesin produksi yang
membutuhkan uang sebesar Rp. 100 juta misalnya, akan rnenghilangkan kesempatan
untuk menginvestasikan uang tersebut pada proyek yang lain. Bila misalnya ada
investasi lain yang ternyata bisa mendapatkan hasil yang lebih besar daripada
pembelian mesin-mesin tadi maka akan timbul ongkos kesempatan.

1.4.4. Ongkos Langsung, Tak Langsung dan Overhead

Ongkos langsung adalah yang dengan mudah bisa ditentukan pada suatu
operasi, produk atau proyek yang spesifik. Ongkos langsung terdiri dari ongkos bahan
langsung dan ongkos tenaga kerja langsung. Ilustrasi tentang ongkos-ongkos ini
diperlihatkan pada gambar 1.4.
Ongkos tak langsung adalah ongkos-ongkos yang sulit, bahkan tidak mungkin
ditentukan secara langsung pada suatu operasi, produk atau proyek yang spesifik.
Ongkos tak langsung terdiri dari ongkos bahan tak langsung, ongkos tenaga kerja tak
langsung dan ongkosongkos lain yang sejenis.

Ongkos overhead adalah ongkos-ongkos manufakturing selain ongkos


langsung. Dengan demikian maka ongkos tak langsung juga termaSLIk dalam ongkos
overhead.

Pada gambar 1.4. tampak pula bahwa harga pokok penjualan (cos[ of goods
sold) adalah jumlah ongkos pembuatan sebuah produk setelah ditambahkan ongkos
penjualan dan ongkos administrasi dan umum. Untuk mendapatkan keuntungan
(profit) maka harga jual hares diset lebih tinggi dari harga pokok penjualan. Harga
pokok produksi (cost of goods manufactured) adalah ongkos-ongkos yang terdiri dari
ongkos langsung (atau ongkos dasar) dan ongkos overhead pabrik. Ongkos-ongkos
overhead juga terjadi pada bagian umum, administrasi dan penjualan sehingga
disamping ongkos overhead pabrik juga ada ongkos overhead umum dan administrasi
dan ongkos overhead penjualan.

Gambar 1.4. Struktur ongkos-ongkos manufakturing


1.4.5. Ongkos Tetap dan Ongkos Variabel

Pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan umum dan administrasi, pajak dan


asuransi, depresiasi bangunan maupun peralatan, dan sebagainya hampir selalu bisa
dikatakan tidak terpengaruh besarnya pada jumlah output yang dihasilkan oleh suatu
sistem dalam jangka waktu tertentu. Ongkos-ongkos yang seperti ini, yakni yang
besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah output atau volume produksi disebut ongkos
tetap (sixed cost). Di sisi lain, ongkos variabel adalah ongkos-ongkos yang secara
proporsional dipengaruhi oleh jumlah output. Ongkos bahan langsung dan ongkos
tenaga kerja langsung adalah dua contoh d ari ongkos variabel.

Disamping ongkos tetap dan ongkos variabel, banyak juga ongkos yang
memiliki komponen tetap dan komponen variabel. Ongkos yang sepert ini disebut
dengan ongkos semi variabel. Sebagai contoh, bagian perawatan mungkin memiliki
sejumlah karyawan tetap dengan gaji yang tetap selama jangka waktu tertentu. Akan
tetapi jumlah pekerjaan perawatan mungkin akan sebanding denagn banyaknya
output yang dikeluarkan. Jadi ongkos total perawatan akan mengandung ongkos tetap
dan ongkos variabel. Ongkos energi listrik, tenaga kerja tak langsung, dan ongkos
bahan tak langsung juga termasuk dalam klasifikasi ongkos ini.

Ongkos total suatu sistem (produksi) bisa dijumlahkan dari ongkos tetap dan
ongkos variabel. Misalkan kita meninjau ongkosongkos yang terjadi pada pembuatan
suatu produk maka akan kita dapatkan suatu hubungan :

TC(x) = FC + VC(x) (1.2)

Dimana TC(x) = ongkos total untuk membuat produk sejumlah x

FC = ongkos tetap

VC(x) = jumlah ongkos variabel untuk membuat x produk.

Apabila digambarkan dalam suatu grafik maka hubungan TC(x), FC dan VC(x)
terlihat pada gambar 1.5. Konsep ongkos tetap, ongkos variabel dan ongkos total ini
akan banyak dipakai pada pembahasan titik impas (Break Event Point).

1.4.6. Ongkos Rata-rata dan Ongkos Marjinal

Ongkos rata-rata per satuan unit produk adalah rasio antara ongkos total
dengan jumlah output, atau secara matematis dapat dinyatakan dengan
terlebih dahulu dari pihak mans suatu diagram aliran kas akan dibuat. Bila Si A
meminjam uang sebesar Rp. 10.000 kepada Si B dengan bunga 10% dan
dikembalikan dalam 3 periode mendatang maka aliran kas Si A dan Si B akan tampak
pada gambar 2.2.

Penggambaran diagram aliran kas adalah langkah awal dalam menyelesaikan


suatu persoalan ekonomi teknik yang melibatkan berbagai transaksi yang terjadi pada
berbagai periode. Suatu dia- gram aliran kas bukan hanya membantu dalam
mengindentifikasikar, transaksi antara sistem dengan pihak luar, tetapi juga
membantu memperjelas sudut pandang seseorang dalam melakukan analisis.
Disamping itu, diagram ini juga membantu mereduksi kemungkinan kesalahan yang
terjadi dalam melakukan analisa karena akan dengan mudah bisa dilakukan evaluasi
data.

Gambar 2.2. Diagram aliran kas dari 2 sudut pandang yang berbeda (a) dari sudut
 peminjam (Si A) dart (b) dari sadist pemberi pinjaman (Si B)

2.4. Rumus-rumus Bunga majemuk Diskret

Pemajemukan (Compounding) adalah suatu proses materuati, penambahan bunga


pada induk sehingga terjadi penambahan jumlal induk secara nominal pada periode
mendatang. Dengan demikiai proses pemajemukan adalah suatu alas untuk
mendapatkan nilai yanj ekuivalen pada suatu periode mendatang dari sejumlah uang
pad, saat ini bila tingkat bunga yang berlak-u diketahui. Nilai ekuivalen d suatu saat
mendatang ini disebut dengan istilah Future Worth (FW dari nilai sekarang.
Gambar 2.3. Hustrasi pemajemukan (a) dan diskonting (b)

Sebaliknya, proses untuk menentukan nilai sekarang dari sejumlah uang yang
nilainya beberapa periode mendatang diketahui disebut dengan diskonting
(discounting). Jadi bisa dikatakan bahwa proses diskonting adalah lawan dari proses
pemajemukan. Nilai sekarang dari suatu jumlah uang periode mendatang dinamakan
Present Worth (PW). Secara diagramatis kedua proses diatas bisa diilustrasikan pada
gambar 2.3.

Dalam buku ini akan diadopsi notasi-notasi yang ditetapkan oleh standar
nasional Amerika untuk terminologi Teknik Industri untuk Ekonomi Teknik. ANZI
Z94.5 - 1972. Notasi-notasi tersebut adalah sebagai berikut :

r = tingkat bunga nominal per periode

i = tingkat bunga efektif per periode

N = jumlah periode pemajemukan

P = nilai sekarang (Present Worth) atau nilai ekuivalen dari satu atau atau lebih
aliran kas pada suatu titik yang didefinisikan sebagai waktu saat ini

F = nilai mendatang (Future Worth), nilai ekuivalen dari satu atau lebih aliran
kas pada suatu titik yang didefinisikan sebagai waktu mendatang

A = aliran kas pada akhir periode yang besarnya sama untuk beberapa periode
yang berurutan (Annual Worth)

G = suatu aliran kas dimana dari satu periode ke periode berikutnya terjadi
penambahan atau pengurangan kas sejumlah tertentu yang besarnya sama

2.5. Penurunan Rumus Pembayaran Tunggal (mencari F bila diketahui P)


Jika uang sejumlah P diinvestasikan saat ini (t=0) dengan tingkat bunga efektif
sebesar i% per periode & dimajemukkan tiap periode maka jumlah uang tersebut
pada waktu akhir periode 1 akan menjadi

F1 = P + bunga dari P

= P + Pi = P (1 + i)

pada akhir periode 2 akan menjadi

F2 = F1 + bunga dari F 1

= P (1 +i) + P (1 +i)i

= P (1+i) (1+i)

= P (1+1)2

Senada dengan itu, pada akhir periode 3 akan menjadi

F3 = F2 + F2 i

= P (1 + i) 2 + P (1 + i) 2 i

= P (1 + i) 2 (1 + i)

= P (1 + i) 3

dengan analogi diatas maka pada akhir periode ke N, jumlah uang tersebut akan
menjadi

F = P (1 + i) N  (2.3)

Ringkasan Ilustrasi efek pemajemukan tersebut dapat ditunjukkai seperti pada


Label 2.3. berikut :
Tabel 2.3. Efek pemajemukan bunga

Akhir Jumlah Bunga untuk Hutang pada periode


periode hutang periode berikut berikutnya

(A) (B) = (A) i (C) = (A) + (B)

0 P Pi P + Pi = P(1 +i)

1 P(1+ i) P(1+ i) i P(1 +i) + P(1+i) i = P(1 +i)

2 P(1 + i)2 P(1+ i)2 i P(1 +i)2 + P(1+i)2i = P(1 +i)

3 P(1+ i)3 P(1+ i)3i P(1 +i)3 + P(1+ i)3i = P(1 +i)

N-1 P(1 + i)N-1 P(1 + i)N -1 i P(1 + i)N-i + P(1 +i)N-1i = P(1 +i)

N P(1+ i)4

Faktor (1 + i)N  dinamakan faktor jumlah pemajemukan pembayaran tunggal


(single payment compound amount factor = SPCAF) dan akan menghasilkan jumlah F
dari nilai awal sejumlah P setelah dibungakan secara majemuk selama N periode
dengan tingkat i% per periode. Jelasnya, SPCAF bisa didefinisikan sebagai berikut :


F/P = (I + i) (2.4)

Persamaan 2.4 ini juga bisa dinyatakan sebagai berikut

F/P = (F/P, i%. N) (2.5)

Yang artinya adalah kita ingin mendapatkan F dengan mengetahui nilai P, i%


dan N. Dengan demikian, persamaan tersebut juga bi sa diekspresikan dengan :

F = P (F/P, i%. N) (2.6)

Dengan melakukan perumusan seperti ini maka dengan mudah kita akan
mendapatkan nilai-nilai F pada berbagai nilai P, i dan N yang berbeda karena faktor
(F/P, i%, N) telah tersedia dalam bentuk tabel untuk berbagai nilai i dan N. (lihat tabel
lampiran B)
Contoh 2.3.

Seorang karyawan meminjam uang di bank sejumlah Rp. 1 juta dengan bunga
12% per tahun dan akan dikembalikan sekali dalam 5 tahun mendatang. (a) gambar
diagram alir kas dari persoalan tersebut. Hitunglah jumlah yang harus dikembalikan
(b) dengan rumus (c) dengan tabel.

Solusi :

a. Gambar diagram aliran kas dari persoalan tersebut adalah sebagai berikut

Gambar 2.4. Diagram alir kas dari soal 2.3

b. Dengan rumus, diketahui P = Rp. 1 juta, i = 12%, N = 5, maka


F = Rp. 1 juta (1 + 0,12)5

= Rp. I juta (1,12)5

= Rp. 1 juta (1.7623)

= Rp. 1,7623 juta

c. Dengn tabel, lihat pada lampiran B pada i = 12% dan N = 5, pada tabel tersebut
akan tampak angka 1,762 (Perhatikan cara melihat tabel seperti gambar 2.5.
berikut

Ganibar 2.5. Cara melihat tabel faktor bunga


Dengan demikian maka nilai F adalah :

F = Rp. 1 juta (F/P, 12%, 5)

= Rp. 1 juta (1,762)

= Rp. 1,762 juta

Perbedaan angka kedua perhitungan diatas disebabkan karena pembulatan


yang dilakukan pada pembuatan tabel. Sebetulnya angkaangka pada tabel adalah
perhitungan rumus faktor SPCAF di alas.

2.6. Faktor Nilai Sekarang dare Pembayaran Tunggal (Mencar P bila diketahui
F)

Dari Persamaan (2.3) diatas, kita juga bisa menulis persamaar P sebagai
berikut :

 1 
P=F    (2.7)
 (1 + i) 
N

Faktor yang berada dalam kurung dinamakan faktor nilai sekarang pembayaran
tunggal (Single-Payment Present Worth Factor SpPWF), atau wring hanya disebut
faktor nilai sekarang. Faktor ini memungkinkan kita menghitung nilai sekarang dari
suatu nilai F dan N periode mendatang bila tingkat bunga yang berlaku adalah i%,
Diagram aliran kas dari persoalan yang seperti ini digambarkan pada gambar 2.6

Gambar 2.6. Diagram aliran kas untuk mendapatkan P bila F diketahui

Secara fungsional faktor SPPWF dapat dinyatakan dengan (P/F, i%, N), artinya
kita ingin mendapatkan P dengan mengetahui nilai F, i% dan N. Oleh karenanya,
Persamaan (2.7) dapat diekspresikan dalam bentuk fungsional sebagai berikut :

P F (P/F, i%. N) (2.8)


Gambar 2.21. Diagram aliran kas untuk contoh 2.12 (a) bagian derel seragam (b) dan
bagian gradien (c) Disini berlaku hubungan (a) = (b) + (c)

a. Nilai sekarang (P) dapat dihitung sebagai berikut

P = P1 + P2

= Rp. 6 juta (P/A, 15 %. 5) + Rp. 0,5 juta (P/G. 15 %, 5)

= Rp. 6 juta (3,352) + Rp. 0,5 juta (5,775)

= Rp. 22,9995 juta

b. Nilai pada tahun ke-5 bisa dihitung dengan mengubah P ke F.

F = P (F/P. 15 %. 5)

= Rp. 22,9995 juta (2,011)

= Rp. 46.252 juta

atau langsung dari diagram aliran kas gambar 2.21 yaitu

F = F1 + F2

= Rp. 6 juta (F/A, 15 %, 5) + Rp. 0,5 juta (F/G, 15 %, 5)

= Rp. 6 juta (6,742) + Rp. 0,5 juta (11,62)

= Rp. 46,262 juta


selisih antara basil pertama dan kedua adalah efek dari pembulatan.

c. Nilai deret seragam juga bisa didapatkan dengan cara tersebut, yaitu :

A = P (A/P. 15%. 5)

= Rp. 22.9995 juta (0.29832)

= Rp. 6.861 juta

atau

A = A1 + A2

= Rp. 6 juta + Rp. 0,5 juta (A/G, 15%, 5)

= Rp. 6 juta + Rp. 0,5 juta (1,723)

= Rp. 6,862 juta

atau dicari dari F yang didapatkan pada perhitungan (b).

Contoh 2.13

Perhatikan gambar 2.22. (a). Berapakah nilai A agar keseluruhan nilai-nilai


pada diagram aliran kas tersebut sama dengan nilai dari diagram aliran kas pada
gambar 2.22. (b) " Gunakan tingkat bunga 10%.

Gambar 2.22. Diagram aliran kas untuk contoh 2.13

Solusi

Untuk mendapatkan nilai A2 pada gambar 2.22. (b) maka aliran kas pada
gambar 2.22. (a) diubah terlebih dahulu menjad nilai seragam antara periode 2
sampai 6, sebut saja hasilnya adalal A1. Untuk memperoleh nilai A1, diagram 2.22.
(a) diuraikan menjad dua bagian seperti yang terlihat pada gambar 2.23., yaitu
2.23. (a dikurangi 2.23. (b).

Gambar 2.23. Diagram aliran kas (a) dikurangi (b) adalah sama dengan diagram
aliran kas pada gambar 2.22. (a)

Dari sini diperoleh nilai Al sebagai berikut

A1 = 1000 - 200 (A/G, 10%, 5)

= 1000 - 200 (1,810)

= 638

A2 diperoleh dengan menggeser A2 satu periode kedepan, atau

A2 = A1 (P/F, 10 %, 1)

= 638 (0,9091)

= 580

Contoh 2.14

Carilah nilai i yang mengakibatkan 2 aliran kas pada diagram gambar 2.24.
menjadi ekuivalen.
Gambar 2.24. Solusi

Dengan mengkonversi semua aliran kas. ke dalam deret seragam akan


diperoleh persamaan berikut :

-4.000 (A/P, i. 5) + 1.500 = -7.000 (A/P, i, 5) + 1.500 (AIG, i. 5)

atau

3000 (A/P. i, 5) = 500 (A/G. i, 5)

atau

(A/G, i, 5) = 6 (A/P. i, 5)

Ini berarti kita mencari suatu nilai yang menyebabkan nilai A/ G adalah 6 kali
nilai A/P dalam 5 periode. Setelah dicari dalam Label bunga nilai i yang dimaksud
terletak antara 12% Ban 15% sehingga nilai i ini harus dicari dengan cara interpolasi
linier.

Pada i = 12%, nilai

(A/G. 12 %, 5) - 6 (A/P, 12 %, 5) = 0,1102

Pada i = 15 %, nilai

(A/G. 15%, 5) - 6 (A/P. 15%, 5) = -0,0670

Kita akan mencari i sehingga nilai (A/G, i%, 5) - 6 (A/P, M 5) = 0.

Dengan interpolasi diperoleh :

(0,15 - 0,12)(0,1102)
i = 0,12 +
(0,1102 + 0,0670 )

i = 0,1386
= 13,86%

Jadi kedua diagram tersebut akan ekuivalen pada bunga yang besarnya sekitar
13,86%.

Soal :

1. Berapakah yang harus anda simpan dalam jumlah yang sama berturut-turut
selama 5 tahun mulai sekarang sehingga dengan bunga 10% anda akan
memperoleh uang tersebut sebesar Rp,12 juta pada tahun ke-10 ?
2. Berapa lama suatu tabungan harus disimpan sehingga nilainya menjadi 2 kalinya
bila bunga yang berlaku adalah 8% ?
3. Berapakah uang terkumpul ditahun ke-25 bila setahun dari sekarang
didepositokan sebesar Rp. 1 juta, 6 tahun dari sekarang didepositokan sebesar
Rp. 3 juta dan 10 tahun dari sekarang didepositokan sebesar Rp. 5 juta. ?
Gunakan i = 10%
4. Seorang Bapak merencanakan beasiswa bagi seorang anaknya, yang masih
berusia 2 tahun. Bapak ini berupaya agar setelah mahasiswa, anaknya bisa
menarik beasiswa ini sebesar Rp. 2,5 juta tiap tahun selama 5 tahun dan anaknya
masuk perguruan tinggi pada usia 19 tahun. Bila sang Bapak akan menabungkan
anaknya mulai tahun ini sampai anaknya hendak masuk ke perguruan tinggi,
berapa sang Bapak harus menabung tiap tahut (dengan jumlah yang sama) bila
tingkat bunga yang diberikan adalah 13% per tahun ?
5. Sebuah perusahaan mernbeli gedung bekas untuk keperlun 1 pabriknya. Untuk
biaya perawatan dan perbaikan diperlukan biaya. Rp. 5 juta pada tahun pertama,
Rp. 8 juta pada tahun ke 5, dan Rp. 7 juta pada tahun ke 15. Bila umur gedung in
diperkirakan 20 tahun berapakah nilai perkiraan biaya-biaya tersebut bila
diekuivalenkan dengan pengeluaran tahunan selam umur bangunan tersebut ?,
Gunakan i = 12%
6. Sebidang tanah dibeli dengan harga Rp. 25 juta. Disetujui oleh pembeli mampu
penjual bahwa pembayaran meningkat Rp. 3 juta setiap tahun. Pembayaran
dimulai pada tahun ini. Bila tingkat bunga adalah 12% pertahun berapakah
besarnya pembayaran pada tahun yang ke-5 (yang terakhir) ?
7. Misalkan suatu instansi memiliki perkiraan pengeluaran untuk promosi selama 9
tahun bertahun-tahun sebesar Rp. 2 juta, 3 juta, 4 juta, 5 juta, 6 juta, 5 juta, 4
 juta, 3 juta dan 2 juta. Bila tingkat bunga adalah 10% per tahun tentukanlah nilai
deret seragam dari semua pengeluaran tersebut selama 9 tahun.
8. Seorang manajer pabrik sedang memikirkan apakah ia akan membeli sebuah
mesin sekarang atau menunggu 3 tahun lagi. Mesin tersebut saat ini berharga Rp.
50 juta dan 3 tahun lagi harganya menjadi Rp. 70 juta. Jika perusahaan
menggunakan tingkat bunga 20% per tahun apakah sebaiknya manajer pabrik
membeli mesin tersebut sekarang ? Asumsikan tidak ada permasalahan teknis
yang timbul dari keputusan membeli sekarang atau 3 tahun lagi.
9. Perhatikan diagram aliran kas berikut ini

Berapakah harga X agar semua pengeluaran tersebut sama dengan penerimaan


pada periode awal yang besarnya 6000 ? Gunakan i = 15% per periode.

10 . Hitunglah besarnya G dari aliran kas yang ditunjukkan pada Label berikut agar
nilai awal (P) dari semua aliran kas tersebut bernilai Rp. 57.000 bila bunga yang
berlaku adalah 15% pertahun.
Tahun 1 2 3 4 5 6 7

Aliran 8.000 8.000+G 8.000+3G 8.000+4G 8.000+5G 8.000+5G 8.000+6G

11. Sebuah perusahaan ingin menghemat pemakaian energi dengan memasang


sebuah alat yang harganya Rp. 15 juta. Alat ini diperkirakan akan memberikan
penghematan Rp. 2 juta pada tahun pertama dan meningkat sebesar Rp. 0,5 juta
setiap tahun. Dengan menggunakan tingkat bunga 25% per tahun hitunglah
berapa lama waktu yang dibutuhkan agar penghematan yang diberikan impas
dengan harga alat tersebut.

12. Dana yang dibutuhkan oleh sebuah proyek pada tahun pertama adalah Rp. 2,5
 juta, pada tahun kedua Rp. 2,8 juta dan naik tiap tahun sebesar 0,3 juta pada
tahun-tahun selanjutnya. Berapa tahunkah proyek tersebut harus selesai agar
dana yang dibutuhkan tidak lebih dari Rp. 20 juta (nilai saat proyek baru dimulai)
bila tingkat bunga yang dipakai adalah 18% pertahun ?
13. Sebuah bank perkreditan rakyat menawarkan pinjaman sebesar Rp. 1 juta dengan
pembayaran pengembalian sebanyak Rp. 155 ribu tiap tahun sebanyak 10 kali.
Pembayaran pertama dilakukan pada tahun depan. Berapakah tingkat bunga yang
dipakai oleh bank tersebut.
14. Perusahaan X memberikan kesempatan persiapan pensiun bagi para karyawannya
dengan menabung sebesar Rp. 1,5 juta tiap tahun selama 25 tahun. Tabungan
pertama dilakukan setahun setelah karyawan mulai bekerja. Perusahaan menjamin
akan mengembalikan tabungan tersebut sebesar Rp. 60 juta pada saat karyawan
pensiun. Berapakah bunga tabungan karyawan tersebut ?
Bab 3

JENIS BUNGAN DAN

PEMAJEMUKAN KONTINYU

3.1. Tingkat Bunga Efektif dan Nominal

Pada bab 2 telah diuraikan perbedaan antara bunga sederhana dan bunga
majemuk. Perbedaan dasar kedua bunga ini terletak pada apakah bunga yang
dihasilkan oleh induk akan ikut berbunga pada periode-periode berikutnya ataukah
hanya induk awalnya saja yang berbunga. Istilah bunga nominal dan bunga efektif
mengacu pada perbedaan diatas, hanya saja kedua jenis bunga ini hanya digunakan
bila periode pemajemukannya kurang dari satu tahun (misalnya sebulan sekali,
setahun 4 kali, dan sebagainya).

Dalam analisa-analisa ekonomi teknik, ketelitian yang tinggi dalam perhitungan


bunga tidak selalu diperlukan karena kebanyakan data-data yang dipakai biasanya
masih berupa ramalan yang didasarkan pada kecenderungan-kecenderungan masa
lalu. Oleh karenanya tidak selalu penting untuk membedakan apakah pemajemukan
akan dilakukan bulanan, tiga bulanan, empat bulanan, atau tahunan. Pada persoalan-
persoalan yang seperti ini akan lebih baik bila perhitungan-perhitungan dilakukan
dengan periode tahunan. Namun perlu juga dipertimbangkan, ada beberapa bidang
yang mengharuskan analisa tingkat bunga dilakukan secara cermat. Salah satu
contohnya adalah pada perbankan dan dunia keuangan l ainnya.

Secara spesifik dapat dikatakan bahwa tingkat bunga nominal tahunan adalah
perkalian antara jumlah periode pemajemukan per tahun dengan tingkat bunga per
periode. Misalkan pemajemukan dilakukan tiap bulan dengan tingkat bunga 1,5% per
bulan maka tingkat bunga nominal tahunnya adalah 12 x 1,5% = 18%.

Dari sini maka dapat dikatakan bahwa perhitungan tingkat bunga nominal
mengabaikan nilai uang dari waktu, seperti halnya pada tingkat bunga sederhana
yang dijelaskan pada bab 2. Secara matematis tingkat bunga nominal (tahunan)
dapat diekspresikan dengan

r=i.m (3.1)

dimana :
r = tingkat bunga nominal (tahunan)

i = tingkat bunga nominal (atau tingkat bunga efektif) per periode


pemajemukan

m = jumlah pemajemukan tiap tahun.

Tingkat bunga efektif adalah tingkat bunga tahunan termasuk efek


pemajemukan dari setiap periode yang kurang dari satu tahun. Dengan kata lain
tingkat bunga efektif adalah tingkat bunga tahunan yang sebenarnya dengan
memperhatikan pemajemukan yang terjadi, selama setahun. Dengan demikian maka
tingkat bunga efektif dapat dirumuskan

ieff  = (1+i)m – 1 (3.2)

dengan mengganti i dengan rim (lihat persamaan 3.1) maka persamaan (3.2)
dapat ditulis

ieff  = (1 +r/m)m - 1 (3.3)

Jadi. bila pada ilustrasi diatas kita mendapatkan tingkat bunga nominal tahunan
sebesar 18% maka tingkat bunga efektifnya adalah

Ieff  = (1+0,015)12 - 1

= 19,5618%

atau kita bisa menggunakan persamaan (3.3)

12
 0,18 
i eff  = 1 + −1
 12 

= 19,5618%

Dengan pendekatan lain, tingkat bunga efektif dapat di hitung dari

F-P
i eff  =
P

Atau

F
i eff  = −1
P

Dimana:
P = nilai sekarang dari suatu aliran kas

F = nilai mendatang (pada suatu saat tertentu) dari suatu aliran kas.

Dengan mengacu pada persamaan (2.3) maka secara umum dapat diformulasikan:

I/N
F
i eff  =   −1
P

Bila kita tinjau kembali persamaan (3.3) maka dapat diketahui bahwa bunga efektif
adalah fungsi dari m, jumlah pemajemukan yang, dilakukan dalam setahun. Bila nilai
m bertambah maka bunga efektif tahunan juga akan meningkat. Sebagai ilustrasi dari
fenomena ini, pada tabel 3.1 diperlihatkan bunga efektif yang terjadi untuk berbagai
nilai m yang berbeda dengan menggunakan tingkat bunga nominal 15% per tahun.
Dari tabel ini terlihat bahwa tingkat bunga efektif maupun nominal akan sama bila
pemajemukan dilakukan setahun sekali.

Tabel 3.1 Perbandingan Bunga Efektif dan Nominal pada berbagai nil ai m

Jumlah Tingkat bungaNominal Tingkat bunga efektif


pemajemukan/tahun(m)
(r) % (ieff  )%

1 15 1
 0,15 
1 + 1  − 1 = 15%

2
2 15  0,15 
1 + 2  − 1 = 15,5625

12
 0,15 
12 15 1 + 12  − 1 = 16,0755

365
 0,15 
1 + 365  − 1 = 16,1798
365 15

Untuk membandingkan alternatif-alternatif finansial sebaiknya kita selalu


menggunakan tingkat bunga efektif tahunan karena hasilnya akan lebih memberikan
obyektivitas dari kenyataan yang sebenarnya.
C o n t oh
oh 3 . 6

Seorang pelajar menabung setiap akhir tahun dengan jumlah Rp. 60.000 per
tahun selama 10 tahun. Bila tingkat bunga sebesar 10% dan dibungakan secara
kontinyu, hitunglah

a. Tingkat bunga efektif


b. Nilai awal (P) dari semua tabungannya
Solusi :

a. Tingkat bunga efektif dari persoalan ini adalah


Ieef  = er - 1

= e0.10 - 1

= 0,1052 atau 10,52%

b. Untuk mendapatkan nilai P maka faktor (P/A, 10,52%, 10) harus dihitung terlebih
dahulu

(1 + 0.1052)10 − 1
(P/A, 10.52%. N) =
0.1052 (1 + 0,1052)
10

= 6,0104

atau dicari dengan interpolasi dengan melihat tabel bunga diskret pada lampiran A.

Dari sini dapat dihitung

P = A (P/A, 10,52%, 10)

= Rp. 60.000 (6,0104)

= Rp. 360.624

Disamping dengan cara diatas, nilai P juga bisa diperoleh dengan menghitung
langsung faktor (P/A, 5%, 10) pada rumus:

P = Rp. 60.000 (P/A,


(P/A, r%,
r%, 10)

eN

 e rN − 1 
= Rp. 60.000  rN r  
 e (e − 1)

 e 0.10x10 − 1 
= Rp. 60.000  0.10x10 0.10
e (e − 1)
= Rp. 60.000 (6,0104)

= Rp. 360.624

Cara yang paling mudah adalah dengan langsung melihat tabel bunga dengan r =
10% dan N = 10 dimana diperoleh langsung (P/A, 10%, 10) = 6,0104 sehingga :
P = Rp. 60.000 (P/A, 10%,
10 %, 10)

= Rp. 60.000 (6,0104)

= Rp. 360.624

Contoh 3.7

Sebuah kelompok arisan berbunga mengharuskan anggotanya membayar


sejumlah Rp. 100.000 tiap tahun selamam 5 tahun pertama dan Rp. 200.000 dalam 5
tahun berikutnya. Bila seorang anggota Baru memperoleh giliran pengambilan pada
saat dia membayar yang kesepuluh kalinya, berapakah seharusnya dia mendapatkan
bagian bila dihitung dengan dasar bunga kontinyu sebesar 10% per tahun ?
Pembayaran setiap akhir tahun.

Solusi

Persoalan ini dapat digambarkan dalam diagram aliran kas sebagai berikut:

Gambar 3.7. Diagram aliran kas contoh 3.7

F = Al (F/A, r%, 10) + (A2 - Al) (F/A, r%,


r%, 5)

= Rp. 100.000 (F/A, 10%, 10) + Rp. 100.000 (F/A, 10%, 5)

= Rp. 100.000 (16,3380) + Rp. 100.000 (6,1683)

= Rp. 2.250.630

3.5.2. Pemajemukan Kontinyu untuk Aliran Kas Kontinyu

Karena pada kenyataannya perputaran uang terjadi terusmenerus maka lebih


realistic jika aliran kas terjadi secara kontinyu. Ongkos-ongkos persediaan, ongkos
perawatan dan operasional suatu fasilitas, ongkos tenaga kerja maupun berbagai
macam penerimaan hampir terjadi setiap saat sehingga akan tepat bila diasumsikan
terjadi secara kontinyu dalam setiap periode dengan
den gan tingkat yang seragam.

Untuk merepresentasikan asumsi tadi maka perlu dirumuskan faktor-faktor yang


bisa menghubungkan variabel-variabel A, P dan F yang sesuai. Faktor-faktor yang
seperti ini dikenal dengan nama faktor aliran dana (funds flows factor). Pada gambar
3.8. tampak diagram aliran kas yang terjadi secara kontinyu selama setahun (disini
dimisalkan terjadi sebanyak k kali dalam setahun dan masingmasing sebesar A k

sehingga total dalam setahun adalah  A )

G a m b a r 3 . 8 . A l i r a n S e r a g a m K o n t i n y u s e l am
a m a s e t ah
ah u n

Faktor bunga aliran kontinyu seperti ini diperoleh dengan penurunan


limit dengan mengingat bahwa k banyaknya mendekati tak hingga.
Nilai mendatang (F) dalam setahun. (lihat gambar 3.8.) bisa ditulis:

F =  A ÷ k (F/A, r%, 1) (3.39)

dimana r% adalah bunga nominal dalam setahun. Dengan kembali ke persamaan


(2.15) rnaka dapat ditulis disini untuk gambar (3.8)

(1 + r ÷ k )k  − 1
F =  A ÷ k   (3.39)
r  ÷ k 

Dengan mengingat bahwa:


  r  
lim1 +  = e r    (3.41)
k → -
  k  

Maka dapat diturunkan disini:


(1 + r ÷ k )k  − 1
lim F = lim A
k →− k →- r 

 e r  − 1
=  A    (3.42)
 r  

Bila pemajemukan dilakukan selama N tahun maka ekspresi diatas (persamaan 3.42)
harus dikalikan dengan faktor (F/A, r%, N) seperti pada persamaan (3.21) sehingga
didapatkan persamaan:

 e r  − 1 
F = A (F/A, r%, N ) 
  r   

 e rN − 1  e r  − 1 


F = A r   
  e − 1    r   

 e rN − 1 
F = A    (3.43)
  r   

 A adalah notasi yang digunakan untuk menyatakan jumlah uang yang mengalir
secara kontinyu dan seragam selama satu periode.

Untuk mendapatkan nilai A bila yang diketahui adalah F, r% dan N maka


persamaan (3.43) diatas diubah strukturnya menjadi

  r   
 A = F    (3.43)
 e − 1 
rN 

Atau


 A / F  =   (3.45)
e rN  − 1

Atau


( A / F , r %, N ) =   (3.46)
e rN 
−1

Nilai-nilai faktor ini dihitung dengan berbagai nilai r% dan N dan hasilnya dilampirkan
pada tabel B. Jadi untuk mendapatkan nilai A dari F, r% dan N tertentu maka cukup
digunakan persamaan :

( )
 A  = F   A / F , r %, N )   (3.47)

dimana nilai (A /F, r%, N) dapat dilihat pada tabel lampiran B, atau dihitung dengan
persamaan (3.46)

Untuk mendapatkan hubungan-hubungan A dengan F maupun F dengan P


untuk aliran kas kontinyu yang dimajemukkan secara kontinyu maka dilakukan
perumusan dengan cara-cara yang sama seperti cara diatas dan pada akhirnya akan
didapatkan hubunganhubungan seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.3.

Tabe13.3 Faktor Bunga Majemuk Kontinyu untuk Aliran Kas Seragam Kontnyu

P dan F pada tabel 3.3 menunjukkan pembayaran tunggal yang hanya terjadi
pada satu titik. Apabila P atau. F berlangsung secara kontinyu dalam satu periode
seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.9. make faktor-faktor bunga tidak sama
dengan yang terlihat pada tabel 3.3.

Rumus untuk menghitung nilai sekarang dari pembayaran tunggal kontinyu


mendatang, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.9. (a) adalah

 e rN − 1 
P = F  
rN  
(3.48)
  r e  

dimana

P = nilai awal pembayaran tunggal


= jumlah endatang dari pembayaran tunggal yang sore am dan k ontinyu dalam
periode N saja

Gambar 3.9. Diagram aliran kas dari faktor (P/F) dan (F/P)

Dari persamaan (3.48) juga dapat ditulis : (3.49)

e r  − 1
(P/ F, r%, N ) =   (3.49)
re rN 

Faktor ini dinamakan faktor nilai sekarang yang dimajemukkan secara kontinyu dari
pembayaran seragam yang kontinyu. Gunanya adalah untuk mendapatkan nilai P
pada pemajemukan kontinyu bila ff , r%, dan N diketahui. Dengan menggunakan sifat
kebalikan maka persamaan (3,49) dapat ditulis dalam bentuk lain yaitu

e r  − 1
(F/P, r%, N ) =   (3.50)
re rN

Faktor ini digunakan untuk mendapatkan nilai F pada pemajemukan kontinyu bila nilai
P, r% dan N diketahui.

Di sisi lain rumus untuk mendapatkan nilai ekuivalen jumlah pembayaran tunggal
mendatang (F) dari aliran kas kontinyu pada satu periode (P) seperti pada gambar 3.9
(b) adalah

 e rN (e r  − 1)
F = P r  
 re 

FoP erN (er— (3.51)


atau bisa juga ditulis

(F/P, r%, N ) = (
e rN  e r  − 1 )  (3.52)
re r 

Dengan sifat kebalikan dari faktor dapat jugs ditulis

re r 
(P/F, r%, N ) =   (3.53)
(
e rN  e r  − 1 )

yang digunakan untuk mendapatkan nilai F bila F, r% dan N diketahui dan


dimajemukkan secara kontinyu.

Contoh 3.8

Misalkan pengeluaran sebuah instansi terjadi secara kontinyu dengan total Rp. 10
 juta setahun. Bunga uang dimajemukkan secara kontinyu dengan tingkat bungs 15%
per tahun. Bila kits mengambil waktu studi 5 tahun berapakah (a) nilai awal (P) dan
(b) nilai, pada tahun ke-5 (F) dari seluruh pengeluarannya tersebut ?

solusi :

Jawabannya dengan mudah bisa diperoleh dengan bantuan tabel pada lampiran C

( )
a. P =  A P /  A , r %, N   (P/X, r %, N)

= Rp. 10 juts (P/  A , 15%, 5)

= Rp. 10 juta (3,5176)

= Rp. 35,176 juta

atau, bila tidak tersedia tabel bisa


bi sa digunakan rumus:

 e rN  − 1
P = Rp. 10 juta  eN  
 r e 

 e 0.15 x 5 − 1 
= Rp. 10 juta  0.15 x 5 
 0,15 e 

= Rp. 10 juta (3,5176)


( )
b. F =  A F  /  A , r %, N 

= Rp. 10 juta (F/  A , 15%, 5)

= Rp. 10 juta (7,4467)

= Rp. 74,467 juta

atau dengan rumus

 e rN  − 1
F = Rp. 10 juta  
 r  

 e 0.15 x 5 − 1
= Rp. 10 juta  
 0,15 

= Rp. 74.467 juta

atau bisa juga dengan cara :

F = P (F/P, r%, N)

= Rp. 35,176 juta (F/P, 15%,5)

= Rp. 35,176 juta (2,1170)

= Rp. 74,467 juta

atau dengan menggunakan rumus

F = P (F/P, r%, N)

= p (erN)

= Rp. 35,176 juta (20.15x5)

= Rp. 74,467 juta

Soal

1. Berapa tingkat bunga efektif bila tingkat bunga nominal per tahun adalah 11 %
dan dimajemukkan setiap 3 bulan ?
2. Anda ditawari sepeda motor dengan 2 cara pembayaran yang ekuivalen. Pertama
adalah membayar kontan dengan jumlab Rp. 3,75 juta dan cara kedua adalah
dengan membayar uang muka Rp. 1 juta dan mengangsur sisanya selama 18
bulan sebesar Rp. 200 ribu per bulan. Berapakah tingkat bunga efektif per tahun
bila bunga uang dimajemukkan setiap bulan?
3. Madona akan menabung sekali sejumlah P pada t = 0 ( t adalah periode 3
bulanan) dengan bunga 12% setahun dan dimajemukkan setiap 3 bulan sehingga
ia akan bisa menarik masing-masing Rp. 1 juta pada t = 1, 2 dan 3 dan Rp. 7 juta
pada t = 12. Berapakah nilai P ?
4. Dokter Ratih mendepositokan uang sejumlah Rp. 5 juta pada sebuah bank. Bunga
yang dibayarkan adalah 12% per tahun, dan dimajemukkan setiap 6 bulan. Empat
tahun sekali mendepositokan uangnya, ia menarik separo dari nilai tabungannya
saat itu dan dua tahun kemudian ia menarik seluruh tabungannya. Berapakah
yang ia ambil pada pengambilan pertama maupun pengambilan kedua ?
5. Dewa meminjam uang sejumlah Rp. 10 juta dengan bunga 13% yang
dimajemukkan setiap tiga bulan. Ia akan membayar pinjamannya setiap 6 bulan
sampai 10 kali dengan jumlah pembayaran tetap seragam. Berapakah besarnya
pembayaran. Seragam yang harus dilakukan Dewa apabila ia membayar pertama
kali setahun setelah mendapatkan pinjaman ?
6. Seorang kreditur sedang mempertimbangkan 2 alternatif institusi keuangan
sebagai calon debiturnya. Yang pertama adalah bank pemerintah yang
menawarkan bunga 1% per bulan dan kedua adalah perusahaan jasa keuangan
yang menawarkan tingkat bunga nominal 13% setahun yang dimajemukkan
setiap 6 bulan. Mana yang seharusnya dipilih sebagai debitur ?
7. Bila tingkat bunga nominal tahunan adalah 12%, berapa lama tabungan yang
 jurnlahnya Rp. 1 juta yang dimajemukkan tiap 4 bulan akan berubah rnenjadi Rp.
2 juta ?
8. Bila harga sebuah mobil bekas adalah Rp. 25 juta dan harus dibayar secara kredit
dengan cicilan Rp. 800 ribu per bulan selama 36 bulan, berapakah tingkat bunga
efektif dan nominal tahunan dari cara pembayaran ini ?
9. Sebuah perusahaan alas bantu perkakas mengharapkan bisa mengganti sebuah
mesin bubut yang dimilikinya dengan biaya Rp. 36 juta lima tahun lagi. Berapakah
perusahaan harus menyisilikan uang tiap bulan sehingga ia bisa mengumpulkar
Rp. 36 juta dalam 5 tahun bila tingkat bunga adalah 10% per tahun yang
dimajemukkan setiap 6 bulan ? Asumsikan akar dibayar bunga sederhana untuk
pembayaran inter periode.
10. Bila Ani menabung tiap bulan sebanyak Rp. 100 ribu dan menariknya setiap 6
bulan sebanyak 200 ribu berapakah uang pada tabungan Ani setelah 3 tahun ?
Bunga adalah 13% per tahun dan dimajemukkan setiap 6 bulan. Asumsikan tidak
akan dibayar bunga untuk pembayaran pada periode inter pemajemukan.
11. Seorang pegawai menabung Rp. 1 juta sekarang dan Rp. 1.5 juta 3 tahun lagi.
Berapakah nilai tabungannya setelah 6 tahun bila tingkat bunga adalah 10% dan
dimajemukkan setup (a) tahun, (b) enam bulan dan (c) bulan.
12. Sebuah investasi seharga Rp. 60 juta dibayarkan bunga 8% yang dimajemukkan
secara kontinyu dan menghasilkan Rp. 13 juta setup tahun. Berapa tahun waktu
yang dibutuhkan agar penghasilan pertahun tersebut bisa mengembalikan seluruh
modal investasi ?
13. Perusahaan sirup ABC merencanakan mengganti sepasang peralatan 10 tahun lagi
yang berharga Rp. 100 juta. Berapakah uang harus dikumpulkan tiap 6 bulan agar
perusahaan tersebut bisa mengumpulkan Rp. 100 juta pada akhir tahun ke-10 bila
bunga adalah 12% dimajemukkan secara kontinyu.
14. Ulang soal no. 13 apabila perusahaan akan mengumpulkan uangnya secara
kontinyu dengan jumlah Rp. 100 juta tiap 6 bulan.
15. Hitunglah nilai sekarang (P) dari investasi yang dilakukan secara kontinyu dengan
 jumlah Rp. 2 juta sebulan selama 5 tahun dan dimajemukkan secara kontinyu
dengan tingkat pengembalian (bunga) 18 %.
BAB 4

PEMILIHAN ALTERNATIF-ALTERNATIF EKONOMI

Berbagai kriteria kualitatif maupun kuantitatif harus diperhitungkan bila kita


dihadapkan pada pemilihan alternatif-alternatif terutama yang berkaitan dengan
investasi. Salah satu kriteria yang selalu disertakan dalam setiap pemilihan alternatif
investasi adalah pertimbangan-pertimbangan moneter dari investasi yang akan
dievaluasi. Pada bab ini akan dibahas berbagai teknik pemilihan investasi dengan
kriteria moneter yang merupakan salah satu aspek yang paling menonjol dari analisa
kuantitatif.

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab 1, prosedur pengambilan keputusan


pada permasalahan-permasalahan ekonomi teknik mengikuti 7 langkah sistematis
yaitu :

1. Mendefinisikan sejumlah alternatif yang akan dianalisa


2. Mendefinisikan horizon perencanaan yang akan digunakan dasar dalam
membandingkan alternatif
3. Mengestimasikan aliran kas masing-masing alternatif
4. Menentukan MARK yang akan digunakan
5. Membandingkan altetnatif-alternatif dengan ukuran atau teknik yang dipilih
6. Melakukan analisa suplementer
7. Memilih alternatif yang terbaik dari hasil analisa tersebut.
Langkah-langkah tersebut akan diikuti dalam bab ini untuk memberikan
gambaran secara utuh proses pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif
investasi.

4.1. Mendefinisikan Alternatif Investasi

Fase yang paling awal dalam proses pengambilan keputusan investasi adalah
mendefinisikan alternatif-alternatif investasi yang layak dipertimbangkan dalam
analisa. Fase ini sangat menentukan apakah proses pengambilan keputusan akan bisa
digiring ke arah yang optimal atau. tidak.

Menentukan alternatif investasi adalah fase yang sangat teknis. Pekerjaan ini
hanya bisa dilakukan dengan baik oleh mereka yang mengetahui permasalahan-
permasalahan teknis pada bidang investasi yang direncanakan. Dalam perencanaan
Gambar 4.1. Ilustrasi penentuan periode perencanaan

Contoh 4.1

Sebuah musium hares dicat ulang karena usianya sudah cukup Ada macam cat
yang sedang dipertimbangkan untuk dipilih 2 salah satu. Pertama adalah cat minyak
yang harganya Rp. 52.000/ galon dan yang kedua adalah cat latex yang harganya Rp.
24.000/galon. Setiap galon bisa mengecat 60 m2. Ongkos tenaga kerja ";adalah Rp.
32.000/jam. Dalam 1 jam bisa dicat 20 m2. Cat latex diperkirakan tahan 5 tahun dan
cat minyak 8 tahun. Dengan i = 8% ,manakah cat yang dipilih ?

Disini diasumsikan, setelah 5 atau 8 tahun maka pengecatan ulang dilakukan


dengan cat yang sama dan ongkosnya juga diasumsikan masih identik.

a) Gunakan horizon perencanaan KPK


b) Gunakan deret seragam

Solusi

Nilai KPK untuk kedua alternatif adalah 5 x 8 = 40 tahun. Kriteria yang


digunakan adalah nilai awal (P). Untuk memperjelas pf. persoalan ini perhatikan
diagram pada gambar 4.2.
Gambar 4.2. Diagram aliran kas kedua alternatif selama 40 tahun, cat minyak
(a), dan cat latex (b)

Nilai sekarang (P) dari kedua alternatif diatas adalah Untuk cat minyak :

P = A + A (P/A, 8 %, 8) + A (P/F, 816) + + A (p/ F, 8 %, 32)

= A [1 + 1,0751]

= Rp. 2.467 (2;0751)

= Rp. 5.120 /m2

dimana 1,0751 = (P/A, 85,1%, 4)

Bunga efektif = 85,1% didapat dari:

Ieff  = (I + 0,08)8 - I

= 0,851

= 85,1%

Untuk cat latex

P = A + A (P/F, 8%, 5) + A (P/F, 8%, 10) +…..+ A (P/ F,8%, 35)

= A [ 1 + 1,9866 ]

= Rp. 2.000 (2,9866)

= Rp. 5.973 -/m2

Bunga efektif 46,9% didapat dari


Ieff = (I + 0,08)5 - 1

= 0,469

= 46,9 %

Jadi nilai   awal dari ongkos alternatif pertama lebih kecil sehingga dipilih cat
minyak.

b. Dengan deret seragain diperoleh nilai A untuk masing-masing alternatif sebagai


berikut:

Untuk cat minyak :

A = Rp. 2.467 (A/P, 8%, 8)

= Rp. 2.467 (0,1740)

= Rp. 429 /m2

Untuk latex :

A = Rp. 2.000 (A/P, 8%, 5)


= Rp. 2.000 (0,2505)

= Rp. 501 /m2

Jadi, dengan perbandingan deret seragam dapat diketahui bahwa alternatif cat
minyak lebih murah sehingga dipilih untuk dipakai.

4.3. Mengestimasikan Aliran Kas

Setelah sejumlah alternatif dipilih dan horizon perencanaan ditetapkan maka


estimasi aliran kas akan bisa dibuat. Estimasi aliran kas harus senantiasa dibuat
dengan pertimbangan prediksi kondisi masa mendatang disamping juga
memperhatikan kecenderungan-kecenderungan yang digambarkan oleh data-data
masa lalu.

Contoh 4.2

Sebagai ilustrasi dalam memahami konsep, aliran kas, misalkan suatu horizon
perencanaan 5 tahun dipilih untuk mengevaluasi 3 alternatif investasi, katakanlah A, B
dan C. Estimasi aliran kas berdasarkan proposal yang masuk ditunjukkan pada tabel
4.1. Anggaran yang tersedia hanya Rp. 50 juta. Alternatif B tergantung (contingen)
pada alternatif A, sedangkan A dan C bersifat mutually exclusive.
 juta. Perawatannya dibutulikan seti; 2 tahun dengan biaya Rp. 2 juta tiap kali
perawatan. Penghemat; energi yang dihasilkan adalah 14 juta per tahun. Alternatif
kedi menggunakan insulasi filter glass yang harganya Rp. 40 juta dengan masa
pakai 4 tahun dan nilai sisa Rp. 4 juta. Disamping itu diperlukan perawatan tiap
tahun dengan biaya Rp. 600.00 Penghematan energi yang bisa dihasilkan adalah
Rp. 11 juta tahun. Dengan tingkat bunga 10% per tahun pakailah meta nilai
seragam (EUAC) untuk menetapkan alternatif yang lebih baik,
9. Perhatikan aliran kas berikut ini Akhir tahun
Akhir tahun 0 1 2 3 4 5 6

Aliran kas (juta rupiah) -30 8 8 8 6 6 6

a. carilah nilai sekarang (Present Worth) dengan mengubah-ubah tingkat bunga


dari 0% sampai 15% pertahu Kemudian plot nilai P dalam grafik sebagai fungsi
d bunga (bunga sebagai sumbu horisontal danr P sebal sumbu vertikal)
b. kesimpulan apa yang bisa anda dapatkan dari gra te rsebut ?
10. Sebuah mesin A memiliki biaya awal Rp. 50 juta. Estimasi timurnya 12 tahun
dengan nilai sisa Rp. 14 juta. Estimasi biaya tahunan untuk operasi dan perawatan
adalah 6 juta pada tahun pertama dan selanjunya naik Rp. 300 ribu setiap tahun.
Alternatif kedua adalah mesin B dengan biaya awal Rp. 30 juta tanpa nilai sisa
dengan umur 10 tahun. Estimasi biaya tahunan untuk operasi dan perawatan
adalah Rp. 8 juta untuk tahun pertama dan selanjutnya naik Rp. 500 ribu per
tahun. Pajak pendapatan tambahan yang dikenakan pada mesin A adalah Rp. 300
ribu pada tahun pertama dan naik Rp. 80 ribu tiap tahun. Dan tingkat bunga 12%
bandingkan kedua alternatif dengan menghitung Beret seragam yang dihasilkan
(EUAC).
11. Sebuah alat memiliki harga dan biaya instalasi Rp. 50 juta dengan masa pakai 5
tahun. Dengan menambah sebuah komponen tertentu pada alat tersebut maka
masa pakainya menjadi 10 tahun dan terjadi pengurangan biaya perawatan
sebesar Rp. 2 juta per tahun. Dengan tingkat bunga 15% per tahun berapa harga
maksimal komponen tambahan tersebut yang bisa ditolerir untuk dipasang ?
12. Untuk menggerakkan mesin yang dipakai, PT. ABCTEX membeli motor-motor
listrik yang memiliki harga awal masing-masing Rp. 4,5 juta. Motor-motor listrik
tersebut memiliki masa pakai ekonomis antara 12 sampai 15 tahun. Apabila
motor-motor tersebut diganti (dijual) pada umur 12 tahun maka nilai sisanya
adalah Rp. 0,6 juta dan bila diganti pada umur 15 tahun maka nilai sisanya turun
menjadi 0,2 juta. Setiap motor membutuhkan ongkos perawatan Rp. I juta pada
Gunakan MARK 12% untuk menentukan apakah motor tersebut diganti pada umur
12 tahun atau 15 tahun.
13. PT. XYZ adalah industri manufaktur yang membuat produk-produknya dengan
teknologi rendah dan menggunakan tenaga kerja yang berketrampilan rendah.
Karena terjadi peningkatan permintaan yang membutuhkan produk yang lebih
cepat dan presisi maka manajemen memikirkan untuk menerapkan otomatisasi
proses produksinya. Sebagai akibatnya, tenaga kerja yang tadinya berjumlah 175
orang hanya akan dibutuhkan 50 orang saja untuk mengoperasikan mesin-mesin
otomatis tersebut. Pada saat ini (dengan 175 tenaga kerja) upah tahunan yang
harus dibayar perusahaan adalah Rp. 50 juta dan jaminan kesejahteraan sebesar
Rp. 0,7 juta per tahun per orang. Ongkos pemeliharaan pabrik sebesar Rp. 4 juta
per tahun, Apabila PT. XYZ ini melakukan otomatisasi maka ongkos awal yang
harus dikeluarkan adalah Rp. 500 juta, ongkos perawatan pabriknya menjadi 6
 juta dan juga dibutuhkan tambahan biaya energi sebesar Rp. 2 juta per tahun.
Upah tenaga kerja menjadi rata-rata Rp. 4 juta per tahun per orang dengan
tunjangan kesejahteraannya rata-rata Rp. 1 juta per tahun per orang. Estimasi
umur ekonomis dari mesin-mesin otomatis tersebut adalah 25 tahun dengan nilai
sisa Rp. 40 juta. Dengan MARK 20% hitunglah ongkos tahunan (deret seragam)
dari kedua alternatif diatas (tetap dengan sistem semula atau diotomatisasi) dan
tentukan mana alternatif yang Iebih menguntungkan.
14. Seorang alumnus teknik industri ITS merencanakan untuk memberikan beasiswa
dalam jangka waktu yang tak terhingga sebesar Rp. 20 juta per tahun. Beasiswa
pertama akan diberikan, 10 tahun dari sekarang. Untuk itu ia harus mentransfer
uangnya, ke bank mulai tahun depan dan akan meningkat tiap tahun sebesar 5
 juta sampai tahun ke 9. Apabila bank tadi memberikan bunga 14% per tahun
berapakah alumnus tadi harus menaruh uangnya di bank pada penyetoran yang
pertama (tahun depan)

15. Perhatikan aliran kas berikut ini (nilainya dalam puluhan juta)

Bila uang tadi akan diambil mulai tahun kesepuluh sampai waktu yang tak
terhingga tentukan besarnya uang yang bisa diambil dengan jumlah yang sama
tiap tahun. Tingkat bunga adalah 12% per tahun.
16. Sebuah investasi membutuhkan biaya awal Rp. 130 juta. Investasi ini hanya akan
berumur 15 tahun dan pada akhir uumurnya bisa dilelang dengan harga Rp. 18
 juta. Pendapatan yang dijanjikan dengan investasi ini adalah Rp. 10 juta per tahun
Apakah investasi ini layak diterima apabila anda analisa dengan metode payback
period (a) dengan mengabaikan bunga, (b dengan memakai tingkat bunga 18% ?
BAB 5

PERHITUNGAN DAN ANALISA RATE OF RETURN

5.1. Perhitungan Rate of Return (ROR)

Apabila kita melakukan suatu investasi maka ada saat tertentu dimana terjadi
keseimbangan antara semua pengeluaran yang terjadi dengan semua pendapatan
yang diperoleh dari investasi tersebut. Keseimbangan ini akan terjadi pada tingkat
pengembalian (yang sering dinyatakan sebagai tingkat bunga) tertentu. Tingkat
bunga yang menyebabkan terjadinya keseimbangan antara semua pengeluaran dan
semua pemasukan pada suatu periode tertentu disebut dengan rate of return yang
biasa disingkat dengan ROR. Dengan kata lain, ROR adalah suatu tingkat penghasilan
yang mengakibatkan nilai NPW (net present worth) dari suatu investasi sama dengan
nol. Scara matematis hal ini bisa dinyatakan:

 N 
NPW = ∑ F 
t = 0
t (1 + i *) –t
=0 (5.1)

Dimana:

NPW = net present worth

Ft = airan kas pada periode t

N = umur proyek atau periode studi dari proyek tersebut

i* = nilai ROR dari proyek atau investasi tersebut

Karena Ft pada persamaan 5.1 bisa bernilai positif maupun negatif maka persamaan
ROR dapat juga dinyatakan

NPW = PWR — PWE = 0 (5.2)

Atau

 N   N 

∑ R  (P/F, i  %, t) - ∑ E   (P/F, i %, t) = 0


t = 0
t
*

t = 0
t
*
(5.4)

dimana :
PWR = nilai present worth dari semua pemasukan (aliran kas positif)

PWE = nilai present worth dari semua pengeluaran (aliran kas negatif)

Rt = penerimaan netto yang terjadi pada periode ke-t

Et = pengeluaran netto yang terjadi pada periode ke t termasuk investasi awal (P)

Disamping menggunakan nilai present worth, perhitungan ROR juga bisa


dilaksanakan dengan deret seragam (annual worth) sehingga akan berlaku hubung an:

EUAR – EUAC = 0 (5.4)

Dimana EUAR (equivalent uniform annual revenue) adalah deret seragam yang
menyatakan pendapatan (aliran kas masuk) per tahun dan EUAC (equivalent uniform
annual cost) adalah deret seral yang menyatakan pengeluaran (aliran kas ketuar) per
tahun. Dalam prakteknya, analisa dengan nilai present worth lebih umum digunakan
kan daripada inetode deret seragam.

Apabila kita menghitung NPW sebagai fungsi dari i maka akan mendapatkan
nilai NPW yang jumlahnya tak terbatas (kontinyu) Semakin tinggi i yang kita pakai
maka nilai NPW mungkin akan semakin kecil dan mungkin juga semakin besar,
tergantung pada konfigurasi aliran kas dari investasi atau proyek tersebut. Pada nilai
tertentu kita akan mendapatkan nilai NPW = 0. Nilai i yang menyebabkan NPW = 0
inilah yang disebut ROR. Apabila hubungan antara i dengan NPW diplot dalam suatu
grafik maka secara umum akan tampak seperti gambar 5.1 (a) atau (b).

Terlihat dalam grafik tersebut bahwa NPW tidak berhubungan secara linier
dengan i. Namun dalam prakteknya, sering kali harus melakukan interpolasi dengan
menganggap bahwa hubungan tersebut terjadi secara linier. Ilustrasi ini akan terlihat
pada contoh soal yang diberikan pada bab ini.

Ada beberapa ROR yang dikenal dalam ekonomi teknik antara lain internal rate
of return (IRR), external rate of return (ERR), dalam explicit reinvestment rate of
return (ERRR). Disebut IRR apabila diasumsikan bahwa setiap hasil yang diperoleh
langsung diinvestasikan kembali dengan tingkat ROR yang sama. Bila hasil yang
diperoleh diinvestasikan pada proyek yang lain dengan ROR yang berbeda maka rate
of return ini disebut ERR. Sedangkan ERRR digunakan pada permasalahan dimana
terdapat investasi lump sum tunggal yang diikuti dengan aliran kas netto positif
seragam pada akhir setiap periode selama umur proyek atau investasi tersebut.
Keterangan : + berarti aliran kas positif pada periode ybs.

- berarti aliran kas negatif pada periode ybs.

Contoh 5.6

Misalkan suatu proyek hanya berusia 2 tahun dengan data aliran kas seperti pada
gambar 5.8. Ilitunglah nilai ROR dari proyek tersebut dan putuskan apakah proyek
tersebut layak atau tidak.

Gambar 5.8 Aliran kas untuk soal 5.6

 S olu s i

Dari gambar tersebut dapat diterjemahkan aliran kas kumulatif seperti pada tabel 5.2.

hf da
akhir tahun aliran kas netto aliran kas kumulatif
0 -200,00 juta -250,00 juta
1 +600,00 juta +350,00 juta
2 -359,38 juta -9,38 juta

Mengingat terjadi 2 kali perubahan tanda aliran kas kumulatif maka akan mungkin
diperoleh 2 nilai ROR. Dengan analisa nilai presei worth diperoleh :

600 juta 359,38 juta
NPW = -250 juta +  - =0
(1 + i) (1 + i) 2

Apabila kedua ruas dikalikan (1 + i) 2 maka diperoleh (dalam jutaan rupiah) :

-250 (1 + i)2 + 600 (1 + i) - 359,38 = 0

atau

(1 + i)2 - 2,40 (1 + i) + 1,4375 = 0

Misalkan (1 + i) = a, maka :

a2 - 2,40 a + 1,4375 = 0

Persamaan ini bisa diselesaikan dengan rumus abc sebagai berikut

2,4 ± (−2,4) 2 − 4 x1 x1,4375


a1.2 =
2 x1

dari sini diperoleh :

a1 = 1,15 sehingga i = 0,15 atau 15%

a2 = 1,25 sehingga i = 0,25 atau 25%

Secara diagramatis hasilnya ditunjukkan pada gambar 5.9. berikut


Gambar 5.9 Grafik NPW sebagai fungsi dari bunga (ROR) untuk conloh 5.6

Dengan mengetahui grafik atas maka akan bisa diputuskan bahwa proyek
tersebut akan bisa diterima bila MARR berada antara 15% sampai 25%.

5.5. Analisa ROR Meningkat

Pada pembahasan-pembahasan sebelumnya kita telah membicarakan bahwa


suatu alternatif investasi akan bisa diterima apabila menghasilkan ROR lebih besar
dari MARR. Pada kasus dimana terdapat sejumlah alternatif yang bersifat `mutually
exclusive' maka pemilihan alternatif yang terbaik diantara alternatif-alternatif tersebut
dilakukan dengan analisa ROR meningkat (incremental rate of return, dising kat IROR).
IROR adalah suatu tingkat bunga (ROR) yang dihasilkan oleh suatu tambahan
(incremental) investasi awal suatu alternatif bila dibandingkan dengan alternatif lain
yang membutuhkan investasi awal yang lebih rendah. IROR jug a disebut ROR marjinal
(marginal ROR) dan investasi tambahan (incremental investment) juga disebut
investasi marjinal (marginal investment).

Apabila suatu alternatif investasi A membutuhkan investasi awal sehesar Rp. 100
 juta dengan ROR 10% dan alternatif investasi B membutuhkan investasi awal sebesar
Rp. 150 juta dengan ROR 12% maka investasi tambahan bila kita membandingkan
alternatif B terhadap alternatif A adalah Rp. 50 juta. Dalam analisa ROR meningkat,
kita harus mendapatkan IROR dari tambahan investas; sebesar Rp. 50 juta ini untuk
memutuskan apakah investasi B lebil baik dari investasi A. Apabila IROR ternyata l ebih
besar dari MARR maka yang dipilih adalah alternatif yang membutuhkan investas lebih
besar, dalam hal ini adalah B.

Secara prosedural, penentuan alternatif terbaik dengan analis ROR meningkat


dapat diringkas sebagai berikut :

1. Hitung ROR untuk masing-masing alternatif yang ada.


2. Bandingkan ROR masing-masing alternatif dengan MARR yang ditetapkan dan
buang alternatif yang ROR-nya kurang dari MARR.
3. Urutkan alternatif-alternatif yang ada (yang tidak terbuan pada langkah, 2)
berdasarkan besarnya investasi awal yan dibutuhkan, mulai dari yang terkecil.
4. Hitunglah penambahan investasi awal maupun penambahan aliran kas netto
dari alternatif dengan investasi terkecil terhadap alternatif dengan investasi
terkecil berikutnya (yang lebih besar), dan cari IROR dari peningkatan
tersebut.
5. Bila IROR lebih besar atau sama dengan MARR, pilih alternatif yang
membutuhkan investasi yang lebih besar dan bila IROR kurang dari MARR, pilih
alternatif yang membutuhkan biaya investasi yang lebih kecil.
6. Kembali lagi ke langkah 5 sampai akhirnya tinggal satu alternatif saja.
C o n t oh 5 . 7

Untuk pengembangan sebuah supermarket, seorang investor sedang


mempertimbangkan 5 lokasi yaitu A, B, C, D, dan E. Data dari investasi awal dan
pendapatan tahunan dari kelima alternatif tersebut terlihat pada tabel 5.3. Semua
alternatif diperkirakan berumur 5 tahun. Tentukanlah alternatif mana yang terbaik
menurut metode ROR meningkat bila MARR adalah 6% p er tahun.

T a be l 5 . 3 D a t a i n v e s t a s i u n t u k c o n to le 5 . 7

Alternatif  A B C D E

Investasi (juta rupiah) 400 100 300 200 500

Pendapatan/tahun 105 35 76 105 125

Solusi

1. Langkah pertama adalah menghitung ROR masing-masing alternatif (kata-kata


rupiah dan juta untuk sementara tidak dicantumkan untuk penyederhanaan
penulisan).
A : NPW = 150 (P/A, I%,5) – 400 = 0

400
(P/A, i%, 5) =  = 3,81
105

i ≈  10%
100
B : (P/A, i%, 5) = = 2,86
35

i ≈  22%

300
C : (P/A, i%, 5) =  = 3,96
76

i ≈  8,5%

200
D : (P/A, i%, 5) =  = 3,33
60

i ≈  15,5%

500
B : (P/A, i%, 5) = =4
125

i ≈  7,5%

2. Karena semua alternatif memberikan ROR lebih besar dari MARR maka semua
alternatif tersebut dilibatkan dalam perhitungan IROR.
3. Alternatif-alternatif tersebut diurutkan berdasarkan kenaikan investasi
sehingga diperoleh tabel 5.4.
T
Tabel
abel 5. 4 Ur utan alternatif-alt
alternatif- altern
e rn atif yang layak

Alternatif B D C A E
Investasi (juta rupiah) 100 200 300 400 500

Penda
nda atan tahun 35 60 76 105 125

4. Bandingkan alternatif-alternatif, kemudian cari IROR-nya

• Bandingkan B dengan D

Investasi tambahan = Rp.200 juta - Rp.100 juta = Rp.100 juta


Pendapatan/tahun tambahan = Rp.60 juta - Rp.35 juta = Rp.25 juta IROR
(B → D) :

500
(P/A, i%, 5) = =4
125
i ≈  7,5%

Karena IRORB→D lebih besar dari MARR maka pilih alternatif dengan investasi
yang lebih besar, yaitu alternatif D. Selanjutny alternatif B tidak
dipertimbangkan lagi.

• Bandingkan D dengan C

lnvestasi tambahan = Rp. 100 juta

Pendapatan/tahun tambahan = Rp. 16 juta

IROR (D → C) :

100
(P/A, i%, 5) = = 6,25
16

i ≈ %

IROR → negatif, sehingga pilih alternatif D

• Bandingkan D dengan A

Investasi tambahan = Rp, 200 juta

Pendapatan/tahun tambahan = Rp. 45 juta

IROR (D → A) :

200
(P/A, i%, 5) = = 4,4
45

i ≈  4,25%

Karena IROR < MARR, maka pilih alternatif D

• Bandingkan D dengan E

Investasi tambahan = Rp. 300 juta

Pendapatan/tahun tambahan = Rp. 65 juta

IROR (D → E) :

300
(P/A, i%, 5) = = 4,4
65
i ≈  4,25%

Karena IROR lebih kecil dari MARR maka pilih alternatif. Ini berarti bahwa
alternatif yang terbaik adalah alternatif D.

5.6. Analisa ROR Meningkat dengan Metode Diagram Jaringan Smith

Apabila ada sejumlah alternatif yang bersifat `mutually exclusive' dan MARR
tidak diketahui maka alternatif terbaik bisa dinyatakan dengan cara kondisional.
Analisa dengan diagram jaringan Smith digunakan untuk permasalahan yang seperti
ini.

Diagram jaringan Smith merupakan suatu bangun segi n tertutup dimana n


adalah jumlah alternatif yang ada. Jadi, bila ada 3 alternatif maka gambar diagramnya
berbentuk segi tiga, bila ada 5 alternatif akan berbentuk segi lima, dan seterusnya.
Sudut-sudut segi n tersebut diurutkan sesuai dengan meningkatnya ongkos investasi.
Dengan kata lain, sudut pertama selalu menunjukkan alternatif dengan investasi yang
ongkosnya paling rendah. Sisi setiap segi n dihubungkan dengan garis yang bertanda
panah menuju sudut dengan kebutuhan investasi yang lebih besar dan setiap garis
tersebut disertai angka yang menunjukkan IROR dari alternatif-alternatif yang
dihubungkan.

Sesuai dengan metode jaringan smith, alternatif terbaik bisa diperoleh secara
grafis dengan mulai dari sudut pertama bergerak menuju ke garis IROR terbesar yang
berasal dari sudut tersebut. Lintasan yang terpilih ditandai dengan panah yang berupa
garis putus-putus. Apabila MARR lebih besar dari IROR pada lintasan yang
bersangkutan maka alternatif terbaik adalah alternatif yang membutuhkan biaya
investasi yang lebih rendah. Selanjutnya mulai dari sudut kedua (titik akhir dari tanda
panah putus-putus) yang dipilih, lintasan dipilih melalui IROR terbesar dari titik
tersebut. Proses ini diulang terus sampai alternatif dengan kebutuhan investasi
terbesar dilalui.

Apabila alternatif 'do nothing' dipertimbangkan maka proses dilakukan dengan


cara yang sama, hanya saja sudut awalnya adalah alternatif `do nothing' ini dan
tentunya bangun diagram berubah dari segi n menjadi segi n+ 1.

Contoh 5.8

Misalkan ada 4 alternatif investasi, yaitu A, B, C, dan D dengan investasi awal


masing-masing Rp. 100 juta, 200 juta, 300 juta, dan 400 juta. Semua proyek bersifat
`mutuallt exclusive' dan MARR tidak diketahui. Umur proyek sama semua semua yaitu
5 tahun. Data-data tentang ongkos, nilai sisa, dan sebagainya tidak dicantumkan,
namun diasumsikan bahwa IROR antar semua alternatif adalah seperti yang
tercantum pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Data untuk contoh 5.8

Alternatif Ongkos awal IROR (%)


A B
A 100 40 33

B 200 15 25

C 300 6

D 400

Tabel dibaca dari kiri ke kanan sehingga kita selal membandingkan alternatif
pada kolom kiri dengan alternatif pad baris atas. Nilai IROR hanya diberikan bila
investasi pada kolor yang sebelah kiri lebih besar dari pembandingnya yang beradac
sebelah atas. Angka 40 misalnya, menunjukkan bahwa investa; Rp. 100 juta
(peningkatan pada B atas A) akan menghasilkan IRO: 40%.'Dengan menggunakan
diagram jaringan smith, tentukanla alternatif yang terbaik bila alternatif 0 (do
nothing) dianggap tida ada.

Solusi

Bila alternatif 0 diabaikan maka hanya ada 4 alternatif sehingga diagramnya


berupa segiempat sebagai berikut :

Soal

Gambar 5.10. Diagram jaringan Smith untuk contoh 5.8

Proses mulai dari titik A. Lintasan yang dipilih adalah A karena IROR terbesar
adalah pada lintasan ini, yaitu 40% (AC 15% dan
d an AD = 6%).

Langkah selanjutnya kita mulai dari titik B. Ada dua lintasan yang bisa dipilih
yaitu BC dan BD. Lintasan BC dipilih karena IROR-nya lebih besar (33% dibandingkan
25%). Saat ini kita berada di C. Satu-satunya lintasan yang bisa dipilih adalah CD.
Dengan demikian ,naka langkah ini sudah selesai karena kita sudah berada di D yang
,nerupakan alternatif dengan investasi terbesar. Dengan demtkian maka lintasan yang
dipilih adalah A-B-C-D. Keputusan yang dihasilkan akan bersifat kondisional seperti
tercantum pada tabel 9.6.

Tabel 5.6 Keputusan dari soal 5.8

Bila Pilih alternatif


40% < MARR A

33% < MARR < 40% B

20% < MARR < 33% C

MARR < 20% D

Soal

1. Seorang investor membeli sebidang tanah seharga Rp. 60 juta dan menjualnya 10
tahun kemudian dengan harga Rp. 240
240 juta.
 juta. Pajak yang ditanggung
di tanggung oleh investor
adalah Rp. 100 ribu pada tahun pertama, 150 ribu pada tahun kedua, dan
seterusnya naik tiap tahun sebesar Rp. SO ribu. Berapakah ROR dari tanah
tersebut ?
2. Apabila pajak pada soal 5.1 adalah Rp. 200 ribu pada tahun pertama dan naik tiap
tahun sebanyak Rp. 50 ribu sampai tahun ke lima, sedangkan mulai tahun ke
enam beban pajak adalah Rp. 400 ribu per tahun. hitunglah ROR yang dihasilkan
oleh tanah tersebut.
3. Seorang bapak akan menginvestasikan uangnya sejumlah Rp. 10 juta pada sebuah
perusahaan kecil. Ia mengestimasikan akan memperoleh deviden setiap akhir
tahun sebesar Rp. 3 juta selama 4 tahun dan pada akhir tahun keempat ia juga
bisa menarik modal awalnya. Hitunglah ROR dari investasi tersebut.
4. Sebuah proyek diestimasikan memiliki aliran kas selama 5 tahun sebagai berikut :
tahun 0 1 2 3 4 5

Aliran kas (juta) -10 10 0 0 30 30

a. Hitung dan plot nilai sekarang (PV) pada tingkat bunga 0%, 10%, 20%, 30%,
dan 40%.
b. Perkirakan nilai ROR dari grafik tersebut. (c) Gunakan persamaan ROR untuk
menentukan nilai ROR dari aliran kas tersebut.

5. Sebuah peralatan untuk pekerjaan kontraktor dibeli seharga Rp, 18 juta. Umur
alat tersebut adalah 5 tahun dengan nilai
n ilai sisa Rp. 2 juta. Data tentang pendapatan
dan pengeluaran tahunan dicantumkan pada tabel berikut :
Akhir penerimaan nilai sisa pengeluaran aliran kas

p - - -18,Ojuta -18,0juta

1 10,0 juta - 6,2 juta 3,8 juta

2 11,5 juta - 6,0 juta 5,5 juta

3 11,5 juta - 5,9 juta 5,6 juta

4 10,5juta - 6,0 juta 4,5 juta

5 9,5juta 2,0juta 6,5 juta 5,0juta

a. Hitunglah ROR dari aliran kas tersebut.


b. Apakah investasi ini diterima bila MARR = 12% ?
6. Perusahaan X membeli sebuah tangki dengan meminjam uang sebesar Rp. 30 juta.
Pinjaman ini akan dilunasi dengan pembayaran seragatn tiap tahun selama 4 tahun
dengan bunga 12%. Tangki tersebut diestimasi bisa dipakai selama 9 tahun dengan
nilai sisa Rp. 2 juta. Pengeluaran untuk operasional dan perawatan diperkirakan Rp.
9 juta per tahun, sedang penghematan yang bisa diperoleh adalah Rp. 15 juta per
tahun. Perusahaan menggunakan MARR sebesar 15% per tahun untuk melakukan
analisa ekonominya. Hitunglah :

a. IRR

b. ERR

7. Tentukan keputusan yang harus diambil pada soal no 6 (apakah perusahaan X


sebaiknya membeli tangki tersebut atau tidak ?).

8. Sebuah perusahaan membeli komputer analog seharga Rp. 30 juta. Komputer ini
akan bisa dipakai selama 4 tahun dan akhirnya akan dijual dengan perkiraan harga
Rp. 2 juta. Pengeluaran per tahun untuk operasional dan perawatan adalah Rp. 6
 juta per tahun. Komputer ini dipakai untuk mengganti sistem lama yang
membutuhkan biaya Rp. 16 juta per tahun. Dengan MARR = e = 15%, tentukanlah
apakah keputusan yang akan diambil perusahaan untuk mengganti sistem manual
dengan komputer bisa menguntungkan secara ekonomis. Gunakan analisa :

a. IRR

b. ERR

9. Selesaikan soal no. 8 dengan metode ERRR.

10.Sebuah perusahaan sedang mempertimbangkan 3 alternatif (A, B, C) yang bersifat


mutually exclusive. Ongkos awal, ongkos operasional, pendapatan, dan umur
alternatif diperlihatkan pada tabel dibawah ini.

A B C
ongkos awal 20 juta 25 juta 38,0 juta

ongkos tahunan 5 juta 4 juta 3,9 jttta.

pendapatan tahunan 11 juta 12 juta 12,0 juta

umur 5 tahun 5 tahun 5 tahun

Tentukan alternatif mana yang akan dipilih bila MARR = 12% dengan metode rate
of return meningkat.

11. Dari alternatif-alternatif berikut, pilihlah yang terbaik dengan metode analisa ROR
meningkat bila MARR = 14% dan umur proyek 15 tahun. Asumsikan bahwa harga
tanah akan tertutupi pada saat proyek berakhir.

alternatif
1 2 3 4 5
ongkos tanah 50 juta 40 juta 70 juta 80 juta 90 juta

ongkos konstruksi 200 juta 150 juta 170 juta 185 juta 165 juta

perawatan/tahun 15 juta 16 juta 14 juta 17 juta 18 juta

pendapatan/tahun 52 juta 49 juta 68 juta SO juta 81 juta

12. Kelima mesin pada tabel berikut bisa digunakan untuk proses produksi lilin. Semua
mesin memiliki umur 10 tahun. Data-data ongkos mesin juga terlihat pada tabel.
Dengan MARR 18%, tentukanlah alternatif yang terbaik dengan metode RpR
meningkat.
  Mesin
1 2 3 4 5
ongkos awal 28 juta 32 juta 22 juta 51 juta 48 juta

ongkos tahunan 20 juta 18 juta 25 juta 12 juta 14 juta

13. Misalkan ada 5 proyek yang bersifat 'mutually exclusive' sedang dipertimbangkan
dan perusahaan harus memilih salah satu dari kelima yang ada (alternatif do
nothing tidak dipertimbangkan) MARR tidak diketahui dan data IROR dari semua
alternati adalah sebagai berikut.

Alternatif IROR %
0 A B C D
A 26

B 28 9

C 29 27 4

D 19 15 21 21

E  32 2 19 12 8

Keterangan : 0 → alternatif 'do nothing'

14. Selesaikan kembali soal 13 bila alternatif 0 diperbolehkan untuk dipilih.


BAB 6

ANALISA TITIK IMPAS, ANALISA SENSITIVITAS

DAN ANALISA RESIKO

6.1. Pendahuluan

Pada bab-bab terdahulu selalu diasumsikan bahwa nilai-nilai parameter dari


model ekonomi teknik diketahui dengan pasti. Pada kenyataannya, berbagai
parameter seperti horizon perencanaan, MARR, aliran kas, dan sebagainya hanya
tersedia dalam bentuk estimasi yang masih mengandung ketidakpastian. Pada bab ini
akan dipertimbangkan berbagai konsekuensi yang akan ditimbul bila estimasi
parameter ternyata tidak benar.

Faktor-faktor yang mengakibatkan ketidakpastian cukup banyak jumlah


maupun variasinya. Secara umum ada etnpat faktor yang dianggap menjadi sumber
ketidakpastian yang hampir selalu muncul dalam studi ekonomi teknik, yaitu :

1. Kemungkinan estimasi yang tidak akurat digunakan dalam studi atau analisa.
Apabila hanya tersedia sedikit sekali informasi-informasi faktual tentang aliran kas
masuk maupun keluar maka estimasi akan bisa akurat, tergantung pada cara
estimasi yang digunakan. Estimasi yang diperoleh dengan prosedur-prosedur ilmiah
yang mempertimbangkan berbagai faktor secara sistematis tentu akan lebih baik
daripada yang sekedar diperkirakan.

2. Tipe bisnis dan kondisi ekonomi masa depan. Beberapa tipe bisni akan mengandung
ketidakpastian yang lebih tinggi dibandingkai dengan tipe bisnis yang lain.
Perusahaan-perusahaan hiburai rnisalnya, relatif menanggung ketidakpastian yang
lebih tingg dari perusahaan grosir yang besar. Ketidakpastian ini akan ber tambah
tinggi bila data-data historis tidak tersedia dan kondis ekonomi mendatang berubah
cukup dramatis karena siklus bisni yang sulit dikendalikan.

3. Tipe pabrik dan peralatan yang digunakan. Fasilitas-fasilitas produksi yang


dirancang untuk fungsi-fungsi khusus relatif lebi tinggi resikonya dibandingkan
dengan fasilitas-fasilitas untuk fung umum (general purpose). Cara
mengestimasikan aliran kas masu maupun keluar dari kedua tipe ini juga tidak
sama.

4. Panjang periode studi (horizon perencanaan) yang dipaka Semakin panjang periode
studi (pada kondisi lain yang tetal maka ketidakpastian akan semakin tinggi j uga.
Ada beberapa cara atau metode yang bisa digunakan untuk menangani
ketidakpastian yang diakibatkan oleh empat faktor atas. Diantara metode-metode
tersebut adalah :

l. Analisa Titik Impas (Break Even Analysis).

Analisa ini digunakan apabila pemilihan alternatif-alternatif sangat dipengaruhi oleh


satu faktor tunggal yang tidak pasti, misaln utilisasi kapasitas. Titik impas dari
faktor tersebut akan ditentuk sedernikian sehingga kedua alternatif sama baiknya
ditinjau dari sudut pandang ekonomi. Dengan mengetahui titik impas maka akan
bisa ditentukan alternatif yang lebih baik pada suatu nilai tertentu dari faktor yang
tidak pasti tersebut.

2. Analisa Sensitivitas.

Analisa sensitivitas cocok diaplikasikan pada permasalahan yang mengandung satu


atau lebih faktor ketidakpastian. Pertanyaan utama yang akan dijawab pada analisa
sensitivitas adalah bagaimana pengaruh yang timbul pada ukuran hasil (misalnya
nilai NPW) bila suatu faktor individual berubah pada selanjutnya X%, dan (2)
berapakah besarnya perubahan nilai suatu faktor sehingga mengakibatkan
keputusan pemilihan suatu alternatif berubah-ubah.

3. Analisa Resiko.

Apabila nilai-nilai suatu faktor dianggap mengikuti suatu distribusi probabilitas yang
merupakan fungsi dari variabel random menganalisa resiko perlu dilakukan.
Dengan mengetahui fungsi disttibusi probabilitas dari hasil-hasil yang mungkin
dicapai setiap alternatif maka pengambil keputusan akan bisa menentukan
keputusan terbaik dengan mempertimbangkan faktor resiko tersebut.

6.2. Analisa Titik Impas

Analisa titik impas adalah salah satu analisa dalam ekonomi teknik yang sangat
populer digunakan terutama pada sektor-sektor industri yang padat karya. Analisa ini
akan berguna apabila seorang akan mengambil keputusan pemilihan alternatif yang
cukup sensitif terhadap variabel atau parameter dan bila variabel-variabel tersabut
sulit diestimasi nilainya. Melalui analisa titik impas seseorang akan bisa mendapatkan
nilai dari parameter tersebut yang menycbabkan dua atau lebih alternatif dianggap
sama baiknya, dan oleh karenanya bisa dipilih salah satu diantaranya. Nilai suatu
parameter atau variabel yang menyebabkan dua atau lebih alternatif sama baiknya
disebut nilai titik impas (break even point, disingkat BEP). Apabila rrantinya pengambil
keputusan bisa mengestimasi besarnya nilai aktual dari variabel yang bersangkutan
(lebih besar atau lebih kecil dari rrilai BEP) maka akan bisa ditentukan alternatif rnana
yang lebih baik.

Metode titik impas ini bisa digunakan untuk melakukan analisis pada berbagai
macam permasalahan, diantaranya a.dalah :

1. Menentukan nilai ROR dimana dua alternatif proyek sama baiknya. Misalkan kedua
alternatif proyek tersebut sama baikrlya pada ROR sebesar 12% maka titik impas
dari ROR kedua alternatif tersebut adalah 12%. Bila ROR ternyata lebih besar atau
lebih kecil dari 12% maka alternatif yang sattr akan lebih baik dari alternatif yang
lain.

2. Menentukan tingkat produksi dari dua atau lebih fasilitas produksi yang memiliki
konfigurasi ongkos-ongkos yang berbeda sehingga pada tingkat tersebut ongkos
tahunan yang terjadi adalah sama antara fasilitas yang satu dengan fasilitas yang
lainnya. Misalkan dua alternatif fasilitas produksi akan mengakibatkan ongkos-
ongkos tahunan yang sama pada tingkat produksi 2000 unit per tahun maka
tingkat produksi 2000 unit per tahun ini disebut tingkat produksi impas. Bila
ternyata perusahaan harus berproduksi pada tingkat 3000 unit per tahun atau 1500
unit per tahun maka salah satu alternatif tersebut akan lebih baik dari yang
lainnya.

3. Melakukan analisa jual-beli. Pada tingkat produksi tertentu, biaya biaya yang terjadi
akan sama antara membeli suatu komponen atau tnembuatnya sendiri. Jadi, pada
tingkat impas ini, pilihan untuk rnembuat sendiri suatu komponen atau peralatan
akan sam efisiennya dengan pilihan untuk metnbelinya dari luar perusahaa, Bila
perusahaan membutuhkan jumlah komponen yang lebih besar dari titik impas tadi
maka biasanya biaya membuat akan lebih murah dari biaya rnembeli untuk tiap
satuan komponen.

4. Menentukan berapa tahun yang dibutuhkan. (atau berapa prode yang harus
dihasilkan) agar perusahaan berada pada titik impas yaitu biaya-biaya yang
dikeluarkan sama persis dengan pendapatan-pendapatan yang diperoleh. Bila suatu
alternatif proy, bisa berproduksi di atas titik impas ini maka alternatif tersebut
layak dilaksanakan.

6.2.1 Analisa Titik Impas pada Permasalahan Produksi

Aplikasi analisa titik impas pada permasalahan produl biasanya digunakan udtuk
menentukan tingkat produksi yang mengakibatkan perusahaan berada pada kondisi
impas. Untuk mendapatkan titik impas ini maka harus dicari fungsi-fungsi biasa
AR = 15.000 X

sehingga :

110,778 juta + 5.250 X = 15.000 X

110,778 juta = 9.750 X

X = 11.362 unit per tahun

Jadi, PT. ABC Indonesia harus memproduksi sebanyak 11.362 unit per tahun agar
berada pada kondisi impas. Dengan demikian maka perusahaan harus berproduksi di
atas 11.362 unit per tahun agar berada pada kondisi untung.

6.2.2 Analisa Titik Impas pada Pemilihan Alternatif Investasi

Pemilihan alternatif-alternatif investasi sering kali akan mengakibatkan


keputusan yang berbeda apabila tingkat produksi atau tingkat utilitas dari investasi
tersebut berbeda. Dalam pemilihan fasilitas produksi misalnya, perusahaan cenderung
akarr membeli mesin-mesin atau fasilitas lain yang harganya lebih murah (walaupun
ongkos variabelnya lebih tinggi) bila tingkat produksinya cukup tinggi maka
perusahaan akan lebih baik apabila membeli fasilitas-fasilitas yang berteknologi tinggi
yang ongkos investasinya lebih tinggi namun ongkos-ongkos variabelnya lebih rendah.
Untuk mendapatkan keputusan yang baik dari persoalan yang seperti irn maka harus
dicari suatu titik yang menyatakan tingkat produksi dimana suatu alternatif A akan
impas (sama baiknya) dengan suatu alternatif B misalnya, dan kapan alternatif A lebih
baik (atau lebih jelek) dari alternatif B.

Sebagai contoh perhatikanlah gambar 6.3 yang menyatakan peril aku ongkos dua
alternatif (A dan B). Alternatif A memiliki ongkos awal lebih tinggi namun ongkos-
ongkos variabelnya lebih rendah (ditunjukkan oleh gradien yang lebih kecil pada garis
ongkos). Sebaliknya alternatif B memiliki ongkos awal (FC) yang lebih rendah tetapi
ongkos-ongkos variabelnya lebih tinggi. Kedua alternatif akan sama baiknya (impas)
bila unit variabelnya (misalnya tingkat produksinya) adalah sebesar X. bila unit
variabelnya kurang dari X maka alternatif B yang lebih baik, dan bila unit variabelnya
lebih dari X rnaka alternatif A yang lebih baik.

Analisa titik impas pada permasalahan-permasalahan seperti ini biasanya


diselesaikan dengan menggunakan alat bantu analisa EUAC atau nilai sekarang (PW).
Langkah-langkah berikut ini cukup baik diikuti dalam menentukan alternatif
berdasarkan analisa titik impas.
1. Definisikan secara jelas variabel yang akan dicari dan tentukan satuan atau
unit dimensinya.
2. Gunakan analisa EUAC atau analisa nilai sekarang ttntuk menyatakan total
ongkos setiap alternatif sebagai fungsi dari variabel yang di definisikan.
3. Ekuivalenkan persamaan-persamaan ongkos tersebut dan carilah nilai impas
dari variabel yang didefinisikan.
4. Bila tingkat utilitas yang diinginkan lebih kecil dari nilai titik impas, pilih
alternatif yang memiliki ongkos variabel yang Iebih tinggi (gradiennya lebih
besar) dan bila tingkat utilitas yang diinginkan di atas nilai titik impas, pilih
alternatif yang memiliki ongkos-ongkos variabel yang lebih rendah (gradiennya
lebih kecil).

   l
  a
   t
  o
   T
  s
B
  o
   k
  g
  n
   O

A
BEP

Unit Variabel

Gambar 6.3. llustrasi analisa BEP pada pemililsan alternatif invesktsi


C o n t oh 6 . 3

Sebuah perusahaan pelat baja sedang mempertimbangkan alternatif mesin


pemotong plat yang bisa digunakan dalam proses produksinya. Alternatif pertama
adalah mesin otomatis yang memiliki harga awal Rp. 23 juta dan nilai sisa Rp. 4 juta
setelah 10 tahun Bila mesin ini dibeli maka operator harus dibayar Rp. 12.000 pe jam.
Output mesin ini adalah 8 ton per jam. Ongkos operasi dan perawatan tahunan
diperkirakan Rp. 3,5 juta.

Alternatif kedua adalah mesin semiotomatis yang memiliki harga awal Rp. 8
 juta dengan masa pakai ekonomis 5 tahun dan tanpa nilai sisa. Ongkos tenaga kerja
per jam bila mesin ini dioperasikan adalah Rp. 24.000 dan ongkos-ongkos operasional
dan perawatannya Rp. 1,5 juta per tahun. Perkiraan outputnya adalah 6 ton pei jam.
MARR yang dipakai analisa adalah 10%.

a. Berapa lembaran logam yang harus diproduksi tiap tahun agar mesin otomatis lebih
ekonomis dari mesin semiotomatis ?

b. Apabila manajemen menetapkan tingkat produksi sebesar 2.000 ton per tahun,
mesin mana yang sebaiknya dipilih.?

Solusi
a. Penyelesaian dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah di atas.

1. Misalkan X adalah jumlah lembaran logam (ton) yang diproduksi dalam


setahun.
2. Ongkos-ongkos variabel tahunan untuk mesin otomatis adalah :
Rp.12.000 1 jam X ton
AC1 = x x
 jam 8 ton tahun

Rp.12.000
= X
8

Sehingga ongkos ekuivalen tahunannya adalah :

EUAC1 =23 juta (A/P, 10%, 10)-4 juta (A/P, 10%, 10) + 3,5 juta + 12.000 X/8

= 23 juta (0,16275) - 4 juta (0,06275) + 3,5 juta + 12.000 X/8

= 6,992 juta + 1500 X

Dengan cara yang sama akan diperoleh ongkos variabel tahunan untuk mesin
semiotomatis adalah :

Rp. 24.000 1 jam X ton


AC2 = x x
 jam 6 ton tahun

= Rp. 4.000 X

Sehingga ongkos ekuivalen tahunannya adalah :

EUAC2 = 8 juta (A/P, 10%, 5) + 1,5 juta + 4.000 X

=8 juta (0,26380) + 1,5 juta + 4.000 X

= 3,610 juta + 4.000 X


3. Kedua persamaan EUAC tadi diekuivalenkan sehingga diperoleh :

EUAC1 = EUAC2

6,992+1.5000 jutaX = 3,610 juta + 4.000 X

3,382 juta = 2500 X

X = 1.352,8 ton per tahun

Jadi, mesin otomatis akan lebih ekonomis dipakai bila dibandingkan dengan mesin
semiotomatis bila tingkat produksinya lebih besar dari 1 .352,8 ton per tahun.
b. Apabila manajemen memutuskan tingkat
produksi sebesar 2.000 ton per tahun maka mesin
otomatis yang harus dipilih (karena lebih besar
dari titik impas).
C o n t oh 6 . 4

Asumsikanlah ada 3 alternatif proyek dengan data-data sebagai berikut :

Tabel 6.1 Data-data biaya untuk contoh 6.4


alternatif A B C

biaya awal (juta) 100 150 250

nilai sisa (juta) 0 25 25

n (juta) 20 16 5
umur proyek (tahun)
10 10 10
ongkos/unit produk
200 150 100

Bila MARR adalah 10%, pada interval tingkat produksi per tahu berapa alternatif B
paling ekonomis ?
Solusi
Misalkan X adalah jumlah produk yang dibuat per tahun, maka:

EUACA = 100 juta (A/P, 10%, 10) + 20 juta + 200 X

= 100 juta (0,16275) + 20 juta + 200 X

= 36,275 juta + 200 X

EUACB = 150 juta (A/P, 10%, 10) + 16 juta - 25 juta (, F, 10%a, 10) + 150 x
3. bila pendapatan tahunan turun 251% :

NPW = -10 juta + 2,25 juta (P/A, 12%, 5)

= -1,8892 juta

4. bila pendapatan tahunan turun 40% :

NPW = -109 juta + 1,8 juta (P/A, 12%, 5)

= -3,511 juta

Hubungan antara besarnya perubahan pendapatan tahunan (40% terhadap nilai


NPW dari alternatif tersebut diperliharkan pada gambar 6.8.

Alternatif di atas akan menjadi tidak layak bila pendapatan tahunan turun
sampai di bawah 2,774 juta per tahun atau bila terjadi penurunan sekitar 7,47%.
Silakan anda hitung sendiri dengan cara yang serupa di atas.

G
Gambar
ambar 6 .8 . Hu bung an antara
antara perubahan p endapata
endapatann tahunan terhadap
terhad ap nilai
NPW.

C o n t oh
oh 6 . 7

Sebuah perusahaan sedang mempertimbangkan investasi sistem otomasi


sehingga bisa melakukan sistem retrieval secara otomatis. Untuk memenuhi rencana
ini dibutuhkan investasi awal berupa gedung seharga Rp. 2,5 milyar dan peralatan-
peralatan seharga Rp. 3,5 milyar. Gedung diestimasikan bisa dipakai secata ekonomis
selama 30 tahun, sedangkan peralatannya selama 15 tahun. Dengan pemakaian
sistem pergudangan otomatis ini perusahaan akan bisa mereduksi jumlah tenaga
kerjanya sebanyak 70 orang. Setiap tenaga kerja diperkirakan dibayar Rp. 18 juta per
tahun. Disisi lain perusahaan harus menanggung ongkos operasional dan perawatan
dari sistem yang baru ini lebih besar Rp. 150 juta per tahun dibandingkan dengan
sistem lama.

Alat-alat lama yang tidak dipakai dalam sistem baru diperkirakan memiliki nilai
sisa sebesar Rp. 600 juta. Dengan adanya sistem baru, perusahaan juga harus
menanggung ongkos-ongkos penggantian peralatan dengan nilai sekarang Rp. 200
 juta. Karena peralatan hanya berumur ekonomis 15 tahun maka disini diasumsikan
bahwa ongkos-ongkos peralatan akan tetapi identik setelah penggantian dilakukan.
MARR yang akan digunakan adalah 15%.

Data data-data di atas maka aliran kasnya bisa diringkas seperti pada tabel 6.3
berikut.

T a be
b e 6 . 3 E s t i m a s i a lili r a n k a s u n t u k c o n t o h 6 . 7 ( a n g k a da
d a la
la m j u t a an
an r u p i a h )

Akhir tahun 0 1 – 15 15 16 – 30 30

Bangunan -2.500 0

Peralatan -3.500 -3.500 0

Penghematan ongkos tenaga kerja 1.260 1.260

Biaya operasional dan perawatan -150 -150

Nilai sisa 800

-5.200 1.100 -3.500 1.110 0

Perusahaan yakin bahwa estimasi ongkos bangunan, ongkos operasi dan


perawatan, dan beberapa data ongkos lainnya cukup akurat, namun ongkos peralatan
dan penghematan 70 orang tenaga kerja dianggap masih mengandung uusur-unsur
kesalahan estimasi. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa sensitivitas untuk kelima
faktor tersebut.

Misalkan X adalah persentase kesalahan estimasi ongkos peralatan dan Y adalah


persentase kesalahan estimasi penghematan ongkos tenaga kerja. Dengan
menggunakan perhitungan nilai sekarang dari aliran kas tersebut maka dapat
dikatakan bahwa investasi tersebut layak dilakukan sepanjang memenuhi :

pW ≥ 0

dimana PW (dalam jutaan rupiah) adalah :


PW = -2.500 -3.500 (1+X) (1+(P/F, 15%, 5))-150 (P/A, IS%,
IS%, 30) + 18 (70)(1
+ Y) (P/A, 15%, 30) + 800

Dengan melakukan penyederhanaan persamaan di atas diperoleh bahwa investasi


tersebut akan layak bila :

PW = 1.658,110 - 3.930,150 X + 8.273,160 Y > 0

atau

Y ≥ -0,2004 + 0,47505 X.

Dari persamaan tersebut bisa disimpulkan, bila X = 0 maka nilai Y = -0,2004 atau
-20,04%. Artinya, bila tidak ada kesalahan pada estimasi ongkos investasi peralatan
maka penurunan penghematan ongkos tenaga kerja masih bisa ditolerir sampai
20,04%. Sebaliknya, bila Y = 0 maka nilai X adalah 0,42185 atau 42,185% yang
berarti bahwa bila tidak ada kesalahan pada estimasi penghematan ongkos tenaga
kerja maka investasi ini akan tetap layak bila ongkos investasi peralatannya tidak
meningkat melebihi 42,185% dari estimasi semula. Bila diplot dalam graft maka
daerah layak dan tidak layak dibatasi oleh persamaan garis Y = -0,2004 + 0,47505 X
seperti terlihat pada gambar 6.9.

Dari gambar tersebut bisa juga disimpulkan bahwa keputusan penerimaan


investasi tersebut lebih sensitif terhadap kesalahan estimasi penghematan ongkos
tenaga kerja dibandingkan dengan kesalahan estimasi ongkos investasi peralatan.
Walaupun tidak terjadi kesalahan estimasi ongkos peralatan, investasi tadi menjadi
tidak layak bila kesalahan estimasi penghematan ongkos tenaga kerja lebih besar dari
20,04%. (perubahan yang dimaksud disini adalah penurunan).
G a m b a r 6 . 9 . G r a f i k a n alal i s a s e n s i t i v i t a s k e p u t us
u s a n t e r h a da
d a p k e s a lala h an
an
e s t i m a s i o n g k o s p e r a la
la t an
an d an a n p e n g h e m a t a n te
te n a g a k e r j a u n t u k
contoh 6. 7

6.4 Analisa Resiko

Telah banyak disinggung pada bahasan-bahasan sebelumnya bahwa keputusan


terhadap suatu alternatif investasi sangat tergantung pada estimasi aliran kas dari
masing-masing alternatif yang diusulkan. Estimasi aliran kas ini diperoleh dengan
peramalan yang didasarkan pada data-data historis maupun perkiraan kecenderungan
masa mendatang. Karena masih bersifat estimasi maka analis jarang sekali bisa
memberikan kepastian tentang suatu nilai yang akan diperoleh di masa yang akan
datang, baik yang berkaitan dengan aliran kas, umur proyek, tingkat bunga dan
sebagainya sehingga estimasi profit juga tidak tergambar dengan pasti. Pada kondisi
yang seperti ini, cara terbaik untuk menyatakan profit yang bisa dicapai oleh suatu
alternatif adalah menggambarkan ukuran-ukuran profit yang bisa dicapai dalam suatu
fungsi distribusi probabilitas.

Istilah resiko (atau sering juga disebut ketidakpastian) digunakan menyatakan


suatu alternatif investasi dimana profit ataupun ukuran lain yang mempengaruhi profit
tidak diketahui dalam nilai yang pasti, tetapi bisa dinyatakan dalam suatu distribusi
utilitas. Untuk mengukur besarnya resiko suatu alternatif maka parameter-parameter
yang perlu diketahui nilainya dalam suatu aliran distribusi probabilitas adalah nilai
rata-rata atau nilai (expected value), dan parameter-parameter yang menyatakan
penyebaran dari nilai-nilai yang mungkin terjadi, seperti standar deviasi, koefisien
variansi, dan interval dari nilai barang bisa terjadi. Semakin besar nilai varian, standar
deviasi, interval variansi, atau interval dari nilai-nilai yang mungkin terjadi variasi
kemungkinan yang dihadapi oleh suatu alternatif variasi semakin besar, yang berarti
 juga bahwa resikonya semakin
semakin besar.

Untuk Memberikan gambaran dasar cara-cara melakukan analisa resiko,


berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu teknik-teknik menghitung varian, standar
deviasi, koefisien variansi, interval maupun nilai harapan dari suatu distribusi nilai-
nilai yang mungkin terjadi. Nilai-nilai yang dimaksud disini bisa berupa profit, umur
proyek, tingkat bunga, dan sebagainya.

6.5 Cara Menghitung Nilai Harapan dan Ukuran Penyebarannya

6.4. Analisa Resitu


Misalkan nilai-nilai yang mungkin dari suatu kejadian akan variabel acak yang
dinotasikan dengan x1, x2, .... , xn, nilai-nilai tersebut bersifat mutually exclusive
(hanya satu yang benar-benar akan terjadi) dan pl, p2, ..... pn adalah probabilitas
masing-masing nilai tersebut sedemikian sehingga :

∑  p
 j =1
 j = 1  (6.7)r

Nilai harapan (atau rata-rata) dari nilai-nilai x , di atas adalah :

n
W atau E(x) = ∑  p  x
 j =1
 j  j   (6.8)

Apabila nilai-nilai yang mungkin terjadi jumlahnya tak terhingga sehingga


membentuk suatu fungsi variabel acak k maka nilai haiapan atau nilai rata-rata
tersebut bisa dinyatakan dengan :


2
µ  atau E (x)
(x) = ∫ x f(x) dx  
−∞
(6.10)


= ∫ x  p (x) dx  
−∞
(6.10)

Dimana f(x) atau p(x) adalah fungsi yang menyatakan probabilitas terjadinya suatu
nilai x.

Besarnya varian bisa diperoleh dengan menjumlahkan kuadrat dari selisih


masing-masing nilai yang mungkin terhadap nilai rata-ratanya. Bila varian dinotasikan
dengan (2 maka secara matematis bisa dinyatakan :

n
σ 2
= ∑ p x
 j=1
 j  j
2
.μ 2   (6.11)

Apabila fungsi dari nilai-nilai yang mungkin terjadi adalah diskrit maka secara
lebih spesifik varian dari variabel acak xj bisa di rumuskan sebagai berikut :

n 2

σ 2
= ∑ [x .μ ]  p  
 j=1
 j  j (6.12)

n
= ∑  p[ .x
 j=1
 j  j
2
.2μ 2 + μ 2 ]
n
= ∑  p[ .x
 j=1
 j  j
2
]
.μ 2   (6.13)

Karena berlaku hubungan :

n
2
E(x ) = ∑x
 j=1
 j
2
 p j   (6.14)

Dan

2
n 
µ  atau [E(x)] = ∑ x j  p  j   
2 2
(6.15)
  j =1 

maka varian juga bisa dirumuskan dengan :

σ2 = E (x 2) . [E (x)] 2  (6.16)

Apabila x j, adalah nilai-nilai variabel random yang fungsinya kontinyu maka nilai :


E (x ) = ∫x
2 2
f(x) dx   (6.17)
−∞

Dan

2
∞ 
[E (x)]  =  ∫  x f  ( x ) dx   
2
(6.18)
 −∞ 

Standar deviasi adalah ukuran yang lebih riil dari dispersi nilai-nilai suatu variabel
acak. Nilainya bisa diperoleh dengan mencari akar kuadrat dari varian. Bila standar
deviasi dinotasikan dengan σ maka berlaku hubungan :

s = s2   (6.19)

atau

1/ 2
n 
= ∑ p j x  j .μ 
2
σ   (6.20)
  j=1 

Koefisien variansi adalah ukuran dispersi atau penyebaran yang dinyatakan


relatif terhadap besarnya nilai harapan, dimana besarnya bisa diperoleh dengan
membagi standar deviasi dengan nilai harapannya. Bila c adalah koefisien variansi
maka berlaku hubungan matematis :

s
c =
μ

Sedangkan interval nilai (range) adalah selisih antara nilai terbesar dan nilai terkecil
yang mungkin terjadi.

C o n t oh
oh 6 . 8

Sebuah perusahaan sedang mempertimbangkan pendirian sebuah proyek yang


mempunyai data NPV dengan probabilitas seperti pada tabel 6.4 berikut.

Tabel 6.4 Data NPV dan probabilitasnya

NPV yang mungkin Probabilitas terjadinya

(x j) (p j)

-120 juta 0,2

10 juta 0,3

340 juta 0,5

Tentukan nilai harapan, varian, koefisien variansi, dan interval nilai dari nilai-nilai NPV
yang mungkin terjadi.

 S o lu s i

Nilai harapan :

n
µ atau E(x) = ∑ x  p
 j=1
 j  j

= 0,2 (-120 juta)+0,3 (10 juta) + 0,5 (340 juta)

= 149 juta

Varian :

2 2 2
3
2
E(x ) = ∑x
 j=1
 j
2
 p j

= 0,2 (1,44x1016) + 0,3 (1,0x1014)+0,5(1,156x1017)

= 1,031 x 1017

[E(x)] 2= (149 juta)2

Standar deviasi :

σ = 1,301x1017

= 360,694 juta

s 360,694
c =  =
μ 149 juta

koefisien variansi :

= 2,4208

Interval (range) nilai :

R = nilai terbesar – nilai terkecil

= 340 juta – (-120 juta)

= 460 juta

C o n t oh
oh 6 . 9

Perusahaan ABC sedang mempertimbangkan 3 alternatif alat dari nilai-nilai


NPV yang mungkin terjadi. pendingin ruangan tempat penyimpan bahan
b ahan baku yang
tidak resisten terhadap suhu tinggi. Pada tabel 6.5 ditunjukkan data-data ongkos
investasi masing-masing alternatif serta probabilitas kerusakannya. Solusi apabila
terjadi kerusakan maka diestimasikan akan berakibat pada Nilai harapan : kerugian
(yang disebut ongkos kerusakan) sebesar Rp. 5 juta dengan probabilitas 0,4 dan
Rp. 12 juta dengan probabilitas 0,6. Disini diasumsikan bahwa probabilitas terjadinya
suatu kerusakan tidak tergantung pada apakah suatu kerusakan terjadi pada suatu
tahun atau tidak. Ongkos-ongkos tahunan untuk masing-masing alternatif
diperkirakan sebesar 20% dari ongkos awalnya. Alternatif manakah yang seharusnya
dipilih bila yang diinginkan adalah yang ongkos tahunannya minimal ?

T a be l 6 . 5 D a t a u n t u k c o n to h 6 . 9

probabilitas terjadinya kerusakan


alternatif  ongkos
pada tahun tertentu

A Rp. 4,5 juta 0,12

B Rp. 5,0 juta 0,06

C Rp. 7,5 juta 0,01

 S olu s i

Ekspektasi ongkos kerusakan bila kerusakan terjadi adalah :

E(ongkos kerusakan) = 0,4 (5 juta) + 0,6 (11 juta) = 8,6 juta

Probabilitas kerusakan pada tahun tertentu dari altematif A adalah 0,12 sehingga
ekspektasi ongkos kerusakan per tahun adalah 8,6 juta x 0,12 = 1,032 juta.
Sedangkan ongkos operasional dari alternatif A tiap tahun adalah 4,5 juta x 0,2 juta =
0,9 juta. Dengan demikian maka ongkos total tiap tahun untuk alternatif A adalah
1,032 juta + 0,9 juta = 1,932 juta. Selengkapnya perhitungan untuk ketiga alternatif
diperlihatkan pada tabel 6.6.

Dengan melihat hasil pada tabel 6.6 maka dapat disimpulkan bahwa alternatif
B yang terbaik karena memberikan ekspektasi ongkos t otal tahunan yang terkecil.

T ab el 6 . 6 P e r h i t u ng a n on g k o s - o n g k o s t a h un a n u nt u k c o n to h 6 . 9

alternatif ongkos operasional Ekspetasi ongkos ekspetasi ongkos


total tahunan
-
A 4,5 it. (0,2) = 0,9 it. 8,6 it. (0,12) = 1,032 it. 1,932juta

B 5,0 it. (0,2) = 1,0jt. 8,6 it. (0,06)= 0,516 it. I,516juta

C 7,5 it. (0,2) = l,5 jt. 8,6 it. (0,01) = 0,086 it. 1,S86juta
6.4.2 Tinjauan Singkat Distribusi Probabilitas

Untuk memudahkan melakukan analisa yang berkaitan dengan resiko dari


suatu ulter[atif investasi, sering kali kita harus mendapatkan pola umum dari
distribusi probabilitas nilai-nilai variabel (ongkos, keuntungan, untuk investasi, dan
sebagainya). Pola umum distribusi probabilitas suatu variabel acak sering
direpresentasikan dalam bentuk-bentuk distribusi teoritis. Untuk keperluan ini kita
harus menyesuaikan distribusi empiris yang terjadi pada masa-masa sebelumnya
dengan salah satu bentuk distribusi teoritis yang paling cocok. Distribusi probabilitas
yang sering dipakai untuk mewakili suatu kondisi ketidakpastian dalam ekonomi
teknik adalah distribusi beta tlan distribusi normal. Berikut ini akan ditinjau secara
singkat kedua jenis distribusi tersebut.

• llustribusi Beta
Untuk mendapatkan nilai rata-rata (nilai harapan) maupun varian dari
distribusi beta maka sifat-sifat distribusi beta bisa digunakan. Distribusi beta biasanya
condong ke kiri atau ke kanan, tergantung pada besarnya nilai-nilai parameternya.
Untuk menghitung estimasi rata-rata maupun varian, kita perlu mendefinisikan
terlebih dahulu nilai batas bawah yang disebut estimasi pesimis, nilai modus atau
estimasi nilai yang paling mungkin terjadi, dan nilai batas atas yang disebut estimasi
optimis. Ilustrasi grafis distribusi beta terlihat pada gambar 6.10.

Pada prinsipnya distribusi beta sama dengan distribusi normal, hanya saja
kurva distribusi beta biasanya condong ke kiri atau ke kanan, tidak seperti pada
distribusi normal yang biasanya simetris. Disamping itu, ujung-ujung kurva distribusi
beta biasanya lebih sempit batasnya, sedangkan pada distribusi normal, nilai ujung-
ujungnya tak terbatas.

Apabila nilai estimasi pesimis disimbulkan dengan P, nilai estimasi optimis


disimbulkan dengan O, dan nilai estimasi modus disimbolkan dengan M maka nilai
harapan dari distribusi beta dapat dinyatakan dengan :
P + 4m + O
µ atau E(x) =   (6.22)
6

dan besarnya varian dinyatakan dengan :

 O − P 
s2 =    (6.23)
  6  

C o nt oh 6 . 1 0

Misalkan PT. ABC sedang mempertimbangkan sebuah proposal investasi dan data-
data perkiraan aliran kas dan umur investasi terlihat pada tabel 6.7.

T a be l 6 . 7 E s t i m a s i p a r a m e t e r u n t u k p r o p o s a l c o n to h 6 . 1 0

parameter estimasi optimis estimasi modus estimasi pesimis

ongkos awal Rp. 75 juta Rp. 80 juta Rp. 100 jttta

pendapatan/tahun Rp. 20 juta Rp. 15 jttta Rp. 12 juta

nilai sisa Rp. 7 juta Rp. 4 juta Rp. 1 juta

umur invetasi 10 tahun 8 tahun 6 tahun

Hitunglah :

a. Nilai harapan dari ongkos awal, pendapatan per tahun, dan nilai sisa.

b. Nilai harapan dari umur investasi.

c. Bila MARR perusahaan adalah 15%, apakah investasi tersebut layak dilakukan ?

 S olu s i

P + 4M + O
a. E (ongkos awal) =
6

75 juta + 4 (80 juta) + 100 juta


=
6

= 82,5 juta
Jika kedua alternatif memiliki umur 10 tahun dan tingkat bunga adalah 12%,
berapa jam dalam setahun motor harus dioperasikan agar kedua sistem tersebut
berada pada kondisi 'break even' ?

9. Dua buah kondensor sedang dipertiinbangkan untuk dipilih salah satu oleh
perusahaan ABC. Kondensor pertama harganya Rp. 6 juta dan ongkos-ongkos
operasional dan perawatannya Rp. 1 juta per tahun. Alternatif kedua adalah
kondensor seharga Rp. 5 juta,.namun ongkos-ongkos operasional dan
perawatannya belum diketahui. Nilai sisa untuk kedua kondensor diestimasikan
sebesar 25% dari harga awalnya. Horizon studi yang dipakai adalah 5 tahun dan
MARR 18%. Tentukanlah berapa ongkos-ongkos operasional dan perawatan dari
kondensor yang kedua agar kedua kondensor berada pada posisi impas (break
even) ?

10. Dalam melakukan studi buat beli sebuah komponen dari produknya. PT. XYZ
menemukan fungsi ongkos-ongkos untuk masingmasing alternatif sebagai
berikut :

Ongkos membuat :

M(x) = 5 juta -l 250 ribu x - 5 x 2

Ongkos membeli :

B(x) = 10 juta + 150 ribu x

dimana x adalah volume kbmponen yang diperlukan. Pada x berapa perusahaan


seharusnya membuat sendiri komponen tersebut (tidak membelinya) ?

11. Sebuah proyek diperkirakan membutuhkan dana awal investasi sebesar Rp. 50
 juta dengan umur 6 tahun dan nilai sisa Rp. 4 juta. Perusahaan diperkirakan
memperoleh pemasukan sebesar Rp. 8 juta pada tahun pertama dan selanjutnya
meningkat Rp. 1 juta tiap tahun. Dengan menggunakan tingkat bunga 10% :

a. tentukanlah apakah proyek ini layak dilaksanakan atau tidak

b. buatlah analisa sensitivitas keputusan tadi dengan mengubah-ubah tingkat


bunga, investasi awal, dan pendapatan tahunan pada range f 30% dari nilai-
nilai perkiraan di atas

c. tentukan batas-batas nilai parameter yang mengakibatkan keputusan


terhadap alternatif tadi menjadi berubah

d. mempengaruhi sensitivitas keputusan perusahaan ?


Rencana modernisasi pergudangan sebuah perusahaan multinasional
membutuhkan investasi sebesar Rp. 3 milyar dan diestimasikan pada akhir tahun
ke-10 memiliki nilai sisa sebesar Rp. 600 juta. Penghematan dalam ongkos-
ongkos operasional dan perawatan diperkirakan sebesar Rp. 700 juta per tahun.
Perusahaan menggunakan MARR 18% untuk keperluan analisanya. Karena biaya-
biaya di atas masih dalam estimasi, buatlah analisa sensitivitas terhadap
kesalahan estimasi nilainilai tadi dalam kaitannya dengan kelayakan ekonomis
dari rencana modernisasi tersebut.

13. Perusahaan BCA memiliki estimasi nilai-nilai keuntungan yang bisa diperoleh
dengan probabilitas sebagai berikut:

hasil yang mungkin probabilitas terjadinya

(x1) (P1)

Rp.800 juta 0,3

Rp. 350 juta o,6

Rp. 500 juta 0,1

Tentukanlah :

a. Ekspektasi

b. Varian

c. Standar deviasi

d. Interval (range)

e. Koefisien variansi

dari nilai-nilai keuntungan yang mungkin terjadi.

14. Seorang analis ekonomi teknik sedang melakukan perhitunga n kelayakan sebuah
proyek yang memiliki estimasi nilai pesimis, modus, dan nilai optimis dari nilai-
nilai parameternya sebagai berikut :

parameter estimasi optimis estimasi modus estimasi pesimis


ongkos awal Rp. 100 juta Rp. 125 juta Rp. 140 juta

Pendapatan/tahun Rp. 20 juta Rp. 17 juta Rp. 15 juta

nilai sisa Rp. 4 juta Rp. 1 juta Rp. 1 juta

umur invetasi 11 tahun 10 tahun 9 tahun

a. tentukanlah nilai harapan masing-masing parameter

b. carilah ekspektasi nilai ROR. Bila MARR petusahaan adalah 13%, apakah
proyek ini layak dilaksanakan ?

15. Hitunglah nilai ekspektasi present worth dari estimasi aliran kas yang
probabilitasnya seperti pada tabel berikut. Asumsikan bunga sebesar 15 %.

16. Manajer Teknik Industri sebuah perusahaan sedang mempertimbangkan 3


alternatif investasi yaitu A, B, dan C. besarnya nilai NPV dari tiap alternatif pada
situasi ekonomi yang berbeda ditunjukkan pada tabel berikut.

situasi NYV
p B C
resesi -10 juta -2 juta 3 juta

stabil 2 juta 5 juta 5 juta

berkembang 20 juta 15 juta 10 juta

Apabila probabilitas terjadinya resesi adalah 0,2 dan probabilitas terjadinya situasi
ekonomi stabil adalah 0,5 :

a. tentukanlah koefisien variansi masing-masing, alternatif proyek

b. berdasarkan ukuran resiko, alternatif mann yang seharusnya dipilih ?

c. pada nilai-nilai probabilitas situasi conomi berapa. alternatif proyek A akan


sama baiknya dengan alternatif ? Buat juga analisa sensitivitasnya.

17. Apabila ketidakpastia.n pada soal 6.16 di atas sanga.r, tinggi sehingga
probabilitas terjadinya masing-masing situasi ekonomi tidak diketahui, pilihlah
alternatif dengan kriteria yang mencerminkan optimisme.

18. Ulangi soal 6.17 dengan menggunakan kriteria-kriteria yang mencerminkan


pesimisme.
dimana nilai ini sebenarnya adalah faktor pengali dari (P-S) untuk mendapatkan
besarnya depresiasi pada suatu saat. semakin besar t maka d akan semakin kecil
sehingga beban depresiasi juga semakin menurun dengan bertambahnya umur aset.
Bila suatu aset berumur 6 tahun maka tingkat depresiasi selama umurnya ditunjukkan
pada tabel 7.2.

T a be l 7 . 2 T i n g k a t d e pr e s i a s i d e n g a n S O Y D p ad a a s e t y a n g u m u r n y a 6 t ah u n

t 1 2 3 4 5 6

dt 6/21 5/21 4/21 3/21 2/21 1/21

C o n t oh 7 . 2

Dengan menggunakan data-data pada contoh 7.1, gunakat>lah metode


depresiasi SOYD untuk menghitung besarnya depresiasi dan nilai buku tiap tahun. Plot
 juga besarnya nilai buku terhadap umur peralatan tersebut.

Solusi

a. Jumlah digit tahun = 1+2+3+4+5+6 = 21

= Rp. 10,286 juta

 N − t + 1
D1 = (P − S)
SOYD

6 −1 +1
D1 = (39 juta − 3 juta)
21

= 6/21 (36 juta)

= Rp. 10,286 juta

6 − 2 +1
D2 = (36 juta)
21

= Rp.8,571 juta

D2 = 4/21 (36 juta)

= Rp. 6,857 juta


Perhitungan selanjutnya sampai D6 terlihat pada tabel 7.3. sedangkan perhitungan
nilai buku setiap akhir tahun bisa dilakukan dengan mengurangi langsung nilai buku
akhir tahun sebelumnya dengan besarnya depresiasi pada tahun yang bersangkutan.
Pada akhir tahun pertama misalnya, nilai bukunya adalah Rp. 39 juta - Rp. 10,286
 juta = Rp. 28,714 juta, atau dihitung dengan rumus :

t(N − t/2 + 0,5)


BVt  = P - (P − S)
SOYD

Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 7.3

T a be l 7 . 3 J a d w a l d e p r e s i a s i d a n n i l ai b u k u u n t u k c o n to h 7 . 2 .

Depresiasi tahun Nilai buku akhir tahun


Akhir Tahun
(Rupiah) (Rupiah)

0 0 39,000 juta

1 6/21 x 36.00 jt. = 10,286 juta 28,714 juta

2 5/21 x 36,00 jt. = 8,571 juta 20,143 juta

3 4/21 x 36,00 jt. = 6,857 juta 13,286 juta

4 3/21 x 36,00 jt. = 5,143 juta 8,143 juta

5 2/21 x 36,00 jt. = 3,429 juta 4,714 juta

6 1/21 x 36,00 jt. = 1,714 juta 3,000 juta

Bila diplot dalam grafik maka hubungan antara umur aset dengan nilai buku tampak
seperti gambar 7.2.

7.7 Metode Keseimbangan Menurun (DB)

Seperti halnya metode jumlah digit tahun, metode keseimbangan menurun


 juga menyusutkan nilai suatu aset lebih cepat pada tahun-tahun awal dan secara
progresif menurun pada tahun-tahun selanjutnya. Metode ini bisa dipakai bila umur
aset lebih dari 3 tahun. Besarnya depresiasi pada tahun tertentu dihitung dengao
mengalikan suatu persentase tetap dari nilai buku aset tersebut pada akhir tahun
sebelumnya.

Dengan demikian maka besarnya beban depresiasi pada tahun ke-t adalah :

D  = dBV   (7.9)
dimana :

d = tingkat depresiasi yang ditetapkan

BVt-1 = nilai buku aset pada akhir tahun sebelumnya (t-1).

Nilai buku pada akhir tahun ke-t akan menjadi :

BVt = BVt-1 - Dt  (7.10)

Dengan mensubstitusikan persamaan (7.9) ke persamaan (7.10) maka akan


diperoleh :

BVt = BVt-1 – dBVt-1

= BVt-1 (1-d) (7.11)

Dengan rumus rekursif 7.11, besarnya beban depresiasi pada tahun ke-t juga
bisa dinyatakan dengan :

Dt = d (1-d) t-1 P (7.12)

Demikian pula nilai buku pada akhir tahun ke-t bisa diekspresikan dengan :

BVt = (1-d)t P (7.13)

selama BV' lebih besar atau sama dengan nilai sisa (S) yang telah ditetapkan.

G a m b ar 7 . 2 . G r a f i k n i l ai b u k u V s u m u r a s e t d e ng a n m e to de d ep r e s i a s i S O Y D
u n t u k c o n t oh 7 . 2 .
DS = 4/50 (10 juta) = Rp. 0,8 juta

BVS = Rp. 2,8 juta - Rp. 0,8 juta = Rp. 2 juta.

7.11. Perbandingan Metode-metode Depresiasi

Semua metode depresiasi yang diuraikan di atas memiliki karakteristik


tersendiri. Metode garis lurus adalah metode yang paling mudah cara perhitungannya
dan cukup banyak dipakai. Metode ini mengakibatkan nilai buku suatu aset menurun
dengan kecepatan tetap. Metode jumlah digit tahun (SOYD) dan metode
keseimbangan menurun (DB atau DDB) adalah metode-metode yang dipercepat,
artinya menimbulkan depresiasi yang lebih besar pada tahun-tahun awal periode
depresiasi. Kedua metode ini akan menguntungkan ditinjau dari segi pembayaran
pajak. Pada umumnya metode (DH (terutama DDB) lebih cepat menurunkan nilai
buku dibandingkan dengan metode SOYD.

Metode depresiasi sinking fund adalah metode yang terbalik dengan metode DB
atau SOYD, karena besarnya depresiasi justru lebih kecil pada tahun-tahun awal
dibandingkan dengan pada tahunrahun berikutnya. Dari segi beban pajak, metode ini
tidak memberikan keuntungan sehingga hampir tidak ada perusahaan yang
menggunakannya. Sedangkan metode unit produksi tidak memiliki pola yang jelas
karena besarnya depresiasi akan tergantung pada penjadualan produksi, bukan pada
masa pakai aset atau alat yang bersatlgkutan. Oleh karenanya, metode ini bisa
metnpercepat atau memperlambat depresiasi.

Perbandingan metode-metode depresiasi tersebut terlihat pada gambar 7.3


yang memperlihatkan grafik antara waktu dengan nilai buku aset pada metode-
metode depresiasi yang berbeda.

7.12. Depresiasi pada Kelompok Aset

Pada organisasi atau perusahaan yang besar yang memiliki berbagai macam
aset dalam jumlah yang banyak, depresiasi bisa lakukan atas dasar kelompok-
kelompok tertentu dari aset tersebut. pengelompokan-pengelompokan ini dilakukan
untuk memudahkan perhitungan depresiasi dalam catatan akuntansi perusahaan.

Pengelompokan berbagai aset dalam kaitannya dengan ;presiasi biasanya


dipilih salah satu dari 3 jenis pengelompokan berikut :
1. Perhitungan grup (group account) yang biasanya terdiri dari aset-aset yang
memiliki estimasi masa pakai yang hampir sama seperti mesin fotocopy, truk,
dan sebagainya.
2. Perhitungan klasifikasi (classified account) yang biasanya terdiri dari aset-aset
yang memiliki karakteristik yang sejenis tetapi tnasa pakainya berbeda-beda,
misalnya peralatanperalatan konstruksi.
3. Perhitungan komposit (composite account) yang biasanya terdiri dari aset-aset
yang memiliki karakteristik maupun masa pakai yang berbeda-beda.
Penggunaan perhitungan depresiasi secara berkelompok ini didasari pada
prinsip bahwa ekspektasi dan dispersi rata-rata tnasa ,akai dari sekelompok aset bisa
ditentukan secara statistik berdasarkati lata-data historis. Cara-cara perhitungan dari
depresiasi aset )erkelompok ini tidak akan dibahas pada buku i ni.

Secara teoritis deplesi berbeda dari depresiasi. Depresiasi adalah penyusutan


nilai suatu aset karena pemakaian dari aset tersebut atau karena waktu, sedang
deplesi adalah hasil dari aktivitas pengatupan atau pemindahan suatu aset yang
dilakukan dengan sengaja. Apabila sumber-sumber alam dieksploitasi dalam proses
produksi tnaka dalam hal ini akan terjadi deplesi sutnber-sumber alam tadi. Beberapa
contoh deplesi adalah pengambilan batubara dari suatu pusat pertambangan,
pengambilan kayu dari hutan, pengambilan pasir atau batu dari alam, pengambilan
minyak dari reservoirnya di dalam tanah, dan sebagainya.

Deplesi maupun depresiasi sama-sama menunjukkan penurunan nilai suatu


aset melalui pemakaian nilai aset tersebut. Sumber mineral memiliki nilai karena
produk yang dihasilkannya bisa dijual. Jadi, penjualan aset atau produk dari aset
adalah kompensasi dari penurunan nilai aset tersebut melalui deplesi atau depresiasi.

Pada depresiasi aset yang masa pakainya sudah habis maka diasumsikan
bahwa aset tersebut diganti dengan aset yang baru dan sama dengan yang
sebelumnya, namun pada deplesi penggantian ini tidak mungkin dilakukan. Pada
proses manufakturing misalnya, besarnya nilai yang dibebankan pada depresiasi
diinvestasikan kembali pada aset baru untuk menjaga kelanjutan produksi. Akan
tetapi, pada proses pertambangan batubara, tidak mungkin untuk menginvestasikan
beban deplesi menjadi sumber-sumber batubara yang baru.

Perhitungan beban (ongkos) deplesi mirip dengan metode depresiasi unit


produksi yang telah dibahas sebelumnya, yakni beban deplesi didasarkan atas
banyaknya sumber alam yang dikonsumsi dan nilai awal dari sumber alam tersebut.
Misalkan sebuah sumber minyak diestimasikan mengandung 1 juta barel minyak yang
membutuhkan modal awal sebesar Rp. 1,7 milyar untuk tnengeksploitasinya. Tingkat
unit deplesi untuk sumber minyak ini adalah Rp. 1,7 wilyar per 1 juta barel = Rp.
1700 per barel. Apabila pada suatu tahun diproduksi minyak sebanyak 50 ribu barel
dari sumber ini maka beban depresiasi pada tahun tersebut adalah 50 ribu barel x Rp.
1700 per barel = Rp. 85 juta.

Soal

1. Sebuah mesin memiliki harga awal Rp. 12 juta, umur 8 tahun, dan nilai sisa Rp. 2
 juta. Hitunglah beban depresiasi dan nilai bttku dari mesin tersebut setiap tahun
dengan met-ode SL. Berapakah tingkat depresiasinya.
2. Sebuah truk yang harga awalnya Rp. 46 juta diestimasikan memiliki umur 8 tahun
dengan nilai sisa Rp. 6 juta. Berapakah beban depresiasi tiap tahun dari truk
tersebut dan berapakah nilai yang tak terdepresiasi (undepreciated) pada akhir
tahun ke-5 bila digunakan metode SL?
3. Sebuah aset memiliki harga awal Rp. 60 juta dengan nilai sisa Rp. 5 juta
setelah 11 tahun. Apabila digunakan metode depresiasi DB dengan tingkat 10%,
hitunglah :
a. beban depresiasi pada tahun ke-2
b. beban depresiasi pada tahun ke-9
c. c. nilai buku pada akhir tahun ke-9.
4. Sebuah aset dibeli 10 tahun yang lalu seharga Rp. 4,8 juta. Aset ini telah
didepresiasi dengan metode SL dengan estimasi umur total 20 tahun dan nilai sisa
Rp. 0,8 juta. Berapakah selisih nilai buku saat ini (dengan metode SL) dan nilai
buku aset tersebut bila menggunakan metode DB dengan tingkat bungal 0% ?

5. Sebuah mesin dibeli dengan harga Rp. 32 juta dan estimasi umurnya adalah 5
tahun. Nilai sisanya . diperkirakan Rp. 3,5 juta,

a. tentukanlah beban depresiasi tahunan selama umurnya dengan metode SOYD


b. berapakah tingkat depresiasi yang harusnya digunakan agar nilai b uku yang
pada akhir tahun ke-5 sama dengan estimasi nilai sisa bila digunakan metod
6. Hitunglah besarnya depresiasi tiap tahun dan besarnya nilai buku tiap akhir tahun
dari sebuah aset yang nilai awalnya adalah Rp. SO juta, umurnya 4 tahun dan nilai
sisanya Rp. 10 juta dengan menggunakan :

a. metode SL
b. metode SOYD c. metode DDB
c. metode SF dengan tingkat bunga 10%.
d. DB ?
CG = pendapatan kapital

SP = harga jual aset

PP = harga beli aset

dan nilai CG > 0. Apabila penjualan berlangsung dalam selang yang kurang
dari satu tahun sejak saat pembelian aset yang bersangkutan maka
pendapatan kapital ini dinamakan pendapatan kapital jangka pendek (short
term gain = STG), dan bila selang itu lebih dari setahun, pendapatannya
dinamakan pendapatan kapital jangka panjang (long term gain = LTG). STG
dan LTG biasanya dikenakan pajak dengan cara yang berbeda.

• Kerugian kapital
kapital (capital
(capital loss) terjadi bila harga jual suatu aset kurang dari nilai
bukunya. Kerugian kapital dihitung sebagai berikut :

CL = BV - SP (8.3)

dimana :

CL = kerugian kapital

BV = nilai buku aset tersebut pada saat penjualan berlangsung

SP = harga jual dari aset tersebut

Istilah kerugian kapital jangka pendek (short-term loss STL) dan kerugian
kapital jangka panjang (long-term loss = LTL) didefinisikan dengan cara yang
serupa dengan STG dan LTG, yakni sama-sama menggunakan selang waktu
satu tahun sebagai pembatasnya. Konsep `sunk cost' yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya sebenarnya sama dengan konsep kerugi an kapital ini.

• Apabila suatu aset yang terdepresiasi dijual


dijual dengan harga yang lebih tinggi
tinggi dari
dari
nilai bukunya pada saat itu maka selisihnya disebut dengan recaptured
depreciation (RD) dan termasuk dalam pendapatan yang terkena pajak, bukan
sebagai pendapatan kapital. Perhitungan RD pada saat penjualan berlangsung
adalah :

RD = SP - BV (8.4)

dimana RD > 0. Bila harga jualnya melebihi harga belinya maka akan diperoleh
pendapatan kapital.
8.2. Perhitungan-perhitungan Dasar Perpajakan

Besarnya pajak pendapatan yang harus ditanggung oleh sebuah usahaan bisa
dihitung dengan rumus dasar sebagai berikut :

P = (TI) T (8.5)

Dimana :

P = besarnya pajak

TI = pendapatan terkena pajak

T = tingkat pajak yang dikenakan untuk pendapatan terkena pajak sebesar TI.

Sesuai dengan persamaan 8.1, TI adalah GI - E - D sehingga samaan 8.5 juga


bisa ditulis :

P=(GI-E-D)T (8.6)

Tingkat pajak biasanya berbeda-beda menurut besarnya dapatan terkena pajak


dari suatu perusahaan. Perusahaanjsahaan yang TI-nya lebih kecil biasanya akan
dikenakan pajak lebih rendah. Besarnya tingkat pajak untuk tiap interval TI tentu bisa
berubah-ubah, tergantung pada kebijakan pemerintah mengaturnya.

C o n t oh
oh 8 . 1

Pada tahun 1994 PT. BCD memiliki pendapatan kotor sebesar 5,5 milyar
dengan total pengeluaran dan depresiasi untuk tahun tersebut adalah Rp. 3,7 milyar.
Berapakah pajak pendapatan yang dibayar oleh perusahaan bila pada interval TI
tersebut.tingkat k yang dikenakan adalah 45 % ?

 S o lu s i

Besarnya pendapatan terkena pajak adalah :

TI = Rp. 5,5 milyar - Rp. 3,7 milyar

= Rp. 1,8 milyar

Pajak yang dibayar = Rp. 1,8 milyar x 0,45

= Rp. 810 juta

8.3. Efek Pajak pada Model Depresiasi yang Berbeda


C o n t oh
oh 8 . 2

Pemilihan model depresiasi yang tepat bisa mempengaruhi besarnya nilai


present worth pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan. Apabila tingkat pajak
yang dikenakan konstan, pendapatan kotor tahunan perusahaan lebih besar atau
sama dengan depresiasi tahunatutya, dan nilai sisa diharapkan tidak berubah, maka
besarnya pajak yang harus dibayar oleh perusahaan akan tetap sama walattpun
tnetode depresiasinya berbeda. Namun perlu diingat, dengan metode depresiasi yang
berbeda, nilai present worth dari pajak yang akan dibayar akan semakin rendah
apabila metode depresiasi yang digunakan semakin cepat menurunkan nilai dari aszt
yang didepresiasi.

Besarnya nilai present worth pajak yang ditanggung secara langsung akan
dipengaruhi oleh besarnya pajak yang harus dibayar pada setiap periode akuntansi.
Perbedaan ini bisa dimengerti karena besarnya depresiasi secara langsung akan
mempengaruhi besarnya pendapatan terkena pajak. Secara matematis hal ini bisa
dirumuskan :

TI = BTCF – D (8.7)

dimana BTCF adalah aliran kas sebelum pajak. Kalau depresiasi dibuat besar pada
tahun-tahun awal dari umur suatu aset maka pada tahun-tahun awal tersebut nilai TI
akan kecil. Bila nilai TI kecil pada tahun-tahun awal maka besarnya pajak yang
dibayar pada tahunttthun awal juga kecil. Akibatnya, total present worth dari pajak
yang ditanggung akan lebih kecil bila depresiasi dibuat besar pada tahun-tahun awal
periode depresiasi.

Apabila kita membahas besarnya aliran kas setetah pajak maka ;a harus
mengetahui besarnya aliran kas tersebut sebelum pajak n besarnya pajak yang
dikenakan. Hubungan ini terjadi sebagai berikut :

ATCF = BTCF – P (8.8)

nama ATCF adalah aliran kas setelah pajak dan P adalah besarnya jarak pada periode
yang bersangkutan.

C o n t oh
oh 8 . 2

Misalkan harga awal sebuah aset adalah Rp. 50 juta dengan iur 5 tahun. Aliran
kas sebelum pajak setiap tahunnya adalah Rp. juta. Apabila tingkat pajak yang
dikenakan adalah 30% dan ROR elah pajak adalah 10%, bandingkan nilai present
worth dari pajak ig dikenakan apabila digunakan metode :

a. depresiasi garis lurus


b. depresiasi SOYD
 S o lu s i

Bila menggunakan model depresiasi garis lurus, besarnya depresiasi tiap tahun adalah
sama, yaitu :

Rp. 50  juta
Dt =
5

= Rp. 10 juta, dengan t = 1, 2, ………5

Karena besarnya aliran kas sebelum pajak (BTCF) tiap tahun selam a5 tahun adalah
sama yaitu Rp. 20 juta dan besarnya depresiasi adalah Rp. 10 juta maka besarnya
pendapatan terkena pajak adalah :

TI = Rp. 20 juta - Rp. 10 juta

= Rp. 10 juta

Dengan tingkat pajak sebesar 30% maka besarnya pajak tiap tahun adalah

P = 0,3 x Rp. 10 juta

= Rp. 3 juta.

Bila ditabulasikan dalam bentuk tabel maka hal itti akan terlihat seperti pada tabel 8.1

T a be
b e l 8 . 1 P e r h i t u n g a n pa
pa j a k p a d a c o n t oh
oh 8 . 2 d e n g a n m o d e l D e p r e s i a s i g a r i s
Lurus

Tahun BTCF Depresiasi TI Pajak

0 -50 juta

1-5 20 juta 10 juta 10 juta 3 juta

Besarnya nilai nominal pajak yang dibayar adalah 5 x Rp. 3 juta = Rp. 15 juta dan
besarnya nilai present worth dari pajak tersebut adalah :

Pw = 3 juta (P/A, 10%, 5)


= 3 juta (3,791)

= 11,373 juta.

b. Apabila digunakan metode depresiasi SOYD maka konfigurasi aliran kas sebelum
pajak, depresiasi, dan pajak dari aset ini terlihat pada tabel 7.2.

T ab
a b e l 7 . 2 P e r h i t u n g a n p aj
aj a k d en
e n g a n d ep
ep r e s i a s i S O Y D

tahun BTCF depresiasi TI pajak


0 -50 juta

1 20 juta
20 juta 16,667 juta
16,667 juta 3,333 juta
3,333 juta 1,000 juta

2 20 juta 13,333 juta
13,333 juta 6,667 juta
6,667 juta 2,000 juta
2,000 juta

3 20 juta
20 juta 10,000 juta 10,000 juta 3,000 juta
3,000 juta

q 20 juta
20 juta 6,667 juta
6,667 juta 13,333 juta
13,333 juta 4,000 juta

5 20 juta
20 juta 3,333 juta
3,333 juta 16,667 juta
16,667 juta 5,000 juta

Perhitungan besarnya depresiasi dilakukan dengan rumus :

 5 − t + 1
Dt =  15  50  juta

Besarnya nilai nominal pajak yang dikenakan adalah Rp. 15 juta, sama dengan nilai
nominal yang dikenakan pada model depresiasi garis lurus di atas. Sedangkan nilai
present worth dari total pajak tersebut adalah :

Pw = 1 juta (P/A, 10%, 5) + 1 juta (P/G, 10%, 5)

= 1 juta (3,791) + 1 juta (6,862)

= 10,653 juta.

Dari sini bisa dilihat bahwa nilai present worth dari pajak yang dikenakan dengan
menggunakan model depresiasi SOYD lebih kecil dibandingkan jika menggunakan
1
model depresiasi garis lurus. Hal ini bisa dimengerti karena dengan metode
depresiasi -SOYD, besarnya depresiasi lebih besar pa.da tahun-tahun awal
dibandingkan dengan pada tahun-tahun berikutnya. Dengan menurunnya nilai
depresiasi maka besarnya TI meningkat dari tahun ke tahun mengingat besarnya
pendapatan kotor (BTCF) adalah sama, yaitu Rp. 20 juta tiap tahun. Akibatnya, pajak
yang dikenakan akan lebih kecil pada tahun-tahun awal yang pada akhirnya akan
membuat nilai present wotthnya menjadi lebih kecil (bila dibandingkan dengan jumlah
pajak yang merata tiap tahunnya).

4. Mentabulasikan Aliran Kas setelah Pajak

Sbelum melakukan analisis lebih jauh tentang kas setelah pajak, itu hal yang penting
diketahui adalah cara mentabulasikan aliran setelah dikurangi pajak. Analisa-analisa
seperti analisa present Drth, analisa annual worth, analisa ROR, dan sebagainya pada
insipnya tetap sama antara sebelum dan sesudah pajak. Namun rena nilai-nilai aliran
kas antara sebelum pajak dan sesudah pajak rbeda maka kesimpulan dari anal isis-
analisis di atas bisa berbeda. berikut ini disertakan beberapa contoh cara
mentabulasikan aliran s setetah pajak termasuk juga analisis nilai present worth,
analisa MARR, dan sebagainya.

Contoh 8.3

Sebuah peralatan penunjang produksi direncanakan akan dibeli pada tahun ini
oleh PT. ABC. Harga awal dari alat tersebut adalah Rp. 50 juta dengan masa pakai 5
tahun dan nilai sisa nol. Selama 5 tahun, pendapatan yang diharapkan adalah sebesar
(28 juta - 1 juta n) dimana n adalah tahun terjadinya aliran kas. Sedangka n
pengeluaran tahunan diperkirakan sebesar (9,5 juta + 0,5 juta n)

a. Apabila tingkat pajak efektif adalah 30% dan metode depresiasi yang
digunakan adalah garis lurus, tabulasikanlah aliran kas setelah pajak dari alat
tersebut.
b. Hitung nilai present worth dari aliran kas tersebut bila MARR setelah pajak
adalah 8%.
 S o lu s i

a. Perhitungannya terangkum pada tabel 8.3.

T a be
b e l 8 . . 3 T a bu
b u l as
as i a lili r a n k a s s e t e la
la h p a j a k u n t u k c o n t oh
oh 8 . 3

( d a la
la m j u t a r u p i a h )

Tahun Pendapatan Pengeluaran BTFC Depresiasi TI Pajak ATCF

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


0 50 -50 50

1 27 10 17 10 7 2,1 14,9

2 26 10,5 15,5 10 5,5 1,65 13,95

3 25 11 14 10 4 1,2 12,8

4 24 11,5 12,5 10 2,5 0,75 11,75

5 23 l2 11 10 1 0,3 10,7

b. Nilai present worth dari aliran kas setelah pajak :

P = -50 juta + 14,9 juta (P/F, 8%, 1) + 13,95 (p/F, 8%, 2) + 12,8 juta (P/F,
8%, 3) + 11,75 juta (P/F, 8%, 4) + 10,7 juta (P/F, 8%, 5)

= -50 juta + 14,9 (0,9259) + 13,95 (0,8573) + 12,8 juta (0,7938) + 11,75
 juta (0,7350) + 10,7 juta (0,6806)
(0,6806)

= Rp. 1,8346 juta.

C o n t oh
oh 8 . 4

Asumsikan suatu investasi membutuhkan modal awal sebesar D. 500 juta dan
akan menghasilkan aliran kas sebelum pajak sebesar P. 200 juta setiap tahun selama
6 tahun. Nilai sisa diestimasikan besar Rp. 50 juta pada akhir umurnya dan tingkat
pajak efektif yang erlaku adalah 35%. Gunakanlah metode depresiasi garis lurus tn
tentukan :

a. Besarnya depresiasi tiap tahun

b. Tabulasikan aliran kas setelah pajak

c. ROR sebelum pajak

d. ROR setelah pajak

 S o lu s i

Besarnya depresiasi tiap tahun adalah :

500 juta − 50 juta
Dt =
6
= Rp. 75 juta

Tabulasi aliran kas setelah pajak terlihat pada tabel 8.4

T a be
b e l 8 . 4 A l i r a n k a s s e t e la
la h p aj
aj a k u n t u k c o n to
to h 8 . 4 ( d a la
la m j u t a
rupiah)

Tahun BTFC Depresiasi TI ATCF

(1) (2) (3) (4) (5)

0 -500 -500

1-5 200 75 125 156,25

6 200 75 125 156,25

50 50

ROR Sebelum pajak dihitung sebagai berikut :

NPW = 0

-500 juta + 200 juta (P/A, i %, 6) + 50 juta (P/F, i %, 6) = 0

atau :

200 juta (P/A, i%, 6) + 50 juta (P/F, i%, 6) = 500 juta

Dengan mencoba i = 30% adalah :

200 juta (2,643) + 50 juta (0; 2072) = 538,960 juta

Dengan mencoba i = 40% adalah :

200 juta (2,168) 6 50 juta (0,1328) = 440,240 juta

Untuk mencapai ruas kanan 500 juta digunakan interpolasi linier sehingga ROR
sebelum pajak adalah :

538,96 juta - 500 juta

538,96 juta - 500 juta
ROR seb. pajak = 30% +  x 10%
538,96 juta - 440,240 juta

= 33,94 %
d. ROR setelah pajak :

NPW = 0

-500 juta + 152,55 juta (P/A, i%, 6) + 50 juta (P/F, i%, 6)

atau :

152,55 juta (P/A, i%, 6) + 50 juta (P/F, i%, 6) = 500 juta

Dengan mencoba i = 20% diperoleh :

152,55 juta (3,326) + 50 juta (0,3349) = 523,96 juta

Dengan mencoba i = 25% maka diperoleh :

152,55 juta (2,951) + 50 juta (0,2621) = 463,133 juta

Dengan melakukan interpolasi akan diperoleh :

523,96 juta - 500 juta
ROR set. Pajak = 20% + x 5% 5
523,96 juta - 463,133 juta

= 21,97 %

8.5. Efek Pendapatan Kapital pada Pajak

Seperti telah dijelaskan pada awal bab ini, pendapatan kapital adalah selisih
antara jual dengan nilai buku suatu aset pada saat aset tersebut dijual. Apabila aset
tadi dijual setelah setahun dari saat pembeliannya maka pendapatan kapital
dikenakan pajak lebih rendah dari pendapatan lain yang diperoleh perusahaan. Pada
saat terjadi inflasi tnaka harga jual suatu aset biasanya meningkat, namun nilai buku
dari aset tersebut tidak bisa disesuaikan dengan terjadinya inflasi. Dengan demikian
maka pada saat-saat terjadi inflasi, penjualan suatu aset biasanya menghasilkan
pendapatan kapital.

Untuk melakukan perhitungan pada pajak pendapatan kapital, ltasf-notasi


berikut ini akan digunakan :

BV, = nilai buku suatu aset pada akhir tahun ke-t

SP, = harga jual aset tersebut pada akhir tahun ke-t

CG, = pendapatan kapital yang diperoleh pada saat aset di jual pada tahun ke-t
Tc = tingkat pajak yang dikenakan pada pendapatan kapital

Pc = besarnya pajak dari pendapatan kapital

Dari notasi-notasi tersebut akan didapatkan hubungan sebagai berikut :

CGt = SPt - BVt  (8.8)

Dari pajak dari pendapatan kapital adalah :

Pc = TcCG1

= Tc(SP t-BVt) (8.9)

C o n t oh 8 . 5

Sebuah traktor memiliki harga Rp. 60 juta dengan umur 7 tahun dan nilai sisa
Rp. 4 juta. Dengan menggunakan metode apresiasi garis lurus maka nilai buku traktor
tersebut pada akhir hun ke-3 adalah Rp. 36 juta.

a. Misalkan traktor tadi dijual seharga Rp. 40 juta pada akhir tahun ke-3 dan
pendapatan kapital dikenakan pajak dengan tingkat 28%, berapakah pajak dari
pendapatan kapital tersebut ?

b. Bila traktor tadi tetap dipakai dan baru dijual di akhir tahun ke-7 dengan harga
Rp. 10 juta, berapakah pajak pendapatan kapital yang dikenakan ?

Solusi

Pendapatan kapital yang diperoleh adalah :

CG s = 40 juta - 36 juta

= Rp. 4 juta

Dengan demikian maka besarnya pajak pendapatan kapital yang dikenakan adalah :

Pc = Tc CG 3

= 0,28 x Rp. 4 juta = Rp. 1,680 juta

C o n t oh 8 . 6

Seorang pengusaha ptoperti membeli sebidang tanah seharga Rp. 100 juta dan
menyediakan uang sebesar Rp. 1,6 milyar untuk membangun apartemen di atas tanah
tersebut. Pendapatan tahunan sebelurn pajak dari penyewaan apartemen diperkirakan
sebesar Rp, 300 juta selama 40 tahun dengan dasar nilai uang sekarang. Pengusaha
tadi merencanakan akan menjual apartemen tadi pada akhir tahun ke-6 pada saat
nilai properti tersebut diperkirakan  mengalami peningkatan. Sesuai dengan aturan
pajak, harga tanah tidak bisa didepresiasi, tetapi diperhitungkan sebagai nilai sisa.
Sedangkan ongkos konstruksi bisa bisa didepresiasi selama 32 tahun dengan metode
garis lurus. Pengusaha menetapkan MARR setelah pajak sebesar 10% tidak termasuk
inflasi. Tingkat pajak pendapatan yang dikenakan adalah 34% dan tingkat pajak
pendapatan kapitalnya adalah 28%. Apabila diasumsikan tidak ada inflasi dan harga
 jual properti termasuk tanahnya adalah Rp. 2,1 milyar di akhir tahun ke-6, berapakah
NPV dari investasi tersebut.

 S olu s i

Dengan menggunakan metode depresiasi garis lurus maka besarnya d epresiasi


tiap tahun selama 32 tahun adalah :

P −S
Dt =
 N

= 1/32

Dengan demikian maka nilai buku dari properti tersebut pada akhir tahun ke-6
adalah :

BV6 = P - tD

= 1,7 milyar - 6 x Rp. 50 juta = Rp. 1, 4 milyar

Pendapatan bersih setelah dikurangi pajak setiap tahun sampai tahun ke-6 adalah :

Yt = At - T (At - Dt)

= 300 juta - 34% (300 juta - 50 juta) = Rp. 215 juta.

Pajak pendapatan kapital dari penjualan properti tersebut di akhir ahun ke-6 adalah :

Pc = Tc CG6

= 28% (2,1 milyar - 1,4 milyar)

=Rp. 196 juta.

Dari sini diperoleh :

NPV = -1,7 milyar + 215 juta (P/A, 10%, 6) + (2,1 milyar-196 juta) (P/F, 10%, 6)

= -1,7 milyar + 215 juta (4,553) + 1,904 milyar (0,5645)


= Rp: 353,703 juta

Soal

1. Sebuah perusahaan memiliki data-data pemasukan, pengeluaran, dan depresiasi


selama setahun sebagai berikut :

penjualan Rp. 1,2 milyar

pendapatan bunga Rp. 30 juta

pengeluaran Rp. 750 juta

depresiasi Rp. 48 juta

Bila tingkat pajak pendapatan yang dikenakan pemerintah sesuai dengan tabel
berikut. Hitunglah pajak pendapatan perusahaan pada tahun tersebut.

Pendapatan terkena pajak (TI) tingkat pajak

sampai 5 juta 10%

5 juta - 25 juta 18%

25 juta - 100 juta 25%

di atas 100 juta 48 juta

2. Sebuah aset memiliki harga awal Rp. 120 juta dengan umur 7 tahun. Aliran kas
netto sebelum pajak adalah Rp. 40 juta per tahun. Tingkat pajak pendapatan yang
harus ditanggung perusahaan adalah seperti pada tabel di soal 8.1. Apabila ROR
setelah pajak adalah 12%, bandingkan nilai present worth pajak yang dikenakan
dengan menggunakan metode depresiasi :

a. Garis lurus

b. Sum of years digit (SOYD)

3. Sebuah perusahaan kecil beroperasi dengan modal awal sebesar Rp. 800 juta
dengan petkiraan umur 8 tahun. Pendapatan yang diharapkan adalah Rp. 150 juta
pada tahun pertama dengan kenaikan 15% tiap tahunnya. Sedangkan pengeluaran
untuk operasional dan perawatan adalah Rp. 60 juta pada tahun pertarrra dan
akan naik setiap tahun sebesar Rp. 4 juta.
a. Tabulasikanlah aliran kas setelah pajak dengan memakai patokan tingkat pajak
pada tabel diatas.

b. Hitung nilai present worth dari pajak yang dibayar. Metode depresiasi yang
digunakan adalah SOYD.

c. Hitunglah nilai present worth dari aliran kas sesudah pajak

4. Sebuah mesin fotocopy memiliki harga awal Rp. 10 juta dan tanpa-nilai sisa pada
akhir tahun ke-4. Depresiasi dari mesin ini akan dihitung dengan metode SOYD.
Pajak pendapatan yang dikenakan pada perusahaan adalah 34% dan MARR setelah
pajak adalah 6%. Berapakah pendapatan tahunan seragam minimal yang
seharusnya dihasilkan oleh mesin ini agar pembeliannya menguntungkan ?

5. Sebuah mesin pengangkat beban memiliki hatga Rp. 70 juta dan akan didepresiasi
dengan metode garis lurus selama 5 tahun sampai nilai sisanya nol. pEndapatan
kotor yang dihasilkan oleh mesin ini adalah Rp. 45 juta per tahun. Pengeluaran
operasional untuk tahun 1 sampai 5 masing-tnasing adalah Rp. 15 juta, 16 juta, 17
 juta, 18 juta, dan 19 juta. Pajak pendapatan yang dikenakan adalalt 34% dan
MARR setelah pajak adalah 8%. Hitunglah NPV dari aliran kas setelah pajak untuk
mesin tersebut.

6. Cabang sebuah bank swasta merencanakan untuk menginstalasi sebuah mesin


otomatis untuk penyetoran malam hari dengan tujuan untuk meningkatkan profit
Rp. 10 juta per tahun selama 10 tahun. Mesin otomatis ini akan didepresiasi
dengan metode garis lurus sehingga pada akhir tahun ke-10 nilai sisanya mencapai
nol. Dengan rnengasumsikan pajak pendapatan 34% dan MARR setelah pajak 10%,
berapakah harga maksimum mesin tadi agar pembeliannya menguntungkan ?

7. Sebuah truk dibeli oleh perusahaan konstruksi 4 tahun yang lalu dengan harga Rp.
6,5 juta dengan umut 8 tahun dan nilai sisa Rp. 10 juta. Truk ini didepresiasi
dengan metode SOYD. Apabila truk ini dijual pada tahun ini (setelah 4 tahun sejak
saat pembeliannya) dengan harga Rp. 35 juta, berapakah pajak pendapatan kapital
yang berlaku adalah 20% ?

8. Sebuah bangunan apartemen seharga Rp. 4,4 tnilyar (termasuk harga tanahnya
Rp. 800 juta) telah dibangun oleh sebuah perusahaan real estate. Perusahaan
berharap bisa mendapatkan pemasukan bersih sebelum pajak sebesar Rp. 620 juta
tiap tahun selama 8 tahun. Setelah 8 tahun, bangunan tadi akan dijual seharga Rp.
5,2 milyar termasuk tanahnya. Pajak pendapatan yang dikenakan pada perusahaan
adalah 36% dan pajak pendapatan kapital adalah 28%. MARR setelah pajak dari
perusahaan ini adalah 8%. Depresiasi yang digunakan 'adalah garis lurus dan
diasumsikan tidak ada inflasi. Hitunglah NPV dari proyek tadi bila :

a. Umur depresiasi bangunan adalah 32 tahun

b. Umur depresiasi bangunan adalah 12 tahun.


BAB 9

ANALISA PENGGANTIAN

9.1 Pendahuluan

Setiap peralatan yang digunakan dalam aktivitas sehari-hari miliki


keterbatasan umur atau masa pakai sehingga apabila alat ig serupa masih dibutuhkan
pada akhir masa pakainya maka )erlukan proses penggantian dengan alat serupa
yang baru. bijakan untuk menentukan kapan suatu alat harus diganti tidak <up hanya
dilihat dari kondisi fisik alat tersebut, namun yang iih penting adalah pertimbangan-
pertimbangan ekonomis yang -kaitan dengan alternatif pemakaian atau
penggantiannya dengan t yang baru.

Ada beberapa alasan kenapa proses penggantian suatu peralatan -1u


dilakukan, diantaranya adalah :

1. Adanya peningkatan permintaan terhadap suatu produk sehingga dibutuhkan


fasilitas produksi yang memiliki kapasitas yang lebih besar. Tuntutan untuk
memperbesar kapasitas produksi bisa dipenuhi dengan menambah alatalat baru
dan tetap menggunakan fasilitas yang lama, atau mengganti alat-alat yang lama
dengan alat-alat yang baru yang bisa memenuhi kebutuhan kapasitas. Keputusan
seperti ini membutuhkan analisa ekonomis dari pengganti an.

2. Kebutuhan untuk perawatau pada alat-alat yang ditniliki sudah berlebihan


sehingga alat tersebut dinilai tidak ekonomis untuk dipakai, walaupun secara fisik
masih tetap berfungsi. Sebagairnana terlihat pada gambar 9.1., ongkosongkos
perawatan dan operasional untuk suatu peralatan akan terus meningkat dengan
bertambahnya masa pakai dari alat tersebut. Di sisi lain, ongkos investasi akan
berkurang dengan semakin lamanya petnakaian alat tersebut. Oleh karenanya ada
suatu saat dimana ongkos-ongko s perawatan meningkat lebih cepat dari kontribusi
penurunat) ongkos investasi, sehingga dikatakan bahwa pada saat-saat seperti itu
ongkos perawatan sudah berlebihan.

3. Terjadi penurunan fungsi fisik peralatan sehingga akan berakibat menurunnya


efisiensi operasi dari alat tetsebut. Beberapa hal yang tnerupakan penurunan
fungsi fisik akibat pemakaian dari suatu alat adalah :

• Penurunan output baik ditinjau dari kuantitas yang bisa dihasilkan dalam suatu
satuan waktu maupun kualitas dari outputnya.
• Peningkatan kebutuhan battan bakar dan peningkatan persentase material
yang terbuang sehingga berakibat pada peningkatan ongkos-ongkos
operasional.

• Peningkatan kebutuhan suku cadang dan tenaga perawatan yang berarti bahwa
ongkos-ongkos perawatan meningkat.

• Kerusakan alat terjadi lebih sering dan setiap kerusakan membutuhkan waktu
yang lebih lama ttntuk lnemperbaikinya.

• Penurunan kualitas kerja dari peralatan, misalnya terjadinya peningkatan


varian dari suatu dimensi produk yang dihasilkan karena timbulnya keausan
pada pahatpahat mesin produksi.

4. Adanya alternatif untuk menyewa suatu peralatan dan kebijakan ini lebih ekonomis
dari membeli atau memiliki sendiri alat tersebut.

5. Terjadinya keusangan (obsolescence) dari suatu peralatan karena berkembangnya


alat-alat baru dengan tingkat teknologi yang lebih canggih. Beberapa hal yang bisa
digolongkan sebagai penyebab usangnya suatu peralatan adalah :

• Peralatan tersebut tidak lagi diperlukan.

• Operator dari peralatan tersebut sulit diperoleh.

• Ada alat sejenis yang baru yang bisa menjanjikan produk yang lebih disukai di
pasaran.

• Ada alat sejenis yang baru yang bisa beroperasi dengan ongkos-ongkos
operasional dan perawatan yang lebih rendah.

• Ada alat sejenis yang baru yang bisa beroperasi dengan produktivitas yang
lebih tinggi.

Penurunan fungsi fisik dan keusangan suatu peralatan bisa ;rjadi secara
independen ataupun bisa berkaitan antara satu dengan ang lainnya. Tidak ada suatu
metode standar yang bisa dipakai ntuk mengkuantifikasikan penurunan fungsi fisik
maupun keusangan ari suatu peralatan. Untuk menentukan karakteristik penurunan
isik ataupun keusangan suatu peralatan dibutuhkan observasi dan nalisis data dengan
seksama.
Dengan tingkat bunga IS % lakukanlah analisa biaya tahunan untuk menentukan
apakah cukup ekonomis untuk melakukan penggantian pada mesin tersebut.

BAB 10

INFLASI

10.1. Pendahuluan

Inflasi pada dasarnya didefinisikan sebagai waktu terjadinya kenaikan harga-


harga batang, jasa, atau faktor-faktor produksi secara umum. Dengan adanya inflasi
maka daya beli uang akan semakin rendah dari waktu ke waktu. Oleh karenanya,
pendapatan riil seseorang tidak akan berubah apabila pendapatan absolutnya
meningkat seirama dengan besarnya inflasi.

Ada beberapa teori yang berbeda tentang inflasi, namun tidak ada satupun yang
bisa menjelaskan setiap situasi yang mungkin terjadi. Disamping itu sumber inflasi
pada suatu saat mungkin berbeda pada negara-negara maju maupun negara-ttegara
berkembang, pada negara-negara yang kolusi burulmya kuat maupun pada yang
kolusi buruhnya lemah, dan pada negara-negara yang struktur ekonominya cukup
kompetitif dan tertutup maupun yang ekonominya cukup terbuka dalam percaturan
ekonomi dunia. Secara umum, para ekonotn membedakan inflasi dalam 3 kategori
berbeda, yaitu (1) inflasi yang diakibatkan oleh tekanan permintaan, (2) inflasi yang
diakibatkan oleh dorongan ongkos, dan (3) inflasi struktural.

1. Inflasi karena tekanan Pertnintaan

Jenis inflasi ini, yang sering juga disebut kelebihan permintaan, paling umum
terjadi diantata ketiga jenis yang disebutkan disini. Secara umum, inflasi ini bisa
terjadi karena tersedia terlalu banyak uang untuk jumlah barang yang relatif
sedikit. Dengan kata lain, penawaran tidak mampu memenuhi permintaan
sehingga harga-harga barang akan terdorong untuk naik. Hat ini biasanya terjadi
pada kondisi dimana tingkat pengangguran sangat rendah dan ada batasan untuk
memproduksi barang biasa dalam jumlah yang lebih banyak pada suatu negara
untuk memenuhi permintaan. Defisit permintaan yang terlalu unsur atau suplai
uang yang meningkat lebih cepat dari suplai barang dan jasa juga menjadi
penyebab dari inflasi ini.

2. Inflasi karena Dorongan Ongkos


Inflasi ini bukan disebabkan karena terjadinya peningkatan permintaan yang tidak
diimbangi peningkatan jumlah barang dan jasa, tetapi lebih disebabkan karena
memang terjadi kenaikan ongkos-ongkos, antar lain(ongkos tenaga kerja) Sering
kali pada negara-negara yang federasi buruhnya kuat, tenaga kerja mampu
menuntut kenaikan gaji walaupun tidak dibarengi dengan peningkatan
produktivitas yang proporsional. Tentu saja terjadinya kenaikan upah yang seperti
ini akan ditanggung oleh konsumen dalam wujud kenaikan harga barang-barang
yang akan dibeli. Peningkatan harga barang-barang di pasar pada gilirannya juga
akan menurun dan daya beli dari uang sehingga peristiwa ini akan terus menjadi
siklus yang berkelanjutan dan sering kali dinamakan spiral up ah-harga.

3. Inflasi Struktural

Penyebab yang paling mendasar terjadinya inflasi struktural adalah adanya


pergeseran permintaan dari satu produk industri ke produk industri lainnya. Hal
ini biasanya dittinjang dari tekanan serikat pekerja yang cukup kuat sehingga
harga-harga produk cenderung untuk meningkat dan sulit untuk turun. Misalkan
suatu saat terjadi pergeseran permintaan yang cuktip signifikan dari produk A ke
produk B uiaka pada kondisi yang seperti ini industri produk B cenderung untuk
meningkatkan produksinya, dan dalam prosesnya mungkin harus melibatkan
bahan-bahan dan tenaga kerja dengan harga yang lebih mahal sehingga akan
mendorong naiknya harga produk B di pasaran. Naiknya harga produk B akan
mengakibatkan harga-harga naik secara umum karena walaupun permintaan
produk A menurun, kemungkinan menurunnya harga produk A sangat kecil.
Tentu saja peningkatan_ upah dan harga produk pada indu5tri B akan berakibat
pada peningkatan upah maupun harga produk pada industri A karena industri A
mungkin juga ditekan untuk membayar -lingkat upah yang setara dengan
industri B. peningkatan upah tenaga kerja akan mengakibatkan naiknya biaya
hidup. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa inflasi struktural adalah
kombinasi dari inflasi karena tekanan permintaan dan inflasi karena dorongan
ongkos.

10.2. Inflasi dan Indeks Harga

Secara umum ada dua sisi yang berbeda dari perubahan harga. Sisi yang
pertama adalah perubahan pada daya beli uang yang akan mengakibatkan perubahan
tingkat harga secara umum. Kondisi ini dinamakan inflasi. Sisi yang kedua adalah
perubahan harga diferensial yang mengakibatkan harga beberapa jenis komoditi
berubah pada tingkat yang berbeda dari perubahan harga yang'terjadi secara umum.
Perubahan yang seperti ini dinamakan eskalasi.

Kecenderungan harga-harga sekelompok komoditi sering kali dinyatakan dalam


bentuk indeks harga. Indeks harga ini didefinisikan sebagai perbandingan antara
harga beberapa komoditi (baik barang maupun jasa) pada suatu hari terhadap harga-
harga komoditi tersebut pada hari-hari yang lain. Indeks harga yang paling sering
digunakan adalah indeks harga konsumen (consumer price index =89,45 IPI) dan
indeks harga implisit (implicit price index = IPI). Indeks harga konsumen diperoleh
dari rata-rata (berbobot) sekelompok = 11,80% barang yang mungkin terdiri dari
ratusan produk atau jasa yang biasanya dibeli oleh keluarga yang berpenghasilan
tingkat menengah. Harga-harga dari barang ini diperoleh secara bulanan dan dirata-
Dengan cara yang sama diperoleh ratakan sesuai dengan distribusi demografi.

Indeks harga implisit menentukan efek dari perubahan tingkat harga secara
umum pada produk nasional bruto yang dinyatakan dalam nilai pasar keseluruhan dari
barang maupun jasa yang diproduksi oleh suatu negara. Tentu saja, peningkatan nilai-
nilai indeks di atas mengindikasikan pe»ingkatan harga yang juga berarti penurunan
daya beli uang.

Indeks harga konsumen pada tahun 1981, 1982, 1983, dan 1984 berturut-
turut adalah 81,66; 89,45; 100, dan 106,42. Hitunglah persentase perubahan CPI
(atau tingkat inflasi) untuk tahun 1982, 1983, dan 1984.

tahun indeks harga konsumen

1981 81,66

1982 89,45

1983 100

1984 106,42

Solusi

Persentase perubahan CPI tahun 1982 berdasarkan nilai pada tahun sebelumnya
adalah :

CPI 1982 − CPI 1981
∆CPI1982 =  x 100%
CPI 1981
89,45 − 81,66
=  x 100 %
81,66

= 9,54 %

Dengan cara yang sama diperoleh :

CPI 1983 − CPI 1982
∆CPI1983 =  x 100%
CPI 1982

100 − 89,45
=  x 100 %
89,45

= 11,80 %

CPI 1984 − CPI 1983
∆CPI1984 =  x 100%
CPI 1983

106,42 − 100
=  x 100 %
100

= 6,42 %

10.3. Metode Menangani Inflasi

Adanya inflasi mengakibatkan nilai present worth dari uang tintuk masa-masa
mendatang akan semakin berkurang. Dengan pengaruh ini 'maka sudah sewajarnya
inflasi mendapatkan perhatian serius sehingga bisa dikendalikan pada tingkat yang
wajar. Pemerintah biasanya selalu berusaha menekan laju inflasi sehingga perekono-
mian bisa berlangsung secara wajar.

Dalam kaitannya dengan analisa finansial, ada beberapa hat yang bisa
dilakukan terhadap inflasi dan deflasi, diantaranya adalah :

1. Konversikan semua aliran kas kedalam nilai riil uang saat ini untuk mengeleminasi
efek inflasi, kemudian gunakan tingkat bunga reguler (tingkat bunga tanpa efek
inflasi) pada rumus-rumus bunga. Metode ini lebih tepat untuk analisa-analisa
sebelum pajak karena semua komponen aliran kas terinflasi pada tingkat yang
seragam.

2. Nyatakan aliran kas mendatang menjadi nilai saat ini dan gunakan tingkat bunga
yang telah mengandung efek inflasi. Tingkat bunga yang telah memper timbangkan
efek inflasi dinamakan tingkat bunga terinflasi atau kombinasi tingkat bunga-
inflasi. Metode ini biasanya lebih mudah digunakan dan dimengerti serta lebih
luwes dibandingkan dengan metode pertama di atas.

C o nt oh 1 0 . 2

Sebuah usulan proyek memiliki harga awal Rp. 20 juta dan diharapkan bisa
memberikan pendapatan selama 4 tahun masingmasing Rp. 7 juta yang dinyatakan
dalam nilai uang saat ini. Asumsikan bahwa MARR sebesar 20% sudah tertnasuk
inflasi yang diestimasikan 5 % di masa yang akan datang. Dengan kondisi di atas
apakah ttsulan tersebut layak diterima ?

Solusi :

akhir nilai riil dengan inflasi nilai

0 -20 juta -20 juta

1 7 jttta 7 juta x 1,05 7,35 juta

2 7 juta 7 juta x (1,05)2 7,718 juta

3 7 juta 7 juta x (1,U5)' 8,103 juta

4 7 juta 7 juta x (1,05)` 8,509 juta

Dengan menggunakan nilai-nilai aktual dari aliran kas maka diperoleh NPW dari
usulan tersebut pada MARR 20% adalah :

NPW = -20 juta + 7,35 juta (P/F, 20%, 1) + 7,718 juta (P/ F, 20%, 2) +
8,103 juta (P/F, 20%, 3) + 8,509 juta (P/F, 20%, 4)

= 0,272 juta.

dengan demikian maka usulan tersebut diterima karena NPW lebih besar dari not.

10.4. Inflasi dan Kombinasi Tingkat Bunga-Inflasi

Bila ir adalah tingkat bunga atau ROR setelah intlasi yang harus diperoleh oleh
seorang investor dari investasinya yang membutuhkan biaya awal sebesar P dan i r
adalah tingkat inflasi maka nilai tnendatang dari investasi tersebut setelah N tahun
adalah :

N N
Atau

F = P (1 + ic)N

dimana i.  adalah kombinasi tingkat bunga-inflasi yang menunjukkan tingkat maupun
ROR minimum yang disyaratkan agar suatu investasi bisa dinyatakan layak.

Dengan demikian maka kombinasi tingkat bunga-inflasi bisa dinyatakan


dengan :

ic = (1 + i) (1 + i  )
r  - 1 (10.3)

atau

ic = ir + ir + irir  (10.4)

Karena pendapatan sebesar masing-masing Rp. 7 juta selama 4 tahun


tnendatang sudah dinyatakan dalam nilai sekarang dan nilai MARR 20% sudah
termasuk inflasi maka nilai-nilai pendapatan di atas harus dikonversi terlebih dahulu
ke nilai aktualnya dengan mempertimbangkan efek inflasi. Hasilnya terlihat pada tabel
10.1 berikut.

Jika i r  dan Ir kecil maka perkalian kedua faktor ini nilainya kecil sekali sehingga bisa
diabaikan. Dengan demikian maka i c  bisa dinyatakan dengan pendekatan sebagai
berikut:

ic = ir + if (10.5)

Dari persamaan 10.4 bisa dinyatakan bahwa tingkat ROR tahunan setelah inflasi
yang diperlukan untuk suatu investasi adalah

i c − i f 
ir =   (10.6)
1 − i f 

Atau

ic + 1
ir = -1 (10.7)
1 + i f 

10.5. Deflasi dan Kombinasi Tingkat Bunga-Deflasi

Sebagaimana dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa deflasi adalah kebalikan
dari inflasi. Dengan demikian maka efek yang ditimbulkan oleh deflasi juga
merupakan kebalikan dari efek yang ditimbulkan oleh inflasi: Dengan kata lain, deflasi
menurunkan harga dari barang atau jasa sehingga meningkatkan nilai riil atau daya
beli dari uang.

Dengan mengingat efek deflasi maka persamaan 10.1 bisa dinyatakan kembali
dalam bentuk persamaan :

F = P(1 + i r )N (1 - i d)N (10.8)

atau

F = P (1+i c)N  (10.9)

dimana id adalah tingkat deflasi. Dengan tingkat bunga-deflasi bisa dinyatakan


dengan :

ic =(1 +ir)(1-i d)-1 (10.10)

atau

ic = ir – id – irid  (10.11)

Bila ia dan i, nilainya kecil maka perkalian keduanya akan menghasilkan bilangan yang
sangat kecil. Bila nilainya diabaikan maka persamaan 10.11 bisa didekati d engan :

ic = ir – id (10.12)

Tingkat ROR tahunan setelah deflasi yang dibutuhkan untuk suatu investasi bisa
diperoleh berdasarkan persamaan 10.11 sebagai berikut :

i c − i d 
ir =   (10.13)
1 − i d 

atau

1 + ic
ir = -1 (10.14)
1 - i d 

(10.11)

C o nt oh 1 0 . 3
Misalkan tingkat bunga per tahun adalah 8% dan inflasi sebesar 5% per tahun,
hitunglah kombinasi tingkat bunga-inflasi yang terjadi.

 S olu s i :

Dari contoh ini diketahui :

Ir = 8 %, ir = 5 % sehingga

Ic = 0,08 + 0,05 + 0,08 x 0,05

= 0,1340

= 13,40%

Bila kita anggap perkalian kedua faktor di atas cukup kecil maka

Ic = 0,08 + 0,05

= 0,13

= 13%

C o nt oh 1 0 . 4

Misalkan nilai Rp. 2 juta saat ini ekuivalen dengan nilai Rp. 6 juta 3 tahun mendatang,
dan tingkat inflasi adalah 5%, tentukanlah :

a. Kombinasi tingkat bunga-inflasi


b. ROR tahunan riil setelah inflasi
c. ROR tahunan bila inflasi diabaikan.

Solusi:

a. Dari persarnaan 10.2 bisa ditulis

F = P (1 + i c)N
6 ju ta = 2 ju ta(1 + ic)N
, atau

(1 + ic)3= 3
(1 + ic)N= 31/3
ic =31/3 -1
Tampak pada tabel 12.3 bahwa nilai NPW terbesar dihasilkan oleh proyek yang
ke-6 yaitu BE. Dengan demikian maka perusahaan sebaiknya memilih proyek B dan E
sekaligus.
Pada permasalahan penganggaran modal biasanya diasumsikan bahwa proyek
tidak akan berulang pada akhir umurnya. Oleh karenanya apabila ada proyek-
proyek yang umurnya berbeda maka perbandingannya tidak dilakukan dengan
kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari masing-masing umur proyek tersebut
seperti yang dilakukan pada analisa present worth, tetapi tetap menggunakan
umurnya masing-masing sebagai dasar perhitungan. Contoh 12.3 berikut akan
memperjelas aturan ini.

Cuntoh 12.3
Misalkan umur masing-masing proyek pada contoh 12.2 di atas ternyata
bervariasi seperti pada tabel 12.4, pilihlah proyek atau kombinasi proyek mana yang
terbaik. Tingkat bunga tetap 18%.

Tabe112.4 Data investasi untuk soal 12.3


Proyek Investasi awal Aliran kas Umur proyek
(milyar rupiah) tahunan (tahun)
(milyar rupiah)
B 4 1,82 0 4

C 10 3,5 00 6
D 7 2,75 0 5
E 5 2,2 00 6

Solusi
Karena umur proyek berbeda-beda maka aliran kasnya juga bervariasi.
Alternatif proyek BD misalnya, akan menghasilkan aliran kas positif sebesar Rp.
1,820 milyar tiap tahun selama 4 tahun dan sebesar Rp. 2,750 milyar tiap tahun
selama 5 tahun. Ini berarti pada 4 tahun pertama, proyek ini akan menghasilkan
Rp. 4,570 milyar per tahun dan pada tahun ke lima Rp. 2,750 milyar.
Perhitungan nilai present worth dari alternatif proyek BD ini menjadi sebagai
berikut :
P = -11 milyar +- 1,820 milyar (P/A, 18%, 4) + 2,750
milyar (P/A, 18%, 5)
= -11 milyar + 1,820 milyar (2,690) + 2,750 milyar (3,127)
= 2,495 milyar.
Atau dengan cara lain :
P = -11 milyar + 4,570 milyar (P/A, 18%, 4) + 2,750
milyar (P/F, 18%, 5)
= -11 milyar + 4,570 milyar (2,690) + 2,750 milyar
(0,4371)
= 2,495 milyar.
Dengan cara yang sama maka bisa diperoleh nilai present worth dart semua
proyek seperti terlihat pada tabel 12.5

Tabel 12.5 Present worth semua alternatif dengan umur proyek


berbeda

aliran kas
investasi awal Present worth
Proyek
(milyar rupiah) tahun besarnya (milyar rupiah)
(milyar rupiah)
B 4 1-4 1,820 0,896

C 10 1-6 3,500 2,243


D 7 1-5 2,750 1,599
E 5 1-6 2,200 2,696
BD 11 1-4 4,570 2,495
5 2,750
BE 9 1-4 4,020 3,590
5-6 2,200
DE 12 1-5 4,950 4,294
6 2,200

Dengan melihat tabel 12.5 di atas maka dapat disimpulkan hahwa alternatif
proyek DE adalah yang terbaik karena memberikan nilai NPV yang paling besar.
Perhitungan nilai NPV tiap-tiap proyek juga bisa dilakukan dengan mengambil
horizon yang sama sebesar umur proyek yang paling lama. Pada contoh ini
perhitungan bisa dilakukan selama 6 tahun. Disini diasumsikan bahwa pada
akhir umur suatu proyek, aliran kas akan menghasilkan sebesar tingkat hunga
atau MARR. Dengan tetap menghitung nilai NPV dari periode terlama ini maka nilai
NPV masing-masing proyek akan masih sama dengan yang kita hitung di atas.
Pembaca silakan membuktikannya sendi ri.
12.4. Penganggaran Modal dengan Analisa ROR
Metode ROR meningkat (incremental rate of return) seperti yang diuraikan pada
bab 5 juga bisa digunakan dalam melakukan pernilihan alternatif yang berkaitan
dengan keterbatasan anggaran atau modal. Prosedur yang digunakan pada
pembahasan di bab 5 juga bisa diaplikasikan pada bagian ini. Untuk jelasnya, berikut
ini diuraikan lagi langkah-langkah analisa ROR meningkat, terutama yang berkaitan
dengan permasalahan penganggaran modal. Langkahlangkah yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
1. Tentukan alternatif-alternatif yang layak dan bersifat mutuallyexclusive dari
alternatif-alternatif awal yang tersedia (bisaberupa alternatif tunggal atau
kombinasi beberapa alternatiY).
2.Urutkan masing-masing alternatif menurut besarnya modal yang diperlukan,
mulai dari alternatif yang membutuhkan modal paling kecil sampai yang
terbesar.
3.Tentukan aliran kas masing-masing alternatif setiap tahun selama periode
analisa.
4.Hitung penambahan investasi maupun penambahan aliran kas dari alternatif
yang sam ke alternatif berikutnya (yang kebutuhan investasinya lebih besar).
Pertimbangkan juga alternatif `do nothing' atau alternatif nol.
5.Hitung ROR dari peningkatan tersebut. Karena kita mempertimbangkan
alternatif 'do nothing' maka pada langkah awal kita membandingkan
alternatif 'do nothing' ini dengan alternatif yang membutuhkan investasi
terkecil. Ini sama artinya dengan menghitung ROR dari alternatif yang
membutuhkan investasi terkecil tersebut.
6.Apabila ROR dari peningkatan investasi suatu alternatif ke alternatif berikutnya
lebih kecil dari MARR maka pilili alternatif yang membutuhkan investasi lebih
kecil. Langkah ini terus dilakukan sampai semua alternatif sudah
dibandingkan dan hanya saw alternatif yang terpilih.
Prosedur ini akan bisa menjamin bahwa tambahan investasi hanya akan dilakukan
bila tambahan ini menghasilkan ROR yang lebih besar atau saina dengan MARR.
Berikut ini akan diberikan contoh penentuan keputusan investasi dengan analisa ROR.
Perlu ditekan kan disini bahwa pada penentuan ROR kita tidak perlu tahu apakah ROR
tersebut lebih besar atau lebih kecil dari MARR. Keputusan pemiiihan alternatif
investasi sudah culcup hanya dengan mengeta hui apakah ROR dari peningkatan
modal investasi lebih besar atau lebih kecil dari MARR.
Pada dasarnya, hasil dari analisa present worth dan analisa ROR akan
menggiring keputusan ke arah yang sama.
Contoh 12.4
Tinjau kembali persoalan pada contoh 12.2. Selesaikanlah persoalan
tersebut dengan metode ROR.
 S o lu s i
Langkah pertama sudah kita lakukan pada pembahasan contoh 12.2. Flasilnya
bisa dilihat kembali pada tabel 12.3. Dari tabel ini kita bisa menuju ke langkah
kedua, yaitu mengurutkan alternatifalternatif berdasarkan besarnya nilai
investasi yang dibutuhkan. Dengan demikian maka urutan pertama adalah
alternatif B, kemudian herturut-turut alternatif E, D, BE, C, BD, dan terakhir DE.
Urutan langkah-langkah sampai proses pemilihan alternatif yang terbaik
ditunjukkan pada tabel 12.6.

"l'abel 12.6 Analisa R O R m e n i n g k a t p a d a p e r m a s a l a h a n p e n g a n g g a r a n


m o d a l u r : h t k c o n t o h 12.4
Proyek

B E D BE C BD DE
Investasi
4 5 7 9 10 11 12
(milyar ntpiah)
Aliran kas tahunan
(milyar rupiah) 1 820 2 200 2,750 4 020 3,500 4,570 4,950

Perbandingan B vs 0 E vs B D vs E BE vs C vs BD vs DE vs
E BE BE BE
A I (milyar rupiah) 4 1 2 4 1 2 3
A A(milyar rupiah) 1,820 0,3 80 0,550 1 820 0 ,550 0,550 0,93 0

Pilih B E E BE BE BE BE

Pertama kali kita membandingkan antara alternatif B dengan AternatiF `do


nothing' atau alternatif nol. Investasi awal untuk alternatif 13 adalah Rp. 4 milyar
dan alternatif nol adalah Rp. 0. Dengan demikian maka peningkatan (selisih)
investasi atau A I adalah Rp. 4 milyar - Rp. 0 milyar = Rp. 4 milyar. Aliran kas
tahunan dari alternatif B adalah Rp. 1,820 milyar dan alternatif nol adalah Rp. 0 .
Dengan demikian maka peningkatan aliran kas tahunan (4 A) adalah Rp. 1,820
milyar. Untuk menentukan apakah kita akan memilih alternatif nol atau alternatif B
pada langkah pertama ini maka kita hitung ROR dari peningkatan tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa ROR adalah besarnya tingkat bunga yang dihasilkan
dari suatu aliran kas sede mikian sehingg a NPV = 0. Dari sini b isa di hitung :
NPV = 0
- 4 + 1,820 (P/A, i%, 5) = 0
(P/A, i%, 5) = 4/1,820
= 2,1978
Persamaan di atas akan terpenuhi bila i > 30%. Karena i atau ROR lebih besar dari
18% (MARR) maka alternatif B dipilih dan alternatif nol dibuang. Selanjutnya,
dengan cara yang sama dibuat perbandingan antara E dengan B. Demikian seterusnya
sampai seniua alternatif dibandingkan. Dari analisis ini bisa disimpulkan bahwa
alternatif BE yang terbaik. Jadi, hasilnya sama dengan yang kita lakukan dengan
analisa present worth.
Cara ini juga bisa dipakai bila kita berhadapan dengan alternatitialternatif yang
umurnya berbeda. Secara prinsip, kita hanya berpatokan pada aliran kas dari
masing-tnasing alternatif. Artinya, walaupun umur alternatifnya berbeda atau aliran
kas tahunannya tidak seragam kita masih tetap mendapatkan selisih (penambahan)
aliran kas setiap tahun sehingga perhitungan 4 ROR-nya juga bisa dilakuk an.

12.5. Penganggaran Modal dengan Programa Linier


Pada pembahasan tentang penganggaran modal dengan analisa present worth
maupun analisa ROR di atas, kita selalu metnulai dengan menentukan alternatif-
alternatif yang akan dipertimbangkan sehingga terdapat sejumlah alternatif yang
bersifat `mutually exclusive'. Untuk mendapatkan alternatif-alternatif mutually
exclusive kita telah melakukannya dengan menganggap bahwa kombinasi dua atau
lebih alternatif tunggal dianggap sebagai alternatif tersendiri. Pada contoh 12.2
misalnya, kita menganggap bahwa alternatif BID, BE, dan DE adalah alternatif-
alternatif yang mutually exclusive walaupun sebenarnya ketiga itu adalah
kombinasi dari dua alternatif tunggal.
Bila kita memiliki sejumlah M alternatif maka banyaknya alternatif mutually
exclusive yang bisa kita bentuk adalah 2 M - 1, walaupun pada akhirnya mungkin
tidak semua memenuhi syarat kendala modal. Bila M ini cukup besar maka tentu
akan sangat rumit melakukan analisa present worth maupun analisa ROR karena kita
harus menentukan dan mengevaluasi sejumlah 2 M - 1 alternatif dengan tangan.
Untuk menghindari pekerjaan yang banyak seperti ini maka kita bisa
menyelesaikan permasalahan penganggaran modal dengan metode programa integer.
Tujuan yang ingin dicapai dalam programa intever seperti ini adalah memaksimumkan
nilai present worth dengan memperhatikan kendala ketersediaan modal. Variabel
keputusan yang akan dicari nilainya pada metode ini adalah variabel yang bisa
menunjukkan apakah suatu alternatif tunggal akan dipilih atau tidak dipilih, Dengan
memberikan alternatif nilai 0 atau 1 pada setiap variabel keputusan maka akan bisa
diketahui apakah model programa integer memilih atau menolak suatu alternatif.
Misalkan X k adalah variabel keputusan integer yang nilainya adalah 0 atau I yang
menyatakan apakah alternatif ke-k diterima atau ditolak. Alternatif k akan dipilih bila
Xk bernilai 1 dan tidak dipilih bila bernilai 0. atau :

Bila Pk adalah nilai present worth dari aliran kas alternatif kek maka fungsi tujuan
dari programa linier integer model penganggaran modal adalah :
 M 
maximize Z = ∑ P  X   
k =1
k  k  (12.1)

Bila A adalah anggaran atau modal yang tersedia untuk proyekproyek yang akan
dilaksanakan maka A ini adalah kendala yang tidak hisa dilanggar. Hal ini bisa
diformulasikan sebagai berikut :

 M 

∑ I   X 
k =1
k  k  ≤  A   (12.1)

dimana Ik adalah besarnya investasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan alternatif ke-
k. Kendala di atas memberikan batasan bahwa proyek atau proyek-proyek yang akan
dipilih tidak akan membutuhkan modal yang lebih besar dari modal yang dianggarkan
oleh perusahaan (yang tersedia).

Contoh 12.5
Tinjau kembali permasalahan pada contoh 12.2. Formulasikan persoalan
penganggaran modal tersebut dengan model programa integer.

Solusi :
Fungsi tujuan :
Maksimunilcan Z=1,691 X1 + 0,945 X2 + 1,599 X3 + 1,879 X4
dengan kendala :

1. Batasan anggaran/modaL :
4X 1  + IOX 2  + 7X 3  + SX 4 ≤ 12
2. Batasan variabel integer :
X1, X2,X3, X4 = O atau 1.

Dengan menyelesaikan permasalahan di atas maka akan diperoleh nilai-nilai variabel


keputusan X1  = l, X2  = 0, X 3  = 0, dan X 4   = 1. Artinya, proyek B dan E
dilaksanakan, sedangkan proyek C dan D tidak dilaksanakan.
Penyelesaian penganggaran modal dengan programa integer tidak membutuhkan
waktu yang cukup lama karena sudah tersedia paket-paket komputer yang bisa
digunakan untuk tujuan ini.h.mya saja, karena fungsi tujuan dari permasalahan ini
dilaksanakan maka sebelum kita membuat formulasi modelnya, terlebih dahulu harus
dihitung nilai-nilai present worth dari masingmasing alternatif proyek.
Bila kita berhadapan dengan alternatif-alternatif yang bersifat .mutually exclusive'
maka hanya satu dari semua variabel keputusan X k  yang bernilai satu dan yang lainnya
bernilai nol. Oleh karenanya, bila kondisi ini yang dihadapi maka kita harus rnenambah
sebuah kendala yaitu :

 M 

∑ X 
k =1
k  = 1  (12.3)

Demikian pula bila ada sekelompok proyek yang tergantung kepada proyek
yang lainnya maka harus dilakukan tambahan atau modifikasi kendala. Keputusan
k dikatakan tergantung pada keputusan j bila keputusan k bernilai 1 hanya jika
keputusan j nilainya 1 . Secara matematis, hal ini dinyatakan dengan :

Xk ≤  Xi, atau Xk – X i ≤ 0   (12.4)

sehingga bila Xi = l maka Xk   bisa bernilai 1 atau 0. Sedangkan bila X i = 0 maka X k
harus bernilai 0 juga.

Corttoh 12.6
Suatu perusahaan sedang merencanakan untuk memperluas usahanya
dengan membangun sebuah pabrik dan sebuah gu:iang. Ada dua alternatif
lokasi yang sedang dipertimbangkan yaitu di Pasuruan, Jawa Timur atau di
Tangerang , Jawa Barat. Bila perusahaan akan membangun pabrik di Pasuruan
maka gudangnya juga akan di bangun di Pasuruan. Demikian p ula haln ya bila
pabriknya dibangun di Tangerang maka gudangnya harus juga berada di
Tangerang. Perusahaan juga inenganggarkan modal investasi sebesar Rp. 25
milyar untuk pembangunan pabrik maupun gudangnya. Setelah dilakukan
studi, diperoleh kebutuhan modal clan NPV dari masing-masing alternatif adalah
seperti pada tabel 12.7.

Tabel 12.7 Nilai NPV dan kebutuhan modal masing-masing altenratif


untuk soal 12.6

No Alternatif Modal NPV


(milyar rupiah) (milyar rupiah)
l Pabrik di Pasuruan 20 7
2 Pabrik di Tangerang 15 5
3 Gudang di Pasuruan 12 4
4 Gudang di Tangerang 10 3

Formulasikanlah persoalan di atas dengan tujuan untuk memaksimumkan NPV yang


diharapkan bisa diperoleh.

 S olu s i :
Misalkan Xk  adalah keputusan yang berkaitan dengan alternatif kek ditnana :
1 bila alternatif ke-k diterima
Xk
0 bila alternatif ke-k tidak diterima

dengan k = 1,2,3,4.
Karena perusahaan hanya akan membangun satu pabrik saja maka 2 alternatif
yang pertama bersifat `mutually exclusive' sehingga akan dibutuhkan kendala yang
bentuk formulasinya adalah :
X, +Xz= 1
Selanjutnya keputusan alternatif 3 maupun 4 tergantung pada keputusan
alternatif 1 dan 2. Secara matematis hal ini bisa dinyatakan dengan :
X3-X, 0
X4 -XZ <0
sehingga X3=0 bila X,=O dan X,=O bila X2 =0. Bila dibuat formulasi programa
integernya secara lengkap maka akan diperoleh :
Fungsi tujuan :

Maksimumkan Z = 7X 1 + 5X 2 + 4X3 + 3X 4  dengan kendala :

20 X1 + 15 X2 + 12X, + 10X, 5 10X, ≤ 5


X 1  + X2 = 1
X,
- + X, ≤ 0
- X 2 + X4 ≤ 0

Xk  < 1, X, > 0, dan X k  adalah integer dengan k = 1,2,3,4.

Apabila model ini diselesaikan dengan programa integer maka akan diperoleh
Tabel B. 12. Pemajemukan Diskrit i = 3%
Tabel Pemajemukan Diskrit
Tabel Pemajemukan Diskrit
Tabel B.20. Pemajemukan Diskrit i = 15%
Tabel B. 21. Pemajemukan Diskrit i = 18%
Tabel B. 22. Pemajemukan Diskrit i = 20%
Tabel B.44. Pemajemukan Kontinyu r = 50%
Tabel B.45. Pemajemukan Kontinyu dengan factor bunga kontinyu r = 4%
Tabel B.46. Pemajemukan Kontinyu dengan factor bunga kontinyu r = 5%
Tabel B.47. Pemajemukan Kontinyu dengan factor bunga kontinyu 6%
Tabel B.48. Pemajemukan Kontinyu dengan factor bunga kontinyu 8%
Tabel B.49. Pemajemukan Kontinyu dengan factor bunga kontinyu r = 10%
Tabel B.50. Pemajemukan Kontinyu dengan factor bunga kontinyu r = 15%
Tabel B.52. Pemajemukan Kontinyu dengan factor bunga kontinyu r = 25%

Anda mungkin juga menyukai