Anda di halaman 1dari 193

SKRIPSI

GAMBARAN PENERAPAN PENGADAAN OBAT SECARA E-PURCHASING


DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2016

SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:
Muhammad Luqman
NIM : 1112101000091

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437/2016 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
SKRIPSI, MARET 2017

Muhammad Luqman, NIM: 1112101000091

Gambaran Penerapan Pengadaan Obat Berdasarkan secara E-purchasing Di


Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2016
(xix+ Halaman 173, Tabel 7, Bagan 7, lampiran 40)

ABSTRAK
Pengadaan obat di Rumah Sakit merupakan suatu kegiatan yang bertujuan
untuk menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Dalam hal ini pemerintah mengeluarkan
kebijakan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing untuk
membantu fasilitas kesehatan dalam melakukan pengadaan obat. Pada
penerapannya di RSU Kota Tangsel diketahui masih terdapat beberapa kendala
seperti waktu tunggu obat yang terlalu lama, dan jumlah obat yang tidak sesuai.
Penelitian Ini bertujuan untuk melihat gambaran penerapan kebijakan pengadaan
obat secara E-purchasing.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan melakukan
wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. Informan dalam penelitian ini
ditentukan dengan Snawball sampling, dan didapatkan beberapa informan yaitu
Kepala Instalasi Farmasi, Petugas Pengadaan, Pihak Penerima Hasil Pekerjaan,
Staff Pengadaan, dan Kepala Gudang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan input pengadaan
obat secara E-purchasing dari SDM dalam segi jumlah belum mencukupi tetapi
dalam kualitas telah cukup untuk menjalankan proses pengadaan, dari segi
anggaran telah mencukupi, Kebijakan terkait pengadaan secara E-purchasing
telah dipahami dan dijalani, serta sarana dan prasarana telah mencukupi. Proses
perencanaan kebutuhan obat telah sesuai dengan PMK No 63 tahun 2014, tetapi
perencanaan ini belum bisa menghindari kekosongan obat, Proses Pemesanan juga
telah sesuai dengan PMK No. 63 tahun 2014 tetapi waktu pemesanan obat belum
sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian. Proses Perjanjian Kontrak juga
telah sesuai dengan PMK No. 63 tahun 2014. Proses Pengiriman telah sesuai
dengan perjanjian yang telah dibuat. Output pengadaan obat yaitu ketersediaan
obat di rumah sakit belum sesuai dengan indikator yang ditetapkan yaitu
persentase stok obat harus 0% dikarenakan di temukan 30 jenis obat yang pernah
kosong pada tahun 2016. Kendala dari kekosongan obat ini adalah jumlah obat
yang tidak semuanya terealisasi, waktu pengiriman obat yang lama dari
distributor, pernah terjadi kekosongan obat secara nasional, serta belum
terdapatnya sistem informasi yang bisa memberikan peringatan jumlah obat yang
memasuki stok minimum, sehingga pengajuan pemesanan obat dilakukan tidak
terlambat. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada Rumah Sakit Umum

ii
Kota Tangerang Selatan untuk memperhatikan perencanaan dengan melihat lead
time obat yang ada di E-catalogue.
Kata kunci : Kebijakan Pengadaaan obat, E-catalogue, E-purchasing, Rumah
Sakit.
Daftar Bacaan : 72 : 1989-2016

iii
Faculty Of Medicine And Health Sciences
Departement Of Public Health
Health Care Management
Udergraduated Thesis, March 2017

MUHAMMAD LUQMAN, NIM: 1112101000091

The Description Of The Medicine Procurement With E-Purchasing Procedure


In Tangerang Selatan Public Hospital In 2016

(xix+ 173 pages , 7 Tables , 7 Charts, 40 Attachements)

ABSTRACT
Medicine procurement in hospitals is an activity that aims to ensure the
availability, right timing at affordable prices and appropriate quality standards. In
this case, the government issued a procurement policy based on the E-catalogue
with E-purchasing procedure to help healthcare facilities in the medicine
procurement. In practice in Tangsel public hospitals (RSU Kota Tangsel) known
there are still some constraints such as the times for taking medicine are too long,
and the amount of medicine that are not appropriate. This study aims to look the
description of the implementation of a procurement policy based on the E-
catalogue by way of E-purchasing.

This kind of research is a qualitative deskriptive by doing in-depth


interview, observation, and study documents. This research was conducted at the
General Hospital of South Tangerang City. Informants in this study was
determined by Snowball sampling, and obtained several informants Head of
Pharmacy Installation, Procurement Officer, the results recipient Employment,
Procurement Staff, and Chief of the Warehouse.

The results of this study indicate that the availability of input medicine
procurement which is human resources in terms of quantity is not sufficient but
the quality is sufficient to run the procurement process, in terms of the budget has
been insufficient, policies related to procurement by E-purchasing is understood
and lived, and have sufficient infrastructure. The medicine needs planning process
in accordance with the Health minister regulation No. 63 of 2014, but these plans
have not been able to avoid any lack of medicine, Booking process also complies
with the regulation but the time of booking the medicine has not in accordance
with the Standards of Pharmaceutical Services. Contract Agreement process also
complies with the regulation. Delivery Process in accordance with agreements
made. Output of medicine procurement is the availability of medicines in
hospitals which is not in accordance with the indicators set out the percentage of
medicines stocks should be 0% due in 30 types of medicines found empty ever in
2016. The main obstacles are the amount of medicines that are not everything is
realized, a long time of medicines delivery from a distributor, a national
medicines emptiness, and yet the presence of an information system that could
provide warnings amount of medicines that enters the minimum stock, so that the

iv
subscription of the medicine will not be late . Based on the research results
suggested to the General Hospital of South Tangerang City to pay attention to see
the lead time of the medicine that is available in the E-catalogue.

Keyword : Medicine Procrument Policy, E-catalogue, E-purchasing, Hospitals.


bibliography : 72 : 1989-2016

v
PANITIA SIDANG SKRIPSI

vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
1. Nama Lengkap : Muhammad Luqman
2. Tempat Tanggal : Palembang, 4 juni 1994
Lahir
3. Alamat Asal : Jl. Letnan Simanjuntak Lrg.
Lebak Mulyo No. 1387 RT 21
RW 08 Kelurahan Pahlawan
Kecamatan Kemuning Kota
Palembang
4. Alamat Domisili : Jl. Kertamukti, pisangan raya no.
20 RT 03 RW 09 Kelurahan
Cireundeu Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan
5. Agama : Islam
6. Jenis Kelamin : Laki-laki
7. Golongan Darah : A
8. Status : Belum Menikah
9. Program Studi : Kesehatan Masyarakat
10. Nomor Telepon : 089513815096
11. Alamat Email : Mluqman240@gmail.com

II. Riwayat Pendidikan

1. TK RA. Al Firdaus Palembang

2. SDN 180 Palembang

3. MTS Negeri 1 Palembang

4. MA Negeri 3 Palembang

5. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

viii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan kuasa-Nya sehingga penulisan Skripsi yang

berjudul “Gambaran Penerapan Pengadaan Obat Secara E-purchasing di

Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2016” telah diselesaikan.

Penyusunan Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

program Strata Satu (S1) pada program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga

penulis dapat melaksanakan penyusunan skripsi ini.

2. Keluarga tercinta yang selalu mendoakan, memberi dukungan, semangat,

serta selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada henti kepada penulis.

3. Dr. Arif Soemantri, MKM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M,Kes, Ph,D selaku Kepala Program Studi

Kesehatan Masyarakat.

5. Ibu Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM selaku dosen Pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skirpsi ini.

6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skirpsi ini.

ix
7. Pak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku penguji I yang telah memberikan

masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

8. Pak Baequni, M. Kes, Ph,D selaku penguji II yang telah memberikan

masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

9. Ibu Susanti Tungka, MARS selaku penguji II yang telah memberikan

masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

10. Ibu Agustina Ariyani, S. Si. Apt dan ibu Evi Budi Ardiyanti, S. Si. Apt yang

telah bersedia membantu dalam proses penelitian serta memberikan

pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

11. Sofiani Handini. S. Kep. MA yang telah membantu dalam proses perizinan di

Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

12. Teh Yayuk, Teh Ninin, Pak Midi, Bang Akbar, Bang Jajang, Bang Wawan

yang telah bersedia menerima dan menyediakan waktu dan tempat dalam

proses penelitian.

13. Yolanda Mutiara Christina yang telah banyak membantu dan mendukung

semua tahapan dalam penyusunan skripsi ini.

14. Teman-teman KBHCM Santo, Saeful, Rico, Tyo, Aida, Annisa, Ayu F, Ayu

H, Erika, Fitri, Halida, Ica N, Jupe, Laily, Mery, Nuril, Paramitha, Tantri,

Ratna, Rika, Toyyibah, Hesti, Nurzia, dan Umi Kalsum yang menjadi teman

seperjuangan selama ini.

15. Teman-teman kesmas cowo Tsabit, Rico, Yaumi, Rohem, Nizar, Faiz, Agin,

Viral, Santo, Saeful, Tyo, Ivan, Agus, Rizky, dan Richard, yang telah menjadi

tempat berkumpul dan teman seperjuangan selama awal kuliah sampai

sekarang.

x
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Untuk itu, kritik

dan saran yang bersifat membangun diharapkan dapat meningkatkan kualitas

skripsi ini. Terimakasih.

Jakarta, Maret 2017

Penulis

DAFTAR ISI

xi
DAFTAR ISI

SKRIPSI ................................................................................................................................ i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................................................................. i
ABSTRAK ......................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI......................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xv
DAFTAR BAGAN ......................................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xix
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................................8
1.3. Pertanyaan Penelitian .........................................................................................9
1.4. Tujuan ................................................................................................................9
1.4.1. Tujuan Umum ..........................................................................................9
1.4.2. Tujuan Khusus .........................................................................................9
1.5. Manfaat ............................................................................................................10
1.6. Ruang lingkup Penelitian .................................................................................11
Bab II ...............................................................................................................................12
2.1. Rumah Sakit ..........................................................................................................12
2.1.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).......................................................13
2.2. Manajemen Logistik ..............................................................................................14
2.2.1. Fungsi Manajemen Logistik ........................................................................15
2.3. Pengadaan obat .....................................................................................................18
2.3.1. Pengertian obat.............................................................................................18
2.3.2. Pengertian Pengadaan .................................................................................20
2.3.3. Proses Pengadaan Obat ...............................................................................22
2.4. Kebijakan Pengadaan obat ....................................................................................24
2.4.1. Pengadaan obat berdasarkan e-catalogue secara E-purchasing ...............24
2.4.3. Alur Proses E-purchasing obat ....................................................................28

xii
2.5. Pengadaan Obat Non E-purchasing ......................................................................30
2.6. Logic Models ........................................................................................................31
2.7. Kerangka Teori .....................................................................................................36
Bab III ..............................................................................................................................39
3.1. Kerangka Berpikir ............................................................................................41
3.2. Definisi Istilah ..................................................................................................42
Bab IV..............................................................................................................................46
4.1. Desain Penelitian ..............................................................................................46
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................46
4.3. Informan Penelitian ..........................................................................................46
4.4. Instrumen Penelitian .........................................................................................47
4.5. Sumber data......................................................................................................48
4.6. Pengumpulan data ............................................................................................49
4.7. Analisa Data .....................................................................................................50
4.7.1. Transcription ...........................................................................................50
4.7.2. Familirisation with the interview ............................................................50
4.7.3. Coding ......................................................................................................51
4.7.4. Developing a working analitycal framework ..........................................51
4.7.5. Applying the analitycal Framework ........................................................51
4.7.6. Chariting data into framework matrix ....................................................52
4.7.7. Interpreting data ......................................................................................52
4.8. Validasi data .....................................................................................................52
BAB V .............................................................................................................................55
5.1. Gambaran Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan ......................................55
5.1.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan ....................55
5.1.2. Prinsip Dasar RSUD Tangsel ......................................................................56
5.1.3. Pelayanan rumah sakit.................................................................................56
5.2. Karakteristik Informan ..........................................................................................57
5.3. Pengadaan Obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan .......................58
5.4. Input Pengadaan obat di Rumah Sakit umum Kota Tangerang Selatan .................58
5.4.1. Sumberdaya Manusia ..................................................................................59
5.4.2. Anggaran.......................................................................................................61
5.4.3. Kebijakan ......................................................................................................63

xiii
5.4.4. Sarana dan Prasarana..................................................................................68
5.5. Proses Pengadaan Obat secara E-Purchasing ........................................................70
5.5.1. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat ........................................................70
5.5.2. Pemesanan Obat ...........................................................................................73
5.5.3. Proses Perjanjian Kontrak ..........................................................................83
5.5.4. Pengiriman atau Distribusi obat .................................................................85
5.6. Output pengadaan obat secara E-purchasing.........................................................91
BAB VI ............................................................................................................................94
6.1. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................94
6.2. Pengadaan Obat secara E-purchasing di Rumah Sakit .....................................94
6.3. Input Pengadaan obat secara E-purchasing ......................................................95
6.3.1. Sumber Daya Manusia ...........................................................................96
6.3.2. Anggaran .................................................................................................98
6.3.3. Kebijakan ..............................................................................................100
6.3.4. Sarana dan Prasarana ..........................................................................102
6.4. Proses Pengadaan Obat Berdasarkan secara E-purchasing .............................104
6.4.1. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat ................................................104
6.4.2. Proses Pemesanan Obat .......................................................................107
6.4.3. Proses Perjanjian Kontrak secara E-Purchasing ...............................113
6.4.4. Proses Pengiriman atau ditribusi obat ................................................114
6.5. Output pengadaan obat secara E-purchasing ..................................................117
BAB VII.........................................................................................................................121
7.1. SIMPULAN ..............................................................................................121
7.2. SARAN ......................................................................................................123
Daftar Pustaka : ..............................................................................................................124
Lampiran ........................................................................................................................133
Lampiran 1 Inform Concent ......................................................................................134
Lampiran 2 Izin Penelitian .........................................................................................135
Lampiran 3 Pedoman Penelitian .................................................................................138
Lampiran 4 hasil observasi .........................................................................................146
lampiran 5 hasil telaah Dokumen ...............................................................................147
Lampiran 6 matriks Wawancara .................................................................................154
Lampiran 7 Triangulasi Data ......................................................................................168

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.2. Definisi Istilah ............................................................................. 42

Tabel 4.8. Validasi Data ...................................................................................... 54

Tabel 5.1.3. Pelayanan Rumah Sakit ................................................................... 56

Tabel 5.2. Karakteristik Informan ........................................................................ 57

Tabel 5.4.3 Prosedur terkait pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E- 66

purchasing ..........................................................................................................

Tabel 5.4.4. Daftar inventaris barang di ruang pengadaan RSU Kota Tangsel ... 68

Tabel 5.4.4. Obat yang tidak terealisasi pengadaan secara E-purchasing .......... 87

xv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1.1. Fungsi Logistik............................................................................ 15

Bagan 2.3.3. Siklus Pengadaan Barang............................................................. 22

Bagan 2.4.3. Alur Proses e-purchasing............................................................. 28

Bagan 2.5. Logic Models................................................................................... 33

Bagan 2.6. Kerangka Teori............................................................................... 36

Bagan 3.1. Definisi istilah ............................................................................... 41

Bagan 5.5.2. Alur Pemesanan Obat secara E-purchasing ................................ 75

xvi
DAFTAR ISTILAH

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BLUD : Badan Layanan Umum Daerah

BMHP : Barang Medis Habis Pakai

DOEN : Daftar Obat Esensial Nasional

E-CATALOGUE : Elektronik Katalog

E-PROCRUMENT : Elektronik Procrument

E-PURCHASING : Elektronik Purchasing

E-TENDERING : Elektronik Tendering

FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

FKRTL : Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

FORNAS : Formularium Nasional

IFRS : Instalasi Farmasi Rumah Sakit

INAPROC : Indonesian Procrument

IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

ICU : Intensive Care Unit

KIE : Komunikasi Informasi dan Edukasi

KO : Kebutuhan Obat

LKPP : Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah

LPSE : Layanan Pengadaan Secara Elektronik

NICU : Neonatal Intensive Care Unit

PBF : Pedagang Besar Farmasi

PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan

PMK : Peraturan Menteri Kesehatan

POKJA : Kelompok Kerja

PPK : Pejabat Pembuat Komitmen

xvii
PPHP : Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan

RKO : Rencana Kebutuhan Obat

SATKER : Satuan Kerja

SOP : Standar Operasional Prosedur

SK : Surat Keputusan

SP : Surat Perjanjian

SPK : Surat Perjanjian Kontrak

SPSE : Sistem Pengadaan Secara Elektronik

WHO : World Health Organization

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 inform concern ........................................................................... 134

Lampiran 2 Izin Penelitian...... ...................................................................... 135

Lampiran 3 Pedoman Penelitan .................................................................... 138

Lampiran 4 Hasil Observasi ......................................................................... 146

Lampiran 5 Hasil telaah Dokumen ............................................................... 147

Lampiran 6 Matriks Wawancara .................................................................. 154

Lampiran 7 Traingulasi Data ....................................................................... 168

xix
BAB I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

pelayanan secara paripurna, berdasarkan SK menteri Kesehatan RI no.

883/Menkes/SK/XII/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit adalah tempat yang

memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar spesialistik dan

subspesialistik, serta memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi

masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Salah satu pelayanan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan

bermutu adalah pelayanan farmasi. Hal ini diperjelas dalam Peraturan Menteri

kesehatan, standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk

meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi

tenaga kefarmasiaan, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan

obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)

(Peraturan Menteri Kesehatan RI no 58 tahun 2014).

Obat merupakan komponen yang penting dalam dalam upaya pelayanan

kesehatan. Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan

mutunya agar memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu faktor yang dapat

menjamin ketersediaan obat bermutu dapat dipantau melalui proses pengadaan

obat (Wasir, 2011).

Pada umumnya rumah sakit memiliki biaya rutin terbesar pada pengadaan

sediaan farmasi, menurut kebijakan obat nasional menyatakan bahwa biaya obat

1
merupakan bagian yang cukup besar dari seluruh biaya kesehatan. Dari berbagai

survei dapat disimpulkan bahwa biaya untuk pembelanjaan obat dirumah sakit

dapat menyerap sekitar 40-50% dari jumah operasional pelayanan kesehatan

(Istinganah, 2006).

Pengadaan obat yang baik dan tepat akan memberikan dampak yang baik

bagi rumah sakit, tujuan pengadaan obat itu sendiri adalah tesedianya obat dengan

jenis jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan, mutu obat

terjamin, obat dapat diperoleh pada saat diperlukan (Irmawati, 2014).

Pengadaan obat merupakan proses penting yang terjadi di instalasi

farmasi. karena dalam pengadaan obat kita harus mempertimbangkan secara detail

dan merencanakan secara rinci tentang rencana pengadaan obat yang dilakukan

(Suryoningrat, 2015). Sehingga dapat memenuhi fungsi dari instalasi farmasi

dalam memenuhi kebutuhan obat yang bermutu atau berkualitas.

Adapun permasalahan yang terjadi pada proses pengadaan yaitu seperti

pemesanan obat yang terlalu sedikit. Pemesanan obat yang terlalu sedikit

menyebabkan tersedianya obat di rumah sakit tersebut sedikit pula. Ketersediaan

obat yang terlampau sedikit memperbesar kemungkinan terjadinya stockout.

Stockout adalah ketika permintaan suatu barang atau obat tidak dapat terpenuhi

karena tidak tersedianya obat tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya

pembelian obat di luar rumah sakit yang secara tidak langsung akan

mempengaruhi pendapatan rumah sakit (Nugroho, 2012).

Untuk memenuhi kebutuhan obat yang banyak dan berkualitas serta harga

yang sesuai diperlukan pengadaan obat yang tepat, dalam hal ini pemerintah telah

2
mengeluarkan kebijakan tentang pengadaan obat melalui mekanisme E-

purchasing berdasarkan katalog elektronik (E-catalogue), yang bertujuan untuk

menunjang proses pengadaan obat pemerintah pada era JKN.

Katalog elektronik (E-catalogue) adalah sistem informasi elektronik yang

memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai

penyedia barang/jasa pemerintah. Tata cara pembelian ini dilakukan dengan E-

purchasing yaitu pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.

Pengaturan pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik ini bertujuan untuk

menjamin transparansi/keterbukaan, efektifitas dan efisiensi proses pengadaan

obat sehingga pada akhirnya dapat mengurangi terjadinya korupsi. Karena dengan

E-catalogue pengadaan atau pembeliaan terhubung dengan LKPP sehingga

pembelian yang dilakukan terdokumentasikan di LKPP (Peraturan Menteri

Kesehatan. No 63, 2014).

Beberapa manfaat melalui pengadaan elektronik diantaranya yaitu

mengurangi siklus waktu pemesanan, pembayaran lebih sederhana, memperluas

basis pemasok, mengurangi dokumen, menghilangkan kesalahan pemesanan,

pengurangan persediaan, meningkatkan produktivitas dan pelayanan, menghemat

waktu, mengurangi biaya transaksi, manajemen pengadaan terdesentralisasi,

meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dengan pemasok, meningkatkan

perencanaan dan proses kontrol dan lain-lain (Calipinar dan Soysal, 2012).

Proses pengadaan obat melalui elektronik selain memberi manfaat juga

terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Diantaranya resiko internal

bisnis (membangun integrasi dengan sistem infrastuktur seperti akuntan, sumber

daya manusia, manajemen aset, manajemen persediaan, biaya hutang,

3
perencanaan produksi, dan sistem kas manajemen), resiko eksternal bisnis (antara

pembeli dan pemasok harus ada standar komunikasi dan operasi yang sama),

resiko teknologi (harus disesuaikan dengan kebutuhan pembeli), resiko proses

pengadaan elektronik (keamanan sistem harus dijaga pembeli dan pemasok)

(Calipinar dan Soysal, 2012).

Menurut hasil pertemuan rutin dan rapat evaluasi penggunaan E-catalogue

direktorat bina obat publik dengan industri farmasi dan distributor (2016),

diketahui masih banyak kendala yang sering dihadapai dalam pembelian secara E-

purchasing. Kendala yang sering dijumpai adalah ketersediaan obat, karena masih

banyak item obat yang belum tercantum dalam E-catalogue sehingga Satker tidak

dapat melakukan pengadaan. Lalu pihak penyedia obat sering over supply, dan

masih ada permasalahan penyedia tidak melayani pemesananan manual E-

catalogue sesuai dengan Permenkes 63 tahun 2014.

Selain itu jumlah obat dalam E-catalogue masih lebih sedikit dari Fornas

(Formularium Nasional), fornas merupakan acuan dalam menetapkan obat dalam

E-catalogue. Jumlah obat dan BMHP yang sudah ada di E-catalogue baru

berjumlah 796 item sediaan, bukan item obat. Sementara Fornas 2015 terdiri dari

1060 item sediaan dari 574 item obat dan terbagi dalam 29 Kelas Terapi dan 90

Sub Kelas Terapi (Hani, 2016). Jumlah obat inilah yang membuat Satker atau

pembeli obat secara E-purchasing harus menyesuaikan pembelian dengan obat

yang ada sehingga obat yang tidak ada di dalam daftar harus dibeli diluar E-

catalogue yang harganya lebih mahal.

Berdasarkan pertimbangan diatas, diketahui besarnya manfaat pembelian

secara E-purchasing dalam menunjang pengadaan obat yang efisien dan terbuka

4
dari berbagai kecurangan. Tetapi terlihat masih banyak kendala dalam penerapan

pengadaan secara E-purchasing ini, kebijakan yang baru di keluarkan di tahun

2013 ini masih memiliki banyak kendala, seperti obat yang disediakan tidak

memenuhi kebutuhan atau realisasi penyerapan RKO (rencana kebutuhan obat)

menjadi KO (kebutuhan obat) ternyata melesat jauh. Pada tahun 2013

perbandingan RKO dengan realisasinya tidak mencapai 30%, dan pada tahun

2014 terjadi peningkatan perbandingan RKO dengan KO yaitu menjadi sekitar

40%. (Stefanus, bedjo. 2014).

Kurangnya ketersediaan obat di dalam E-catalogue obat juga ditemukan

dalam penelitian Adyaksa (2015) di Dinas Kesehatan kota Denpasar, yang mana

cakupan realisasi obat berdasarkan E-catalogue tidak tidak mencapai 100%

melainkan 60%. Permasalahan dalam realisasi obat disebabkan karena pada saat

sudah mengajukan pemesanan dengan E-purchasing ketersediaan obat tidak

mencukupi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andryani (2015) di RSUD

kelas B Yogyakarta dan Sutriatmoko (2015) di Jawa tengah, ditemukan bahwa

proses penerapan E-purchasing berdasarkan E-catalogue memiliki hubungan

dengan peningkatan efisiensi pengadaan obat. Walaupun memberikan

peningkatan efisisensi pengadaan tetapi masih sering ditemukan kendala dalam

ketersediaan obat yang akan dibeli.

Pembelian obat E-catalogue dilakukan secara E-purchasing, berikut tata

cara pengadaan obat melalui E-purchasing. Daftara harga, spesifikasi dan nama

penyedia obat dapat dilihat melalui E-catalogue yang terdapat di portal pengadaan

nasional (INAPROC), lalu PPK dan panitia melakukan proses pengadaan obat

5
dengan cara E-purchasing menggunakan aplikasi E-purchasing obat yang terdapat

pada aplikasi SPSE, lalu PPK dan Panitia login melalui aplikasi SPSE, lalu

berkoordinasi dengan pihak penyedia yang harus login juga di aplikasi SPSE agar

dapar menggunakan aplikasi E-purchasing obat dan yang terkahir adalah proses

E-purchasing obat dimana pihak PPK dan panitia serta penyedia obat harus

berkoordinasi. (INAPROC, 2016)

Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan merupakan rumah sakit

pemerintah yang bertujuan Memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai

dengan standar dan profesionalisme untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Untuk memenuhi tujuan tersebut RSU Kota Tangsel harus menaati

dan mengikuti kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu salah

satunya dengan menerapakan E-purchasing obat dan alkes berdasarkan E-

catalogue. Berdasarkan Studi Pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari,

diketahui bahwa RSU Kota ini telah menerapakan kebijakan pengadaan obat

berdasarkan E-catalogue tetapi dalam pelaksanaannnya pengadaan dengan E-

catalogue ini masih terdapat beberapa kendala yaitu, ketersediaan obat di E-

catalogue tidak banyak sehingga pihak rumah sakit membeli diluar E-catalogue,

lambatnya respon penyedia terhadap pesanan yang dilakukan serta keterlambatan

pengiriman obat E-catalogue.

Kendala dalam proses pembelian obat yang telah dipaparkan diatas dapat

dilakukan kajian ataupun dicari sumber permasalahannya dengan menggunakan

metode program logic model . Program logic model adalah gambaran bagaimana

suatu organisasi/institusi itu bekerja dengan teori dan asumsi program yang

6
berjalan untuk menghasilkan tujuan dengan melihat aktivitas/proses dan

asumsi/prinsip dari program (Kellog Foundation, 2004)

Tujuan dari program logic model ini adalah untuk menggambarkan urutan

peristiwa dengan menghubungakan kebutuhan yang program rencanakan dengan

program hasil yang diinginkan. Pemetaan program ini dibagi menjadi input,

proses, output, outcome, serta Impact. Sehingga dengan menggunakan program

logic model ini dapat mengeksplorasi kegiatan pengadaan E-catalogue secara E-

purchasing mulai dari input-proses-output, sehingga bisa mengeidentifikasi

masalah penerapan pengadaan obat.

Berdasarkan pertimbangan diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai Gambaran Penerapan Pengadaan Obat

Secara E-purchasing Di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun

2016.

7
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahulaun yang dilakukan bersama kepala

Instalasi unit Farmasi RSU Kota Tangerang selatan, diketahui bahwa

RSU Kota Tangsel telah menerapkan pembelian obat secara E-purchasing

semenjak tahun 2013 disaat pertama kalinya kebijakan itu dikeluarkan

oleh pemerintah. Selain itu menurut informan, pembelian obat

berdasarkan E-catalogue sering terdapat kendala dalam kuota atau

persediaan obat yang tidak mencukupi pada saat pembelian secara E-

purchasing dalam E-catalogue obat, sehingga paket pembelian obat yang

dibuat harus disesuaikan dengan obat yang ada, serta sering terjadi

keterlambatan pengiriman obat dari penyedia.

Selain itu berdasarkan laporan kekosongan obat di Rumah Sakit

Umum Kota Tangsel terdapat 15 jenis obat yang stoknya kosong di bulan

Februari sampai dengan bulan Maret. Persentase stok kosong yang ada di

Rumah Sakit sebesar 4,4% dari 460 jenis obat yang ada di gudang.

Ketersediaan obat yang kosong ditakutkan akan menghambat

tersedianya kebutuhan obat, yang nantinya akan berdampak kepada

pelayanan di Rumah Sakit. Berdasarkan masalah diatas maka peneliti

tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang Gambaran penerapan

pengadaan obat secara E-purchasing di Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan.

8
1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana input (Sumberdaya, Anggaran, Kebijakan, dan Sarana

Prasarana) pengadaan obat secara E-purchasing di RSU Kota Tangsel?

2. Bagaimana proses (Perencanaan Kebutuhan Obat, Pemesanan obat, dan

Distribusi/Pengiriman,) pengadaan obat secara E-purchasing di RSU Kota

Tangsel?

3. Bagaimana output pengadaan obat secara E-purchasing di RSU Kota

Tangsel?

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran Penerapan Pengadaan Obat secara E-

purchasing Di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun

2016

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran input (Sumberdaya, Anggaran, Kebijakan, dan

Sarana dan Prasarana) pengadaan obat secara E-purchasing di RSU

Kota Tangsel.

2. Mengetahui gambaran proses (Perencanaan Kebutuhan Obat,

Pemesanan obat dan Distribusi/Pengiriman,) pengadaan obat secara E-

purchasing di RSU Kota Tangsel.

3. Mengetahui gambaran output pengadaan obat secara E-purchasing di

RSU Kota Tangsel.

9
1.5. Manfaat

a. Bagi Rumah Sakit

- Dapat mengetahui kendala-kendala serta hambatan dalam

pengadaan obat secara E-purchasing yang dilakukan di RSU Kota

Tangsel.

- Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan dalam

evaluasi pengadaan obat di RSU Kota Tangerang Selatan dengan

menggunakan prosedur E-purchasing obat.

b. Bagi peneliti

Dapat mengimplementasikan pengetahuan yang didapat selama kuliah

dan memperluas wawasan dalam bidang kebijakan obat nasional dan

manajemen pengendalian obat khususnya pengadaan obat secara E-

purchasing.

c. Bagi Akademisi

- Dapat dijadikan sebagai referensi dalam manajemen pengadaan

obat secara E-purchasing.

- Dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya terkait

manajemen pengadaan obat.

10
1.6. Ruang lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penerapaan pengadaan

obat secara E-purchasing di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan pada

tahun 2016. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester IX peminatan

Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2016.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptip. Jenis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari observasi langsung wawancara mendalam dan telaah

dokumen. Informan dalam penelitian ini terdiri dari kepala instalasi Farmasi,

Petugas Pengadaan obat dan petugas keuangan Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan.

11
Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1. Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang

Rumah Sakit dijelaskan bahwa Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Sedangkan menurut WHO (World Health Organization) rumah sakit

adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi

menyediakan pelayanan paripurna (komperhensif), penyembuhan penyakit

(kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif) pada masyarakat ( Laksito, 2014)

Dalam (Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang

Rumah Sakit)dijelaskan juga tugas dan fungsi rumah sakit. Rumah sakit

mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

Pelayanan kesehatan paripurna adalah kesehatan yang meliputi peningkatan

kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit

(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Adapun fungsi rumah sakit yaitu

sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna.

12
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Berdasarkan penjelasan diatas rumah sakit merupakan institusi pelayanan

kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara utuh baik itu

penyembuhan, pengobatan, serta pencegahan. Terdapat beberapa pelayanan di

rumah sakit untuk menunjang tujuan dari pelayanan itu sendiri salah satunya

adalah Pelayanan farmasi.

2.1.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat

(Irmawati, 2014).

Dalam (Keputusan Menteri Kesehatan No 1197 tahun 2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit) tugas instalasi farmasi rumah sakit yaitu:

a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh

kegiatan Pelayanan Farmasi Klinis yang optimal dan profesional serta

sesuai prosedur dan etik profesi.

13
b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.

c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek

terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.

d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta

memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.

e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.

f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan

farmasi klinis.

g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium Rumah Sakit.

Selain itu, terdapat dua fungsi instalasi rumah sakit yang dijelaskan dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit yaitu mengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai dan menyelanggaran pelayanan farmasi klinik.

Pengelolaan sedian farmasi ini sering disebut Manajemn logistik di Rumah Sakit.

2.2. Manajemen Logistik

Manajemen adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan

pengambilan keptusan, pengorganisasian, kepemimpinana, dan pengendalian)

yang diarahkan pada sumber-sumber daya organiasasi (manusia, finansia, fisik,

dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien

14
dan efektif (Griffin, 2004). Sedangkan menurut Febriawati (2013) logistik

merupakan bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan bahan/barang

yang dibutuhkan untuk kegiatan oeprasionalnya instansi tersebut dalam jumlah,

kualitas dan pada waktu yang tepat dengan harga serendah mungkin.

Manajeman logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta

proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan,

penyimpanana, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat.

Prinsip dalam manajemen merupakan pegangan umum untuk dapat

terselenggaranya fungsi-fungsi logistik dengan baik (Febriawati 2013).

2.2.1. Fungsi Manajemen Logistik

Fungsi-fungsi manajemen logistik sebenarnya sama dengan fungsi

manajemen pada umumnya, berikut fungsi manajemen logistik:

Perencanaan dan
Penentuan Kebutuhan

Penghapusan Penganggaran

Pengendalian

Pemeliharaan Pengadaan

Penyimpanan dan
Penyaluran
Bagan 2.2.1. Siklus Logistik

Sumber : Febriawati, 2013

15
1. Fungsi Perencanaan dan penentuan kebutuhan

Fungsi perencanaan mencakup aktivitas dalam menetapkan sasaran,

pedoman, pengukuran penyelenggaraan bidang logistik. Penentuan kebutuhan

merupakan perincian dari fungsi perencanaan, bila mana perlu semua faktor

yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan.

2. Fungsi Penganggaran

Fungsi ini merupakan usaha-usaha untuk merumuskan perincian penentuan

kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata uang dan jumlah biaya

dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku

terhadapnya.

3. Fungsi Pengadaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014 pengadaan

merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan

kebutuhan.Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan

waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.

Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari

pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebtuhan

dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemielihan pemasok, penentuan

spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Fungsi

Penyimpanan dan penyaluran

Fungsi ini merupakan penerimaan, penyimpanan dan penyaluran

perlengkapan yang telah diadakan melalui fungsi-fungsi terdahulu untuk

kemudian disalurkan kepada instans-instansi pelaksanan.

16
4. Fungsi Penyimpanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tahun 2014 penyimpanan obat

harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefaramasian.

Perseyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan

keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis

sedian farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

5. Fungsi Penyaluran/Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien

dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.

6. Fungsi pemeliharaan

Fungsi ini adalah usaha atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi

teknis, daya guna dan daya hasil barang inventaris.

7. Fungsi Penghapusan

Fungsi ini adalah berupa kegiatan dan usaha pembebasan barang dari

pertanggunggjawaban yang berlaku. Dengan kata lain, fungsi penghapusan

adalah usaha untuk menghapus kekayaan karena kerusakan yang tidak dapat

diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis,

kelbihan hilang, susut, dan karena hal-hal lain menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

17
8. Fungsi Pengendalian

Fungsi ini merupakan inti dari pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha

untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik. Dalam

fungsi ini diantaranya terdapat kegiatan pengendaliaan inventarisasi yang

merupakan unsur-unsur utamanya. Dalam PMK No. 58 tahun 2014 dijelaskan

bahwa pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan

penggunaaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis

pakai dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan tim famasi

dan terapi di rumah sakit.

Dari kedelapan fungsi diatas, fungsi pengadaan merupakan fungsi yang

sangat penting karena kontibusinya dalam merealisasikan rencana kebutuhan

sehingga teradakannnya obat berdasarkan pengadaan barang/jasa dalam rumah

sakit.

2.3. Pengadaan obat

2.3.1. Pengertian obat

Menurut Syamsuni (2006), Obat adalah semua bahan tunggal atau

campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar

tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit. Sedangkan

menurut Kepmenkes 2008, obat merupkan bahan atau paduan bahan-bahan yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi termasuk produk biologi.

18
Berdasarkan pengertian diatas diketahui bahwa Obat merupakan bahan atau

campuran yang diolah atau dipergunakan untuk mencegah, meringankan serta

menyembuhkan penyakit. Tak hanya itu secara khusus obat juga terbagi menjadi

beberapa istilah dalam penamaannya, yaitu :

1. Obat jadi, adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk

serbuk, tablet, pil, kapsul, supositoria, cairan, salep, atau bentuk lainnya

yang secara teknis sesuia dengan FI atau buku resmi lain yang ditetapkan

pemerintah.

2. Obat paten, yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama

pembuat yang diberi kuasa dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang

memproduksinya.

3. Obat baru, yaitu obat-obat yang berisi zat, baik berkhasiat maupun tidak

berkhasiat seperti lapisan, pengisi, pelarut, pembantu atau komponen lain

yang belum dikenal sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.

4. Obat asli, yaitu obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah

Indonesia, diolah secara sederhana berdsasrkan pengalaman dan

digunakan dalam pengobatan tradisioanal.

5. Obat tradisional, yaitu obat yang didapat dari bahan alam (mineral,

tumbuhan, atau hewan), diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman

dan digunakan dalam pengobatan tradisioanl.

6. Obat esensial, yaitu obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan

kesehatan masyarakat dan tercantum dalam daftar obat esensial nasional

(DOEN) yang ditetapkan oleh menteri kesehatan R.I.

19
7. Obat generik, yaitu obat dengan nama resmi yang ditetapkan dal FI untuk

zat berkhasiat yang dikandunngnya. (Syamsuni, 2006)

2.3.2. Pengertian Pengadaan

Menurut PMK no 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian

pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan

perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersedian,

jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar

mutu. Pengadaan merupakan kegiatan berkesinambungan dimulai dari pemilihan,

penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,

pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,

pemantuan proses pengadaan, dan pembayaran. Pengadaan dapat dilakukan

melalui :

a. Pembelian

Untuk rumah sakit pemerintah pembelian sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan ketentuan

pengadaan barang dan jasa yang berlaku.

b. Produksi sediaan farmasi

Instalasi farmasi rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu

apabila:

1. Sedian farmasi tidak ada di pasaran

2. Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri

3. Sediaan farmasi dengan formula khusus

4. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil

5. Sediaan farmasi untuk penelitian

20
6. Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat

baru. Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi

persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan di rumah sakit tersebut.

c. Sumbangan/ Dropping/ Hibah

Seluiruh kegiatan penerimaan sedian farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai dengan cara sumbangan/ dropping/ hibah

harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar

penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai dapat membentu pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai

dengan kebutuhan rumah sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan

rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit untuk mengembalikan/

menolak sumbanga/dropping/hibah sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan

pasien rumah sakit.

Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk

penyedia obat yang dibutuhkan di unit pelayanan. Tujuan dari pengadaan obat

sendiri adalah pertama tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup

sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan, mutu obat terjamin, dan obat dapat

diperoleh pada saat diperlukan.

21
2.3.3. Proses Pengadaan Obat

Pengadaan obat atau Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah sebuah

upaya strategis terencana untuk memperoleh barang/jasa dalam rangka mencapai

tujuan bernegara atau yang disebut dengan pembangunan nasional. Ketika

terdapat proses pengadaan barang/jasa yang terlepas dari unsur perencanaan, akan

berdampak negatif terhadap efisiensi dan efiktivitas pengelolaan uang negara.

Berikut siklus pengadaan barang/jasa :

Bagan 2.3.3. Siklus Pengadaan Barang

A. Persiapan

C. Pelaksanaan B. Pelaksanaan
kontrak Pemilihan

(Sumber: Ramli,2015 .)

A. Persiapan

Dalam tahap persiapan, terdapat tiga sub tahapan penting, yaitu:

1. Perencanaan umum meliputi identifikasi kebutuhan, anggaran,

pemaketan pekerjaan dan penyusuanan organisasi pengadaan.

2. Perencanaan pelaksanan pengadaan meliputi penyusunan dan

penetapan spesfikasi, harga perkiraan sendiri (HPS), dan rancangan

kontrak.

22
3. Perencanaan pemilihan penyedia, meliputi pengkajian ulang paket

pekerjaan dan jadwal pelaksanaan pemilihaan sistem pengadaan,

penetapan metode penilaian kualifikasi, penyusuanan jadwal

pelelangan, hingga penyusuanan dokumen pengadaan.

B. Pelaksanaan Pemilihan Penyedia

Garis besar proses pelaksanaan pemilihan penyedia, yaitu :

1. Pengumuman dan pemasukan dokumen kualifikasi.

2. Evaluasi dokumen kualifikasi dan pembuktian kualifikasi (untuk

prakualifikasi).

3. Pengumuman daftar penyedia yang lulus prakualifikasi.

4. Penyampian undangan atau pengumuman pemasukan penawaran.

5. Pejelasan pemilihan

6. Pemasukan dan pembukaan dokumen penawaran

7. Evaluasi penawaran dan pembuktian kualifikasi (untuk

Pascakualifikasi).

8. Penetapan pemenang, pengumuman, dan sanggah.

C. Penandatangan dan pelaksanaan Kontrak

1. Penunjukan penyedia barang/jasa.

2. Penandatangan kontrak.

3. Pengendalian pekerjaan.

4. Serah terima hasil pekerjaan.

5. Pelaporan dan penyerahan barang/jasa kepada pengguna atau

pengguna akhir.

23
2.4. Kebijakan Pengadaan obat

Bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas, efisiensi dan trasparansi

dalam proses pengadaan obat program jaminan kesehatan nasional dan obat

program lainnya pada satuan kerja di bidang kesehatan baik pusat maupun daerah,

pemerintah mengeluarkan kebijakan E-catalogue obat pada tahun 2013 yang pada

tahun pertama pemilihan obat masih menggunakan DOEN ( daftar obat esensial

nasional) sebagai dasar penentuan obat (LKPP, 2015).

Kebijakan ini dikeluarkan dalam rangka menjamin ketersediaan dan

pemerataan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan, sehingga perlu dilaksanakan pengadaan obat pemerintah

secara efektif dan efisien serta hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kebijakan ini mencakup seluruh satuan kerja bidang kesehtaan di pusat maupun

daerah terhadap pengadaan obat yang tercantum dalam katalog obat yang

ditetapkan oleh LKPP.

2.4.1. Pengadaan obat berdasarkan e-catalogue secara E-purchasing

Katalog elektronik (E-catalogue) adalah sistem informasi elektronik yang

memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai

penyedia barang/ jasa pemerintah. Pengadaan yang dilakukan secara elektronik

atau e-Procurement dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan

transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

kemajuan teknologi informasi lebih mempermudah dan mempercepat proses

pengadaan barang/jasa, karena penyedia barang/jasa tidak perlu lagi datang ke

kantor kelompok kerja unit layanan pengadaan untuk melihat, mendaftar, dan

24
mengikuti proses pelelangan, tetapi cukup melakukannya secara online pada

website pelelangan elektronik.

Penerapan e-procurement bertujuan untuk :

1. Meningkatkan transparansi/keterbukaan dalam proses pengadaan

barang/jasa

2. Meningkatakan persaingan yang sehat dalam rangka penyediaan pelayanna

publik dan penyelenggaraan pemerintah yang baik

3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan proses

pengadaan barang/jasa.

Pengadaan barang/jasa secara elektronik atau E-procurement dapat dilakukan

dengan E-tendering atau E-purchasing. E-tendering merupkan tata cara penilihan

penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua

penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem elektronik. Sedangkan E-

purchasing obat merupakan tata cara pembelian barang sesudah system E-

catalogue terbangun. Dalam hal aplikasi E-purchasing mengalami kendala

operasional (offline) maka pembelian dapat dilaksanakan secara manual sesuai

denga surat edaran kepala LKPP Nomor 1 tahun 2013.

Dengan telah terbangunnya sistem E-catalogue obat, maka seluruh satuan kerja di

bidang kesehatan baik pusat maupun daerah dan FKTP atau FKRTL dalam

pengadaan obat baik untuk program jaminan kesehatan nasional maupun program

kesehatan lainnya tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat

langsung memanfaatkan sistem E-catalogue obat dengan prosedur E-purchasing.

25
Berdasarakan peraturan menteri kesehatan no. 63 ada beberapa tahapan dalam

prosedur e-purchasing yaitu sebagai berikut :

1. Persiapan

Pengadaan obat dilaksanakan oleh Pokja ULP atau pejabat pengadaan

satuan kerja berdasarkan perintah dari PPK satuan kerja di bidang

kesehatan baik pusat maupun daerah dan FKTP atau FKTRL dengan

tahapan sebagai berikut:

a. Satuan kerja di bidang kesehatan menyampaikan rencana kebuthan

obat kepada PPK.

b. PPK melihat e-catalogue obat dalam portal pengadaan nasional

yang memuat detail obat.

c. PPK menetapkan daftar pengadaan obat sesuai kebutuhan dan

ketersedian annggaran yang terdiri atas :

i. Daftar pengadaan obat berdasarkan E-catalogue

ii. Daftar pengadaan obat diluar E-catalogue

Kedua daftar pengadaan obat tersebut harus ditandatangani PPK

d. Daftar pengadaan obat berdasarkan E-catalogue yang sudah

ditandatangani selanjutnya diteruskan oleh PPK kepada pokja

ULP/ Pejabat pengadaan untuk diadakan dengan metode E-

purchasing.

e. Daftar pengadaan obat diluar E-catalogue selanjutnya diteruskan

oleh PPK kepada Pokja ULP/pejabat pengadaan untuk diadakan

dengan metode lainnya sesuai PP No. 54 tahun 2010 tentang

26
pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana telah diubah

terakhir dengan PP No. 70 tahun 2012

2. Pengadaan obat dengan prosedur E-purchasing

Pembelian obat secara E-purchasing berdasarkan E-catalogue obat

dilaksanakan oleh PPK dan Pokja ULP melalui aplikasi E-purchasing

pada website layanan pengadaan secara elektronik (LPSE). Untuk dapat

menggunakan aplikasi E-purchasing, PPK dan Pokja ULP harus memiliki

kode akses dengan cara melakukan pendaftaran sebagai pengguna kepada

LPSE setempat.

Tahapan yang dilkukan dalam pengadaan obat melalui e-purchasing

adalah sebgai berikut:

1. Pokja ULP/Pejabat pengadaan membuat paket pembelian obat dalam

aplikasi E-purchasing berdsarkan daftar pengadaan obat sebagaiman

tercantum dalam formulir 2 yang diberikan oleh PPK. Paket pembelian

obat dikelompokkan berdsarkan penyedia.

2. Pokja ULP/Pejabat pengadaan selanjutnya mengirimkan permintaan

pembeliaan kepada penyedia obat.

3. Penyedia obat yang telah menerima permintaan pembeliaan obat

melalui E-purchasing dari pokja ULP/Pejabat pengadaan mmeberikan

persertujuan atas permintaan pembelian obat dan dan menunjuk

distributor/PBF. Apabila menolak harus menyampaikan alasan

4. Persetujuan penyedia obat kemudian oleh Pokja ULP/ Pejabat

pengadaan kepada PPK ditindaklanjuti.

27
5. PPK selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap obat

yang telah disetujui dengan distributor/PBF yang ditunjuk penyedia

obat.

6. Distributo/PBF kemudian melaksanakan penyediaan obat sesuai

dengan isi perjanjian / kontrak jual beli.

2.4.3. Alur Proses E-purchasing obat

Alur proses pengadaan obat secara E-purchasing memiliki alur yang tidak

pendek, alur ini melewati pihak PPK, Panitia Obat, dan penyedia (obat), berikut

alurnya :

Bagan 2.4.3. alur proses E-purchasing

Sumber: LKPP, 2013

28
Berdasarkan alur yang telah digambarkan berawal dari melihat kebutuhan

untuk memenuhi jumlah obat, maka akan dilakukan perencanaan pembeliaan obat

sebelumnya. Obat yang telah direncanakan untuk dibeli bisa dilihat di E-

catalogue obat tersedia atau tidak. Setelah itu bisa melakukan proses pembeliaan

secara E-purchasing yang tentunya harus login ke website LPSE dan melakukan

proses pembelian yang telah dijelaskan diatas degan dilakukan secara online , jika

megalami kendala operasional dalam aplikasi (offline), pembelian dapat

dilaksanakan secara manual.

Kendala operasional dalam aplikasi (offline), pembelian dapat

dilaksanakan secara manual, menurut PERMENKES No. 63 tahun 2014,

pemeblian secara manual adalah pembelian yang dilaksanakan secara langsung

kepada industri farmasi yang tercantum dalam E-catalogue. Tahapan yang

dilakukan dalam pengadaan obat secara manual adalah sebagai berikut:

1. Pokja ULP/Pejabat Pengadaan membuat paket pembelian obat

berdasarkan daftar pengadaan obat berdasarkan E-catalogue.

2. Pokja ULP/Pejabat Pengadaan selanjutnya mengirimkan

permintaan pembelian obat kepada penyedia obat

3. Penyedia obat yang telah menerima permintaan pembeliaan obat

dari Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan memberikan persetujuan atas

permintaan pembelian obat dan menunjuk distributor. Apabila

menolak, penyedia obat harus menyampaikan alasannya.

4. Persetujuan penyedia obat kemudian diteruskan oleh Pokja/

Pejabat Pengadaan kepada PPK untuk ditindaklanjuti.

29
5. PPK selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap

obat yang telah disetujui dengan distributor yang ditunkuk oleh

penyedia obat.

6. Distributor melaksanakan penyediaan obat sesuai dengan isi

perjanjian/kontrak jual-beli.

2.5. Pengadaan Obat Non E-purchasing

Pengadaan obat dengan menggunakan prosedur E-purchasing memberikan

kemudahan kepada penggunanya, tetapi masih sering ditemukan kendala dalam

penerapannya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 63 tentang Pengadaan

obat berdasarkan E-catalogue jika pada daftar pengadaan E-catalogue tidak

terdapat item yang akan dibeli maka bisa dilakukan metode pengadaan lainnya

yang seuai dengan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012. Berikut kendala

sehingga pengadaan dilakukan dengan menggunakan metode diluar E-catalogue.

1. Tidak tersedia item obat yang akan dibeli di E-catalogue

2. Tidak mendapatkan Persetujuan dari penyedia obat terkait tindaklanjut

pengiriman permintaan pembelian obat dari pembeli.

Selain dari kedua masalah tersebut pengadaan obat di luar E-catalogue juga

bisa dilakukan jika terdapat kendala yang mengharuskan membeli diluar E-

catalogue tetapi harus memiliki izin dari Pejabat Pembuat Komitmen dari Rumah

Sakit atau jenis Faskes lainnya.

Pemesanan obat dengan cara Non E-purchasing bisa dilakukan dengan

metode :

30
1. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan

sesuai dengan kreteria yang telah di tentukan. Pada penentuan

harga metode ini lebih menguntungkan. Untuk pelaksanaannnya

memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian

penuh.

2. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan

pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat

yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja

lebih ringan bila dibandingakan dengan lelang terbuka.

3. Pemeblian dengan tawar menawar, dilakukan bila item tidak

penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung

untuk item tertentu.

4. Pembelian langsung, pemeblian jumlah kecil, perlu segera tersedia.

Harga tertentu, relatif agak lebih mahal.

2.6. Logic Models

Logic models adalah cara sistematis dan visual untuk menyajikan dan

menjelaskan pemahaman dari hubungan antara Sumberdaya yang dimiliki untuk

mengoperasikan program yang direncanakan, dan perubahan atau hasil yang ingin

dicapai (Kellog Foundation, 2003).

Menurut Helena Clark (2004) logic models adalah suatu grafis yang

menggambarkan seluruh komponen program, dan sehingga membantu pemangku

kebijakan mengidentifikasi hasil, masukan dan kegiatan/aktivitas.

31
Logic models ini sering digunakan untuk menggambarkan suatu program

atau kegiatan sehingga disebut juga program logic model. Tujuan dari program

logic models ini adalah untuk menggambarkan urutan peristiwa dengan

menghubungakan kebutuhan yang progmam rencanakan dengan program hasil

yang diinginkan. Pemetaan program ini dibagi menjadi input, proses, output,

outcome, serta effect. Sehingga pendekatan ini bisa diterapkan digunakan dalam

melihat proses pengaaan obat berdasarkan E-catalogue.

Logic models merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk

menggambarkan bagaimana organisisi itu menjalankan tujuannya berdasarkan

program yang dijalani dengan melihat aktivitas/proses dan teori atas

asumsi/prinsip dari suatu program. logic models ini sering disebut dengan

pendekatan sistem yang sering digunakan dalam pemceahan masalah dengan

melihat gambaran dari input, proses, output, outcome, serta impact dari suatu

program atau kegiatan.

Pengadaan obat berdasarkan E-catalogue merupakan suatu program atau

kebijakan pemerintah yang diterapkan di fasilitas kesehatan, untuk melihat

bagaimana gambaran dari proses tersebut bisa digunakan logic models dengan

melihat dari sistemnya itu sendiri. Logic models melihat suatu sistem itu terdiri

dari input, proses, output, outcome, dan effect. Berikut bagan logic models :

32
Bagan 2.5. logic models

Jika manfaat
telah tercapai
makan akan
Sumberdaya Menggunak membuat
yang an Manfaat yang perubahan
diperlukan sumberday Hasil keluaran akan datang dari bagi organisasi
untuk a untuk langsung dari kegiatan yang atau
menjalankan menjalanka rencana telah masyarakat
program n rencana kegiatan. direncanakan dan instansi

Resources/ Activities Outputs Outcomes Impact


inputs

1 2 3 4 5

Yang direncanakan Hasil yang dituju

(terjemahan dari Kellog Fondation, 2003)

Berdasarkan gambar di atas logic models mengilustrasikan komponen-

komponen saling berhubungan diantara apa yang direncanakan dan apa yang

dipunya untuk menjalankan rencana tersebut. untuk menjalankan suatu rencana

program diperlukan sumberdaya yang akan diolah/proses menjadi keluaran

sehingga tercapainya tujuan rencana tersebut, sehingga diperlukan perhatian lebih

terhadap bagian tersebut.

 Resources termasuk manusia, anggaran, organisasi, dan kumpulan

sumberdaya suatu program yang bisa dugunakan untuk menjalankan

rencana. Dalam pengadaan obat secara E-purchasing

resources/inputnya adalah Sumberdaya Manusia, Anggaran, Kebijakan,

dan Sarana dan Prasarana.

33
 Aktivitas program/proses adalah menjalankan sumberdaya/input.

Aktivitas juga berarti proses, alat, kejadian, teknologi, dan aksi dari

bagian program yang akan diimpelmentasikan. Dalam pengadaan obat

secara E-purchasing aktivitas/prosesnya adalah Proses rencana

kebutuhan obat, Proses Pemesanan obat dan Proses

Distribusi/pengiriman.

 Output merupakan keluaran dari rencana atau program, pengadaan obat

secara E-purchasing di rumah sakit ditujukan untuk memenuhi

ketersediaan obat dari rumah sakit berdasarkan pengadaan secara E-

purchasing.

 Menurut Sosaline (2016), output dari monitoring dan evaluasi katalog

obat atau E-catalogue adalah realisasi dan ketersediaan pengadaan obat

katalog, yang hasilnya adalah ketersediaan obat pada pihak pengguna

atau pembeli obat berdasarkan sistem E-catalogue ini. selain itu

menurut irmawati (2014) tujuan dari pengadaan obat sendiri adalah

tersedianya obat yang cukup baik jumlah dan jenis bagi pelayanan

kesehatan

 Outcome merupakan hasil atau perubahan dari program yang biasanya

tercapai 1-sampai 3 tahun untuk tujuan jangka pendek dan 4 sampai 6

tahun untuk jangka panjang. Tujuan dalam penggadaan obat

berdasarkan E-catalogue adalah proses pengadaan obat menjadi lebih

Transparan, akuntabel, efektif dan efisien.

34
 Impact adalah dampak yang terjadi dalam waktu sekitar 7 sampai 10

tahun. perubahan yang dituju atau yang tidak diinginkan mendasar yang

terjadi dalam organisasi, masyarakat atau sistem sebagai akibat dari

kegiatan program dalam waktu 7 sampai 10 tahun. Dampak dari

pengadaan obat berdasarkan E-catalogue ini sendiri adalah untuk

meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan obat secara

berkelanjutan, agar tercapai kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya.

35
2.7. Kerangka Teori

Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa Logic Models adalah

penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan

mencari pemecahan dari suatu maslah atau kedaaan yang dihadapi. Sistem sendiri

terbagi dari berbagai elemen yaitu input, proses, output,outcome, dan impact

(Kellog Foundation, 2003).

Menurut Ramli (2010) terdapat siklus dalam tahapan pengadaan

barang/jasa pemerintah yaitu tahap persiapan (perencanaan umum, perencanaan

pelaksanaan, perencanaan pemilihan penyedia), tahap pelaksanaan pemilihan

(pemilihan penyedia, penawaran kepada penyedia, evaluasi penawaran, serta

penetapan pemenang), tahap pelaksanaan kontrak (penunjukkan penyedia,

penandatangan kontrak, serah terima barang).

Berdasarkan Peraturan menteri kesehatan No. 63 tentang pengadaaan obat

berdasarkan E-catalogue tahun 2014, terdapat beberapa tahapan dalam proses

pengadaaan obat berdasarkan E-catalogue yaitu tahap persiapan (Perencanaan

pengadaan obat), tahap pembelian secara E-purchasing (proses pemesanan obat,

proses perjanjian kontrak dan proses pengiriman/distribus), serta pembelian secara

offline.

Tujuan dari pengadaan obat secara E-purchasing adalah meningkatkan

transparansi/keterbukaan dalam proses pengadaan barang/jasa meningkatkan

persaingan yang sehat dalam rangka penyediaan pelayanan publik dan

penyelenggaraan pemerintah yang baik meningkatkan efektifitas dan efisiensi

dalam pengelolaan proses pengadaan barang/jasa, sehingga pada jangka yang

36
panjang bisa meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan obat di Rumah Sakit

Umum Tangerang Selatan bahakan indonesia secara berkelanjutan.

37
Bagan 2.6. Kerangka Teori

Proses :

1. Tahap Persiapan
a. Perencanaan
kebutuhan obat Output:
Input:
2. Tahap Pembelian Outcome: Effect :
Sumberdaya Manusia Secara E-purchasing Ketersediaan
a. Proses pemesanan Obat berdasarkan 1. Transparansi Pemerataan dan
Anggaran obat E-catalogue di Pembelian Obat keterjangkauan
b. Proses perjanjian Rumah Sakit 2. Akuntabel obat di RSU
Kebijakan
kontrak 3. Efektifitas dan Tangsel secara
Sarana dan Prasarana c. Proses efisiensi berkelanjutan
pengiriman/distribusi pengadaan
3. Pembelian secara
Offline

Modifikasi Teori : Kellog Foundation (2003), Ramli (2010), dan PMK no 63 tentang pengadaan obat berdasarkan E-catalogue 2014

38
Bab III

Kerangka Berpikir& Definisi Istilah

Kerangka Berpikir

Penelitian ini menggunakan logic models dari Kellog Foundation (2003)

yaitu dengan melihat lima (5) bagian input, proses, output,outcome, impact.

Tetapi pada penelitian ini dengan keterbatasan yag ada peneliti hanya meneliti

input, proses, outut, saja. Input merupakan segala sesuatu yang harus disediakan

untuk menjalankan kegiatan, sedangkan proses adalah mengelola input sehingga

bisa menjalankan kegiatan, dan output merupakan keluaran hasil dari proses input

atau lebih tepatnya hasil akhir. Di dalam pendekatan sistem semua bagian ini

menjadi satu bagian yang tidak dapat terpisahkan, sehingga logic models ini bisa

digunakan dalam melakukan kinerja dari suatu kegiatan ataupun melihat masalah

dari suatu sistem.

Input dari penelitian ini adalah Sumberdaya Manusia, Anggaran,

Kebijakan, Sarana dan prasana. Input diperlukan sebagai dasar dari suatu

kegiatan, karena input akan menunjang setiap proses pengadaan yang akan

dilakukan. Proses dari penelitian ini adalah perencanaan pengadaan obat secara

E-purchasing, proses pemesanan obat, proses perjanjian kontrak, proses

pengiriman/distribusi secara E-purchasing, serta laporan-laporan pengadaan obat

berdasarkan E-catalogue (Dirjen Bina Kefarmasian Dan Alkes, 2014).

39
Output dari penelitian ini adalah ketersediaan obat secara E-prchasing di

Rumah sakit umum daerah Tangerang Selatan, ketersediaan ini akan dilihat

dengan menghitung jumlah obat yang tersedia dibagi rata-rata pemakaian obat

perbulan akan diketahui berapa tingkat ketersediaan obat yang ada (Harsono,

2012).

Pada Penelitian ini peniliti hanya meneliti sampai tahapan output,

dikarenakan untuk hasil dari outcome bisa terlihat 1-3 tahun dari yang

direncanakan dan impact atau dampak dari suatu rencana akan terlihat 7-10 tahun

(Kellog Foundation ,2003). Sehingga dikarenakan waktu itu peneliti membatasi

meneliti tidak sampai ke outcome dan impact karena waktu yang diperlukan

cukup lama.

40
3.1. Kerangka Berpikir

Bagan 3.1. Kerangka Berpikir

Input: Proses :
Output:
Sumberdaya Manusia - Perencanaan
Kebutuhan Obat Ketersediaan Obat Di
Anggaran - Proses Rumah Sakit Umum Daerah
pemesanan obat
Tangerang Selatan
Kebijakan - Proses Perjanjian
Kontrak
Sarana dan Prasarana - Proses
pengiriman/distri
busi

41
3.2. Definisi Istilah

Tabel 3.2. Definisi istilah

No Domain Definisi Cara ukur Alat ukur

1 Ketersediaan Input

Sumberdaya Manusia Jumlah Wawancara Pedoman

Tenaga/Personil di Mendalam, Wawancara,

RSU Kota Tangsel Telaah Pedoman Telaan

yang terlibat dalam Dokumen Dokumen

Pengadaan Obat secara

E-purchasing serta

memiliki latar belakang

pendidikan

Kefarmasian.

Anggaran Jumlah dana yang Telaah Pedoman

mencukupi untuk Dokumen wawancara

terselenggaranya dan wawan


Pedoman Telaah
pengadaan obat serta cara
Dokumen
pemakaian dana yang mendalam

tepat dalam pengadaan

obat secara E-

purchasing

42
Kebijakan Peraturan yang Telaah Pedoman

berisikan pedoman Dokumen, wawancara

dalam proses wawancara


Pedoman Telaah
pengadaan secara E- mendalam,
Dokumen
purchasing, bisa berupa dan
Pedoman
Prosedur dan Petunjuk Observasi
Observasi
teknis.

Sarana dan Prasarana Peralatan yang Observasi Pedoman

menunjang kegiatan dan observasi

pengadaan obat secara wawancara


Pedoman
E-purchasing mendalam
wawancara

2 Perencanaan Proses atau kegiatan Wawancara Pedoman

Pengadaan obat menyusun kebutuhan Mendalam Wawancara

obat yang dilakukan


Telaah Pedoman Telaah
oleh tenaga/personil
Dokumen Dokumen
untuk pengadaan obat

secara E-purchasing

3 Proses Pemesanan Proses mengirimkan Wawancara Pedoman

Obat permintaan pembelian Mendalam, Wawancara

obat kepada penyedia Telaah mendalam,

obat/industri oleh Dokumen pedoman telaah

43
Petugas pengadaan Dokumen

dengan menggunakan

prosedur E-purchasing

dan prosedur Non E-

purchasing.

4 Proses Perjanjian Perjanjian tertulis Wawancara Pedoman

Kontrak antara pihak pembeli Mendalam, Wawancara

(PPK/petugas Telaah mendalam,

Pengadaan) dengan Dokumen pedoman telaah

distrbutor/ PBF yang Dokumen

ditunjuk penyedia obat/

industri farmasi

5 Distirbusi/pengiriman Kegiatan realisasi obat Wawancara Pedoman

obat yang sesuai dengan Mendalam wawancara

kesesuaian jumlah obat,


Telaah Pedomaan
jenis obat, dan waktu
Dokumen Telaah
tunggu obat dengan
dokumen
perjanjian kontrak yang

telah dilakukan dengan

pihak distributor obat.

6 Ketersediaan Obat Kondisi Tersedianya Wawancara Pedoman

Obat di gudang dengan mendalam Wawancara

jumlah yang tidak

44
kosong dan tidak di Telaah Pedoman Telaah

bawah jumlah Dokumen Dokumen

minimum stok

45
Bab IV

Metodelogi Penelitian

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan melakukan

pengamatan langsung atau observasi, wawancara dan telaah dokumen. Menurut

Bogdan dan Taylor dam Moelong (2001), penelitian kualitatif merupakan

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pada penelitian ini,

penelitii menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi yang

lebih mendalam tentang penerapan pengadaan obat secara E-purchasing di

Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan

yang terletak di Jl. Raya Padjadjaran No. 101, Pamulang Barat, Kota Tangerang

Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai dengan bulan

Desember.

4.3. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini ditetapkan dengan menggunakan metode

Snawball sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya

kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama yang dipilh

satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap

terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang

46
lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan orang sebelumnya

(Sugiyono, 2011).

Pemilihan sampel tidak didasari pada kuantitas melainkan didasarkan pada

kualitas informan atas masalah yang diteliti dan informan penelitian secara

langsung ditentukan oleh peneliti sesuai dengan kriteria pemilihan informan, yaitu

a. Kesesuaian (appropriatness)

Pemilihan informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki

berkaitan dengan sistem pengadaan obat di RSU Kota Tangerang

Selatan.

b. Kecukupan (adequacy)

Data yang diperoleh dari sampel dapat menggambarkan seluruh

fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian, hingga peneliti

mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan lengkap dan jelas

Berikut informan yang telah sesuai dengan kriterian pemilihan, yaitu :

1. Kepala Instalasi Farmasi RSU Kota Tangerang Selatan

2. Petugas Pengadaan Obat Farmasi RSU Kota Tangerang Selatan

3. Staff Pegadaan obat RSU Kota Tangerang Selatan

4.4. Instrumen Penelitian

Pada penelitan ini peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap

informan, serta melakukan observasi pada kegiatan proses pengadan obat secara

E-purchasing dan juga melakukan telaah dokumen. Instrumen penelitian yang

digunakan adalah pedoman wawancara, lembar observasi, dan telah dokumen

47
yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 63 tentang Pengadaan obat

berdasarkan E-catalogue dan pedoman pengadaan E-purchasing obat dari

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, serta referensi lain

terkait pengadaan obat secara E-purchasing.

4.5. Sumber data

a. Data Primer

Pada penelitian ini sumber data primer yang didapatkan melalui

observasi langsung kegiataan pengadaan obat secara E-purchasing,

serta dilakukan wawancara mendalam terhadap informan-informan

yang telah ditetapkan dengan menggunakan pedoman wawancara dan

lembar ceklist, selain itu juga dilakukan telaah dokumen yang

berkaitan dengan pengadaan obat secara E-purchasing di unit farmasi

Rumah sakit umum daerah Tangerang selatan.

b. Data Sekunder

selain data primer, juga dilakukan pengumpulan data sekunder yang

berasal dari studi dokumentasi yang berkaitan dengan pengadaan obat

secara E-purchasing. data sekunder ini nantinya akan menunjang hasil

dari penelitian. data sekuder ini terdiri dari:

- Profil Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan

- Profil unit Farmasi Rumah Sakit Daerah Tangerang Selatan

- Kebijakan terkait Pengadaan obat secara E-purchasing

- Rencana Kebutuhan obat

- Realisasi Kebutuhan obat

48
4.6. Pengumpulan data

pengumpulan data pada peneltian ini dilakukan oleh berbagai cara, yaitu :

a. Wawancara Mendalam (indepth interview)

Untuk mendapatkan data secara mendalam, akurat dan terbuka

dilakukan wawancara mendalam bersama informan kunci dalam proses

pengadaan obat secara E-purchasing yaitu dengan kepala bagian

pengadaan obat di unit farmasi, petugas keuangan di rumah sakit, serta

kepala unit Farmasi Rumah sakit Umum Daerah tangerang Selatan

dalam mendapatkan data primer mengenai pengadaan obat secara E-

purchasing.

b. Telaah Dokumen

Telaah dokumen adalah pengumpulan data melalui pencatatan

terhadap dokumen. Dokumen disini adalah standar operasional (SOP),

data anggaran, pedoman pengadaan obat secara E-purchasing, serta

dokumen-dokumen lain yang terkait dengan proses pengadaan obat di

unit Farmasi RSU Kota Tangsel.

c. Observasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan terhadap suatu obyek atau

orang lain atau pengumpulan data melalui pengamatan visual dengan

mengunakan panca indera. Objek dalam penelitian yang diamati adalah

Sarana dan Prasarana dan SOP pengadaan obat.

49
4.7. Analisa Data

Analisis data bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan

data yang telah diolah. Pendekatan ini mengidentifikasi persamaan dan perbedaan

data kualitatif, sebelum berfokus pada hubungan antara bagian-bagian yang

berbeda dari data, sehingga berusaha untuk menggambarkan peristiwa dan / atau

menjelaskan kesimpulan dari berbagai arah. Proses atau prosedur analisis data

dimulai dari Transcription, Familirisation with the interview, Coding, Developing

a working analytical framework, Applying the analytical framework, Chariting

data into Framework matrix, dan Interpreting data ( Gale, 2013)

4.7.1. Transcription

Rekaman audio dan video menjadi sangat penting dalam membantu

mengumpulkan data. Rekaman ini digunakan pada saat wawancara mendalam

bersama informan sehingga semua informasi ketika wawancara bisa dididapatkan.

Setelah dilakukan wawancara terhadap informan yang berhubungan dengan

pengadaan obat berdasarkan E-catalogue maka hasil wawancara itu akan di

transkripkan sehingga data yang didapat bisa dipindahkan dalam bentuk tulisan.

4.7.2. Familirisation with the interview

Setelah dilakukan transkrip dari hasil pengumpulan data oleh peneliti, perlu

juga dilakukan familirisasi data yaitu mengulang lagi data yang telah ditranskrip.

Tujuan dilakukan familisasi adalah untuk mengetahui lebih dalam data yang

ditranskrip sehingga bisa mengetahui setiap data yang ditranskrip.

Hasil dari wawancara terhadap informan tentang pengadaan obat berdasarkan

E-catalogue dalam bentuk transkrip dilakukan pengulangan atau pencocokan dari

data yang telah ditranskrip tadi dengan data mentah yang berupa catatan atau

50
rekaman sehingga data yang di dapatkan bisa lebih akurat dalam mengurangi

kesalahan dalam menerjemahkan data.

4.7.3. Coding

Setelah dilakukan Familirisasi untuk memudahkan peneliti dalam mengelola

data, maka dilakukan coding, yaitu mengkategorikan data yang didapat. Kategori

atau coding di dalam penelitian ini dibagi dalam perdomain yaitu SDM,

angggaran, Prosedur, Sarana dan Prasarana, proses rencana kebutuhan, proses

pemesanan, proses pengiriman, laporan, serta ketersediaan obat di Rumah Sakit

Umum Kota Tangerang Selatan.

4.7.4. Developing a working analitycal framework

Setelah dilakukan coding terhadap data yang dianalisis, maka setiap akan

di bagi lagi menjadi code yang lebih besar seperti SDM, Anggaran, Prosedur serta

Sarana dan Prasarana akan masuk kedalam Kode input Pengadaan obat secara E-

purchasing serta rencana kebutuhan obat, proses pemilhan dan pemesanan serta

pengajuan kontrak masuk kedalam proses pengadaan obat. Dan Ketersediaan obat

di RSU Tangerang Selatan masuk kedalam output dari Pengeadaan obat

berdasarkan E-catalogue.

4.7.5. Applying the analitycal Framework

Setelah dilakukan pengkodean, maka selanjutnya data yang telah

ditranskip sebelumnya dimasukkan kedalam setiap kode masing-masing data yang

telah ditentukan sebelumnya. Sehingga pada setiap kode akan berisikan semua

data yang telah ditranskip.

51
4.7.6. Chariting data into framework matrix

Setelah semua data telah dikodekan menggunakan kerangka analisis, maka

akan dilanjutkan dengan meringkas semua data dalam matriks untuk setiap tema

dari berbagai metode pengumpulan data.

Bentuk matriksnya berisikan semua data dari berbagai sumber data dari

informan seperi Petugas pengadaan, Kepala Instalasi Farmasi, dan Petugas

keuangan. Lalu juga dimasukkan data dari metode pengumpulaannya yaitu

wawancara mendalam, observasi serta telaah dokumen.

4.7.7. Interpreting data

Langkah selanjutnaya dalam analisis data adalah interpretasi data atau

penarikan kesimpulan, yaitu Data yang telah dikelompokkan sebelumnya akan

dilkukan analisis terhadap data tersebut atau di interpretasikan hasilnya baik dari

komponen input proses pengadaan, komponen proses pengadaan, serta output

pengadaan itu sendiri. Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan

dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di

lapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian

diambil intisarinya saja. Sehingga bisa mendapatkan gamabaran penerapan

pengadaan obat secara E-purchasing di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang

Selatan.

4.8. Validasi data

Untuk menjaga keabsahan dan keakuratan data yang diperoleh, peneliti

melakukan validasi data. Dalam penelitian ini validasi data yang dilakukan

dengan melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode.

52
a. Triangulasi sumber dilakukan dengan menyesuaikan data hasil

penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam kepada

Kepala Seksi penunjang medis, kepala unit farmasi dan penanggung

jawab program pengadaan obat di Rumah Sakit.

b. Pada penelitian ini triangulasi metode yang digunakan adalah, metode

observasi, metode wawancara, serta metode telaah dokumen. observasi

dan telaah dokumen dilakukan untuk mendukung hasil wawancara

yang dibandingkan dengan struktur orgaisasi, uraian tugas dan

Standard Operational Procedure (SOP).

Dengan dilakukannya triangulasi data pada penelitian ini diharapkan

peneliti dapat melakukan analisis secara tepat, akurat dan percaya. Sehingga

didapatkan analisis data yang tepat, akurat dan terpercaya. Adapun tabel

triangulasi data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.8.

53
Tabel 4.8

Triangulasi Data

Variabel Penelitian Triangulasi Data

Triangulasi Sumber Triangulasi metode

Petugas Koordinator Kepala Wawancara Observasi Telaah


Pengadaan/kepala perbekalan gudang mendalam dokumen
instalasi Farmasi

Sumberdaya √ √ - √ - √
Manusia

Anggaran √ √ - √ - √

Kebijakan √ √ - √ - √

Sarana dan Prasarana √ √ - √ √ -

Perencanaan √ √ - √ - √
Pemesanan obat

Proses Pemesanan √ √ - √ - √

Proses Perjanjian √ √ - √ - √
Kontrak

Pengiriman/distribusi √ √ √ √ - √
obat

Ketersediaan Obat √ √ √ √ - √

54
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

Rumah Sakit Umum Pemerintah Kota Tangerang Selatan pertama

kali diresmikan pada tanggal 07 april 2010 yang bertepatan dengan hari

kesehatan sedunia dengan nama RSUD As-Sholihin. Rumah sakit ini

diresmikan langsung oleh Gubernur Banten pada saat itu yaitu Hj. Ratu Atut

Chosiyah dan direktur pertama yaitu drg. Hj. Ida Lidia. Dan pada tanggal 29

Maret 2012 barulah Rumah sakit ini berpindah ke jalan Raya Pajajran No.

101 Pamulang dengan bangunan lima lantai dan berkapasitas 133 tempat

tidur.

5.1.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

Visi Rumah Sakit Umum Daerah Tangsel

Menjadi Rumah Sakit Pilihan yang Bermutu dan Amanah (Aman, Nyaman,

Mandiri, Ramah) di Kota Tangerang Selatan.

Misi Rumah Sakit Umum Daerah Tangsel

1. Meningkatkan kualitas pelayanan yang bermutu, modern dan

terstandarisasi

2. Meningkatkan SDM kesehatan yang profesional dan religius

3. Meningkatkan sistem komunikasi yang terbuka dan menerima

glaobalisasi sesuai kebutuhan masyarakat yang bermartabat

4. Mengikuti perkembangan IPTEK serta saran pendukung yang

berkualitas dan berwawasan lingkungan.

55
5.1.2. Prinsip Dasar RSUD Tangsel

Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan memiliki tujuan untuk

memberikan kesehatan paripurna sesuai dengan standar dan profesionalisme

untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini didukung oleh

motto RSUD Tangsel yaitu “melayani sepenuhi Hati”.

5.1.3. Pelayanan rumah sakit

Pelayanan yang terdapat di RSUD Tangsel terbagi menjadi dua yaitu

pelayanan medis dan penunjang, pelayanan ini meliputi :

Tabel 5.1.3. Pelayanan Rumah Sakit

Layanan Medis

Rawat Jalan Rawat Inap

Poliklinik Penyakit Poliklinik Kulit Dan NICU

Dalam Kelamin

Poliklinik Syaraf Poli Dots ICU

Poliklinik Anak Poliklinik Jiwa Rawat Inap Anak

Poliklinik Bedah Dokter Anastesi Rawat Inap Penyakit Dalam

Poliklinik Gigi Ortho Poliklinik VCT Rawat Inap Paru

Denti

Poliklinik Paru Poliklinik Bedah Rawat Inap Nifas

Tulang

56
Poliklinik Medical Polklinik

Check Up (MCU) Laboraturium

Poliklinik Rehabilitas

Medik

Layanan Penunjang

Laboraturium klinik Apotik dan Radiodiagnostik Penunjang

Farmasi Diagnostik lain

- Hematologi - Apotik 24 - Ultra Sonografi - Spirometri

jam

- Kimia Klinik - Konvensional

Radiologi

- Cairan Tubuh lain

5.2. Karakteristik Informan

Informan pada penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang. Hal tersebut

disebabkan karena keterbatasan perizinan dan kesibukan dari pihak rumah sakit

sehingga informan yang terpilih berjumlah 5 (lima) orang yang tetap dapat

mewakili dan dapat memberikan informasi yang tepat dan memadai penelitian.

Informan terbagi menjadi informan kunci , informan utama, dan pendukung.

Berikut informan tersebut:

57
Tabel 5.2. Karakteristik Informan

No. Informan Jenis Kode

1. Kepala Instalasi Farmasi Informan Kunci Inf 01

2. Petugas Pengadaan Informan Utama Inf 02

3. Staff Pengadaan Informan Inf 03


Pendukung

4. Petugas PPHP Informan Inf 04


Pendukung

5. Kepala Gudang Informan Inf 05


Pendukung

5.3. Pengadaan Obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

Pengadaan obat yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang

Selatan telah menggunakan pengadaan obat dengan prosedur E-purchasing

berdasarkan E-catalogue. Pengadaan secara E-purchasing ini telah dilakukan pada

tahun 2013 sampai dengan sekarang. E-purchasing adalah tata cara pembelian

barang/jasa melalui sistem katalog elektronik atau E-catalogue. Kebijakan

Pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing ini bertujuan untuk

meningkatkan efektifias dan efisiensi dalam pengadaan obat. Terdapat beberapa

proses dalam pengadaan obat secara E-purchasing, proses pengadaaan ini

didukung oleh input dalam pelaksanaannya. Berikut Input, proses, dan output

pengadaan obat secara E-purchasing.

5.4. Input Pengadaan obat di Rumah Sakit umum Kota Tangerang Selatan

Input merupakan masukan dari suatu sistem, masukan dari sistem

pengadaan obat terdiri dari sumber daya manusia, anggaran, prosedur, serta sarana

dan prasarana pengadaan obat.

58
5.4.1. Sumberdaya Manusia

Sumber daya manusia merupakan salah satu input dari pengadaan obat

secara E-purchasing. Sumber daya manusia yang ada di pengadaan dijelaskan dari

wawancara mendalam dan telaah dokumen terkait Sumber daya manusia yang

bertugas di pengadaan farmasi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam bersama

beberapa informan diketahui bahwa Sumber daya manusia yang ada di tim

pengadaan Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan berjumlah 4 orang yaitu

dua orang pejabat pengadaan BLUD, satu orang pejabat pengadaan APBD, serta

satu orang Staff. Pejabat pengadaan ini memiliki tugas masing-masing yaitu ada

petugas pengadaan untuk umum dan pengadaan farmasi.

Jumlah petugas pengadaan Farmasi yang bertugas melakukan pengadaan

obat secara E-purchasing terdiri dari Petugas pengadaan Farmasi yaitu Kepala

Instalasi Farmasi, dibantu oleh dua petugas yaitu satu petugas perencanaan dan

staff pengadaan. Hal ini berdasarkan wawancara terhadap ketiga informan,

ketiganya menyebutkan bahwa terdapat 3 SDM :

“kalo untuk jumlah dari petugas pengadaan secara umum sih, ada tiga orang

yang 2 orang untuk khusus APBD dan 1 orang khusus untuk BLUD, ditambah

lagi 1 staff, dan satu orang dari perencanaan yang sering membantu ibu saat

pembelian secara e-purchasing, untuk pengadaan farmasi Cuma saya seorang

tapi dibantu juga dari pengadaan dan staff”(inf 01)

Secara umum ada pejabat pengadaan blud 2, pejabat pengadaan apbd 1, staff 1.

Dari pejabat pengadaan tadi ada yang bertugas sebagai pengadaan farmasi satu

59
orang, tetapi juga sering dibantu oleh ibu dari perencananaan dan staff

pengadaan (inf 02).

Kalau pengadaan untuk e-catalogue atau farmasi bu tina yang pegang sama mba

evi juga yang sering membantu dan saya juga membantu yang kurang-kurang.

(inf 03).

Tugas dari pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing

berdasarkan telaah dokumen tentang pembelian secara E-catalogue yang

dilakukan adalah mengajukan usulan pengadaan kepada ketua bidang penunjang

dengan persetujuan kepala seksi penunjang medis. Setelah disetujui maka akan

melakukan pembelian obat secara E-purchasing. Tugas ini dibantu oleh petugas

perencanaan dengan membantu mempersiapkan perencanaan kebutuhan obat yang

akan diajukan, serta staff yang membantu mempersiapkan data yang dibutuhkan

dalam pengadaan obat secara E-purchasing.

Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan bersama informan

diketahui bahwa jumlah dari petugas pengadaan yang ada di rumah sakit masih

kurang, terlebih lagi staff pengadaan hanya satu untuk semua pengadaan baik

umum ataupun Farmasi serta untuk petugas pengadaan juga memiliki rangkap

tugas selain pengadaan juga bertanggung jawab terhadap perencanaan obat, serta

penerimaan obat. Hal ini berdasarkan wawancara terhadap ketiga informan,

ketiganya menyebutkan bahwa SDM yang ada masih kurang :

“SDM yaa, klo mnrt ibu sih kita masih kekurangan orang Selain itu tidak

semua orang juga bisa masuk disini jadi tim pengadaan karena harus ada

60
sertifikat dari dan syarat dari LKPP. Dan tidak semua orang di rumah sakit yang

memiliki sertifikat tadi” (inf 01).

Petugas pengadaan di farmasi masih kurang,ditambah dengan hanya

memiliki satu staff yang tugasnya menangani 3 staff penjabat lainnya. menurut

saya ya. Mana bisa staf Cuma satu pejabat 3, berarti staf ini menangani 3

pejabat. Jadikan pengadaan staffnya Cuma satu, untuk pengadaan secar umum

dan farmasi, disini juga saya merangkap tugas sebagai petgas pengadaan,

perencanaan, serta petugas penerimaan barang” (inf 02)

Jumlah petugas yang terlibat dalam proses pengadaan obat secara E-

purchasing berjumlah 3 orang. Petugas pengadaan yang terlibat dalam pengadaan

obat secara E-purchasing memiliki latar belakang pendidikan farmasi, seperti

petugas pengadaan adalah seorang Apoteker, petugas perencanaan juga adalah

seoerang Apoteker, hanya seorang staff yang tidak memiliki latar belakang

kefarmasian dikarenakan staff ini menangani semua pengadaan baik umum

ataupun Farmasi.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Sumberdaya

Manusia yang ada pada pengadaan obat secara E-purchasing, dalam jumlah

petugas masih kurang tetapi untuk kualitas petugas pengadaan telah memiliki latar

belakang pendidikan farmasi yaitu seorang Apoteker.

5.4.2. Anggaran

Anggaran merupakan salah satu input yang perlu disediakan dalam

kegiatan pengadaan obat di rumah sakit baik pengadaan itu secara E-purchasing

ataupun lelang serta metode pembelian lainnya. Berdasarkan hasil wawancara

61
bersama mendalam kepada informan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang

Selatan ketersediaan dana telah mencukupi dalam menunjang proses pengadaan

obat dengan menggunakan prosedur E-purchasing. Dana pengadaan obat untuk

pengadaan obat bersumber dari dana APBD dan BLUD. Dana yang disediakan

meningkat setiap tahunya sehingga belum ditemukan masalah terkait proses

pengadaan obat secara E-purchasing serta jumlah dana yang tersedia telah

menucukpi keseluruhan dana yang dibutuhkan. Hal ini berdasarkan wawancara

kepada kedua informan, keduanya menyebutkan bahwa anggaran berasal dari dua

sumber :

“anggaran dari rumah sakit telah cukup untuk dan tidak ada masalah

kekurangan dana juga, apalagi setiap tahun anggaran untuk pengadaan obat

meningkat. Anggaran kita jugakan berasal dari APBD dan BLUD jadi dari dua

anggaran itu sudah memberikan dana yang cukup untuk keseluruahan yang

dibutuhkan untuk pengadaan sehingga kita belum mengalami masaalh dana

kurang” (inf 01).

“kalo e-catalogue angarannya berasal dari apbd, di tambah oleh blud

tapi biasanya pembeliaannya offline, tapi juga bisa secara online. Anggarannya

juga sudah cukup untuk melakukan pengadaan obat” (inf 02).

Dana yang disediakan untuk pengadaan obat di Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan telah mencukupi, untuk pembelian obat secara E-purchasing

berasal dari dana APBD dengan dibantu dan dari BLUD yang biasa digunakan

untuk pembelian secara offline, untuk penggunaan anggaran juga telah digunakana

secara tepat karena dana yang disediakan tidak pernah bersisa dan kurang. Hal ini

62
berdasarkan wawancara terhadap dua informan, keduanya menyebutkan bahwa

dana yang ada telah cukup:

“anggaran dari rumah sakit telah cukup untuk pengadaan dan tidak ada masalah

kekurangan dana juga, apalagi setiap tahun anggaran untuk pengadaan obat

meningkat. Anggaran kita jugakan berasal dari APBD dan BLUD jadi dari dua

anggaran itu uda memberikan dan yang cukup untuk pengadaaan sehingga kita

belum ngalamin masalh dana kurang “ (inf 01)

“kalo e-catalogue dari apbd, di tambah oleh blud tapi biasanya pembeliaannya

offline, tapi juga bisa secara online. Anggaran juga sudah dimanfaatkan dengan

baik, karena anggarannya juga kita gunaain pas ga bersisa. Paling pernah

kekurangan sedikit, karena penambahan dokter. Tapi karena ada tambahan dan

blud jadi bisa tertupi. “ (inf 2).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa anggaran dalam

pengadaan obat secara E-purchasing memiliki jumlah dana yang tersedia untuk

terselenggaranya pembelian obat, dana berasal dari APBD dan BLUD. Selain itu

juga anggaran telah digunakan secara optimal dengan melihat dari penggunaaan

anggaran yang tidak bersisa dan tidak juga kurang.

5.4.3. Kebijakan

Hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen yang dilakukan peneliti

menunjukkan bahwa kebijakan pengadaan obat secara E-purchasing telah

diterapkan semenjak peraturan ini dikeluarkan yaitu pada tahun 2013. Kebijakan

ini digunakan sebagai pedoman dalam pengadaan obat. Kebijakannya berupa

Peraturan Menteri Kesehatan No 63 tahun 2014 tentang pengadaan obat

63
berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing. Selain itu juga petugas pengadaan

juga mengacu terhadap Peraturan Presiden RI No 4 tahun 2015 tentang pengadaan

barang/jasa pemerintah. Hal ini berdasarkan pada wawancara bersama dua

informan, kedua informan menyebutkan pengadaan obat mengacu kepada

kebijkan pemerintah dan juknis yang ada :

“untuk kebijakan kita mengacu kepada Perpres yang terbaru yaitu,

Perpres No 4 tahun 2015 dan kebijakan E-catalogue itu sendiri, selain kebijakan

pasti ada juga juknis yang keluar bersamaan dengan kebijakan itu sendiri. Kita

juga menerapkan juknis pengadaan yang telah di sosialisasiin ke kita pada setiap

tahunnya.” (inf 01)

“ kita sudah menerpakan kebijakan ini dari awal kebijakan ini keluar,

terdapat beberapa kebijakan terkait pengadaan ini. kebijakan E-catalogeu itu

sedniri, Kebijakan Perpres tentang pengadaan barang dan jasa.” (inf 02)

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah di dampingi oleh petunjuk

teknis dan prosedur dalam membatu kegiatan operasional rumah sakit. Terdapat

prosedur pengadaan obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang selatan, serta

prosedur terkait pengadaan obat yaitu prosedur perencanaan obat dan penerimaan

barang. Prosedur tersebut telah di dkumentasikan dalam bentuk buku standar

prosedur operasional yang dikeluarkan oleh Direktur RSU Kota Tangsel nomor

188.4/046-yanmed/2016 tentang pelayanan RSU Kota Tangsel. berikut standar

prosedur operasional Pengadaan obat dan BMHP di RSU Kota Tangsel:

1. Kepala instalasi farmasi mengajukan usulan pengadaan kepada keapala

bidang penunjang dengan persetuuan keapala seksi penunjang medis.

64
2. Kepala bidang penunjang menolak/menyetujui usulan pengadaan obat dan

BMHP

3. Jika usulan disetujui, koordinator perbekalan farmasi mealkukan

koordinasi dengan pejabat pengadaan.

4. Untuk pembelian langsung keapal instalasi farmasi membuat dan

menandatangani usrat pesanan rangkap 2 (dua) kepada distributor dengan

jenis dan jumlah obat atau bmhp didasarkan usulan.

5. Untuk pesanan Psikotropika, Narkotika dan Prekursor menggunakan surat

pesanan psikotropika/narkotika/ prekursor

6. Koordinator perbekalan farmasi mengarsipkan SP

Selain standar operasional prosedur diatas, terdapat juga beberapa prosedur

serta petunjuk teknis dan peraturan terkait pengadaan obat berdasarkan E-

catalogue secara E-purchasing yaitu :

65
Tabel 5.4.3 Prosedur terkait pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-

purchasing

No Prosedur Jenis

1 Standar operasional prosedur proses Pedoman Teknis

perencanaan obat dan BMHP

2 Standar operasional prosedur pengadaan obat Pedoman Teknis

dan BMHP

2 Standar operasional prosedur penerimaan obat Pedoman Teknis

dan BMHP

3 Permenkes RI Nomor 63 tahun 2014 tentang Peraturan Pemerintah

pegadaan obat berdasarkan E-catalogue

4 Petunjuk teknis pengadaan obat secara E- Pedoman teknis

purchasing

5 Peraturan Presiden No. 4 tahun 2015 tentang Peraturan Pemerintah

pengadaan barang dan jasa pemerintah

Pada tahun pertama keluarnya kebijakan pengadaan obat secara E-purchasing

yaitu pada tahun 2013, kebijakan ini disertakan bimbingan dari pihak LKPP bagi

Fasilitas kesehatan sebagai pengguna aplikasi E-catalogue, bimbingan ini juga

disertakan penjelasan petunjuk juknis pembelian secara E-purchasing. Pedoman

atau juknis yang dikeluarkan pihak LKPP dalam bentuk bagan dirasakan mudah

66
untuk dipahami selain itu juga sering diadakan bimbingan dari LKPP sehingga

petugas pengadaan lebih mudah memahami prosedur atau juknis yang diberikan.

Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap dua informan, keduanya

menyebutkan bahwa prosedur dan juknis telah mudah dipahami :

“kita pada saat keluarnya peraturan kita langsung ngejalalanin, dan dari pihak

LKPP juga langsung memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada kita

terkait Prosedur LKPP, jadi kita bisa memahami E-catalogue secara cepat.

karena kita tadi dapet pelatihan, jadi kita mengerti dengan prosedur dari lkpp.

Prosedurnya juga mudah dipahami karena jelas dan bertahap “ (inf 01)

“prosedur yang ada untuk pembelian obat secara E-purchasing mudah untuk

dipahami terlebih lagi petunjuk yang digunakan simple, jadi lebih mudah

dipahami serta diterapkan” (inf 02)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan

pengadaan obat secara E-purchasing telah dipahami oleh petugas, dan terdapat

beberapa prosedur dan petunjuk teknis di rumah sakit yaitu standar operasional

prosedur perencanaan obat dan BMHP, standar operasional prosedur pengadaan

obat dan BMHP, standar operasional prosedur pengadaan obat dan BMHP,

petunjuk teknis pembelian obat secara E-purchasing, Permenkes No. 58 tentang

E-catalogue, Perpres RI No. 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa

pemerintah.

67
5.4.4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana juga merupakan salah satu input yang mendukung

kelancaran kegiatan pengadaan obat di RSU Kota Tangerang Selatan. Data sarana

dan prasarana di dapatkan melalui Wawancara mendalam, Observasi, dan telaah

dokumen. Berikut hasil dari telaah dokumen terkait sarana dan prasarana terkait

pengadaan obat secara E-purchasing :

Tabel 5.4.4. Daftar inventaris barang di ruang pengadaan RSU Kota


Tangsel

No Nama barang Jumlah

1. Komputer 1

2. Scanner 1

3. Printer 4

4. Komputer LCD 18” 1

5. Laptop 3

6. Penghancur kertas 2

7. Meja kerja 2

8. Ac 1 PK 1

9. Meja kerja ½ biro 1

10. Meja unitrend 1

Berdasarkan tabel diatas terdapat beberapa sarana yaitu komputer,

scanner, printer, komputer LCD, laptop, penghancur kertas, berbagai macam

meja, serta AC. Hasil dari telaah dokumen ini juga didukung dari hasil observasi

yang dilakukan bahwa sarana yang ada di dokumen telah ada di tempatnya, selain

68
itu juga di ruangan pengadaan di temukan juga kursi dan jaringan internet yang

tidak tertulis di inventaris ruangan Pengadaan.

Berdasarkan hasil dari wawancara mendalam yang dilakukan bersama

ketiga informan diketahui bahwa sarana dan prasarana yang ada di RSU Kota

Tangerang Selatan telah mencukupi untuk melakukan proses pengadaan obat

secara E-purchasing, sehingga belum terdapat masalah ataupun kendala yang

tejadi dikarenakan sarana dan prasarana. Selain itu juga fasilitas internet di rumah

sakit selalu stabil sehingga tidak ada kendala dalam pembelian secara E-

purchasing yang menggunakan layanan internet atau secara online.

“sarana dan prasarana disini telah mencukupi, dan untuk pengadaan

berdasarkan E-catalogue juga ga terlalu banyak memerlukan peralatan, yang

paling penting kita harus mempunyai komputer/laptop, jaringan internet yang

cepat, ATK, serta ruangan dan perlkangapan kantor kayak meja dan lemari.

Semuaya uda cukup untuk membantu proses pengadaan “ (inf 01)

Sarana dan prasarana untuk pemebelian secara e-catalogue ya paling,

laptop, internet, alat kantor, ruangan, sudahh sangat cukup sih klo sarana dan

prasarana jadi ga ada kendala kurang alat-alat gitu kita, selain itu juga

internetnya juga selalu stabil. Masalahnya sih di e-cataloguenya sering susah

diakses minggu kemaren tuh dari hari kamis ga bisa diakses. Jadi itu kendalanya

di e-catalogue klo sarananya uda bagus (inf 02).

“untuk sarana dan prasaran pengadaan E-Catalogue tidak terlalu banyak.

Kita memerlukan komputer, meja, kursi,ATK, telepon, dan ruangan untuk bekerja,

69
serta akses internet yang stabil. Semuanya telah terpenuhi sehngga proses

berjalan dengna lancar “ (inf 03).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa RSU Kota

Tangerang Selatan memiliki sarana dan prasarana yang cukup untuk menunjang

proses kegiatan pengadaan obat secara E-purchasing. Berikut sarana dalam

pengadaan obat secara E-purchasing berupa meja, kursi, lemari, buku/rak,

komputer/mesin tik, alat tulis kantor, telepon serta akses internet yang stabil.

Selain itu juga dilengkapi prasarana yang berupa ruangan pejabat pengadaan.

5.5. Proses Pengadaan Obat secara E-Purchasing

Terdapat beberapa proses dalam pengadaan obat secara E-purchasing,

proses pertama adalah proses perencanaan kebutuhan obat, setelah itu proses

pemesanan obat, lalu proses perjanjian kontrak, serta proses pengriman atau

distribusi obat.

5.5.1. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat

Proses perencanan kebutuhan obat yang dilakukan oleh RSU Kota

Tangerang Selatan terkait dengan pengadaan obat secara E-purchasing dilakukan

dengan pola konsumsi. Data perencanaan pengadaan obat didapatkan melalui

wawancara mendalam dan telaah dokumen. Proses perencanaan pengadaan obat

di rumah sakit memiliki beberapa tahapan, berikut tahapannya:

1. Pertama bagian perencanaan obat digudang menggunakan pola

konsumsi untuk melihat pemakaian obat dalam 3 (tiga) tahun terakhir,

sehingga bisa ditentukan obat apa saja yang pemakaiannya sangat

dibutuhkan untuk rumah sakit dengan memperhatikan stok cadangan

70
juga untuk obat tersebut. Hal ini berdasarkan wawancara yang

dilakukan kepada kedua informan, keduanya menyebutkan bahwa

perencanaan pengadaan obat menggunakan pola konsumsi :

“proses perencanaan itukan bermacam-macam, tapi kita disini

menggunakan pola konsumsi kita melihat pemakaian obat pada tahun

terakhir, yang mana obat yang paling banyak pemakaiannya sama

sedikit jadi bisa kita menentukan berapa banyak obat yang harus kita

beli. Selain itu kita juga memperhatikan buffernya sebesar 20% (inf

01)”

“kita membuat perencanaannya berdasarkan metode konsumsi, jadi

kita melihat pemakaian selama tiga tahun” (inf 02)”

2. Setelah diketahui obat apa saja yang pemakaiannya banyak dan telah

menghitung berapa jumlah yang harus dibeli, maka hal yang dilakukan

selanjutnya adalah melihat katalog elektronik atau E-catalogue pada

websitenya, dengan melihat E-catalogue petugas bisa memilah mana

obat yang masuk pembelian secara E-catalogue dengan prosedur E-

purchasing dan yang tidak masuk dalam E-catalogue. Obat yang tidak

masuk dalam E-catalogue maka dilakukan pembelian diluar E-

catalogue. Hal ini berdasarkan wawancara terhadap dua informan,

keduanya menyebutkan bahwa proses pembelian dibagi menjadi dua :

“perencanaan ini dibuat untuk pengadaan secara umum, setelah tadi

kita lihat pemakaiaannya nanti baru kita pisah2 yang mana bisa kite

beli pake e-catalogue, dan non e-catalogue dengan melihat di website

E-catalogue (inf 01)”

71
“Jadi kita lihat e-catalogue dulu. Kita print dulu langusng semuanya.

Karena klo kita nyusun itu langsung e-catlogue dan non e-catalogue

(inf 02)”

3. Setelah itu dilakukan proses pemesanan dengan mengajukan

pembelian obat kepada kepala instalasi farmasi yang akan diteruskan

ke kepala bidang penunjang dengan persetujuan kepala seksi

penunjang medis. Hal ini berdasarkan hasil wawancara kepada dua

informan, keduanya menyebutkan bahwa pemesanan dilakukan dengan

persetujuan oleh beberapa pihak:

“ sebelum melakukan pemesanan kita akan mengajukan dulu, bermula

dari perencanan ke kepala instalasi farmasi terus akan dilanjutkan ke

kabid penunjang dan kepala seksi medis untuk disetujui” (inf 01)

“ pemesanan akan kita lakukan jika pengajuan yang kita ajukan telah

disetujui oleh kepala instalasi farmasi, kabid penunjang dan kepala

seksi medis. “(inf 02)

Penjelasan diatas juga didukung dengan hasil telaah dokumen standar

operasional prosedur perencanaan kebutuhan obat dan BMHP, yang berisikan

tentang proses perencanaaan secara umum yaitu dilakukan oleh koordinator

perbekalan di gudang yang membuat kompilasi pemakaian obat dan BMHP,

dengan menggunakan data dan laporan obat dan BMHP dari penanggung jawab

gudang, setelah itu mengajukan usulan pengadaan ketika persediaan menipis,

setelah diajukan maka kepala instalasi farmasi akan memilah jenis pengadaan, dan

menyusun perencanaan kebutuhan obat ke masing-masing jenis pengadaan, dan

72
terakhir kepala instalsi farmasi ke ke kepala bidang penunjang dengan persetujuan

kepala seksi penunjang medis.

Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa proses perencanaan

kebutuhan dimulai dari koordinator perbekalan membuat kompilasi pemakaian

dengan metode konsumsi lalu setelah diajukan ke kepala instalasi farmasi, maka

akan ditentukan ke jenis pengadaannya berdasarkan perencanaan kebutuhan yang

dibuat. Sehingga bisa memisahkan pembelian dengan E-catalogue dan non E-

catalogue.

5.5.2. Pemesanan Obat

Proses pemesanan obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

terbagi menjadi dua yaitu pemesanan dengan menggunakan prosedur E-

purchasing berdasarkan E-catalogue dan pemesanan dengan menggunakan

prosedur non E-purchasing atau non E-catalogue. Pemesanan obat dengan

menggunakan prosedur E-purchasing adalah prosedur utama yang ditetapkan

tetapi ada beberapa keadaan yang menyebabakan petugas pengadaan melakukan

pembelian di luar E-catalogue yaitu :

1. Item obat tidak tersedia di portal E-catalogue

2. Tidak mendapatkan persetujuan dari penyedia obat E-catalogue

3. Respon yang lama dari penyedia obat

4. Serta Pengiriman yang terlambat dari penyedia obat E-catalogue

Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada tiga informan,

ketiganya menyebutkan bahwa pembelian obat bisa dilakukan diluar E-catalogue

jika petugas mendapati beberapa kendala :

73
“ pembelian dengan menggunakan E-catalogue itu memberikan

kemudahan bagi kita, tapi tidak semua obat yang mau kita beli ada di E-

catalogue jadi kita beli diluar E-catalogue kita beli di luar E-catalogue juga

milih-milih harga yang paling murah dan jika bisa harganya sama seperti obat di

E-catalogue. Selain itu kadang juga ada kendala dari lamanya persetujuan,

pengiriman obat, terkadang juga tidak di approve dari penyedianya sedangkan

kebutuhan di gudang harus segera dipenuhi, terpaksa kita belu diluar E-

catalogue” (inf 02)

“tahun ini pengiriman obat E-catalogue sering banget terlambat jadinya

kita harus beli diluar E-catalogue biar terpenuhi gudang kita, selain itu juga kita

beli diluar E-catalogue karan tidak semua obat ada di E-catalogue” (inf 05)

“kita melakukan pembelian diluar E-catalogue jika obat yang mau kita

beli tidak ada di E-catalogue selain itu juga melihat kebutuhan kita jika kita

sudah mesan obat di E-catalogue tetapi tidak dikirimkan sedangkan obat sudah

mau habis atau kosong kita lakukan pembelian diluar E-catalogue untuk

mengcover ketersediaan obat di gudang” (inf 01)

Proses pemesanan obat diluar metode E-purchasing dilakukan melalui

pelelangan umum dilakukan petugas pengadaan dengan memilah harga obat yang

murah dan mendekati harga E-catalogue. Petugas pengadaan akan mendahului

item obat yang memiliki harga mirip dengan E-catalogue dengan melihat kualitas

dan waktu expired obat. Proses pemesanan secara lelang dilakukan oleh pejabat

pengadaan dengan melihat dan mencari informasi obat di perusahaan obat,

petugas pengadaan bisa mencari informasi melalui internet, via telpon, ataupun

74
distributor yang sering datang untuk menawarkan produknya. Kendala utama

dalam lelang ini adalah harga, petugas pengadaan mencari harga yang mendekati

dengan E-catalogue atau yang sama dengan harga E-catalogue tetapi tidak banyak

perusahaan yang bisa menyanggupinya. Hal ini berdasarkan hasil wawancara

kepada informan, informan menyebutkan bahwa pemebelian diluar E-catalogue

dengan menggunakan lelang:

“kalau di luar E-catalogue, kita menggunakan metode lelang. Kita pilih

harga obat yang paling murah dan mendekati harga E-catalogue. Ada beberapa

perusahaan yang menyanggupi harga sama dengan E-catalogue, tetapi banya

yang ga bisa menyanggupi dengan harga E-catalogue. Jadi kendalanya lebih ke

harga bila kita beli diluar E-catalogue, harganya pasti lebih mahal” (inf 02).

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa terdapat dua metode

pemesanan yang dilakukan yaitu pemesanan dengan menggunakan prosedur E-

purchasing dan prosedur non E-purchasing. Sebelum melakukan pemesanan obat

ada beberapa tahapan yang harus dilewati, tahapan ini akan dijelaskan lewat alur

pemesanan dibawah ini:

Bagan 5.5.2. Alur Pemesanan Obat di RSU Kota Tangsel

kepala Instalasi farmasi


bagian perencanaan kepala bidang penunjang
mengajukan permintaan ke
mengajukan usulan dalam hal ini sebagai PPK
Kepala bidang Penunjang
permintaan ke ketua membuat keputusan setuju
dengan persetujuan kepala
Intalasi Farmasi atau tidak setuju
seksi medis

pejabat pengadaan masuk


usulan disetujui ,
ke website pembelian
koordinator perbekalan
untuk memesan obat atau
melakukan koordinasi
melakukan pemebelian
dengan pejabat pengadaan
secara lelang

75
Penjelasan pada alur diatas juga didukung dengan hasil wawancara yang

dilakukan bersama informan yaitu : Proses pemesanan obat dilakukan oleh

beberapa pihak. Prosesnya dimulai dari pihak perencanaan yang mengajukan ke

kepala instalasi farmasi untuk di tandatangani. Setelah itu diteruskan ke kabid

penunjang dalam hal ini sebagai PPK dengan persetujuan kepala seksi penunjang

medis , maka kabid penunjang akan memberikan nota dinas ke pejabat pengadaan

untuk melakukan pembelian secara E-purchasing atau pun Non E-purchasing.

Alur proses pemesanan obat diatas memakan waktu kurang lebih 4 (empat) hari,

untuk lamanya waktu yang dihabiskan menurut informan waktunya lumayan

cepat sehingga tidak memakan waktu yang lama. Hal ini berdasarkan hasil

wawancara kepada dua informan, keduanya menyebutkan bahwa terdapat

beberapa alur pemesanan dan alur tersebut memakan waktu yang tidak lama:

“proses pemesanan obat kita dari farmasi mengajukan apa yang akan

dibeli ke Kabid penunjang nanti baru kabid penunjang atau disebut juga PPK

memberikan izin untuk petugas pengadaan untuk melakukan E-purchasing. Untuk

prosesnya memakan waktu kurang lebih 4 (emapat) hari” (inf 01)

“kitakan ngajuinn nih ada ttd kepala farmasinya nanti ke pak surdjana,

jadi pak surdjanaya nota dinas ke pejabat pengadaan jadi nnti dklik oleh pejabat

pengadaan, setelah di klik kita harus nunggu kabar dari penyedia untuk disetujui,

untuk dikirim barangnya. Biasanya prosesnya kurang lebih 4-5 hari” (inf 02)

Waktu Pemesanan obat dilakukan pada saat obat mempunyai stok aman di

gudang atau safety stok yaitu berkisar 2-3 bulan stok aman. Tetapi pada

76
penerapannya di tahun 2016 pemesanan obat sering dilakukan saat stok obat mau

habis dan kosong. Pengajuan pemesanan obat dilakukan oleh pihak gudang ke

koordinator perbekalan atau bagian perencanaan obat. Pada tahap ini pengajuan

obat di gudang sering mengajukan obat yang hampir kosong dan juga obat yang

sudah kosong di gudang. Menurut pihak gudang pengajuan yang telat ini

dikarenakan pihak gudang yang masih menggunakan sistem manual sehingga

belum ada sistem yang memberikan peringatan jika obat sudah memasuki stok

yang tidak aman. Hal ini berdasarkan wawancara kepada tiga informan, ketiganya

menyebutkan bahwa pengajuan pemesanan yang dilakukan sering mengalami

keterlambatan:

“ pengajuaan dari gudang pada tahun ini memang sering terlambat, jadi

keadaan ini yang sering menyebabkan kosongnya obat di gudang” (inf 01)

“pengajuan obat seharusnya kita mengajukan 2-3 bulan untuk stok obat

yang fast moving, kalau obat low moving 1 bulan. Tetapi pada tahun ini kita

sering mengajukan pemesanan obat pada saat stok obat sudah menipis dan

kosong. Kendalanya karena pihak gudang belum menggunakan sistem, masih

manual dalam monitoring obatnya. Apalagi jarak gudang jauh, jadi tiba-tiba obat

sudah habis saja. (inf 02)

“pengajuan yang kita lakukan dari gudang memang sering telat, kita

sering mengajukan pada saat obat hampir dan obat kosong. Itu karena kita masih

belum maksimal karena kita masih manual dalam mengangani gudang obat jadi

kita tidak ada sistem yang memperingati kita jika obat itu sudah habis, apalagi

77
jumlah obat itukan banyak banget jadi itu kendala kita memang perlu sistem

dalam memonitoring ketersediaan obat di gudang” (inf 05)

Setelah mendapatkan persetujuan maka pejabat pengadaan akan

melakukan pemesanan. Pemesanan obat dilakukan melalui dua metode yaitu

dengan menggunakan prosedur E-purchasing dan non E-purchasing yang bisa

berupa lelang. Proses pemesanan diluar E-purchasing dilakukan dikarenakan oleh

beberapa hal.

Proses pemesanan dengan menggunakan prosedur E-purchasing adalah

metode utama yang digunakan untuk melakukan pembelian obat di Rumah Sakit

Umum Kota Tangerang Selatan. Berikut proses pemesanan obat secara E-

purchasing :

1. Pejabat pengadaan login ke dalam SPSE, pada halaman home terdapat

link “ aplikasi e-procrument lainnya”, klik untuk masuk

2. Lalu pada halama Inaproc, pilih E-purchasing produk barang/jasa klik

tombol masuk versi production.

3. Setelah masuk akan tampil syarat dan ketentuan pengunaan aplikasi.

4. Lalu pilih menu katalog komoditas barang/jasa yang akan dibeli.

78
5. Apabila sudah memilih salah satu komoditas, maka akan tampil

katalog produk dari komoditas tersebut. klik tombol beli pada produk.

Setelah mengklik akan muncul halaman keranjang belanja.

6. Pada halaman keranjang belanja terdapat fitur untuk pilih produk lagi,

tahap selanjutnya, form paket pembelian, dan kosongkan seluruh isi

belanja. Apabila hendak membuat paket dari produk barang/jasa yang

sudah dipilih, klik tahap selanjutnya, form paket pembelian maka akan

tampil halaman Form paket.

79
7. Selanjutnya Pejabat Pengadaan wajib mengisi form pembelian produk.

8. Kemudian pilih daftar produk, isikan jumlah produk yang akan dibeli

pada kolom kuantitas. Selanjutnya klik simpan untuk menyimpan

paket.

9. Setelah menyimpan paket, paket juga bisa dibatalkan dengan

menggunakan salah satu tab. Selain itu juga pejabat pengadaan bisa

menggunakan tab pencarian untuk mencari paket yang disimpan

sebelumnya.

80
10. Setelah berhasil disimpan , aplikasi akan kembali ke halaman daftar

paket. Klik paket maka akan tampil detail paket. Setelah itu klik kirim

ke penyedia, sehingga penyedia bisa memproses paket tersebut.

11. Setelah pejabat pengadaan mengirim paket, maka akan muncul pada

detail paket “tombol cetak pesanan” jika PPK sudah menyetujui paket.

Dan pesanan bisa dicetak, selain itu paket juga bisa diubah dengan

menggunakan tab “edit”.

12. Pada daftar detail paket pejabat pengadan menunggu persetujuan dari

penyedia, jika sudah maka pejabat pengadaan dapat mengirim ke PPK.

13. PPK akan membuat pernjanjian kontrak, setelah itu pejabat pengadaan

bisa mengunduh perjanjian kontrak di informasi kontrak. Selain

membuat kontrak PPK juga akan mengisi form pembayaran.

14. Setelah menentukan kontrak dan pembayaran, maka akan menunggu

obat diterima di PPK. Dan setelah di terima maka PPK akan mengisi

riwayat penerimaan yang datanya bisa dilihat oleh pejabat pengadaan.

Proses pemesanan obat yang dilakukan secara E-purchasing dilakukan

dengan masuk ke website LKPP dan mengklik obat yang mau dibeli, lalu

81
menunggu konfirmasi pihak penjual untuk menerima persetujuan pembelian obat.

Dalam proses ini sering terdapat kendala pada saat menunggu persetujuan dari

pihak penjual, sehingga petugas pengadaan harus menunggu lama sedangkan

kebutuhan rumah sakit harus diselesaikan segera. Selain lamanya respon dari

pihak penjual, jumlah barang juga menjadi kendala karena jumlah obat yang tidak

banyak, sehingga harus melakukan tindakan pembelian diluar E-catalogue. Hal

ini berdasarkan hasil wawancara kepada dua informan, keduanya menyebutkan

bahwa terdapat kendala berupa lamanya respon penyedia obat:

“ kendalanya adalah penyedianya lama menanggapi jadi kita harus

menunggu dibales dulu sama penyedianya padahal kita juga perlu obat cepat,

terus jumlah obatnya banyak yang kurang, sehingga kita beli diluar e-catalogue

yang harganya lebih mahal walaupun ada beberapa distributor yang mau

harganya sama seperti e-catalogue., dan terkadang penyediaanya sulit

dihubungi.”(inf 01)

Kita juga terkadang ada kendala dalam pemesanan, jadi kita sudah

mengeklik kadang suka lama penyedia mengeprovenya terkadang sampai kita

follow up, terus yang kedua barangnya di klik di aprove ternyata barangnya di

distributor tidak ada. sehingga barang kita jadi kosong kerena lama, jadi kita

juga harus mencari di luar yang harganya lebih mahal (inf 02).

Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa proses pemesanan obat

secara E-purchasing dilalui beberapa tahap yaitu melawati persetujuan dari kepala

instalasi Farmasi, kepala seksi penunjang medis, dan ketua bidang penunjang atau

PPK, barulah obat bisa dipesan oleh pejabat pengadaan di website dengan cara

82
login dan mengikuti prosedur yang telah ada. Kendala dalam pemesanan obat

secara E-purchasing adalah jumlah obat yang tidak mencukupi, respon dari

distrbutor yang lama dan kontak person di E-catalogue sulit dihubungi. Kendala

ini menyebabkan pihak rumah sakit harus menunggu dan untuk obat yang

jumlahnya sedikit pihak rumah sakit membeli obat diluar E-catalogue.

Berdasarkan penjelasan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa

terdapat dua metode pemesanan obat di rumah sakit umum kota tangerang selatan

yaitu pemesanan dengan menggunakan prosedur E-purchasing dan non E-

purchasing. Kendala utama dalam pemesanan obat adalah waktu tunggu

persetujuan dari penyedia, serta pengajuan pemesanan yang terlambat karena

belum terdapatnya sistem informasi di gudang yang bisa mengingatkan jika

keadaan stok telah mendekati minimum stok.

5.5.3. Proses Perjanjian Kontrak

Kontrak pengadaan obat yang selanjutnya disebut kontrak adalah

perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia Barang/jasa atau pelaksana

swakelola. Berdasarkan telaah dokumen yang dilakukan diketahui bahwa

perjanjian kontrak dilakukan setelah data-data yang akan dibeli lengkap, PPK

(pembeli) mengunduh format kontrak pengadaan dan melakukan kontrak dengan

distributor/pelaksana pekerjaan yang ditunjuk oleh penyedia. Kesepakatan yang

sudah ada dalam contoh format kontrak dapat ditambah maupun dikurangi sesuai

dengan perjanjian yang disepakati antara PPK (pembeli) dengan

distributor/pelaksana pekerjaan tersebut.

83
Perjanjian kontrak pengadaan obat di RSU Kota Tangerang Selatan sering

disebut SP atau surat perjanjian. Pembeliaan dalam jumah nominal 50 (lima

puluh) juta lebih maka akan dibuat Surat perjanjian kontrak (SPK) dan jika

dibawah 50 (lima puluh) juta hanya dibuat Surat perjanjian biasa (SP). Selain itu

Khusus untuk obat narkotika / psikotropika / prekursor harus ditambah surat

keterangan khusus dari pihak farmasi dan tandatangan kepala instalasi farmasi.

Hal ini berdasarkan hasil wawancara kepada dua informan, keduanya

menyebutkan bahwa terdapat surat perjanjian terbagi menjadi dua:

“kalau buat perjanjian kontrak, mudah kita cuma buat dari sini seperti

surat perjanjian, itu juga obat yang dengan pembelian diatas 50 juta harus buat

surat pernjanjian selian itu kalau ada obat psikotropika dan narkotika ditambah

surat keterangan khusus dari pihak farmasinya” (inf 01)

“jadi kalau disini uda ngeklik, aprove, dan keluar e-purchasing , nanti

pejabat pengadaan kasih lembar satu disini satu ke pak surdjana, lalu mas arif

buat spk staf pak surdnaja. Kalau diatas 50 SPK kalau dibawah SP biasa.” (inf

02)

Di dalam Surat perjanjian tertera peraturan yang harus disepakati

berdasarkan telaah dokumen dari surat perjanjian pembelian obat di rumah sakit

diketahui bahwa di dalam surat perjanjian (SP) dijelaskan rincian barang yang

dibeli, waktu penyelesaian, syarat-syarat pekerjaan, alamat pengiriman barang,

dan denda keterlambatan. Lain halnya dengan surat perintah kerja (SPK)

dijelaskan rincian barang, syarat umum yang meliputi lingkup pekerjaan, hukum

yang berlaku, penyedia jasa mandiri, harga SPK, hak kepemilikan, cacat mutu,

84
perpajakan, pengalihan dan atau subkontrak, jadwal, penaggunaan dan resiko,

pemeliharaan lingkungan, pengawasan dan pemeriksaan, pengujian, laporan hasil

kerja, waktu penyelesaian pekerjaan, penerimaan barang/jasa, serah terima

pekerjaan, perubahan SPK, peristiwa kompensasi, perpanjangan waktu,

penghentian dan pemutusan SPK, pembayaran, denda, penyelesaian perselisihan,

dan larangan pemberian komisi.

Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa perjanjian kontrak yang

dibuat dibagi menjadi dua SPK (Surat Perjanjian Kontrak) dan SP (Surat

Perjanjian), serta untuk obat janis Narkotika/psikotropika/prekuersor harus

ditambah surat keterang khusus dari kepala insatalasi Farmasi. SPK dibuat dengan

pembelian obat diatas 50 (lima puluh) juta dan SP dibawah 50 (juta). Surat

perjanjian kontrak ini dibuat oleh staff PPK.

5.5.4. Pengiriman atau Distribusi obat

Setelah dilakukan pemesanan obat dan perjanjian kontrak, maka obat akan

dikirimkan pihak distributor (penyedia) ke pembeli sesuai dengan perjanjian yang

telah ditetapkan. Data untuk pengiriman atau distribusi obat didapatkan melalui

wawancara mendalam dan telaah dokumen. Berdasarkan hasil telaah dokumen

yang dilakukan diketahui bahwa proses penerimaan obat dari distributor di RSU

Kota Tangsel dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, ketika obat

datang maka obat akan diterima oleh pihak penerima hasil pekerjaan (PPHP)

untuk di cek jumlah, fisik barang, dan nomor batchnya sesuai dengan perjanjian

pembelian secara E-purchasing sebelumnya. Berikut proses penerimaan obat atau

barang oleh tim PPHP :

85
- Obat datang dari distributor

- Penerimaan barang diterima oleh pihak penerima hasil pekerjaan

(PPHP) RSUD Tangsel

- Suplier datang membawa faktur pembelian

- Pihak penerima melakukan pemeriksaan terhadap faktur dengan

barang

- Pihak penerima mengecek jumlah barang, no batch, fisik barang,

kadaluarsa, serta nomor faktur untuk dicocokkan dengan SP

- Setelah semuanya telah cocok maka pihak penrima akan

menandatangani dan memberikan stempel pada lembarang faktur

- Suplier akan memegang faktur asli, dan pihak penerimam

memgang copyan dari faktur

- Petugas menginput data barang ke buku harian penerimaan

- Setelah itu barang disimpan berdasarkan sedian

- Dibuat kartu stok

Berdasarkan penjelan diatas, diketahui bahwa setelah obat datang maka

tim PPHP akan mengecek lagi obat yang datang baik jumlah, fisik barang,

kadalurasa, dan nomor batch sehingga obat yang dikirimkan bisa dilihat apakah

telah sesuai. Dalam hal ini peneliti melihat kesesuaian antara jumlah, jenis, dan

waktu pengiriman obat, berikut penjelasannya.

1. Jumlah obat yang sesuai dengan pemesanan bisa dilihat dari Laporan

Pembelian obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing di

Rumah Sakit Umum Kota Tangerang selatan pada tahun 2016.

Berdasarkan laporan tersebut diketahui bahwa rumah sakit telah

86
melakukan proses pembelian obat sebanyak 293 jenis obat dengan 5

jenis obat yang tidak terealisasi atau tidak sesuai kontrak pada saat

pemesanaan sebelumnya. Realisasi pengadaan obat berdasarkan E-

catalogue secara E-purchasing pada tahun 2016 tidak mencapai 100%

yaitu sebesar 98,29%. Berikut nama-nama obat yang tidak terealisasi :

Tabel 5.4.4. Obat yang tidak terealisasi pengadaan secara


E-purchasing

No Nama Obat Ket

1 Fenofibrat Tidak Terkirim Sebagian

2 Travatan ED tidak sesuai

3 Ramipril 2,5 mg Tidak terkirim

4 Difenhidramin Tidak terkirim

5 Amiodaron Tidak terkirim

Penjelasan diatas juga didukung dengan hasil wawancara

mendalam bersama petugas PPHP yang menyatakan bahwa penerimaan

obat dari tim PPHP sering mendapatkan jumlah obat yang tidak sesuai

dengan perjanjian yang telah ditetapkan, dan terlebih lagi waktu

pengiriman yang sering telat dari distributor sehingga mereka sering

mengantarkan pesanan dengan cara mencicil, selain itu distributor juga

pernah tidak memenuhi jumlah obat yang dipesan mereka memberikan

surat kosong sebagai alasan bahwa pihak distributor tidak bisa memenuhi

pesanan. Kendala ini menyebabkan petugas pengadaan harus membeli lagi

obat yang kurang serta obat yang belum datang sehingga kebutuhan obat

87
di rumah sakit terpenuhi. Pembelian obat diluar E-catalogue memiliki

perbedaan dengan jumlah harga yang sebagian besar terkadang lebih

mahal dari pembelian di E-catalogue, selain itu proses pembelian obat

yang tidak sebentar membuat stok yang ada di rumah sakit menjadi sedikit

dan terkadang kosong. Berikut hasil wawancara :

“kalo obat sering banget jumlahnya tidak sesuai dengan yang sudah

dipesan, distributor beralasan karena memang stok obat kosong dan lagi

banyak permintaan produksinya jadi hanya bisa memenuhi beberapa dan

terkadang tidak bisa memnuhi semuanya “ (inf 01)

“ada beberapa yg tidak sesuai dengan pesananan, tahun ini lumayan

sering. Mungkin karena kuotanya banyak permintaan, produksi kurang.

Ada kita ngeklik bulan maret dateng bulan november jadi begitu

kendalanya sedangakan pelayanan harus berjalan jadi kita harus beli

keluar, selain itu juga mereka ngasih surat kosong yaitu jumlah obat

kosong sehingga tidak bisa mengirim lagi.” (inf 04)

“tahun ini lumayan banyak obat yang dikirim tidak sesuai pesanan. Kita

sudah lama menunggu ternyata mereka ngirim surat kosong kalau mereka

tidak menyanggupi pesanan yang kita minta. Lalu banyak juga jumlah obat

yang dikirim tidak sesuai dengan yang kita minta” (inf 05)

2. Kesesuaian jenis obat yang dibeli dengan prosedur E-purchasing di

rumah sakit umum kota Tangsel telah sesuai, karena berdasarkan

wawancara mendalam yang dilakukan tidak ditemukan kesalahan

dalam jenis obat yang dikirim dari pihak distributor. Semua obat yang

88
dikirimkan di rumah sakit telah sesuai dengan pesanan atau kontrak

yang telah disepakati bersama. Berdasarkan telaah dokumen diketahui

ada 316 jenis obat dan semuanya telah sesuai dengan pesanan atau

perjanjian kontrak. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan tiga

informan, ketiganya menyebutkan bahwa jenis obat telah sesuai:

“ kalau untuk jenis obat sudah sesuai dengan yang kita pesan,

tidak ada masalah, masalahnya biasanya jumlah dan waktu

tunggu” (inf 01)

“ tidak ada masalah pada jenis obat semua telah sesuai pesanan”

(inf 04)

“selama ini belum ada masalah untuk jenis obat yang dikirim

karena sesuai dengan yang dipesan “ (inf 05)

3. Kesesuaian waktu pengiriman obat berdasarkan E-purchasing obat

juga dilihat dari wawancara mendalam dan telaah dokumen terkait

waktu pengiriman yang di terima oleh Pejabat Penerima Hasil

Pekerjaan (PPHP). Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan

diketahui bahwa waktu pengiriman obat dari distributor sering

terlambat, tetapi pihak distributor mengajukan adendum atau

perpanjangan waktu kerja sehingga pihak distributor tidak mendapati

denda atau melanggar kontrak. Dokumen terkait dengan waktu

pengiriman obat tidak bisa didapatkan oleh peniliti dikarenakan

keterbatasan data yang bisa diakses, sehingga hanya didapatkan data

dari wawancara mendalam. Hal ini berdasarkan hasil wawancara

89
kepada tiga informan, sebagian besar informan menyebutkan bahwa

penyedia atau distributor sering melakukan perubahan kontrak:

“ waktu pengiriman obat dari pihak distributor sebenarnya

memang sering telat tetapi merka mengajukan lagi ke PPK untuk

memperjang waktu kerja namanya addendum, karena permintaan

obat ke mereka lagi over sehingga diperlukan waktu untuk

mencukupi permintaan obat” (inf 01)

“ pengiriman obat dari ditributor sering telat, tapi karena mereka

bisa merubah waktu perjanjian yang telah ditetapkan, karena ppk

kita juga menyetujui untuk perpanjangan waktu pengiriman,

sehingga mereka bisa dikatakan tidak melanggar aturan.

Terkadang hal ini juga yang menyebabkan kita kewalahan karena

waktu tunggu yang lama sedangkan permintaan obat harus segera

dipenuhi” (inf 04)

“terkadang pengiriman yang dilakukan lama baru dikirim, jadi

pihak gudang juga harus membuat rencana pembelian lagi untuk

menutupi waktu tunggu tadi” (inf 05)

Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa pengiriman obat dari

distributor dikirimkan ke rumah sakit di terima oleh tim PPHP, alur penerimaan

obat dari distributor sesuai dengan prosedur yang ditetapkan di rumah sakit.

Tetapi dalam realisaasi pengiriman obat dari distributor tidak mencapai 100% ,

untuk kesesuian jenis telah sesuai dengan surat perjanjian tetapi untuk ketepatan

waktu dilakukan perubahan kontrak atau addendum.

90
5.6. Output pengadaan obat secara E-purchasing

Output dari pengadaan obat secara E-purchasing bisa dilihat dari

ketersediaan obat di gudang, dalam hal ini peneliti melihat ketersediaan obat di

gudang RSU Kota Tangsel melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen

terkait ketersediaan obat di gudang.

Berdasarkan laporan buku kosong di gudang farmasi RSU Kota Tangsel

diketahui bahwa ketersediaan obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang

Selatan pada tahun 2016 sering ditemukan obat yang stoknya kosong digudang,

stok kosong yang pernah terjadi pada tahun 2016 adalah sebanyak 30 macam obat

dan 35 macam obat yang mempunyai stok yang hampir habis. Dari 65 macam

obat yang kosong dan stoknya hampir habis 32,30% dari jumlah tersebut adalah

obat yang dibeli secara E-purchasing. Hal ini juga didukung oleh hasil

wawancara mendalam yang dilakukan bersama informan, informan menyebutkan

bahwa keadaan jumlah obat pada tahun ini tidak cukup bagus:

“kalau jumlah obat digudang , belum terlalu bagus kayaknya, karena

masih ada stok yang kosong dan stok yang hampir habis tahun ini, yaitu karena

kita sering terkendala pemesanan obat yang obat lama dateng kadang sudah di

tunggu lama tapi distributor mengirim surat kosong jadinya kita harus beli keluar

ke Non E-catalogue yang harganya tentu lebih mahal dan bakal makan waktu

lebih lama lagi” (Inf 05).

Faktor yang mempengaruhi ketersedian obat digudang adalah

keterlambatan waktu pengajuan pemesanan yang dilakukan, pemesanan dilakukan

pada saat stok obat hampir habis dan stok sudah habis. Hal ini dikarenakan

91
pengajuan yang terlambat dari gudang, tidak adanya sistem informasi sehingga

menyebabkan pemantauan jumlah obat digudang masih manual sehingga tidak

ada peringatan jika obat telah memasuki jumlah minimum stok. Selain itu terdapat

juga kendala dari waktu tunggu obat yang lama dari distributor obat dikarenakan

kekosongan obat pada distributor, dan ketidaksesuaian kontrak pada E-purchasing

bersama distbutor seperti jumlah obat yang tidak sesuai sehingga membuat pihak

gudang harus mengirim permintaan pembelian obat lagi dan memakan waktu

lebih lama, sehingga waktu tunggu obat menjadi lebih lama, selain itu juga pernah

terjadi kekosongan obat secara nasional . Hal ini berdasarkan hasil wawancara

kepada tiga informan, ketiganya menyebutkan bahwa kekosongan obat

dinpengaruhi oleh keterlambatan waktu pemesanan obat.

“ketersedian obat di gudang dipengaruhi oleh waktu pemesanan obat

yang diajukan pada saat stok obat mau habis sehingga stok obat di gudang jadi

kosong, selain itu juga terkadang kendala dari obat E-purchasing juga sering

menghambat, selain itu juga memang ada kekosongan obat secara nasional.” (inf

01).

“Faktor yang mempengaruhi kekosongan obat di tahun ini salah satunya

keterlamabatan pengajuan pemesanan dari kita (gudang). Pemesanan yang

terlambat tidak bisa mengcover kebutuhan obat di rumah sakit sehingga terjadi

kekosongan obat, ini karena kita belum mempunyai sistem informasi digudang

jadi kita tidak mengetahui jika jumlah obat telah memasuki jumlah minimum.

Selain itu juga keterlambatan pengiriman dan ada beberapa obat yang tidak

terealisasi menjadi salah satu faktor kekosongan obat” (inf 02).

92
“ kosongnya obat di gudang tahun ini dikarenakan oleh beberapa hal,

yaitu pembelian yang dilakukan pengirimannya sering terlambat. Lalu kita juga

terlambat mengajukan pemesanan sehingga kita tidak bisa mengcover kebutuhan

obat. Ini karena monitoring yang kita lakukan digudang masih manual “ (inf 05)

Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa ketersediaan obat di

gudang terdapat kekosongan obat yang berjumlah 127 macam obat dan 62 obat

yang mempunyai stok hampir habis pada tahun 2016. Penyebab kekosongan obat

ini adalah terlambatnya pengajuan pemesanan yang dilakukan dikarenakan tidak

adanya sistem informasi yang memberikan peringatan jika jumlah obat telah

minimum, selain itu juga terdapat kendala dari waktu pengiriman obat E-

purchasing ,tidak terealisasinya semua obat yang dipesan dan pernah terdapat

kekosongan obat secara nasional..

93
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriftip. Pengumpulan

data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi dan telaah

dokumen. Adapun keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan tentang

penerapan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing di

Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan tahun 2016 antara lain :

1. Peneliti tidak bisa menelaah dokumen terkait anggaran yang disediakan

oleh Rumah Sakit untuk pelaksanaan pengadaan dikarenakan izin yang

tidak diberikan oleh pihak rumah sakit.

2. Peneliti tidak bisa melakukan wawancara dengan Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK), dikarenakan tebatasnya ruang lingkup penelitian yang

diizinkan pihak rumah sakit.

6.2. Pengadaan Obat secara E-purchasing di Rumah Sakit

Pengadaan merupakan salah satu kegiatan yang terdapat dalam siklus

manajemen logistik. Kegiatan pengadaan mencakup kegiatan perencanaan dan

penentuan kebutuhan sampai dengan penerimaan logistik. (Irmawati, 2014).

Pengadaan obat secara E-purchasing merupakan salah satu cara dalam proses

pembelian yang di tetapkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan fasilitas

kesehatan terutama Rumah sakit dalam kebutuhan obat yang bermutu dan serta

harga yang sesuai. Di rumah sakit, kegiatan pengadaan obat merupakan salah satu

dari bagian siklus manjemen farmasi. Kegiatan pengadaan obat di rumah sakit

menjadi tanggung jawab istalasi farmasi rumah sakit (Permenkes, 2014).

94
Pengadaan obat secara E-purchasing telah dijalankan pihak Rumah Sakit

Umum Kota Tangerang Selatan semenjak peraturan itu dikeluarkan yaitu 2013

sampai dengan sekarang. Untuk melihat bagaimana implementasinya di rumah

sakit digunakannlah teori Logic Models dengan melihat dari input sampai dengan

output dari program atau kebijakan E-catalogue ini.

Input dari pengadaan obat secara E-purchasing ini adalah Sumber daya

manusia , anggaran, prosedur, sarana dan prasarana. Proses dari pengadaan obat

secara E-purchasing adalah bermula dari perencanaan kebutuhan, pemesanan

obat, perjanjian kontrak, serta pengiriman obat. Untuk output dari pengadaan obat

secara E-purchasing sendiri adalah ketersediaan obat di Rumah Sakit Umum kota

Tangerang Selatan.

6.3. Input Pengadaan obat secara E-purchasing

Input merupakan masukan yang perlu disediakan atau harus tersedia untuk

melaksanakan seuatu kegiatan atau proses. Input memegang peranan yang penting

dalam suatu sistem. Jika input tidak tersedia dengan baik, maka dapat

menghambat kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu sistem, bahkan dapat

menghambat suatu sistem dalam mencapai tujuannya.

Dalam penelitian ini kegiatan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue suatu

Rumah sakit harus dapat menyediakan input yang menunjang proses kegiatan

tersebut. input dari pengadaan obat secara E-purchasing ialah Sumber daya

manusia, Anggaran, prosedur, Sarana dan Prasarana.

95
6.3.1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan faktor penentu tercapainya suatu tujuan

organisasi. Sumber daya manusia merupakan asset yang sangat penting dari suatu

organisasi. Keberhasilan dari suatu organisasi hanya dapat dicapai jika peraturan

atau kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan manusia dari organisasi

tersebut saling berhubungan dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian

tujuan organisasi (Hamid, 2014).

Sumber daya manusia di bidang kesehatan atau SDM Kesehatan

merupakan semua orang yang kegiatan pokoknya ditujukan untuk meningkatkan

kesehatan. SDM Kesehatan di bidang farmasi di bagi menjadi dua klasifikasi yaitu

untuk pekerjaan kefarmasian yaitu Apoteker dan Tenaga teknis kefarmasian

(Standar Pelayanan Farmasi, 2014)

Sumber daya yang bertugas di dalam proses pengadaan obat di Rumah

Sakit Umum Kota Tangerang Selatan berjumlah 4 orang yaitu terdiri dari dari

pejabat pengadaan APBD dua orang dan pejabat pengadaan BLUD satu orang

serta ditambah dengan satu Staff. Untuk perencanaan obat farmasi atau pengadaan

secara E-purchasing sendiri terdiri dari kepala instalasi farmasi, dengan dibantu

oleh koordinator perencanaan. Ketersediaan SDM terkait dengan pengadaan obat

secara E-purchasing dapat dilihat dari dua aspek yaitu kuantitas dan kualitas.

Secara kuantitas jumlah sumber daya yang dimiliki rumah sakit masih

kurang terkait dengan proses pengadaan obat secara E-purchasing. Petugas

pengadaan obat secara E-purchasing memiliki tugas tambahan selain dari tugas

utamanya dalam pengadaan obat. Tugas tambahan yang lebih maka akan

96
mengganggu kinerja dari petugas, hal ini juga ditemukan di dalam penelitian

Ningsih (2013) di dalam penelitiannya di Rumah Sakit Mata Dr. YAP Yogyakarta

menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja dengan kinerja

karyawan atau tenaga kesehatan di rumah sakit, semakin besar beban kerja makin

menurun juga kinerjanya. Penelitian ini juga berbanding lurus dengan penelitian

yang dilakukan Suryaningrum (2015) bahwa terdapat hubungan antara beban

kerja denga stress kerja petugas kesehatan atau perawat di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adyaksa (2015)

bahwa keterbatasan sumber daya serta sumber daya yang telah memiliki tupoksi

lain menjadikan tim pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-

purchasing tidak efektif menjalankan proses pengadaan tersebut.

Peningkatan dan pengembangan kualitas SDM Kesehatan yang dimiliki

instansi kesehatan akan mampu menunjang tercapainya suatu pelayanan kesehatan

yang efektif dan efisien pada era JKN (Badan PPSDM Kesehatan RI, 2013).

Secara kualitas, sumber daya yang dimiliki oleh Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan sudah cukup memiliki kompetensi terkait dengan proses

pengadaan serta telah memiliki latar belakang pendidikan Kefarmasian. Kualitas

Sumber daya ini bisa dilihat dengan pemahaman terhadap prosedur kerja yang

telah diterapakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Berdasarkan standar pelayanan farmasi di rumah sakit tahun 2014 instalasi

farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai

dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan

97
instalasi farmasi rumah sakit. Ketua instalasi farmasi harus dipegang oleh

Apoteker serta dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian. Sumber Daya yang ada di

Instalasi Farmasi RSU Kota Tangerang Selatan jika dilihat dari kualitas telah

sesuai dengan peraturan tersebut dengan dikepalai oleh Apoteker dan dibantu oleh

tenaga teknis kefarmasian, sementara secara kuantitas masih kurang dikarenakan

petugas yang memegang tugas adalah petugas yang memiliki rangkap tugas.

6.3.2. Anggaran

Anggaran merupakan input dari Pengadaan Obat secara E-purchasing.

Anggaran berfungsi sebagai alat bantu bagi manajemen untuk mencapai tujuan

dari organisasi, karena anggaran merupakan alat perencanaan dan pengendalian

dalam aktivitasi di dalam organisasi (Sirait, 2006) . Anggaran yang ada di Rumah

Sakit ditujukan untuk biaya operasional dalam kegiatan yang ada di rumah sakit.

Anggaran ini berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan Undang-undang No. 4

tahun 2009 tentang Rumah Sakit, sistem pembiayaan di rumah sakit dapat

bersumber dari penerimaan rumah sakit , anggaran pemerintah, subsidi anggaran

pemerintah daerah, subsidi pemerintah daerah atau sumber lain yang tidak

mengikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ketersediaan Anggaran berperan besar dalam penentuan perencanaan obat,

dengan anggaran yang baik maka akan mempermudah proses perencanaan obat

yang akan di teruskan ke dalam pengadaan. Menurut Irmawati (2014) proses

dalam perencanaan obat salah satunya adalah penyesuaian antara anggaran dan

pengadaannya yang dipertimbangkan prioritasnya.

98
Anggaran yang disediakan oleh Rumah Sakit Umum Kota Tangrang Selatan

untuk pengadaan telah disediakan. Anggaran ini bersumber dari dana APBD dan

BLUD. Berdasarkan wawancara mendalam anggaran yang disediakan adalah

anggaran untuk pengadaan secara umum baik E-purchasing ataupun non E-

purchasing. Anggaran yang telah disediakan telah cukup untuk melakukan

aktivitas pengadaan dan keseluruhan dana yang telah direncanakan di rumah sakit

selain itu setiap tahun anggaran di pengadaan meningkat. Selama ini belum

terdapat kendala terkait anggaran yang disediakan karena pihak rumah sakit

belum mengalami kekurangan dana saat melakukan pembelian obat.

Dalam penelitian ini melihat anggaran dari jumlah dana yang mencukupi dan

pemakaian dana yang tepat. Untuk jumlah dana di Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang selatan telah mencukupi untuk terselenggaranya pengadaan obat secara

E-purchasing karena anggaran yang berasal dari dua sumber serta petugas

pengadaan tidak mengalami kekurangan biaya untuk melakukan pembelian obat

secara E-purchasing , dan hal ini juga terlihat dari jumlah dana yang tersedia telah

menucukpi keseluruhan dana yang dibutuhkan, sehingga proses pengadaan bisa

berjalan dengan baik. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Afriadi (2005) dan Ukai (2009) bahwa pengadaan obat yang berjalan dengan

baik mendapatkan dukungan dari beberapa sumber anggaran dan tepatnya jadwal

kedatangan obat.

Selain itu anggaran juga dilihat dari segi pemakaiaannya atau penggunaannya

berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan bersama beberapa petugas

pengadaan diketahui bahwa pemanfaatan dana telah dilakukan secara maksimal,

dana yang digunakan tidak bersisa, semua dana dikeluarkan untuk melakukan

99
pembelian obat secara E-purchasing dan non E-purchasing sehingga anggaran

yang disediakan telah digunakan secara maksimal untuk pengadaan obat secara E-

purchasing.

Pemanfaatan Penggunaan dana untuk pembelian yang ada di rumah sakit

telah digunakan secara maksimal dengan mengadaakan semua obat yang telah

direncanakan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Octadevi (2016) di RSUD Kabupaten Sukoharjo penggunaan dana tidak maksimal

dikarenakan tidak semua obat yang direncanakan di adakan, RSU Kota Tangsel

lebih baik dalam penggunaan anggaran karena telah menggunakaan anggaran

dengan maksimal dilihat dari semua obat yang direncanakan telah di adakan.

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Tangerang Selatan telah memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan

pengadaan obat secara E-purchasing, serta telah memanfaatkan dana secara

maksimal untuk melakukan pengadaan obat secara E-purchasing.

6.3.3. Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar

rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.

Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor

swasta serta individu (Supriyanto, 2014). Kebijakan Pengadaan obat berdasarkan

E-catalogue secara E-purchasing bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam

akses pengadaan obat di indonesia. Kebijakan ini keluar pada tahun 2013 dan

mengalami sedikit perubahan pada tahun 2014.

100
Pelaksanan pengadaan obat secara E-purchasing di Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan telah ditunjang dengan petunjuk teknis pelaksanaan. Petunjuk

teknis pelaksanaan diberikan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh pihak LKPP.

Petunjuk teknis pelaksanaan proses pengadaan obat secara E-purchasing telah

diatur dan ditetapkan dalam peraturan menteri kesehatan No. 63 tahun 2014

tentang Pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing.

Pada setiap tahunnya terdapat perubahan terhadap petunjuk teknis pengadaan

obat secara E-purchasing, tetapi perubahan ini didampingi oleh sosialisasi

ataupun bimbingan dari LKPP sehingga petugas mudah untuk memahami

perubahan yang telah dibuat. Selain petunjuk teknis pengadaan di Rumah Sakit

Umum Kota Tangsel juga terdapat prosedur kerja yang harus di terapkan.

Prosedur kerja merupakan bagian dari input pengadaan obat, menurut

Nuraida (2008) prosedur merupakan metode-metode yang dibutuhan untuk

menjalani aktivitas-aktivitas yang akan datang, urutan aktivitas untuk mencapai

tujuan tertentu dan pedoman untuk bertindak. Prosedur kerja yang baik akan

membuat koordinasi kerja yang jelas dan dan baik juga tentunya. Rumah Sakit

Umu Kota Tangerang Selatan telah membuat Prosedur kerja untuk setiap kegiatan

yang ada di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

Prosedur kerja pengadaan obat dibuat secara umum yaitu untuk semua tata

cara pembelian baik E-purchasing dan Non E-purchasing karena untuk secara

teknisnya telah diberikan petunjuk teknis untuk pembelian obat. Berdasarkan hasil

Wawancara mendalam diketahui bahwa Sumberdaya pengadaan telah memahami

dan menjalankan prosedur ataupun juknis tentang pengadaan berdasarkan E-

101
catalogue secara E-purchasing dikarenakan selain prosedurnya mudah dipahami

pihak rumah sakit juga diberikan bimbingan dari pihak pemerintah. Pengetahuan

dan pemahaman terhadap prosedur merupakan hal yang penting, berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Sa’adah Dkk (2014) diketahui bahwa pentingnya

memahami SOP, pengetahuan terhadap SOP merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi efisiensi perbekalan Farmasi di Instalasi Bedah Sentral Rumah

Sakit umum Daerah Gambiran Kediri.

Petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue juga

sudah disebarkan keseluruh satuan kerja di bidang kesehatan dan telah dilakukan

sosialisasi mengenai juknis tersebut. Pada pelaksanaan prosedur serta petunjuk

teknis yang ada sudah mulai dijalankan petugas baik berupa prosedur pengadaan,

perencanaan kebutuhan obat, penerimaan obat serta petujuk teknis pengadaan obat

secara E-purchasing.

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa petugas pengadaan di Rumah

Sakit Umum Kota Tangerang Selatan yang telah mealkukan pengadaan obat

secara E-purchasing telah memahami petunjuk teknis yang diberikan serta telah

menajalankan prosedur yang ada di rumah sakit .

6.3.4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu input yang harus disiapkan untuk

menjalankan suatu kegiatan. Dalam Permenkes RI No 58 tentang standar

pelayanan farmasi di rumah sakit, pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang

meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu yang bersifat manajerial dan klinik. Kegiatan

tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan peralatan.

102
Untuk sarana dan prasarana yang harus disediakan agar menunjang kegiatan

prengadaan obat secara E-purchasing di Rumah Sakit maka diperlukan fasilitas

utama seperti ruang kantor/administrasi. Serta didukung oleh macam-macam

peralatan yaitu meja, kursi, lemari buku/rak, komputer/mesin tik, alat tulis kantor,

telepon (Permenkes No 58 2014). Lalu untuk mendukung kelancaran pembelian

obat secara E-purchasing diperlukan akses internet.

Berdasarkan PMK No 63 dijelaskan bahwa pembelian secara E-purchasing,

pembelian secara E-purchasing dilakukan dengan menggunakan akses jaringan

internet. Akses internet merupakan penghubung dalam pembelian secara E-

purchasing, menurut Evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Bina Obat Publik

dan Perbekalan Kesehatan pada tahun 2014 dan 2015 diketahui bahwa akses

jaringan internet masih menjadi kendala di beberapa daerah (Direktorat Bina Obat

Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2016). Kendala internet ini tidak ditemukan di

Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan, karena akses internet yang ada di

rumah sakit stabil, hal ini dilihat dari hasil wawancara dan observasi yang

dilakukan peneliti. Selain itu menurut Sumarni, Dkk (2015) di dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa kemudahan akses internet berhubungan

dengan proses pengadaan.

Sarana dan prasarana yang lengkap akan membantu kelancaran proses

kegiatan di Farmasi yaitu berupa proses pengadaan obat secara E-purchasing.

Berdasarkan observasi dan wawancara mendalam serta telaah dokumen yang

dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa untuk

kegiatan pengadaan telah mempunyai satu ruangan khusus pengadaan. Peralatan

103
yang ada diruangan ini seperti meja, kursi, lemari buku/rak, komputer/mesin tik,

alat tulis kantor, telepon, serta dilengkapi dengan akses internet yang cepat.

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan telah memiliki sarana dan prasarana yang telah menunjang

kegiatan proses pengadaan obat secara E-purchasing yaitu berupa satu ruangan

yang dilengkapi dengan meja, kursi, lemari buku/rak, komputer, alat tulis kantor,

telepon, serta akses internet yang stabil.

6.4. Proses Pengadaan Obat Berdasarkan secara E-purchasing

Berdasarkan Permenkes No 63 tentang Pengadaan obat berdasarkan E-

catalogue diketahui terdapat bebrapa proses yaitu ; proses perencanan kebutuhan

obat, proses pemesanan obat secara E-purchasing, proses pembuatan perjanjian

kontrak, dan proses pengiriman atau distribusi.

6.4.1. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat

Perencanaan akan kebutuhan obat merupakan awal yang menentukan dalam

perencanaan obat. Tujuan perencanaan obat dan perbekalan farmasi yaitu untuk

menetapkan jenis serta jumlah obat dan perbekalan farmasi yang tepat, sesuai

dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan

yang telah ditetapkan (Irmawati,2014). Dalam proses pengadaan obat secara E-

purchasing perencanaan kebutuhan obat merupakan proses pertama yang

dilakukan untuk memperoleh obat (Permenkes RI No. 63 Tahun 2014).

Berdasarkan Permenkes RI No 58 tentang Standar pelayanan Farmasi di

rumah sakit tahun 2014, perencanan kebutuhan dilakukan untuk menghindari

kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat

104
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara

lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan

disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan juga harus

mempertimbangkan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan,

data pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan, dan rencana

pengembangan.

Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan serta hasil dari telaah

dokumen Prosedur kerja perencanaan kebutuhan obat di Rumah Sakit Umum

Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa RSU Kota Tangsel menggunakan

metode Konsumsi dalam menentukan Rencana kebutuhan obat di Farmasi.

Metode Konsumsi adalah metode yang diadasarkan atas analisa data konsumsi

obat tahun sebelumnya sehingga nanti hasilnya akan mendapatkan jumlah obat

yang diperlukan. Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati

ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelunya

atau lebih. Selain itu juga diperlukan data seperti daftar obat, sok awal,

penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak ,kadaluarsa, kekosongan

obat, pemakaian rata-rata, waktu tunggu, stok pengaman, dan perkembangan pola

kunjungan. Data ini deperlukan untuk melakukan perhitungan dengan metode

konsumsi.

Untuk perencanaan pengadaan obat secara E-purchasing, dilakukan

dengan memisahkan pembelian secara E-purchasing dan non E-purchasing pada

saat perencanaan dilakukan petugas akan melihat ke website untuk menentukan

jumlah obat yang masuk di dalam E-catalogue . Setelah mengetahui berapa

jumlah obat yang harus dibeli, maka petugas bisa membuat paket pembelian

105
setelah melihat di E-catalogue obat apa saja yang ada, lalu dipisahkan obat yang

akan dibeli secara E-purchasing dan non E-purchasing.. Hal ini juga telah sesuai

dengan PMK No. 63 tahun 2014 bahwa sebelum melakukan pemesanan obat,

pejabat pengadaan akan melihat daftar obat di E-catalogue sehingga bisa

menentukan daftar paket pembelian obat berdasrkan E-catalogue secara E-

purchasing.

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan telah menerapkan perencanana kebutuhan obat sesuai dengan

PMK No. 63 tahun 2014 dan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yaitu

dengan menggunakan salah satu metode antara Konsumsi, Epidemiologi,

kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran

yang disediakan. Metode perencanan ini juga digunakan untuk semua cara

pembelian baik E-purchasing ataupun Non E-purchasing.

Perencanaan dengan menggunakan metode Konsumsi memang merupakan

salah satu cara dalam standar pelayanan Farmasi, tetapi untuk tujuan dari

perencanaan sendiri metode ini masih belum tepat digunakan, karena masih

ditemukan kekosongan obat di rumah sakit. Hal ini juga ditemukan dalam

penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2015) dan Badarudin (2015) bahwa

perencanaan pengadaan obat menggunakan metode konsumsi kurang sesuai

dengan kebutuhan serta tidak dapat dijadikan dasar pengkajian penggunaan obat

sehingga sering terjadi kekurangan stok obat pada gudang Farmasi .

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Istinganah (2006) menunjukkan

bahwa kegagalan dalam melakukan perencanaan kebutuhan obat dapat

106
mengakibatkan kekosongan stok obat di rumah sakit. Hal ini juga sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Yulistiani (2014) mengenai analisis kebutuhan

obat di RSUD Pahuwato menyebutkan bahwa ketidaktepatan dalam menentukan

jenis obat dan kekosongan stok disebabkan karena lemahnya proses perencanaan

kebutuhan obat di Rumah sakit tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya proses

perencanaan kebutuhan obat dalam menunjang ketersedian jumlah obat dalam

kesehatan.

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Rumah sakit Umum Kota

Tangerang Selatan telah melakukan perencanaan kebutuhan obat dengan

menggunakan salah satu metode yang ada pada Standar Pelayanan Kefarmasian

2014 tetapi Perencanaan yang dilakukan oleh petugas perencanaan masih belum

sesuai dengan tujuan perencanaan kebutuhan obat yaitu menghindari kekosongan

obat.

6.4.2. Proses Pemesanan Obat

Proses pemesanan obat merupakan langkah dalam pembelian obat setelah

dilakukan perencanaan obat sebelumnya, dalam melakukan proses pemesanan

petugas pengadaan juga harus mempertimbangkan aspek distributor/penjual, serta

lokasi penjual, sehingga dapat menghindari waktu tunggu yang lama dan

mendapatkan obat yang berkualitas. (Irmawati, 2014)

Setelah dikeluarkannya kebijakan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue

oleh pemerintah, proses pemesanan ob

107
at sekarang bisa dilakukan dengan cara E-purchasing yaitu tata cara

pembelian Barang/jasa dalam hal ini obat melalui sistem katalog elektronik (PMK

No. 63 tahun 2014).

Pada awal di keluarkannya kebijakan pengadan obat berdasarkan E-catalogue,

rumah sakit Umum Kota tangerang Selatan telah menerapkan peraturan tersebut

yaitu pada tahun 2013 sampai dengan sekarang. Proses pemesanan obat

berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing di rumah sakit umum kota Tangsel

dilakukan oleh beberapa pihak, berawal dari pihak perencanaan yang mengajukan

ke kepala Instalasi Farmasi untuk di tandatangani. Setelah itu diteruskan ke kabid

penunjang dalam hal ini sebgai PPK , maka kabid penunjang akan memberikan

nota dinas ke pejabat pengadaan untuk melakukan pembelian secara E-purchasing

ataupun non E-purchasing.

Proses pemesanan obat yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Kota

Tangsel dilakukan dengan menggunakan cara E-purchasing tetapi jika

mengahadapi beberapa kendala maka akan dilakukan pembelian di luar E-

purchasing. Pemebelian diluar E-purchasing bisa dilakukan dengan metode lelang

ataupun penunjukan langsung. Penggunaaan metode luar E-purchasing dilakukan

karena petugas pengadaan mendapatkan kendala berupa kekosongan obat di E-

catalogue sehingga tidak bisa dilakukan pembelian secara E-purchasing. Lalu

tidak mendapatkan konfirmasi dari penyedia obat terhadap pemesanan yang

dilakukan, serta pengiriman yang lama dari distributor obat sehingga petugas

membeli obat diluar E-purchasing untuk memenuhi kebutuhan obat di rumah

sakit.

108
Pembelian obat dengan menggunakan cara di luar E-purchasing ini telah

sesuai dengan Permenkes RI No 63 tentang Pengadaan obat berdasarkan E-

catalogue secara E-purchasing tahun 2014 dan Implementasi Pengadaan obat

berdasarkan E-catalogue tahun 2016 dan evaluasi implementasi tahun 2014 dan

2015 (Direktorat bina obat publik dan perbekalan kesehatan, 2016) bahwa jika

ditemukan kendala dalam tidak terdapatnya item obat di portal E-catalogue

sehingga tidak bisa melakukan proses pembelian secara E-purchasing, serta

kendala lain yang tidak memungkinkan melakukan pemeblian secara E-

purchasing bisa dilakukan pembelian yang sesuai dengan peraturan presiden No.

70 tahun 2012, pembelian ini bisa menggunakan metode lelang dan penunjukan

langsung serta dengan metode lainnya.

Sehingga berdasarkan penjelasan diatas Rumah Sakit Umum Kota Tangerang

Selatan telah melakukan pembelian diluar E-purchasing sesuai dengan keadaan

yang ditentukan oleh Permenkes RI No 63 tahun 2014 dan Direktorat bina obat

publik dan perbekalan kesehatan 2016.

Pembelian dengan menggunakan prosedur E-purchasing di Rumah Sakit

Umum Kota Tangerang Selatan melewati berapa tahapan, Berdasarkan pedoman

teknis Pengadaan Obat berdasarkan E-catalogue Berawal dari PPK membuat

rencana pelaksanaan pengadaan (perencanaan ini berawal dari perencanaan

farmasi di gudang) , lalu pejabat pengadaan login pada website dan memilih

aplikasi E-procrument dan E-purchasing untuk membuat paket, lalu input dan

kirim data pembelian permintaan pembeliaan, setelah mengirimkan permintaan

pembeliaan maka akan dirimkan persetujuan pembeliannya dari penyedia bisa

berupa penolakan atau penerimaan setelah itu barulah dilakukan perjanjian

109
kontrak dan pelaksanaan kontrak. Berdasarkan penjelasan diatas dapat

disimpulkan bahwa Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan telah

menerapkan petunjuk teknis dari pemerintah dalam pemesanan obat dengan cara

E-purchasing dan mengacu kepada Permenkes RI No 58 tahun 2014

Pada proses pemesanan secara E-purchasing, pihak rumah sakit sering

menemukan kendala dalam prosesnya sehingga mengganggu dalam pelaksanaan

pembelian obat. Kendala itu berupa pada saat menunggu persetujuan dari pihak

penjual, sehingga petugas pengadaan harus menunggu lama sedangkan kebutuhan

rumah sakit harus diselesaikan segera. Masalah ini juga ditemukan dalam hasil

evaluasi rutin Direktorat Bina Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan pada tahun

2014-2015 pada laporan keluhan dari Satker (satuan kerja) bahwa masih ada

kendala dalam lambatnya respon penyedia terhadap pemesanan dan sulit dalam

menghubungi penyedia obat (Direktorat bina obat publik dan perbekalahan

kesehatan, 2016)

Respon penyedia terhadap pesanan melalui E-purchasing telah di tetapkan

dalm kontrak payung baru bahwa lamanya respon menanggapi pesanan melalui E-

purchasing paling lambat 7 hari Kalender (Sosialiane, 2015). Pada proses

pemesanan yang dilakukan oleh pihak RSU Kota Tangsel diketahui bahwa pihak

pengadaan sering mendapatkan respon yang lambat dari penyedia, terkadang

dalam satu pembelian bisa menunggu respon dari penyedia lebih dari waktu 7

hari. Terlambatnya respon dari pihak penyedia sebenarnya bisa dikenakan sanksi

karena tidak menggapi pesananan melalui E-purchasing, sanksi ini bisa berupa

peringatan tertulis (SP1, SP2). Dan apabila SP ini tidak ditindaklanjut, penyedia

barang/jasa dikenakan 5% dari totoal nilai pesanan/transaksi (Hukomas Setdijen,

110
2015). Penerapan sanksi ini masih belum diterapkan karena belum ada tindak

lanjut akan ketidakpatuhan penyedia obat ini di rumah sakit. Respon yang lama

dari penyedia ini ini membuat pihak rumah sakit harus melakukan pembelian obat

di luar E-catalogue agar bisa memenuhi kebutuhan di rumah sakit.

Kepatuhan penyedia atau distributor obat dalam peraturan pengadaan obat

berdasrkan E-catalogue ini memang masih sangat rendah, hal ini dilihat dengan

seringnya pihak distributor tidak menerapkan aturan yang telah ditetapkan. Hal ini

juga ditemukan di dalam evaluasi Implementasi pengadaan obat berdasarkan E-

catalogue pada tahun 2014 dan 2015 oleh Direktorat Bina Obat Publik dan

Perbekalan kesehatan, yaitu masih ditemukan keluhan dari pihak rumah sakit

terhadap lambatnya respon dari penyedia obat tak hanya itu terdapat juga keluhan

terhadap pemenuhan obat yang tidak sesuai oleh penyedia obat (Direktorat bina

obat publik dan perbekalahan kesehatan, 2016)

Selain kendala diatas juga ditemukan kendala dalam waktu pemesanan yang

dilakukan petugas pengadaan. Menurut standar pelayanan kefarmasian tahun 2014

salah satu faktor yang harus diperhatiakan dalam pembelian obat adalah

penentuan waktu pengadaan atau pemesanan. Diketahui bahwa pada tahun 2016

petugas pengadaan sering melakukan pembelian pada saat stok obat hampir habis

dan stok obat kosong. Hal ini tidak sesuai dengan standar pelayanan kefaramasian

bahwa waktu pemesanan obat harus memperhatikan safety stok obat di rumah

sakit sehingga menghindari dari kekosongan obat.

Menurut Heizer dan Render (2010) pemesanan yang dilakukan pada waktu

yang tepat akan menghindari kehabisan persedian atau stok kosong. Waktu

111
pemesanan yang tepat akan menghindari kekosongan obat di rumah sakit, hal ini

juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amiati (2009) di Rumah Sakit

Islam Cempaka Putih diketahui salah satu faktor yang mempengaruhi kekosongan

obat adalah keterlambatan pemesanan obat yang dilakukan oleh petugas.

Keterlambatan pemesanan yang dilakukan oleh petugas pengadaan

dikarenakan pengajuan dari gudang yang terlambat hal ini dikarenakan pihak

gudang masih menggunakan sistem manual, sehingga pengajuan sering dilakukan

ketika stok obat habis. Belum terdapat sistem yang terhubung di gudang obat

menyebabkan tidak adanya warning jika stok sudah memasuki jumlah yang

minimum atau sedikit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anindito (2011)

Dengan sistem informasi di gudang pencarian yang sebelumnya membutuhkan

waktu lama menjadi lebih cepat karena lokasi setiap obat terdata dengan rapi dan

dengan adanya sistem informasi ini semua data mengenai obat dapat terdata,

sehingga memudahkan pegawai gudang dalam mengontrol kondisi kadaluarsa

obat.

Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh (Anumerta dan

Mahendrawathi, 2013) dengan adanya sistem informasi yang terprogram dapat

memberikan informasi yang up to date tentang persediaan yang tersisa dan

permintaan kebutuhan dari waktu ke waktu sehingga membantu dalam evaluasi

dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Selain itu dengan menerapkan sistem

warning (Alert ROP) akan memberi peringatan jika terjadi kehabisan obat

sehingga bisa menyiapkan pasokan lebih awal sehingga pelayanan pasokan dan

pelayanan ke pasien lebih terjamin.

112
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa pihak rumah sakit telah

menerapkan proses pemesanan obat secara E-purchasing dan Non E-purchasing

sesuai dengan PMK No. 63 tentang Pengadaan obat berdasarkan E-catalogue

secara E-purchasing, Tetapi waktu pemesanan obat yang dilakukan sering

terlambat dikarenakan belum terdapat sistem informasi yang memberikan

peringatan jika obat telah memasuki jumlah yang minimum.

6.4.3. Proses Perjanjian Kontrak secara E-Purchasing

Kontrak atau juga sering disebut surat perjanjian merupakan perjanjian antara

berbagai pihak yang akan terkena dampak hukum (Abrams, 2008). Bentuk suatu

perjanjian yang dibuat secara tertulis (kontrak), salah satunya adalah adanya

pembubuhan tanda tangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian

tersebut. tanda tangan, selain berfungsi sebagai wujud kesepakatan, juga sebagai

wujud persetujuan atas tempat, waktu, dan isi perjanjian yang dibuat (Wicaksono,

Frans Satrio. 2008).

Perjanjian Kontrak dalam pengadaan E-catalogue secara E-purchasing adalah

perjanjian tertulis antara pembeli dan penjual dalam hal ini antara PPK dengan

Penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola. Perjanjian kontrak dilakukan

untuk membuat kesepakatan antara kedua belah pihak sehingga antara kedua

belah pihak harus menaati kesepakatan yang telah dibuat bersama. Perjanjian

kontrak dalam pengadaan Farmasi dilakukan untuk (PMK No. 63 Tahun 2014).

Proses perjanjian kontrak yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen di

Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan dimulai dari proses E-purchasing

yang dilakukan sebelumnya, setelah itu PPK (pembeli) mengunduh format

113
kontrak pengadaan dan melakukan kontrak dengan distributor/pelaksana

pekerjaan yang ditunjuk oleh penyedia. Kesepakatan yang sudah ada dalam

contoh format kontrak dapat ditambah maupun dikurangi sesuai dengan perjanjian

yang disepakati antara PPK (pembeli) dengan distributor/pelaksana pekerjaan

tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa proses perjanjian kontrak yang

dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan telah sesuai dengan

petunjuk teknis dan mengacu pada Permenkes RI No. 58 tahun 2014 tentang

pengadaan obat berdasarkan E-catalogue.

6.4.4. Proses Pengiriman atau ditribusi obat

Proses pengiriman atau distribusi obat adalah proses dimana penyedia atau

distributor mengirimkan pesanan obat berdasarkan perjanjian kontrak yang

ditetapkan. Pengiriman ini harus sesuai dengan kontrak yang dibuat, kontrak yang

dibuat berisikan jumlah obat, keterangan obat, ukuran obat, masa kadaluarsa obat,

serta waktu tunggu obat.

Proses pengiriman dari distributor akan diterima di Rumah sakit, bagian ini

disebut penerimaan barang/jasa yaitu berupa obat. Menurut Standar Pelayanan

Farmasi di rumah sakit penerimaan merupakan kegiatan menjemanin kesesuaian

jenis, spesifikasi, jumlah mutu, waktu penyerahan dan harga uang tertera dalam

kontrak atau surat pesanana dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen

terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik. Berdasarkan hasil Telaah

dokumen di RSU Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa proses penerimaan

obat dari distributor di RSU Kota Tangsel dengan mengikuti prosedur yang telah

114
ditetapkan, ketika obat datang maka obat akan diterima oleh pihak penerima hasil

pekerjaan (PPHP) untuk di cek jumlah, fisik barang, dan nomor batchnya sesuai

dengan perjanjian pembelian secara E-purchasing sebelumnya.

Berdasarkan hasil dari laporan pembelian obat berdasarkan E-catalogue secara

E-purchasing diketahui semua jenis obat yang dipesan telah seusuai dengan yang

diterima tetapi untuk realisasi kontrak pada saat pengriman obat tidak sampai

100% yaitu hanya sebesar 98,29%. Hal ini menunjukkan bahwa ada

ketidaksesuaian antara kesepakatan yang dibuat oleh pihak rumah sakit dengan

pihak distributor. Ketidaksesuaian ini akan merugikan pihak rumah sakit dalam

memenuhi kebutuhannya di Rumah Sakit. Ketidaksesuaian ini juga terjadi pada

penelitain Adyaksa (2014) yang dilakukan di Dinkes Kota Denpasar bahwa

distribusi obat pernah mengalami keterlambatan dan realisasi obat tidak mencapai

100%. Selain itu hal ini juga ditemukan di dalam hasil Evaluasi Implementasi

pengadaan obat berdasarkan E-catalogue bahwa terdapat keluhan dari Satker

(Satuan Kerja) bahwa masih ada industri farmasi yang sampai saaat ini belum

memenuhi semua pesanan dari Satker.

Selain itu sering dilakukan perpanjangan waktu atau addendum (perubahan

kontrak). Perpanjangan waktu ini menjadikan pihak gudang harus mengajukan

usulan permintaan lagi karena untuk mengatisipasi kekosongan obat di gudang,

serta dengan keterlambatan waktu ini mengakibatkan ketidakasesuaian dengan

perencanaan yang dibuat. Kendala dalam waktu tunggu yang lama ini juga di

dapatkan pada salah satu kendala dalam ketersediaan obat di era JKN : E-

catalogue obat pada tahun 2013-2015 salah satu kendalanya adalah waktu tunggu

yang lama (Engko, 2016). Menurut Anshari (2009) keterlambatan mengantarkan

115
barang oleh supplier merupakan salah satu masalah yang sering timbul dalam

proses pengadaan obat yang berakibat pada kekosongan obat. Hal ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Adyaksa di kota Denpasar bahwa distribusi

obat pernah mengalami keterlambatan dan realisasi obat tidak mencapai 100%.

Ketidaksanggupan distributor dalam memenuhi kontrak yang telah dibuat

ini menyebabkan petugas pengadaan harus membeli lagi obat yang kurang serta

obat yang belum datang sehingga kebutuhan obat di rumah sakit terpenuhi.

Pembelian obat diluar E-purchasing memiliki perbedaan dengan jumlah harga

yang terkadang sebagian besar lebih mahal dari pembelian dengan menggunakan

E-purchasing, selain itu proses pembelian obat yang tidak sebentar membuat stok

yang ada di rumah sakit menjadi sedikit dan terkadang kosong. Hal ini juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2011) menyebutkan bahwa

salah satu faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian Perencanaan dan Pengadaan

obat adalah waktu tunggu obat. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Pujawati

di Rumah sakit Panti Yogyakarta tahun 2015 menunjukkan bahwa waktu tunggu

obat (lead time) sangat mempengaruhi safety stok di gudang.

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Penerapan Permenkes RI No.

63 tahun 2014 tentang pengadaan obat berdasarkan E-catalogue telah diterapkan

dengan baik oleh RSU Kota Tangerang Selatan, tetapi dalam penerapan ini juga

terdapat kendala, dalam hal penerimaan obat yaitu jumlah obat yang dipesan tidak

sesuai dengan pesanan serta perpanjangan waktu pelaksanaan yang di ubah

(addendum) sehingga mempengaruhi ketersediaan obat di Rumah Sakit Umum

Kota Tangerang Selatan.

116
6.5. Output pengadaan obat secara E-purchasing

Output dari pengadaan obat secara E-purchasing adalah ketersediaan obat

yang ada di gudang. Ketersediaan obat merupakan salah satu aspek yang sangat

penting pada suatu pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan

berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau

farmakoterapi. Sehingga keberadaan obat di rumah sakit menjadi penting dan

harus selalu tersedia, sebab jika rumah sakit tidak dapat menyediakan obat maka

proses pelayanan di rumah sakit akan terhambat. Karena obat merupakan barang

penting yang harus tersedia di rumah sakit, maka setiap rumah sakit harus

berupaya untuk melakukan pengelolaan obat termasuk kegiatan pengawasan atau

pengendalian persediaan yang berfungsi untuk menciptakan keseimbangan antara

persediaan dan permintaan (Aditama, 2000).

Ketersediaan obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan pada

tahun 2016 sering di temukan stok yang kosong di gudang selain itu juga terdapat

obat yang memiliki jumlah yang hampir habis. Diketahui bahwa terdapat

sebanyak 30 macam obat dan 35 macam obat yang mempunyai stok yang hampir

habis di gudang RSU Kota Tangsel dan dari 65 jenis obat yang kosong dan

hampir habis 32.30% dari jumlah tersebut adalah obat yang dibeli secara E-

purchasing . hal ini tidak sejalan dengan indikator yang telah ditetapkan oleh

Dirjend Bina Kefarmasian dan alat kesehatan 2010 bahwa persentase stok mati

seharusnya 0% atau tidak sama sekali ada kekosongan obat.

Berdasarkan hasil diatas diketahui bahwa gudang farmasi RSU Kota

Tangerang Selatan belum mempunyai ketersediaan obat yang cukup untuk

kebutuhan rumah sakit. Kekosongan dan kekurangan obat di gudang menjadi

117
salah satu masalah dalam ketersedian obat di gudang. Penyebab kekosongan dan

kekurangan jumlah obat di gudang RSU Kota Tangerang Selatan disebabkan oleh

keterlambatan pengajuan pemesanan yang dilakukan dikarenakan belum terdapat

sistem informasi yang bisa memberikan peringatan jika obat telah memasuki

minimum stok selain itu juga kendala dari tidak terpenuhinya jumlah obat secara

E-purchasing oleh distributor, perpanjangan waktu pengiriman obat, serta pernah

terdapat kekosongan obat secara nasional.

Pemesanan obat harus memperhatikan stok aman di rumah sakit serta

mempertimbangkan lead time obat. Menurut Menurut Heizer dan Render (2010)

pemesanan yang dilakukan pada waktu yang tepat akan menghindari kehabisan

persedian atau stok kosong. Waktu pemesanan yang tepat akan menghindari

kekosongan obat di rumah sakit, hal ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Amiati (2009) di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih diketahui

salah satu faktor yang mempengaruhi kekosongan obat adalah keterlambatan

pemesanan obat yang dilakukan oleh petugas.

Dengan memperhatikan lead time pihak rumah sakit bisa mengantisipasi

keterlambatan kedatangan obat yang telah di pesan baik secara E-purchasing dan

Non E-purchasing. Berdasarkan pedoman teknis pengadaan obat Publik dan

kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar (2008) petugas pengadaan harus

memperhatikan lead time obat sehingga bisa mengantisipasi kekosongan obat,

secara umum waktu tunggu berkisari 3 sampai dengan 6 bulan sehingga pada

jenjang waktu ini petugas pengadaan seharusnya telah melakukan pemesanan. Hal

ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujawati (2015) bahwa

118
waktu tunggu obat (lead time) sangat mempengaruhi safety stok obat di rumah

sakit

Berbagai penyebab kekosongan tersebut mengakibatkan gudang farmasi

melakukan pemesanan obat lagi dan memakan waktu lebih lama, yang

mengakibatkan kekosongan obat di gudang. Kekosongan obat ini dapat

menghambat pelayanan farmasi di rumah sakit. Hal ini sejlaan dengan pernyataan

Aditama (2000) yang menyatakan bahwa masalah kekosongan yang kekurangan

jumlah obat yang terjadi di rumah sakit tentu saja dapat menghambat proses

penyediaan barang yang di butuhkan untuk kegiatan operasional instansi pada

waktu yang tepat.

Salah satu upaya dari yang dilakukan jika terjadi kekosongan obat di

gudang adalah dengan melakukan pembelian obat diluar E-catalogue. Pihak

gudang melakukan pembelian secara cito ke distributor obat, dan bisa juga

pembelian ke Apotek luar rumah sakit. Pembelian cito atau pembelian kecil-

kecilan ini tidak sejalan dengan tujuan pengawasan persediaan yang dinyatakan

oleh Rangkuti (1996) yaitu salah satunya untuk menghindari pembelian kecil-

kecilan. Selain itu menurut Prawirosentono (2007) yang menyatakan bahwa

pembelian cito berakibat pada kerugian berupa tidak efisien biaya dan terputusnya

hubungan dengan pelanggan. Hal ini juga tidak sejalan dengan tujuan

diadakannya kebijakan pembelian obat secara elektronik yaitu PMK No. 63 tahun

2014.

Berdasarkan Penjelasan diatas diketahui bahwa ketersediaan obat di

Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan belum sesuai dengan indikator

119
yang telah ditetapkan oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan alat kesehatan 2010.

Penyebab kekosongan ini adalah keterlambatan pengajuan pemesanan yang

dilakukan dikarenakan belum terdapat sistem informasi yang bisa memberikan

peringatan jika obat telah memasuki minimum stok selain itu juga kendala dari

tidak terpenuhinya jumlah obat secara E-purchasing oleh distributor,

perpanjangan waktu pengiriman obat, serta pernah terdapat kekosongan obat

secara nasional.

120
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1. SIMPULAN

1. Input pengadaan obat secara E-purchasing :

a. Sumber daya Manusia yang di Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan secara jumlah belum mencukupi namun untuk

kualitas atau latar belakang telah menucukupi untuk melakukan

proses pengadaan obat secara E-purchasing.

b. Anggaran yang disediakan oleh Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan untuk proses pengadaan obat secara E-

purchasing sudah menucukupi.

c. Petunjuk teknis Kebijakan pengadaan obat secara E-purchasing

telah di pahami oleh petugas pengadaan.

d. Ketersediaan Sarana dan Prasaran telah cukup untuk mendukung

proses pengadaan obat secara E-purchasing.

2. Proses pengadaan obat berdasarkan secara E-purchasing

a. Proses perencanaan kebutuhan obat berdasarkan E-catalogue

secara E-purchasing telah sesuai dengan PMK No. 63 tahun 2014

dan Standar Pelayanan Kefarmasian No. 58 tahun 2014 tetapi

masih belum bisa menghindari kekosongan obat.

b. Proses Pemesanan obat secara E-purchasing dan Non E-

purchasing di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan telah

sesuai dengan PMK No. 63 tahun 2014, Tetapi waktu pemesanan

tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian 2014.

121
c. Proses Perjanjian Kontrak obat secara E-purchasing di Rumah

Sakit Umum Kota Tangerang Selatan telah sesuai dengan PMK

No. 63 tahun 2014.

d. Proses Distribusi atau pengirman obat secara E-purchasing di

Rumah sakit Umum Kota Tangerang selatan berdasarkan jumlah,

jenis dan waktu pengiriman, telah sesuai dengan kontrak yang

dibuat. Terdapat kendala berupa perubahan kontrak (addendum)

terkait waktu pengiriman.

3. Output pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing.

Ketersediaan obat digudang tidak sesuai dengan dengan indikator yang

telah ditetapkan oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan alat kesehatan 2010

yaitu persentase stok mati seharusnya 0% dan terdapat sebanyak 30

macam obat dan 35 macam obat yang mempunyai stok yang hampir habis

di Rumah Sakit Umum Kota Tangsel. Kekosongan obat ini disebabkan

oleh jumlah obat yang tidak semuanya terealisasi, waktu pengiriman obat

oleh distributor, pernah terjadi kekosongan obat secara nasional, serta

belum terdapatnya sistem informasi yang bisa memberikan peringatan

jumlah obat yang memasuki stok minimum, sehingga pengajuan

pemesanan dilakukan tidak terlambat.

122
7.2. SARAN

1. Sebaiknya pihak rumah sakit menerapkan sistem informasi yang

tersambung dari gudang obat sehingga bisa melihat kuota obat di gudang

dan dapat memberikan peringatan jika persediaan telah memasuki

minimum stok.

2. Sebaiknya pihak gudang melakukan pengajuan pemesanan dengan

memperthatikan stok minimum obat.

3. Perlu diterapkan metode analisis metode EOQ dan ROP untuk

menentukan jumlah dan waktu yang tepat dalam pemesanan obat sehingga

menghindari kekosongan obat.

4. Perlu dilakukan penentuan lead time setiap obat di rumah sakit, sehingga

bisa mengetahui waktu tunggu obat tersebut.

5. Pihak rumah sakit bisa memberikan laporan kepada LKPP terhadap pihak

distributor yang tidak sesuai dengan peraturan, sehingga pihak penyedia

bisa diberikan sanksi atas kerugian yang di alami oleh pihak rumah sakit.

6. Untuk Produsen/Principal harus lebih selektif dalam memilih distributor

sehingga pihak yang ditunjuk sebagai penyedia obat dapat melayani

seluruh kebutuhan obat.

123
Daftar Pustaka :

Abrams, Rhonda. Dan La plante Alice. 2008. Passion to profit business succes for

New Entrepreneurs. Tangerang: Azkia Publisher

Aditama, Tjandra Yoga. 2000. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi 1.

Jakarta: UI Press.

Adiyaksa, Ida Bagus. 2015. Evaluasi implementasi Pengadaan Obat berdasarkan

katalog elektonik (E-catalogue) di Kota Denpasar. Skripsi. Universitas

Udayana, Bali.

Afriadi. 2005. Evaluasi Manajemen Obat Di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan

Kabupaten Lampung Tengah. UGM : Tesis

Ali, M. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkann Kombinasi Metode

Konsumsi Dengan Analisis ABC Dan Reorder Point Terhadap Nilai

Persediaan Dan Turn Over Ratio Di Instalasi Farmasi RS Darul

Istiqomah Kaliwungu Kendal. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Anindito, Adi Prasetyo. 2011. Perencanaan Tata Letak Dan Sistem Informasi

Gudang Obat (studi kasus di PT Sapta Sari Tama). Universita

Diponogoro: Tesis.

Anumerta, Lea dan Er, Mahendrawathi. 2013. Pengembangan Sistem Manajemen

Persediaan Obat Terintegrasi Antar Gudang Farmasi Kesehatan Dan

Puskesmas Di Kabupaten Siduarjo. Institut Teknologi Sepuluh November

: Prosiding Seminar Nasional Mnajemen Teknologi XVII

124
Anshari, M. 2009. Aplikasi Manajemen Pengelolaan Obat Dan Makanan. Nuha

Medika, Yogyakarta.

Badarudin, Muhammad. 2015. Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat

Digudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu Kabpaten

Musi Banyuasin Palembang Tahun 2015. UIN Syarif Hidayatllah Jakarta :

Skripsi.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Calipinar, H. dan Soysal, M. 2012. e-Procurement  : A Case Study about the

Health Sector in Turkey. International Journal of Business and Social

Science, 3 No. 7: p 232–244.

Clark, Helena. 2004. Theories of change and Logic Models: Telling Them Apart.

Research Associate, Aspen Institute Roundatable on Community Change.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes. Evaluasi & Implementasi E-

catalogue obat. 2014.

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 2016. Implementasi

Pengadaan Obat Berdasarkan E-Catalogue Tahun 2016 & Evaluasi

Implementasi Tahun 2014 & 2015.

Djuhaeni, Henny . 1989. Pendekatan Sistem. Program Studi S2 Administrasi

Rumah Sakit.: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

125
Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik, Penelitian Kebudayaan.

Tangerang: Pustaka Widyatama.

Engko, Sosialine. M. 2016. Ketersediaan obat di era JKN : E-catalogue obat.

Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Febriawati. 2003. Gambaran Sistem Perencanaan Dan Pengadaan Persediaan

Obat Di Sub Bagian Gudang Farmasi RS Medika Permata Hijau. Program

Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Febriawat, Henny. 2013. Manajemen Logistik Rumah Sakit. Jakarta: Gosyen

Publishing.

Fudholi, Acmad., Dkk. 2015. Hubungan Penerapan Elektronik Katalog Terhadap

Efisiensi Pengadaan Dan Ketersediaan Obat. Jurnal Manajemen dan

Pelayanan Farmasi : Yogyakarta.

Gale, Nicola K., Dkk. 2013. Using The Frmawork Method For The Analysis Of

Qualitative Data In Multidisciplinary Health Research. Jurnal BMC

Medical Research Methodology.

Griffin, Ricky. 2004. Manajemen. Jakarta: Erlangga

Hamid, Sanusi. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:

Deepublish

Hani, Tri Muhammad. 2016. Extra-ordinary Problem Program JKN: obat. RSUD

Bayu asih Purwakarta : Jawa barat. (artikel)

126
Harsono,Mugi., Dkk. 2012. Analisis Efisiensi Pengelolaan Obat Pada Tahp

Distribusi Dan Penggunaan Di Puskesmas. Jurnal Manajemen Dan

Pelayanan Farmasi: UGM

Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba

Empat

Hukomas Setdijen. 2015. Pertemuan Rutin & Rapat Evaluasi Penggunaan e-

katalog Direktorat Bina Obat Publik dengan Industri Farmasi dan

Distributor. Kementerian Kesehatan RI.

Irmawati. 2014. Manajemen Logistik di rumah Sakit. Institute ilmu kesehatan:

university press.

Iskandar. 2009. METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF (Aplikasi untuk

Penelitian Pendidikan, Hukum, Ekonomi & Manajemen, Sosial, Humaniora,

Politik, Agama dan Filsafat). Jakarta: Gaung Persada (GP Press) Jakarta.

Istinganah, dkk. 2006. Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dar Dana APBD Tahun

2001-2003 terhadap Ketersediaan dan efisiensi Obat. Jurnal manjemen

pelayanan kesehatan. 09.31-41

Kemenkes RI .2013. Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan dalam

Persiapan Pelaksanaan JKN. Badan PPSDM Kemenkes RI, Jakarta

Kellog Foundation. 2004. Logic Model Development Guide. Michigan. Diakses

dari www.wkkf.org.

Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2008 tentang Pedoman Teknis pengadaan

obat publik dan perbeklana kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar.

127
Kusuma, Hendra. 2009. Manajemen Produksi: Perencanaan dan Pengendalian

Produksi. Edisi 4. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Laksito, Budhi. 2014. Perencanaan & Perancangan Arsitektur. Jakarta: Griya

Kreasi.

Lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah 2015. Implementasi

perpres No. 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

Ukai, Magdalena. 2009. Evaluasi Manajemen Obat Di Gudang Farmasi Dinas

Kesehatan Kabupaten Raja Ampat Irian Jaya Barat. UGM : Tesis

Moeloeng, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Moonti, Roy Marten. 2012. Pengaruh Internet dan Implikasinya terhadap

perjanjian jual beli : Artikel. Diakses dari :

download.portalgaruda.org/article.php?article=40552&val=3585

Nedialita, Ayu. 2014. Kinerja Panitia Pengadaan Barang Dan Jasa Secara

Elektronik (E-Procrument) Di Unit Layanan Pengadaan (Ulp) Pemerintah

Kota Surabaya. Jurnal Kebijakan Manjamen Publik.

Ningsih, Kori Puspita. 2013. Hubungan Beban Kerja dan Kepuasan Kerja

Dengan Kinerja Karyawan Di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Mata

Dr. YAP Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Skripsi

128
Ningsih, Andriyani 2015. Hubungan Penerapan Elektronik Katalog Terhadap

Efisiensi Pengadaan Dan Ketersediaan Obat Di RSUD Kelas B

Yogyakarta. Universitas gajah mada Yogyakarta. Tesis.

Nova, Rahadi Fitra. 2010. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan

Pasien rawat Inap pada rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.

Skripsi.

Nugroho, A. 2012. Cost Effectiveness Analysis Pengadaan Obat Antibiotik

Kelompok A Dengan Cara RSUD Dokter Soedarso Pontianak Dan Metode

EOQ Di RSUD Dokter Soedarso Pontianak . Depok: Universitas

Indonesia.

Nuraida, Ida 2008. Manjemen Administrasi Perkantoran. Yogyakarta: Kanisius.

Octadevi, Okky Mareta,. Dan Sasongko, Heru. 2016. Gambaran pengelolaan obat

pada indikataor procrument di RSUD Sukoharjo. Journal Of

Pharmaceutical Science And Clinical Research.

Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk

Pelayanan Kesehatan dasar tahun 2008

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014. Standar

Pelayaan Kefarmasian di rumah sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 63 tahun 2014 tentang

pengadaan obat berdasarkan kataog elektronik.

129
Pratiwi, Fitri. 2011. Evaluasi perencanaan dan pengadaan obat di Instalasi

Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang. UGM : Tesis.

Prawirosentono, Suryadi. 2007. Manajemen Operasi : Analisis Dan Studi Kasus.

Jakarta: Bumi Aksara

Pujawati, Helena. 2015. Analisis Sistem Pengadaan Obat Dengan Metode ABC

Indeks Kritis (Studi Nasional kasus pengadaan obat jaminan kesehatan

Nasional di rumah sakit panti rapih Yogyakarta). Universitas Sanata

Dharma : Tesis

Quick,J.1997. The Selection, P, Distribution and use of pharmaceuticals. In

Managing Drug Supply. Second Edition. Kumarian Press Book on

International Development.

Rahmawati, Erni. Dan Santosa, Stefanus. 2015. Informasi perencanaan

pengadaan obat kesehatan kabupaten boyolali. Politeknis Negeri

Semarang : Jurnal Pseudocode.

Ramli, Samsul. Ambardi, Muhammad Ide. 2015. Bacaaan wajib menyusun

Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Visemedia

Pustaka.

Rangkuti, Freddy. 1996. Manajemen Persediaan : Aplikasi di Bidang Bisnis. Edisi

1. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sa’adah, Evi., Dkk. 2014. Faktor yang mempengaruhi efisiensi perbekalan

farmasi di instalasi bedah sentral rumah sakit umum daerah gambiran

Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya : Vol 28

130
Siraitu, T. Justine. 2006. Anggaran sebagai alat bantu manajemen. Jakarta:

Gramedia Widiasarana

Sosialine, Engko M. 2015. Tata kelola dan perbekalan kesehatan terpadu. Rapat

koordinasi Nasional Ditjen Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan.

Stefanus, Bedjo. 2014. Evaluasi tentang implementasi program e katalog obat

2013 dan 2014. Diakses melalui http://binfar.depkes.go.id/v2/wp-

content/uploads/2014/11/EVALUASI-TENTANG-IMPLEMENTASI-

PROGRAM-E-CATALOGUE-OBAT-2013-2014.ppt.

Suciati, Suci dan Adisasmito, Wiku B.B. 2006. Analisis Perencanan Obat

Berdasarkan ABC Indeks Kritis Di Instlasi Farmasi. Jurnal manajemen

Pelayanan Kesehatan.

Sugiyono 2013. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, R&D. Bandung:

Alfabeta.

Supriyanto, Makmur. 2014. Tentang Ilmu Pertahanan. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia.

Suriatmoko 2015. Analisis penerapan e-procument obat dengan prosedur e-

purchasing berdasar E-catalogue di dinas kesehatan kabupaten/kota di

jawa tengah. Universitas gajah mada yogyakarta. Tesis.

Suryaningrum, Sri. 2015. Pengaruh beban kerja dan dukungan sosial terhadap

stress kerja pada perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Universitas egeri Yogyakarta: Skripsi.

131
Suryoningrat, Dewanto. 2015. Analisis pengadaan obat berbasis pareto dan VEN

dengan economic order quantity terhadapa efisiensi biaya di instalasi

farmasi RS PKU Muhammadiyah Bantul. Naskah Publikasi. Universitas

Muhammadiyah.

Suseno, Wahyu Hanggoro. 2008. Kontrak Perdagaan Melalui Internet (Electronic

Commerce) ditinjau dari hukum perjanjian. Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret : Skripsi

Syamsuni. 2006. Farmasetika dasar dan hitungan farmasi. Jakarta: EGC

Wardana 2008. Membuat Aplikasi Berbasis Pendekatan Sistem Denan Visual

Basic Net 2008. Jakarta: Pt Elex Media Komputindo.

Wasir, Riswandi. 2011. Evaluasi Dan Ketersediaan Obat, Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusoda Makasar. Universitas gajah mada: imu Kesehtan

masyarakat. –tesis.

Wicaksono, Frans Satriyo. 2008. Panduan lengka membuat surat-surat kontrak.

Jakarta: Transmedia Pustaka.

Yuliastini. 2014. Studi perencanaan dan penyimpanan obat di instalasi farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Pohuwato. Universitas Negeri Gorontalo:

Tesis.

132
Lampiran

133
Lampiran 1 Inform Concent
“Gambaran Penerapan Pengadaan Obat Berdasarkan E-catalogue

Di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan Tahun 2016 ”

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya Muhammad Luqman, mahasiswa Peminatan Manajemen Pelayanan


Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian sebagai
tugas akhir yang berjudul “Gamabran Penerapan Pengadaan secara E-purchasing
di Rumah Sakit Daerah Tangerang Selatan tahun 2016”.

Dengan ini peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk


berpartisipasi dalam penelitian ini untuk menjadi informan yang memberikan
keterangan secara luas, bebas, mendalam, benar dan jujur. Hasil informasi dan
keterangan yang diberikan nantinya akan dijadikan bahan masukan untuk
perencanaan pengadaan obat selanjutnya di instalasi Farmasi RSU Kota Tangsel.
Peneliti juga memohon untuk merekam pembicaraan selama proses wawancara
berlangsung dan peneliti akan menjamin kerahasiaan isi informasi yang diberikan
dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.

Terima kasih atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara/I yang telah


bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Peneliti,

Muhammad Luqman

134
Lampiran 2 Izin Penelitian

135
136
137
Lampiran 3 Pedoman Penelitian

a. Identitas Informan

Nama Informan :

Pendidikan :

Jabatan/Pekerjaan :

Hari/Tanggal Wawancara :

Dengan ini saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian yang berjudul

“Gambaran Penerapan Pengadaan Obat berdasarkan E-catalogue di Rumah Sakit

Umum Daerah Tangerang Selatan tahun 2016”.

Tangerang, __________2016

(……………………………….)

138
b. Pedoman Observasi

No Nama barang Jumlah

1. Komputer

2. Scanner

3. Printer

4. Komputer LCD 18”

5. Laptop

6. Penghancur kertas

7. Meja kerja

8. Ac 1 PK

9. Meja kerja ½ biro

10. Meja unitrend

11 Dan lain-lain

139
c. Pedoman Telaah Dokumen

No. Substansi Jenis dokumen Deskripsi

1 Prosedur Kerja Petugas Standar Operasional


Pengadaan Prosedur

2 Prosedur Kerja Kepala Standar Operasional


Instalasi Farmasi Prosedur

3 Prosedur Kerja Standar Operasional


Logistik Farmasi Prosedur

4 Petunjuk Teknis e- Pedoman


purchasing obat

5 Lembar -
Kontrak/perjanjian
pemesanan obat anatara
penyedia dan pembeli

6 Lembar realisasi -
penerimaan obat

7 Pelaporan terhadap -
pembelian secara e-
purchasing

8 Peraturan Menteri Peraturan Pemerintah


Kesehatan No. 63
Tentang Pengadaan
obat Berdasarkan E-
catalogue

9 Daftar obat yang ada di -


RSU Tangerang

140
Selatan

10 Buku Pengeluaran obat -

141
d. Pedoman Wawancara

SDM

1 Bagaimanakah menurut pendapat bapak/ibu dengan jumlah

petugas pengadaan sekarang ?

2 Bagaimanakah menurut pendapat bapak/ibu terhadap kinerja

atau kemampuan tugas pengadaan sekarang?

3 Siapa sajakah yang terlibat dalam proses pengadaan obat

berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing?

4 Bagaimanakah menurut bapak/ibu masalah SDM apa yang

paling sering terjadi dalam kegiatan Pengadaan obat?

Anggaran

1 Bagaimanakah anggaran yang disediakan untuk pengadaan

obat berdasarkan E-catalogue?

2 Berapa proporsi anggaran yang disediakan untuk pengadaan

obat E-catalogue?

3 Bagaimanakah penggunaan anggaran yang disediakan untuk

pengadaan obat secara E-purchasing apakah telah digunakan

dengan baik?

Kebijakan

1 Bagaimanakah kebijakan yang di rumah sakit terkait teknis

142
proses pengadaan obat secara E-purchasing?

2 Bagaimanakah sosialisasi Kebijakan proses Pengadaan Secara

E-purchasing di rumah sakit?

3 Bagaimanakah penerapan pelaksanaan Kebijakan Pengadaan

obat secara E-purchasing?

Sarana Dan Prasarana

1 Sarana dan prasana apa saja yang tersedia untuk proses

pengadaan obat secara E-purchasing?

2 Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana dalam

menunjang proses pengadaan obat secara E-purchasing?

Perencanaan Kebutuhan

1 Bagaimanakah proses perencanaan kebutuhan obat secara E-

purchasing (Jika ada sebutkan masing-masing proses)

2 Berdasarkan apa rencana kebutuhan obat dibuat?

3 Bagaimanakah kendala-kendala dalam pembuatan

perencanaan kebutuhan obat?

Pemesanan

1 Bagaimanakah proses pemesanan obat pada sistem pengadaan

obat secara E-purchasing dan Non E-purchasing ?

143
- Jelaskan kapan menggunakan E-purchasing dan

Non E-purchasing

2 Bagaimanakah kendala-kendala dalam proses pengajuaan

pemesanan obat pada sistem pengadaan obat secara E-

purchasing?

3 Bagaimana jika obat yang mau dipesan di katalog tidak

tersedia?

Perjanjian Kontrak

1 Bagaimanakah proses yang dilakukan untuk membuat

perjanjian kontrak pengadaan obat secara E-purchasing?

2 Bagaimanakah kendala atau masalah saat akan melakukan

perjanjian kontrak pengadaan obat secara E-purchasing?

Distribusi Obat

1 Bagaimanakah distribusi/pengiriman obat apakah telah sesuai

dengan kontrak yang telah dijanjikan?

2 Bagaimanakah jika obat yang diterima tidak sesuai dengan

obat yang dipesan?

Persediaan Obat

1 Bagaimanakah tingakat persediaan obat pada tahun ini?

144
2 Bagaimanakah tingkat persediaan obat apasaja yang

mempengaruhi tingkat persediaan obat di rumah sakit?

145
Lampiran 4 hasil observasi

146
148
149
c. Contoh Surat perjanjian

150
151
d. Laporan obat kosong

152
153
Lampiran 6 matriks Wawancara
No Pertanyaan Jawaban

Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Simpulan

1 Apakah posisi/jabatan Kepala Instalasi Pejanggung jawab Staff Petugas Kepala Gudang
bapak/ibu saat ini Farmasi perencanaan dan pengadaan PPHP Instalasi
pelaporan Farmasi

SDM

1 Bagaimanakah jumlah petugas Dari segi jumlah Dari segi Ada 2 orang
pengadaan masih petugas pengadan jumlah petugas petugas
menurut pendapat kekurangan orang. masih kurang pengadaan pengadaan
masih kurang . APBD 1 orang
bapak/ibu dengan Terdapat dua Terdapat dua petugas
petugas pengadaan petugas Terdapat dua
jumlah petugas pengadaan
E-purchasig pengadaan E- petugas BLUD. Untuk
pengadaan sekarang ? dengan dibantu purchasig dengan pengadaan E- pengadaan
oleh 1 staff dibantu oleh 1 purchasig
farmasi terdapat
staff dengan dibantu 2 orang dengan
oleh saya dibantu oleh
(staff) satu staff. Dari
pendapat
sebagian besar

154
menyatakan
bahwa jumlah
sdm telah cukup

2 Bagaimanakah Kinerja petugas Kinerja petugas Selama ini Belum


pengadaan selama pengadaan selama kinerja petugas ditemukan
menurut pendapat ini baik tidak dapat ini baik-baik saja, baik-baik saja kendala petugas
kendala terkait belum terdapat pengadaan
bapak/ibu terhadap
petugas pengadaan masalah. sehingga
kinerja atau prosesnya
berjalan dengan
kemampuan tugas baik

pengadaan sekarang?

3 Bagaimanakah Belum ditemukan Selama ini belum Belum ada Belum terdapat
kendala terkait ditemukan masalah terkait maslah terkait
menurut bapak/ibu SDM pengadaan masalah terkait SDM sumber daya
SDM Pengadaan Pengadaan manusia yang
masalah SDM apa
ada di
yang paling sering pengadaan
farmasi
terjadi dalam kegiatan

Pengadaan obat?

155
Anggaran

1 Bagaimanakah Anggaran kita untuk E-catalogue Anggaran yang Angggaran


berasal dari APBD dari APBD dan ada berasala berasala dari
anggaran yang dan BLUD. jika ada dari APBD dan APBD dan
kekurangan BLUD BLUD
disediakan untuk
dibantu dana dari
pengadaan obat BLUD

berdasarkan E-

catalogue?

2 Bagaimanakah Anngaran Anggaran Anngaran yang


digunakan dengan digubakan dengan digunakan telah
penggunaan anggaran baik, tidak terdapat baik, tidak ada maksimal
dana yang bersisa. dana yang bersisa. dengan tidak
yang disediakan
Obat yang Tidak ditemukan menyisakan
untuk pengadaan obat direncanakan juga kendala anggaran. Tidak
sudah terbeli kekurangan dana ditemukan juga
E-catalogue apakah sepenuhnya. kekurangan
anggaran karena
telah digunakan terdapat dua
sumber
dengan baik?
anggaran

156
Kebijakan

1 Bagaimanakah Terdapat Mengacu pada Kebijakan di Mengacu


Kebijakan PMK no 63 dampingi oleh terpada PMK
Kebijakan Pengadaan pengadaan Obat pengadaan obat keluarnya No 63 tentang
berdasarkan E- berdasarkan E- juknis dan pengadan obat
obat secara E-
catalogue secara E- catalogue secara prosedur di berdasarkan E-
purchasing di rumah purchasing, selain E-purchasing. rumah sakit. catalogue secara
itu mengikuti Dan Perpres 04 E-purchasing.
sakit? Perpres. Dan juga tahun 2015 Perpres 04 tahun
terdapat juknis dan tentang 2015 tentang
prosedur terkait pengadaan barang pengadaan
pengadaan obat. dan jasa. Dan barang dan jasa.
terdapat prosedur Serta prosedur
pengadaan, serta yang telah
juknis. ditetapkan di
Rumah sakit.

2 Bagaimanakah Dilkukan Sosialisasi Sosialisasi


sosialisasi setahun prosedur e- prosedur E-
sosialisasi kebijakan sekali. purchasing purchasing
biasanya dilakukan saat
terkait pengadan obat
dilakukan dengan kebijakan itu
secara E-purchasing berbarengan pertama kali
bimbingan dari dikeluarkan dan
di rumah sakit? LKPP. setiap tahun
dilakukan

157
bimbingan

3 Bagaimanakah Kebijakan telah Pengadaan obat Kebijakan Proses


diterapkan dengan secara E- mudah pengadaan
penerapan baik dikarenakan purchasing telah dipahami secara E-
telah dipahami dan diterapkan sesuai sehingga purchasing telah
pelaksanaan
memberikan dengan kebijakan mudah untuk diterapkan
Kebijakan terkait kemudahan bagi yang ada. diterapkan. sesuai dengan
pengguna. kebijakan yang
pengadaan secara E- telah ditentukan
.
purchasing?

Sarana dan Prasarana

1 Sarana dan prasana Sarana terdiri dari Sarana terdiri dari Sarana terdiri Saran dan
laptop, internet, meja, kursi, dari laptop, prasarana yang
apa saja yang tersedia alat tulis kantor, laptop/komputer, internet, alat diperlukan
meja, lemari, akses internet, tulis kantor, untuk proses
untuk proses
printer, kursi. lemari, printer, meja, lemari, pengadaan
pengadaan obat dan alat tulis printer, kursi. secara E-
Prasarana terdiri kantor. purchasing
secara E-purchasing dari ruangan kerja Prasarana berupa meja,
Prasarana terdiri terdiri dari printer,
dari ruang kerja. ruangan kerja lemari,kursi,
alat tulis kantor,
laptop atau

158
komputer ,akses
internet serta
ruang kerja.

2 Bagaimana Sarana dan Sarana dan Sarana dan Sarana dan


prasarana telah prasarana sudah prasarana disini prasarana yang
ketersediaan sarana cukup tersedia tersedia lebih dari sudah cukup ada telah
untuk menjalankan cukup untuk untuk mencukupi
dan prasarana dalam
proses pengadaan menjalankan menjalankan untuk
menunjang proses proses pengadaan proses mendukung
pengadaan. proses
pengadaan obat pengadaan
secara E-
secara E-purchasing. purchasing

Perencanaan Kebutuhan Obat

1 Bagaimanakah proses Perencanaan yang Perencanaan yang Perencanaan


digunakan digunakan adalah obat
perencanaan menggunakan metode konsumsi menggunakan
metode konsumsi dengan melihat metode
kebutuhan obat secara
dengan melihat jumlah obat konsumsi.
E-purchasing? (Jika trend pemakaian selama tiga tahun Setelah itu
selama tiga tahun terakhir. pemebelian obat
ada sebutkan masing- terakhir. akan di bagi ke
Lalu pemesanan obat E-
Setalah itu obat akan dibagi
catalogue dan

159
masing proses) pembelian akan sesuai Non E-
dibagi ke obat E- ketersediaan obat catalogue sesuai
catalogue dan non di E-catalogue. dengan
E-catalogue ketersediaanobat
di E-catalogue.

2 Berdasarkan apa Perencanaan dibuat Perencanaan Perencanan


berdasarkan dibau berdasarkan dibuat dengan
rencana kebutuhan pemakaian obat jumlah pemakaian memperhatikan
selama tiga tahun obat selama tiga penggunaan
obat dibuat?
terakhir dan tahun terakhir dan obat selam tiga
ketersediaan obat ketersediaan obat tahun terakhir
di portal E- yang ada di E- dan ketersediaan
catalogue catalogue obat di E-
catalogue.

3 Bagaimanakah Kendala dalam Kendala dalam Kendala dalam


perencanaan adalah perencanaan perencanaan
kendala-kendala beluam ada adalah metode adalah metode
panduan resep yang dipakai tidak yang kita pakai
dalam pembuatan
untuk dokter bisa mencegah adalah
perencanaan sehingga obat yang kekosongan obat. konsumsi, jadi
dipakai di tahun Karena metode ini jika ada
kebutuhan obat? sebelumnya belum melihat perubahan trend
tentu sama dengan pemakaian tahun- penyakit maka
tahun ke depan. tahun sebelumnya ketersediaan
jadi jika pada obat kita sulit

160
tahun ini ada untuk mengatasi
perubhan trend permintaan obat
penyakit atau yang baru.
penggantian
dokter maka obat
yang dibutuhkan
juga berubah dan
ketersediaan obat
di gudang tidak
siap mengahadapi
itu.

Pemesanan obat

1 Bagaimanakah proses dari farmasi terus Dari gudang ke Dari gudang Proses
ke kabid penunjang pengajuan
pemesanan obat pada terus ke PP terus kepala farmasinya menajukan ke pemesanan obat
pemebliaan secara dimulai dari
sistem pengadaan lalu ke pak kepala instalasi
E-purcahasing. perencanaan
obat secara E- surdjana, pak farmasi, lalu mengajukan ke
pembelian diluar kepala instalasi
purchasing? Prosedur E-catalogue jika surdjana nota diteruskan ke farmasi untuk
obat yang mau kita ditandatangani
secara E-purchasing. beli tidak ada di E- dinas ke pejabat kabid dan akan
catalogue selain itu dilanjutkan ke
juga melihat pengadaan untuk penunjang dan
Prosedur Non E- kabid penunjang
kebutuhan kita jika dan diteruskan

161
purchasing kita sudah mesan melakukan selanjutnya ke PPK.
obat di E-catalogue
tetapi tidak pemesanan obat. dilihat oleh Jika tidak
terdapat kendala
dikirimkan
Untuk kendala ppk. Setelah itu maka akan
sedangkan obat
sudah mau habis melakukan
dalam pemesanan baru akan
proses
atau kosong.
secara E- keluar nota pemesanan obat
dengan prosedur
purchasing, bisa dinas untuk E-purchasing,
dan jika
melakukan melakukan mengalami
kendala seperti
pemeblian diluar pemesana obat.
tidak
E-purchasing terdapatnya item
obat di E-
catalogue, tidak
disetujui
penyedia, serta
barang yang
dikirim tidak
sampai maka
akan dilakukan
pemebelian
diluar E-
catalogue

162
2 Bagaimanakah Kendala utama itu Kendala yang Kendala tahun Kendala dalam
pengajuan sering dihadapi ini sering pemesanan obat
kendala-kendala pemesanan obat adalah respon terlambatnya adalah waktu
sering telat, selain penyedia yang pengiriman pemesanan obat
dalam proses
itu juga pengiriman lama, pengiriman dari distributor yang sering
pengajuaan obat pernah telat, yang kadang obat, selain itu terlambat,
serta terkadang terlambat. Dan juga pengajuan pemesanan
pemesanan obat pada respon penyedia kendala lain yang kita dilakukan pada
lama. pengajuan yang lakukan sering saat stok obat
sistem pengadaan kita lakukan terlambat. sudah mau habis
sering terlambat Karena gudang dan kosong, hal
obat berdasarkan E-
sehingga obat maish ini
catalogue secara E- yang dipesan menggunakan menyebabkan
belum sampai sitem manual kekosongan di
purchasing? tetapi stok obat yang belum gudang obat,
digudang sudah terdapat sistem selian itu juga
habis. yang ditemukan
menginatkan kendala
jika obat mau terkadang
habis. peneydia lama
merespon
pemesanan
melalui E-
purchasing, dan
untuk pembelian
diluar e-

163
catalogue masih
sedikit obat
yang harganya
hampir sama
dengan harga
yang ada di E-
catalogue.

3 Bagaimana jika obat Pembelian Kita biasanya Pemeblian bisa Pemeblian


dilakukan dengan melakukan lelang dilakukan dilakukan
yang mau dipesan di menggunakan dengan lelang dengan metode
metode selaian E- diluar E-
katalog tidak
purchasing purchasing
tersedia? yaitu lelang

Perjanjian Kontrak

1 Bagaimanakah proses Perjanjian Surat perjanjain di Perjanjian


dilakukan dengan buat oleh PPK, dilakukan
yang dilakukan untuk mengupload surat setelah PPK buat melalui media
perjanjian di E- nanti diberikan online dengan
membuat perjanjian
catalogue. satu ke pejabat cara PPK
kontrak pengadaan Terdapat dua pengadan dan ada mengupload
perjanjian yaitu SP yang di upload surat perjanjian
obat secara E- (dibawah 50 juta) untuk penyedia. di E-catalogue.
dan SPK (diatas 50 Surat perjanjian
Selain itu surat

164
purchasing? juta). perjanjian ada dua terbagi dua yaitu
yaitu SP dan SPK SP (diabawah
50 juta) SPK
(diatas 50 juta)

2 Bagaimanakah Jarang terjadi Jarang terjadi Jarang terdapat


kendala. kendala, kendala.
kendala atau masalah terkadang
ditributor seusah
saat akan melakukan
dihubungi tapi
perjanjian kontrak sangat jarang.

pengadaan obat

secara E-purchasing?

Distribusi/pengiriman obat

1 Bagaimanakah Ada beberapa Jumlah obat Pengiriman Ada


ketidaksesuaian sering tidak sering ketidaksesuaian
distribusi/pengiriman yaitu jumlah obat sesuai serta terlambat dan dalam jumlah
dan waktu pengiriman jumlah obat obat, distributor
obat apakah telah
pengiriman obat. obat sering sering tidak memberikan
sesuai dengan kontrak Pihak distributor terlambat. sesuai serta surat kosong
sering melakukan ditributor menandakan
addendum untuk sering obat habis.
merubah waktu memberikan Pengiriman

165
yang telah dijanjikan? pengiriman surat kosong. sering terlambat
sehingga sesuai tetapi pihak
kontrak. distributor
mengubah
perjanjian waktu
pengiriman.

2 Bagaimanakah jika Jika tidak sesuai Terkadang Jika tidak Jika ada
distirbutor akan distributor sesuai ada ketdiaksesuaian
obat yang diterima mengirimkan surat sering perubahan maka akan ada
kosong dan sering mencicil kontrak. Kita surat kosong
tidak sesuai dengan
melakukan obat, jika juga sering atau perubhan
obat yang dipesan? perubahan tidak melakukan kontrak. Selain
perjanjian menyanggupi pemebelian itu rumah sakit
addendum jumlahnya diluar untuk sering
maka meraka mencegah melakukan
akan kekosongan pembelian
mengirimkan obat diluar untuk
surat kosong. mencegah
kekosongan
obat.

Ketersediaan Obat

1 Bagaimanakah Tingkat persediaan Terdapat beberapa Belum terlalu Dari sebagian


tahun ini cukup. obat kosong, bagus karena besar informan
tingakat persediaan sehingga belum ada beberapa menyatakan

166
obat pada tahun ini? baik. obat yang ketersediaan
kosong obat belum
bagus karna
terdapat
kekosongan
obat.

2 Bagaimanakah Tingkat persedian Pembelian Ada faktor dari Ada dua faktor
di pengaruhi oleh secara E- pembelian yang
tingkat persediaan keterlamabatan purchasing secara E- mempengaruhi
pemesanan obat sering menjadi purchasing yaitu
obat apasaja yang
dari gudang dan kendala karena yaitu keterlambatan
mempengaruhi keterlamabatan keterlambatan keterlambatan dalam
pengiriman dari pengiriman, dan serta pengajuan
tingkat persediaan distributor. tetapi kendala jumlah obat pemesanan serta
utama adalah yang tidak kendala dalam
obat di rumah sakit? keterlamabatan sesuai. Dan pembelian obat
pengajuan terdapat secara E-
pemesanan kendala lain purchasing.
yang yaitu
dilakukan. terlambatnya
pengajuan
pemesanan.

167
Lampiran 7 Triangulasi Data
No Domain Wawancara mendalam Observasi Telaah Dokumen

1 Sumber Daya Manusia Terdapat 3(tiga) petugas untuk - Tidak dokumen terkait
pengadaan E-catalogue kedua jumlah petugas, tetapi
petugas adalah Apoteker dan fungsi petugas pengadaan
satunya adalah staff pengadaan adalah mengajukan usulan
umum. pembelian dan melakukan
pembelian obat.

2 Anggaran Sumber anggaran berasal dari - -


APBD dan BLUD, anggaran yang
ada telah mencukupi untuk
melakukan pengadaan serta telah
dimanfaatkan secara optimal
dengan tidak ada sisa anggaran
yang digunakan.

3 Kebijakan Terdapat kebijakan Permenkes No. - Terdapat peraturan


63 tentang pengadaan obat pemerintah No 63 tentang
berdasarkan E-catalogue secara E- pengadaan obat secara E-
purchasing. Perpres No 04 tahun catalogue dan Perpres No
2015 tentang pengadaan barang 04 tahun 2015 tentang
dan jasa. Serta terdapat prosedur pengadaan barang dan jasa
dan juknis. serta prosedur pembelian
secara E-purchasing,
prosedur perencanaan,

168
prosedur pengadaan obat,
prosedur penerimaa, dan

4 Sarana dan Prasarana Sarana yaitu berupa meja, kursi, Meja, kursi,printer, scanner, Komputer, scanner, printer,
lemari buku/rak, komputer/mesin lemari buku/rak, komputer, laptop, penghancur kertas,
tik, alat tulis kantor, telepon, serta alat tulis kantor, telepon, AC, dan meja.
dilengkapi dengan akses internet serta internet yang stabil.
yang cepat.

Prasarana satu ruangan pengadaan


yaang berisikan pejabat pengadaan
dan staff

5 Proses perencanaan perencanaan dibuat berdasarkan - Di dalam prosedur


kebutuhuan metode konsumsi untuk perencanan belum
menentukan jumlah obat yang dijelaskan metode apa yang
dibeli, untuk pembelian obat E- dipakai tetapi dijelaskan
catalogue dilakukan pemeblian bahwa proses perencanaan
dengan cara memisahkan obat melibatkan koordinator
yang ada di E-catalogue dan non perbekalan di gudang serta
E-catalogue kepala gudang dan kepala
instalasi farmasi.

6 Proses pemesanan Proses pemesanan obat dilakukan Berawal dari PPK membuat
oleh beberapa pihak. Prosesnya rencana pelaksanaan
dimulai dari pihak perencanaan pengadaan (perencanaan ini
yang mengajukan ke kepala berawal dari perencanaan
instalasi farmasi untuk di farmasi di gudang) , lalu

169
tandatangani. Setelah itu pejabat pengadaan login
diteruskan ke kabid penunjang pada website dan memilih
dalam hal ini sebagai PPK dengan aplikasi e-procrument dan
persetujuan kepala seksi E-purchasing untuk
penunjang medis , maka kabid membuat paket, lalu input
penunjang akan memberikan nota dan kirim data pembelian
dinas ke pejabat pengadaan untuk permintaan pembeliaan,
melakukan pembelian secara E- setelah mengirimkan
purchasing. Setelah mengklik atau permintaan pembeliaan
mengirimkan permintaan maka maka akan dirimkan
selanjutnya menunggu respon dari persetujuan pembeliannya
pihak penyedia dari penyedia bisa berupa
penolakan atau penerimaan
setelah itu barulah
dilakukan perjanjian
kontrak dan pelaksanaan
kontrak

7 Proses perjanjian kontrak perjanjian kontrak pengadaan obat - PPK (pembeli) mengunduh
di RSU Kota Tangerang Selatan, format kontrak pengadaan
sering disebut SP atau surat dan melakukan kontrak
perjanjian. Pembeliaan dalam dengan
jumah nominal 50 (lima puluh) distributor/pelaksana
juta lebih maka akan dibuat Surat pekerjaan yang ditunjuk
perjanjian kontrak (SPK) dan jika oleh penyedia. Kesepakatan
diabwah 50 (lima puluh) juta yang sudah ada dalam
hanya dibuat Surat perjanjian biasa contoh format kontrak dapat

170
(SP). Selain itu Khusus untuk obat ditambah maupun dikurangi
narkotika / psikotropika / sesuai dengan perjanjian
prekursor harus ditambah surat yang disepakati antara PPK
keterangan khusus dari pihak (pembeli) dengan
farmasi dan tandatangan kepala distributor/pelaksana
instalasi farmasi. pekerjaan tersebut.

8 Proses distribusi atau Petugas PPHP yang menyatakan Jumlah obat yang sesuai
pengiriman bahwa penerimaan obat dari tim dengan pemesanan bisa
PPHP sering mendapatkan jumlah dilihat dari Laporan
obat yang tidak sesuai dengan Pembelian obat berdasarkan
perjanjian yang telah ditetapkan, E-catalogue secara E-
terkadang jumlah obat yang purchasing di Rumah Sakit
dikirim kurang dan dikirim dengan Umum Kota Tangerang
menyicil, dan terlebih lagi waktu selatan pada tahun 2016.
pengiriman yang sering telat dari Berdasarkan laporan
distributor, selain itu distrbutor tersebut diketahui bahwa
juga pernah tidak memenuhi rumah sakit telah
jumlah obat yang dipesan mereka melakukan proses
memberikan surat kosong sebagai pembelian obat sebanyak
alasan bahwa pihak distrbutor 293 jenis obat dengan 23
tidak bisa memenuhi jenis obat yang tidak
pesananKesesuaian jenis obat terealisasi atau tidak sesuai
yang dibeli dengan prosedur E- kontrak pada saat
purchasing di rumah sakit umum pemesanaan sebelumnya.
kota Tangsel telah sesuai. Semua Realisasi pengadaan obat
obat yang dikirimkan di rumah berdasarkan E-catalogue

171
sakit telah sesuai dengan pesanan secara E-purchasing pada
atau kontrak yang telah disepakati tahun 2016 tidak mencapai
bersama. Berdasarkan telaah 100% yaitu sebesar 87,26%.
dokumen diketahui ada 316 jenis
obat dan semuanya teah sesuai
dengan pesanan atau perjanjian
kontrak

Kesesuaian waktu pengiriman obat


berdasarkan E-purchasing obat
diketahui bahwa waktu
pengiriman obat dari distributor
sering terlambat, tetapi pihak
distributor mengajukan adendum
atau perpanjangan waktu kerja
sehingga pihak distributor tidak
mendapati denda atau melanggar
kontrak. Dokumen terkait dengan
waktu pengiriman obat tidak bisa
didapatkan oleh peniliti
dikarenakan keterbatasan data
yang bisa diakses, sehingga hanya
didapatkan data dari wawancara
mendalam

9 Ketersediaan obat Ketersediaan obat di gudang Berdasarkan buku kosong di


belum bagus dikarenakan ada gudang farmasi stok kosong

172
beberapa obat yang kosong, salah yang pernah terjadi pada
satu faktornya adalah waktu tahun 2016 adalah sebanyak
tunggu obat di E-catalogue lalu 127 macam obat dan 62
ketidakmampuan distributor dalam macam obat yang
mencukupi jumlah obat. mempunyai stok yang
hampir habis.

173

Anda mungkin juga menyukai