Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENTASI

FLOW CYTOMETRY

ALEXANDER FERNANDO
196070122011006
Dual Degree

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KELAS DUAL DEGREE


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Flow cytometry merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengukur
berberapa karateristik fisik dari suatu populasi sel atau partikel. Secara historis,
Flow cytometry dulunya hanya mampu mendeteksi ukuran dari sel. Namun, seiring
dengan perkembangan jaman, Alat ini mampu untuk mendeteksi hingga lebih dari
14 parameter yang ada di dalam sel (Wilkerson, 2012). Flow cytometry mendeteksi
parameter-parameter karakteristik sel satu per satu secara simultan saat setiap sel
tersebut dilewatkan pada detektor.
Kerja dari Flow cytometery bergantung pada kemampuan dari sel sampel
untuk membaurkan cahaya (light scattering) dan emisi fluorosensi (fluoroscene
emission). Pembauran cahaya berkaitan langsung dengan morfologi dan struktur
dari sel. Sementra itu, emisi fluorosensi berhubungan dengan fluorescene probe
yang terikat dengan sel atau komponen selulernya (Macey, 2010). Data yang
diperoleh dapat memberikan informasi yang berharga tentang karakteristik
biokimia, biofisik, dan aspek molekuler dari suatu partikel (Adan et al., 2017).
Keuntungan utama dari penggunaan flow cytometry adalah dapat mengukur banyak
parameter sekaligus, menganalisa satu sel (sensitifitas lebih baik dari teknik
tradisional seperti spectrophotometry), dan kecepatannya yang sangat tinggi
(ribuan sel per detik) (Telford et al., 2004).

Gambar 1.1 Prinsip kerja flow cytometry (Givan., 2013)


Komponen utama dari flowcytometer adalah adalah fluidics, optics
(Excitation dan collection), detektor, dan komputer. Fluidic bertanggung jawab
terhadap mengarahkan sampel cairan pada sumber cahaya. Excitation optics
bertujuan untuk mengdokuskan cahaya menuju sampel sementara collection optics
menangkap cahaya yang terbaurkan serta menangkap sinyal emisi fluorosens.
SInyal-sinyal tersebut kemudian diteruskan pada detektor dan dapat diolah pada
computer.
Secara umum, terdapat 2 tipe Flow cytometry yaitu: (1) non-sorting dan (2)
sorting. Tipe Non-sorting hanya melakukan deteksi karakteristik partikel melalui
light scattering dan juga fluorescene emission lalu direkam untuk diolah sebagai
data. Namun, untuk tipe sorting, selain mendeteksi karateristik partikel, Flow
cytometry ini juga dapat mensorting (membagi) sel menjadi kelompok tertentu
berdasarkan karateristiknya. Salah satu contohnya adalah Fluorescent activated cell
sorters (FACS), tipe spektrofotometer yang dapat mensortir sel berlabel
fluoroscene dari populasi sel campuran.
Salah satu pemeriksaan yang sering digunakan pada Flow cytometry adalah
yaitu pemeriksaan limfosit. Sebagian besar limfosit mempunyai struktur yang sama
namun memiliki sifat heterogen dalam hal fungsi. Untuk membedakannya dapat
ditentukan dengan protein CD (Cluster of differentiation). CD merupakan protocol
yang digunakan untuk immunotyping dengan mengidentifikasi dan menginvestigasi
permukaan sel. Pemeriksaan ini dapat diaplikasikan pada kontrol terapi autoimun,
imunosupresif, imunodefisiensi, serta studi pada kasus infeksi HIV (Human
Immunodeficiency Virus) dengan mengukur subpopulasi limfosit dengan antibodi
monoklonal (Barbesti et al., 2005). Berdasarkan hal tersebut dilakukan praktikum
untuk mendeteksi keberadaan sel limfosit T CD4+ dan CD3+ dari sampel darah

1.2 TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mendeteksi keberadaan sel limfosit T CD4+
dan CD3+ dari sampel darah
BAB 2
PROSEDUR PRAKTIKUM

2.1 ALAT DAN BAHAN


2.1.1 Alat dan Bahan Isolasi Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC)
Alat
1. Tabung sentrifus 15 ml
2. Micropipette
3. Swing Centrifuge
4. Vacutainer EDTA
Bahan
1. Ficoll-Hipaque d=1.077 g/mL
2. Phosphat Buffer Saline (PBS)/Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS)
1X
3. Sample darah (Whole Blood)
2.1.2 Alat dan Bahan Staining dengan sel surface marker untuk FCM
Alat
1. Tabung sentrifus 1,5 ml
2. Disposable tips
3. Sentrifuge dingin
4. Micropipette
5. BD Falcon kuvet fcm
6. BD FACS Calibur
Bahan
1. FITC Mouse Anti-Human CD4 (BD Pharmingen, Cat. 555346)
2. Stain Buffer (BD Pharmingen, Cat. 554656)
3. FACSFlow (BD, cat.no. 342003)
2.2 Metode
2.2.1 Isolasi Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC)
1. Semua bahan yang diperlukan dikeluarkan dari lemari pendingin dan
dibiarkan sampai suhu ruang.
2. Disiapkan tabung sentrifus 15 ml dan diisi dengan Ficoll-Hipaque
d=1.077 g/mL (1:1) dengan jumlah sampel darah
3. Sampel darah dalam vacutainer EDTA yang akan diuji, dibolak-balik
perlahan agar homogen kemudian dicampur 1:1 dengan PBS/HBSS.
Kemudian diambil dengan micropipette dan disalutkan secara perlahan
pada dinding tabung sentrifus 15 mL yang sudah diisi FicollHipaque
d=1.077 g/mL maka akan terbentuk 2 lapisan.
4. kemudian disentrifuge suhu ruang kecepatan 1600 rpm selama 30 menit.
5. Setelah disentrifuge akan terpisah menjadi 5 lapisan, yaitu plasma, sel
PBMC, Ficoll-Hipaque, granulosit dan sel darah merah.
6. Cincin PBMC yang terbentuk diambil secara perlahan menggunakan
micropipette dan diletakkan dalam Botol sentrifus 15 ml yang baru.
7. Larutan PBMC kemudian dicuci dengan PBS/HBSS 10 ml dan
disentrifuge suhu ruang dengan kecepatan 1200 rpm selama 10 menit.
8. Supernatan dibuang dan pelet sel yang terbentuk dicuci kembali dengan
PBS/HBSS dan disentrifuge kembali pada suhu ruang 1200 rpm selama
10 menit, dilakukan dua kali.
9. Setelah disentrifuge maka akan terbentuk pelet (sel PBMCs) pada dasar
tabung sentrifus 15 ml.
2.2.2 Staining dengan sel surface marker untuk FCM
1. Pelet sel dicuci dengan sel staining buffer 1 kali
2. Kemudian disentrifus pada kecepatan 2500 rpm, 3 menit, suhu 4 derajat
3. Supernatan dibuang dan Pelet sel yang terbentuk siap untuk distaining
dengan antibodi sel surface marker (5 uL Ab per sampel yang telah
diencerkan 1:10 dalam sel staining buffer).
4. Antibodi yang telah diencerkan kemudian diambil sebanyak 50 µl dan
di campurkan dengan pelet sel dan dihomogenkan.
5. Pelet sel yang telah diberi antibodi diinkubasi selama 20 menit dalam
gelap di suhu ruang.
6. Setelah inkubasi ditambahkan 500 uL sel staining buffer dan
dihomogenkan kembali.
7. dilanjutkan tahap intraselular staining
BAB 3
HASIL

Sampel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) diperoleh dari sampel


darah melalui metode sentrifugasi gradien densitas menggunakan Ficoll
Histopaque. Hasil sentrifugasi akan terbentuk 5 lapisan dimana lapisan PBMC
berbentuk cincin berada pada lapisan ke-2 dari atas (Gambar 2).

Gambar 2. Lapisan PBMC setelah Sentrifugasi


Lapisan PBMC kemudian diberi pelakukan berupa pencucian dan diperoleh
peletnya. PBMC kemudian dilakukan uji flow cytometry. Hasil dari pemeriksaan
flow cytometry pada 3 sampel darah digambarkan dalam grafik seperti pada Gambar
3, Gambar 4, dan Gambar 5.

Gambar 3. Hasil Flow Cytometry Sampel 1


Gambar 4. Hasil Flow Cytometry Sampel 2

Gambar 5. Hasil Flow Cytometry Sampel 3


BAB 4
PEMBAHASAN

Sampel yang digunakan dalam analisis Flowcytometry adalah Peripheral


blood kononuclear cell (PBMC) yang berada di dalam darah, Sel ini mengandung
turunan limfosit sekitar 70-90% (sel T, sel B, dan sel NK) dan sisanya merupakan
turunan monosit (sel dendritik dan makrofag). Adapun komposisi dari PBMC pada
manusia ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi PBMC dalam Manusia
Human PBMC Persentase

Sel PBMC diperoleh melalui metode sentrifugasi gradien densitas


menggunakan Ficoll Histopaque. Metode ini menggunakan sentrifugasi untuk
memisahkan komponen dengan densitas yang berbeda. Pada praktikum ini, untuk
sampel darah manusia, digunakan medium Ficoll dengan denstas 1.077 g/ml.
Medium ini digunakan untuk secara efisien memisahkan PBMC yang densitasnya
<1,077 g/ml dengan sel darah merah dan granulosit yang densitasnya >1,077 g/ml.
Setelah itu, dilakukan pengecatan pada pellet PBMC yang diperoleh.
Kemudian, dilakukan running pada semua sampel dan data dianalisa menggunakan
Cell Quest Pro. Data yang diperoleh pertama pada ketiga sampel adalah Grafik FSC
vs SSC (Forward versus side scatter). FSC disebarkan pada arah yang sama dengan
laser dan menggambarkan morfologi dan ukuran sel seluler, sedangkan SSC
disebarkan dengan sudut 90˚ dari arah laser dan berbanding lurus dengan
granularitas sel (struktur di dalam sel) atau densitas suatu sel (Picot, 2012).

Gambar 6. Skema FSC vs SSC (Adan et al., 2017)


Grafik FSC-A vs SSC-A digunakan untuk melakukan gating pada sampel
sehingga dapat memilih sebagian sel yang ingin diamati (cells of interest).
Berdasarkan literatur, Gambar 7 menunjukkan regio populasi sel yang ada pada
Flow cytometry sampel Peripheral blood mononuclear cells (PBMCs). Bagian pada
sampel 1-3 yang diperkirakan sebagai limfost berdasarkan literatur kemudian
dilakukan gating untuk pemeriksaan selanjutnya.

Gambar 7. Regio Populasi sel pada sampel PBMC pada grafik FSC vs SSC
Riley dan Idowu, 2008)
Setelah melakukan gating pada sebagian sel (cells of interest), dalam hal ini
kita memilih populasi sel limfosit, diperoleh proporsi sel pada sampel 1-3 berturut-
turut mencapai 86,26%; 92,65% dan 88,72% dari total sel dalam sampel. Kemudian
dari populasi sel limfosit, diperoleh grafik FSC vs CD45. CD45 atau yang dulunya
disebut sebagai leukocyte common antigen (LCA) merupakan biomarker paling
umum dari leukosit manusia. Grafik ini digunakan untuk menyeleksi lagi sel
limfosit yang akan dijadikan sebagai cell of interest. Cell of intertest yang akan
dianalisis adalah sel yang mengekspresikan CD45 dengan kuat (cutoff >102). Sel
yang mengekspresikan CD45 <102 diperkirakan adalah debris sel atau sel lainnya
yang masih ada pada gating ada pada gating yang pertama (Saksena et al., 2016).
Grafik Flow cytometer CD3 vs CD4 digunakan untuk mebedakan sel limfosit.
CD3 merupakan ko-reseptor pada sel T yang beguna untuk mengaktivasi sel T
sitotoksik (CD8+ T cell) dan juga sel T helper (CD4+ T cell). CD3 digunakan
sebagai marker dasar dari sel limfosit T. Sementara itu, CD4 merupakan marker
yang ditemukan utamanya adala sel limfosit T helper. Pada grafik ini terdapat 4
kuadran yang mewakili 4 populasi limfosit yang berbeda:
1. Kuadran LL: menunjukkan sel limfosit dengan CD4- dan CD3- yang berarti
bukan merupakan sel limfosit T. kemungkinan adalah sel limfosit B.
2. Kuadran LR: menunjukkan sel limfosit dengan CD4- dan CD3+ yang
berarti merupakan sel limfosit bukan sel T Helper. Kemungkinan adalah
sel limfosit T sitotoksik (CD8+ T cell)
3. Kuadaran UL: menunjukkan sel limfosit dengan CD4+ dan CD3-.
Populasinya cukup sedikit dan tidak penting secara klinis
4. Kuadran UR: menunjukkan sel limfosit dengan CD3+ dan CD4+ yang
berarti merupakan sel Limfosit T helper.
Hasil Praktikum menunjukan bahwa rata-rata persentase populasi kuadaran
LL, LR, UL, dan UR berturut-turut adalah 22,36%; 30,89%; 7,13%; dan 30,15%.
DAFTAR PUSTAKA

Adan, A., Alizada, G., Kiraz, Y., Baran, Y. and Nalbant, A., 2017. Flow cytometry:
basic principles and applications. Critical reviews in biotechnology, 37(2),
pp.163-176.
Barbesti, S., Soldini, L., Carcelain, G., Guignet, A., Colizzi, V., Mantelli, B.,
Corvaglia, A., Tran‐Minh, T., Dorigatti, F., Autran, B. and Lazzarin, A.,
2005. A simplified flow cytometry method of CD4 and CD8 cell counting
based on thermoresistant reagents: Implications for large scale monitoring of
HIV‐infected patients in resource‐limited settings. Cytometry Part B:
Clinical Cytometry: The Journal of the International Society for Analytical
Cytology, 68(1), pp.43-51.
Givan, A.L., 2013. Flow cytometry: first principles. John Wiley & Sons.
Macey MG. 2010. Principles of flow cytometry. Flow cytometry: principles and
applications In: Macey MG, ed. Totowa (NJ): Humana Press, 1–15.
Picot, J., Guerin, C.L., Le Van Kim, C. and Boulanger, C.M., 2012. Flow
cytometry: retrospective,fundamentals and recent
Instrumentation. Cytotechnology, 64(2), pp.109-130.
Riley, R. and Idowu, M., 2008, June. Principles and Applications of Flow
Cytometry. In Hematology/oncology lymph node seminar for medical ii
students, Department of Pathology-Medical College of Virginia/VCU Health
SystemsVirginia Commonwealth UniversityRichmond, VA.
Saksena, A., Gautam, P., Desai, P., Gupta, N., Dubey, A.P. and Singh, T., 2016.
Side scatter versus CD45 flow cytometric plot can distinguish acute
leukaemia subtypes. The Indian journal of medical research, 143(Suppl 1),
p.S17.
Telford, W.G., Komoriya, A. and Packard, B.Z., 2004. Multiparametric analysis of
apoptosis by flow and image cytometry. In Flow Cytometry Protocols (pp.
141-159). Humana Press.
Wilkerson, M.J., 2012. Principles and applications of flow cytometry and cell
sorting in companion animal medicine. Veterinary Clinics: Small Animal
Practice, 42(1), pp.53-71.
LAMPIRAN

Lapisan PBMC Sampel darah + Ficoll

Pelet PBMC

Anda mungkin juga menyukai