Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

KEWIRAUSAHAAN

DISUSUN OLEH :

INEKE CHIAPARA
D1011 16 1103

UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK SIPIL
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha ESA, karena dengan
limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat membuat dan
menyelesaikan makalah tentang Klasifikasi Etika ( etika profesi, etika bisnis, etika
agama dan etika social) sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, guna memenuhi
tugas mata kuliah KWU.

Kami selaku penyusun sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah


ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang
bersifat konstruktif. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
kelangsungan proses belajar mengajar dikelas khususnya.

Pontianak, 13 Februari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Definisi Etika
Menurut para ahli etika adalah :
1. Menurut K. Bertens: Etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral,
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur perilaku.
2. Menurut W. J. S. Poerwadarminto: Etika merupakan studi tentang
prinsip-prinsip moralitas (moral).
3. Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno: Etika adalah ilmu yang
mencari orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan dalam
tindakan manusia.
4. Menurut Ramali dan Pamuncak: Etika adalah pengetahuan tentang
perilaku yang benar dalam profesi.
5. Menurut H. A. Mustafa: Etika adalah ilmu yang menyelidiki, yang baik
dan yang buruk untuk mengamati tindakan manusia sejauh bisa
diketahui oleh pikiran.
Jadi bisa disimpulkan bahwa, Etika adalah nilai-nilai ataupun
pegangan yang menjadi acuan seseorang dalam bertindak, berfikir ataupun
bertingkah laku sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan atau sudah diatur.
1.2. Etika Kewirausahaan
Suatu kegiatan haruslah dilakukan dengan etika atau norma-
norma yang berlaku di masyarakat bisnis. Etika atau norma-norma ini
digunakan agar para pengusaha tidak melanggar aturan yang telah
ditetapkan dan usaha yang telah dijalankan memperoleh simpati dari
berbagai pihak. Pada akhirnya, etika tersebut ikut membentuk pengusaha
yang bersih dan dapat memajukan serta membesarkan usaha yang
dijalankan dalam waktu yang relatif lebih lama.
Dalam etika berusaha perlu ada ketentuan yang mengaturnya.
Adapun ketentuan yang diatur dalam etika wirausaha secara umum adalah
sebagai berikut :
1. Sikap dan prilaku seorang pengusaha harus mengikuti norma yang
berlaku dalam suatu negara atau masyarakat.
2. Penampilan yang ditunjukan seseorang pengusaha harus selalu apik,
sopan, terutama dalam menghadapi situasi atau acara-acara tertentu.
3. Cara berpakain pengusaha juga harus sopan dan sesuai dengan tempat
dan waktu yang berlaku.
4. Cara berbicara seorang pengusaha juga mencerminkan usahanya, sopan,
penuh tata krama, tidak menyinggung atau mencela orang lain.
5. Gerak-gerik pengusaha juga dapat menyenangkan orang lain, hindarkan
gerak-gerik yang dapat mencurigakan.
Kemudian, etika atau norma yang harus ada dalam benak dan
jiwa setiap pengusaha adalah sebagai berikut :
1. Kejujuran
Seorang pengusaha harus selalu bersikap jujur, baik, dalam
berbicara maupun bertindak. Jujur ini perlu agar berbagai pihak percaya
terhadap apa yang akan dilakukan. Tanpa kejujuran, usaha tidak akan
maju dan tidak di percaya konsumen atau mitra kerjanya.
2. Bertanggung Jawab
Pengusaha harus bertangungjawab terhadap segala kegiatan
yang dilakukan dalam bidang usahanya. Kewajiban terhadap berbagai
pihak harus segera diselesaikan. Tanggung jawab tidak hanya terbatas
pada kewajiban, tetapi juga kepada seluruh karyawannya, masyarakat
dan pemerintah.
3. Menepati Janji
Pengusaha dituntut untuk selalu menepati janji, misalnya dalam
hal pembayaran, pengiriman barang atau penggantian. Sekali seorang
pengusaha ingkar janji hilanglah kepercayaan pihak lain terhadapnya.
Pengusaha juga harus konsisten terhadap apa yang telah dibuat dan
disepakati sebelumnya.
4. Disiplin
Pengusaha dituntut untuk selalu disiplin dalam berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan usahanya, misalnya dalam hal waktu
pembayaran atau pelaporan kegiatan usahanya.
5. Taat Hukum
Pengusaha harus selalu patuh dan menaati hukum yang berlaku,
baik yang berkaitan dengan masyarakat ataupun pemerintah.
Pelanggaran terhadap hukum dan peraturan telah dibuatkan berakibat
fatal dikemudian hari. Bahkan, hal itu akan menjadi beban moral bagi
pengusaha apabila tidak diselesaikan segera.
6. Suka Membantu
Pengusaha secara moral harus sanggup membantu berbagai
pihak yang memerlukan bantuan. Sikap ringan tangan ini dapat
ditunjukan kepada masyarakat dalam berbagai cara. Pengusaha yang
terkesan pelit akan dimusuhi oleh banyak orang.
7. Komitmen dan Menghormati
Pengusaha harus komitmen dengan apa yang mereka jalankan
dan menghargai komitmen dengan pihak-pihak lain. Pengusaha yang
menjungjung komitmen terhadap apa yang telah diucapkan atau
disepakati akan dihargai ol;eh berbagai pihak.
8. Mengejar Prestasi
Pengusaha yang sukses harus selalu berusaha mengejar prestasi
setinggi mungkin tujuannya agar perusahaan dapat terus bertahan dari
waktu ke waktu. Prestasi yang berhasil dicapai perlu terus ditingkatkan.
Disamping itu, perusaha juga harus tahan mental tidak mudah putus asa
terhadap berbagai kondisi dan situasi yang dihadapi.
Etika yang berlakukan oleh pengusaha terhadap berbagai pihak
memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan etika tersebut harus sejalan dengan
tujuan perusahaan. Di samping memiliki tujuan, etika juga sangat
bermanfaat bagi perusahaan apabila dilakukan secara sungguh-sungguh.
Berikut ini beberapa tujuan etika yang selalu ingin dicapai oleh perusahaan
:
1. Untuk persahabatan dan pergaulan
Etika dapat meningkatkan keakraban dengan karyawan,
pelanggan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Suasana akrab
akan berubah menjadi persahabatan dan menambah luasnya pergaulan.
Jika karyawan, pelanggan, dan masyarakat menjadi akrab, segala urusan
akan menjadi lebih mudah dan lancar.
2. Menyenangkan orang lain
Sikap menyenangkan orang lain merupakan sikap yang mulia.
Jika kita ingin dihormati, kita harus menghormati orang lain.
Menyenangkan orang lain berarti membuat orang menjadi suka dan puas
terhadap pelayanan kita. Jika pelanggan merasa senang dan puas atas
pelayanan yang diberikan, diharapkan mereka akan mengulangnya
kembali suatu waktu.
3. Membujuk pelanggan
Setiap calon pelanggan memiliki karakter tersendiri. Kadang-
kadang seorang calon pelanggan perlu dibujuk agar mau menjadi
pelanggan. Berbagai cara dapat dilakukan perusahaan untuk membujuk
calon pelanggan. Salah satu caranya adalah melalui etika yang
ditunjukkan seluruh karyawan perusahaan.
4. Mempertahankan pelanggan
Ada anggapan mempertahankan pelanggan jauh lebih sulit dari
pada mencari pelanggan. Anggapan ini tidak seluruhnya benar, justru
mempertahankan pelanggan lebih mudah karena mereka sudah
merasakan produk atau layanan yang kita berikan. Artinya, mereka
sudah mengenal kita lebih dahulu. Melalui pelayanan etika seluruh
karyawan, pelanggan lama dapat dipertahankan karena mereka sudah
merasa puas atas layanan yang diberikan.
5. Membina dan menjaga hubungan
Hubungan yang sudah berjalan baik harus tetap dan terus
dibina. Hindari adanya perbedaan paham atau konflik. Ciptakan
hubungan dalam suasana akrab. Dengan etika hubungan yang lebih baik
dan akrab pun dapat terwujud.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Klasifikasi Etika
A. Etika Profesi
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian atau keterampilan dari pelakunya.
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
“Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap
mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi
untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas
profesionalnya.
Profesionalisme juga dapat dikatakan sebagai paham atau
keyakinan bahwa sikap dan tindakan aparatur dalam
menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan selalu
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan nilai-nilai profesi aparatur
yang mengutamakan kepentingan publik.
Etika Profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan
pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh
ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka
melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Berikut pengertian etika profesi menurut para ahli yaitu:
1. Anang Usman, (SH., MSi.)
Definisi Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan
keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka
kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota
masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang
seksama
2. Suhrawardi Lubis, (1994 : 6-7)
Etika profesi menurut Suhrawardi Lubis adalah sikap hidup
berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional
terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai
pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban
terhadap masyarakat.
3. H. A. Mustafa
Pengertian Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik
dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
1. Prinsip Etika Profesi
Berikut adalah prinsip-prinsip yang harus digunakan dalam
etika profesi :
 Prinsip Tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud
adalah terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap
hasilnya. Serta terhadap dampak dari profesi itu untuk
kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
 Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk
memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
 Prinsip Kompetensi, melaksanakan pekerjaan sesuai jasa
profesionalnya, kompetensi dan ketekunan
 Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku konsisten dengan
reputasi profesi.
 Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi.

B. Etika Bisnis
1. Pengertian Etika Bisnis
Dalam setiap aktivitas, ada aturan- aturan tertentu yang harus
dipatuhi, entah itu aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis.
Begitupun dalam dunia bisnis. Ada etika- etika yang harus
dijalankan agar bisnis berjalan baik.
Tanpa adanya etika dalam berbisnis, persaingan antar
perusahaan bisa menjadi tidak sehat, konsumen dirugikan,
pencemaran lingkungan terjadi ataupun memunculkan praktek
monopoli perdagangan.
Etika bisnis adalah pedoman dalam menentukan benar atau
tidaknya suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dalam
menjalankan bisnis.
2. Tujuan Etika Bisnis
Etika bisnis memiliki tujuan untuk memberikan dorongan
terhadap kesadaran moral serta untuk memberikan batasan-
batasan bagi pengusaha ataupun pembisnis agar dapat
menjalankan bisnis dengan jujur dan adil serta menjauhkan diri
dari bisnis curang yang merugikan banyak orang atau pihak
yang memiliki keterikatan.
Selain itu, etika bisnis memiliki tujuan agar bisnis dapat
dijalankan dan diciptakan seadil mungkin dan disesuaikan
dengan hukum yang telah disepakati. Etika bisnis dapat
memberikan motivasi kepada para pelaku bisnis untuk terus
meningkatkan kemampuan mereka.
Serta etika bisnis dimaksudkan untuk menjauhkan suatu
perusahaan atau pelaku bisnis dari citra yang tidak baik karena
biasanya perusahaan atau pembisnis yang tidak memiliki etika
bisnis dapat merugikan orang lain.
3. Prinsip Etika Bisnis
a) Prinsip Kejujuran Etika Bisnis
Pelaku bisnis diharuskan memiliki prinsip kejujuran
agar mendapatkan kunci keberhasilan yang bertahan untuk
jangka waktu lama. Jika terdapat seorang pembisnis yang
berlaku tidak jujur dan curang maka kemungkinan besar
tidak akan ada pelaku bisnis yang bersedia untuk melakukan
kerja sama.
Sikap kejujuran sendiri biasanya dikaitkan dengan
harga barang yang telah ditwarkan.Dalam berbisnis secara
modern, kepercayaan konsumen merupakan hal yang sangat
penting. Oleh sebab itu pelaku bisnis dihimbau untuk
memberikan informasi yang sebenarnya terhadap para
konsumen
b) Prinsip Ekonomi Teknis
Prinsip otonomi pada etika bisnis adalah kemampuan
dan sikap seseorang saat mengambil tindakan dan keputusan
yang berdasarkan kesadarannya sendiri mengenai apa yang
dianggapnya baik yang bisa dilakukan.
Jika orang sadar dalam melakukan kewajibannya
dalam berbisnis maka dikatan orang tersebut sudah memiliki
prinsip otonomi dalam beretika bisnis. Sebagai contoh dia
paham mengenai bidang pekerjaannya dengan situasi dan
tuntutan yang akan dihadapinya dan mengetahui aturan apa
saja didalam bidang pekerjaannya.
Selain, itu seseorang yang sudah memiliki fungsi
otonomi akan sadar tentang risiko dan akibat yang akan
muncul terhadap dirinya dan orang lain yang sebagai pelaku
bisnis. Pada umumnya seseorang yang memiliki prinsip
otonomi akan lebih menyukai diberikan kebebasan dan
kewenangan untuk melakukan hal yang dianggapnya baik.
c) Prinsip Saling Memberi Keuntungan Etika Bisnis
Pelaku bisnis harus menjalankan bisnisnya dengan
sebaik mungkin agar masing-masing pihak yang terkait
mendapatkan keuntungan. Sama seperti prinsip keadilan,
prinsip memberi keuntungan juga memiliki tujuan untuk
menghindarkan salah satu pihak saja yang untung.
Misalnya saja, pengusaha harus memberikan harga
sebenarnya suatu barang terhadap konsumen serta
memberikan pelayanan sebaik mungkin untuk memberikan
kepuasan konsumen. Oleh karena itu prinsip saling
memberikan keuntungan harus dipegang erat.
d) Prinsip Keadilan Etika Bisnis
Prinsip yang satu ini mengharuskan pelaku bisnis
diperlakukan secara adil dan disesuaikan dengan kriteria
rasional. selain itu pun mengharuskan seseorang agar dalam
menjalankan suatu bisnis harus memperlakukan relasi
internal dan eksternal secara sama dan memberikan hak
mereka masing-masing. Hal ini bertujuan untuk menjauhkan
kerugian terhadap salah satu pihak pelaku bisnis
e) Prinsip Integritas Moral Etika Bisnis
Dalam menjalankan tugasnya para pelaku bisnis
harus mempertahankan nama baik perusahaannya. Pelaku
bisnis harus mengelola dan menjalankan bisnis dengan
sebaik mungkin agar kepercayaan konsumen atau pihak lain
terhadap perusahaan tetap ada.
Dengan pengertian lainnya, seseorang atau pelaku
bisnis harus memberikan dorongan terhadap diri sendiri
dalam berbisnis untuk memunculkan rasa bangga. Hal ini
biasanya dapat terlihat dari perilaku pembisnis diluar dan
didalam perusahaan.
4. Contoh Pelanggaran Etika Bisnis
a. Pelanggaran Hukum
Contoh pelanggaran hukum dari etika bisnis adalah
sebuah perusahaan yang melakukan PHK namun tidak
memberikan pesangon sama sekali. Padahal hal tersebut
sudah diatur dalam UU no 13 tahun 2003
b. Pelanggaran Transparasi
Suatu perusahaan tidak memberikan biaya tambahan
suatu kreditan barang terhadap konsumen. Tentu hal ini,
para konsumen akan melakukan protes karena tidak
dijelaskan diawal.
c. Pelanggaran Kejujuran
Suatu perusahaan dapat dikatakan melakukan
pelanggaran terhadap kejujuran apabila mereka tidak
memberikan harga yang sejujurnya kepada konsumen serta
kualitas-kualitas dari barang yang ditawarkannya.
d. Pelanggaran Empati
Perusahaan tidak merespon keterlamabatan seorang
klien bisnis yang memiliki halangan seperti sakit dan bahkan
pihak perusahaan pun juga mengancam orang tersebut.
C. Etika Agama
Dalam bisnis modern saat ini, para pebisnis percaya bahwa
moralitas bisnis yang utama ialah moralitas bisnis yang sekuler. Hal
tersebut dapat ditelusuri pada gagasan etika utilitarianisme dan etika
relativisme. Kedua teori etika tersebut dianggap dapat memberikan
manfaat kepada masyarakat, baik penjual maupun pembeli.
Produsen maupun konsumen. Agama sebagai sumber etika,
dianggap tidak relevan untuk diterapkan dalam kegiatan bisnis.
Bahkan lebih jauh lagi, banyak yang beranggapan agama harus
senantiasa dipisahkan dari praktik bisnis.
Padahal menurut Desjardins (2009), etika Utilitarianisme dapat
mengorbankan kepentingan individu-individu demi kepentingan
yang dianggap lebih besar. Sedangkan etika relativisme telah
menjadi tantangan serius bagi etika itu sendiri. Termasuk bagi etika
bisnis karena dalam etika relativisme tidak ada kebenaran yang
dianggap obyektif. Jika etika relativisme benar, maka tak ada
gunanya mempelajari etika bisnis. Evaluasi terhadap keputusan-
keputusan etis di dalam bisnis tidak mungkin dilakukan apabila
semua pendapat adalah sama validnya.

Isu-isu etika yang terjadi dalam dunia bisnis, sebenarnya dapat


diatasi apabila nilai-nilai agama yang universal dapat diadopsi
sebagai sumber etika, khususnya di Indonesia yang masyarakatnya
cenderung religius. Carrol dan Buchol mengkonsepsikan 4 (empat)
tingkat tanggung jawab perusahaan, yaitu tanggung jawab sosio
ekonomi, hukum, etika dan filantropi. Tahapan terakhir adalah
tanggung jawab filantropis, yang mengacu pada kegiatan yang tidak
diperlukan sebuah bisnis tetapi kegiatan tersebut dapat
mempromosikan kesejahteraan manusia atau goodwill (Ferrel, 2011
:33). Tanggung jawab filantropis akan sulit untuk diwujudkan
apabila manusia tidak mengadopsi spiritualitas agama. Nilai-nilai
agama, sangat efektif menanamkan tanggung jawab filantropis
tersebut karena agama tidak semata-mata mengukur suatu aktivitas
dari takaran untung-rugi atau timbangan materi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ahli ekonomi Islam dari
Bahrain Institute of Banking and Finance, setiap bisnis harus patuh
pada corporate governance. Etika bisnis hanya akan efektif
sekiranya disertai dengan keimanan yang bersumber dari agama.
Tanpa agama etika hanya akan menjadi sebuah gagasan falsafah
yang tak dapat diamalkan. Dalam nilai-nilai agama, manusia
berbuat baik karena adanya motivasi transendental. Setiap
perbuatan akan bernilai pada sisi kehidupan dan terhubung pada
Tuhan. Perbuatan baik dan buruk akan mendapat balasan pada hari
akhir kelak. Manusia yang tidak beriman pada akhirat tentu tak akan
memiliki etika semacam itu sehingga sulit untuk menerapkannya.
Etika tanpa landasan agama hanya akan menjadi sebuah
gagasan untuk berbuat baik tetapi manusia tidak memiliki dorongan
yang kokoh untuk melakukannya. Ia juga menjelaskan, penerapan
etika agama dalam sebuah perusahaan dengan keragaman agama
pada karyawan dan stakeholders-nya bukanlah sesuatu yang sulit.
Terdapat nilai-nilai universal yang terdapat dalam semua agama.
Contohnya nilai-nilai kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan
sebagainya. Semua agama seharusnya melahirkan etika yang positif
yang dapat diterapkan dalam sebuah perusahaan.
Ahli etika profesi hukum dari Universitas Indonesia
berpendapat, agama adalah bagian atau salah satu sumber etika
bisnis. Ia mencontohkan di maskapai penerbangan Royal Brunei,
para petugas kabin perempuan di sana mengenakan jilbab yang
merupakan kewajiban bagi seorang muslimah; pun doa bersama
yang dilakukan sebelum pengarahan mengenai prosedur
keselamatan; Maskapai Lion Air, Indonesia, memiliki panduan doa
bagi semua agama. Maskapai penerbangan Emirates menyesuaikan
seragam petugas kabin mereka dengan gaya Timur Tengah. Cebu
Pacific memperingati hari raya agama Katolik di udara bersama
para penumpangnya. Sedangkan Malaysia Airlines mengumumkan
jadwal buka puasa di pesawat bagi penumpangnya yang berpuasa.
Semua itu merupakan bagian dari etika bisnis perusahaan
penerbangan yang bersumber dari ajaran agama.
Nilai agama dapat mengatasi pelanggaran etika apabila nilai
agama tersebut dapat diintegrasikan ke dalam hukum nasional.
Pendekatan agama bisa juga digunakan untuk menyelesaikan
perselisihan atau pelanggaran etika yang belum sampai ke dalam
tahap pelanggaran hukum. Selain nilai agama, lingkungan sosial
budaya harus berperan dalam mengatasi pelanggaran etika bisnis.
Misalnya melalui penyelesaian secara adat seperti musyawarah,
minta maaf, ganti rugi dan sebagainya untuk kasus-kasus etika yang
bukan merupakan pelanggaran hukum (perdata maupun pidana).
Tentu saja penyelesaian pelanggaran etis melalui cara-cara seperti
harus tetap memperhatikan asas profesionalitas. Korporasi harus
tunduk pada aturan hukum dan juga pada aturan budaya dan agama
di Indonesia.
Nilai atau prinsip yang diadopsi dari nilai agama yang
universal, harus diinternalisasikan oleh perusahaan kepada para
karyawannya melalui pembentukan budaya organisasi dan
kepemimpinan yang berbasis etika. Salah satu manifestasi kunci
dari kepemimpinan yang beretika adalah artikulasi nilai-nilai dalam
sebuah organisasi. Artikulasi ini bisa berevolusi setelah proses
identifikasi nilai-nilai yang dilakukan secara inklusif dan terbuka
pada perubahan untuk menghadapi tantangan bisnis yang baru.
Pada akhirnya, menurut Duska (2007), sebuah perusahaan yang
menerapkan perilaku beretika akan mendapatkan 4 (empat)
hal; keuntungan perusahaan, integritas diri dan kepuasan terhadap
manajemen, kejujuran dan kesetiaan dari karyawan, serta
perusahaan akan mencapai kepuasan pelanggan.
Perusahaan-perusahaan dalam berbagai bidang perlu menyadari
pentingnya program-program terkait isu-isu etika. Selain
bermanfaat bagi umat manusia dan kelestarian lingkungan, hal ini
pun dapat menjamin keberlangsungan sebuah perusahaan di masa
mendatang. Perhatian yang kuat terhadap isu-isu etika dapat
membangun citra positif sebuah perusahaan di mata publik dan
konsumen. Oleh karena itu melaksanakan dan peduli terhadap
permasalahan etika bisnis merupakan sebuah investasi jangka
panjang. Namun demikian, diperlukan mekanisme pengawasan
internal yang menjamin pelaksanaan etika bisnis tersebut di level
organisasi. Program etika seharusnya tak hanya sekadar lip service
atau kampanye public relations demi mendapatkan citra positif di
masyarakat. Penggunaan agama sekadar untuk membangun citra
dan meraih keuntungan tentu saja merupakan sebuah kenaifan.
Peran agama sebagai dasar bagi etika perusahaan bukan saja
bertujuan demi citra positif yang berdampak bagi keuntungan
perusahaan. Lebih jauh dari itu, agama seharusnya memberikan
makna yang transendental dalam kegiatan berbisnis. Sehingga
kesadaran kemanusiaan setiap pelaku bisnis dapat terus terawat.
Tujuan-tujuan perusahaan tidak hanya berpusat pada penumpukan
keuntungan materi semata, melainkan juga akan turut serta
membangun kesejahteraan batin manusia di dalamnya. Pada
akhirnya keseimbangan yang transendental dapat kita raih dari
kegiatan berbisnis.
Agama tentu saja dapat lahir di ruang-ruang kehidupan kita.
Termasuk dalam kehidupan berbisnis. Penempatan agama sebagai
sekadar pembangun citra agar konsumen tertarik tentu saja tak
tepat. Lebih dari itu, agama seharusnya dapat menghadirkan nilai-
nilai transendental dalam kehidupan, termasuk di lingkungan
perusahaan.
BAB III
PENUTUP

Etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai –

nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan

memecahkan persoalan (Zimmerer). Kelompok pemilik kepentingan yang

memengaruhi keputusan bisnis adalah Para pengusaha dan mitra usaha, Petani dan

perusahaan pemasok bahan baku, Organisasi pekerja, pemerintah, bank, investor,

masyarakat umum, pelanggan. Setiap perusahaan harus memiliki tanggung jawab

terhadap semua pihak yang bersangkutan dengan perusahaannya seperti tanggung

jawabnya terhadap lingkungan, karyawan, investor, pelanggan, masyarakat. Karena

dengan beretika bisnis yang baik selain dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas

dari semua unsur yang berpengaruh pada perusahaan, juga sangat menentukan maju

/ mundurnya suatu perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA
Joseph Desjardins, Introduction to Business Ethics (Edisi Ketiga), (McGraw Hill,
New York, 2009).
O.C Ferrell, d.k.k, Business Ethics: Ethical Decision: Making & Cases, 8th
Edition, (South-Western Cengage Learning, Mason, 2011).
Ronald Duska, Contemporary Reflections on Business Etchics, (Springer,
Dordrecht, 2007).
Syed M. Naquib Al-Attas, Islam: The Concept of Religion and The Foundation of
Ethics and Morality, (IBFIM, Kuala Lumpur, 2013).
Dr. Dinar Dewi Kania, Peneliti INSISTS. Etika agama.
http://putuarisafitri.blogspot.com/2014/01/etika-wirausaha.html

https://mhmmdreza08.wordpress.com/2017/03/28/definisi-etika-klasifikasi-etika-
prinsip-etika-dalam-bisnis-model-etika-dalam-bisnis/

https://salamadian.com/pengertian-etika-bisnis/

https://pendidikan.co.id/etika-profesi/

https://www.sumberpengertian.id/pengertian-etika-profesi

Anda mungkin juga menyukai