Anda di halaman 1dari 6

MENGOLAH NILAI

1. Beberapa Skala Penilaian

a. Skala Bebas

Penilaian skala bebas adalah penilaian yang menggunakan skala yang tidak tetap. Adakalanya skor
tertingginya 20, terkadang 25, dan di waktu lain 50. Ini semua tergantung pada banyak dan bentuk
soalnya. Jadi angka tertinggi dan skala yang digunakan tidak selalu sama.

b. Skala 1-10

skala penilaian 1-10 adalah skala penilaian yang lazim diberikan oleh guru-guru di Indonesia. Namun,
penilaian semacam ini akan membuat guru untuk memberikan penilaian yang lebih halus. Dalam
skala 1-10 guru jarang memberikan penilaian dalam bentuk pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut
kemudian dibulatkan menjadi 6. Padahal angka 6,4 pun akan dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian
maka rentang angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hampi 1) akan keluar dalam rapor dalam satu
wajah, yaitu angka 6.

c. Skala 1-100

Dengan skala 1-100 guru dapat memberikan nilai yang lebih halus. Nilai 5,5 dan 6,4 dapat diberikan
dengan nilai 55 dan 64 pada skala nilai 1-100 ini. Sehingga penilaian yang digunakan tidak harus
memberikan pembulatan yang terlalu jauh selisihnya.

d. Skala Huruf

Selain menggunakan angka skala penilaian dapat juga berupa huruf-huruf seperti A, B, C, D, Dan E.
(ada juga yang menggunakan skala penilaian sampai dengan G, tetapi pada umumnya menggunakan
skala penilaian A-E). Penggunaan skala penilaian dengan huruf ini akan terasa lebih tepat karena tidak
ditafsirkan sebagai arti perbandingan. Huruf tidak menunjukkan kuantitas, namun dapat digunakan
untuk menggambarkan kualitas. Tapi penggunaan skala penilaian dengan huruf ini akan memberikan
kesulitan ketika kita hendak memberikan rata-rata pada penilaian. Padahal biasanya pada pemberian
nilai akhir (seperti raport) kita tidak terlepas dari pekerjaan pengambilan rata-rata nilai siswa.

Kesulitan ini dapat ditangani dengan mentransfer huruf-huruf tersebut kepada bentuk angka-
angkanya. Yang paling sering digunakan adalah satu huruf mewakili rentangan beberapa nilai angka.
Dengan mengembalikan dahulu huruf-huruf tersebut ke dalam bentuk angkanya akan dengan mudah
dapat dicari rata-ratanya.

2. Distribusi Nilai

Distribusi nilai yang dimiliki oleh siswa dalam suatu kelas didasarkan pada dua macam
standart, yaitu:

- Standar Mutlak
- Standar Relatif

a. Standar Nilai Berdasarkan Standar Mutlak

dengan dasar bahwa hasil belajar siswa dibandingkan dengan standar mutlak atau skor tertinggi yang
diharapkan, maka tingkat penguasaan siswa akan terlihat dalam berbagai bentuk kurva. Apabila soal-
soal yang dibuat oleh guru sangat mudah, maka sebagian besar siswa akan dapat berhasil mengerjakan
soal-soal tersebut dengan hasil pencapaian yang tinggi. Sebagian besar siswa akan akan memiliki nilai
sekitar 8, 9 dan 10 apabila telah diubah ke skala 10. Sebaliknya apabila soal-soal yang diberikan
terbilang sukar, maka pencapaian siswa akan sebaliknya. Sebagian besar siswa akan memiliki nilai 3,
4, dan bahkan mungkin 2 atau 1. Hanya beberapa orang siswa yang istimewa saja yang akan memiliki
nilai 6, dan mungkin tidak akan ada yang dapat mencapai nilai 7 ke atas. Namun demikian, dengan
standar mutlak ini mungkin pula diperoleh kurva normal jika soal-soal yang disusun oleh guru dapat
dengan tepat sesuai dengan kemampuan siswa-siswanya di kelas.

Di bawah ini adalah gambaran kurva tentang kemungkinan prestasi siswa berdasarkan standart
mutlak.

1 10 1

10

Gambaran prestasi siswa jika soal-soal yang Gambaran prestasi siswa jika soal-soal yang
disusun oleh guru sangat mudah. Di sebut kurva disusun oleh guru sukar. Di sebut kurva juling
juling negatif karena ekornya di kiri positif karena ekornya di kanan

Apabila guru dapat menysun soal-soal dengan tepat, dan keadaan siswanya bukan dengan kemampuan
terpilih, maka akan ada sebagian kecil siswanya yang memperoleh nilai rendah dan sebagian kecil lagi
memperoleh nilai tinggi sedangkan sisanya berada pada posisi nilai sedang. Jika hasil ulangan
tersebut digambarkan pada kurva, maka akan terlihat sebagai kurva normal sebagai berikut.

34% 34%
14%
14%
2% 2%

Untuk melihat penyebaran atau distribusi nilai-nilai siswa dalam satu kelas, terlebih dahulu nilai-nilai
yang diperoleh dari ulangan disusun urut dari yang paling tinggi ke yang paling rendah kemudian skor
tersebut dihitung jumlahnya untuk masing-masing skor baru kemudian dibuat grafik batangan
berdasasrkan data tersebut. (lihat hal. 247)

b. Distribusi Nilai Berdasarkan Standar Relatif

dalam hal ini tanpa menghiraukan apakah distribusi nilai-nilai terletak pada kurva juling positif atau
kurva juling negatif, dalam standar relatif selalu tergambar kurva normal. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa apabila distribusi nilai-nilai tergambar dalam kurva juling positif maka yang kurang
sempurna adalah soal-soalnya, yaitu terlalu sukar. Dengan demikian nilai-nilai siswa direntangkan
sedemikian rupa sehingga tersebar dari nilai tinggi ke nilai rendah., dengan sebagian besarnya terletak
pada nilai sedang. Demikian pula apabila nilai-nilai terdistribusi pada kurva juling negatif, dalam
ubahan menjadi nilai, disebar sedemikian rupa sehingga menhadi kurva normal, dengan nilai sedang
adalah nilai yang paling banyak. (kurva dapat dilihat pada hal. 248)

3. Standar Nilai
Dari distribusi nilai, kita dapat membicarakan standar nilai.

Dalam pendistribusian nilai Gronlund pberpendapat bahwa skor-skor siswa direntangkan menjadi 9
nilai (disebut juga standar nines atau stanines) seperti berikut.

Stanines Interpretasi
9 4% Tinggi 4%
8 7% Di atas rata-rata 19%
7 12%
6 17% Rata-rata 54%
5 20%
4 17%
3 12% Di bawah rata-rata 19%
2 7%
1 4% rendah 4%

Dengan adanya presentse inilah maka semua skor siswa akan direntangkan dari 1-9.

Selain dengan standar sembilan (stanines), ada pula yang menggunakan standar enam. Dalam hal ini,
hanya berkisar antara 4-9, yaitu nilai-nilai 4, 5, 6, 7 ,8 , dan 9. Presentasi penyebaran nilai dengan
standar enam adalah seperti berikut :

Standar enam interpretasi


9 (5%) Baik sekali
8 (10%) Baik
7 (20%) Lebih dari cukup
6 (40%) Cukup
5 (20%) Kurang
4 (5%) Kurang sekali

Penyebaran nilai dengan standar enam yang dimaksud adalah sebafai berikut :

10% siswa yang mendapat nilai tertinggi diberi nilai 9

20 % dibawahnya diberi nilai 8

40 % dibawahnya diberi nilai 7

20 % dibawahnya diberi nilai 6

5 % dibawahnya diberi nilai 5

5 % dibawahnya diberi nilai 4

Dalam hal yang sangat khusus siswa yang dianggap sangat cerdas aataupun sangat kurang dapat
diberikan nilai 10 aatau 3.

Catatan : untuk menentukan siswa yang mendapat nilai. Diambil dari nilai gabungan antara nilai tes
formatif dan nilai tes sumatif. Penyimpangan yang mungkin terjadi adalaha apabila nilai-nilai yang
diperoleh mengelompok di atas atau di bawah.
- Jika nilai gabungan tes formatif dan sumatif hanya berkisar antara 60-100, maka daerah nilai
4-9 diubah menjadi 6,5-9 dengan urutan sebagai berikut : 6,5; 7; 7,5; 8; 8,5; 9.
- Jika nilai gabungan formatif dan sumatif hanya 59 kebawah, maka daerah dari nilai 4-9
diubah menjadi 4-6.5 dengan urutan sebagai berikut: 4; 4,5; 5; 5,5; 6; 6,5.

Standar eleven (Stanel)

Ada lagi standar nilai yang lain, yaitu yang selanjutnya dikembangkan oleh fakultas ilmu pendidikan
UGM disesuaikan dengan sistem penilaian di Indonesia.

Dengan stanel ini, sistem penilaian membagi skala menjadi 11 golongan, yaitu angka 0, 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8, 9, 10, yang satu sama lain berjarak sama. Tiap-tiap angka menempati interval sebesar 0,55 SD,
bertitik tolak dari mean=5 yang menempati jarak antara -0,275 SD sampai +0,275 SD. Selurh jarak
yang digunakan adalah dari -3,025 SD sampai +3,025 SD.

Bilangan-bilangan persentil untuk menentukan titik dalam stanel ini adalah P1, P3, P8, P21, P39, P61,
P79, P92, P97, dan P99. Untuk menentukan P1 dan sterusnya dapat dilihat dalam buku statistik.

Dasar pikiran untuk stanel ini adalah bahwa jarak praktis dalam kurva normal adalah 6 SD yang
terbagi atas 11 skala.

11 skala = 6 SD

1 skala = 6/11 SD= 0,55 SD

Standar Sepuluh

Di dalam buku pedoman penilaian (buku III B seri kurikulum SMA tahun 1975) ditentukan bahwa
untuk mengolah hasil tes, digunakan standar relatif, dengan nilai berskala 1-10. Untuk mengubah skor
menjadi nilai, diperlukan dahulu :

a) mean (rata-rata skor)

b) deviasi standar (simpangan baku)

c) tabel konvensi angka ke dalam nilai berskala 1-10

tahap-tahap yang dilalui dalam mengubah skor mentah menjadi nilai berskala 1-10 adalah sebagai
berikut :

- Menyusun distibusi frekunsi dari angka-angka atau skor-skor mentah.


- Menghitung rata-rata skor (mean)
- Menghitung deviasi standar atau standar deviasi
- Mentraformasi (mengubah) angka-angka mentah ke dalam nilai berskala 1-10
Standar lima
Kembali kepada Grondlund selain ia mengemukakan penyebaran nilai dengan angka, ia juga
mengemukakan penyebaran nilai dengan huruf yang digambarkan dengan kurva normal yang dapat
dilihat pada halaman 256.

Catatan:

1. gronlund tidak menggunakan huruf E tapi menggunakan huruf F yang berarti gagal (Fail)

2. selanjutnya dikatakan oleh Gronlund, “rentangan presentase ini hanya berlaku bagi populasi yang
sangat heterogen. Apabila populasi yang telah terseleksi akibat kenaikan kelas atau ke tingkat sekolah
yang lebih tinggi, maka golongan F yang ada diekor kiri akan berkurang sehingga distribusi tersebut
menjadi :

A : 10-20%

B : 20-30%

C : 40-50%

D : 10-20%

F : 0-10%.

Anda mungkin juga menyukai