Anda di halaman 1dari 23

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ADAB BERPENAMPILAN (BERPAKAIAN DAN BERHIAS)

DOSEN PEMBIMBING :
MHD. H. Arief Billah, Lc, M.H.I

DISUSUN OLEH :
Kelompok 14
Fazza Aulia Safli (1901088)
Maisarah (1901095)
Monica Dora Tantrica (1901096)

SI – 1C

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah ini dengan tepat waktu.
Karya ilmiah ini berjudul “Adab berpenampilan (Berpakaian dan Berhias)” yang
merupakan uraian materi yang disajikan dan didapatkan dari buku. Materi disajikan dengan
bahasa yang tepat, lugas dan jelas sehingga mudah dipahami pembaca.
Karya ilmiah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Agama yang meliputi tugas kelompok.
Kami menyadari bahwa karya ilmiah ini belum maksimal dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, demi kesempurnaan karya ilmiah ini kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan.
Akhirnya, semoga amal baik semua pihak diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan
balasan darinya dengan pahala yang setimpal dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
kami dan juga bagi pembaca sekalian. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Pekanbaru, 7 November 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Adab Berpakaian…………...................................................................... 3
2.2 Adab Berhias…………………................................................................ 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 19
3.2 Saran…………………………………………………………………….. 19
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di dalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam segi kehidupan yang harus
kita taati. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan yang tak bisa lepas dari hidup kita
sebagai manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, berpakaian sudah menjadi salah
satu pusat perhatian dalam kemajuan globalisasi. Berbagai macam jenis pakaian telah
muncul didalam kehidupan kita, sehingga kita harus memilih–milih yang mana yang
pantas untuk kita pakai serta tidak melanggar ajaran agama islam. Begitu juga berhias,
pengaruh dunia barat sangat besar bagi dunia kita indonesia. Alat-alat semakin canggih,
utntuk berhiaspun tak jadi hal yang sulit bagi kita.
Ajaran agam islam tak hanya membahas hal besar bagi manusia, hal yang kecil
seperti berpakaian dan berhias dianggap hal yang kecil bagi sebagian besar ummat
manusia untuk dipelajari. Kesadaran akan pentingnya aturan yang telah ada didalam Al-
Qur’an terkadang terlupakan bagi kita. Mengabaikan hal-hal kecil yang akan berakibat
bagi kehidupan sehari-hari. Melewatkan hal-hal kecil secara terus menerus membuat kita
membentuk sebuah kebiasaan yang buruk sepanjang kita lupa akan aturan.
Untuk itu, sebagian besar manusia melupakan aturan-aturan yang telah ditetapkan
seperti berpakaian tidak sesuai dengan ajaran islam dan berhias berlebihan.
Sebagai seorang muslim kita harus melihat kaidah-kaidah berpakaian yang sesuai
dengan syari’at islam, supaya apa yang kita kenakan dapat dipertanggungjawabkan di
akhirat kelak dan tidak memicu hal-hal yang tidak diinginkan.
Karya ilmiah ini dibuat agar menjadi ulasan kembali ingatan kita dan menambah
pengetahuan kita bahwa berpakaian dan berhias mempunyai aturan tersendiri dan telah
ditetapkan dalam ajaran islam.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam
karya ilmiah ini adalah :
1. Bagaimana Adab dalam berpakaian ?
2. Bagaimana Adab dalam berhias ?

1
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan yang akan dicapai
dalam karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui adab berpakaian dan berhias yang baik
menurut ajaran agama islam serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Adab Berpakaian


Pakaian adalah salah satu nikmat sangat besar yang Allah berikan kepada para
hambanya, diantara sekian banyak nikmat Allah Shuhanahu wa ta’alla yang ada. Islam
mengajarkan agar seorang muslim berpakain dengan pakaian islami dengan tuntunan
yang telah Allah dan Rasul-Nya ajarkan. Pakaian yang islami adalah pakaian yang dapat
menutup aurat, bagi laki-laki harus dapat menutup bagian tunuhnya antara pusar dan
lutut, sedangkan bagi wanita harus dapat menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan
telapak tangan.
Fungsi pakaian1, diantaranya yaitu :
1. Sebagai hiasan, sebagaimana firman allah :
   
   
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid”. (Qs. Al-A’raf/7 : 31)
2. Menutupi aurat, sebagaimana firman Allah :
   
  
  
  
     
  
Artinya : “Hai anak Adam, sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu
Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian
takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-
tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (Qs. Al-A’raf/7 : 26)
3. Melindungi tubuh dari terik panas dan dingin, sebagaimana firman Allah :

1
Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiry, Adab Berpakaian (Jakarta:Islam House,
2019)
3
    
   
  
   
   
  
  

Artinya : “Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang Telah dia
ciptakan, dan dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan dia
jadikan bagimu Pakaian yang memeliharamu dari panas dan Pakaian (baju besi) yang
memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-
Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya)”. (Qs. An-Nahl/16 : 81).

Allah jadikan manusia memiliki pakaian-pakaian yang memberikan banyak


maslahah untuk manusia. Dan Islam juga menuntunkan beberapa adab dalam berpakaian
untuk kebaikan dan kemaslahatan manusia dalam berpakaian.
Dan telah datang penjelasan di dalam dalil-dalil syar'iyah yang menerangkan tentang
hukum-hukum berpakain secara rinci dan jelas, disamping itu, syari'at juga telah
menjelaskan batasan wajib ukuran berpakaian yang dikatakan telah menutupi aurat. Juga
menjelaskan mana saja perkara yang sunah maupun haram, makruh dan mubah dalam
berpakaian, baik dari segi jenis, batasan maupun ukurannya.
Berikut ini adalah adab-adab berkenaan dengan berpakaian yang sepantasnya
diketahui oleh seorang muslim2 :
1. Wajib Menutup Aurat
Dan yang dimaksud dengan aurat ialah anggota tubuh yang wajib ditutupi, yang
mana pemiliknya akan merasa malu bila tersingkap atau terbuka. Dalilnya adalah
firman Allah tabaraka wa ta'ala:

   


  
2
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Adab Berpakaian, Terj. Abu Umamah Arif
Hidayatullah (Jakarta : Islam House, 2014), hal. 4-19.
4
  
  
     
  
Artinya : “Hai anak Adam, sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu
Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian
takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-
tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (Qs. Al-A’raf/7 : 26).
Dengan ayat ini, maka menutup aurat dengan pakaian adalah perkara wajib.
Sedangkan batasan aurat bagi laki-laki dewasa ialah mulai dari pusar sampa lutut.
Berdasarkan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad didalam musnadnya
dari Jarhad radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah lewat di hadapannya dan ketika itu pahanya terbuka, maka Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata: "Wahai Jarhad! Tutupi pahamu,
sesungguhnya paha termasuk aurat". HR Ahmad 25/280 no: 15932.
Demikian pula diriwayatkan oleh Bukhari secara mu'laq (tanpa disertai sanda),
Imam Malik dan juga Tirmidzi, dengan sanad hasan karena terkumpul banyak
penguat.
Imam Bukhari berkomentar seusai menyebutkan perbedaan pendapat tentang
masalah ini, "Haditsnya Jarhad lebih kuat". Adapun aurat bagi perempuan, maka
dalam hal ini telah datang penjelasan dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam yang mengatakan:
"Wanita adalah aurat". HR at-Tirmidzi no: 1173. Dinilai shahih oleh al-Albani
dalam al-Misykah 2/933 no: 3109.
2. Hendaknya Tebal dan Tidak Transparan sehingga Menampakan Aurat atau
Warna Kulit dan Lekuk Tubuh, dan Ini Berlaku Baik Pakaian Laki-Laki
Maupun Wanita.
Ibnu Tamim menjelaskan, "Dibenci pakaian yang transparan apabila sampai
menggambarkan anggota badan". Imam al-Marwadzi menceritakan, "Aku pernah
disuruh oleh beberapa orang tatkala aku sedang berada dirumahnya Abu Abdillah
yakni Imam Ahmad, untuk membeli sebuah pakaian untuk mereka. Maka Imam
Ahmad berpesan, "Jangan beli pakaian yang tipis karena aku membenci pakaian

5
yang transaparan baik untuk mayit maupun orang yang masih hidup. Sesungguhnya
paha adalah aurat".
3. Tidak Menyerupai Pakaian Wanita bagi Laki-Laki Demikian Pula Tidak
Menyerupai Pakaian Laki-Laki bagi Wanita.
Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, berkata, "Rasulallah shalallahu 'alaihi wa
sallam melaknat orang-orang yang menyerupai wanita dari kalangan pria dan
orang-orang yang menyerupai pria dari kalangan wanita". HR Bukhari no: 5885.
4. Tidak Boleh Isbal (Melebihi Mata Kaki) bagi Laki-Laki. dan Larangan Ini
Mencakup Pakaian yang Berupa Jubah, Sarung, Celana Maupun Gamis.
Hal itu, berdasarkan sebuah riwayat yang dibawakan oleh Abu Dawud dari
sahabat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: "Melebihkan pakaian dibawah mata kaki itu bisa
berupa jubah, atau gamis atau sorban. Barangsiapa yang menarik pakaiannya
dalam keadaan sombong maka Allah tidak akan melihatnya sama sekali kelak pada
hari kiamat". HR Abu Dawud no:4094. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam
shahih sunan Abi Dawud 2/771 no: 3450.
Dalam redaksi yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya dari
Jabir radhiyallahu 'anhu, secara marfu', bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: "Hati-hatilah engkau dari memanjangkan jubah karena
memanjangkan jubah (sampai dibawah mata kaki) termasuk dari kesombongan dan
Allah tidak menyukai orang yang sombong". HR Ahmad 34/238 no: 20635.
Dan tekstual dalam hadits diatas menjelaskan pada kita bahwa hanya sekedar
memanjangkan pakaian dibawah mata kaki itu sudah termasuk dalam kategori
sombong biarpun orang yang memakainya tidak mempunyai maksud ke arah sana.
Dalam hal ini, telah datang ancaman yang sangat keras bagi siapa pun orangnya
yang berpakaian melebihi kedua mata kaki. Seperti dijelaskan dalam hadits riwayat
Imam Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhhu, bahwa Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Segala sesuatu (dari) pakaian yang berada
dibawah kedua mata kaki maka tempatnya didalam neraka". HR Bukhari no: 5787.
5. Haram Memakai Pakaian yang Ada Gambar Salib atau Bergambar Makhluk
Hidup.
Seperti dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa beliau pernah membeli sarung
6
bantal yang ada gambarnya, maka tatkala Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam
melihatnya, beliau langsung berdiri di depan pintu tidak mau masuk ke dalam
rumah. Maka aku paham dari raut mukanya yang tidak senang dengan sarung bantal
tersebut.
Kemudian Aisyah berkata, "Wahai Rasulallah, aku bertaubat kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya, apa salahku? Rasulallah Shalallahu 'alaihi
wa sallam bertanya, "Untuk apa sarung bantal tersebut? Aisyah menjawab, "Aku
membelinya untukmu sebagai alas bantal dan tempat duduk". Lalu Rasulallah
Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang melukis
gambar ini kelak akan diadzab pada hari kiamat, dan dikatakan pada mereka,
"Hidupkan apa yang telah kalian gambar! Dan beliau bersabda: "Sesungguhnya
rumah yang ada gambar didalamnya tidak akan dimasuki oleh para malaikat". HR
Bukhari no: 5961, Muslim no: 2107.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Imran bin Hithan bahwa Aisyah
radhiyallahu 'anha menceritakan, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah membiarkan sedikitpun didalam rumah suatu benda yang berupa
salib melainkan beliau menghancurkannya. Al-Hajawi mengomentari hadits diatas,
"Apabila memasang dan menggantung (tirai yang bergambar) ditembok sebagai tirai
saja dilarang, maka larangan untuk dijadikan pakaian itu lebih utama, karena ketika
dijadikan pakaian ada bentuk pemuliaan didalamnya. Inilah salah satu sisi
keharaman (dalam masalah ini)".
6. Haram Memakai Pakaian Syuhrah (Popularitas).
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Al-Hajawi menerangkan, "Hal itu, disebabkan karena akan membikin si pelaku
tercela dan akan mengurangi muru'ahnya. Dan didalam pakaian mahal yang
dihindari ialah seluruh pakaian yang menjadikan bila dipakai membikin dirinya
terkenal dikalangan manusia, seperti pakaian yang menyelisihi adat suatu negeri dan
keluarga pada umumnya.
Oleh karena itu, hendaknya ia memakai pakaian yang biasa dikenakan oleh
umumnya masyarakat, agar dirinya tidak ditunjuk dengan jari telunjuk sama orang
lain karena aneh sendiri, sehingga menyebabkan mereka menghibah dan
membicarakan tentang dirinya, maka dirinya ikut mendapat bagian dosa ghibahnya
mereka".
7
Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah beliau menjelaskan, "Dibenci pakaian
syuhrah, yaitu pakaian yang keluar dari pakaian orang pada umumnya baik itu
karena harganya yang sangat mahal maupun model pakaian yang terlalu jelek.
Sesungguhnya ulama salaf mereka membenci dua pakaian syuhrah seperti tadi,
terlalu mahal dan terlalu jelek modelnya". Imam Ibnu Abdil Barr mengatakan,
"Seperti dikatakan, "Setiap makanan yang engkau sukai silahkan makan, (namun)
pakailah pakaian yang biasa dikenakan oleh orang banyak".
Dari Ibnu Umar radhiyallahu `anhuma dia berkata: "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengenakan pakaian ketenaran (untuk
dipuji/syuhroh) di dunia, maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan pada hari
Kiamat dan dia akan di masukkan ke dalam api Neraka.3
Seorang penyair mengatakan dalam lantunan bait syairnya: Jikalau engkau
dilempari pandangan semenjak keluarSadarilah, karena engkau sedang
mengenakan pakaian syuhrah. Adapun makanan maka makanlah sesuai seleramu.
Dan jadikan pakaianmu sesuai selera orang lain.
7. Haram Bila Ada Udzur, Memakai Pakaian yang Terbuat dari Sutera dan
Memakai Emas bagi Laki-Laki Kecuali dalam Keadaan Terpaksa.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ali radhiyallahu
'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengambil kain
sutera lalu memegang dengan tangan kanannya, lalu mengambil emas dan
memegang dengan tangan kirinya, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya dua
(benda) ini haram bagi kaum lelaki dari kalangan umatku". HR Abu Dawud no:
4057. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Abi Dawud no: 3422.
8. Diantara Perkara Sunah dalam Berpakaian Ialah Memulai dari Sisi Kanan
Terlebih Dahulu.
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits shahih yang dikeluarkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata, "Adalah
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam sangat menyukai untuk melakukan segala
pekerjaan dengan sebelah kanan baik dalam bersuci, menyisir rambut maupun
memakai sendal". HR Bukhari no: 5845. Muslim no: 268.
Imam Nawawi mengatakan, "Ini merupakan kaidah dalam syari'at yang terus
dipakai, yaitu apabila masuk kategori yang mulia dan terhormat, seperti mengenakan

3
Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiry, Adab Berpakaian (Jakarta:Islam House,
2019).
8
pakaian, celana, sendal dan lain sebagainya yang semakna dengannya, maka
disunahkan untuk memulainya dengan bagian kanan terlebih dahulu karena
kehormatan serta kemuliaan sisi anggota badan yang sebelah kanan".
9. Disunahkan Ketika Memakai Pakaian Baru Untuk Membaca Do'a yang Telah
Dijelaskan dalam Masalah Itu.
Yaitu membaca do'a yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam: "Ya Allah, segala puji bagi -Mu, Engkau telah mengarunai
pakaian ini kepadaku. Aku memohon kepada -Mu kebaikan dari pakaian ini dan
kebaikan dari tujuan pakaian ini dibuat. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan
pakaian ini dan keburukan dari tujuan pakaian ini dibuat". HR at-Tirmidzi no:
1767.Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi no: 1446.
Abu Nadhrah berkata: para sahabat Nabi, bila salah seorang diantara mereka
memakai pakain baru mereka mengucapkan kepadanya: “Kenakanlah sampai lusuh,
semoga Allah ta'ala memberikan gantinya kepadamu”.4
10. Disunahkan Untuk Mengenakan Pakaian Yang Berwarna Putih
Warna pakaian yang dianjurkan untuk laki-laki adalah warna putih. Berdasarkan
sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam sunannya dari Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: "Kenakanlah oleh kalian pakaian yang berwarna putih, sesungguhnya itu
merupakan pakaian terbaik untuk kalian, dan kafanilah dengan warna putih mayat-
mayat kalian". HR Abu Dawud no: 4061. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam
shahih sunan Abi Dawud 2/766 no: 3426.
Dari Samurah bin Jundab, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Kenakanlah pakaian berwarna putih karena itu lebih bersih dan lebih baik dan
gunakanlah sebagai kain kafan kalian." (HR . Ahmad, Nasa'i dan Ibnu Majah,
shahih)
Tentang hadits di atas Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkomentar,
"Benarlah apa yang Nabi katakan karena pakaian yang berwarna putih lebih baik
dari warna selainnya dari dua aspek. Yang pertama warna putih lebih terang dan
nampak bercahaya. Sedangkan aspek yang kedua jika kain tersebut terkena sedikit
kotoran saja maka orang yang mengenakannya akan segera mencucinya. Sedangkan
pakaian yang berwarna selain putih maka boleh jadi menjadi sarang berbagai

4
Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiry, Adab Berpakaian (Jakarta:Islam House,
2019).
9
kotoran dan orang yang memakainya tidak menyadarinya sehingga tidak seger
mencucinya. Andai jika sudah dicuci orang tersebut belum tahu secara pasti apakah
kain tersebut telah benar-benar bersih ataukah tidak. Dengan pertimbangan ini Nabi
memerintahkan kita, kaum laki-laki untuk memakai kain berwarna putih. Kain putih
disini mencakup kemeja, sarung ataupun celana. Seluruhnya dianjurkan berwarna
putih karena itulah yang lebih utama. Meskipun mengenakan warna yang lainnya
juga tidak dilarang. Asalkan warna tersebut bukan warna khas pakaian perempuan.
Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai
perempuan. Demikian pula dengan syarat bukan berwarna merah polos karena nabi
melarang warna merah polos sebagai warna pakaian laki-laki. Namun jika warana
merah tersebut bercampur warna putih maka tidaklah mengapa." (Syarah Riyadus
Shalihin, 7/287, Darul Wathon)5.
11. Dilarang Mengenakan Pakaian yang Dicelup dengan Warna Kekuning-
Kuningan.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Amr bin al-Ash
radhiyallahu 'anhuma, berkata, "Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melihatku mengenakan dua pakaian yang berwarna kekuning-kuningan, lalu
beliau bersabda: "Sesungguhnya ini termasuk dari pakaian kafir janganlah engkau
memakainya". HR Muslim no: 2077.
Al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari, setelah menyebutkan
ucapannya para ulama tentang pakaian yang berwarna merah, beliau menegaskan,
"Yang sesuai dalam masalah ini ialah bahwa larangan untuk mengenakan pakaian
yang berwarna merah kalau sekiranya itu merupakan pakaian yang biasa dikenakan
oleh orang kafir, maka pendapat dalam hal ini persis seperti pendapat tentang
masalah larangan memakai pakaian warna merah. Dan apabila yang dimaksud
adalah pakaian wanita maka ini kembali pada larangan menyerupai kaum wanita,
maka larangannya ada pada tasyabuh bukan pada jenis pakaiannya.
Dan jika tujuannya adalah untuk popularitas atau menyimpang dari muru'ah
maka hal itu terlarang kapanpun terjadinya. Walaupun dalam hal ini pendapat yang
dipegang oleh Imam Malik itu lebih kuat yang membedakan antara kondisi didalam
rumah dan ketika dikenakan dalam kumpulan banyak orang".

5
Aris Munandar, Adab Berpakaian (Jakarta : Maktabah Abu Salma al-Atsari, 2008), hal. 8-9.
10
Dalam lafazh yang lain, Nabi melihatku mengenakan kain yang dicelup dengan
'usfur maka Nabi bersabda, "Apakah ibumu memerintahkanmu memakai ini?" Aku
berkata, "Apakah kucuci saja?" Nabipun bersabda, "Bahkan bakar saja." (HR
Muslim). Menurut penjelasan Ibnu Hajar mayoritas kain yang dicelup dengan
'ushfur itu berwarna merah. (Fathul Bari, 10/318)
Dalam hadits di atas Nabi mengatakan "Apakah ibumu memerintahkanmu untuk
memakai ini" hal ini menunjukkan pakain berwarna merah adalah pakaian khas
perempuan sehingga tidak boleh dipakai laki-laki. Sedangkan maksud dari perintah
Nabi untuk membakarnya maka menurut Imam Nawawi adalah sebagai bentuk
hukuman dan pelarangan keras terhadap pelaku dan yang lainnya agar tidak
melakukan hal yang sama.
Dari hadits di atas juga bisa kita simpulkan bahwa maksud pelarangan Nabi
karena warna pakaian merah adalah ciri khas warna pakaian orang kafir. Dalam
hadits di atas Nabi mengatakan "Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang
kafir. Jangan dikenakan." 6
12. Dianjurkan untuk Menampakkan Nikmat yang Diperoleh dalam Berpakaian
Maupun yang Lainnya
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Abu Dawud
dari Abul Ahwash dari bapaknya radhiyallahu 'anhu, dirinya berkata, "Aku pernah
mendatangi Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengenakan
pakaian kumal, maka beliau bertanya, "Bukankah engkau punya harta? Ia, jawabku.
Beliau kembali bertanya, "Harta apa yang engkau miliki? Aku menjawab, "Allah
Shubhanahu wa ta’alla telah memberiku onta, kambing, kuda dan budak". Maka
beliau bersabda : "Apabila Allah telah memberimu harta maka perlihatkan (pada
orang) bekas nikmat dan karunia Allah yang diberikan padamu". HR Abu Dawud
no: 4063. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Abi Dawud no:
3428.
13. Memakai Minyak Wangi
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai minyak
wangi, seperti dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Nasa'i
dari Anas radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam

6
Aris Munandar, Adab Berpakaian (Jakarta : Maktabah Abu Salma al-Atsari, 2008), hal. 9-
10.

11
bersabda: "Dijadikan kecintaan pada diriku dari perkara dunia, wanita dan minyak
wangi". HR an-Nasa'i no: 3939. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan
an-Nasa'i no: 3680.
Dan beliau tidak pernah menolak bila diberi minyak wangi, sebagaimana
dijelaskan dalam riwayat Bukhari no: 2582.

2.2. Adab Berhias


1. Berhias Merupakan Sunnah Alamiah
Dari Aisyah r.a, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
“Sepuluh hal yang termasuk fitrah : mencukur kumis, memotong kuku, menyela-
nyela (mencuci) jari jemari, memanjangkan jenggot, siwak, istinsyaq (memasukkan
air ke hidung), mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan intiqashul
ma’a istinja. Mush’abbin Syaibah mengatakan: “Aku lupa yang ke sepuluh,
melainkan berkumur”.
Dari Abu Hurairah r.a,dia mengatakan : “Lima perkara yang merupakan bagian
dari fitrah : memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak,dan mencukur
bulu kemaluan, dan khitan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Larangan Mencukur dan Menyambung Rambut
Tidak diperbolehkan bagi wanita mencukur rambutnya kecuali karena suatu hal
yang mengharuskan untuk itu, dan tidak juga menyambung rambutnya, baik dengan
rambut sendiri, rambut orang lain, rambut hewan maupun yang lainnya.
Bahkan Ibnu Hazm mengatakan, bahwa menyambung rambut merupakan salah
satu perbuatan dosa besar. Dan Ali bin Abi Thalib r.a, dia berkata : “Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang wanita mencukur rambutnya.”(HR. At-
Tirmidzi dan An-Nasa’i).
Dari Asma’ binti Abu Bakar Ash-Siddiq, dia menceritakan, pernah ada seorang
wanita datang kepada Rasulullah seraya bertanya : “Wahai Rasulullah, aku
mempunyai seorang putri yang terserang penyakit, sehingga rambutnya rontok,
apakah berdosa jika menyambungnya?” Beliau menjawab: “Allah melaknat wanita
yang menyambung rambutnya dan wanita yang meminta siambungkan rambutnya.”
(Muttafaqun Alaih).
Dari Humaid bin Abdirrahman, dia menceritakan, aku pernah mendengar
Mu’awiyah ketika dia sedang berada di atas mimbar di Madinah, dimana dia
12
mengambil dari dalam kopiahnya guntingan rambut seraya berkata : :Wahai
penduduk Madinah, dimana ulama-ulama kalian, sesungguhnya aku pernah
mendengar Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang melakukan hal ini
(menyambung rambut). Ketahuilah, bahwa orang-orang Bani Israel binasa ketika
wanita-wanita kalangan mereka melakukan hal ini.”
Dari Mu;awiyah r.a bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang
tipu daya, dan tipu daya wanita adalah menyambung rambutnya.”
3. Larangan Membuat Tato dan Merenggangkan Gigi
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, Rasulullah bersabda : “Allah melaknat wanita
yang membuat tato (pada kulitnya) dan wanita yang meminta dibuatkan tato, yang
mencukur alisnya dan wanita yang meminta direnggangkan gigginya untuk
mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Allah.” (Muttafaqun
Alaih).
Dari Abdullah bin Umar r.a : “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang minta
disambungkan rambutnya, wanita yang mentato (kulitnya) dan wanita yang meminta
dibuatkan tato.” (HR. An-Nasa’i)
Dari Abu Al-Hushain Al-Haitsam, dia menuturkan, aku pernah mendengar Abu
Raihanah mengatakan ; “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang sepuluh
hal: mengasah gigi, membuat tato, mencabut alis.. sampai pada sabdanya, dan juga
berkumpulnya dua orang wanita dalam satu kain tanpa hijab…” (HR. Abu Dawud).
4. Diperbolehkan Memakai Pakaian Sutera bagi Wanita
Dari Anas r.a, dia menceritakan: “Aku pernah melihat pada diri Zainab binti
Rasulullah baju sutera yang bergaris.”
Dari Ali bin Abi Thalib r.a, dia menceritakan, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah memberiku pakaian sutera bergaris. Lalu aku keluar dengan
mengenakannya, aku melihat kemarahan pada wajah beliau.
Dan aku tidak memberikan kepada istriku untuk dikenakan. Kemudian beliau
menyuruhku menyobek pakaian tersebut, maka aku pun menyobeknya di hadapan
wanita-wanita di keluargaku. (HR. AL-Bukhari).
5. Larangan Menjulurkan Pakaian
Dari Abdulllah bin Umar r.a, dia menceritakan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda : “Barangsuapa menarik (menyeret) pakaiannya karena

13
sombong, niscaya Allah tidak akan memandangnya. “Lalu Ummu Salamah bertanya :
“Bagaimana kaum wanita harus membuat ujung pakaiannya?”
“Hendaklah mereka menurunkan pakaian mereka sejengkal (dari pertengahan
betis kaki),” jawab Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Selanjutnya Ummu Salamah, bahwasanya ada seorang wanita yang berkata
kepada Ummu Salamah Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Aku menmanjangkan bajuku,
lalu aku berjalan di tempat yang kotor. “Ummu Salamah menjawab: “Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, ‘Ujung baju itu akan dibersihkan oleh
tanah berikutnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Ada seorang wanita dari Bani Abdul Asyhal yang menceritakan, aku pernah
bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami kami memiliki jalan menuju ke mesjid
yang becek, lalu apa yang harus kami lakukan jika turun hujan?” Beliau mengatakan:
“Bukankah setelah jalan tersebut ada jalan yang lebih bersih darinya?”
“Ya,” jawabnya. Lenih lanjut beliau mengatakan : “Yang ini (dibersihkan) oleh
yang ini.” (HR. Abu Dawud).
Al-Bukhari mengatakan: “Bagian yang terkena najis dibersihkan dengan
mencucinya sehingga tidak ada lagi bekas najis tersebut, baik warna maupun baunya.
Sedangkan bagian yang tidak mungkin dicuci, misalnya lantai, maka cara
mensucikannya adalah dengan menyiramnya sehingga tidak ada bekas najis padanya.
Dan air merupakan alat pokok untuk membersihkan dan mensucikan, dan tidak ada
yang dapat menggantikannya kecuali yang dibenarkan syari’at, sebagaimana yang
disebutkan dalam hidits di atas.
6. Dimakruhkan bagi Wanita Memperlihatkan Perhiasan yang Dipakainya
Hendaklah wanita muslimah mengetahui bahwa syari’at telah membolehkan
wanita memakai emas, namun demikian, dia dimakruhkan memperlihatkan perhiasan
emas yang dikenakannya. Dalil yang melandasinya adalah:
Hadits dari Tsauban, dia menceritakan: Bintu Hubairah pernah datang kepada
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang di tangannya melingkar cincin besar.
Maka beliau memukul tangannya itu. Lalu dia masuk menemui Fathimah binti
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan apa yang telah diperbuat
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadapnya itu. Kemudian Fathimah
melepaskan kalung emas yang melingkar di lehernya seraya berkata: “Kalung ini
hadiah dari Abu Hasan.” Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam masuk
sedang kalung itu berada di tangannya seraya berucap: “Wahai Fathimah, apakah
14
kamu senang orang-orang menyebutmu sebagai putri Rasulullah sedang di tangannya
terdapat kalung dari api.”
Setelah itu beliau keluar dan tidak duduk. Lalu Fathimah membawa kalung itu
ke pasar dan menjualnya dan dengan uang penjualannya itu dia membeli pelayan, ada
yang menyebutkan budak, lalu dia memerdekakannya. Kemudian hal itu disampaikan
kepada Rasulullah, maka beliau berkata: “Segala puji bagi Allah yang
menyelamatkan Fathimah dari neraka.”
7. Tidak Diperbolehkan Memakai Wewangian yang Tercium Aromanya oleh
Orang Lain
Dari Ghanin bin Qais, dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a, dia menceritakan,
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Setiap wanita mana saja
yang memakai wangi-wangian lalu dia berjalan melewati suatu kaum supaya mereka
mencium bau wanginya itu, berarti dia telah berzina.” (HR. At-Tirmidzi).
Perbedaan antara parfum pria dengan parfum wanita: parfum pria tercium
aromanya tetapi tidak tampak warnanya. Sebaliknya, parfum wanita, tidak tercium
aromanya tetapi tampak warnanya.
Dari Abu Hurairah r.a, dia berkata : “Parfum pria adalah yang tercium aromanya
dan tidak tampak warnanya, dan parfum wanita adalah yang tampak warnanya dan
tidak tercium aromanya.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i).
Dari Imran bin Hushain, dia menceritakan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda : “Ketahuilah, parfum pria adalah yang tercium dan tidak
tampak warnanya. Sedangkan parfum wanita adalah yang tampak warnanya dan
tidak tercium aromanya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Sebagian perawi mengatakan : “Yang demikian itu jika dipergunakan di luar
rumah, tetapi jika sedang berada di sisi suaminya, maka dia boleh mamakia parfum
sekehendak hatinya.
Dari Abu Hurairah r.a, dia menceritakan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda: “Setiap wanta mana saja yang menegnakan bau wangi, maka
hendaklah dia tidak mengerjakan sholat Isya bersama kami.” (HR. Muslim).
8. Diperbolehkan bagi Wanita Memakai Kutek
Diperbolehkan bagi wanita Musliamh memakai kutek. Hl itu didasarkan pada
hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a, dia menceritakan: “Ada seorang wanita
yang menyodorkan sebuah kitab dengan tangannya kepada Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam, lalu beliau menarik tangan beliau, lalu wanita itu mengatakan,
15
Wahai Rasulullah, aku menyodorkan tanganku kepadamu dengan sebuah kitab tetapi
engkau tidak mengambilnya.”
Beliau pun berkata, ‘Sesungguhnya aku tidak mengetahui apakah itu tangan
orang perempuan atau orang laki-laki.’ ‘Ia adalah tangan wanita,’ papar wanita itu.
Maka beliau berkata, “Seandainya aku seorang wanita, niscaya aku akan merubah
kukumu dengan daun pacar.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Dari Karimah bin Hamam, bahwa ada seorang wanita yang bertanya kepada
Aisyah r.a mengenai kutek dengan menggunakan daun pacar, maka ia menjawab :
“Boleh-boleh saja, tetapi aku tidak menyukainya, karena suamiku tersayang
(Rasulullah) tidak menyukai baunya,” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
9. Tidak Diperbolehkan Memakai Pakaian Tipis
Dari Abdullah bin Umar r.a, dia menceritakan, aku pernah mendengar
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pada akhir umatku nanti akan
ada beberapa orang laki-laki yang menaiki pelana, mereka singgah di beberapa pintu
masjid, yang wanita-wabit mereka berpakaian tetapi (seperti) telanjang, di atas kepala
mereka terdapat sesuatu seperti punuh unta yang miring. Laknat mereka, karena
mereka semua terlaknat.” (HR. Ibnu Hibban).
10. Perintah Berhijab
Allah Swt berfrman :
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah
Nabi kecuali jika kalian diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu
waktu masak (makanannya), tetapi jika kalian diundang maka masuklah dan jika
kalian selesai makan, keluarlah kalian tanpa asyik memperpanjang percakapan.
Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepada
kalian (untuk menyuruh kalian keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang
benar. Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (istri-istri Nabi), maka
mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan
hati mereka. Dan tidak boleh kalian menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak pula
mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah beliau wafat. Sesungguhnya
perbuatan itu adalah sangat besar dosanya di sisi Allah.” (Al-Ahzab : 53).
Firman Allah Swt, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
memasuki ruma-rumah Nabi,” merupakan larangan yang bersifat umum bagi setiap
mukmin.

16
Dari Anas r.a, dia menceritakan, Umar bin Khaththab berkata: “Ya Rasulullah,
sesungguhnya ada yang masuk ke rumah istri-istrimu, laki-laki baik dan juga laki-
laki jahat, sekiranya emgkau memerintahkan mereka mengenakan hijab. Lalu Allah
menurunkan ayat hijab.” (Muttafaqun Alaih).
Ayat hijab itu turun pada bulan Dzulqa’dah tahun kelima hijrah. Tetapi ada juga
yang mengatakan tahun ketiga.
“Kecuali jika kalian diizinkan.” Dalam larangan itu ada pengecualian, yaitu jika
ada izin dari beliau, “Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (istri-istri
Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.” Setalah ayat ini tidak lagi diperkenankan
bagi seseorang melihat istri Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam baik saat mengenakan
jilbab maupun tidak.
“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” Dalam
larangan tersebut bermuatan adab sopan santun, sekaligus peringatan agar tidak
berkhulwah dengan selain muhrimnya serta berbincang-bincang tanpa adanya hijab,
karena yang demikian itu akan lebih baik bagi dirinya dan dapat menjaga dirinya.
Demikian juga firman-Nya:
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab keseluruh tubuh
mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Ahzab : 59).
Ditunjukkan firman tersebut kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salla, istri-istri
dan putri-putri beliau serta istri-istri orang mukmin menunjukkan bahwa seluruh
wanita Muslimah dituntut menjalankan perintah ini tanpa adanya pengecualian sama
sekali.
Mengenai hijab ini terdapat beberapa syarat yang yang tanpanya hijab itu tidak
sah, yaitu: Pertama, hijab itu harus menutupi seluruh badan kecuali wajah dan dua
telapak tangan, yang dikenakan ketika memberikan kesaksian maupun shalat.
Kedua, hijab itu bukan dimaksudkan sebagain hiasan bagi dirinya, sehingga
tidak diperbolehkan memakai kain yang warnanya mencolok, atau kain yang penuh
gambar dan hiasan.
Ketiga, hijab itu harus lapang dan tidak sempit sehingga tidak menggambarkan
postur tubuhnya.
Keempat, hijab itu tidak memperlihatkan sedikit pun bagi kaki wanita.
17
Kelima, hijab yang dikenakan itu tidak sobek sehingga menampakkan bagian
tubuh atau perhiasan wanita. Dan juga tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki.
11. Berhias Wanita untuk Selain Suaminya
“Seorang wanita dilarang berhias untuk selain suaminya.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, dan An-Nasa’i).
Jika seorang wanita berhias dimaksudkan untuk orang selain suaminya, maka
Allah akan membakarnya dengan api neraka, karena berhias untuk selain suami
termasuk tabarruj dan dapat mengundang nafsu birahi orang laki-laki.
Dalam hal ini Allah Swt telah berfirman :
“Dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku (bertabarruj) seperti
orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab : 33).
Selain itu Allah jug berfirman:
“Dan jangan mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan.” (An-Nur : 31).
Jika seorang wanit melakukan hal semacam ini berarti dia telah berbuat
kerusakan dan berkhianat kepada suaminya.7

7
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, Terj. M. Abdul Ghoffar E.M (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2010), hal. 684-697.
18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Islam melarang umatnya mengobral aurat, baik aurat laki-laki maupun perempuan.
Islam mengajarkan agar seorang muslim berpakain dengan pakaian islami dengan
tuntunan yang telah Allah dan Rasul-Nya ajarkan. Pakaian yang islami adalah pakaian
yang dapat menutup aurat, bagi laki-laki harus dapat menutup bagian tubuhnya antara
pusar dan lutut, sedangkan bagi wanita harus dapat menutup seluruh tubuhnya kecuali
muka dan telapak tangan. Oleh sebab itu, setiap muslim mengetahui dan memiliki etika
dalam berpakaian.
Islam menganjurkan umatnya agar senantiasa berhias. Berhias dalam pandangan
Islam adalah suatu kebaikan dan sunah untuk dilakukan, sepanjang untuk ibadah atau
kebaikan. Menghiasi diri agar tampil menarik dan tidak mengganggu kenyamanan orang
lain yang memandangnya, merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim, terutama bagi
kaum wanita di hadapan suaminya, dan kaum pria dihadapan istrinya. Oleh sebab itu,
setiap muslim harus mengetahui dan memiliki etika dalam berhias.

3.2. Saran
Kami menyadari dalam pembuatan Makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu saran dari pembaca sangat kami butuhkan demi penyempurnaan Makalah
ini kedepannya

19
DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi. 2014. Adab Berpakaian. Terjemahan oleh Abu
Umamah Arif Hidayatullah. Jakarta : Islam House.
Munandar, Aris. 2008. Adab Berpakaian. Jakarta : Maktabah Abu Salma al-Atsari.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiry. 2019. Adab Berpakaian. Jakarta : Islam
House.
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah. 2010. Fiqih Wanita. Terjemahan oleh M. Abdul
Ghoffar. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar.

20

Anda mungkin juga menyukai