Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan didefinisikan oleh Canadian Nurses Association pada tahun 1986

sebagai hubungan yang dinamik, penuh perhatian, dan pertolongan dimana perawat

membantu klien untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan optimalnya

(Meilicke & Larsen, 1988 dalam Potter & Perry, 1997/2005). Keperawatan dapat

dipandang sebagai suatu proses serangkaian kegiatan yang mengorganisasikan,

mengatur, mengkoordinasikan serta mengarahkan berbagai sumber, termasuk klien

dan perawat, secara efektif dan efisien dalam rangka memberikan pelayanan

keperawatan yang bermutu.

Sepanjang waktu, format dan kualitas dokumentasi telah berkembang dan terus

berdampak positif terhadap perawatan klien. Salah satu isu yang menantang dalam

keperawatan adalah bagaimana mendokumentasikan kualitas perawatan klien dalam

keterbatasan akibat berbagai sumber baik individu perawat maupun keterbatasan

secara finansial. Sistem dokumentasi yang ideal harus memberikan informasi klien

yang komprehensif, menunjukkan hasil dan standar klien, memfasilitasi

reimbursement dari pemerintah serta sebagai dokumen legal (Twardon & Gartner,

1993 dalam Potter & Perry, 1997/2005). Dokumentasi asuhan keperawatan

mencakup dokumentasi pengkajian, perencanaan, tindakan keperawatan dan

evaluasi. Pendokumentasian asuhan keperawatan mempengaruhi mutu layanan

keperawatan. Pendokumentasian yang tepat, komprehensif dan konsisten akan

meningkatkan mutu layanan keperawatan di Rumah Sakit. Komputerisasi pencatatan

merupakan salah satu tren terkini dalam dokumentasi keperawatan yang menunjang
1
praktik keperawatan. Komputer mulai digunakan sebagai sarana utama untuk

mengembangkan program-program dokumentasi dalam rangka meningkatkan

kualitas asuhan keperawatan, kualitas dokumentasi yang dilakukan, dan mengatur

pola pemberian pelayanan keperawatan kepada pasien. Beberapa rumah sakit di

Indonesia mulai mengembangkan pendokumentasian keperawatan dengan

menggunakan komputer untuk meningkatkan efektifitas pekerjaan perawat sehingga

dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada klien.

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati sebagai rumah sakit berstatus Badan

Layanan Umum (BLU) dengan pengguna layanan berasal dari berbagai klas atau

golongan masyarakat selalu berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatannya

termasuk keperawatan. Saat ini Komite Keperawatan Rumah Sakit Fatmawati sedang

melakukan program penigkatan mutu, salah satunya adalah audit terhadap

dokumentasi keperawatan di RS Fatamawati. Hasil audit dokumentasi asuhan

keperawatan di Instalasi Rawat Inap B (IRNA B) RSUP Fatmawati pada Januari-

Februari 2008 menunjukkan dokumentasi pengkajian hingga evaluasi mempunyai

nilai rata-rata 50-80. Pada beberapa bagian pendokumentasian masih ditemukan

beberapa pencatatan yang manual, ketidaklengkapan pencatatan, kurangnya

perhatian terhadap aspek legal dokumentasi, hingga kurang berkesinambungannya

pendokumentasian oleh perawat shift pagi, sore dan malam. RSUP Fatmawati telah

menerapkan pendokumentasian keperawatan dengan menggunakan komputer sejak

2004. Namun, pendokumentasian dengan komputer ini hanya berupa pencatatan

pengkajian hingga perencanaan intervensi keperawatan. Pencatatan implementasi

dan evaluasi perkembangan pasien masih dilakukan secara manual.

Berdasarkan fenomena di atas, kami bermaksud mengajukan usulan

pengembangan dokumentasi keperawatan berbasis komputer yang lebih lengkap

2
mencakup pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan intervensi,

implementasi, evaluasi dan resume pasien pulang di IRNA B RSUP Fatmawati. Salah

satu model dokumentasi keperawatan yang kami usulkan adalah model SIMBAK

yaitu sistem informasi manajemen berbasis asuhan keperawatan.Usulan

pengembangan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsep manajemen

pelayanan keperawatan untuk menunjang efektivitas dan efisiensi kegiatan praktik

keperawatan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengembangkan pendokumentasian keperawatan berbasis komputer dengan

model SIMBAK di IRNA B RSUP Fatmawati


2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi penyelesaian masalah ketidaklengkapan pada

pendokumentasian keperawatan di IRNA B RSUP Fatmawati


b. Mengidentifikasi penyelesaian masalah pencatatan secara manual

pada pendokumentasian keperawatan di IRNA B RSUP Fatmawati


c. Mengidentifikasi penyelesaian masalah kurangnya perhatian terhadap

aspek legal pada pendokumentasian keperawatan di IRNA B RSUP

Fatmawati
d. Mengidentifikasi penyelesaian masalah ketidaksinambungan

pendokumentasian keperawatan di IRNA B RSUP Fatmawati

C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan terdiri dari: Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan

Teoritis, Bab III Deskripsi manajemen dokumentasi keperawatan di IRNA B

RSUP Fatmawati, Bab IV Pembahasan, dan Bab V Penutup.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep manajemen keperawatan

Manajemen merupakan proses mengatur dan mengintergrasikan sumber-

sumber yang ada melalui perencanaan, organisasi, koordinasi, direksi, dan


4
kontroling untuk meraih tujuan. Hersey & colleagues (2001) dalam Huber

(2006), mendefinisikan manajemen sebagai proses bekerja dengan atau melalui

orang lain, kelompok atau sumber-sumber yang lain (teknologi, peralatan,

sumber modal) untuk meraih tujuan organisasi. Ada 4 fungsi manajemen yang

harus diperhatikan, yaitu perencanaan, organisasi, directing, dan pengawasan

(Gillies, 1996/2003)

1. Perencanaan

Perencanaan ialah suatu keputusan untuk masa yang akan datang. Artinya,

apa, siapa, kapan, di mana, berapa dan bagaimana yang akan dan harus

dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

a. Pentingnya perencanaan

Hal-hal yang menjadi keuntungan dari pentingnya perencanaan antara

lain:

1) untuk menghilangkan atau mengurangi ketidakpastian di masa

datang

2) memusatkan perhatian pada setiap unit yang terlibat

3) membuat kegiatan yang lebih ekonomis

4) memungkinkan dilakukannya pengawasan.

b. Unsur-unsur perencanaan

Fokus utama dalam unsur-unsur perencanaan adalah:

1) Meramalkan (forecasting), seperti memperkirakan

kecenderungan masa depan (peluang dan tantangan)

5
2) Menetapkan tujuan (established of objectives), seperti

menyusun acara yang urutan kegiatannya berdasarkan skala

prioritas

3) Menyusun jadwal pelaksanaan (schedulling), seperti

menetapkan atau memperhitungkan waktu dengan tepat

4) Menyusun anggaran (budgeting), seperti mengalokasikan

sumber yang tersedia (uang, alat, manusia) dengan

memperhitungkan waktu yang tepat

5) Mengembangkan prosedur, seperti menentukan tata cara yang

paling tepat

6) Menafsirkan dan menetapkan kebijaksanaan (interpreting and

establishing policy), seperti menafsirkan kebijaksanaan atasan dan

menetapkan kebijaksanaan operasional

c. Sifat-sifat perencanaan

Ada beberapa sifat dalam perencanaan, yaitu melihat jauh ke depan,

sederhana dan jelas atau lugas, fleksibel, stabil, ada dalam keseimbangan,

tersedianya sumber-sumber untuk pelaksanaan.

d. Tipe Perencanaan

Secara garis besar , ada 3 tipe perencanaan yaitu: sasaran (goals), rencana

tunggal (single use plan), dan rencana induk (standing plan/master plan).

1) Sasaran (goals)

Setiap pimpinan harus mempunyai sasaran yang jelas, dan

bawahannya juga harus mengetahuinya. Sasaran ini akan memberikan

6
arah kegiatan. Perencanaan berdasarkan sasaran, pada intinya terdiri

atas: tujuan (objective), anggaran dan batas waktu, serta sasaran

kegiatan (operating goals).

2) Rencana tunggal (single use plan)

Rencana tunggal digunakan untuk menentukan langkah-langkah suatu

kegiatan. Apabila tujuan sudah tercapai, maka rencana selesai.

Rencana tunggal pada intinya terdiri atas 4 bagian, yaitu:

a) Program utama, yaitu tugas utama organisasi.

b) Proyek, yaitu bagian dari program tersusun yang

dilaksanakan berdiri sendiri dan ada akhirnya.

c) Program khusus, yaitu rencana yang mendapat perhatian

khusus karena sifat masalahnya juga yang khusus.

d) Rencana rinci, yaitu penjabaran secara rinci dari suatu

program agar penggunaan sumber dan yang lainnya jelas dan

terarah.

3) Rencana induk (standing plan, master plan)

Rencana induk adalah rencana yang bersifat luas dan menyeluruh

serta dipergunakan terus menerus. Juga rencana yang lain, dalam hal

ini harus sinkron dan sesuai dengan rencana induk. Hal yang dapat

membedakan rencana induk dengan rencana lain, yaitu:

a) Kebijaksanaan, yaitu pedoman organisasi dalam

menjalankan tugas pekerjaan yang berupa pola organisasi

b) Prosedur, yaitu proses yang harus diketahui apa dan

bagaimana melaksanakan kegiatan yang disusun agar efisien dan

efektif

7
c) Metode, yaitu cara terbaik untuk melaksanakan kegiatan,

umumnya, prosedur yang digunakan saling bergantian.

e. Teknik Perencanaan

Beberapa teknik perencanaan yang sering dipakai adalah :

1) PPBS, yaitu sistem perencanaan, pembuatan program, dan

anggaran (planning, programming, budgetting, and sistem)

2) NwP, yaitu perencanaan jaringan kerja (network planning)

3) Perencanaan tradisional yang berdasarkan jenis pengeluaran.

4) Perencanaan hasil kerja yang berorientasi kepada sasaran atau

hasil yang ingin dicapai.

2. Organisasi

Pengertian organisasi dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu secara statis

dan dinamis. Organisasi dilihat secara statis, yaitu sebagai wadah kegiatan

sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan secara

dinamis, yaitu bahwa organisasi merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan

kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan tertentu.

a. Ciri-ciri organisasi

Lima hal yang menjadi ciri-ciri organisasi, yaitu terdiri atas sekelompok

orang, ada kegiatan-kegiatan yang berbeda tapi saling berkaitan, tiap

anggota mempunyai sumbangan usaha, adanya kewenangan, koordinasi,

dan pengawasan serta adanya suatu tujuan.

b. Prinsip Pengorganisasian

8
Proses pengorganisasian pada intinya dibagi menjadi 2 pokok analisa,

yaitu:

1) Analisa tujuan organisasi

Analisa tujuan organisasi dijelaskan seperti piramida terbalik, yaitu

dimulai dari tujuan yang dijabarkan menjadi tugas-tugas pokok dan

kemudian dijabarkan menjadi fungsi-fungsi. Setelah itu fungsi akan

dijabarkan menjadi uraian pekerjaan dan terakhir uraian pekerjaan

akan dianalisa beban kerjanya.

2) Analisa jabatan (persyaratan-persyaratan untuk jabatan)

Analisa jabatan terdiri atas pengelompokkkan jabatan,

pengelompokkan fungsi, pengelompokkan tugas, penentuan bentuk

organisasi, penetapan organisasi dan penyempurnaan organisasi.

c. Bentuk dan tipe organisasi

Bentuk dan tipe organisasi terdiri atas 3 bahasan, yaitu dasar

pengorganisasian, bentuk organisasi, dan type organisasi.

1) Dasar pengorganisasian, terbagi menjadi 5 kelompok yaitu

berdasarkan fungsi, proses, langganan, produk, dan daerah atau

wilayah.

2) Bentuk organisasi terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu: lini, lini

dan staf, organisasi fungsi, panitia.

3) Tipe organisasi, terbagi menjadi 3 yang diilustrasikan dalam

bentuk piramida mendatar, kerucut dan terbalik.

3. Directing

9
Directing (menggerakan) adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang

lain agar mau dan suka bekerja dalam rangka menyelesaikan tugas, demi

tercapainya tujuan bersama. Dalam hal ini, diusahakan agar mereka jangan hanya

semata-mata menerima perintah dari atasan, tetapi tergerak hatinya untuk

menyelesaikan tugasnya dengan kesadaran sendiri. Penggerakkan ini seringkali

menjadi hambatan karena yang digerakkan adalah manusia, yang mempunyai

keinginan pribadi, sikap dan perilaku khusus. Oleh sebab itu, masalah

kepemimpinan menjadi hal yang penting agar dapat meningkatkan motivasi dan

sikap kerja orang lain.

Ada 3 tipe penggerakkan yang dapat dijadikan bahan acuan yaitu

kepemimpinan, motivasi kerja, serta koordinasi, integrasi, sinkronisasi,

simplifikasi (KISS), dan komunikasi.

a. Kepemimpinan

Ada 3 tipe pengertian kepemimpinn yang menjadi acuan, yaitu:

1) Suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang,

agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.

2) Seni yang berdasar dari kemampuan sesorang untuk

mempengaruhi orang lain agar mau berperilaku seperti apa yang

dikehendakinya.

3) Proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan

b. Motivasi Kerja

Suatu dorongan yang menyebabkan seseorang mau melaksanakan suatu

pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Terbagi 3 yaitu: jenis

motivasi, faktor-faktor motivasi, faktor demotivator.

10
1) Jenis motivasi: eksternal, sosial, internal

2) Faktor-faktor motivasi antara lain pengakuan sebagai seorang

manusia, perlakuan yang adil dan pantas, ada jaminan kerja, kondisi

atau lingkungan kerja yang cocok, kemungkinan untuk didengarkan

atau diperhatikan, kebanggaan, pengetahuannya memadai, bantuan

kepemimpinan, suatu tantangan dan rasa keanggotaan atau memiliki

3) Faktor demotivator antara lain mendinginkan sikap mereka,

mengerogoti mereka, membiarkan mereka sendiri, memerintah

seenaknya, menetapkan sasaran yang terlalu tinggi, kikir dalam

peralatan atau bahan kerja, penghargaan yang tidak memadai

a. KISS dan Komunikasi

KISS merupakan akronim dari koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplikasi

sedangkan komunikasi merupakan penambahan.

1) Koordinasi: pola kerjasama yang merupakan satu kesatuan

teratur dan tujuan utamanya adalah efisien, efektif, serta mencapai

tujuan. Koordinasi terdiri atas: vertikal, horizontal, diagonal atau

fungsional.

2) Integrasi: kesatuan yang bersifat terpadu dalam suatu sistem

kerja yang bertujuan utnuk efisiensi.

3) Sinkronisasi: penyesuaian dan penyelarasan dalam gerak

pekerjaan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

4) Simplifikasi: penyederhaan proses dan prosedur kerja untuk

penghematan dalam arti luas (termasuk didalamya deregulasi dan

debirokratisasi)

11
5) Komunikasi: untuk menciptakan KISS, maka faktor

komunikasi sangat berperan. Untuk menciptakan komunikasi yang baik

diperlukan arus informasi yang lancar.

4. Pengawasan

a. Arti dan Tujuan Pengawasan

Pengawasan adalah suatu proses untuk mengetahui apakah hasil pelaksanaan

kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan,

kebijaksanaan, tujuan, dan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya.

b. Maksud dan tujuan pengawasan

Tujuan pengawasan ialah untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan,

penyimpangan, dan ketidaksesuaian yang dapat mengakibatkan tujuan atau

sasaran organisasi tidak tercapai dengan baik, karena pelaksanaan

pekerjaan/kegiatan tidak efisien dan efektif.

c. Guna pengawasan

1. Mencegah terjadinya penyelewengan, penyalahgunaan wewenang,

pemborosan, dan kerugian dalam organisasi.

2. Meningkatkan rasa tanggung jawab pejabat

3. Memperbaiki kesalahan, penyelewengan dan penyalahgunaan

wewenang yang telah terjadi.

4. Mendidik aparatur agar bekerja sesuai dengan prosedur dan peraturan

yang berlaku.

d. Macam dan tipe pengawasan

Tipe pengawasan terbagi menjadi 3 yaitu dilihat dari:

- Kedudukan unit pengawasan terdiri atas pengawasan dari dalam

(internal control) dan dari luar (eksternal control).

12
- Sasaran terdiri atas pengawasan preventif yang dilakukan sebelum

pelaksanaan dan pengawasan refresif yang dilakukan saat atau sesudah

pelaksanaan.

- Sifat tugas (peranan) pengawasan terdiri atas pengawasan

politis/masyarakat yang dilakukan oleh misalnya dpr dan pengawasan

fungsional yang dilakukan oleh aparatur atau lembaga yang tugas pokoknya

melaksnakan pengawasan.

B. Dokumentasi Keperawatan
1. Definisi

Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau

tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu

yang berwenang. Catatan medis harus mendeskripsikan tentang status dan

kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang diberikan untuk

perawatan klien (Potter & Perry, 1997/2005).

Fischbach (1991) mendefinisikan dokumentasi dalam tiga pengertian

yaitu (1) pengolahan, kutipan, simpanan dokumen, referensi dan atau

pelaporan, (2) kumpulan, penyimpanan, dan/atau penyebaran laporan

informasi dalam suatu sistem yang terintegrasi agar dapat digunakan secara

efisien dan mudah diakses, (3) suatu komunikasi tertulis mengenai suatu

kejadian untuk m endukung atau membuktikan suatu informasi atau kejadian.

Dokumentasi proses keperawatan merupakan suatu alat ukur untuk

mengetahui, memantau, dan menyimpulkan suatu pelayanan asuhan

keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit (Fisbach, 1991).

13
Standar VIII SK Direktur Jenderal Pelayanan Medik nomor

Y.M.00.03.2.6.7637 menyebutkan bahwa setiap informasi tentang pasien

yang berkaitan dengan kondisi kesehatan, analisis perawat dan

kesimpulannya, rencana dan tujuan tindakan serta implementasi dari rencana

beserta hasilnya harus dicatat (Praptianingsih, 2006).

Penulis menyimpulkan dokumentasi keperawatan merupakan pencatatan

asuhan keperawatan telah yang diberikan oleh perawat, yang dapat menjadi

alat komunikasi antar perawat. Dokumentasi keperawatan juga dapat

digunakan sebagai bukti nyata terhadap tindakan yang telah diberikan kepada

pasien.

2. Tujuan Pendokumentasian Keperawatan


Pendokumentasin keperawatan mempunyai tujuan yang penting dilihat

dari berbagai aspek berikut (Craven & Hirnle, 2006; Kozier, et al, 2003;

Potter & Perry, 1997/2005):


a. Komunikasi
Dokumentasi keperawatan berguna untuk merekam semua tindakan

perawatan yang telah dilakukan beserta hasilnya. Perawat atau tenaga

kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada dan sebagai alat

komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan

keperawatan. Catatan ini mencegah terjadinya pengulangan, kegagalan

atau tindakan perawatan yang tidak tuntas.


b. Perencanaan tindakan keperawatan
Perawat dan tim kesehatan yang lain menggunakan data yang ada di

catatan klien untuk melakukan perencaaan. Perawat memanfaatkan data

di catatan keperawatan untuk mengevaluasi efektivitas tindakan

keperawatan yang telah dilakukan.


c. Dokumen legal

14
Catatan tentang kondisi klien menjadi dokumen legal klien yang memuat

status kesehatan dan perawatan yang telah diterimanya. Dokumentasi

keperawatan dapat digunakan sebagai alat bukti apabila dibutuhkan di

pengadilan. Dokumentasi sebagai bukti diperlukan sewaktu-waktu

terutama bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi

keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai

pengguna jasa
d. Jaminan mutu (kualitas pelayanan)
Audit merupakan penilaian terhadap pencatatan (Craven & Hirnle, 2006).

Penilaian ini bertujuan sebagai penjaminan mutu dan sistem pembayaran

(reimbursement). Penilaian yang dilakukan untuk jaminan mutu bertujuan

mengobersvasi secara kontinu dan meningkatkan kualitas asuhan

keperawatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien. Pencatatan data

klien yang lengkap dan akurat, akan memberikan kemudahan bagi

perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien. Selain itu,

dokumentasi dapat digunakan untuk mengetahui daya guna dan hasil guna

asuhan keperawatan yang diberikan. Hal ini akan membantu

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.


e. Keuangan
Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan telah diberikan

dicatat dengan lengkap dan dapat digunakan sebagai acuan atau

pertimbangan dalam biaya keperawatan. Dokumentasi dapat menjadi

acuan dalam proses pembayaran oleh pemerintah, kantor asuransi dan

institusi pembayar yang lain. Pembayaran bisa dilakukan berdasarkan

tindakan keperawatan, lama tinggal di rumah sakit, dan lain-lain.


f. Pendidikan
Isi pendokumentasian mencakup kronologis dari kegiatan asuhan

keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi

15
pembelajaran bagi siswa atau profesi keperawatan. Mahasiswa dapat

mempelajari kasus nyata yang komprehensif dari pendokumentasian yang

tersedia. Selain itu, mahasiswa juga dapat mempelajari tindakan-tindakan

keperawatan dan hal-hal yang mempengaruhi proses penyakit pada

pasien.
g. Penelitian
Data yang terdapat dalam dokumentasi keperawatan mengandung

informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset dan

pengembangan profesi keperawatan. Rencana tindakan pada pasien

tertentu dengan masalah kesehatan yang sama dapat menjadi sumber

informasi untuk melakukan tindakan pada pasien yang lain. Riset berbasis

dokumentasi keperawatan dapat memfasilitasi profesi mengembangkan

makna praktik keperawatan.


h. Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan dapat dilihat sejauh mana peran dan

fungsi keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.

Dengan demikian, dokumentasi keperawatan dapat digunakan untuk

melihat tingkat keberhasilan pemberian asuhan keperawatan, guna

pembinaan lebih lanjut.

3. Prinsip-Prinsip Pendokumentasian

Prinsip-prinsip pendokumentasian yang baik lebih mudah diterima dan

diterapkan jika perawat memahami tujuan dilakukan pencatatan. Semua data

yang masuk tidak hanya menjadi alat komunikasi antar tim kesehatan tapi

juga bisa menjadi sumber data yang dikaji secara teliti oleh mahasiswa,

pengacara, agen pembayar dan peneliti (Craven & Hirnle, 2006). Beberapa

prinsip pendokumentasian yakni sebagai berikut (Craven & Hirnle, 2006;

Potter & Perry, 1997/2005):


16
a. Faktual
Informasi mengenai perawatan klien harus berdasarkan fakta, terutama

yang berhubungan dengan data psikososial klien. Perawat mencatat data

secara objektif berdasarkan apa yang dilihat, dirasakan, didengar dan

dicium. Pencatatan tidak boleh dilakukan berdasarkan hasil interpreatasi

pribadi. Perawat sebaiknya menghindari kata: tampak, terlihat, sepertinya,

tanpa didukung dengan data subyektif yang menunjang. Perawat lebih

baik mencatat bahwa klien diam dan menjawab pertanyaan dengan satu-

dua kata, daripada menuliskan pasien tampak depresi atau marah.


b. Keakuratan
Data yang dicatat harus akurat. Penggunaan pengukuran harus jelas.

Lebih baik menyebutkan ukuran masukan air minum 300 ml, daripada

masukan air secukupnya. Penjelasan mengenai kondisi luka termasuk

warna dapat ditunjang dengan memberikan gambar foto lukanya.

Penggunaan ejaan istilah juga perlu diperhatikan penulisannya agar tidak

terjadi salah interpretasi, misalnya disfagia dengan disfasia. Kesalahan

pencatatan tidak boleh dihapus atau dihilangkan. Kesalahan pencatatan

dikoreksi dengan memberikan coretan segaris pada kalimat yang salah

dan diberi tanda tangan serta diberikan alasan kenapa terjadi kesalahan

pencatatan, misalnya pencatatatn pada nama pasien yang salah.


c. Kelengkapan
Tidak semua hasil observasi perlu dicatat, namun informasi tentang

proses keperawatan harus lengkap. Pencatatan yang baik adalah

menyeluruh dan mengandung informasi yang lengkap tentang klien.

Pencatatan dan pelaporan yang jelas, singkat hanya memberikan

informasi yang penting dan menghindari penggunaan kata-kata yang tidak

diperlukan seperti kondisi rumah dihiasi oleh lampu yang mahal. Craven

& Hirnle (2006) menyebutkan beberapa informasi yang perlu


17
didokumentasikan yaitu tanda-tanda vital, kebiasaan klien, intervensi

keperawatan, medikasi yang diberikan, order dokter, pendidikan

kesehatan, respon klien, semua data yang baru tentang klien serta setiap

perubahan perencanaan keperawatan yang dilakukan.


d. Keringkasan
Catatan yang baik adalah yang ringkas dan jelas. Catatan yang ringkas

dapat menghemat waktu perawat untuk melakukan dokumentasi sehingga

lebih banyak waktu yang akan digunakan untuk memberikan asuhan

keperawatan kepada klien. Penggunaan nama lengkap pasien dapat

diganti dengan inisial, namun harus tetap dapat membedakan pasien yang

satu dengan yang lain. Beberapa institusi terkadang menggunakan

singkatan dalam pencatatan. Hal ini harus diketahui oleh semua perawat

sehingga tidak terjadi salah interpretasi terhadap pencatatan.

e. Organisasi
Perawat mengorganisasikan informasi dalam format atau urutan yang

logis. Pencatatan yang terorganisir menggambarkan kronologis kondisi

perawatan klien sesuai dengan waktu pencatatan. Pencatatan yang tidak

terorganisir dapat menyebabkan kebingungan apakah telah diberikan

tindakan keperawatan yang sesuai.


f. Mudah dibaca
Catatan harus jelas dan mudah dibaca oleh perawat yang lain, terutama

pada penulisan nomor dan angka yang berhubungan tindakan medis,

seperti menuliskan frekuensi nadi 164 kali/menit mungkin sama dengan

104 kali/menit dapat menyebabkan interpretasi yang salah bahkan

intervensi yang salah pula.


g. Tepat waktu
Dokumentasi tepat waktu dapat menghindari kesalahan. Perawat mencatat

semua tindakan tepat waktu, mencatat prosedur, tindakan dan pengkajian

segera setelah dilakukan. Pencatatan tepat waktu juga dapat menghindari


18
kealpaan terhadap informasi yang penting. Jika terjadi proses peradilan,

hakim akan memanfaatkan pencatatan yang dibuat berdasarkan urutan

waktu (Pennels, 2001 dalam Craven & Hirnle, 2006).


h. Memperhatikan aspek legal
Aspek legal pendokumentasian keperawatan menjamin perlindungan

terhadap perawat atas data yang dimasukkan dalam pencatatan tersebut.

Perawat harus mencantumkan nama atau inisial dan tanda tangan pada

setiap pencatatan yang telah dilakukan tindakan keperawatannya. Selain

itu, pencatatan yang salah, secara legalitas tidak boleh dihapus, melainkan

cukup dicoret dengan satu garis kemudian diparaf dan diberi alasan

kesalahan. Penggunaan tinta biru atau hitam pada pencatatan akan

mempermudah pelacakan waktu penulisan jika terjadi proses peradilan

(Karbala, H. 2008)

4. Metoda pendokumentasian keperawatan


Beberapa metode pendokumentasian keperawatan antara lain (Potter &

Perry, 1997/2005; Fischbach, 1991):


a. Source oriented record (SOR)
Tipe pendokumentasian ini menempatkan catatan atas dasar disiplin

orang atau sumber yang mengelola pencatatan. Informasi pencatatan

ini terorganisasi berdasarkan masalah klien sehingga rincian tentang

masalah spesifik mungkin tersebar di seluruh catatan.

Pendokumentasian ini terdiri dari 5 komponen yaitu lembar

penerimaan berisi biodata, lembar riwayat medik, catatan perawat

dan laporan khusus.


b. Problem oriented record
Pendokumentasian ini memusatkan data tentang klien disusun

menurut masalah klien. Metoda ini berhubungan dengan proses

keperawatan dan memudahkan komunikasi tentang klien (Gawlinski

& Rasmussen, 1984 dalam Potter & Perry, 1997/2005). Tipe


19
pendokumentasian ini terdiri dari data dasar, daftar masalah,

perencanaan awal, dan catatan perkembangan.

c. Progress Oriented Record


Pencatatan ini berorientasi pada perkembangan kemajuan. Tiga jenis

catatan perkembangan antara lain: catatan perawat, lembar alur,

catatan pemulangan dan ringkasan rujukan.


d. Charting by exception (CBE)
CBE merupakan sistem dokumentasi yang hanya mencatat secara

naratif dan hasil penemuan yang menyimpang dari keadaan normal.

Dengan mengintegrasikan standar ke dalam format dokumentasi,

seperti penetapan awal temuan normal atau penetapan intervensi

sebelumnya, perawat hanya perlu mendokumentasikan temuan yang

signifikan atau pengecualian pada penetapan awal. Dengan kata lain,

perawat menuliskan catatan panjang hanya bila pernyataan yang telah

menjadi standar dalam format tidak terpenuhi.


e. Problem intervention & evaluation (PIE)
Pencatatan dengan pendekatan orientasi proses dengan penekanan

pada proses keperawatan dan diagnos keperawatan.


f. Focus
Format ini disebut juga dengan format Data, Action, Respons (DAR).

Format pencatatan ini memungkinkan pendokumentasian segala

situasi klien termasuk data, tindakan dan respon klien. Pencatatan

focus mengidentifikasi kekhawatiran klien dan tidak memberi label

pada kekhawatiran tersebut sebagai masalah. Keuntungan pencatatan

ini adalah dokumentasi dituliskan berdasarkan pada proses

keperawatan, dan kemampuan berpikir kritis perawat diperlukan

untuk mengkaji kekhawatiran klien.


g. Manajemen kasus dan jalur kritis

20
Tipe pendokumentasian ini memadukan pendekatan multidisiplin

ilmu untuk mendokumentasika perawatan klien. Rencana yang telah

distandarkan diringkas ke dalam jalur kritis yang merupakan rencana

perawatan multidisiplin terpadu untuk masalah, intervensi penting,

hasil yang diharapkan dari klien dengan penyakit dan kondisi fisik.

Semua pemberi perawatan menggunakan satu jalur kritis sebagai alat

pemantauan dan dokumentasi.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengubahan sistem

dokumentasi
Pemberian pelayanan kesehatan terus mengalami perkembangan.

Departemen keperawatan perlu mempertimbangkan beberapa hal yang

mendorong pentingnya menelaah kembali format, sistem dan praktik

dokumentasi keperawatan yang sudah ada. Suatu perubahan sistem

dokumentasi memerlukan perencanaan yang cermat. Iyer & Camp (2005)

menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan

pada saat menentukan perlu-tidaknya dilakukan perubahan dalam

pendokumentasian, antara lain sebagai berikut:


a. Kebutuhan untuk memperbaiki kualitas dokumentasi

keperawatan. Perawat tidak hanya memerlukan alat-alat yang baru

atau telah direvisi, tetapi diperlukan juga cara berpikir yang baru

untuk meningkatkan analisis dari pencatatan yang telah dilakukan


b. Kebutuhan untuk mengurangi jumlah waktu yang digunakan

untuk mencatat. McDaniel (1997) dalam Iyer & Camp (2005)

menyatakan bahwa perawat menghabiskan 40% waktunya untuk

melakukan pekerjaan tertulis. Kelebihan waktu yang digunakan untuk

dokumentasi lebih baik digunakan untuk aktivitas perawatan pasien

sehingga perawat dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.


21
Pembuatan metode pencatatan yang tidak menghabiskan banyak

waktu merupakan hal yang esensial di pelayanan kesehatan dengan

jumlah pengguna layanan yang banyak.


c. Kebutuhan untuk menghemat biaya. Hal ini mengharuskan

perawat untuk selalu memeriksa tindakan keperawatan yang

dilakukannya, seperti pendokumentasian, guna mengembangkan

metode pencatatan yang lebih efisien. Usaha penghematan biaya telah

menghasilkan cara baru yang dapat mengurangi waktu untuk mencatat

dan dapat memperbaiki dokumentasi yang digunakan untuk

penggantian biaya
d. Kebutuhan untuk mengurangi duplikasi. Mencatat informasi

yang sama berulang-ulang merupakan hal yang sangat menghabiskan

waktu dan tidak efektif.


e. Penekanan terbaru pada perawatan multidisiplin. Hal ini telah

menyebabkan perubahan format dan sistem tradisional untuk

dokumentasi. Format yang dirancang dengan mencakup data-data dari

beberapa disiplin ilmu dapat menghindari pasien menjawab

pertanyaan yang sama secara berulang.


f. Peningkatan penekanan pada hasil yang dicapai pasien.

Perawat diharapkan mampu mencatat respon pasien terhadap

perawatan yang diberikan.

6. Penerapan fungsi manajemen dalam dokumentasi keperawatan

Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem

pelayanan kesehatan, karena adanya dokumentasi yang baik, informasi

mengenai kesehatan klien dapat diketahui secara berkesinambungan.

Disamping itu dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian


22
asuhan keperawatan. Secara spesifik, dokumentasi berfungsi sebagai

sarana komunikasi antara profesi kesehatan, sumber data untuk pemberian

asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bahan bukti

petanggungjawaban dan pertanggunggugatan asuhan keperawatan serta

sarana untuk pemantauan asuhan keperawatan. Dokumentasi dibuat

berdasarkan pemecahan masalah klien. Dokumentasi berdasarkan

masalah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan

tindakan keperawatan, catatan perkembangan klien. Untuk dapat

membuat dokemntasi keperawatan yang baik kita harus menerapkan

fungsi-fungsi dari menajemen antara lain (Swansburg, 1993/2000; Gillies,

1996/2003):

a. Perencanaan

Pada tahapan ini kita perlu membuat perencanaan terhadap man, method,

material dan money. Perencanaan sumber daya manusia (man) dapat

dilakukan melalui sosialisasi, pendidikan dan pelatihan mengenai

pendokumentasian keperawatan. Perencanaan terhadap metode yang akan

digunakan dalam penerapan dokumentasi harus memperhatikan kondisi

institusi. Perencanaan material mencakup format atau desain dokumentasi

yang akan digunakan, mulai dari pengkajian hingga evaluasi.

b. Pengorganisasian.

Pada tahapan ini kita harus menyusun struktur organisasi serta kekuatan

untuk membentuk tim, dalam melaksanakan pembuatan dokumentasi

asuhan keperawtan sesuai dengan perencanaan. Serta menentukan siapa

pelaksana dan yang bertanggungjawab langsung dalam penerapan

23
dokumentasi asuhan keperawatan. Mensosialisasikan tentang program

pendokumentasian asuhan keperawatan kepada semua staf yang terlibat

secara langsung dalam tim pemebrian asuhan keperawatan, serta

membuat jadwal kapan dokumentasi asuhan keperawatan akan

diterapkan.

c. Directing

Fungsi directing dalam pelaksanaan pendokumentasian keperawatan

dilakukan dengan memanfaatkan fungsi kepemimpinan, memotivasi kerja

perawat, koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplikasi (KISS) dan

komunikasi.

d. Pengendalian (Controling)

Pengendalian aktivitas-aktivitas upaya keperawatan terutama yang

berhubungan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan, agar hal-hal

yang dapat menghambat pendokumentasian asuhan keperawatan dapat

dihindari seperti kurangnya pemahaman tentang dasar-dasar dokumentasi

asuhan keperawatan, kurangnya kesadaran, keterbatasan tenaga serta

format yang tesedia kurang memadai.

C. Dokumentasi keperawatan berbasis komputer


Pendokumentasian keperawatan berbasis komputer adalah pencatatan proses

keperawatan ke dalam suatu sistem komputer yang dapat meningkatkan

kinerja professional perawat. Dokumentasi terkomputerisasi memungkinkan

perawat memasukkan data pengakajian spesifik sekali waktu dan informasi

secara otomatis telah ditransfer menjadi bentuk laporan yang berbeda.


24
Komputer juga membantu mengurangi kesalahan, menstandarkan rencana

asuhan keperawatan, meningkatkan kepuasan dan produktivitas keperawatan,

dan mendokumentasikan semua bidang perawatan klien (Town, 1993 dalam

Potter & Perry, 1997/2005).


1. Keuntungan dokumentasi keperawatan terkomputerisasi
Pendokumentasian dengan menggunakan komputer mempunyai beberapa

keuntungan, antara lain (Ilyer & Camp, 2005; Potter & Perry, 1997/2005):
a. Catatan dapat dibaca
Hasil catatan komputer dapat dibaca dengan mudah sehingga

menghilangkan resiko menebak arti tulisan tangan.


b. Catatan yang siap sedia
Rekam medis harus siap sedia untuk digunakan, dan waktu yang

dihabiskan untuk mencarinya harus sesingkat mungkin. Catatan

elektronik dapat digunakan untuk mengatasi hal ini.


c. Produktivitas perawat membaik
Salah satu penelitian (Erbm Coble, 1995, dalam Potter & Perry,

1997/2005) menemukan bahwa setelah menggunakan pencatatan yang

terkomputerisasi, perawat menghabiskan 40% waktunya lebih banyak

untuk berkomunikasi dengan pasien dan 34 % untuk membantu

hygiene pasien.
d. Menunjang penggunaan proses keperawatan
Sistem dokumentsi komputer memudahkan pengkajian pada pasien

hingga memilih hasil dan intervensi. Pada saat pemulangan, banyak

program yang dapat menghasilkan rencana perawatan kumulatif yang

terdiri dari semua diagnosis, hasil dan intervensi selama pelayanan.


e. Mengurangi dokumentasi yang berlebihan
Dokumentasi terkomputerisasi mendukung penggunaan yang

ekonomis dari proses pemasukan data dengan menurunkan atau

menghilangkan pencatatan yang berlebihan.


f. Catatan keperawatan terkategorisasi
Dokumentasi terkomputerisasi memungkinkan pencatatan

terkategorisasi. Perawat dapat meminta semua daftar data yang

25
menggambarkan kondisi kulit, atau mencetak semua catatan

penyuluhan pasien.
g. Dokumentasi sesuai dengan standar keperawatan
Banyak fasilitas kesehatan yang memasukkan kebijakan mereka dan

prosedur manual secara on-line, sehingga siap untuk dibaca, mudah

mengacu pada standar perawatan dan dokumentasinya tepat.


h. Peningkatan pengetahuan tentang hasil
Analisa data yang dikumpulkan dari beberapa catatan pasien dapat

mengarah pada kesimpulan tentang hasil yang akan dicapai. Informasi

ini dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan klinis dan

mengarah pada perbaikan sistem.


i. Ketersediaan data
Informasi yang didapat dari sejumlah besar catatan pasien dapat

meningkatkan penggunaan riset keperawatan dan memperbaiki

kualitas untuk menyoroti masalah sistemik yang sedang terjadi. Selain

itu, dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang hasil

pasien.
j. Mempermudah penetapan biaya
Dengan sistem dokumentasi komputer, dapat meningkatkan

kemampuan untuk menetapkan biaya berdasarkan perawatan yang

diberikan.
2. Kerugian dokumentasi keperawatan terkomputerisasi
Kerugian pendokumentasian dengan komputer terkadang masih muncul

meskipun keuntungan penggunaannya lebih banyak. Berikut ini

beberapa kerugian dokumentasi terkomputerisasi (Ilyer & Camp, 2005;

Potter & Perry, 1997/2005):


a. Masalah keamanan dan kerahasiaan pasien
Rekam medis terkomputerisasi nerupakan tantangan baru etika

perawat dan obligasi legal untuk menjaga kerahasiaan informasi.

Kemampuan individu untuk mengakses rekam medis

terkomputerisasi dari jauh memerlukan tindakan keamanan yang

26
sangat teliti. Penempatan layar komputer perlu dipertimbangkan

kaitannya dengan kedatangan pengunjung dan klien.


b. Gangguan downtime komputer
Downtime adalah waktu ketika komputer tidak berfungsi karena

perbaikan rutin atau tiba-tiba akibat kerusakan yang tidak diinginkan.

Selama waktu ini, perawat mungkin perlu melihat kembali pada

kertas. Informasi pasien kritis dapat hilang jika terjadi downtime.


c. Penerimaan yang salah terhadap informasi terkomputerisasi
Tenaga kesehatan harus mencegah pendewaan komputer. Tidak ada

mesin yang dapat menggantikan profesional kesehatan yang dapat

mengevaluasi data pasien secara kritis dan menanyakan informasi

yang tidak masuk akal. Komputer merupakan alat sederhana yang

membantu orang-orang berkualitas menyelesaikan pekerjaannya.


d. Keterbatasan komputer pada saat penggunaan memuncak
Sistem informasi keperawatan dapat dengan cepat memakai kapasitas

kerangka utama sistem, sehinngga mungkin diperlukan perluasan

sistem.
e. Biaya
Biaya meliputi pembelian software dan hardware, pendidikan staf

keperawatan. Biaya perizinan perlu dipertimbangkan oleh institusi.

3. Dokumentasi keperawatan berbasis komputer model SIMBAK

Sistem informasi manajemen keperawatan atau yang sering dikenal

sebagai nursing informatics (NI) adalah sekumpulan informasi yang terdiri

atas kumpulan data yang saling terintegrasi (terpadu) satu sama lain yang

diaplikasikan untuk memudahkan perapihan, penyimpanan, dan perubahan

data dalam sebuah basis data yang kompleks (Huber, 2006) . Graves &

Corcoran (1989) dalam Huber (2006) mendefinisikan NI sebagai kombinasi

dari ilmu komputer, ilmu infornasi, dan ilmu keperawatan untuk membantu

mengatur dan memproses data, informasi dan pengetahuan keperawatan guna


27
mendukung praktik pelayanan keperawatan. NI juga didefinisikan sebagai

suatu ilmu yang memanfaatkan system informasi konputer dalam praktik

keperawatan (Kozier, et al. 2003).

NI dikembangkan berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit dan

diimplementasikan secara bertahap berdasarkan unit pelayanan. NI digunakan

oleh Direktur RS, Direktur Keperawatan , Manajer ruang ruang rawat, dan

perawat pelaksana. Desain NI mencakup dokumentasi keperawatan, sistem

informasi klinik dan sistem administrasi pelayanan pasien.

Sistem Informasi Manajemen Berbasis Asuhan Keperawatan

(SIMBAK) merupakan software yang digunakan untuk melakukan

pendokumentasian asuhan keperawatan dengan menggunakan teknologi

sistem informasi dan manajemen basis data. SIMBAK berjalan di bawah

sistem operasi WINDOWS 9x, XP, NT, Me. Dengan menggunakan bahasa

pemrograman Visual Basic 6.0 dan database SQL Server, SIMBAK tampil

dengan Graphical Pengguna Interface (GUI) sehingga output yang

ditampilkan bersifat grafis.

Model SIMBAK ini menyajikan pendokumentasian mencakup menu

pengisian identitas pasien, data pengkajian, penentuan masalah, rencana

keperawatan, dan implementasi, menu activity daily living (ADL), data tanda-

tanda vital (TTV), data medikasi, monitoring intake-output, monitoring infus,

format pindah ruang dan resume pasien selama perawatan. SIMBAK

menggunakan metode pendokumentasian Progress oriented record dan

problem, intervention, evaluation (PIE). Penggunaan model ini dalam

dokumentasi terkomputerisasi akan memudahkan perawat dalam hal

28
pencatatan keperawatan karena menu pada tampilan dokumentasinya lengkap

dan sangat mudah dioperasikan.

Model SIMBAK pernah digunakan di RS Dharmais pada tahun 2006

dan diperkenalkan di beberapa institusi pendidikan antara lain Stikes Kesosa,

Akper Wijaya, Poltekes III Jakarta dan Universitas Borobudur.

Penelitian mengenai penggunaan mode SIMBAK telah dilakukan

secara internal oleh PT. Indonesian Icon. Selain itu, penelitian juga dilakukan

oleh Ellys (2008) tentang analisis kinerja produk sistem informasi manajemen

berbasis asuhan keperawatan (SIMBAK) dan pengaruhnya terhadap tingkat

kepuasan klien-studi kasus pada PT. Indonesian Icon. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa faktor keamanan pada SIMBAK telah memenuhi

harapan dan kebutuhan pengguna atau klien. Sedangkan angka kepuasan

klien terhdap SIMBAK secara menyeluruh adalah sebesar 5.3 dari skala

tertinggi 6 yang berarti termasuk kedalam kategori Puas (Ellys, 2008).

29
BAB III

DESKRIPSI MANAJEMEN DOKUMENTASI KEPERAWATAN

DI IRNA B RSUP FATMAWATI

A. Gambaran umum IRNA B RSUP Fatmawati

IRNA B merupakan instalasi rawat inap yang dipimpin oleh seorang kepala

instalasi da dibantu oleh 2 orang wakil kepala instalasi yaitu 1 orang wakil kepala

instalasi pelayanan dan 1 orang wakil kepala instalasi administrasi dan umum.

Kapasitas tempat tidur per November 2008 berjumlah 259 tempat tidur dengan

perincian sebagai berikut:

1. Lantai IV utara 33 tempat tidur untuk kelas I dan II dengan kasus

penyakit bedah, mata, THT


2. Lantai IV selatan 50 tempat tidur untuk kelas III dengan kasus

penyakit bedah, THT, mata dan paru


3. Lantai V utara 38 tempat tidur untuk kelas I dan II dengan kasus

penyakit dalam
4. Lantai V selatan 52 tempat tidur untuk kelas III dengan kasus

penyakit dalam
5. Lantai VI utara 42 tempat tidur untuk kelas I dan II untuk kasus

penyakit jantung dan syaraf, paru


6. Lantai VI selatan 44 tempat tidur untuk High Care 12 dan kelas III 32

dengan penyakit jantung dan syaraf

Jumlah tenaga perawat 155 orang dengan perincian sebagai berikut:

1. Lantai IV utara 23 orang dengan pendidikan S1Kep 1, S1pendd 1, D

III Kep 20, SPK 1


2. Lantai IV selatan 26 orang dengan pendidikan S1 Kep 1, DIII Kep 21,

SPK 4

30
3. Lantai V utara 24 orang dengan pendidikan S1 Kep 1, D III Kep 22,

SPK 1
4. Lantai V selatan 29 Orang dengan pendidikan S1 Kep 2, S1 Kes Mas

1, DIII Kep 23, SPK 3


5. Lantai VI utara 22 orang dengan pendidikan D III Kep 20, SPK 2
6. Lantai VI selatan 31 orang dengan pendidikan S 1 Kep 1, D III Kep

29, SPK 1 orang


7. Data Bor rata-rata periode Juli sampai dengan September 2008

sebesar 75,41 %

Visi: Menjadi institusi terbaik dalam memberikan pelayanan terhadap pelanggan

eksternal maupun internal (memanusiakan manusia)

Misi: 1. Memberdayakan dan mengembangkan SDM secara professional

2. Melaksanakan pelayanan prima

3. Meningkatkan pendapatan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan

tempat tidur dan pengawasan keuangan yang ketat

B. Manajemen Keperawatan IRNA B RSUP Fatmawati


IRNA B Fatmawati terdiri dari 3 lantai (lantai IV, V, VI ) yang masing-masing

lantai dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian utara dan selatan, dan dari setiap

bagian lantai dibawahi oleh 1 orang kepala ruangan.


Metode penugasan pada asuhan keperawatan yang dilaksanakan di IRNA B

RSUP Fatmawati adalah dengan menggunakan metode modifikasi keperawatan

primer ( kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer ). Pembagian

jadwal dinas pada masing-masing lantai adalah sebagai berikut:


1. Lantai IV utara shift pagi 7 orang, shift sore 4 orang, shift malam 4

orang, libur atau cuti dan lain-lain 8 orang


2. Lantai IV selatan shift pagi 9 orang, shift sore 5 orang, shift malam 4

orang, libur atau cuti dan lain-lain 8 orang

31
3. Lantai V utara shift pagi 7 orang, shift sore 5 orang, shift malam 4

orang, libur atau cuti dan lain-lain 8 orang


4. Lantai V selatan shift pagi 11 orang, shift sore 5 orang, shift malam 5

orang, libur atau cuti dan lain-lain 8 orang


5. Lantai VI utara shift pagi 7 orang, shift sore 4 orang, shift malam 4

orang, libur atau cuti dan lain-lain 7 orang


6. Lantai VI selatan shift pagi 9 orang, shift sore 6 orang, shift malam 6

orang, libur atau cuti dan lain-lain 10 orang

Pada sistem pendokumentasian keperawatan, IRNA B sudah menggunakan

komputerisasi namun baru sebatas menentukan diagnose, rencana keperawatan dan

penkes saja, untuk tindakan dan evaluasi masih menggunakan cara manual dan pada

hasil audit komite keperawatan didapatkan hasil yang belum optimal.

C. Hasil audit dokumentasi keperawatan di IRNA B


Rumah Sakit Fatmawati telah melakukan audit dokumentasi asuhan

keperawatn secara berkesinambungan. Sesuai dengan program peningkatan mutu

dari Komite Keperawatan RS Fatmawati, audit dokumentasi dilakukan minimal

sekali setahun dari 50 % ruangan perawatan. Audit dokumentasi asuhan

keperawatan di IRNA B RS Fatmawati telah dilaksanakannya sebelumnya pada

tahun 2007. Audit dilaksanakan dengan menggunakan instrumen audit

dokumentasi yang dibuat oleh tim Standar Asuhan Keperawatan yang mengacu

pada pola instrumen penilaian dokumentasi penerapan standar Asuhan

Keperawatan DepKes RI.


Format dokumentasi asuhan keperawatan yang digunakan di RS Fatmawati

terdiri dari format pengkajian keperawatan medikal bedah, rencana keperawatan,

tindakan keperawatan dan evaluasi (catatan perkembangan). RSUP Fatmawati

telah menerapkan pendokumentasian keperawatan dengan menggunakan

komputer sejak 2004. Namun, pendokumentasian dengan komputer ini hanya


32
berupa pencatatan pengkajian hingga perencanaan intervensi keperawatan.

Pencatatan implementasi dan evaluasi perkembangan pasien masih dilakukan

secara manual.
Hasil audit dokumentasi asuhan keperawatan di IRNA B adalah sebagai berikut:

Nilai audit dokumentasi asuhan keperawatan


IRNA B
IRNA B Lt.IV
No Komponen Lt.V IRNA B Lt.
(bulan Juli
(Februari – VI
2008)
Mei 2008)

1. Pengkajian 73.58 64.02 87.11

2. Perencanaan 77.54 60 74.71

3. Tindakan keperawatan 52.68 70.88 75.76

4. Evaluasi 89.30 77.70 81.30

5. Nilai rata-rata 73.27 68.15 79.72

Nilai dokumentasi pengkajian sudah cukup baik, namun masih terdapat

beberapa pengkajian yang belum lengkap seperti keadaan umum, pemeriksaan

fisik pernapasan, dan sekitar 40% berkas rekam medik belum terlihat

pengkajian riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit dahulu dan sekarang.

Pengkajian skala nyeri tidak mencantumkan nilainya.


Format rencana keperawatan (diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensi)

berupa print out dari komputer. Sebagian besar berkas rekam medik telah

mencantumkan rencana keperawatan, namun diagnosa keperawatan baru yang

muncul sesuai perkembangan pasien tidak dicatat.


Data dokumentasi tindakan keperawatan yang belum lengkap antara lain

perhitungan intake dan output pasien tidak akurat sehingga tidak dapat

ditentukan balans cairan dengan akurat pula. Pendokumentasian tindakan


33
setelah pemberian obat tidak memenuhi aspek legal karena tidak ada nama dan

paraf perawat yang melakukan tindakan tersebut.


Dokumentasi tindakan keperawatan didominasi oleh tindakan kolaboratif

dan tindakan rutin saja seperti memberikan makan. Perawat belum

menampilkan tindakan keperawatan terapi keperawatan mandiri (seperti

melatih batuk efektif, teknik relaksasi nyeri, dan lain-lain).


Nilai dokumentasi evaluasi rata-rata baik. Evaluasi subjektif, objektif,

analisis, planning (SOAP) telah dibuat, namun planning masih bersifat umum

belum spesifik. Evaluasi yang dilakukan oleh perawat shift pagi, sore dan

malam masih ada yang belum berkesinambungan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Audit dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan oleh Komite

Keperawatan RSUP Fatmawati merupakan langkah yang baik dalam penilaian

kinerja perawat selama melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Hasil

audit ini dapat menjadi dasar penilaian bagaimana kualitas asuhan keperawatan

yang telah diberikan, dan juga dapat digunakan untuk menilai apakah perawat

telah mendokumentasikan dengan akurat terhadap asuhan keperawatan yang

telah diberikan kepada pasien.


Nilai audit dokumentasi pengkajian sudah cukup baik, namun masih

terdapat beberapa pengkajian yang belum lengkap seperti keadaan umum,

pemeriksaan fisik pernapasan, dan sekitar 40% berkas rekam medik belum

terlihat pengkajian riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit dahulu dan

sekarang. Pengkajian skala nyeri tidak mencantumkan nilainya.

34
Pendokumentasian perhitungan intake dan output pasien tidak akurat sehingga

tidak dapat ditentukan balans cairan dengan akurat pula.


Dokumentasi keperawatan harus memperhatikan prinsip kelengkapan dan

keakuratan (Craven & Hirnle, 2006; Potter & Perry, 1997/2005). Data yang

dicatat harus akurat. Penggunaan pengukuran harus jelas. Informasi tentang

proses keperawatan harus lengkap. Pencatatan yang baik adalah menyeluruh dan

mengandung informasi yang lengkap tentang klien. Kelengkapan pencatatan

mencakup informasi tentang tanda-tanda vital, kebiasaan klien, intervensi

keperawatan, medikasi yang diberikan, order dokter, pendidikan kesehatan,

respon klien, semua data yang baru tentang klien serta setiap perubahan

perencanaan keperawatan yang dilakukan (Craven & Hirnle, 2006; Potter &

Perry, 1997/2005).
Model SIMBAK dapat mengatasi permasalahan dokumentasi yang tidak

lengkap yang terjadi di IRNA B RSUP Fatmawati. Model SIMBAK memuat

menu yang lengkap mencakup menu pengisian identitas pasien, data pengkajian,

penentuan masalah, rencana keperawatan, dan implementasi, menu activity

daily living (ADL), data tanda-tanda vital (TTV), data medikasi, monitoring

intake-output, monitoring infus, format pindah ruang dan resume (terlampir).


Metode pencatatan dengan menggunakan format yang telah disediakan

seperti pada IRNA B RSUP Fatmawati belum mencerminkan kesinambungan

asuhan keperawatan. Format pengkajian awal hanya mengumpulkan data-data

menetapkan masalah keperawatan. Pengkajian data pasien tidak memunculkan

diagnosa hingga intervensi keperawatan secara langsung. Sehingga, perawat

perlu mengelompokkan kembali data yang sesuai dengan masalah atau

diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien. Format rencana asuhan

keperawatan telah di print out dari komputer yang diklasifikasikan berdasarkan

diagnosa medis. Sehingga pada saat muncul masalah keperawatan yang tidak
35
tercantum sesuai klasifikasi diagnosa medis, perawat tidak melakukan

perencanaan keperawatan sesuai kondisi pasien.


Salah satu prinsip pendokumentasian adalah organisasi. Perawat

mengorganisasikan informasi dalam format atau urutan yang logis. Pencatatan

yang terorganisir menggambarkan kronologis kondisi perawatan klien sesuai

dengan waktu pencatatan. Pencatatan yang tidak terorganisir dapat

menyebabkan kebingungan apakah telah diberikan tindakan keperawatan yang

sesuai (Craven & Hirnle, 2006; Potter & Perry, 1997/2005). Model SIMBAK

dapat menjadi solusi dalam mempertahankan kesinambungan pencatatan.

Model SIMBAK menyajikan pendokumentasian berkesinambungan mulai

pengkajian hingga evaluasi untuk perawat shif pagi hingga malam.


Aspek legalitas dalam pendokumentasian keperawatan perlu diperhatikan.

Hasil audit dokumentasi keperawatan di IRNA B menunjukkan bahwa

beberapa perawat kurang memperhatikan aspek ini. Perawat seringkali tidak

memberikan nama dan tanda tangan pada dokumentasi setelah melakukan

tindakan keperawatan kepada pasien. Craven & Hirnle (2006); Potter & Perry

(1997/2005) menyebutkan bahwa prinsip legalitas dalam pendokumentasian

sangat penting. Aspek legal pendokumentasian keperawatan menjamin

perlindungan terhadap perawat atas data yang dimasukkan dalam pencatatan

tersebut. Perawat harus mencantumkan nama atau inisial dan tanda tangan pada

setiap pencatatan yang telah dilakukan tindakan keperawatannya. Selain itu,

pencatatan yang salah, secara legalitas tidak boleh dihapus, melainkan cukup

dicoret dengan satu garis kemudian diparaf dan diberi alasan kesalahan.

Penggunaan tinta biru atau hitam pada pencatatan akan mempermudah

pelacakan waktu penulisan jika terjadi proses peradilan (Karbala, H. 2008)


Format rencana asuhan keperawatan dan implementasi tindakan

keperawatan belum saling berkaitan. Format rencana asuhan keperawatan


36
hanya mengarahkan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan

berdasarkan diagnosa keperawatan, sedangkan pencatatan implementasi

tersebut tidak tertuang dalam format implementasi tindakan keperawatan.

Berdasarkan hasil observasi, perawat lebih banyak mendokumentasikan

tindakan kolaboratif seperti pemberian obat, pemasangan infus, dan tindakan

rutinitas seperti memberikan makan. Perawat belum menampilkan tindakan

keperawatan mandiri (seperti melatih batuk efektif, teknik relaksasi nyeri, dan

lain-lain). Selain itu, komponen planning pada SOAP masih belum spesifik

sesuai diagnosa keperawatan. Hal inilah yang mendorong kami untuk

mengusulkan pelaksanaan dokumentasi berbasis komputer yang komprehensif

dan berkesinambungan mulai dari pengkajian hingga evaluasi.

Pendokumentasian dengan menggunakan kertas mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Bradley (1994) dalam Ilyer & Camp (2005) menyebutkan bahwa

kelebihan dokumentasi menggunakan format kertas antara lain fleksibiltas

pencatatan data, memungkinkan pencatatan yang mudah tentang data subjektif

dan data naratif, tidak terjadi downtime seperti pada penggunaan komputer.

Namun, Hariyati (2006) menyebutkan bahwa pendokumentasian secara tertulis

dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Pendokumentasian

yang berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan

sering terselip. Selain itu, pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan

tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk pencarian kembali jika

sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan. Dokumentasi yang

hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini

karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum,

37
dengan demikian perawat berada pada posisi yang lemah dan rentan terhadap

gugatan hukum.

Dokumentasi keperawatan di IRNA B RS Fatmawati telah menggunakan

komputer sejak tahun 2004, namun penggunaan hanya sampai perencanaan

keperawatan sedangkan implementasi dan evaluasi masih dilakukan secara

tertulis pada format yang telah disediakan. Rumah sakit Fatmawati hendaknya

mengoptimalkan kembali pemanfaat komputer dalam pendokumentasian

keperawatan sebagain upaya untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan

kepada pasien.
Pada bab sebelumnya dijelaskan bahwa pendokumentasian keperawatan

berbasis komputer dapat menghemat waktu perawat dalam melaksanakan

pendokumentasian, sehingga perawat lebih banyak memiliki waktu untuk

memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Dengan demikian, perawat

dapat menganalisa kualitas pekerjaan dirinya dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien. Kualitas asuhan keperawatan yang diterima pasien

juga terjamin ketepatan dan kualitasnya karena berdasarkan standar asuhan

keperawatan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Town, 1993

dalam Potter & Perry, 2005 bahwa penggunaan komputer akan membantu

mengurangi kesalahan, menstandarkan rencana asuhan keperawatan,

meningkatkan kepuasan dan produktivitas keperawatan, dan

mendokumentasikan semua bidang perawatan klien. Salah satu penelitian

(Erbm Coble, 1995, dalam Potter & Perry, 1997/2005) menemukan bahwa

setelah menggunakann pencatatan yang terkomputerisasi, perawat

menghabiskan 40% waktunya lebih banyak untuk berkomunikasi dengan

pasien dan 34 % untuk membantu hygiene pasien. Penelitian lain yang

38
dilakukan oleh Yung pi, Yiyu qiu, dan Patrick crookes pada tahun 2003 tentang

dokumentasi keperawatan berbasis komputer di keperawatan home care di

Australia, menyebutkan bahwa 89.3 % perawat sangat antusias dengan

penggunaan dokumentasi keperawatan.

Perlu adanya upaya yang melibatkan semua pihak manajemen untuk

mewujudkan pendokumentasian berbasis komputer secara komprehensif ini.

Uly Agustine (2006) dalam tulisan tenang sistem informasi manajemen (SIM)

keperawatan di Indonesia menyebutkan bahwa beberapa faktor penghambat

dalam pelaksanaan SIM keperawatan di Indonesia adalah pengambil kebijakan

bukan dari profesi keperawatan, sumber daya manusia (SDM) keperawatan

yang belum siap dengan sistem komputerisasi. Sehingga, perlu adanya

pemahaman yang sama diantara pihak manajemen rumah sakit dengan tim

keperawatan tentang pentingnya pelaksanaan SIM keperawatan di rumah sakit

yang diwujudkan dalam bentuk pengalokasian dana yang memadai untuk

implementasi SIM keperawatan.

Program peningkatan mutu yang dilakukan oleh Komite Keperawatan

RSUP Fatmawati dapat menjadi langkah awal pelaksanaan manajemen untuk

mengoptimalkan kembali dokumentasi berbasis komputer yang lebih

komprehensif. Komite Keperawatan sebagai unsur struktural di rumah sakit

dapat memfasilitasi hal ini. Berikut ini langkah-lagkah yang dapat dilakukan

untuk mengembangkan dokumentasi keperawatan berbasis komputer.

a. Perencanaan

Pada tahapan ini, dilakukan perencanaan antara lain melakukan

pengkajian tentang pentingnya perubahan sistem dokumentasi menjadi

pendokumentasian berbasis komputer (analisa kelemahan dan kekuatan),


39
mengkaji kembali standar asuhan keperawatan yang digunakan di rumah sakit,

menghubungi produsen yang akan menyusun program berdasarkan standar yang

diinginkan, mengajukan proposal kepada pembuat kebijakan. Perencanaan

terhadap komponen man, method, material dan money perlu dipertimbangkan.

1) Man: mempersiapkan atau mensosialisasikan kepada perawat

mengenai pendokumentasian berbasisi komputer secara komprehensif

mulai pengkajian hingga evaluasi

2) Material: mengkaji jumlah server yang tersedia

3) Method: menggunakan SIMBAK

4) Money: merencanakan jumlah dana dan sumber dana

b. Pengorganisasian.

Pada tahapan ini, perlu disusun struktur organisasi, job description, serta

kekuatan untuk membentuk tim, dalam mengembangkan pembuatan

dokumentasi asuhan keperawatan berbasis komputer sesuai dengan perencanaan.

Mensosialisasikan tentang program pendokumentasian asuhan keperawatan

berbasis komputer kepada semua staf yang terlibat secara langsung dalam tim

pemberian asuhan keperawatan, serta membuat jadwal kapan dokumentasi

asuhan keperawatan berbasis komputer akan diterapkan. Penerapan SIMBAK

ini dibawah tanggung jawab bagian Information Technology (IT). Selain itu,

perlu ada koordinasi dengan bagian keuangan untuk mengorganisasikan sistem

ini dengan sistem pembayaran (reimbursement) dan billing system.

c. Directing

Fungsi directing dalam pelaksanaan pendokumentasian keperawatan

dilakukan dengan memanfaatkan fungsi kepemimpinan, memotivasi kerja

perawat, koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplikasi (KISS) dan komunikasi.

40
Kepala IRNA B berfungsi sebagai pimpinan yang menggerakkan perawat untuk

selalu menerapkan pendokumentasian berbasis komputer. Motivasi kerja

terhadap perawat dapat dilakukan dengan penilaian terhadap kinerja perawat

dalam melaksanakan pendokumentasian dengan komputer. KISS dilakukan

dengan melakukan kerjasama dengan jaringan yang terkait seperti laboratorium,

apotek, radiologi, dan bagian keuangan.

d. Pengendalian (Controling)

Pengendalian aktivitas-aktivitas upaya keperawatan terutama yang berhubungan

dengan pendokumentasian asuhan keperawatan, agar hal-hal yang dapat

menghambat pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dihindari. Supervisi

diperlukan untuk menjamin konsistensi pelaksanaan dokumentasi keperawatan

berbasisi komputer agar mutu asuhan keperawatan dapat ditingkatkan. Selain

itu, evaluasi terhadap kendala-kendala yang ditemukan serta pencarian

alternative penyelesaian masalah terhadap kendala tersebut juga harus menjadi

bagian dari fungsi kontroling.

Proses berubah dari dokumentasi secara tertulis di kertas menuju

dokumentasi dengan komputer tidak dapat dianggap sebagai hal mudah.

Perubahan tersebut tentunya memerlukan pertimbangan biaya, waktu,

kemampuan sumber daya manusia dan lain-lain. Dalam hal waktu,

pengembangan program dokumentasi keperawatan berbasis komputer

memerlukan waktu sekitar 2 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara

dengan pihak PT. Indonesian Icon yang menyatakan bahwa mengaplikasikan

suatu program dokumentasi komputer membutuhkan waktu paling tidak 2 tahun

karena harus melalui tahap-tahap yaitu:

41
1) Mengumpulkan data-data di rumah sakit yang diperlukan untuk

menyusun program komputer yang akan digunakan. Dalam hal ini pihak

produsen dapat bekerja sama dengan pihak rumah sakit sebagai pembeli

untuk memaparkan standar yang ada di rumah sakit.

2) Menyusun desain program sesuai yang diinginkan pihak rumah sakit,

termasuk alur koneksi, misalnya dengan farmasi.

3) Memasang program tersebut ke rumah sakit untuk diujicoba terlebih

dahulu

4) Melakukan perbaikan terhadap program jika diperlukan

5) Pelatihan sumber daya manusia (SDM) yang akan memanfaatkan

program tersebut, termasuk kepala ruang dan perawat pelaksana.

6) Penerapan (aplikasi) program tersebut untuk digunakan oleh user

(pihak rumah sakit).

Perubahan terhadap sistem yang telah ada sejak dahulu harus

mempertimbangkan semua aspek. Strategi perubahan diperlukan untuk

mengatasi kemungkinan adanya resistensi (penolakan) terhadap perubahan ini.

Bennis, benne dan Chinn (1969) dalam Marquis (2006) menyebutkan bahwa

terdapat tiga strategi dalam melaksanakan perubahan yaitu rational-empirical

strategi, normative-re-educative strategi, dan power-coercive strategi. Strategi

yang dapat digunakan pada pengembangan dokumentasi komputerisasi ini

adalah rational-empirical strategi yaitu dengan menggunakan alasan rasional

berdasarkan hasil riset ataupun benchmarking mengenai manfaat dan kegunaan

dokumentasi komputerisasi bagi peningkatan mutu asuhan keperawatan.

Kami mengusulkan pengembangan dokumentasi komputerisasi dengan

menggunakan model SIMBAK karena sistem ini sudah mendekati standar

42
asuhan keperawatan yang selama ini digunakan di rumah sakit-rumah sakit.

Namun demikian, pihak rumah sakit (pembeli program) dapat mengajukan

program yang sesuai dengan standar yang ada di rumah sakit. Untuk itu kami

mencoba mewujudkan ini dalam bentuk proposal pengembangan dokumentasi

keperawatan berbasis komputer dengan model SIMBAK di RS Fatmawati.

Program antisipasi terhadap kemungkinan kegagalan pelaksanaan program

pengembangan dokumentasi keperawatan berbasis komputer dengan model

SIMBAK antara lain:


1. Melakukan pengkajian faktor-faktor penyebab kegagalan tersebut
2. Jika kegagalan dikarenakan faktor biaya, maka perlu pengajuan dana

kepada pihak luar rumah sakit seperti World Health Organization (WHO),

World Bank atau mengikuti program hibah dari pemerintah


3. Jika kegagalan dikarenakan faktor kemampuan SDM, maka hal yang

perlu dipertimbangkan misalnya perlu pelatihan penggunaan dokumentasi

komputerisasi dan sosialisasi yang lebih intensif


4. Pengajuan sistem kompensasi perawat berdasarkan asuhan

keperawatan yang dilakukan kepada pasien yang dapat dibuktikan dari

laporan dokumentasi terkomputerisasi


5. Dokumentasi berbasis catatan manual di kertas tetap dipersiapkan

sebagai antisipasi jika terjadi downtimer penggunaan computer, meliputi

format implementasi dan evaluasi perkembangan


6. Server data base harus mampu menyimpan data secara otomatis jika

terjadi gangguan pada penggunaan komputer dalam pendokumentasian

43
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendokumentasian keperawatan berbasis komputer merupakan trend terkini

dalam pendokumentasian yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu asuhan

keperawatan kepada pasien. Waktu yang digunakan perawat untuk dokumentasi lebih

sedikit sehingga lebih banyak waktu yang akan digunakan perawat untuk melakukan

asuhan keperawatan kepada pasien.

B. Saran
1. Pihak rumah sakit atau pemerintah
Rumah sakit hendaknya mulai mengembangkan pendokumentasian keperawatan

berbasis komputer yang komprehensif mulai dari pengkajian hingga evaluasi

sebagai bagian dari sistem informasi manajemen di rumah sakit. Halm ini

bertujuan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang nantinya akan

meningkatkan mutu layanan kesehatan rumah sakit.


2. Perawat
Perawat sebaiknya mulai membuka wawasan dan meningkatkan pemahaman

mengenai pentingnya pendokumentasian keperawatan yang komprehensif. Hal ini

dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komputer untuk meningkatkan

asuhan keperawatan kepada pasien.

3. Institusi pendidikan

44
Institusi pendidikan terutama keperawatan mulai memperkenalkan trend

pendokumentasian keperawatan berbasis komputer baik melalui hasil riset

maupun benchmarking dari beberapa rumah sakit yang telah menggunakannya.


3. Mahasiswa
Mahasiswa sebaiknya melakukan riset-riset yang lebih dalam mengenai

pendokumentasian berbasis komputer.

DAFTAR PUSTAKA

Craven, R.F., & Hirnle, C.J. (2006). Fundamentals of Nursing: Human health &
function. (5th Edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Fischbach, F.T. (1991). Documenting care: Communication, the nursing process &
documentation standards. Philadelphia: Davis Company

45
Gillies, D.A. Alih bahasa: Sukmana, Dika & Sukmana, R.W. (1996/2003).
Manajemen keperawatan: Suatu pendekatan sistem. (Edisi 2). Chicago: WB.
Saunders

Haryati, R.T. (2006). Sistem informasi keperawatan berbasis komputer sebagai


salah satu solusi meningkatkan profesionalisme keperawatan. Diperoleh pada 3
November 2008

Huber, D.L. (2006). Leadership & nursing care management. (3rd edition).
Philadelphia: Saunders Elseiver

Iyer, P.W., Camp, N.H. Alih bahasa : Kurnianingsih, Sari. (2005). Dokumentasi
Keperawatan : Suatu pendekatan proses keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC

Kerbala, Husen. (2008) Tenaga Keperawatan: Kewenangan, hak, kewajiban. Tidak


dipublikasikan.

Kozier, B., et al. (2003). Fundamentals of Nursing: Concepts, process & practice.
New Jersey: Pearson Education.

Marquis, B.L., Huston, C.J. (2006). Leadership roles & management function in
nursing : Theory and application. (5th edition). California: Lippincott Williams
& Wilkins

Praptianingsih, S. (2006). Kedudukan hukum perawat dalam upaya pelayanan


kesehatan di rumah sakit. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Potter, P.A., Perry, A.G. Alih bahasa: Asih, Yasmin, dkk. (1997/2005). Buku ajar
Fundamental Keperawatan : konsep, proses dan praktik. (Edisi 4). Jakarta:
EGC

Swansburg, Russel C. (1993/2000). Pengantar kepemimpinan dan manajemen


keperawatan : untuk perawat klinis. Jakarta: EGC.

Uly, A. (2006). Sistem informasi manajemen keperawatan di Indonesia. Diperoleh


pada 3 November 2008.

Yu, Ping.et al.(2003) Komputer-based Nursing Documentation in Nursing Homes :


a feasibility Study. Australia: Health Informatics research
Center.http://www.uow.edu.au/-ping. Diperoleh pada 15 Oktober 2008.

46

Anda mungkin juga menyukai