PENDAHULUAN
1
b. Dihibrid, ialah suatu hibrid dengan dua sifat beda (AaBb)
c. Trihibrid, ialah suatu hibrid dengan tiga sifat bed (AaBbCc), dst
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan tentang perkawinan monohibrid
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang perkawinan dihibrid
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang perkawinan trihibrid
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
P1 : ♀ tt × ♂ TT
(kerdil) (tinggi)
Gamet : t T
F1 : Tt
( tinggi)
F1 x F1 : ♀ Tt × ♂ Tt
(tinggi) ( tinggi)
Gamet : T T
t t
F2 :
T t
T TT Tt
Tinggi Tinggi
t Tt tt
Tinggi Kerdil
Keterangan:
P = induk/orang tua
4
dengan huruf kecil. Oleh karena tanaman itu merupakan individu yang diploid,
maka simbol gen tanaman ditulis dengan huruf dobel, (TT, tt).
Pada perkawinan diatas dapat terlihat bahwa ada pemisahan alel pada
waktu tanaman yang heterozigot (F1) membentuk gamet, sehingga gamet
memiliki salah satu alel. Jadi ada gamet dengan alel T dan ada gamet dengan alel
t. Prinsip ini dirumuskan sebagai Hukum Mendel I yang terkenal dengan nama
Hukum Pemisahan gen yang sealel (The Law og Segregation of Allelic genes).
Berhubung dengan itu sifat batang kerdil yang dlam F1 tidak Nampak, dalam F2
akan nampak kembali.
Persilangan ini tidak seperti salah satu fenotip galur murni, tetapi
mempunyai fenotipe diantara kedua induknya. Karakteristik persilangan
intermediet :
5
persilangan monohibrid dominan penuh, tidak ada fenotip yang
terlihat berbeda dengan induknya, sedangkan pada persilangan
monohibrid intermediet, terdapat fenotip yang terlihat berbeda
dengan induknya.
2. Bersifat intermediet (sifat yang sama kuat)
3. Tidak ada sifat dominan atau sifat resesif
Contoh :
Tanaman Bungan mawar galur murni merah (MM) disilangkan dengan galur
murni putih (mm). Dari persilangan itu diperoleh hasil F1 yang semuanya
berbunga merah muda. Jika F1 ini ditanam dan diadakan penyerbukan dengan
sesamanya, maka F2 menghasilkan tanaman berbunga merah, merah muda, dan
putih dengan perbandingan : 1 : 2 : 1. Persilangannya dapat dilihat sebagai berikut
:
M m
6
MM Mm
M
(Merah) (Merah muda)
Mm mm
m
(Merah muda) (putih)
Misalnya pada hewan marmot, rambut marmot ada yang hitam dan ada
yang putih (albino). Marmot yang normal adalah marmot yang memiliki warna
rambut hitam karena memiliki gen dominan A yang menunjukkan pembentukan
pigmen melanin. Alelnya a dalam keadaan homozigotik menyebabkan melani
tidak terbentuk, sehingga marmot berambut putih.
P ♀ aa x ♂AA
(albino) (hitam)
F1 Aa
(hitam)
F1 x F1 ♀ Aa x ♂Aa
Gamet A A
a a
F2 :
A a
A AA Aa
Hitam Hitam
a Aa aa
Hitam albino 7
d. Perkawinan Monohibrid pada Manusia
Contoh :
Suatu bahan kimia sintetis Phenyl thiocarbamide (PTC) dapat digunakan untuk
menyelidiki apakah orang dapat merasakan rasa pahit ataukah tidak. Orang yang
dapat mengecap rasa pahit disebut penegcap “taster”, sedang yang tidak merasa
apa-apa disebut buta kecap “nontaster”. Kemampuan untuk merasakan rasa pahit
ditentukan oleh gen dominan T, sehingga seorang pengecap dapat mempunyai
genotip TT atau Tt. Alelnya resesif t menyebabkan orang tidak dapat merasakan
pahit dank arena itulah orang buta kecap memiliki genotip tt.
P ♂Tt X ♀ Tt
Pengecap Pengecap
Gamet ♂T ♀ T
t t
F1
T t
T TT Tt
Pengecap Pengecap
e. t Tt tt
Pengecap Buta kecap
Perkawinan respirok
Perkawinan resiprok (perkawinan kebalikan) ialah perkawinan yang
merupakan kebalikan dari perkawinan yang semula dilakukan.
8
H = gen untuk buah polong bewarna hijau
Mula – mula dikawinkan tanaman ercis berbuah polong hijau dengan yang
berbuah polong kuning. Semua tanaman F1 berbuah polong hijau. Keturunan F2
memisah dengan perbadingan fenotip 3 hijau : 1 kuning.
P ♀hh X ♂HH
(kuning) (hijau)
Gamet h H
F1 Hh
(hijau)
F1 x F1 ♀Hh X ♂Hh
Gamet H H
h h
F2 H h
H HH Hh
(hijau) (hijau)
h Hh hh
(hijau) (kuning)
P ♀HH X ♂hh
(Hijau) (Kuning)
Gamet H h
9
F1 Hh
(hijau)
F1 x F1 ♀Hh x ♀♂Hh
Gamet H H
h h
F2 H H
H HH Hh
(hijau) (hijau)
h Hh hh
(hijau) (kuning)
P ♂BB X ♀bb
10
(Hitam) (putih)
Gamet B b
F1 Bb
(hitam)
“Backcross” ♂BB x ♀Bb
Gamet B B
b
F2 B
B BB
(hitam)
b Bb
(hitam)
Disini dapat dilihat bahwa dua individu dapat mempunyai fenotip sama
tetapi berlainan genotipnya.
P ♂BB x ♀bb
(Hitam) (putih)
Gamet B b
F1 Bb
(hitam)
Uji Silang ♂Bb x ♀bb
Gamet B b
11
b
F2 B b
b Bb bb
(hitam) (putih)
50% 50%
Jika marmut hitam saya ini dikawinkan dengan marmut hitam pula, maka
semua keturunan akan hitam pula. Oleh karena itu dilakukan uji silang (yaitu
dengan menggunakan individu yang dobel resesif), keturunannya memisah
dengan perbandingan 1 : 1, maka dapat diambil kesimpulan bahwa marmut hitam
saya tersebut adalah heterozigotik. Namun bilamana uji silang tadi menghasilkan
keturunan hitam semua, berarti marmut tersebut adalah homozigotik.
12
a. Semi dominansi
13
homozigot dominan. Akibatnya, pada generasi F2 tidak didapatkan nisbah fenotipe
3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya nisbah genotipe. Contoh peristiwa
semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada tanaman bunga
pukul empat (Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna bunga pada tanaman
ini adalah M, yang menyebabkan bunga berwarna merah, dan gen m, yang
menyebabkan bunga berwarna putih. Gen M tidak dominan sempurna terhadap
gen m, sehingga warna bunga pada individu Mm bukannya merah, melainkan
merah muda. Oleh karena itu, hasil persilangan sesama genotipe Mm akan
menghasilkan generasi F2 dengan nisbah fenotipe merah : merah muda : putih = 1 :
2 : 1. (Suryo,2012)
Hukum pemisahan disini dapat diterangkan dengan melihat genotip SsBb, yang
mana mempunyai 4 Gamet yaitu SB, Sb, sB dan sb. Sedangkan penggabungan
14
bebas dapat diterangkan melalui intersemating pada Individu-individu F1
sehingga didapat individu- individu pada F2. Tabel diatas menunjukkan bahwa
tiap gamet akan secara bebas saling bergabung untuk membentuk genotip baru.
Jadi terlihat bahwa jumlah gamet = 4 dan jumlah macam genotip yang dihasilkan
pada saat rekombinasi adalah 16 buah.
15
Sehingga perbandingan genotipe F2
= BBKK : BBKk : BkKK : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk
= 1 : 2 : 2 : 4 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1
= 9 : 3 : 3 : 1
d. Formulasi Matematika
16
AB,Ab, aB, dan ab. Selanjutnya pada generasi F2 akan diperoleh 16 individu yang
terdiri atas empat macam fenotipe (A-B-, A-bb, aaB-, dan aabb) atau sembilan
macam genotipe (AABB, AABb, Aabb, AaBB, AaBb, Aabb, aaBB, aaBb, dan
aabb) (Syahmi, 2014).
Pada kolom terakhir dapat dilihat adanya formulasi untuk nisbah fenotipe
F2. Kalau angka-angka pada nisbah 3 : 1 dijumlahkan lalu dikuadratkan, maka
didapatkan ( 3 + 1)2 = 32 + 2.3.1 + 12 = 9 + 3 + 3 + 1, yang tidak lain merupakan
angka-angka pada nisbah hasil persilangan dihibrid. Demikian pula jika dilakukan
pemangkattigaan, maka akan diperoleh ( 3 + 1 )3 = 33 + 3.32.11 + 3.31.12+ 13 =
27 + 9 + 9 + 9 + 3 + 3 + 3 + 1, yang merupakan angka-angka pada nisbah hasil
persilangan trihibrid. Dengan demikian Fenotipe F2 adalah mengikuti rumus (a +
b)n, dimana a = 3, b = 1 dan n= berapa pasang gen yang dipakai. Untuk
Monohybrid Ratio Fenotipe F2 = (3+1)1= 3 : 1. Untuk Dihybrid Ratio Fenotipe
F2 = (3+1)2 = (3)2 + 2(3)1(1) + (1)2 = 9:3:3:1. Untuk Trihybrid Ratio Fenotipe
F2 = (3+1)3 = (3)3 + 3(3)2(1) + 3((3)1(1)+(1)3 = 27:9:9:9:3:3:3:1
17
Beberapa rumus matematika sebagai berikut:
Dihibrid (AaBb) menghasilkan 2n = 22 = 4 macam gamet (AB, Ab, aB,
ab) beberapa macam gamet akan dibentuk oleh individu yang mempinyai
fenotif AaBBCcDdEEffGg jawabannya: 24 = 16 macam gamet.
7. Meramal banyaknya macam genotif dalam f2. Digunakan rumus 3n. Jadi:
Perkawinan dihibrid (AaBb x AaBb) menghasilkan 3n = 32 = 9 macam
genotif ialah AABB, AABb, AaBB, AaBb, AAbb, Aabb, aaBB, aaBb, dan
aabb.
18
2.3 Perkawinan Trihibrid
Keterangan :
19
T-K-bb : Batang Tinggi, Biji Bulat Warna Hijau = 9
Hubungan sifat beda dan jumlah kemungkinan fenotipe dan genotipe pada F2
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Perbandingan Jumlah
Sifat Macam Macam Macam Fenotipe F2 Individu
Beda Gamet Genotipe Fenotipe F2
F2 F2
1
1 2 = 2 3 2 3:1 4
2 22 = 4 9 4 9:3:3:1 16
3 23 = 8 27 8 27:9:9:9:3:3:3:1 64
N 2n 3n 2n 4n
BAB III
KESIMPULAN
20
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
DAFTAR PUSTAKA
21
Suryo. 2012. Genetika untuk Strata 1. Yogyakarta: UGM Press
Unsoed. 2002. Perkawinan Monohibrid, (online),
(http://bio.unsoed.ac.id/sites/default/files/PETUNJUK%20PRAKTIKUM
%20acara%202.pdf) diakses tanggal 25 February 2018
22