Anda di halaman 1dari 20

BAHAN AJAR

Kompetensi Dasar
3.5 Menerapkan prinsip pewarisan (penurunan) sifat makhluk hidup
berdasarkan hukum Mendel
Indikator
3.5.1 Menjelaskan konsepsi pewarisan (penurunan) sifat.
3.5.2 Menjelaskan hukum pewarisan (penurunan) sifat pada makhluk
hidup.
3.5.3 Menjelaskan backcross, testcross dan resiprok.
3.5.4 Menentukan jumlah macam gamet dalam perkawinan silang
berdasarkan genotip parental.
3.5.5 Menentukan macam gamet dalam perkawinan silang berdasarkan
genotip parental.
3.5.6 Menentukan jumlah fenotip dan genotip F2 berdasarkan jumlah sifat
beda yang dikawinsilangkan
3.5.7 Menjelaskan macam-macam Penyimpangan semu dari hukum
Mendel.
3.5.8 Menghitung rasio fenotip hasil perkawinan silang pada berbagai
peristiwa penyimpangan semu Hukum Mendel.

SKEMA MATERI PRINSIP PEWARISAN (PENURUNAN) SIFAT

Pola-Pola Hereditas

Testcross, Backross, Menentukan Macam Menghitung Jenis


Hukum Pewarisan Penyimpangan Semu
Perkawinan Silang gamet Berdasarkan Gamet, Genotip, dan
(Penurunan) Sifat Hukum Mendel
Resiprok genotip Parental Fenotip.

Hukum Mendel I Interaksi Antar alel Interaksi Genetik

Hukum Mendel II Kodominan Atavisme

Dominansi Tidak
Epistasis-Hipostasis
Sempurna

Alel Letal Polimeri

Alel Ganda Kriptomeri

Komplementer

1
POLA-POLA PENURUNAN SIFAT

Hereditas merupakan proses penurunan sifat setiap makhluk hidup dari tetua
pada keturunannya. Hukum tentang hereditas baru ditemukan pada tahun 1900
berdasarkan rumusan hipotesis yang dikemukakan oleh Gregor John Mendel (1882-
1884), seorang biarawan Austria. Mendel dianggap berjasa besar dalam
mengembangkan prinsip-prinsip dasar genetika modern sehingga ia dikenal sebagai
Bapak Genetika. Ia mengemukakan bahwa faktor penentu sifat (faktor X, yang
kemudian dikenal sebagai gen) dibagikan dalam unit-unit terpisah dan diturunkan
secara acak (bebas).

A. Istilah dalam pewarisan (penurunan) sifat


Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan pola penurunan sifat, antara lain
adalah sebagai berikut.
1. Parental: orang tua atau tetua. Parental disingkat P.
2. Gamet (G) : gamet jantan dan betina
3. Filial: keturunan yang diperoleh sebagai hasil dari perkawinan parental. Keturunan
pertama disingkat F1, keturunan kedua disingkat F2, keturunan ketiga disingkat F3,
dan seterusnya.
4. Gen : Faktor pembawa sifat berupa untai DNA yang mengkode satu sifat.
5. Alel : Pasangan gen yang menunjukan sifat alternatif sesamanya. Misalnya tinggi
dengan pendek, asam dengan manis, halus dengan keriput.
6. Dominan sifat yang selalu muncul pada keturunan yang artinya dalam suatu
perkawinan sifat ini dapat mengalahkan sifat alel pasangannya jika berada
bersama-sama.
7. Resesif: sifat yang tidak selalu muncul pada keturunan yang artinya dalam suatu
perkawinan sifat ini dapat dikalahkan oleh sifat gen pasangannya. Sifat gen resesif
hanya akan muncul pada fenotip jika tidak ada alel dominan (homozigot resesif)
8. Genotip: susunan genetik suatu sifat yang dikandung suatu individu yang
menyebabkan munculnya sifat-sifat pada fenotip.
9. Fenotip: sifat yang muncul atau dapat diamati dari suatu organisme, baik
struktural, biokimiawi, fisiologis atau perilaku. Contoh warna bunga dan tinggi
badan.
10. Homozigot: pasangan alel dengan gen yang sama, keduanya gen dominan atau
resesif.
11. Heterozigot: pasangan alel dengan gen yang tidak sama, yang satu gen dominan
dan lainnya gen resesif.
12. Karakter : Istilah yang digunakan untuk menjelaskan sifat yang dapat diturunkan
seperti warna bunga, bentuk biji, warna rambut dan lain-lain.

B. Hukum Pewarisan (Penurunan) Sifat


1. Hukum Mendel I (Hukum Segregasi)

2
Hukum Mendel I disebut juga hukum segregasi yang menyatakan bahwa
pada pembelahan (penggandaan) meiosis dalam pembentukan gamet, terjadi
pemisahan pasangan alel secara bebas (The Law of Segregation of Allelic Genes).
Setiap pasangan kromosom homolog mengandung pasangan gen (terdiri dari 2
alel). Pada pembentukan gamet secara meiosis, pasangan-pasangan gen pada
kromosom homolog berpisah pada tahap Anafase. Pada akhir meiosis, setiap sel
gamet yang dihasilkan hanya memiliki satu alel dari pasangan gen saja. Proses
pemisahan gen inilah yang disebut segregasi gen. Hukum Mendel I ini dapat
dikaji dari perkawinan monohibrid.
Perkawinan monohibrid adalah perkawinan dua individu sejenis yang
memperhatikan satu sifat beda. Perkawinan monohibrid sudah diteliti oleh Mendel
menggunakan tanaman kacang kapri. Dalam percobaannya Mendel selalu
menggunakan dua sifat yang memiliki alternatif sesamanya yang berasal dari
tanaman galur murni (individu homozigot), misalnya tanaman berbatang tinggi
dengan tanaman berbatang pendek, biji bulat dengan biji keriput, kotiledon
berwarna hijau dengan warna kuning dan lain-lain. Pada percobaannya, saat
Mendel mengawinkan tanaman berbatang tinggi dengan tanaman berbatang
pendek. Batang tinggi (T) bersifat dominan terhadap batang pendek (t). Hasil
perkawinan diperoleh F1 semuanya berbatang tinggi. Selanjutnya jika keturunan
pertama (F1) dikawinkan dengan sesamanya, maka pada keturunan kedua (F2)
dihasilkan tanaman berbatang tinggi dan tanaman berbatang pendek dengan rasio
fenotip tanaman berbatang tinggi : berbatang pendek = 3:l. Perhatikan diagram
perkawinan berikut.
T : gen untuk batang tinggi  
t : gen untuk batang pendek
P1                      ♀ tt                  x          ♂ TT
(pendek)                      (tinggi)
gamet :                t                                   T
F1                                            Tt
                                             (tinggi)
P2 :           ♀ Tt                 x          ♂ Tt
                         (tinggi)                          (tinggi)
F2        :
  ♂
T t

TT Tt
T (tinggi) (tinggi)
Tt tt
t (tinggi) (pendek)

Genotip Fenotip Ratio genotip Ratio fenotip


TT Tinggi 1
3
Tt Tinggi 2
tt Pendek 1 1

Rasio atau perbandingan genotipe pada F2 = TT : Tt : tt = 1:2:1


sedangkan rasio fenotipenya = batang tinggi : batang pendek = 3:1
3
Peristiwa perkawinan monohibrid pada contoh dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Batang tinggi bersifat dominan. Batang tinggi pada tanaman jantan pertama
(P1) mempunyai genotip TT sehingga saat pembentukan gamet terjadi
pemisahan pasangan alel TT dan terbentuk satu macam gamet T
b. Batang pendek bersifat resesif. Batang pendek pada tanaman betina pertama
(P1) mempunyai genotip tt sehingga saat pembentukan gamet terjadi
pemisahan pasangan alel tt dan terbentuk satu macam gamet t
c. Pada saat fertilisasi antara gamet jantan (T) dengan gamet betina (t), maka
dihasilkan keturunan pertama (F1) dengan genotip heterozigot Tt
d. F1 yang dikawinkan dengan sesamanya sebagai parental II (P2) bergenotip Tt
sehingga saat pembentukan gamet pasangan alel Tt memisah membentuk
gamet T dan t pada tetua jantan serta gamet T dan t pada tetua betina
e. Pada saat fertilisasi masing-masing gamet jantan dapat membuahi kedua
macam gamet betina sehingga dihasilkan keturunan kedua dengan genotip TT,
Tt dan tt. Genotip TT dan Tt memiliki fenotip berbatang tinggi sedangkan tt
berbatang pendek. Perbandingan batang tinggi dengan pendek adalah 3:1

2. Hukum mendel 2 (Hukum Asortasi)


Hukum Mendel II dikenal sebagai Hukum Asortasi, hukum berpasangan
atau penggabungan secara bebas (The Law of Independent Assortment of Genes).
Hukum ini menyatakan bahwa setiap gen atau sifat, berpasangan secara bebas
dengan gen atau sifat lain. Apabila dua individu memiliki dua pasang sifat atau
lebih, maka pasangan sifat tersebut diturunkan secara bebas, tidak ditentukan oleh
pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan sifat yang berbeda tidak
saling mempengaruhi pengelompokkannya saat berpasangan dengan alel lain.
Hukum asortasi berlaku pada perkawinan dengan dua sifat beda atau lebih.
Hukum Mendel II dapat dijelaskan dengan persilangan dihibrid. Sebagai
contoh pada perkawinan antara tanaman kapri berbiji bulat warna kuning
homozigot (BBKK) dengan tanaman kapri berbiji keriput warna hijau (bbkk), akan
menghasilkan keturunan pertama (F1) 100% berbiji bulat dan berwarna kuning.
Selanjutnya, apabila tanaman F1 tersebut dikawin silangkan dengan sesamanya
(sama-sama F1), ternyata pada keturunan kedua (F2), hasilnya : 9/16 bulat kuning,
3/16 bulat hijau, 3/16 keriput kuning, dan 1/16 keriput hijau atau rasio F2 untuk
tanaman berbiji bulat kuning : biji bulat hijau : biji keriput kuning : biji keriput
hijau adalah 9: 3 : 3 : 1.

Perhatikan diagram perkawinan dihibrid berikut.


P1 : BBKK >< bbkk
Berbiji bulat berbiji keriput
Warna kuning warna hijau
G1 : BK bk
F1 : 100 % BbKk ( berbiji bulat dan warna kuning )

P2 : BbKk >< BbKk


Berbiji bulat berbiji keriput
Warna kuning warna hijau

G2 : BK, Bk, bK, bk BK, Bk, bK, bk


F2 :
♂ BK Bk Bk bk
4

BBKK BBKk BbKK BbKk
BK
(bulat kuning) (bulat kuning) (bulat kuning) (bulat kuning)
BBKk BBkk BbkK Bbkk
Bk (bulat kuning) (bulat hijau) (Bulat kuning) (bulat hijau)

BbKK bBKk bbKK bbKk


Bk (bulat kuning) (bulat kuning) (keriput (keriput
kuning) kuning)
BbKk Bbkk bbKk bbkk
Bk (bulat kuning) (Bulat hijau) (keriput (keriput hijau)
kuning)

Rasio genotip F2 : BBKK: BBKk: BbKK: BBkk: BbKk: bbKK: Bbkk: bbKk: bbkk
1 : 2 : 2 : 1 : 4 : 1 : 2 : 2 :1

Rasio fenotip F2 : bulat kuning : bulat hijau : keriput kuning : keriput hijau
9 : 3 : 3 : 1

Persilangan dihibrid pada contoh dapat dijelaskan sebagai berikut.


a. Sifat biji bulat (B) dominan terhadap sifat biji keriput (b), sementara itu, warna biji
kuning (K) dominan terhadap warna biji hijau (k).
b. Sesuai hukum Mendel I, Saat pembentukan gamet pasangan alel akan memisah.
pasangan alel BB menjadi B dan B, alel Bb menjadi B dan b, pasangan alel bb
menjadi b dan b. Begitu pula dengan pasangan alel KK akan memisah menjadi K
dan K, pasangan alel Kk memisah menjadi K dan k, pasangan alel kk memisah
menjadi k dan k
c. Sesuai dengan hukum Mendel II, saat pembentukan gamet alel akan berpasangan
secara bebas. Pada persilangan BBKK dengan bbkk masing-masing tetua hanya
terbentuk satu macam gamet, yakni BK dan bk yang selanjutnya membentuk
genotip BbKk pada F1.
d. Pada perkawinan sesama individu F1 (BbKk dengan BbKk), pasangan alel yang
telah memisah akan mengelompok secara bebas sebagai berikut.
- B berpasangan dengan K membentuk BK
- B berpasangan dengan k membentuk Bk
- b berpasangan dengan K membentuk bK
- b berpasangan dengan k membentuk bk
e. Masing-masing gamet jantan memiliki peluang yang sama untuk membuahi gamet
betina sehingga menghasilkan keturunan kedua (F2) dengan rasio genotip BBKK :
BBKk : BbKK : BBkk : BbKk : bbKK : Bbkk : bbkk = 1:2:2:1:4:1:2:2:1 dan rasio
fenotip bulat kuning : bulat hijau : keriput kuning : keriput hijau = 9:3:3:1

C. Testcross, Backcross, dan Resiprok


1. Testcross
Testcross merupakan perkawinan antara suatu individu dengan sifat fenotip
dominan yang tidak diketahui sifat genotipenya (homozigot atau heterozigot) dengan
individu sejenis yang bergenotipe homozigot resesif. Tujuan testcross adalah sebagai
berikut.
a. Untuk menguji sifat individu yang menunjukkan fenotip dominan, apakah
bergenotipe homozigot atau heterozigot.

5
1) Jika hasil keturunannya menunjukkan sifat sama 100%, genotip individu
tersebut adalah dominan homozigot.
2) Jika hasil keturunannya menunjukkan sifat fenotip yang berbeda, genotip
individu tersebut adalah dominan heterozigot.
b. Mengetahui keturunan yang dihasilkan oleh suatu individu yang memiliki fenotip
dominan yang sifat genotipnya belum diketahui.
1) Individu yang memiliki genotip dominan homozigot akan menghasilkan
keturunan dengan sifat fenotip yang sama
2) Individu yang memiliki genotip heterozigot akan menghasilkan keturunan
dengan fenotip yang berbeda
Contoh perkawinan testcross
Dilakukan testcross (uji silang) antara marmot jantan berambut putih dan marmot
betina berambut hitam yang genotipenya tidak diketahui. Alel hitam bersifat dominan
(H), sedangkan alel putih bersifat resesif (h). buatlah diagram testcross masing-
masing, jika tetua betina bergenotipe homozigot dan jika tetua betina bergenotipe
heterozigot.
Percobaan 1: Tetua betina berambut hitam (homozigot)
Testcross
P1       :             ♀ HH                  x          ♂ hh
Hitam Putih
G1 : H h
F1 : 100% Hh (Hitam)
Tetua betina hitam pada testcross adalah dominan homozigot (bergenotipe HH) dan
menghasilkan hanya satu macam gamet karena hasil keturunannya semuanya sama
(100%).

Percobaan 2: Tetua betina berambut hitam (heterozigot)


Testcross
P1       :             ♀ Hh                  x          ♂ hh
Hitam Putih
G1 : H, h h
F1 :
h
H Hh
h hh
Rasio genotipe F1 = Hh : hh = 1 : 1
Rasio Fenotipe F1 = hitam : putih = 1 : 1
Tetua betina hitam pada testcross adalah dominan heterozigot (bergenotipe Hh)
dan menghasilkan hanya dua macam gamet karena hasil keturunannya menunjukkan
sifat yang berbeda (50% hitam dan 50% putih)

2. Backcross
Backcross merupakan perkawinan antara individu keturunan dengan tetua
jantan atau betina (atau dengan individu yang bergenotip identik dengan tetuanya).

6
Tujuan backcross adalah untuk mendapatkan kembali keturunan yang bergalur murni
(yang bergenotipe homozigot resesif atau homozigot dominan).

Gambar 1. Perkawinan backcross dengan (a) tetua resesif dan (b) tetua dominan.
sumber : Irmaningtyas, 2015: 171
3. Perkawinan Resiprok
Perkawinan resiprok adalah perkawinan ulang dengan menukarkan sifat
fenotip jenis kelaminnya. Perkawinan resiprok ini tidak mempengaruhi rasio hasil
perkawinan jika dilakukan terhadap gen-gen yang tidak tertaut pada kromosom seks.
Contohnya, Perkawinan resiprok dari Perkawinan monohibrid tanaman ercis betina
berbiji kuning dengan tanaman ercis jantan berbiji hijau adalah tanaman ercis jantan
berbiji kuning dikawinkan dengan tanaman ercis betina berbiji hijau.

D. Menentukan Jumlah dan Macam Gamet pada Perkawinan Berdasarkan genotip


Parental
Jumlah macam gamet yang dihasilkan oleh individu dapat dihitung menggunakan
rumus 2n dengan n adalah jumlah alel heterozigot yang bebas memisah. Sementara itu
penentuan macam gamet dapat dilakukan dengan menggunakan diagram anak garpu
melalui langkah-langkah berikut.
1. Alel heterozigot dituliskan secara terpisah, sedangkan alel homozigot dituliskan satu
saja
2. Garis penghubung antara alel heterozigot dibuat bercabang, sedangkan alel homozigot
dibuat lurus

Contoh 1 :
Individu AaBb memiliki 2 pasang alel heterozigot, maka jumlah macam gametnya adalah
22=4 . Sementara itu macam gamet yang dihasilkan adalah sebagai berikut

Jadi perkawinan AaBb dengan sesamanya akan menghasilkan 4 macam gamet yakni AB,
Ab, aB dan ab
Contoh 2.
7
Individu bergenotip AABbCCDd memiliki 2 pasang alel heterozigot, yakni Bb dan Dd
serta 2 pasang alel homozigot, yakni AA dan CC.

Jadi, macam gametnya adalah ABCD, ABCd, AbCD dan AbCd

E. Menghitung Genotipe dan Fenotipe Hasil Keturunan


1. Menghitung Fenotip Hasil Keturunan dengan Diagram Anak Garpu
Jika menghitung fenotip hasil keturunan menggunakan diagram anak garpu, maka tidak
perlu harus menentukan jenis gamet. Hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut.
a. Memasangkan setiap alel pada kedua induk yang sealel
b. Menghitung jumlah pasangan alel yang sama
c. Menggabungkan dengan pasangan alel lain yang tidak sealel
d. Mengalikan koefisien
Contoh :
Ercis berbiji bulat kuning heterozigot (BbKk) dikawinkan dengan individu bergenotip
sama. Tentukan rasio fenotip hasil keturunan F1 jika sifat biji bulat (B) dominan terhadap
keriput (b) dan warna kuning (K) dominan terhadap warna hijau (k).
Penyelesaian :
P1 : BbKk x BbKk
(bulat-kuning) (Bulat-kuning)

Langkah 1. Memasangkan alel yang sama

Langkah 2 (Menghitung jumlah alel yang sama)


BB :1 KK :1
Bb: 2 Kk :2
bb : 1 kk :1
Langkah 3. Menggabungkan dengan pasangan alel lain
1KK : 1 BBKK (Bulat, kuning)
1BB 2Kk : 2 BBKk (Bulat, kuning)
1kk : 1 BBkk (Bulat, keriput)

1KK : 2 BbKK (Bulat, kuning)

8
2Bb 2Kk : 4 BbKk (Bulat, kuning)
1kk : 2 Bbkk (Bulat, hijau)

1KK : 1 bbKK (keriput, kuning)


1bb 2Kk : 2 bbKk (keriput, kuning)
1 kk : 1 bbkk (keriput, hijau)

Langkah 4. Menghitung koefisien


 Bulat kuning : 1+2+2+4 =9
 Bulat hijau : 1+2 =3
 Keriput kuning : 1+2 =3
 Keriput hijau :1
Jadi, rasio fenotip keturunannya adalah bulat, kuning: bulat hijau: keriput kuning: keriput
hijau = 9:3:3:1

Pada kondisi khusus, dimana individu yang dikawinkan merupakan individu


homozigot serta merupakan perkawinan silang dominan-resesif terdapat korelasi antara
jumlah sifat beda yang dikawin silangkan dengan jumlah macam genotip, fenotip dan
jumlah perbandingan pada F2 sebagaimana yang tercantum pada Tabel berikut.
Jumlah Jumlah Macam Kemungkinan
Jumlah perbandingan F2
Sifat Beda Genotipe F2 Fenotipe F2
1 3 =3 1
2=2 1
4 = 41
2 9 = 32 4 = 22 16 = 42
3 27 = 33 8 = 23 64 = 43
n 3n 2n 4n

Contoh
Tentukan jumlah macam genotip dan jumlah kemungkinan fenotip pada F2 dari
persilangan individu bergenotip AABBccDD dengan aabbCCdd, dimana jantan dari F1
dibiarkan kawin dengan betina dari F1 juga.

Penyelesaian :
Jumlah sifat beda yang disilangkan adalah 4 sehingga n=4.
a. Jumlah macam genotip F2 adalah 34= 81
b. Jumlah macam fenotip F2 adalah 24= 16

F. Penyimpangan Semu Hukum Mendel


Berdasarkan hasil penelitian Mendel, pada perkawinan dengan satu sifat beda
(monohibrid), ratio fenotipe F2 adalah 3:1 sedangkan perkawinan dihibrid, fenotipe F2
terdiri atas 4 macam, dengan ratio 9:3:3:1. Perbandingan tersebut bersifat umum dan akan
selalu demikian apabila setiap gen memiliki tugas sendiri-sendiri untuk membentuk sifatm
(karakter). Pada kenyataannya, para ilmuwan sering menemukan angka perbandingan lain,
yang sekilas tampak berbeda dan menyimpang dari hukum Mendel seperti perbandingan
fenotipe F2 dari persilangan dihibrid diperoleh 9:3:4, 9:7, 12:3:1, 9:6:1, 15:1 dan lain-lain.
Namun, pada dasarnya angka-angka yang muncul tersebut merupakan hasil penggabungan
dari angka yang dikemukakan oleh Mendel. Misalnya rasio 12:3:1 sebenarnya (9+3):3:1,
rasio 9:7 adalah 9:(3+3):1. Oleh karena itu, penyimpangan tersebut dikenal sebagai
penyimpangan semu. Penyimpangan semu hukum Mendel terjadi karena adanya interaksi
antar alel dan interaksi genetik.
9
1. Penyimpangan Semu Akibat Interaksi Antar Alel
Interaksi antara alel pada umumnya memiliki hubungan dominan dan resesif.
Namun, interaksi dapat pula menyebabkan penyimpangan semu berupa kodominan,
dominansi tidak sempurna, alel ganda dan alel letal.
a. Kodominan
Kodominan adalah peristiwa dimana dua alel dari gen diekspresikan secara
bersama-sama dan menghasilkan fenotip yang berbeda pada individu yang bergenotip
heterozigot. Alel-alel kodominan tidak memiliki hubungan dominan atau resesif.
Umumnya alel kodominan ditulis dengan simbol dasar berupa huruf kapital dengan
huruf berbeda di atasnya (ditulis seperti pangkat). Contoh adalah alel yang mengatur
warna rambut sapi ras shorthorn. Warna rambut sapi shorthorn dikendalikan oleh alel
CR dan CW. Genotip CRCR memiliki fenotip warna merah, CRCW memiliki fenotip warna
roan (coklat kemerahan dengan percikan warna putih). Sementara itu, pada genotip
CWCW memunculkan warna putih. Perhatikan perkawinan sapi jantan yang memiliki
warna rambut roan (coklat kemerahan dengan percikan warna putih )dengan betina
yang memiliki warna rambut roan berikut.
P1 : CR CW X CRCW
Roan roan
G1 :C ,C
R W
CR, CW
F1 : 25% CRCR (merah)
50% CRCW (roan)
25% CWCW (putih)
Jadi, rasio fenotip F1 merah : roan : putih adalah 1:2:1 (sama dengan rasio genotip).

b. Dominansi Tidak Sempurna (Sifat Intermediet)


Dominansi tidak sempurna terjadi ketika alel dominan tidak dapat menutupi alel
resesif dengan sempurna sehingga menghasilkan fenotip campuran pada individu
bergenotip heterozigot. Dominansi tidak sempurna terjadi pada bunga snapdragon,
bunga pukul empat dan ayam Andalusian.
Perkawinan bunga snapdragon merah dengan bunga snapdragon putih
menghasilkan F1 yang semuanya berwarna merah muda. Jika bunga berwarna merah
muda dikawin silangkan sesamanya, maka rasio fenotip pada F2 adalah merah : merah
muda : putih 1:2:1 sama dengan rasio genotipnya.
Perhatikan persilangan bunga snapdragon merah (MM) dengan bunga snapdragon
putih (mm) berikut.
P1 : MM X mm
merah putih
G1 :M m
F1 : Mm (Merah muda)
P2 : Mm x Mm
merah muda Merah muda
G2 M, m M, m
F2 : MM, Mm, Mm, mm
1 MM (merah)
2 Mm (Merah muda)
1 mm (putih)
Rasio fenotip Merah : Merah muda : putih = 1:2:1

10
Pada peristiwa perkawinan bunga snapdragon, alel dominan merah (M) tidak bisa
menutupi alel resesif putih (m) sehingga muncul sifat fenotip intermedet (merah muda)
pada bunga bergenotip heterozigot (Mm).

c. Alel Ganda
Alel ganda merupakan suatu gen yang memiliki lebih dari dua alel. Alel ganda
terjadi karena perubahan struktur DNA (mutasi) yang diturunkan pada keturunannya.
Contoh alel ganda adalah sebagai berikut.
1) Golongan darah sistem ABO pada manusia. Jenis alelnya adalah IA kodominan
dengan IB sedangkan IA dan IB dominan sepenuhnya terhadap I0. Golongan darah A
memiliki alel IAIA dan IAI0, golongan darah B memiliki alel IBIB dan IBI0, golongan
darah AB memiliki alel IAIB sedangkan golongan darah O memiliki alel I0I0
2) Warna rambut kelinci dikendalikan oleh alel-alel dengan hirarki dominansinya
yaitu warna penuh abu-abu (C) > cinchilla atau abu-abu keperakan (cch) > himalaya
atau putih dengan bagian tungkai, ekor, telinga dan hidung berwarna hitam (c h)>
tidak menghasilkan warna atau albino (c).
Contoh soal :
Kelinci betina abu-abu muda (Cchc) dikawinkan dengan kelinci jantan warna abu-abu
(Cch). Bagaimanakah rasio fenotip anak-anak kelinci yang dilahirkan
Jawab :
P1 : cchc X Cch
Abu-abu muda abu-abu
G1 : cch, c C, ch


cch c

C Ccch Cc
ch cchch chc

F1 : 25% Cch (abu-abu)


25 cchch (Cinchila)
25% Cc (abu-abu)
25% chc (himalayan)
Jadi rasio fenotip keturunan abu-abu : abu-abu keperakan (cinchila) : himalayan adalah
2:1:1
d. Alel Letal
Alel letal adalah alel yang menyebabkan kematian pada individu yang
memilikinya. Kematian terjadi karena alel tersebut berperan dalam karakter penting
dalam tubuh, misalnya pembentukan klorofil pada tumbuhan. Alel letal dibedakan
menjadi tiga macam, yakni alel letal dominan, alel letal resesif dan alel subletal.
1) Alel letal dominan
Individu dengan alel letal dominan yang bergenotip homozigot akan letal
(mati sebelum lahir), sedangkan yang bergenotip heterozigot akan mengalami
subletal. Contoh kasus letal dominan adalah ayam creeper, tikus kuning, kucing
berekor pendek, penyakit Hutington (degeneratif sistem saraf), achondroplasia
(kerdil) dan brakidaktili (jari tangan pendek).

11
Ayam creeper bergenotip heterozigot akan tetap memiliki cacat kaki
meskipun tetap hidup. Ayam creeper (Cc) dapat dihasilkan dari ayam normal (cc)
yang salah satu gen resesifnya (c) mengalami mutasi genetik menjadi gen dominan
(C). Ayam creeper yang bergenotip homozigot tidak pernah dijumpai karena mati
sejak embrio akibat kelainan pada kepala, tulang tidak terbentuk dan kerusakan
pada mata. Diagram persilangan ayam creeper sebagai berikut.
P1 : Cc X Cc
creeper creeper
G1 : C dan c C dan c
F1 :


C c

CC Cc
C
Letal Sub letal
Cc cc
c
Sub letal Normal
Jadi telur yang bisa menetas menjadi ayam hanya 75%, dengan rasio fenotip normal
: creeper 1:2

2) Letal Resesif
Alel letal resesif hanya menyebabkan kematian pada individu bergenotip
homozigot resessif. Individu bergenotip heterozigot dan homozigot dominan adalah
normal. Contoh kasus letal resesif adalah albino pada tanaman (Klorosis), ichtyosis
congenita (kulit tebal dan banyak luka sobekan pada janin), sapi bulldog dan mata
berbentuk bintang pada lalat buah.
Contoh kasus
Pada tanaman jagung (Zea mays), alel dominan G mengatur terbentuknya
klorofil. Sementara itu, alel g bersifat letal. Hasil perkawinan tanaman heterozigot
dengan sesamanya menghasilkan 1.200 biji jagung. Jika seluruh biji jagung
ditanam kembali, berapa yang bisa tumbuh menjadi tanaman baru?
P1 : Gg X Gg

G1 : G dan g G dan g
F1 :


G g

G GG Gg
g Gg gg (letal)

25% GG (hidup, berdaun hijau, normal)


50% Gg (Hidup, berdaun hijau kekuningan, normal)
25% gg (letal, tidak berklorofil, albino)
Jadi jumlah tanaman yang bisa tumbuh adalah 75% x 1.200 = 900
3) Alel Subletal
12
Alel subletal adalah alel homozigot dominan atau homozigot resesif yang
menyebabkan kematian individu pada usia anak-anak hingga dewasa. Contoh subletal
homozigot dominan adalah talasemia, sedangkan contoh alel subletal resesif adalah
hemofilia.

B. Penyimpangan Semu Hukum Mendel Akibat Interaksi Genetik


Penyimpangan semu hukum Mendel akibat interaksi genetik adalah interaksi dua
pasang gen non alelik atau lebih yang menimbulkan fenotip-fenotip dengan rasio yang
menyimpang secara semu terhadap hukum Mendel. Interaksi ini dapat terjadi pada tingkat
gen, aksi dari produk-produk yang dihasilkan pada kegiatan sitoplasma atau interaksi sel-
sel maupun organ yang gen-gennya mengalami perubahan. Peristiwa interaksi genetik
yang menyimpang dari hukum Mendel adalah atavisme, epistasis-hipostasis, kriptomeri
dan komplementer.
1. Atavisme
Atavisme adalah interaksi beberapa gen yang menghasilkan sifat baru yang
berbeda dengan tetuanya, baik jantan maupun betina. Contoh atavisme adalah pada
bentuk jengger ayam ras. Pada ayam dikenal 4 macam bentuk pial (jengger), yakni Pial
gerigi (ros), pial biji (pea), pial bilah (single) dan pial sumpel (walnut). Sifat pial bilah
(single) adalah resesif, baik terhadap pial gerigi (ros) maupun terhadap pial biji (pea).
Sifat pial ros dan pea bersifat dominan terhadap sifat pial bilah (single). bentuk pial
ayam dikendalikan oleh dua pasang alel sehingga Jika sifat pial gerigi disimbolkan
dengan R dan r, dimana R dominan terhadap r. Sifat pial biji disimbolkan dengan P dan
p, dimana P dominan terhadap p.
Genotip untuk masing-masing pial, ros, pea, walnut dan single adalah sebagai
berikut.

Bentuk Pial Genotip


Ros RRpp, Rrpp
Pea rrPP, rrPp
Walnut RrPp
Single rrpp

a. Single b. Pea c. Walnut d. Rose


Gambar 2. Macam-macam bentuk pial (jengger) pada ayam

Perkawinan pada ayam dengan sifat pial gerigi, biji, bilah dan sumpel
menghasilkan rasio fenotip sebagai berikut.
a. Apabila ayam berpial gerigi (ros) galur murni dikawinsilangkan dengan ayam
berpial bilah (single), maka F1 100% berpial gerigi (ros) dan F2 terdiri dari 75 %
berpial gerigi (ros) dan 25 % berpial bilah (single). Ini berarti bahwa pial gerigi
(ros) dominan terhadap pial bilah (single).

13
Misalnya dikawinkan ayam berpial ros (RRpp) homozigot dengan ayam berpial
bilah (rrpp). Hasil perkawinan silangnya adalah sebagai berikut.
P : RRpp x rrpp
Ros single
G : Rp rp
F1 : Rrpp (Ros) x Rrpp
G2 : Rp, rp Rp, rp
Rp rp
Rp RRpp (Ros) Rrpp (Ros)
rp Rrpp (Ros) rrpp (singe)

Rasio Fenotip :
Pial ros : pial single = 3: 1 (75% : 25%)
Apabila ayam berpial biji (pea) galur murni dikawinkan dengan ayam berpial bilah
(single), maka F1 100 % berpial biji (pea) dan F2 terdiri dari 75 % berpial biji
(pea) dan 25 % bilah (single) ini berarti bahwa pial biji (pea) dominan terhadap pial
bilah (single).

b. Apabila ayam berpial biji (pea) galur murni dikawinkan dengan ayam berpial gerigi
(ros)galur murni, maka F1 100% berpial sumpel (walnut). Jadi sifat pialnya
berbeda dengan tetua jantan maupun tetua betina, sedangkan pada F2-nya diperoleh
4 macam fenotipe dengan perbandingan sebagai berikut pial sumpel (walnut) : pial
gerigi (ros) : pial biji (pea) : pial bilah (single) = 9:3:3:1.
Penyimpangan pada peristiwa atavisme tidak menyangkut perbandingan
fenotipe pada F2 tetapi muncul 2 sifat baru yang berbeda dengan kedua tetuanya,
yaitu sumpel (walnut) dan bilah (single). Perhatikan penyimpangan pada
perkawinan antara ayam berpial gerigi (rose) (RRpp) dan pial biji (pea) (rrPP)
berikut
P1 : RRpp x rrPP
rose biji (pea)
G1 : Rp rP
F1 : RrPp (walnut)
P2 : RrPp RrPp
walnut walnut
G2 : RP, Rp, rP, rp

F2 :
14

RP Rp rP rp

RRPP RRPp RrPP RrPp
RP
(Walnut) (Walnut) (Walnut) (Walnut)
RRPp RRpp RrPp Rrpp
Rp
(Walnut) (ros) (Walnut) (ros)
RrPP RrPp rrPP rrPp
rP
(Walnut) (Walnut) (pea) (pea)
RrPp Rrpp rrPp rrpp
rp
(Walnut) (ros) (pea) (single)
Keterangan:
a. Semua kombinasi yang memiliki gen dominan R dan P berpial sumpel (walnut).
b. Semua kombinasi yang mengandung faktor R saja tanpa P berpial gerigi (Ros).
c. Semua kombinasi yang mengandung faktor P saja tanpa R berpial biji (pea).
d. Semua kombinasi yang tidak mengandung faktor P dan R, berpial bilah (single).
Penyimpangan yang tampak pada penyilangan dihibrid berdasarkan diagram
tersebut adalah keturunan F1 tidak menyerupai salah satu tetuanya (tidak berpial
ros dan tidak berpial pea) serta munculnya dua sifat baru, yaitu sifat pial sumpel
sebagai hasil interaksi dua faktor dominan yang berdiri sendiri-sendiri dan sifat pial
bilah sebagai hasil interaksi dua faktor resesif pada fenotip F2.

2. Epistasis-hipostasis
Epistasis dan hipostasis adalah suatu bentuk interaksi antara gen yang
menutupi ekspresi gen lainnya yang bukan sealel, meskipun yang ditutupi bersifat
dominan. Gen yang menutup gen dominan lainnya disebut epistasis dan gen
dominan yang tertutupi ekspresinya disebut hipostasis. Epistasis dibedakan menjadi
beberapa macam, yakni epistasis dominan, epistasis resesif, epistasis gen dominan
rangkap dan epistasis gen dominan rangkap dengan efek kumulatif
a. Epistasis Dominan
Epistasis dominan terjadi jika gen yang menutupi kerja gen lainnya
bersifat dominan. Gen dominan ini dapat menutupi gen dominan lain yang
bukan sealel. Rasio fenotip pada peristiwa epistasis dominan adalah 12:3:1.
Contoh pada percobaan perkawinan labu (Cucurbita pepo). Sifat warna
labu dikendalikan oleh dua pasang alel dalam lokus berbeda, yakni warna putih
(P) dominan terhadap warna hijau (p) dan warna kuning (K) dominan terhadap
warna hijau (k). Gen yang mengkode warna putih (P) bersifat epistasis
(menutupi) sedangkan gen K (kuning) dan gen k (hijau) merupakan gen
hipostasis (ditutupi) sehingga jika gen dominan P muncul bersama-sama dengan
gen dominan K, maka akan muncul warna putih. Diagram perkawinan pada labu
berwarna putih homozigot dikawinkan dengan labu berwarna kuning homozigot
adalah sebagai berikut
P1 : PPkk x ppKK
Putih kuning
G1 : Pk pK
F1 : PpKk (putih)
P2 : PpKk PpKk
Putih Putih
15
G2 : PK, Pk, pK, pk PK, Pk pK, pk
F2 :


PK Pk pK Pk

PpK
PK PPKK PPKk PpKk
K
Pk PpKk Ppkk PpKk Ppkk
ppK
pK PpKK PpKk ppKk
K
pk PpKk Ppkk ppKk Ppkk
12 PPKK, PpKK, PpKk, Ppkk (putih)
3 ppKK, ppKk (kuning)
1 ppkk (hijau)
Jadi rasio fenotip pada F2 = putih : kuning : hijau = 12:3:1
b. Epistasis Resesif
Epistasis resesif terjadi jika gen-gen yang menutupi ekspresi gen lainnya
bersifat homozigot resesif. Gen resesif ini dapat menutupi gen lainnya yang bersifat
dominan, baik sealel maupun tidak sealel. Perbandingan fenotip pada F2 dalam
peristiwa ini adalah 9:3:4. Contoh peristiwa epistasis resesif ditemukan pada
karakter warna rambut tikus
Sifat warna rambut tikus dikendalikan oleh kerja dua macam enzim yang
masing-masing dikendalikan oleh gen dominan B (hitam) dan G (abu-abu). Jika
gen B dan G berada bersama-sama maka akan memunculkan warna abu-abu, jika
hanya terdapat gen dominan B akan memunculkan warna hitam. Jika terdapat alel
resesif bb akan memunculkan warna putih. Jadi alel homozigot bb merupakan gen
epistasis (menutupi). Gen dominan G dan B merupakan gen hipostasis (ditutupi).
Diagram perkawinan pada tikus berambut hitam (BBgg) dengan tikus berambut
putih (bbGG) adalah sebagai berikut.
P1 : BBgg x bbGG
Hitam putih
G1 : Bg bG
F1 : BbGg (abu-abu)
P2 : BbGg BbGg
Abu-abu abu-abu
G2 : BG, Bg, bG, bg BG, Bg, bG, bg
F2 :


BG Bg bG Bg

BBG
BG BBGg BbGG BbGg
G
Bg BBGg BBgg BbGg Bbgg
bG BbGG BbGg bbGG bbGg
16
bg BbGg Bbgg bbGg bbgg
Fenotip :
9 BBGG, BbGG, BbGg (abu-abu)
3 BBgg, Bbgg (hitam)
4 bbGG, bbGg, bbgg (putih)
Jadi rasio fenotip pada F2 = abu-abu : hitam : putih = 9:3:4
c. Epistasis Gen Dominan Rangkap
Epistasis gen dominan rangkap terjadi jika dua gen dominan atau lebih
menghasilkan satu fenotip dominan yang sama. Namun jika tidak ada satu pun gen
dominan, maka sifat resesif akan muncul. Contoh kasus epistasis gen dominan
rangkap adalah pada karakter bentuk kapsul biji tanaman Capsella bursa-pastoris.
Gen dominan A dan B, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri dalam
genotip mengakibatkan kapsul biji bentuk segitiga. Namun, jika tidak ada gen
dominan, kapsul biji berbentuk oval.
Perkawinan tanaman Capsella bursa-pastoris yang memiliki kapsul bentuk
biji bentuk segitiga bergenotip homozigot dengan kapsul bentuk oval dapat dilihat
pada diagram berikut.
P1 : AABB x aabb
Kapsul biji segitiga kapsul biji oval
G1 : AB ab
F1 : AaBb (Kapsul biji bentuk segitiga)
P2 : AaBb AaBb
Kapsul biji segitiga Kapsul biji segitiga
G2 : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2 :


AB Ab aB ab

AAB AaB
AB AABb AaBb
B B
Ab AABb AAbb AaBb Aabb
aB AaBB AaBb aaBB aaBb
ab AaBb Aabb aaBb aabb

15 AABB, AABb, Aabb AaBB, AaBb, Aabb, aaBB, aaBb (kapsul bentuk
segitiga)
1 aabb (kapsul bentuk oval)
Jadi rasio fenotip pada F2 = kapsul biji bentuk segitiga : kapsul biji bentuk oval =
15:1
d. Epistasis Gen Rangkap dengan Efek Kumulatif
Epistasis gen rangkap dengan efek kumulatif terjadi jika kondisi dominan,
baik homozigot maupun heterozigot pada salah satu lokus menghasilkan fenotop
17
yang sama. Contoh epistasis gen rangkap dengan efek kumulatif adalah pada
karakter warna biji gandum (Hordeum vulgare). Genotip dominan pada masing-
masing lokus menghasilkan satu unit pigmen secara bebas sehingga genotip Aabb,
Aabb dan aaBB, aaBb menghasilkan satu unit pigmen dengan fenotip yang sama.
Genotip aabb tidak menghasilkan pigmen, sedangkan genotip A_B_ menghasilkan
dua unit pigmen dan efeknya kumulatif menjadi ungu tua. Perhatikan diagram
perkawinan berikut.
P1 : AABB x aabb
Ungu tua putih
G1 : AB ab
F1 : AaBb (Ungu tua)
P2 : AaBb AaBb
Ungu tua Ungu tua
G2 : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2 :


AB Ab aB ab

AAB AaB
AB AABb AaBb
B B
Ab AABb Aabb AaBb Aabb
aB AaBB AaBb aaBB aaBb
ab AaBb Aabb aaBb aabb
9 AABB, AABb, AaBB, AaBb (ungu tua)
3 AAbb, Aabb (ungu)
3 aaBB, aaBb (ungu)
1 aabb (putih)
Jadi rasio fenotip F2 ungu tua : ungu : putih = 9:6:1
Kesimpulan :
Rasio Fenotip F2 Pada Peristiwa Epistasis-Hipostasis adalah sebagai berikut.
a. Epistasis dominan ; 12:3:1
b. Epistasis resesif ; 9:3:4
c. Epistasis gen dominan rangkap; 15:1
d. Epistasis gen dominan rangkap dengan efek kumulatif : 9:6:1

3. Kriptomeri
Kriptomeri adalah gen dominan yang seolah-olah tersembunyi apabila berdiri
sendiri-sendiri dan pengaruhnya baru tampak apabila bersama-sama dengan gen
dominan lainnya. Pada perkawinan tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah galur
murni dengan yang berbunga putih juga galur murni diiperoleh F1 semua berbunga
ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman Linaria maroccana berbunga ungu : merah :
putih dengan rasio 9 : 3 : 4. Berdasarkan penyelidikan terhadap plasma sel bunga
Linaria, ternyata warna merah disebabkan oleh adanya pigmen antosianin dalam
lingkungan plasma sel yang bersifat asam, sedangkan dalam lingkungan basa akan
memberikan warna ungu. Tetapi apabila dalam plasma sel tidak terdapat antosianin,

18
dalam lingkungan asam atau basa tetap akan membentuk warna putih. Gen yang
mengendalikan antosianin (A) bersifat dominan terhadap gen yang mengendalikan tidak
adanya antosianin (a). Sementara itu, gen yang mengendalikan plasma sel bersifat basa
(B) bersifat dominan terhadap gen yang mengendalikan plasma sel bersifat asam (b).
Diagram perkawinan bunga Linaria maroccana adalah sebagai berikut
P1 : AAbb x aaBB
Merah putih
G1 : Ab aB
F1 : AaBb (Ungu)
P2 : AaBb AaBb
Ungu Ungu
G2 : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2 :


AB Ab aB ab

AAB AaB
AB AABb AaBb
B B
Ab AABb AAbb AaBb Aabb
aB AaBB AaBb aaBB aaBb
ab AaBb Aabb aaBb aabb
9AABB, AABb, AaBB, AaBb ungu
3 AAbb, Aabb (merah)
4 aaBB, aaBb, aabb (putih)
Jadi perbandingan fenotip pada F2 adalah bunga berwarna ungu : merah : putih = 9:3:4

4. Komplementer
Komplementer adalah gen-gen dominan yang saling melengkapi dalam
mengekspresikan suatu sifat, contoh pada karakter warna bunga Lathyrus odoratus.
Warna pada bunga tersebut dikendalikan oleh gen penumbuh bahan dasar untuk
membentuk pigmen (C) dan enzim pengubah bahan mentah pigmen menjadi antosianin
(P). Jika terdapat gen C maupun P, bunga berwarna ungu. Jika hanya terdapat satu gen
dominan atau tidak ada gen dominan, maka bunga berwarna putih. Perhatikan
perkawinan bunga berwarna putih bergenotip CCpp dengan bunga putih bergenotip
ccPP berikut.
P1 : CCpp x ccPP
putih putih
G1 : Cp cP
F1 : CcPp (Ungu)
P2 : CcPp CcPp
Ungu Ungu
♂ G2 : CP, Cp, cP, cp CP,
CP Cp cP Cp
♀ Cp, cP, cp
F2 :
CP CCPP CCPp CcPP CcPp
Cp CCPp CCpp CcPp Ccpp
19
cP CcPP CcPp ccPP ccPp
cp CcPp Ccpp ccPp Ccpp
9 C_P_ (ungu)
3 C_pp (putih)
3 ccP_ (putih)
1 ccpp (putih)
Jadi rasio fenotip F2 ungu : putih = 9:7

20

Anda mungkin juga menyukai