Anda di halaman 1dari 6

RINGKASAN MATERI

“TEORI DALAM PENELITIAN KUALITATIF”

W. Laurence Newman

OLEH
NANDA NAHDHIYAH

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
1. Variasi Penggunaan Teori dalam Penelitian Kualitatif

Para peneliti kualitatif menggunakan teori dalam penelitian untuk tujuan-tujuan yang
berbeda. Pertama, dalam penelitian kualitatif, teori sering kali digunakan sebagai
penjelasan atas perilaku dan sikap-sikap tertentu. Teori ini bisa jadi sempurna dengan
adanya variabelvariabel, konstruk-konstruk, dan hipotesis-hipotesis penelitian. Misalnya,
para ahli etnografi memanfaatkan tema-tema kultural atau ―aspek-aspek kebudayaan‖
(Wolcott, 1999:113) untuk dikaji dalam proyek penelitian mereka, seperti kontrol sosial,
bahasa, stabilitas dan perubahan, atau organisasi sosial, seperti kekerabatan atau keluarga
(lihat pembahasan Wolcott:1999 tentang sejumlah penelitian antropologi yang
mengangkat topik-topik kebudayaan). Tema-tema ini dapat memberikan serangkaian
hipotesis siap pakai untuk diuji dengan literatur-literatur yang ada. Meskipun para peneliti
kualitatif tidak merujuk pada tema-tema tersebut sebagai teori mereka, tema-tema ini
umumnya menyediakan penjelasan lengkap yang sering kali dimanfaatkan oleh antropolog
untuk meneliti perilaku culturesharing dan tingkah laku manusia. Pendekatan ini sangat
populer dalam penelitian ilmu kesehatan kualitatif dimana peneliti biasanya mengawali
penelitianya dengan model-model teoretis, seperti adopsi dalam praktek-praktek kesehatan
atau kualitas dalam orentasi kehidupan umat manusia.

Kedua,para peneliti kualitatif sering kali mengunakan perspektif teoritis sebagai


panduan umum untuk meneliti gender, kelas, dan ras (atau isu-isu lain mengenai
kelompokkelompok marginal). Perspektif ini biasanya digunakan dalam penelitian
advokasi/partisipatoris kualitatif atau dapat membantu peneliti untuk merancang rumusan
masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, serta membentuk call for action and
change (panggilan untuk melakukan aksi dan perubahan). Penelitian kualitatif pada 1980-
an mengalami transformasi besar-besaran yang ditandai munculnya perspektif-perspektif
teoretis seperti ini sehingga memperluas ruang lingkup penelitian yang muncul
sebelumnya. Perspektif-perspektif teoretis ini menuntun peneliti pada isu-isu penting yang
perlu diteliti (seperti, perempuan, anak jalanan,dan kelompok-kelompok minoritas lain).
Perspektif-perspektif juga menunjukkan bagaimana peneliti harus memosisikan diri
mereka dalam penelitian kualitatif (seperti, berada diluar atau tidak condong pada konteks
pribadi, kultural, atau historis tertentu) dan bagaimana menulis laporan akhir (seperti,
dengan tidak memarjinalisasi lebih jauh individu-individu yang diteliti, atau dengan cara
berbaur langsung dengan mereka). Dalam penelitian etnografi kritis, peneliti memulai
dengan satu teori yang menjelaskan keseluruhan proses penelitian. Teori kausatif seperti
ini bisa berupa teori emansipasi atau represi (Thomas, 1993).

Beberapa perspektif teoritis yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
sebagai berikut (Creswell, 2007):

- Perspektif feminis mengugat kaum wanita saat ini yang ditindas dengan
sewenangwenang dan institusi yang turut membentuk kondisi tersebut. Topik-topik
penelitian bisa mencangkup isu-isu kebijakan yang berhubungan dengan realisasi
keadilan sosial bagi kaum wanita dengan ranah-ranah tertentu atau pengetahuan
tentang kondisikondisi ketertindasan yang dialami oleh mereka (Ollesen, 2000).
- Wacana rasial memunculkan pertanyaan-pertanyaan penting tentang tentang
kontruksi dan kontrol atas pengetahuan yang berbau ras, khususnya tentang
orangorang dan komunitas-komunitas kulit berwarna (Ladson-Bilings, 2000)
- Perspektif teori kritis fokus pada pemberdayaan umat manusia agar dapat bebas dari
kungkunghan rasial, kelas, dan gender yang diletakkan pada mereka (Fay, 1987)
- Teori queer-begitulah istilah yang digunakan dalam literatur ini berfokus pada
individu-individu yang menanamkan pada dirinya sebagai kelompok lesbian, gay,
biseksual, atau trans gender. Penelitian-penalitian yang menerapkan perspektif
teoritis ini bukan berarti menjadikan individu-individu diatas sebagai objek mentah
yang dapat diperlakukan begitu saja, melainkan lebih berusaha mencari sisi-sisi
kultural dan politis apa yang membuat mereka terkucilkan dalam ranah sosial. Teori
ini bahkan menyuarakan kembali hak-hak dan pengalaman-pengalaman individu
yang tertindas (Gamson, 2000)
- Studi ketidak mampuan berfokus pada makna inklusi dalam sekolah, yang
melibatkan para pengurus sekolah, guru dan orang tua yang memiliki anak-anak
dengan ketidak mampuan tetentu (Mertens, 1998).

Rossman dan Rallis (1998) mengartikan teori dalam penelitian kualitatif sebagai
perspektif pos modern dan kritis: Ada empat hal yang menjadi fokus utama dalam kritik
ini: a). Penelitian pada dasarnya melibatkan isu-isu kekuasaan, b). Laporan penelitian
tidak transparan dan netral, tetapi dikuasai oleh individu-individu yang secara teoritis
berorentasi pada ras, gender, merupakan aspekaspek penting dalam memahami
pengalaman manusia dan d). Penelitian historis tradisional telah membungkam kelompok-
kelompok yang tertindas dan marginal.
Ketiga, dalam penelitian kualitatif, teori sering kali digunakan sebagai poin akhir
penelitian. Dengan menjadikan teori sebagai poin akhir penelitian, berarti peneliti
menerapkan proses penelitianya secara induktif yang berlangsung mulai dari data, lalu ke
tema-tema umum, kemudian menuju teori atau model tertentu

Peneliti memulai penelitian dengan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin


dari para partisipan, lalu membentuk informasi ini menjadi pola-pola, teori-teori, atau
generalisasi-generalisasi untuk nantinya diperbandingkan dengan pengalaman-pengalaman
pribadi atau dengan literatur-literatur yang ada.

Usaha mengembangkan tema-tema dan kategori-kategori menjadi pola-pola,


teoriteori atau generalisasi-generalisasi ini menunjukkan bahwa penelitian kualitatif
memiliki point akhir yang berbeda-beda. Misalnya, dalam penelitian studi kasus, Stake
(1995) menyebut tuntutan (assertion) sebagai generalisasi proporsional (kesimpulan
peneliti dari hasil interpretasi dan klaim-klaimnya) dan generalisasi naturalistik
(pengalaman-pengalaman pribadi peneliti). Sebagai contoh lain, grounded theory memiliki
poin akhir yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti berharap dapat menemukan satu
teori yang didasarkan pada informasi dari para partisipan (Stauss dan Corbin, 1998).
Bahkan, Lincoln dan Guba (1985) menyebut pattern theory (teori pula) sebagai pemikiran-
pemikiran awal yang terus berkembang selama penelitian kualitatif ini justru
merepresentasikan pemikiran-pemikiran yang saling berhubungan atau bagian-bagian
yang berhubung dengan keseluruhan.

Neuman (2000) memberikan informasi tambahan mengenai pattern theory ini:


Pattern theory tidak menemukan aspek penalaran deduktif. Sebaliknya, mirip dengan teori
kausatif, pattern theory justru berisi konsep-konsep dan relasi-relasi yang saling
berhubungan, namun teori ini tidak membutuhkan pernyataan kausatif. Malahan, teori ini
mengunakan metafora dan analogi-analogi agar relasi-relasi ini ―memiliki arti.‖ pattern
theory merupakan sistem gagasan-gagasan. Konsep-konsep dan relasi-relasi di dalamnya
membentuk sejenis mutual-reinforcing dan sistem tertutup. Pattern theory mengurutkan
setiap tahapan atau menghubungkan bagian-bagian dengan keseluruhan.

Keempat, beberapa penelitian kualitatif tidak mengunakan teori yang terlalu


eksplisit. Kasus ini bisa saja terjadi disebabkan dua hal: (1) karena tidak ada satupun
penelitian kualitatif dilakukan dengan observasi yang ―benar-benar murni‖ dan (2) karena
struktur konseptual sebelumnya yang disusun dari teori dan metode tertentu telah
memberikan starting point bagi keseluruhan observasi (Schwandt, 1993). Bahkan, tidak
sedikit orang memandang penelitian kualitatif sebagai penelitian yang tidak memiliki
orientasi teori yang eksplisit, seperti dalam penelitian fenomenologi, yang didalamnya
peneliti berusaha untuk membangun esensi pengalaman dari para partisipasi (lihat,
misalnya, Riemen, 1986). Dalam penelitian-penelitian semacam ini, peneliti hanya
membuat sesuatu deskripsi yang kaya dan rinci tentang fenomena tertentu.

2. Menempatkan Teori dalam Penelitian Kualitatif


Bagaimana teori itu digunakan, akan turut memengaruhi penempatanya dalam
sebuah penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif yang mengunakan tema kultural
atau perspektif teoretis, teori muncul diawal dan dapat dimodifikasi atau disesuaikan
dengan sedemikian rupa berdasarkan pandangan dari para partisipan. Akan tetapi, untuk
sebagian besar rancangan kualitatif yang berorientasi teori, seperti etnografi kritis, Lather
(1986) mengulifikasi pengunaan teori sebagai berikut:
Melakukan penelitian grounded theory secara empiris membutuhkan relasi timbal
balik antara data dan teori. Data harus diolah secara dialektik agar dapat menghasilkan
proposisiproposisi baru yang memungkinkan munculnya kerangka teoretis, dengan tetap
menjaga kerangka tersebut secara ketat agar tidak tercampur-baur dengan data penelitian.
Seperti yang tampak pada contoh diatas, suatu model visual yang dikembangkan
dapat menghubungkan variabel-variabel, merancang model ini secara induktif dari
komentar informan, dan meletakkan model tersebut di akhir penelitian, yang di dalamnya
proposisi utama dapat dibedakan dengan teori-teori dan literatur-literatur yang sudah ada.
Contoh Teori di Bagian Awal Penelitian Kualitatif
Murguia, Padilla, dan Pavel (1991) meneliti 24 siswa yang berasal dari Spayol dan
Amerika Asli yang tergabung dalam suatu sistem sosial (dalam hal ini, universitas).
Mereka ingin mengetahui tentang bagaimana etnisitas memengaruhi integrasi sosial.
Mereka mengawalinya dengan menghubungkan pengalaman-pengalaman partisipan
dengan satu model teori, yaitu model Tinto tentang integrasi sosial. Mereka merasa bahwa
model ini telah "dikonseptualisasikan secara tidak utuh dan, sebagai konsekuensinya,
sering kali dipahami dan diukur dengan tidak tepat" (hlm. 433).
Untuk itulah, dalam penelitian mereka, model tersebut tidak diuji (seperti yang
sering ditemukan dalam proyek kuantitatif), tetapi hanya dimodifikasi (karena penelitian
mereka adalah penelitian kualitatif). Mereka mendaur-ulang model Tinto ini dan
menawarkan modifikasinya untuk mengilustrasikan bagaimana etnisitas itu berfungsi.
Karena penelitian kualitatif mereka menempatkan teori, pola, atau generalisasi sebagai
poin akhir (end point} maka modifikasi atas teori model Tinto tersebut dimunculkan di
akhir penelitian. Modtfikasi-teori ini berbentuk diagram logika, sebuah representasi visual
yang mengilustrasikan hubungan antarkonsep.

Contoh Teori di Bagian Akhir Penelitian Kualitatif


Dengan menggunakan database yang memuat sekitar 33 wawancara kami bersama
para ketua jurusan akademik, kami (Creswell & Brown, 1992) mengembangkan suatu
grounded theory yang menghubungkan variabel-variabel (atau kategori-kategori)
penelitian, yakni pengaruh para ketua jurusan terhadap performa dosen. Bab teori kami
munculkan di bagian akhir penelitian. Pada bagian ini, kami menggambarkan teori
tersebut secara induktif dalam bentuk isual berdasarkan kategori-kategori informasi yang
berasal dari para informan. Selain itu, kami juga menyertakan hipotesis-hipotesis dari teori
tersebut. Bahkan, pada bagian ini, kami juga membandingkan hasil survei dari para
partisipan dengan hasil survei dari penelitian-penelitian lain, sekaligus membandingkan
beragam spekulasi teoretis yang terdapat dalam literatur.
Dalarn bab tersebut, antara lain kami menyatakan: Proposisi dan subproposisi-
subproposisi dari teori ini ternyata menampiikan sesuatu yang tidak biasa, bahkan kontras,
dengan harapan kami. Bertentangan dengan proposisi 2.1, kami berharap bahwa jenjang-
jenjang karier akan sama, bukan dalam jenis-jenis masalah, melainkan dalam jangkauan
masalah-masalah tersebut. Kami justru menemukan bahwa masalah yang dirasakan para
dosen yang post-tenure hampir mencakup keseluruhan masalah yang terdapat dalam
daftar. Mengapa kebutuhan para dosen yang tenured justru lebih banyak dibanding para
dosen yang nontenured? Padahal, salah satu literatur yang membahas tentang
produktivitas penelitian menegaskan bahwa performa penelitian seseorang tidak akan
merosot hanya karena ada penghargaan tenure (Holley, 1977). Barangkali, beragamnya
tujuan-tujuan karier para dosen yang post-tenure memperluas kemungkinan munculnya
"jenis-jenis" masalah tersebut. Dalam banyak hal, subproposisi ini justru menekankan
pada kelompok karier yang understudied, yang menurut Furniss (1981), mengharuskan
kita untuk mengujinya lebih rinci.

Anda mungkin juga menyukai