Anda di halaman 1dari 9

ELEMEN TES KEBAHASAAN SERTA PENYUSUNAN TES KOMPETENSI

BERBAHASA DAN BERSASTRA


KELOMPOK 4:
1. Azizah Rizki Nabilah 170241608550
2. Fidyah Wahyu Rahmadani 170241608546
3. Margaretha Inez Griandini 170241608544
4. Nurlaili Khoirun Nikmah 170241608509
5. Syahniar Ramadhani 170241608552

Tes bahasa merupakan alat yang dipakai untuk mencoba mengukur seberapa banyak peserta
didik telah menguasai bahasa yang dipelajari. Istilah “penguasaan” terhadap suatu bahasa
yang dipelajari dibedakan menjadi penguasaan terhadap aspek-aspek bahasa, elemen-elemen
linguistik, kompetensi linguistik, dan penggunaan bahasa itu untuk kegiatan yang pertama
bersifat teoretis, penguasaan sistem bahasa yang bersangkutan. Tes yang disusun hendaklah
sesuai dengan tujuan pembelajaran kebahasaan dan kesastraan yang hendak dicapai.
A. Elemen Tes Kebahasaan
Elemen atau unsur bahasa yang diteskan meliputi berbagai hal yang mencakup tentang
pembelajaran bahasa. Cakupan pembelajaran bahasa meliputi kompetensi bahasa
(kompetensi linguistik), kompetensi berbahasa (kompetensi komunikatif), dan kompetensi
bersastra.
1.) Tes Kompetensi Bahasa
Kompetensi bahasa seseorang berkaitan dengan pengetahuan tentang sistem bahasa,
struktur, kosakata, dan seluruh aspek kebahasaan bahasa tersebut, dan juga bagaimana tiap
aspek tersebut saling berhubungan (Brown, 1980:27-28) dengan kompetensi bahasa yang
dimilikinya itu, maka seseorang akan dapat membedakan antara “bahasa” dan “bukan
bahasa”, dalam artian ia akan mampu membedakan misalnya bunyi bahasa yang memiliki
makna dan bunyi yang bukan bahasa, kosakata bahasanya dengan yang bukan bahasa,
struktur gramatikal yang dapat diterima oleh para penutur asli dengan struktur yang tidak
gramatikal (bukan bahasa) atau tidak dapat diterima, dan lain sebagainya.

Pengetahuan tentang kompetensi kebahasaan merupakan hal yang penting karena akan
mempengaruhi bahkan mungkin akan menentukan kemampuan seseorang dalam tindak
berbahasa, walaupun penutur asli suatu bahasa belum tentu menyadari pengetahuan
tentang kompetensi bahasanya, namun bagi para pembelajar bahasa asing kompetensi
kebahasaan terhadap bahasa yang dipelajari sangatlah penting. Sebab tanpa adanya
kompetensi tersebut, hampir tidak mungkin seseorang dapat melakukan tindak berbahasa
baik bersifat aktif reseptif maupun aktif produktif. Selain itu kesadaran kompetensi
kebahasaan pemelajar bahasa asing sangat diperlukan karena hal itu akan menentukan
kemampuan tindak berbahasa.
Tes yang menyangkut kebahasaan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tes
struktur dan kosakata (dengan tanpa mengabaikan sistem fonologi). Struktur dan kosakata
merupakan dua aspek yang penting untuk dikuasai karena semua tindak berbahasa
merupakan “pengoperasian” dari kedua aspek tersebut. Oleh sebab itu, struktur dan
kosakata perlu mendapat perhatian secara khusus, meskipun secara umum pembelajaran
dan tes bahasa lebih ditekankan pada fungsi komunikatif bahasa.

Tes Struktur Gramatikal


Struktur bahasa pada umumnya dibedakan ke dalam morfologi dan sintaksis. Struktur
sintaksis merupakan hal yang lebih penting daripada morfologi, karena sintaksis
merupakan struktur bahasa yang tertinggi. Di samping itu, struktur kalimatlah yang lebih
berkaitan secara langsung dengan kegiatan berbahasa. Kegramatikalan sebuah kalimat
akan menentukan apakah suatu penuturan dapat diterima kerena bermakna, atau malah
ditolak karena tidak bermakna atau tidak cermat dalam menyampaikan maksud tertentu.
Karena cakupan sintaksis lebih luas daripada morfologi, dan kenyataan berbahasa yang
lebih banyak terlibat dengan masalah sintaksis, maka tes struktur sintaksis perlu
ditekankan daripada morfologi.
Kegramatikalan sebuah kalimat juga dapat dipengaruhi oleh ketepatan bentuk kata yang
mendukungnya, maka ketepatan pemakaian kata perlu mendapat perhatian dalam
kaitannya dengan tes struktur kalimat. Ketepatan bentuk kata hanya dapat ditentukan
secara cermat berdasarkan pemakainnya dalam kalimat secara keseluruhan. Oleh karena
itu tes morfologis sebaiknya tidak terlepas dari konteks kalimat. Dalam kaitan seperti ini,
kita tidak perlu mempermasalahkan benar apakah itu tes sintaksis atau morfologi. Agar
langsung terkait dengan kompetensi berbahasa, tes struktur pun sebaiknya juga dikaitkan
dengan wacana yang memergunakannya.
Tes Kosakata
Kosakata dalam suatu bahasa biasanya berjumlah sangatlah banyak. Akan tetapi hanya
sebagian kosakata yang digunakan secara aktif dalam berkomunikasi, sedangkan yang
lain jarang digunakan. Berdasarkan kenyataan tersebut kosakata dibedakan ke dalam
kosakata aktif dan pasif yang mencerminkan tingkat kesulitan kosakata yang
bersangkutan.
Untuk dapat melakukan kegiatan berkomunikasi dengan bahasa, maka diperlukan
penguasaan kosakata dengan jumlah yang memadai, penguasaan kosakata yang lebih
banyak memudahkan kita untuk menerima dan menyampaikan informasi yang lebih luas
dan kompleks. Dalam kaitan ini, tes penguasaan yang baik adalah alam hubungannya
dengan konteks, sebab , di samping pertimbangan komunikatif bahasa, kosakata
umumnya memiliki makna tertentu setelah dimasukkan dalam konteks.
2.) Tes Kompetensi Berbahasa
Kegiatan berbahasa merupakan tindak menggunakan bahasa secara nyata untuk maksud
berkomunikasi. Kegiatan berbahasa atau kompetensi merunjuk kerja (kinerja) bahasa
merupakan manifestasi nyata kompetensi kebahasaan seseorang. Tinggi rendahnya
kompetensi kebahasaan seseorang pada umumnya tercermin dari kemampuan
berbahasanya.

Kompetensi berbahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kompetensi


memahami (Comprehension) dan memergunakan (Production), masing-masing bersifat
reseptif dan produktif. Kemampuan reseptif merupakan proses decoding, proses usaha
memahami apa yang dituturkan orang lain. Sebaliknya, kemampuan produktif merupakan
proses encoding, proses usaha mengkomunikasikan ide, pikiran, atau perasaan melalui
bentuk-bentuk kebahasaan (Harris, 1979:9).
 Tes Kompetensi Aktif Reseptif
Kompetensi aktif reseptif terdiri dari dua macam kompetensi berbahasa, yakni
kompetensi membaca dan menyimak. Kegiatan membaca merupakan usaha memahami
informasi yang disampaikan melalui lambang tulisan. Untuk dapat menggali informasi
tertulis, maka diperlukan pengetahuan tentang struktur dan kosakata bahasa yang
bersangkutan, di samping itu sistem ejaan (grafologinya). Kegiatan membaca merupakan
kekgiatan untuk memahami konteks ekstralinguistik melalui sarana linguistik.
Kegiatan menyimak pada hakikatnya juga merupakan usaha untuk memahami
konteks ekstralinguistik atau informasi melalui sarana linguistik. Dalam kegiatan membaca
sarana bahasa disampaikan secara tertulis, namun dalam menyimak disampaikan secara
lisan yang berupa lambang bunyi. Jika dalam kegiatan membaca diperlukan pengetahuan
tentang sistem ejaan, maka dalam menyimak diperlukan kemampuan mengenali sistem
bunyi bahasa yang bersangkutan. Tes kemampuan reseptif umumnya menuntut peserta
didik untuk memahami secara kritis informasi yang disampaikan dalam suatu wacana
tertentu.

 Tes Kompetensi Aktif Produktif


Kompetensi produktif terdiri dari dua macam kompetensi berbahasa, yakni
kompetensi berbicara dan kemampuan menulis. Kegiatan berbicara merupakan kegiatan
menghasilkan bahasa dan mengkomunikasikan ide dan pikiran atau gagasan secara lisan.
Unsur bahasa dan pikiran merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam
kegiatan berbicara. Untuk dapat berbicara secara baik, kita harus menguasai secara aktif
struktur dan kosakata bahasa yang bersangkutan yang akan digunakan sebagai wadah untuk
menampung pikiran yang akan dikemukakan, disamping juga sistem bunyi bahasa itu.
Masalah kelancaran dan ketepatan bahasa serta kejelasan pikiran merupakan hal yang
sering diteskan (dinilai) dalam kegiatan berbicara.
Secara prinsipial kegiatan menulis tidak berbeda dengan kegiatan berbibacara,
kegiatan menghasilkan bahasa dan mengomunikasikan pikiran secara tertulis. Tes
keterampilan menulis pun akan berkisar pada ketepatan bahasa yang dipergunakan dan
kejelasan pikiran yang dikemukakan.
3.) Tes Kompetensi Bersastra
Jika disejajarkan dengan tes kebahasaan yang terdiri dari aspek kompetensi dan
performansi, atau kompetensi linguistik dan kompetensi komunikatif, tes kesastraan
dapat dibedakan menjadi tes kompetensi sastra (pengetahuan tentang sastra) dan
kompetensi bersastra. Pengetahuan tentang sastra mencakup bahan yang bersifat teoretis
dan historis. Pentingya pengetahuan tentang sastra yakni sebagai alat bantu
mengapresiasi karya sastra. Sesuai dengan peranannya yang sebagai “alat bantu”, tes
pengetahuan tentang sastra tidak harus menjadi prioritas.
Tes kesastraan harus diprioritaskan pada usaha untuk mengungkapkan kompetensi
mengapresiasi sastra peserta didik atau kompetensi bersastra dan secara langsung
berhubungan dengan berbagai karya sastra. Tes yang bersifat apresiasif akan menopang
tercapainya tujuan pembelajaran sastra yang mengandung unsur apresiasi. Apa pun
bentuk dan jenis tes kompetensi bersastra, kunci yang harus diperhatikan oleh para guru
yakni bahwa tes harus berangkat dari teks-teks kesastraan. Dalam salah satu pandangan
tentang tes kompetensi bersastra, tes tersebut dapat dibedakan ke dalam beberapa
tingkatan, yakni dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih kompleks seperti
dikemukakan oleh Moody (1979:93).

Kompetensi bersastra adalah kemampuan berapresiasi sastra lewat kegiatan


menggauli dan memerlakukan berbagai teks kessastraan untuk memeroleh pemahaman
dan pemaknaan yang lebih baik sehingga dapat menumbuh dan meningkatkan kepekaan
pikiran dan perasaan kritis yang kesemuanya bermanfaat bagi pengembangan
kepribadian.
Ada hubunngan timbal balik antara kompetensi berbahasa dan bersastra. Jika
kompetensi berbahasa peserta didik tinggi, hal itu akan menunjang capaian kommpetensi
bersastra dan sebaliknya.
A. Penyusunan Tes Kompetensi Berbahasa dan Bersastra
A. Penyusunan Tes Kompetensi Menyimak dan Membaca
 Tes Kompetensi Menyimak dengan Memilih Jawaban
Dalam tes ini peserta didik hanya dituntut untuk menyimak dengan baik wacana
yang diperdengarkan dan kemudian memilih atau merespon soal-soal yang
diajukan berkaitan dengan pesan yang terkandung dalam wacana
Contoh : Tes pemahaman wacana narasi dan dialog
 Tes Kompetensi Menyimak dengan Mengonstruksi Jawaban
Tes kompentensi menyimak dalam tes jenis ini tidka sekedar menuntut peserta
didik memilih jawaban yang benar dari sejumlah opsi yang disediakan, melainkan
mesti mengemukakan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri.
B. Penyusunan Tes Kompetensi Berbicara
Dalam tugas berbicara otentik terdapat dua hal pokok yang tidak boleh
dihilangkan, yaitu benar-benar tampil berbicara (kinerja bahasa) dan isi
pembicaraan mencerminkan kebutuhan realitas kehidupan atau bermakna. Untuk
itu, tugas-tugas berbicara yang dipilih untuk mengukur kompetensi berbahasa
lisan peserta didik haruslah yang memungkinkan peserta didik mengungkapkan
keduanya : berunjuk kerja bahasa untuk menyampaikan informasi.
C. Penyusunan Tes Kompetensi Menulis
Tes kemampuan menulis melatih peserta didik untuk mengomunikasikan gagasannya
seperti halnya tujuan komunikatif penulisan pada umumnya. Selain pertimbangan dari
segi kebahasaan dan gagasan, pemilihan tugas membuat karya tulis harus juga
memertimbangkan bentuk, jenis atau ragam tulisan yang secara nyata dibutuhkan dalam
kebutuhan di dunia nyata. Jenis atau ragam tulisan yang biasanya digunakan untuk
berbeagai kebutuhan seperti untuk keperluan pekerjaan kantor, jurnalistik, penerbitan dan
lain-lain seperti surat menyurat, resensi buku, menulis berita, menulis laporan, menulis
artikel, iklan dan sebagainya. Tugas menulis tidak hanya memertimbangkan unsur bentuk
(kebahasaan) dan isi (pesan) saja, melainkan juga ragam tulisan yang akan dibuat. Tugas
menulis yang demikian adalah tugas menulis yang otentik.

D. Penyusunan Tes Kompetensi Bersastra


1.) Tes Kompetensi Bersastra dengan Merespon Jawaban
Teks kompetensi bersastra yang diukur dengan merespon jawaban yang telah
disediakan mesti berupa tes objektif. Untuk mengerjakan tugas, peserta didik tinggal
memilih jawaban itu. Tugas ini mungkin dirasakan kurang ideal untuk tujuan pengukuran
kompetensi bersastra, namun ia dapat dimanfaatkan sebagai pelengkap tugas yang lain
seperti ujuan akhir yang waktu pengerjaannya terbatas. Tugas-tugas lain yang menuntut
kinerja bersastra dapat dilakukan selama dalam proses pembelajaran.
Sastra hadir kepada khalayak, termasuk di dalamnya khalayak di bacaan dunia
pendidikan seperti peserta didik dan guru, terutama lewat saluran bacaan dan suara atau
keduanya secara bersamaan. Jadi, ia boleh dikatakan “meminjam” kompetensi berbahasa
reseptif membava dan menyimak. Maka, ranah yang paling dibutuhkan untuk
berapresiasi adalah ranah kognitif khususnya jenjang pemahaman sebagaimana halnya
pemahaman isi pesan dari bahasa lisan dan tulis. Walau demikian, harus juga dipahami
bahwa pemahaman dalam teks kesastraan menuntut kinerja yang lebih intens karena
penuuturan biasanya lebih menunjuk pada makna konotatif. Ranah kognitif itu sendiri
dibedakan ke dalam enam jenjang mulai dari yang paling sederhana ke yang paling
kompleks, dan hal itu paling tidak menentukan jenjang kompetensi berfikir yang
bagaimana yang akan diukur.
Penulisan ini tidak dimaksudkan untuk membuat contoh-contoh soal ke dalam
berbagai subranah tersebut karena pengukuran hasil pembelajaran kompetensi bersastra
ditekankan pada pembuatan soal tes yang memertimbangikan kadar keapresiatifan soal-
soal yang bersangkutan. Walau demikian, soal-soal yang dimaksud dapat dikaitkan
dengan jenjang berpikir tersebut untuk membedakan antarbutir soal agar tidak hanya
mengukur hal-hal yang kurang lebih sama. Agar alat tes yang dibuat berkadar apresiasi
yang tinggi, penulisan butir-butir soal sebaiknya berangkat dari teks-teks kesastraan
secara konkret.
Bahan teks kesastraan yang diujikan sebaiknya cukup lengkap dan bervariasi.
Artinya, jika dimungkinkan ketiga genre sastra, yaitu puisi, fiksi, dan naskah drama,
dimanfaatkan untuk pembuatan soal. Genre fiksi dan drama, tidak seperti halnya puisi.
Tentu saja hanya dapat mengutip sebagian. Namun demikian, bagian-bagian tertentu
yang dikutip itu sebaiknya telah menunjukkan dan atau mengandung ciri tertentu karya
yang bersangkutan. Selain itu, teks-teks kesastraan yang dipilih haruslah yang sesuai
dengan perkembangan kejiwaan dan pengalaman peserta didik dan memang layak
diangkat untuk kepentingan pendidikan. Di bawah dicontohkan soal-soal tes yang
berangkat dari teks-teks kesastraan yang dimaksud.

a. Tes Berdasarkan Teks Puisi


Puisi memiliki bentuk visual yang khas yang menandainya sebagai teks
karya sastra. Bahkan, dengan melihat bentuk visual tulisannya saja, walau belum
membaca, orang sudah dapat mengenalinya sebagai puisi yang kemudian
membawanya ke konotasi kesastraan. Padahal, jika dengan baik, sebuah tulisan
yang bberbentuk puisi tersebut belum tentu bernilai literer. Selain itu, karena
bentuknya yang pendek dan mudah dikutip secara keseluruhan, puisi menjadi
paling populer dan mudah dibelajarkan di kelas baik lewat membaca maupun
menyimak. Sebagai konsekuensinya, puisi juga paling mudah diambil untuk
dijadikan bahan tes kompetensi bersastra.
Teks-teks puisi yang dijadikan bahan tes, sebaiknya dipilih yang sesuai
dengan pengalaman kognitif peserta didik dan tidak terlalu abstrak atau sulit
sehingga menjadi momok yang ditakuti. Puisi hadir di hadapan kita untuk dibaca
atau didengar jika dibacakan, dinikmati keindahannya, dipahami pesan
komunikasi yang dikandungnya, dipahami berbagai unsur pembentuk dan fungsi
literernya, dan lain-lain yang mestinya semuanya menyenangkan. Maka, hal-hal
yang ditanyakan dalam tes berbasis puisi juga boleh menyangkut hal-hal tersebut.
Jika semua pertanyaan berangkat dari contoh konkret puisi, soal akan berkadar
apresiasi tinggi, dan itu amat menunjang tujuan capaian kompetensi bersastra.
Tampaknya, yang paling sering ditanyakan adalah kandungan makna
puisi, baik yang berupa tema, pesan, moral, makna konotasi, maupun yang lain
tetapi masih di sekitar pemakanaan. Dibawah dicontohkan soal-soal yang
dimaksud.

{Puisi}
1. Puisi diatas berkisah tentang....
a.
b.
c.
d.
2. melihat tingkah laku si gadis dapat dipahami bahwa ia seorang anak yang
berkarakter....

3. puisi di atas secara tidak langsung menghimbau orang untuk ......


4. pada baris /asdfghjkwertyuxcvbndfg/ terjadi peloncatan baris di atas ke baris
berikutnya walau secara struktur tidak perlu. Hal semacam itu dalam puisi
disebut sebagai.....

Pemilihan puisi untuk dijadikan bahan tes, biasanya juga berkaitan dengan
rencana pembuatan soal yang akan menanyakan unsur tertentu. Misalnya, jika
bermaksud menanyakan kandungan unsur religius, pendidikan, atau moral
yang lain, kita akan memilih puisi-puisi yang mengandung hal-hal tersebut.
Jika bermaksud menanyakan hal-hal yang terkait dengan unsur bunyi seperti
berbagai macam persajakan, dan retorika seperti berbagai bentuk permajasan,
permainan struktur, atau citraan, kita juga akan memilih puisi-puisi yang secara
intensif mengandung unsur-unsur tersebut. Hal yang demikian sah-sah saja
karena puisi juga memiliki banyak karakter, ddalam arti ada unsur-unsur
tertentu yang terlihat lebih dominan daripada unsur-unsur yang lain.
Dilihat dari tingkat kemudahan puisi untuk dipahami, puisi di atas
termasuk puisi yang mudah. Maka, tes kesastraan dengan bahan puisi semacam
di atas lebih tepat diberikan untuk peserta didik yang lebih rendah, misalnya
setingkat SMP. Untuk peserta didik yang jenjangnya lebih tinggi, misalnya
SMA atau bahkan mahasiswa, puisi-puisi yang dipilih boleh lebih abstrak
dengan kandungan makna yang juga lebih beragam seperti masalah cinta,
maut, religius, dan lain-lain. Selain itu dilihat dari segi bentuk, puisi juga dapat
menawarkan unsur-unsur yang menarik. Dibawah diberikan contoh.

{puisi}

1. Judul puisi “dfghjk” merupkan lambang yang menunjuk pada makna....


2. Baris-baris /sdfghjk/dfghjk terasa dominan didukung oleh majas....
3. Baris baris /sdfghjkl/sdfghjkl/ mengandung
b. Tes Berdasarkan Teks Fiksi
Tes kesastraan yang demikian hampir tidak berbeda halnya dengan kompetensi
membaca, sebagaimana dikemukakan sebelumnya kompetensi membaca adalah
salah satu bahan tes kompetensi membaca adalah teks kesastraan.
c. Tes Beradasarkan Teks Drama
Sama halnya dengan teks fiksi, teks drama tidak dapat disajikan secara penuh
dalam pembuatan soal tes kompetensi bersastra karena jumlah halaman yang
cukup panjang. Namun agar kutipan tersebut bermakna, pengambilan bagian yang
dikutip haruslah memungkinkan kita membuat soal berdasarkan kutipan tersebut
dan bukan keseluruhan naskah. Biasanya soal ujian berdasarkan teks drama hanya
menampilkan dialog antar tokoh dan mungkin disertai jenis penjelasan
pementasannya.
Contoh dialog
2.) Tugas Kompetensi Bersastra dengan Menyusun Jawaban
Kegiatan apresiasi dapat terjadi jika peserta didik diberi kesempatan untuk membaca dan
menanggapinya secara bebas. Namun karena semua itu diperlukan untuk mengukur
kompetensi apresiasi, agar tanggapan peserta didik sesuai dengan yang diaharapkan,
diperlukan rambu-rambu tentang apa yang diperlukan. Rambu-rambu itu berupa soal atau
tugas yang harus dijawab.
a. Tugas Menjawab Pertanyaan
Pertanyaan yang jawabannya membutuhkan jawaban uraian dan bukan sekedar
jawaban pendek seperti pertanyaan terhadap fakta atau hafalan. Pertanyaan yang
diberikan harus menuntun pembelajar untuk berpikir kritis dan memanfaatkan
pengetahuannya terkait permasalahan yang dihadapi.
Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud harus berasal dari teks kesastraan tertentu
yang sudah ditugaskan untuk dibaca berupa puisi, fiksi, maupun naskah drama.
CONTOH jelaskan isi,makna
Untuk menilai jawaban yang diberikan peserta didik, kita dapat membuat rubrik
penilaian.
b. Tugas Membuat Sinopsis dan Parafrase Puisi
Tugas membuat sinopsis dimaksudkan untuk mengukur pemahaman peserta didik
terhadap teks kesastraan yang dibaca dengan cara mengemukakan kembali isi
teks-teks yang bersangkutan dengan bahasa sendiri. Untuk fiksi dan drama tugas
itu dapat berupa pembuatan sinopsis, sedang untuk teks puisi berupa pembuatan
parafrase. Kedua tugas tersebut memrasyarakatkan mereka untuk membaca teks-
teks kesastraan yang dimaksud dengan baik, mencoba menafsirkan dan kemudian
menuliskannya kembali dengan bahasa sendiri. CONTOH AMBILAH BEBERAPA
BAB DALAM NOVEL LASKAR PELANGI
BERILAH TANDA-TANDA JEDA PUISI
c. Tugas Menganalisis Teks Kesastraan
Teks menganalisis teks kesastraan dimaksudkan untuk dapat memahami makna
secara lebih baik terhadap karya yang bersangkutan. Lewat kerja analisis dapat
ditunjukkan dan dijelaskan kelebihan dan kelemahan suatu teks dengan bukti
konkret. Analisis dimaksudkan untuk mendeskripsikan, memahami dan
menjelaskan keadaan, fungsi dan hubungan tiap unsur dalam menunjang makna
secara keseluruhan secara padu dan harmonis. CONTOH ANALISIS LAH UNSUR
DIKSI PUISI
d. Tugas Proyek
Tugas proyek adalah tugas yang diberikan kepada peserta didik secara
berkelompok (misalnya 3-5 orang), untuk menghasilkan sebuah karya tertentu
yang membanggakan. Hasil kerja akhir proyek dapat berbentuk laporan tertulis,
rekaman video atau gabungan keduanya tergantung tugas yang diberikan.
Tugas menganalisis teks fiksi atau film
e. Tugas Menulis Teks Kesastraan
Tugas ini ditujukan untuk melatih peserta didik mengekspresikan pengalaman
jiwa, ide dan gagasan, atau sesuatu yang ingin diungkapkan. Dalam penulisan
ilmiah, fakta dan kejadian harus disikapi secara objektif, sedang dalam penulisan
kreatif decara subjektid sehingga dimungkinkan adanya penafsiran yang berbeda.
3.) Penilaian Ranah Afektif
Keberhasilan belajar seorang peserta didik ditentukan oleh banuak faktor dan
tidak semata-mata faktor kognitif (intelektual) saja. Salah satu faktor yang besar
peranannya adalah afektif. Ranak afektif termasuk salah satu ranah yang harus
diperhatikan , dikembangkan, dan diinventori karena secara langsung dan tidak
langsung memengaruhi keberhasilan belajar. Ranah afektif mencakup banyak
dimensi yang antara lain mencakup watak perilaku, sikap, minat, emosi,
motiavasi, kecenderungan berperilaku, derajat penerimaan atau penolakan
terhadap sesuatu.

Anda mungkin juga menyukai