Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan kebutuhan dasar yang

diperlukan setiap orang. Oleh karena itu, rumah sakit sebagai pelayanan

kesehatan perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang bermutu dan

sesuai dengan harapan pasien. Rumah sakit merupakan salah satu instalasi

kesehatan terbesar, di mana terdapat jenis pelayanan yang mendukung

kesehatan masyarakat. Namun, tidak semua rumah sakit memiliki mutu

pelayanan yang tinggi (Fajrianti & Muhtadi, 2017).

Mutu pelayanan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana,

jenis tenaga yang tersedia, obat dan alat kesehatan, serta proses pemberian

pelayanan. Kualitas pelayanan sangat diperlukan untuk meningkatkan asuhan

keperawatan kepada pasien karena dapat mengahsilkan keuntungan,

meningkatkan kepuasan kerja, meningkatkan kepercayaan dan menjalankan

kegiatan sesuai standar. Semakin bagus pelayanan asuhan keperawatan yang

diberikan, maka semakin tinggi kualitas pelayanan yang dimiliki dan semakin

tinggi pula kepuasan pasien (Nursalam, 2014).

Tujuan yang paling utama dalam pelayanan kesehatan adalah

menghasilkan outcome yang menguntungkan bagi pasien, provider dan

masyarakat. Salah satu model yang dikembangkan di rumah sakit adalah

penilaian mutu terpadu yang memadukan empat komponen dasar yaitu

penjaminan mutu, manajemen risiko, manajemen utilisasi dan pengendalian

1
infeksi (Prastiwi, 2010). Sehingga, pada makalah ini akan dibahas tentang

“Konsep penjaminan mutu dalam keperawatan (Quality Assurance in

Nursing)”.

B. Pokok Bahasan

Adapun pokok bahasan pada makalah ini yaitu:

1. Definisi quality assurance in nursing

2. Tujuan quality assurance

3. Model quality assurance

4. Proses quality assurance

5. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam quality assurance

6. Instrumen quality assurance

2
BAB II
QUALITY ASSURANCE IN NURSING

A. Definisi Quality Assurance

Menurut Vail, J. D. & Jacobs (1986), definisi jaminan mutu (Quality

assurance) adalah proses penilaian/pemeriksaan aktivitas yang dilakukan

oleh pemberi pelayanan perawatan terhadap penerima perawatan. Jaminan

mutu (Quality assurance) adalah pembentukan tingkat keunggulan praktik

keperawatan yang merupakan kualitas dan jaminan bahwa konsumen

menerima level/tingkat kualitas perawatan (Lang, 1975). Hal ini menyiratkan

bahwa untuk mendokumentasikan kedua bagian tersebut dimulai secara

tertulis tingkat praktik yang dapat diterima dan lamgkah-langkah yang

diambil untuk memastikan tingkat perawatan pasien.

Jaminan mutu dapat diartikan sebagai jaminan formal dari tingkat

keunggulan. Dengan kata lain, ini menjamin pasien akan standar perawatan

yang dapat diterima (Sale, 1990a). Jaminan mutu lebih menekankan kepada

tanggung jawab tenaga kerja dibandingkan dengan supervisi yang

mempunyai peranan dalam jaminan mutu sebagai kontrol. Hal ini mendorong

manajemen untuk memastikan yang terbaik dan orang lain harus mengetahui

kontrol yang dilaksanakan dalam suatu tindakan sebagai hasil evaluasi yang

ditinjau dan dijelaskan kepada perawat dan orang lain yang terlibat

didalamnya.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa jaminan mutu

dalam keperawatan (Quality assurance in nursing) merupakan suatu proses

3
untuk membentuk pencapaian mutu intervensi keperawatan dan pengambilan

tindakan untuk menjamin bahwa setiap pasien menerima tingkat perawatan

yang diinginkan sesuai standar yang telah ditetapkan.

B. Tujuan Quality Assurance

Quality assurance bertujuan untuk meningkatkan perawatan dan

perannya adalah untuk memantau kualitas perawatan (Vail, J. D. & Jacobs,

1986). Quality assurance memastikan konsumen keperawatan mendapatkan

tingkat keunggulan tertentu melalui pengukuran dan evaluasi yang

berkelanjutan (Sale, 1996).

C. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Quality Assurance

Menurut Margaretha (2003) dalam (Nursalam, 2014), jaminan

(assurance) atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan

oleh beberapa faktor yaitu:

1. Performance

Kinerja pelayanan yang baik berdampak pada kepuasan pelayanan yang

diterima.

2. Komitmen organisasi

Komitmen organisasi yang kuat, yang menganjurkan agar setiap pegawai

memberikan pelayanan secara serius dan sungguh-sungguh untuk

memuaskan orang yang dilayani.

3. Personality behaviour

Pegawai yang memiliki watak atau karakter yang baik akan berbeda

dengan karkter yang kurang baik dalam memberikan pelayanan.

4
Mutu keperawatan dipengaruhi oleh beberapa faktor (Storesund &

Mcmurray, 2009). yaitu sebagai berikut:

1. Kohesivitas team work dalam lingkungan kerja yang kompleks dengan

tingkat stres yang tinggi

Berdasarkan hasil penelitian Storesund dan McMurray (2009)

menemukan bahwa kohesivitas team work dalam lingkungan kerja yang

kompleks dan tingkat stres yang tinggi dapat mempengaruhi mutu

pelayanan. Dukungan dan kerja sama dalam tim merupakan faktor

penting yang mempengaruhi mutu pekerjaan mereka di ICU. Pola budaya

organisasi di ICU menunjukkan bahwa dukungan dapat berkontribusi

dalam meningkatkan atau menurunkan mutu pelayanan. Mutu kerja

meningkat dan semangat semakin kuat pada saat hubungan baik perawat

dengan rekan sejawat terbina. Bekerja sama sebagai sebuah tim, meskipun

ada nilai staf yang berbeda, untuk menemukan sudut pandang bersama,

memiliki efek positif tidak hanya quality assurance tetapi untuk pasien

saat mereka mendapatkan pelayanan di rumah sakit.

2. Komunikasi yang cepat

Storesund & Mc Murray (2009) menyatakan bahwa komunikasi

yang cepat, efektif dan saling menghormati dapat mempengaruhi mutu

pelayanan. Bagi perawat sangat penting untuk menekankan komunikasi

dalam menjaga mutu pelayanan. Keluarga dan penyedia layanan

kesehatan, termasuk perawat, dokter dan staf kesehatan lainnya

5
bergantung pada komunikasi yang tepat untuk mencapai yang terbaik bagi

pasien.

3. Efektif dan saling menghormati

Saling menghormati antar profesi adalah faktor mutu yang paling

penting. Mereka menyatakan bahwa komunikasi yang tidak sopan dari

dokter ke perawat paling sering mengakibatkan ketidakpuasan antara

perawat (Storesund & Mc Murray, 2009).

4. Pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh melalui pendidikan

formal ataupun informal/pengalaman

Dilihat dari sisi pengetahuan perawat, Storesund dan McMurray

(2009) mengemukakan bahwa semua informan menganggap pengetahuan

sebagai dasar untuk memberikan mutu perawatan yang baik. Karena ICU

sebagai tempat merawat dan mengelola pasien dengan penyakit kritis,

maka dengan kondisi yang berubah secara cepat, perawat ICU perlu

pengetahuan dan keterampilan khusus untuk mencegah komplikasi lebih

lanjut, dan merespon secara tepat dan cepat terhadap fluktuasi status

kesehatan pasien. Storesund dan McMurray menyatakan bahwa perlu bagi

perawat untuk meningkatkan pengetahuan mereka secara individual dan

pentingnya meningkatkan pengetahuan dari pengalaman yang sudah

didapatkan.

5. Manajemen organisasi termasuk pendekatan kepemimpinan yang dipakai,

dan lingkungan fisik

6
Keberhasilan program penjaminan mutu juga dipengaruhi oleh

manajemen organisasi yang dipakai termasuk karakteristik organisasi

(Koch, M., Nam, S.H. & Steers, 1995). Organisasi yang mempunyai

komitmen posisif berdampak pada mutu pelayanan yang baik. Selain itu,

mereka berpendapat bahwa perawat terlatih dapat memberikan mutu

pelayanan yang baik didukung dengan pendidikan yang berkelanjutan.

Oleh karena itu, keberadaan Staf yang terlatih dengan pendidikan

berkelanjutan yang kurang memadai bisa menyebabkan mutu pelayanan

jauh dari yang diharapkankan.

Selain faktor tersebut, mutu pelayanan juga dipengaruhi oleh

lingkungan fisik. Hal ini didukung oleh penilitian yang dilakukan Robb,

Mackie, & Elcock (2007) bahwa ketersediaan alat atau fasilitas akan

meningkatkan tindakan perawat mematuhi standar yang sudah

ditetapkan. Hasil audit menunjukkan bahwa perbaikan tindakan perawat

terjadi seiring dengan peningkatan ketersediaan fasilitas.

D. Model Quality Assurance

Model penjaminan mutu dalam keperawatan (Quality Assurance in

Nursing) yang digambarkan oleh Lang (1975) yang mencakup lima

komponen yang diperlukan untuk program jaminan kualitas yaitu:

1. Pembentukan nilai-nilai

2. Penetapan standar hasil, proses dan struktur dan kriteria asuhan

keperawatan

7
3. Penilaian tingkat kesenjangan antara standar dan kriteria yang ditetapkan

dan tingkat praktik keperawatan saat ini

4. Seleksi dan implementasi praktik keperawatan alternatif untuk

memperbaiki perbedaan

5. Peningkatan praktik keperawatan

Adapun Model penjaminan mutu dalam keperawatan (quality

assurance in nursing) digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Model Quality Assurance

I. Pembentukan nilai-nilai

Tidak mungkin membahas kualitas tanpa memeriksa nilai-nilai

profesi, masyarakat, dan organisasi kesehatan. Sebagian besar konflik

8
yang timbul dari perbedaan pendapat tentang nilai. Nilai adalah

penyentu nyata kualitas, namun sulit untuk membuat secara explisit

karena setiap orang dari kalangan profesional, masyarakat dan

konsumen mencerminkan nilai yang berbeda (Lang, 1975).

II. Penetapan hasil, proses dan struktur standar dan kriteria asuhan

keperawatan.

Untuk menetapkan nilai-nilai tertulis, harus menentukan standar

dan kriteria. Kriteria adalah pernyataan yang jelas tentang nilai-nilai

dan keyakinan tentang perawatan pasien. Model yang dijelaskan

memiliki tiga jenis kriteria yaitu struktur, proses dan hasil.

Kriteria struktur menggambarkan struktur fisik, fiskal dan

orgasasional rumah sakit seperti persyaratan kepegawaian (akan ada

satu perawat terdaftar yang bersirkulasi untuk setiap pasien dalam

pembedahan), persyaratan pendidikan dan pengalaman (minimal 15

jam pendidikan berkelanjutan diperlukan untuk setiap perawat ruang

operasi setiap tahun), rencana perawatan (rencana asuhan

keperawatan tertulis diperlukan untuk setiap pasien )dan lingkungan

(kamar bebas dari debu dan gas anestesi, dibuang dengan baik).

Kriteria proses berfokus pada kegiatan perawat atau proses

keperawatan. Dengan kata lain, tindakan atau interaksi apa yang

dilakukan oleh perawat profesional? Berikut ini adalah contoh kriteria

proses dari manual audit keperawatan AORN:

9
a. Identifikasi yang tepat dibuat dari pasien ketika membawa pasien

ke ruang operasi.

b. Persetujuan bedah ditandatangani dengan benar.

c. Perawat mengidentifikasi diri, menunjukkan keberadaannya, dan

menyatakan perannya saat pasien memasuki ruang operasi.

d. Tingkat kesadaran pasien diamati

e. Hidung dan mulut perawat ditutupi dengan masker secara

sempurna

f. Spesimen diberi label dengan benar.

g. Kunjungan pasca operasi dilakukan untuk mengevaluasi respons

pasien relatif terhadap pengalaman bedah.

Kriteria hasil menggambarkan hasil akhir asuhan keperawatan

atau perubahan terukur dalam kondisi aktual kesehatan klien. Kriteria

hasil menjawab pertanyaan, Apa yang terjadi pada klien sebagai hasil

dari intervensi keperawatan dan kapan harus terjadi? Contoh kriteria

hasil untuk setiap pasien yang menjalani operasi disarankan dalam

manual audit keperawatan AORN yaitu:

a. Individu bebas dari infeksi

b. Integritas kulit individu terjaga

c. Individu bebas dari pengaruh buruk karena kurang atau

penggunaan tindakan keselamatan yang tidak tepat; posisi yang

tidak tepat; benda asing; bahaya kimia, fisik, dan listrik

d. Keseimbangan cairan dan elektrolit individu dipertahankan.

10
e. Individu menunjukkan pengetahuan tentang respons fisiologis dan

psikologisnya terhadap intervensi bedah

III. Penilaian tingkat kesenjangan antara standar dan kriteria yang

ditetapkan dan tingkat praktik keperawatan saat ini

Komponen selanjutnya dari model jaminan kualitas berkaitan

dengan penilaian atau evaluasi praktik saat ini untuk menentukan

perbedaan antara kriteria yang telah ditentukan sebelumnya dan

kriteria yang dipenuhi dalam praktik. Banyak metode yang tersedia

untuk penilaian ini. Sekali lagi keputusan harus diambil.

a. Bagaimana assesmen dilakukan?

pengamatan langsung pasien, pengamatan langsung perawat,

wawancara atau kuesioner pasien, wawancara atau kuesioner

perawat, ulasan catatan perawatan pasien

b. Siapa yang melakukan assesmen?

Penilaian sejawat (ulasan sejawat), penilaian pengajar, penilaian

pengawas/administrator

c. Kapan assesmen dilakukan?

Bersamaan (pada saat pasien berada di rumah sakit), retrospektif

(setelah pasien meninggalkan rumah sakit)

IV. Seleksi dan implementasi praktik keperawatan alternatif untuk

memperbaiki perbedaan

Berkali-kali evaluasi berhenti setelah penilaian dan hasilnya

diajukan dalam laci. Seseorang harus menggunakan hasil evaluasi

11
sebagai dasar untuk merencanakan perubahan dalam praktik

keperawatan. Beberapa contoh alternatif potensial perubahan adalah

perubahan yang diprakarsai sendiri, tekanan kelompok atau teman

sebaya, pendidikan berkelanjutan, pendidikan dalam jabatan,

perubahan administrasi, perubahan kebijakan atau prosedur,

perubahan lingkungan, penelitian, tindakan hukuman, dan tindakan

penghargaan.

Filosofi yang mendasari rencana PSRO, American Hospital

Association (AHA) dan JCAH adalah untuk mempromosikan

pendidikan berkelanjutan sebagai metode untuk mendorong perubahan

dalam praktik. Namun, suatu institusi mungkin perlu memilih

alternatif lain serta melanjutkan pendidikan

V. Peningkatan praktik keperawatan

Komponen terakhir adalah peningkatan dalam praktik melalui

implementasi perubahan. Ini adalah peningkatan praktik, bukan

pembuktian praktik yang menjadi fokus penjaminan kualitas. Namun,

apakah praktik ditingkatkan tidak diketahui sampai siklus jaminan

kualitas diulang dan tingkat pencapaian kriteria yang lebih tinggi

didokumentasikan. Tantangannya jelas bagi semua perawat.

Akuntabilitas adalah bagian dari mandat profesional. Program jaminan

kualitas yang layak adalah bagian dari mandat legislatif.

12
E. Proses Quality Assurance

Proses quality assurance telah diilustrasikan oleh berbagai model, salah

satu yang paling awal dikembangkan oleh American Nurses Association

(ANA) pada lebih dari satu dekade yang lalu (Vail, J. D. & Jacobs, 1986).

Proses quality assurance menurut Vail, J. D. & Jacobs (1986) sebagai

berikut:

1. Identifikasi nilai

2. Identifikasi standar dan kriteria

3. Mengamankan pengukuran standar dan kriteria

4. Menafsirkan kekuatan dan kelemahan berdasarkan pengukuran

5. Identifikasi tindakan yang mungkin dilakukan

6. Pilih tindakan yang sesuai

7. Ambil tindakan

8. Mengevaluasi hasil tindakan yang diambil

F. Instrumen Quality Assurance

1. Monitoring

Monitor memiliki pendekatan yang berorientasi pasien dan dua

konsep utama yaitu perawatan pasien individual dan kebutuhan pasien.

Terkait dengan konsep-konsep ini adalah pemantauan layanan dukungan

yang mempengaruhi pengiriman standar perawatan pasien yang baik.

Monitoring dikelompokkan ke dalam empat bagian yaitu penilaian dan

perencanaan, perawatan fisik, perawatan non-fisik dan evaluasi (Sale,

1990b)

13
2. Instrumen Qualpacs (Quality Patient Care Scale)

Qualpacs mengukur kualitas perawatan yang diterima oleh pasien

dari staf perawat di bangsal atau unit. Qualpacs menggunakan metode

tinjauan bersamaan yang dirancang untuk mengevaluasi proses perawatan

termasuk tinjauan catatan, wawancara pasien (meminta pasien untuk

mengomentari aspek-aspek tertentu dari perawatannya), pengamatan

langsung perilaku pasien terkait dengan kriteria yang telah ditentukan,

wawancara staf (meminta staf untuk mengomentari aspek-aspek spesifik

perawatan pasien) dan pengamatan staf (mengamati perilaku keperawatan

terkait dengan kriteria yang telah ditentukan) (Sale, 1990b).

3. Audit Keperawatan

Audit merupakan komponen penting dari peningkatan kualitas

perawatan pasien. Audit dilakukan untuk membantu memastikan bahwa

pasien dapat diberikan perawatan yang aman, handal, dan bermartabat,

serta mempercepat pemulihan pasien. Audit juga dapat membantu

mengurangi lama perawatan pasien di rumah sakit, mengurangi tingkat

penerimaan kembali dan peningkatan kelancaran dalam pembayaran

(Patel, 2010).

4. Kuosiener Kepuasan Pasien

Menurut Nursalam (2014), instrumen kepuasan pasien dapat diukur

dengan menggunakan lima karakteristik yaitu tangibles (kenyataan),

reliability (keandalan), responsiveness (tanggungjawab), assurance

(jaminan), dan empati.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Quality assurance in nursing merupakan suatu proses untuk

membentuk pencapaian mutu intervensi keperawatan dan pengambilan

tindakan untuk menjamin bahwa setiap pasien menerima tingkat perawatan

yang diinginkan sesuai standar yang telah ditetapkan. Adapun model quality

assurance terdiri dari beberapa komponen yaitu pembentukan nilai-nilai,

penetapan standar hasil, proses dan struktur dan kriteria asuhan keperawatan,

penilaian tingkat kesenjangan antara standar dan kriteria yang ditetapkan dan

tingkat praktik keperawatan saat ini, seleksi dan implementasi praktik

keperawatan alternatif untuk memperbaiki perbedaan serta peningkatan

praktik keperawatan.

B. Saran

Untuk meningkatkan kualitas perawatan, maka diperlukan adanya penerapan

quality assurance dalam rumah sakit untuk memantau atau menilai kualitas

perawatan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Fajrianti, K. N., & Muhtadi, A. (2017). Review Artikel : Peningkatan Mutu

Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Dengan Six Sigma. Farmaka, 15(3),

111–122. https://doi.org/10.24198/jf.v15i3.13460

Koch, M., Nam, S.H. & Steers, R. . (1995). Human resource management in

South Korea (In L.F. Mo). Berlin: de Gruyter.

Lang, N. M. (1975). Quality assurance in nursing, 22(2), 180–186.

Patel, S. (2010). Achieving quality assurance through clinical audit. Nursing

Management (Harrow, London, England : 1994), 17(3), 28–35.

https://doi.org/10.7748/nm2010.06.17.3.28.c7800

Prastiwi, E. (2010). Analisis Mutu Pelayanan ICU. Jakarta: Universitas Indonesia.

Risnah. (2011). Merodologi Asuhan Keperawatan. Makassar: Alauddin

University Press.

Robb, E., Mackie, S., & Elcock. (2007). Monitoring quality, 14(5), 22–26.

https://doi.org/10.7748/nm2007.09.14.5.22.c4352

Sale, D. (1990a). Essentials of Nursing Management: Quality Assurance (Fisrt

Edit). London: Macmilian Education Ltd.

Sale, D. (1990b). Quality Assurance. Appl. Phys. A (Vol. 73). London: Macmillan

Press.

Sale, D. (1996). Quality Assurance for Nurse and Other Members of Health Care

Team. London: Macmillan Press.

Storesund, A., & Mcmurray, A. (2009). Quality of practice in an intensive care

unit ( ICU ): A mini-ethnographic case study, 120–127.

16
https://doi.org/10.1016/j.iccn.2009.02.001

Vail, J. D. & Jacobs, M. (1986). Quality assurance: The pieces of the puzzle.

Journal of the Association of Nurse Anesthetists, 54(2), 171–176.

17

Anda mungkin juga menyukai