Anda di halaman 1dari 21

KINGDOM FUNGI: KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI

PEMANFAATAN Neurospora sp SEBAGAI AGEN BIOKONVERSI


LIGNOSELULOSA MENJADI BIOETANOL

Tugas Mata Kuliah Konsep Biologi BI2106

disusun oleh :
Adam Muhammad Syach / 11217009
Isna Mazidna Annisa / 11217023
Anasya Rahmawati / 11217037

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT,
karena tanpa Rahmat & RidhoNya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “KINGDOM FUNGI: KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI
PEMANFAATAN Neurospora sp SEBAGAI AGEN BIOKONVERSI
LIGNOSELULOSA MENJADI BIOETANOL” dengan baik dan selesai tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusun
makalah ini. Kami akan sangat terhormat apabila terdapat kritik dan saran untuk
makalah ini sehingga dapat lebih baik lagi. Demikian yang dapat penyusun sampaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat.

Jatinangor, 5 November 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................................... i

Kata Pengantar ......................................................................................................................... ii

Daftar Isi.................................................................................................................................. iii

BAB I Pendahuluan ................................................................................................................. 1

a. Latar Belakang ............................................................................................................. 1

b. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2

c. Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 3

BAB II Isi ................................................................................................................................. 4

BAB III Penutup .................................................................................................................... 16

a. Simpulan .................................................................................................................... 16

Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jamur atau fungi merupakan organisme tidak berklorifil dan bersifat
hererotrof. Berdasarkan ukurannya, terdapat jamur mikroskopis dan makroskopis.
Beberapa jenis jamur ada yang bersifat parasit pada inangnya, dan ada pula yang
bersifat mutualisme atau saling menguntungkan. Jamur makroskopis mencakup
banyak jamur yang berukuran besar. Sebagian besar hidup terrestrial. Sedangkan
jamur mikroskopis merupakan jamur yang berukuran sangat kecil sehingga untuk
melihat struktur jamur ini secara jelas hanya dapat dilakukan dengan alat bantu
berupa mikroskop. Secara alamiah jamur banyak dijumpai pada tempat dengan
kondisi lingkungan yang lembab. jamur dapat ditemukan pada batang tumbuhan,
dihalaman rumah setelah hujan, pada sisa makanan yang sudah basi dan di tempat-
tempat basah atau tempat yang kaya akan zat organik. (Darwis, Mantovani, &
Supriati, 2011)
Jamur hidup dan memperoleh nutrisi di berbagai lingkungan, di antaranya
pada sisa tumbuhan atau hidup melekat pada organisme lain. Salah satu media
yang umum digunakan sebagai tempat tumbuh jamur adalah batang kayu. Jamur
yang tumbuh pada batang kayu memiliki kemampuan dalam menguraikan
substansi kayu. Jamur kayu dibagi ke dalam 2 kelompok sesuai dengan
kemampuannya dalam mengurai substansi kayu, yaitu white rot fungi (mampu
menguraikan lignin, selulosa dan hemiselulosa) dan brown rot fungi (mampu
menguraikan selulosa dan hemiselulosa). (Valencia & Meitiniarti, 2017)
Ciri-ciri diatas mengidentifikasikan jamur memenuhi karakteristik
makhluk hidup. Jamur pada umumnya terdiri atas banyak sel yang disebut hifa
namun beberapa diantaranya berupa sel tunggal yang disebut yeast. Jamur
diklasifikasikan menjadi 5 divisi yang berbeda yaitu yaitu Chytridiomycota,
Zygomycota, Glomeromycota, Ascomycota, dan Basiodiomicota. Pengelompokan

1
2

jamur ini didasarkan pada adanya perbedaan cara perkembangbiakan seksualnya.


(Campbell Biology 9th ed, 2005)
Jamur memiliki banyak manfaat mulai sebagai bahan pangan sampai
sebagai agen dalam suatu proses biokonversi. Salah satu spesies dari golongan
Ascomycota yang memiliki banyak manfaat adalah Neuspora sp. Neurospora sp
merupakan salah satu jamur berfilamen yang memiliki kemampuan untuk
mensintesis dan mensekresi enzim yang terlibat dalam hidrolisis selulosa serta
berbagai enzim untuk mendegradasi hemiselulosa. Kerja enzim ini dapat
dipengaruhi oleh kondisi proses seperti, pH, temperatur, dan konsentrasi substrat.
Selain itu, Neurospora sp juga secara simultan dapat mengkonversi heksosa, gula
pentosa, polimer selulosa, dan residu agroindustri menjadi bioetanol. (Dewi, 2016)
Biokonversi lignoselulosa menjadi bioetanol secara umum terdiri dari empat tahap
utama, yaitu pretreatment, hidrolisis, fermentasi, dan pemisahan produk atau
distilasi. Secara konvensional hidrolisis biomassa dilakukan dengan enzim
selulase dan fermentasi glukosa menjadi bioetanol menggunakan ragi. Kombinasi
karakteristik yang ada membuat Neurospora sp dapat menjadi agen hayati
alternatif yang menjanjikan untuk produksi bioetanol dari sumber daya terbarukan.
(Dogaris dkk, 2013).
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dilakukan pembahasan mengenai
klasifikasi jamur dan karakteristiknya dan bagaimana pemanfaatan salah satu
spesies jamur. Spesies jamur tersebut adalah Neuspora sp yang digunakan sebagai
agen dalam biokonversi lignoselulosa menjadi bioethanol.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa saja karakteristik dan ciri-ciri organisme dari kingdom fungi?

2. Bagaimana ciri-ciri dan klasifikasi Neusporra sp dalam kingdom fungi?


3

3. Bagaimana mekanisme pemanfaatan Neusporra sp sebagai agen biokonversi


lignoselulosa menjadi bioetanol?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik dan ciri-ciri organisme dari kingdom fungi

2. Mengetahui ciri-ciri dan klasifikasi Neusporra sp dalam kingdom fungi

3. Mengetahui mekanisme pemanfaatan Neusporra sp sebagai agen biokonversi


lignoselulosa menjadi bioetanol
BAB II

ISI

A. Jamur dan Klasifikasinya (Ansori & Martono, 2009)


Jamur termasuk organisme eukariotik karena sel penyusunnya
telah memiliki membran inti. Sel jamur juga memiliki dinding sel dari bahan
kitin (chitine) yang merupakan polimer karbohidrat mengandung nitrogen.
Umumnya jamur merupakan organisme bersel banyak (multiseluler), tetapi
ada juga yang bersel tunggal (uniseluler). Tubuh jamur bersel banyak terdiri
atas benang- benang halus yang disebut hifa. Kumpulan hifa jamur membentuk
anyaman yang disebut miselium. Pada jamur multiseluler yang hifanya
tidak bersekat (asepta), inti selnya tersebar di dalam sitoplasma dan berinti
banyak. Jamur jenis ini disebut jamur senositik (coenocytic). Sedang yang
bersekat umumnya berinti satu dan disebut sebagai jamur monositik
(monocytic).

Gambar 2.1 Salah satu struktur jamur makroskopis


Bentuk jamur mirip dengan tumbuhan, tetapi jamur tidak memiliki
daun dan akar sejati. Selain itu, jamur tidak memiliki klorofil sehingga tidak
mampu berfotosintesis. Dengan demikian, jamur merupakan organisme

4
5

heterotrof, yaitu organisme yang cara memperoleh makanannya dengan


mengabsorbsi nutrisi dari lingkungannya atau substratnya. Sebelum
mengabsorbsi makanan yang masih berupa senyawa kompleks, ia
mensekresikan enzim hidrolitik ekstraseluler atau ferment untuk
menguraikannya lebih dahulu di luar selnya.
Jamur ada yang hidup sebagai parasit, ada pula yang bersifat saprofit.
Selain itu, ada pula yang bersimbiosis dengan organisme lain secara mutualisme.
Sebagai parasit, jamur mengambil makanan langsung dari inangnya. Jamur
jenis ini memiliki haustorium, yaitu hifa khusus untuk menyerap makanan
langsung dari inangnya. Sebagai saprofit, jamur mengambil makanan dari
sisa-sisa organisme lain yang telah mati. Jamur yang bersimbiosis, mengambil
nutrisi berupa zat organik dari organisme lain. Jamur dapat berkembang biak
secara aseksual dan seksual. Meski demikian, perkembangbiakan secara seksual
lebih mendominasi karena dilakukan oleh hampir semua jamur tersebut.
Karakteristik jamur yang sudah dipaparkan diatas megidentifikasikan
bahwa jamur memiliki karakteristik makhluk hidup, diantaranya jamur sebagai
organisme eukariotik menunjukkan bahwa jamur memiliki struktur dan hidup
dan sifat heterotof pada jamur menyebabkan jamur melakukan simbiosis
dengan organisme sekitarnya menunjukkan bahwa jamur memerlukan nutrisi.
Selain itu, jamur dalam membentuk dinding sel nya melakukan suatu proses
metabolisme sintesis kitin. Jamur juga melakukan respirasi aerob, anaerob, dan
fermentasi yang menunjukkan bahwa jamur menggunakan, memanfaatkan,
dan mengkonversi energi. Dalam kehidupannya jamur memiliki siklus hidup
dalam beberapa fase serta melakukan perkembangbiakan baik secara seksual
maupun aseksual yang keduanya menunjukkan bahwa jamur terus tumbuh
berkembang serta melakukan reproduksi. Oleh sebab itu meskipun jamur tidak
memiliki akar, batang, dan daun sejati layaknya tumbuhan pada umumnya
jamur tetap dapat dikatakan sebagai makhluk hidup karena sesuai dengan ciri-
ciri hidup.
6

Jamur diklasifikasikan menjadi 5 divisi yang berbeda yaitu yaitu


Chytridiomycota, Zygomycota, Glomeromycota, Ascomycota, dan
Basiodiomicota. Pengelompokan jamur ini didasarkan pada adanya perbedaan
cara perkembangbiakan seksualnya. (Campbell Biology 9th ed, 2005). Pada
makalah ini akan dibahasa karakteristik dan ciri ciri dari Chytridiomycota,
Glomeromycota, dan Ascomycota.

B. Chytridiomycota (Cracraft & Michael, 2004)


Chytridiomycota bersifat mikroskopis dan memiliki morfologi yang
sederhana. Jamur ini mengawali siklus hidupnya di air, seperti tumbuhan dan
vertebrata. Karakteristik nya tidak teramati dengan teliti karena jamur ini
terisolasi dari tanah. Chytridiomycota memiliki peran penting dalam
dekomposisi recalcitrant substrate seperti kitin, keratin, pollen, insect exuviae,
plant debris, dll. Chytrids memiliki gamet berflagel. Sel reproduksinya
memiliki flagella yang menyebabkan mereka dapat berenang. Ada banyak
variasi dalam morfologi dan ekologi chytrids. Beberapa adalah air tawar,
sebagian laut; beberapa diantaranya adalah parasit pada tumbuhan dan
dipterans, sementara yang lain hidup dari tumbuhan yang membusuk dan
bagian serangga. Sebagian besar jamur ini memiliki asosiasi habitat yang kuat
sebagai parasite dan saprofita pada algae.1 dan hewan atau hidup di puing-
puing organik (sebagai saprob). Beberapa spesies dalam urutan Chytridiales
menyebabkan penyakit tanaman, dan satu spesies, Batrachochytrium
dendrobatidis, telah terbukti menyebabkan penyakit pada katak dan amfibi.
Seperti jamur lain, chytrids memiliki chitin yang memperkuat dinding
sel mereka, dan dalam satu subkelompok (Hyphochytrids) memiliki selulosa
juga. Beberapa bersifat uniseluler, beberapa coenocytic, dan yang lain
menghasilkan miselium seperti jamur lainnya. Beberapa memiliki dampak
nyata pada manusia, dengan pengecualian beberapa alga parasit, menyebabkan
kutil kentang (Synchytrium endoboticum), dan yang digunakan dalam
7

penelitian eksperimental (misalnya, Allomyces).) Reproduksi nya yang secara


aseksual dengan zoospora

C. Glomeromycota
Sebelumnya, Glomeromycota diklasifikasikan sebagai bagian dari
Zygomycota karena memiliki hifa yang bersekat dan spora nya sekilas
menyerupai Zygomycota. Namun, bukti genetik terbaru menunjukkan bahwa
Glomeromycota cukup berbeda dari jamur lain dilihat dari kebiasaan simbiotik
nya serta rDNA filogeni nya, sehingga diklasifikasikan dalam filum terpisah
dari Zygomycota. Dalam pohon filogenetik berdasarkan rDNA,
Glomeromycota adalah kelompok sister untuk Asco- dan Basidiomycota.
Berikut merupakan karakteristik dari Glomeromycota :
a. Simbion Obligat
Glomeromycota merupakan simbion obligat karena tidak satupun
Glomeromycota berhasil tumbuh dan berkembang terpisah dari inangnya.
b. Membentuk mikorizal arbuskular pada akar tanaman.
Arbuscular adalah hifa yang bercabang sangat tinggi yang
bertindak sebagai titik transfer untuk zat yang lewat bolak-balik antara
jamur dan tanaman.Glomeromycota sebagai dapat tumbuh didalam akar
tanaman tanpa menyebabkan kerugian/parasit. Glomeromycota yang
masuk kedalam akar akan membentuk 3 bentuk struktur yang disebut
arbuskul yang akan memenuhi sel akar.
c. Memiliki spora berinti banyak, besar, dan memiliki berlapis-lapis dinding.
Glomeromycota memproduksi spora yang cukup besar (40-800
µm)dengan dilapisi dinding sel, serta teridiri dari ratusan bahkan ribuan
nucleus. (Bécard and Pfeffer, 1993).
d. Memiliki hifa tidak bersekat
Sama seperti kebanyakan Zygomycota, sel filamen (hifa) dari
glomeromycota tidak memiliki sekat. Hal ini lah yang membedakan
8

glomeromycota dengan Ascomycota dan Basidiomycota.Hingga saat ini


tidak ditemukan adanya bukti bahwa jamur ini bereproduksi secara
seksual. Studi menunjukkan bahwa pada glomeromycota tidak
ditemukannya rekombinan DNA. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa spora yang dihasilkan secara aseksual.

Dalam kondisi yang sesuai spora glomeromycota bertunas


membentuk apressoria pada akar inang dan membentuk simbiosis mikoriza
baru. Spora baru dapat terbentuk pada miselium baik di dalam atau di luar
akar. Selain berkembang biak dengan spora, banyak spesies
Glomeromycota yang menjajah tanaman inang dari fragmen hifa di tanah
atau langsung dari simbion yang menghuni akar tanaman tetangga.

Sebagai simbion obligat, ketika tidak ada akar inang yang


ditemukan oleh hifa berkecambah dari spora, pertumbuhan berhenti selama
beberapa waktu, dan sitoplasma dapat ditarik kembali dalam spora. Karena
mereka tidak dapat dibudidayakan secara akuatik, jamur ini disebarkan
terutama pada tanaman inang dalam kultur pot yang ditanam di rumah
kaca. Spora yang diproduksi dalam kultur pot terbuka tidak steril dan
karena itu menyimpan berbagai macam bakteri dan jamur lainnya.
Biomassa jamur yang dihasilkan dalam kultur organ akar biasanya tidak
mengandung mikroorganisme lain, dan ini adalah metode pilihan untuk
percobaan biologi molekuler tertentu.

Meskipun Glomeromycota terdiri dari sekelompok jamur yang


hampir tidak dikenal oleh masyarakat luas, tetapi glomeromycota sangat
penting untuk fungsi ekosistem terestrial. Glomeromycota membentuk
mikorizal asburkural pada tanaman herba dan pohon tropis dan membentuk
simbiosis. Jenis simbiosis ini disebut mutualistik karena tanaman jamur
dan tanaman inang keduanya mendapat manfaat dari hubungan tersebut.
9

Simbion jamur menerima pertukaran karbohidrat dari tanaman yang


berfungsi sebagai perluasan sistem akar, sehingga dapat meningkatkan
serapan mineral oleh akar tanaman. Selain itu, mikorizal asburkural dapat
meningkatkan penyerapan nutrisi mineral yang berbeda karena jaringan
hifa yang halus dan lebih unggul dibanding akar dan akar rambut yang
relatif tebal dalam mengakses fosfat di dalam tanah.

Sebagian besar tanaman darat adalah tuan rumah untuk beberapa


jenis mikoriza. Oleh sebab itu, asosiasi antara akar tanaman dan jamur
(mikoriza) dapat ditemukan dimana-mana. Sehingga, spora
glomeromycota tidak terlalu sulit ditemukan di tanah. Asosiasi antara akar
tanaman dan jamur (mikoriza) dapat ditemukan dimana-mana.

D. Ascomycota
Lebih dari 600.000 spesies Ascomycota telah dideskripsikan. Tubuh jamur
ini tersusun atas miselium dengan hifa bersepta. Pada umumnya jamur dari
divisio ini hidup pada habitat air bersifat sebagai saproba atau patogen pada
tumbuhan. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang hidup bersimbiosis dengan
ganggang membentuk Lichenes (lumut kerak). Ciri khas Ascomycota adalah
cara perkembangbiakan seksualnya dengan mem- bentuk askospora.
Sedangkan, reproduksi aseksual terjadi dengan membentuk konidium. Konidium
ini dapat berupa kumpulan spora tunggal atau berantai. Konidium merupakan
hifa khusus yang terdapat pada bagian ujung hifa penyokong yang disebut
konidiofor.
10

Gambar 2.2 Konidium Ascomycota

Beberapa contoh jamur yang termasuk Ascomycota yaitu Saccharomyces


cerevisiae, dikenal sebagai ragi atau yeast ; Aspergillus oryzae, untuk
melunakkan adonan roti; Aspergillus wentii, bermanfaat dalam pembuatan
kecap; Penicillium notatum, P.chrysogeum menghasilkan antibiotik penisilin;
dan Neurospora crassa, diperoleh dari oncom merah atau tongkol jagung rebus.

E. Neurospora sp
Neurospora sp. merupakan jamur berfilamen yang termasuk dalam
kelompok besar jamur yang disebut Ascomycetes, yaitu jamur yang memiliki
kantung membran (disebut “askus”) tempat penyimpanan sel hasil pembelahan
meiosis tunggal. Jika diterjemahkan secara harfiah maka Neurospora berarti
“nerve spore” atau “spora saraf” karena guratan-guratan pada sporanya
menyerupai bentuk akson saraf. Warna oranye pada Neurospora sp.
disebabkan karena adanya pigmen karotenoid.. Menurut NCBI Taxonomy,
jamur Neurospora sp. dapat diklasifikasikan seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Klasifikasi Nama Ilmiah


Kingdom Fungi
Filum Ascomycota
Subfilum Pezizomycota
11

Kelas Sordariomycetes
Ordo Sordarials
Famili Sordariaceae
Genus Neuspora
Spesies Neuspora sp
Tabel 2.1 Klasifikasi jamur Neurospora sp.

Siklus hidup Neurospora sp. terjadi secara aseksual dan seksual. Ketika
siklus hidup aseksual, germinasi dan pertumbuhan spora aseksual haploid
(konidia) akan menghasilkan suatu benang yang bercabang-cabang (hifa),
yang merupakan sebuah koloni. Hifa tidak memiliki dinding silang sehingga
koloni pada dasarnya adalah sel tunggal yang mengandung banyak inti
haploid. Spora aseksual Neurospora sp. akan tumbuh jika kelembaban dan
suplai nutrisi tepat. Hifa akan terus berkembang dengan perpanjangan tip dan
percabangan untuk membentuk miselium vegetatif. Setelah nutrisi habis,
dalam bentuk hifa aerial dari miselium dan konidia berkembang di atas substrat
dengan budding dan segmentasi (Springer, 1993).
12

Gambar 2.3 Siklus hidup Neurospora sp. Lingkaran dalam(siklus aseksual)


menggambarkan pembentukan makrokonidia dari hifa aerial dan germinasi
untuk membentuk miselium baru. Lingkaran luar menggambarkan siklus
seksual, berasal dari sebuah protoperithecia, fertilisasinya melalui trichogyne
(betina) oleh konidium (jantan) (Pöppel, 2003).

Neurospora sp. merupakan spesies yang menghabiskan sebagian hidupnya


pada keadaan haploid. Namun, beberapa spesies Neurospora menunjukkan
satu dari tiga siklus hidup yang berbeda yaitu heterothallic, homothallic atau
pseudohomothallic. Pada fase seksual ketika terjadi kontak antara koloni dari
dua jenis kelamin yang berbeda (A dan a), akan terjadi peleburan dinding sel
dan inti yang menghasilkan banyak inti diploid transient di dalam tubuh buah
yang disebut perithecia. Setiap inti diploid akan mengalami meiosis. Keempat
produk haploid dari satu meiosis akan tinggal bersama dalam kantung yang
disebut askus. Produk dari siklus seksual adalah askospora. Jika konidia tidak
dapat bertahan hidup lama di alam, maka askospora dengan dinding tebal
13

mampu bertahan hingga bertahun-tahun sampai diaktifkan oleh panas atau


bahan kimia (Pöppel, 2003).
Pertumbuhan Neurospora sp. dalam medium padat dapat ditentukan
dengan menghitung viabilitas spora, sedangkan dalam medium cair dapat
ditentukan dengan menghitung berat kering miselium.. Seperti pada organisme
hidup lainnya, pola pertumbuhan Neurospora sp. dalam sistem batch culture
berbentuk sigmoid (Gambar 2.9) yang secara umum terdiri dari empat fase,
yaitu fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. (Cheng,
2010)
Neurospora sp. memiliki kemampuan untuk mensintesis dan mensekresi
semua enzim utama yang terlibat dalam degradasi biomassa lignoselulosa.
Degradasi selulosa menjadi glukosa yang dilakukan oleh Neurospora sp.
merupakan sebuah proses yang sinergis melibatkan enzim endoglukanase,
eksoglucanase dan β-glukosidase (Dogaris dkk., 2013). Selama
pertumbuhannya, Neurospora sp. memproduksi enzim ekstraseluler seperti
selulase, xilanase, amilase, pektinase, dan protease (Irawadi, 1991). Selain itu,
Neurospora sp. juga dapat mengkonversi berbagai jenis gula heksosa, pentosa,
dan polimer selulosa menjadi etanol.

F. Mekanisme Neuspora sp sebagai agen biokonveri lignoselulosa menjadi


bioetanol
Produksi bioetanol dari biomassa berlignoselulosa dilakukan melalui 4
tahap utama, yaitu pretreatment, hidrolisis, fermentasi, dan distilasi untuk
pemurnian produk. Pretreatment dilakukan dengan tujuan mengurangi ukuran
biomassa sehingga luas permukaan biomassa semakin besar, mengurangi
kristalinitas selulosa, dan meningkatkan fraksi selulosa amorphous. Kondisi
tersebut membantu proses hidrolisis selulosa oleh enzim-enzim hidrolitik pada
tahap selanjutnya. Pretreatment dapat dilakukan dengan cara mekanik ataupun
kimiawi dengan bantuan zat-zat kimia (Saini et.al, 2014).
14

Tahap kedua adalah hidrolisis enzimatik atau sering disebut sakarifikasi,


bertujuan untuk mendegradasi lignoselulosa (selulosa dan hemiselulosa)
sehingga menghasilkan gula sederhana dengan bantuan enzim-enzim
hidrolitik. Tahap ketiga adalah fermentasi gula sederhana umumnya golongan
heksosa dan pentosa) menjadi etanol dengan bantuan mikroorganisme dalam
kondisi anaerob. Tahap yang terakhir adalah distilasi dan pemurnian produk
bioetanol (Pirzadah et.al, 2014).
Simultaneous Saccharification Fermentation atau SSF merupakan salah
satu bentuk intensifikasi proses produksi bioetanol dari lignoselulosa. Prinsip
metode SSF adalah kombinasi tahap hidrolisis enzimatik dan fermentasi
(Limayem et.al, 2012). Keuntungan menggunakan metode SSF antara lain:
perolehan etanol lebih tinggi (Wongwatanapaiboon et.al, 2012), mengurangi
kemungkinan inhibisi produk akhir saat hidroisis (Mussatto et.al, 2010),
inhibitor dari pretreatment dapat dicerna oleh mikroorganisme: efek inhibisi
ternetralisasi (Dogaris et.al, 2013), biaya rendah dan lebih ramah lingkungan
(Mussatto et.al, 2010), mencegah potensi sugar loss karena glukosa yang
dihasilkan dari hidrolisis tidak perlu dipisahkan dari fraksi lignin (Nouri et.al
2009), penggunaan air yang rendah mengurangi risiko kontaminasi
mikroorganisme selama proses produksi (Mathiyazhagan et,al. 2012), serta
konsumsi energi lebih kecil (Dogaris et.al, 2013).
Proses konversi lignoselulosa menjadi etanol yang digunakan adalah
metode SSF. Salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan dalam proses
SSF adalah Neurospora sp. Neurospora sp. memiliki kemampuan untuk
mensintesis dan mensekresikan enzim-enzim yang berperan dalam proses
hidrolisis untuk degradasi hemiselulosa dan selulosa menjadi gula sederhana.
Selain itu, Neurospora sp. telah diteliti dapat mengkonversi gula pentosa dan
heksosa menjadi bioetanol melalui proses fermentasi. Kedua kemampuan ini
menjadikan Neurospora sp. potensial untuk efisiensi produksi bioetanol
berbasis lignoselulosa (Dogaris et.al, 2013).
15

Berdasarkan penelitian (Dogaris et.al, 2013), perolehan etanol mencapai


nilai maksimum dengan dilute-acid pretreatment sebelum proses SSF,
menggunakan 1,5% H2SO4 dan waktu inkubasi 3 hari pada temperatur 110-
120°C. Produksi etanol maksimum dicapai oleh Neurospora sp., pada rentang
pH 5.0-6.0. Rentang waktu proses inkubasi SSF yang dibutuhkan Neurospora
sp. untuk menghasilkan enzim selulase optimal adalah adalah 8-11 hari.
Temperatur optimal untuk pertumbuhan Neurospora sp. adalah 25-35oC
(Klastika et.al, 2009). Oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh Neurospora sp.
saat pertumbuhan (aerob) adalah > 30% DO (Rohmana et.al, 2008).
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan dari makalah ini yaitu :

1. Karakteristik dari kingdom fungi yaitu eukariotik, heterotrof, dan pada


umumnya terdiri atas banyak sel yang disebut hifa namun beberapa
diantaranya berupa sel tunggal yang disebut yeast. Jamur diklasifikasikan
menjadi 5 divisi yang berbeda yaitu yaitu Chytridiomycota, Zygomycota,
Glomeromycota, Ascomycota, dan Basiodiomicota.

2. Neusspora sp termasuk dalam divisi Ascomycota. Ascomycota memiliki


karakteristik khusus yaitu reproduksi seksualnya menggunakan askospora.

3. Neurospora sp merupakan salah satu spesies dari divisi Ascomycota yang


dapat dimanfaatkan sebagai agen dalam biokonversi lignoselulosa menjadi
bioethanol dengan metode SSF. Hal ini dapat dilakukan karena Neurospora
sp secara simultan dapat mengkonversi heksosa, gula pentosa, polimer
selulosa, dan residu agroindustri menjadi bioethanol.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ansori, M., & Martono, D. (2009). Biologi. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional .
Campbell Biology 9th ed. (2005).
Cheng, J. (2010). Biomass to Renewable Energy. USA: Taylor & Francis Group, LLC
Cracraft, Joel & Michael J Donoghue. (2004). Assembling tree of life, Oxford university
press, Oxford.
Darwis, W., Mantovani, A. R., & Supriati, R. (2011). DETERMINASI JAMUR
LYCOPERDALES YANG TERDAPAT DI DESA PAJAR BULAN
KECAMATAN SEMIDANG ALAS KABUPATEN SELUMA BENGKULU.
Konservasi Hayati, VII(1), 6-12.
Dewi, A. (2016). PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES KONVERSI
LIGNOSELULOSA DAUN AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides L. Nash)
MENJADI BIOETANOL MENGGUNAKAN Neurospora sp. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Dogaris, I., Mamma, D., dan Kekos, D. (2013) “Biotechnological production of ethanol
from renewable resources by Neurospora crassa: an alternative to conventional yeast
fermentations?”. Biotechnology Laboratory, School of Chemical Engineering,
National Technical University of Athens, 9 Iroon Polytechniou Str., 15780,
Zografou Campus, Athens, Greece
Irawadi, T. T. (1991). Produksi Enzim Ekstraseluler (Selulase dan Xilanase) dari
Neurospora sp pada Substrat Limbah Padat Kelapa Sawit. Disertasi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Limayem, A. Ricke, S.C. (2012). “Lignocellulosic biomass
for bioethanol production: Current perspectives, potential issues and future
prospects”. Progress in Energy and Combustion Science 38, 449-467: Elsevier
Klastika, Vitrisia. (2009). “Sustainable Development at Bintan Island”. Jurnal Ilmiah
MTG, Vol. 2, No. 2, Juli 2009
Mathiyazhagan, Narayanan. Natarajan, Devarajan. (2012). "Physicochemical assessment
of waste dumps of Magnesite and Bauxite Mine in summer and rainy season".
INTERNATIONAL JOURNAL OF ENVIRONMENTAL SCIENCES Volume 2,
No 3, 2012

17
18

Mussatto, S.I. Teixeira, J.A. (2010). “Lignocellulose as raw material in fermentation


processes”. Portugal: IBB – Institute for Biotechnology and Bioengineering, Centre
of Biological Engineering, University of Minho
Nouri, J. Khorasani, N. Lorestani B., Karami, M., Hassani, A.H., Yousefi, N. (2009).
“Accumulation of heavy metals in soil and uptake by plant species with
phytoremediation potential”. Environ Earth Sci, 59:315–323.
Pirzadah, T.B., Malik, B., Kumar, M., Rehman, R.U. (2014). “Biomass and Bioenrgy:
Lignocellulosic Biomass: As Future Alternative for Bioethanol Production”.
Springer
Pöppel, E. (2003). Neurospora crassa–A Model System for Photoperiodism and
Circadian Rhythm Research. Disertasi. Ludwig-Maximilians-Universität zu
München.
Redecker, Dirk. (2008). Glomeromycota. Arbuscular mycorrhizal fungi and their
relative(s). Version 14 January
2008. http://tolweb.org/Glomeromycota/28715/2008.01.14 in The Tree of Life Web
Project, HYPERLINK "http://tolweb.org/" http://tolweb.org/ . (accessed on 17
Oktober 2018)
Rohmana. 2008. Tinjauan Pengembangan Sumber Daya Bauksit dan Bahan Galian Lain
di Daerah Bintan Selatan. Kelompok Program Penelitian Konservasi – Pusat
Sumber Daya Geologi.
Saini, J.K., Saini, R. Tawari, L. (2014). “Lignocellulosic Agriculture Wastes as Biomass
Feedstocks for Second-generation Bioethanol Production: Concepts and Recent
Development”. Springer.
Springer, M. L. 1993. Genetic Control of Fungal Differentiation: The Three Sporulation
Pathways of Neurospora crassa. Bioessays. 15 (6): 365-374
Valencia, P. E., & Meitiniarti, V. I. (2017). ISOLASI DAN KARAKTERISASI JAMUR
LIGNINOLITIK SERTA PERBANDINGAN KEMAMPUANNYA DALAM
BIODELIGNIFIKASI. SCRIPTA BIOLOGICA |, IV(3), 171-175.
Wongwatanapaiboon, J et al. (2012). “The Potential of Cellulosic Ethanol Production
from Grasses in Thailand”. Journal of Biomedicine and Biotechnology, Vol. 2012,
Bangkok: Hindawi Publishing Corporation

Anda mungkin juga menyukai