Anda di halaman 1dari 11

BAB I

MENGENAL ISLAM

Al-Islam adalah nama dan sebutan agama Allah. Sebutan ini dapat berarti
“selamat” karena taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dapat juga berarti “damai” karena
damai dengan sesama mukmin, dan dapat juga berarti “meningkatkan derajat ummat”.
Kata padanannya ialah : salima = selamat, salami = taat, silmi = damai, sullam =
meningkatkan derajat.
Sullam adalah isim jamid yang diartikan sebagai fa’il. Dari salima (fi’il lazim)
kemudian dijadikan fi’il muta’addi menjadi : aslama–yuslimu- islaaman. Dari islaaman
yaitu masdar kemudian diberi al- atau “the” sehingga menjadi “al-Islam” atau “The
Islam”. Itulah nama agama Allah yang ditetapkan oleh-Nya sendiri dalam firman-Nya :

‫سلْم ا‬
‫عن يد ن الله ا ال ا ي‬
‫ن ا‬
‫ن الد دي ي ن‬
‫اا ن‬
“Sungguh agama milik Allah ialah al-Islam” (Q.S Ali Imran (3) : 19)
Sebutan bagi Al-Islam ada beberapa macam. Kadang disebut “dienullah”,
agama Allah yaitu agama milik Allah (Q.S Ali Imran : 83), kadang disebut “dienul
haq” (agama yang haq), dan kadang disebut dengan “Dienul Khalish” (agama yang
bersih dan murni); agama yang terjaga dari pengaruh kekafiran, kemusyrikan dan
khurafat, sehingga kebersihan dan kemurniannya terjaga selama-lamanya (Mujahid
Abdul Muslim, 1988: 72). Dapat juga disebut dengan “addienul qayyim” (agama yang
tegak dan tetap tegak) karena Islam itu agama fitrah, maka seluruh ajaran dan
syari’atnya selalu tepat (relevan) untuk tercapainya derajat ummat yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah dan Rasul-Nya. Selalu cocok bagi tuntutan peradaban manusia
sepanjang masa. (Q.s At-taubah : 36, Ar-Ruum : 30)
Al-Islam Juga merupakan “Fitrah Allah” ; asal kejadian sesuatu (Q.S Ar-
Ruum:30, At-Taubah :36 dll). Maksudnya ialah karena alam semesta dijadikan dan
diatur oleh Allah dengan agama Allah, maka Allah menyatakan bahwa segala yang ada
di langit dan di bumi semuanya muslim (pasrah) , baik sadar atau tidak sadar (thau’an)
maupun tidak sadar /karhan (Q.S.: 3 :83)

B. Kerancuan Pemahaman istilah “agama, diin, dan religi”


Salah satu sebab terjadinya distorsi (penyempitan), polarisasi, sinkritisme, dan
penyelewengan makna dari dinul Islam yang dimaksudkan oleh al-Qur,an dan as-Sunnah
yang menggunakan istilah-istilah dari bahasa aslinya yakni bahasa Arab, adalah dengan
masuknya istilah-istilah asing yang sebenarnya tidak mampu menggantikan istilah aslinya,
yakni kata agama dan religi. Berdasarkan tinjauan etimologis, dan dalam kaiatannya
dengan sistem-sistem keyakinan yang bersinggungan dengan perjalanan sejarah
perkembangan Islam dari waktu ke waktu, khususnya di Indonesia, dapat dibedakan
sebagai berikut:

Etimologi agama Etimologi agama membawa kita kepada Bahasa Sansekerta.. Ada tiga
macam teori tentang sejarah kata ini. Salah satunya, menguraikan : akar katanya berasal dari
gam, mendapat awalan dan akhiran -a, menjadi a-gam-a. Ada pula yang memperoleh
awalan i dan akhiran a, menjadi i-gam-a. Sebagian ahli sejarah menemukan ketiga kata ini
(agama, igama,ugama) dalam bahasa Bali. Agama ialah peraturan, tatacara, upacara
hubungannya dengan raja, igama dalam hubungannya manusia dengan para dewa, dan
ugama dalam hubungannya dengan sesama manusia.
Ketiga kata itu tersebar pemakaiannya dalam ketiga bahasa dewasa ini: Agama dalam
bahasa Indonesia, igama dalam bahasa Jawa, dan ugama dalam bahasa Malaysia,
kesemuanya dengan pengertian sama, mejadi hubungan antara manusia dengan para dewa.
Jadi berdasarkan asal usul kata, agama akhirnya bermakna: Hubungan antara manusia
dengan para Dewa.
Dalam hubungannya dengan sejarah penyebaran agama-agama di masyarakat kita sejak
sebelum Islam, agama Hindu dan Budha mendahului sebelum Islam datang di Nusantara.
Lalu kata agama itu diambil alih oleh bahasa melayu, dilanjutkan oleh bahasa Indonesia
sekarang ini. Nampaknya dengan istilah agama dengan medan pengertian demikian
(hubungan antara manusia dengan dewa-dewa) memang mewakili sistem keyakinan dalam
Hindu dan Budha. Dan menurut para peneliti sejarah agama dunia , kedua agama ini
merupakan akumulasi dari perkembangan agama pimitif yang berisi ajaran-ajaran :
Dinamisme, animisme, politeisme, henoteisme, dan monoteime (nisbi). Kesemua ajaran
tersebut pada intinya mengajarkan semata-mata persoalan ritual (sesaji), lain tidak.
Kemudian Islam datang di Nusantara (abad ke-7 M), Hinduisme pergi. Untuk menunjuk
keyakinan baru itu masyarakat Nusantara berbahasa Melayu, mempergunakan kata agama
juga, yang tadinya dipinjamnya dari bahasa sansekerta. Agaknya ketika itu mulai terjadi
kekaburan dan kekacauan pengertian, karena menggunakan lambang yang dipakai dalam
Hinduisme/Budhaisme kepada Islam, yang berbeda sama sekali dengan sistem kepercayaan
yang mendahuluinya itu. Islam datang dengan simbol bahasa yang khas yakni dengan istilah
diin al-Islam. Lalu apa bedanya makna kata diin dengan kata agama ?
Etimologi diin Etimologi kata diin membawa kita bahasa Arab. Dalam kata dasarnya
kata diin mengalami berbagai perubahan atas dasar penggunaannya. Diantaranya ada
beberapa bentuk kata jadian : diin berarti pembalasan , dayna berarti = hutang, madain
– madiinatun berarti kota, tamaddun berarti peradaban, dll. Keluasan cakupan makna dan
hubungan makna satu dengan yang lain antara beberapa arti kata ini, secara integral
menggambarkan sebuah sistem yang utuh, baik hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam semesta. Lambang bahasa diin ini
mewakili/ mencerminkan sifat sistem ajaran Islam itu sendiri.
Bahwa di dalam ajaran Islam tidak mengenal pemisahan antara berbagai aspek kehidupan.
Dan berbagai aspek kehidupan tersebut berdiri di atas fondasi ketauhidan (keyakinan akan
ketunggalan Tuhan = Allah SWT). Atau berputar dengan bertumpu pada porosnya, yakni
Tauhid. (QS. 2: 208)
Dengan demikian dengan sangat jelas peminjaman simbul kata agama untuk
menggantikan simbul asli Islam (diin) tidaklah tepat dan tidak sepadan. Yang pada akhirnya
menyebabkan pengkaburan dan kekacauan dalam pengertian diinul Islam. Akibat semua
ini dapat kita temukan berbagai indikasi kesalah pahaman terhadap Islam oleh umat lain
Islam pada umumnya, bahkan oleh ummat Islam sendiri. Menunjuk Islam dengan agama
berarti menjadikan Islam hanya sekedar urusan ritual (hubungan antara manusia dengan
Tuhan), sedangkan urusan selainnya bebas nilai (netral agama). Dampak itu kini sangat
nyata dan merata di masyarakat kita, dimana mereka merasa sempurna Islamnya jika telah
memenuhi ritual-ritual Islam (Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat, dan Haji).
Dan pada saat yang sama kekacuan pemahaman antara sistem keyakinan Islam dan
keyakinan animisme-dinamisme-Budha-Hindu, menjadikan masyarakat muslim masih lekat
dengan praktek-praktek perdukunan, sesaji, dll., yang jelas-jelas musyrik kepada Allah.
Pada giliran selanjutnya, bersamaan dengan kehadiran bangsa kolonial Barat, sistem
keyakinan baru datang, dengan sistem keyakinan yang sama sekali berbeda dengan sistem
Islam; Kristen (nashara)/Khatolik. Penjajahpun memaksakan penggunanaan istilah yang
menujuk sistem tersebut, yakni kata religion (religi), untuk menunjuk kepada ajaran Islam.

Apa bedanya pengertian religi dalam hubungannya dengan ajaran Kristiani, dengan diin
dalam hubungannya dengan Islam ?

Etimologi religi Istilah religi berasal dari bahasa latin (relegere atau religare). Yang
dimaksud dengan relegare : Berhati-hati dan pengertian- asasnya observansi (berpegang
pada kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang ketat). Pengertian asas ini sesuai dengan
anggapan orang Roma tentang religi, dimana orang harus berhati-hati dengan Yang Kudus,
Yang bersifat Suci (termasuk dewa-dewa). Jadi religi ada kesamaan dengan pengertian
agama, yakni sama-sama ritualistik.
Akan tetapi, karena latar belakang sejarah religi/agama Nasrani, akhirnya religi
menjadi berbeda sedikit dengan simbul pengertian agama dan diin. Sebagai akibat
perseteruan antara doktrin absolutisme Gereja dengan kaum intelektual Nasrani sendiri,
yang berakhir pada “perceraian” antara pihak Gereja (mewakili kekuatan rohani) dengan
kaum intelektual (mewakili duniawi/penguasa ). Maka sistem yang ditunjuk istilah religi
adalah keberagamaan yang sekuleristik. Hal ini tidak dikenal oleh Islam sama sekali.
Sementara sistem agama, sebaliknya, yakni senantiasa mengikuti budaya setempat dengan
tanpa standard dan batasan yang jelas dan konsisten.
Dengan demikian, memandang Islam sebagai sistem religi sama halnya dengan
sekularisasi ajaran Islam.
Untuk membantu pengenalan kita pada konsep Dinul Islam dan membedakannya
dengan konsep kepercayaan dan agama selain Islam, dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:

Tinjauan Kritis Konsep Agama, Din dan Religi


No Tinjauan Agama Din Religi
1.
Etimologis Agama (sansekerta) Diin (arab) Religi (latin)
A-gam-a, I-gam-a, Din, dain, madain, = relegare, relegere,
U-gam-a = hub. Madinah, tamaddun Observansi +
Antara manusia dg. = sistem kehidupan berpegang pada
Tuhan / dewa aturan-aturan ritual
yang ketat
2. Teologis Dinamisme, Islam, sejak Nabi Yahudi dan Nasrani
animisme,politeisme, Adam s.d
henoteisme, dan Muhammad saw
Monoteisme
(Hindu & Budha)
3. Ideologis Agama hanya ritual, semua aspek kehu\idupan sekulerisme
sedangkan Non ritual terikat tauhid
adaptasi dengan budaya
penganutnya

religi duni
ritual a

3. Hakekat Islam; sebuah kepasrahan


Arti kata ”islam” dalam dalam kamus-kamus bahasa Arab ialah ”tunduk dan patuh
kepada perintah orang yang memberi perintah dan kepada larangannya tanpa membantah.
(Maududi : 1985, hal. 8). Dienul Islam berarti taat kepada Allah dan tunduk pada perintah
dan larangan-Nya dengan tanpa membantah. Perintah dan larangan Allah sama hakekatnya
dengan hukum-hukum Allah.
Pada hakekatnya, hukum Allah adalah mencerminkan kehendak-Nya terhadap
makhluk-Nya. Allah sebagai rabbul ’alamin menciptakan, memelihara, menguasai dan
mengatur alam semesta seisinya. Kehendak-Nya dituangkan dalam hukum-hukum
keteraturan yang Dia ciptakan, dengan tujuan agar terjadi keteraturan, keharmonisan, dan
keindahan.
Secara umum hukum Allah dibedakan dalam dua bentuk, yaitu hukum alam
(sunnatullah kauniyah) dan hukum syar’i (dienullah). Kedua hukum tersebut dapat
dijelaskan secara detail sebagai berikut :
1. Sunnatullah Kauniyah
Sunnatullah kauniyah disediakan Allah untuk mengatur dan menjaga keteraturan
flora, fauna, dan benda-benda (termasuk jasmaniyah manusia) serta para malaikat-
Nya.Allah menciptakan lalu memanggilnya untuk memenuhi hukum-hukum-Nya
sebagaimana firman-Nya:

Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu
dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-
Ku (hukum-hukum sunnatullah kauniyah) dengan suka hati atau terpaksa". keduanya
menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Demikian pula seluruh tumbuhan, binatang, dan benda-benda yang ada di langit
dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya, merekapun pasrah dan tunduk kepada
hukum tersebut secara total, menurut cara masing-masing (QS. 16:49 | 22:18 | 24:41 | 55:5-
8 | 13:13, 39). Bahkan, manusiapun kalau anda perhatikan keadaannya, ternyata iapun
tunduk dan patuh kepada sunnatullah dengan sepenuh-penuhnya. Kerja jantung, paru-paru,
darah, dan seluruh tubuhnya bekerja di luar kesadaran akalnya. Ia tunduk pada sunnatullah
kauniyah. Karakter alam bahkan termasuk tubuh kita. Ketundukan itu bersifat pasti
(exact), konsisten (immuntable), dan obyektif alam semesta (benda-benda, flora dan fauna)
pada hakekatnya adalah MUSLIM.

2. Sunnatullah Qauliyah (dinullah).


Benda-benda, flora dan fauna, dengan masa, kekuatan, dan geraknya, akan saling
bergerak bebas dan bertabrakan. Maka dibutuhkan hukum keteraturan (sunnatullah) untuk
terjadinya keteraturan dan kesetabilan alam. Demikian pula lah dengan manusia denga
segala perbedaan potensi akal (free will) , daya gerak (nafsunya), dan kekuatan fisiknya,
akan cenderung saling menabrak dan melanggar hak (harta, jiwa, dan herga diri) satu
dengan yang lainnya. Untuk kesetabilan, keteraturan dan keharmonisan tatanan sosial
manusia, maka Allah Sang Pencipta manusia, menciptakan hukum keteraturan berupa
dinullah (sunnatullah qauliyah)/dinul Islam. Namun, dinul Islam tidak dipaksakan,
melainkan ditawarkan kepada manusia oleh Allah memalui para Rasul-Nya, Adam as, Idris
as, Nuh as hingga Nabi Muhammad saw.
Manusia di dalam kehidupannya mempunyai dua segi yang berlain-lainan:
Pertama, ia tunduk kepada undang-undang Allah (sunnatullah kauniyah) karena
fitrah dan mematuhinya karena nalurinya (gharizah). Maka dengan ini satu sisi ia telah
dicetak menurut sunnatullah kauniyah, ia adalah muslim. Dengan ini Fir’aun, Abu Jahal,
Haman, Qarun pada satu sisi adalah Muslim. Bahkan tidak pernah keluar dari kedudukan
ini. Sama halnya dengan alam semesta, flora dan fauna.
Kedua, ia telah dikaruniai ’aql (akal), daya untuk memahami, memperhatikan, dan
menentukan pendapat. Maka ia dapat menerima sesuatu, dan menolak yang lain,
menyukai sesuatu dan membenci yang lain dan menciptakan dari dirinya sendiri suatu
kaedah untuk bebrbagai-bagai segi kehidupan atau menerima suatu sistem kehidupan yang
diciptakan oleh manusia lainnya (atheisme, sekulerisme, kristen, dsb). Ia bebas memilih
untuk menjadi
Dari kedua segi ini, satu sisi jasmani dan qalbnya dalam fitrah kemusliman (tidak
bebas pilih) dan aqanya yang bebas pilih (free will), manusia terbagi menjadi dua, yakni
manusia MUSLIM HAKIKI dan manusia Kafir.
1. MUSLIM HAKIKI
Ialah manusia yang memahami dan menyadari hakekat fitrah kejadiannya yang telah
muslim, tunduk pada undang-undang-Nya menurut nalurinya, sebagaimana pula ia
menyadari ia hidup di tengah-tengah-tengah makhluk-Nya yang tunduk dan patuh pada
hukum sunnatullah-Nya, lalu ia menggunakan daya akalnya untuk memahami lalu memilih
untuk mentaati undang-undang syari’at-Nya dalam kehidupan sosialnya. Ia hanya
menyebah Allah dan mengingkari uandang-undang buatan manusia. Maka dialah yang
disebut MUSLIM HAKIKI. Dengan ini ia memperoleh kehidupan ”jannah”1 di dunia dan
Jannah akhirat.

2. HAKEKAT ORANG KAFIR


Ialah manusia yang dilahirkan dan hidup dengan fitrah kemusliman melalui perintah
nalurinya sepanjang hayatnya. Namun ia mau mempekerjakan ilmu dan akalnya, untuk
memahami dan menyadari siapa yang telah menciptakan, mengatur dirinya dan alam
semesta. Ia juga tidak memahami dan menyadari hidup di tengah-tengah alam makhluk-
Nya yang seluruhnya sujud dan tunduk (muslim) kepada undang-undang sunnatullah
kauniyah-Nya. Ia menolak, menyelimuti dan menyelubungi kemusliman fitrah dan
nalurinya, serta kemusliman alam semesta dengan memilih undang-undang buatan manusia
dalam kehidupan sosialnya. Ia menyelimuti, menyelubungi fitrahnya dan fitrah alam semsta
dengan selubung kebodohan (jahil) dan selubung kepicikan. Ia menolak syari’at/dinullah
dengan enggan dan sombong. Ia akan mendapati kehidupan ”naar”, yang kacau penuh
kontradiksi dan jauh dari keharmonisan dan keadilan serta kebahagiaan. Ia hidup
bertentangan dengan fitrahnya, fitrah alam semesta dan dengan Tuhannya. Inilah yang
disebut ORANG KAFIR.

1
4. Sistem Ajaran Islam

1. Prototype Sistem Islam

Laksana Bangunan

Sistem Islam digambarkan dengan sebuah prototype bangunan yang ideal.

Atapnya ; jihad dan amar ma’ruf nahi munkar


Bangunan & segala fasilitasnya: Ibadah dan
muamalah : system ekonomi, politik, budaya
hukum dst
Gambar :1 Fondasi : syahadat dan Rukun Iman (tauhidnya)

Bangunan Islam, yang menggambarkan system diin yang telah disempurnakan Allah SWT (Q.S.Al-maidah
(5):3) satu-satunya agama yang mendapatkan pengakuan sebagai agama yang benar dan diridlai Allah (Q.S
Ali Imran (3) : 19), adalah bangunan yang rancang oleh Sang Arsitektur Alam Semesta (Allah SWT) dengan
ciri- ciri sebagai berikut :
1. Fondasi yang kokoh dan kuat tahan terhadap segala macam goncangan.
2. Bangunan yang megah dan indah, serta taman yang warna-warni ; dengan fasilitas
yang komplit, ruang-ruang yang memenuhi segala macam kebutuhan fitrah
manusia, sehingga penghuninya tidak perlu keluar untuk kebutuhannya karena
semuanya tersedia di dalam “rumah” Islam. Lambat laun penghuninya makin
bertambah setelah merasa gerah dan tidak terlayani fitrahnya di “rumah-rumah”
buatan manusia.
3. Suasana pergaulan didalamnya penuh keharmonisan, ketenangan, kedamaian
sehingga siapapun yang masuk ke dalamnya merasa tentram, karena seluruh
fasilitas telah disertai aturan penggunaan dan perawatan yang jelas.
4. Atap dan dindingnya kuat dan rapat untuk melindungi segala bangunan di
bawahnya.
5. Konsep Bangunan yang dirancang Allah SWT ini telah direalisasikan oleh Nabi
Muhammad saw dan para sahabatnya, para ulama, dan khalifah Islam. Rumah
besar itu menaungi penduduk Dunia hampir 7 abad lamanya (abad 7–15 M).
Kemudian perlahan-lahan dirusak sendiri oleh penghuninya dari dalam dan diserang
dari luar, sebagian kekayaanya dirampok dan dicuri tetangganya yang sejak lama
dengki dan memusuhinya.
6. Bangunan itu kini digantikan dengan bangunan-bangunan baru yang memenfaatkan
ilmu dan teknologi hasil curian dan dikembangkan hingga menjadi rumah yang
modern. Tetapi rumah tersebut tidak jelas bentuk dan ruas-ruasnya. Rumah itu
hanya mampu memberi kepuasan dan kebahagiaan siapaun yang tinggal di
dalamnya. Bahkan rumah itu dijadikan “pembantaian” fitrah manusia. Rumah itu
menjadikan penghuninya berubah menjadi bangsa “binatang” baik dalam sosialnya,
budaya dan hokum, serta moralitasnya.
7. Akan tetapi, seluruh komponen, gambar arsitektur, rancangan bahan baku dan
segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dibangunnya kembali Rumah Islam itu masih
tersimpan dan orisinal, karena dijaga oleh Pemiliknya yakni Allah SWT. Tinggal
bagaimana tekad dan perjuangan Muslimin untuk membangunnya kembali adalah
menjadi penentunya. Tetapi berdasarkan hadits-hadits Nabi Allah menjanjikan akan
ditegakkannya kembali oleh generasi manusia yang beriman sekali lagi sebelum
hari Qiyamat tiba.

Laksana Pohon Yang baik


Allah SWT menggambarkan system Islam sebagaimana pohon yang tumbuh dari biji ,
kalimat tauhid: laa ilaaha illallah (Q.S. Ibrahim (14) : 24-25 ) :
“Tidakkah kamu perhatikan
bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat thoyyibah ,
seperti pohon yangbaik , akarnya
teguh menghunjam ke tanah dan
cabangnya menjulang ke langit.
Pohon itu memberikan buahnya
pada setiap musim dengan seizin

Syari’ah
Akhlaq

Aqidah

Gambar.2

Rasulullah saw menumbuhkembangkan system dinul Islam itu pada kehidupan manusia
(sahabatnya) sehingga membuat kagum dan iri terhadap keunggulan pohon itu di seluruh
pohon yang ada, yang mereka tanam. Sebagaimana tergambar pada Q.S. Al-Fath (48) : 29 :
“……demikianlah sifat-sifat mereka (orang beriman) dalam Taurat dan dalam Injil, yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah dia da tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak membuat jengkel hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orag-orang muslim)… “
Kelengkapan dan kesempurnaan system Islam sebagaimana permisalan pada ayat tersebut
dapat disistematisir melalui skema (gambar : )
SKEMA SISTEMATIKA AGAMA ISLAM
(Sistem Syaria’at Islam )

1. Syahadat
2. Iman Kepada Allah
1. Aqidah 3. Iman kepada malaikat-Nya
4. Iman Kepada Kitab-Nya
5. Iman kepada Rasul-Nya
6. Iman Kepada hari qiyamat
7. Iman kepada Taqdir-Nya

1. Thaharoh
2. Shalat
3. Puasa
1. Ibadah 4. Zakat
Mahdlah 5. haji

1. Muamalah a. Muamalah D.A khas


D.A agak luas = hukum niaga
= hukum perdata b. munakahat
ISLAM 2. Syari’ah (al-qanunul khas) = hukum nikah
c. waratsah
= kukum waris
d. dlsb
2. Muamalah
D.A luas
a. jinayah
= hk. Pidana
b. Khilafah
al-qanunul ‘am = hukum Negara
= hukum publik c. Jihad
= Hukum perang &
damai
d. dlsb

1. Akhlaq
thd. Khaliq

3. Akhlaq 1. Akhlak a. diri sendiri


thd. Manusia b. tetangga
c. masyarakat
2. Akhlaq
thd. makhluk
a. flora
2. Akhlak thd. b. fauna
Gambar 3
Non manusia c. dlsb

1. Syahadat
2. Iman Kepada Allah
1. Aqidah 3. Iman kepada malaikat-Nya
4. Iman Kepada Kitab-Nya
5. Iman kepada Rasul-Nya
6. Iman Kepada hari qiyamat
7. Iman kepada Taqdir-Nya

6. Thaharoh
7. Shalat
8. Puasa
1. Ibadah 9. Zakat
Mahdlah 10. haji

1. Muamalah a. Muamalah D.A khas


D.A agak luas = hukum niaga
= hukum perdata b. munakahat
ISLAM 2. Syari’ah (al-qanunul khas) = hukum nikah
c. waratsah
= kukum waris
d. dlsb
2. Muamalah
D.A luas
a. jinayah
= hk. Pidana
b. Khilafah
al-qanunul ‘am = hukum Negara
= hukum publik c. Jihad
= Hukum perang &
damai
d. dlsb

1. Akhlaq
thd. Khaliq

3. Akhlaq 1. Akhlak a. diri sendiri


thd. Manusia b. tetangga
c. masyarakat
2. Akhlaq
thd. makhluk
a. flora
b. fauna
c. dlsb
2. Akhlak thd.
Gambar 3
Non manusia

1. Aqidah

11. Thaharoh
12. Shalat
13. Puasa
1. Ibadah 14. Zakat
Mahdlah 15. haji

1. Muamalah a. Muamalah D.A khas


D.A agak luas = hukum niaga
= hukum perdata b. munakahat
ISLAM 2. Syari’ah (al-qanunul khas) = hukum nikah
c. waratsah
= kukum waris
d. dlsb
2. Muamalah
D.A luas
a. jinayah
= hk. Pidana
b. Khilafah
al-qanunul ‘am = hukum Negara
= hukum publik c. Jihad
= Hukum perang &
damai
d. dlsb

1. Akhlaq
thd. Khaliq

3. Akhlaq 1. Akhlak a. diri sendiri


thd. Manusia b. tetangga
c. masyarakat
2. Akhlaq
thd. makhluk
a. flora
2. Akhlak thd. b. fauna
Gambar 3
Non manusia c. dlsb
1. Syahadat
2. Iman Kepada Allah
1. Aqidah 3. Iman kepada malaikat-Nya
4. Iman Kepada Kitab-Nya
5. Iman kepada Rasul-Nya
6. Iman Kepada hari qiyamat
7. Iman kepada Taqdir-Nya

16. Thaharoh
17. Shalat
18. Puasa
1. Ibadah 19. Zakat
Mahdlah 20. haji

1. Muamalah a. Muamalah D.A khas


D.A agak luas = hukum niaga
= hukum perdata b. munakahat
ISLAM 2. Syari’ah (al-qanunul khas) = hukum nikah
c. waratsah
= kukum waris
d. dlsb
2. Muamalah
D.A luas
a. jinayah
= hk. Pidana
b. Khilafah
al-qanunul ‘am = hukum Negara
= hukum publik c. Jihad
= Hukum perang &
damai
d. dlsb

1. Akhlaq
thd. Khaliq

3. Akhlaq 1. Akhlak a. diri sendiri


thd. Manusia b. tetangga
c. masyarakat
2. Akhlaq
thd. makhluk
a. flora
2. Akhlak thd. b. fauna
Gambar 3
Non manusia c. dlsb

Anda mungkin juga menyukai