Anda di halaman 1dari 357

PENGERTIAN POKOK

HOKUM DAGANG
INDONESIA
2
BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

oleh
H.M.N. PURWOSUTJIPTO, S.H.

Mantan
Pengajar Hukum Dagang pada:
Fakultas Hukum Universitas Indonesia (lama),
Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara,
Fakultas Hukum Universitas Katolik Atmajaya,
Perguruan Tinggi Hukum Militer dan Akademi Hukum Militer
di Jakarta

PENERBIT DJAMBATAN
Copyright it Dpada Djambatan
Anggota IKAPI
Cetakan pertama 1980
Cetakan kedua 1982
Cetakan ketiga 1984
Cetakan keempat 1986
Cetakan kelima 1988
Cetakan keenam 1991
Cetakan ketujuh 1992
Cetakan kedelapan 1995
Cetakan kesembilan 1999
Cetakan kesepuluh 2005
Cetakan kesebelas 2007
Cetakan keduabelas 2008

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

H.M.N. Purwosutjipto
Pengertian pokok ha= dagang Indonesia 2: Bentuk-bentuk perusahaan/
H.M.N. Purwosutjipto — Cet. 11 — Jakarta: Djambatan, 2007.
xxiii, 343 hlm.: 21 cm.
Bibliografi: Min. 239-241
ISBN 978-979-428-646-3 (no. jil. Lengkap)
ISBN 978-979-428-648-7

1. Hula= Dagang I. Judul.


346.07

Percetakan Intan Sejati Klaten


ISI

KATA PENGANTAR XVI

BAB I. PERUSAHAAN DAGANG


1. Pengertian 1
2. Perusahaan dagang 2
3. Prosedur mendirikan perusahaan dagang 3
4. Hubungan hukum antara pengusaha dengan pembantu-
pembantunya 5
5. Hubungan hukum antara pengusaha dengan pihak ketiga 6

BAB II. PERKUMPULAN 8


6. Pengertian dan pengaturan: 8
A. Perkumpulan Sebagai Bentuk Asal dari Sebagian
Besar Bentuk-bentuk Perusahaan 8
B. Perkumpulan dalam Arti Luas 9
C. Perkumpulan dalam Arti Sempit 9
7. Jenis apakah perjanjian untuk mendirikan perkumpulan
itu 10
8. lstilah perjanjian dan persetujuan 13
9. Perkumpulan yang berbadan hukum dan yang tidak ber-
badan hukum 14
10. Unsur-unsur pokok dalam perkumpulan 15

BAB III. PERSEKUTUAN PERDATA 17


A. HAL-HAL UMUM 17
11. Pengantar 17
12. Sifat kepribadian pada perserikatan perdata 19
13. Unsur terang-terangan dan terus-menerus pada perseri-
katan perdata bersifat tidak mutlak 19
14. Mungkinkah perserikatan perdata itu menjalankan peru-
sahaan 20
15. Cara mendirikan persekutuan perdata 21
16. Syarat-syarat untuk mendirikan persekutuan perdata 22
17. Pemasukan 22
18. Jenis persekutuan perdata 23

B. PERIKATAN ANTARPARA SEKUTU 24


19. Hubungan ke dalam 24
20. Kewajiban memberikan pemasukan 24
21. Asas kepentingan bersama 25
22. Pemeliharaan (pengurusan) 26
23. Perbedaaan kedudukan hukum antara sekutu statuter dan
sekutu mandater 27
24. Pengurus btikan sekutu 27
25. Kekuasaan berbuat sekutu statuter 28
26. Arti pengurusan dan penguasaan 28
27. Perbedaan antara perbuatan pengurusan dan perbuatan
penguasaan 28
28. Pembagian tugas antarpengurus 29
29. Peraturan pengurusan 29
30. Bagaimana membagi keuntungan dan kerugian 30
31. Mutasi sekutu persekutuan perdata 32

C. PERIKATAN ANTARA PARA SEKUTU DENGAN


PIHAK KETIGA 33
32. Hubungan keluar 33
33. Pertanggungjawaban sekutu persekutuan perdata 33
34. Luas perikatan yang dapat dipertanggungjawabkan ke-
pada debitur sekutu persekutuan perdata 34
35. Pemberian kuasa 36
36. Persekutuan perdata bukan badan hukum 36
37. Persekutuan perdata memiliki kekayaan sendiri 37

D. BERAKHIRNYA PERSEKUTUAN PERDATA 38


38. Bubarnya persekutuan perdata 38
39. Sebab-sebab bubarnya persekutuan perdata 39
40. Bubarnya persekutuan karena lampaunya waktu 39
41. Apakah Pasal 1266 KUHPER dapat dipakai untuk mem-
bubarkan persekutuan perdata 40
42. Bubarnya persekutuan perdata karena benda persekutuan
musnah 41

VI
43. Bubamya persekutuan perdata karena perbuatan-per-
buatan untuk mendapatkan kemanfaatan sudah selesai
dijalankan dengan hasil baik 41
44. Pembubaran persekutuan perdata karena kehendak se-
orang atau beberapa orang sekutu 42
45. Bubamya persekutuan perdata karena salah se-orang seku-
tunya mati, ditaruh di bawah pengampuan atau jatuh pailit 43
46. Pemberesan 43

BAB IV. PERSEKUTUAN FIRMA 46


A. HAL-HAL UMUM 46
47. Pengertian tentang persekutuan firma 46
48. Nama bersama atau firma 47
49. Pemakaian nama sekutu komanditer dilarang 47
50. Persekutuan firma hams menjalankan perusahaan 47
51. Sifat kepribadian 48
52. Prosedur mendirikan persekutuan firma 48
53. Kedudukan akta pendirian persekutuan firma 49
54. Akibat ketiadaan akta pendirian persekutuan firma bagi
sekutu send in 50
55. Pasal 22 KUHD perlu diubah untuk KUHD baru Indo-
nesia 51
56. Keharusan mendaftarkan dan mengumumkan 52
57. Isi ikhtisar resmi akta pendirian persekutuan firma 52
58. Akibat tidak adanya pendaftaran dan pengumuman 53
59. Bila ada perbedaan tentang apa yang didaftarkan dengan
apa yang diumumkan 53
60. Perlindungan pada nama persekutuan 54

B. PERIKATAN ANTARSEKUTU 55
61. Hubungan ke dalam 55
62. Kekuasaan tertinggi dalam persekutuan firma 55
63. Siapa yang menjalankan pengurusan dan penguasaan 56
64. Apakah bertindak di muka Hakim termasuk dalam pe-
ngertian pengurusan? 56
65. Kewajiban membuat pembukuan 57
66. Dapatkah persekutuan menambah sekutu baru? 57
67. Penggantian kedudukan sekutu 58
68. Pertanggungjawaban sekutu barn terhadap utang-utang

VII
persekutuan yang telah ada pada saat dia masuk 58
69. Pertanggungjawaban sekutu yang keluar terhadap utang-
utang persekutuan yang belum sempurna dilunasi pada
saat keluarnya 59
70. Dapatkah seorang sekutu menggugat persekutuan 59

C. PERIKATAN ANTARA SEKUTU DENGAN PIHAK


KETIGA 60
71. Kewenangan mewakili dan bertindak ke luar bagi tiap-tiap
sekutu 61
72. Pertanggungjawaban sekutu 62
73. Bagaimana kalau pihak ketiga memungkiri adanya per-
sekutuan firma 63
74. Persekutuan firma mempunyai kekayaan sendiri 64
75. Apakah persekutuan firma itu badan hukum? 65
76. Persekutuan firma dalam kodifikasi hukum dagang na-
sional yang akan datang 66

D. BERAKHIRNYA PERSEKUTUAN FIRMA 67


77. Bubarnya persekutuan firma 67
78. Pemberesan 68
79. Persekutuan, setelah bubar tetap ada, sekedar perlu untuk
pemberesan 68
80. Siapa yang hams menjalankan pemberesan 69
81. Tugas para pemberes 69
82. Pembagian saldo antara para sekutu 70
83. Kedudukan pemberes yang lebih dari seorang 70
84. Pertanggungjawaban pemberes 71
85. Pembagian keuntungan dan pembebanan ketugian se-
sudah pemberesan 71
86. Bagian sekutu yang hanya memasukkan tenaga dan pikir-
annya saja 72
87. Penyimpanan arsip persekutuan 73

BAB V. PERSEKUTUAN KOMANDITER 74


A. HAL-HAL UMUM 74
88. Pengertian persekutuan komanditer 74
89. Pengaturan persekutuan komanditer 75
90. Dua macam sekutu 75

VIII
91. Tiga macam persekutuan komanditer 76
92. Sifat kepribadian persekutuan komanditer dengan saham 79
93. Persamaan dan perbedaan antara persekutuan koman-
diter dengan saham perseroan terbatas 80
94. Tentang pendirian, pendaftaran dan pengumuman 80

B. PERIKATAN ANTARSEKUTU 81
95. Hubungan hukum antarsekutu 81
96. Pengurusan 82
97. Pemakaian nama sekutu komanditer bagi firma 82
98. Apakah dalam persekutuan komanditer ada kekayaan
terpisah 82

C. PERIKATAN ANTARA SEKUTU DENGAN PIHAK


KETIGA 83
99. Dapatkah pihak ketiga langsung menagih kepada sekutu
komanditer 83
100. Apakah sekutu komanditer yang terkena sanksi Pasal 21
KUHD, juga bertanggung jawab pada utang-utang yang
belum dilunasi? 84
101. Hubungan persekutuan komanditer dengan daftar peru-
sahaan 85
102. Tindakan di muka Hakim persekutuan komanditer 85
103. Siapa yang bertanggung jawab ke luar 85
104. Apakah persekutuan komanditer badan hukum? 86

D. BERAKHIRNYA PERSEKUTUAN KOMANDIIER 86


105. Bubarnya persekutuan komanditer 86

BAB VI. PERSEROAN TERBATAS 88


A. PENGANTAR 88
106. Pengertian 88
107. Istilah "Perseroan Terbatas" 90
108. Perseroan Terbatas adalah badan hukum 91
109. Kebangsaan (nasionalitas) Perseroan Terbatas 92
110. Tempat kediaman Perseroan Terbatas 93
111. Prospektus 94

B. PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS 95

IX
112. Prosedur mendirikan Perseroan Terbatas 95
113. Hal-hal penting dalam pembentukan Perseroan Terbatas 96
114. Syarat-syarat pengesahan 97
115. Pendattaran dan pengumuman 98
116. Anggaran dasar Perseroan Terbatas 99
117. Pertanggungjawaban sebelum PT didaftarkan dan di-
umumkan 102
118. Syarat penyetoran 10% dari modal perseroan 102

C. MODAL DAN SAHAM 104


119. Kekayaan Perseroan Terbatas 104
120. Kapan sebuah perseroan untung dan kapan rugi 105
121. Bila sebuah perseroan rugi 50% atau 75% 105
122. Kas cadangan 107
123. Pengurangan modal yang ditempatkan dan pembelian
saham-saham sendiri oleh perseroan 108
124. Saham atas-nama dan kepada-pembawa 109
125. Harga saham 112
126. Saham bagian 113
127. Peralihan saham kepada-pembawa 114
128. Peralihan saham atas-nama 114
129. Hak dan kewajiban pemegang saham 115
130. Kewajiban pesero baru 116
131. Hak didahulukan 117
132. Bukti dividen dan talon 117
133. Menjual, menghibahkan, menggadaikan, memungut hasil
dan mengalihkan hak yang lain atas saham 117
134. Jenis-jenis saham 119
135. Daftar pemegang saham 121
136. Surat berharga lainnya yang dikeluarkan oleh perseroan 121
137. Obligasi 123
138. Sertifikat saham 127

D. ALAT PERLENGKAPAN PERSEROAN TERBATAS 128


139. Rapat umum pemegang saham 128
140. Hak bersuara pemegang saham 131
141. Perubahan Pasal 54 KUHD 133
142. Persoalan "pemegang saham kedok" 135
143. Prinsip suara terbanyak dan prinsip diwakilinya bagian

X
tertentu dari modal yang ditempatkan 137
144. Keputusan rapat yang sah 138
145. Pembatalan keputusan rapat yang melanggar undang-un-
dang, anggaran dasar dan hukum 139
146. Ikhtisar rapat 140

E. PENGURUS 140
147. Kedudukan hukum pengurus 140
148. Pengangkatan pengurus, gaji, tantieme dan fasilitas lain-
nya 141
149. Klausul oligarkhi/otokrasi 142
150. Tugas pengurus 143
151. Tugas pengurus menurut anggaran dasar 146
152. Kewenangan pengurus mewakili perseroan di muka peng-
adilan 146
153. Kewenangan pengurus mewakili perseroan di luar peng-
adilan 147
154. Pengurus dapat diwajibkan memiliki saham perseroan 148 .
155. Pengurus dapat diwajibkan memberikan hak gadai atas
sahamnya 149
156. Status hukum pengurus 150
157. Tanggung jawab pengurus 150
158. Pengurus berhalangan, pemberhentian sementara dan pe-
mecatan 153
159. Pembebasan tanggung jawab pengurus 154

F. KOMISARIS 155
160. Kedudukan dan tugas komisaris 155
161. Pengangkatan komisaris, gaji, tantiemes dan fasilitas lain-
nya 156
162. Komisaris limpahan 157
163. Status hukum komisaris 157
164. Pemberhentian sementara dan pemecatan komisaris 158
165. Tanggung jawab komisaris 158
166. Beberapa hak dan kewajiban khusus komisaris 159

G. NERACA DAN PERHITUNGAN LABA RUGI . 160


167. Pembukuan 160
168. Neraca dan perhitungan laba rugi 161

XI
169. Penelitian keahlian 163
170. Pembagian keuntungan 164
171. Penyusutan, cadangan, tantiemes dan dividen 165
172. Pemberitahuan neraca dan daftar laba rugi 166
173. Tanggung jawab pengurus dan komisaris terhadap isi ne-
raca dan perhitungan laba rugi 166

H. PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN 167


174. Kemungkinan adanya perubahan akta pendirian 167
175. Apakah akta pendirian perseroan dapat diubah? 169
176. Dasar hukum perubahan akta pendirian 170
177. Siapa yang berwenang mengadakan perubahan akta pen-
dirian 171
178. Diperlukan persetujuan pihak ketiga 171
179. Pembatasan kewenangan mengubah akta pendirian 172
180. Formalitas mengenai perubahan akta pendirian 172

I. PEMBUBARAN DAN PEMBERESAN PERSERO-


AN 173
181. Sifat pembubaran 173
182. Alasan-alasan bubarnya perseroan 173
183. Pembubaran perseroan oleh seorang pemegang saham
atau lebih 176
184. Pembubaran perseroan dengan putusan Hakim 176
185. Pembubaran perseroan karena lampaunya jangka waktu
tertentu 177
186. Pembubaran dengan keputusan rapat umum 178
187. Pembubaran perseroan karena peleburan atau pengga-
bungan 178
188. Pembubaran perseroan karena jatuh pailit 179
189. Keadaan perseroan setelah bubar 179
190. Para pemberes 180
191. P emberes an 180
192. Akhir pemberesan 181
193. Pendaftaran dan pengumuman perseroan yang bubar 182

BAB VII. PERKOPERASIAN 184


A. HAL-HAL UMUM 184
194. Pengantar 184

XII
195. Pengertian koperasi Indonesia 188
196. Sejarah peraturan-peraturan tentang koperasi di Indone-
sia 191
197. Pasal 33 UUD '45 Tap. No. XXIII/MPRS/1966 dan No
IV/MPR/1978 193
198. Alasan dan tujuan perubahan UU No. 14 Tahun 1965 196
199. Landasan-landasan koperasi 197
200. Fungsi koperasi Indonesia 198
201. Asas koperasi Indonesia 200
202. Sendi dasar koperasi Indonesia 200
203. Peranan dan tugas koperasi Indonesia 202
204. Peranan Pemerintah 203

B. KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN, HAK, DAN TANG-


GUNG JAWAB ANGGOTA 204
205. Keanggotaan 204
206. Kewajiban dan hak anggota koperasi 206
207. Tanggung jawab anggota koperasi Indonesia 207

C. ORGANISASI, JENIS, DAN ALAT PERLENGKAP-


AN KOPERASI 208
208. Organisasi koperasi Indonesia 208
209. Tingkat koperasi 209
210. Daerah kerja koperasi 209
211. Jenis koperasi 210
212. Alat perlengkapan koperasi 211
213. Rapat anggota 211
214. Pengurus koperasi 212
215. Tugas kewajiban dan wewenang pengurus koperasi 213
216. Tanggung jawab pengurus kepada koperasi 214
217. Badan pemeriksa 215
218. Tugas, wewenang dan tanggung jawab badan pemeriksa 216

D. LAPANGAN USAHA, PERMODALAN, DAN SISA


HASIL USAHA KOPERASI 216
219. Lapangan usaha 216
220. Permodalan koperasi 217
221. Sisa hasil usaha koperasi 218
222. Zakat dalam koperasi 220
223. Dasar hulcUm kewajiban membayar zakat 220
224. Peraturan zakat 221
225. Beberapa hal penting mengenai kewajiban membayar
zakat 222

E. KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI INDONESIA 224


226. Koperasi adalah badan hukum 224
227. Pendirian, pendaftaran dan pengumuman koperasi 225
228. Isi akta pendirian 227
229. Perbedaan dan persamaan antara Koperasi dan Perseroan
Terbatas 227

F. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, PEMBU-


BARAN, PENYELESAIAN DAN HAPUSNYA BA-
DAN HUKUM KOPERASI 229
230. Perubahan anggaran dasar • 229
231. Pembubaran koperasi 230
232. Penyelesaian koperasi yang bubar 230
233. Hapusnya badan hukum koperasi 232

BAB VIII. PERKUMPULAN SALING MENANGGUNG 233


234. Sifat dan pengertian 233
235. Sejarah 236
236. Status hukum dan bentuk 237

DAFTAR-DAFTAR 239
— Daftar kepustakaan 239
— Daftar persoalan menurut abjad 242
— Daftar pasal-pasal KUHD yang dibicarakan 250
Daftar pasal-pasal KUHPER yang dibicarakan 252
— Daftar pasal-pasal UU Perkoperasian Tahun 1967 255
— Daftar singkatan 256

Lampiran I : Akta pendirian dan anggaran dasar perseroan


terbatas 257
Lampiran II : Undang-Undang No. 12 Tahun 1967, tentang
Pokok-pokok Perkoperasian beserta penjelas-
annya 281
Lampiran III: Undang-Undang No. 4 Tahun 1971, tentang
Perubahan dan Penambahan alas Ketentuan Pa-
sal 54 KUHD beserta penjelasannya 324
Lampiran IV: Tambahan Berita Negara RI Tanggal 12/12 1967
No. 99 tentang Anggaran Dasar Asuransi Jiwa
Bersama Bumiputera 1912 330

XV
BAB I
PERUSAHAAN DAGANG

1. PENGERTIAN
Perusahaan dagang adalah salah satu bentuk perusahaan perse-
orangan, sedangkan perusahaan perseorangan adalah perusahaan
yang dilakukan oleh satu orang pengusaha. Perbedaan perusahaan
perseorangan ini dengan persekutuan terletak pada jumlah pengusaha-
nya. Jumlah pengusaha dalam perusahaan perseorangan hanya se-
orang, sedangkan jumlah pengusaha dalam persekutuan 2 orang atau
lebih. Pada perseroan terbatas, jumlah pengusahanya sama dengan
jumlah pemegang saham, yang berarti bahwa keseluruhan pemegang
saham pada perseroan terbatas adalah pengusaha.
Dalam perusahaan perseorangan, yang menjadi pengusaha hanya
satu orang, tidak ada peserta lain di sampingnya. Kalau dalam peru-
sahaan itu tampak banyak orang yang bekerja, itu adalah pembantu
pengusaha dalam perusahaan, yang hubungan hukumnya dengan
pengusaha bersifat perburuhan dan pemberian kuasa. Modal dalam
perusahaan perseorangan ini milik satu orang, yaitu milik si pengusaha.
Karena modal ini milik satu orang, maka biasanya modal itu tidak
besar. Sebagian besar perusahaan perseorangan ini modalnya terma-
suk modal kecil atau modal lemah. Jumlah perusahaan perseorangan
ini banyak sekali, yang dapat kita saksikan di daerah, dimana kita
bertempat tinggal, di jalan-jalan di muka rumah kita, di stasiun-stasiun
kereta api, di tempat pemberhentian bus, di sekitar lampu lalu-lintas,
di pinggir jalan yang diperbolehkan pedagang kaki lima melakukan
usahanya dan lain-lain. Mereka itu pada umumnya buruh dari si peng-
usaha perseorangan atau terkadang juga si pengusaha sendiri, terutama
bagi pengusaha perseorangan yang modalnya masih belum mencukupi
untuk mengambil pembantu perusahaan.
Sebelum saya membicarakan perusahaan perseorangan ini lebih
lanjut, saya ingin mengulangi hal-hal penting yang sudah saya bicarakan
dalam Buku Pertama, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,
yang erat hubungannya dengan persoalan perusahaan perseorangan
yang sekarang sedang kita bahas, yaitu:

1
a. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara
perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lain dalam se-
gala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, yang diselenggara-
kan sesuai dengan hematnya sendiri;
b. Hukum Dagang adalah hukum perdata khusus (ingat pada adagium:
lex specialis derogat lex generali, dan Pasal 1 KUHD);
c. Dipandang dari sudut hukum perdata, hukum dagang adalah hukum
perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan;
d. Perikatan adalah hubungan hukum, yang terletak dalam bidang hu-
kum harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing berdiri
sendiri (zelfstandige rechtssubjecten); yang mengakibatkan pihak
yang satu terhadap pihak lainnya berhak atas suatu prestasi, prestasi
mana merupakan kewajiban pihak terakhir terhadap pihak pertama;
e. Hukum perikatan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum
• yang disebut perikatan (lihat definisi di atas);
f. Perusahaan, menurut pembentuk undang-undang adalah perbuatan
yang dilakukan secara tidak terputus-putus, terang-terangan, dalam
kedudukan tertentu dan untuk mencari laba;
Menurut Molengraaff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan
yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak ke luar, untuk men-
dapatkan penghasilan, dengan cam memperniagakan barang-barang,
menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian-perjan-
j ian perdagangan.
Menurut Polak, baru ada perusahaan, bila diperlukan adanya per-
hitungan-pehitungan tentang laba rugi yang dapat diperkirakan, dan
segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan;
g. Yang dimaksud perusahaan di sini ialah perusahaan dalam bidang
hukum perdata dan bukan perusahaan dalam bidang hukum lainnya,
misalnya dalam hukum tata pemerintahan (perusahaan negara, peru-
sahaan daerah dan lain-lain).

2. PERUSAHAAN DAGANG
Telah saya katakan di muka bahwa bentuk perusahaan perseorangan
itu secara resmi tidak ada. Tetapi dalam masyarakat perdagangan te-
lah ada suatu bentuk perusahaan perseorangan yang diterima orang,
yaitu: perusahaan dagang (disingkat: PD), misalnya: PD Lautan Mas,
PD Djin Lung, PD Naga Sasra dan lain-lain. Singkatan PD ini sebe-
tulnya menyamai singkatan "Perusahaan Daerah", yang telah diatur
dalam UU No. 45 Tahun 1962 (LN 1962-10). Untung juga bahwa

2
UU No. 5 Tahun 1962 itu telah dinyatakan tidak berlaku oleh UU No.
6 Tahun 1969 (LN 1969-37), tetapi tidak berlakunya UU No. 5 Tahun
1962 itu ditetapkan pada saat undang-undang barn penggantinya mulai
berlaku (Lampiran III, Pasal 2, UU No. 6 Tahun 1969).
Jadi, bentuk "perusahaan dagang" itu adalah bentuk perusahaan per-
seorangan yang telah diterima oleh masyarakat dagang Indonesia, te-
tapi secara resmi nama itu belum dikukuhkan. Bentuk ini bukan ba-
dan hukum dan tidak termasuk persekutuan atau perkumpulan, tetapi
termasuk dalam lingkungan hukum dagang, sebab perusahaan da-
gang itu dibentuk dalam suasana hukum perdata dan menjalankan
perusahaan, sehingga dari badan ini timbul perikatan-perikatan keper-
dataan. Perusahaan dagang ini dibentuk atas dasar kehendak seorang
pengusaha, yang mempunyai cukup modal untuk berusaha dalam bi-
dang perusahaan, dalam mana dia sudah merasa ahli. Sebagai seorang
pengusaha perusahaan dagang, dia tidak bisa mengharapkan keahlian
dari orang lain, sebab baik pengusaha maupun manajemya adalah
dia sendiri. Kalau modalnya kecil, dia bekerja sendirian, tetapi jika mo-
dalnya cukup besar dan lapangan perusahaannya makin besar, dia mem-
pergunakan beberapa orang buruh sebagai pembantunya. Keahlian,
teknologi dan manajemen dilakukan oleh pengusaha seorang diri. Begitu
juga untung rugi, sepenuhnya menjadi beban si pengusaha sendiri.

3. PROSEDUR MENDIRIKAN PERUSAHAAN DAGANG


Telah saya katakan bahwa perusahaan dagang itu adalah suatu lem-
baga dalam bidang perniagaan yang sudah lazim dalam masyarakat
perdagangan di Indonesia. Karena peraturannya belum ada, maka pro-
sedur mendirikan perusahaan itu secara resmi belum ada. Meskipun
demikian, prosedur itu dapat diselidiki dalam praktik yang berlaku dalam
masyarakat perdagangan di Indonesia. Pada umumnya, bila orang
akan mendirikan perusahaan dagang (disingkat: PD), maka orang:
a. mengajukan permohonan izin usaha kepada Kepala Kantor Wi-
layah Perdagangan setempat;
b. mengajukan permohonan izin tempat usaha kepada Pemerintah
Daerah setempat;
Dengan berbekal kedua surat izin tersebut, orang dapat mulai me-
lakukan usaha perdagangan yang dikehendaki. Kedua surat izin itu
juga sudah merupakan tanda bukti sah menurut hukum bagi pengusa-
ha dagang yang akan melakukan usahanya, karena kedua instansi ter-
sebut menurut hukum berwenang mengeluarkan surat izin tersebut.

3
3.1. AKTA PENDIRIAN PERUSAHAAN DAGANG
Untuk memperkuat kedudukan hukum perusahaan dagangnya, orang
dapat menyuruh membuatkan akta pendirian perusahaan dagangnya
kepada notaris. Sudah tentu akta pendirian itu sangat sederhana, sebab
tidak perlu adanya anggaran dasar. Dengan adanya akta pendirian
yang notariil ini, maka orang berpendapat bahwa kedudukan hukum
perusahaannya lebih kuat. Tetapi sebetulnya akta pendirian yang notariil
ini tidak diharuskan. Akta ini tidak perlu didaftarkan kepada Kepa-
niteraan Pengadilan Negeri setempat dan pula tidak perlu diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

3.2. IZIN BERDASAR UNDANG UNDANG GANGGUAN


-

Bila tempat usaha perusahaan dagang itu ada di tengah-tengah kom-


pleks perumahan dan pelaksanaan perusahaan itu bisa mengganggu
ketenangan atau ketenteraman orang-orang yang diam di tempat itu,
maka pengusaha harus minta izin berdasar Undang-undang Gangguan
(Hinder ordonnantie, S. 1926-226) yang dapat diminta kepada Pe-
-

merintah Daerah setempat.

3.3. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENGUSAHA PERUSAHAAN DAGANG


YANG PENTING
a. Pembukuan
Menurut Pasal 6 KUHD, setiap orang yang menjalanlcan perusaha-
an diwajibkan mengerjakan pembukuan, yakni catatan-catatan
mengenai harta kekayaan pribadinya dan harta kekayaan yang
dipergunakan dalam perusahaannya menurut syarat-syarat yang
diminta ol eh perusahaannya, sedemikian rupa, sehingga dari
catatan-catatan itu setiap waktu dapat diketahui hak-hak dan ke-
waj ibannya. Karena perusahaan dagang adalah sejenis perusahaan
sebagai yang dimaksud dalam Pasal 6 KUHD tersebut, maka dia
wajib menjalankan pembukuan.
b. Membayar pajak
Menurut Undang-undang Perpajakan RI, setiap orang, badan usaha
dan badan hukum tertentu, wajib membayar pajak kepada negara.
Karena perusahaan dagang itu adalah suatu badan yang menjalan-
kan perusahaan, maka dia wajib membayar pajak kepada negara.
Jenis pajak itu bermacam-macam, misalnya:
b. 1 . Pajak Penghasilan (UU No. 7 Tahun 1983);
b.2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (UU No. 8 Tahun 1983);
b.3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU No. 8 Tahun 1983);
b.4. Pajak Bumi dan Bangunan (UU No. 12 Tahun 1985), dan
lain-lain.

3.4. PERUSAHAAN DAGANG MUDAH MENGGAN'TI USAHANYA DENGAN


USAHA JENIS LAIN
Karena prosedur pendirian perusahaan dagang itu mudah, maka bila
si pengusaha kurang berhasil dalam usaha yang sekarang dilakukan,
maka dia dengan mudah mengganti dengan usaha yang lain, tanpa
prosedur yang ruwet. Dan karena pengusaha hanya terdiri dan satu
orang, maka mobilitas perusahaan sangat tinggi dan bila pengusahanya
seorang yang cakap dan ahli dalam bidangnya, maka perusahaan da-
gang itu lekas mempunyai "goodwill" yang tinggi.

4. HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENGUSAHA DENGAN PEMBANTU-


PEMBANTUNYA
Sebagai yang telah saya bicarakan dalam Buku Pertama, Bab V,
Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, seorang pengusaha dapat
mempunyai pembantu-pembantunya, baik di dalam maupun di luar
perusahaan. Pembantu-pembantu di dalam perusahaan ialah: pelayan
toko, pekerja keliling, pemimpin filial, pemegang prokurasi dan manajer,
sedangkan pembantu-pembantu di luar perusahaan ialah: agen, notaris,
pengacara, makelar, komisioner, konsultan, akuntan dan lain-lain. Jenis
pembantu-pembantu tersebut tidak semuanya dipergunakan oleh peng-
usaha pada perusahaan dagang, tergantung persoalan dan kebutuhan-
nya. Dari jenis pembantu dalam perusahaan, yang sering dipergunakan
oleh pengusaha perusahaan dagang ialah: pelayan toko/pelayan peru-
sahaan, sedangkan dan jenis pembantu di luar perusahaan, yang sering
dipergunakan ialah notaris, misalnya: pada waktu membuat akta pen-
dirian perusahaan dagang, pada waktu membuat perjanjian-perjanjian
penting atau melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang diperlukan
akta pembuktian yang autentik.
Pada umumnya sedikit atau banyak, perusahaan dagang itu mem-
punyai pembantu-pembantu untuk menyelenggarakan perusahaannya.
Dengan adanya pembantu-pembantu ini timbullah hubungan hukum
antara pengusaha dengan pembantu-pembantunya. Sebagai yang telah
saya bicarakan dalam Bab V, Buku Pertama, Pengertian Pokok Hu-
kum Dagang Indonesia, hubungan hukum tersebut bersifat rangkap,
yakni: hubungan perbunihan dan hubungan pemberian kuasa. Dalam

5
hubungan perburuhan, si pengusaha berfungsi sebagai majikan, sedang-
kan si pelayan berfungsi sebagai buruh. Hubungan perburuhan ini di-
atur dalam Bab VII-A, Buku Ketiga, KUHPER dan bersifat subordi-
nasi, dalam hubungan mana si pelayan hams tunduk pada perintah si
pengusaha, sedangkan si pengusaha berkewajiban membayar upah si pe-
layan. Dalam hubungan pemberian kuasa, si pengusaha bertindak seba-
gai pemberi kuasa, sedangkan si pelayan bertindak sebagai pemegang
kuasa Hubungan hukum ini datur dalam Bab XVI, Buku ketiga, KUHPER.
Si pengusaha perusahaan dagang, kecuali mempunyai hubungan
hukum dengan pembantunya dalam perusahaan, juga kadang kala
mempergunakan agen, notaris, pengacara, makelar dan lain-lain. Se-
bagai yang sudah saya bicarakan dalam Bam V, Buku Pertama,
Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, maka hubungan hukum
antara pengusaha dengan agen bersifat pemberian kuasa, sedangkan
hubungan hukum antara pengusaha dengan notaris, pengacara, makelar
atau lainnya bersifat rangkap, yaitu: hubungan pelayanan berkala dan
hubungan pemberian kuasa.

5. HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENGUSAHA DENGAN PIHAK KETIGA


Dalam pelajaran yang lalu saya sudah membicarakan hubungan hukum
antara pengusaha dengan pembantu-pembantunya, baik yang ada di
dalam perusahaan, maupun yang ada di luar perusahaan. Sekarang
saya akan membicarakan hubungan hukum antara pengusaha dengan
pihak ketiga, baik yang dilakukan oleh pengusaha sendiri ataupun oleh
pembantunya. Perbuatan pengusaha atau pembantunya ini menimbul-
kan perikatan-perikatan terhadap pihak ketiga. Perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh pengusaha atau pembantunya ini dapat merupakan
perbuatan hukum dan dapat pula merupakan perbuatan melawan hu-
kum, sehingga perikatan-perikatan yang timbul mejadi berbeda, yakni:
a. Terhadap perikatan-perikatan yang timbul dan perbuatan hukum,
pengusaha terikat, artinya pengusaha harus melaksanakan per-
ikatan-perikatan itu. Begitu juga kalau perbuatan hukum itu dila-
kukan oleh pembantu atas namanya. Pembantu pengusaha ini ber-
buat sebagai pemegang kuasa si pengusaha, yang berakibat bahwa
semua perikatan yang timbul dan perbuatan hukum itu harus dilak-
sanakan oleh pengusaha.
b. Terhadap perikatan-perikatan yang timbul dari perbuatan melawan
hukum, baik yang dilakukan oleh si pengusaha sendiri, maupun
oleh pembantunya, menjadi tanggung jawab pengusaha, artinya si

6
pengusaha berkewajiban menanggung, bila ada tidak beresnya pe-
laksanaan perikatan tersebut. Kalau perbuatan melawan hukum
itu dilakukan oleh si pengusaha sendiri, maka tuntutan pertanggung-
jawaban itu dapat dilakukan oleh pihak ketiga berdasar Pasal 1365
KUHPER, sedangkan bila perbuatan melawan hukum itu dilakukan
oleh pembantu si pengusaha, maka penuntutan pertanggungj a-
waban itu dapat dilakukan oleh pihak ketiga berdasar Pasal 1367
KUHPER. Perbuatan melawan hukum yang dimaksud dalam
Pasal 1365 dan 1367 KUHPER itu menghendaki adanya akibat
yang merugikan pihak ketiga yang menuntut itu. Kerugian inilah
yang menjadi tanggung jawab pengusaha. Sebaliknya kalau akibat
kerugian itu tidak ada, maka menurut hemat saya penuntutan melalui
Pasal 1365 atau 1367 KUHPER itu tidak dapat diterima.

7
BAB II
PERKUMPULAN

6. PENGERTIAN DAN PENGATURAN


A. Perkumpulan Sebagai Bentuk Asal dari Sebagian Besar Bentuk-
bentuk Perusahaan
Kalau kita meneliti asal terjadinya dan susunan persekutuan, koperasi
dan perkumpulan saling menanggung, maka kita akan mendapat data-
data sebagai tersebut di bawah ini:
1) Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian, dengan mana dua
orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu
(inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi
keuntungan (kemanfaatan) yang diperoleh karenanya (Pasal 1618
KUHPER);
2) Persekutuan firma adalah persekutuan perdata yang didirikan
untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama (firma) —
(Pasal 16 KUHD);
3) Persekutuan komanditer adalah persekutuan firma yang mem-
punyai sekutu komanditer (Pasal 19 KUHD);
4) Perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbadan hukum, se-
dangkan namanya tidak mempergunakan firma, tetapi tujuan peru-
sahaannya semata-mata (Pasal 36 KUHD);
5) Koperasi adalah suatu perkumpulan yang berbadan hukum, ber-
watak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum
koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan (Pasal 3 UU No. 12
Tahun 1967);
6) Perkumpulan saling menanggung adalah perkumpulan, yang ber-
tujuan untuk menutup perjanjian pertanggungan dengan para ang-
gotanya dalam perusahaan pertanggungan, yang bekerja untuk ke-
pentingan para anggota tersebut.
Dan data-data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa semua per-
sekutuan, koperasi dan perkumpulan saling menanggung adalah per-
kumpulan. Perlu diingat bahwa perkumpulan yang dimaksud di sini
ialah perkumpulan dalam arti luas, yaitu perkumpulan yang tidak mem-

8
punyai kepribadian tersendiri, dan tidak dapat dibedakan dengan per-
kumpulan jenis lain. Dan kesimpulan ini timbul dua masalah, pertama:
perjanj i an jenis apa yang dipergunakan untuk mendirikan perkumpulan
itu, dan yang kedua: apa sebetulnya yang disebut perkumpulan itu.

B. Perkumpulan dalam Arti Luas


Kalau kita menganalisa prosedur terjadinya suatu perkumpulan, maka
terlihatlah adanya beberapa peristiwa dan perbuatan dengan urutan
sebagai berikut:
a. adanya beberapa orang yang sama-sama mempunyai kepentingan
terhadap sesuatu, misalnya: olah raga gerak jalan untuk kesehatan;
b. beberapa orang yang berkepentingan tersebut berkehendak (ber-
sepakat) untuk mendirikan perkumpulan gerak jalan untuk kese-
hatan;
c. tujuan mendirikan perkumpulan tersebut ialah untuk melakukan
gerak jalan bersama-sama bagi kesehatan;
d. untuk melaksanakan tujuan bersama tersebut mereka mengadakan
kerja-sama dalam lingkungan perkumpulan.
Dengan demilcian, ada 4 unsur untuk terjadinya suatu perkumpulan,
yaitu: kepentingan bersama, kehendak bersama, tujuan bersama dan
kerja-sama. Keempat unsur ini ada pada tiap-tiap perkumpulan, ter-
masuk: persekutuan, koperasi dan perkumpulan saling menanggung.
Jadi, perkumpulan dalam arti luas ini merupakan bentuk asal dan semua
persekutuan, koperasi dan perkumpulan saling menanggung (disingkat:
persekutuan dan sebagainya). Sudah tentu masing-masing persekutuan
dan sebagainya itu mempunyai unsur tambahan lagi. Karena perkum-
pulan dalam arti luas ini merupakan bentuk asal dan persekutuan dan
sebagainya, maka saya merasa perlu untuk membicarakan sekedarnya.

C. Perkumpulan dalam Arti Sempit


Di samping perkumpulan dalam arti luas seperti tersebut di atas, ada
lagi jenis perkumpulan dalam arti sempit, yakni perkumpulan yang
tidak menjadi bentuk asal dan persekutuan dan sebagainya. Perkum-
pulan itu berdiri sendiri terpisah dari lainnya dan biasanya diatur dalam
peraturan perundangan. Perkumpulan jenis ini disebut dengan istilah
"vereniging" (Belanda),"Verein" (Jerman), "association" (Inggris) dan
"union" (Prancis). Dalam bahasa Indonesia perkumpulan dalam arti
sempit ini mempunyai banyak nama, yakni: perkumpulan, perhimpunan,
perikatan, ikatan, persatuan, kesatuan, serikat dan lain-lain. Perkum-

9
pulan dalam arti sempit ini tidak bertujuan untuk mencari laba dan
tidak menjalankan perusahaan. Tujuan perkumpulan dalam arti sempit
ini adalah nonekonomis dan diatur dalam peraturan perundangan ter-
tentu, yakni:
1) KUHPER, Buku III, Bab IX, berjudul: "Van Zedelijke Lichamen"
(Perkumpulan), Pasal 1653 s/d 1655, yang kemudian ditambah
dengan Pasal 1656 s/d 1665;
2) S. 1870-64, tentang "Badan Hukum bagi Perkumpulan" (Rechts-
persoonlijkheid van Verenigingen);
3) S. 1939-570 bsd 717, tetang "Perkumpulan Indonesia" (In-
landsche Vereniging).
Selanjutnya perkumpulan dalam arti sempit ini tidak saya bicarakan
dalam buku ini, sebab tidak termasuk dalam bidang hukum dagang.

7. JENIS APAKAH PERJANJIAN UNTUK MENDIRIKAN PERKUMPULAN ITU


Persekutuan perdata, persekutuan firma, persekutuan komanditer, per-
seroan terbatas dan badan hukum lainnya adalah perkumpulan dalam
dunia perusahaan. Perkumpulan-perkumpulan tersebut didirikan atas
dasar suatu perjanjian antara beberapa orang yang berkehendak men-
dirikan perkumpulan itu dengan tujuan untuk mencari laba. Sekarang
timbul soal, apakah perjanjian untuk mendirikan perkumpulan itu ada-
lah perjanjian seperti dimaksud Pasal 1313 KUHPER, ataukah per-
janjian jenis lain? Mengenai hal ini ada beberapa pendapat:
a. Molengraaffo berpendapat bahwa perjanjian itu adalah perjanjian
berdasar Pasal 1313 KUHPER, karena:
1) perkumpulan, perserikatan, persekutuan dan badan hukum itu
adalah suatu kerja sama kontraktuil;
2) Pasal 1618 KUHPER berbunyi: "Persekutuan perdata adalah
sebuah perjanjian, dengan mana " dan seterusnya.
3) menurut Pasal 16 KUHD, persekutuan firma adalah perse-
kutuan perdata, sedangkan persekutuan perdata adalah suatu
perjanjian (Pasal 1618 KUHPER).
Jadi, persekutuan firma adalah juga suatu perjanjian eks Pasal
1313 KUHPER;
4) juga dalam Pasal 323 KUHD ternyata bahwa "rederij" itu ber-
diri berdasarkan perjanjian persekutuan (overeenkomst van
vennootschap).

Molengraaff, Leidraad I, Druk 9, hlm. 194.

10
b. Polakz> berpendapat bahwa perjanjian untuk mendirikan perkum-
pulan itu bukan perjanjian eks Pasal 1313 KUHPER, karena para
pendiri tidak saling mengikat dirinya terhadap yang lain, melainkan
mereka itu menyatakan secara sepihak yang berbunyi sama, yaitu
bahwa mereka menghendaki berdirinya suatu perkumpulan. Terha-
dap perkumpulan inilah mereka masing-masing membebani dini
untuk membayar iuran atau memasukkan sesuatu ke dalam per-
kumpulan itu. Perbuatan pars sekutu ini dalam istilah Jennan disebut
"Gesamtakt". Gesamtakt ini adalah suatu perbuatan hukum yang
terdiri dan tindakan bersama beberapa orang untuk mencapai se-
buah akibat hukum, akan tetapi tidak sedemikian rupa, sehingga
antara orang-orang itu terjadi perikatan. Pendapat Polak tersebut
dibantah oleh Mr. F.G. Scheltema dalam pidato pengukuhannya
sebagai Gum Besar di Universitas Leiden pada tahun 1923, dengan
judul: `Beschouwingen over de grondslagen van het verenigings-
recht", yang pada pokoknya mengatakan bahwa juga dalam per-
kumpulan, para anggota berhadap-hadapan satu dengan yang lain,
di mans mereka itu masing-masing berjanji akan melaksanakan
segala sesuatu yang termuat dalam anggaran dasar dan aturan
rumah tangga perkumpulan itu. Pendapat Scheltema ini disetujui
oleh park penulis lainnya terutama Molengraaff tersebut di atas.
c. Prof. Soekardono' berpendapat bahwa pada dasarnya memang
terjadi sebuah perjanjian, karena sebelum badan barn itu terbentuk,
para pendiri itu sudah ada, yang mengadakan kesepakatan untuk
mendirikan badan barn itu. Kesepakatan yang telah dicapai oleh
para pendiri itu mengandung unsur-unsur:
1) persetujuan kehendak untuk mendirikan suatu perkumpulan barn;
2) kecakapan berbuat para pihak;
3) suatu hal (obyek) tertentu, yaitu benda yang menjadi obyek
perjanjian;
4) tujuan yang sah, yang tidak dilarang oleh undang-undang atau
hukum (Pasal 1320, 1321 dan 1337 KUHPER).
Dengan adanya 4 unsur itu, maka menurut Pasal 1320 KUHPER,
telah ada perjanjian seperti dimaksud Pasal 1313 KUHPER, Per-
bedaan pendapat antara Molengraaff dan Polak terletak pada soal,
apakah dalam perbuatan hukum untuk mendirikan perkumpulan itu

'> Polak, Handboek 1, Druk 5, hlm. 338-339.


Soekardono, Hukum Dagang Indonesia!, Bagian II, cet. 3, hlm. 34.

11
timbul hubungan hukum antara para pendiri atau tidak. Molengraaff
menjawab bahwa di antara para pendiri itu ada hubungan hukum,
sedangkan Polak berpendapat bahwa di antara para pendiri tidak
ada hubungan hukum. Menurut Polak hubungan hukum itu ada
antara para pendiri dengan badan barn yang didirikan dan bukan
antara para pendiri yang seorang terhadap yang lain.
Dalam soal ini Prof. Soekardono setuju dengan pendapat Mr.
L.E.H. Rutten dalam Mr. C. Asser Handleiding tot de Beo-
efening van het Ned. Burgerlijk Recht, jilid III (Verbintenissen-
recht), yang mengemukakan bahwa yang merupakan soal utama
ialah apakah antara para pendiri itu terjadi hubungan hukum. Pada
persekutuan perdata dan persekutuan firma, hubungan hukum itu
dapat diketahui dengan jelas, yaitu keharusan untuk membayar
pemasukan, tetapi bagi perkumpulan biasa dan perseroan terbatas
hubungan hukum antara para sekutu itu tidak jelas. Jadi, menurut
Rutten, bila ada perselisihan, barulah ditinjau pada tiap-tiap per-
kumpulan/persekutuan/badan hukum yang bersangkutan.
d. Saya sendiri berpendapat bahwa adalah jelas bahwa perjanjian
untuk mendirikan perkumpulan itu adalah perjanjian sebagai yang
dimaksud Pasal 1313 KUHPER. Misalnya: Tiga orang A, B dan
C, masing-masing berkepentingan untuk melakukan olah raga
gerak jalan bagi kesehatan. Mereka bersepakat untuk mendirikan
perkumpulan "olah raga gerak jalan bagi kesehatan" tersebut. Di
sini baik A, B maupun C, masing-masing mengikatkan diri kepada
yang lain untuk mendirikan perkumpulan olah raga tersebut. A
mengikatkan diri kepada B dan C, sedangkan B mengikatkan diri
kepada A dan C, selanjutnya C mengikatkan din kepada A dan B
untuk mendirikan perkumpulan itu. Pada waktu ini belum ada badan
barn yang didirikan itu, dan itu tidak ada hubungan antara para
pendiri dengan badan bare. Selama badan bare itu belum dibentuk,
maka A dapat menuntut agar B dan C menunaikan kewaj ibannya,
yakni: mendirikan perkumpulan olah raga gerak jalan bagi kese-
hatan. Begitu juga B dapat menuntut kepada A dan C, — dan C
kepada A dan B untuk berbuat yang sama. Perbuatan semacam
ini adalah jelas perbuatan sebagai yang dikehendaki oleh Pasal
1313 KUHPER. Kalau perkumpulan itu sudah berdiri, yang berarti
badan bare sudah ada, maka badan barn itu dapat berbuat atas
nama para anggotanya, dan kalau badan bare itu berstatus badan
hukum, maka dia dapat berbuat sendiri sebagai subyek hukum di

12
luar para anggota/pendiri yang mendirikan perkumpulan itu. Dengan
konstruksi hukum atas berdirinya sebuah perkumpulan sebagai
tersebut di atas, maka adalah jelas bahwa perbuatan hukum men-
dirikan perkumpulan ban' itu adalah perjanjian sebagai yang
dimaksud Pasal 1313 KUHPER. Kalau perkumpulan itu sudah
berdiri dengan sah, maka selesailah kewajiban para pendiri itu.
Sekarang, perkumpulan yang baru berdiri itulah yang hams melan-
jutkan menyelesaikan hal-hal yang belum selesai dikerjakan. Maka
dan itu saya memandang logis perumusan Pasal 1625 yang ber-
bunyi: "masing-masing sekutu berutang kepada persekutuan segala
apa yang telah disanggupinya memasukkan ke dalamnya; dan jika
pemasukan ini terdiri atas suatu barang tertentu, maka is diwajibkan
menjamin dengan cara yang sama seperti dalam jual-beli."

8. ISTILAH PERJANJIAN DAN PERSETUJUAN


Istilah "perjanjian" adalah terjemahan dan istilah overeenkomst. Dari
buku Istilah Hukum yang dikeluarkan oleh Komisi Istilah Bahasa
Indonesia, Seksi Hukum, istilah overeenkomst diterjemahkan: per-
setujuan atau perjanjian. Terjemahan ini disetujui oleh:
a. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya: Asas-asas Hukum
Perjanjian, Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan
tertentu, Sekitar Kodifikasi Hukum Perjanjian di Indonesia dan
lain-lain.
b. Prof. R. Subekti, S.H. dalam bukunya: Hukum Perjanjian, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (terjemahan). Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan (ter-
jemahan) dan lain-lain.
Dalam hal Prof. Soekardono, S.H. 4 mempunyai pendapat lain,
yakni istilah overeenkomst itu diterjemahkan dengan "perjanjian",
sedangkan istilah "persetujuan" adalah merupakan unsur dari "perjan-
jian", yaitu sebagai terjemahan dari istilah toestemming pada Pasal
1320 ayat (1), sub 1, yang berbunyi: de toestemming van degene
die zich verbinden. Saya setuju dengan pendapat Prof. Soekardono,
yakni bahwa istilah overeenkomst diterjemahkan dengan "perjanjian",
sedangkan toestemming (dalam Pasal 1320 ayat (1), sub 1) diterje-
mahkan dengan "persetujuan" atau "kesepakatan".

Dalam kuliah-kuliah beliau di Fakultas Hukum Universitas Indonesia; Soekardono,


Hukum Dagang Indonesia I, Bagian II, cet. 3, hlm. 34.

13
9. PERKUMPULAN YANG BERBADAN HUKUM DAN YANG TIDAK
BERBADAN HUKUM
Yang dimaksud dengan "perkumpulan" di sini ialah perkumpulan dalam
arti luas, termasuk di dalamnya: persekutuan, koperasi dan perkumpul-
an saling menanggung. Perkumpulan ini ada yang berbadan hukum dan
ada yang tidak berbadan hukum. Yang tidak berbadan hukum ialah:
a. persekutuan perdata;
b. persekutuan firma;
c. persekutuan komanditer;
Adapun yang berbadan hukum ialah:
d. perseroan terbatas;
e. koperasi, dan
f perkumpulan saling menanggung.
Kedua macam perkumpulan ini sama-sama menjalankan perusaha-
an, tetapi status hukumnya sangat berbeda.Yang sekelompok bukan
badan hukum, sedangkan kelompok lainnya berbadan hukum. Per-
bedaan ini tampak sekali pada prosedur mendirikan badan-badan ter-
sebut. Untuk mendirikan suatu badan hukum, mutlak diperlukan
pengesahan Pemerintah, misalnya:
1) Dalam hal mendirikan suatu perseroan terbatas, mutlak diperlukan
pengesahan akta pendirian dan anggaran dasamya oleh Pemerintah
(Menteri Kehakiman - Direktorat Perdata) - (Pasal 36 KUHD);
2) Dalam hal mendirikan perkumpulan koperasi, mutlak diperlukan pe-
ngesahan akta pendirian koperasi itu oleh Pemerintah, dhi. (dalam hal
ini) Menteri yang diserahi urusan perkoperasian (Pasal 41 dan 42
UKO-67);
3) Dalam hal mendirikan perkumpulan saling menanggung dianut 2
macam prosedur, yakni:
a) Untuk mendirikan perkumpulan saling menanggung (wederkerig
verzekerings of waarborgmaatschappij, Pasal 286 KUHD)
-

tidak perlu adanya izin khusus dan Pemerintah, sebab S. 1870-


64 tidak berlaku bagi perkumpulan jenis ini (Pasal 10, S. 1870-
64), dan pasal tersebut menentukan bahwa perkumpulan jenis
ini berlaku ketentuan-ketentuan dari KUHPER dan KUHD, khu-
susnya Bab IX, Buku Ketiga KUHPER. Berdasar Pasal 1654
KUHPER saja, perkumpulan saling menanggung adalah badan
hukum; Perlu diingat bahwa Arrest H.R. tanggal 20 Oktober 1865, 5)

5) H.R. 20 Oktober 1865, W. 2736.

14
menetapkan perkumpulan saling menanggung tersebut adalah
"zedelijk Iichaam" sebagai dimaksud dalam Bab IX, Buku III,
KUHPER.
b) Untuk mendirikan perkumpulan asuransi jiwa timbal batik, yakni
perkumpulan sating menanggung yang berusaha di bidang asu-
ransi jiwa (onderlinge levensverzekeringmaatschappij),
diperlukan adanya surat keterangan dari "Verzekeringskamer",
yang berisi suatu pengakuan sebagai penanggung (Pasal 14
ayat (2), S.1941-101). Menurut Pasal 20, S. 1941-101, perkum-
pulan asuransi jiwa timbal batik ini hanya bisa dijalankan dengan
bentuk perseroan terbatas, perkumpulan asuransi timbal batik
dalam pengertian KUHD, atau maskapai Indonesia dengan
saham (IMA).
Sebaliknya, bila orang mau mendirikan perkumpulan yang
bukan badan hukum, maka syarat "pengesahan akta pendirian
oleh Pemerintah" itu tidak diperlukan, misalnya:
(1) Untuk mendirikan sebuah persekutu perdata, tidak perlu ada-
nya formal itas sedikitpun, cukup dengan adanya kesepakat-
an para pihak, tanpa pendaftaran dan tanpa pengumuman;
(2) Untuk mendirikan sebuah persekutuan firma, biasanya di-
dirikan dengan akta notaris, didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat dan diumumkan dalam Berita
Negara RI;
(3) Untuk mendirikan sebuah persekutuan komanditer, cukup
bila dilakukan sebagai halnya mendirikan persekutuan firma.

10. UNSUR-UNSUR POKOK DALAM PERKUMPULAN


Suatu perusahaan dapat dimiliki oleh satu orang (perusahaan perse-
orangan), dan juga dapat dimiliki oleh banyak orang (persekutuan per-
data, persekutuan firma, persekutuan komanditer, perseroan terbatas
dan lain-lain). Perbedaan antara perusahaan perseorangan dan perse-
kutuan ialah terletak pada tanggung jawab, yang pada perusahaan
perseorangan dipikul oleh seorang pengusaha, sedangkan pada perse-
kutuan oleh beberapa orang yang bersama-sama bertanggung jawab.
Bila perusahaan itu merupakan badan hukum, maka tanggung jawab
itu sepenuhnya dipikul oleh badan hukum yang bersangkutan.
Pada setiap perusahaan, si pengusaha (satu atau banyak orang)
melakukan perbuatan yang terus-menerus, terang-terangan, dalam
kedudukan tertentu untuk mencari laba. Untuk memenuhi unsur terang-

15
terangan, yakni agar pihak ketiga mengetahuinya, maka perusahaan
itu diwajibkan mendaftarkan dan mengumumkan perusahaarmya itu,
misalnya pada persekutuan firma dengan adanya Pasal 23 dan 28
KUHD, sedangkan pada perseroan terbatas dengan adanya Pasal 38
KUHD. Unsur "kedudukan tertentu" mengarah kepada kedudukan ter-
tentu si pengusaha pada waktu si pengusaha itu berbuat bagi perusa-
haannya misalnya sebagai: pembeli, penjual, pemborong, debitur, kre-
ditur, dokter, pelepas uang, konsultan, tukang ahli, agen dan lain-lain.
Persekutuan dan beberapa badan hukum itu termasuk perkum-
pulan, misalnya: persekutuan perdata, persekutuan firma, persekutuan
komanditer, perseroan terbatas, koperasi dan perkumpulan saling me-
nanggung. Kita telah mengetahui bahwa perkumpulan di sini adalah
dalam arti luas yang mempunyai 4 unsur yaitu: kepentingan bersama,
kehendak bersama, tujuan bersama dan kerja. sama. Empat unsur ini se-
lalu ada pada tiap-tiap persekutuan dan beberapa badan hukum, yaitu:
a. Persekutuan perdata, di samping empat unsur tersebut di atas,
ada dua unsur tambahan, pemasukan dan pembagian keun-
tungan atau kemanfaatan yang didapat karena adanya pemasukan
itu (Pasal 1618 KUHPER);
b. Persekutuan firma, di samping empat unsur tersebut di atas, di-
tambah 2 unsur (Pasal 1618 KUHPER) dan akhirnya ditambah
lagi 3 unsur yaitu: menjalankan perusahaan dan memakai nama
bersama (firma) — (Pasal 16 KUHD), pula tanggung jawab sekutu
secara pribadi untuk keseluruhan (Pasal 18 KUHD);
c. Persekutuan komanditer, di samping empat unsur sebagai perkum-
pulan, ditambah 2 unsur sebagai persekutuan perdata, ditambah 3
unsur sebagai persekutuan firma dan akhirnya ditambah dengan
adanya sekutu komanditer;
d. Perseroan terbatas adalah perkumpulan yang berbadan hukum,
menjalankan perusahaan dan namanya diambilkan dan tujuan
perusahaan (voorwerp van het bedriff), sedangkan tanggung
jawab tiap sekutu (dhi. pemegang saham) terbatas pada jumlah
saham yang dimilikinya (Pasal 36 dan 40 KUHD);
e. Koperasi adalah perkumpulan yang berbadan hukum, menjalankan
perusahaan, berdasar asas kekeluargaan dan kegotongroyongan
(UU Perkoperasian No. 12 Tahun 1967);
f Perkumpulan saling menanggung adalah perkumpulan yang ber-
badan hukum, menjalankan perusahaan dan bertujuan untuk saling
menanggung anggota-anggotanya.

16
BAB M
PERSEKUTUAN PERDATA

A. HAL-HAL UMUM

11. PENGANTAR
Sekarang saya akan membicarakan tentang "Persekutuan Perdata".
Persekutuan artinya persatuan orang-orang yang sama kepentingannya
terhadap suatu Perusahaan tertentu, sedangkan "sekutu" artinya pe-
serta pada suatu perusahaan. Jadi, persekutuan berarti perkumpulan
orang-orang yang menjadi peserta pada suatu perusahaan tertentu.
Jika badan usaha tersebut tidak menjalankan perusahaan, maka badan
itu bukanlah persekutuan perdata, tetapi disebut "perserikatan per-
data", sedangkan orang-orang yang mengurus badan usaha itu disebut
"anggota", bukan sekutu. Jadi, ada dua istilah yang pengertiannya
hampir sama, yaitu "perserikatan perdata" dan "persekutuan perdata".
Adapun perbedaannya ialah, perserikatan perdata tidak menjalankan
perusahaan, sedangkan persekutuan perdata menjalankan perusaha-
an. Dengan begitu, maka perserikatan perdata adalah suatu badan
usaha termasuk dalam hukum perdata umum, sebab tidak menjalankan
perusahaan, sedangkan persekutuan perdata adalah suatu badan usaha
yang termasuk dalam hukum dagang, sebab menjalankan perusahaan.
Meskipun begitu dua macam badan usaha itu diatur dalam peraturan
yang sama, yaitu dalam KUHPER Buku Ketiga, Bab Kedelapan,
mulai Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652. Bahwa badan usaha
yang disebut perserikatan perdata itu dapat berubah bentuknya menjadi
"persekutuan perdata", bila menjalankan perusahaan itu, disebut da-
lam Pasal 1623 KUHPER.
Pasal 1618 KUHPER berbunyi sebagai berikut: "Perserikatan
Perdata adalah suatu perjanjian, dengan mana dua orang atau lebih
mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam perserikatan
dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang
diperoleh karenanya."
Pasal 1623 KUHPER berbunyi: "Perserikatan perdata khusus
adalah perserikatan perdata yang hanya mengenai benda-benda ter-

17
tentu saja, baik mengenai pemakaiannya, atau hash yang akan diper-
olehnya, atau suatu usaha tertentu, maupun mengenai pelaksanaan
dari suatu perusahaan atau pekerjaan".
Dalam Pasal 1618 dikatakan bahwa tiap peserta harus memasuk-
kan sesuatu ke dalam perserikatan. Hal yang dimasukkan ini disebut
"pemasukan" (inbreng). Yang dimaksud dengan "pemasukan" ini bisa
berwujud barang, uang atau tenaga, baik tenaga badaniyah maupun
tenaga kejiwaan (pikiran). Adapun hasil dari adanya pemasukan itu
tidak hanya keuntungan saja, tetapi mungkin pula kemanfaatan, misal-
nya: Kalau 3 orang, A, B, dan C masing-masing memasukkan uang
sebanyak Rp 10.000,—, untuk melakukan piknik ke puncak, dengan
mencarter sebuah taksi mulai pagi sampai sore dengan membawa
makanan dan minuman, maka pada sore hari ketika mereka itu sampai
di rumah, sedikitpun tidak mendapat keuntungan, tetapi hanya keman-
faatan yang berwujud kepuasan hati. Kenyataan hukum ini disebut
"perserikatan perdata", karena sudah memenuhi syarat sebagai yang
dikehendaki oleh Pasal 1618 KUHPER, yaitu adanya "pemasukan"
dan "kemanfaatan". Pasal 1618 KUHPER itu tidak menghendaki
agar perbuatan itu dilakukan secara terus menerus unsur penting
-

bagi terjadinya "perusahaan". Meskipun perbuatan itu hanya dilakukan


satu kali saja, toh badan itu sudah dapat disebut "perserikatan per-
data". Istilah "perdata" menunjuk pada lapangan hukum, dalam mana
badan itu bergerak, yaitu lapangan hukum perdata. Di sini timbul soal,
kenapa suatu lembaga hukum yang bergerak dalam lapangan hukum
perdata (umum) dibicarakan dalam bidang hukum dagang. Untuk men-
jawab soal ini kita perlu membaca Pasal 16 KUHD yang berbunyi:
"Yang dinamakan persekutuan firma ialah tiap-tiap perserikatan per-
data yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan
nama bersama (firma)". Di sini kita menemui lembaga "perserikatan
perdata", yang menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Hal
ini mengakibatkan bahwa peraturan-peraturan hukum perserikatan
perdata sebagai yang diatur dalam KUHPER Buku Ketiga Bab VIII
tentang "Maatschap of Vennootschap" berlaku bagi persekutuan fir-
ma, kecuali kalau kaidah dalam persekutuan firma menyimpang, yakni
Pasal 15 sampai dengan Pasal 35 (KUHD).
Dan Pasal 1618 KUHPER dapat disimpulkan bahwa perserikatan
perdata adalah perkumpulan yang mempunyai 2 unsur tambahan, yakni
adanya "pemasukan" dan "pembagian keuntungan atau kemanfaatan".
Sebagai kesimpulan dapat saya katakan bahwa:

18
a. Persekutuan perdata adalah perserikatan perdata yang menj alan-
kan perusahaan;
b. Perserikatan perdata adalah perkumpulan dalam arti luas ditam-
bah dengan dua unsur lagi, yaitu pemasukan dan pembagian keun-
tungan atau kemanfaatan (Pasal 1618 KUHPER):
c. Perkumpulan dalam arti luas adalah sekelompok orang yang meru-
pakan suatu badan yang mempunyai 4 buah unsur, yaitu:
1) adanya kepentingan bersama;
2) adanya kesepakatan bersama;
3) adanya tujuan bersama; dan
4) adanya ketja-sama (lihat halaman 8 buku ini).

12. SIFAr KEPRIBADIAN PADA PERSERIKATAN PERDATA


Perserikatan perdata adalah suatu perkumpulan yang terdiri dan dua
orang atau lebih, yang masing-masing saling mengenal secara pribadi,
misalnya antarsaudara atau teman karib. Meskipun pada perkumpulan
dan perserikatan ada peraturan tentang keluar masuknya anggota,
tetapi hal ini tidak boleh mengurangi sifat kepribadian yang ada antar-
anggota. Sifat kepribadian pada perkumpulan biasa, perserikatan/per-
sekutuan perdata, persekutuan firma dan persekutuan komanditer ma-
sih sangat diutamakan. Pribadi dan masing-masing anggota/sekutu
pada badan-badan tersebut masih memegang peranan penting. Lain
halnya dengan perseroan terbatas, yang tujuan utamanya ialah pemu-
pukan modal sebanyak-banyaknya dalam batas sebagai yang diten-
tukan dalam anggaran dasarnya. Bagi perseroan terbatas pada umum-
nya tidak peduli siapa-siapa yang memasukkan modalnya dalam per-
seroan, mereka itu pada umumnya tidak saling mengenal. Jadi, dalam
perseroan terbatas ini tidak terdapat sifat kepribadian. Kebebasan
tentang sifat kepribadian ini di Indonesia dibatasi dengan asas nasio-
nalitas, yang menghendaki agar tiap pesero atau pemegang saham
harus memiliki kewarganegaraan Indonesia.

13. UNSUR TERANG-TERANGAN DAN TERUS-MENERUS PADA PERSERI-


KATAN PERDATA BERSIFAT TIDAK MUTLAK
Bila A, B, dan C saling bersepakat untuk mencari sekedar keuntungan
dengan cara berdagang beras misalnya, lalau mereka masing-masing
memberikan pemasukannya, yang dapat berupa uang, benda atau tena-
ga (pikiran atau fisik) Pasal 1619 ayat (2) KUHPER, maka terjadilah
perserikatan perdata (Pasal 1618 KUHPER). Dalam pelaksanaan-

19
nya, A, B, dan C masing-masing mengadakan hubungan hukum dengan
pihak ketiga untuk membeli atau menjual beras. Tetapi pihak ketiga
ini biasanya berhadapan dengan A, B, dan C sebagai perseorangan
(pribadi), tidak sebagai anggota dari suatu perserikatan perdata. Jadi,
pihak ketiga ini hanya terikat pada A, B, atau C saja, begitu pun sebalik-
nya (Pasal 1642 dan 1644 KUHPER).
Dan apa yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan
hukum antara anggota perserikatan perdata dengan pihak ketiga adalah
hubungan pribad tidak merupakan hubungan antara pihak ketiga
dengan perserikatan perdata. Di sini ternyata bahwa perserikatan per-
data tidak mempunyai unsur "terang-terangan" seperti halnya dalam
perusahaan. Perlu diketahui bahwa perserikatan perdata semacam
ini biasanya didirikan untuk waktu yang tidak lama, dapat juga terjadi
hanya selama sate atau dua kali usaha saja, sesudah itu perserikatan
perdata dibubarkan. Untuk mendirikan dan membubarkan perseri-
katan perdata itu tidak diperlukan syarat-syarat tertentu, jadipendirian
dan pembubaran dapat terjadi dengan mudah sekali. Dengan
begitu unsur "terus-menerus" tidak terdapat dalam perserikatan per-
data macam ini.
Sebagai kesimpulan terakhir dapat dikatakan bahwa unsur "terang-
terangan" dan "terus-menerus" pada perserikatan perdata bersifat
tidak mutlak. Hal ini berbeda sekali dengan perserikatan perdata yang
menjalankan perusahaan, di mana unsur "terang-terangan" dan
"terus-menerus" merupakan unsur mutlak.

14. MUNGKINKAH PERSERIKATAN PERDATA ITU MENJALANKAN


PERUSAHAAN
Dan uraian pada pelajaran di muka adalah terang bahwa, bila sebuah
perserikatan perdata bertindak keluar terhadap pihak ketiga dengan
"terang-terangan" dan "terus-menerus" untuk mencari laba, maka per-
serikatan perdata itu melakukan perusahaan. Bentuk perserikatan
semacam ini disebut "persekutuan perdata". Bertindak keluar dengan
terang-terangan ini terjadi, bila pihak yang bertindak keluar itu mem-
beritahukan kepada pihak ketiga, bahwa dia bertindak atas nama peru-
sahaannya dan dia hams dapat membuktikan bahwa perusahaan itu
ada. Unsur terus-menerus dipandang ada, bila usaha itu tidak hanya
dilakukan untuk satu atau dua kali saja, tetapi dilakukan terus-menerus
untuk mencapai laba sebanyak-banyaknya.
Hal adanya perserikatan perdata yang menjalankan perusahaan
ini dalam undang-undang dimungkinkan dalam Pasal 1623 KUHPER
yang berbunyi: "Perserikatan perdata khusus adalah perserikatan per-
data yang hanya mengenai barang-barang tertentu, atau pemakaian-
nya atau mengenai hasil-hasil yang akan diperolehnya, atau tertuju
pada suatu usaha tertentu atau mengenai hal menjalankan perusa-
haan atau pekerjaan tetap."
Kecuali Pasal 1623 KUHPER tersebut di atas, perserikatan per-
data yang menjalankan perusahaan itu juga dimungkinkan oleh Pasal
16 KUHD yang berbunyi: "Yang dinamakan persekutuan firma ialah
tiap-tiap perserikatan perdata yang didirikan untuk melakukan peru-
sahaan dengan nama bersama (firma)." Jadi, perserikatan perdata
yang melakukan perusahaan dengan nama bersama (firma) adalah
"persekutuan firma". Bila sebuah perserikatan perdata yang menjalan-
kan perusahan itu tidak mempunyai nama bersama atau firma, maka
perserikatan ini bukan persekutuan firma, tetapi persekutuan per-
data. Jadi, di sini ada tiga pengertian yang hams Iebih dulu dipahami,
yaitu:
a. Perserikatan perdata (burgerlijk maatschap) adalah perkum-
pulan yang mempunyai dua unsur tambahan, yakni: adanya pema-
sukan dan pembagian keuntungan atau kemanfaatan;
b. Persekutuan perdata ialah perserikatan perdata yang melakukan
perusahaan;
c. Persekutuan firma ialah perserikatan perdata yang melakukan
perusahaan dengan nama bersama atau persekutuan perdata
dengan nama bersama (firma).
Telah saya katakan di muka bahwa bentuk perserikatan perdata
tidak termasuk hukum dagang, tetapi termasuk hukum perdata umum.
Adapun yang termasuk bidang hukum dagang adalah "persekutuan
perdata", yakni perserikatan perdata yang menjalankan perusahaan,
yang menurut Pasal 1623 KUHPER adalah bentuk perserikatan per-
data khusus. Untuk selanjutnya bagi kepentingan hukum dagang saya
hanya akan membicarakan "persekutuan perdata", yang mempunyai
pengaturan hukum yang sama dengan perserikatan perdata, yakni:
KUHPER, Buku III, Bab Kedelapan yang berjudul "Tentang Perse-
rikatan Perdata" (Burgerlijk Maatschap), mulai Pasal 1618 sampai
dengan Pasal 1652.

15. CARA MENDIRIKAN PERSEKUTUAN PERDATA


Menurut Pasal 1618 KUHPER persekutuan perdata itu didirikan atas

21
dasar perjanjian. Karena Pasal 1618 KUHPER itu tidak mengharus-
kan adanya syarat tertulis, maka perjanjian yang dimaksud bersifat
konsensual, yakni dianggap cukup dengan adanya persetujuan kehen-
dak atau kesepakatan (konsensus). Perjanjian itu mulai berlaku sejak
saat perjanjian itu menjadi sempurna atau sejak saat yang ditentukan
dalam perjanjian (Pasal 1624 KUHPER).
Sesuai dengan sifat perserikatan perdata yang tidak menghendaki
terang-terangan, maka Bab VIII Buku Ketiga KUHPER itu tidak
ada peraturan tentang pendaftaran dan pengumuman (untuk pihak
ketiga) seperti yang diharuskan dalam Pasal 23 sampai dengan 28
KUHD bagi persekutuan firma.

16. SYARAT-SYARAT UNTUK MENDIRIKAN PERSEKUTUAN PERDATA


Perjanjian untuk mendirikan persekutuan perdata itu kecuali hams me-
menuhi syarat-syarat seperti yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPER,
juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut di bawah ini:
a. tidak dilarang oleh hukum;
b. tidak bertentangan dengan tatasusila dan ketertiban umum;
c. harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar, yaitu: keun-
tungan;
Keuntungan ini hams dinikmati bersama dan tidak boleh ditetapkan
bagi keuntungan seorang sekutu Baja (Pasal 1635 ayat (1) KUHPER).
Keuntungan itu tidak perlu merupakan penambahan kekayaan (vermo-
gensvermeerdering). Dan itu persekutuan perdata mungkin didirikan
dengan tujuan:
1) untuk mencegah pengeluaran biaya;
2) untuk bersama-sama mempergunakan sebuah benda, misalnya: mobil;
Agar pengejaran keuntungan ini tidak sia-sia, maka undang-undang
menetapkan adanya "pemasukan" (inbreng) sebagai unsur mutlak da-
lam perjanjian mendirikan persekutuan perdata (Pasal-pasal: 1618,
1619 ayat (2), 1625, 1626 dan 1627 KUHPER). Pemasukan (inbreng)
in hams dipenuhi oleh para sekutu, kalau tidak bisa dituntut.

17. PEMASUKAN
Pasal 1619 ayat (2) KUHPER menetapkan bahwa tiap-tiap sekutu
dan persekutuan perdata diwajibkan memasukkan dalam kas perse-
kutuan perdata yang didirikan itu:
a. uang, atau
b. benda-benda lain apa saja yang lay ak bagi pemasukan, misalnya:

22
'credit, rumah/gedung, kendaraan bermotor/truk, alat perlengkapan
kantor dan lain-lain.
c. tenaga kerja, baik tenaga fisik maupun tenaga pikiran.
Adapun cara-cara menyerahkan benda-benda pemasukan itu harus
sesuai dengan peraturan penyerahan yang khusus bagi benda-benda
yang bersangkutan, yakni mengenai:
1) benda bergerak yang bertubuh seperti yang ditentukan dalam Pasal
612 KUHPER;
2) benda bergerak yang tak bertubuh seperti yang ditentukan dalam
Pasal 613 KUHPER;
3) benda tetap (tak bergerak): mengenai tanah sesuai dengan PP
No. 10 Tahun 1961, sedangkan mengenai kapal terdaftar sesuai
dengan S. 1933-48.

18. JENIS PERSEKUTUAN PERDATA


Ada dua jenis persekutuan perdata, yaitu:
a. Persekutuan Perdata Umum
Dalam jenis ini diperjanjikan suatu pemasukan yang terdiri dari
seluruh harta kekayaan masing-masing sekutu atau bagian tertentu
dari harta kekayaan secara umum (onder algemene titel), artinya
tanpa perincian. Persekutuan perdata macam ini dilarang oleh Pasal
1621 KUHPER. Rasio dari larangan itu ialah bahwa dengan adanya
pemasukan seluruh atau sebagian harta kekayaan tanpa perincian
itu, orang tidak akan dapat membagi keuntungan secara adil seperti
ditetapkan dalam Pasal 1633 KUHPER. Dalam Pasal 1633 KUHPER
ditentukan, bila bagian keuntungan dari masing-masing sekutu tidak
ditentukan dalam perjanjian pendirian persekutuan perdata, maka
pembagian keuntungan hams didasarkan atas keseimbangan pe-
masukan dari masing-masing sekutu.
Persekutuan perdata jenis ini diperkenankan juga asal diper-
janjikan bahwa masing-masing sekutu akan mencurahkan seluruh
kekuatan kerjanya untuk mendapatkan laba yang dapat dibagi-
bagi antara para sekutu. Persekutuan perdata jenis ini oleh Pasal
1622 KUHPR dinamakan "persekutuan perdata keuntungan"
(algehele maatschap van winst).
b. Persekutuan Perdata Khusus
Dalam persekutuan perdata jenis khusus ini para sekutu masing-
masing menjanjikan pemasukan benda-benda tertentu atau sebagian
dari tenaga kerjanya (Pasal 1623 KUHPER).

23
B. PERIKATAN ANTARPARA SEKUTU

19. HUBUNGAN KE DALAM


Mengenai perikatan antarpara sekutu atau hubungan ke dalam ini
diatur dalam Bagian Kedua, Bab VIII, Buku III, KUHPER, mulai
Pasal 1624 s/d 1641. Hubungan ke dalam ini mengenai perikatan antara
seorang sekutu dengan sekutu yang lain. Adapun jenis hubungan ter-
sebut dapat diperinci sebagai berikut:
a. kewajiban memberikan pemasukan;
b. asas kepentingan bersama;
c. pemeliharaan atau pengurusan;
d. perbedaan kedudukan hukum antara sekutu statuter dan sekutu
mandater;
e. pengurus bukan sekutu;
f. kekuasaan berbuat sekutu statuter;
g. arti pengurusan dan penguasaan;
h. pembagian tugas antarpengurus;
i. peraturan pemeliharaan (pengurusan);
j. cara membagi keuntungan dan kerugian;
k. mutasi sekutu dari persekutuan perdata.

20. KEWAJIBAN MEMBERIKAN PEMASUKAN


Tiap-tiap sekutu hams memenuhi kesanggupannya untuk memberikan
pemasukan (Pasal 1625 KUHPER), dengan ketentuan-ketentuan se-
bagai berikut:
a. Terhadap benda benda yang dimasukkan itu sekutu hams men-
-

jamin terhadap gugatan hak dari orang lain dan terhadap cacat
yang tersembunyi. Cacat yang tersembunyi ialah cacat yang tidak
dapat dilihat oleh pemeriksa biasa secara saksama. Hal ini sama
dengan kewajiban penjual terhadap pembeli seperti diatur dalam
Pasal 1491 KUHPER;
b. Kecuali benda dalam arti fisiknya, para sekutu juga dapat memasuk-
kan penggunaan atau manfaatnya (het genot) Pasal 1631—

ayat (1) KUHPER. Dalam hal yang dimasukkan itu manfaatnya,


maka sekutu yang bersangkutan hams memikul risiko benda yang
dimasukkan itu, kecuali bila benda itu sendiri turut dimasukkan, maka
sekutu yang bersangkutan bebas dari risiko, karena risiko sudah di-
ambil alih oleh persekutuan perdata (Pasal 1631 ayat (2) KUHPER);
c. Pemasukan yang berwujud uang diatur dalam Pasal 1626 KUHPER.

24
Bila pada saat pemasukan seperti yang telah ditetapkan dalam per-
janj ian tidak ditepati oleh sekutu yang bersangkutan, maka dia ha-
ms membayar bunga selama belum setor. Keharusan membayar
bunga itu terbit tanpa adanya tegoran (aanmaning) — Pasal 1626
ayat (1) KUHPER. Hal ini berbeda dengan Pasal 1250 ayat (3)
bsd 1238 KUHPER. Lagi pula kepada sekutu yang bersangkutan
yang alpa, bisa diminta penambahan bunga, jika untuk itu ada
alasannya (Pasal 1626 ayat (3) KUHPER). Hal ini menyimpang
dari ketentuan dalam Pasal 1250 ayat (1) KUHPER, yang hanya
membolehkan bunga menurut undang-undang, yaitu 6% setahun (S.
1848-22). Begitu pula bagi seorang sekutu yang meminjam uang
dari kas persekutuan, dia harus membayar bunga mulai dari saat
dia meminjamnya (Pasal 1626 ayat (2) KUHPER);
d. Pemasukan yang berwujud tenaga kerja diatur dalam Pasal 1627
KUHPER. Sudah tentu tenaga itu harus sesuai dengan kebutuhan
persekutuan, sehingga tenaga itu benar-benar dapat dimanfaatkan
oleh persekutuan. Biasanya sekutu tersebut tidak menyumbangkan
seluruh tenaganya, melainkan pekerjaan-pekerjaan tertentu meng-
ingat akan kebutuhan persekutuan.

21. ASAS KEPENTINGAN BERSAMA


Asas ini tampak dijunjung tinggi dalam Pasal 1628 KUHPER, yang
tidak membolehkan seorang sekutu lebih mengutamakan kepentingan
pribadi daripada kepentingan bersama. Hal ini bisa terjadi secara kon-
kret bi la pada suatu saat yang sama, seorang debitur hams membayar
utangnya yang sudah dapat ditagih kepada salah seorang sekutu per-
sekutuan perdata dan juga hams membayar utangnya kepada perse-
kutuan perdata yang sama. Misalnya: seorang debitur A mempunyai
utang Rp 1.000,— kepada B, sekutu persekutuan perdata "Usaha Ber-
sama", dan mempunyai utang juga kepada persekutuan perdata yang
sama sebanyak Rp 2.000,—. Bila debitur A hanya dapat membayar
Rp 900,— untuk B dan persekutuan perdata "Usaha Bersama", maka
B hams memberikan 2/3 x Rp 900,— itu kepada "Usaha Bersama",
yakni Rp 600,—, sedangkan yang Rp 300,— untuk B sendiri. Bila pem-
bayaran utang itu dimaksudkan untuk dibayarkan atau dicicilkan selu-
ruhnya kepada "Usaha Bersama", maka uang Rp 900,— itu hams dise-
rahkan kepada "Usaha Bersama", sedangkan B tidak menerima apa-apa.
Mengenai berlakunya Pasal 1628 KUHPER itu ada dua pendapat
yang agak berlainan, yaitu:

25
a. PiIto' ) membatasi berlakunya Pasal 1628 KUHPER itu pada pe-
ristiwa bila si penagih (sekutu persekutuan perdata) menagih bagi
diri sendiri, tetapi sebaliknya Pasal 1628 KUHPER tidak berlaku
bila debitur memilih mengutamakan pembayaran utangnya kepada
kreditur sebagai pribadi.
b. Hofmanri2) sebaliknya berpendapat bahwa meskipun debitur memi-
lih mengutamakan pembayaran utangnya kepada kreditur sebagai
pribadi, tetap kreditur sekutu persekutuan perdata ini harus melak-
sanakan ketentuan Pasal 1628 KUHPER tersebut.
Asas kepentingan bersama ini juga tersimpul pada Pasal 1629
KUHPER, yang berbunyi: "Jika salah seorang sekutu telah menerima
seluruh bagiannya dalam suatu piutang bersama, kemudian si debitur
jatuh pailit atau dalam keadaan tidak mampu, maka sekutu tersebut
diwajibkan memasukkan apa yang telah diterimanya itu ke dalam kas
persekutuan, meskipun dia telah menyatakan menerima pembayaran
itu sebagai pelunasan utangnya."
Atas kepentingan bersama juga tersimpul dalam Pasal 1630
KUHPER, di mana ditetapkan bila seorang sekutu persekutuan dalam
tindakannya membuat kerugian pada persekutuan, maka sekutu itu
harus membayar ganti rugi kepada persekutuan. Jumlah ganti rugi itu
tidak boleh dikurangi dengan keuntungan-keuntungan yang diperoleh
sekutu itu dalam bidang lain. Jadi, jika keuntungan itu dapat sekutu
dari bidang yang sama, maka keuntungan itu dapat dipakai untuk
mengurangi jumlah ganti kerugian yang hams dibayarnya.
Asas kepentingan bersama juga terkandung dalam istilah "maatschap"
pada Pasal 1625, 1626 dan 1630 KUHPER, yang baik Polak maupun
Hofmann memberikan arti sebagai "para sekutu bersama" (de geza-
menlijke vennoten). Di sini muncul unsur "koperasi" atau kesatuan,
yaitu suatu unsur yang sangat dibutuhkan dalam persekutuan perdata
sebagai yang dikemukakan oleh Pitlo. Dari itu mengenai persoalan
"siapakah yang hams menuntut sekutu yang alpa seperti disebut dalam
Pasal 1630 KUHPER itu," dapat dijawab bahwa persekutuan per-
datalah yang berhak. Asas kepentingan bersama ini juga tersimpul
dalam Pasal 1632 KUHPER, yaitu mengenai hak menagih seorang
sekutu kepada persekutuannya tentang pengeluaran-pengeluaran yang
telah diadakan untuk kepentingan persekutuan.

" Pitlo, Verbintenissenrecht, druk 6, bI. 463.


2)Hofmann, Het Ned. Verbintenissenrecht, II, 1936, bl. 271.

26
22. PEMELIHARAAN (PENGURUSAN)
Pemeliharaan atau pengurusan (beheer) dalam persekutuan perdata
diatur dalam Pasal 1636 s/d 1639 KUHPER. Pembebanan tugas peng-
urusan pada sekutu persekutuan perdata dapat dilakukan dengan dua
cara (Pasal 1636), yaitu:
a. Diatur sekaligus bersama-sama dalam akta pendirian persekutuan
perdata. Sekutu persekutuan perdata ini disebut "sekutu statuter"
(gerant statutaire);
b. Diatur sesudah persekutuan perdata berdiri dengan akta khusus.
Sekutu pengurus ini dinamakan "sekutu mandater" (gerant man-
data ire).

23. PERBEDAAN KEDUDUKAN HUKUM ANTARA SEKUTU STATUTER


DAN SEKUTU MANDATER
1. Menurut Pasal 1636 ayat (2) KUHPER, selama berjalannya per-
sekutuan perdata, sekutu statuter tidak boleh diberhentikan, kecuali
atas dasar alasan-alasan menurut hukum. Misal alasan-alasan ter-
sebut menurut Hofmann' ) ialah: tidak cakap, kurang saksama, men-
derita sakit dalam waktu lama dan sebagainya. Menurut Prof. Sae-
kardone alasan-alasan tersebut ialah keadaan-keadaan atau peris-
tiwa-peristiwa yang tidak memungkinkan seorang sekutu peng-
urus itu melakukan tugasnya secara baik.
2. Yang dapat memberhentikan sekutu statuter ialah pesekutuan per-
data. Atas pemberhentian ini sekutu statuter yang bersangkutan da-
pat minta putusan Hakim tentang soal, apakah pemberhentian itu
benar-benar berdasarkan alasan-alasan menurut hukum. Kalau pu-
tusan Hakim menguntungkan sekutu pengurus yang bersangkutan,
maka dia dapat minta ganti kerugian berdasar Pasal 1632
KUHPER.
3. Seorang sekutu mandater itu kedudukannya sama dengan seorang
pemegang kuasa (Pasal 1814 KUHPER), jadi, kekuasaannya dapat
dicabut sewaktu-waktu. Juga dia sendiri dapat meminta agar kekua-
saannya dicabut.

24. PENGURUS BUKAN SEKUTU


Pengurus pada persekutuan perdata biasanya adalah sekutu sendiri,

3) Hofmann, Het Ned. Verbintenissenrecht, II, 1936, bl. 277.


4) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia I, Bagian 11, cat. 3, hlm. 45.

27
disebut "pengurus sekutu". Kalau di antara para sekutu tidak ada
yang dianggap cakap atau mereka tidak merasa cakap untuk menjadi
pengurus, maka para sekutu dapat menetapkan orang luar yang cakap
sebagai pengurus. Jadi, di sini ada pengurus bukan sekutu. Hal ini
dapat ditetapkan dalam akta pendirian persekutuan perdata atau da-
lam perjanjian khusus.

25. KEKUASAAN BERBUAT SEKUTU STATUTER


Menurut Pasal 1636 ayat (1) KUHPER, seorang sekutu statuter, asal-
kan dia bertindalc jujur, dapat melakukan perbuatan pengurusan, mes-
Kipun perbuatan itu bertentangan dengan kehendak sekutu-sekutu yang
lain. Ketentuan ini sebetulnya bertentangan dengan asas kerjasama (ko-
perasi) dalam mencapai tujuan bersama dalam persekutuan perdata.
Kalau perbuatan pengurusan itu mengakibatkan kerugian pada perse-
kutuan, maka menurut Pasal 1630 KUHPER, pengurus yang bersang-
kutan bertanggung jawab terhadap teman-teman sekutu lainnya. Jadi,
dia harus mengganti kerugian yang diakibatkan karena perbuatannya.

26. ARTI PENGURUSAN DAN PENGUASAAN


Menurut Pitlos), Perbuatan pengurusan (beheer), adalah tiap-tiap per-
buatan yang perlu atau yang temasuk golongan perbuatan yang biasa
dilakukan untuk mengurus/memelihara persekutuan perdata. Sedang-
kan perbuatan penguasaan (beschikkingsdaad) adalah perbuatan
yang mengakibatkan perubahan-perubahan yang tidak khusus diper-
lukan mengingat akan keadaan-keadaan dalam kenyataannya.
Perbuatan pengusaaan itu baik secara terang-terangan, maupun
secara diam-diam harus ada persetujuan bulat dari para sekutu bersa-
ma sedangkan untuk perbuatan pengurusan atau pemeliharaan, perse-
tujuan semacam itu tidak diperlukan (Pasal 1636 ayat (1) KUHPER),
asal perbuatan itu dilakukan secara jujur.

27. PERBEDAAN ANTARA PERBUATAN PENGURUSAN DAN PERBUAT-


AN PENGUASAAN
Perbedaan antara perbuatan pengurusan dan perbuatan penguasaan
ialah:
a. Perbuatan pengurusan tidak memerlukan kata sepakat lebih dulu
dari sekutu-sekutu yang lain, tetapi hams dilakukan dengan jujur

Pitlo, Verbintenissenrecht, druk 6, bl. 466.

28
serta mengingat akan kepentingan bersama terhadap tujuan per-
sekutuan perdata. Sanksi atas ketentuan tersebut terdapat dalam
Pasal 1630 KUHPER;
b. Sebaliknya, perbuatan penguasaan memerlukan kata sepakat dari
semua sekutu. KUHPER tidak mengatur secara khusus mengenai
perbuatan penguasaan ini. Akan tetapi bila pengurusan memerlukan
pengluasan sampai penguasaan, maka harus ada kata sepakat dari
semua sekutu terlebih dulu;
c. Asas "kata sepakat" ini juga terdapat dalam Pasal 1639 ayat (4)
KUHPER, yang juga berlaku terhadap benda bergerak dari per-
sekutuan perdata, meskipun tidak disebutkan secara khusus;
d. Tiap-tiap pengurus bertanggung jawab terhadap persekutuan, baik
mengenai pengurusan maupun mengenai penguasaan.

28. PEMBAGIAN TUGAS ANTARPENGURUS


Kalau sekutu statuter lebih dari seorang, maka tugas pengurusan hams
dibagi antarmereka. Bila tidak ada pembagian pekerjaan tertentu atau
apabila tidak diadakan ketentuan bahwa seorang pengurus tidak boleh
bertindak di luar pengetahuan pengurus yang lain, maka masing-masing
sekutu pengurus diperbolehkan melakukan semua perbuatan peng-
urusan (Pasal 1637 KUHPER).
Bila salah seorang pengurus berhalangan untuk memberikan per-
setujuan atau berhalangan berbuat, dalam hal mana diperlukan turut
sertanya sekutu yang berhalangan itu, maka pelaksanaan perbuatan
itu ditunda sampai halangan itu lenyap dan pengurus yang berhalangan
itu dapat turut serta menunaikan kewajibannya (Pasal 1638 KUHPER).
Tetapi bila perbuatan itu dianggap mendesak atau akan lebih meng-
untungkan bila perbuatan itu segera dilakukan, maka menurut Pitloo
dan Hofmann') pengurus yang ada dapat bertindak merangkap sebagai
penyelenggara urusan (zaakwaarnemer) dari pengurus yang berha-
langan itu.

29. PERATURAN PENGURUSAN


Karena pengurusan itu adalah suatu hal yang penting, maka biasanya
para pendiri persekutuan perdata tidak lupa untuk mengaturnya dalam
akta pendirian persekutuan perdata itu atau dalam perjanjian yang

Pitlo, Verbintenissenrecht, druk 6, bl. 467.


1) Hofmann, Het Ned. Verbintenissenrecht, II, 1936, bI. 278.

29
khusus diadakan untuk mengatur pengurusan itu. Tetapi bila para pendiri
tidak mengatumya, maka undang-undang telah menyediakan peraturan
pengurusan sebagai yang disebut dalam Pasal 1639 KUHPER, yang
isinya adalah sebagai berikut:
a. Pasal 1639 sub 1, KUHPER mengandung ketentuan yang sangat
penting, yaitu bahwa para sekutu dianggap saling memberikan
kuasa untuk melakukan pengurusan bagi kawarmya, jadi semacam
pemberian kuasa secara diam-diam. Menurut Pitlos ) pemberian
kuasa itu tidak berdasar bab XVI, Buku III, KUHPER, tetapi hak
mengurus pada tiap-tiap sekutu itu timbul berdasar perjanjian pen-
dirian persekutuan perdata itu sendiri. Tiap-tiap sekutu diberi hak
untuk mencegah dilangsungkannya suatu perbuatan pengurusan
oleh teman sekutu lainnya yang tidak disetujui. Hak ini tidak boleh
dipakai, kecuali bila dikhawatirkan perbuatan pengurusan itu akan
mendatangkan kerugian bagi kepentingan bersama (Pasal 1639,
sub 1, ayat (2) KUHPER). Dalam hal yang sebaliknya, yakni ter-
hadap sekutu yang mencegah tanpa alasan yang pantas, dapat
dituntut pembayaran ganti rugi oleh persekutuan (Pasal 1630
KUHPER).
b. Menurut Prof. Soelcardono9) dalam Pasal 1639 sub 2 dan 3 KUHPER
tidak diatur tentang perbuatan pengurusan, tetapi tentang pema-
kaian benda-benda milik persekutuan. Dalam memakai benda-
benda itu para sekutu diwajibkan mengindahkan kepentingan per-
sekutuan. Semuanya hams mendapat manfaat dan tiap-tiap sekutu
hams ikhlas bersedia memberikan sumbangan untuk menjaga
keselamatan benda-benda itu. Asas ini berlaku juga bagi benda-
benda yang hanya kemanfaatannya yang dimasukkan sebagai
pemasukan.
c. Sub 4 dari Pasal 1639 KUHPER ini melarang perbuatan penguasa-
an (beschikkingsdaden) tanpa persetujuan dari semua sekutu.

30. BAGAIMANA MEMBAGI KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN


Persekutuan perdata bertujuan untuk memperoleh keuntungan (Pasal
1618 KUHPER). Kalau sudah ada keuntungan, maka keuntungan itu
hams dibagi antarpara sekutu. Bagaimana membagi keuntungan itu
diatur dalam Pasal 1633, 1634 dan 1635 KUHPER.

" Pitlo, Verbintenissenrecht, druk 6, bl. 467.


9 ' Soekardono, Hukum Dagang Indonesia I, Bagian II, cat. 3, hlm. 50.

30
Menurut Pasal 1633 KUHPER cara membagi keuntungan dan
kerugian itu sebaiknya diatur dalam perjanjian mendirikan persekutuan
perdata, dengan cara tidak boleh memberikan seluruh keuntungan
kepada seorang sekutu saja (Pasal 1635 ayat (1) KUHPER), sebab
ini melanggar "mengejar kemanfaatan bersama". Tetapi sebaliknya
undang-undang memperbolehkan pembebanan seluruh kerugian
kepada seorang sekutu (Pasal 1635 ayat (2) KUHPER).
Kalau dalam perjanjian tidak ada aturan tentang cara membagi
keuntungan dan kerugian, maka berlakulah Pasal 1633 ayat (1)
KUHPER, yang menetapkan bahwa pembagian itu hams dilakukan
menurut asas "keseimbangan pemasukan", dengan pengertian bahwa
pemasukan yang berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan pe-
masukan uang atau benda yang terkecil (Pasal 1633 ayat (2) KUHPER).
Menurut hemat saya cara pembagian terhadap pemasukan tenaga
kerja ini tidak adil, karena ternyata pembentuk undang-undang tidak
menghargai tenaga kerja, baik fisik maupun pikiran, padahal untuk
zaman sekarang "tenaga kerja" ini merupakan faktor yang menonjol
dalam bidang produksi. Di sini asas "perikemanusiaan dan keadilan
sosial" (sila kedua dan keempat dari Pancasila) tidak mendapat per-
hatian dengan semestinya. Untuk negara RI peraturan yang demikian
ini hams segera mendapat perhatian dari Pemerintah, sebab meru-
pakan unsur yang menggrogoti Pancasila yang menjadi asas filsafat
negara RI. Menurut saya sebaiknya dipergunakan sebagai ukuran
untuk menilai tenaga kerja yang diberikan sebagai pemasukan
(inbreng) ialah "hasil karya" tenaga tesebut terhadap kemajuan per-
sekutuan dalam arena perusahaan, khususnya sampai dimana tenaga
kerja tersebut berpengaruh pada keuntungan yang didapat perusaha-
an. Kalau tenaga kerja yang dimaksudkan tersebut mengakibatkan
kemajuan atau keuntungan persekutuan yang besar, maka tenaga
kerja tersebut hams dinilai besar juga. Sebaliknya kalau tenaga kerja
(fisik) yang dimasukkan itu kurang memberi pengaruh pada keun-
tungan persekutuan, maka saya tidak keberatan kalau tenaga kerja
(fisik) itu dinilai kurang. Untuk mendapat angka penilaian yang jelas,
saya mengusulkan agar tenaga kerja itu dihargai antara pemasukan
yang tertinggi nilainya dengan pemasukan benda atau uang yang
terendah nilainya. Hal ini pada hemat saya perlu dimusyawarahkan
dalam rapat pengurus supaya tenaga kerja itu mendapatkan penilaian
yang adil. Penetapan nilai tenaga kerja oleh pengurus ini adalah yang
terbaik, sebab undang-undang menetapkan bahwa penetapan pemba-

31
gian keuntungan dan kerugian oleh pihak ketiga tidak diperbolehkan
(Pasal 1634 ayat (1) KUHPER).

31. MUTASI SEKUTU PERSEKUTUAN PERDATA


Seorang sekutu persekutuan perdata diperbolehkan memasukkan se-
orang pihak ketiga hanya dalam bagiannya saja dari pemiodalan se-
luruhnya (Pasal 1641 KUHPER). Dengan begitu lalu ada "ondermaat-
schap" atau menurut Molengraaff" lalu terjadi sebuah "maatschap"
antara sekutu lama dengan pihak ketiga yang dimasukkan itu.
Untuk memasukkan pihak ketiga ke dalam bagiannya, sekutu yang
bersangkutan tidak perlu minta izin dari sekutu lainnya, tetapi seba-
liknya orang luar (pihak ketiga yang masuk) itu tidak berhak men-
campuri urusan dan kekayaan persekutuan.
Pihak ketiga dapat diterima sebagai sekutu penuh dari persekutuan,
bila ada persetujuan bulat dari semua sekutu persekutuan. Persetujuan
bulat dari para sekutu ini penting sesuai dengan asas kepribadian
yang ada pada persekutuan perdata, yakni tiap-tiap sekutu harus di-
kenal pribadinya oleh sekutu-sekutu yang lain.
Mengenai asas kepribadian ini ada arrest H.R. tanggal 6 Pebruari
1935" ) yang sedikit banyak meninggalkan asas kepribadian pada per-
sekutuan perdata, sebab menurut H.R. para pendiri persekutuan itu
dalam anggaran dasarnya dapat menetapkan bahwa tiap-tiap sekutu
dapat melepaskan kedudukannya sebagai sekutu dan menyerahkan
kepada orang lain, tanpa persetujuan sekutu-sekutu lain. Dengan de-
mikian, personalia persekutuan perdata dimungkinkan berganti-ganti
seperti halnya pada pemegang saham perseroan terbatas, sehingga
Pitlo '2) berpendapat bahwa H.R. dengan arrest tersebut menuju ke
arah pengakuan persekutuan perdata sebagai badan hukum.
Sebagai akibat adanya arrest H.R. tersebut ada kemungkinan selu-
ruh sekutu persekutuan perdata berganti, sedangkan persekutuan ber-
jalan terus. Kalau persekutuan perdata itu akan menuju ke badan
hukum, maka soal pendaftaran dan pengumuman hams menjadi per-
hatian pembentuk undang-undang, agar persekutuan perdata itu dike-
tahui oleh pihak ketiga.

10) Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bI. 219.


n) H.R. 6 Pebruari 1935, N.J. 1935-1513.
12) Pitlo, Verbintenissenrecht, druk 6, bl. 468.

32
C. PERIKATAN ANTARA PARA SEKUTU DENGAN PIHAK
KETIGA

32. HUBUNGAN KELUAR


Hubungan keluar persekutuan perdata artinya hubungan persekutuan
beserta para sekutunya dengan pihak ketiga, diatur dalam Pasal 1642
s/d 1645 KUHPER. Mengenai hubungan ini akan saya bicarakan
mengenai:
a. pertanggungjawaban sekutu persekutuan pedata;
b. luas perikatan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur
sekutu persekutuan perdata;
c. pemberian kuasa;
d. persekutuan perdata bukan badan hukum;
e. persekutuan perdata memiliki kekayaan sendiri.

33. PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU PERSEKUTUAN PERDATA


Pertanggungjawaban (aansprakelijkheid, verantwoordelijkheid)
artinya: kewaj iban untuk mengganti kerugian bila perikatan yang sudah
dijanjikan tidak ditunaikan, sehingga kalau perikatan itu benar-benar
tidak dilaksanakan, maka orang (sekutu) yang bertanggung jawab
dapat dituntut atau dapat digugat, bila perlu di muka Pengadilan Negeri
setempat.
Dalam hubungan hukum antara debitur dan kreditur, maka debitur-
lah yang bertanggung jawab atas terlaksananya perikatan atau lunasnya
utang. Pelunasan utang itu hams dijamin sepenuhnya, demi kelancaran
lalu lintas dalam lapangan perniagaan dan demi kepentingan pribadi
kreditur. Jaminan pelunasan utang ini tidak hanya diberikan oleh debitur
dalam janjinya, tetapi juga diberikan oleh undang-undang. Undang-
undang menunjuk harta kekayaan debitur seluruhnya sebagai jaminan
pelunasan semua utang-utangnya (Pasal 1131 dan 1132 KUHPER).
Pasal 1131 KUHPER berbunyi: "Segala harta kekayaan debitur,
baik yang bergerak maupun yang tetap (tidak bergerak), baik yang
sudah ada maupun yang akan datang, merupakan jaminan bagi seluruh
perikatannya." Sedangkan Pasal 1132 KUHPER berbunyi: "Harta
benda tersebut merupakan jaminan bagi semua krediturnya; hasil pen-
jualan harta benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menu-
rut besar kecilnya piutang masing-masing kreditur, kecuali bila di antara
para kreditur itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan."
Hak didahulukan (voorrang) dimiliki oleh seorang kreditur bila

33
dia mempunyai "piutang istimewa" (privilege). Pengertian "privilege"
itu diatur dalam Pasal 1134 KUHPER yang berbunyi: "Hak istimewa
ialah hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang kreditur
sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada kreditur lainnya, semata-
mata berdasarkan atas sifatnya piutang. Gadai (pand) dan hipotik
adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal yang
oleh undang-undang ditentukan sebaliknya." Lihat misalnya Pasal
316 a ayat (2) KUHD. Selanjutnya mengenai piutang istimewa ini
lihat Pasal 1139 dan 1149 KUHPER.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa dan soal pertanggungjawaban
ini timbul dua masalah, yaitu:
a. jaminan bagi pelunasan utang;
b. luas perikatan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur.
Bagi debitur, jaminan untuk pelunasan utang-utangnya adalah selu-
ruh harta kekayaannya, sedangkan luas perikatan yang harus diper-
tanggungjawabkan ialah semua perikatan yang telah dibuatnya untuk
kepentingan diri pribadi (Pasal 1131 KUHPER).

34. LUAS PERIKATAN YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN KE-


PADA DEBITUR SEKUTU PERSEKUTUAN PERDATA
Pada pelajaran di muka kita telah membicarakan jaminan bagi pelu-
nasan utang yang diberikan oleh debitur sekutu persekutuan dan oleh
undang-undang. Debitur sekutu persekutuan memberi jaminan itu da-
lam perjanjian dengan pihak ketiga, sedangkan undang-undang mem-
berikan jaminan itu dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPER. Sekarang
kita membicarakan masalah kedua yaitu, luas perikatan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur sekutu persekutuan. Perlu
kiranya kita ketahui dulu bahwa luas tanggung jawab seorang debitur
sebagai sekutu persekutuan perdata itu tidak sama dengan luas tang-
gung jawab seorang debitur yang mengadakan hubungan hukum untuk
kepentingan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena peristiwa yang
dulu itu bagi kepentingan pesekutuan perdata, sedangkan peristiwa
yang kedua bagi kepentingan diri debitur sendiri.
Sebelum kita membahas persoalan luas perikatan yang dapat diper-
tanggungjawabkan kepada debitur sekutu pada persekutuan perdata,
maka pelu lebih dulu diketahui bahwa undang-undang tidak membe-
bankan kewajiban kepada persekutuan perdata untuk pendaftaran dan
pengumuman. Ini berarti pembetituk udang-undang beranggapan bah-
wa persekutuan perdata itu hanya ada bagi para sekutunya,

34
sedangkan pihak ketiga dianggap tidak mengetahui adanya pesekutuan
perdata itu. Hal ini perlu diketahui berhubung adanya pertanggung-
jawaban debitur sekutu persekutuan tehadap kreditur pihak ketiga.
Menurut Pasal 1642 s/d 1645 KUHPER, pertanggungjawaban se-
kutu persekutuan perdata adalah sebagai berikut:
a. Bila seorang sekutu persekutuan mengadakan hubungan hukum
dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang
bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilaku-
kan oleh pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa dia
berbuat untuk kepentingan persekutuan (Pasal 1644 kalimat per-
tama, KUHPER).
b. Perbuatan sekutu tersebut baru mengikat sekutu-sekutu lain, bila:
1) nyata-nyata ada surat kuasa dari sekutu-sekutu lain;
2) hasil perbuatannya atau keuntungannya telah nyata-nyata dinik-
mati oleh persekutuan (Pasal 1642 .bsd 1644 KUHPER).
c. Bila beberapa orang sekutu persekutuan perdata mengadakan hu-
bungan hukum dengan pihak ketiga, maka para sekutu itu dapat
dipertanggungjawabkan sama rata, meskipun pemasukan mereka
masing-masing tidak sama, kecuali bila dalam perjanjian yang dibuat-
nya dengan pihak ketiga itu dengan tegas ditetapkan imbangan
pertanggungjawaban masing-masing sekutu yang turut mengada-
kan perjanjian itu (Pasal 1643 KUHPER).
d. Bila seorang sekutu persekutuan perdata mengadakan hubungan
hukum dengan pihak ketiga atas nama persekutuan, maka perse-
kutuan dapat langsung menggugat kepada pihak ketiga itu (Pasal
1645 KUHPER). Di sini tidak diharuskan adanya pemberian kuasa
dari sekutu-sekutu lain.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1) jaminan pelunasan utang adalah tetap sebagai yang tersebut dalam
pasal 1131 KUHPER;
2) luas perikatan yang dipertanggungjawabkan ialah:
a) terbatas pada perikatan-perikatan yang dibuat oleh seorang se-
kutu yang bersangkutan;
b) masing-masing dengan bagian yang sama dari jumlah semua
perikatan yang telah dibuatnya, bila perbuatan sekutu itu meng-
ikat sekutu-sekutu lainnya atau bila beberapa sekutu bertindak
bersama-sama.

35
35. PEMBERIAN KUASA
Para sekutu yang memberi kuasa kepada sekutu yang berbuat, turut
terikat kepada pihak ketiga. Dalam hal ini Van Brakel" ) berpendapat
bahwa sekutu pemberi kuasa turut terikat, meskipun sekutu pemegang
kuasa itu tidak menyebutkan nama-nama dari masing-masing sekutu
pemberi kuasa, melainkan dia hanya mengatakan bahwa dia berbuat
bagi persekutuan (Pasal 1642 bsd 1644 KUHPER).
Menurut Prof. Soekardono' 41 pendapat Van Brakel itu perlu ditam-
bah dengan: "bila pihak ketiga itu kemudian diberitahukan atau menge-
tahui sendiri tentang adanya pemberian kuasa itu. Sebab dengan ada-
nya hanya satu pernyataan bahwa seseorang bertindak atas nama
persekutuan, sedangkan sekutu yang berbuat tidak membuktikan ada-
nya pemberian kuasa, maka pihak ketiga hanya memandang bahwa
sekutu yang berbuat itu sebagai pihak lawannya."
Menurut saya pendapat Van Brakel di atas sudah benar, sesuai
dengan Pasal 1642 dan 1644 KUHPER, sebab persoalan "turut ter-
ikat" bagi sekutu yang telah memberi surat kuasa itu persoalan antara
sekutu pemberi kuasa dan sekutu pemegang kuasa dan bukan per-
soalan yang menyangkut pihak ketiga yang dihubungi oleh pemegang
kuasa. Pihak ketiga bila akan menuntut, cukup kepada sekutu peme-
gang kuasa saja, tidak usah menyangkut sekutu pemberi kuasa. Hu-
bungan antara pemberi kuasa dan pemegang kuasa itu hubungan ke
dalam antarsekutu, pihak ketiga tidak perlu tahu, sebab pelunasan
utang cukup diselesaikan oleh si pemegang kuasa.

36. PERSEKUTUAN PERDATA BUKAN BADAN HUKUM


Pasal 1645 KUHPER menentukan bahwa bila salah seorang sekutu
persekutuan perdata mengadakan perjanjian atas nama persekutuan
perdata, maka persekutuan berhak menggugat langsung kepada pihak
ketiga. Apakah dengan ini berarti bahwa persekutuan perdata adalah
badan hukum? Tidak, perbuatan persekutuan perdata untuk menggu-
gat langsung kepada pihak ketiga itu adalah perbuatan bersama semua
para sekutu, karena mereka masing-masing mempunyai bagiannya
sendiri dalam harta kekayaan persekutuan, sehingga tiap-tiap sekutu
berhak menagih sesuai dengan bagiannya itu.
Pasal 1644 KUHPER berbunyi: "Syarat (beding) bahwa suatu

'" Van Brakel, Leerboek, II, druk 2, bl. 246.


'4' Soekardono, Hukum Dagang Indonesia I, Bagian II, cet. 3, hlm. 55.

36
perbuatan telah dilakukan atas tanggungan pihak persekutuan, ha-
nyalah mengikat pada sekutu yang melakukan perbuatan itu, dan tidak
mengikat sekutu-sekutu lainnya, kecuali jika sekutu-sekutu tersebut telah
memberi kuasa kepadanya untuk perbuatan itu atau perbuatan itu telah
memberi manfaat bagi persekutuan perdata." Dan pasal ini dapat
disimpulkan bahwa persekutuan itu bukan badan hukum, sebab bila
persekutuan itu badan hukum, maka seorang sekutu yang melakukan
perbuatan atas nama persekutuan, persekutuanlah yang terikat dengan
pihak ketiga dan bukan sekutu yang berbuat seperti ditentukan dalam
Pasal 1644 KUHPER tersebut.
Seumpama persekutuan perdata itu badan hukum, maka Bab VIII,
Buku III, KUHPER masih hams dilengkapi lagi dengan peraturan-
peraturan mengenai:
a. persetujuan Pemerintah tentang pendirian persekutuan perdata itu;
b. pendaftaran pada instansi Pemerintah tertentu;
c. pengumuman pada Tambahan Berita Negara RI.
Karena peraturan-peraturan ini semua tidak ada, maka pembentuk
undang-undang tidak bermaksud untuk menjadikan persekutuan
perdata itu suatu badan hukum.

37. PERSEKUTUAN PERDATA MEMILIKI KEKAYAAN SENDIRI


Menurut keilmuan dan yurisprudensi, persekutuan perdata itu belum
mencapai status badan hukum, akan tetapi menurut arrest H.G.H.
tanggal 7 Januari 1926' 5) persekutuan perdata itu dinyatakan memiliki
kekayaannya sendiri. Putusan itu mendasarkan diri atas Pasal 1618,
1640, 1641 dan 1645 KUHPER, serta asas-asas yang mendukung
pasal-pasal tersebut. Kekayaan itu berdiri sendiri, terpisah dari ke-
kayaan pribadi sekutu masing-masing. Penyendirian harta kekayaan
itu harus ditentukan dalam perjanjian pendirian persekutuan per-
data.
Kekayaan persekutuan perdata itu terdiri dari:
a. pemasukan (inbreng) dari masing-masing sekutu (Pasal 1619 ayat
(2) KUHPER);
b. penagihan-penagihan ke dalam, kepada sekutu-sekutunya, yaitu
bunga-bunga dari pemasukan yang disanggupkan, tetapi belum
masuk (Pasal 1626 KUHPER) dan lain-lain;
c. penggantian kerugian kepada persekutuan dari sekutu-sekutu yang

") H.G.H. 7 Januari 1926, T. 123-456.

37
karena kesalahannya mengakibatkan kerugian bagi persekutuan
(Pasal 1630 KUHPER);
d. penagihan-penagihan keluar kepada pihak ketiga (Pasal 1645
KUHPER).
Prof. Mr. J. van Kan dalam anotasinya di bawah putusan H.G.H.
tanggal 7 Januari 1926 trsebut di atas, mengatakan bahwa adanya
kekayaan tersendiri bagi persekutuan firma sudah lama diakui dalam
keilmuan dan dalam yurisprudensi, walapun pengakuan itu belum
meluas sampai dengan pengakuan bahwa persekutuan firma itu adalah
badan hukum.
Dengan adanya pengakuan terhadap adanya kekayaan tersendiri
bagi persekutuan firma itu, maka dicapailah sekaligus dua macam
tujuan:
1) dengan demikian, persekutuan firma itu dilindungi dan penuntutan
pembagian kekayaan dan sekutu-sekutunya, sebelum semua utang
persekutuan dilunasi dulu (arrest H.R. tanggal 26 November
1897;' 6)
2) dengan demikian persekutuan firma itu dilindungi terhadap pena-
gihan-penagihan prive dari para sekutu, karena kekayaan sendiri
itu merupakan jaminan bagi semua kreditur-kreditur persekutuan
dan bukan kreditur-kreditur para sekutu (Pasal 1131 KUHPER) —
(arrest H.R. tanggal 28 Juni 1889);" )
Arrest H.R. tanggal 26 November 1897 dan tanggal 28 Juni 1889,
mengenai pengakuan adanya kekayaan sendiri bagi persekutuan firma,
diperluas dengan putusan H.G.H. tanggal 7 Januari 1926 yang menya-
takan bahwa persekutuan perdata pun memiliki kekayaan sendiri.

D. BERAKHIRNYA PERSEKUTUAN PERDATA

38. BUBARNYA PERSEKUTUAN PERDATA


Bubamya persekutuan perdata diatur dalam Pasal 1646 s/d 1652
KUHPER. Pasal 1646 KUHPER mempergunakan kata "Maatschap
eindight:" (persekutuan berakhir:). Pada hemat saya pemakaian kata
"berakhir" itu kurang tepat, sebab sesudah apa yang disebut "ber-
akhir" itu masih harus ada perbuatan lagi yang disebut "pemberesan",
padahal kata "berakhir" itu menurut saya sudah tidak ada lagi per-

lo H.R. 26 November 1897, Hoetink, arresten, druk 5, no. 11.


") H.R. 28 Juni 1889, w. 5735.

38
buatan hukum yang hams dikerjakan. Karena sebelum sebuah perse-
kutuan perdata itu benar-benar berakhir masih ada perbuatan hukum
yang harus dikerjakan, yakni: pemberesan, maka saya menerjemahkan
perkataan pembentuk undang-undang "eindight" tadi dengan kata "bu-
bar". Bubar itu suatu peristiwa bila suatu perjanjian itu tidak bisa lagi
dijalankan. Pada saat sebuah persekutuan bubar, maka perjanjian men-
dirikan persekutuan perdata itu sudah tidak ada lagi, sedangkan utang,
piutang, urusan perusahaan (benda tetap, benda bergerak dan yang
bukan benda, yang ada di lingkungan perusahaan), masih ada dan
hams diselesaikan sebelum persekutuan perdata itu betul-betul ber-
akhir. Jadi, pertama persekutuan perdata bubar, lalu ada pemberesan,
sesudah itu haruslah persekutuan perdata itu berakhir.

39. SEBAB-SEBAB BUBARNYA PERSEKUTUAN PERDATA


Sebab-sebab bubarnya persekutuan perdata diatur dalam Pasal 1646
KUHPER. Yang berbunyi sebagai berikut: "Persekutuan perdata bu-
bar karena:
a. lampaunya waktu untuk mana persekutuan perdata itu didirikan;
b. musnahnya barang atau telah diselesaikannya usaha yang menjadi
tugas pokok persekutuan perdata itu;
c. kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu;
d. salah seorang sekutu meninggal dunia atau di bawah pengampuan
atau dinyatakan pailit."
Sebab-sebab sebagai yang tersebut dalam Pasal 1646 KUHPER
itu tidak limitatif, tetapi demonstratif, sebab di samping sebab yang
disebut dalam Pasal 1646 KUHPER itu masih ada sebab-sebab yang
lain, misalnya:
1) berdasarkan suara bulat dari para sekutu;
2) karena berlakunya syarat bubar (ontbindende voorwaarde)
seperti yang ditetapkan dalam perjanjian mendirikan persekutuan
perdata;
Sebab-sebab yang tercantum dalam Pasal 1646 KUHPER akan
saya bicarakan satu per satu seperti di bawah ini.

40. BUBARNYA PERSEKUTUAN KARENA LAMPAUNYA WAKTU


Pasal 1646 sub 1 KUHPER menetapkan bubarnya persekutuan karena
lampaunya waktu untuk mana persekutuan didirikan. Ketentuan ini
ditambah dengan ketentuan dalam Pasal 1647 KUHPER yang menya-
takan bahwa pembubaran persekutuan tidak boleh dituntut oleh salah

39
seorang dari sekutu persekutuan, kecuali berdasarkan alasan-alasan
yang sah, misalnya bila ada seorang sekutu tidak memenuhi kewajiban-
nya atau jika seorang sekutu lain sakit terus-menerus, sehingga dia
tidak cakap untuk melakukan tugasnya bagi persekutuan, atau alasan
yang sejenis, yang penilaian maupun tingkat pentingnya diserahkan
pada pertimbangan Hakim.
Hal lain ialah bila waktu pembubaran itu sudah tercantum dalam
perjanjian. Dalam hal ini, kalau para sekutu menginginkan perpan-
jangan, harus diputuskan sebelum waktu pembubaran lampau. Se-
baliknya bila satu atau beberapa sekutu sebelum waktu pembubaran
itu berakhir ingin membubarkan persekutuan, maka pembubaran itu
harus melalui Hakim Pengadilan Negeri berdasarkan alasan-alasan
menurut hukum, yang harus dikemukakan oleh sekutu penuntut.
Contoh alasan-alasan menurut hukum itu terdapat dalam Pasal 1647
KUHPER, seperti tersebut di atas.

41. APAKAH PASAL 1266 KUHPER DAPAT DIPAKAI UNTUK MEMBUBAR-


KAN PERSEKUTUAN PERDATA
Untuk mengetahui hal ini kita perlu meninjau soal sifat hukum perjanjian
mendirikan persekutuan perdata, yang menurut Prof. Molengraaff
dan disetujui oleh Prof. Soekardonom adalah bersifat "perjanjian
murni", sebagai yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPER. Sedangkan
menurut H.R. 193 perjanjian mendirikan persekutuan perdata itu ber-
sifat "perjanjian timbal-balik." Dalam hal yang terakhir ini ada kemung-
kinan untuk membubarkan persekutuan perdata dengan melalui Pasal
1266 KUHPER. Untuk mengetahui pasal mana yang paling tepat untuk
membubarkan persekutuan perdata, perlu ditinjau perbedaan Pasal
1266 dan Pasal 1647 KUHPER. Perbedaan itu adalah sebagai berikut:
a. Pasal 1266 KUHPER hanya berdasar ketiadaan prestasi (wan-
prestasi) dari salah satu pihak dalam perjanjian, sedangkan Pasal
1647 KUHPER berdasar segala alasan yang dianggap sesuai
dengan hukum oleh Hakim, di antaranya ketiadaan prestasi;
b. Pasal 1266 KUHPER masih memberi kemungkinan bagi Hakim
untuk memberi sekedar waktu bagi prestasi (terme de grace),
yang tidak boleh lebih dari 1 (satu) bulan. Sedangkan Pasal 1647
KUHPER kemungkinan adanya "terme de grace" itu tidak ada,

") Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 59.
19) H.R. 19 Maret 1920, N.J. 1920-493.

40
sebab sekutu yang bersangkutan tidak tahan lagi untuk bekerja
sama dengan sekutu-sekutu yang lain;
c. Pasal 1266 KUHPER memberi kemungkinan pembubaran per-
sekutuan yang berlaku surut (Pasal 1265 KUHPER), sedangkan
Pasal 1647 KUHPER tidak memberi kemungkinan yang demi-
kian.
Karena perbedaan ini sangat prinsipil, maka kedudukan Pasal 1647
KUHPER adalah sebagai peraturan khusus (lex specialis) terhadap
Pasal 1266 KUHPER. Dari itu pemakaian Pasal 1266 KUHPER
menjadi tidak "relevan" lagi. Dalam hal ini Prof. Soekardone> ter-
masuk golongan mereka yang menolak penggunaan Pasal 1266
KUHPER untuk pembubaran persekutuan perdata. Sekutu penuntut
pembubaran persekutuan perdata dapat menyertai tuntutannya dengan
permintaan ganti rugi. Hal ini dapat diminta pada waktu melaksanakan

42. BUBARNYA PERSEKUTUAN PERDATA KARENA BENDA PERSEKU-


TUAN MUSNAH
Hal ini diatur dalam Pasal 1646 ayat (2) KUHPER bsd Pasal 1648
KUHPER. Sebabnya persekutuan bubar ialah karena benda perse-
kutuan musnah (vernietiging der zaak), misalnya: mobil yang merupa-
kan benda pemasukan atau dibeli dengan uang persekutuan, terbakar,
sehingga para sekutu tidak bisa menikmati kemanfaatannya atau ke-
untungannya lagi dari mobil tersebut. Pasal 1646 itu lebih luas dari
Pasal 1648, sebab Pasal 1648 hanya mengenai benda-benda yang
sudah atau akan dimasukkan, lalu menjadi musnah, jadi bukan benda
baru sebagai dimungkinkan oleh Pasal 166 ayat (2) KUHPER.

43. BUBARNYA PERSEKUTUAN PERDATA KARENA PERBUATAN-PER-


BUAIAN UNTUK MENDAPATKAN KEMANFAATAN SUDAH SELESAI
DIJALANKAN DENGAN HASIL BAIK
Kalau perbuatan-perbuatan untuk mendapatkan kemanfaatan atau
keuntungan sudah selesai dijalankan dengan hasil baik (de volbrenging
van de handeling die het onderwerp der maatschap uitmaakt), maka
persekutuan perdata bubar (Pasal 1646 sub 2 bagian terakhir). Tentu
saja sesudah persekutan perdata bubar, dapat diadakan perjanjian pen-
dirian persekutuan perdata ban" Mengenai Pasal 1646 sub 2 dan Pasal

20) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, 1, Bagian II, cet. 3 hlm. 60.

41
1648 KUHPER ada beberapa hal yang perlu dicatat, yakni:
a. Pasal 1646 sub 2 adalah pasal pembubaran persekutuan perdata,
sebab dalam pasal tersebut memang dikemukan kata-kata "ont-
bonden" atau "verbroken";
b. Pitlo20 mengatakan bahwa Pasal 1648 itu mengenai risiko dalam
persekutuan perdata. Tetapi juga ada yang mengatakan bahwa
Pasal 1648 KUHPER adalah mengenai pembubaran persekutuan
perdata, yakni Hofmann221;
c. Mengenai Pasal 1648 ayat (1) dan (2) itu hak milik belum/tidak
masuk dalam persekutuan, sedangkan ayat (3) hak milik sudah
masuk dalam persekutuan;
d. Pada ayat (1) Pasal 1648 KUHPER hak milik yang seharusnya
turut diserahkan kepada persekutuan, belum diserahkan, sedang-
kan ayat (2) benda itu hanya pemakaiannya saja yang diserahkan,
hak miliknya — tidak.
e. Dalam hal seperti disebut dalam ayat (1) dan (2) Pasal 1648 ini
persekutuan menjadi bubar, tetapi bila hak milik sudah dimasukkan
dalam persekutuan — ayat (3), maka persekutuan tidak perlu bu-
bar, asalkan tujuan untuk mendapatkan laba masih dapat dijalankan.
Di sini dapat diambil kesimpulan adanya suatu asas, yaitu: bila
persekutuan sudah tidak dapat lagi menjalankan tujuan yang dicita-
citakan dalam perjanjian, maka persekutuan perdata sudah kehilangan
urgensinya untuk didirikannya dan lebih balk bubar saja.

44. PEMBUBARAN PERSEKUTUAN PERDATA KARENA KEHENDAK SE-


ORANG ATAU BEBERAPA ORANG SEKUTU
Pembubaran persekutuan perdata yang didirikan untuk waktu yang
tidak tertentu dapat terjadi, bilamana seorang atau -beberapa orang
sekutu menyatakan melepaskan kedudukan sebagai sekutu kepada
sekutu-sekutu lainnya, dengan syarat bahwa pernyataan tersebut dila-
kukan dengan jujur dan pada saat yang tepat (niet ontijdig plaats
hebben) — Pasal 1649 KUHPER. Misal pemberitahuan yang tidak
jujur ialah bila pernyataan pemberhentian itu dilakukan dengan mak-
sud untuk memiliki keuntungan yang sedianya hams dimiliki bersama
dengan sekutu-sekutu lain (Pasal 1650 ayat (1) KUHPER). Misal pem-
beritahuan pemberhentian yang tidak tepat ialah, bila pemberitahuan

2)) Pitlo, Verbintenissenrecht, druk 6, bl. 473.


22) Hofmann, Het Ned. Verbintenissenrecht, II, 1936, bI. 288.

42
itu dilakukan pada saat persekutuan itu baru dalam keadaan mundur,
sehingga akibatnya seharusnya pemberhentian itu diundurkan/ditunda
— Pasal 1650 ayat (2) KUHPER.
Bila misal tersebut di atas itu benar-benar terjadi, maka perbuatan
itu tidak mengakibatkan bubarnya persekutuan. Bila kelak terjadi per-
selisihan di muka Hakim, maka pihak yang memberitahukan pember-
hentian itu hams membuktikan bahwa dia telah memberitahukan pem-
beritahuannya itu kepada semua sekutu lainnya sesuai dengan Pasal
1649 ayat (2) KUHPER. Sedang sebaliknya sekutu-sekutu lainnya
dapat membuktikan ketidak jujuran sekutu yang berhenti dan dilakukan
pada saat yang bertentangan dengan kepentingan persekutuan.
Van Brake1 23) dan Polak24) sama-sama menyatakan bahwa Pasal
1649 KUHPER itu idak berisi peraturan paksaan dan akibatnya dapat
disimpangi dengan perjanjian.

45. BUBARNYA PERSEKUTUAN PERDATA KARENA SALAH SEORANG


SEKUTUNYA MATT, DITARUH DI BAWAH PENGAMPUAN ATAU JA-
TUH PAILIT
Persekutuan perdata bubar bila salah seorang sekutunya mati, di bawah
pengampuan atau jatuh pailit (Pasal 1646 sub 4 bsd 1651 KUHPER).
Tetapi karena Pasal 1646 itu bukan peraturan paksaan, maka ada
kemungkinan dalam perjanjian dapat ditetapkan bahwa:
a. persekutuan perdata dapat terns berusaha dengan sekutu-sekutu
yang masih hidup;
b. yang mati, di bawah pengampuan atau jatuh pailit diganti dengan
ahli warisnya.
Dengan keadaan ini maka sifat kepribadian dari para sekutu per-
sekutuan perdata menjadi hilang/dilepaskan. Dalam perjanjian dapat
juga ditentukan bahwa sekutu yang berhenti karena mati, di bawah
pengampuan atau jatuh pailit dapat diganti dengan seorang dan ahli
warisnya (Polak25) dan Soekardono26)). Hal ini dianggap lebih praktis
daripada bila seluruh ahli waris ditunjuk sebagai pengganti sekutu
yang tidak ada itu. Pendapat Polak ini biasa diserang dengan memper-
gunakan Pasal 1318 KUHPER, yang mengandung asas bahwa sese-

23) Van Brake!, Leerboek, II, druk 2, bl. 253.


24) Polak, Handboek, I, druk 5, bl. 288.
") Polak, Handboek, I, druk 5, bl. 289.
26 ) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, 'Mtn. 63.

43
orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi dirinya sendiri, bagi
semua ahli warisnya dan para orang yang mendapat hak dari dia.
Mengenai serangan ini Polak menunjuk Pasal 1300 sub 4 KUHPER,
yang memberikan kemungkinan untuk menunjuk seorang ahli waris
tertentu.

46. PEMBERESAN
Pada pelajaran nomor 34 sampai dengan 41 saya telah membicarakan
tentang alasan-alasan yang dapat mengakibatkan bubarnya perse-
kutuan perdata. Bila sebuah persekutuan perdata bubar, itu tidak berarti
bahwa persoaln persekutuan perdata itu sudah selesai atau sudah
berakhir. Pada saat bubarnya persekutuan perdata itu masih banyak
persoalan yang harus diselesaikan, misalnya: utang-utang yang belum
dibayar lunas, piutang-piutang yang belum ditagih, harta kekayaan
yang belum di-inventarisasi, sisa hasil/keuntungan yang belum dibagi
kepada para sekutu, buku-buku persekutuan yang harus disimpan di
tempat yang aman dan lain-lain. Tugas-tugas ini semua harus dilaksana-
kan oleh seorang atau lebih, yang disebut "pemberes atau penyelesai."
Sekarang timbul soal, siapa yang menjadi pemberes itu?
Pemberes itu biasanya ditunjuk oleh anggaran dasar dari perseku-
tuan perdata yang bersangkutan. Kalau anggaran dasar tidak menun-
juk, maka yang menunjuk pemberes ialah rapat sekutu yang terakhir.
Kalau rapat ini tidak ada, maka pengurus yang terakhirlah yang harus
melakukan. Jadi, pemberes itu harus ditetapkan orangnya dan juga
berapa honorariumnya Adapun tugas pemberes itu sebagai berikut:
a. meng-inventarisasi harta kekayaan persekutuan perdata yang ber-
sangkutan;
b. menagih semua piutang persekutuan dari debitumya;
c. melakukan hak reklame pada barang-barang yang masih ada di
tempat pembeli; menuntut dikembalikannya barang-barang yang
masih ada di tempat pihak ketiga;
d. membayar semua tagihan-tagihan kreditur persekutuan, termasuk
tagihan pemberes;
e. membagi sisa keunhingan kepada para sekutu yang masih berhak;
f pemberes dapat mewakili persekutuan di muka dan di luar penga-
dilan;
h. pemberes memberikan laporan lengkap kepada pengurus yang
memberi tugas.
Setelah pemberesan ini selesai dan sudah tidak ada lagi persoalan

44
yang menyangkut persekutuan perdata yang bersangkutan, maka
barulah persekutuan perdata itu berakhir.
Kecuali apa yang tersebut di atas, dalam KUHPER masih ada satu
pasal, yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam pembagian harta
perseroan perdata yang bubar tersebut, yaitu Pasal 1652 KUHPER
yang berbunyi sebagai berikut: "Aturan-aturan tentang pembagian
warisan, cara-cara pembagian itu dilakukan, dan kewajiban-kewajiban
yang terbit karenanya antara orang-orang yang turut mewaris, berlaku
juga untuk pembagian di antara para sekutu persekutuan perdata ini."
Di sini (dalam Pasal 1652 KUHPER) digambarkan seolah-olah perse-
kutuan perdata yang bubar itu adalah seseorang meninggal dunia,
yang akibatnya hukum warisan yang khusus mengenai pembagian
harta, dapat dipakai pedoman bagi pembagian harta pada persekutuan
perdata itu. Aturan-aturan tentang pembagian warisan, cara-cara pem-
bagian dan kewajiban yang terbit karenanya antara orang-orang yang
turut mewaris adalah Bab 17, Buku II, KUHPER, mulai Pasal 1066
dan lain sebagainya, tentang "Pemisahan harta peninggalan."

45
BAB IV
PERSEKUTUAN FIRMA

A. HAL-HAL UMUM

47. PENGERTIAN TENTANG PERSEKUTUAN FIRMA


Pasal 16 KUHD berbunyi: "Yang dinamakan persekutuan firma ialah
tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan
perusahaan dengan nama bersama". Jadi, persekutuan firma adalah
persekutuan perdata khusus. Kekhususannya ini terletak pada 3 unsur
mutlak sebagai tambahan pada persekutuan perdata, yaitu:
a. menjalankan perusahaan; (Pasal 16 KUHD);
b. dengan nama bersama atau firma; (Pasal 16 KUHD);
c. pertanggungjawaban sekutu yang bersifat: pribadi untuk keseluruhan
(Pasal 18 KUHD), istilah Belanda: "Hoofdelijk voor het geheel".
Dengan begitu, persekutuan perdata yang unsur tambahannya ku-
rang dari apa yang tersebut di atas, maka persekutuan perdata itu belum
menjadi persekutuan firma, misalnya: persekutuan perdata yang melaku-
kan perusahaan, itu belum menjadi persekutuan firma, masih tetap perse-
kutuan perdata. Karena persekutuan perdata menurut Pasal 1618
KUHPER adalah perjanjian yang diadakan oleh dua atau lebih, maka
persekutuan firma juga suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang
atau lebih. Dua orang tersebut dinamakan "pendiri" persekutuan firma.

48. NAMA BERSAMA ATAU FIRMA


Firma artinya nama bersama, yaitu nama orang (sekutu) yang diper-
gunakan menjadi nama perusahaan (c.q. persekutuan firma), misalnya:
salah seorang sekutu bernama "Ibrahim", sedangkan persekutuan firma
yang mereka bentuk lalu dinamakan: "Persekutuan Firma Ibrahim
Bersaudara". Nama orang yang lalu dijadikan nama perusahaan itu
disebut "firma". Mengenai firma ini telah ada putusan R.v.J. Jakarta,
tanggal 2 September 1921,' ) yang menentukan bahwa nama bersama
atau firma iu dapat diambil dari:

I> R.v.J. Jakarta, 2 September 1921, T. 120-477.

46
a. nama dari salah seorang sekutu;
b. nama dari salah seorang sekutu dengan tambahan, misalnya:
Ibrahim Bersaudara, Sulaiman & Brothers, Sumami & Sons, Cokro
Bersaudara dan lain-lain.
c. kumpulan nama dari semua atau sebagian dai nama para sekutu,
misalnya: Purisar, yang terjadi dari: Purwo, Ismail dan Sarwono;
d. nama lain yang bukan nama keluarga (familienaam), misalnya
mengenai tujuan perusahaan: "Firma Pemiagaan Pertekstilan."
Menurut Polak2) para sekutu bebas untuk menetapkan nama dari
persekutuannya. Tetapi kebebasan ini tidak sedemikian rupa sehingga
nama yang ditetapkan itu menyamai atau hampir menyamai nama
dari lain-lain persekutuan, sehingga menyebabkan kebingungan dan
kebimbangan pihak ketiga.

49. PEMAKAIAN NAMA SEKUTU KOMANDITER DILARANG


Menurut Pasal 20 ayat (1) bsd Pasal 30 ayat (2) KUHD, pemakaian
nama sekutu komanditer sebagai firma dilarang, kecuali bila sekutu
komanditer itu sebelumnya adalah sekutu kerja (firma) biasa.
Menurut Pasal 30 ayat (1) KUHD, firma dari persekutuan firma
yang sudah bubar masih dapat dipakai terus oleh seorang atau lebih
dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. diizinkan oleh ketentuan dalam perjanjian pendirian persekutuan
firma yang telah bubar itu;
b. bekas sekutu yang namanya dipakai mengizinkannya;
c. para ahli waris bekas sekutu yang telah meninggal menyatakan
tidak keberatan;
d. peristiwa tersebut hams dinyatakan dalam sebuah akta notaris;
e. para sekutu hams mendaftarkan dan mengumumkan akta tersebut.
Selanjutnya hal ini saya bicarakan lagi lebih lanjut dalan pelajaran
nomor 97.

50. PERSEKUTUAN FIRMA HARUS MENJALANKAN PERUSAHAAN


Sebagai yang telah kita ketahui, menurut Pasal 16 KUHD, persekutuan
firma adalah persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan
perusahaan dengan nama bersama (firma). Unsur "menjalankan peru-
sahaan" ini adalah unsur mutlak, dari itu persekutuan firma hams me-
laksanakan ketentuan-ketentuan yang diharuskan bagi tiap-tiap pe-

2) Polak, Handboek, I, druk 5, hlm. 252.

47
rusahaan, misalnya ketentuan dalam Pasal 16 KUHD, yang mengha-
ruskan tiap orang yang menjalankan perusahaan melakukan pembu-
kuan.

51. SIFAT KEPRIBADIAN


Dan pelajaran no. 12 kita sudah mengetahui bahwa persekutuan per-
data mempunyai sifat kepribadian yang tebal. Sifat kepribadian ini
juga ada pada persekutuan firma, karena menurut Pasal 16 KUHD
persekutuan firma adalah persekutuan perdata yang didirikan untuk
menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Pada persekutuan
perdata dan persekutuan firma sifat kepribadian para sekutu masih
sangat diutamakan. Lingkungan sekutu-sekutu tidak luas, hanya ter-
batas pada keluarga, teman dan sahabat karib yang bekerja sama
untuk mencari laba, oleh kita untuk kita. Lain halnya pada perseroan
terbatas (PT), yang bermaksud untuk mengumpulkan modal sebanyak
mungkin, maka sifat kepribadian para pemegang saham sudah tidak
menjadi perhatian lagi, asal pribadi para peserta perusahaan (pemegang
saham). Sering kali terjadi bahwa para pemegang saham PT sating
tidak mengenal. Di sini, yaitu pada PT sifat kepribadian para peserta
perusahaan sudah dilepaskan.

52. PROSEDUR MENDIRIKAN PERSEKUTUAN FIRMA


Menurut pasal 16 KUHD bsd. 1618 KUHPER, untuk mendirikan per-
sekutuan firma tidak disyaratkan adanya akta, tetapi Pasal 22 KUHD
mengharuskan pendirian persekutuan firma itu dengan akta otentik,
dalam hal ini akta notaris (Pasal 1, S. 1860-3). Perintah tersebut dalam
Pasal 22 KUHD tidak diikuti suatu sanksi, bila pendirian persekutuan
firma itu tidak dibuat dengan akta otentik. Malahan kalimat berikutnya
menentukan bahwa ketiadaan akta otentik itu tidak boleh dikemukakan
untuk merugikan pihak ketiga. Rupanya, menurut pemebetuk undang-
undang, persekutuan firma dapat dibentuk dengan akta di bawah
tangan. Tetapi menurut pengamatan penulis, semua persekutuan firma
di Indonesia didirikan dengan akta notaris (otentik).
Sesudah akta pendirian dibuat, maka akta pendirian itu hams di-
daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dalam daerah hukum
mana persekutuan firma itu berdomisili (Pasal 23 KUHD), dan akhimya
akta pendirian itu harus diumumkan dalam Berita Negara RI (Pasal
28 KUHD). Dengan ini maka prosedur pendirian persekutuan firma
itu selesai. Tetapi untuk memulai berusaha, sekutu pendiri harus memiliki

48
surat izin usaha, surat izin tempat berusaha dan suat izin berhubung
dengan berlakunya undang-undang gangguan (Hinderordonnantie, S.
1926-226), bila hal ini diperlukan.
Kewajiban untuk mendaftarkan dan mengumumkan itu suatu ke-
harusan yang bersanksi, karena selama pendaftaran dan pengumum-
an itu belum di lalcsanakan, maka pihak ketiga dapat menganggap per-
sekutuan firma itu sebagai persekutuan umum, yakni persekutuan
firma yang:
a. menjalankan segala macam urusan;
b. didirikan untuk waktu tidak terbatas;
c. tidak ada seorang sekutupun yang dikecualikan dan kewenangan
bertindak dan menandatangani surat bagi persekutuan firma itu
(Pasal 29 KUHD).
Dari adanya sanksi Pasal 29 KUHD tersebut, dapat diambil kesim-
pulan bahwa akta pendirian persekutuan firma itu harus tertulis, sebab
kalau tidak tertulis tentunya tidak dapat didaftarkan dan diumumkan
sebagai yang telah ditentukan dalam Ppasal 29 KUHD.
Untuk menjaga agar apa yang didaftarkan dan yang diumumkan
itu sama, maka Pasal 29 ayat (2) KUHD menetapkan, bila terjadi
perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka pihak
ketiga cukup memegang apa yang diumumkan, sebab apa yang di-
umumkan inilah yang mengikat kepada pihak ketiga.

53. KEDUDUKAN AKTA PENDIRIAN PERSEKUTUAN FIRMA


Pasal 22 KUHD mengharuskan pembentukan persekutuan firma
dengan akta otentik, dalam hal ini akta notaris. Akta notaris ini bagi
sekutu persekutuan firma merupakan alat pembuktian utama ter-
hadap pihak ketiga mengenai adanya persekutuan firma itu. Pada
sebuah persekutuan firma yang telah mempunyai akta pendiriannya,
seorang sekutu tidak boleh mengajukan bukti-bukti dengan saksi
bahwa pembubaran persekutuan firma diatur lain daripada yang telah
diatur dalam akta notaris pendirian persekutuan firma itu (Keputusan
Hof Den Haag tanggal 16 Maret 1925 3).
Pasal 22 KUHD menunjuk akan adanya kemungkinan tidak ada-
nya akta pendirian persekutuan firma yang otentik, yakni pada kalimat
terakhir pasal 22 KUHD tersebut yang berbunyi: akan tetapi
ketiadaan akta yang demikian itu tidak dapat dikemukakan untuk me-

3) Hof Den Haag, 16 Maret 1925, W. 11479.

49
rugikan pihak ketiga." Jadi, ketiadaan akta pendirian itu tidak boleh
dipakai pembuktian oleh sekutu terhadap pihak ketiga, bahwa perse-
kutuan firma itu tidak ada. Misalnya, seorang sekutu yang tidak meng-
adakan pebuatan hukum dan akibatnya merasa tidak punya perikatan,
ditagih oleh pihak ketiga. Sekutu itu menolak dengan membuktikan
bahwa persekutuan firma tidak ada, karena tidak adanya akta pen-
dirian. Dengan begitu sekutu itu tidak mempunyai tanggung jawab
pribadi untuk keseluruhan (Pasal 18 KUHD). Sebaliknya, pihak ketiga
dapat membuktikan adanya persekutuan firma itu dengan segala ma-
cam alat pembuktian, misalnya: surat-surat, saksi dan lain-lain.
Dan apa yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa adanya
persekutuan firma itu dapat dibuktikan dengan:
a. akta notaris, yaitu akta pendirian persekutuan firma. Karena adanya
akta otentik, dalam hal ini akta notaris, ini tidak mutlak, artinya
dengan tidak adanya akta notaris itu tidak membatalkan adanya
persekutuan firma, maka pembuktian dengan lain-lain alat pem-
buktian kiranya tidak dilarang.
b. alat pembuktian yang lain bagi pihak ketiga, yang berkendak untuk
membuktikan adanya persekutuan firma itu.
Kedudukan akta pendirian persekutuan firma ini bisa tampak
jelas kalau dibandingkan dengan kedudukan akta pendirianperseroan
terbatas sebagai yang diatur dalam Pasal 38 KUHD yang berbunyi:
"( 1 ) Akta perseroan terbatas tersebut hams dibuat dalam bentuk oten-
tik, atas ancaman kebatalannya." Di sini jelas, bahwa dengan tidak
adanya akta pendirian yang bersifat otentik itu, perseroan terbatas
menjadi batal. Rumusan Pasal 38 ini lain daripada rumusan yang ter-
sebut dalam Pasal 22 KUHD, yang tidak memberi sanksi batal, bila
akta otentik itu tidak ada. Jadi, akta otentik bagi pendirian perseroan
terbatas adalah mutlak, sedangkan akta otentik bagi pendirian perse-
kutuan firma tidak mutlak.

54. AKIBAT KETIADAAN AKTA PENDIRIAN PERSEKUTUAN FIRMA BA-


GI SEKUTU SENDIRI
Misal peristiwa seperti tersebut dalam judul adalah sebagai berikut:
,

seorang sekutu persekutuan firma yang melakukan perbuatan beraki-


bat ruginya persekutuan. Menurut pasal 1630 KUHPER sekutu ini
dapat dituntut untuk mengganti kerugian pada persekutuan. Tetapi
sekutu yang kurang jujur ini memungkiri adanya persekutuan firma
yang menuntut kerugian itu, dengan mengatakan bahwa persekutuan

50
firma tidak ada, berdasarkan tidak adanya akta pendirian persekutuan.
Dalam hal ini sekutu-sekutu lain yang menjadi lawannya dapat mem-
buktikan adanya persekutuan firma dengan:
a. surat-surat, dalam mana temyata bahwa sekutu yang kurang jujur
itu mengakui adanya persekutuan;
b. bila surat-surat tersebut sudah merupakan permulaan pembuktian
dengan tulisan (Pasal 1902 ayat (1) KUHPER), maka pembuktian
itu tinggal menambah dengan saksi-saksi seperlunya;
c. kalau perlu sumpah pemutusan (beslissende eed, Pasal 1930
KUHPER bsd Pasal 156 HIR atau 183 R.Bgw), dapat juga dibe-
bankan;
d. upaya pembuktian lainnya jenis pengakuan.

55. PASAL 22 KUHD PERLU DIUBAH UNTUK KUHD BARU INDONESIA


Kita sudah sama-sama mengetahui bahwa rumusan Pasal 22 KUHD
itu kurang memuaskan, karena kalimat yang pertama menghendaki
agar persekutuan firma didirikan dengan akta otentik, sedangkan ka-
limat berikutnya memberi kemungkinan persekutuan firma tidak mem-
punyai akta pendirian. Rumusan begini sudah tentu membingungkan
orang. Dan sebab itu saya menganggap perlu adanya perubahan pada
Pasal 22 KUHD tersebut untuk KUHD Indonesia yang akan datang.
Rumusan baru hendaknya ditegaskan, kalau perlu dengan sanksi, bah-
wa persekutuan firma hams didirikan dengan akta otentik atau tanpa
akta. Saya condong pada pendapat bahwa persekutuan firma hams
didirikan dengan akta otentik, didaftarkan dan diumumkan sebagai-
mana biasa. Dengan ketentuan yang tegas begini, maka jelas, alat pem-
buktian satu-satunya bagi persekutuan firma adalah akta pendirian yang
otentik, yang berarti bahwa alat pembuktian lainnya tidak bisa diper-
gunakan untuk membuktikan adanya persekutuan firma. Bentuk per-
sekutuan firma macam begini adalah sudah dekat pada bentuk badan
hukum. Hal ini saya kira tidak merupakan masalah lagi, sebab Prof.
Eggens sudah sampai pada pendapat bahwa persekutuan firma itu ba-
dan hukumo. Sebelum persekutuan firma ini dinyatakan sebagai badan
hukum oleh pembentuk undang-undang, maka permohonan penge-
sahan kepada Menteri Kehakiman tidak perlu. Saya berpendapat bahwa
sebaiknya persekutuan firma tetap sebagai jenis persekutuan bukan
badan hukum, didirikan dengan akta otentik dan kalau tidak — batal.

4) Eggens, In-en uittreden van bij vennootschappen onder firma, T. 144-40.

51
56. KEHARUSAN MENDAFTARKAN DAN MENGUMUMKAN
Pasal 23 KUHD mewajibkan para sekutu untuk mendaftarkan akta
pendirian persekutuan firma itu kepada Kepaniteraan Pengadilan Ne-
geri yang mewilayahi tempat persekutuan firma itu. Adapun yang
hams didaftarkan ialah akta pendirian persekutuan atau ikhtisar res-
minya (uittreksel in authentieke vorm — Pasal 24 KUHD).
Pasal 28 KUHD mengharuskan juga para sekutu untuk mengumum-
kan ikhtisar resmi akta pendirian persekutuan firma itu dalam Tam-
bahan Berita Negara RI.
Pekerjaan mendaftarkan dan mengumumkan tersebut di atas dapat
dilimpahkan kepada notaris yang membuat akta pendirian persekutuan
firma itu.
Bagaimana persoalan keharusan mendaftarkan dan mengumumkan
tersebut bagi persekutuan firma yang didirikan secara konsensuil seba-
gaimana dimungkinkan oleh Pasal 22 KUHD. Bagi persekutuan yang
demikian tentunya tidak ada yang dapat didaftarkan dan diumumkan,
sebab tidak ada akta pendirian maupun ikhtisarnya. Hal ini lebih menguat-
kan pendapat saya bahwa sebaiknya pesekutuan firma itu harus didiri-
kan dengan akta otentik, bila tidak, persekutuan firma menjadi batal.

57. ISI IKHTISAR RESMI AKTA PENDIRIAN PERSEKUTUAN FIRMA


Pasal 26 KUHD menentukan isi ikhtisar resmi akta pendirian perse-
kutuan firma yang harus didaftarkan sebagai berikut:
a. nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu;
b. penetapan nama bersama atau firma;
c. keterangan apakah persekutuan firma itu bersifat umum atau ter-
batas dalam menjalankan sebuah cabang perusahaan khusus;
d. nama-nama sekutu yang tidak diberi kuasa untuk menanda tangani
perjanjian bagi persekutuan firma;
e. saat mulai dan berakhirnya persekutuan;
f. hal-hal lain dan klausula-klausula mengenai hak pihak ketiga ter-
hadap para sekutu, misalnya:
g. pendaftaran itu harus diberi tanggal pada hari ikhtisar resmi akta
pendirian persekutuan itu dibawa ke Kepaniteraan pengadilan Ne-
geri untuk didaftarkan (Pasal 27 KUHD).
1) pembentukan kas persekutuan yang khusus disediakan bagi pe-
nagih-penagih pihak ketiga. Kalau kas ini sudah kosong, barulah
berlaku tangung jawab sekutu sebagai ditentukan dalam Pasal
18 KUHD;

52
2) pengeluaran satu atau beberapa orang sekutu dart wewenang
untuk berbuat sesuatu bagi persekutuan.

58. AKIBAT TIDAK ADANYA PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN


Bila para sekutu lalai untuk mendaftarkan dan mengumumkan, sebagai
ditetapkan dalam Pasal 23 dan 28 KUHD, maka berlaku sanksi seperti
yang ditetapkan dalam Pasal 29 KUHD. Sanksi itu membolehkan
pihak ketiga menganggap bahwa persekutuan firma itu:
a. bersifat umurn, artinya persekutuan itu mengenai semua urusan
perniagaan tanpa pengecualian;
b. diadakan untuk waktu yang tidak tertentu;
c. tidak mengeluarkan sekutu dari wewenang untuk menandatangani
atau melalcukan perbuatan hukum bagi persekutuannya.
Pendaftaran dan pengumuman ini hams dilakukan secepat mungkin,
yakni lebih cepat lebih baik. Keputusan Raad van Justitie tanggal 2
September 1921 5) menetapkan bahwa tidak adanya pendaftaran dan
pengumuman akta pendirian persekutuan tidak mesti berarti tidak ada-
nya persekutuan, karena Pasal 29 KUHD tidak mengatur tentang
kelalaian pendaftaran dan pengumuman itu.
Saya berpendapat bahwa pendaftaran dan pengumuman itu mutlak
perlu, tanpa perbuatan ini kiranya dapat diperkirakan adanya maksud
yang kurang sehat dari pengurus. Kalau pada KUHD baru yang akan
datang ditetapkan bahwa pendirian persekutuan firma harus dilakukan
dengan akta otentik, atas ancaman batal, maka dengan tiadanya pen-
daftaran dan pengumuman sebaiknya pihak ketiga berhak menganggap
bahwa persekutuan firma itu tidak ada. Jadi, kedudukannya sama
dengan persekutuan perdata.

59. BILA ADA PERBEDAAN TENTANG APA YANG DIDAFTARKAN DENGAN


APA YANG DIUMUMKAN
Kalau ada pebedaan tentang apa yang didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri dan apa yang diumumkan di Tambahan Berita Nega-
ra RI, maka apa yang diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI
itulah yang dianggap benar (Pasal 29 bYat (2) KUHD). Ketentuan ini ada-
lah tepat, karena pihak ketiga tidak boleh dirugikan karena adanya per-
bedaan-perbedaan itu, dengan pengertian, menurut Prof. Soekardono, 61

R.v.J. Jakarta, 2 September 1921, T. 120-477.


Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 72.

53
bahwa pihak ketiga itu harus jujur. Bila pihak ketiga tahu tentang isi
sebenarnya dari akta yang didaftarkan itu, maka dia tidak layak men-
dapat keuntungan dari adanya perbedaan itu.

60. PERLINDUNGAN PADA NAMA PERSEKUTUAN


Meskipun di Indonesia belum ada undang-undang tentang nama peru-
sahaan, yang harus melindungi nama perusahaan/perselcutuan, toh ma-
sih ada dua pasal yang dapat memberi perlindungan pada nama peru-
sahaan/persekutuan, yaitu Pasal 1365 KUHPER dan Pasal 393 KUHP.
Pasal 1365 KUHPER berbunyi: "Tiap perbuatan melanggar hukum,
yang menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga, mewajibkan orang
yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut." Misalnya: Nama persekutuan firma yang bergerak dalam
lapangan pemiagaan "Firma Ibrahim Bersaudara" dipakai oleh orang
lain yangbergerak dalam lapangan yang sama. Pihak pengurus Per-
sekutuan Firma "Ibrahim Bersaudara" dapat menuntut lawannya di
muka Pengadilan perdata agar nama "Ibrahim Bersaudara" pada perse-
kutuan firma lawannya dibatalkan dan kalau perlu dia dapat menuntut
ganti kerugan.
Pasal 393 KUHP berbunyi: "(1) Barang siapa memasukkan ke
Indonesia tanpa tujuan terang untuk dikeluarkan lagi dan Indonesia,
menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai
persediaan untuk dijual atau dibagikan atau mempunyai persediaan
untuk dijual atau dibagi-bagikan, barang-barang yang diketahui atau
sepatutnya harus menduga bahwa pada barangnya itu sendiri atau
pada bungkusnya, dipakaikan secara palsu nama, firma atau mereka
yang menjadi hak orang lain atau, untuk menyatakan asalnya barang,
nama sebuah tempat tertentu, dengan ditambah nama atau firma
khayal, ataupun, bahwa pada barangnya sendiri atau pada bungkusnya
ditirukan nama, firma atau merek yang demikian, sekalipun dengan
sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau denda paling banyak enam ratus rupiah; (2)
Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak
adanya penghukuman yang telah mempunyai kekuatan pasti karena
kejahatan semacam itu juga, dapat dijatuhkan pidana penjara selama
sembilan bulan." Pasal 393 KUHP ini penanganannya harus diserah-
kan kepada kepolisian dan kejaksaan. Dan kalau tuntutan ini berhasil,
maka pelanggamya dapat dipidana penjara. Kalau putusan Hakim ini
sudah mempunyai kekuatan pasti, maka si penuntut yang menang

54
dapat mengajukan lagi ke pengadilan perdata untuk ganti kerugian
berdasarkan Pasal 1365 KUHPER.

B. PERIKATAN ANTARSEKUTU

61. HUBUNGAN KE DALAM


Hubungan ke dalam atau hubungan antarsekutu pada persekutuan
firma tidak diatur dalam Bagian Kedua, Bab II, Buku I, KUHD (Pasal
16 s/d 35). Karena Pasal 16 menentukan bahwa yang disebut perse-
kutuan firma itu adalah persekutuan perdata yang didirikan untuk
menjalankan perusahaan dengan nama bersama, maka untuk mencari
peraturan hubungan antarsekutu pada persekutuan firma kita harus
meninjau kembali Bagian Kedua, Bab VIII, Buku III, KUHPER, Pasal
1624 s/d 1641, yakni tentang "hubungan antar sekutu". Peraturan
tersebut adalah peraturan perlengkapan, kecuali Pasal 1634 dan 1635
yang sifatnya memaksa. Kedua pasal tersebut mengatur tentang pem-
bagian laba dan rugi. Soal laba rugi itu adalah hal yang penting untuk
diatur dalam perjanjian pendirian persekutuan, dengan mengingat Pasal
1634 dan 1635 tersebut. Kalau dalam perjanjian pendirian persekutuan
tersebut tidak ada aturan tentang pembagian laba rugi, maka berlakulah
asas keseimbangan daripada pemasukan (inbreng) sebagai diatur
dalam Pasal 1633 KUHPER.
Laba rugi itu adalah hasil perhitungan yang ditetapkan dengan
pengesahan neraca yang melukiskan laba rugi tersebut. Tidak semua
penerimaan merupakan keuntungan dan tidak tiap kerugian merupakan
kehilangan bagi persekutuan. Sesuai dengan asas yang terkandung
dalam Pasal 1618 KUHPER (bersama-sama membagi keuntungan)
dan Pasal 1627 KUHPER (pertanggungjawaban sekutu yang hanya
menyumbangkan tenaga dan pikirannya saja kepada persekutuan),
maka para sekutu tidak boleh saling menyaingi. Kalau hal ini toh ter-
jadi, maka berlaku Pasal 1630 KUHPER, yalcni kewajiban mem-
berikan ganti rugi.

62. KEKUASAAN TERTINGGI DALAM PERSEKUTUAN FIRMA


Kekuasaan tertinggi dalam persekutuan firma adalah para sekutu
semuanya, yang memutuskan segala persoalan dengan musyawarah
untuk mupakat dalam batas keleluasaan yang diberikan oleh perjanjian
pendirian persekutuan firma (Pasal 32 dan 35 KUHD bsd Pasal 1339
KUHPER).

55
63. SIAPA YANG MENJALANKAN PENGURUSAN DAN PENGUASAAN
Persoalan siapa yang harus menjalankan pengurusan itu harus diten-
tukan dalam perjanjian pendirian persekutuan. Kalau hal ini dalam
perjanjian pendirian persekutuan belum diatur, maka hams diatur se-
cara tersendiri dalam suatu akta, yang hams didaftarkan juga pada
Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat dan diumumkan dalam Tam-
bahan Berita Negara RI. Pendaftaran dan pengumuman ini penting
agar pihak ketiga dapat mengetahui siapa-siapa yang menjadi pengurus
persekutuan firma itu, dengan siapa pihak ketiga itu akan mengadakan
hubungan hukum. Perlu juga diperhatikan apakah pengurus tertentu
itu berhak bertindak keluar atas nama persekutuan sebagai ditetapkan
dalam Pasal 17 KUHD.
Memang mungkin adanya pemisahan antara pengurusan dan me-
wakili persekutuan untuk bertindak keluar. Seorang sekutu pengurus,
menurut Pasal 17 KUHD dapat dilarang bertindak keluar. Kalau la-
rangan itu tidak ada, maka tiap sekutu dapat mewakili persekutuan,
yang mengikat lain-lain sekutu (Pasal 18 KUHD, asalkan mengenai
perbuatan bagi kepentingan persekutuannya. Sekutu pengurus hams
mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya sebelum dan
sesudah pembubaran persekutuan.
Segala tindakan yang bersifat penguasaan hams ada kata sepakat
dari semua sekutu, termasuk sekutu yang dikecualikan dari hak ber-
tindak keluar seperti dimaksud dalam Pasal 17 KUHD.

64. APAKAH BERTINDAK DI MUKA HAKIM TERMASUK DALAM


PENGERTIAN PENGURUSAN?
Pengurusan pada umumnya meliputi juga hak bertindak di muka hakim
bagi kepentingan persekutuan, sekedar mengenai soal-soal pengurusan
sehari-hari. Mengenai hal ini ada beberapa pedoman yaitu: yurispru-
densi
a. Putusan Rechtsbank 'sHertogenbosch tanggal 28 April 1899, 7) yang
memutuskan bahwa pemeliharaan yang baik mengenai persekutuan
perdata meliputi juga hak bertindak di muka Hakim tanpa pemberian
kuasa secara khusus, kecuali bila ada pembatasan-pembatasan da-
lam perjanjian pendirian persekutuan;
b. Hof Den Haag') dalam putusannya tanggal 17 Mei 1923, menetap-

7) Rechtsbank 'sHertogenbosch, 28 April 1899, W. 7415.


8) Hof Den Haag, 17 Mei 1923, W. 11155.

56
kan bahwa persekutuan firma, juga sesudah pembubarannya, masih
dianggap ada, sekedar untuk keperluan penyelesaian usaha pem-
beresan, pengurus persekutuan firma yang berhak mewakili, dapat
bertindak di muka Hakim termasuk dalam pengertian pengurusan
bagi sekutu persekutuan firma.

65. KEWAJIBAN MEMBUAT PEMBUKUAN


Karena persekutuan firma itu menjalankan perusahaan, maka menurut
Pasal 6 ayat (1) KUHD, persekutuan itu harus membuat pembukuan.
Biasanya yang mengerjakan pembukuan itu seorang yang ahli dalam
pembukuan, mungkin bukan sekutu. Dalam hal ini para sekutu berhak
melihat atau mengontrol pembukuan itu (hak pemberitaan — Pasal 12
KUHD). Hak pemberitaan (Communication) ini oleh sekutu hams
dijalankan secara pribadi, kecuali bila sekutu itu berhalangan. Prof.
Soekardono9) berpendapat, meskipun undang-undang memperbolehkan
kuasa sekutu untuk melaksanakan hak pemberitaan, tetapi pemegang
buku hams berhati-hati untuk mencegah bocomya rahasia pembukuan.
Hak pemberitaan para sekutu dijamin oleh Pasal 12 KUHD, tetapi
para sekutu juga mempunyai kewajiban untuk mencegah kemunduran
dan hams memajukan persekutuan serta hams bertindak sebagai
seorang sekutu yang baik (Pasal 1235 ayat (1) KUHPER). Sikap
yang baik dari masing-masing sekutu ini dijamin oleh Pasal 1630
KUHPER yang berbunyi: "Masing-masing sekutu diwajibkan memberi
ganti kerugian kepada persekutuan terhadap kerugian-kerugian yang
diderita oleh persekutuan, yang disebabkan karena salahnya sekutu
yan bersangkutan, sedangkan dia tidak diperbolehkan meng-kompen-
sasikan dengan keuntungan-keuntungan yang diperoleh persekutuan
berkat usaha dan kerajinannya dalam urusan-urusan lain."

66. DAPATKAH PERSEKUTUAN MENAMBAH SEKUTU BARU?


Hal ini adalah mungkin bila ada persetujuan bulat dari semua para
sekutu. Demikianlah pendapat Mr. A.M. van Ophuijsen" di Jakarta
dengan menunjuk pada Pasal 1641 KUHPER.
Sekutu baru ini bukan sekutu pengganti, yakni sekutu yang masuk
dalam persekutuan untuk menggantikan sekutu yang keluar. Adanya
sekutu baru ini hams dinyatakan dalam akta otentik, didaftarkan di

9) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, him. 89.


10) Ophuijsen, Lampiran, T. 144 dan 145.

57
Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara RI sesuai dengan Pasal 31 KUHD.

67. PENGGANTIAN KEDUDUKAN SEKUTU


Penggantian kedudukan sekutu selama sekutu yang akan diganti itu
masih hidup, pada pokoknya tidak diperbolehkan, kecuali kalau hal itu
diperkenankan oleh perjanjian pendirian persekutuan atau atas dasar
persetujuan bulat dari semua sekutu. Arrest H.R. tanggal 6 Februari
1935 1) memungkinkan penggantian sekutu berdasarkan peraturan
dalam perjanjian pendirian persekutuan.
Kalau perjanjian pendirian persekutuan dibuat dengan akta otentik,
maka penggantian kedudukan sekutu harus dibuat dalam akta otentik,
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat dan diumum-
kan dalam Tambahan Berita Negara RI. Hal ini penting bagi kepen-
tingan pihak ketiga. Sekutu yang telah keluar dengan sah masih dapat
dituntut oleh pihak ketiga atas dasar perjanjian yang belum dibereskan
pembayarannya.

68. PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU BARU TERHADAP UTANG-


UTANG PERSEKUTUAN YANG TELAH ADA PADA SAAT DIA MASUK
Apakah sekutu bare dalam persekutuan ini tunduk pada Pasal 18
KUHD tentang pertanggungjawaban secara pribadi untuk keselu-
ruhan? Mengenai soal ini ada beberapa pendapat:
a. Polak") berpendapat bahwa kepada sekutu bare itu tidak boleh
diminta untuk membayar utang-utang persekutuan yang telah ada
pada saat dia diterima menjadi sekutu, sebab dia tidak pernah mem-
berikan kuasa kepada sekutu lain untuk mewakilinya dalam hubung-
an hukum yang telah dibuat oleh sekutu-sekutu lain dengan pihak
ketiga, kecuali apabila sekutu bare itu sebagai syarat penerirnaannya
telah menyetujui sendiri tentang tanggung jawab terhadap utang
persekutuan yang telah ada pada saat dia masuk menjadi sekutu;
b. Molengraaff" ) berpendapat bahwa pertanggungjawaban sekutu
bare untuk perikatan-perikatan yang telah ada pada saat dia masuk,
tergantung dan pelaksanaan Pasal 31 KUHD. Jadi, dapat diper-
janjikan.

") H.R. 6 Februari 1935, N.J. 1935-1513.


'2) Polak, Hanboek, I. druk 5, bI. 284.
13) Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bl. 221 en 222.

58
c. Eggens '4) berpendapat bahwa pertanggungjawaban sekutu baru
terhadap perikatan-perikatan atau utang-utang persekutuan yang
telah ada pada saat dia masuk adalah sudah selayaknya atau sudah
pada tempatnya, karena beliau memandang persekutuan firma itu
adalah badan hukum.
d. Van Ophuijsen") Notaris di Jakarta, menyetujui putusan Rechtsbank
Rotterdam tanggal 17 Februari 1927, yang memutuskan bahwa
pertanggungjawaban sekutu baru terhadap utang-utang yang telah
ada pada saat dia masuk, adalah sudah selayaknya, bila dia sebelum
masuk menjadi sekutu mendapat kesempatan untuk menyelidiki
dulu keadaan keuangan persekutuan.
e. Soekardono 16) berpendapat bahwa pertanggungjawaban itu sudah
semestinya, karena keuntungan-keuntungan yang dapat diharapkan
oleh sekutu baru, mungkin tak akan diperoleh tanpa ikhtiar berutang
dulu untuk memajukan hasil-hasil perusahaan.
f. Saya berpendapat, bila sekutu baru itu tidak menggantikan sekutu
yang lama, maka saya dapat menyetujui pendapat Polak. Tetapi
kalau sekutu baru itu mengganti sekutu yang lama maka saya
berpendapat sudah sepantasnya bila sekutu barn itu turut bertang-
gung jawab terhadap utang-utang yang telah ada pada waktu dia
masuk menjadi sekutu.

69. PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU YANG KELUAR TERHADAP


UTANG-UTANG PERSEKUTUAN YANG BELUM SEMPURNA DILU-
NASI PADA SAAT KELUARNYA
Kalau pelajaran 68 kita membicarakan tanggung jawab sekutu yang
baru masuk terhadap utang-utang yang telah ada pada waktu dia ma-
suk menjadi sekutu, maka sekarang kita membicarakan tanggung jawab
sekutu yang keluar terhadap utang-utang yang belum sempurna dilunasi
pada saat dia keluar dari persekutuan. Mengenai persoalan ini juga
ada beberapa pendapat:
a. Van Ophuijsen") berpendapat bahwa sekutu yang sudah keluar
tetap bertanggung jawab terhadap utang-utang persekutuan yang
belum sempurna dibayar pada saat dia keluar sebagai sekutu, ka-

14) Eggens, In- en uittreden van leden bij vennootschappen onder firma, T 144-40.
153 Ophuijsen, Lampiran, T. 144-78, 79.
16) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 91.
' 7) Ophuijsen, Lampiran, T. 144-80.

59
rena tanggung jawab itu tidak dapat ditiadakan dengan perbuatan
sepihak dari sekutu yang bersangkutan dengan cara keluar dari
persekutuan;
b. Polak's) berpendapat sama dengan pendapat van Ophuijsen ter-
sebut di atas;
c. H.GH. 19) dalam putusannya tanggal 20 Pebruari 1930, menetapkan
bahwa pada pokoknya sama dengan pendapat van Ophuijsen ter-
sebut di atas. Adapun persoalannya adalah sebagai berikut:
Dua orang Cina A dan B menjadi sekutu dari persekutuan firma. A
keluar dari persekutuan dan membuat pengumuman dalam surat
kabar bahwa dia sudah keluar dari persekutuan firma itu dan untung
rugi persekutuan selanjutnya menjadi tanggung jawab sekutu B.
Pihak ketiga C yang merasa mempunyai piutang terhadap sekutu
A masih langsung menagih kepada sekutu A tersebut. Karena A
tidak mau membayar, maka C memohonkan kepailitan A kepada
R.v.J. Medan. Karena permohonan ini ditolak oleh R.v.J. Medan,
maka C mengajukan banding kepada H.G.H. (Hogerrechtshof)
H.G.H. mempertimbangkan bahwa pengumuman berhentinya tang-
gung jawab itu tidak berguna, karena penagih-penagih yang telah
ada sebelum A itu keluar harus dianggap masih berlangsung menjadi
tanggung jawab sekutu yang keluar itu, yaitu A. Oleh karena itu
H.G.H. membatalkan putusan R.v.J. Medan dan menyatakan sekutu
A jatuh pailit.
d. Van Ophuijsen") agak tidak setuju dengan pendapat H.G.H. itu
dan mengatakan bahwa "motivering" H.G.H. itu masih perlu dijelas-
kan lebih lanjut;
e. Soekardone ) berpendapat bahwa "motivering" itu sudah cukup
dan tepat.
Saya setuju dengan pendapat Prof. Soekardono, karena "motivering"
H.G.H. cukup jelas.
Dan uraian-uraian tersebut di atas tampak jelas bahwa Pasal 18
KURD tidak hanya berlaku sebagai persekutuan firma itu masih dalam
keadaan jalan, tetapi juga berlaku meskipun persekutuan firma itu
dalam keadaan bubar.

18) Polak, Handboek, I, druk 5, bl. 284.


19) H.G.H., 20 Pebruari 1930, T. 132-110
2 °) Ophuijsen, Lampiran, T. 144-80.

21) Soekardono, Hokum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 92.

60
70. DAPATKAH SEORANG SEKUTU MENGGUGAT PERSEKUTUAN
Mengenai persoalan ini ada beberapa pendapat:
a. Molengraaff" ) dan Polak") membenarkan adanya kemungkinan
itu. Misalnya, seorang sekutu menyewakan rumahnya kepada per-
sekutuan, tetapi persekutuan tidak membayar sewanya. Polak me-
ngatakan bahwa yang ditagih itu bukan persekutuan, tetapi para
sekutu lainnya secara pribadi, walaupun Pasal 1632 KUHPER
menyebut adanya penagihan kepada persekutuan perdata.
b. Prof. Soekardono" ) setuju pendapat Molengraaff dan Polak.
c. Polak") menyetujui pendapat Visser dan Kist yang mengemukakan
bahwa jika terjadi gugatan sebagai yang dipersoalkan, maka utang
yang ditagih itu adalah utang persekutuan, jadi, hams dipenuhi dari
kas persekutuan (Pasal 23 dan 34 KUHD).
Dengan demikian sekutu yang menagih itu berposisi sebagai kre-
ditur persekutuan, yang untuk pemenuhannya telah disediakan kas
persekutuan.

C. PERIKATAN ANTARA SEKUTU DENGAN PIHAK KETIGA

71. KEWENANGAN MEWAKILI DAN BERTINDAK KE LUAR BAGI TIAP-


TIAP SEKUTU
Telah dinyatakan di muka bahwa menjalankan perusahaan adalah sya-
rat mutlak bagi adanya persekutuan firma. Dalam menjalankan peru-
sahaan, tiap-tiap sekutu mempunyai wewenang untuk mengadakan
perikatan dengan pihak ketiga untuk kepentingan persekutuannya,
kecuali bila sekutu itu dikeluarkan dari kewenangan itu (Pasal 17
KUHD). Jika tidak ada sekutu yang dikeluarkan dari kewenangan
untuk mengadakan perbuatan hukum bagi persekutuannya, maka dapat
dianggap bahwa tiap-tiap sekutu saling memberikan kuasa umum
bagi dan atas nama semua sekutu untuk melakukan perbuatan hukum
dengan pihak ketiga. Hal ini meliputi segala macam perbuatan, ter-
masuk tindakan-tindakan di muka Hakim, tidak peduli apakah per-
buatan atau tindakan itu termasuk dalam pelaksanaan tugas perusahaan
sehari-hari atau tidak.

22) Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bl. 220.


23) Polak, Handboek, I, druk 5, bl. 277.
24) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, 1, Bagian II, cetakan 3, hlm.93.
25) Polak, Handboek, I, druk 5, bl. 277.

61
Jadi, asas kewenangan mewakili berarti bahwa lain-lain sekutu
turut terikat oleh perbuatan seorang sekutu terhadap pihak ketiga,
sekedar perbuatan itu dilakukan atas nama dan bagi kepentingan per-
sekutuan. Dengan ini timbul asas pertanggungjawaban sekutu adalah
pribadi untuk keseluruhan.
Kewenangan para sekutu untuk bertindak keluar ini dapat dibatasi
dengan:
a. mengeluarkan sekutu tertentu dari kewenangan untuk bertindak
keluar atas nama persekutuan;
b. melarang sekutu tertentu itu untuk melakukan perbuatan tertentu
pula, misalnya, seorang sekutu tertentu dilarang menanda tangani
surat wesel;
c. menugaskan beberapa kewajiban tertentu kepada dua orang sekutu
atau lebih sebagai perbuatan bersama, misalnya: menghipotikkan
rumah atau tanah untuk mendapatkan pinjaman bagi persekutuan;
d. sekutu yang melanggar kewenangannya bertanggung jawab secara
pribadi kepada pihak ketiga terhadap semua perikatan yang telah
dibuatnya.

72. PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU


Pertanggungjawaban sekutu terhadap pihak ketiga sebagai ditentukan
dalam Pasal 18 KUHD, adalah "pribadi untuk keseluruhan", artinya
tiap-tiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi pada semua
perikatan persekutuan, meskipun yang dibuat oleh sekutu lain, terma-
suk perikatan-perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hu-
kum.
Kepada sekutu yang melakukan perbuatan melawan hukum dapat
dituntut mengganti kerugian oleh persekutuan berdasar Pasal 1365
KUHPER. Sekutu yang bersangkutan dapat juga dituntut melawan
Pasal 1367 KUHPER, bila kerugian itu ditimbulkan baik karena per-
buatan melawan hukum dari orang-orang yang ada di bawah kekuasa-
an sekutu yang bersangkutan, misalnya sopir, maupun disebabkan
karena benda-benda yang ada di bawah penguasaan sekutu yang ber-
sangkutan, misalnya sebuah dinamo pada instalasi listrik swasta.
Mengenai pertanggungjawaban anggota/sekutu/pemegang saham
terhadap pihak ketiga dapat diurutkan sebagai berikut:
a. bagi sekutu persekutuan perdata bertanggung jawab secara pribadi,
terbatas pada perikatan-perikatan yang telah dibuatnya sendiri,
kecuali bila sekutu yang bersangkutan telah mendapat kuasa dari

62
sekutu-sekutu lain atau keuntungan dari adanya perikatan itu telah
dinikmati oleh persekutuan (Pasal 1642 bsd 1644 KUHPER);
b. bagi sekutu persekutuan firma bertanggung jawab secara pribadi
untuk keseluruhan, artinya untuk seluruh perikatan yang telah dibuat
oleh dia sendiri dan para sekutu lainnya bagi kepentingan
persekutuan (Pasal 18 KUHD);
c. bagi seorang pesero atau pemegang saham pada perseroan ter-
batas, tanggung jawabnya terbatas pada jumlah penuh dan saham-
sahamnya (Pasal 10 ayat (2) KUHD).

73. BAGAIMANA KALAU PIHAK KETIGA MEMUNGKIRI ADANYA PER-


SEKUTUAN FIRMA
Telah dikatakan di muka bahwa bila seorang sekutu menolak pena-
gihan dengan alasan persekutuan firma tidak ada, karena akta pendi-
riannya tidak ada, maka pihak ketiga itu dapat membuktikan adanya
persekutuan firma dengan segala macam alat pembuktian. Jadi, kalau
sekutu memungkiri, maka pihak ketiga itu dapat membuktikan adanya
persekutuan firma itu dengan alat-alat bukti selain akta pendirian.
Sekarang, bagaimana kalau pihak ketiga yang memungkiri adanya
persekutuan firma itu, misalnya: persekutuan firma "Ali Bersaudara"
tidak mempunyai akta pendirian sebagai yang ditentukan dalam Pasal
22 KUHD. Pada waktu persekutuan menagih kepada pihak ketiga
(B), dia menolak dengan alasan bahwa persekutuan firma itu tidak
ada, karena tidak mempunyai akta pendirian. Terhadap persoalan ini
rumusan Pasal 22 KUHD tidak dapat menolong, tetapi di kalangan
ilmiah ada beberapa pendapat:
a. Molengraaff dan Polak 271 berpendapat bahwa para sekutu tidak
dapat membuktikan adanya persekutuan firma selain dari adanya
akta pendiriannya;
b. Polak tersebut di atas berpendapat bahwa pengingkaran pihak ke-
tiga dapat ditiadakan, bila pihak ketiga ini dulu pernah mengakui
secara tertulis tentang adanya persekutuan firma itu;
c. Dorhout Mees28 berpendapat bahwa pengingkaran pihak ketiga ini
dapat ditiadakan dengan membuktikan "schriftelijke acte" atau ka-

26) Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bl. 218.


27) Polak, Handboek, I druk 5, bl. 258
281 Dorhout Mees, Kort Begrip, 1953, bl. 39, no. 92.

29) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 67.

63
lau sudah ada permulaan pembuktian dengan tulisan (begin van
schriftelijk bewijs) — Pasal 1902 ayat (1) KUHPER), dapat di-
tambah dengan alat bukti saksi atau lainnya;
d. Prof. Soelcardono29) menganggap bahwa pendapat Molengraaff,
Polak dan Dorhout Mees tidak memuaskan, karena persoalannya
terletak pada pengingkaran pihak ketiga karena tidak adanya akta
pendirian persekutuan, jadi, "tidak adanya akta pendirian perse-
kutuan" menjadi faktor mutlak. Semua keruwetan ini timbul, karena
adanya anggapan (dulu) bahwa pembuktian dengan saksi-saksi
harus dibatasi, karena kebanyakan keterangan-keterangan saksi
tidak dapat dipercaya. Jadi, pembuktian dengan akta pendirian di-
pegang teguh. Tetapi dengan adanya:
1) Perluasan pemakaian alat bukti saksi sebagai upaya pembuktian
mulai tahun 1925 (S. 1925-525) dibenarkan;
2) Pembatasan penggunaan saksi-saksi dalam hukum acara
perdata di muka Pengadilan Negeri tidak pernah diadakan
seperti halnya pada waktu semasa "Raad van Justitie" dulu;
Dengan ini, maka kiranya tidak ada keberatan prinsipil untuk mem-
perkenankan para sekutu untuk mempergunakan segala upaya pem-
buktian, bila akta pendirian itu ternyata tidak ada.

74. PERSEKUTUAN FIRMA MEMPUNYAI KEKAYAAN SENI)IRI


Dalam praktik, pertanggungjawaban tiap-tiap sekutu tidak dilaksanakan
secara langsung, artinya semua penagihan bagi persekutuan tidak dita-
gihkan langsung kepada tiap-tiap sekutu, tetapi penagihan itu lebih
dulu hams dipenuhi dari kas persekutuan. Kalau kas persekutuan
itu tidak mencukupi, barulah kekayaan pribadi para sekutu itu disentuh
untuk memenuhi penagihan itu. Mengenai hal ini ada beberapa pen-
dapat:
a. Van Ophuij see) Notaris di Jakarta tahun 1936, mengadakan penye-
lidikan pada 200 (dua ratus) akta pendirian persekutuan-persekutuan
firma yang dibuat dalam masa 5 (lima) tahun terns-menems di
Jakarta. Beliau berpendapat bahwa dalam persekutuan firma itu
dibentuklah kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pribadi
dari masing-masing sekutu. Segala utang persekutuan harus dipe-
nuhi lebih dulu dan kas persekutuan. Barn, kalau kas persekutuan
tidak mencukupi, Pasal 18 KUHD mulai berlaku, artinya kekayaan

3°) Ophuijsen, T. 144, 145 dan lampiran.

64
pribadi masing-masing sekutu mulai dipertanggungjawabkan sampai
utang terpenuhi semua.
b. Potale' ) berpendapat bahwa para sekutu sangat berkepentingan
agar utang-utang persekutuan dapat dipenuhi dan kas persekutuan
(gemeenschappelijke kas). Kalau tidak demikian, tiap-tiap sekutu
dapat ditagih untuk pembayaran seluruh utang persekutuan. Jika
seorang sekutu membayar seluruh utang persekutuan tersebut,
maka dia dapat minta ganti kepada sekutu-sekutu lainnya.
c. Kist") yang disetujui oleh Polak berpendapat: "Selama dana perse-
kutuan mencukupi untuk membayar utang-utang persekutuan, per-
tanggungjawaban masing-masing para sekutu untuk seluruhya tidak
perlu diberlakukan."
d. Molengraaff" ) mengemukakan bahwa pengertian tentang kekaya- .
an terpisah bagi persekutuan firma dalam hukum di Nederland
harus diterima, walaupun persekutuan itu bukan badan hukum.
Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa per-
sekutuan firma itu mempunyai kekayaan sendiri. Pendapat ini tidak
bertentangan dengan hukum dan kehendak masyarakat sekarang.

75. APAKAH PERSEKUTUAN FIRMA ITU BADAN HUKUM?


Persoalan apakah persekutuan firma itu badan hukum, merupakan
suatu persoalan yang hams lekas mendapat jawaban, karena KURD
barn sudah direncanakan oleh Pemerintah. Baiklah kita menginven-
terisasi pendapat-pendapat yang ada hubungannya dengan persoalan
tersebut, yaitu:
a. Eggens,34) Guru Besar pada Rechtshogeschool (R.H.S.) di Jakarta,
menganggap persekutuan firma itu badan hukum, karena adanya;
1) kekayaan yang terpisah, yang berupa seluruh hak dan kewajiban
persekutuan yang merupakan satu kesatuan;
2) para sekutu bersama sebagai satu kesatuan, yang merupakan se-
bagai yang berhak dan yang berkewajiban terhadap pihak ketiga;
b. Zeylemaker,35) juga Gum besar di R.H.S. di Jakarta, menentang
pendapat Eggens tersebut. Eggens dianggap menggunakan istilah

31) Polak, Handboek, I, druk 5, bl. 269.


32) Kist, Beginselen, III, druk 2, bI. 280.
33) Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bl. 229.
34) Eggens, Lampiran T. 144, bl. 24.
Zeylemaker, Jzn, Lampiran, T. 145, bI. 446.

65
"badan hukum" yang menyimpang dari yang lazim, yaitu sebagai
sebuah kesatuan yang dapat dikenal, karena kekayaannya yang
terpisah dan pertanggungjawabannya yang terpisah pula.
c. Konggres para Sarjana Hukum tahun 1936 di Jakarta dengan suara
terbanyak membenarkan pendapat Eggens. 36)
d. Di Belgi,") dalam undang-undang tanggal 18 Mei 1873, Pasal 2
menentukan bahwa persekutuan firma, persekutuan komanditer
dan koperasi adalan badan hukum;
e. Di Prancis menurut Polak 381 dan Molengraaff" ) para penulis dan
yurisprudensi beranggapan bahwa persekutuan firma itu adalah
badan hukum
Ciri khas daripada badan hukum ialah bahwa dia dapat bertindak
sebagai satu kesatuan subyek hukum dalam lalu lintas hukum. Pen-
dapat umum di Indonesia persekutuan firma itu belum merupakan
badan hukum. Adapun syarat-syarat agar suatu badan dapat dinama-
kan badan hukum ialah:
(1) adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu, terpisah
dari kekayaan pribadi para sekutu badan itu;
(2) kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama
yang bersifat stabil;
(3) adanya beberapa orang sebagai pengurus dari badan itu.
Saya mengakui bahwa unsur-unsur materiil yang ada dalam perse-
kutuan firma sudah mencukupi untuk menjadi badan hukum, tinggal
unsur formil yang belum, yaitu "pengesahan dari Pemerintah." Kalau
unsur terakhir ini sudah terpenuhi, maka persekutuan firma adalah ba-
dan hukum. Kalau persekutuan firma sudah menjadi badan hukum, maka
persekutuan komanditer pun menjadi badan hukum, karena perseku-
man komanditer itu adalah persekutuan firma yang salah satu atau lebih
sekutunya adalah sekutu komanditer. Dengan begitu dari jenis perse-
kutuan tinggal persekutuan perdata saja yang bukan badan hukum.

76. PESEKUTUAN FIRMA DALAM KODIFIKASI HUKUM DAGANG NA-


SIGNAL YANG AKAN DATANG
Prof. Soekardone) berpendapat bahwa tidak pada tempatnya kita
") Kongres Sarjana Hukum di Jakarta, 1936, Lampiran, T. 145,b1. 446.
") Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bl. 231.
") Polak, Handboek, 1, druk 5, bl. 262.
") Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bl. 231.
") Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 82-83.

• 66
dalam hal ini meniru-niru saja, tanpa mengingat akan keperluan-ke-
perluan dalam praktik perusahaan di negeri kita sendiri. Kalau praktik
perusahaan di Indonesia memang membutuhkan akan adanya per-
sekutuan firma sebagai badan hukum, maka Prof. Soekardono menya-
takan tidak keberatan untuk memberikan status badan hukum kepada
persekutuan firma. Untuk menentukan sikap yang tegas, kita perlu
menyelidiki dulu dalam masyarakat perusahaan di Indonesia, apakah
untuk kepentingan mereka dianggap perlu adanya persekutuan firma
yang berbentuk badan hukum.
Bagi saya, mengenai persoalan tersebut di atas, yang penting adalah
penelitian, apakah masyarakat usaha di Indonesia benar-benar meng-
inginkan adanya persekutuan firma yang berbentuk badan hukum.

D. BERAKHIRNYA PERSEKUTUAN FIRMA

77. BUBARNYA PERSEKUTUAN FIRMA


Karena persekutuan firma itu adalah sebenarnya persekutuan perdata
(Pasal 16 KUHD), maka mengenai bubarnya persekutuan firma ber-
laku peraturan yang sama dengan persekutuan perdata, yakni Bagian
Kedelapan, Bab VIII, Buku III, KUHPER, mulai Pasal 1646 s/d 1652,
ditambah dengan Pasal 31 s/d 35 KUHD.
Pasal 31 KUHD ini khusus untuk kepentingan pihak ketiga, yang
berbunyi sebagai berikut: "Membubarkan persekutuan firma sebelum
waktu yang ditentukan dalam perjanjian pendirian atau sebagai akibat
pengunduran diri atau pemberhentian, begitu juga memperpanjang
waktu sehabis waktu yang telah ditentukan, dan mengadakan peru-
bahan-perubahan dalam perjanjian semula yang penting bagi pihak
ketiga, semua itu hams dilakukan dengan akta otentik, didaftarkan
seperti tersebut di atas dan diumumkan dalam Tambahan BeritaNegara
RI."
Ayat (2) Pasal 31 KUHD menetapkan bahwa kelalaian dalam
pendaftaran dan pengumuman tersebut, berakibat tidak berlakunya
pembubaran, pengunduran diri, pemberhentian atau perubahan tadi
terhadap pihak ketiga. Ayat (3) pasal yang sama menetapkan bahwa
bila kelalaian itu mengenai "perpanjangan waktu," maka berlakulah
ketentuan-ketentuan Pasal 29 KUHD, yakni pihak ketiga dapat meng-
anggap bahwa persekutuan itu:
a. berlaku untuk jangka waktu yang tidak ditentukan;
b. mengenai semua jenis usaha perniagaan;

67
c. tidak ada sekutu yang dikeluarkan dari kewenangan untuk bertindak
keluar.
Dalam Pasal 31 KUHD tidak disebutkan adanya persekutuan firma
yang bubar karena lampaunya waktu sebagai yang ditetapkan dalam
perjanjian pendirian persekutuan. Tetapi ini tidak berarti bahwa bubar-
nya persekutuan semacam itu tidak perlu diadakan usaha-usaha pembe-
resan. Bila sebuah persekutuan firma bubar, karena lampaunya waktu
sebagai yang ditetapkan dalam perjanjian pendirian persekutuan, maka
hal itu harus memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai yang ditetapkan
dalam Pasal 31 ayat (1) KUHD.

78. PEMBERESAN
Sesudah persekutuan firma bubar, perlu adanya pemberesan, baik ditin-
jau dari sudut kepentingan para sekutu, maupun dari sudut kepenting-
an pihak ketiga. Hal ini erat hubungannya dengan kas persekutuan, yang
disediakan untuk pelunasan penagihan-penagihan dari pihak ketiga.
Selama persekutuan berjalan, para sekutu berhak minta bagian ke-
untungan, tetapi sesudah persekutuan bubar mereka hanya berhak minta
bagian saldo, sesudah semua utang-utang persekutuan dilunasi dari kas
persekutuan. Pada umumnya pembesaran sesudah bubarnya perseku-
tuan adalah perlu benar-benar mengakhiri kehidupan persekutuan yang
bubar itu, walaupun ada kemungkinan di mana pemberesan tidak di-
perlukan lagi, misalnya bila sebelum bubarnya persektuan, seperti yang
telah ditetapkan dalam perjanjian, para sekutu sudah melunasi semua
utang persekutuan dan membagi keuntungan kepada para sekutu.
Molengraaff"> mengatakan bahwa pemberesan tidak perlu diada-
kan, apabila dalam perjanjian ditetapkan lain atau para sekutu menye-
tujui tindakan lain.
Po1alc42) mengenai hal ini memberikan misal, yaitu bila ada seorang
sekutu yang keluar, atas persetujuan sekutu-sekutu lainnya kepada
sekutu yang keluar itu diberikan sejumlah uang, sesudah mana per-
sekutuan dilanjutkan oleh sekutu-sekutu yang masih tinggal.

79. PERSEKUTUAN, SETELAH BUBAR TETAP ADA, SEKEDAR PERLU


UNTUK PEMBERESAN
Persekutuan, setelah bubar, masih tetap ada sekedar perlu untuk pem-

4" Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bl. 228.


42) Polak, Handboek, I, druk 5, bl. 290.

68
beresan. Hal ini bisa dibuktikan dengan Pasal-pasal 32, 33 dan 34
KUHD.
a. Menurut Pasal 32 KUHD, pemberesan itu dilaksanakan atas nama
persekutuan (yang sudah bubar);
b. Menurut Pasal 33 dan 34 KUHD, sesudah persekutuan itu bubar,
kas persekutuan masih tetap ada;
c. Persekutuan dalam masa pemberesan dapat dinyatakan pailit Pe-
raturan Kepailitan Pasal 1;
d. Dalam masa pemberesan ini persekutuan masih dapat menggugat
dan digugat (Pasal 32 ayat (2) KUHD).

80. SIAPA YANG HARUS MENJALANKAN PEMBERESAN


Mengeni persoalan siapa yang hams menjalankan pemberesan pada
persekutuan firma yang bubar diatur dalam Pasal 32 KUHD, yang
menetapkan:
a. pertama-tama orang hams melihat pada ketentuan-ketentuan da-
lam perjanjian pendirian persekutuan. Kalau di sini tidak ada ke-
tentuan-ketentuan apa-apa, maka
b. sekutu-sekutu penguruslah yang berkewajiban melakukan pem-
beresan;
c. dalam perjanjian pendirian persekutuan dapat ditentukan satu atau
beberapa orang yang bukan sekutu untuk bertindak sebagai pem-
beres;
d. para sekutu bersama, dengan suara terbanyak, dapat menunjuk se-
kutu yang bukan sekutu pengurus untuk mengadakan pemberesan;
e. kalau suara terbanyak tidak berhasil, maka sekutu-sekutu dapat
minta bantuan kepada Hakim untuk menetapkan siapa-siapa pem-
beres itu. Segala sesuatu itu untuk kepentingan persekutuan.

81. TUGAS PARA PEMBERES


Tugas para pemberes ini tidak diatur dalam KUHD, jadi diserahican
seluruhnya kepada para sekutu bagaimana mengatumya. Prof. Soe-
kardono43 berpendapat bahwa demikianlah yang sebaiknya, agar tiap-
tiap penyelesaian persoalan konkrit dapat disesuaikan dengan kehen-
dak bebas dan para sekutu.
Karena Hakim ada kemungkinan ditunjuk untuk menetapkan para
pemberes, maka sudah sepatutnya bila Hakim memberi pedoman se-

43) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 96.

69
kedarnya. Bagaimanapun likuidasi itu harus diarahkan pada persiapan
kemungkinan yang riil akan adanya pembagian saldo sesudah utang
persekutuan dilunasi semuanya.

82. PEMBAGIAN SALDO ANTARA PARA SEKUTU


Pembagian saldo kepada para sekutu tidak hanya berujud uang, ba-
rangpun dapat juga terjadi. Pendapat ini oleh Polak" didasarkan atas
Pasal 1652 KUHPER, yang menetapkan bahwa peraturan tentang
cara pembagian warisan dan kewajiban-kewajiban yang timbul antara
para ahli waris, berlaku juga bagi para sekutu. Meskipun Pasal 1652
KUHPER tidak berlaku bagi golongan Bumiputera, tetapi karena para
sekutu atas dasar Pasal 29, S. 1917-12 menundukkan diri dengan
sukarela pada perbuatan hukum yang dalam hukum adat tidak ada,
maka Pasal 1652 KUHPER berlaku juga bagi sekutu golongan Bumi-
putera.
Ada kemungkinan para sekutu tidak menerima keuntungan, melain-
kan malahan dituntut untuk membayar utang persekutuan atas dasar
imbangan jumlah pemasukan (inbreg), bila kas persekutuan tidak
mencukupi untuk pelunasan utang persekutuan (Pasal 33 KUHD).
Tetapi sebaliknya bila dalam masa pemberesan ada uang yang dapat
dibebaskan dari kas persekutuan, maka untuk sementara uang itu dapat
dibagi-bagi kepada para sekutu (Pasal 34 KUHD).

83. KEDUDUKAN PEMBERES YANG LEBIH DART SEORANG


Apabila dalam perjanjian pendirian persekutuan ada ketentuan-keten-
tuan mengenai jumlah pemberes, dan apakah mereka dapat bertindak
sendiri-sendiri atau harus bersama-sama, maka ketentuan-ketentuan
itulah yang harus diturut. Bila dalam perjanjian pendirian persekutuan
tidak ada ketentuan apa-apa, maka berlakulah bagi mereka asas yang
tercantum dalam Pasal 1637 KUHPER, yaitu tiap-tiap pemberes dapat
bertindak sendiri-sendiri, asal saja, menurut Prof. Soekardono 45), ma-
sing-masing pemberes harus bertanggung jawab penuh atas segala
tindakannya dan tindakan itu dimaksud untuk melancarkan pelaksanaan
pemberesan persekutuan.
Prof. Soekardono setuju bila diadakan sekedar ketentuan agar bagi
pemberes yang lebih dari satu orang itu hams selalu bertindak bersama-

44) Polak, Handboek, I, druk 5, bl. 299.


4$) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cat. 3, hlm. 97.

70
sama. Apalagi kalau pemberes-pemberes itu ditetapkan oleh Hakim
berdasarkan Pasal 32 ayat (2) KUHD. Dengan bertindak bersama-
sama itu koordinasi akan lebih terjamin dalam pelaksanaan likuidasi.
hal ini adalah penting bagi para sekutu sendiri.
Molengraafro dengan menunjuk beberapa penulis dan yurispru-
densi yang menganjurkan tindakan bersama itu bagi para pemberes,
rupa-rupanya dapat menyetujui prinsip tindakan bersama itu. Salah
satu yurisprudensi yang ditunjuk Molengraaff adalah putusan Rechts-
bank Amsterdam tanggal 26 November 1915 47) yang memutuskan
bahwa para pemberes yang hams bertindak di muka Hakim hams
bersama-sama agar effisien, tidak memboroskan tenaga, waktu dan
biaya. Para pemberes yang menghadap Hakim dan bertindak atas
nama persekutuan dapat mengatakan dan menulis: "Pemberes A dan
B bagi persekutuan firma "Murni" dalam likuidasi, — melawan C."

84. PERTANGGUNGJAWABAN PEMBERES


Hubungan hukum antara para pemberes dan para sekutu adalah hubung-
an pemberian kuasa, para sekutu sebagai pemberi kuasa dan pemberes
sebagai pemegang kuasa. Menurut Pasal 1802 KUHPER, pemberes
sebagai pemegang kuasa, bertanggung jawab atas segala perbuatannya
kepada para sekutu dan berkewajiban untuk membayar ganti kerugian
bila persekutuan menderita rugi karena kelalaian atau kesalahannya.
Karena masing-masing sekutu, juga dalam masa pemberesan atau
likuidasi persekutuan, tetap bertanggung jawab secara pribadi untuk
keseluruhan, maka masing-masing pemberes hanya bertanggung ja-
wab seluas seperti yang ditetapkan dalam perjanjian pengangkatannya
(Pasal 1804 KUHPER).
Segala perikatan yang dibuat oleh pemberes, merupakan perikatan-
perkatan atas beban persekutuan, asal saja pemberes tidak melampaui
batas kekuasaannya. Dengan begitu para sekutu dapat digugat untuk
memenuhi perikatan-perikatan tersebut.

85. PEMBAGIAN KEUNTUNGAN DAN PEMBEBANAN KERUGIAN SESU-


DAH PEMBERESAN
Pemberesan baru selesai bila penagihan dan pihak ketiga sudah dilunasi
semuanya. Sesudah itu honorarium dan penagihan-penagihan lainnya clAci

46) Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bI. 227.


47) Rechtsbank Amsterdam, 26 November 1915, W. 9941.

71
para pemberes juga hams dilunasi (Pasal 1794 dan 1808 KUHPER).
Kemudian bila masih ada sisanya, maka dapat diadakan pembagian
antara para sekutu. Pembagian keuntungan dan pembebanan kerugian
dijalankan menurut peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dalam per-
janjian pendirian persekutuan (Pasal 1634, 1633 dan 1635 KUHPER).
Bila sesudah itu masih ada sisa, maka diusahakan pengembalian
uang dan/atau barang pemasukan, tetapi bila hanya kerugian, maka
pembagiannya sesuai dengan imbangan nilai pemasukan.

86. BAGIAN SEKUTU YANG HANYA MEMASUKKAN TENAGA DAN PI-


KIRANNYA SAJA
Mengenai bagian dari sekutu yang hanya memasukkan tenaga dan/atau
pikirannya saja, sudah ada pedoman yang tercantum dalam Pasal 633
ayat (2) KUHPER, yang menentukan bahwa bagian keuntungan dan
pembebanan kerugian sekutu tersebut sama dengan bagian sekutu
yang nilai pemasukannya terkecil. Dalam hal ini Prof. Soekardono" )
mengajurk pbinseutyaghmskn
tenaga dan pikirannya saja dilebihkan daripada bagian yang ditentukan
oleh Pasal 1633 ayat (2) KUHPER tersebut. Pembagian keuntungan
atau pembebanan kerugian sebaiknya dilakukan oleh para sekutu-
sekutu sendiri dan jangan oleh pemberes, yang mungkin orang luar,
yang kurang pandai menilai jasa sekutu yang hanya memasukkan
tenaga dan pikirannya saja.
Pada hemat saya, tenaga dan pikiran yang dimasukkan dalam perse-
kutuan perlu mendapat penilaian yang layak. Penilaian tenaga dan pi-
kiran yang dimasukkan oleh seorang sekutu dalam persekutuan se-
bagai yang ditentukan dalam Pasal 1633 ayat (2) KUHPER adalah
tidak adil, misalnya: pada persekutuan firma X, sekutu A memasukkan
uang yang bemilai 15 juta rupiah, B memasukkan barang bemilai 13
juta rupiah, sedang C memasukkan tenaga dan pikirannya saja. Dalam
persekutuan firma X ini tenaga dan pikiran C dinilai sama dengan
uang 13 juta rupiah. Pada kesempatan lain, C ini masuk menjadi sekutu
persekutuan firma Y dalam mana sekutu D memasukkan uang se-
banyak 10 juta rupiah, sedangkan E memasukkan barang yang bemilai
Rp 100.000,. Di sini, dalam persekutuan firma Y, tenaga dan pikiran C
hanya dihargai Rp 100.000,-. Jelas, bahwa tenaga dan pikiran orang
yang sama dihargai tidak sama, yang satu menghargainya 13 juta ru-

4g) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 99.

72
piah, sedangkan di persekutuan firma Y, tenaga dan pikiran C dihargai
hanya Rp 100.000,. Jadi, Pasal 1622 ayat (2) KUHPER tidak mem-
bawa keadilan.
Pada hemat saya adalah tepat bila tenaga dan pikiran seorang se-
kutu yang dimasukkan dalam persekutuan firma dinilai menurut hasil
karyanya yang menjelma dalam kemajuan dan perkembangan atau
dalam istilah teknisnya "goodwill" persekutuan firma yang bersang-
kutan. Yang dapat menilai "goodwill" persekutuan hanyalah para
pengurusnya saja. Dari itu saya setuju dengan pendapat Prof. Soe-
kardono tersebut di atas bahwa sebaiknyalah nilai tenaga dan pikiran
sekutu C itu dimusyawarahkan antara sekutu-sekutu yang lain.

87. PENYIMPANAN ARSIP PERSEKUTUAN


Tentang penyimpanan arsip persekutuan sudah ada pedomannya yaitu
dalam Pasal 35 KUHD. Pertama kali hams dilihat dalam perjanjian
pendirian persekutuan, bagaimana hal ini diatur. Kalau dalam perjanjian
pendirian persekutuan itu tidak ada, maka penyimpanan arsip per-
sekutuan ditunjuk oleh para sekutu atas dasar suara terbanyak. Bila
cara ini tidak berhasil, maka para sekutu dapat minta bantuan kepada
Hakim Pengadilan Negeri untuk menetapkan siapa-siapa yang menjadi
penyimpan arsip persekutuan tersebut. Mungkin juga ditunjuk orang
luar sebagai penyimpan arsip persekutuan. Rumusan Pasal 32 dan 35
KUHD tidak menutup pintu untuk adanya kemungkinan itu.

73
BAB V
PERSEKUTUAN KOMANDITER

A. HAL-HAL UMUM

88. PENGERTIAN PERSEKUTUAN KOMANDITER


Persekutuan komanditer itu ialah persekutuan firma yang mempunyai
satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu komanditer adalah
sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pe-
masukan pada persekutuan, sedangkan dia tidak turut campur dalam
pengurusan atau penguasaan dalam persekutuan. Status seorang seku-
tu komanditer itu dapat disamakan dengan seorang yang menitipkan
modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil keun-
tungan dari uang, benda atau tenaga pemasukannya itu saj a, sedang-
kan dia sama sekali lepas tangan dari pengurusan perusahaan. Dalam
undang-undang sekutu komanditer itu disebut geldschieter (pelepas
uang). Saya tidak setuju dengan penggunaan istilah geldschieter
ini, sebab sekutu komanditer itu tidak sama dengan seorang pelepas
uang. Pada pelepas uang (geldeschieter) uang atau benda yang
telah diserahkan kepada orang lain (debitur) masih dapat dituntut
kembali bila si debitur jatuh pailit, tetapi pada uang atau benda yang
telah diserahkan oleh sekutu komanditer kepada persekutuan, bila
persekutuan itu pailit, tidak dapat dituntut kembalinya.
Jadi, persekutuan komanditer itu mempunyai dua macam sekutu,
yaitu sekutu kerja dan sekutu tidak kerja (sidle vennoot). Sekutu
kerja atau sekutu komplementer adalah sekutu yang menjadi pengurus
persekutuan, sedangkan sekutu tidak kerja atau sekutu komanditer
tidak mengurus persekutuan. Baik sekutu kerja maupun sekutu tidak
kerja masing•masing memberikan pemasukannya, yang berwujud uang,
barang atau tenaga (fisik atau pikiran) atas dasar pembiayaan bersama,
artinya untung rugi dipikul bersama antara sekutu kerja dan sekutu
komanditer, meskipun tanggung jawab sekutu komanditer terbatas
pada modal yang disanggupkan untuk dimasukkan. Prof. Soekardono

Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 101.

74
menamakan sekutu kerja itu sekutu komplementer, sedangkan sekutu
yang tidak kerja disebut sekutu komanditer.

89. PENGATURAN PERSEKUTUAN KOMANDITER


Telah kita ketahui bahwa persekutuan firma diatur dalam Pasal 16 s/d
35 KUHD. Tiga di antara pasal-pasal itu, yakni Pasal 19, 20 dan 21
adalah aturan untuk persekutuan komanditer. Pasal 19 ayat (1) KUHD
berbunyi: "De vennootschap bij wijze van geldschieting, anders en
commandite genaamd, wordt aangegaan tussen eene persoon, of
tussen meerdere hoofdelijk voor het geheel aansprakelijke vennoten,
en eene of meer andere personen als geldschieters." (Persekutuan
secara melepas uang, yang juga disebut persekutuan komanditer, di-
dirikan atas satu atau beberapa orang yang bertanggung jawab secara
pribadi untuk keseluruhan dengan satu atau beberapa orang pelepas
uang). Mengenai istilahgeldschiter yang dipergunakan dalam undang-
undang (Pasal 19 ayat (1) KUHD), sudah kita bicarakan dalam pela-
jaran no. 28 bahwa saya kurang setuju dengan istilah tersebut. Lebih
baik istilah "pelepas uang" (geldschieter) tersebut diganti dengan
"sekutu komanditer".
Hal lain yang ingin saya bicarakan di sini ialah letak aturan per-
sekutuan komanditer yang ada di tengah-tengah aturan mengenai per-
sekutuan firma, yaitu Pasal 19, 20 dan 21 KUHD. Letak aturan perse-
kutuan komanditer di tengah-tengah pasal-pasal yang mengatur perse-
kutuan firma itu sudah sepatutnya, karena persekutuan komanditer
itu juga persekutuan firma dengan bentuk khusus. Kekhususannya
itu terletak pada adanya sekutu komanditer, yang pada persekutuan
firma tidak ada. Pada persekutuan firma hanya ada sekutu kerja atau
"firmant", sedangkan dalam persektuan komanditer, kecuali sekutu
kerja, juga ada sekutu komanditer, yakni sekutu yang tidak kerja, sekutu
yang hanya memberikan pemasukannya saja, tidak turut mengurus
perusahaan.

90. DUA MACAM SEKUTU


Telah dikatakan bahwa persekutuan komanditer itu mempunyai dua
macam sekutu, yaitu sekutu kerja (sekutu komplementer) dan sekutu
komanditer. Adapun perbedaan kedua sekutu itu adalah sebagai berikut:
a. Sekutu komanditer wajib menyerahkan uang, benda atau tenaga
kepada persekutuan sebagai yang telah disanggupkan dan berhak
menerima keuntungan dari persekutuan. Tanggung jawab sekutu

75
komanditer terbatas pada jumlah pemasukan yang telah disanggup-
kan untuk disetor. Sekutu komanditer tidak boleh mencampuri tugas
sekutu kerja (komplementer), yaitu pengurusan persekutuan (Pasal
20 KUHD). Bila larangan ini dilanggar, maka Pasal 21 KUHD
memperluas tangung jawabnya sekutu komanditer sama dengan
tanggung jawab sekutu kerja (komplementer), yaitu tangung jawab
secara pribadi untuk keseluruhan (Pasal 18 KUHD).
b. Sekutu kerja berhak memasukkan modal ke dalam persekutuan,
bertugas mengurus persekutuan dan bertanggung jawab secara
pribadi untuk keseluruhan. Bila sekutu kerja lebih dan seorang,
hams ditegaskan apakah di antara mereka ada yang dilarang bertin-
dak keluar (Pasal 17 KUHD). Meskipun sekutu tersebut tidak
berhak bertindak keluar, tetapi tanggung jawabnya tetap sebagai
yang ditetapkan dalam Pasal 18 KUHD.

91. TIGA MACAM PERSEKUTUAN KOMANDITER


Persekutuan komanditer itu ada tiga macam, yaitu:
a. Persekutuan komanditer diam-diam, yaitu persekutuan komandi-
ter yang belum menyatakan dirinya dengan terang-terangan kepa-
da pihak ketiga sebagai persekutuan komanditer. Keluar, perseku-
tuan itu masih menyatakan dirinya sebagai persekutuan firma, tetapi
ke dalam persekutuan itu sudah menjadi persekutuan komanditer,
karena salah seorang atau beberapa orang sekutu sudah menjadi
sekutu komanditer. Mengenai persekutuan komanditer diam-diam
ini ada persoalan, yaitu, apakah persekutuan macam ini dikehendaki
oleh undang-undang? Tentang hal ini ada beberapa pendapat:
1) Polak') mengemukakan bahwa pembentuk undang-undang
mungkin pula memikirkan akan adanya bentuk "persekutuan
komanditer diam-diam" ini. Hal ini ternyata pada Pasal 20 ayat
(2), Pasal 21 dan 32 KURD. Dalam Pasal 20 ayat (2) KUHD
ada perkataan .zaken van vennootschap (urusan persekutuan)
dan dalam Pasal 21 KUHD ada kata-kata schulden en
verbintenissen van vennootschap (utang-utang dan perikatan-
perikatan persekutuan).
2) Eggens3) dalam karangannya "Het rechtskarakter der openbare
commanditaire vennootschap", mengemukakan bahwa pem-

2) Polak, Handboek, I, druk 5, bl. 315.


3) Eggens, T. 146-653.

76
bentuk undang-undang tidak dengan tegas membedakan anta-
ra persekutuan komanditer diam-diam dengan persekutuan ko-
manditer terang-terangan;
3) Soekardono4 belum yakin bahwa pembentuk undang-undang
di Nederland dulu benar-benar memperhatikan bentuk perse-
kutuan komanditer terang-terangan itu.
Pasal 19 ayat (2) KUHD berbunyi: "Ene vennootschap kan
alzo to gelijker tijd zijn ene vennootschap onder ene firma, ten
aanzien van de vennoten onder de firma, en ene vennootschap bij
wijze van geldschieting, ten aanzien van den geldschieter" (suatu
persekutuan pada saat yang sama dapat merupakan persekutuan
firma bagi para sekutu kerja dengan sekutu komanditer). Pada hemat
saya ketentuan yang begini dapat juga diterapkan pada persekutuan
komanditer terang-terangan dan juga dapat diterapkan pada perse-
kutuan komanditer diam-diam. Ketentuan-ketentuan ini tidak
mengandung pengertian adanya persekutuan komanditer
diam-diam. Ketentuan di atas hanya meninjau suatu persekutuan
tertentu (komanditer terang-terangan atau komanditer diam-diam)
dari sudut hubungan (ten aanzien van) antarsekutu, baik hubungan
antara sekutu kerja yang satu terhadap sekutu kerja yang lainnya,
maupun hubungan antara sekutu kerja pada pihak yang satu dengan
sekutu komanditer pada pihak yang lain. Persoalan persekutuan
komanditer diam-diam tidak disinggung dalam Pasal 19 ayat (2)
KUHD, juga tidak dalam Pasal 20 dan 21 KUHD.
Perbedaan antara persekutuan komanditer diam-diam dengan
persekutuan komanditer terang-terangan berdasar: pandangan
dari pihak ketiga terhadap persekutuan yang bersangkutan. Ka-
lau sebuah persekutuan tampak dari pihak ketiga sebagai perse-
kutuan firma, baik dilihat dari papan nama yang terpampang di muka
kantornya, maupun pada kepala surat-surat yang keluar, menun-
jukkan bahwa persekutuan itu adalah persekutuan firma, tetapi ke-
nyataannya persekutuan itu sudah menjadi persekutuan koman-
diter, karena salah seorang atau beberapa orang sekutunya telah
menjadi sekutu komanditer, maka persekutuan yang demikian itu
disebut "persekutuan komanditer diam-diam." Diam-diam, karena
bentuk komanditer itu tidak diberitahukan kepada pihak ketiga.
Sebaliknya bila sebuah persekutuan, yang salah seorang atau bebe-

4) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I Bagian II, cet.n 3, hlm. 102.


,

77
rapa orang sekutunya menjadi sekutu komanditer, serta tampak oleh
pihak ketiga, baik dari papan nama di muka kantomya, maupun dari
kepala surat-surat yang keluar, sebagai persekutuan komanditer,
maka persekutuan itu disebut "persekutuan komanditer terang-
terangan". Sebagai kesimpulan, saya berpandapat bahwa persoal-
an: apakah persekutuan komanditer diam-diam itu dikehendaki oleh
undang-undang, tidak dapat dijawab secara tegas, sebab pembentuk
undang-undang tidak menyinggung sedikitpun dalam Pasal-pasal
19, 20 dan 21 KUHD. Tetapi jelas, pembentuk undang-undang
tidak melarang adanya persekutuan komanditer diam-diam itu.
b. Persekutuan komanditer terang terangan, yaitu persekutuan ko-
-

manditer yang dengan terang-terangan menyatakan dirinya seba-


gai persekutuan komanditer kepada pihak ketiga. Hal ini temyata
misalnya pada papan nama di muka kantomya, yang berbunyi:
"Persekutuan Komanditer ...", juga pada kepala surat-surat yang
keluar selalu menggunakan nama "Persekutuan Komanditer ...",
juga dalam reklame-reklame yang diumumkan, dalam segala tin-
dakan-tindakan hukum bagi kepentingan persekutuan, baik ke da-
lam maupun ke luar, para pengurus selalu menyatakan atas nama
"Persekutuan Komanditer." Jadi, istilah "terang-terangan" itu ter-
tuju pada pemyataan diri sebagai "persekutuan komanditer" kepada
pihak ketiga.
c. Persekutuan komanditer dengan saham, adalah persekutuan ko-
manditer terang-terangan, yang modalnya terdiri dari saham-saham.
Persekutuan bentuk ini sama sekali tidak diatur dalam KUHD. Pada
hakekatnya persekutuan bentuk ini adalah sama saja dengan per-
sekutuan komanditer biasa (terang-terangan), perbedaan dengan
persekutuan komanditer biasa terletak pada pembentukan modal,
yaitu dengan cara mengeluarkan saham-saham. Hal pembentukan
dan cara mendapatkan modal semacam ini dimungkinkan oleh Pasal
1338 ayat (1), Pasal 1337 KUHF'ER bsd Pasal 1 KUHD. Dan ka-
rena itu persekutuan ini adalah juga semacam persekutuan koman-
diter biasa, maka ketentuan-ketentuan dalam KUHD berlaku juga
ada persekutuan jenis ini.
Pada waktu pembentukannya, kedudukan sekutu komanditer
dapat ditentukan bisa diperalihkan atau diwaris, sedang modal dapat
ditentukan dibagi dalam beberapa saham, pada masa tiap sekutu
dapat memilikinya satu atau beberapa buah. Saham ini dikeluarkan
atas nama (op naam). Peralihan saham jenis ini terjadi dengan sesi

78
(cessie) menurut Pasal 613 ayat (1) dan (2) KUHPER, dan hams
diberitahukan secara resmi oleh seorang Juru Sita tentang peralihan
saham tersebut kepada debiturnya, yaitu persekutuan komanditer
yang bersangkutan. Setidak-tidaknya sekutu komanditer hams mem-
benarkan atau menyetujui secara tertulis atas peralihan saham ter-
sebut. Biasanya tentang peralihan saham ini diperjanjikan saham
perjanjian pendirian persekutuan, yang pada pokoknya hams ada per-
setujuan dari penguins. Mengenai peralihan saham ini ada pedoman
yang dapat dipakai, ialah Pasal 42 KUHD. Meskipun pasal ini
untuk sebuah perseroan terbatas, tetapi dapat pula dipergunakan
untuk persekutuan komanditer dengan saham, dengan sekedar
perubahan kalau perlu.

92. SIFAT KEPRIBADIAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN


SAHAM
Telah diketahui bahwa dalam akta pendirian persekutuan komanditer
dengan saham dapat ditentukan mengenai kedudukan sekutu koman-
diterdapat diperalihkan kepada orang lain atau diwaris. Hal ini dapat
diperkirakan bahwa sifat kepribadian pada persekutuan komanditer
dengan saham sudah agak mengendor, tetapi belum hilang sama sekali.
Meskipun modalnya terdiri dari saham-saham, tetapi pada waktu men-
j ualnya, penguins masih melihat kepribadian dari si pembeli, yakni ke-
sempatan membeli saham itu ditawarkan pertama kali kepada sanak sau-
dara terdekat, lalu sobat karib, selanjutnya kenalan baik dan kalau masih
ada sisanya baru diberikan kesempatan membeli saham itu kepada
orang luar. Jadi, sifat kepribadian pada persekutuan komanditer dengan
saham sudah menipis. Dan sebab itu Pasal 1646 KUHPER, tentang
bubarnya persekutuan (dhi. persekutuan komanditer), tidak begitu saja
berlaku bagi persekutuan komanditer dengan saham. Bagi sekutu kerja
Pasal 1646 KUHPER itu masih berlaku, tetapi bagi sekutu komanditer
pemegang saham tidak mutlak, sebab kedudukan sekutu komanditer
ini dapat diperalihkan kepada orang lain. Berlakunya Pasal 1646
KUHPER bagi sekutu komanditer ini dapat diperjanjikan dalam akta
pendirian persekutuan, sebab Pasal 15 KUHD memberi kemungkinan
penyimpangan dari Pasal 1646 KUHPER yang bersifat perlengkapan itu.
Prof. Soekardonos ) mengatakan bahwa bentuk persekutuan ko-
manditer dengan saham ini merupakan bentuk peralihan daripada ben-

5) Soekardono, Hulcum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cetakan 3, Win. 115.

79
tuk perseroan terbatas. Bentuk semacam ini di Jerman dan di Swiss
disebut "Kommandit Gesellschaft auf Aktien atau Kommanditak-
tiengesellschaft". Terhadap bentuk ini di Jerman dan Swis berlaku
peraturan-peraturan perseroan terbatas.

93. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PERSEKUTUAN KOMAN-


DITER DENGAN SAHAM DAN PERSEROAN TERBATAS
Antara persekutuan komanditer dengan saham dan perseroan terbatas
ada persamaan dan perbedaannya sebagai yang tersebut di bawah ini.
a. Persamaannya ialah:
1) modalnya sama-sama terdiri dari saham-saham, meskipun bagi
persekutuan komanditer dengan saham berbentuk saham atas
nama; sedangkan pada perseroan terbatas dapat berbentuk atas
nama atau atas pembawa;
2) pengawasan. Pada persekutuan komanditer dengan saham da-
pat ditetapkan salah seorang dari sekutu komanditer sebagai
komisaris, yang bertugas untuk mengawasi pekerjaan sekutu
kerja atau sekutu komplementer. Meskipun dia pengawas
(komisaris), tetapi sebagai sekutu komanditer tetap tidak di-
perbolehkan mencampuri urusan pengurusan, meskipun dalam
perjanjian pendirian persekutuan ditetapkan bahwa mengenai
perbuatan-perbuatan tertentu, sekutu kerja hams minta perse-
tujuan lebih dulu kepada sekutu komanditer/pengawas tersebut.
b. Perbedaannya ialah:
1) dalam perseroan terbatas tidak ada sekutu kerja, yang bertang-
gung jawab penuh secara pribadi untuk keseluruhan. Pertang-
gungjawaban semacam itu dalam perseroan terbatas ada bagi
direksi (pengurus), yang telah melakukan perbuatan hukum se-
belum pendaftaran dan pengumuman PT yang bersangkutan
(Pasal 39), melanggar Pasal 47 ayat (2) dan melanggar Pasal
51 KUHD.
2) direksi pada perseroan terbatas tidak boleh diangkat untuk sela-
manya, yakni selama PT berjalan, sedang sekutu kerja/pengurus
pada persekutuan komanditer dengan saham dapat diangkat
untuk selamanya.

94. TENTANG PENDIRIAN, PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN


Mengenai persekutuan komanditer dalam KUHD tidak ada aturan
tentang pendirian, pendaftaran dan pengumumannya. Jadi persekutuan

80
komanditer, sebagai juga persekutuan firma, dapat didirikan atas per-
janj ian dengan lisan (konsensuil — Pasal 22 KUHD). Tetapi meskipun
demikian, praktik di Indonesia menunjukkan suatu kebiasaan bahwa
orang mendirikan persekutuan komanditer berdasar akta notaris, didaf-
tarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang dan di-
umumkan dalam Tambahan Berita Negara RI.

B. PERIKATAN ANTARSEKUTU

95. HUBUNGAN HUKUM ANTARSEKUTU


Hubungan intern antarsekutu ialah hubungan hukum antara sekutu
kerja dengan sekutu komanditer. Hubungan ini tidak bisa dilihat dari
Pasal 19, 20 dan 21 KUHD. Dengan melalui Pasal 16 KUHD, di
mana persekutuan firma, dalam hal ini sebagai persekutuan komanditer
dinyatakan persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan
perusahaan dengan nama bersama (firma), maka hubungan intern
antarsekutu kita bisa melihat bagian kedua, bab VIII, Buku II,
KUHPER, mulai Pasal 1624 s/d 1641. Hubungan ini mengenai:
a. Pemasukan modal diatur dalam Pasal 1625 dsl. Benda pemasukan
dapat berupa benda fisik, uang dan tenaga manusia (fisik dan/atau
pikiran);
b. Pembagian untung rugi. Hal ini diatur dalam Pasal 1633 dan 1634
KUHPER. Biasanya mengenai dua hal ini diatur dalam perjanjian
pendirian persekutuan. Kalau dalam perjanjian pendirian perse-
kutuan tidak diatur, barulah aturan tersebut di atas berlaku.
Bila ada untung, maka sekutu komanditer mendapat bagian sebesar
sebagai yang diatur dalam perjanjian pendirian. Tetapi kalau dalam
perjanjian tidak ada aturannya, maka Pasal 1633 KUHPER memberi
pedoman. Begitu pula kalau persekutuan menderita rugi, sekutu koman-
diter dibebani juga membayar kerugian itu, tetapi beban itu tidak boleh
melebihi jumlah pemasukannya. Bagi sekutu kerja, beban kerugian
itu tidak terbatas, sehingga bila perlu, harta kekayaan sendiri disentuh
sebagai jaminan bagi seluruh kerugian persekutuan (Pasal 18 KUHD
bsd. Pasal 1131 dan 1132 KUHPER).
Jadi, kedudukan sekutu komanditer mengenai untung rugi perse-
kutuan, sama dengan kedudukan pesero atau pemegang saham pada
sebuah PT (Pasal 40 ayat (2) KUHD), yang tidak boleh dibebani
lebih dari jumlah nominal sahamnya. Dan dia pun tidak boleh dituntut
untuk menambah pemasukannya dan tidak dapat diminta untuk

81
mengembalikan keuntungan yang telah pernah diterimanya (Pasal 1625
KUHPER bsd Pasal 20 ayat (3) KUHD).

96. PENGURUSAN
Menurut Pasal 20 ayat (2) KUHD sekutu komanditer dilarang melaku-
kan pengurusan (beheren), meskipun dengan kekuatan surat kuasa.
Tetapi dia boleh mengawasi pengurusan itu, bila ditetapkan demikian
dalam perjanjian pendirian. Meskipun begitu pengawasan ini harus
bersifat intern, yang tidak boleh berarti bahwa tindakan pengawasan
sekutu komanditer itu dapat menimbulkan kesan seolah-olah dia juga
pengurus persekutuan. Dalam perjanjian pendirian juga dapat ditentukan
bahwa mengenai beberapa tindakan pengurusan tertentu sekutu kerja
harus minta izin terlebih dulu kepada sekutu komanditer/pengawas per-
sekutuan, bila akan melakukannya. Jadi, kecuali tindakan pengawasan
dan pemberian izin pada perbuatan pengurusan tertentu, yang diper-
kenankan oleh perjanjian pendirian, sekutu komanditer dilarang men-
campuri persoalan pengurusan. Bila larangan ini dilanggar, maka sekutu
komanditer yang bersangkutan kena sanksi sebagai tersebut dalam
Pasal 21 KUHD, yaitu tanggung jawabnya diperluas sama dengan
tanggung jawab sekutu kerja, yaitu pribadi untuk keseluruhan.

97. PEMAKAIAN NAMA SEKUTU KOMANDITER BAGI FIRMA


Pasal 20 ayat (1) KUHD melarang nama sekutu komanditer untuk dipa-
kai sebagai firma, kecuali kalau sekutu komanditer itu dulu adalah sekutu
kerja yang kemudian mengundurkan diri menjadi sekutu komanditer
(Pasal 30 ayat (2) KUHD). Larangan pemakaian nama sekutu koman-
diter tersebut ada sanksinya, yaitu Pasal 21 KUHD yang menyatakan
bahwa sekutu komanditer yang melanggar Pasal 20 ayat (1) KUHD ter-
sebut di atas mendapat tanggung jawab secara pribadi untuk keselu-
ruhan, yakni tanggung jawab sekutu kerja (Pasal 18 KUHD). Judul ini
juga sudah saya bicarakan dalam pelajaran nomor 49 dan sudut lain.

98. APAKAH DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER ADA KEKAYAAN


TERPISAH
Pasal 33 KUHD memberi kesan adanya kekayaan terpisah pada per-
sekutuan firma. Kekayaan terpisah dapat diperjanjilcan sebelumnya dalam
perjanjian pendirian. Tetapi bila mengenai persekutuan komanditer
diam diam, dengan hanya mempunyai satu orang sekutu kerja, maka
-

adanya kekayaan terpisah itu tidak ada artinya, karena sekutu kerja

82
yang hanya seorang itu melakukan harta kekayaan persekutuan sebagai
harta kekayaannya sendiri. Jadi, pemisahan secara mutlak dengan
harta kekayaannya sendiri tidak perlu, asal dia dapat membedakan
mana harta kekayaan sendiri, mana harta kekayaan persekutuan.
Deegan harta kekayaan persekutuan ini sekutu kerja berhak bertindak
atas namanya sendiri terhadap pihak ketiga, walaupun kesemuanya
itu sesungguhnya berdasarkan atas pembiayaan bersama.
Bagi persekutuan komanditer diam-diam yang sekutu kerjanya lebih
dari seorang, harta terpisah ini biasanya sudah diperjanjikan dalam
perjanj ian pendirian persekutuan. Bila kemudian salah seorang dari
sekutu kerja ini mengubah diri menjadi sekutu komanditer, maka harta
kekayaan sekutu komanditer ini memperkuat harta kekayan perseku-
tuan (yang terpisah) dan yang telah ada.
Bagi persekutuan komanditer terang-terangan pernah ada keputus-
an H.GH. tanggal 4 November 1937 6), yang menetapkan bahwa perse-
kutuan komanditer terang-terangan itu mempunyai kekayaan sendiri,
terpisah dari harta kekayaan pribadi sekutu kerja, karena persekutuan
semcam ini dikenal oleh pihak ketiga. Jadi, H.GH. berkesimpulan bahwa
karena persekutuan komanditer terang-terangan itu bertindak terang-
terangan terhadap pihak ketiga, maka dia mempunyai harta kekayaan
sendiri. Menurut Prof. Soekardone kesimpulan H.GH. itu tidak seluruh-
nya benar, sebab mengenai harta terpisah ini biasanya bare ada setelah
diperjanjikan, jadi tidak secara otomatis. Kesimpulan H.GH tersebut
mendapat puj ian dari Prof. Eggene, karena dengan adanya persekutu-
an yang bertindak terang-terangan itu dengan sendirinya berakibat ada-
nya kekayan persekutuan yang bersifat umum. Keputusan H.GH itu
juga sesuai dengan pendapat Polak' ) terutama mengenai kemungkinan
menjatuhkan pailit kepada persekutuan komanditer terang-terangan.

C. PERIKATAN ANTARA SEKUTU DENGAN PIHAK KETIGA

99. DAPATKAH PIHAK KETIGA LANGSUNG MENAGIH KEPADA SEKUTU


KOMANDITER
Pada persekutuan komanditer terang-terangan mempunyai dua macam

6) H.G.H. 4 November 1937, T. 146-659 dan seterusnya.


7) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia. I. Bagian II, cet. 3, hlm. 108.
9)
Eggens, T. 146-617.
9)
Polak, Handbook, I, druk 5, bl. 320.

83
sekutu, yaitu sekutu kerj a dan sekutu komanditer. Sekutu kerja bertang-
gung jawab secara pribadi untuk keseluruhan, sedangkan sekutu ko-
manditer bertanggung jawab terbatas pada pemasukannya saja. Per-
soalan, apakah pihak ketiga dapat langsung menagih kepada sekutu
komanditer ini? Mengenai soal ini ada beberapa jawaban:
a. Polak101 menolak penagihan tersebut di atas, sebab sekutu kerjalah
yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pihak ketiga;
b. Prof. Soekardono" ) berpendapat bahwa penagihan langsung ke-
pada sekutu komanditer itu sebaiknya diselesaikan sesuai dengan
sistem yang dipakai di Swis, di mana penagihan langsung itu hanya
diperkenankan sesudah pembubaran perselcutuan, jadi, dalam fase-
fase pembesaran dan hanya terbatas pada sisa jumlah pemasukan-
nya yang belum disetor.

100. APAKAH SEKUTU KOMANDITER YANG TERKENA SANKSI PASAL


21 KUHD, JUGA BERTANGGUNG JAWA13- PADA UTANG-UTANG
YANG BELUM DILUNASI?
Sekutu komanditer yang terkena sanksi sebagai ditetapkan dalam
Pasal 21 KUHD, tanggung jawabnya menjadi lebih luas, yaitu secara
pribadi untuk keseluruhan. Apakah sekutu komanditer yang demikian
ini bertanggung jawab terhadap utang-utang yang belum dilunasi pada
saat sekutu komanditer itu kena sanksi, ataukah dia bertanggung jawab
juga terhadap utang-utang yang akan timbuf dikemudian hari? Per-
soalan ini diutarakan oleh Molengraaff 12) dalam bukunya berdasar
atas adanya kata alle (semua) dalam Pasal 21 KUHD. Mengenai hal
ini ada beberapa pendapat:
a. Yurisprudensi di Nederland, memberikan kesan condong ke arah
membebankan tanggung jawab kepada sekutu komanditer yang
bersangkutan terhadap semua utang, atas dasar pertimbangan akan
adanya pelanggaran Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) KUHD, dengan
tidak menghiraukan apakah pihak ketiga mengerti atau tidak ter-
hadap pelanggaran itu;
b. Polak dan Prof. Soelcardono u), merasa pelaksanaan Pasal 21 KUHD
seperti tersebut di atas adalah terlalu keras. Prof. Soekardono ber-
pendapat, adalah sudah adil bila sekutu komanditer yang melanggar
to Polak, Handbook, I, druk 5, bl. 316.
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian 11, cet. 3, hlm. 109, 110.
' 2) Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bI. 208.
") Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian 11, cet. 3, hlm. 10.

84
Pasal 20 ayat (1) dan (2) KUHD itu dibebani tanggung jawab buat
utang-utang yang berjalan dan yang akan timbul selama keadaan
pelanggaran itu masih berlangsung. Bila keadaan pelanggaran itu
sudah berhenti, tidak ada alasan lagi untuk mempertanggungjawab-
kan dia pada utang-utang baru yang timbul sesudah saat berhentinya
keadaan pelanggaran itu. Saya setuju dengan pendapat Prof. Soe-
kardono tersebut.

101. HUBUNGAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN DAFTAR


PERUSAHAAN
Hal ini diatur dalam PP No. 11 tahun 1956, tentang Dewan dan Majelis
Perniagaan dan Perusahaan bsd. Peraturan Bersama Menteri Perin-
dustrian dan Menteri Perdagangan tanggal 5 Juni 1958, No. 4293/M.
Perind. dan No. 3547 b/M. Perd., tentang Peraturan Pendaftaran
Perusahaan-perusahaan, yang mulai berlaku pada tanggal 5 Juni 1958,
maka perseroan terbatas, persekutuan firma dan persekutuan koman-
diter harus mendaftarkan perusahaannya kepada Majelis Perniagaan
dan Perusahaan di daerah masing-masing dengan cara mengisi for-
mulir-formulir yang sudah tersedia.
Prof. Soekardono 14> menyarankan agar dalam KUHD Indonesia
yang barn, mengenai pendaftaran persekutuan komanditer, untuk ke-
pentingan pengawasan Pemerintah, kiranya lebih baik kalau nama-
nama, kebangsaan dan tempat kediaman, pula pemasukannya masing-
masing sekutu komanditer didaflarkan pada Majelis Perniagaan dan
Perusahaan di daerah masiang-masing.

102. TINDAKAN DI MUKA HAKIM PERSEKUTUAN KOMANDITER


Baik bagi persekutuan komanditer terang-terangan maupun diam-diam
sekutu kerjalah yang dapat bertindak di muka Hakim, sebab kedudukan
sekutu kerja pada persekutuan komanditer terang-terangan maupun
diam-diam adalah sama saja, yakni berhak sepenuhnya untuk bertindak
ke dalam maupun ke luar, baik terhadap Hakim maupun terhadap badan
atau instansi lain. Adapun sekutu komanditer hanya ada bagi sekutu-
sekutu lainnya, tetapi tidak ada bagi pihak ketiga (Pasal 20 KUHD).

103. SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB KE LUAR


Sebagai yang ditentukan dalam Pasal 19 KUHD, maka sekutu yang

14) Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian II, cet. 3, hlm. 112.

85
bertanggung jawab ke luar adalah sekutu kerja atau sekutu komple-
menter. Sekutu komanditer baru bertanggung jawab ke luar, bila dia
melanggar Pasal 20 KUHD.
Tanggung jawab sekutu komanditer hanya ke dalam, yakni terhadap
sekutu kerja, kepada siapa dia harus menyerahkan pemasukannya
(Pasal 19 ayat (1) KUHD). Wewenang sekutu komanditer dibatasi
dengan Pasal 20 KUHD, yang membatasi kegiatannya hanya terhadap
teman sekutu kerja saja.

104. APAKAH PERSEKUTUAN KOMANDITER BADAN HUKUM?


Dalam pelajaran nomor 75 telah kita bahas bersama mengenai per-
soalan apakah persekutuan firma itu badan hukum. Eggens cs ber-
pendapat bahwa persekutuan firma adalah badan hukum, sedangkan
Zeylemaker cs berpendapat bahwa persekutuan firma itu bukan badan
hukum. Saya berpendapat bahwa persekutuan firma belum menjadi
badan hukum, meskipun unsur-unsur untuk menjadi badan hukum itu
sudah cukup, pula unsur Pemerintah belum masuk, yakni "izin atau
persetujuan" dan Pemerintah. Kalau unsur terakhir ini sudah ada,
maka persekutuan firma itu menjadi badan hukum. Saya tidak ke-
beratan bila persekutuan firma dijadikan badan hukum. Alasan-alasan
sudah cukup dibicarakan di muka.
Karena persekutuan komanditer itu pada hakekatnya adalah juga
persekutuan firma dalam bentuk khusus, maka persoalan apakah
persekutuan komanditer itu badan hukum adalah sama dengan per-
soalan apakah persekutuan firma badan hukum. Dengan begitu ja-
waban atas persoalan ini adalah sama saja dengan persoalan perse-
kutuan firma tersebut. Pada umumnya di Indonesia orang berpendapat
bahwa persekutuan komanditer bukan badan hukum.

D. BERAKHIRNYA PERSEKUTUAN KOMANDITER

105. BUBARNYA PERSEKUTUAN KOMANDITER


Dalam pelajaran nomor 77 kita sudah membicarakan tentang "bubar-
nya persekutuan firma." Karena persekutuan komanditer itu pada
hakekatnya adalah persekutuan firma, (Pasal 19 KUHD), dan perse-
kutuan firma adalah persekutuan perdata (Pasal 16 KUHD), yang
didirikan untuk melakukan perusahaan dengan nama bersama (firma),
maka aturan tentang beralchimya persekutuan juga dikuasai oleh Pasal
1646 s/d 1652 KUHPER ditambah dengan Pasal 21 s/d 35 KUHD.

86
Dengan sendirinya apa yang telah kita bicarakan tentang berakhirnya
persekutuan firma berlaku juga bagi persekutuan komanditer, dengan
catatan bahwa dalam persekutuan komanditer ada dua macam sekutu,
yaitu sekutu kerja dan sekutu komanditer. Mengenai pembagian ke-
untungan dan pembebanan kerugian berlaku aturan yang sudah dite-
tapkan dalam perjanjian pendirian persekutuan. Kalau aturan ini tidak
ada, maka berlaku aturan dalam Pasal 1633, 1634 dan 1635 KUHPER.
Perlu diingat bahwa saya tidak setuju dengan apa yang ditentukan
dalam Pasal 1633 ayat (2), khusus mengenai bagian sekutu yang hanya
memasukkan tenaga (fisik atau pikiran) saja. Kalau dalam pemberesan,
sesudah diambil upah pemberes dan lain-lain, masih ada sisanya, maka
bisa dimulai mengembalikan pemasukan dengan cara yang sama dengan
pembagian keuntungan dan kerugian.

87
BAB'VI
PERSEROAN TERBATAS

A. PENGANTAR

106. PENGERTIAN
Perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum.
Badan hukum ini tidak disebut "persekutuan", tetapi "perseroan", se-
bab modal badan hukum itu terdiri dari sero-sero atau saham-saham.
Istilah "terbatas" tertuju pada tanggung jawab pesero atau pemegang
saham, yang luasnya terbatas pada nilai nominal semua saham yang
dimilikinya. Adapun pengertian perseroan terbatas ini dapat disimpulkan
dan ketentuan dari pasal-pasal yang mengaturnya, yaitu Pasal-pasal:
36, 40, 42 dan 45 KUHD, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pasal 36 ayat (1) KUHD menyatakan bahwa perseroan terbatas
tidak mempunyai firma, yaitu nama orang (sekutu) yang diper-
gunakan sebagai nama perusahaan. Adapun nama perseroan terba-
tas itu diambil dari tujuan perusahaannya (voorwerp van haar
bedrif)9, misalnya PT Percetakan Al Qur'an Ciawi Jaya, PT Ekspor-
Impor Hasil Bumi, PT Pengangkutan Laut Samudra dan lain-lain.
b. Pasal 36 ayat (2) KUHD menghendaki agar naskah akta pendirian-
nya dimintakan pengesahan kepada Menteri Kehakiman dalam
hal ini, Kepala Direktorat Perdata pada Departemen Kehakiman.
Pengesahan semacam tersebut di atas harus juga dilakukan pada
tiap-tiap ada perubahan syarat-syarat pendiriannya dan juga pada
tiap memperpajang waktu bagi perseroan terbatas itu.
c. Pasal 40 ayat (1) KUHD menentukan bahwa modal perseroan
terdiri dari saham-saham atas nama atau blangko (atas pembawa),
sedangkan ayat (2)-nya menentukan bahwa tanggung jawab tiap
pemegang saham terbatas pada jumlah nominal dari saham-saham
yang dimilikinya. Dari ketentuan pasal ini dapat diambil kesimpulan
bahwa pada perseroan terbatas ada harta kekayaan tersendiri,
yang terpisah dari harta kekayaan tiap pemegang saham.
d. Pasal 42 KUHD menentukan bahwa saham, baik yang atas nama
maupun yang atas pembawa, dapat diperalihkan kepada orang lain.

88
Pengalihan saham atas nama harus diatur dalam anggaran dasar.
Dari ketentuan mengenai jenis saham ini dapat timbul dua macam
perseroan terbatas, yaitu perseroan terbatas tertutup dan perseroan
terbatas terbuka. Pada perseroan terbatas tertutup, sahamnya
bersifat atas nama, tidak banyak jumlahnya dan pemegangnya pun
orang-orang yang masih sating mengenal (sifat kepribadian masih
tebal), sedangkan pada perseroan terbatas terbuka, modalnya
terdiri dari saham-saham atas pembawa, berjumlah besar, dan pada
masing-masing pemegang saham tidak diharuskan adanya hubung-
an pribadi, dengan kata lain sifat kepribadian di antara para peme-
gang saham sudah lenyap. Perseroan jenis ini hanya bertujuan
mengumpulkan modal sebesar-besarnya untuk melaksanakan tu-
juannya, dengan cara melenyapkan sifat kepribadian antar para
pesero, siapa saja boleh membeli saham sebanyak-banyaknya.
Dengan adanya jenis PT (perseroan terbatas) tertutup dan PT
terbuka tersebut, di luar negeri pengaturan kedua PT tersebut ber-
lainan, misalnya: di Jerman ada Gesellschaft mit beschrankter
Haftung (di s ingkat: G.m.b.H.) adalah PT tertutup, di samping
Aktiengesellschaft (disingkat: A.G.) adalah PT terbuka di Prancis
ada Societe a responsabilite limitee (PT tertutup) di samping
societe anonyme (PT terbuka). Di Nederland ada Besloten Ven-
nootschap (disingkat: B.V. adalah PT tertutup) di samping Naam-
loze Vennootschap (disingkat: N.V. adalah PT terbuka). Di Inggris
ada "private companies" (PT tertutup) di samping public companies
(PT terbuka).
e. Pasal 45 KUHD menentukan bahwa pengurus (direksi) hanya
bertanggung jawab terhadap tugas yang telah dibebankan kepa-
danya oleh ketentuan dalam anggaran dasar. Bila mereka melang-
garnya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak ketiga, maka
mereka masing-masing bertanggung jawab secara pribadi untuk
keseluruhan (Pasal 45 ayat (2) KUHD). Pasal ini menyatakan
adanya pengurus yang merupakan kesatuan dan berwenang ber-
tindak ke dalam dan ke luar dan tanggung jawabnya terbatas pada
pelaksanaan tugasnya.
Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal-pasal 36, 40, 42 dan
45 KUHD inilah unsur-unsur yang membentuk badan usaha
tersebut menjadi perseroan terbatas. Unsur-unsur ini merupakan
satu kesatuan dan merupakan pengertian yang lengkap bagi per-
seroan terbatas, yaitu:

89
1) adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-
masing pesero (pemegang saham), dengan tujuan untuk mem-
bentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan
perseroan; (ingat Pasal 1131 dan 1132 KUHPER).
2) adanya pesero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya
terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan
mereka semua dalam rapat umum pemegang saham merupakan
kekuasaan tertinggi dalam organisasi perseroan, yang berwe-
nang mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris;
berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan menjalan-
kan perusahaan, menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan
dalam anggaran dasar dan lain-lain.
3) adanya pengurus (direksi) dan komisaris yang merupakan
satu kesatuan pengurusan dan pengawasan terhadap perseroan
dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang hams
sesuai dengan anggaran dasar clan/atau keputusan rapat umum
pemegang saham.
Unsur-unsur tersebut adalah sudah memenuhi syarat bagi suatu
subyek hukum, yang dapat memiliki hak dan kewajiban sendiri.
Dan itu dapat disimpulkan bahwa perseroan terbatas itu dikehen-
daki oleh pembentuk undang-undang untuk bertindak sebagai
subyek hukum, dan karena itu perseroan terbatas itu adalah
badan hukum, sebab yang dapat bertindak sebagai subyek hukum
itu hanya dua benda, yaitu manusia dan badan hukum. Sebagai
badan hukum, perseroan itu dibebani kewajiban untuk:
(a) minta pengesahan akta pendiriannya kepada Pemerintah dalam
hal ini (Menteri Kehakiman — Direktorat Perdata);
(b) mendaftarkan naskah akta pendirian tersebut beserta penge-
sahannya kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri, yang daerah
hukumnya meliputi tempat perseroan yang bersangkutan;
(c) mengumumkan naskah akta pendirian pengesahan serta pen-
daftarannya di dalam Berita Negara RI; Pengumuman ini untuk
kepentingan pihak ketiga dan tanggal Berita Negara RI yang
mengumumkan akta pendirian perseroan itu merupakan tanggal
berlakunya perseroan terbatas tersebut sebagai badan hukum.

107. ISTILAH "PERSEROAN TERBATAS"


Perseroan terbatas ini adalah jenis persekutuan yang berbentuk badan
hukum. Pada zaman "Hindia Belanda" bentuk semacam ini disebut

90
"Naamloze Vennootschap" disingkat: NV (persekutuan tanpa nama).
Arti istilah "Naamloze Vennootschap" tidak sama dengan arti istilah
"Perseroan Terbatas", yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. "Naamzole Vennootschap" (persekutuan tanpa nama). "Tanpa nama"
di sini dimaksudkan "tidak mempergunakan nama orang sebagai
nama persekutuan (firma)" sebagai halnya pada persekutuan firma.
Menurut Pasal 38 KUHD, nama persekutuan macam ini bukanlah
suatu firma, yaitu nama orang (sekutu) yang disetujui bersama oleh
para sekutu untuk dipakai sebagai nama perusahaannya, melainkan
nama usaha yang menjadi tujuan dari perusahaan yang bersang-
kutan, misalnya: NV Penerbit Djambatan, PT Percetakan Al Qur'an,
NV Ekspor Impor Hasil Hutan, PT Toko Serba Ada (Toserba) Sari-
nah — dan lain-lain. Istilah yang dipergunakan dalam Pasal 36 KUHD,
ialah voorwerp van haar bedrijf (tujuan dari perusahaannya).
b. "Perseroan Terbatas" disingkat PT, terjadi dan dua kata, yaitu:
perseroan dan terbatas. Perseroan ialah persekutuan yang modalnya
terdiri dari sero-sero atau saham-saham (aandeel, Aktien), se-
dangkan kata "terbatas" itu tertuju pada tanggung jawab pemegang
saham atau pesero yang bersifat "terbatas" pada jumlah nominal
daripada saham-saham yang dimilikinya.
Pada hemat saya, istilah "perseroan terbatas" lebih tepat dari-
pada istilah Naamloze Vennootschap, sebab arti istilah "persero-
an terbatas" lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan
senyatanya, sedangkan arti istilah Naamloze Vennootschap ku-
rang dapat menggambarkan tentang isi dan sifat perseroan secara
tepat. Ada istilah Inggris yang isinya hampir mendekati istilah
"perseroan terbatas", yaitu: "Company Limited by Shares", misal-
nya: "Jones & Co. Ltd".
Perseroan terbatas ini di Jerman, Austria dan Swis disebut
Aktiegesellschaft disingkat menjadi: A.G. dan di Prancis disebut:
Societe anonyme.

108. PERSEROAN TERBATAS ADALAH BADAN HUKUM


Perseroan terbatas adalah badan hukum. Hal ini tidak dinyatakan secara
tegas-tegas dalam KUHD, hanya dapat disimpulkan dari Pasal-pasal 36,
40, 42 dan 45 KURD, sebagai yang telah saya bicarakan dalam pelajar-
an 107. Kecuali itu masih ada pasal-pasal lain yang memberi petunjuk
ke arah bahwa perseoan tebatas itu adalah badan hukum, yaitu Pasal 2
ayat (7) dan Pasal 102 Peraturan Kepailitan (S. 05-217 jo. 06-348).

91
Pasal 2 ayat (7) Peraturan Kepailitan (PK) berbunyi: "Terhadap
perseroan-perseoan terbatas, perkumpulan sating menanggung per-
kumpulan koperasi atau perkumpulan lainnya yang berbadan hukum,
pula yayasan-yayasan, dalam melakukan pasal ini berlakulah sebagai
tempat kediaman, tempat di mana perseroan-perseroan atau perkum-
pulan-perkumpulan itu berkedudukan." Pasal 102 PK berbunyi: "Da-
lam kepaititan suatu perseroan terbatas, perkumpulan saling menang-
gung, perkumpulan koperasi atau perkumpulan lain yang berbadan
hukum ataupun suatu yayasan, maka ketentuan-ketentuan Pasal 84 s/d
88 berlaku terhadap para pengurus, sedangkan ketentuan Pasal 101
,iyat (1), berlaku terhadap pengurus dan komisaris."
Dalam dua pasal tersebut di atas, perseroan terbatas dimasukkan
dalam kelompok perkumpulan yang berbadan hukum. Jadi, perseroan
terbatas adalah badan hukum.

109. KEBANGSAAN (NASIONALITAS) PERSEROAN TERBATAS


Untuk melindungi badan-badan pemiagaan nasional yang masih belum
kuat kedudukan ekonominya, maka perlu sekali adanya perbedaan perla-
kuan antara badan pemiagaan nasional dan badan pemiagaan acing. Dad
itu timbul persoalan kebangsaan (nasionalitas) daripada sebuah badan
pemiagaan dalam hal ini perseroan terbatas. Persoalannya lalu menjadi,
bagaimana kita menetapkan kebangsaan sebuah perseroan terbatas?
a. Polak, Van der Heyden dan Van der Grinteno mendasarkan atas
asas wilayah (territorialitensprincipe), yakni bahwa kebangsaan
sebuah PT ditentukan atas dasar:
1) menurut undang-undang mana PT itu didirikan, dan
2) di wilayah negara mana PT itu berdomisili secara tetap.
Dengan demikian, sebuah PT berkebangsaan Indonesia, bila:
a) didirikan berdasarkan KUHD dan berdomisili secara tetap di
Indonesia;
b) didirikan di kota-kota lain di luar negeri, di muka Duta Besar RI
berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam KUHD, mendapat
pengesahan dan Menteri Kehakiman RI, didaftarkan dan di-
umumkan di Indonesia sesuai dengan KUHD.
b. Molengraaff2) , berpendapat bahwa PT itu tidak mempunyai ke-

Polak. Handboek, I, druk 5, bl. 352. Van der Heijden - van Grinten, Handboek,
druk 5,61.88.
Molengraaff, Leidraad, I, druk 9, bl. 258-260.

92
bangsaan tersendiri. Bila terpaksa harus menentukan kebangsaan-
nya, misalnya dalam melaksanakan Pasal 128 dan 872 dan 872
ayat (2) Rv., maka yang menentukan kebangsaan sebuah PT ialah
siapa yang berkuasa dalam PT itu, yakni siapa yang menjadi peme-
gang saham dan direksi PT itu.
Dalam proefschrift J.A.A. Blote (Leiden — 1921)P yang ber-
judul: "De Nationaliteit van de vereniging, in het bijzonder van de
naamloze vennootschap", yang dipuji oleh Molengraaff, mengatakan
bahwa badan hukum tidak mempunyai kebangsaan. Di mana saja,
perbedaan kebangsaan itu diikatkan dengan akibat hukum, sedang-
kan kebangsaan badan hukum itu harus dipandang sebagai kebang-
saan dari para anggota badan hukum itu.
Kesulitan pendapat Molengraaff ini ialah bila nasionalitas para
anggota PT itu bermacam-macam. Karena badan hukum ini meru-
pakan subyek hukum, maka masyarakat membutuhkan agar sub-
yek hukum ini juga mempunyai kebangsaan.
c. Soekardone, mengajukan pendapat tengah-tengah, yaitu: norma-
liter kita berpedoman pada pendapat Polak/Van der Heyden, tetapi
bila sudah sampai pada perselisihan konkrit di muka Hakim, dalam
mana kebangsaan pribadi para pemegang saham dan para anggota
direksi/komisaris perlu ditinjau, maka baik bila kita bepedoman pada
pendapat Molengraaff. Peraturan mengenai kebangsaan sebuah
PT baik di Nederland maupun di Indonesia belum ada.
Kesukaran mengenai soal kebangsaan sebuah PT ini juga ter-
dapat dalam hal menetapkan pajak. Untuk menetapkan pajak
perusahaan misalnya, akan sukar sekali, bila diharuskan lebih dulu
menyelidiki kebangsaan pribadi para pemegang saham PT yang
bersangkutan. Bagi PT Indonesia yang berdomisili di Indonesia, pajak
tersebut ditetapkan berdasarkan atas sebuah neraca yang dibuat
oleh pengurus (direksi) — (UU Darurat No. 11 Tahun 1952, Pasal
2 ayat (3) bsd. Ordonnantie op de Vennootschapsbelasting 1925,
LN 1952-83).

110. TEMPAT KEDIAMAN PERSEROAN TERBATAS '


Polak') berpendapat bahwa pada umumnya tempat kediaman PT itu

3) J.A.A. Blote, Proefschrift, Rechtgeleerd Magazijn 1922, bl. 164 dsl.


Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, I, Bagian 2, cet. 3, hlm. 178.
3) Polak, op. cit., bl, 353.

93
ditentukan oleh tempat, di mana perbuatan-perbuatan pengurusan
dilakukan atau di mana direksi melakukan tugas-tugasnya, wa-
laupun dalam akta pendirian disebutkan lain. Pendapat ini berdasar
atas kenyataan-kenyataan yang riil.
Di Belgiao ada peraturan yang menetapkan tempat kediaman PT,
yaitu di tempat kantor pusat PT yang bersangkutan. Bila kantor pusat
sebuah PT di daerah Belgia, maka PT itu harus tunduk pada undang-
undang Belgia, walaupun akta pendiriannya dibuat di negara asing.
Hal tersebut tanpa menghiraukan kebangsaan PT yang bersangkutan.
Sistem ini menguntungkan negara yang ketempatan kantor pusat PT.

111. PROSPEKTUS
Biasanya kalau orang akan mendirikan sebuah perseroan terbatas
dengan tujuan melakukan perusahaan tertentu, maka orang mulai
dengan mempropagandakan perseroannya dengan menerbitkan sebuah
buku kecil yang disebut "prospektus". Dari sudut bahasa perkataan
"prospektus" berarti: suatu pandangan, dalam hal ini adalah suatu
pandangan mengenai perseroan terbatas yang akan didirikan. Juga
perseroan terbatas yang telah berdiri sering juga menerbitkan prospek-
tus, sekedar untuk lebih mempopulerkan perseroannya, agar banyak
orang yang membeli saham atau obligasinya.
Prospektus itu menggambarkan tentang kebaikan-kebaikan dan
keuntungan-keuntungan perusahaan yang dijalankan oleh perseroan
yang bersangkutan. Dengan membaca prospektus itu orang dapat
tertarik untuk turut serta dalam perusahaan itu dengan cara membeli
saham atau obligasi yang dikeluarkannya. Kalau apa yang dilukiskan
dalam prospektus itu benar, sehingga orang yang membeli saham-
saham perseroan itu mendapat keuntungan, itu adalah yang diharapkan.
Sebaliknya, kalau apa yang digambarkan dalam prospektus itu tidak
benar, atau malah sebaliknya, maka pembeli saham atau obligasi itu
merasa tertipu dengan isi prospektus. Sekarang timbul soal, terhadap
siapa pembeli saham itu akan menggugat dan atas dasar apa?
a. Pertanyaan pertama ialah: gugatan itu ditujukan kepada siapa?
Karena yang menimbulkan kerugian itu adalah prospektus, maka
gugatan ditujukan kepada pembuat prospektus. Jadi, kalau per-
seroan itu belum menjadi badan hukum, maka yang digugat ialah
pembuat prospektus atau pendiri perseroan. Tetapi kalau si pembuat

Soekardono, op. cit., hlm. 181.

94
prospektus itu adalah perseroan yang sudah menjadi badan hukum,
maka gugatan ditujukan kepada perseroan terbatas yang bersang-
kutan.
b. Pertanyaan kedua ialah: apa dasar hukum gugatan itu?
Mengenai persoalan ini ada dua pasal yang bisa dipergunakan yaitu:
Pasal 135 KUHPER dan Pasal 391 KUHP. Sebelum arrest H.R.
tanggal 31 Januari 1919, penggunaan Pasal 391 KUHP dan 1365
KUHPER untuk gugatan terhadap prospektus yang mengandung
hal-hal yang tidak benar, kurang memenuhi sasaran, tetapi sejak
penafsiran "perbuatan melawan hukum" (onrechtmatige daad)
diperluas dengan arrest H.R. tersebut, maka penggunaan Pasal
1365 KUHPER dapat lebih mengenai sasaran. Mesldpun begitu pem-
bentuk undang-undang negeri Belanda menganggap bahwa sebaik-
nya pasal-pasal dalam B.W. ditambah yang mengatur tentang "per-
tanggungj awaban tehadap prospektus", yang terjelma dalam Pasal
1416-a sampai dengan 1416-d, B.W..Dengan pasal-pasal barn ini
maka penyalah gunaan prospektus dapat dikekang. Pasal-pasal
1416-a-1416-d, B.W. ini di Indonesia (dalam KUHPER) tidak ada.

B. PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

112. PROSEDUR MENDIRIKAN PERSEROAN TERBATAS


Bilamana seseorang akan mendirikan sebuah perseroan terbatas, maka
para pendiri, yang biasanya terdiri dari 2 orang atau lebih, melakukan
perbuatan hukum sebagai yang tersebut di bawah ini:
a. Pertama, para pendiri datang di kantor Notaris untuk minta di-
buatkan akta pendirian PT. Yang disebut akta pendirian itu terma-
suk di dalamnya anggaran dasar dari PT yang bersangkutan. Ang-
garan dasar ini dibuat sendiri oleh para pendiri, sebagai hasil mu-
syawarah antara mereka. Kalau para pendiri merasa tidak sanggup
untuk membuat anggaran dasar tersebut, maka hal itu dapat
diserahkan pelaksanaannya kepada Notaris yang bersangkutan.
b. Kedua. Setelah pembuatan akta pendirian itu selesai, maka notaris
mengirimkan akta tersebut kepada Kepala Direktorat Perdata, De-
partemen Kehakiman. Akta pendirian tersebut juga dapat dibawa
sendiri oleh para pendiri untuk minta pengesahan dari Menteii
Kehakiman, dalam hal ini Kepala Direktorat Perdata tersebut, tetapi
hams ada surat pengantar dari notaris yang bersangkutan. Kalau
penelitian akta pendirian perseroan terbatas itu tidak mengalami

95
kesulitan, maka Kepala Direktorat Perdata atas nama Menteri Keha-
kiman mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendirian
PT yang bersangkutan. Kalau ada hal-hal yang harus diubah, maka
perubahan itu harus ditetapkan lagi dengan akta notaris sebagai
tambahan akta notaris yang dahulu. Tambahan akta notaris ini hams
mendapat pengesahan dari Departemen Kehakiman. Begitulah
sampai ada surat keputusan terakhir dari Departemen Kehakiman
tentang akta pendirian PT yang bersangkutan.
c. Ketiga. Para pendiri atau salah seorang atau kuasanya, membawa
akta pendirian yang sudah mendapat pengesahan dari Departemen
Kehakiman beserta surat keputusan pengesahan dari Departemen
Kehakiman tersebut ke kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri
yang mewilayahi domisili PT tersebut untuk didaftarlcan. Panitera
yang berwenang mengenai hal ini mengeluarkan surat pemberita-
huan kepada notaris yang bersangkutan bahwa akta pendirian PT
sudah didaftar pada buku register PT.
d. Keempat. Para pendiri membawa akta pendirian PT beserta surat
keputusan tentang pengesahan dan Departemen Kehakiman, serta
pula surat dan Panitera Pengadilan Negeri tentang telah didatiamya
akta pendirian PT tersebut ke kantor Percetakan Negara, yang
menerbitkan Tambahan Berita Negara RI. Sesudah akta pendirian
PT tersebut diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, maka
PT yang bersangkutan sudah sah menjadi badan hukum.

113. HAL-HAL PENTING DALAM PEMBENTUKAN PERSEROAN


TERBATAS
Hal-hal penting yang perlu diketahui bagi pembentukan perseroan
terbatas adalah sebagai berikut:
a. Menurut Polak') jumlah pendiri perseroan terbatas di Jerman dite-
tapkan dalam undang-undang paling sedikit 5 orang, di Prancis
dan Belgia 7 orang dan di Swis 3 orang. Sedangkan di Nederland
dan di Indonesia paling sedikit 2 orang (Pasal 1618 KUHPER).
Mengenai jumlah pendiri Prof. Soekardono berpendapat bahwa
jumlah itu sebaiknya ganjil, untuk memudahkan pengambilan
keputusan dalam musyawarah atau rapat-rapat.
b. Akta pendirian hams otentik (dalam hal ini notariil) — (Pasal 38

7) Polak, op. cit., bI. 337.


ej Soekardono, op. cit., hlm. 120.

96
ayat (1) KUHAD). Tetapi dalam nasal itu tidak dijelaskan apakah
di dalamnya termasuk anggaran dasar. Anggaran dasar ini penting
sekali adanya dalam kehidupan sebuah PT, dari itu harus disertakan
dalam akta pendirian. Pasal-pasal yang dapat diperkirakan dapat
menjadi sumber, dari mana dapat disimpulkan adanya anggaran
dasar ialah: 45 ayat (2), 48, 49, 52, 53, 54, dan 56 KUHD. Pe-
nyebutan dan pemisahan akta pendirian dengan anggaran dasar
secara tegas hanya ada dalam undang-undang koperasi, yakni
Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 (LN 1967-23 dan TLN no.
2832). Pasal 43 ayat (1) dari undang-undang tersebut berbunyi:
"Bahan hukum Koperasi termasuk dalam Pasal 41 dinyatakan
dalam akta pendirian yang memuat anggaran dasar yang tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang ini."
c. Akta pendirian yang notariil itu merupakan satu-satunya alat pem-
buktian yang sempuma bagi adanya perseroan terbatas, (Pasal 38
KUHD). Tanpa adanya akta pendirian yang notariil itu berarti per-
seroan terbatas tidak ada. Berbeda dengan akta pendirian bagi
persekutuan firma yang juga notariil, akta pendirian perseroan ter-
batas yang notariil itu merupakan syarat mutlak bagi adanya per-
seroan terbatas. Akta pendirian persekutuan firma itu berada di
luar perjanjian pendirian persekutuan dan tidak merupakan syarat
mutlak bagi adanya persekutuan firma (Pasal 22 KUHD).
d. Pengesahan dan Menteri Kehakiman. Pasal 36 ayat (2) KUHD
memerintahkan agar akta pendirian beserta anggaran dasamya di-
kirimkan kepada Menteri Kehakiman untuk mendapat pengesahan
Maksud dari adanya lembaga pengesahan ini ialah
untuk mengadakan pengawasan "preventif' oleh Pemerintah ter-
hadap semua PT yang dibentuk dalam wilayah negara RI. Dalam
pengertian istilah pengesahan ini terkandung maksud adanya usaha
untuk mengadakan pemeriksaan yang seksama terhadap badan
hukum tersebut. Dalam ini Pemerintah bertindak alctifdengan mak-
sud untuk mengadakan pengawasan preventif secara intensif.
Pengesahan ini tidak hanya disyaratkan bagi pendirian PT baru
saja, tetapi juga disyaratkan bila ada perubahan-perubahan dalam
akta pendirian atau anggaran dasar atau bila ingin memperpajang
masa hidup PT.

114. SYARAT-SYARAT PENGESAHAN


Telah kita ketahui dari pelajaran di muka bahwa akta pendirian dan

97
anggaran dasar PT hams dimintakan pengesahan kepada Menteri Keha-
kiman dalam hal ini Direktorat Perdata (Pasal 36 ayat (2) KUHD).
Selanjutnya Menteri Kehakiman meneliti akta pendirian dan anggaran
dasar PT yang bersangkutan dengan dasar-dasar sebagai yang telah
ditetapkan dalam Pasal 37 s/d 50, yang singkatannya dapat disebutkan
di bawah ini:
a. tidak bertentangan dengan norma kesusilaan dan ketertiban umum;
b. akta pendirian, termasuk anggaran dasarnya, tidak boleh melanggar
ketentuan-ketentuan Pasal 38 s/d 55 KUHD;
c. dan akta pendirian hams temyata bahwa para pengurus telah me-
nempatkan kekayaannya sedikit-dikitnya 1/5 (seperlima) dari modal
perseroan (Pasal 50 KUHD);
d. PT yang bersangkutan hams berdomisili di Indonesia;
e. tidak ada keberatan-keberatan penting terhadap PT yang bersang-
kutan, misalnya, bila PT itu didirikan sebagai kedok belaka bagi
maksud-maksud jahat terhadap negara, bangsa dan masyarakat
Indonesia.
Bila pendirian PT itu ditolak, maka alasan-alasannya hams diberita-
hukan secara tertulis kepada pemohon, kecuali bila pemberitahuan itu
dipandang kurang layak, misalnya, bila sebuah PT didirikan berkedok
nasional, tetapi temyata para pendiri itu adalah pelayan-pelayan modal
asing, yang mengandung maksud untuk merusak perekonomian
Indonesia Pasal 37 ayat (2) KUHD).
Keharusan minta pengesahan kepada Menteri Kehakiman itu ada-
lah suatu sistem pengawasan preventif, yang pada waktu ini masih
perlu dipertahankan. Jadi, mengenai permohonan pengesahan itu Men-
teri Kehakiman dapat:
1) memberi pengesahan;
2) menolak pengesahan dengan memberikan alasan-alasan penolakan
secara tetulis;
3) memberi pengesahan bersyarat, yakni bila dipandang perlu dan
ada alasannya, PT itu dapat dibubarkan oleh Menteri Kehakiman
untuk kepentingan umum. Tetapi bila pemberian pengesahan itu
tidak bersyarat, maka sebelum membubarkan PT Menteri Keha-
kiman harus lebih dulu mendengar pendapat Mahkamah Agung
RI (Pasal 37 ayat (4) KUHD).

115. PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN


Mengenai pendaftaran dan pengumuman akta pendirian PT diatur

98
dalam Pasal 38 ayat (2) dan (3) KUHD. Ayat (3) tersebut mengatur
secara khusus tentang pendaftaran dan pengumuman terhadap peru-
bahan-perubahan akta pendirian dan perpanjangan waktu perseroan.
Kalau akta pendirian perseroan sudah mendapat pengesahan dan
Menteri Kehakiman, maka akta pendirian itu seluruhnya hams didaftar-
kan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri, yang mewilayahi tempat
kediaman perseroan terbatas yang bersangkutan. Adapun yang didaf-
tarkan ialah:
a. akta pendirian PT termasuk anggaran dasamya;
b. surat keputusan Menteri Kehakiman tentang pengesahan akta
pendirian PT tersebut.
Akta pendirian PT dan surat keputusan Menteri Kehakiman tersebut
didaftar di "Daftar Umum" yang disediakan khusus untuk itu. Daftar
tersebut bersifat "umum", artinya setiap orang dapat melihatnya dengan
izin dan pengawasan panitera serta atas biaya sendiri orang dapat mem-
peroleh salinannya (Pasal 38 ayat (4) KUHD, bsd. Pasal 25 KUHD).

116. ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS


Sebagai yang telah kita ketahui, bahwa yang dimaksud dengan "akta
pendirian perseroan terbatas" dalam Pasal 36 ayat (2) KUHD, terma-
suk di dalamnya, "anggaran dasar". Dari itu perlu kiranya kita menge-
tahui apa isi anggaran dasar perseroan terbatas, yang pada umumnya
berisi hal-hal sebagai berikut:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. maksud dan tujuan;
c. waktu perseroan;
d. modal;
e. saham-saham;
f bukti sebagai pendiri;
g. pengurusan dan pengawasan;
h. neraca dan perhitungan laba rugi;
i. pembagian keuntungan;
j. dana cadangan;
k. rapat umum para pemegang saham;
1. perubahan anggaran dasar dan pembubaran;
m. hal-hal yang belum diatur;
n. penutup (lihat lampiran I).
Isi anggaran dasar perseroan terbatas dapat dijelaskan secara pen-
dek seperti tersebut di bawah ini:

99
1) Nama dan tempat kedudukan
Menurut Pasal 36 ayat (1) KUHD perseroan terbatas tidak boleh
mempergunakan firma, yaitu nama seorang sekutu yang dipakai
nama perusahaan. Tetapi larangan ini tidak ada sanksinya, sehing-
ga pelanggaran pada larangan ini tidak akan menimbulkan akibat
hukum, misalnya: PT Toserba Sarinah. Nama perseroan terbatas itu
harus merupakan obyek perusahaan (voorwerp ban haar bedrijP.
Tempat kedudukan perseroan terbatas ialah tempat di mana
pengurus pusat menjalankan pimpinannya. Dalam pasal ini juga
sering ditentukan cabang-cabang atau perwakilan-perwakilan PT.
2) Maksud dan tujuan
Maksud dan tujuan perseroan terbatas itu didirikan, diuraikan
dalam pasal ini. Untuk kepentingan PT di belakang hari, sebaik-
nyalah maksud dan tujuan ini dirumuskan secara luas, sehingga
bilamana di belakang hari PT mau mengubah atau menambah
obyek perusahaan, tidak perlu mengubah akta pendirian.
3) Waktu perseroan
Yang dimaksud dengan waktu perseroan ialah suatu tenggang
waktu, yakni mulai pada tanggal diumumkannya akta pendirian
PT itu dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia sampai
pada tanggal PT itu dibubarkan. Waktu perseroan ini misalnya
ditetapkan untuk 75 tahun lamanya. Waktu perseroan ini juga
dapat disebut: umur perseroan terbatas. Pada saat umur PT sudah
mendekati akhirnya, maka perseroan dapat diperpanjang lagi
dengan cara dan prosedur yang sama pada waktu mendirikan-
nya.
4) Modal
Dalam pasal ini, ditetapkan berapa jumlah modal perseroan dan
dibagi menjadi berapa saham dengan nilai nominal berapa. Juga
di sini ditetapkan suatu jumlah modal yang harus disetor oleh para
pendiri pada saat akta pendirian PT disahkan oleh yang berwajib,
sebagai pelaksanaan Pasal 51 KUHD, di mana para pendiri diha-
ruskan menyetor seperlima dari modal yang disanggupinya.
5) Saham-saham
Dalam pasal-pasal mengenai hal ini ditetapkan saham-saham jenis
apa saja yang akan diterbitkan oleh PT yakni saham atas nama
atau saham atas pembawa atau dua-duanya. Juga dalam pasal-
pasal ini ditetapkan aturan tentang peralihan saham-saham ter-
sebut, dan lain-lain.

100
6) Bukti sebagai pendiri
Sebagai pendiri PT seseorang telah mengambil risiko yang besar
dengan mendirikan PT tersebut, dari itu sudah sepatutnya bila
para pendiri itu diberi kedudukan khusus di samping sebagai pe-
megang saham biasa. Oleh karenanya sudah sewajarnya bila per-
seroan mengeluarkan surat bukti pendirian, yang memberi hak
kepada pemiliknya atas bagian keuntungan tertentu.
7) Pengurusan dan pengawasan
Dalam pasal-pasal yang mengenai hal ini ditentukan aturan-aturan
mengenai direksi (pengurus) dan komisaris. Ditetapkan hak dan
kewajibannya masing-masing dan hubungan hukum antara me-
reka. Hal ini diatur dalam KUHD, Pasal 44, 45, 46 dan 47.
8) Neraca dan daftar perhitungan laba rugi
PT sebagai badan hukum yang melakukan perusahaan tunduk
pada Pasal 6 KUHD, yang memerintahkan setahun sekali untuk
membuat neraca dan daftar perhitungan laba rugi.
9) Pembagian keuntungan
Mengenai hal pembagian keuntungan harus diatur secara teliti di
sini, sebab justru mengenai soal inilah yang sexing ada perselisihan.
Berapa hak para pendiri dan hak-hak para pemegang saham lainnya.
10) Dana cadangan
Hal ini perlu sekali diatur dalam anggaran dasar untuk menjaga
kemungkinan kerugian yang akan datang. Hal ini juga diperintah-
kan dalam Pasal 48 KUHD.
11) Rapat umum para pemegang saham
Inilah alat perlengkapan PT yang tertinggi, yang berkuasa untuk
mengangkat atau memberhentikan direksi dan komisaris, menetap-
kan kebijaksanaan mengenai jalannya perusahaan dan lain-lain.
Dari itu mengenai lembaga ini harus diatur secara teliti sebab
mati atau hidupnya perseroan ada di tangannya.
12) Perubahan anggaran dasar dan pembubaran
Hal ini perlu sekali diatur dalam anggaran dasar, sebab perubahan
anggaran dasar artinya menetapkan garis kebijaksanaan barn bagi
perseroan, dan hal ini hams ditetapkan oleh rapat umum para
pemegang saham dengan ketentuan-ketentuan khusus. Apalagi
kalau sudah sampai pada keputusan bahwa perseroan harus dibu-
barkan, maka hal ini hams ditangani secara hati-hati.
13) Hal-hal yang belum diatur
Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang sempurna, begitu juga

101
anggaran dasar. Bila ternyata ada hal penting yang belum diatur
dalam anggaran dasar, maka keputusan rapat umum para peme-
gang sahamlah yang akan menetapkan.
14) Penutup
Di sini diatur pembentukan pengurus pertama (direksi) dan komi-
saris, yang ditugaskan mengurus dan mengawasi jalannya per-
seroan pada tahap permulaan. Di sini juga diatur yang biasanya
berlaku bagi seluruh PT yang akan memulai tugasnya serta per-
siapan-persiapan yang perlu untuk itu.

117. PERTANGGUNGJAWABAN SEBELUM PT DIDAFTARKAN DAN


DIUMUMKAN
PT yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman itu
juridis telah ada. Jadi PT dapat mengadakan perbuatan hukum. Mes-
kipun PT ini juridis telah ada, tetapi kalau belum didaftarkan dan di-
umumkan, belum berlaku bagi pihak ketiga. Jadi, kalau belum didaf-
tarkan dan diumumkan PT sebagai badan hukum baru belum ber-
fungsi penuh. Karena hal ini merupakan suatu kekurangan bagi ke-
sempurnaan fungsi badan hukum barn itu, maka pembentuk undang-
undang memberiaanlcsi sebagai tersebut dalam Pasal 39 KUHD, yang
berbunyi: "Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut dalam pasal
yang lalu belum diselenggarakan, maka semua pengurusnya adalah
orang demi orang dan masing-masing bertanggung jawab untuk se-
luruhnya atas tindakan mereka terhadap pihak ketiga." Pendeknya,
bila sebuah PT itu belum didaftarkan dan diumumkan, maka masing-
masing pengurusnya bertanggung jawab secara pribadi untuk keselu-
ruhan. Tanggung jawab ini sama dengan tanggung jawab seorang
sekutu kerja pada persekutuan firma (Pasal 18 KUHD).

118. SYARAT PENYETORAN 10% DART MODAL PERSEROAN


Sesudah pendaftaran dan pengumuman, masih ada satu syarat lagi
yang harus dipenuhi, agar sebuah PT dapat menjadi badan hukum
yang sempurna, artinya tanggung jawab sepenuhnya dibebankan pada
perseroan sebagai badan hukum, yaitu penyetoran 10% dan modal
perseroan kepada kas PT (Pasal 51 KUHD). Ini adalah jaminan bagi
para kreditur terhadap semua perikatan yang dibuat oleh PT. Bila
syarat ini tidak dipenuhi, sehingga pihak ketiga menderita rugi, maka
ini adalah kesalahan pengurus (direksi). Dan itu adalah sudah wajar,
bila kerugian ini dibebankan kepada para pengurus, yang bertanggung

102
jawab secara pribadi untuk keseluruhan (lihat Pasal 39 dan 18 KUHD).
Sudah tentu kesalahan ini mulai menjadi beban pengurus, bila kas PT
sudah terkuras habis, sedangkan utang masih belum lunas. Mengenai
Pasal 51 KUHD ini ada putusan H.G.H. tanggal 11 September 1913 91,
yang menyatakan bahwa 10% tesebut dalam Pasal 51 KUHD itu
adalah 10% dari modal perseroan. Syarat ini adalah sejajar dengan
syarat pendaftaran dan pengumuman tersebut dalam Pasal 39 KUHD,
yakni syarat bagi kepentingan pihak ketiga. Kata-kata yang diperguna-
kan dalam Pasal 51 KUHD ialah: "... zal geen aanvang kunnen nemen"
(tidak akan dapat mulai berjalan), menunjukkan bahwa kekurangan
seperti dimaksud dalam Pasal 51 KUHD adalah merupakan syarat
bagi kepentingan pihak ketiga, dari itu harus diberi sanksi. Karena
tidak terlunasinya utang disebabkan kesalahan pengurus, maka sudah
sepatutnya bila pengurus bertanggung jawab. Dan karena syarat ini
adalah sederajat/setingkat dengan syarat tersebut dalam Pasal 39,
maka sanksinya juga sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 39, yaitu
tanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan.
Mengenai hubungan antara Pasal 50 dan 51 KUHD, saya mem-
punyai pengalaman yang saya dapat dari beberapa akta notaris tentang
pendirian PT. Misalnya, modal perseroan berjumlah 100 juta rupiah,
maka modal yang hams ditempatkan bagi para pendiri, menurut Pasal
50 KUHD, ada seperlimanya 100 juta rupiah, yakni 20 juta rupiah.
Untuk memenuhi Pasal 51 KUHD, akta notaris itu menyatakan: Atas
tiap-tiap saham mana disetor dengan uang tunai 10% (sepuluh persen)
selambat-lambatnya satu hari sebelum akta pendirian perseroan ter-
batas ini diberikan pengesahan oleh yang berwenang, berarti yang
disetor ada Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah)." Jadi, di sini sebagai
pelaksanaan Pasal 51 KUHD, tidak menyetor 10% dari modal perse-
roan, tetapi 10% dari modal yang disanggupi oleh para pendiri.
Sebab kalau 10% dari modal perseroan adalah 10 juta rupiah dan
bukan 2 juta rupiah. Saya berpendapat bahwa 10% dari modal yang
disanggupi para pendiri itulah yang wajar, sebab kalau para pendiri
sudah menyanggupi akan membayar 20 juta rupiah kepada perseroan
kiranya adalah sudah selayaknya bila mereka harus menyetor 10%-
nya untuk modal kerja permulaan. Dengan ketentuan ini, maka bagi
PT yang permodalannya masih lemah, diberi kemungkinan untuk
sambil berjalan memperkuat pennodalan dengan bekerja keras. Ke-

H.G.H. 11 September 1913, T. 101-199.

103
cuali hal tersebut di atas, modal perseroan yang 80% lagi, yakni yang
belum disanggupi oleh siapa pun, adalah kurang layak bila penyetoran
10%-nya dibebankan kepada pendiri. Sedangkan perlu diperhatikan
bahwa pemenuhan modal perseroan yang 80% itu ditentukan dalam
waktu 10 tahun atau lebih. Masa tenggang ini biasanya ditentukan
dalam anggaran dasar PT yang bersangkutan.

C. MODAL DAN SAHAM

119. KEKAYAAN PERSEROAN TERBATAS


Telah dijelaskan di muka bahwa perseroan terbatas adalah badan hu-
kum. Karenanya perseroan mempunyai kekayaan sendiri terpisah dari
kekayaan masing-masing pemegang saham perseroan. Termasuk da-
lam harta kekayaan perseroan terbatas adalah modal, yang terdiri dari:
a. modal perseroan atau modal dasar, yaitu jumlah maksimum modal
yang disebut dalam akta pendirian (Maatschappelijk Kapitaal
of Statutair Kapitaal);
b. modal yang disanggupkan atau ditempatkan (geplaatst kapitaal);
c. modal yang disetor, yakni modal yang benar-benar telah disetor
oleh para pemegang saham pada kas perseroan (gestort kapitaal).
Kekayaan sebuah perseroan itu terdiri dari aktiva dan passiva.
Adapun yang disebut aktiva ialah:
1) modal yang disetor;
2) tagihan perseroan terhadap pemegang saham yang belum penuh
melunasi sahamnya;
3) tagihan-tagihan terhadap pihak ketiga;
4) benda bergerak dan tetap milik perseroan.
Adapun yang disebut "passiva" ialah utang-utang dan kewaj iban-
kewajiban lainnya atas perseroan, yang setiap hari selalu berubah,
bertambah atau mengurang. Begitupun aktiva, setiap hari selalu beru-
bah, bertambah atau mengurang. Jadi, kekayaan perseroan itu selalu
berubah, karena terjadi dari aktiva diambil passiva yang masing-masing
setiap hari berubah. Segala perubahan ini setiap hari harus dicatat
dalam buku-buku yang disediakan untuk itu (pembukuan Pasal 6
KUHD).
Kekayaan sebuah perseroan terbatas yang sifatnya selalu berubah
adalah berbeda dengan modal perseroan atau modal dasar, yang sifat-
nya relatif tetap, sebab jumlah maksimal sudah ditetapkan dalam
akta pendirian.

104
Perubahan atas besamya jumlah modal perseroan hams mendapat
pengesahan dan menteri Kehakiman, sesudah mana hams didaftarkan
dan diumumkan seperti biasa.
Tujuan pembentuk undang-undang mengenai kekayaan perseroan
itu ialah untuk mengamankan kekayaan perseroan itu dari segala ke-
rugian bagi kepentingan para pemegang saham dan para kreditur.
Karena itu para pemegang saham dan para kreditur berhak mengetahui
keadaan sebenamya dari kekayaan perseroan itu. Hal ini bagi peme-
gang saham telah dijamin oleh Pasal 12, 52 dan 55 KUHD, sedangkan
bagi kreditur dijamin oleh Pasal 6 ayat (1) KUHD. Pasal 55 KUHD
mewajibkan para pengurus membuat pemberitaan tentang laba mgi
perseroan dengan cara (Pasal 55 ayat (2) KUHD):
a. diumumkan dalam rapat umum para pemegang saham. Cara inilah
yang lazim dilakukan;
b. mengirimkan daftar laba rugi kepada tiap-tiap pemegang saham.
Cara ini suka dijalankan, karena bagi saham atas pembawa atau atas
pengganti akan sukar mencari alamat tiap-tiap pemegang saham.
c. meletakkan daftar laba mgi itu dikantor pusat perseroan yang ber-
sangkutan, agar dapat dilihat oleh setiap pemegang saham dalam
jangka waktu yang sudah ditentukan dalam akta pendirian.

120. KAPAN SEBUAH PERSEROAN UNTUNG DAN KAPAN RUGI


Sebuah perseroan terbatas dapat dikatakan untung, bila sisa aktiva
dikurangi passiva, lebih banyak daripada modal yang ditempatkan.
Bila jumlah sisa tersebut kurang daripada modal yang ditempatkan,
maka perseroan terbatas itu disebut rugi. Apa sebab modal yang ditem-
patkan dijadikan ukuran? Karena perseroan masih dapat menuntut
kekurangan dari jumlah nominal saham yang belum disetor.

121. BILA SEBUAH PERSEROAN RUGI 50% ATAU 75%


Pasal 47 ayat (1) KUHD menetapkan, bila sebuah perseroan terbatas
menderita rugi 50% dari modal yang ditempatkan, maka pengurus
(direksi) berkewajiban untuk mendaftarkan dalam daftar umum di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang dan mengumum-
kannya dalam Tambahan Berita Negara RI.
Pasal 47 ayat (2) KUHD menentukan, bila kerugian itu sampai
beijumlah 75% atau lebih, maka perseroan itu bubar demi hukum
dan sejak itu pengurus (direksi) bertanggung jawab secara pribadi
untuk keseluruhan.

105
Kesukaran pelaksanaan Pasal 47 ayat (2) KUHD itu ialah untuk
menentukan saat, pada mana ternyata perseroan terbatas telah men-
derita rugi sebanyak 75%, karena untuk menentukan apakah perseroan
yang bersangkutan telah merugi 75% itu tidak boleh hanya berdasar
atas catatan-catatan dalam pembukuan saja, tetapi juga dengan mem-
perhatikan perubahan-perubahan nilai kurs pada seluruh benda dan
hak dan kekayaan perseroan.
Menurut Prof. Soekardono,'°) penentuan saat, pada mana perseroan
sudah merugi sebanyak 75% itu harus ditentukan dalam rapat umum
para pemegang saham. Dan di sana pulalah harus dibahas, apakah
perseroan masih dapat ditolong, dan kalau dapat, bagaimana caranya,
atau perseroan harus dibubarkan. Jadi pembubaran perseroan itu tidak
dengan sendirinya seperti disebut dalam Pasal 47 ayat (2) KUHD,
tetapi pembubaran itu ditetapkan oleh rapat umum para pemegang
saham, yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan. Jadi,
kesulitan pelaksanaan Pasal 47 ayat (2) KUHD ini adalah pada waktu
menentukan "kapan saat itu ada". Di sini dapat terjadi dua macam
saat, yaitu:
a. saat, pada mana kerugian itu menurut ilmu pembukuan atau menurut
ilmu hitung benar-benar secara obyektif terjadi;
b. saat, pada mana para direksi mulai mengetahui kerugian itu, jadi,
subyektif.
Kedua saat itu menurut Polak sama-sama tidak tentunya, karena
itu Prof. Soekardono" ) berpendapat, bahwa pada saat mulai diketahui
adanya kerugian sebesar 75% itu direksi hams segera mengadakan
rapat umum para pemegang saham untuk membicarakan kerugian itu
beserta usul-usul konkrit untuk diputuskan dalam rapat umum tersebut.
Dalam Pasal 47 ayat (1) KUHD ditentukan, bila ada kerugian 50%
pada perseroan, maka pengurus berkewaj iban untuk mendaftarkan-
nya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, di mana dulu perseroan itu
didaftarkannya dan lalu diumumkan dalam Tambahan Berita Negara
RI. Ketentuan semacam ini tidak ada dalam Pasal 47 ayat (2) KUHD.
Hal ini dianggap oleh Prof. Soekardono 12), sebagai suatu kelalaian
dan pembentuk undang-undang, sebab justru peristiwa, di mana per-
seroan menderita kerugian sebanyak 75% itu perlu sekali segera didaf-

Soekardono, op. cit., hlm. 157-158.


") Ibid.
' 2 ) Ibid.

106
tarkan dan diumumkan sebagaimana biasa bila perseroan itu menderita
kerugian 50%.
Dan itu Prof. Soekardono menyarankan agar Pasal 47 ayat (2)
KUHD itu diubah, di mana ditentukan bahwa pembubaran sebuah
perseroan terbatas yang menderita kerugian sebanyak 75% hams dipu-
tuskan dalam rapat umum pemegang saham yang diadakan untuk itu.
Pasal 47 ayat (2) KUHD itu juga menentukan sikap terhadap
pengurus (direksi) yang masih saja mengadakan perjanjian perdagangan
bagi perseroannya, meskipun dia sudah tahu bahwa perseroannya
menderita rugi 75%. Perjanjian semacam itu tidak batal, tetapi tidak
menjadi tanggung jawab perseroan, melainkan menjadi tanggung jawab
para pengurus, yang mulai saat perseroan merugi 75% itu bertanggung
jawab secara pribadi untuk keseluruhan. Rasio dari ketentuan ini ialah
untuk memberi jaminan kepada pihak ketiga, agar supaya mereka di
luar dugaannya tidak menghadapi debitur yang insolvable. Menurut
Prof. Soekardonou ) pertanggungjawaban pengurus dalam Pasal 47
ayat (2) KUHD itu dapat ditiadakan, bila diadakan kewajiban kepada
para pengurus untuk mendaftarkan dan mengumumkan kerugian itu
seperti halnya dalam Pasal 47 ayat (1) KUHD. Untuk menjaga ke-
amanan kekayaan perseroan, Prof. Soekardono menasihatkan agar
dalam akta pendirian diatur tentang:
a. penempatan modal itu jangan terlalu banyak terjadi dari benda-
benda, karena kalau penaksiran nilai benda-benda itu terlalu tinggi,
maka perseroan akan rugi;
b. peralihat saham, terutama saham-saham yang belum seluruhnya
disetor (Pasal 42 KUHD), dijaga jangan sampai jatuh pada peme-
gang saham yang tidak dapat melunasi dengan sempurna.

122. KAS CADANGAN


Pasal 48 KUHD berbunyi: "Untuk menghindarkan bubamya perseroan
disebabkan karena hal-hal seperti tersebut di atas (Pasal 47 KUHD),
maka dalam akta pendirian perseroan bisa juga dimuatkan beberapa
ketentuan tentang pembentukan sebuah kas cadangan, dengan mana
kekurangan-kekurangan dalam keuangan, baik seluruhnya maupun
untuk sebagian dapat diatasinya." Sebagai yang telab kita ketahui,
Pasal 47 KUHD menyebut kemungkinan adanya sebuah perseroan
yang merugi 50% sampai 75%. Untuk menghindari hal sebagai ter-

' 3 ) Soekardono, op. cit., hlm. 159.

107
sebut dalam Pasal 47 KUHD, dipandang perlu untuk mengadakan
suatu kas cadangan, sebagai yang ditentukan dalam Pasal 48 KUHD.
Dalam akta pendirian itu bunga-bunga tetap tidak boleh diperjanjikan
(Pasal 49 ayat (1) KUHD). Tiap pembagian keuntungan harus dila-
kukan atas segala pendapatan setelah dikurangi dengan segala penge-
luaran. Namun dapatlah diperjanjikan bahwa pembagian keuntungan
tidak boleh melebihi suatu jumlah tertentu (Pasal 49 ayat (2) KUHD).
Kalau hal ini belum ditetapkan dalam akta pendirian, maka dapatlah
hal yang demikian itu diputuskan dalam rapat umum para pemegang
saham. Dalam rangka menjaga keamanan kekayaan perseroan, maka
perlu, adanya larangan pembayaran bunga tetap pada modal yang
disetor atau saham, sebab kalau hal ini diperbolehkan, meskipun
perseroan dalam keadaan merugi, haruslah bunga itu dibayarkan, yang
berarti melekaskan proses jatuhnya perseroan.

123. PENGURANGAN MODAL YANG DITEMPATKAN DAN PEMBELIAN


SAHAM-SAHAM SENDIRI OLEH PERSEROAN
Bila sebuah perseroan berjalan lancar dan kekayaannya bertambah
besar, maka untuk lebih meningkatkan keuntungan perseroan, ada
dua macam tindakan yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Pengurangan modal yang ditempatkan, yakni modal yang disang-
gupi oleh para pendiri dan pemegang saham. Cara mengurangi modal
tesebut misalnya, kepada para pemegang saham yang belum penuh
menyetor, diminta untuk tidak menyetor lagi, sehingga modal yang
ditempakan menjadi berkurang. Sudah tentu hal ini baru dapat dila-
kukan bila keadaan perusahaan sudah kuat, sehingga pengurangan
modal yang ditempatkan tidak mengurangi jaminan bagi para kre-
ditur perseroan. Dengan tindakan ini kekayaan perseroan akan
bertambah, sebab jumlah modal yang ditempatkan makin berkurang.
b. Pembelian saham-saham sendiri (amortisasi saham). Dengan tin-
dakan ini jumlah dividen yang harus dibagikan menjadi kurang,
yang berakibat bertambahnya jumlah laba. Tindakan ini dapat di-
lakukan, bila jaminan untuk pihak ketiga tidak dikurangi karenanya,
karena tujuan utama pembentuk undang-undang dalam Pasal-pasal:
41, 43, 48 dan 49 KUHD ialah melindungi kepentingan para kreditur
perseroan. Pembelian saham-saham sendiri ini bisa dilakukan
dengan cara:
1) membeli saham sendiri yang ditawarkan di bursa dengan uang
laba yang khusus disisihkan untuk pembelian saham sendiri ter-

108
sebut. Dengan adanya laba yang khusus telah disisihkan itu ber-
arti bahwa laba yang harus dibagikan kepada para pemegang sa-
ham telah disediakan pula, sehingga dengan adanya usaha mem-
beli saham sendiri itu tidak merugikan para kreditur perseroan.
2) membeli saham sendiri secara undian. Hal ini bare mungkin
kalau dalam anggaran dasar ada ketentuan-ketentuan yang
memperbolehkan tindakan tersebut. Sebagai sekedar ganti rugi,
bekas pemegang saham, yang sahamnya dibeli kembali oleh
perseroan itu dibeli "bukti keuntungan" (winstbewijs, actions
de jouissance), yang memberi hak menagih atas sebagian dari
keuntungan perusahaan.

124. SAHAM ATAS-NAMA DAN KEPADA-PEMBAWA


Dalam tiap-tiap akta pendirian suatu perseroan terbatas tentu disebut-
kan jumlah modal perseroan, yang terbagi dalam jumlah saham-saham.
Saham-saham ini dapat dikeluarkan atas-nama (op naam) dan kepada-
pembawa (aan wonder). Saham kepada-pengganti (aan order) tidak
ada (Pasal 40 ayat (1) KUHD, lihat contoh terlampir).
Saham itu tidak harus dikeluarkan, artinya dapat dikeluarkan atau
tidak. Kalau saham itu dikeluarkan, maka saham itulah satu-satunya
alat pembuktian bagi pesero atau pemegang saham. Kalau tidak, maka
daftar pesero (aandeelhouders register) yang biasanya ada di kantor
-

perseroan dapat dipakai alat pembuktian bagi pesero. Kutipan dari


daftar pesero yang ditanda tangani oleh direksi dapat pula dipakai
sebagai bukti turut sertanya seseorang dalam sebuah perseroan.
Dalam daftar pesero ini dicatat, nama, pekerjaan dan tempat tinggal
pesero, banyaknya saham yang diambil dan jumlah yang sudah disetor,
serta pula peristiwa peralihan saham.
Kalau saham itu dikeluarkan atas nama, maka nama pembeli ditulis
dalam surat saham, yang merupakan bukti bagi pemegangnya. Dalam
saham yang dikeluarkan kepada-pembawa, maka nama pemiliknya
tidak ditulis dalam saham dan saham kepada-pembawa ini hanya me-
ngesahkan (meng-legitimasi) pemegangnya sebagai pemilik, kecuali
bila ada pembulctian sebaliknya (Pasal 534 KUHPER). Pasal 534 KUHPER
menentukan bahwa seseorang dianggap menguasai sesuatu bagi
dirinya selama belum terbukti bahwa dia hanya memegang bagi kepen-
tingan orang lain.
Peralihan hak saham kepada-pembawa tidak perlu diatur dalam
anggaran clasar perseroan, sebab sudah ada aturan umumnya, dalam

109
Diditikao down Akto Nolan Sardinian Tjokroionniiso S.H. di Rory testoopp1 26 Moot 1975 No. 20,
Akio Notaria pap mu torlanapa1 30 Mid 1975 No. 14. dioakkan daps Sant Kopotonin Nankai Kolookinsia 21 tool
1975 No. Y.A. 5/219/10, didatIonoin dl rnpaititoroaa Paapdilan Noted 5caot trod 30 loaf 1975 No. 75 A.NP. dm
No. 53/1975 A.N.P. dm dionnunkas dolma Taxabokan Baits Napa RI. bona 6 AA 9 . 1975 • /No. 3136.

NODAL PERSLROAN Bp. 100.000.000,— (llamas jaM dopRde


Testes' atm :1.000 Raba, opium. ardaionadis &spa /0 •000,— (Swains elbo mobil)
SA If AN No. : .....,./

1
•.* <1•7. 1.0•.,••

••• IOW •• IMO ••••


I•••
DOWN. •••• •Wir• ••••• powwow. AWN.= 111 ■■•• ONInm ONO aw•■••

••• •W• •46. •••11 N•


I/W ••••
Wow Wm WW1 •••••• raww •••••••••• alrlo ••■••• NINO ••• ■••

?4,
kV. CI••I /•//•
111•••••••• • 12•11.••••
11•••• Pia FY IIMINO
Mho. a le&
1•W•ma FY. •■•••• 1.1•• wows.. wren. W. Wino r•••
Pasal 613 ayat (3) KUHPER, yaitu penyerahan dari tangan ke tangan.
Sedangkan peralihan hak saham atas-nama hams diatur dalam ang-
garan dasar (Pasal 42 KUHD). Dalam Pasal 42 KUHD itu diberikan
dua contoh cara melakukan peralihan hak bagi saham atas-nama.
Tetapi di samping dua cara tersebut dalam anggaran dasar dapat saja
diatur dengan cara lain.
Pelunasan harga saham itu bagi saham kepada-pembawa dan
saham atas-nama ada perbedaan. Saham kepada-pembawa tidak boleh
dikeluarkan, kalau belum dilunasi harga sepenuhnya (Pasal 41 KUHD).
Aturan ini adalah logis, karena kalau saham kepada-pembawa ini sudah
dikeluarkan, pemiliknya dapat menjual saham kepada-pembawa ini
tanpa pemberitahuan kepada direksi, akibatnya direksi tidak tahu di
mana saham itu sekarang berada, dan tidak dapat menuntut pelunasan
harga saham, bila saham kepada-pembawa itu belum lunas. Bagi sa-
ham atas-nama boleh saja diserahkan kepada pemegangnya, meskipun
harganya belum dilunasi, sebab kemana saja saham atas-nama itu
akan diserahkan, pengurus hams diberi tahu atau diminta persetujuan-
nya. Jadi, pengurus selalu masih bisa menuntut kekurangan harga
saham yang belum dilunasi.
Persoalan, siapa yang hams melunasi saham atas-nama yang telah
diserahkan kepada pemiliknya yang baru, apakah penjualnya (pemilik
lama) atau pembelinya (pemilik barn)? Hal ini undang-undang mem-
berikan dua altematif, yaitu penjualnya (pemilik lama) atau pembelinya
(pemilik barn). Lebih dulu Pasal 43 KUHD menunjuk penjual (pemilik
lama) atau para ahli warisnya atau sekalian pengganti haknya, yang
hams melunasi harga saham yang masih terutang. Altematif kedua
ialah — pembelinya (pemilik barn) — dengan syarat bahwa direksi dan
komisaris telah menyatakan dengan tegas kesediaan mereka untuk
menerima baik pesero yang baru itu, dan dengan ini pesero lama dibe-
baskan dari segala tanggung jawab.

125. HARGA SAHAM


Pasal 40 KUHD menentukan bahwa modal perusahaan harus dibagi
dalam beberapa saham baik atas-nama, maupun dalam blangko (ke-
,

pada-pembawa). Karena saham-saham itu merupakan modal, maka


tiap-tiap saham merupakan bagian dari modal, yang menjelma dalam
harga saham. Dalam tiap-tiap saham harga saham ini dinyatakan
dalam tulisan yang jelas, misalnya: "Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)."
Harga Rp 10.000,- ini merupakan harga nominal atau harga a pari.

112
Dalam anggaran dasar sering ada ketentuan bahwa saham tidak boleh
dijual dengan harga di bawah pari, artinya di bawah harga nominal,
dalam hal contoh di atas, tidak boleh dijual di bawah Rp 10.000,-
Kalau perusahaan yang mempunyai saham tersebut berkembang
secara pesat, maka harga saham di bursa akan naik, sesuai dengan
tingkat perkembangan perusahaan dan titik bertemunya penawaran
dan permintaan. Harga di bursa ini selalu bergerak sesuai dengan
perkembangan perusahaan. Harga yang terjadi di bursa ini disebut:
"kurs" (koers). Kenaikan harga kurs ini merupakantambahan keuntung-
an bagi pemegang saham, di samping deviden yang dapat diterima
dari perusahaan yang bersangkutan pada tiap-tiap tahun. Kalau pe-
rusahaan ini barn berdiri atau dalam keadaan merugi, maka harga
kurs tidak akan dapat naik atau malahan mungkin turun.

126. SAHAM BAGIAN


Dalam anggaran dasar suatu perseroan sering ada ketentuan bahwa
saham tidak bisa dibagi, tetapi ada juga anggaran dasar yang membo-
lehkan pembagian atas saham. Hal yang terakhir ini menimbulkan
adanya saham induk dan saham bagian. Misalnya, suatu perseroan
mengeluarkan saham dengan harga nominal Rp 100.000,-, Rp 50.000,-,
dan Rp 25.000,-. Saham yang pertama disebut saham induk, sedangkan
saham kedua dan ketiga disebut saham bagian (onderaandeel). Sa-
ham induk tidak mesti merupakan kelipatan dari harga saham, bagian,
misalnya pada saham yang harga nominalnya Rp 75.000,-, Rp 35.000,-
dan Rp 10.000,-.
Pembagian saham dalam saham-saham bagian ini ada manfaatnya,
teutama bila ada peralihan hak milik atas beberapa saham induk kepa-
da beberapa orang, dengan mana masing-masing orang tidak dapat
menerima satu saham induk. Dalam hal ini saham induk bisa ditukarkan
dengan saham-saham bagian, sedemikian rupa, sehingga saham dapat
terbagi habis. Dalam undang-undang tidak ditentukan jumlah minimal
harga saham, maupun jumlah minimal modal, tetapi ditentukan bahwa
jumlah harga saham-saham seluruhnya adalah sama dengan jumlah
modal perseroan.
Menurut Dorhout Mees," ) saham bagian ini sekarang sudah tidak
lazim, karena perkembangan pengeluaran saham sekarang pada per-
seroan-perseroan besar berbalik, misalnya: sebuah perseroan menge-

14) Dorhout Mees, Ned. Handels-, bI. 137, no. 4.155.

113
luarkan saham induk dengan harga nominal Rp 10.000,-, selanjutnya juga
mengeluarkan saham yang beharga nominal Rp 10.000,- dan Rp 100.000,-
sebagai kelipatan dari harga saham induk.

127. PERALIHAN SAHAM KEPADA-PEMBAWA


Menurut Pasal 613 ayat (3) KUHPER, penyerahan saham kepada-
pembawa ini cukup dilakukan dari tangan ke tangan atau secara fisik
saja. Itu sebabnya Pasal 41 KUHD melarang pengeluaran saham
kepada-pembawa sebelum seluruh jumlah nilainya disetor di kas per-
seroan. Rasio Pasal 41 KUHD ini ialah untuk melindungi para kreditur
perseroan. Bilamana penyetoran penuh tidak menjadi syarat mutlak,
maka perseroan dapat mengeluarkan saham kepada-pembawa yang
jumlah nilai saham belum disetor seluruhnya. Kalau saham ini dijual
kepada orang lain, maka pembeli barn ini tidak mengerti kalau jumlah
nilai saham belum seluruhnya disetor di kas perseroan dan pula
perseroan tidak mengerti kalau saham sudah dijual. Dengan begini,
maka kas perseroan menderita rugi dan kepentingan kreditur terkena.

128. PERALIHAN SAHAM ATAS-NAMA


Pasal 42 KUHD merupakan peraturan mengenai peralihan saham
atas-nama, sebagai kekhususan dari Pasal 613 KUHPER. Pasal 42
KUHD itu memerintahkan pengaturan peralihan saham atas-nama,
yaitu:
a. Pemilik saham dan calon pemilik (pembeli) saham memberitahukan
secara resmi kepada direksi perseroan tentang perjanjian mereka
untuk memperalihkan sahamnya, dengan perantaraan juru sita dalam
fungsinya sebagai juru pemberitahu resmi;
b. Pendaftaran perjanjian antara pemilik saham dan calon pemilik
saham dalam buku saham perseroan tentang maksud mereka untuk
memperalihkan sahamnya.
Kecuali cara-cara tersebut di atas, dalam akta pendirian perseroan,
tentang peralihan saham itu dapat diatur secara lain. Mengenai hal ini
ada pendapat bahwa dalam akta pendirian hanya dibolehkan mengambil
salah satu contoh peraturan sebagai yang telah ditetapkan dalam Pasal
42 KUHD. Kalau pendapat ini benar, maka rumusan Pasal 42 KUHD
itu akan berbunyi lain, yakni: "... op eneder navolgende wijzen bepaald".
Karena Pasal 42 KUHD tidak berbunyi demikian, maka pendapat
tersebut tidak benar. Jadi, dua misal itu hanya sebagai contoh.
Semua saham yang dikeluarkan oleh perseroan, balk yang kepada-

114
pembawa, maupun yang atas-nama harus dicatat dalam "Daftar Peme-
gang Saham" atau "Buku Saham", yang dipelihara oleh pengurus seca-
ra cermat. Pada saham kepada-pembawa hanya dicatat pemilik perta-
ma, sedangkan pada saham atas-nama harus dicatat pemilik pertama
dan seterusnya sampai pada pemilik terakhir. Peralihan hak saham
atas-nama harus dicatat secara teliti sesuai dengan ketentuan-keten-
tuan yang tercantum dalam anggaran dasar.

129. HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG SAHAM


Tentang kewajiban pemegang saham diatur dalam Pasal 40, 42 dan
43 KUHD, sedangkan mengenai hak pemegang saham baru diatur
dalam Pasal 49 KUHD. Dan ini dapat disimpulkan bahwa asas kepen-
tingan umum, yakni kewajiban pemegang saham tehadap pihak ketiga,
lebih didahulukan daripada kepentingan pribadi para pemegang saham
(hak-hak pemegang saham atas dividen). Sebagai akibat dari asas
tersebut, maka dalam hal pembagian keuntungan perseroan, hal-hal
yang bersifat umum hams didahulukan, misalnya: mengenai biaya-
biaya pemeliharaan perseroan, usaha memperkembangkan perseroan,
dana cadangan dan lain-lain. Baru jika masih ada sisa, dibagi untuk
kepentingan semua pemegang saham, yang disebut "dividen".
Dalam sistem hak suara bagi para pemegang saham diatur dalam
anggaran dasar berdasar Pasal 5 KUHD yang barn, yakni sesudah
diubah dan ditambah dengan UU No. 4 Tahun 1971 (L.N. 1971-20),
sedangkan pengaruh direksi dan komisaris dalam rapat umum peme-
gang saham dibatasi oleh Pasal 54 ayat (5) -barn- KUHD yang berbu-
nyi: "Tidak seorang pengurus atau komisaris dibolehkan bertindak
sebagai kuasa dalam pemungutan suara."
Pemegang saham berhak menuntut dan menggugat pembatalan
keputusan rapat umum pemegang saham, yang bertentangan dengan
undang-undang, hukum atau anggaran dasar.
Pemegang saham juga berhak menerima bagian yang seimbang
dengan saldo untuk pada saat selesainya pemberesan sesudah bubarnya
perseroan.
Dan apa yang tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ke-
wajiban pemegang saham adalah sama, yaitu: menyetor jumlah nominal
sahamnya, sedangkan hak atas keuntungan dan saldo untung tidak selalu
sama, tergantung dari ketentuan dalam anggaran dasar dan kenyataan.
Adapun kewajiban dan hak para pemegang saham dapat diperinci
sebagai berikut:

115
a. Kewajiban mama pemegang saham adalah menyetorkan penuh
uang saham pada kas perseroan. Kewajiban lainnya, kalau ada,
hams ditetapkan dalam anggaran dasar atau berdasar perjanjian
khusus. Kewajiban lain itu tidak boleh diletakkan dengan paksa,
walaupun dengan cara mengubah anggaran dasar;
b. Hak hak pemegang saham ialah:
-

1) Hak atas sebagian dan keuntungan perseroan sesuai dengan


jumlah nilai sahamnya (Pasal 49 KUHD);
2) Berwenang untuk menghadiri rapat umum pemegang saham,
berbicara dan melaksanakan hak pemungutan suara (Pasal 55
ayat (2) KUHD);
3) Hak untuk menerima sebagian dari saldo pada pembubaran
perseroan, sesudah kreditur semuanya dilunasi;
4) Kewenangan untuk menuntut kepada Pengadilan tentang keba-
talan dan keputusan rapat umum pemegang saham yang berten-
tangan dengan undang-undang, hukum atau anggaran dasar;
5) Hak-hak lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar.

130. KEWAJIBAN PESERO BARU


Pasal 43 KUHD membebankan penyetoran penuh atas saham-saham-
nya kepada pemilik saham pertama, ahli warisnya atau pengganti hak-
nya, meskipun saham itu sudah diperalihkan, kecuali bila para pengurus
dan komisaris sudah setuju dan telah menerima pemilik (pemegang)
saham yang baru.
Menurut Prof. Soekardono,'' ) lebih baik kalau tanggung jawab
penyetoran penuh jumlah saham tetap dibebankan kepada pemilik
saham pertama, meskipun saham itu telah diperalihkan dan sudah
disetujui pula diterima oleh para direksi dan komisaris. Ini menjaga
kemungkinan, bila penerimaan direksi dan komisaris itu kurang sak-
sama dan pemegang saham baru itu tidak dapat menyetor penuh jumlah
nilai saham. Saya setuju dengan pendapat ini.
Menurut putusan H.GH. tanggal 7 Mei 1936, 16) dalam hal mene-
rima sekutu baru, maka pengertian komisaris berarti "semua komisaris"
yang ada menurut anggaran dasar. Begitu juga dalam hal pengertian
direksi berarti "semua direksi" yang ada menurut anggaran dasar.
Pun ditetapkan bahwa pasal 43 KUHD itu bersifat "memaksa".

15) Soekardono, op. cit., hlm. 163.


H.G.H. 7 Mei 1936, T. 143-736.

116
131. HAK DIDAHULUKAN
Pada beberapa anggaran dasar ada ketentuan, dengan mana pemegang
saham asli mendapat hak didahulukan dalam hal membeli saham dari
pemegang saham lainnya. Misalnya: A mau menjual 20 lembar saham-
nya a'nominal Rp 100.000,- maka A hams lebih dulu memberi tahu
kepada direksi tentang maksudnya itu. Direksi memberi tahu kepada
para pemegang saham lainnya yang berhasrat untuk membeli saham
tersebut. Baru, kalau orang dalam tidak ada yang ingin membeli saham
termaksud atau saham tersebut hanya sebagian yang dibeli oleh orang
dalam, maka diperbolehkan orang luar membelinya. Di sini pemegang
saham asli mendapat hak didahulukan daripada orang luar.
Peristiwa lain yang dapat menimbulkan hak didahulukan ialah, bila
perseroan akan menambah jumlah saham yang dikeluarkan, maka
bagi saham tambahan itu lebih dulu ditawarkan kepada para pemegang
saham asli. Bam, sesudah dibeli oleh orang dalam, maka sisa saham
dapat ditawarkan kepada orang luar. Kemungkinan adanya hak dida-
hulukan ini hams ditentukan lebih dulu dalam anggaran dasar.

132. BUKTI DIVIDEN DAN TALON


Pada tiap-tiap surat saham disertai satu setel bukti dividen sebanyak
12 lembar atau lebih beserta sebuah talon. Talon itu surat bukti untuk
minta satu setel bukti dividen bam, yang berarti bahwa bukti dividen
yang lama sudah habis. Adapun bukti dividen adalah surat bukti hak
untuk mendapat sebagian dari keuntungan perusahaan pada tiap-tiap
tahun. Bukti dividen ham berlaku sesudah tanggal pengumuman dalam
surat-surat kabar oleh direksi tentang berlakunya bukti dividen yang
bersangkutan (lihat lampiran I).

133. MENJUAL, MENGHIBAHKAN, MENGGADAIKAN, MEMUNGUT


HASIL DAN MENGALIHKAN HAK YANG LAIN ATAS SAHAM
Dengan Pasal 41 dan 43 KUHD telah diatur tentang peralihan hak
saham atas nama, yang cara penyerahannya diatur dalam anggaran
dasar. Pasal 42 KUHD meberi dua contoh cara penyerahan saham
atas nama kepada orang lain. Di luar dua contoh itu masih ada kemung-
kinan cara lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Sedangkan
penyerahan saham atas pembawa, kita dapat berpedoman pada Pasal
613 ayat (3) KUHPER bsd. Pasal 41 KUHD. Lain daripada penyerah-
an saham atas nama yang hams melalui suatu prosedur yang agak
berbelit-belit, maka cara penyerahan saham atas pembawa cukup

117
diserahkan secara fisik, yaitu penyerahan dari tangan ke tangan.
Mengenai persoalan penyerahan saham atas-nama dan atas-pembawa
telah saya bicarakan dalam pelajaran yang terdahulu (127 dan 128).
Dari adanya ketentuan-ketentuan dalam Pasal 41, 42 dan 43 KUHD,
kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa saham boleh dijual belikan,
dihibahkan, digadaikan dan peralihan hak yang lain-lain.
a. Menjual belikan saham. Mengenai jual beli ini diatur dalam Pasal
1457 dsl. KUHPER dan penyerahannya diatur dalam Pasal 613
KUHPER. Khusus mengenai penyerahan saham atas-nama hams
dipedomani Pasal 613 ayat (1) dan (2) KUHPER, sedangkan
penyerahan saham atas pembawa telah ditentukan dalam Pasal
613 ayat (3) KUHPER, yakni dengan penyerahan fisik atau dan
tangan ke tangan.
b. Menghibahkan saham. Mengenai hibah ini diatur dalam Pasal
1666 dsl. KUHPER, sedangkan penyerahannya sama dengan yang
dilakukan pada jual beli saham, yakni pada saham atas-nama dengan
sesi (cessie), sedangkan pada saham atas-pembawa dengan penye-
rahan fisik.
c. Menggadaikan saham. Tentang penggadaian saham itu diatur
dalam Pasal 1152 (saham atas-pembawa) dan Pasal 1153
KUHPER (saham atas-nama). Penyerahan saham atas-pembawa
dengan secara fisik, sedangkan penyerahan saham atas-nama hams
diikuti peraturan yang tercantum dalam anggaran dasar mengenai
peralihan saham atas-nama, yakni hams ada pengetahuan atau
persetujuan pengurus perseroan. Pengurus dapat minta tanda bukti
tertulis mengenai pemberitahuan itu, yang hams ada persetujuan
dari pemberi gadai. Dalam teori, si penerima gadai tidak mempunyai
hak suara dalam rapat umum pemegang saham, sebab hak suara
hanya ada pada pemilik saham, tetapi praktis seorang pemilik saham
yang sahamnya digadaikan, tidak dapat menggunakan hak suaranya,
karena untuk itu si pemilik saham hams memperlihatkan surat sa-
hamnya kepada rapat, sedangkan sahamnya ada pada si penerima
gadai (kreditur) — (Pasal 1152 ayat (1) KUHPER).
d. Memungut hasil saham (vruchtgebruik). Memungut hasil adalah
perbuatan untuk melakukan hakpunguthasil, sedangkan hak pungut
hasil adalah hak untuk menikmati hasil barang orang lain, sebagai
miliknya sendiri, asal si pemungut hasil memelihara barang itu
dengan sebaik-baiknya (Pasal 756 KUHPER). Hak pungut hasil
pada saham terjadi atas kehendak pemiliknya, yang dinyatakan

118
melalui sebuah wasiat atau perjanjian, diikuti dengan penyerahan
saham yang bersangkutan (Pasal 759 dan 760 KUHPER). Penye-
rahan saham atas-nama hams berpedoman pada ketentuan-keten-
tuan sebagai yang ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan
Pasal 42 KUHD, sedangkan penyerahan saham atas-pembawa
cukup dengan penyerahan fisik (Pasal 613 ayat (3) KUHPER).
Selanjutnya peraturan mengenai hak pungut hasil seperti yang diatur
dalam Bab X, Buku Kedua, KUHPER berlaku sepenuhnya bagi
hak pungut hasil atas saham tersebut.
e. Pengalihan hak lainnya atas saham. Pengalihan hak lainnya
atas saham di luar yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar,
kecuali peralihan hak atas dasar hukum waris, hanya diperbolehkan
dengan persetujuan rapat umum pemegang saham.

134. JENIS-JENIS SAHAM


Pasal 40, 41, 42, dan 43 KUHD mengatur tentang saham. Yang di-
maksud dengan saham di sini ialah bagian dan modal perseroan seba-
gai yang dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) KUHD. Ini adalah saham
biasa. Kecuali saham jenis ini, masih ada beberapa jenis saham lagi,
yaitu: saham utama, saham utama kumulatif, saham prioritas, saham
pendiri dan saham bonus, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Saham biasa (gewone aandeel). Saham ini diberikan kepada
setiap orang yang memberikan pemasukan sejumlah uang kepada
perseroan. Kepada orang tersebut diberi beberapa lembar saham
sesuai dengan uang pemasukannya itu. Tiap-tiap saham disertai
seperangkat surat dividen beserta talonnya. Pemegang saham biasa
mempunyai beberapa hak terhadap perseroan sebagai yang diten-
tukan dalam anggaran dasar.
b. Saham utama (preferente aandelen). Saham ini mempunyai hak
lebih dan saham biasa dalam hal keuntungan dan/atau saldo, pada
waktu perseroan itu dibubarkan. Misalnya: kalau saham biasa me-
nerima keuntungan 20%, maka saham utama menerima 20%
ditambah 5% menjadi 25%. Kalau saham biasa menerima saldo
pada waktu pembubaran perseroan sejumlah 5%, maka saham
utama akan menerima 5% ditambah 2% menjadi 7%.")
c. Saham utama kumulatif (Cumulatief Preferent Aandeel). Saham
ini mempunyai hak lebih daripada saham utama, di samping mem-

' 7) V.d. Heijden — V.d. Grinten, Handboek, druk 8, no. 187.

119
punyai hak atas keuntungan dan saldo seperti halnya pada saham
utama, juga mempunyai hak atas dividen tunggakan. Misal dan hal
yang terakhir ini ialah: kalau pada suatu tahun, pemegang saham
utama kumulatif, karena suatu keadaan tertentu hanya menerima
dividen (n-x)%, maka pada tahun berikutnya, bila keadaan sudah
mengizinkan, dia dapat menerima (n+x)%. Yang disebut "saham
utama" itu pada umumnya merupakan saham utama kumulatif.
d. Saham prioritas (prioriteitsaandelen). Saham prioritas ini adalah
saham yang pemiliknya mempunyai hak berbicara khusus (bijzon-
dere zeggenschapsrechten). Ini adalah kewenangan yang tidak
diberikan oleh undang-undang kepada rapat umum pemegang sa-
ham, inilah hak yang termasuk dalam klausul "oligarchie". Kepada
para pemegang saham prioritas ini diberikan kekuasaan bebicara
yang sangat penting. Titik berat daripada kekuasaan ini terletak
pada keputusan rapat para pemegang saham prioritas ini, yang
mempunyai kekuatan mutlak.
e. Saham pendiri (oprichtersaandeel, actions industrielles). Ini ada-
lah saham yang diberikan sebagai balas jasa terhadap jasa-jasa
para pendiri dalam usahanya mendirikan dan dalam memperkem-
bangkan perseroan. Penyetoran saham ini tidak berwujud uang atau
benda, tetapi berwujud "tenaga fisik dan pikiran" yang diberikan
oleh para pendiri pada waktu mendirikan dan memperkembangkan
perseroan. Sebagai kita telah tahu penyetoran pemasukan yang
berwujud tenaga pikiran dan fisik diperkenankan oleh undang-
undang (Pasal 1627 dan 1633 KUHPER). Saham ini tidak ada be-
danya dengan saham biasa, terutama mengenai bagian keuntungan
dan kewenangan-kewenangan dalam rapat umum pemegang saham.
Saham pendiri ini berbeda dengan "bukti pendiri". Kalau saham
pendiri ada penyetoran, meskipun tidak berwujud uang atau benda,
tetapi pada bukti pendiri tidak ada penyetoran, sebab bukti pendiri
itu merupakan upah jasa pendiri. Bukti pendiri ini akan saya
bicarakan lebih lanjut pada pelajaran lain.
f Saham bonus (bonusaandeel). Saham bonus itu seperti saham
biasa dan mengandung hak-hak seperti halnya saham biasa. Saham
bonus itu diberikan kepada mereka yang sudah menjadi pemegang
saham, tanpa adanya setoran uang tunai atau benda-benda lain
kepada perseroan. Pemberian saham bonus itu sebagai ganti hak
menagih kepada peseroan atas dana cadangan atau dana kelebihan
(surplus) daripada modal yang ditempatkan. Hak menagih itu timbul

120
misalnya, karena adanya keuntungan atau hasil luar biasa darioperasi
perseroan, penilaian kembali aktiva tetap, dan lain-lain. Jadi, sebagai
ganti setoran atas saham bonus itu, orang melepaskan hak menagih
tesebut. Pengeluaran saham bonus ini dimaksudkan untuk menahan
uang yang sedianya dikeluarkan bagi pars pemegang saham. Dengan
demikian, uang surplus itu tetap di kas perseroan, yang berarti me-
nambah modal yang ditempatkan.

135. DAFTAR PEMEGANG SAHAM


Di kantor perseroan selalu hams dipelihara sebuah daftar pemegang
saham, daftar saham atau buku saham. Di dalamnya didaftar nama-
nama semua pemegang saham, terutama yang belum penuh menyetor,
alamat, saham yang ditempatkan, saham yang sudah disetor beserta
jumlahnya. Juga harus dicatat tentang pembebasan tanggung jawab
mengenai jumlah yang belum disetor, juga dicatat mengenai hal-hal
lain yang perlu diketahui, yang menyangkut saham serta pemegangnya.
Daftar pemegang saham itu hams dipelihara dengan saksama, dile-
takkan di kantor perseroan, di mana setiap orang dapat melihat dan
dapat minta salinan dengan biaya pokok.

136. SURAT BERHARGA LAINNYA YANG DIKELUARKAN OLEH PER-


SEROAN
Kecuali jenis saham, perseroan masih dapat menerbitkan surat-surat
berharga jenis lainnya, seperti: resepis saham, bukti pendiri, bukti ke-
untungan dan obligasi. Sertifikat saham adalah surat berharga yang
tidak diterbitkan oleh perseroan, tetapi oleh kantor administrasi ber-
dasarkan saham-saham perseroan yang telah dikuasai dan dimiliki.
Surat-surat berharga tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Resepis saham (resepissen van aandelen) adalah bukti saham
sementara. Resepis ini diberikan untuk pada suatu waktu tertentu
diganti dengan surat saham yang biasa.'s ) Jadi, pemegang resepis
adalah pemegang saham. Kalau resepis ini diterbitkan atas pemba-
wa, sedangkan saham yang menjadi dasamya adalah saham atas
nama, maka resepis itu tidak boleh dipandang sebagai surat berharga
atas pembawa, sebab dalam hal ini resepis hanya berfurigsi sebagai
bukti diri (legitimerende functie). Resepis pada pokoknya hanyalah
surat keterangan tentang adanya saham dan penyerahan resepis

IS) Van der Heijden — V.d. Grinten, Hanboek, druk 8, bI. 275. no. 189.

121
ini adalah sama dengan penyerahan saham. Perseroan dapat minta
agar pemegang resepis menyerahkan resepis untuk diganti dengan
surat saham. Tidak menuruti permintaan ini tidak menjadikan dia
berhenti sebagai pemegang saham. Akan tetapi dengan adanya
ketentuan bahwa bukti dividen hanya ada pada surat saham dan
tidak ada pada resepis, maka pemegang resepis teipalcsa menyerah-
kan resepisnya untuk diganti dengan surat saham. Juga ditentukan
dalam anggaran dasar bahwa hak-hak pemegang saham hanya
ada pada pemegang saham dan tidak pada pemegang resepis.
b. Bukti kepatutan (bewijzen van deelgerechtigheid) atau actions
de jouissance. Dalam rangka perseroan mengadakan reorganisasi,
perseroan dapat mengadakan amortisasi saham, artinya beberapa
surat saham secara undian dibeli kembali oleh perseroan. Dalam hal
yang demikian adalah pantas/patut atau adil, bila perseroan memberi
,

kepada bekas pemegang saham tersebut sekedar ganti rugi yang


berwujud surat bukti kepatutan atau actions de jouissance.
Dengan surat bukti kepatutan itu pemegangnya mendapat sebagian
dari keuntungan perseroan setiap tahun dan bagian saldo pada
waktu pemberesan perseroan. Bukti kepatutan atau actions de
jouissance itu bukan surat saham, dari itu pemegangnya tidak
mempunyai hak-hak seperti halnya pemegang saham biasa.
c. Bukti pendiri dan bukti keuntungan (oprichters- en winstbewijzen).
Balas jasa kepada orang-orang yang telah berjasa dalam mendirikan
dan memperkembangkan perseroan dapat berwujud surat saham
pendiri, yang sudah saya bicarakan pada pelajaran yang lalu. Pener-
bitan saham pendiri itu tidak tanpa keberatan, sebab saham itu
akan menambah jumlah modal tanpa uang. Pula tampak tidak me-
ngenai sasaran, orang yang hanya berhak terhadap balas jasa yang
berwujud uang, sekarang mendapat saham pendiri, yang meng-
andung beberapa hak tambahan, yakni hak-hak sebagai pemegang
saham biasa. Dan sebab itu banyak perseroan yang berpendapat
bahwa kepada orang-orang yang telah berjasa mendirikan atau
memperlancar jalannya perseroan diberi surat bukti pendiri atau
bukti keuntungan. Pemegang surat-surat ini hanya mempunyai
hak atas bagian keuntungan perseroan dan tidak mempunyai hak-
hak lain seperti halnya seorang pemegang saham biasa. Kecuali
hak atas bagian keuntungan perseroan, pemegang surat bukti pendiri
juga berhak atas bagian dari saldo perseroan dalam pemberesan.
Juga bukti keuntungan selanjutnya tidak merupakan suatu lem-

122
baga tanpa keberatan dalam dunia perseroan.I 9) Adanya hak-hak
para pemegang bukti keuntungan sering-sering menimbulkan ke-
sulitan bagi perseroan yang bersangkutan, lama-lama dapat tam-
pak bahwa pemberian bagian keuntungan yang terns menerus kepa-
da para pendiri tidak seimbang dengan jasa yang telah diberikan.
Dan itu banyak perseroan yang berpendapat bahwa kepada para
pendiri itu lebih baik diberi sejumlah uang kontan sekaligus, atau
kalau tindakan ini akan menyulitkan perseroan, baik bila pelunasan
balas jasa itu berganti-ganti berdasar undian.
d. Obligasi. Bila sebuah perseroan akan menambah modalnya, ada
beberapa jalan yang dapat ditempuh, misalnya: mencari kredit bank,
meminjam uang kepada seorang tertentu atau menerbitkan surat-
surat beharga tambahan, misalnya:
1) mengeluarkan saham tambahan. Cara ini tidak tanpa keberat-
an, yakni menambah beban yang telah berat. Dan itu kalau
cara ini dianggap kurang menguntungkan bagi perseoan, maka
perseroan dapat menerbitkan surat berharga jenis lain, yaitu:
2) obligasi, yakni surat utang umum kepada masyarakat yang
mempergunakan surat berharga jenis obligasi, yang akan saya
bicarakan selanjutnya dalam pelajaran berikut.
e. Sertifikat saham (certificaten van aandelen). Surat beharga jenis
ini tidak diterbitkan oleh perseroan, tetapi oleh sebuah kantor admi-
nistrasi. Kantor administrasi ini membeli seluruh atau sebagian saham
dari perseroan tertentu. Atas dasar saham-saham yang telah dimiliki
itu kantor administrasi yang besangkutan lalu menerbitkan sertipikat-
sertipikat saham dengan harga yang berbeda daripada harga nominal
saham aslinya, misalnya: sebuah surat saham ash seharga nominal
US$ 10,-, sedangkan sebuah sertifikat yang diterbitkan berdasarkan
saham tersebut berharga nominal Rp 10.000,. Surat berharga jenis ini
akan saya bicarakan lebih lanjut pada pelajaran berikut.

137. OBLIGASI
Yang dimaksud dengan pinjaman obligasi ialah jenis pinjaman uang
dart masyarakat dengan jalan mengeluarkan surat-surat obligasi dalam
bentuk apapun juga yang berjangka waktu sekurang-kurangnya satu
tahun (Pasal 1, huruf a, PP No. 6 Tahun 1963, L.N. 1963-7, lihat
contoh terlampir). Surat obligasi adalah surat tanda bukti adanya pin-

' 9) Van der Heijden — Vd. Grinten, Handboek, druk 8, bl. 280. no. 194.

123
'- -t•

b. .r., --
••••
f'. ; •

4.1‘ •
v---
IL -1

BB /:.%
843492 J , 843482
41f
41friAN REPUBU K ROOKS*
BESAR R. 1.500.000.000 00

SURAT =BARAN FINDJADIAN DARI SERATUS


RUPIAH 3 PER SERATVS

Mooed Leeeepoe Republik bedeilsia memeopliell


balm rm I plooljaero atm MGM po•Nosof W., WWII,

Dikelseeboo benbeedule promo Blemerl iserpa


lepoblik Iodated. Nu P.D./S.14mA Dpkoreb 19 Mani
1950 Jo Yams.= jay kepideeje d.M
erdeogussobris demon teacup pholpreal drum.
Dow' 111 Keno 1%019. LS

menus ■ 1•11•■11 •ILL•In. t AIM IS

MY OtAINT
Swam nsocom•
MOM"

*MINT* • 11•3P

19 * • 1' 7%
V 4 /i)
1,, -

C • • • •

P.11,110.11111117.

124
jaman obligasi yang merupakan akta di bawah tangan, yang ditanda-
tangani oleh direktur utama dan komisaris utama. Karena jumlah surat
obligasi itu banyak, maka tanda tanganfaksimile (tanda tangan cetakan)
diperkenankan. Sifat surat obligasi itu adalah surat pengakuan utang
sepihak, termasuk jenis surat kesanggupan membayar, seperti yang
dimaksud dalam Pasal 1878 ayat (1) KUHPER dan berdasar ayat
(3) pasal tersebut surat utang obligasi itu tidak diperlukan pengesahan.
Surat obligasi itu dapat diterbitkan atas nama (op naam) atau atas
pembawa (aan toonder), tetapi biasanya diterbitkan atas pembawa. 209
Suratobligsmehakpdgnyutkmeaih
bunga kepada perseroan, meskipun perseroan dalam keadaan merugi.
Bagaimanapun jugs penerbitan obligasi itu perlu dihindarkan, karena
hal ini adalah suatu pertanda bahwa modal perseroan sudah menipis.
Penerbitan surat obligasi ini mendesak kedudukan para pemegang
saham, karena pembayaran bunga kepada pemegang surat obligasi
hams didahulukan daripada pembayaran dividen bagi para pemegang
saham. Adalah bijaksana bila direksi perseroan memelihara kas ca-
dangan sebagai yang dimaksud dalam Pasal 48 KUHD, sebab kebi-
jaksanaan ini akan menghindarkan penerbitan obligasi. Pengeluaran
obligasi hanya dapat dipertanggungjawabkan, bila keadaan perseroan
dalam keadaan mendesak.
Sudah saya katakan di muka bahwa biasanya orang menerbitkan
surat obligasi atas-pembawa, karena itu maka pemegang obligasi satu
sama lain tidak mengenal, akibatnya mereka tidak dapat merupakan
satu kesatuan, yang dapat memberi bantuan kepada perseroan. Dan
itu biasanya perseroanlah yang memprakasai membentuk suatu badan
yang disebut "Kantor Kepercayaan" (Trustee Kantoor), yang bertugas
untuk mewakili para pemegang surat obligasi dan membela kepentingan-
kepentingannya. Dengan melalui kantor inilah para pemegang surat obli-
gasi dapat mengadakan rapat umum pemegang obligasi untuk memberi-
kan saran-saran yang menguntungkan bagi perseroan. Biasanya yang
ditunjuk sebagai "trustee" adalah seorang "bankir" atau "maskapai
kepercayaan" (trustmaatschappn), yang didirikan khusus untuk itu. 21

20) Dorhout Mees, Ned. Handels- en Faill, 1, druk 7, 1976, 61. 133, no. 4.136; Van
der Heijden, Handboek, druk 8, 1968, bl. 283, no. 196; Polak, Handboek, I, druk
5, 1935, bl. 377; Molengraaff, Leidraad, II, druk 9, 154, bl. 519.
Prodjodikoro, Hukum, 1969, hlm. 78; Soekardono, Hukum Dagang Indonesia,
op. cit., hlm. 169; Polak, op. cit., bl. 379.

125
Pinjaman obligasi itu diatur dalam PP No. 6 Tahun 1963 (L.N.
1963-7), yang dicabut dengan PP No. 20 Tahun 1973 (L.N. 1973-
26), tetapi tidak ada penggantinya. PP No. 20/1973, pasal 2 berbunyi:
"Izin mengeluarkan pinjaman obligasi yang telah diberikan kepada
bank/perusahaan/badan pemerintah maupun swasta berdasarkan PP
No. 6 Tahun 1963 tersebut pasal 1 PP ini tetap berlaku sampai ada
ketentuan lebih lanjut sebagaimana tersebut pada pasal 3 PP ini."
Sedangkan pasal 3 PP ini berbunyi: "Menteri Keuangan mengatur
lebih lanjut ketentuan-ketentuan yang diperlukan guna menampung
dan menyelesaikan hal-hal yang timbul sebagai akibat dari pencabutan
PP No. 6 Tahun 1963 tersebut pada pasal 1 PP ini."
Tiap-tiap obligasi itu selalu disertai seperangkat kupon dan talon-
nya. Kupon itu dipakai untuk minta bunga kepada perseroan pada
tiap-tiap tahun sesudah adanya pengumuman dari direksi perseroan.
Hak dan kewajiban pemegang obligasi ditentukan oleh isi dari obliga-
si itu sendiri. Meskipun begitu, bila orang menuntut berlakunya
syarat-sayat penerbitan atau ketentuan-ketentuan dalam anggaran
dasar yang tidak diambil dalam obligasi, tidak selalu ditolak oleh
Hakim.")
Hubungan hukum antara penerbit dan pemegang obligasi adalah
hubungan pinjam-mengganti (verbruiklening) sebagai yang diatur
dalam Bab XIII, Buku III, KUHPER. Kalau ada wanprestasi dari
pihak perseroan, pemegang obligasi tidak dapat minta pembubaran
perjanjian, tetapi penuntutan ganti kerugian, sebab peminjaman uang
dengan bunga tidak termasuk perjanjian timbal balik." )
Adapun jenis-jenis obligasi dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Obligasi biasa.
Pemegang obligasi adalah berbeda dengan pemegang saham.
Pemegang obligasi selalu mendapat bunga, meskipun perseroan
dalam keadaan merugi, tetapi sebaliknya, pemegang saham tidak
menerima dividen kalau perseroan dalam keadaan merugi, dan
akan menerima dividen banyak bila perseroan dalam keadaan
untung besar. Bunga yang diterima oleh pemegang obligasi selalu
tetap jumlahnya, sebaliknya dividen yang diterima oleh peme-
gang saham selalu berubah-ubah sesuai dengan untung ruginya
perseroan. Inilah obligasi biasa.

") Molengraaff, op. cit., bl. 522.


23) Molengraaff, op. cit., bl. 521.

126
b. Obligasi pendapatan dan keuntungan
Menurut Polak dan Van der Heijden, 241 sering-sering kepada
pemegang obligasi di samping bunga tetap, dijanjikan akan di-
beri sebagaimana dari keuntungan perseroan. Obligasi jenis ini
disebut obligasi pendapatan (inkomstobligatie). Apabila
kepada pemegang obligasi dibayar bunganya hanya dari keun-
tungan yang didapat saja, maka ini disebut obligasi keuntungan
(winstdelende obligatie). Obligasi keuntungan ini, meskipun secara
juridis berbeda dengan saham, tetapi ekonomis keduanya adalah
berdekatan. Bukankah dapat ditetapkan bahwa bunga obligasi
jumlahnya sama dengan dividen pada saham dan obligasi baru
dapat dituntut dan dibayar kembali pada waktu pembubaran perse-
roan. 25)
c. Obligasi tukar
Ada sejenis obligasi, yang tidak atau dengan syarat-syarat tertentu
atau dalam jangka waktu tertentu dapat ditukar dengan saham.
Obligasi jenis ini disebut "obligasi tukar" (converteerbare obli-
gatie). Penerbitan obligasi jenis ini hams mengingat ketentuan-
ketentuan dalam akta pendirian. Dengan mengganti obligasi jenis
ini, sudah tentu menambah jumlah saham-saham yang telah ada.
Dan itu jumlah modal perseroan hams sedemikian besar, sehingga
cukup untuk menampung banyaknya obligasi tukar. 26)

138. SERTIFIKAT SAHAM


Sertifikat saham (certificaat van aandelen)27) atau akta pemberian
bagian keuntungan adalah bukti hak atas bagian keuntungan, yang
dikeluarkan oleh dan atas nama kantor administrasi berdasarkan sa-
ham-saham yang dimilikinya. Kantor Administrasi dimaksud adalah
suatu perusahaan yang begerak di bidang efek-efek. Perusahan itu
membeli saham-saham yang aman dan menguntungkan dengan nilai
uang asing atau uang nasional, sesudah mana perusahaan itu mener-
bitkan sertifikat-sertifikat atas namanya sendiri berdasarkan saham-
saham yang telah dibeli dan dikuasainya. Sertifikat itu dijual dengan

241 Polak, op. cit., bl. 379, 380; Van der Heijden, op. cit., no. 195; Molengaaff, op.
cit., bl. 523; Vollmar, op. cit., no. 144.
1 '1 Van der Heijden, op. cit., no. 195.

26)Mid, no. 196.


27) Molengraaff, op. cit., bl. 249; V.d. Heijden, no. 197; Polak, bl. 384.

127
harga yang dapat dicapai oleh daya beli rakyat banyak. Menurut
MolengraafP ) di Nederland perusahaan semacam itu disebut "Ad-
ministratie Kantoor" atau "Beschermingscomite". Di Indonesia Peru-
sahaan semacam itu juga ada, yaitu:
PT Danareksa. PT Danareksa tersebut adalah perusahaan perse-
roan, dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 52 Tahun
1976 dengan akta Notaris J.N. Siregar di Jakarta, tanggal 28 Desember
1976, No. 74, yang telah disahkan dengan Keputusan Menteri Kehakim-
an RI tanggal 12 Juli 1977 No. YA 5/353/21, beralamat di Jalan Merdeka
Selatan No. 13 Jakarta. PT Danareksa membeli saham dan PT Semen
Cibinong, Bogor, Jakarta, sebanyak 150.000 lembar saham biasa a
US$ 10,- nominal. Jadi, semua bernilai US$ 15.000.000,-. Saham asli
disimpan di Kantor Pusat Bank Negara Indonesia 1946 di Jakarta.
Berdasarkan atas saham PT Semen Cibinong yang telah dibeli dan
dikuasai, PT Danareksa menerbitkan sertifikat atas pembawa untuk
saham biasa PT Semen Cibinong sebanyak 148.200 lembar masing-
tnasing dengan harga nominal Rp 10.000,-. Sertifikat saham ini mulai
dijual umum pada tanggal 10 Agustus 1977 (contoh terlampir).
Persoalan, siapakah yang menjadi pemilik saham PT Semen Ci-
binong, apakah pemegang sertifikat ataukah PT Danareksa? Mo-
lengraaff29) mengatakan: "Eigenaar van het aandeel is de certificaat-
houder en niet het administratiekantoor" (pemilik saham adalah peme-
gang sertifikat dan bukan kantor administrasi). Jadi, dalam hal sertifikat
PT Danareksa, maka pemilik saham PT Semen Cibinong adalah pe-
megang Sertifikat dan bukan PT Danareksa.
Dalam hal ini PT Danareksa merupakan pemegang kuasa darn para
pemegang sertifikat untuk melakukan hak-hak pemegang saham ter-
hadap PT Semen Cibinong, sedang pemegang sertifikat tidak ada hu-
bungan langsung dengan PT Semen Cibinong. Hak-hak pemegang
saham dilakukan sepenuhnya oleh penerbit sertifikat (PT Danareksa)
dan tidak ada sisanya bagi pemegang sertifikat.

D. ALAT PERLENGKAPAN PERSEROAN TERBATAS

139. RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM


Sebagai badan hukum perseroan terbatas hanya dapat mengambil kepu-

Molengraaff, op. cit., bI. 527.


"' Molengraaff, op. cit., bl. 527.

128
SIRYIfIVAT

P.T. DANAREKSA
1.13/33661me Marla
01.101o. loolsorim Ism MOM I. I Ms. 1n Oo. *Ms. P.A.
j.o. Moe.. Nem% A Mom MMus! 21 Om* 11* ids. Al &Mho
mop. km... mom UM* I I isamoull ON n e w A. MAIL
AboyA 7.1.. WM. MosiM IMO* IS. Mom Ma
loom Mogi WPM
Moom WM, NOM SUM.

WHIM "AIWA MASA I

P. T. B A T INDONESIA
beelmialwire w Miris
171• s Ouso. M. AN Mom. NOM* Oeso...• HMO r13=
mu, 7 Asom 1MI Mom me M.V. NCO WOTAN COMM
bobsOM•es r CUM. MO 'Mk Mambo. ONIM
I.C
Ossm. MOM * OSIOrfr rst.rlon 110•••• Mow M.
M.O..
Mfrs.. Dom Om ors sm.. MA bolos•l. boltr**** 0•0
=MIT 4hi
asstruls=sor* ".AltMAM 1 11.
ok•Our lime. WM* no doom Ma
* °Yaw MVP Near steno - P.T.
IA T " A Mom
momeut on MIWASIU S AMA, SALAAM MAY PT. SA t MOM*
MooMeemsMs NOMINAL Ip.

NOMINAL Rp.
(LIMA RIBU RUPIAH)
1.001.1.1.‘Mopyifta OM Msom•sa P. t SAT 11001111A Mow
swami M mama.— UOM M LOOM Mbar Mao lasso •
Is. ssobol. AMA Ms* dieMMOMM. Gish P.1.
*mu Mb Sostamme PloosAs • 1MM Mot
OdoNsAu Mom. a MM.
Nam MI ...M+ N mu omsmo. proems Mosots. or Moe MS.
SO. LW- ser Moo. WM IsMod MoSsm Sow 1.01110 ~AIM
dsOmMoso. N. OsO Moo MOM • M. 1M. MoodA
Moos. IS
P. T. OAM SA.

W MUM MIRE. M. tie. OM Alma 10M No N. AYR V. Y. MI.

••■•••■■■•• mme•■•••

129
tusan atau berbuat dengan perantaraan alat perlengkapannya, yaitu orang
atau orang-orang dalam hubungan tertentu dangan PT, yang meng-
ambil keputusan atau berbuat tidak untuk din sendiri, tetapi atas nama
perseroan. Keputusan atau perbuatan yang demikian asal dilakukan
dalam batas kewenangan yang telah ditentukan dalam hukum atau
akta pendirian, mengikat perseroan dan tidak mengikat orang-orang
yang menjalankan secara pribadi. Adapun alat perlengkapan tesebut
ialah:
a. Rapat umum pemegang saham;
b. Pengurus;
c. Komisaris.
Rapat umum pemegang saham adalah alat perlengkapan perseroan,
yang merupakan kekuasaan yang tertinggi dalam perseroan, yang me-
laksanakan pimpinan tertinggi atas perusahaan. Meskipun kedudukan
rapat umum ini sangat penting dalam perseroan, tetapi KUHD tidak
banyak mengatur, malahan mengadakan rapat umum saja tidak diha-
ruskan, misalnya:
a. Pasal 55 ayat (2) KUHD menentukan bahwa pemberitahuan ten-
tang untung rugi perseroan kepada para pemegang saham dapat
dilakukan dengan cara:
1) dalam rapat umum pemegang saham, atau
2) mengirimkan daftar untung rugi tersebut kepada tiap-tiap peme-
gang saham, atau
3) menyediakan daftar untung rugi tesebut di kantor perseroan
untuk dapat dilihat oleh tiap-tiap pemegang saham.
b. Pasal 52 ayat (1) dan (2) KUHD menentukan bahwa mengenai
verifikasi pertanggungjawaban direksi tidak hams dilakukan oleh
rapat umum pemegang saham, melainkan dianggap cukup dilakukan
oleh komisaris atas nama pemegang saham.
Di Nederland, keharusan adanya rapat umum pemegang saham
tiap-tiap tahun itu ditetapkan dalam Pasal 43a ayat (1) W.v.K. Neder-
land, yang berbunyi: "Jaarlijks wordt ten minste een algemene ver-
gadering gehouden" (Tiap-tiap tahun diadakan paling sedikit satu kali
rapat umum pemegang saham). Sedangkan di Indonesia ketentuan
yang demikian tidak ada di KUHD. Dan sebab itu mengenai peraturan
tentang luas kewenangan dan lain-lain hal mengenai rapat umum hams
dicari dalam akta pendirian atau dalam anggaran dasar perseroan.
Biasanya yang mengundang dan mengetuai rapat umum itu adalah
direktur utama perseroan (contoh terlampir).

130
PANGGILAN
RAPAT UMUM TAHUNAN
PEMEGANG SAHAM
PT

Memenuhi ketentuan Anggaran Dasar Perseroan Pasal 14 dan


Pasal 15 dengan ini Direksi PT mengundang para
Pemegang Saham untuk menghadiri Rapat Umum Tahunan
Pemegang Saham PT pada:
Hari : Sabtu
Tanggal : 30 Juni 1979
Waktu : 13.00
Bertempat di : Kantor PT
JI. Abdul Muis
Jakarta Pusat
Dengan acara:
1. Laporan Direksi
2. Pengesahan Neraca & Perhitungan Rugi/Laba
Tahun 1978
3. Pemilihan Presiden Komisaris dan Presiden Direktur
4. Lain-lain
Diharapkan kehadiran para Pemegang Saham tepat pada
waktunya.

Laporan Direksi serta Perhitungan Rugi/Laba dan Neraca Tahun


1978 dapat dilihat di Kantor PT mulai tanggal
20 Juni 1979.

Jakarta, 15 Juni 1979


DIREKSI PT

140. HAK BERSUARA PEMEGANG SAHAM


Hak bersuara pemegang saham diatur dalam Pasal 54 (lama) KUHD
yang menentukan bahwa:
a. Hak suara para pesero hams diatur dalam akta pendirian perseroan
dengan pedoman:

131
1) Bila modal perseroan itu terdiri dari 100 buah saham atau lebih,
maka tiap-tiap pemegang saham paling banyak mengeluarkan
6 suara bagi dirinya;
2) Bila modal perseroan itu terdiri kurang dari 100 buah saham,
maka tiap-tiap pemegang saham hanya boleh mengeluarkan
paling banyak 3 suara;
b. Direksi dan komisaris dalam pemungutan suara tidak boleh ber-
tindak sebagai pemegang kuasa.
Rasio dari Pasal 54 ayat (1) KUHD itu ialah untuk mencegah
terkumpulnya banyak suara dalam satu Tangan. Tetapi dalam praktik,
rasio ini dapat diterobos dengan adanya "stroman" (pesero kedok),
bila saham itu diterbitkan atas pembawa (aan toonder). Keputusan
rapat umum pemegang saham, dalam mana terdapat "stroman" ter-
sebut, dapat digugat, kalau dapat dibuktikan bahwa pemegang saham
"stroman" itu bukanlah pemilik saham, tetapi kedok belaka. Pembuktian
mengenai ini sukar dilakukan, lebih-lebih dengan adanya Pasal 534
KUHPER bsd. Pasal 1 KUHD, yang menganggap bahwa setiap pe-
megang saham itu adalah pemiliknya, kecuali bila dapat dibuktikan
bahwa dia adalah pemegang milik orang lain.
Dalam rapat umum pemegang saham, pemegang saham dapat
mengirimkan wakilnya untuk mengeluarkan suaranya. Wakil itu boleh
setiap orang yang cakap berbuat, kecuali direksi dan komisaris (Pasal
54 ayat (2) KUHD). Rasio dari larangan itu ialah karena rapat umum
pemegang saham itu diadakan justru untuk mengontrol pekerjaan
mereka. Bila direksi dan komisaris itu dapat duduk sebagai wakil para
pemegang saham, maka keputusan rapat umum pemegang saham itu
dapat dipengaruhi.
Pasal 54 KUHD ini sekarang dianggap kurang memuaskan, karena
alasan-alasan tersebut dan lain-lain, dan karena itu pasal ini diubah
dengan UU No. 4 Tahun 1971 (LN 1971-20, m.b. 29 Maret 1971),
yang berbunyi sebagai berikut:
a. Hanya para pemegang saham yang berhak mengeluarkan suara.
Setiap pemegang saham sekurang-kurangnya berhak mengeluar-
kan satu suara;
b. Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan
harga nominal yang sama, maka setiap pemegang saham berhak
mengeluarkan suara sebanyak jumlah saham yang dimilikinya;
c. Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan
harga nominal yang berbeda, maka setiap pemegang saham berhak

132
mengeluarkan suara sebanyak kelipatan dari harga nominal saham
yang terkecil dari perseroan terhadap keseluruhan jumlah harga
nominal dari saham yang dimiliki pemegangnya. Sisa suara yang
belum mencapai satu suara tidak diperhitungkan;
d. Pembatasan mengenai banyaknya suara yang berhak dikeluarkan
oleh pemegang saham dapat diatur dalam akta pendirian dengan
ketentuan bahwa seorang pemegang saham tidak dapat mengeluar-
kan lebih dari enam suara, apabila modal perseroan terbagi dalam
seratus saham atau lebih, dan tidak dapat mengeluarkan lebih dari
tiga suara, apabila modal perseroan terbagi dalam kurang dari
seratus saham;
e. Tidak seorang pengurus atau komisaris dibolehkan bertindak seba-
gai kuasa dalam pemungutan suara (lihat lampiran III).
Perubahan Pasal 54 KUHD ini dianggap lebih jelas dan dapat
menghindarkan usaha-usaha semacam "stroman" tersebut di atas.

141. PERUBAHAN PASAL 54 KUHD


Sebagai telah kita ketahui bahwa Pasal 54 KUHD telah diubah dan
ditambah dengan UU No. 4 Tahun 1971 (LN 1971-20), m.b. 29 Ma-
ret 1971. Pasal 54 (lama) KUHD itu mengenai sistem hak suara
terbatas, yang singkatnya adalah sebagai berikut:
a. Bila modal sebuah PT terbagi dalam 100 buah saham atau lebih,
maka seorang pemegang saham paling banyak hanya dapat menge-
luarkan 6 suara, meskipun dia mempunyai lebih dari 6 buah saham;
b. Bila modal perseroan terbagi dalam kurang dari 100 saham, maka
seorang pemegang saham paling banyak hanya dapat mengeluar-
kan 3 suara, meskipun dia mempunyai lebih dari 3 buah saham.
Adapun perubahan dan tambahan sebagai yang disebut dalam UU
No. 4 Tahun 1971 mengandung 2 sistem hak suara, yaitu: hak suara
tebatas dan hak suara tak terbatas. Dengan adanya UU No. 4
Tahun 1971 itu sistem hak suara terbatas tidak dihapus, tetap diper-
tahankan dan ditambah dengan sistem hak suara tak terbatas. Dalam
UU No. 4 Tahun 1971, sistem hak suara terbatas diatur dalam ayat
(4), sedangkan sistem hak suara tak terbatas diatur dalam ayat (1),
(2), dan (3), yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Hanya para pemegang saham yang berhak mengeluarkan suara.
Setiap pemegang saham sekurang-kurangnya berhak menge-
luarkan satu suara.
(2) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan

133
harga nominal yang sama, maka setiap pemegang saham berhak
mengeluarkan suara sebanyak jumlah saham yang dimilikinya.
(3) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan
harga nominal yang berbeda, maka setiap pemegang saham ber-
hak mengeluarkan suara sebanyak kelipatan dan harga nominal
saham yang terkecil dan perseroan terhadap keseluruhan jumlah
harga nominal dari saham yang dimiliki pemegangnya
Sisa suara yang belum mencapai satu suara tidak diperhitungkan.
Jadi, sistem hak suara tak terbatas ialah suatu sistem yang menetapkan
bahwa setiap pemegang saham sekurang-kurangnya berhak mengeluar-
kan satu suara (Pasal 1, ayat (1), kalimat kedua, UU No. 4 Tahun 1971),
misalnya: seorang pemegang saham memiliki 63 buah saham, maka dia
berhak mengeluarkan 63 suara dalam rapat umum pemegang saham,
tidak peduli apakah modal perseroan itu terbagi dalam 100 buah sa-
ham atau lebih, maupun terbagi dalam kurang dari 100 buah saham.
Dengan adanya undang-undang ini, maka sebuah perseroan yang
telah berdiri dengan sistem hak suara terbatas, tidak perlu mengubah
anggaran dasarnya, kecuali kalau PT itu justru akan mengubah sistem
hak suaranya menjadi sistem hak suara tak terbatas. Bagi perseroan
terbatas yang akan didirikan dapat memilih salah satu dan sistem-
sistem tersebut, apakah ingin sistem hak suara terbatas, apakah ingin
sistem hak suara tak terbatas.
Perubahan dan penambahan Pasal 54 KUHD itu erat hubungannya
dengan:
a) UU No. 9 Tahun 1969 (LN 1969-16), tentang "Bentuk-bentuk
Usaha Negara";
b) UU No. 6 Tahun 1968 (LN 1968-33), tentang "Penanaman Modal
Dalam Negeri".
c) UU No. 1 Tahun 1967 (LN 1967-1), tentang "Penanaman Modal
Asing".
Untuk menghindari adanya "pemegang saham kedok" (stromans-
aandeelhouder), maka Pasal 1 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1971 itu
menentukan: "Hanya pemegang saham yang berhak mengeluarkan
suara." Jadi, yang dapat datang dalam rapat umum para pemegang
saham atau rapat-rapat lainnya hanyalah pemegang saham sendiri
atau kuasanya yang sah. Usaha lainnya untuk menghindari adanya
"pemegang saham kedok" ialah bila surat saham itu diterbitkan atas
nama (op naam).
Alasan apakah yang menjadi sebabnya, Pasal 54 KUHD itu diubah

134
dan ditambah dengan UU No. 4 Tahun 1971, kita dapat membaca
salah satu alinea (alinea 6) dari Keterangan Pemerintah tentang RUU
tentang Perubahan dan Penambahan atas ketentuan Pasal 54 ayat
(1) KUHD (S. 1847-23), pada tanggal 6 Mei 1970 di hadapan sidang
pleno DPR-GR yang berbunyi sebagai berikut: "Pada waktu ini dalam
bidang pemasaran uang dan modal (bursa) serta bidang baik penanam-
an modal dalam negeri maupun penanaman modal asing yang dalam
pelaksanaannya menggunakan antara lain bentuk perseoan terbatas
sebagai alat guna mewujudkan hasil usahanya, Pasal 54 ayat (1)
KUHD, yang mengatur hak suara seorang pemegang saham secara
sistem terbatas, merupakan hambatan dalam melancarkan pengerah-
an dana yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sambil menunggu
suatu peninjauan kembali secara keseluruhan mengenai bentuk-bentuk
usaha komersiil sebagai termaksud di atas, maka suatu perubahan
"partieel" atas Pasal 54 ayat (1) KUHD dapat memenuhi kebutuhan
pengaturan hukum dalam pengerahan dana, guna memperbaiki dan
membangun ekonomi nasional dalam waktu yang lebih singkat."
Perseroan terbatas dengan sistem hak suara terbatas dalam kenya-
taannya sukar menarik modal dari masyarakat guna memperluas usa-
hanya, karena menambah modal berarti bertambah banyaknya "kon-
trol" dai pemegang saham yang memiliki presentase modal yang besar.
Demikianlah sistem hak suara terbatas ini sukar dapat menghasilkan
perseroan terbatas, di mana masyarakat dapat ikut serta untuk usaha-
usaha yang besar seperti pertambangan dan lain-lain. Dengan sistem
hak suara tak terbatas, dalam pengertian setiap pemegang saham
dapat mengeluarkan suara sebanyak jumlah saham yang dimiliki, dapat
dihimpun dana-dana yang ada dalam masyarakat, dengan perkataan
lain, masyarakat dapat ikut serta dalam pembangunan ekonomi. Dalam
usaha menghidupkan kembali pasar uang dan modal, maka adanya
sistem hak suara tak terbatas ini dapat menstimulir dan melancarkan
usaha tersebut, sehingga menambah aktivitas dunia perdagangan pada
khususnya dan ekonomi nasional pada umumnya. Di sinilah letak
urgensi diadakannya perubahan dan penambahan pada Pasal 54 ayat
(1) KUHD tersebut."

142. PERSOALAN "PEMEGANG SAHAM KEDOK"


Sebagai telah diketahui bahwa Pasal 54 KUHD telah diubah dan
ditambah dengan UU No. 4 Tahun 1971 (LN 1971-20, m.b. 29 Maret
1971). .tadi, sebelum tanggal 29 Maret 1971, berlakulah Pasal 54 KURD,

135
yang isi pokoknya ialah: seorang pemegang saham paling banyak
hanya dapat mengeluarkan 6 suara, bila modal perseroan terbagi dalam
100 lembar saham atau lebih, dan paling banyak 3 suara, bila modal
perseroan terbagi dalam kurang dari 100 lembar saham, meskipun
saham yang dimilikinya lebih dari 6 lembar.
Menurut Pasal 54 (lama) KUHD, seorang pemegang saham dari
perseroan terbatas, yang modalnya terbagi dalam 1000 lembar saham,
memiliki 750 lembar saham dalam rapat umum pemegang saham
hanya diperbolehkan mengeluarkan 6 (enam) suara. Sebagai seorang
pemegang saham yang memiliki 3/4 seluruh saham perseroan, sudah
tentu merasa tidak senang bila suaranya dikalahkan oleh beberapa
orang pemegang saham yang masing-masing hanya memiliki selembar
saham. Dalam praktik ada jalan bagi pemegang saham 750 lembar itu
untuk memaksakan kehendaknya kepada perseroan, yakni: dia mem-
bagi sahamnya menjadi 125 tumpuk masing-masing 6 lembar saham.
Tiap tumpuk diserahkan kepada seorang kepercayaannya, dengan
perintah agar dalam rapat mengajukan pendapat yang sesuai dengan
pendapatnya. Dengan cara ini maka pemegang saham ash bisa men-
desakkan kehendaknya pada rapat. Pelaksanaan cara tersebut diper-
mudah bila sahamnya atas pembawa. Orang-orang kepercayaan pe-
megang saham ash itu bukan pemilik saham yang berhak, melainkan
orang yang berbuat untuk kepentingan orang lain. Orang-orang ini
disebut "pemegang saham kedok" atau "stromannen". Hal ini dapat
berlangsung terus sampai ada putusan dari Hoge Raad tanggal 4 Juni
192030 yang berpendapat bahwa "de aan het aandeel verbonden
bevoegdheid tot de uitoefening van de rechten, waarop het aanspraak
geeft, (slechts) toekomt aan hem die daarvan eignaar is, of aan wien
deze zulks binnen de grenzen van wet en statuten heefi opgedragen"
(Kewenangan yang timbul dari saham untuk melaksanakan hak, yang
memberikan tuntutan-tuntutan, hanya diberikan kepada pemilik saham
atau kepada orang yang dikuasakan dalam batas-batas undang-undang
dan anggaran dasar). Menurut ajaran ini, tiap-tiap keputusan rapat
dapat dituntut kebatalannya dengan cara mendalilkan dan kalau perlu
membuktikan bahwa dalam pemungutan suara temasuk pesero kedok
(stromannen), yakni orang-orang yang bukan pemilik saham, tetapi
menampilkan dirinya seolah-olah dia adalah pemilik saham ash.
Ajaran H.R. tersebut di atas menimbulkan banyak kritik. Pertama,

") H.R. 4 Juni 1920, W. 10603 MFF., N.J. 1920, bl. 712, Hoetink no. 20.

136
ajaran itu tidak mengakui adanya kekuatan surat berharga atas pem-
bawa sebagai alat bukti-diri (legitimatiemiddel) dan kedua meremeh-
kan iktikad baik perseroan terhadap pemegang saham atas pembawa.
Pemegang saham atas pembawa dapat dan hams dipandang sebagai
yang berhak, yakni sebagai pemilik dari surat saham atas pembawa
itu, selama perseroan tidak ada alasan untuk meragukan, sama halnya
seperti persoalan pembayaran dengan iktikad baik kepada seseorang
yang menguasai sebuah piutang atas pembawa, dapat membebaskan
debitur dari perikatannya (Pasal 1386 KUHPER). Akhirnya timbul
pendapat yang lebih memuaskan, yaitu: keputusan rapat hanya dapat
digugat, bila dapat dibuktikan bahwa perseroan dalam pemungutan
suara memasuldcan pemegang-pemegang saham, yang telah dike-
tahuinya bahwa mereka bukanlah orang-orang yang berhak.
Dengan pendapat terakhir ini, yang baik juridis maupun praktis
lebih memuaskan hasilnya, persoalan "pesero kedok" (stromannen)
belumlah lenyap dengan perubahan dan tambahan Pasal 54 (lama)
KUHD, sebab dalam UU No. 4 Tahun 1971 masih dibolehkan mem-
pergunakan sistem hak suara terbatas. Persoalan "pesero kedok"
agak kurang menonjol, karena UU No. 4 Tahun 1971 itu mengizinkan
juga penggunaan sistem hak suara terbatas, yang bisa melenyapkan
"pesero kedok" tersebut. Persoalan "pesero kedok" juga tidak begitu
merangsang, bila surat saham diterbitkan atas nama.

143. PRINSIP SUARA TERBANYAK DAN PRINSIP DIWAKILINYA BAGIAN


TERTENTU DARI MODAL YANG DITEMPATKAN
Penggunaan hak suara oleh para pemegang saham diatur dalam ang-
garan dasar, misalnya ada aturan dalam anggaran dasar suatu perse-
roan yang berbunyi: "Kecuali bila dalam anggaran dasar ini ditentukan
lain, maka segala keputusan diambil dengan suara terbanyak." Keten-
tuan ini mengandung prinsip "suara terbanyak." Prinsip suara ter-
banyak ini juga diatur dalam Pasal 1659 KUHPER yang berbunyi:
"Jika dalam akta pendirian, perjanjian-perjanjian dan reglemen-regle-
mennya tidak diatur tentang ketentuan-ketentuan mengenai hak suara,
maka masing-masing anggota suatu perkumpulan mempunyai hak yang
sama untuk mengeluarkan suaranya, sedangkan segala keputusan
diambil dengan suara terbanyak."
Mengenai hal-hal yang penting, misalnya mengenai perubahan
anggaran dasar, pengangkatan dan pemberhentian direksi dan/atau
komisaris, pernanjangan waktu perseroan dan lain-lain, dalam anggaran

137
dasar dapat ditetapkan adanya suara terbanyak khusus yang hams
dicapai atau dapat ditetapkan harus diwakilinya bagian tertentu
dari modal yang ditempatkan, dapat pula kedua prinsip terakhir ini
dipersatukan. Hal ini perlu ditetapkan demikian, agar hal yan begitu
penting ini tidak hanya diputuskan oleh rapat umum para pemegang
saham yang dihadiri oleh beberapa orang pemegang saham saja, se-
hingga sebagian besar pemegang saham tidak menghadirinya, akibat-
nya tidak mengetahuinya. Atau ada kemungkinan hal yang penting itu
hanya diputuskan dengan suara terbanyak, yang berarti bahwa hal
yang penting itu disamakan dengan hal biasa. Misal ketentuan menge-
nai prinsip suara terbanyak khusus yang dihubungkan dengan prinsip
diwakilinya bagian tertentu dan modal yang ditempatkan ialah: "Peru-
bahan atas ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar ini termasuk
pula perubahan nama, tempat kedudukan dan tujuan perseroan, pem-
bubaran perseroan sebelum waktu yang ditentukan atau di kemudian
hari diperpanjang lagi, memperbesar atau memperkecil modal persero-
an, hanya dapat terjadi dengan keputusan suatu rapat umum luar
biasa para pemegang saham yang khusus dipanggil untuk keperluan
itu, dalam rapat mana hams diwakili sekurang-kurangnya 2/3 (dua
pertiga) dari modal yang telah ditempatkan, dan usul hams disetujui
oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dart jumlah suara yang
dikeluarkan dengan sah."

144. KEPUTUSAN RAPAT YANG SAH


Cara untuk mendapatkan keputusan rapat yang sah ialah bila hal-hal
tersebut di bawah ini dilaksanakan secara seksama:
a. Cara dan tenggang-tenggang pemanggilan para pemegang saham;
b. Cara-cara menetapkan keputusan (suara terbanyak, suara ter-
banyak khusus dan/atau perwakilan bagian tertentu dari modal
yang ditempatkan);
c. Tidak melanggar undang-undang, anggaran dasar dan hukum,
termasuk hukum yang tidak tertulis.
Keputusan rapat yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut di
atas adalah sah. Tetapi kalau kemudian temyata bahwa cars pemang-
gilan para pemegang saham untuk rapat umum formil ada cacat-
nya, maka keputusan rapat yang demikian itu dapat digugat di muka
pengadilan. H.G.H., dalam keputusannya tanggal 3 Februari 1916 3 ')

31) H.G.H. 3 Februari 1916, T. 108-422.

138
menetapkan bahwa keputusan rapat yang cata pemanggilannya tidak
sah, adalah batal, karena rapat itu tidak sah. Pembatalan itu terjadi
demi hukum, dan karenanya tidak perlu dituntut di muka Hakim.
Bagaimana kalau cara penetapan keputusan rapat melanggar Pa-
sal 54 KUHD atau anggaran dasar yang mengatur pelaksanaan
Pasal 5 KUHD itu. Prof. Soekardono" ) berpendapat bahwa keputusan
yang demikian itu tidak mempunyai kekuatan hukum, sebab Pasal 54
KUHD itu sebelumnya bersifat materiil dan pelanggaran atasnya ber-
akibat batalnya keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat itu.
Mengenai keputusan-keputusan yang melanggar aturan-aturan
selain dari anggaran dasar,perlu ditinjau satu demi satu. Bila kepu-
tusan itu murugikan banyak pemegang saham, maka keputusan itu
dapat dimintakan kebatalannya. Tetapi bila hanya beberapaorang pesero
saja yang dirugikan, maka hanya merekalah yang berhak mengajukan
keberatan.
Bila keputusan itu melanggar undang-undang yang bersifat
memaksa, maka keputusan rapat yang bersangkutan menjadi batal.
Misalnya keputusan yang menghapuskan kewajiban tiap-tiap pemegang
saham untuk menyetor penuh jumlah saham yang dimilikinya (Pasal
40 ayat (2) bsd. Pasal 41 KUHD).
Keputusan yang melanggar hukum tidak tertulis, akan tampak
tidak layak dan tidak pantas (onredelijk en onbilhjk). Dasar hukum
mengenai ini dapat dicari dalam Pasal 23 A.B., Pasal 1338, 1339, dan
1365 KUHPER. Untuk menetapkan apakah suatu keputusan rapat
tidak pantas atau tidak layak, hams ditinjau keputusan demi keputusan,
hal-hal yang mendahului keputusan itu, pula hal-hal yang mempengaruhi
terjadinya keputusan dan akibat-akibat yang mungkin ditimbulkan oleh
keputusan itu. Contoh keputusan yang tidak layak atau tidak pantas
ialah keputusan tentang pengangkatan seorang komisaris yang temyata
mejadi advokatnya salah seorang pemegang saham. Menaikkan gaji
direksi di luar kesanggupan perseroan.

145. PEMBATALAN KEPUTUSAN RAPAT YANG MELANGGAR UNDANG-


UNDANG, ANGGARAN DASAR DAN HUKUM
Mengenai siapa yang berhak minta pembatalan keputusan rapat yang
melanggar undang-undang, anggaran dasar atau hukum dapat diuraikan
sebagai berikut:

32) Soekardono, Hukum Dagang I, Bagian 2, cet. 3, hlm. 147.

139
a. Bila keputusan rapat yang melanggar undang-undang, anggaran
dasar atau hukum itu menimbulkan kerugian bagi perseroan, maka
tiap-tiap pemegang saham dapat menuntutnya, meskipun dia pada
waktu rapat menyetujuinya;
b. Bila keputusan itu hanya merugikan beberapa pemegang saham
saja, maka hanya mereka inilah yang berhak menyatakan bahwa
keputusan itu tidak berlaku bagi mereka;
c. Bila keputusan itu juga merugikan pihak ketiga, maka pihak ketiga
inipun dapat menuntut pembatalan keputusan itu. Misalnya, pada
suatu keputusan yang memerintahkan dilanjutkannya usaha per-
seroan yang sudah menderita rugi 75% dari modal yang ditempat-
kan, jadi melanggar Pasal 47 ayat (2) KUHD.
Untuk kepentingan pembentukan KUHD nasional Indonesia, sehu-
bungan dengan soal-soal tersebut di atas, Prof. Soekardono meng-
usulkan:")
1) agar dalam KUHD nasional Indonesia diadakan peraturan-
peraturan dasar mengenai rapat umum pemegang saham;
2) agar ditentukan tenggang tertentu untuk menuntut pembatalan
keputusan rapat umum para pemegang saham kepada Hakim.

146. IKHTISAR RAPAT


Segala sesuatu yang dibicarakan dalam rapat hams dicatat dalam
buku catatan yang disebut: ikhtisar rapat (notulen rapat). Dalam akta
pendirian dapat ditetapkan siapa yang menyusun dan siapa yang me-
nanda tangani ikhtisar rapat tersebut. Kekuatan pembuktian ikhtisar
rapat ini tidak bisa ditentukan lebih dulu, tergantung dari penilaian
Hakim yang memeriksanya. Kalau orang ingin mendapat jaminan yang
lebih kuat mengenai kekuatan pembuktian ikhtisar rapat itu, maka
ikhtisar rapat itu hams dibuat oleh notaris dalam suatu proses verbal
yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempuma di muka Hakim
(Pasal 1870 KUHPER).

E. PENGURUS

147. KEDUDUKAN HUKUM PENGURUS


Telah saya katakan di muka bahwa alat perlengkapan perseroan ialah:
rapat umum pemegang saham, pengurus dan komisaris. Mengenai

") Soekardono, op. cit., hlm. 149.

140
alat perlengkapan yang pertama telah saya bicarakan dalam bagian
"D", sekarang tiba saatnya saya membicarakan tentang "pengurus".
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa rapat umum pemegang saham
adalah kekuasaan tertinggi organisasi perseroan. Dalam rapat umum
pemegang saham ditetapkan siapa-siapa yang menjadi pengurus,
kecuali pengurus yang pertama, yang telah ditetapkan dalam akta
pendirian. Pengurus ini biasanya disebut direksi, dan menurut Pasal
44 ayat (2) KUHD tidak boleh bila sewaktu-waktu pengurus yang
telah ditetapkan itu temyata kurang cakap, sehingga merugikan per-
seroan, maka rapat umum pemegang saham dapat menggantinya
dengan pengurus lain. Penetapan direksi itu biasanya disertai dengan
penetapan gaji atau honorarium, tantieme dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Jadi, hubungan hukum antara pengurus dengan rapat pemegang saham
adalah hubungan perburuhan dan pemberian kuasa.
Kalau peraturan pengangkatan pengurus yang diatur dalam ang-
garan dasar itu ada syarat-syaratnya, maka klausul yang demikian itu
disebut "otokratis atau oligarkhis", misalnya adanya sebuah klausul
yang berbunyi: pengurus hams dipilih dan diangkat dari orang-orang
yang diusulkan oleh komisaris. Ini biasanya hanya untuk menolong
sahabat-sahabat atau kenalannya sendiri saja. Karena klausul sema-
cam ini dapat mengakibatkan kemunduran perseroan, maka sebaiknya
adanya klausul semacam ini dihindari.
Rapat umum pemegang saham, meskipun mempunyai kekuasaan
tertinggi, tetapi tidak dapat melaksanakan sendiri kekuasaannya itu
tiap-tiap hari, malahan kadang-kadang mencampuri saja tidak dapat.
Rapat umum tersebut paling banter hanya dapat memberi pedoman
atau garis-garis besar tindakan-tindakan yang harus dilakukan. Pengu-
rus dan penguasaan perseroan tiap-tiap harinya diserahkan kepada
pengurus, yang hams menjalankan perusahaan sesuai dengan pedoman
yang telah diberikan oleh rapat umum pemegang saham.

148. PENGANGKATAN PENGURUS, GAJI, TANTIEME DAN FASILITAS


LAINNYA
Pengangkatan pengurus yang pertama hams ditetapkan dalam akta
pendirian, kalau tidak, pengesahan akta pendirian dari Menteri Ke-
hakiman tidak akan diberikan. Pengangkatan pengurus untuk yang
kedua dan selanjutnya dilakukan oleh rapat umum pemegang saham
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar. Peng-
angkatan pengurus yang kedua dan seterusnya ini belum tenth bersifat

141
bebas, apalagi kalau ada klausul "oligarkhi atau otokrasi."
Rasio dari ketentuan bahwa pengurus pertama hams ditetapkan dalam
akta pendirian, karena yang melakukan perbuatan mengajukan permo-
honan pengesahan, mendaftarkan dan mengumumkan akta pendirian
itu adalah pengurus pertama. Dan pula kalau pengesahan itu diberikan,
maka perseroan pada saat itu juga sudah hams dapat melakukan
kegiatan. Sedangkan bila pengurus yang pertama belum dibentuk, dan
menurut anggaran dasar pengurus hams diangkat oleh rapat umum
pemegang saham, maka rapat umum pemegang saham hares diadakan.
Hal ini semua menurut akta pendirian hams dilakukan oleh pengurus,
sedangkan kalau pengurus belum ada, maka timbul kesukaran. Inilah
rasionya kenapa pengurus pertama hams sudah ditetapkan dalam akta
pendirian, supaya segala sesuatu tersebut dapat dilakukan dengan lancar.
Pengangkatan pengurus itu biasanya disertai dengan penetapan
gaji, tantieme dan fasilitas-fasilitas lainnya. Gaji atau upah itu dibayar-
kan tiap bulan sekali, sedangkan tantieme itu setahun sekali, sebab
tantieme itu bagian dari keuntungan bersih setahun, yang baru dapat
diketahui sesudah pembuatan neraca dan daftar perhitungan laba rugi
selesai, yakni sesudah tahun buku yang lama lampau. Kecuali tantieme,
pengurus juga sering diberi fasilitas lainnya, misalnya: rumah tempat
tinggal, mobil, tilpun, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain. Ketetapan
tentang gaji (upah) pengurus, tantieme dan fasilitas lainnya dapat
diadakan dalam akta pendirian dan jumlahnya ditetapkan dalam rapat
umum pemegang saham. Biasanya mengenai soal gaji pengurus dan
komisaris, tantieme dan fasilitas lainnya itu dibicarakan dalam rapat
umum pemegang saham.

149. KLAUSUL OLIGARKHI/OTOKRASI


Pengangkatan pengurus itu biasanya ditetapkan oleh rapat umum pe-
megang saham. Tetapi kalau pengangkatan pengurus itu sedikit banyak
dipengaruhi oleh alat perlengkapan perseroan yang lain, misalnya: de-
wan komisaris, rapat pemegang saham prioritas atau badan lain, maka
ketentuan-ketentuan yang demikian ini disebut "klausul oligarkhi atau
otokrasi". Klausul semacam ini ada pada sementara akta pendirian.
Kenyataan dalam praktik bahwa klausul yang demikian ini masih
ada, tentunya mempunyai tujuan-tujuan yang bisa dibenarkan bila
ditinjau dari sudut para pendiri, misalnya:
a. Klausul oligarkhi/otokrasi itu merupakan suatu usaha jangan sampai
perseroan yang didirikan itu dikuasai oleh konkurennya dengan

142
cara membeli sebagian besar saham-saham yang ada;
b. untuk memberi jaminan terhadap suara lebih dan rapat umum peme-
gang saham, yang bisa menjatuhkan perseroan;
c. untuk melindungi perseroan dari pengaruh pemegang saham asing,
yang mempunyai maksud a nasional atau tidak sehat. Bukanlah
maksud pendirian perseroan itu untuk dapat memberi tambahan
keuntungan kepada pemegang saham nasional;
d. dan lain-lain usaha untuk kepentingan nasional atau kepentingan
sekelompok masyarakat.
Klausul yang demikian itu di negeri Belanda masih diperkenankan,
meskipun ada pembatasannya. Pasal 48-a W.v.K. Belanda berbunyi
sebagai berikut:
1) "Bij de akte van oprichting kan worden bepaald, dat de benoeming
door de algemene vergadering zal geshieden uit ene voordracht,
welke ten minste twee personen voor iedere to vervullen plaats
bevat (Dengan akta pendirian dapat ditentukan bahwa pengangkatan
dilakukan oleh rapat umum atas suatu usul, yang memberikan calon
paling sedikit dua orang pada tiap-tiap kedudukan);
2) De algemene vergadering kan echter aan zodanige voordracht
steeds het bindend karakter ontnemen bij een besluit genomen
met twee derden der uitgebrachte sternmen, vertegenwoordigende
meer dan de helfl van het geplaatste kapitaal (Rapat umum dapat
meniadakan sifat mengikatnya usul yang demikian itu dengan
keputusan yang diambil dari dua pertiga dari suara yang masuk,
yang mewakili lebih dari separo jumlah modal yang ditempatkan);
3) De vorige leden zijn niet van toepassing, indien de benoeming
geschiedt door de raad van commissarissen (Ayat-ayat tersebut di
atas tidak berlaku, bila pengangkatan itu dilakukan oleh dewan
komisaris)."
Saya sendiri berpendapat bahwa klausul oligarkhi/otokrasi itu di
Indonesia belum bisa dihapuskan, karena masih banyak hal-hal
yang harus dilindungi dari pengaruh negatif dari luar untuk ke-
pentingan nasional maupun kelompok masyarakat.

150. TUGAS PENGURUS


Dalam Pasal 44 KUHD tidak dijelaskan sampai di mana luas kewe-
nangan pengurus dalam melaksanakan tugasnya. Karena itu untuk
mengetahui perincian tugas pengurus, kita hams melihat dalam akta pen-
dirian atau anggaran dasar. Tugas ini pada umumnya berkisar pada:

143
a. mengurus segala urusan;
b. menguasai kekayaan perseroan, termasuk di dalamnya;
c. melakukan perbuatan-perbuatan seperti dimaksud dalam Pasal
1796 KUHPER, yakni:
1) memindahtangankan barang-barang;
2) membdbankan hipotek pada barang-barang tetap;
3) melaksanakan dading;
4) melakukan perbuatan lain mengenai hak milik, dan akhimya;
5) melakukan perwakilan di muka dan di luar pengadilan;
Dan sudut KUHD, maka tugas pengurus dapat diperinci sebagai
berikut:
a) Ke luar (Pasal 39 KUHD). Dalam hubungannya dengan pihak ketiga
penguins masing-masing atau mereka bersama-sama mempunyai
hak mewakili perseroan mengenai hal-hal dalam bidang usaha yang
menjadi tujuan perseroan. Dalam hal ini pengurus tidak boleh me-
lampaui batas tugasnya sebagai yang ditentukan dalam anggaran
dasar.
b) Ke dalam (Pasal 6, 55, 56 dan lain-lain KUHD). Dalam hubungan-
nya dengan harta kekayaan perseroan, pengurus hams mengurus
dan menguasainya dengan baik, meng-inventarisasi secara teliti dan
saksama. Segala perbuatan yang mengenai hak dan kewajiban per-
seroan hams dicatat dalam pembukaan yang rapi (Pasal 6 KUHD).
Juga pembuatan neraca dan daftar perhitungan laba rugi diwajibkan
kepada pengurus pada tiap-tiap tahun (Pasal 6 ayat (2) KUHD).
Pengurus bertanggung jawab kepada rapat umum pemegang saham
atas semua perbuatan yang telah dilakukan. Verifikasi (pemeriksa-
an) pertanggungjawaban ini dilakukan oleh rapat umum pemegang
saham atau dewan komisaris, bila dalam anggaran dasar ditentukan
demikian.
c) Pendafiaran dan pengumuman (Pasal 38 ayat (2), (3) dan Pasal
47 ayat (1) KUHD). Kewajiban pengurus untuk mendaftarkan
dan mengumumkan perseroan dapat diperinci sebagai berikut:
(1) Bila akta pendirian perseroan sudah mendapat pengesahan dari
Menteri Kehakiman, maka pendiri diwajibkan mendaftarkan
akta pendirian serta surat keputusan pengesahan tersebut ke-
pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
mewilayahi tempat kedudukan perseroan serta mengumum-
kannya dalam Tambahan Berita Negara RI (Pasal 38 ayat
(2) KUHL));

144
(2) Kewajiban mendaftarkan dan mengumumkan tersebut juga
dibebankan, bila ada perubahan dalam syarat-syarat pendirian-
nya atau perpanjangan umur perseroan (Pasal 38 ayat (3)
KUHD);
(3) Kewajiban mendaftarkan dan mengumumkan juga dibebankan,
bila perseroan menderita rugi 50% dan modalnya (Pasal 47
ayat (1) KUHD). Dengan pengumuman ini pembentuk udang-
undang kiranya menginginkan agar para pemegang saham
mengetahuinya dan mengambil tindakan seperlunya.
Dalam anggaran dasar dapat diadakan pembatasan-pembatasan
terhadap pelaksanaan tugas tersebut. Dengan demikian, dapatlah dalam
anggaran dasar ditentukan bahwa bila pengurus mengadakan transaksi-
transaksi tertentu, mengajukan suatu perkara di muka pengadilan dan
lain-lain, hams minta persetujuan dulu kepada dewan komisaris atau
rapat umum pemegang saham. Pengurus hanya mempunyai kewe-
nangan terbatas pada hal-hal yang ditentukan dalam anggaran dasar,
dan kalau melampaui, perseroan tidak bertanggung jawab terhadap
pihak ketiga. 34)
Pembatasan lairmya, yang sesuai dengan undang-undang atau paham
hukum umum, ialah yang sesuai dengan tujuan perseroan. Tugas direksi
hanyalah untuk mencapai tujuan perseroan dan perbuatan-perbuatan
yang ada di luar tujuan itu direksi tidak berwenang. Tetapi orang jangan
tergesa-gesa menentukan bahwa tindakan direksi keluar dari tujuan
perseroan, sebab kalau begitu, perbuatan menutup suatu perjanjian
dengan perseroan bagi pihak ketiga merupakan perbuatan yang
mengandung risiko besar. Mengenai persoalan ini Hoge Raad telah
memperkembangkan suatu sistem, di mana persoalannya bukan, apa-
kah suatu perbuatan tertentu itu akibat daripada tujuan perseroan dan
dengan begitu ada hubungan dengan tujuan itu, tetapi yang menentukan
adalah, apakah perbuatan itu dalam kenyataannya termasuk dalam
tujuan perseroan. Jadi, tujuan ini adalah tujuan dalam kenyataan, in
concreto dan bukan in abstracto.") Tetapi mengenai ini toh ada
pengecualian, yakni bagi pihak ketiga yang beriktikad baik, yang se-
layaknya sesuai dengan syarat-syarat lalu-lintas masyarakat, ber-
anggapan bahwa berdasarkan tindak-tanduk alat perlengkapan pe-

"' H.R. 7 Maart 1930, W. 12131, S.B., N.J. 1930, bl. 1049 E.M.M. dan H.R. 23
Januari 1935, W. 12872, B.B. 5788.
"' H.R. 23 Maart 1928, W. 11837 T., N.J. 1928 Bl. 730 E.M.M.

145
seroan terhadap pihak ketiga, percaya bahwa direksi tidak melampaui
batas kekuasaannya.

151. TUGAS PENGURUS MENURUT ANGGARAN DASAR


Tugas pengurus, kecuali yang sudah saya utarakan di muka, masih
ada lagi yang bersumber pada anggaran dasar perseroan. Pada umum-
nya anggaran dasar perseroan menetapkan beberapa kewajiban seba-
gai yang tersebut di bawah ini:
a. Menyusun anggaran perseroan untuk tahun yang akan
datang.
Selambat-lambatnya 3 bulan sebelum tahun buku barn mulai berlaku,
anggaran perseroan sudah harus direncanakan dan diajukan dalam
rapat umum para pemegang saham perseroan;
b. Menyusun laporan berkala.
Laporan ini mengenai pelaksanaan nips direksi perseroan dalam
hal mengurus dan menguasai perusahaan (bedriffvoering) atau
mengenai perhitungan hasil usaha berkala dan kegiatan perusahaan.
Laporan ini dikirim kepada dewan komisaris.
c. Membuat neraca dan perhitungan laba rugi.
Neraca dan perhitungan laba rugi harus dibuat dalam jangka waktu
6 bulan sesudah tutup tahun buku yang lalu (Pasal 6 ayat (2)
KUHD). Laporan ini dikirim kepada dewan komisaris dan untuk
dilaporkan kepada rapat umum para pemegang saham perseroan.
d. Membuat inventarisasi atas nama harta kekayaan perseroan serta
pelaksanaan pengawasannya.
e. Mengadakan rapat umum para pemegang saham sekali setahun
atau pada saat-saat yang sangat mendesak.

152. KEWENANGAN PENGURUS MEWAKILI PERSEROAN DI MUKA


PENGADILAN
Kewenangan pengurus untuk mewakili perseroan di muka pengadilan
dapat menimbulkan beberapa persoalan dalam bidang pengacaraan,
misalnya:
a. Apakah pengurus dalam suatu proses pengadilan, dalam mana per-
seroan menjadi pihak, dapat didengar sebagai saksi?
b. Apakah pengurus dapat dibebani sumpah pemutus (beslissende
eed) atau sumpah pelengkap? (aanvullende eed)?
c. Apakah pengurus dapat diperiksa tentang kenyataan-kenyataan
atau kepadanya diajukan pertanyaan-pertanjian untuk dijawab?

146
d. Apakah pengurus dapat dikenakan paksaan badan?
Berdasarkan pendapat bahwa suatu badan hukum sebagai pihak
dalam perkara hanya dapat berbuat dan berbicara melalui pengurusnya,
dan pengurus sebagai pihak dalam proses perkara (geding), menjadi
satu dengan badan hukum, maka Hoge Raad berpendapat bahwa:
1) kepada pengurus dapat dibebani sumpah;" )
2) pengurus tidak dapat didengar sebagai saksi;" )
3) keluarga pengurus juga tidak dapat didengar sebagai saksi (Pasal
1910 ayat (1) KUHPER);" )
4) tetapi bekas pengurus dapat didengar sebagai saksi;" )
5) kepada bad an hukum dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan dan
pengurus menunjuk salah seorang anggotanya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu;40) Tetapi kepada bekas direktur tidak
dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut; 4"
6) paksaan badan tidak dapat dikenakan kepada pengurus, sebab ke-
satuan antara pribadi pengurus dengan perseroan yang diwakili
tidak meluas sampai di luar proses perkara: 42)
Menurut Vollmar,43) yang dapat menjadi pengurus tidak hanya ma-
nusia, tetapi juga badan hukum. Ya, malahan orang menerima, bahwa
sebuah firma dapat menjadi direksi dari sebuah perseroan. Tetapi
timbul soal, apakah direksi semacam itu bukankah terjadi dari sekutu-
sekutu kerja, artinya orang/manusia dan bukan badan hukum. Bahwa
direksi suatu perseroan terdiri dari perseroan lain, dalam praktik sering
terjadi. Ada perseroan yang beberapa bagian dari perusahaannya ber-
bentuk perseroan, seolah-olah ada satu perseroan induk dengan bebe-
rapa anak perseroan yang merupakan bentuk tersusun (stapelvorming).

153. KEWENANGAN PENGURUS MEWAKILI PERSEROAN DI LUAR


PENGADILAN
Dalam anggaran dasar sering ada ketentuan tentang kewenangan

36) H.R. 5 Januari 1922, W. 10851, N.J. 1922, bl. 264.


37) H.R. 19 Januari 1922, W. 10863, N.J. 1922, bl. 319; dan H.R. 19 Mei 1922, W.
10904, N.J. 1922, bI. 863.
") H.R. 9 Januari 1942, N.J. 1942, no. 302.
39) H.R. 2 Februari 1922, W. 10898, N.J. 1922, bl. 417.
40) Rb. Amsterdam 12 October 1923, N.J. 1924, bl. 220.
41) H.R. 24 Desember 1914, W. 9800, N.J. 1915, bl. 277; Hoetink no. 44.
42) H.R. 8 Juni 1923, W. 11097, N.J. 1923, bI. 946.
43) Willmar, Het Ned. Handelsrecht, I, druk 8, bI. 131.

147
pengurus mewakili perseroan di muka dan/atau di luar pengadilan
tentang segala hal dan dalam segala kej adian, berhak mengikat per-
seroan kepada pihak lain atau pihak lain kepada perseroan, serta berhak
menjalankan segala tindakan, baik yang mengenai pengurusan maupun
yang mengenai penguasaan. Mengenai kewenangan pengurus mewa-
kili perseroan di muka pengadilan sudah saya bicarakan di muka, seka-
rang saya akan membicarakan kewenangan pengurus mewakili perse-
roan di luar pengadilan. Terhadap kewenangan ini anggaran dasar
sering mengadakan pembatasan sebagai tesebut di bawah ini:
a. Pengurus hams lebih dulu mendapat persetujuan tertulis dari Dewan
Komisaris, bilamana mengadakan tindakan:
1) meminjam uang atas nama perseroan atau meminjamkan uang
kepada pihak lain;
2) mengikat perseroan sebagai penjamin;
3) membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau meng-
alihkan, demikian pula membebani barang-barang tetap milik
perseroan;
4) menggadaikan barang-barang bergerak milik perseroan;
b. Mengangkat seorang kuasa atau lebih untuk mewakili perseroan,
pula memberhentikan kuasa itu, haruslah dilakukan oleh dua orang
anggota pengurus bersama-sama, apabila pengurus itu terdiri dari
dua orang atau lebih, tetapi bila pengurus terdiri hanya seorang,
maka tindakan itu hares dilakukan oleh direktur tunggal dengan
seorang komisaris;
c. Pengurus harts bekerja menurut rencana berkala yang disetujui
oleh dewan komisaris;
d. Tiap-tiap anggota direksi diwajibkan minta pertimbangan lebih dulu
kepada anggota pengurus lainnya untuk tiap hal yang menurut lazim-
nya dalam dunia usaha dianggap sebagai hal yang penting bagi
perseroan;
e. Pembagian pekerjaan dalam lingkungan perseroan antara para ang-
gota direksi diatur dan ditentukan sendiri oleh para anggota direksi
itu.

154. PENGURUS DAPAT DIWAJIBKAN MEMILIKI SAHAM PERSEROAN


Menurut Pasal 45 KURD tanggung jawab pengurus terbatas pada
penunaian tugas yang diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
Sanksi bila pengurus tidak menjalankan kewajibannya dengan baik
hanyalah pemecatan atau kalau pengurus melanggar ketentuan dalam

148
akta pendirian, sehingga menimbulkan kerugian pada pihak ketiga, maka
masing-masing anggota pengurus bertanggung jawab secara pribadi
untuk keseluruhan, ingat Pasal 45 ayat (2) bsd. Pasal 18 KUHD.
Untuk lebih menekankan lagi pada pengurus agar menjalankan tugas-
nya dengan sebaik-baiknya, anggaran dasar dapat menentukan bahwa
tiap anggota pengurus harus memiliki sejumlah minimum saham•er-
seroan. Hal ini akan menambah tekanan pada pengurus untuk beker-
ja sebaik mungkin, sebab bila perseroan menderita rugi, maka pengurus
sendiri turut terkena. Dengan adanya ketentuan dalam anggaran dasar
bahwa pengurus harus memiliki saham perseroan, maka dorongan
kepada pengurus akan lebih meningkat lagi untuk bekerja lebih giat
dan hati-hati bagi keuntungan perseroan.
Pasal 45 KUHD itu ketentuan undang-undang dalam anggapan
bahwa pengurus itu orang luar yang tidak memiliki saham perseroan.
Jadi, tanggung jawabnya terbatas pada penunaian tugas. Tetapi Pasal
45 KUHD tidak menutup pintu bagi pengurus yang memiliki saham
perseroan. Hal ini hams ditegaskan dalam anggaran dasar perseroan.

155. PENGURUS DAPAT DIWARBKAN MEMBERIKAN HAK GADAI ATAS


SAHAMNYA
Yang mendapat kesempatan untuk diangkat sebagai pengurus perse-
roan tidak hanya para pemegang saham, tetapi juga orang bukan peme-
gang saham, demikian itu bila anggaran dasar tidak menentukan sesuatu
tentang hal tersebut. Hal yang terakhir ini dapat terjadi bila dalam
lingkungan para pemegang saham sendiri tidak ada yang cakap dan
bersedia untuk diangkat menjadi pengurus.
Bila yang diangkat sebagai pengurus itu orang-orang pemegang
saham, maka anggaran dasar dapat menentukan bahwa pengurus hams
memiliki saham sejumlah minimum tertentu, dan pula anggaran dasar
dapat memberi ketentuan tambahan bahwa pengurus hams memberi-
kan hak gadai atas sahamnya kepada perseroan. Mengenai hal terakhir
ini akan menemui kesulitan dengan ketentuan Pasal 1152 KUHPER,
yang menentukan bahwa benda gadaian hams diserahkan kepada
kreditur, dalam hal ini, perseroan, yang satu-satunya wakilnya adalah
pengurus sendiri. Dengan begitu benda gadaian kembali kepada pem-
beri gadai sendiri, yakni pemilik benda gadaian. Untuk mengatasi
kesulitan ini sebaiknya benda gadaian itu diserahkan kepada pihak
ketiga sesuai dengan ketentuan Pasal 1152 ayat (1) KUHPER.
Rasio adanya lembaga pemberian hak gadai ini ialah agar penunaian

149
tugas perseroan oleh pengurus secara baik dapat terjatnin. Sudah tentu
lembaga ini tidak akan dapat dijalankan tanpa balas jasa dan rapat
umum pemegang saham kepada pengurus, yakni mengenai upah dan
fasilitas-fasilitas lainnya.

156. STATUS HUKUM PENGURUS


Pengurus itu menurut akta pendirian diangkat oleh rapat umum para
pemegang saham. Pengurus mewakili perseroan di muka dan di luar
pengadilan, jadi, pengurus adalah pemegang kuasa. Dan dengan begitu
Pasal-pasal 1792 sampai dengan 1819 KUHPER berlaku pada pengu-
rus. Di sini yang menjadi pemberi kuasa adalah rapat para pemegang
saham. Menurut Pasal 1794 KUHPER pemberian kuasa dapat dengan
cuma-cuma atau dengan upah, yang hams diperjanjikan dengan tegas.
Kalau pengurus itu diperjanjikan dengan upah, maka hubungan pengu-
rus dengan rapat para pemegang saham adalah hubungan perburuh-
an. Dengan begitu Pasal 1601-d sampai dengan 1603-w KUHPER
berlaku pada pengurus itu, meskipun mereka adalah pemegang saham
perseroan. Kedudukan pengurus pemegang saham tidak mengubah
kedudukannya sebagai buruh terhadap rapat umum para pemegang
saham. Dalam rapat umum para pemegang saham pengurus pemegang
saham dapat menunjuk orang lain untuk mewakilinya dalam rapat
umum tersebut. Jadi, status hukum pengurus perseroan dapat disimpul-
kan sebagai beikut:
a. Pengurus yang tidak diberi upah dan bukan pemegang saham mem-
punyai hubungan sebagai pemegang kuasa terhadap rapat umum
para pemegang saham;
b. Pengurus yang diberi upah, bukan pemegang saham, mempunyai
dua macam hubungan hukum dengan rapat umum para pemegang
saham, yaitu hubungan perburuhan dan pemberian kuasa;
c. Pengurus yang diberi upah dan pemegang saham mempunyai tiga
macam hubungan hukum dengan rapat umum para pemegang sa-
ham, yaitu: hubungan perburuhan, pemberian kuasa dan sebagai
anggota rapat umum para pemegang saham.

157. TANGGUNG JAWAB PENGURUS


Sebagai petugas, pengurus mempunyai tanggung jawab, yang dapat
diperinci sebagai berikut:
a. Sebagai pengurus yang bukan pemegang saham, Pasal 45 ayat (1)
KUHD menentukan bahwa tanggung jawab para pengurus tidak

150
lebih daripada untuk menunaikan tugas yang diberikan kepada me-
reka dengan sebaik-baiknya. Mereka pun karena segala perikatan
dengan perseroan, dirinya sendiri tidak terikat kepada pihak ketiga.
Pengurus yang demikian ini bukan pemegang saham, pengurus dari
luar, yang diangkat oleh rapat umum pemegang saham, karena para
pemegang saham sendiri tidak ada yang cakap atau tidak bersedia.
b. Pengurus yang merangkap sebagai pemegang saham, mempunyai
dua macam tanggung jawab, yakni sebagai yang ditetapkan dalam
Pasal 4 ayat (1) KUHD dan yang ditetapkan dalam Pasal 40 ayat
(2) KUHD, yang menetapkan bahwa pemegang saham tidak ber-
tanggung jawab lebih dari jumlah penuh saham-sahamnya.
c. Pengurus yang perbuatannya melanggar ketentuan akta pendirian
atau perubahannya, atas kerugian yang karenanya telah diderita
oleh pihak ketiga menjadi tanggung jawab masing-masing secara
pribadi untuk keseluruhan (Pasal 45 ayat (2) KUHD).
d. Pengurus yang berbuat atau mengadakan perikatan sesudah per-
seroan rugi 75%, maka perikatan itu menjadi tanggung jawab pengu-
rus secara pribadi untuk keseluruhan (Pasal 47 ayat (2) KUHD).
Ketentuan dalam pasal ini menurut saya merupakan suatu sanksi
bagi pengurus yang lalai melakukan Pasal 47 ayat (1) KUHD.
e. Pengurus yang mengadakan tindakan sebelum adanya pendaftaran
dan pengumuman akta pendirian perseroan, menjadi tanggung jawab
pengurus secara pribadi untuk keseluruhan (Pasal 39 KUHD).
f Pengurus yang mengadakan tindakan atau perikatan sebelum
sedikitnya 10% modal perseroan disetor, juga menjadi tanggung
jawab pengurus masing-masing secara pribadi untuk keseluruhan
(Pasal 51 KUHD). Rasio dari ketentuan ini ialah agar ada jaminan
cukup bagi pihak ketiga.
g. Menurut Pasal 47 ayat (1) KUHD, kalau temyata bahwa perseroan
sudah menderita rugi sebanyak 50% dan modalnya, maka pengurus
berkewajiban untuk mendaftarkan dan mengumumkannya seperti
pada waktu perseroan itu dibentuk. Ketentuan ini tidak ada sanksi-
nya yang menyangkut din pribadi pengurus sebagai halnya ke-
tentuan dalam Pasal 39, 45 ayat (2), 47 ayat (2) dan 51 KUHD. Saya
berpendapat bahwa kerugian 50% itu menjadikan perseroan dalam
keadaan bahaya, yang perlu sekali selekasnya diketahui oleh para
pemegang saham sebelum didaftarkan dan diumumkan. Dan sebab
itu saya berpendapat, sebaiknya setelah diketahui bahwa perseroan
menderita rugi sebanyak 50%, maka pengurus berkewajiban untuk

151
mengundang para pemegang saham untuk mengadakan rapat umum
membicarakan tentang kerugian perseroan dan usaha-usaha untuk
menolongnya. Kalau hal ini tidak terjadi, sehingga kerugian menjadi
75%, maka semua perikatan sejak waktu itu menjadi tanggung
jawab masing-masing pengurus secara pribadi untuk keseluruhan.
h. Berhubung dengan persoalan tanggung jawab pengurus ini, maka
dapat timbul pertanyaan, apakah pemegang saham dan pihak ketiga
yang berkepentingan dapat menuntut kebatalan perbuatan pengurus?
Pertanyaan ini juga dapat diajukan terhadap alat perlengkapan
perseroan lainnya seperti: komisaris. Dalam undang-undang, ter-
utama dalam KUHD, tidak ada ketentuan yang tegas-tegas men-
jawab pertanyaan tersebut. Mungkin hal yang demikian dapat ditun-
tut kebatalannya berdasar pelanggaran pada iktikad baik (Pasal
1338 KUHPER). Berdasar alasan ini Hoge Raad" ) berpendapat
bahwa tuntutan kebatalan atas perbuatan alat-alat perlengkapan
perseroan dapat dilaksanakan.
i. Hal-hal tersebut di atas adalah mengenai tanggung jawab pengurus,
baik terhadap perseroan maupun terhadap pihak ketiga. Sekarang
timbul pertanyaan, kapan perseroan bertanggung jawab atas per-
buatan pengurus? Perbuatan pengurus untuk menjalankan perse-
roan itu dapat berupa perbuatan hukum atau perbuatan melawan
hukum:
1) Perbuatan hukum. Pengurus sebagai pemegang kuasa dari perse-
roan berhak dan berkewaj iban untuk melakukan perbuatan-
perbuatan hukum, yang mengikat perseroan, tetapi tidak meng-
ikat pengurus sebagai pribadi. Semua perikatan yang telah di-
lakukan oleh pengurus menjadi tanggung jawab perseroan (Pa-
sal 1807 KUHPER). Jadi, mengenai perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pengurus, perseroan terikat;
2) Perbuatan melawan hukum. Karena pengurus itu adalah peme-
gang kuasa perseroan, maka perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh pengurus, juga menjadi tanggung jawab perse-
roan. Perseroanlah yang harus membayar ganti rugi, bila pihak
ketiga menderita rugi karena perbuatan melanggar hukum pengu-
rus tersebut. Dalam hal ini ada dua buah ajaran, yaitu: ajaran
organik dari Gierke dan ajaran fiksi dari von Savigny." ) Menurut

") H.R. 1 April 1949, N.J. 1949, no. 465 Ph. A.N.H.
4 $) Asser, Handleiding, 1, 2e stuk, bl. 114.

152
ajaran organik, pertanggungjawaban perseroan ini dapat dida-
sarkan langsung atas Pasal 1365 KUHPER, karena pengurus
dianggap alat atau organ dari perseroan, jadi, perseroanlah yang
dianggap berbuat dengan mempergunakan alat atau organ yang
disebut "pengurus" itu. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan
bahwa perbuatan pengurus adalah perbuatan perseroan, sehing-
ga perseroanlah yang bertanggung jawab atas perbuatan mela-
wan hukum yang dilakukan oleh pengurus itu. Sedangkan me-
nurut ajaran fiksi dar von Savigny, pertanggungjawaban perseroan
itu harus didasarkan atas Pasal 1367 ayat (1) atau ayat (3) KUHPER,
yang menentukan bahwa perseroan dari orang-orang yang diangkat
sebagai kuasanya. Perbuatan pengurus, secara tidak langsung
merupakan perbuatan perseroan. Pasal 1367 ayat (1) KUHPER
berbunyi sebagai berikut: "Setiap orang tidak saja bertanggung
jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya
send iri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena per-
buatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan
oleh barang-barang yang berada di bawah kelcuasaannya." Se-
dangkan Pasal 1367 ayat (3) KUHPER berbunyi: "Majikan-
majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk
mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab ten-
tang kerugian yang ditertibkan oleh pelayan-pelayan atau bawah-
an-bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan untuk mana
orang-orang itu ditugaskannya."

158. PENGURUS BERHALANGAN, PEMBERHENTIAN SEMENTARA DAN


PEMECATAN
Sebagai telah diketahui bahwa pengurus dapat diangkat, diberhentikan
untuk sementara (schorsing) dan dipecat. Kalau pengangkatan pengu-
rus dilaksanakan oleh rapat umum pemegang saham, maka pemberhen-
tian sementara dan pemecatan harus dilaksanakan oleh rapat umum
pemegang saham.
a. Kalau pengurus berhalangan
Bila salah seorang dan pengurus menderita sakit berat atau berha-
langan, sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya dalam waktu
yang lama, maka rapat umum pemegang saham harus memutuskan
dan menetapkan siapa penggantinya;
b. Pemberhentian sementara kepada pengurus
Dewan komisaris berwenang untuk memberhentikan sementara

153
pengurus yang melanggar ketetapan/ketentuan dalam anggaran
dasar atau keputusan rapat umum pemegang saham, kecuali kalau
akta pendirian menetapkan lain. Pemberhentian sementara yang
dilakukan oleh dewan komisaris itu dapat sewaktu-waktu dibatalkan
oleh rapat umum pemegang saham.
c. Pemecatan pengurus
Pemecatan pengurus itu adalah wewenang rapat umum pemegang
saham. Rapat umum pemegang saham dapat sewaktu-waktu me-
mecat pengurus, kalau ada alasan untuk itu. Keputusan rapat umum
tentang pemecatan pengurus itu hams dilaksanakan langsung oleh
rapat umum, tidak perlu dilaksanakan lagi oleh alat perlengkapan
perseroan yang lain. 461 Sudah tentu atas pemecatan ini pengurus
berhak membela diri dalam rapat umum pemegang saham. Kalau
ada pemecatan yang melanggar hukum, maka hal itu dapat diajukan
kepada pengadilan negeri, misalnya bila ada pelanggaran terhadap
Pasal 1603-n kiTHPER dan lain-lain. Juga mengenai ganti rugi
yang dibebankan kepada pengurus atau kepada perseroan, dikuasai
oleh ketentuan-ketentuan dalam hubungan perburuhan tersebut
(Pasal 1603-q KUHPER).

159. PEMBEBASAN TANGGUNG JAWAB PENGURUS


Adanya tanggung jawab pengurus terhadap semua tindakannya untuk
mengurus dan menguasai perseroan, yang terjelma dalam pembuatan
neraca dan daftar perhitungan laba rugi serta laporan tahunan kepada
rapat umum para pemegang saham yang hams diadakan paling sedikit
setahun sekali, maka perlu adanya pembebasan tanggung jawab ter-
sebut yang diberikan oleh rapat umum para pemegang saham. Pem-
bebasan tanggung jawab ini disebut dalam istilah asing "decharge".
Kalau pengurus sudah mendapat "decharge" dari rapat umum para
pemegang saham, maka terbebaslah pengurus dan semua tanggung
jawab terhadap semua tindakannya mengenai pengurusan dan pengua-
saan pada perseroan. Tetapi "pembebasan tanggung jawab" itu tidak
berlaku bagi hal-hal yang tidak dijelaskan kepada rapat umum para
pemegang saham.")
Kecuali itu, walaupun telah ada "pembebasan tanggung jawab"
pengurus masih bisa dituntut, bila perseroan sesudah itu jatuh dalam

40 H.R. 20 Maart 1941, N.J. 1941, no. 542, F.M.M.


4.4 H.R. 20 Juni 1924, W 11259, N.J. 1924, bl. 1107, Hoetink no. 27.

154
keadaan pailit. Balai Harta Peninggalan (curator) dapat menuntut
ganti rugi kepada pengurus, kalau temyata kepailitan perseroan se-
dikit banyak disebabkan kealpaan dan kelalaian si pengurus. Ganti
rugi ini bagi keuntungan pihak ketiga dan tidak bagi keuntungan para
pemegang saham.

F. KOMISARIS

160. KEDUDUKAN DAN TOGAS KOMISARIS


Pasal 44 KUHD menyinggung alat perlengkapan perseroan yang di-
sebut "komisaris". Penyinggungan itu sama sekali tidak mendalam,
karena ekor kalimat Pasal 44 ayat (1) KUHD itu hanya menyatakan
"..., dan dengan atau tidak dengan diawasi oleh beberapa komisaris."
Dari bunyi ekor kalimat ini dapat disimpulkan bahwa pada sebuah
perseroan mungkin ada komisaris dan mungkin tidak ada. Kalau
"pengurus" pada perseroan dijamin adanya oleh Pasal 44 ayat (1)
KUHD yang berbunyi: "Tiap-tiap perseroan terbatas hams diurus oleh
beberapa orangpengurus ...",maka adanya komisaris tidak ada jaminan,
karena itu mungkin saja komisaris itu tidak ada. Di sini jumlah pengurus
dan komisaris itu jelas, yakni hares lebih dari satu orang, sebab pada
umumnya perseroan terbatas itu suatu usaha bermodal besar, tanggung
jawab besar dan risiko besar. Dari itu kalau diurus oleh seorang pengu-
rus dan seorang komisaris saja, tidak akan memadai.
Tentang tugas komisaris itu dalam Pasal 44 KUHD hanya dicukup-
kan dengan kata "mengawasi" saja. Karena tugas "mengawasi" itu
hanya salah satu tugas saja dari seorang komisaris, maka sebaiknya
tugas komisaris di dalam anggaran dasar diperinci lagi. Kecuali meng-
awasi, komisaris dapat juga diberi tugas untuk memberi nasihat kepada
pengurus atau sekedar ikut dalam pengurusan, misalnya: setiap
pinjaman yang dibuat oleh direksi hams lebih dulu mendapat persetujuan
dan komisaris secara tetulis.
Dalam akta pendirian perseroan, dapat ditentukan bahwa direksi
diharuskan memberi kesempatan kepada komisaris, baik sendiri-sen-
diri, maupun bersama-sama untuk memeriksa buku perseroan. Pe-
kerjaan ini biasanya dilakukan oleh ahlinya, yaitu: akuntan. Komisais
dapat memberikan teguran-teguran, nasihat-nasihat atau petunjuk-pe-
tunjuk, tetapi tidak dapat minta tanggung jawab direksi, sebab direksi
hanya bertanggung jawab langsung kepada rapat umum pemegang
saham. Tetapi bila ada keteledoran-keteledoran pengurus, sehingga

155
membahayakan perseroan, maka komisaris dapat memberhentikan
untuk sementara direksi yang bersalah itu sambil menanti keputusan
rapat umum pemegang saham yang harus segera diadakan paling
lambat satu bulan sesudah penghentian itu.
Kalau ada beberapa orang komisaris, tugasnya dapat ditetapkan
dalam suatu peraturan tersendiri (reglement) terpisah dan akta pendiri-
an. Dalam peraturan itu ditetapkan tugas masing-masing komisaris
sesuai dengan bidangnya, ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan yang demikian, kalau bertentangan dengan undang-undang
a tau ketentuan-ketantuan dalam akta pendirian adalah batal. Peraturan
ini baru berlaku bagi pihak ketiga, bila telah diletakkan di kantor per-
seroan dan dapat diketahui oleh siapa saja dengan cuma-cuma.

161. PENGANGKATAN KOMISARIS, GAJI, TANTIEMES DAN FASILITAS


LAINNYA
Sebagai juga pengurus, komisaris diangkat oleh rapat umum pemegang
saham, tetapi lain daripada yang ditentukan bagi pengurus, komisaris
pertama pengangkatannya dapat diserahkan kepada rapat umum pe-
megang saham. Jadi, akta pendirian dapat tidak mengangkat komisaris
yang pertama dan menyerahkan pengangkatan itu kepada rapat umum
pemegang saham. Ketentuan-ketentuan mengenai klausul oligarkhi
juga berlaku pada pengangkatan komisaris.
Adalah baik, bila orang-orang yang bukan pemegang saham diang-
kat sebagai komisaris, yakni orang-orang yang mempunyai hubungan
tetap dan langsung dengan perseroan, misalnya: pemegang surat obli-
gasi, tertanggung tetap (langganan) daripada perusahaan pertang-
gungan dan lain-lain yang mempunyai kepentingan untuk turut meng-
awasi jalannya perseroan. Orang-orang inilah perlu diangkat di cam-
ping pemegang saham yang cakap. Selanjutnya pemberhentian semen-
tara (schorsing) dan pemecatan adalah wewenang badan yang meng-
angkat.
Siapa saja, juga yang bukan pemegang saham, dapat diangkat men-
jadi komisaris, kecuali kalau akta pendirian memberikan syarat bahwa
setiap komisaris harus memiliki sejumlah minimum saham perseroan.
Sebagai juga pengurus, akta pendirian dapat menetapkan bahwa untuk
membeii jaminan bagi terlaksananya pemenuhan kewajiban tiap ko-
misaris hams memberikan hak gadai pada saham-sahamnya kepada
perseroan. Ketentuan mengenai pemberian hak gadai atas saham-
saham milik komisaris ini sesuai dengan ketentuan bagi pengurus.

156
Hal ini semua buat di Indonesia dapat ditetapkan dalam akta pendirian,
sebab dalam undang-undang (KUHD) hal ini semua belum diatur.
Pengangkatan komisaris itu dapat disertai dengan penetapan gaji
(upah), tantiemes dan fasilitas-fasilitas lainnya. Gaji atau upah itu di-
berikan tiap-tiap bulan, sedangkan tantiemes diberikan setahun sekali,
sebab tantiemes itu adalah keuntungan bercih setahun, yang barn
dapat diketahui sesudah tahun buku lampau. Komisaris juga dapat
diberi fasilitas-fasilitas lainnya, misalnya: rumah tinggal, mobil, telepon
dan lain-lain. Penetapan gaji (upah), tantiemes dan fasilitas lainnya
bagi komisaris dan juga bagi pengurus harus ditetapkan dalam akta
pendirian atau sebagai keputusan rapat umum para pemegang saham.
Kalau dalam akta pendirian dan keputusan rapat umum pemegang
saham itu tidak menetapkan sesuatu mengenai hal-hal tersebut, maka
komisaris tidak berhak menerima apa-apa.

162. KOMISARIS LIMPAHAN


Pasal 44 KUHD tidak mengatur tentang komisaris limpahan (gedele-
geerd commissaris). Bentuk ini timbul dalam praktik karena adanya
suatu keadaan, di mana komisaris yang telah ditetapkan dalam akta
pendirian atau rapat umum pemegang saham, karena kesibukan menge-
nai tugasnya sendiri, tidak ada waktu untuk melakukan tugasnya se-
bagai komisaris. Tugas komisaris, yaitu pengawasan dan penasihat,
dengan begitu hams dilimpahkan kepada orang lain yang ahli, yang
mempunyai waktu cukup untuk menjalankan tugas komisaris setiap
hari. Orang ahli inilah yang disebut "komisaris limpahan" (gedelegeerd
commissaris), yang sebagai kuasa dari komisaris ash. Komisaris lim-
pahan ini merupakan "sparring partner" (teman kerja yang mengawasi)
daripada direksi. Keduanya hams bekerja sama dalam koordinasi yang
baik untuk kepentingan perusahaannya.

163. STATUS HUKUM KOMISARIS


Seperti juga pengurus, komisaris menduduki status hukum yang ber-
macam-macam, yaitu:
a. Komisaris yang diangkat tanpa upah dan bukan pemegang saham,
status hukumnya adalah pemegang kuasa perseroan atau rapat
umum pemegang saham: (Bab XVI, Buku III, KUHPER);
b. Komisaris bukan pemegang saham yang diangkat dengan upah, maka
status hukumnya adalah — buruh pemegang kuasa (Bab VII-A,
Bab XVI, Buku III, KUHPER);

157
c. Komisaris pemegang saham yang diangkat dengan diberi up* maka
status hukumnya — buruh pemegang kuasa dan anggota rapat umum
pemegang saham (Bab VII-A, Bab XVI, Pasal 40 ayat (2)
KUHPER).

164. PEMBERHENTIAN SEMENTARA DAN PEMECATAN KOMISARIS


Sebagai juga pengurus, komisaris diangkat oleh rapat umum peme-
gang saham dengan cara-cara seperti ditetapkan dalam akta pendirian
perseroan. Akta pendirian menetapkan dengan alasan apa saja seorang
komisaris dapat diberhentikan sementara (geschorst) atau dipecat.
Karena yang mengangkat komisaris adalah rapat umum pemegang
saham, maka yang berwenang memberhentikan untuk sementara dan
memecat adalah juga rapat umum pemegang saham. Tentang adanya
tuntutan ganti rugi dan hak Hakim untuk menguranginya, ditetapkan
seperti terhadap pengurus.

165. TANGGUNG JAWAB KOMISARIS


Tanggung jawab komisaris dapat dibagi menjadi dua, yakni tanggung
jawab terhadap pihak ketiga dan terhadap perseroan. Tanggung jawab
terhadap perseroan adalah sesuai dengan pengurus, sedangkan tanggung
jawab terhadap pihak ketiga tidak begitu banyak, sebab komisaris hanya
dalam keadaan khusus saja mewakili perseroan. Kalau keadaan khusus
seperti dimaksud teralchir ini timbul, maka komisaris mewakili perse-
roan, yang dalam hal ini tanggung jawabnya adalah sama dengan
pengurus.
Kecuali hal tersebut di atas, maka mengenai ketentuan termaksud
dalam Pasal 1365 KUHPER, misalnya, seorang komisaris memberi
keterangan yang melawan hukum dengan maksud agar pihak ketiga
mau membeli saham perseroan, yang menimbulkan kerugian pada
pihak ketiga, maka komisaris tersebut dip ersalahkan melanggar Pasal
1365 KUHPER.") Tindakan pengadilan ini tidak hanya bermaksud
melindungi pihak ketiga yang mendapat kerugian, tetapi juga melindungi
khalayak ramai, yakni lingkungan yang lebih luas.
Komisaris berbuat untuk kepentingan perseroan, dari itu dia ber-
tanggung jawab kepada perseroan. Pertanggungjawaban ini secara
pribadi untuk keseluruhan. Bila ada dua orang komisaris atau lebih,
maka pertanggungjawaban bisa bersifat kolektif atau majelis. Bersifat

48) H.R. 11 Maart 1937, N.J. 1937, no. 899, E.M.M.

158
kolektif, bilamana perbuatan itu hams dikerjakan bersama-sama oleh
semua komisaris. Bila seorang komisaris saja tidak tuna, maka per-
buatan itu tidak sah. Bersifat majelis, kalau perbuatan itu sudah diang-
gap sah bila dilakukan oleh sebagian besar komisaris bersama-sama.
Meskipun perbuatan komisaris itu hams bersifat kolektif atau
bersifat majelis, pertanggungjawaban komisaris terhadap perseroan
tetap bersifat pribadi untuk keseluruhan. Dalam hal ini komisaris ber-
tanggung jawab kepada rapat umum pemegang saham.

166. BEBERAPA HAK DAN KEWAJIBAN KHUSUS KOMISARIS


Akta pendirian dapat menetapkan gaji komisaris atau hal itu diserahkan
kepada rapat umum pemegang saham. Kalau akta pendirian tidak
menetapkan sendiri atau tidak menyerahkan kepada rapat umum peme-
gang saham, maka komisaris tidak dapat menilcmati gaji. Kewenangan
dan kewajiban komisaris, kecuali yang timbul dari tugas umum, yakni
— pengawasan, dapat diuraikan sebagai tersebut di bawah ini:
a. Komisaris mewakili perseroan dalam semua hal, di mana ada kepen-
tingan yang bertentangan dengan seorang atau beberapa orang
pengurus. Akta pendirian dapat menetapkan bahwa perwakilan
dalam hal yang demikian dilakukan oleh orang lain, dan rapat umum
juga berwenang menunjuk sebagai ganti komisaris, seorang atau
beberapa orang lain.
b. Termasuk dalam lingkungan kerja komsaris, berdasar akta pendirian,
juga memberi persetujuan atau kekuasaan kepada pengurus untuk
melakukan transaksi penting, misalnya: memindahtangankan dan
membebani benda tetap, memberikan jaminan dengan jumlah ter-
batas atau tak terbatas dan lain-lain. W.v.K. Belanda menetapkan
bahwa perbuatan menyetujui dan memberi kekuasaan bukanlah
perbuatan pengurusan (pasal 52-b, W.v.K. belanda).
c. Akta pendirian juga dapat menetapkan, bila pengurus berhalangan
atau pengurus tidak ada, maka komisaris dapat melakukan peker-
jaan pengurus. Dalam hal yang demikian, hak dan kewajiban komi-
saris terhadap perseroan dan pihak ketiga adalah sama dengan
pengurus. Kesamaan ini berlaku juga, bila berdasar akta pendirian
atau keputusan rapat umum, penggantian pengurus ini dilakukan
oleh orang selain komisaris.
d. Komisaris dapat, kecuali kalau akta pendirian menetapkan lain,
memberhentikan untuk sementara pengurus perseroan. Pemberhenti-
an sementara ini setiap waktu dapat dibatalkan oleh rapat umum.

159
e. Komisaris dapat mengawasi pembuatan neraca dan daftar perhi-
tungan laba rugi. Untuk ini, komisaris dapat mengangkat seorang
ahli pembukuan untuk melakukan pengawasan terhadap pembuatan
neraca dan daftar perhitungan laba rugi tersebut. Hak mengangkat
seorang ahli oleh komisaris ini tidak berlaku, bila rapat umum hen-
dak melakukan hak itu sendiri, sedangkan biaya untuk ini dibeban-
kan kepada perseroan.

U NERACA DAN PERHITUNGAN LABA RUGI

167. PEMBUKUAN
Pasal 6 ayat (1) KUHD mewajibkan kepada setiap orang yang men-
jalankan perusahaan, untuk mencatat semua harta kekayaan pribadi
dan perusahaannya dalam buku, sehingga sewaktu-waktu dapat
diketahui segala hak dan kewajibannya. Pekerjaan ini disebut
pembukuan dan biasanya dikerjakan oleh ahlinya yang disebut "ahli
pembukuan" (boekhouder, bookkeeper). Sanksi terhadap pasal ini,
yakni bila pengurus tidak menyelenggarakan pembukuan, hanya
bersi fat administratif, misalnya dicabut izin usahanya, pajaknya
dinaikkan sampai batas maksimum dan lain-lain. Sanksi keperdataan
tidak ada, begitu juga sanksi kepi danaan, kecuali kalau dengan
pembukuannya si pengusaha sengaja berbuat curang untuk mengurangi
hak kreditur, misalnya membuat pengeluaran yang tidak ada. Ingat
pada Pasal: 92-bis, 396, dan 397 KUHP.
Bila yang menjalankan perusahaan itu suatu badan hukum, dalam
hal ini perseroan terbatas, maka kekayaan yang dicatat dalam pembu-
kuan itu hanya kekayaan perseroan saja, tidak termasuk kekayaan
pribadi para pemegang saham, pengurus dan komisarisnya, karena
perseroan terbatas itu adalah badan hukum, yang merupakan subyek
hukum tersendiri, di luar para pemegang sahamnya. Pencatatan harta
kekayaan pribadi itu hams dilakukan, di samping pencatatan harta
kekayaan perusahaannya, kalau perusahaan itu berbentuk perseorang-
an, persekutuan perdata (maatschap), persekutuan firma dan perseku-
tuan komanditer, sebab dalam keadaan pailit, jika harta kekayaan perse-
kutuan/perusahaan tidak cukup untuk membayar utang-utangnya,
maka harta kekayaan pribadi pengusaha hams dijual untuk melunasi
utang-utang tersebut. Ingat bahwa perusahaan perseorangan, perse-
kutuan perdata, persekutuan firma dan persekutuan komanditer bukan
badan hukum. Jadi, tidak bisa memiliki hak dan kewajiban. Sebaliknya,

160
kalau perusahaan itu berbentuk perseroan terbatas atau badan hukum
lainnya, pencatatan kekayaan pribadi milik pengusahanya (pemegang
sahamnya) tidakperlu dilakukan, sebab badan hukum itu adalah subyek
hukum, yang bisa memiliki hak dan kewajiban sendiri.

168. NERACA DAN PERHITUNGAN LABA RUGI


Pasal 6 ayat (2) KUHD mewajibkan pengurus perseroan untuk tiap
tahun, mengenai tahun yang sudah silam membuat neraca, yang hams
selesai dalam jangka waktu enam bulan tahun berikutnya. Neraca itu
hams ditanda tangani oleh pengusaha sendiri, yang pada perseroan
diwakili oleh pengurus dan komisaris. Dalam praktik, kecuali neraca,
pengurus diwajibkan juga membuat daftar perhitungan laba rugi.
Pembuatan neraca dan daftar perhitungan laba rugi itu hams disertai
dengan keterangan-keterangan selengkapnya (contoh terlampir).
Persoalan neraca dan daftar perhitungan laba rugi perseroan terba-
tas diatur dalam Pasal 55 KUHD, yang mewajibkan para pengurus tiap-
tiap tahun sekali memberitahukan segala keuntungan yang diperoleh
dan segala kerugian yang diderita dalam tahun yang silam (Pasal 55
ayat (1) KURD). Pemberitahuan itu dapat dilakukan dengan cara:
a. mengadakan rapat umum pemegang saham;
b. mengirimkan neraca dan daftar pehitungan laba rugi itu kepada
tiap-tiap pemegang saham. Hal ini tidak mungkin dilakukan bila
saham-sahamnya berbentuk atas pembawa;
c. neraca dan daftar perhitungan laba rugi diletakkan di kantor perse-
roan, sementara itu diadakan pengumuman bahwa setiap pemegang
saham perseroan dapat datang di kantor perseroan untuk melihat
dan kalau perlu minta salinannya untuk dipelajari lebih lanjut.
Neraca dan daftar perhitungan laba rugi itu dibuat oleh pengurus
dan diawasi oleh komisaris, selanjutnya ditandatangani oleh semua
anggota pengurus dan komisaris. Keterangan dan penjelasan yang
disertakan pada neraca hams berisi ukuran, dengan mana benda tetap
milik perseroan itu dapat diukur, misalnya: harga pembelian, harga
yang terjadi di pasar atau bursa, penetapan harga dari panitia penilai
dan lain-lain.
Karena yang menetapkan sahnya neraca dan daftar perhitungan
laba rugi itu rapat umum pemegang saham, maka sebelum rapat umum
itu diselenggarakan, neraca dan daftar perhitungan laba rugi itu hams
sudah dapat dibaca dan diketahui oleh para pemegang saham. Dari
itu neraca dan daftar perhitungan laba rugi itu hams diletakkan di

161
PERINCIAN PERH1TeNGAt4 eAsivauoi
NERACA BANK BANK TANGGAL
1 JANLIARI 5/0 31 DESEMBER 1970
PER 31 MEMBER 1976 (DALAM RIBUAN RUPIAH)
(DALAM 144121AN RUPIAH)
PENDAPATAN
1. PeaMplasn Useka Bang
kKTIVA PASSIVA (Operaslosil)
31 0511616 31 DEM- 31 0881M- 31 0E6816 1.1. Haan bung. 52.051E806
11101 1977 UR 1376 DER 1977 BM 13711 1.2. ProvIsi dan koneal 3.444.563
PandaPatan Karma
1. K a a 1941908 10.856.186 1. 00010 Koran 103.58t.512 225.220.873 tre. Owls* 2.037.907
2. RekenIng Koran 99.496.313 83,422244 2. Kesralibsn yang saga- IA, Pendapatan
pad. B.I. ra dapat dlbsyar rupa-rups 11.376.197
3. Rekenino Koran pada 5.696.662 2.111.006 . lalnnya 11.70.114 19.875.770 2. Pendapatse bukan
Bank Lein 3. Tabungan 34.508.275 49.225.615 Maths Bank
4. Wesel2 den tagIlian 28.894.692 16.027811 4. Dwelt* bedangka 91.640.196 116.3711.1133 lien Oparasiong) 99.664
lakinya 5. Piniamen yang
5. Elsk-elsk 642 642 dilarlma 04197.369 289.356.943 66.017.117
6. DeposKo bedatkika 13.900.000 23.800800 6. ENtoran jamlnan 15.540.609 0.947.340
7. PInJaman yang dlberikan 469.212.620 536.924.968 7. POSSINIII deism Valuta II. II I A V A
B. Aktiva dalam Valuta Awing * 1
a Seger & dapat dibayar 2.669.809 4.824.775 1. Blom Ilasha Mink
Ming 4)
16312969 b. Milne 10.870.213 5.232.849 10permkell)
a. Likwid 10.739060 11. Blaya bunga din
b. Pinleman yang 1052.009 2.010.412 8. Ftupa-Rupa •• 17.232.556 21.421.117
9. Modal 415.10, 300.000 300.000 moils! 30.693.776
dIberikan 1.2. Eilaya Deena
c. Lalnnya 6.604.02 14847014 10. Cadangan Umuni 300.000 300.000
11. Cingen kinnya 56.096.935 64.75701 0 Devise 83109
9. P10100110 1.109096 1.257459
12. Ohs labs Ishun2 1,2 Slays tenaga liege 17.919.40
0. Bends tetsp den 8224.393 9.073.000
yang lalu - - 1.4. Penyueutan 623120
Invented* 1.5. Blaya rupaqupa
5202.904 13. Labe taken berialan 762.419 1223.61 3 9.643031
1. Repa-repa 25.973.00 2. Eliaya token 11sala
691 .393.19 732.8ee829 Bank (non OpiraslonI0 72029
39103102 782300.928

Labs (brute) team balm 1977 sabeaer RD 762.419 rIbu 44.793.374


Sell111“1

U.S.S. 1,- in Rp. 625,- 1.60. III. Labs sobelum Mink F 1.223813
•a) Termasuk saldo rekinIng antar Kantor sebeser Rp. 5.332033 dbu Jskarti, 19 Morel 1971 IV. Sim Labs tallen2 yang tale
sebagel kaaH kompensasi antic* saldo debit den Aldo kredit. WENN
SANK 1.223.613
kantor perseroan, di mana setiap pemegang saham setiap hari dapat
melihatnya dan kalau perlu minta salinannya untuk dipelajari lebih dulu
sebelum rapat umum itu dimulai. Kalau neraca dan daftar perhitungan
laba rugi ini hams selesai dibuat selambat-lambatnya enam bulan se-
sudah tutupan tahun buku yang lampau, maka rapat umum dapat dise-
lenggarakan sesudah neraca dan daftar perhitungan laba mgi itu selesai
dibuat. Tentang kapan persisnya rapat umum ini diselenggarakan,
undang-undang tidak menetapkan sesuatu, tetapi yang jelas ialah se-
belum tutup tahun buku yang berjalan, kira-kira pada bulan Agustus —
September.

169. PENELITIAN KEAHLIAN


Undang-undang (KUHD) tidak mengatur banyak mengenai hak pe-
megang saham untuk melihat dan meneliti buku-buku dan surat-surat
perseroan. Pasal 55 ayat (2) KUHD menyinggung tentang hak peme-
gang saham untuk memeriksa neraca dan daftar perhitungan laba mgi
dengan kata-kata: "... dan sementara itu mengumumkan kapada se-
kalian pesero, bahwa mereka dapat memeriksanya selama tenggang
waktu yang ditentukan dalam akta pendirian." Hak pemegang saham
untuk memeriksa neraca dan daftar perhitungan laba rugi ini tidak dijelas-
kan lebih lanjut tentang cara bagaimana melakukan pemeriksaan
tersebut.
Mengingat bahwa para pemegang saham itu belum tentu orang
yang mengerti tentang neraca dan daftar perhitungan laba mgi, yang
akibatnya mereka mudah mengira atau memperkirakan adanya per-
mainan angka oleh penguins yang dapat merugikan para pemegang
saham, maka dalam praktik tentang pemeriksaan neraca dan daftar
perhitungan laba mgi itu diserahkan kepada ahlinya, yaitu "akuntan".
Dari hasil pemeriksaan dan kesimpulan-kesimpulan akuntan ini para
pemegang saham dapat mengetahui tentang situasi yang sebenamya
dari perseroan, di mana mereka adalah .pemegang sahamnya. Kalau
pemegang saham, merasa tidak puns dengan hasil pemeriksaan sebuah
perusahaan akuntan, maka mereka bisa menyerahkan pemeriksaan
ulang terhadap neraca dan daftar perhitungan laba rugi kepada peru-
sahaan akuntan lain. Biaya untuk ini semua dibebankan kepada per-
seroan. Mengenai kemungkinan adanya pemeriksaan keahlian ini,
walaupun undang-undang tidak mengatumya, tetapi dalam praktik hal
itu sudah menjadi kebiasaan, terutama bagi perusahaan yang besar-
besar. Kalau anggaran dasar mengharuskan adanya pemeriksaan ke-

163
ahlian ini, maka hal itu menjadi keharusan, tetapi bila anggaran dasar
tidak mengaturnya, maka pemeriksaan keahlian ini bisa ditetapkan
dengan keputusan rapat umum pemegang saham. Sudah tentu hal pe-
meriksaan keahlian ini bukan suatu tindakan yang mutlak harus dila-
kukan, terutama mengenai perusahaan yang kecil-kecil atau bila di
antara para pemegang saham ada yang ahli dalam pembukuan atau
akuntansi.
Orang ahli (akuntan), yang diangkat untuk memeriksa neraca dan
daftar perhitungan laba rugi berhak untuk melihat semua buku-buku
dan surat-surat milik perseroan, yang diperlukan untuk memenuhi
pelaksanaan kewajibannya. Hal-hal penting yang bemilai dan bersifat
rahasia pun hams diberitahukan kepada pemeriksa ahli itu, agar dia
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, pemeriksa
ahli itu hams menyimpan rahasia perseroan sebaik-baiknya dan kalau
dia membocorkan rahasia itu dia dapat dituntut melalui Pasal 322
KUHP mengenai pembocoran rahasia, yang diancam dengan pidana
penjara paling larna 9 bulan.

170. PEMBAGIAN KEUNTUNGAN


Mengenai apa yang disebut keuntungan, Pasal 49 ayat (1) KUHD
hanya mengatakan "... Tiap-tiap pembagian hams dilakukan atas
segala pendapatan, setelah dikurangi dengan segala pengeluaran."
Ketentuan ini tidak memperhatikan kemungkinan adanya kenaikan
nilai aktiva yang menimbulkan keuntungan dan penyusutan nilai yang
mengakibatkan kerugian. Dan itu sebaiknya pembentukan undang-
undang tidak usah memberi definisi pengertian keuntungan, biar di-
selesaikan oleh ilmiah dan yurisprudensi, sesuai dengan perkembangan
keilmuan tentang perusahaan
Tentang pengaturan cara bagaimana membagi keuntungan itu dise-
rahkan sepenuhnya kepada akta pendirian. Dari keuntungan ini orang
dapat mengambilnya untuk dana cadangan, jasa produksi, tantiemes
dan lain-lain. Kalau akta pendirian tidak menetapkan hal lain, sisa ke-
untungan itu untuk para pemegang saham, yakni sebagai dividen. Me-
ngenai soal ini Pasal 49 ayat (2) KUHD membolehkan adanya suatu
janji, bahwa pembagian tidak boleh melebihi suatu jumlah tertentu.
Uang yang tersisa biasanya dimasukkan dalam dana cadangan persero-
an. Sudah tentu, bila perseroan dalam keadaan merugi, kecuali pemba-
yaran bunga obligasi dan utang-utang lainnya, pembagiankeuntungan tidal(
diadakan, dengan kata lain, pemegang saham tidak menerima dividen.

164
Mengenai ketetapan adanya keuntungan jugs hams memperhatikan
unsur iktikad baik (goede trouw). Perbuatan-perbuatan yang pada
hakekatnya dengan maksud mengurangi banyaknya keuntungan, mi-
salnya, jumlah penyusutan yang terlalu tinggi, dapat dibatalkan. Kalau
ternyata bahwa ketetapan jumlah keuntungan melanggar unsur iktikad
baik, maka orang-orang yang berhak atas keuntungan dapat menuntut
di muka pengadilan. Jika kebatalan tersebut dapat diterima oleh Hakim,
maka Hakim menentukan berapa jumlah keuntungan yang sebanamya. 49)

171. PENYUSUTAN, CADANGAN, TANTIEMES DAN DIVIDEN


Dalam praktik adalah lazim dari keuntungan perseroan diambil jumlah-
jumlah yang dalam urutan sebagai berikut:
a. Penyusutan. Benda-benda yang dipergunakan dalam produksi ma-
kin lama makin menyusut. Penyusutan ini biasanya diperhitungkan
dengan prosentase dan dilakukan tiap-tiap tahun. Misalnya, sebuah
mesin cetak yang harganya 10 juta rupiah, dianggap dapat dipakai
dalam waktu 10 tahun. Jadi, penyusutan mesin itu setahun 10%,
yaitu satu juta rupiah. Tidak semua benda-benda itu menyusutnya
tiap tahun 10%, mungkin hanya 5% dan mungkin lebih dari 10%.
b. Dana cadangan. Mengenai dana cadangan ini diatur dalam Pasal
48 KUHD, yang menganjurkan adanya kas cadangan untuk meng-
hindari hal-hal yang disebut dalam pasal 47 KURD, yaitu kerugian
perseroan yang sampai 50% dan 75%. Pada umumnya orang ber-
anggapan bahwa kas cadangan itu waj ib dibentuk untuk kepenting-
an kelangsungan hidup perseroan sendiri. Hampir setiap akta pen-
dirian perseroan terbatas yang telah saya baca, pembentukan dana
cadangan ini biasanya ada.
c. Tantiemes. Sesudah keuntungan diambil penyusutan, dana cadang-
an, selanjutnya diambil lagi bagian yang diberikan kepada pengurus,
komisaris dan pegawai atau karyawan. Hal ini ditentukan dalam
akta pendirian dan bagian ini disebut "tanciem" (tantiemes).
d. Dividen. Sisa keuntungan sesudah diambil untuk penyusutan,
cadangan dan tanciem, menjadi bagian para pemegang saham yang
disebut "dividen". Pembayaran dividen itu terlaksana dengan me-
nyerahkan "bukti dividen" yang selalu disertakan pada tiap-tiap
saham pada tiap-tiap tahun sekali. "Bukti dividen" itu tersedia pa-
ling sedikit untuk lima tahun, kurang dan 5 tahun tidak lazim. Kalau

49) H.R. 21 Mei 1943, N.J. 1943, no. 484.

165
bukti dividen sudah habis, pemegang dapat minta seperangkat bukti
dividen barn dengan menukarkan "talon" yang selalu dikerjakan
juga pada tiap-tiap saham.

172. PEMBERITAHUAN NERACA DAN DAFTAR LABA RUGI


Pengumuman neraca, daftar perhitungan laba rugi beserta penjelasan-
nya dengan cara meletakkannya di Kantor Pendaftaran Perusahaan
sebagai yang diperintahkan dalam Pasal 42-c W.v.K. Belanda, di
Indonesia belum berlaku. Pasal 55 KUHD mewajibkan pengurus tiap-
tiap tahun sekali memberitahukan neraca, perhitungan laba rugi beser-
ta penjelasannya itu kepada semua para pesero (pemegang saham).
Kantor Pendaftaran Perusahaan seperti di negeri Belanda, di Indonesia
belum ada, sebab "Handelsregisterwet" belum ada. Sayaberpendapat
bahwa sekarang sudah sampai saatnya Kantor Pendaftaran Perusaha-
an perlu dibentuk di Indonesia, mengingat makin banyaknya perusaha-
an dan macam-macamnya jenis perusahaan yang ada di Indonesia,
ditambah lagi dengan banyaknya perusahaan asing dan perusahaan
patungan (joint venture).
-

Adapun cara memberitahukan neraca, perhitungan laba rugi be-


serta penjelasan-penjelasannya kepada para pesero, Pasal 55 KUHD
memberikan 3 alternatif, yaitu:
a. dengan cara mengadakan rapat umum para pemegang saham;
b. dengan cara mengirimkan neraca dan lain-lain itu kepada semua
pesero. Hal ini tidak mungkin dilakukan bila sero-sero itu atas-
pembawa;
c. dengan cara meletakkan neraca dan lain-lain di kantor perseroan
dan sementara itu diumumkan kepada semua pesero bahwa mereka
dapat datang di kantor perseroan untuk memeriksanya dalam
jangka waktu yang ditentukan dalam akta pendirian.
Pada lazimnya banyak perseroan yang memilih cara yang ketiga
digabung dengan cara pertama. Dalam jangka waktu seperti yang
ditentukan dalam akta pendirian para pesero dipersilakan memeriksa
neraca, perhitungan laba rugi beserta penjelasan-penjelasannya di
kantor perseroan atau minta salinannya untuk dipelajari di rumah, se-
sudah jangka waktu habis, rapat umum diadakan.

173. TANGGUNG JAWAB PENGURUS DAN KOMISARIS TERHADAP 1SI


NERACA DAN PERHITUNGAN LABA RUGI
Telah saya katakan bahwa neraca dan perhitungan laba rugi dikerjakan

166
oleh pengurus dengan pengawasan komisaris, dari itu neraca dan per-
hitungan laba rugi ditanda tangani oleh semua pengurus dan komisaris.
Kalau ada seorang saja yang tidak memberikan tanda tangan, harus
dinyatakan secara tertulis apa sebab dia tidak memberikan tanda
tangannya. Dalam rapat umum pemegang saham neraca dan perhi-
tungan laba rugi itu masih menjadi tanggung jawab pengurus dan
komisaris. Baru sesudah ada pengesahan dari rapat umum, pengurus
dan komisaris mendapat pembebasan tanggung jawab (decharge).
Tetapi pembebasan tanggung jawab itu tidak berlaku mengenai
hal-hal yang kurang cukup dijelaskan dalam rapat umum para peme-
gang saham, sehingga akhirnya menimbulkan kerugian bagi perseroan
atau pihak ketiga. Dalam hal ini pengurus dan komisaris masih ber-
tanggung jawab, meskipun mereka dapat diperkenankan mengajukan
bukti penyangkal (tegenbewijs), sehingga pada mereka tidak ada
kesalahan atau kealpaan. 50)

H. PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN

174. KEMLTNGKINAN ADANYA PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN


Kemungkinan adanya perubahan akta pendirian sejak dulu telah diper-
kirakan oleh pembentuk undang-undang, yaitu dalam Pasal 36 ayat
(3) dan Pasal 38 ayat (3) KUHD. Pasal 36 ayat (3) KUHD berbunyi:
"Untuk tiap-tiap perubahan pada syarat-syarat pendiriannyadan
dalam hal perpanjangan waktu, harus diperoleh pengesahan yang
sama." Sedangkan Pasal 38 ayat (3) KUHD berbunyi: "Segala sesuatu
yang tersebut di atas berlaku juga terhadap segala perubahan pada
syarat-syarat pendiriannya, atau dalam hal waktu perseroan diper-
panj ang."
Di sini oleh pembentuk undang-undang KUHD tahun 1848 telah
digambarkan kemungkinan adanya perubahan akta pendirian perseroan,
tetapi pembentukan undang-undang tidak mengaturnya secara terpe-
rind, bagaimana cara perubahan akta pendirian itu dilakukan. Dikata-
kan dalam ketentuan-ketentuan tersebut "perubahan pada syarat-syarat
pendirian." Dari sini dapat timbul beberapa pertanyaan, yaitu:
a. Apa yang dimaksud dengan "perubahan pada syarat-syarat pendiri-
an," dengan mana pengurus diwajibkan minta pengesahan dari
Menteri Kehakiman;

50) H.R. 11 Maart 1937, N.J. 1937, no. 899, E.M.M.

167
b. Bagaimana cara mengadakan perubahan dan apa syarat-syaratnya;
c. Siapa yang berhak mengusulkannya dan siapa yang berwenang
mengesahkannya;
KUHD yang sekarang masih berlaku di Indonesia tidak dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dari itu kita harus meneliti
dalam akta-akta pendirian perseroan yang ada sekarang, yang dapat
ditemukan dalam Tambahan Berita Negara RI. Kecuali dalam akta-
akta pendirian perseroan, jawaban pertanyaan tersebut juga mungkin
dapat ditemukan dalam W.v.K. Ned. yang sekarang berlaku, sebab
W.v.K. Ned. adalah sama dengan KUHD Indonesia ditambah dengan
perubahan-perubahan baru untuk mengikuti kemajuan dalam bidang
perusahaan, khususnya dalam bidang perseroan.
Pada umumnya akta-akta itu menunjuk beberapa hal penting yang
termasuk dalam "syarat-syarat pendirian perseroan," yang dapat diu-
bah, yaitu:
1) nama perseroan;
2) tempat kedudukan;
3) maksud dan tujuan;
4) pembubaran perseroan sebelum waktunya;
5) memperpanjang waktu perseroan;
6) memperbesar atau memperkecil modal perseroan;
Biasanya perubahan-perubahan tersebut diberi syarat-syarat terten-
tu, misalnya, perubahan akta pendirian itu sah, bila diputuskan oleh
rapat umum pemegang saham luar biasa, yang khusus dipanggil untuk
keperluan itu, dalam rapat mana harus diwakili sekurang-kurangnya
2/3 modal yang ditempatkan, serta usul itu hams disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 jumlah suara yang dikeluarkan dengan sah.
Di antara 6 buah hal penting tersebut di atas, hanya "maksud dan
tujuan perseroan"-lah yang dapat diantisipasi jangan sampai mudah
diubah, yakni dengan cara merumuskan maksud dan tujuan perseroan
itu secara luas, misalnya, "maksud dan tujuan perseroan ini ialah:
a) mengusahakan berbagai industri;
b) menerbitkan surat-surat kabar, majalah, bulletin, peta, buku-buku
pelajaran dan lain sebagainya;
c) menjalankan perusahaan penjilidan dan kartonase;
d) mengusahakan biro iklan;
e) menjalankan perdagangan pada umumnya, termasuk perdagangan
antar pulau, ekspor-impor dan perdagangan komisi;
D usaha-usaha sebagai agen, perwakilan, leveransir, distributor, gros-

168
sier dari bermacam-macam mesin dan alat perlengkapan serta
barang-barang keperluan percetakan.
segala sesuatu dalam anti seluas-luasnya
Perseroan hendak mencapai maksud dan tujuan tersebut, baik
dengan usaha sendiri, maupun dengan kerja sama dengan atau turut
serta dalam perusahaan-perusahaan/perseroan-perseroan lain dan
selanjutnya menjalankan usaha-usaha tersebut, dengan mengindahkan
undang-undang dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku."
Demikianlah sebuah contoh "maksud dan tujuan perseroan", yang
dirumuskan secara luas.

175. APAKAH AKTA PENDIRIAN PERSEROAN DAPAT DIUBAH?


Di muka telah saya katakan bahwa menurut undang-undang (KUHD)
perubahan akta pendirian itu dimungkinkan, meskipun dengan syarat-
syarat tertentu. Sekarang bagaimana pendapat para ilmuwan.
a. Sebagai yang telah kita ketahui bersama, Molengraaff" ) berpenda-
pat, bahwa perbuatan mendirikan perseroan itu termasuk perbuatan
hukum jenis perjanjian, sebagai yang diatur dalam Pasal 1313
KUHPER. Kata Molengraaffdalam bukunya tersebut: "Vereniging
(association) is contractuele samenwerking" (Perkumpulan itu
adalah kerja sama kontraktuil). Sebagai suatu perjanjian, bisa saja
diubah, asal semua pihak yang mengadakan perjanjian itu setuju
tentang perubahan itu. Jadi, karena para pemegang saham itu dipan-
dang sebagai pihak yang mengadakan perjanjian, maka perubahan
akta pendirian hams disetujui secara bulat oleh semua para peme-
gang saham.
b. Polak"' berpendapat bahwa perbuatan mendirikan perseroan itu
bukan jenis perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPER,
tetapi perbuatan hukum yang di Jerman dikenal dengan nama
"Gesammakt", yaitu perbuatan sepihak, yang menyatakan sama
bunyi bahwa mereka berkehendak mendirikan perseroan dan ter-
hadap ini mereka membebankan din suatu kewajiban melakukan
suatu pemasukan (inbreng). Polak berpendapat bahwa perubahan
akta pendirian untuk kelangsungan hidup perseroan adalah sudah
sepantasnya, bila musyawarah semua pihak memutuskan perubah-
an itu. Lain halnya, bila dalam akta pendirian itu sejak semula sudah

5)) Molengraaff, op. cit., bl. 194.


52) Polak, op. cit., bI. 338.

169
ada ketentuan bahwa perubahan akta pendirian itu dilarang, maka
di sini jelas, perubahan akta pendirian itu tidak mungkin lagi.
Dalam akta pendirian ada hal hal yang tidak boleh diubah, mi-
-

salnya: tanggal mendirikan perseroan, penyebutan nama notaris dan


saksi-saksinya, nama-nama para pendiri dan jumlah saham yang telah
diambil oleh para pendirinya. Sebaliknya, ada hal hal yang dapat
-

diubah, tetapi dengan syarat-syarat khusus, misalnya: tempat kedu-


dukan, nama perseroan, maksud dan tujuan, memperpanjang umur
perseroan dan lain-lain, hanya dapat diputuskan dalam rapat umum
yang khusus diadakan untuk itu dan dengan syarat-syarat khusus pula.

176. DASAR HUKUM PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN


Peraturan mengenai perubahan akta pendirian ini tidak bisa ditemukan
dalam KUHD. Meskipun begitu dalam akta pendirian, khususnya da-
lam anggaran dasar perseroan, peraturan tersebut sedikit banyak dapat
ditemukan. Kecuali itu untuk melengkapinya sebagai bahan bandingan
dapatlah dipergunakan ketentuan-ketentuan dalam W.v.K. Nederland,
yang dalam hal ini pengaturannya sudah lebih maju dad pada KUHD
(Indonesia). Perlu kiranya diingat bahwa W.v.K. Hindia Belanda (se-
karang: Indonesia) adalah sama dengan W.v.K. Belanda, tetapi sejak
tahun 1874 W.v.K. Belanda banyak mengalami perubahan, sampai 3
Juli 1974 ini sudah ada 74 buah undang-undang yang mengubah W.v.K.,
sehingga W.v.K. Hinda Belanda, yang sekarang menjadi KUHD (In-
donesia) sudah jauh ketinggalan daripada W.v.K. Nederland. Dalam
bidang perseroan, lcetinggalan ini dapat diperbaiki dengan akta pendiri-
an, yang berisi anggaran dasar, yang sedikit banyak sudah memuat ke-
tentuan-ketentuan yang bersifat maju. Saya berpendapat bahwa akta
pendirian perseroan adalah bukti adanya petjanjian untuk mendirikan
perseroan. Karena perjanjian itu menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPER
mengikat para pihak sebagai undang-undang, maka ketentuan-keten-
tuan dalam akta pendirian itu berlaku dan mengikat para pihak, yakni
para pemegang saham atau para pesero. Dengan begitu maka keku-
rangan dalam KUHD sudah dapat dipenuhi dengan kelebihan dalam
akta pendirian. Dari itu saya memperlengkap kekurangan dalam
KUHD dengan ketentuan-ketentuan yang biasanya dimuat dalam akta
pendirian dan ketentuan-ketentuan dalam W.v.K. Nederland, sekedar
yang mengenai perseroan. Meskipun ada ketentuan yang berasal atau
sama dengan ketentuan dalam W.v.K. Nederland, tetapi kalau sudah
dimuat dalam akta pendirian, maka ketentuan-ketentuan tersebut

170
mengikat bagi para pihak, yakni para pesero (Pasal 1338 ayat (1)
KUHPER).

177. SIAPA YANG BERWENANG MENGADAKAN PERUBAHAN AKTA


PENDIRIAN
Persoalan siapa yang berwenang untuk mengadakan perubahan akta
pendirian tidak bisa dijawab melalui undang-undang, terutama KUHD,
dan itu kita harus melihat pada akta pendirian. Dalam tiap akta pendiri-
an disebut bahwa yang berwenang untuk mengadakan perubahan akta
pendirian ialah rapat umum pemegang saham dengan suara terbanyak
mutlak, kecuali kalau akta pendirian menentukan lain. Di negeri Be-
landa persoalan ini telah diatur secara baik, yaitu dalam Pasal 45 ayat
(1 ) W.v.K. Nederland yang berbunyi: "De algemeene vergadering is
bevoegd de akte van oprichting to wijzigen; voor zoover de bevoegdheid
tot wijziging bij de akte van oprichting mocht zijn buitengesloten, is
wijziging niettemin mogelijk met algemeene stemmen in eene
vergadering, waarin het geheele geplaatste kapitaal is vertegenwoor-
digd" (Rapat umum pemegang saham berwenang untuk mengubah
akta pendirian, meskipun kewenangan untuk mengubah akta pendirian
itu ditutup oleh akta pendirian, perubahan itu dapat juga dilakukan
oleh rapat umum, di mana seluruh modal yang ditempatkan diwakili).
Meskipun dalam KUHD ketentuan semacam ini tidak ada, tetapi
dalam akta pendirian ketentuan yang sejenis biasanya ada. Ini berarti
meskipun KUHD (Indonesia) belum banyak yang diubah seperti halnya
di Nederland, tetapi dalam kehidupan perseroan, ketentuan-ketentuan
yang telah maju sudah menjadi kebiasaan di Indonesia untuk dican-
tumkan dalam akta pendirian, dalam hal ini, anggaran dasar: Karena
akta pendirian itu statusnya adalah suatu perjanjian, yang menurut
Pasal 1338 ayat (1) KUHPER, berlaku bagi para pihak sebagai
undang-undang, maka kekurangan dalam KUHD dapat ditutup dengan
kelebihan yang ada pada akta pendirian. Tetapi walaupun begitu, saya
tidak bosan-bosan menghimbau Pemerintah agar pembaharuan KUHD
lekas ditangani.

178. DIPERLUKAN PERSETUJUAN PIHAK KETIGA


Ada kemungkinan dalam akta pendirian ditentukan bahwa ada bebe-
rapa orang, di luar para pemegang saham, yang diberi hak, misalnya
para pemegang bukti pendirian dan lain-lain, tidak dapat mempengaruhi
rapat umum pemegang saham dan hak mereka dijamin dengan suatu

171
ketentuan bahwa perubahan akta pendirian itu tidak akan merugikan
mereka, kalau mereka tidak dapat menyetujui perubahan itu, kecuali
bila pada waktu memberikan hak-hak itu, kewenangan untuk
mengubah akta pendirian itu tidak disyaratkan.

179. PEMBATASAN KEWENANGAN MENGUBAH AKTA PENDIRIAN


Selanjutnya dalam akta pendirian sering ada ketentuan-ketentuan yang
membatasi kewenangan mengubah akta pendirian. Perubahan akta
pendirian itu dalam hal yang demikian, harus memperhatikan pem-
batasan itu. Dan bila dalam akta pendirian ada ketentuan yang mela-
rang beberapa hal untuk diubah, maka perubahan yang demikian hanya
dapat dilaksanakan atas keputusan rapat umum, di mana diwakili seluruh
modal yang ditempatkan.
Kalau perseroan dalam keadaan pailit, maka perubahan akta pen-
dirian itu hanya mungkin diadakan dengan persetujuan !curator (Balai
Harts Peninggalan). Peraturan yang demikian ini dalam KURD tidak
ada. Hal ini dapat dicari dalam akta pendirian yang mengaturnya secara
lengkap.

180. FORMALITAS MENGENAI PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN


Mengenai formalitas perubahan akta pendirian tidak diatur dalam
KUHD. Meskipun begitu, untuk mengetahui persoalan tersebut kita
dapat melihat pada akta pendirian. Untuk memperlengkap pembicaraan
mengenai formalitas perubahan akta pendirian tersebut saya akan
melihat ketentuan-ketentuan yang ada dalam W.v.K. Nederland. Saya
akan memerinci perbuatan-perbuatan hukum yang termasuk dalam
formalitas perubahan aktd pendirian, sebagai berikut:
a. Usul perubahan akta pendirian harus disebutkan dalam acara rapat
pada undangan rapat umum pemegang saham. Pemberitahuan usul
perubahan yang dilakukan kemudian, meskipun dengan mengingat
tenggang waktu yang tersedia, dianggap tidak cukup, kecuali kalau
keputusan itu diambil dengan suara bulat dalam rapat umum, di
mana diwakilinya seluruh modal yang ditempatkan (Pasal 43-g,
W.v.K. Ned.);
b. Salinan surat usul beserta undangan yang bersangkutan hams di-
taruh di kantor perseroan, agar dapat dilihat oleh setiap pemegang
saham, sampai pada akhir rapat. Kalau hal ini tidak terjadi, usul itu
dapat juga diputuskan secara sah, kecuali kalau beberapa orang
pemegang saham yang mewakili paling sedikit sepersepuluh modal

172
yang ada dalam rapat, menentang pembicaraan usul perubahan itu
(Pasal 45-b, ayat (2), W.v.K. Ned.);
c. Perubahan itu hams dinyatakan dalam akta notariil, atas ancaman
kebatalannya. Hal ini dapat dilakukan dengan dua macam cara.
Pertama, dengan cara membuat proses verbal ikhtisar rapat secara
notariil, dan kedua, setelah usul perubahan aktapendirian itu disetujui
rapat, keputusan rapat itu lalu dibuat tersendiri secara notariil (Pasal
45-c, W.v.K. Ned.);
d. Setelah perubahan itu disetujui rapat dan dibuat secara notariil,
maka perubahan itu diminta pengesahannya kepada Menteri Ke-
hakiman, seperti pada waktu mendirikan perseroan (Pasal 36 ayat
(3) KUHD), sesudah mana pengurus berkewajiban untuk men-
daftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang
serta mengumumkannya dalam Tambahan Lembaran Negara RI
(Pasal 38 ayat (3) KUHD).

I. PEMBUBARAN DAN PEMBERESAN PERSEROAN

181. SWAT PEMBUBARAN


Pembubaran perseroan adalah penghentian sebagai alat persekutuan.
Mekanik perseroan sementara masih tetap betjalan, tetapi motor peng-
geraknya sudah tidak ada lagi. Hubungan-hubungan hukum berubah si-
fatnya, kehilangan kesatuannya yang diarahkan oleh tujuannya. Karena
kesatuan sudah tidak ada lagi, maka masing-masing bagian itu diken-
dalikan oleh kemanfaatan bekas perseroan, sebab sekarang sudah tidak
ada perseroan terbatas lagi, tetapi perseroan dalam pemberesan. Perseroan
terbatas tidak dapat hidup lagi. Sekarang kita meneliti kenyataan-
kenyataan apa saja yang ditimbulkan oleh pembubaran perseroan ini.

182. ALASAN-ALASAN BUBARNYA PERSEROAN


Adapun alasan-alasan kenapa sebuah perseroan itu bubar, adalah se-
bagai berikut:
a. Masa hidupnya telah berakhir (Pasal 46 KUHD), kecuali kalau
masa hidup itu diperpanjang lagi secara sah menurut Pasal 38 ayat
(3) KUHD;
b. Keputusan rapat umum pernegang saham, yang menghendaki bubar-
nya perseroan. Syarat-syarat yang dapat dipergunakan untuk mem-
bubarkan perseroan itu hams diatur dalam akta pendirian dengan
syarat-syarat khusus, misalnya: pembubaran perseroan sebelum wak-

173
to yang ditentukan hanya dapat terjadi dengan keputusan suatu rapat
umum luar biasa para pemegang saham yang khusus dipanggil untuk
keperluan itu, dalam rapat mana harus diwakili sekurang-kurangnya
2/3 dari modal yang ditempatkan dan usul disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 jumlah suara yang dikeluarkan dengan sah;
c. Bila kerugian perseroan sudah mencapai 75% jumlah modal yang
ditempatkan (Pasal 47 ayat (2) KUHD);
d. Telah adanya keadaan "insolvensi" sebagai yang dimaksud dalam
Pasal 168 ayat (1) Peraturan Kepailitan, yakni, bila dalam rapat
verifikasi tidak ada akkoord dan kalau ada akkoord, tetapi ditolak,
maka demi hukum harta pailit itu berada dalam keadaan "tidak
mampu membayar" (insolvensi);
e. Adanya keputusan Menteri Kehakiman berdasarkan kepentingan
umum tentang pembubaran perseroan terbatas (Pasal 37 ayat (3)
KUHD);
f Adanya keputusan Menteri Kehakiman dengan mendengar pendapat
Mahkamah Agung sebagai yang diatur dalam Pasal 37 ayat (4) KURD;
Kecuali alasan-alasan tersebut di atas, masih ada hal yang mungkin
bisa menjadi alasan pembubaran perseroan, yaitu Pasal 1646 KUHPER
yang berbunyi:
"Perseroan bubar karena:
1 e. dengan lampaunya waktu, untuk mana perseroan didirikan;
2e. dengan musnahnya barang atau diselesaikannya usaha yang men-
jadi pokok perseroan;
3e. atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang pesero;
4e. jika salah seorang pesero meninggal atau ditaruh di bawah peng-
ampuan atau dinyatakan pailit."
Alasan pertama sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 46 KUHD,
yang sudah saya bicarakan di atas. Alasan ketiga tidak bisa diperguna-
kan bagi perseroan terbatas, sebab perseroan terbatas itu hanya bisa
dibubarkan atas dasar kehendak dari semua pesero, yang dinyatakan
dalam rapat umum para pesero, yang biasanya disertai dengan syarat-
syarat khusus. Alasan keempat juga tidak bisa diterapkan pada per-
seroan terbatas, sebab misalnya semua saham jatuh menjadi milik
satu orang, maka dengan matinya pemilik saham tersebut tidak perlu
perseroan bubar, sebab perseroan itu dapat dilanjutkan oleh ahli waris-
nya. Begitu pula bila satu-satunya pemilik saham perseroan itu ditaruh
di bawah pengampuan atau jatuh pailit.
Sekarang sampailah saya membicarakan alasan kedua, yang ter-

174
dapat beberapa pendapat. Yang biasa diajukan sebagai contoh ialah
suatu perseroan yang melakukan perusahaan pelayaran taut, tetapi
hanya mempunyai sebuah kapal, sedang satu-satunya kapal itu teng-
gelam, terbakar atau dijual. Apakah perseroan dalam keadaan demi-
kian itu harus bubar? Saya kira perseroan tidak perlu bubar, sebab
rapat umum pemegang saham mungkin masih dapat menemukan satu
jalan lain, agar perseroan masih dapat diteruskan, misalnya dengan
mengalihkan tujuan perseroan.
Di negeri Belanda hal yang demikian tidak perlu diributkan, sebab
alasan tersebut tidak berlaku bagi perseroan, karena di negeri Belanda
sejak tahun 1929 ada satu Pasal dalam W.v.K. Belanda, yang menye-
butkan satu per satu alasan pembubaran perseroan terbatas.
Pasal 55 W.v. K. Nederland berbunyi: "De naamloze vennootschap
wordt, onverminderd het bepaalde bij de artikelen 36j, 37b en 54a,
ontbonden:
I e. door het verstrijken van den bepaalden tijd;
2e. door een daartoe strekkend besluit van de algemene vergadering
van aandeelhouders;
3e. door insolventic, nadat zij in staat van faillissement is verklaard
of door opheffing van het faillissement wegens de toestand van
de boedel." (Perseroan terbatas, kecuali yang tersebut dalam
Pasal 36j, 37b dan 54a, bubar karena:
a. lampaunya waktu tertentu;
b. keputusan rapat umum para pemegang saham;
c. insolvensi, sesudah perseroan itu dinyatakan pailit atau diakhiri-
nya keadaan pailit karena harta pailit."
Karena pasal ini adalah pasal W.v.K. Nederland, yang merupakan
"lex special is" terhadap B.W. Ned., maka Pasal 1683 B.W. Ned.
(Pasal 1646 KUHPER) tidak berlaku bagi perseroan terbatas.
Perseroan seperti yang dilukiskan dalam alasan kedua Pasal 1646
KUHPER tersebut adalah "perseroan kosong" (lege vennootschap),
artinya: untuk sementara perseroan itu tidak mempunyai usaha, tetapi
kalau kemudian hari perseroan itu mendapat kapal lagi, maka perseroan
itu dapat melakukan perusahaannya lagi. Dalam keadaan kosong itu
perseroan tidak perlu bubar, sebab kalau dibubarkan dan kemudian
ternyata masih membutuhkan perseroan itu, maka perseroan itu hams
didirikan lagi. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa musnahnya
barang atau diselesaikannya usaha yang menjadi pokok tujuan perse-
roan, tidak merupakan alasan untuk bubarnya perseroan.

175
183. PEMBUBARAN PERSEROAN OLEH SEORANG PEMEGANG SAHAM
ATAU LEBIH
Pasal 1647 KUHPER menetapkan bahwa seorang sekutu atau lebih
tidak boleh menuntut bubarnya persekutuan di muka Hakim, kecuali
bila ada alasan-alasan yang sah, misalnya, jika sekutu lain tidak meme-
nuhi kewajibannya atau bila dia sakit terus-menerus, sehingga dia tidak
bisa melakukan tugasnya dalam persekutuan. Mengenai soal ini ada
beberapa pendapat dalam hal penggunaannya bagi perseroan terbatas.
a. Molengraaff53) berpendapat bahwa penuntutan sekutu (dalam hal
ini pemegang saham) sebagai yang disebut dalam Pasal 1647 KUHD
itu mungkin;
b. Van der Heijden dan Van der Dinten" ) berpendapat bahwa peno-
lakan penggunaan Pasal 1647 KUHD tidak 100% tepat, sebab
kemungkinan itu masih ada, yakni dalam hal persekutuan/perseroan
terbatas itu hanya tinggal mempunyai dua orang pemegang saham
saja, yang masing-masing memiliki separuh dari modal perseroan,
sadangkan mereka tidak sepakat mengenai pembubaran persero-
an;
c. Prof. Soekardono" ) dapat menyetujui kemungkinan penggunaan
Pasal 1647 KUHPER, mengingat keadaan konkrit. Perlu dicatat
bahwa perseroan tidak bubar, meskipun semua saham jatuh di satu
tangan. Lagi pula yang diutamakan dalam perseroan adalah saham
dan jumlahnya, bukan pemegang sahamnya atau jumlah mereka.

184. PEMBUBARAN PERSEROAN DENGAN PUTUSAN HAKIM


Dalam KUHD tidak ada ketentuan yang memberi wewenang kepada
Jaksa untuk menuntut pembubaran perseroan, karena berbuat berten-
tangan dengan kesusilaan (goede zeden) dan ketertiban umum (open-
bare orde). Hal ini menurut pendapat saya perlu sekali diadakan keten-
tuan yang khan mengenai perseroan yang berbuat bertentangan dengan
kesusilaan dan ketertiban umum tersebut, karena Pasal 37 ayat (1)
KUHD menetapkan: "Jika perseroan itu tidak bertentangan dengan
kesusilaan atau dengan ketertiban umum ...." Ketetapan tersebut di-
laksanakan oleh Menteri Kehakiman pada waktu menilai akta pendi-
rian perseroan yang diajukan kepadanya untuk mendapat pengesahan.

53) Molengraaf, op. cit., bl. 313.


54) Van der Heijden — Van der Grinten, Handboek, op. cit., bl. 578.
53 > Soekardono, op. cit., hlm. 171.

176
Sesudah perseroan itu disahkan dan menjadi badan hukum, tentu ada
kemungkinan bahwa perseroan itu dalam perbuatannya untuk menca-
pai tujuannya melanggar ketentuan kesusilaan dan/atau ketertiban
umum. Hal yang demikian itu tidak dikawekani oleh KUHD. Meskipun
dalam KUHD belum/tidak ada ketentuan yang memberi kewenangan
kepada Jaksa untuk bertindak terhadap perseroan yang berbuat mela-
wan kesusilaan dan ketertiban umum, tetapi pada hemat saya Jaksa
dapat bertindak berdasar atas berlakunya KUHP. Bahwa perseroan
yang berbuat melanggar kesusilaan dan/atau ketertiban umum itu me-
nurut hemat saya perlu ditindak itu sudah bukan suatu problim lagi,
sebab perbuatan itu merupakan perbuatan a-susila dan melanggar
ketertiban umum, sedangkan kesusilaan dan ketertiban umum itu
adalah asas-asas yang hams dipertahankan oleh negara kita, terutama
karena RI menganut asas "Pancasila". Di Negeri Belanda hal yang
demikian itu telah ada ketentuannya, yaitu dalam Pasal 37-b ayat (1)
W.v.K. Ned. yang berbunyi: "(1). Het openbaar ministerie is bevoegd
de ontbinding to vorderen van de naamloze vennootschap, wanneer
haar doel of werkzaamheid in strijd is met de goede zeden of de
openbare orde (Kejaksaan berwenang untuk menuntut pembubaran
perseroan, bila tujuan atau perbuatannya bertentangan dengan kesu-
silaan dan ketertiban umum). Sudah tentu tuntutan kejaksaan tersebut
diajukan kepada pengadilan negeri dan selanjutnya pengadilan negeri
memberi putusan membubarkan perseroan yang bersangkutan, bila
ternyata tuntutan itu mempunyai dasar hukum.

185. PEMBUBARAN PERSEROAN KARENA LAMPAUNYA JANGKA


WAKTU TERTENTU
Kalau dalam akta pendirian tidak ditetapkan waktu tertentu bagi umum-
nya perseroan, maka umur perseroan dianggap dalam jangka waktu
yang tidak tertentu. Bila umur perseroan ditetapkan dalam jangka
waktu tertentu, maka sesudah jangka waktu tersebut lampau, perseroan
harus diperpanjang lagi dengan jangka waktu yang sama dengan se-
mula. Memperpanjang umur perseroan ini dengan cam mengubah
akta pendirian, yang cam melakukannya sudah saya bicarakan di muka.
Jika jangka waktu sebagai umur perseroan sudah lampau tanpa ada
usaha perpanjangan, maka perseroan bubar. Tetapi hal semacam ini
di negeri Belanda diatur lain, yakni: bila batas waktu umur perseroan
sudah dilampaui, tetapi belum ada pengesahan tentang perpanjangan
yang telah dimintakan oleh rapat umum para pemegang saham, maka

177
umur perseroan ditambah demi hukum setahun lagi, sambil menanti
pengesahan dari Menteri Kehakiman (Pasal 55-a, W.v.K. Ned.).

186. PEMBUBARAN DENGAN KEPUTUSAN RAPAT UMUM


Pada umumnya dalam akta pendirian ada ketentuan yang mengatur ten-
tang pembubaran perseroan dengan keputusan rapat umum, misalnya,
dalam akta pendirian diatur bahwa pembubaran perseroan sebelum
waktu yang ditentukan hams diputuskan oleh rapat umum yang khusus
dipanggil untuk itu, dalam rapat mana diwakili paling sedikit 2/3 modal
yang ditempatkan dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
suara yang dikeluarkan dengan sah. Kalau ketentuan yang demikian
ini tidak ada, maka keputusan dapat dilakukan dengan suara terbanyak
mutlak, malahan pembubaran secara diam-diam juga dimungkinkan. 56)
Keputusan pembubaran perseroan ini sebetulnya hares didaftarkan
dan diumumkan seperti pada waktu mendirikan. Di Negeri Belanda
pendaftaran itu di kantor Pendaftaran Perusahaan (Kantoor van het
Handelsregister), sedangkan pengumumannya di Nederlandse
Staatscourant (Pasal 55-b, W.v.K. Ned.). Di Indonesia ketentuan
pendaftaran dan pengumuman semacam ini tidak ada. Demi untuk
ketertiban dan pengawasan semua perusahaan yang ada di Indonesia,
saya menganggap pengaturan tentang pendaftaran dan pengumuman
semacam di atas, perlu sekali.

187. PEMBUBARAN PERSEROAN KARENA PELEBURAN ATAU PENGGA-


BUNGAN
Kalau ada dua perseroan, misalnya, perseroan A dan perseroan B, ingin
mengadakan peleburan (semensmelting, fusie atau merger), maka per-
seroan A membeli semua saham perseroan B, yang akibatnya persero-
an B membubarkan diri. Sekarang yang ada hanya perseroan A, yang
telah membeli semua saham perseroan B dan perseroan B bubar. Ke-
nyataan ini saya sebut "peleburan" atau dalam istilah Belanda "samens-
melting" atau "fusie", sedangkan dalam istilah Inggris disebut "merger".
Suatu kenyataan lain dalam dunia perusahaan ialah, perseroan A
dan B tersebut, sama-sama membubarkan diri dan bersama-sama
pula membentuk perseroan baru, misalnya perseroan C. Kenyataan
tersebut saya sebut "penggabungan", yang dengan istilah Belanda
disebut "omzetting", dan dalam istilah Inggris disebut "consolidation".

"1 H.R. 9 April 1941, B.B. 7321.

178
Peraturan mengenai lembaga peleburan dan penggabungan ini baik
di Negeri Belanda,") maupun di Indonesia tidak ada. Tetapi dalam
praktik lembaga ini banyak dilakukan oleh perusahaan bermodal lemah
dalam usahanya untuk mempertahankan diri terhadap saingan peru-
sahaan raksasa yang bersifat multinasional, yang sekarang banyak
beroperasi di Indonesia. Hal ini banyak terjadi pada perusahaan kecil
dan menengah, misalnya di lingkungan perbankan.

188. PEMBUBARAN PERSEROAN KARENA JATUH PAILIT


Kepailitan adalah kenyataan hukum, di mana suatu perusahaan dalam
keadaan berhenti membayar (Pasal 1 ayat (1) Peraturan Kepailitan).
Perusahaan yang dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya,
dapat dijatuhkan pailit. Pernyataan sebuah perusahaan dalam keadaan
pailit hams berdasarkan putusan Hakim. Tetapi perusahaan yang jatuh
pailit, tidak tentu berakibat bubarnya perusahaan yang bersangkutan,
sebab kalau dalam kepailitan itu terjadi akur (akkoord), maka ber-
akhirl ah kepailitan (Pasal 156 PK). Dengan keadaan ini, maka pe-
rusahaan tidak bubar, melainkan masih bisa hidup lanjut. Hanya kalau
dalam rapat verifikasi tidak terjadi akur atau kalau ada akur, ditolak,
baik oleh rapat verifikasi, oleh Hakim pemberi homologasi, maupun
oleh Hakim banding, maka perseroan demi hukum berada dalam ke-
adaan "insolvensi" (tidak mampu membayar) — (Pasal 168 PK).
Dengan adanya keadaan "insolvensi" ini maka perseroan bubar.

189. KEADAAN PERSEROAN SETELAH BUBAR


Sesudah bubar, perusahaan/perseroan tidak segera hilang, hak dan
kewajibannya masih ada, hanya urusan bare tidak boleh dilakukan
dan adanya perseroan sekedar diperlukan untuk merampungkan pem-
beresan. Malahan sesudah pemberesan rampung masih mungkin per-
seroan dituntut." ) Dalam keadaan bubar, bilamana nama perseroan
perlu disebut, maka nama perseroan itu biasa ditambah dengan kata-
kata "dalam pemberesan" (in liquidatie), misalnya: "PT Bank Nusan-
tara dalam pemberesan".
Bahwa setelah perseroan bubar, perseroan masih tetap ada sampai
pemberesan selesai, mempunyai dasar hukumnya pada Pasal 56
KUHD dan Pasal 1665 KUHPER.

Van der Heijden, Handboek, 8e druk, 1968, bI. 580-582, no. 378 dan 378.1.
5 ') H.R. 6 Maart 1942, N.J. 1942, no. 386.

179
Pasal 1665 ayat (1) KUHPER berbunyi: "Pada waktu membubar-
kan persekutuan semacam itu sekutu-sekutu yang masih ada atau
sekutu yang paling akhir ada, diwajibkan melunasi utang-utang perse-
kutuan, sejumlah adanya kekayaan, dan mereka hanya diperkenankan
membagi-bagi atau mengambil sisanya dan dengan demikian juga
memindahkannya kepada ahli waris-ahli waris mereka." Pasal 56
KUHD berbunyi: "Tiap-tiap perseroan yang dibubarkan harus dibe-
reskan oleh para pengurusnya, kecuali kalau dalam akta pendirian
menetapkan suatu cara pemberesan yang lain."

190. PARA PEMBERES


Telah saya katakan bahwa pembubaran bukanlah berarti perseroan
itu berakhir. Pada saat sebuah perseroan bubar, perseroan itu masih
ada, yang masih dapat berbuat sesuatu untuk pemberesan, dapat digu-
gat dan menggugat. Hanyamengenai urusan barn perseroan itu dilarang
melakukan. Selama perseroan itu dalam keadaan berjalan, maka
penguruslah yang melakukan segala perbuatan bagi perseroan, tetapi
kalau perseroan sudah dalam keadaan bubar, maka menjadi pertanya-
an, siapakah yang harus melakukan pemberesan? Soal ini dijawab
oleh Pasal 56 ayat (1) KUHD yang berbunyi: "Tiap-tiap perseroan
yang dibubarkan hams dibereskan oleh pengurusnya, kecuali kalau
dalam akta pendirian diatur dengan cara lain." Ayat (2) berbunyi:
"Buku-buku perseroan hams disimpan oleh seorang pemegang saham,
yang dipilih oleh rapat umum pemegang saham dengan suara terba-
nyak. Kalau suara sama banyak, ditetapkan oleh Pengadilan Negeri
yang mewilayahi tempat perseroan itu (Pasal 56 ayat (2) bsd. Pasal
35 KUHD).
Mungkin akta pendirian menunjuk sebagai likuidatur para pengurus
yang diawasi oleh komisaris, kecuali kalau rapat umum pemegang
saham menentukan lain. Rapat umum dapat menunjuk beberapa orang
pemegang saham, yang bukan pengurus dan bukan komisaris, tetapi
mungkin pula rapat umum menunjuk orang luar, yakni bukan pemegang
saham, pengurus atau komisaris. Meskipun pemberesnya orang lain,
pengurus perseroan hams membantu dan komisaris harus mengawasi
perbuatan pemberes. Dengan begini, maka seolah-olah pemberes itu
adalah pengurus butt yang pekerjaannya harus diawasi oleh komisaris.

191. PEMBERESAN
Adalah menjadi tugas para pemberes untuk menguangkan seluruh

180
aktiva perseroan, dengan hasil mana melunasi semua tagihan peseroan
yang sah. Cara menguangkan aktiva tersebut dapat dilakukan dengan
pelelangan umum atau dengan penjualan di bawah tangan. Keuntungan
cara dengan pelelangan umum ialah membebaskan para pemberes
dari keharusan membulctikan bahwa mereka telah menguangkan selu-
ruh aktiva peseroan secara baik dan jujur.
Dalam melunasi semua tagihan para kreditur harus diingat adanya
tagihan yang bersi fat istimewa (bevoorrechte schulden), sesudah
mana barn dilunasi tagihan biasa. Termasuk dalam kolompok tagihan
ialah honorarium atau upah para pemberes, yang jumlahnya telah
ditetapkan dalam rapat umum para pemegang saham pada waktu
mengangkat para pemberes. Kalau harta kekayaan perseroan tidak
mencukupi untuk membayar semua tagihan secara lunas, maka pem-
bayaran dilakukan seimbang dengan jumlah tagihan (pondsponds-
gewijze).
Jika harta kekayaan perseroan sesudah diambil untuk melunasi se-
mua utang, masih ada sisanya, maka sisa itu dibayarkan kepada para
pemegang saham. Juga dalam kelompok para pemegang saham ini
harus diingat adanya pemegang saham preferen, yang hams didahu-
lukan daripada lainnya. Termasuk dalam kelompok ini terdapat orang-
orang yang memiliki hak atas perseroan, misalnya: pemegang bukti
keuntungan, pemegang bukti pendirian dan lain-lain. Kalau sisa harta
kekayaan perseroan tidak mencukupi untuk membayar kembali semua
saham dan hak-hak yang ada, maka pemberes harus merencanakan
pembagian seadil mungkin dengan mengingat asas "keseimbangan"
(pons-ponsgewijs). Kalau dalam pembagian ini masih ada sisanya,
maka hal itu harus dilaporkan kepada rapat umum para pemegang
saham yang mengangkatnya sebagai pemberes.

192. AKHIR PEMBERESAN


Sesudah pemberes selesai melakukan tugas pemberesan, maka me-
reka hams melaporkan kepada rapat umum para pemegang saham
mengenai semua perbuatan yang telah dilakukan untuk menunaikan
tugasnya. Laporan itu hams dibuat tertulis, supaya bisa diteliti dengan
sebaik-baiknya. Bersama laporan itu dilampirkan semua buku dan
surat-surat perseroan untuk disimpan. Rapat umum sebelum memberi
pembebasan tanggung jawab kepada para pemberes (decharge) ha-
ms meneliti dulu apakah semua utang sudah dilunasi, sebab dalam
praktik pernah terjadi para pemegang saham hams mengembalikan

181
sebagian dari uang yang telah diterimanya, karena masih ada utang
yang belum dibayar lunas.59)
Mengenai buku-buku dan surat-surat perseroan diatur dalam Pasal
56 ayat (2) KUHD, yang menunjuk berlakunya Pasal 35 KUHD bagi
perseroan terbatas. Pasal 35 KUHD itu berbunyi: "Setelah pemberes-
an dan pemisahan tadi selesai, maka jika tentang hal itu tidak ada
suatu perjanjian apa pun juga, segala buku-buku yang dulu menjadi
milik perseroan yang telah dibubarkan, harus tetap ada pada salah
seorang pesero, yang mana dengan suara terbanyak atau, dalam hal
suara sama banyak, telah dipilih oleh pengadilan negeri; dengan tidak
mengurangi kebebasan para pesero atau sekalian para pengganti hak
mereka untuk memeriksa buku-buku dan surat-surat itu." Biasanya
pesero yang menyimpan buku-buku dan surat-surat itu ditunjuk oleh
rapat umum para pemegang saham. Penyimpanan itu untuk selama
30 tahun (Pasal 1967 KUHPER).
Sesudah pemberesan selesai dan buku-buku serta surat-surat disim-
pan, mendadak ada seorang atau beberapa orang kreditur yang mena-
gih perseroan yang telah bubar itu, maka penagih yang kepentingan
dapat menggugat kepada Hakim, dan Hakim bisa membuka kembali
pemberesan dan kalau perlu mengangkat pemberes baru. Pemberes
ini berwenang untuk minta kembali kelebihan uang yang telah diterima
oleh para pemegang saham dan para pemilik hak pada perseroan.
Ketentuan ini secara tegas tidak ada dalam KUHD. Dalam bidang ini
dan lainnya KUHD Indonesia masih perlu sekali disempurnakan.

193. PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN PERSEROAN YANG BUBAR


Menurut Pasal 38 ayat (2) dan (3) KUHD, perseroan yang telah
mendapat pengesahan dan Menteri Kehakiman, hams didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang dan diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara RI. Begitu pun sebaiknya bila sebuah
perseroan bubar dan lalu berakhir, didaftarkan di Kepaniteraan dan
diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI seperti pada waktu
terbentuknya. Hal terakhir ini perlu sekali dilakukan demi untuk peng-
awasan Pemerintah terhadap adanya semua perseroan yang ada dalam
wilayahnya. Ketentuan bahwa perseroan yang bubar hams didaftar-
kan dan diumumkan ini tidak ada dalam KUHD. Akibat dan tidak ada-
nya ketentuan ini, maka keadaan perseroan di Indonesia tidak bisa di-

") Hof Amsterdam, 17 Maart 1911, W. 9242.

182
awasi. Orang tidak dapat mengetahui apakah sebuah perseroan terbatas
tertentu sekarang ini masih ada, apakah sudah bubar, dan mana alamat
yang terakhir. Hal ini penting sekali bagi seseorang yang ada hubungan
dengan perseroan tennaksud, karena tidak bisa menemukan alamat ter-
akhir dari perseroan tersebut. Pada waktu sekarang ini keadaan per-
seroan terbatas tersebut yang ada di Indonesia bisa diketahui alamat per-
tamanya, tetapi apakah perseroan itu sekarang masih ada, apakah sudah
bubar dan di mana alamatnya yang terakhir, tidak dapat diketahui secara
pasti, sebab tidak ada kewajiban bagi sebuah perseroan yang bubar untuk
mendaftarkan dan mengumumkan seperti halnya pada waktu terben-
tuknya. Saya berpendapat alangkah baiknya bila undang-undang tentang
perseroan terbatas yang akan diterbitkan itu mengandung ketentuan
yang mengharuskan pengurus perseroan yang bubar itu mendaftarkan
dan mengumumkan pembubaran tersebut di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri dan mengumumkannya dalam Tambahan Berita Negara RI.

183
BAB VII
PERKOPERASIAN

A. HAL-HAL UMUM

194. PENGANTAR
Kata "koperasi" (cooperation-cooperatie) berarti: kerja sama. Dengan
adanya kerja sama antara beberapa orang, suatu tujuan yang sukar
dicapai oleh orang perseorangan, dapat dicapai dengan mudah, misal-
nya:
a. Para penghuni suatu kompleks perumahan dapat membeli barang-
barang konsumsi (beras, gula, minyak, sabun, sayur-sayur,buah-
buahan dan lain-lain) secara bersama-sama dengan harga lebih
murah daripada kalau masing-masing orang membeli barang ter-
sebut sendiri-sendiri;
b. Di bidang produksi, secara koperatif dapat di selenggaralcan suatu
perindustrian secara lebih luas dan lebih mendalam daripada kalau
dilakukan oleh masing-masing orang;
c. Di bidangperkreditan, secara koperatif dapat dikumpulkan sejum-
lah uang tunai, yang dapat dipinjamkan kepada para anggota koperasi
dengan bunga yang lebih ringan daripada kalau orang meminjam
pada bank atau seorang pelepas uang (geldschieter);
Dan apa yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimak-
sud dengan koperasi adalah suatu "kerja sama" antara orang-orang
yang tidak bermodal untuk mencapai tujuan kemakmuran bersama.
Kalau kerja sama itu dilakukan oleh orang-orang yang bermodal
dengan tujuan untuk mencari keuntungan, bukan koperasi wadahnya,
tetapi persekutuan firma atau persekutuan komanditer. Meskipun kedua
bentuk kerja sama, yang ada pada koperasi dan persekutuan firma/
komanditer itu hampir sama, tetapi unsur-unsur (isi)nya tidak sama,
yakni mengenai:
1) Para pihak. Pada koperasi, para pihak adalah orang-orang yang
tidak bermodal. Jadi, untuk mendapat satu jumlah modal yang me-
madai, haruslah para pihak itu banyak jumlahnya, sedangkan pada
persekutuan firma atau komanditer, para pihak itu tidak banyak

184
jumlahnya, mungkin dua atau tiga orang, yang masing-masing me-
mang sudah memiliki modal yang cukup;
2) Tujuan. Pada koperasi, tujuan itu adalah kemakmuran bersama,
yakni kebutuhan kebendaan bagi masing-masing anggota, sedang-
kan pada persekutuan firma atau persekutuan komanditer, tujuan
itu adalah keuntungan bagi sekutu-sekutunya;
3) Permodalan. Pada koperasi modal dipupuk dari simpanan-simpanan,
pinjaman-pinjaman, penyisihan-penyisihan dari hasil usahanya, ter-
masuk cadangan serta sumber-sumber lain (Pasal 32 ayat (1) UKO-
67), sedangkan modal pada persekutuan firma atau komanditer
terdiri atas pemasukan-pemasukan dan pars sekutu, yang dilaku-
kan sekali saja dengan jumlah besar Pasal 16 KUHD, bsd. 1618,
1625, 1626 dan 1627 KUHPER);
4). Pembagian sisa hash usaha. Pada koperasi, pembagian sisa hasil
usaha koperasi kepada pars anggota didasarkan atas jasa yang di-
berikan pada koperasi (Pasal 34 ayat (3) huruf (b), UKO-67),
sedangkan pada persekutuan firma atau komanditer, bagian tiap-tiap
sekutu adalah sebanding dengan jumlah pemasukannya (inbreng)
(Pasal, 633 KUHPER);
Sifat perkumpulan koperasi tersebut di atas dapat diperluas lagi dengan
melihat sejarah perkembangan koperasi di negara-negara lain, misalnya:
(a) Gerakan Koperasi di Inggris timbul pada tahun 1844 di Rochdale
oleh pars buruh pabrik tenun, yang sedang mogok. Mereka men-
dirikan koperasi konsumsi untuk meringankan beban hidup. Ge-
rakan mendirikan koperasi ini dicontoh oleh negara-negara lain;
(b) Di Jerman, koperasi berkembang di bidang perkreditan, selanjut-
nya sampai di bidang perbankan. Di sini Schulze-Delitzsch men-
dirikan perkumpulan perkreditan (voorschotten-credietverenigi-
ngen), sedangkan Raiffeisen mempergunakan koperasi pada kre-
dit pertanian;
(c) Di Denmark, koperasi berkembang di bidang produksi pertanian.
Perkembangan perkoperasian di Denmark ini sangat populer di
Indonesia, sehingga Pemerintah Indonesia mengirimkan bebe-
rapa orang untuk mempelajari perkoperasian yang berkembang
di Denmark itu.
Karena perkembangan koperasi di negara-negara Barat tidak se-
arah, akibatnya ialah bahwa pengertian tentang koperasi juga tidak

Molengraaff, Leidraad, Deel 1, Druk 9, hlm. 319-320.

185
searah atau tidak sama. Pengertian tentang koperasi yang simpang-
siur ini juga terjadi di Negeri Belanda, yang peristiwanya menurut
Polak2) adalah sebagai berikut:
(1) Di Nederland telah ada beberapa perkumpulan yang berdasar
koperasi, terutama perkumpulan perkreditan, yang sudah diakui
sebagai badan hukum berdasarkan UU Tahun 1855;
(2) Pada tahun 1874 ada pekumpulan perkreditan di Amerongen, yang
mohon pengesahan anggaran dasarnya, mendapat kesulitan. Men-
teri Kehakiman Belanda pada waktu itu Mr. G de Vries Azn,
berpendapat, karena perkumpulan tersebut menetapkan bahwa ang-
gotanya masing-masing bertanggung jawab secara pribadi terha-
dap utang perkumpulan (hoofdelijk aansprakelijk), dan anggota
yang keluar berhak atas pengembalian pemasukan, maka perkum-
pulan yang demikian bukanlahperlcumpulan yang dimaksud dalam
undang-undang tahun 1855, sehingga pengesahan tidak bisa di-
berikan dan perkumpulan tersebut tidak menjadi badan hukum;
(3) Berhubungan dengan hal tersebut di atas, maka Pemerintah
Belanda mengajukan RUU yang berjudul "Vennootschappen met
Veranderlijk Kapitaal". RUU ini mengikuti undang-undang Prancis
tanggal 24 Juli 1867, tentang "Persekutuan dengan Modal yang
berubah-ubah", yang tidak memuat peraturan tentang perkum-
pulan koperasi. Menurut penjelasan RUU tersebut, Pemerintah
Belanda berpendapat bahwa dari sudut hukum, perkumpulan
koperasi adalah suatu persekutuan perdata (maatschap) dan bu-
kan perkumpulan orang-orang dalam arti undang-undang tanggal
22 April 1855. RUU ini ditentang oleh "Tweede Kamer", yang se-
lanjutnya menerima amandemen dari tuan Bredius, yang mengubah
judul RUU tersebut menjadi "Regeling der Cooperatieve Vere-
nigingen". RUU menjadi undang-undang pada tanggal 17 No-
vember 1876 (S. 227).
(4) Sesudah itu lalu diadakan penelitian tentang definisi "perkumpulan
koperasi", yang berhasil tidak berubah daripada definisi yang diru-
muskan dalam Pasal 1 ayat (1) UU tahun 1855. Di sini orang tidak
menemui definisi dalam arti sebenarnya atau perumusan tentang
sifat perkumpulan itu berbeda dengan perseroan terbatas, perse-
kutuan firma atau persekutuan perdata (burgerlijke maatschap);
(5) RUU tahun 1890 dan Komisi Negara (Staatscommissie-1879)

2) Polak, Handboek, I, Druk 5, hlm. 444 445


-

186
menamakan perkumpulan koperasi itu kembali sebagai persekutu-
an (vennootschap) — (Pasal 35 dan penjelasan halaman 127)
dan menyatakan beberapa ketentuan mengenai perseroan
terbatas berlaku bagi perkumpulan koperasi. Demikianlah
ringkasan kutipan dari bukunya Polak tersebut.
Menurut Molengraaff, 31 perkumpulan koperasi di negeri Belanda
didirikan dalam bentuk perseroan terbatas atau persekutuan firma,
sedangkan lainnya ada juga yang mohon pengesahan kepada Raja
berdasar undang-undang tahun 1855. Definisi perkumpulan koperasi
menurut Pasal 1 ayat (1) UU tahun 1876 berbunyi sebagai berikut:
"Perkumpulan koperasi adalah perkumpulan orang-orang, di mana
orang diperbolehkan keluar masuk sebagai anggota, yang bertujuan
untuk meningkatkan kemakmuran para anggotanya, seperti dengan
cara bersama-sama menyelenggarakan suatu sistem penghidupan
atau pekerjaan (koperasi produksi), atau secara besama-sama me-
nyediakan alat perlengkapan atau bahan-bahan untuk keperluan me-
reka (koperasi konsumsi), atau secara memberikan uang muka atau
kredit (koperasi perkreditan)." Definisi aslinya dalam bahasa Belanda
berbunyi sebagai berikut: "Cooperatieve verenigingen zijn verenigingen
van personen, waarbij de in — en uittreding van leden is toegelaten, en
die bevordering van de stoffelijke belangen der leden ten doel hebben,
als door middel van gemeenschappelijke uitoefening van hun nering
of hun ambacht, door aanschaffing van hun benodigheden of het hun
verstrekken van voorschotten of credit." Definisi semacam ini juga
terdapat dalam undang-undang Jerman pada waktu itu (1868).
Karena simpang-siur pengertian "perkumpulan koperasi" di negeri
Belanda, maka Molengraaff dalam tulisannya di "Rechtsgeleerd
Magazijn') mengatakan: "De cooperatieve vereniging maakt geen
afgerond rechtsbegrip uit, duidt geen associatievorm aan met algemeen
erkende eigenschappen" (Perkumpulan koperasi tidak merupakan
pengertian hukum yang tuntas, dan tidak merupakan suatu bentuk
perkumpulan yang mempunyai ciri-ciri yang diakui oleh umum). Pen-
dapat yang sama juga diakui oleh penulis lainnya.” Karena pengertian
perkumpulan koperasi sangat kabur, maka diusahakan mengganti UU
tahun 1876 dengan UU tahun 1925 (28 Mei 1925, S. 204 Ned. Wet op

3) Molengraaff, Leidraad, I, Druk 9, hlm. 320-321.


4) Molengraaff, Rechtsgeleerd Magazijn, 1903, hlm. 220 dsl.
5) Polak, Handboek, I, Druk 5, hlm. 446.

187
de Cooperatieve Verenigingen 1925 jo. Wet 2 Juli 1934, S. 347). Tetapi
anehnya UU tahun 1925 ini juga memberikan defmisi atas perkumpulan
koperasi yang sama dengan UU tahun 1876.
Berdasarkan asas konkordansi pada Pasal 131 I.S. maka dibuatlah
di Hindia Belanda (Indonesia pada waktu itu) pada tahun 1915 suatu
peraturan koperasi yang berjudul "Verordening op de Cooperatieve
Verenigingen" (7 April 1915, S. 431), yang konkordans dengan UU
tahun 1876 di Negeri Belanda. Setelah UU tahun 1876 tersebut di-
ubah dengan UU tahun 1925 (28 Mei 1925, S. 204), maka peraturan
I - operasi di Hindia Belanda pun disesuaikan dengan undang-undang
ersebut. Peraturan koperasi yang tersebut terakhir ini disebut "Alge-
mene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen" (S. 1933-108, m.b.
1-4-1933).

195. PENGERTIAN KOPERASI INDONESIA


Telah saya katakan bahwa pengertian koperasi di Eropa Barat, khusus-
nya di negara Belanda tidak mempunyai kesatuan pengertian. Penger-
tian koperasi pada zaman Hindia Belanda tergambar dalam Pasal 1
ayat (1), S. 1933-108, tentang "Algemene Regeling op de Coopera-
tieve Verenigingen", yang berbunyi sebagai berikut: "Onder coopera-
tieve vereningingen verstaat deze ordonnantie verenigingen van per-
sonen, waarbij de in- en uittreding van leden is toegelaten, en die
bevordering van de stoffelijke belangen der leden ten doel hebben, als
door middel van gemeenschappelijke uitoefening van hunne nering of
hun ambacht, door aanschaffing van hunne benodigheden of het hun
verstrekken van voorschotten of credit" (Ordonansi ini memberi arti
pada perkumpulan koperasi sebagai perkumpulan orang-orang, dalam
mana diperbolehkan orang keluar masuk sebagai anggota, yang ber-
tujuan untuk meningkatkan kemakmuran (kepentingan kebendaan) Pa-
ra anggotanya, dengan cara bersama-sama menyelenggarakan suatu
sistem penghidupan atau pekerjaan mereka (koperasi produksi), atau
secara bersama-sama menyediakan alat perlengkapan atau bahan-
bahan untuk keperluan mereka (koperasi konsumsi), atau dengan
cara memberikan uang muka atau kredit (koperasi perkreditan)).
In ilah pengertian koperasi pada zaman Hinda Belanda menurut ordo-
nansi 1933.
Sesudah kemerdekaan Indonesia, ordonansi 1933 itu dicabut
dengan UU No. 79 Tahun 1958 (L.N. 1958-139), tentang "Perkum-
pulan Koperasi." Pasal 2 ayat (1) undang-undang tersebut berbunyi:

188
"Koperasi ialah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang
atau badan-badan hukum, yang tidak merupakan konsentrasi modal,
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. berasas kekeluargaan (gotong-royong);
b. bertujuan memperkembangkan kesejahteraan anggotanya pada
khususnya dan kesejahteraan masyarakat dan daerah bekerja pada
umumnya;
c. dengan berusaha:
1) mewajibkan dan menggiatkan anggota-angota untuk menyimpan
secara teratur;
2) mendidik anggota-anggotanya ke arah kesadaran berkoperasi;
3) menyelenggarakan salah satu atau beberapa usaha dalam la-
pangan perekonomian;
d. keanggotaan berdasar sukarela, mempunyai kepentingan, hak ke-
wajiban yang sama, dapat diperoleh dan diakhiri setiap waktu me-
nurut kehendak yang berkepentingan, setelah syarat-syarat dalam
anggaran dasar dipenuhi;
e. akta pendirian menurut ketentuan-ketentuan dan telah didaftarkan
sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang.
Yang dimaksud dengan badan-badan hukum tersebut dalam ayat
(1) di atas ialah badan-badan koperasi yang telah memperoleh sifat
koperasi menurut undang-undang ini."
Pada tahun 1965, UU No. 79 Tahun 1958 (L.N. 1958-139), tentang
"Perkumpulan Koperasi" dicabut dengan UU No. 14 Tahun 1965
(L.N. 1965-75), tentang "Perkoperasian", m.b. 2 Agustus 1965. Dalam
Pasal 3 UU No. 14 Tahun 1965 tersebut berbunyi: "Koperasi adalah
organisasi ekonomi dan alat revolusi yang berfungsi sebagai tempat
persemaian insan masyarakat serta wahana menuju sosialisme
Indonesia berdasarkan Pancasila." Dari definisi ini jelas bahwa
koperasi dipandang sebagai alat revolusi, termasuk lembaga politik.
Hal ini sudah menyimpang dan fungsi koperasi semula, yakni sebagai
lembaga hukum dan lembaga ekonomi.
Akhirnya pada tahun 1967, UU No. 14 Tahun 1965 dicabut oleh
UU No. 12 Tahun 1967 (L.N. 1967-23, m.b. 18 Desember 1967.
Pasal 3 UU No. 12 Tahun 1967 ini berbunyi: "Koperasi Indonesia
adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial beranggotakan
orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata
susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluar-
gaan." Dengan definisi ini maka koperasi sekarang sudah menempati

189
fungsinya yang ash sebagai lembaga hukum/ekonomi berdasarkan atas
asas kekeluargaan/gotong-royong sebagai dimaksud dalam Pasal 33
UUD'45. Definisi ini ditetapkan oleh UU No. 12 Tahun 1967, yang
berjudul "Pokok-pokok Perkoperasian".
Istilah "perkoperasian" artinya segala sesuatu yang menyangkut
kehidupan koperasi, yang meliputi bidang-bidang idiil, organisasi dan
kehidupan koperasi, yang meliputi bidang-bidang idiil, organisasi dan
usaha (Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1967, disingkat: UKO-67), yang
dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
a. Yang dimaksud dengan bidang idiiI, sebagai landasan koperasi
Indonesia adalah "Pancasila" (Pasal 2 ayat (1) UKO-67);
b. Yang dimaksud dengan "organisasi" ialah apa yang diatur dalam
UKO-67 Pasal 14 s/d 16;
c. Yang dimaksud dengan "usaha" ialah yang diatur dalam Pasal 31
UKO-67, yang berbunyi: "Lapangan usaha koperasi ialah di bidang
produksi dan di bidang ekonomi lainnya berdasar Pasal 33 UUD'45
dengan penjelasan."
Peranan Pemerintah dalam perkoperasian sangat besar, yang dila-
kukan oleh "Menteri", yaitu Menteri yang diserahi urusan perkope-
rasian, sedangkan yang langsung berhubungan dengan organisasi ko-
perasi disebut "Pejabat", yaitu seorang pegawai negeri yang diangkat
oleh dan mendapat kuasa khusus dan Pemerintah atau Menteri untuk
melaksanakan kebijaksanaannya terhadap perkoperasian. Menurut
Pasal 48 UKO-67, nama/istilah "koperasi" tidak boleh dipakai bagi
suatu badan usaha atau perkumpulan yang didirikan tidak menurut
UU No. 12 Tahun 1967 (L.N. 1967-23), kecuali dengan izin Menteri.
Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi badan-badan Pemerintah atau
badan-badan ilmiah. Menurut penjelasan UKO-67, ketentuan tersebut
diadakan, agar nama koperasi tidak dipergunakan untuk maksud me-
nyalahi asas dan sendi-sendi dasar koperasi dan nama baik koperasi
terpelihara oleh karenanya. Selanjutnya agar setiap orang dapat dengan
segera mengenal jenisnya, maka koperasi yang bersangkutan diha-
ruskan memakai nama yang menunjukkan golongan atau usaha ko-
perasi, misalnya: Perkumpulan Koperasi Perikanan Semarang, Ga-
bungan Koperasi Batik Indonesia, Pusat Koperasi Pegawai Negeri
dan lain-lain.
Kalau "koperasi" di Indonesia merupakan nama isi dan bentuk
organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan selanjutnya
(Pasal 3 UKO-67), maka koperasi di Negeri Belanda dulu tidak meru-

190
pakan bentuk organisasi, tetapi lebih-lebih mengenai "isi", sedang ben-
tuknya dapat berwujud "perseroan terbatas, persekutuan firma atau
badan hukum lainnya." Dalam hal ini Molengraaffo mengatakan: "Te
onzent werden cooperatieve verenigingen opgericht in den vorm yam
naamloze vennootschappen en vennootschappen onder firma; andere
verzochten en verkregen koninklijke goedkeuring ingevolge de wet
van 1855." (Di tempat kami — di negeri Belanda — dulu koperasi di-
dirikan dalam bentuk perseroan terbatas dan persekutuan firma; lainnya
minta dan mendapat pengesahan dari Raja berdasar undang-undang
tahun 1855).

196. SEJARAH PERATURAN-PERATURAN TENTANG KOPERASI DI


INDONESIA
Koperasi adalah suatu lembaga hukum/ekonomi, yang peraturannya
banyak mengalami perubahan. Sejarah lahirnya peraturan-peraturan
form il mengenai koperasi di Indonesia dimulai pada tahun 1915, yang
perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Pada tahun 1915 lahirlah peraturan koperasi yang pertama di
Indonesia, yakni: "Verordening op de Cooperatieve Verenigingen"
(Koninklijk Besluit 7 April 1915, S. 431); Peraturan koperasi ini
konkordans dengan UU Koperasi Belanda tahun 1867, dan berlaku
bagi semua golongan rakyat pada waktu itu;
b. Pada tahun 1927 keluarlah "Regeling Inlandsche Cooperatieve
Verenigingen" (S. 1927-91). Peraturan koperasi ini berlaku khusus
bagi golongan Bumiputera. Koperasi berdasar peraturan ini dapat
memiliki hak atas tanah menurut hukum adat, dan karenanya ber-
faedah bagi koperasi pertanian;
c. Pada tahun 1933 diundangkan "Algemene Regeling op de Coope-
ratieve Verenigingen" (S. 1933-108). Peraturan ini adalah pengganti
peraturan koperasi tahun 1915, yang konkordans dengan peraturan
koperasi di negeri Belanda tahun 1925. Pada hakekatnya peraturan
koperasi tahun 1933 ini adalah sama saja dengan peraturan koperasi
tahun 1915, yang kurang bermanfaat bagi golongan Bumiputera;
d. Pada tahun 1949, peraturan koperasi 1927 "Regeling Inlandsche
Cooperatieve Verenigingen" (S. 1927-91) diubah dengan S. 1949—
179, yang berjudul "Regeling Cooperatieve Verenigingen 1949".
Dengan berlakunya "Regeling Cooperatieve Verenigingen 1949"

6)
Molengraaff, Leidraad, I, Druk 9, hlm. 320-321.

191
ini, maka di Indonesia pada waktu itu berlaku dua macam peraturan
tentang koperasi, yakni:
1) "Regeling Cooperatieve Verenigingen 1949" (S. 1949-179),
yang hanya berlaku bagi golongan Bumiputera;
2) "Alegemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen"- 1933
(S. 1933-108) yang berlaku bagi semua golongan rakyat;
Di antara dua macam peraturan ini ada perbedaan yang menyo-
lok, yaitu:
a) Koperasi menurut S. 1949-179, dapat memiliki hak-hak Bumi-
putera, misalnya dapat membeli dan memiliki tanah, dapat di-
dirikan dengan akta di bawah tangan dan harus tunduk di bawah
pengawasan Pemerintah.
b) Koperasi berdasar S. 1933-108, tidak boleh memiliki hak-hak
Bumiputera, harus didirikan dengan akta notaris dan tidak harus
tunduk di bawah pengawasan Pemerintah.
e. Pada tahun 1958 diundangkan UU No. 79 Tahun 1958 (L.N.
1958-139), tentang "Perkumpulan Koperasi". Undang-undang
dibuat berdasarkan Pasal 38 DUDS-1950 (yang sama dengan Pasal
33 UUD'45), dengan diundangkannya UU No. 79 Tahun 1958,
maka peraturan koperasi tahun 1933 dan 1949 dicabut.
f. Pada tahun 1965, terbentuk UU No. 14 Tahun 1965 (L.N. 1965-
75), tentang "Perkoperasian", dengan mencabut UU No. 79 Tahun
1958. UU No. 14 Tahun 1965 membuat koperasi menjadi alat ke-
kuatan politik, sesuai dengan suasana politik pada waktu itu, se-
hingga secara lcuantitatifkoperasi mengalami perkembangan yang
sangat pesat.
g. Pada tahun 1967, Pemerintah "Orde Baru" berusaha menduduk-
kan koperasi pada proporsi yang sebenarnya. Untuk itu Pemerintah
kemudian menetapkan UU No. 12 Tahun 1967 (L.N. 1967-23),
tentang "Pokok-Pokok Perkoperasian," dengan mencabut UU No.
14 Tahun 1965.
Dengan demikian sejak Republik Indonesia berdiri sampai sekarang,
telah berlaku 3 buah undang-undang tentang koperasi, yaitu:
(1) Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 (L.N. 1958-139), tentang
"Perkumpulan Koperasi";
(2) Undang-Undang No. 14 tahun 1965 (L.N. 1965-75), tentang "Per-
koperasian". Undang-undang ini mencabut UU No. 79 Tahun 1958;
(3) Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 (L.N. 1967-23), tentang
"Pokok-Pokok Perkoperasian". Undang-undang ini mencabut UU

192
No. 14 Tahun 1965 dan mulai berlaku pada tanggal 18 Desember
1967 (lihat lampiran II).
Karena sebelum berlakunya UU No. 12 Tahun 1967, di Indonesia
telah banyak perkumpulan koperasi yang berdiri, maka menurut ke-
tentuan peralihan (Pasal 57 ayat (1) UKO-67) dalam jangka waktu
satu tahun koperasi-koperasi tersebut hams sudah menyesuaikan diri
dengan UU No. 12 Tahun 1967 tersebut.
Dari silih bergantinya peraturan-peraturan yang mengatur bidang
koperasi, seperti ternyata tersebut di atas, maka dapat diambil kesim-
pulan bahwa pengaturan di bidang koperasi belum mantap, seperti
yang dimaksud dalam Pasal 33 UUD'45.

197. PASAL 33 UUD'45, TAP NO. XXIII/MPRS/1966 DAN NO. IV/MPR/1978


Penjelasan Umum UU No. 12 Tahun 1967, alinea 2 berbunyi sebagai
berikut: "Dalam rangka kembali kepada kemurnian UUD'45, sesuai
pula dengan Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966, tentang "Pem-
baharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangun-
an," maka peninjauan serta perombakan UU No. 14 Tahun 1965, ten-
tang "Perkoperasian" merupakan suatu keharusan, karena baik isi mau-
pun jiwanya undang-undang tersebut mengandung hal-hal yang
bertentangan dengan asas-asas pokok, landasan kerja serta landasan
idiil koperasi, sehingga akan menghambat kehidupan dan perkembang-
an serta mengaburkan hakekat koperasi sebagai organisasi ekonomi
rakyat yang demokratis dan berwatak sosial."
Untuk mengetahui landasan hukum, atas dasar mana perubahan
dan perombakan UU No. 14 Tahun 1965 itu merupakan suatu keharus-
an, maka kita perlu meneliti isi dan maim Pasal 33 UUD'45 dan Tap
MPRS No. XXIII/MPRS/1966, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Pasal 33 UUD'45
Telah saya katakan di muka bahwa peraturan koperasi yang sekarang
berlaku ialah: UU No. 12 Tahun 1967 (L.N. 1967-23), tentang "Po-
kok-Pokok Perkoperasian", yang mulai berlaku pada tanggal 18 De-
sember 1967. Adapun landasan hukum pengundangan undang-undang
tersebut yang pokok ialah Pasal 33 UUD'45 dan Tap MPRS No.
XXIII/MPRS/I966, yang dapat dibaca dalam "Penjelasan Umum"
UU No. 12 Tahun 1967, yang termuat dalam Tambahan Lembaran
Negara No. 2832. Dan itu kita perlu membaca isi Pasal 33 UUD'45,
yang berbunyi sebagai berikut:

193
BAB XIV
Kesejahteraan Sosial

Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan;
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara;
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar ke-
makmuran rakyat.
Penjelasan Pasal 33 UUD'45 tesebut berbunyi demikian: "Dalam
Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi. Produksi dikerjakan
oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-
anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan,
bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun
perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian ber-
dasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab
itu cabang-cabang produksi yag penting bagi negara dan menguasai
hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk
produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat
yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai
hajat hidup orang banyak boleh di tangan orang seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi
adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat."
Dengan ini timbul persoalan, apakah UU No. 12 Tahun 1967, yang
mulai berlaku pada tanggal 18 Desember 1967, dapat mengantarkan
bangsa Indonesia sampai pada keadaan sebagai yang dicita-citakan
oleh Pasal 33 UUD'45 tersebut di atas? Hal ini perlu kiranya mendapat
penelitian secara mendalam, bentuk dan isi perkumpulan koperasi yang
bagaimana yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia sampai pada
keadaan sebagai yang dicita-citakan oleh Pasal 33 UUD'45. Apakah
bentuk dan isi perkumpulan koperasi sebagai yang diatur dalam UU
No. 12 Tahun 1967 sudah cukup dan memenuhi syarat untuk sampai
pada tujuan yang dicita-citakan? Kalau UU No. 12 Tahun 1967 tersebut
belum memadai, maka perlu undang-undang tersebut disempurnakan.

194
B. Tap MPRS No. XXIIUMPRS/1966
Sekarang kita akan meninjau isi Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/
1966, tentang "Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Ke-
uangan dan Pembangunan," yang berbunyi sebagai berikut:

BAB V
Peranan Koperasi

Pasal 42
Unsur koperasi merupakan aparatur yang penting dan wajar dalam
struktur organisasi Indonesia berlandaskan asas kekeluargaan, dan
adalah wadah untuk memperjuangkan serta melindungi terutama ke-
pentingan rakyat kecil.

Pasal 43
Tugas koperasi adalah memberikan jasa, bergerak di bidang produksi
dan bidang ekonomi lain serta harus dimampukan untuk menjurus ke
arah pelaksanaan Pasal 33 UUD'45 dengan penjelasannya. Pemerin-
tah berkewajiban untuk memberikan bimbingan, pengawasan, fasilitas
dan perlindungan terhadap koperasi. Untuk itu perlu diadakan ketentu-
an-ketentuan yang ditetapkan dengan undang-undang yaitu undang-
undang koperasi, swasta nasional dan perusahaan negara."
Dari dua bush landasan hukum tersebut di atas, kita dapat menemu-
kan sifat-sifat yang hams ada pada koperasi. Sifat-sifat ini pada hemat
saya sudah ada dalam UU No. 12 Tahun 1967. Jadi, sekarang tinggal
pelaksanaannya saja.
Perintah terakhir dari Tap MPRS tersebut telah dilaksanakan oleh
Pemerintah, yaitu:
1) UU No. 12 Tahun 1967, tentang "Pokok-Pokok Perkoperasian",
yang mulai berlaku pada tanggal 18 Desember 1967;
2) UU No. 9 Tahun 1969 (L.N. 1969-40), tentang "Bentuk-Bentuk
Usaha Negara," yang mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus
1969;
3) Undang-undang Swasta Nasional, pada hemat saya belum ada.
Adapun UU No. 6 Tahun 1968 (L.N. 1968-33), tentang "Pena-
naman Modal Dalam Negeri," yang mulai berlaku pada tanggal 3
Juli 1968 itu adalah pelaksanaan Tap MPRS No. XXIII/MPRS/
1966, Pasal 63 dan bukan Pasal 43 tersebut di atas. Hasil pelaksana-
an Pasal 43 tersebut seharusnya berwujud undang-undang tentang

195
"Swasta Nasional". Adapun Pasal 63 Tap MPRS tersebut berbunyi
sebagai berikut: "Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959 hendak-
nya diperbaharui dan ditingkatkan menjadi undang-undang."

C. Tap MPR-RI No. IV/MPR/1978, tentang


"Garis-garis Besar Haluan Negara"
Koperasi selalu mendapat perhatian dan Pemerintah dan MPR, terbukti
dalam GBHN Tahun 1978 (Tap MPR No. IV/MPR/1978, bab IV,
Huruf D, No. 25) ada ketetapan berbunyi: "Dalam pelaksanaan pem-
bangunan ekonomi di pelbagai sektor, maka koperasi diberi peranan
dan ruang gerak yang luas. Dalam hubungan ini diutamakan untuk
lebih memantapkan kemampuan BUUD/KUD dan koperasi primer
lainnya, sehingga peranan koperasi dalam meningkatkan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat akan semakin besar."
Dalam GBHN tersebut, Bab IV, Huruf D-1 "Ekonomi", no. 8,
berbunyi sebagai berikut:
a) Koperasi adalah lembaga ekonomi yang berwatak sosial, yaitu se-
bagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dalam
usaha untuk meningkatkan peranan dan kemampuan koperasi perlu
disempurnakan dan dilaksanakan konsep-konsep operasionil yang
menitikberatkan pada pembinaan prakarsa dan swakarsa, mening-
katkan ketrampilan manajemen, pemupukan modal dan anggota
koperasi, agar koperasi sungguh-sungguh menjadi wahana untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.
b) Koperasi harus digunakan pula sebagai salah satu wadah utama
untuk membina kemampuan usaha golongan ekonomi lemah.
c) Dalam melaksanakan pembinaan koperasi yang diutamakan pada ko-
perasi primer perlu diperhatikan usaha-usaha pembinaan secara hori-
zontal dan vertikal pada tingkat nasional dan daerah. Sepadan dengan
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai, maka peranan dan kemam-
puan BUUD/KUD dan koperasi lainnya hams disempumakan dan
ditingkatkan, sehingga tumbuh menjadi koperasi primer desa yang
tangguh dan mampu menjadi kekuatan ekonomi desa, serta meng-
antarkan masyarakat desa menuju kemajuan dan kesejahteraan."

198. ALASAN DAN TUJUAN PERUBAHAN UU NO. 14 TAHUN 1965


Untuk mengerti alasan-alasan dan tujuan apa yang mendorong adanya
perubahan UU No. 14 Tahun 1965, tentang "Perkoperasian," menjadi
UU No. 12 Tahun 1967, tentang "Pokok-pokok Perkoperasian," perlu

196
kita membaca pertimbangan-pertimbangan yang disebut dalam UU
No. 12 Tahun 1967, yang isi singkatnya adalah sebagai berikut:

A. Alas an
UU No. 14 Tahun 1965, tentang "Perkoperasian" mengandung pikiran-
pikiran yang nyata-nyata hendak:
1) menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai alat politik,
sehingga mengabaikan fungsi koperasi sebagai wadah organisasi
perjuangan ekonomi rakyat;
2) menyelewengkan landasan-landasan, asas-asas dan sendi-sendi
koperasi dari kemurniannya.

B. Tujuan
a. Untuk membentuk undang-undang baru tentang koperasi yang
sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru selaras dengan tujuan
yang dikandung dalam Pasal 33 UUD'45 dan Tap MPRS No.
XXIII/MPRS/1966, yang memberi kemungkinan bagi koperasi
untuk mendapatkan kedudukan hukum dan tempat yang wajar se-
bagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak
sosial sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional;
b. Koperasi diharapkan bersama-sama dengan sektor ekonomi negara
dan swasta bergerak di segala bidang kegiatan dan kehidupan ekono-
mi bangsa dalam rangka memampukan dirinya untuk usaha-usaha
yang dapat mewujudkan masyarakat sosialis Indonesia berdasarkan
Pancasila yang adil makmur, diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.

199. LANDASAN-LANDASAN KOPERASI


Ada empat landasan bagi tegaknya koperasi, (Pasal 2, UKO-67), yakni:
a. Landasan idiil koperasi Indonesia, yaitu: Pancasila;
Pancasila adalah falsafah negara dan bangsa Indonesia dan akibat-
nya Pancasila menjiwai semua gerak-gerik dan perbuatan orang-
orang Indonesia, juga orang-orang Indonesia yang menjadi anggota
koperasi. Pancasila tidak hanya hams dihayati, tetapi juga hams
diamalkan, akibatnya semua perbuatan orang-orang Indonesia hams
dijiwai oleh Pancasila. Oleh karena itu sudah sepantasnya kalau
Pancasila merupakan landasan idiil bagi koperasi Indonesia;
b. Landasan strukturil koperasi Indonesia adalah Undang-Undang
Dasar 1945; UUD'45 adalah dasar tata negara dan hukum Indo-
nesia. Koperasi sebagai lembaga sosiallekonomi dan hukum Indo-

197
nesia adalah salah satu lembaga termasuk dalam struktur dalam
lingkungan UUD'45.
c. Landasan gerak koperasi Indonesia adalah Pasal 33 UUD'45;
Pasal 33 UUD'45 berbunyi sebagai berikut: "Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama, berdasar atas asas kekeluargaan." Sedang
dalam penjelasannya dikatakan: "Dalam Pasal 33 UUD'45 tercan-
turn dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua
untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun seba-
gai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
d. Landasan mental koperasi Indonesia ialah setia kawan dan kesa-
daran pribadi. Koperasi adalah unsur pendidikan yang baik untuk
memperkuat ekonomi dan moral, karena koperasi berdasarkan dua
landasan mental, yaitu setia kawan dan kesadaran pribadi yang
sama lain memperkuat. Unsur setia kawan telah ada dalam masya-
rakat Indonesia yang ash dan tampak keluar sebagai unsur gotong
royong. Akan tetapi landasan setia kawan saja hanya dapat me-
melihara persekutuan dalam masyarakat yang statis dan karenanya
tidak dapat mendorong kemajuan. Kesadaran pribadi, yakni kein-
syafan akan harga diri sendiri adalah mutlak perlu untuk menaikkan
derajat penghidupan dan kemakmuran. Dalam koperasi, dua ma-
cam landasan mental tersebut hams digabung menjadi satu, se-
hingga merupalcan dua unsur yang dorong-mendorong, hidup meng-
hidupi dan awas-mengawasi.

200. FUNGSI KOPERASI INDONESIA


Fungsi koperasi Indonesia ialah:
a. sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan
rakyat;
b. sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional;
c. sebagai salah satu urat nadi perekonomian Indonesia;
d. sebagai alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedu-
dukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur
tata laksana perekonomian rakyat (Pasal 4 UKO-67).
Agar koperasi bisa menjadi alat perjuangan yang baik, haruslah
anggota-anggotanya menjadi pejuang dan mempunyai alat-alat per-
juangan yang diperlukan, yang berarti:
1) orang yang tidak mempunyai hasrat atau kehendak untuk per-

198
juangan tidak bisa menjadi anggota koperasi yang baik;
2) orang yang tidak mempunyai alat perjuangan (ekonomi) juga
tidak bisa menjadi anggota koperasi yang baik;
Orang mempunyai hasrat atau kehendak untuk berjuang, bila hal itu
merupakan mata pencariannya, dari mana bergantunglah hidup sehari-
harinya. Jadi, koperasi hams merupakan perkumpulan orang-orang
yang sejenis mata pencariannya dan cukup mempunyai alat-alat (mo-
dal primer) untuk melakukan pekerjaan yang menjadi mata penca-
riannya itu, misalnya: para petani produsen mempersatukan diri dalam
koperasi pertanian, para pengusaha batik mempersatukan diri dalam
koperasi batik, para nelayan mempersatukan diri dalam koperasi per-
ikanan dan selanjutnya. Di sini baik petani, pengusaha batik maupun
nelayan hams telah mempunyai alat-alat untuk berjuang dalam pekerja-
annya itu. Orang-orang ini pada dasarnya adalah pejuang dalam bidang
pekerjaan yang sudah dipilihnya sebagai mata pencariannya untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Perjuangan dalam bidang mata
pencariannya merupakan kewajiban yang sudah mendarah daging dan
merupakan keharusan untuk selanjutnya selama hayat dikandung
badan. Koperasi yang anggotanya terjadi dari orang-orang yang mata
pencariannya sejenis, merupakan tempat mempersatukan tenaga dan
alat-alat untuk melanjutkan perjuangan hidupnya demi kesejahteraan
besama. Jadi, dalam koperasi primer, para anggota perseorangan me-
lanjutkan perjuangan pribadi mereka dalam kelompok pertama. Sete-
rusnya perjuangan kelompok pertama ini dilanjutkan dalam koperasi
tingkat pusat, selanjutnya perjuangan kelompok pusat ini dilanjutkan
dalam koperasi tingkat gabungan, dan seterusnya perjuangan dilanjut-
kan di tingkat yang tertinggi, yakni dalam koperasi induk. Sebaliknya,
seorang petani yang menjadi anggota koperasi batik, hasrat perjuangan
dari si petani tidak dapat dilanjutkan dalam koperasi batik, sebab tidak
ada kaitan yang langsung antara pertanian dan perusahaan batik. Aki-
batnya ialah bahwa si petani anggota koperasi batik itu tidak dapat
menyumbangkan jasanya kepada koperasi, sehingga dia tidak dapat
menjadi anggota koperasi batik yang baik. Adanya anggota koperasi
yang demikian itu hams dihindari, sebab sifat khas dari koperasi adalah
adanya sifat gotong royong dan kekeluargaan. Hubungan antara si
petani anggota koperasi batik dengan koperasinya tidak mungkin ber-
sifat gotong royong, sebab antara keduanya tidak ada kaitan sedikitpun.
Karena si petani itu tidak bisa menyumbangkan jasanya kepada ko-
perasi, maka dia hanya mengharapkan keuntungan yang didapatnya

199
dengan perantaraan orang lain. Orang macam ini sebaiknya menjadi
pemegang saham sebuah perseroan terbatas atau persekutuan lainnya
dan tidak baik untuk menjadi anggota koperasi Indonesia.
Perlu kiranya diingat bahwa koperasi itu adalah suatu alat untuk me-
lanjutkan perjuangan orang-orang pribadi dengan cara mempersatu-
kan tenaga, alat dan modal, agar dapat mencapai tujuan yang lebih tinggi
lagi. Jadi, antara anggota perseorangan dan koperasinya harus ada
kaitan yang erat, sehingga perjuangan anggota dapat diteruskan oleh
koperasinya dengan cara bersama-sama dengan anggota lainnya berjuang
untuk mencapai hasil yang lebih baik. Saya berpendapat bahwa unsur
"kaftan?" antara pekerjaan anggota dengan tujuan usaha koperasi meru-
pakan unsur mutlak. Dari itu saya berpendapat bahwa sebaiknyalah
unsur "kaftan" itu dijadikan syarat masuk sebagai anggota koperasi.

201. ASAS KOPERASI INDONESIA


Asas koperasi Indonesia adalah kekeluargaan dan kegotong-royongan.
Dengan ini timbul soal, apakah koperasi dengan asasnya kekeluargaan
dan kegotong-royongan itu tidak berarti bahwa koperasi harm mening-
galkan sifat dan syarat-syarat sebagai badan ekonomi, sehingga kehi-
langan efisiensinya.
Koperasi Indonesia hams menyadari bahwa dalam dirinya terdapat
kepribadian Indonesia, yakni sifat-sifat kemanusiaan yang dipengaruhi
oleh keadaan, tempat, lingkungan, suasana waktu sepanjang masa,
dengan ciri-ciri khas adanya unsur Ketuhanan Yang Maha Esa, kego-
tong-royongan, kekeluargaan yang bineka tunggal ika.
Asas gotong-royong berarti bahwa pada koperasi terdapat kein-
syafan dan kesadaran adanya semangat bekerja sama dan tanggung
jawab bersama terhadap akibat dari usahanya tanpa mengingat akan
kepentingan din sendiri, melainkan selalu untuk kebahagiaan bersama.
Dalam membagi hasil usahanya, masing-masing anggota menerima
bagiannya sesuai dengan sumbangan karyanya.
Asas kekeluargaan mencerminkan adanya kesadaran akan budi
luhur dan keikhlasan untuk mengerjakan segala sesuatu dalam koperasi
oleh semua untuk semua, di bawah pimpinan pengurus serta penilikan
dari para anggota atas dasar keadilan dan kebenaran serta keberanian
berkorban untuk kepentingan bersama (Pasal 5 UKO-67).

202. SENDI DASAR KOPERASI INDONESIA


Sendi dasar koperasi Indonesia merupakan dasar-dasar bekerja ko-

200
perasi, sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial. Sendi-sendi
dasar tersebut merupakan ciri khas dari koperasi Indonesia, yang mem-
bedakan diri dengan badan-badan ekonomi lainnya. Adapun sendi-
sendi dasar koperasi Indonesia tersebut adalah sebagai berikut (Pasal
6 UKO-67):
1) Sifat sukarela
Sifat sukarela pada keanggotaan koperasi Indonesia mengandung
pengertian bahwa setiap orang yang masuk menjadi anggota kope-
rasi haruslah berdasarkan kesadaran ingin secara aktif bekerja
dan bertekad untuk memperbaiki kehidupannya dan kehidupan ma-
syarakat sekelilingnya.
2) Rapat anggota
Rapat anggota adalah alat perlengkapan koperasi yang mempunyai
kekuasaan tertinggi, yang terdiri dari orang-orang tanpa mewakili
aliran, golongan atau paham politik, masing-masing mempunyai
hak suara (satu) pada koperasi primer. Rapat anggota ini merupakan
sendi dasar kehidupan koperasi.
3) Sifat non-kapitalis
Koperasi Indonesia mempunyai sifat non-kapitalis, karena koperasi
Indonesia itu tidak merupakanperkiunpulan modal. Sisa hasil usaha,
bila dibagikan kepada para anggota, dilakukan tidak berdasarkan
imbangan jumlah modal yang dimilikinya, tetapi berdasarkan im-
bangan karya atau usaha dan kegiatannya dalam koperasi itu. Dari
itu sisa hasil usaha yang bukan milik anggota, tidak dibagi-bagikan
kepada para anggota (Pasal 34 ayat (4) UKO-67).
4) Modal koperasi
Walaupun modal koperasi merupakan suatu hal yang tidak boleh
diabaikan sebagai faktor produksi, karena dipergunakan untuk ke-
bahagiaan para anggota koperasi, tetapi tidak boleh dipergunakan
hanya untuk mencari keuntungan, dan oleh karena itu koperasi
tidak menentukan dividen dalam pembagian sisa hasil usaha seba-
gaimana lazimnya pada badan usaha yang lain.
S Sifat sosial
Adanya sifat sosial pada koperasi terbukti dalam hal, meskipun ,

pokok usahanya bersasaran tujuan ekonomi, yang harus dibina oleh


dan untuk para anggotanya, tetapi koperasi juga harus tunit mem-
bangun masyarakat di sekelilingnya, sehingga pengabdian koperasi
itu tidak terbatas untuk kebahagian para anggotanya saja, tetapi
meluas sampai pada masyarakat di sekelilingnya.

201
6) Sifat terbuka
Sifat terbuka pada koperasi itu membawa serta bahwa pengurus
dalam melaksanakan tugasnya mengurus dan menguasai perusaha-
an bersifat terbuka, terutama bagi para anggotanya dan ketatalak-
sanaannya dapat diawasi oleh para anggota secara terbuka. Hal
ini tidak berarti bahwa masyarakat tidak boleh menilai hasil-hasil
koperasi.
7) Sifat Swadaya
Swadaya artinya: kekuatan sendiri. Sifat swadaya ini harus ada
pada koperasi, yang berarti bahwa semua kegiatannya harus ber-
dasarkan atas kekuatan sendiri.
8) Sifat Swakerta
Swakerta artinya: buatan sendiri. Sifat swakerta ini hams ada
pada koperasi, yang menghendaki agar segala macam kegiatannya
harus dilaksanakan sendiri dengan alat-alat buatan sendiri, atau
sifat yang mendahulukan memakai barang-barang buatan bangsa
sendiri.
9) Sifat Swasembada
Swasembada artinya: kemampuan sendiri. Sifat ini hams ada
pada tiap-tiap koperasi, yang berarti bahwa koperasi hams dapat
mencukupi kebutuhan sendiri.
203. PERANAN DAN TUGAS KOPERASI INDONESIA
Koperasi Indonesia, dalam rangka pembangunan ekonomi dan usaha
meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya, berperanan dan bertugas untuk:
a. mempersatukan, mengerahkan, membina dan mengembangkan
potensi, daya kreasi, daya usaha rakyat untuk meningkatkan pro-
duksi dan mewujudkan tercapainya pendapat yang adil dan kemak-
muran, yang merata;
b. mempertinggi taraf hidup dan tingkat kecerdasan rakyat;
c. membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi
(Pasal 7 UKO-67).
Dalam melakukan peranan dan tugas tersebut, koperasi Indonesia
dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan negara dan perusaha-
an swasta nasional. Kerja sama itu hams diatur sedemikian rupa,
sehingga koperasi Indonesia tidak perlu mengorbankan asas dan sendi-
sendi dasarnya (Pasal 8 UKO-67). Pengaturan mengenai soal ini harus
dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah, tetapi PP ini sampai ka-

202
rangan ini ditulis belum diundangkan. Kerja sama ini baik sekali dan
bermanfaat bagi kedua belah pihak, baik pihak koperasi maupun pihak
perusahaan negara atau perusahaan swasta nasional, tetapi syarat
bahwa koperasi tidak boleh mengorbankan asas dan sendi-sendi dasar-
nya merupakan persoalan apakah tidak merupakan halangan bagi
lancarnya kerja sama itu. Jadi, menurut pendapat saya kerja sama itu
tidak boleh menyangkut unsur-unsur dalam koperasi, terutama yang
mengenai asas dan sendi-sendi dasar koperasi, misalnya mengenai:
penyediaan bahan-bahan baku, prasarana-prasarana, pemasaran, mo-
dal, teknologi, manajemen dan lain-lain.
Meskipun mengenai sistem kerja sama antara koperasi, perusahaan
negara dan perusahaan swasta nasional telah diadakan seminar-
seminar, tetapi hasilnya tidak memuaskan, yakni tidak menuju kepada
sasaran, yakni tidak sampai pada suatu kesimpulan apakah mungkin
adanya kerja sama tersebut dan kalau mungkin bagaimana caranya?
Seminar pada tanggal 3-5 April 1979 yang diadakan oleh Dekopin
(Dewan Koperasi Indonesia) di Jakarta tidak sampai pada kesimpulan
seperti dikehendaki oleh Pasal 8 UKO-67. Menurut saya sistem apa
yang dipergunakan oleh Pemerintah RI sekarang mengenai bidang
ekonomi tidak merupakan suatu rintangan yang mutlak untuk adanya
kerja sama itu. Kalau kerja sama itu tidak bisa seluruhnya, dapat dilak-
sanakan secara partiil, hanya yang sangat dibutuhkan oleh koperasi
Baja. Mungkin letak kelambanan pelaksanaan kerja sama itu juga bisa
terletak dalam sistem dalam tubuh koperasi sendiri. Kiranya hal itu
perlu diadakan penelitian yang saksama.

204. PERANAN PEMERINTAH


Salah satu dari perbedaan antara koperasi dan perseroan terbatas
adalah peranan Pemerintah. Hal ini diatur dalam Pasal 37 sampai
dengan 40 UKO-67. Pasal 37 UKO-67 berbunyi: "Pemerintah berke-
wajiban untuk memberikan bimbingan, pengawasan, perlindungan dan
fasilitas terhadap koperasi serta memampukannya untuk melaksanakan
Pasal 33 UUD'45 beserta penjelasannya." Kalau diperinci, maka pe-
ranan Pemerintah sebagai yang ditentukan dalam Pasal 37 tersebut
adalah sebagai berikut:
a. memberi bimbingan;
b. mengawasi;
c. memberi perlindungan;
d. memberi fasilitas-fasilitas tertentu;

203
e. membuat koperasi mampu untuk melaksanakan ketentuan Pasal
33 UUD'45;
Dari ketentuan tersebut di atas, tugas koperasi yang masih tinggal
hanyalah "pengurusan" dalam arti luas, termasuk di dalamnya: pengua-
saan dan pengawasan dari dalam. Tugas inilah yang diserahkan kepada
koperasi. Peranan Pemerintah begitu mendalam, sehingga:
1) Pemerintah berhak menunjuk pejabat, yang diserahi tugas di bidang
pembinaan, bimbingan dan pengawasan (Pasal 38 ayat (2) UKO-
67);
2) Pejabat koperasi dapat menghindari, menentukan acaranya dan
berbicara dalam rapat pengurus dan rapat anggota (Pasal 38 ayat
(3) UKO-67);
3) Pejabat dapat melakukan pemeriksaan pada koperasi yang dapat
dilakukan sendiri atau menyuruh orang atau badan lain (akuntan)
— (Pasal 39 UKO-67);
4) Pemerintah dapat memberi kredit yang cukup;
5) Tentang kewajiban membayar pajak bagi koperasi diatur dengan
peraturan perundangan tersendiri, mengingat fungsi dan ciri-ciri
khusus koperasi (Pasal 40, UKO-67).
Melihat peranan Pemerintah yang begitu besar bagi koperasi, bila
para pengurus memiliki kemampuan mengurus (manajemen) yan baik,
kejujuran dan ketekunan berusaha, saya berpendapat bahwa tiap ko-
perasi akan berhasil dengan baik. Tetapi kenyataannya koperasi banyak
disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,
sehingga Pemerintah terpaksa bertindak dengan cara membubarkan
koperasi-koperasi tersebut. Hal ini rupanya dapat menjadi obyek
penelitian yang mendalam dengan tujuan merencanakan suatu bentuk
koperasi, yang mengandung unsur-unsur perseroan yang berfaedah
bagi koperasi, tetapi tidak bertentangan dengan Pasal 33 UUD'45
dan Tap MPRS No. XXIII/MPRS/1966.

B. KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN, HAK, DAN TANGGUNG


JAWAB ANGGOTA

205. KEANGGOTAAN
Mengenai keanggotaan, kewajiban dan haknya diatur dalam Pasal 9
s/d 13 UKO-67. Anggota koperasi dapat terdiri dari orang-orang dan
juga dapat terdiri dari badan-badan hukum koperasi. Anggota yang
terdiri dari orang-orang hanya berlaku bagi koperasi tingkat primer,

204
sedangkan bagi koperasi tingkat yang lebih tinggi, anggotanya terdiri
dari badan-badan hukum koperasi.
Untuk mencatat masuk dan keluarnya anggota koperasi, di kantor
koperasi tersedia Buku Daftar Anggota, yang diselenggarakan dan
dipelihara dengan baik oleh pengurus. Jadi, keanggotaan koperasi
dapat dibuktikan dengan catatan yang ada dalam Buku Daflar Anggota
di kantor pengurus koperasi.
Walaupun pada dasarnya keanggotaan koperasi terbuka bagi semua
orang, namun untuk mempertahankan kelangsungan hidup koperasi
perlu adanya persyaratan bagi penerimaan anggota. Menurut undang-
undang, yang dapat menjadi anggota koperasi Indonesia ialah setiap
warga negara Indonesia yang:
a. mampu untuk melakukan perbuatan hukum;
b. menerima landasan idiil, asas dan sendi-sendi dasar koperasi;
c. sanggup dan bersedia melakukan kewajiban-kewajiban sebagai
anggota koperasi, yang ditetapkan dalam UKO-67, anggaran dasar,
anggaran rumah tangga, dan peraturan koperasi lainnya.
Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan
dalam usaha koperasi, misalnya: para nelayan pada suatu desa tertentu
bersama-sama mendirikan koperasi nelayan, yang usahanya ditujukan
bagi kemakmuran hidup para nelayan yang bersangkutan. Para peng-
rajin rotan mendirikan koperasi pengrajin rotan, yang usaha koperasinya
ditujukan bagi kemakmuran para pengrajin rotan yang bersangkutan.
Begitu seterusnya.
Sebagai dikatakan di atas, unsur kesamaan kepentingan merupa-
kan unsur penyambung antara anggota dengan koperasi. Kalau unsur
kesamaan kepentingan itu tidak ada, maka tidak ada kaitan antara
anggota dengan koperasi, akibatnya hasrat-juang untuk meningkatkan
taraf hidup tidak mendapat kelanjutannya dalam koperasi. Misalnya
seorang nelayan ingin menjadi anggota perkumpulan koperasi batik.
Pekerjaan nelayan tidak ada hubungannya dengan usaha batik, jadi
tidak ada kaitan pekerjaan nelayan dengan usaha batik, sehingga
hasrat-juang yang ada pekerjaan nelayan tidak dapat diteruskan di
lapangan koperasi. Si nelayan tidak mengerti persoalan usaha batik,
sehingga dia tidak bisa menyumbangkan jasanya kepada koperasi,
yang akibatnya dia hanya menantikan keuntungan dan simpanannya
di koperasi, yang dihasilkan oleh orang lain. Berbeda sekali kalau se-
orang nelayan menjadi anggota perkumpulan koperasi nelayan Indo-
nesia, maka perjuangan pribadi si nelayan itu dilanjutkan dalam per-

205
kumpulan koperasinya. Karena si nelayan mengerti benar tentang pa-
hit getirnya perjuangan sebagai nelayan, maka si nelayan anggota
koperasi itu dapat menyumbangkan jasa yang tidak sedikit kepada
koperasi. Jadi, keuntungan si nelayan sebagai anggota koperasi adalah
benar-benar timbul karena jasa si nelayan anggota koperasi yang
bersangkutan.
Karena kaitan kepentingan antara anggota dan perkumpulan ko-
perasi ini menurut saya merupakan hal yang mutlak, maka saya ber-
pendapat lebih baik kalau unsur kaitan ini dijadikan syarat mutlak
bagi diterimanya seseorang sebagai anggota koperasi.
Keanggotaan koperasi tidak dapat dipindahtangankan, berarti
bahwa anggota tidak diperbolehkan mewakilkan kepada orang lain.
Dalam hal seorang anggota meninggal dunia, keanggotaannya tidak
dengan sendirinya pindah tangan, tetapi atas permintaan ahli waris,
keanggotaan tersebut dapat pindah tangan kepada salah seorang dari
ahliwarisnya.

206. KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA KOPERASI


Kewajiban tiap-tiap anggota koperasi . dalah sama (Pasal 12, UKO-67),
yaitu:
a. mengamalkan:
1) landasan-landasan, asas dan sendi dasar koperasi;
2) undang-undang koperasi, peraturan pelaksanaannya, anggaran
dasar, anggaran rumah tangga koperasi;
3) keputusan-keputusan rapat anggota koperasi.
b. Hadir dan secara aktif mengambil bagian dalam rapat-rapat ang-
gota.
Hak setiap anggota koperasi (Pasal 13 UKO-67) ialah:
a) menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam
rapat anggota;
b) memilih dan/atau dipilih menjadi anggota pengurus satu badan
pemeriksa;
c) minta diadakannya rapat anggota menurut ketentuan-ketentuan
dalam anggaran dasar;
d) mengemukakan pendapat atau saran-saran kepada pengurus
di luar rapat, baik diminta maupun tidak;
e) mendapat pelayanan yang sama antara sesama angota;
f) melakukan pengawasan atas jalannya koperasi dan usaha-usaha
koperasi menurut ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar.

206
207. TANGGUNG JAWAB ANGGOTA KOPERASI INDONESIA
Bila sebuah koperasi menderita kerugian, maka ada 4 buah badan
yang dapat dibebani ganti kerugian itu, yakni:
a. Koperasi sebagai badan hukum. Hal ini terjadi, bila pengurus atau
anggota pengurus tidak ada yang dapat dipersalahkan melakukan
perbuatan lalai atau dengan sengaja, sehingga menimbulkan keru-
gian bagi koperasi (Pasal 45 UKO-67);
b. Pengurus sebagai kesatuan. Hal ini terjadi; bila pengurus sebagai
kesatuan telah melakukan perbuatan lalai atau dengan sengaja yang
menimbulkan kerugian pada koperasi (Pasal 25 UKO-67);
c. Anggota pengurus sebagai demikian. Hal ini terjadi, bila karena
kelalaian atau kesenjangan seorang anggota pengurus atau lebih
telah menimbulkan kerugian bagi koperasi (Pasal 25 UKO-67);
d. Anggota koperasi biasa. Hal ini terjadi, bila harta kekayaan koperasi
tidak cukup untuk menutup kerugian itu, dan bilamana anggaran
dasar menetapkan adanya tanggung jawab tak terbatas bagi setiap
anggota (Pasal 36 UKO-67);
Sebelum saya membicarakan hal-hal yang tersebut dalam huruf
a, b, dan c di atas, dalam rangka pembicaraan bidang keanggotaan
koperasi, saya akan mendahulukan pembahasan mengenai tanggung
jawab anggota koperasi. Hal ini diatur dalam Pasal 36 UKO-67, yang
ringkasnya adalah sebagai berikut:
1) Yang dimaksud dengan tanggung jawab anggota ialah kewajiban
anggota untuk menanggung bersama kerugian yang diderita kope-
rasi, baik yang timbul pada penutupan tahun buku, maupun pada
pembubaran koperasi;
2) Tanggung jawab anggota dapat bersifat terbatas atau tidak terba-
tas. Setiap anggaran dasar koperasi memuat salah satu jenis tang-
gung jawab tersebut;
3) Dalam hal tanggung jawab anggota bersifat terbatas, maka kern-
gian yang timbul hanya dapat dibebankan kepada kekayaan kope-
rasi, sedangkan jumlah tanggung jawab anggota ditetapkan dalam
anggaran dasar;
4) Pada waktu pembubaran koperasi, anggota yang telah keluar tidak
bebas dari kewajiban menanggung kerugian koperasi, sepanjang
kerugian ini timbul sebagai akibat dari salah satu kejadian, di mana
yang bersangkutan masih menjadi anggota, dengan ketentuan bahwa
saat keluarnya anggota tersebut belum lewat jangka waktu 12 bulan;
5) Dalam hal anggota atau anggota-anggota yang bertanggung jawab

207
seperti tersebut di atas ternyata tidak mampu untuk membayar
penuh jumlah tanggungannya, maka anggota-anggota lain diwajib-
kan menanggung kewajiban mereka yang tidak mampu itu, masing-
masing sama besarnya.
Dari ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawab anggota yang
tidak terbatas, maka perbedaan antara koperasi dengan perseroan
terbatas adalah jauh, sebab pada perseroan terbatas tanggung jawab
pesero terbatas pada jumlah saham yang telah dimilikinya (Pasal 40
ayat (2) KURD), termasuk saham yang disanggupinya (modal yang
ditempatkan).

C. ORGANISASI, JENLS, DAN ALAT PERLENGKAPAN KOPERASI

208. ORGANISASI KOPERASI INDONESIA


Sekurang-kurangnya 20 orang yang telah memenuhi syarat termaksud
dalam Pasal 10 UKO-67 dapat membentuk sebuah koperasi (Pasal
14 ayat (1) UKO-67). Adapun syarat-syarat termaksud dalam Pasal
10 tersebut adalah sebagai berikut: "Yang dapat menjadi anggota
koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang:
a. mampu melakukan suatu perbuatan hukum;
b. menerima landasan idiil, asas dan sendi dasar koperasi;
c. sanggup dan bersedia melakukan kewajiban-kewajiban dan hak
sebagai anggota, sebagaimana tercantum dalam UKO-67, anggaran
dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan koperasi lainnya.
Ada kemungkinan suatu daerah kerja (dalam lingkungan desa
tertentu) tidak memiliki orang-orang yang memenuhi syarat-syarat
untuk mendirikan sebuah koperasi jenis tertentu, misalnya: dalam
suatu desa hanya ada 10 orang pengrajin perak. Mereka itu tidak bisa
mendirikan sebuah koperasi pengrajin perak, karena anggotanya ku-
rang dan 20 orang. Dalam hal yang demikian ini bedasarkan pertim-
bangan kemanfaatan koperasi, Menteri dapat mengizinkan berdirinya
sebuah koperasi yang bersangkutan, meskipun anggotanya kurang
dari 20 orang (Pasal 14 ayat (2) UKO-67). Koperasi pertama semacam
ini disebut tingkat koperasi primer.
Sesuai dengan kebutuhan dan efisiensi, koperasi dapat menjadi
anggota koperasi tingkat atas. Koperasi tersebut terakhir ini juga dapat
menjadi anggota koperasi tingkat lebih atas lagi. Hubungan antara
koperasi tingkat bawah sampai dengan tingkat teratas merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

208
Koperasi tingkat lebih atas berkewajiban dan berwenang untuk
menjalankan bimbingan dan pemeriksaan terhadap koperasi tingkat
bawah. Hubungan antartingkat koperasi sejenis diatur dalam anggar-
an dasar masing-masing koperasi sejenis itu. Daerah kerja koperasi
Indonesia didasarkan pada kesatuan wilayah administrasi Pemerintah-
an dengan memperhatikan kepentingan ekonomi.

209. TINGKAT KOPERASI


Koperasi terbawah yang anggotanya terdiri dan orang-orang yang
jumlahnya paling sedikit 20 orang, sebagai dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) UKO-67, disebut koperasi primer. Koperasi tingkat kedua
disebut "Pusat Koperasi", tingkat ketiga disebut "Gabungan Koperasi",
dan tingkat keempat atau yang terakhir disebut "Induk Koperasi".
Syarat jumlah yang dipakai ukuran untuk dapat membentuk koperasi
tingkat yang lebih atas, biasanya dipergunakan ketentuan sebagai ber-
ikut di bawah ini:
a. Sekurang-kurangnya 5 buah koperasi primer yang sudah menjadi
badan hukum dapat membentuk "Pusat Koperasi".
b. Sekurang-kurangnya 3 buah "Pusat Koperasi" yang telah berbadan
hukum dapat membentuk "Gabungan Koperasi".
c. Sekurang-kurangnya 3 buah gabungan koperasi yang telah menjadi
badan hukum dapat membentuk "Induk Koperasi" (Penjelasan
Pasal 15 UKO-67).
Jumlah koperasi yang berhak membentuk koperasi tingkat lebih
tinggi tidak mengikat, artinya, meskipun jumlah koperasi yang akan
membentuk koperasi tingkat lebih atas itu kurang dari jumlah yang
disebut di atas, dapat juga diperkenankan.
Hubungan antara koperasi tingkat bawah dan tingkat atasnya hams
diatur dalam anggaran dasar masing-masing koperasi, di mana koperasi
tingkat atas berkewajiban membimbing dan berwenang memeriksa
koperasi tingkat bawah, sedang koperasi tingkat bawah berhak meng-
awasi koperasi tingkat atasnya. Tetapi tanggung jawab mengenai
jalannya koperasi tingkat bawahan, tetap menjadi tanggung jawab
koperasi tingkat bawahan yang bersangkutan.

210. DAERAH KERJA KOPERASI


Daerah kerja koperasi pada dasarnya hams cukup memiliki potensi
ekonomi bagi perkembangan koperasi yang bersangkutan. Guna ke-
lancaran tugas pengawasan dan pembinaan, daerah kerja koperasi

209
didasarkan pada wilayah administrasi pemerintahan. Koperasi primer,
yang beranggotakan orang-orang pada umumnya hams berada di wila-
yah administrasi pemerintahan yang terendah, yaitu desa. Ada kemung-
kinan bahwa ketentuan itu tidak mungkin dipenuhi, misalnya bagi kope-
rasi pegawai negeri dan koperasi angkatan bersenjata, yang mendasar-
kan daerah kerjanya pada lingkungan pekeijaan para anggotanya. Keten-
tuan mengenai hal ini lebih lanjut diatur oleh Menteri (Pasal 16 UKO-67).
Kalau daerah kerja bagi koperasi primer pada umumnya ditunjuk
"Daerah pedesaan," maka daerah kerja koperasi setingkat lebih tinggi,
yaitu "pusat koperasi" Daerah Tingkat II (Kabupaten), dan daerah kerja
koperasi setingkat lebih tinggi lagi, yaitu "gabungan koperasi", wilayah
Daerah Tingkat I (Propinsi), selanjutnya daerah kerja bagi "induk
koperasi" adalah di wilayah Ibukota Republik Indonesia. Hal-hal yang
menyimpang dan pedoman tersebut, diatur lebih lanjut oleh Menteri.

211. JENIS KOPERASI


Dasar penjenisan koperasi adalah kebutuhan dan efisiensi, berdasar-
kan kesamaan kepentingan ekonominya (Pasal 17 UKO-67), misalnya:
a. Koperasi kopra bagi daerah yang mata pencarian penduduknya
tergantung pada pembuatan kopra;
b. Koperasi golongan fungsionil Angkatan Bersenjata. (ABRI);
c. Koperasi golongan fungsionil Pegawai Negeri, dan lain-lain.
Khusus bagi koperasi golongan fungsionil Angkatan Bersenjata,
sepanjang tidak menyimpang dari sendi-sendi dasar koperasi. Menteri
dapat mengadakan penentuan-penentuan sendiri. Ketentuan-ketentuan
ini diberikan berdasar atas pertimbangan bahwa koperasi Angkatan
Bersenjata, yang merupakan salah satu wadah penampungan kegiatan-
kegiatan kekaryaan anggota angkatan, tidak dapat dilepaskan dart
kebijaksanaan anggota-anggota beserta keluarganya, dan agar supaya
unsur-unsur rantai komando dan disiplin sebagai anggota Angkatan
dapat tetap terpelihara.
Koperasi mendasarkan perkembangannya pada potensi ekonomi
daerah kerjanya. Dart itu pendirian lebih dart satu koperasi yang seting-
kat dan sejenis dalam satu daerah kerja akan mengurangi efisiensi
ekonomi dart koperasi-koperasi yang bersangkutan. Oleh karenanya
demi ketertiban, hares diusahakan adanya hanya satu koperasi yang
setingkat dan sejenis untuk satu daerah kerja. Dari itu tidak dapat
dipastikan secara umum dan seragam jenis koperasi yang sama yang
diperlukan bagi setiap bidang (Penjelasan Pasal 17 UKO-67).

210
Telah disebutkan di muka bahwa penjenisan koperasi harus dida-
sarkan atas kebutuhan dan efisiensi. Meskipun koperasi dapat dikelom-
pokkan dalam golongan koperasi, konsumsi, kredit dan jasa, tetapi
keluwesan harus tetap diadakan untuk mengadakan pemilihan jenis
koperasi yang lebih khusus, misalnya: koperasi karet, koperasi batik,
Bank koperasi, koperasi pengangkutan, koperasi kopra, koperasi kopi,
koperasi pengrajin perak dan sebagainya.
Sebuah koperasi jenis tertentu, untuk perkembangan tujuan ekono-
minya dapat mendirikan koperasi jenis lain, misalnya: Bank koperasi,
koperasi asuransi dan sebagainya.

212. ALAT PERLENGKAPAN KOPERASI


Menurut Pasal 19 UKO-67 alat perlengkapan ada 3, yaitu:
a. rapat anggota;
b. pengurus;
c. badan pemeriksa;
Di samping 3 macam alat perlengkapan koperasi tersebut, kalau
perlu koperasi dapat membentuk badan lain, misalnya: "dewan pena-
sihat", tetapi badan ini tidak boleh mengurangi hak dan wewenang
ketiga alat perlengkapan koperasi tersebut. Meskipun dewan koperasi
ini terdiri dan para ahli, tetapi badan ini bukan merupakan alat perleng-
kapan koperasi. Tugas dan dewan penasihat ini adalah mendampingi
pengurus dan badan pemeriksa dalam melakukan tugasnya sehari-
hari. Badan ini harus memberi nasihat, baik diminta maupun tidak.

213. RAPAT ANGGOTA


Dalam organisasi koperasi kekuasaan tertinggi dipegang oleh rapat
anggota. Keputusan rapat anggota sejauh mungkin diambil berdasarkan
musyawarah untuk mufakat. Kalau mufakat tidak dapat tercapai, maka
keputusan diambil atas dasar suara terbanyak. Dalam hal diadakan
pemungutan suara, maka tiap-tiap anggota mempunyai hak suara
sama, yaitu satu. Pengambilan suara ini hanya dilakukan bila ternyata
sudah tidak mungkin lagi untuk mencapai mufakat, Kuorum rapat
anggota dan suara terbanyak ditentukan dalam anggaran dasar. Untuk
menghargai rapat anggota, anggota tidak boleh mewakilkan orang
lain (Pasal 20 UKO-67).
Bagi koperasi tingkat pusat, gabungan dan induk, yakni yang ber-
anggotakan badan-badan hukum koperasi, maka keputusan didasarkan
atas perimbangan suara tersebut dilakukan menurut jumlah anggota

211
manusia yang terhimpun dalam koperasi masing-masing menurut ke-
tentuan-ketentuan dalam anggaran dasar.
Rapat anggota koperasi Indonesia berwenang menetapkan:
a. anggaran dasar;
b. kebijaksanaan umum serta pelaksanaan keputusan-keputusan kope-
rasi tingkat lebih atas;
c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus, badan peme-
riksa, dan dewan penasihat;
d. rencana kerja, anggaran belanja, pengesahan neraca, perhitungan
laba rugi, dan kebijaksanaan pengurus dalam bidang organisasi
dan perusahaan.

214. PENGURUS KOPERASI


Pengurus adalah alat perlengkapan koperasi yang berkewajiban untuk
mengurus dan menguasai koperasi. Pengurus ini dipilih dari dan oleh
para anggota dalam rapat anggota koperasi. Walaupun pengurus dipilih
oleh dan dari kalangan anggota sendiri sebagai pelaksanaan asas de-
mokrasi dalam koperasi, tetapi ada kemungkinan bahwa anggota ko-
perasi yang berhak dipilih tidak memiliki kesanggupan atau keahlian
untuk memimpin koperasi, maka undang-undang memberi kesempatan
untuk memilih orang di luar anggota untuk menjabat sebagai pengurus,
kecuali jabatan ketua koperasi, yang sedapat mungkin hams dipegang
oleh anggota sendiri (Pasal 22 UKO-67).
Penunjukan pengurus di luar anggota ini adalah bersifat sementara,
yang berarti bahwa koperasi harus mendidik anggotanya agar dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dapat mengambil alih kepengurusan
dari tangan pengurus yang bukan anggota. Sebelum pengurus mulai
melakukan tugasnya, dia harus mengangkat sumpah dulu di muka
rapat anggota atau badan lain, sesuai dengan ketentuan dalam anggaran
dasar atau keputusan rapat anggota. Pengangkatan sumpah ini penting
sekali bagi pengurus yang bersangkutan untuk menyadarkan dan meya-
kinkan bahwa pengurus ini penuh dengan tanggung jawab. Lembaga
penunjukan pengurus di luar para anggota koperasi ini penting sekali,
agar koperasi itu dipimpin oleh orang-orang yang benar-benar ahli
dalam bidang perusahaan yang harus dilakukan oleh koperasi. Sebuah
koperasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang ahli dan dibantu
oleh beberapa orang pegawai administrasi yang cakap akan dapat
memperkembangkan koperasi secara baik. Sebaliknya bila sebuah
koperasi dipimpin oleh seorang anggota yang tidak ahli, yang dibantu

212
dengan para anggota lainnya yang kurang trampil maka orang dapat
menanti jatuhnya koperasi itu.
Syarat-syarat untuk dapat dipilih menjadi pengurus koperasi ialah:
a. mempunyai sifat kejujuran dan ketrampilan kerja;
b. syarat-syarat lain yang ditentukan dalam anggaran dasar (Pasal
22 ayat (2) UKO-67).
Dengan adanya kesempatan untuk memilih pengurus di luar anggota
koperasi, karena para anggota sendiri tidak ada yang memililci syarat-
syarat sebagai berikut dalam Pasal 22 ayat (2) tersebut di atas, maka
undang-undang membatasi jumlah orang-orang pengurus bukan
anggota koperasi, yang paling banyak sepertiga dari jumlah peng-
urus. Sedangkan masa jabatan pengurus ditentukan tidak botch lebih
dari 5 tahun (Pasal 22 ayat (4) UKO-67).

215. TUGAS KEWAJIBAN DAN WEWENANG PENGURUS KOPERASI


A. Tugas kewajiban pengurus koperasi Indonesia ialah (Pasal 23
UKO-67):
1) memimpin organisasi dan usaha koperasi;
2) mewakili koperasi di muka dan di luar pengadilan;
3) membuat laporan tentang semua hal penting yang telah diked akan
kepada rapat anggota, termasuk laporan pemeriksaan atas tata kehi-
dupan koperasi; Ketentuan ini diadakan untuk menjamin agar setiap
anggota dapat mengetahui keadaan sebenarnya dari koperasinya,
baik dari laporan pengurus, maupun dari laporan badan pemeriksa;
4) khusus mengenai laporan tertulis dari badan pemeriksa, pengurus
menyampaikan salinannya kepada pejabat di Jawatan Koperasi
setempat;
5) Tiap-tiap anggota pengurus harus memberi bantuan kepada peja-
bat yang sedang melakukan tugasnya. Untuk keperluan itu
pengurus diwajibkan memberi keterangan yang diminta oleh pejabat
dan memperlihatkan catatan-catatan (pembukuan) serta semua
urusan perusahaan yang menjadi kekayaan koperasi;
6) menyelenggarakan rapat anggota tahunan menurut ketentuan-
ketentuan dalam anggaran dasar;
7) wajib mengadakan buku daftar anggota pengurus, yang cara
penyusunannya dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang dite-
tapkan oleh pejabat;
8) hams menjaga kerukunan anggota dan melayaninya secara baik,
bilamana ada anggota yang:

213
a) mengemukakan pendapat atau saran-saran kepada pengurus
di luar rapat, baik diminta maupun tidak;
b) melakukan pengawasan atas jalannya organisasi dan usaha-
usaha koperasi menurut ketentuan-ketentuan dalam anggaran
dasar.

B. Adapun wewenang pengurus koperasi ialah untuk melakukan


tindakan-tindakan dan upaya-upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan
koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan harus sesuai dengan
keputusan-keputusan rapat anggota (Pasal 24 UKO-67).

216. TANGGUNG JAWAB PENGURUS KEPADA KOPERASI


Setiap usaha dalam lapangan perekonomian senantiasa menghadapi
kemungkinan mengalami kerugian, inilah yang disebut "risiko". Jika
hal ini terjadi pada suatu koperasi, maka ada dua kemungkinan untuk
membebankan kerugian itu, pertama kepada koperasi sebagai badan
hukum dan kedua kepada pengurus sebagai kesatuan atau anggota
pengurus koperasi, karena kelalaian atau kesengajaan yang dilakukan,
sehingga menimbulkan kerugian. Kalau harta kekayaan koperasi tidak
mencukupi untuk menutup kerugian, maka anggota koperasi dapat
dibebani tanggung jawab, sebagai yang diatur lebih lanjut dalam Pasal
36 UKO-67 (Penjelasan Pasal 25 UKO-67). Jadi, di sini ada empat
badan yang dapat dipertanggungjawabkan jika koperasi menderita
kerugian:
a. Koperasi, sebagai badan hukum bertanggung jawab terhadap pihak
ketiga;
b. Pengurus sebagai kesatuan bertanggung jawab, karena kelalaian
atau perbuatan kesengajaannya menimbulkan kerugian kepada
koperasi;
c. Anggota pengurus, yang lalai atau sengaja melakukan perbuatan,
sehingga menimbulkan kerugian bagi koperasi, dapat dipertanggung-
jawabkan;
d. Anggota biasa, bukan pengurus, dapat dipertanggungjawabkan bila
harta kekayaan koperasi tidak mencukupi untuk menutup kerugian
dan hal itu dimungkinkan oleh anggaran dasar.
Persoalan tanggung jawab pengurus koperasi diatur dalam Pasal
25 dan 26 UKO-67, tetapi Pasal 23 ayat (3) UKO-67 menetapkan
bahwa pengurus bertanggung jawab kepada rapat anggota tentang:
1) segala sesuatu yang menyangkut tata kehidupan koperasi;

214
2) segala laporan pemeriksaan atas tata kehidupan koperasi. Khusus
mengenai laporan tertulis dari badan pemeriksa, pengurus menyam-
paikan salinannya kepada Pejabat.
Di samping tanggung jawab tersebut di atas, pengurus koperasi
yang karena kelalaian atau kesengajaannya menimbulkan kerugian
bagi koperasi, hams menanggung kerugian itu. Hal ini dapat diperinci
sebagai berikut (Pasal 25 UKO-67):
a) Jika kelalaian itu mengenai sesuatu yang termasuk pekerjaan bebe-
rapa orang anggota pengurus, maka mereka bersama menanggung
kerugian (Pasal 25 ayat (2) UKO-67);
b) Seorang anggota pengurus bebas dari tanggung jawabnya, jika dia
dapat membuktikan bahwa kerugian itu bukan akibat dari kelalaian
atau kesengajaannya. Juga harus dapat membuktikan bahwa dia telah
berusaha dengan secepatnya untuk mencegah timbulnya kerugian itu;
c) Penggantian kerugian oleh anggota/anggota-anggota pengurus yang
melakukan kelalaian atau kesengajaan, tidak menutup kemungkinan
bagi Penuntut Umum untuk menuntut anggota pengurus yang ber-
sangkutan dari sudut hukum pidana;
d) Dengan berlakunya Pasal 25 ayat (1) UKO-67, undang-undang
menganggap bahwa masing-masing anggota pengurus telah
mengetahui segala sesuatu yang semestinya patut diketahuinya;
e) Seorang anggota pengurus dapat membuktikan bahwa kerugian
yang diderita oleh koperasi, hanya sebagian kecil saja yang disebab-
kan oleh kelalaiannya, maka dengan mempertimbangkan faktor-
faktor tersebut Hakim Pengadilan Negeri dapat menyimpang dari
ketentuan Pasal 25 ayat (2) UKO-67 tersebut di atas.

217. BADAN PEMERIKSA


Mengenai badan pemeriksa ini diatur dalam Pasal 27 s/d 30 UKO-67.
Anggota badan pemeriksa ini dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat
anggota. Kedudukan sebagai badan pemeriksa tidak boleh dirangkap
dengan kedudukan pengurus (Pasal 27 ayat (2) UKO-67). Ketentuan
ini bermalcsud untuk memisahkan antara tugas pelaksanaan dan tugas
pengawasan. Mengenai ketentuan-ketentuan syarat-syarat untuk dapat
dipilih, masa jabatan dan pengangkatan sumpah bagi badan pemeriksa
adalah sama dengan pengurus. Mengenai masa jabatan, Pasal 22 ayat
(4) UKO-67 menentukan tidak boleh lebih dari 5 tahun, balk bagi
pengurus maupun bagi badan pemeriksa. Selanjutnya dalam "Penje-
lasan Pasal 27 UKO-67" dikatakan bahwa sebaiknya, agar masa jabat-

215
an badan pemeriksa lebih pendek dari masa jabatan pengurus, untuk
kepentingan pendidikan para anggota dan menjaga kesegaran tugas
pengawasan. Menurut saya, menjaga agar jangan terjadi kekompakan
dalam waktu yang lama untuk perbuatan yang merugikan koperasi
antara pengurus dan badan pemeriksa, maka perlu sekali pengangkatan
pengurus dan pengangkatan badan pemeriksa tidak dilakukan pada
saat yang sama (bersama-sama), tetapi misalnya: pada saat pengurus
telah melakukan setengah dan masa jabatannya, yakni duasetengah
tahun, maka diangkatlah badan pemeriksa baru. Sedangkan masa ja-
batannya tetap sama-sama lima tahun, baik bagi pengurus maupun bagi
badan pemeriksa. Akibatnya, pada saat badan pemeriksa baru diangkat,
koperasi masih mempunyai pengurus lama, sedang pada saat pengurus
baru dilantik, koperasi masih mempunyai badan pemeriksa lama.

218. TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BADAN PEMERIKSA

A. Tugas Badan Pemeriksa


Tugas badan pemeriksa ialah:
a. melakukan pemeriksaan terhadap tata kehidupan koperasi, termasuk
organisasi, usaha-usaha dan pelaksanaan kebijaksanaan pengurus;
b. membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaan itu (Pasal 28
UKO-67).

B. Wewenang Badan Pemeriksa


1) meneliti segala catatan tentang harta kekayaan koperasi dan me-
meriksa pembukuan;
2) mengumpulkan segala keterangan dari siapa pun bagi kepentingan
koperasi (Pasal 29 UKO-67).

C. Tanggung Jawab Badan Pemeriksa


a) merahasiakan hasil pemeriksaannya terhadap pihak ketiga;
b) bertanggung jawab tentang pelaksanaan tugasnya kepada rapat
anggota (Pasal 30 UKO-67).

D. LAPANGAN USAHA, PERMODALAN, DAN SISA HASIL


USAHA KOPERASI

219. LAPANGAN USAHA


Pasal 31 UKO-67 menetapkan bahwa lapangan usaha koperasi ada

216
di bidang produksi dan di bidang ekonomi lainnya berdasar Pasal 33
UUD'45 beserta penjelasannya. Hal ini perlu diterangkan lebih lanjut
sebagai berikut:
Perekonomian Indonesia dibagi dalam sektor Pemerintah, sektor
koperasi dan sektor swasta. Dalam sektor koperasi, koperasi dapat
bergerak untuk melakukan segala kegiatan ekonomi, tetapi hal ini tidak
berarti bahwa koperasi dapat melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi
sedemikian rupa, sehingga terlepas sama sekali dari kepentingan-
kepentingan anggotanya, asas dan sendi-sendi dasarnya, sehingga
anggota koperasi dapat memperoleh kemanfaatan dari usaha-usaha
yang mereka sendiri tidak menyumbangkan karya dan jasanya untuk
memperoleh kemanfaatan tersebut.
Penjenisan koperasi pada dasarnya mempunyai peranan yang
menentukan dalam pengaturan usaha pokoknya, sehingga dapat diper-
oleh kemanfaatan bersama, yang benar-benar dicapai berdasarkan
sumbangan karya atau jasa para anggota semuanya.
Lapangan usaha koperasi pada dasarnya dapat meliputi seluruh
bidang ekonomi, termasuk usaha perbankan dan perasuransian. Dalam
menjalankan peranan dan tugas koperasi seperti dimaksud dalam Pasal
7 UKO-67, koperasi sebagai badan ekonomi dapat mendirikan dan
memiliki perusahaan atau unit produksi yang langsung berada di bawah
tanggung jawab dan pengawasan pengurus koperasi yang bersang-
kutan. Perusahaan dan unit produksi itu merupakan satu kesatuan
dengan koperasi induknya, oleh karenanya tidak boleh dipisahkan dan
ketatalaksanaan (manajemen) seluruh usaha koperasi induk itu. Pe-
rusahaan atau unit produksi itu tidak memerlukan pengesahan tersen-
diri sebagai badan hukum. Perusahaan atau unit produksi tersebut
tidak boleh melakukan usaha-usaha yang bertentangan dengan UKO-
67.

220. PERMODALAN KOPERASI


Mengenai permodalan ini ada perbedaaan besar antara perseroan
terbatas dan koperasi. Perseroan terbatas adalah tempat kumpulan
modal, yakni persekutuan yang menitik beratkan terkumpulnya modal
besar, sedangkan koperasi adalah kumpulan orang, yang berusaha
mengumpulkan modal secara teratur dalam organisasi koperasi, se-
hingga merupakan modal nasional yang kuat, dengan tidak perlu meng-
ubah asas dan sendi-sendi dasar koperasi yang berpandangan pada
ketentuan Pasal 33 UUD'45 beserta penjelasannya.

217
Pasal 32 ayat (1) UKO-67 menentukan bahwa modal koperasi terdiri
dari simpanan-simpanan, pinjaman-pinjaman, penyisihan-penyisihan
dari hasil usahanya, termasuk cadangan serta sumber-sumber lain.
Simpanan anggota koperasi terdiri dari:
a. Simpanan pokok, yakni sejumlah uang tertentu, yang sama banyak-
nya, diwajibkan kepada para anggota untuk menyerahkannya
kepada koperasi, pada waktu masuk menjadi anggota. Simpanan
pokok ini tidak boleh diambil kembali selama anggota yang ber-
sangkutan masih tetap menjadi anggota.
b. Simpanan wajib, ialah jumlah simpanan tertentu yang diwajibkan
kepada anggota untuk membayar dalam waktu dan kesempatan
tertentu, simpanan mana hanya boleh diminta kembali dengan cara
dan waktu yang ditentukan dalam anggaran dasar, anggaran rumah
tangga atau keputusan rapat anggota dengan mengutamakan ke-
pentingan koperasi.
c. Simpanan sukarela, ialah sejumlah uang tertentu yang diserahkan
oleh anggota kepada koperasi atas kehendak sendiri sebagai sim-
panan. Simpanan sukarela ini dapat dilakukan oleh anggota atau
bukan anggota.
Ketentuan lebih lanjut tentang uang simpanan ini diatur dalam
anggaran dasar, anggaran rumah tangga atau keputusan-keputusan
rapat anggota koperasi.

221. SISA HASIL USAHA KOPERASI


Menurut Pasal 34 ayat (1) UKO-67, sisa hasil usaha koperasi adalah
pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku setelah
dilcurangi dengan penyusun-penyusun dan biaya-biaya dari tahun buku
yang bersangkutan. Sisa hasil koperasi itu mungkin didapat dari hasil
pelayanan terhadap anggota dan pelayanan terhadap pihak ketiga,
termasuk yang bukan anggota. Oleh karena itu pada dasarnya harus
diadakan pemisahan antara penggunaan pendapatan yang diperoleh
dari pelayanan terhadap anggota dengan pelayanan terhadap pihak
ketiga dan yang bukan anggota. Bagian sisa hasil usaha yang diperoleh
dari pelayanan terhadap pihak ketiga atau bukan anggota tidak boleh
dibagikan kepada anggota, karena bagian pendapatan ini bukan diper-
oleh dari karya atau jasa anggota.
Sisa hasil usaha koperasi yang berasal dari pelayanan terhadap
para anggota dibagi untuk:
a. cadangan koperasi;

218
b. anggota, masing-masing sebanding dengan jasa yang telah diberi-
kannya;
c. dana pengurus;
d. dana pegawai/karyawan;
e. dana pendidikan koperasi;
f dana sosial
g. dana pembangunan daerah kerja;
Sedangkan sisa hasil usaha koperasi yang berasal dari pelayanan
terhadap pihak ketiga, termasuk yang bukan anggota, dibagi untuk:
1) cadangan koperasi;
2) dana pengurus;
3) dana pegawai/karyawan;
4) dana pendidikan koperasi;
5) dana sosial;
6) dana pembangunan daerah kerja.
Cara dan besarnya pembagian tersebut diatur dalam anggaran
dasar, sedangkan penggunaan sisa hasil usaha tersebut, kecuali ca-
dangan koperasi, diatur dalam anggaran dasar dengan mengutamakan
kepentingan koperasi.
Penggunaan dana sosial diatur oleh rapat anggota dan dapat
diberikan antara lain kepada fakir miskin, yatim piatu atau usaha-
usaha sosial lainnya.
Penggunaan dana sosial bagi zakat, diatur secara khusus dalam
anggaran dasar, anggaran rumah tangga atau keputusan koperasi lain-
nya. Mengenai persoalan zakat ini akan saya perdalam sedikit pada
pelajaran berikut, mengingat persoalan ini jarang disinggung dalam
buku-buku pelajaran umum;
Penggunaan dana pembangunan daerah kerja, seyogyanya
dilakukan setelah mengadakan konsultasi dengan Pemerintah Daerah.
Atas modal yang dititipkan dalam koperasi, juga hams diberi
bunga, yang jumlahnya ditetapkan dalam rapat anggota.
Cadangan koperasi, dimaksudkan untuk memupuk modal kope-
rasi sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. Oleh
karenanya cadangan koperasi ini tidak boleh dibagikan kepada anggota,
walaupun di waktu pembubaran. Mengenai penggunaan cadangan
dan pemupukan modal dalam koperasi hams diatur dalam anggaran
dasar.
Pada pembubaran koperasi, sisa kekayaan koperasi, setelah diper-
gunakan untuk menutup kerugian koperasi dan biaya penyelesaian, dibe-

219
rikan kepada perkumpulan koperasi atau kepada badan hukum lain,
yang asas dan tujuannya sesuai dengan koperasi yang bersangkutan.

222. ZAKAT DALAM KOPERASI


Mengenai zakat dalam koperasi tidak diatur dalam dikttun Undang-
Undang No. 12 Tahun 1967, tetapi dalam "Penjelasannya" (T.L.N.
No. 2832). Penjelasan pasal demi pasal mengenai Pasal 34, alinea 4,
yang berbunyi sebagai berikut: "Penggunaan dana sosial diatur oleh
rapat anggota dan dapat diberikan antara lain kepada fakir miskin,
itim piatu atau usaha-usaha sosial lainnya. Perihal zakat dapat diatur
'Leh koperasi yang bersangkutan dalam anggaran dasar maupun
ketentuan-ketentuan lain dari koperasi." Sistem pengaturan soal zakat
dalam anggaran dasar ini sangat saya setujui, mengingat bahwa tidak
semua koperasi, seluruh anggotanya beragama Islam.
Mengenai soal zakat ini tidak hanya diatur dalam koperasi saja,
juga dalam undang-undang lain, yaitu: UU No. 5 Tahun 1962 (L.N.
1962-10), tentang "Perusahaan Daerah". Pengaturan zakat dalam
undang-undang ini malahan dalam "diktum" undang-undang yaitu
dalam Pasal 25 ayat (2)m huruf "B", yang berbunyi sebagai berikut:
"B. Bagi Perusahaan Daerah modalnya untuk sebagian terdiri dari
kekayaan Daerah yang dipisahkan setelah dikeluarkan zakat yang
dipandang perlu; dan selanjutnya."
Bagi koperasi yang anggota-anggotanya orang Islam, pengaturan
zakat ini hukumnya wajib, sebab zakat merupakan salah satu dari
rukun Islam, yang wajib dijalankan oleh setiap umat Islam. Sedikit
pedoman yang saya bicarakan dalam pelajaran berikut ini kiranya
cukup untuk dipergunakan seperlunya. Bagi orang yang menginginkan
pelajaran zakat yang lebih mendalam lagi, saya anjurkan untuk
menelaah kitab Figh yang lebih besar lagi, misalnya: "Kitab Mutiara
Hadist 2002", karangan Prof. M. Hasbi Ash Shiddiegy. Jilid III, Buku
Ke-XII, Soal-soal Zakat, halaman 409-565.

223. DASAR HUKUM KEWAJIBAN MEMBAYAR ZAKAT


Dalam beberapa undang-undang ada ketentuan yang mewajibkan
perusahaan yang bersangkutan membayar zakat. Ketentuan undang-
undang ini merupakan dasar hukum bagi perusahaan yang bersangkut-
an untuk membayar zakat. Misal undang-undang tersebut ialah:
a. UU No. 5 Tahun 1962 (L.N. 1962-10), tentang "Perusahaan Dae-
rah", Pasal 25, ayat (2), huruf "B" (bunyinya lihat pelajaran 222);

220
b. Dalam "Penjelasan UU No. 5 Tahun 1962 tersebut (T.L.N. No.
2387), Penjelasan pasal demi pasal, Pasal 25 alinea 10, berbunyi:
"Dalam pasal ini dimaksudkan zakat bagi perusahaan yang
modalnya untuk sebagian terdiri dari kekayaan Daerah yang
dipisahkan. Pemerintah Daerah mengatur supaya dalam hal ini
diikuti petunjuk dari Menteri Agama."
c. UU No. 12 Tahun 1967 (L.N. 1967-23), tentang "Pokok-pokok Per-
koperasian," Pasal 34 tidak ada ketentuan mengenai zakat, tetapi
dalam "Penjelasannya (T.L.N. No. 2832), Penjelasan pasal demi
pasal, mengenai Pasal 34, alinea 3 (bunyinya lihat pelajaran 222).
Dari apa yang tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
ada dua sistem untuk mengatur zakat, yaitu dalam diktum undang-
undangnya sendiri, dan yang lain dalam "Penjelasannya". Kesemuanya
itu hanya merupakan dasar hukum, dan penjabaran selanjutnya menge-
nai zakat itu harus dilakukan dalam anggaran dasar. Pada hemat saya
masih ada sistem ketiga yang bisa menjadi dasar hukum pengeluaran
zakat, yaitu keputusan rapat anggota. Meskipun dalam diktum mau-
pun dalam penjelasannya tidak ada ketentuan tentang zakat, persoalan
zakat itu dapat dilaksanakan melalui keputusan rapat anggota, meng-
ingat bahwa rapat anggota koperasi adalah alat perlengkapan koperasi
yang paling berkuasa.

224. PERATURAN ZAKAT


Zakat ialah rukun Islam yang keempat, yang mewajibkan setiap Mus-
lim, apabila mempunyai harta kekayaan sampai pada nisab tertentu
dan telah diusahakan/disimpan selama satu tahun, wajib membayar
sejumlah uang atau mengeluarkan barang/binatang tertentu. Untuk
jelasnya, saya memandang perlu untuk menerangkan lebih lanjut lagi
sebagai berikut di bawah ini:
a. Rukum Islam, yaitu kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap
muslim (orang yang beragama Islam) ada lima, yaitu: mengucapkan
shahadat dua, salat, puasa, zakat dan menunaikan ibadah Haji,
kalau mampu, sehat serta tidak ada halangan. Zakat ini hukumnya
wajib bagi setiap muslim, juga bagi perusahaannya;
b. Seorang muslim dan perusahaannya, yang harta kekayaannya sudah
sampai pada nisabnya, yalari sampai pada batas, di mana si pernilik di-
wajibkan membayar zakat, harus mengeluarkan zakatnya; misalnya:
1) Nisab binatang unta adalah 5 ekor, artinya: seseorang yang memi-
lilci unta sebanyak 5 ekor atau lebih, diwajibkan membayar zakat;

221
a. fakir, yaitu orang yang hanya mempunyai harta kurang dari nisab;
b. miskin, yaitu orang yang tidak mempunyai apa-apa;
c. Amil, yaitu orang yang diberi tugas (diangkat) untuk mengambil
dan pengurus zakat;
d. mualaf, yaitu orang yang baru saja memeluk agama Islam;
e. hamba, yaitu budak belian yang mendapat hak dan tuannya
untuk menebus dirinya dengan uang;
f. orang yang mempunyai utang, yang hartanya kurang dari nisab;
g. sabilillah, yaitu tentara yang berperang di jalan Allah;
h. musafir, yaitu orang dalam perjalanan yang kekurangan biaya/
bekal.

E. KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI INDONESIA

226. KOPERASI ADALAH BADAN HUKUM


Bahwa perkumpulan koperasi adalah badan hukum, dapat dibuktikan:
a. Pasal 41 UKO-67, yang berbunyi: "Koperasi yang akta pendirian-
nya disahkan menurut ketentuan undang-undang ini adalah badan
hulcum."
b. Pasal 45 UKO-67 berbunyi: "Sejak tanggal pendaftaran sebagai
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) UKO-67, koperasi yang ber-
sangkutan adalah badan hukum, sehingga hak dan kewajiban yang
timbul serta ikatan yang diadakan atas namanya sebelum tanggal
pendaftaran tersebut, seketika itu beralih kepadanya."
Dan pasal-pasal tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
perkumpulan koperasi adalah badan hukum. Karena badan hukum
adalah subyek hukum, maka dia dapat memiliki hak dan kewajiban.
Begitupun koperasi, karena menurut undang-undang koperasi adalah
badan hukum, maka koperasi adalan subyek hukum, yang bisa memiliki
hak dan kewajiban, karenanya semua perikatan hukum yang dibuat
atas namanya, menjadi tanggung jawab koperasi sebagai badan hukum.
Terhadap pihak ketiga, semua perikatan yang dibuat atas namanya
menjadi tanggung jawab koperasi. Tanggung jawab koperasi terhadap
pihak ketiga, yang merupakan suatu kerugian bagi koperasi, adalah
sama sekali terpisah dengan tanggung jawab pengurus atau anggota
pengurus yang berbuat lalai atau dengan sengaja, sehingga menimbul-
kan kerugian bagi koperasi. Tanggung jawab pengurus tersebut adalah
tanggung jawab terhadap koperasi dan bukan terhadap pihak ketiga.
Sebagai badan hukum, koperasi adalah subyek hukum, yang bisa

224
memiliki hak dan kewajiban sendiri, terlepas dari tanggung jawab pengu-
rus dan anggota koperasi. Pada perseroan terbatas, semua perikatan,
yang dilakukan atas namanya menjadi tanggung jawab perseroan yang
bersangkutan, sedangkan tanggung jawab para pesero, terbatas pada
jumlah saham yang dimilikinya (Pasal 40 ayat (2) KUHD), tidak lebih
luas dari itu. Tetapi pada badan hukum koperasi agak lain keadaannya.
Kelalaian itu terletak pada keadaan bahwa para anggota koperasi
bisa bertanggung jawab secara tidak terbatas. Pasal 36 ayat (2)
berbunyi: "Tanggungan anggota dapat bersifat tanggungan terbatas
atau tanggungan tidak terbatas; setiap anggaran dasar koperasi me-
muat salah satu sifat tanggungan tersebut di atas." Dan ketentuan ini
dapat diambil kesimpulan, bahwa koperasi itu ada dua macam, yakni:
1) Koperasi yang anggotanya bertanggung jawab terbatas (Pasal 36
ayat (3) UKO-67). Jadi, seperti perseroan terbatas atau badan hu-
kum lainnya (Pasal 40 ayat (2) KUHD, bsd. Pasal 1, S. 1870-64);
2) Koperasi yang anggotanya bertanggung jawab tidak terbatas.
seperti persekutuan firma atau komandeter (Pasal 18 KUHD);
Keanehan sifat badan hukum koperasi ini meluas pada:
a) Para anggota koperasi yang sudah keluar, tidak bebas dari kewa-
jiban untuk menanggung kerugian, sepanjang kerugian itu timbul
sebagai salah satu kejadian, di mana yang bersangkutan masih
menjadi anggota, dengan ketentuan bahwa saat keluarnya ang-
gota tersebut belum lewat 12 bulan (Pasal 36 ayat (4) UKO-67);
b) Pada waktu pembubaran koperasi, bila ada anggota-anggota se-
bagai penanggung kerugian koperasi seperti tersebut di atas,
temyata tidak mampu untuk membayar penuh jumlah tanggung-
jawab, maka anggota lain diharuskan menanggung kewajiban
mereka yang tidak mampu itu, masing-masing sama besarnya
(Pasal 36 ayat (5) UKO-67).
Dari kenyataan tersebut di atas, saya berpendapat bahwa sifat
badan hukum yang ada pada perkumpulan koperasi tidak penuh, tidak
seperti yang ada pada perseroan terbatas. Hal ini disebabkan karena
adanya asas kekeluargaan dan kegotong-royongan pada kumpulan
koperasi (Pasal 5 UKO-67).

227. PENDIRIAN, PENDAFTARAN, DAN PENGUMUMAN KOPERASI


Mengenai pendirian, pendaftaran dan pengumuman perkumpulan
koperasi diatur dalam pasal 44 sampai dengan 46 UKO-67, yang sing-
katnya sebagai berikut:

225
a. Beberapa orang pendiri mengadakan rapat pembentukan koperasi,
sesudah mana dibuat berita acara, yang memuat catatan tentang
jumlah anggota dan nama mereka yang diberi kuasa untuk menan-
datangani akta pendirian;
b. Para pendiri mengajukan akta pendirian, dengan dilampiri berita
acara seperti tersebut di atas kepada Pejabat Koperasi (disinglcat:
Pejabat), yakni Pejabat yang diangkat oleh dan mendapat kuasa
khusus dari Menteri, yang diserahi urusan perkoperasian. Akta
pendirian itu dibuat rangkap dua, satu di antaranya bermeterai;
c. Jika Pejabat berpendapat bahwa akta pendirian itu tidak berten-
tangan dengan undang-undang koperasi, maka akta pendirian itu
didaftar dalam Buku Daftar Umum yang disediakan untuk ke-
perluan itu di kantor Pejabat;
d. Tanggal pendaftaran akta pendirian berlaku sebagai tanggal resmi
berdirinya koperasi;
e. Kedua buah akta pendirian tersebut dibubuhi tanggal, nomor pen-
daftaran serta tanda pengesahan oleh Pejabat atas kuasa Menteri.
Akta pendirian yang bermeterai dikirim kepada pendiri koperasi
yang bersangkutan, sedangkan yang tidak bermeterai disimpan di
kantor Pejabat;
f Jika ada perbedaan antara kedua buah akta pendirian tersebut, maka
akta pendirian yang disimpan di kantor Pejabat dianggap yang benar;
g. Pejabat mengumumkan setiap pengesahan akta pendirian koperasi
dalam Berita Negara RI;
h. Buku Daftar Umum beserta akta-akta pendirian koperasi yang
disimpan di kantor Pejabat dapat dilihat oleh siapa saja dengan
cuma-cuma. Salinan atau petikan akta-akta pendirian tersebut dapat
diperoleh dengan mengganti biaya;
i. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 bulan sejak surat per-
mohonan diterima, Pejabat hams memberi pengesahannya;
j. Kalau Pejabat tidak setuju dengan akta pendirian itu, tiga bulan
sebelum berakhirnya jangka waktu 6 bulan tersebut di atas, Pejabat
hams sudah memberikan penolakannya secara tertulis, yang me-
muat alasan-alasan, dikirim dengan pos tercatat kepada pendiri,
sedang tembusannya dikirim kepada Pejabat yang lebih tinggi dan
kepada Menteri;
k. Dalam waktu selambat-lambatnya 3 bulan sejak penolakan itu di-
terima, para pendiri dapat mengajukan banding kepada Menteri,
yang keputusannya merupakan keputusan terakhir.

226
228. IS! AKTA PENDIRIAN
Pasal 43 UKO-67 berbunyi sebagai berikut: "(1) Badan hukum
koperasi termaksud dalam Pasal 41 dinyatakan dalam akta pendirian
yang memuat anggaran dasaryang tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang ini; (2) Menteri menentukan pedoman tentang isi dan
cara-cara penyusunan anggaran dasar koperasi."
Oleh karena ketentuan tersebut dinyatakan bahwa akta pendirian
itu memuat anggaran dasar. Jadi, istilah "akta pendirian koperasi" itu
sudah termaksud di dalamnya "anggaran dasar". Mengenai anggaran
dasar ini Menteri diwajibkan memberi pedoman tentang isi dan cara-
cara penyusunannya.
Pada dasarnya tiap-tiap koperasi harus menyusun anggaran dasar-
nya sendiri. Untuk menghindari kekeliruan, maka Menteri memberi-
kan pedoman tentang isinya, sebagai berikut:
1) Nama, peketjaan serta tempat tinggal pars pendiri koperasi;
2) Nama lengkap dan nama singkatan koperasi;
3) Tempat kedudukan koperasi dan daerah kerjanya;
4) Maksud dan tujuan;
5) Ketegasan usaha;
6) Syarat-syarat keanggotaan;
7) Ketetapan tentang permodalan;
8) Peraturan tentang tanggung jawab anggota;
9) Peraturan tentang pimpinan koperasi dan kekuasaan anggota;
10) Ketentuan tentang quorum rapat anggota;
11) Penetapan tahun buku;
12) Ketentuan tentang sisa hasil usaha pada akhir tahun buku;
13) Ketentuan mengenai sisa kekayaan bila koperasi dibubarkan.

229. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ANTARA KOPERASI DAN PERSE-


ROAN TERBATAS

A. Perbedaan
1. Undang-undang menentukan bahwa perkumpulan koperasi adalah
perkumpulan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi
(Pasal 9 ayat (1) UKO-67). Sedangkan perseroan terbatas bukan-
lah perkumpulan orang-orang, tetapi perkumpulan modal. Anggo-
ta perkumpulan koperasi disebut "anggota", sedangkan anggota
perseroan terbatas disebut "pesero" atau pemegang saham.
2. Keanggotaan koperasi dibuktikan dengan pencatatan dalam Bu-

227
ku Daftar Anggota yang diselenggarakan oleh pengurus koperasi
di Kantor Koperasi (Pasal 9 ayat (2) UKO-67), sedangkan kedu-
dukan sebagai pesero dapat dibuktikan dengan dimilikinya sejum-
lah sero-sero dari perseroan yang bersangkutan.
3. Pada perseroan terbatas, saham adalah dasardari penyertaan
dalam modal, sedangkan pada perkumpulan koperasi, penyertaan
dalam modal adalah akibat dari keanggotaan.
4. Saham pada prinsipnya dapat dialihkan kepada orang lain, tetapi
keanggotaan perkumpulan koperasi tidak dapat dialihkan kepada
orang lain (Pasal 11 ayat (3) UKO-67).
5. Tentang keluar-masuknya anggota koperasi, meskipun dengan
syarat-syarat tertentu, diatur dengan baik, tetapi tentang keluar-
masuknya para pesero pada perseroan terbatas tidak diatur.
6. Modal perseroan dalam koperasi tidak ada, tetapi modal perse-
roan dalam perseroan terbatas merupakan unsur penting. Modal
koperasi terdiri dari kumpulan uang simpanan para anggota, pin-
jaman, penyisihan hasil usaha koperasi, termasuk modal cadangan
serta sumber-sumber lain (Pasal 32 UKO-67).
7. Tanggung jawab para pesero, terbatas pada saham yang dimi-
likinya (Pasal 40 ayat (2) KUHD), sedangkan anggota koperasi,
meskipun koperasi adalah badan hukum, ada yang mempunyai
tanggung jawab terbatas dan ada yang tanggungannya tidak
terbatas (Pasal 36 ayat (2) UKO-67).
8. Peranan Pemerintah pada perkumpulan koperasi sangat besar
dan diatur dalam undang-undang secara terperinci (Pasal 37 s/d
40 UKO-67), sedangkan perananan Pemerintah dalam perseroan
terbatas tidak ada, kecuali pada waktu mengesahkan akta pen-
dirian yang pertama, perubahan serta perpanjangan waktu perse-
roan (Pasal 36 ayat (2) KUHD).
9. Kriterium pembagian sisa hasil usaha bagi para pesero, se-
imbang dengan jumlah saham yang dimilikinya, tetapi kriterium
pembagian sisa hasil usaha bagi anggota koperasi sebanding
dengan jasa yang diberikan (Pasal 34 ayat (3) huruf b UKO-67,
Penjelasan Pasal 5 alinea (3).
10. Instansi yang berwenang mengesahkan akta pendirian kope-
rasi adalah Pejabat yang diberi kuasa khusus oleh Menteri yang
diserahi urusan perkoperasian, sedangkan instansi yang berwe-
nang mengesahkan akta pendirian perseroan terbatas adalah Men-
teri Kehakiman (Pasal 42 UKO-67 dan Pasal 36 ayat (2) KUHD).

228
B. Persamaan
a. Baik koperasi maupun perseroan terbatas adalah badan hukum;
b. Baik koperasi maupun perseroan terbatas memiliki harta kekayaan
sendiri, terpisah dari harta kekayaan anggota atau peseronya;
c. Organisasi koperasi dan perseroan terbatas hampir sama;
d. Lingkungan kerja koperasi pada umumnya hanya terbatas pada
para anggotanya, tetapi bila sebuah koperasi meluaskan lingkungan
kerjanya sampai pada pihak ketiga, tidak kehilangan sifatnya sebagai
koperasi. Sedangkan lingkungan kerja perseroan terbatas memang
sampai pada pihak ketiga.

F. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, PEMBUBARAN, PE-


NYELESAIAN, DAN HAPUSNYA BADAN HUKUM KOPE-
RASI

230. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR


Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar, maka berlakulah tata cara
sebagai diharuskan pada waktu pendaftaran koperasi yang pertama, (Pasal
44 UKO-67). Beberapa akta tersebut ini dikirim kepada pejabat, yaitu:
a. akta perubahan;
b. petikan berita acara tentang rapat anggota perubahan anggaran
dasar, yang antara lain memuat:
1) jumlah anggota dan yang hadir pada rapat anggota tersebut;
2) nama mereka yang diberi kuasa untuk menanda tangani akta
perubahan.
Pejabat yang telah menerima permohonan pengesahan perubahan
anggaran dasar tersebut, selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterimanya
permohonan tersebut hams sudah memberi pengesahan (Pasal 47
ayat (2) bsd. 46 UKO-67). Kalau pejabat keberatan atas permohonan
tersebut, dalam waktu 3 bulan sejak permohonan itu diterima, hams
memberikan penolakan tertulis dan dalam jangka waktu 3 bulan sejak
jawaban itu diterima, para pemohon dapat mengajukan banding kepada
Menteri, yang akan memberi keputusan terakhir.
Mendahului pengesahan formil, secara de fakto pejabat dapat
menyatakan pengesahannya atas keputusan rapat anggota tentang
perubahan anggaran dasar, sehingga perubahan anggaran dasar ter-
sebut dapat langsung berlaku dan dipergunakannya. Hal ini hanya
dapat dilakukan bila pejabat sendiri turut menghadiri rapat tersebut
(penjelasan Pasal 47 UKO-67).

229
23L PEMBUBARAN KOPERASI
Persoalan pembubaran koperasi ini diatur dalam Pasal 49, 50, dan 51
UKO-67. Menurut Pasal 49 UKO-67 ada dua kemunglcinan koperasi
dibubarkan, yaitu oleh rapat anggota dan Pejabat. Pembubaran koperasi
dilakukan oleh Pejabat, bila ada alasan-alasan tersebut di bawah ini:
a. Terdapat bukti-bukti bahwa koperasi yang bersangkutan sudah tidak
lagi memenuhi ketentuan-ketentuan undang-undang koperasi;
b. Kegiatan-kegiatan koperasi bertentangan dengan ketertiban umum
atau kesusilaan;
c. Koperasi yang bersangkutan dalam keadaan sedemikian rupa,
sehingga tidak dapat diharapkan lagi kelangsungan hidupnya.
Pembubaran koperasi dinyatakan dalam surat keputusan Pejabat, di-
catat dalam Buku Daftar Umum Koperasi dan diumumkan dalam Berita
Negara RI. Pembubaran koperasi atas kehendak rapat anggotadila-
kukan oleh Pejabat setelah is menerima permintaan resmi dari pengurus
koperasi yang bersangkutan atau dari mereka yang telah dikuasakan
khusus untuk itu. Dalam surat permintaan itu dilampirkan petikan berita
acara rapat anggota pembubaran koperasi itu. Dalam surat permintaan
tersebut diusulkan orang-orang yang ditunjuk sebagai penyelesai.
Pembubaran koperasi oleh Pejabat berdasarkan alasan-alasan se-
bagai tersebut di atas, dilakukan menurut prosedur sebagai berikut:
a. Pejabat memberitahukan maksudnya untuk membubarkan koperasi
yang bersangkutan atas dasar salah satu atau lebih alasan tersebut
di atas, yang dikirimkan kepada pengurus dengan surat tercatat
atau secara lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya surat pem-
beritahuan dari Pejabat tersebut, pengurus atau paling sedikit se-
persepuluh dari jumlah anggota koperasi yang bersangkutan dapat
mengajukan keberatannya kepada Menteri, yang tindasarmya diki-
rim kepada Pejabat;
c. Menteri harus menyatakan pendapatnya secepat mungkin kepada
Pejabat dan Pejabat selanjutnya mengambil keputusan sesuai dengan
pendapat Menteri tersebut.
Koperasi bubar sejak tanggal yang ditetapkan dalam surat keputus-
an Pejabat tentang pembubaran koperasi yang bersangkutan. Tanggal
pembubaran itu juga dicatat dalam Buku Daftar Umum di Kantor Pejabat.

232. PENYELESAIAN KOPERASI YANG BUBAR


Koperasi yang bubar berdasar surat keputusan Pejabat, tidak berarti

230
bahwa koperasi itu tidak perlu lagi menyelesaikan hak dan kewajiban-
nya yang masih ada. Koperasi yang bubar itu masih tetap berstatus
badan hukum, sampai seluruh hak dan kewajibannya diselesaikan.
Koperasi yang dinyatakan bubar oleh Pejabat itu masih mempunyai
hak dan kewajiban, yang harus diselesaikan oleh orang-orang yang
ditunjuk untuk tugas itu, yaitu "penyelesai." Di tempat lain saya dalam
hal ini mempergunakan istilah "pemberesan", dan orang yang
melakukan tugas itu disebut "pemberes." Kedua istilah itu pada hemat
saya adalah sama, terserah kepada pemakai.
Tentang soal penyelesaian ini diatur dalam Pasal 52 dan 53 UKO-
67. Menurut Pasal 52 UKO-67, surat keputusan Pejabat tentang pem-
bubaran koperasi itu memuat juga penunjukan satu atau beberapa
orang penyelesai, yang diberi tugas melaksanakan penyelesaian, yang
hak dan kewajibannya sudah tersusun dalam Pasal 52 dan 53 UKO-
67, yang singkatnya adalah sebagai berikut:
a. Sejak tanggal dikeluarkannya surat keputusan Pejabat tentang
pembubaran koperasi, penyelesai secara sah sudah dapat melaku-
kan tugasnya;
b. Penyelesai bertanggung jawab kepada Pejabat;
c. Penyelesai dapat melakukan segala perbuatan hukum untuk dan
atas nama koperasi, mewakilinya di dalam dan di luar pengadilan;
d. menetapkan jumlah bagian tanggungan yang hams dibayar oleh
masing-masing anggota dan bekas anggota;
e. menetapkan oleh siapa dan menurut perbandingan bagaimana biaya
penyelesaian hams dibayar;
f. mempergunakan sisa kekayaan koperasi sesuai dengan anggaran
dasar atau keputusan koperasi yang terakhir;
g. menetapkan siapa yang berkewajiban menyimpan arsip koperasi;
h. menetapkan pembayaran biaya penyelesaian dan pembayaran
utang lainnya;
i. penyelesai membuat berita acara tentang penyelesaian koperasi
kepada Pejabat.
Pada hemat saya tugas penyelesaian tersebut di atas dapat disisti-
matisir sebagai berikut:
1. menginventarisasi semua harta kekayaan koperasi;
2. melakukan penagihan kepada para debitur koperasi;
3. menetapkan sejtunlah uang sebagai tanggungan masing-masing
anggota serta bekas anggota;
4. membayar utang koperasi, termasuk biaya penyelesaian;

231
5. mempergunakan sisa kekayaan koperasi sesuai dengan ketentuan
yang ada;
6. menetapkan siapa yang berkewajiban untuk menyimpan arsip ko-
perasi;
7. membuat laporan lengkap kepada pejabat.

233. HAPUSNYA BADAN HUKUM KOPERASI


Dengan adanya laporan penyelesaian tentang pelaksanaan pemberesan
koperasi, maka Pejabat mengumumkan selesainya penyelesaian ko-
perasi yang bersangkutan dalam Berita Negara RI. Sejak tanggal
pengumuman tersebut dalam Berita Negara RI, maka hapuslah status
badan huh= koperasi yang dibubarkan itu.

232
BAB VIII
PERKUMPULAN SALING MENANGGUNG

234. SIFAT DAN PENGERTIAN


Pasal 286 KUHD berbunyi: "De wederkerige verzekerings — of
waarborgmaatschapp j en worden door hare overeenkomsten en
reglementen geregeerd, en bij onvolledigheid naar de beginselen van
het recht dan seterusnya." (Perkumpulan sating menanggung/
menjamin diatur oleh perjanjian atau reglemennya dan, kalau ini tidak
lengkap, menurut asas-asas hukum umum dan seterusnya). Se-
lanjutnya Pasal 308 KUHD berbunyi: "Onder deze afdeling zijn niet
begrepen weduwenfondsen, tontines, maatschappijen van onder-
linge levensverzekering, en andere dergelijke overeenkomsten op
levens — en sterfekansen gegrond, waartoe ene inlage of enen bepa-
alde bijdrage, of beide, gevorderd wordt" (Dalam bagian ini tidak
termasuk dana janda, tontines, perkumpulan asuransi jiwa timbal balik
dan perkumpulan semacam itu yang didasarkan atas mati-hidupnya
seseorang, untuk mana diharuskan adanya iuran atau bantuan tertentu
atau kedua-duanya).
Sebelum melanjutkan pelajaran ini, lebih dulu saya akan menerang-
kan beberapa istilah hukum yang terdapat dalam Pasal 286 dan 308
KUHD tersebut:
1. Tontines. Istilah ini diambil dari nama seorang Italia (Tonti), penemu
lembaga hukum tersebut, yang bekerja di Prancis pada abad ke-
17. Lembaga ini adalah semacam "onderlinge levensverzekering"
(pertanggungan jiwa timbal balik) atau "overlevingskas" (dana bagi
yang tinggal hidup). Polak' ) mengatakan: "Tontines, die vroeger in
Frankrijk veel voorkwamen, zijn vereniging waarbij een aantal
menschen, die ieder recht hebben op een zekere kapitaal of een
zekere rente, overeenkomen dat deze na hun dood zullen toekomen
aan de nog levende deelgenoten, zodat de laatst overlevende alles,
zullen krijgen (overlevingskassen) — (Tontines, dulu banyak di
Prancis, adalah perkumpulan terdiri dari sejumlah orang, yang

Polak, Handboek, I, druk 5, hlm. 440.

233
masing-masing mempunyai hak atas sejumlah modal atau rente
tertentu, yang saling berjanji bahwa modal atau rente itu sesudah
mereka meninggal dunia, jatuh pada anggota yang masih hidup,
sehingga anggota yang hidup paling akhir akan mendapat seluruh
dana itu).
2. Wederkerige of onderlinge verzekerings of warbor gmaatschappijen
(Perkumpulan saling menanggung/menjamin). Molengraaff
mengatakan: "Wederkerige of onderlinge verzekerings — of waar-
borgmaatschappijen zijn verenigingen van verzekeringnemers:
vereniging tot uitoefening van een verzekeringbedrijf ten behoeve
van leden, met Bien verstande, dat het lidmaatschap een overeen-
komst van verzekering mer de vereniging in zich sluit" (Perkum-
pulan saling menanggung atau menjamin adalah perkumpulan dari
pengambil asuransi, perkumpulan yang melaksanakan perusahaan
asuransi untuk para anggotanya, dengan pengertian, bahwa keang-
gotaan dengan perjanjian pertanggungan menjadi satu dalam per-
kumpulan).
3. Maatschappijen van onderlinge levensverzekering (Perkumpul-
an asuransi jiwa timbal balik). Yang dimaksud dengan "Maatschap-
pij van onderlinge levensverzekering" ialah "wederkereige verze-
kerings — of waarborgmaatschappij di Indonesia, yang bertujuan
untuk menyelenggarakan perusahaan asuransi jiwa" (Ordonansi
Perusahaan Asuransi Jiwa, S. 1941-101, tanggal 15 April 1941,
Pasal 1, ayat (1) huruf e).
4. Onderlinge waarborgmaatschappij (Perkumpulan saling menja-
min). Dalam hal ini Polak mengatakan:' ) De onderlinge waar-
borgmaatschappij is zodanige, waarvan de leden zich verbinden
tot het betalen van een inleg of van doorlopende bijdrage, en welke
ten doel heeft aan de leden of aan derden onder omstandigheden
waarvan het ontstaan, of het tijdstip waarop zij zullen voorkomen,
onzeker is, een uitkering in geld te doen of iets anders te verstrek-
ken" (Perkumpulan saling mengikatkan diri untuk membayar iuran
atau bantuan yang terus-menerus, yang bertujuan untuk kepada
anggota-anggotanya atau pihak ketiga dalam keadaan yang timbul
atau saat yang akan datang, yang tidak pasti, membayar sejumlah
uang atau memberikan sesuatu yang lain).

2)Molengraaff, Leidraad, I, Druk 9, hlm. 337.


" Polak, Hanboek, I, Druk 5, hlm. 436.

234
5. Weduwenfonds (dana janda), suatu dana yang mempunyai tujuan
tertentu, tetapi bukan badan hukum, jadi, bukan yayasan (stichting).
Fockema Andreae) mengatakan: "Weduwenfonds of — beurs, is
onderlinge verzekering tot uitkering van zekere bedragen op levens
— of sterftekansen gegrond en waartoe een inlage of een bepaalde
bijdrage, of beide, gevorderd wordt (Dana atau tunjangan janda
adalah perkumpulan asuransi jiwa timbal balik dengan tujuan untuk
membayar sejumlah uang tertentu berdasarkan atas kemungkinan
hidup atau matinya seseorang dan untuk itu diwajibkan membayar
iuran atau bantuan tertentu atau kedua-duanya).
Untuk pelaksanaan perusahaan asuransi, KUHD mengenal dua
macam "onderlinge maatschappijen", dengan nama "wederkerige
verzekerings — of waarborgmaatschappijen" (Pasal 286 KUHD)
dan "maatschappijen van onderlinge levensverzekering" (Pasal 308
KUHD). Perkumpulan macam ini membedakan diri dengan perkum-
pulan macam lain dengan adanya kata "wederkerig" atau "onderling".
Mengenai perkataan "wederkerig" (timbal balik) tidak mem-
berikan ciri khas pada perkumpulan khusus jenis di atas, sebab
setiap asuransi dapat dikatakan "wederkerig" (timbal balik), yakni:
tertanggung membayar premi dan penanggung membayar ganti
rugi, kalau evenemen (peristiwa tak pasti — bahaya) itu datang dan
merugikan tertanggung. Meskipun begitu, perusahaan asuransi yang
berbentuk perseroan terbatas tidak dinamakan perkumpulan
asuransi yang "wederkerig" atau "onderling" dalam pengertian
undang-undang. Pertama kali orang mencari kriterium "onderlinge
verzekering" dalam keadaan, pada perusahaan asuransi biasa,
tertanggung berkewajiban membayar premi dengan jumlah uang
tertentu, sedang pada "onderlinge verzekering" tertanggung mem-
bayar premi tidak dengan jumlah uang tertentu, tetapi tergan-
tung pada seluruh jumlah kerugian yang diderita. Kemudian
kriterium ini tidak bisa dipakai pada waktu sekarang, sebab sekarang
banyak "onderlinge verzekering" yang menetapkan premi dengan
jumlah tetap. Juga mengenai modal perseroan tidak menjadi ciri
khas, sebab "onderlinge verzekering" dapat membentuk modal
perseroan dan uang iuran yang diberikan oleh para anggota. Juga
ciri bahwa "onderlinge verzekering" membagi keuntungan kepada
para peserta (pengambil asuransi) tidak merupakan ciri yang me-

Fockema Andreae, Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Druk 2, hlm. 117.

235
nentukan, sebab perusahaan asuransi biasa juga ada yang mem-
bagikan keuntungan kepada para tertanggung. 5) Akhirnya orang
mencari kriterium "onderlinge verzekering" pada suatu kenyataan
bahwa pada perusahaan asuransi yang berbentuk perseroan ter-
batas kekuasaan yang tertinggi terletak pada keseluruhan pe-
megang saham, sedang pada "onderlinge verzekering" pada kese-
luruhan anggota yang juga merupakan tertanggung. Di sini
ada kedudukan rangkap yakni sebagai anggota yang merangkap
sebagai tertanggung. Bila di antara para anggota tidak ada hubungan
perkumpulan, sebagai yang ada pada "dana sakit atau dana kema-
tian" (zieken — en begrafenisfondsen), maka lembaga itu bukan
"onderlinge verzekering", tetapi perusahaan perseorangan atau sua-
tu badan hukum yang menutup perjanjian asuransi, tidak mengikat
suatu "dana", tetapi diri sendiri.
Dan keterangan-keterangan tersebut di atas, maka dapat disim-
pulkan bahwa pengertian "perkumpulan saling menanggung" dalam
KUHD mempunyai 2 bentuk, yaitu sebagai "wederkerige verze-
kerings — of waarborgmaatschappij" dan "onderlinge levens-
verzekering maatschappij" (Pasal 286 dan 308 KUHD). Ciri khas
dari perkumpulan jenis ini ialah bahwa alat perlengkapan yang memi-
liki kekuasaan tertinggi adalah para anggota yang merangkap men-
jadi tertanggung. Kedua macam perkumpulan tersebut termasuk
dalam bidang hukum asuransi atau hukum pertanggungan.

235. SEJARAH
Kenyataan menunjukkan bahwa perkumpulan saling menanggung/
menjamin itu hanya diatur secara selayang pandang dalam Pasal 286
KUHD dan perkumpulan asuransi timbal balik hanya disinggung saja
dalam Pasal 308 KUHD, adalah tidak sesuai dengan sejarahnya. Ber-
beda dengan perkumpulan koperasi, yang timbul baru-baru saja, maka
perkumpulan saling menanggung/menjamin dan perkumpulan asuransi
timbal balik timbul sejak abad yang lalu; dan hidup di lingkungan tertutup
dari orang-orang yang alat-alatnya serba terbatas. Sekarang pun per-
kumpulan semacam itu masih ada. 6) Meskipun perkumpulan koperasi
baru-baru saja timbulnya, tetapi undang-undang yang mengatur ko-
perasi sudah banyak dan silih berganti.

6) Vollmar, Het Ned. Handelsrecht, I, Druk 8, No. 227.


6) Willmar, Het Ned. Handelsrecht, 1, Druk 8, No. 228.

236
236. STATUS HUKUM DAN BENTUK
Persoalan apakah perkumpulan saling menanggung/menjamin (weder-
kerige verzekerings — of waarborgmaatschappijen) itu badan hukum
atau bukan, merupakan suatu perselisihan yang berlaku lama sejak
dulu, sampai timbulnya arrest H.R. tanggal 20 October 1865, 7) yang
menetapkan bahwa perkumpulan saling menanggung/menjamin itu
adalah "zedelijk lichaam" dalam anti Bab IX, Buku III, KUHPER.
Dengan arrest H.R. tersebut status hukum perkumpulan sating me-
nanggung/menjamin sudah tetap, yaitu sebagai "zedelijk lichaam" (per-
kumpulan yang khusus diatur dalam Bab IX, Buku III, KUHPER,
yaitu Pasal 1633 s/d 1665). Menurut pasal 1654 KUHPER, perkum-
pulan saling menanggung/menjamin itu berwenang untuk melakukan
perbuatan hukum (burgerlijke handeling), yang berarti bahwa perkum-
pulan saling menanggung/menjamin itu adalah badan hukum.
Persoalan apakah perkumpulan saling menanggung/menjamin
sebagai badan hukum perlu minta pengesahan akta pendirian serta
anggaran dasarnya kepada Pemerintah sesuai dengan K.B. 28 Maret
1870, S. 1870-64, tentang "Rechtspersoonlijkheid van Verenigingen"?
Pasal 10 dari S. 1870-64 tersebut berbunyi: "De bepalingen der
voorafgaande artikelen zijn niet van toepassing op maatschappen
of vennootschappen, wederkerige verzekering — of waarborgmaat-
s chapp j en en scheepsrederijen. De bepalingen v.h. B.W. en W.v.K.
blijven op deze onderwerpen van toepassing ..." (Ketentuan-keten-
tuan dalam pasal-pasal yang dahulu, tidak berlaku pada persekutuan
perdata (maatschap) dan persekutuan-persekutuan lainnya, perkum-
pulan saling menanggung/menjamin dan rederij kapal. Ketentuan-
ketentuan dalam KUHPER dan KUHD tetap berlaku pada hal-hal
tersebut...). Jadi, sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa per-
kumpulan saling menanggung/menjamin untuk bertindak sebagai badan
hukum tidak perlu minta pengesahan anggaran dasarnya kepada
Pemerintah, dan berdasar Pasal 1654 KUHPER saja, perkumpulan
saling menanggung/menjamin berwenang melakukan perbuatan hu-
kum, yang berarti bahwa perkumpulan itu adalah badan hukum.
Di atas saya telah membicarakan perkumpulan saling menanggung/
menjamin (wederkerige — onderlinge — verzekerings — of waarborg-
maatschappijen), yang berstatus hukum dan berbentuk "zedelijk
lichaam" seperti yang dimaksud dalam KUHPER, Buku III, Bab IX,

') Arrest H.R. 20 Ocktober 1865, W. 2736.

237
mulai Pasal 1653 s/d 1665. Sekarang saya akan beralih membicarakan
tentang "onderlingen levensverzekeringmaatschappijen" sebagai di-
maksud dalam Pasal 308 KUHD. Lembaga tersebut saya terjemahkan
dengan "perkumpulan asuransi jiwa timbal balik." Pebedaan dengan
perusahaan asuransi jiwa biasa terletak pada para peserta atau ang-
gotanya, yang bagi pekumpulan asuransi jiwa timbal batik ialah para
anggota itu merangkap tertanggung, sedangkan pada perusahaan asu-
ransi jiwa yang biasa, para anggota ialah para pemegang saham, se-
dang tertanggung adalah pihak dalam perjanjian asuransi jiwa dan
tidak perlu menjadi pemegang saham.
Pada perkumpulan asuransi timbal balik berlalcu ordonansi tentang
"Perusahaan Asuransi Jiwa" (Ordonnantie op het Levensverze-
keringbedrijf), S. 1941-101, m.b. 1 Mei 1941. Dalam ordonansi ini
ada beberapa ketentuan yang perlu diketahui, yaitu:
a. Pasal 1 ayat (1) huruf e berbunyi: "Yang dimaksud dengan "onder-
tinge Levensverzekering maatschappijen" ialah perkumpulan sating
menanggung/menjamin, yang bekerja di Indonesia, bertujuan untuk
menyelenggarakan perusahaan asuransi jiwa."
b. Pasal 14 berbunyi: "Dilarang untuk menyelenggarakan perusahaan
asuransi jiwa tanpa memiliki surat keterangan, yang berisi pengakuan
sebagai penanggung (verzekeraar)."
c. Pasal 20 berbunyi: "Perusahaan asuransi jiwa hanya bisa dijalankan
dengan bentuk perseroan terbatas, atau perkumpulan asuransi jiwa
timbal balik dalam pengertian KUHD atau maskapai Indonesia
dengan saham (IMA), kecuali kalau perusahaan itu bertempat di
luar Indonesia, yang dalam hal ini harus berbentuk badan hukum
menurut hukum setempat."
Dari kutipan pasal-pasal ordonansi perusahaan asuransi jiwa
tersebut di atas jelas, bahwa perkumpulan asuransi jiwa timbal balik
mempunyai status hukum sebagai badan hukum dan hams berbentuk
perseroan terbatas, perkumpulan asuransi timbal batik atau maskapai
Indonesia dengan saham. Perlcumpulan asuransi timbal batik tersebut
sebelum menjalankan perusahaannya harus lebih dulu mendapat surat
keterangan dari "Verzekeringskamer", yang berisi pengakuan sebagai
penanggung (Pasal . 14 ayat (2), S. 1941-101).
Salah satu contoh di Indonesia yang sekarang masih ada tentang
bentuk perkumpulan sating menanggung ialah "Asuransi Jiwa Bersama
Bumiputera 1912" (lihat Anggaran Dasamya, lampiran IV).

238
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Asser, Mr. C-
Handleiding tot de Beoefening van het Nederlands Burgerlijk Recht, le Deel —
Personenrecht, 2e stuk — Rechtspersoon, 1945;
2. Asser, Mr. C.-
Handleiding tot de Beoefening van het Nederlands Burgerlijk Recht, 2e Deel-
Zakenrecht, Bijzondere Deel, 2e Stuk, Bewerkt door Mr. A. van Oven, 1967;
3. Asser, Mr. C.-
Handleiding tot de Beoefening van het Nederlands Burgerlijk Recht, 3e Deel,
2e Stuk. De Overeenkomst en de Verbintenis uit de Wet, 3e Druk, Bewerkt
door Mr. L.E.H. Rutten, 1968;
4. Asser, Mr. C.-
Handleiding tot de Beoefening van het Nederlands Burgerlijk Recht, 3e Deel,
Verbintenissenrecht, 3e Stuk, Bijzondere Overeenkomsten, 3e Druk. Bewerkt
door Mr. P.W. Kamphuisen, met medewerking van Mr. J. van Andel, 1960;
5. Asser, Mr. C.-
Handleiding tot de Beoefening van het Nederlands Burgerlijk Recht,
Verbintenissenrecht, De Verbintenis in het Algemeen, 4e Druk, Bewerkt door
Mr. L.E.H. Rutten, 1973;
6. Abdurachman, Drs. ek. A.—
Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, Perdagangan, 1976;
7. Brakel, Mr. Dr. S. van.—
Leerboek van het Nederlands Verbintenissenrecht, le Deel, 3e Druk, 1948, en
2e Deel, 2e Druk;
8. Chairul Anwar, Mr.—
Pedoman perizinan Perusahaan-perusahaan Industri dan Perdagangan, 1961;
9. Cremers, Mr. W.A.M.—
Voortgezet door Mr. J.J. van Benthem en Mr. J.C.J.v. Vucht. Wetboek van
Koophandel en Faillissementsrecht;
10. Direktorat Jenderal Pembinaan Hukum, Departemen Kehakiman RI.
Hak suara dalam Perseroan Terbatas, UU No. 4 Tahun 1971, — 1971;
11. Dorhout Mees, Mr. T.J.—
Ned. Handels — en Faillissementsrecht, le Deel, 7e Druk, 1976;

239
12. Fockema Andreae, Mr. T.J.—
Rechtsgeleerd Handwoordenboek, 2e Druk, 1951;
13. Grinten, Prof Mr. W.C.L. van der.-
Handboek voor de Naamloze en Besloten Vennootschap, 8e Druk, 1971;
14. Hasbi Ash Shiddiegy, Prof. M-
Kitab Mutiara Hadis 2002, Jilid III, Buku ke-XII; 1962;
15. Hofmann, Dr. L.C.-
Het Ned. Verbintenissenrecht, Deel I, 6e Druk, 1941 en Deel II, 2e Druk 1942;
16. Heijden, Mr, E.J.J. van der.—
Handboek voor de Naamloze Vennootschap naar Ned. Recht, bewerkt door
Mr. W.C.L. van der Grinten, 8 ste Druk, 1968;
17. Hoetink, Prof. Mr. H.R.—
Arresten over Handelsrecht en Burg. Procesrecht, 5e Druk, 1949;
18. Kist, Mr. JG-
Beginselen van Handelsrecht volgens de Ned. Wet, Deel I, II, III, 2e Druk,
1874, 1875;
19. Komisi Istilah Bahasa Indonesia, Seksi Ilmu Hukum, Departemen P clan K;
Istilah-istilah Hukum, cetakan ke-2, 1955;
20. Mahkamah Agung Indonesia
Yurisprudensi Indonesia, 1964 s/d 1976;
21. Molengraaff Mr. W.L.P.A.—
Leidraad bij de Beoefening v.h. Ned. Handelsrecht, Deel I, Druk 9, herzien
door Mr. C.W. Star Busmann en Mr. Chr. Zevenbergen, met medewerking van
Mr. G.H.C. Bodenhausen, 1953;
22. Nitisemito, Drs. ec. A.S.—
Kalau Anda ingin Mendirikan Perusahaan, 1975;
23. Noyon, Mr. Ti.—, en Mr. GE. Langemeyer
Het Wetboek van Straftrecht II, Druk 6, 1954;
24. Pido, Prof Mr. A.—
Het Verbintenissenrecht naar het Ned. Burg. Wetboek, Druk 6, 1964;
25. Poerwadarminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1976;
26. Polak, Mr. M-
Handboek voor Het Ned. Handels — en Faillissementsrecht, Deel I, Druk 5,
1935;
27. Prodjodikoro, S.H., Dr. Wirjono-
Asas-asas Hukum Perjanjian, cetakan ke-3;
28. Prodjodikoro, S.H., Dr. Wirjono-
Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, cetakan ke-2;

240
29. Prodjodikoro, S.H., Dr Wirjono-
Hukum Perkumpulan, Perseroan dan Koperasi di Indonesia, 1969;
30. Prodjodikoro, S.H., Dr. Wirjono-
Perbuatan Melanggar Hukum, cetakan ke-3;
31. Prodjodikoro, S.H., Dr. Wirjono-
Sekitar Kodifikasi Hukum Perjanjian di Indonesia, 1958;
32. Rachmat Soemitro, S.H., Prof. Dr.—
Penuntun Perseroan Terbatas dengan Undang-undang Pajak Perseroan, cetakan
ke-5, 1976;
33. Soekardono, S.H., Prof R.-
Hukum Dagang Indonesia, jilid I, Bagian Kedua, catakan ke-3, 1964;
34. Soekardono, S.H. Prof. R.-
Hukum Dagang Indonesia, Supplement Jilid I, Bagian Kedua, cetakan ke 3,
-

UU Perkoperasian, 1965;
35. Soekardono, S.H., Prof. R.—
Prasaran mengenai RUU KUHD Nasional Indonesia, 1968;
36. Subekti, S.H., Prof R.—
Aneka Perjanjian, 1975;
37. Subekti, S.H., Prof. R.-
Hukum Pembuktian, 1964;
38. Subekti, S.H., Prof R.-
Hukum Perjanjian, cetakan Pertama, 1963;
39. Subekti, S.H., Prof. R.—dan Tjitrosoedibio,
Kamus Hukum, 1969;
40. Slaver, Prof Mr. W.J.—
Compodium v.h. Vennootschapsrecht;
41. Sulaiman Rasjid, H.—
Kitab "Fiqh Islam" cetakan ke-9, 1954;
42. Tirlaamidjaja, Mr. MH.—
Pokok-pokok Hukum Pemiagaan, 1962;
43. Vollmar. Mr. Dr. H.F.A.—
Het Ned. Handelsrecht, Deel I, Druk 9, 1953;
44. Vollmar, Mr. Dr. H.F.A.—
Vennootschappen, Verenigingen en Stichtingen, Band A en Band C;
45. Zeben, Prof. Mr. C.J. van — en Mr. T.A.W. Sterk
Arresten Handelsrecht en Burg. Procesrecht, 1974;

241
DAFTAR PERSOALAN MENURUT ABJAD

Angka di belakang titik dua menunjukkan nomor pelajaran

A
Alasan perubahan UU No. 14 Tabun 1965 : 198
alat perlengkapan koperasi : 212
akta pendirian. Isi- : 228
akta pendirian. Pembatasan wewenang merubah- : 179
anggaran dasar perseroan terbatas : 116
arsip persekutuan : 87
asas koperasi Indonesia : 201
asas kepentingan bersama : 21

B
Badan pemeriksa : 217
bentuk perkumpulan sating menanggung : 236
bertindak di muka Hakim : 64
bukti dividen clan talon : 132

C
Cadangan 171

D
Dasar hukum kewajiban membayar zakat : 223
daerah kerja koperasi : 210
&liar pemegang saham : 135
dividen : 171

F
Firma, Pengertian- : 84
fungsi koperasi Indonesia 200

242
H
Hak bersuara pemegang saham 140
hak didahulukan 131
hapusnya badan hukum koperasi : 230, 233
harga saham 125
hubungan hukum pembantu dengan pengusaha 4
hubungan hukum pengusaha dengan pihak ketiga 4, 5
hubungan persekutuan komanditer dengan daftar perusahaan 101
hukum dagang 1
hukum perikatan 1
hukum perdata 1

lkhtisar rapat 146

J
Jenis koperasi 211

K
Kas cadangan 122
keadaan perseroan setelah bubar 189
keanggotaan : 205
kebangsaan perseroan terbatas : 109
kekayaan perseroan terbatas 199
keputusan rapat yang sah 144
kerugian. Pembebanan- 85
kerugian. Pembagian- 30
keuntungan. Pembagian- 30, 85
kewajiban membayar zakat. Beberapa hal penting tentang- : 225
kewajiban dan hak koperasi : 206
kewenangan sekutu untuk mewakili dan bertindak ke luar : 71
komisaris. Kedudukan dan tugas- : 160
komisaris. Pemberhentian sementara- :164
komisaris. Pemecatan- : 164
komisaris limpahan : 162
komisaris. Pengangkatan- : 161
komisaris. Gaji, tantiemes dan fasilitas lainnya bagi- : 161
komisaris. Status hukum- : 163
komisaris. Hak dan kewajiban khusus- : 166

243
koperasi adalah badan hukum : 226

L
Landasan koperasi 19, 9
lapangan usaha koperasi : 219

M
Modal yang ditempatkan. Pengurangan- : 123
modal perseroan. Syarat penyetoran 10% dari- : 118

N
nama bersama. Pengertian- 48
nama sekutu komanditer • 97
nama persekutuan. Perlindungan- • 60
neraca dan perhitungan laba rugi- 168
neraca dan daftar laba rugi. Pemberitahuan- 172

0
Obligasi 137
oligarkhi. Klausul- 149
organisasi koperasi Indonesia : 208
otokrasi. Klausul- : 149

P
Pasal 33 UUD '45 197
pasal 22 KUHD perlu diubah 55
pemasukan 17
pemasukan. Kewajiban membayar- 20
pemasukan tenaga. Bagian- 86
pemasukan. Jenis- 20
pembagian keuntungan 170
pembagian saldo 82
pembantu perusahaan 4
pembantu pengusaha. Perbuatan hukum- 5
pembantu pengusaha. Perbuatan melawan hukum- 5
pembatalan keputusan rapat 145
pembentukan perseroan terbatas. Hal-hal penting dalam- 113
pemberian kuasa : 35
pemberesan 46,78,191

244
pemberesan. Siapa yang menjalankan- • 80
pemberes. Tugas pars- • 81
pemberes yang lebih dari seorang 83
pemberes perseroan 190
pemberesan. Akhir- 192
pembubaran perseroan oleh seorang pesero 183
pembubaran perseroan. Alasan- 182
pembubaran koperasi : 230, 231
pembubaran perseroan. Sifat- 181
pembubaran karena peleburan atau penggabungan 187
pembubaran perseroan dengan putusan Hakim 184
pembubaran karena jatuh pailit 188
pembubaran perseroan karena lampaunya waktu 185
pembubaran perseroan dengan keputusan rapat umum 186
pembukaan 167
pembukaan. Kewajiban membuat- 65
pemegang saham. Hak dan kewajiban- 129
pemegang saham kedok 142
pemeliharaan 22
Pemerintah. Peranan- : 204
pendaftaran 56, 94
pendaftaran dan pengumuman koperasi : 227
pendaftaran. Tiada- 58
pendaftaran dan pengumuman. Perbedaan antara- 59
pendaftaran dan pengumuman perseroan yang bubar 193
pendirian, pendaftaran dan pengumuman 94
pendirian koperasi : 227
penelitian keahlian 169
pengesahan. Syarat-syarat- 114
penguasaan. Perbuatan- 26, 27
pengurusan 22, 96
pengurusan. Peraturan- 29
pengurusan. Perbuatan- 26, 27
pengurusan dan penguasaan. Siapa yang menjalankan- 63
pengurus. Tugas- 150
pengurus bukan sekutu 24
pengurus. Pengangkatan- 148
pengurus. Pembagian togas antar- 28
pengurus koperasi 24

245
pengurus dapat memiliki saham 154
pengurus memberi hak gadai atas sahamnya 155
pengurus menurut anggaran dasar. Tugas- 150
pengurus. Kedudukan hukum- 147
pengurus. Gaji, tantiemes dan fasilitas- • 148
pengurus mewakili perseroan di muka pengadilan • 152
pengurus mewakili perseroan di luar pengadilan 153
pengurus berhalangan 158
pengurus. Pemberhentian sementara- 158
pengurus. Pemecatan- 158
pengumuman 56, 94
pengumuman. Tiada- 58
penyelesaian koperasi : 230, 232,
penyusutan 171
peralihan saham atas nama 128
peranan dan tugas koperasi : 203
perbedaan antara koperasi dengan perseroan 229
perikatan 1
perikatan antara sekutu dengan pihak ketiga 99
perikatan antar sekutu 61
perjanjian. Istlah- 8
perkoperasian. Pengantar- 194
perkoperasian. Pengertian- 195
perkumpulan 6
perkumpulan berbadan hukum 9
perkumpulan. Unsur pokok- : 10
perkumpulan dalam arti luas 6—B
perkumpulan dalam arti sempit 6—C
perkumpulan. Perjanjian untuk mendirikan- 7
perkumpulan sating menanggung. Pengertian- : 234
perkumpulan saling menanggung. Sifat- : 234
permodalan koperasi : 219, 220
persetujuan. Istilah- 8
persetujuan pihak ketiga : 178
persekutuan firma. Pengertian : 47
persekutuan firma. Prosedur mendirikan- 52
persekutuan firma. Sifat kepribadian- : 51
persekutuan firma. Kedudukan akta pendirian- 53
persekutuan firma. Ketiadaan akta pendirian- : 54

246
persekutuan firma menjalankan perusahaan 50
persekutuan firma mempunyai kekayaan sendiri : 74
persekutuan firma apakah badan hukum 75
persekutuan firma. Kekuasaan tertinggi dalam- 62
persekutuan firma bubar 77
persekutuan firma dalam kodifikasi KUHD nasional : 76
persekutuan komanditer. Pengertian- 88
persekutuan komanditer. Pengaturan- 89
persekutuan komanditer dengan saham. Sifat kepribadian- : 92
persekutuan komanditer apakah badan hukum : 104
persekutuan komanditer. Hubungan hukum antar sekutu- : 95
persekutuan komanditer. Adakah kekayaan terpisah pada- : 98
persekutuan komanditer. Tiga macam- : 91
persekutuan komanditer diam-diam 91—a
persekutuan komanditer terang-terangan : 91—b
persekutuan komanditer dengan saham 91—c
persekutuan komanditer dengan PT. Perbedaan antara- 93
persekutuan komanditer dengan PT. Kesamaan antara- : 93
persekutuan komanditer bubar : 105
persekutuan perdata. Pengertian- : 11
persekutuan perdata. Sifat kepribadian- 12
persekutuan perdata. jenis- 18
persekutuan perdata umum 18
persekutuan perdata khusus 18
persekutuan perdata. Cara mendirikan- 15
persekutuan perdata. syarat mendirikan- 16
persekutuan perdata. Perikatan antar sekutu- 19
persekutuan perdata. Unsur terang-terangan pada- 13
persekutuan perdata. Unsur perusahaan pada- 14
persekutuan perdata. Unsur terus-menerus pada- 13
persekutuan perdata memiliki kekayaan tersendiri 37
persekutuan perdata bukan badan hukum 36
persekutuan perdata. Hubungan ke dalam pada- 19
persekutuan perdata. Hubungan ke luar pada- 32
persekutuan perdata. Pertanggungjawaban sekutu pada- 33
persekutuan perdata. Tanggung jawab debitur sekutu- 34
persekutuan perdata. Mutasi sekutu- 31
persekutuan perdata bubar 38
persekutuan perdata. Sebab-sebab bubarnya- 39

247
persekutuan perdata bubar karena lampau waktu 40
persekutuan perdata bubar berdasar Pasal 1266 KUHPER 41
persekutuan perdata bubar karena benda musnah 42
persekutuan perdata karena sasaran tercapai 43
persekutuan perdata bubar karena kehendak sekutu 44
persekutuan perdata bubar karena sekutu mati : 45
persamaan antara koperasi dengan perseroan : 229
perseroan terbatas. Istilah- : 107
perseroan terbatas. Pengertian- : 106
perseroan terbatas. Prosedur mendirikan- : 112
perseroan terbatas adalah badan hukum : 108
perseroan untung dan kapan rugi. Kapan- : 120
pesero bare. Kewajiban- : 130
perseroan rugi 50% atau 75% : 121
pertanggungjawaban sekutu : 72
pertanggungjawaban ke luar : 103
pertanggungjawaban sebelum didaftar dan diumumkan : 117
pertanggungjawaban pemberes : 84
perubahan anggaran dasar koperasi : 230
perubahan akta pendirian perseroan : 174, 175
perubahan akta pendirian. Siapa yang berwenang atas- : 177
perubahan akta pendirian. Formalitas- : 180
perubahan pasal 54 KURD : 141
perubahan akta pendirian. Dasar hukum : 176
perusahaan. Pengertian- 1
perusahaan perseorangan 1
perusahaan dagang. Pengertian- 1, 2
perusahaan dagang. Prosedur mendirikan- 2
pihak ketiga memungkiri adanya persekutuan firma : 73
prinsip suara terbanyak : 143
prinsip diwakilinya bagian tertentu modal yang ditempatkan : 143
prospektus 111

R
Rapat anggota 213
rapat umum pemegang saham 139

S
Saham bagian 126

248
saham. Jenis- : 134
saham. Menjual- : 133
saham. Memungut hasil- : 133
saham. Mengalihkan hak yang lain atas- : 133
saham sendiri. Pembelian- : 123
saham atas nama : 124

T
Tanggung jawab pengurus kepada koperasi : 216
tanggung jawab anggota koperasi : 207
tanggung jawab badan pemeriksa : 218
tanggung jawab pengurus dan komisaris : 173
tanggung jawab komisaris : 165
tanggung jawab pengurus : 157
tanggung jawab pengurus. Pembebasan- : 159
tantiemes : 171
Tap MPRS No. XXIII/MPRS/1966 : 197
Tap MPR No. 1V/MPR/1978 : 197
tempat kediaman perseroan terbatas : 110
tindakan di muka Halim bagi persekutuan komanditer : 102
tingkat koperasi : 209
tugas badan pemeriksa : 218
tugas kewajiban pengurus koperasi : 215
tujuan perubahan UU No. 14 Tahun 1965 : 198

Wewenang pengurus koperasi : 215


wewenang badan pemeriksa : 218

V
Verzekeringskamer 9

z
Zakat. Peraturan- 224
zakat dalam koperasi 222

249
DAFTAR PASAL-PASAL KUHD YANG DIBICARAKAN

Angka di belakang titik dua menunjukkan nomor pelajaran

1 : 91, 140
2 (lama) : 3
3 (lama) : 3
4 (lama) : 3
5 (lama) : 3
6 : 50, 119, 150, 151, 167, 168
12 : 65, 119
15 : 92
16 : 6, 7, 10, 11, 14, 47, 50, 51, 61, 77, 95, 105, 194
17 : 63, 71, 90
18 : 10, 47, 53, 57, 63, 69, 74, 90, 95, 97, 117, 118, 154, 228
19 : 6, 89, 91, 95, 103, 105
20 : 49, 90, 91, 95, 96, 97, 102, 103
21 : 90, 91, 95, 96, 97
22 : 52, 53, 55, 56, 73, 94, 113
23 : 10, 15, 52, 56, 58
24 : 56
25 : 115
26 : 57
27 : 57
28 : 10, 52, 56, 58
29 : 52, 58, 59, 77
30 : 49, 97
31 : 66, 68, 77, 105
32 : 62, 79, 80, 87, 91
33 : 70, 79, 82, 98
34 : 70, 79, 82
35 : 62, 87, 190, 192
36 : 6, 10, 106, 107, 108, 113, 114, 116, 180, 229
37 : 114, 182, 184

250
38 : 10, 53, 107, 113, 114, 150, 174, 180, 182, 193
39 : 93, 117, 118, 150, 157
40 : 10, 72, 95, 106, 108, 124, 125, 129,134, 144, 157, 163, 226, 229
41 : 123, 124, 127, 133, 134, 144
42 : 91, 106, 108, 121, 124, 128, 129, 133, 134
43 : 123, 124, 129, 130, 133, 134
44 : 116, 147, 150, 160, 162
45 : 106, 108, 113, 116, 154, 157
46 : 116, 182
47 : 93, 116, 121, 122, 145, 150, 157, 171, 182
48 : 113, 116, 122, 123, 137, 171
49 : 113, 122, 123, 129, 170
50 : 114, 118
51 : 93, 118, 157
52 : 113, 119, 139
53 : 113
54 : 113, 129, 140, 141, 142, 144
55 : 119, 129, 139, 150, 168, 172
56 : 113, 150, 189, 190, 192
286 : 9
308 : 234, 235, 236
316-a : 33
323 : 7

W.v.K. Nederland

37-b : 184
42-c : 172
43-a : 139
43-g : 180
45 : 177
45-b : 180
45-c : 180
48-a : 149
52-b : 166
55 : 182
55-a 185
:

55 -b : 186

251 •
DAFTAR PASAL-PASAL KUHPER
YANG DIBICARAKAN

Angka di belakang titik dua menunjukkan nomor pelajaran

534 : 124,140
612 : 17
613 : 17,91,124,127,128,133
756 : 133
759 : 133
760 : 133
1066 : 46
1131 : 33,34,37,95,106
1132 : 33,34,95,106
1134 : 33
1139 : 33
1149 : 33
1152 : 133,155
1153 : 133
1235 : 65
1238 : 20
1250 : 20
1265 : 41
1266 : 41
1300 : 45
1313 : 17,41,175
1318 : 45
1320 : 7,8,16
1321 : 7
1337 : 7
1338 : 91,144,157,176,177
1339 : 62,144
1365 : 5,60,72,111,144,157,165
1367 : 5,72,91,157
1386 142

252
1457 : 133
1491 : 20
1601 -d : 156
1603 -n : 158
1603 -q : 158
1618 : 7,10,11,13,15,16,30,37,47,52,61,113,194
1619 : 13,16,17,37
1621 18
1622 . 18
1623 : 14,18
1624 : 15,19,61
1625 : 16,20,21,93,95,194
1626 : 16,20,21,37,194
1627 : 16,20,61,134,194
1628 : 21
1629 : 21
1630 : 21,25,27,29,37,54,61,65
1631 : 20
1632 : 21,23,25,70,83
1633 : 18,30,61,85,86,95,105,134,194
1634 : 30,61,85,95,105
1635 : 16,30,61,85,105
1636 : 22,23,26
1637 : 28,83
1638 : 28
1639 : 27,29
1640 : 37
1641 : 31,37,66
1642 : 13,32,34,35,72
1643 : 34
1644 : 13,34,35,36,72
1645 : 34,36,37
1646 : 38,39,40,42,43,45,92,105,182
1647 : 40,41,183
1648 : 42,43
1649 : 44
1650 : 44
1651 : 45
1652 : 46,82

253
1653 : 6,236
1654 : 9,236
1656 : 6
1659 : 143
1665 189
1666 133
1792 156
1794 : 85,156
1796 150
1802 : 84
1804 : 84
1807 157
1808 ; 85
1814 : 23
1819 156
1870 146
1878 137
1902 : 54
1910 152
1930 : 54
1967 : 192

B.W. Nederland

1683 : 182

254
DAFTAR PASAL-PASAL UNDANG-UNDANG
PERKOPERASIAN TAHUN 1967

Angka di belakang titik dua menunjukkan nomor pelajaran

2 •. 195, 197, 199 29 : 218


3 : 6, 195 30 : 218
4 : 200 31 : 195,219
5 : 201, 226 32 : 194, 220, 229
6 : 202 34 : 194, 202, 221, 229
7 : 203, 219 36 : 207, 216, 226, 229
8 : 203 37 : 204, 229
9 : 205, 229 38 : 204
10 : 208 39 : 204
11 : 229 40 : 204, 207
12 : 206 41 : 9,226
13 : 206 42 : 9, 226, 229
14 . 195, 208, 209 43 : 113, 228
15 : 209 44 : 226, 227, 230
16 : 210 45 : 207, 226
17 : 211 47 : 230
19 : 212 48 : 195
20 : 213 49 : 231
22 : 214, 217 50 : 231
23 : 215,216 51 : 231
24 : 215 52 : 232
25 : 207,216 53 : 232
26 : 216 57 : 196
27 : 217 TLN No. 2387: 223
28 : 218 TLN No. 2832: 222, 223

255
DAFTAR SINGKATAN

SINGKATAN ARTI LENGKAPNYA

bsd. bersambung dengan


bl. bladzijde (halaman)
B.W. Burgerlijk Wetboek
dsl. dan selanjutnya
H.R Hooge Raad
H.G.H Hooggerechtshof
H.I.R. Het herziene Indonesisch Reglement
I0. junto
KUHD Kitab Undang-undang HukumDagang
KUHPER Kitab Undang-undang Hukum Perdata
KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Keppres. Keputusan Presiden RI
L.N. Lembaran Negara
M.A.I. Mahkamah Agung Indonesia
m.b. mulai berlaku
N.J. Nederlands Jurisprudentie
PP Peraturan Pemerintah
Perpu (prp) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Perpres Peraturan Presiden RI
P.K. Peraturan Kepailitan
pel. pelajaran
RI Republik Indonesia
R.O. Rechtelijke Organisatie
Rv. Reglement op de Rechtsvordering
R.v.J. Raad van Justine
S. Staatsblad
S. Ned. Staatsblad Nederland
T.B.N. RI Tambahan Berita Negara RI
T.L.N. Tambahan Lembaran Negara
UKO-67 Undang-undang Pokok-pokok Perkoperasian Tahun 1967

256
Lampiran I

PERSEROAN-PERSEROAN TERBATAS,
PERSEROAN-PERSEROAN FIRMA ATAU KOMANDITER
DAN PERKUMPULAN-PERKUMPULAN KOPERASI

Tambahan Berita-Negara RI tanggal 6/8-1975 No. 62.

Pengumuman dalam Berita-Negara RI menurut Pasal 38 dan Buku Undang-


undang Pemiagaan:

PERSEROANTERBATAS
"PT CIAWI JAYA"
Nomor 20

Pada hari ini, hari Rabu, tanggal dua puluh enam Maret seribu sembilan ratus
tujuh puluh lima.
Berhadapan dengan saya, Suyatiman Tjolcrosuwamo, Sarjana Hukum,
atas kekuatan Surat-surat Keputusan Menteri Kehakiman tertanggal tiga
puluh sate Agustus seribu sembilan ratus enam puluh delapan nomor: J.A.
7/7/20 dan terakhir tertanggal dua puluh empat Agustus seribu sembilan
ratus tujuh puluh empat nomor: J.A. 7/13/22 wakil notaris di Bogor, dengan
dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, notaris, kenal dan akan disebut dalam
bagian akhir akte ini:
1. Tuan Suganda, pengusaha, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Cipanas
nomor 7, Kebayoran.
2. Tuan Haji Jakin Ibrahim, pengusaha, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan
Marabahan nomor 1.
3. Tuan Kyai Haji Muhammad Sjukri Gozali, Ketua Yayasan Pembangunan
Islam Jakarta, bertempat tinggal di Jakarta, Tebet Barat Dalam I nomor 9.
menurut keterangannya dalam hal ini bertindak:
a. untuk din send iri; dan
b. menjalani jabatannya selaku Ketua dan dan oleh karena itu untuk dan
atas nama Yayasan "Pembangunan Islam" berkedudukan di Jakarta,
yang anggaran dasarnya telah dimuat dalam Tambahan Berita-Ne-
gara Republik Indonesia tanggal dua puluh sembilan Maret seribu
sembilan ratus enam puluh enam nomor 25.

257
4. Tuan Haji Darwis Aminy, Ketua II Yayasan Pembangunan Islam Jakarta,
bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Ciujung nomor 36.
5. Tuan Haji Muhamad Noor Purwosutjipto, Sarjana Hukum, Ketua III
Yayasan Pembangunan Islam Jakarta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan
Danau Towuti nomor 48 Pejompongan;
kesemua para penghadap untuk sementara berada di Bogor.
Para penghadap masing-masing dikenalkan kepada saya, notaris yang
satu oleh dua orang penghadap lainnya.
Para penghadap menerangkan dengan ini, dengan tidak mengurangi izin
dari pihak yang berwajib berdasarkan pasal 36 dari Kitab Undang-undang
Hukum Dagang, berSama-sama mendirikan suatu perseroan terbatas dengan
memakai anggaran dasar berikut:

Nama dan tempat kedudukan


Pasal I
Perseroan ini bernama : "PT Ciawi Jaya," berkedudukan dan berkantor pusat
di Bogor, Ciawi.
Oleh direksi dengan persetujuan dewan komisaris dapat didirikan cabang-
cabang dan/atau perwakilan-perwakilan di tempat-tempat lain

Maksud dan tujuan


Pasal 2
Maksud dan tujuan perseroan ini ialah:
a. mengusahakan berbagai industri, terutama percetakan;
b. menerbitkan surat-surat kabar, majalah, bulletin, peta, buku-buku pelajaran
dan lain sebagainya;
c. menjalankan perusahaan penjilidan dan cartonage;
d. mengusahakan biro iklan;
e. menjalankan perdagangan pada umumnya, termasuk perdagangan antar-
pulau, ekspor-impor dan perdagangan komisi;
f Usaha-usaha sebagai agen, wakil, leveransir, distributor, grossir dari
bermacam mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan serta barang-barang
keperluan percetakan.
segala sesuatu dalam anti seluas-luasnya.
Perseroan hendak mencapai maksud tersebut, baik dengan usaha sendiri
maupun dengan kerja-sama dengan atau turut serta dalam perusahaan-
perusahaan/perseroan-perseroan lain dan selanjutnya menjalankan usaha-
usaha tersebut, dengan mengindahkan undang-undang dan/atau peraturan-
peraturan yang berlaku.

258
Waktu
Pasal 3
Perseroan ini dimulai pada hari anggaran dasar ini disahkan oleh yang ber-
wajib, dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
pasal 51 Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan didirikan untuk waktu
tujuh puluh lima tahun lamanya.

Modal
Pasal 4
1. Modal dasar perseroan, ini berjumlah Rp 100.000.000,- (seratusjuta rupiah),
terbagi atas 1.000 (seribu) saham, masing-masing seharga Rp 100.000,-
(seratus ribu rupiah) nominal.
2. Dari modal tersebut telah ditempatkan 20% (dua puluh persen) atau 200
(dua ratus) saham seharga Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), atas
tiap-tiap saham mana akan disetor 10% (sepuluh persen) dengan uang
tunai, selambat-lambatnya satu hari sebelum akta pendirian perseroan
terbatas ini disahkan oleh yang berwajib sebagaimana akan diperinci
dalam "Penutup" di bawah nanti.
3. Penyetoran lebih lanjut atas saham-saham yang telah dikeluarkan dan
belum penuh serta besarnya tiap-tiap penyetoran, begitu pula penge-
luaran saham-saham yang masih dalam simpanan, tergantung pada
keputusan rapat umum pemegang saham, akan tetapi tidak boleh dijual di
bawah pari.
4. Sisa saham seluruhnya hams sudah terjual habis dalam tempo 10 (sepu-
luh) tahun terhitung mulai tanggal pemberian pengesahan atas akta
pendirian perseroan terbatas ini, kecuali jika tempo itu atas permintaan
direksi diperpanjang oleh yang berwajib, apabila masih diperlukan.
5. Jika saham-saham yang masih dalam simpanan hendak dikeluarlcan, maka
para pemegang saham diberi kesempatan untuk membeli terlebih dahulu
saham-saham yang akan dikeluarkan dalam tempo tiga puluh hari setelah
direksi menyiarkan keputusan tentang pengeluaran itu, sedapat mungkin
menurut perbandingan saham-saham yang telah dimilikinya.
6. Segera setelah diputuskan mengenai penyetoran lebih lanjut atas saham-
saham yang belum disetor penuh, direksi hams memberitahukan dengan
surat tercatat kepada para pemegang saham yang bersangkutan di tempat
tinggal mereka masing-masing tentang kewajiban untuk menytor, se-
lambat-lambatnya tiga puluh hari sebelurn jatuhnya hari pembayaran,
yaitu hari pada mana pembayaran selambat-lambatnya hams dilakukan.
7. Saham-saham yang telah disetor penuh dapat dibeli atau secara lain

259
diperoleh dengan penggantian (order bezwarende titel) oleh perseroan
sendiri sampai suatu jumlah yang akan ditetapkan oleh undang-undang
atau peraturan perundangan lainnya.
8. Untuk saham-saham yang dibeli atau diperoleh dengan penggantian,
oleh perseroan sendiri, tidak dapat dikeluarkan suara, tidak dikeluarkan
dividen dan dalam hal likuidasi tidak termasuk hitungan; selanjutnya
saham-saham itu tidak masuk hitungan dalam quorum yang ditetapkan
dalam anggaran dasar ini.

Sahara-saham
Pasal 5
1. Semua saham dikeluarkan atas nama pemiliknya, nama pemiliknya dicatat
pada surat-surat saham oleh direksi.
2. Untuk tiap-tiap saham dilampiri seperangkat bukti dividen berikut satu
talon untuk memperoleh seperangkat bukti dividen baru.
3. Surat-surat saham diberi nomor urut dan ditanda-tangani oleh seorang
anggota direksi bersama dengan seorang anggota dewan komisaris; bukti-
bukti dividen dan talon hams mempunyai nomor saham yang dilampirinya.
4. Saham-saham tidak dapat dibagi.
Perseroan hanya mengakui seorang sebagai pemilik dan satu saham.
Jikalau suatu saham pindah-tangan karena warisan atau karena sebab-
sebab lain menjadi kepunyaan beberapa orang, maka pemilik bersama itu
diwajibkan menunjuk seorang di antara mereka atau seorang lain sebagai
wakil mereka bersama dan hanya wakil itu sajalah yang berhak mem-
pergunakan hak-hak yang diberikan oleh undang-undang kepada saham
tersebut.
5. Seorang pemegang saham hams tunduk pada anggaran dasar ini dan
pada semua keputusan yang diambil dengan sah dalam rapat umum para
pemegang saham.

Pasal 6
1. Jika surat saham, bukti dividen atau talon rusak dan tidak dapat dipakai
lagi, maka atas permintaan yang berkepentingan oleh direksi dapat di-
berikan duplikatnya.
2. Surat saham aslinya kemudian dihapuskan dan tentang peristiwa tersebut
oleh direksi hams dibuat risalah dan dilaporkan dalam rapat umum para
pemegang saham berikutnya.
3. Jika surat saham, bukti dividen atau talon hilang, maka atas permintaan
yang berkepentingan direksi dapat memberikan duplikatnya, setelah me-

260
nurut pertimbangan direksi kehilangan itu cukup dibuktikan dengan
ketentuan bahwa yang berkepentingan wajib memberi kepada perseroan
jaminan-jaminan yang dianggap perlu oleh direksi terhadap kemungkin-
an tuntutan oleh pihak lain kepada perseroan berkenaan dengan penge-
luaran duplikat itu.
4. Setelah duplikat dikeluarkan, maka surat aslinya tidak berlaku lagi terha-
dap perseroan.
5. Tentang pengeluaran duplikat karena aslinya hilang, harus diumumkan
dalam sebuah surat kabar harian atau lebih di tempat kedudukan perseroan.
6. Semua ongkos yang bersangkut-paut dengan pengeluaran duplikat itu
hams dipikul oleh yang berkepentingan.

Pasal 7
1. Untuk saham saham, direksi memelihara "buku saham" di kantor per-
-

seroan, dalam mana dicatat nama, tempat tinggal para pemegang saham
masing-masing dan nomor saham-saham itu, begitu pula besarnya
penyetoran alas tiap-tiap saham dan lain keterangan yang dianggap
perlu.
Demikian pula dicatat peralihan hak milik (eigendomsovergang) atas
saham-saham, dan lain keterangan yang dianggap perlu.
2. Tiap-tiap pindah tempat tinggal dari seorang pemegang saham harus
diberitahukan kepada direksi.
Selama pemberitahuan ini belum dilakukan, maka semua panggilan
dan pemberitahuan dapat dilakukan dengan sah di tempat tinggal terakhir
yang tercatat dalam "Bulai Saham."
3. Pemindahan nama (batik nama) saham-saham dilakukan dengan suatu
catatan dari peralihan nama tersebut, yang harus ditulis dalam buku saham
dan di atas surat saham yang dialihkan diberi tanggal dan ditanda-tangani
oleh yang berhak menandatangani surat-surat saham menurut Pasal 5
ayat 3 di atas.
4. Pemindahan nama (batik nama) saham-saham hams berdasarkan surat
keterangan yang ditanda-tangani oleh yang mengalihkan dan yang me-
nerima peralihan atau wakil-wakilnya yang sah atau berdasarkan surat-
surat lain yang menurut pertimbangan direksi dengan pertimbangan de-
wan komisaris dapat dipandang sebagai alasan sah untuk pemindahan
nama itu.
5. Pemindahan nama suatu saham hanya diperbolehkan jikalau syarat-
syarat untuk itu, yang disebut dalam anggaran dasar ini telah dipenuhi.
6. Mulai hari panggilan rapat umum para pemegang saham sampai dengan

261
hari rapat itu diselenggarakan, pengalihan saham-saham dan pemindah-
an nama saham-saham tidak diperbolehkan.
7. Direksi diwajibkan menyelenggarakan buku saham dengan sebaik-
baiknya.
8. Tiap-tiap pemegang saham berhak untuk melihat buku saham pada waktu
kerja.

Pasal 8
1. Yang boleh memiliki dan mempergunakan hak-hak atas saham hanyalah :
a. seorang warga negara Indonesia, atau
b. suatu badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, didirikan me-
nurut undang-undang yang berlalni di Indonesia dan para anggota
atau para pemegang sahamnya serta para anggota pengurusnya
adalah warga negara Indonesia.
2. Pada tiap-tiap surat saham dimuat kutipan dari ketentuan dalam ayat 1
pasal ini
3. Jika suatu saham oleh karena warisan, pernikahan atau sebab-sebab lain,
pindah haknya dan tidak lagi menjadi milik seorang atau suatu badan
hukum yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, maka orang atau badan
hukum ini diwajibkan dalam waktu satu tahun mengalihkan saham-saham
itu kepada orang atau badan hukum seperti dimaksud dalam ayat 1 pasal
ini dengan mengindahkan ketentuan Pasal 9.
4. Selama ketentuan-ketentuan tersebut di atas itu belum terlaksana maka
suara yang dikeluarkan dalam rapat untuk saham itu adalah tidak sah,
sedangkan pembayaran dividen untuk saham itu ditunda.

Pasal 9
1. Jika seorang pemegang saham hendak menjual sahamnya, maka dia
diharuskan memberitahukan dengan surat tercatat kepada direksi
dengan mencantumkan nama dan alamat calon pembelinya serta syarat-
syaratnya.
2. Mengenai penerimaan surat itu direksi diwajibkan memberitahukan ke-
pada pemegang saham yang bersangkutan dan di samping itu menawar-
kannya kepada para pemegang saham menurut alamat yang terakhir ter-
catat dalam buku saham, disertai permintaan untuk dalam waktu yang
ditentukan mernberitahukan kepada direksi, apakah mereka mempunyai
minat terhadap saham-saham tersebut, dan bila demikian, berapa jumlah
saham yang dikehendakinya.
3. Jika permintaan dari para pemegang saham melebihi jumlah saham yang

262
ditawarkan, maka penjualannya dilakukan menurut imbangan saham-
saham yang telah dimiliki oleh mereka.
Apabila dengan cara demikian suatu saham akan menjadi milik be-
berapa orang, maka penjualannya dilakukan secara undian.
4. Direksi diwajibkan dalam tiga puluh hari setelah surat pemberitahuan
yang dimaksud dalam ayat 1 di atas diterima olehnya, memberitahukan
kepada pemegang saham yang bersangkutan tentang adanya para
pemegang saham yang hendak membeli saham-saham tersebut dan
banyaknya saham-saham yang akan dibeli oleh mereka.
5. Jika tidak semua saham yang ditawarkan dibeli oleh para pemegang sa-
ham, atau jika dalam tiga puluh hari setelah surat pemberitahuan itu telah
diterima oleh direksi, oleh pemiliknya tidak diperoleh ketentuan mengenai
saham-saham yang ditawarkan. Maka saham-saham atau sisa saham-
saham itu dapat dijual kepada calon yang diajukan dalam suratnya ter-
sebut, asal raja tidak dengan syarat-syarat yang Iebih rendah daripada
yang telah diberitahukan kepada direksi.
6. Pengalihan saham-saham dengan cara laindaripada yang disebutkan
di atas, kecuali peralihan yang disebabkan karena warisan, hanya diper-
bolehkan dengan persetujuan rapat umum para pemegang saham.
7. Penggadaian saham-saham hanya diperbolehkan dengan persetujuan
direksi dan dewan komisaris.
8. Tindakan-tindakan yang bertentangan dengan pasal ini tidak sah terha-
dap perseroan.

Bukti sebagai pendiri


Pasal 10
1. Oleh perseroan dikeluarkan 20 (dua puluh) helai bukti pendiri.
2. Bukti pendiri hanya memberi hak kepada pemiliknya atas bagian
keuntungan yang disebut dalam Pasal 15 ayat 1.
3. Peraturan-peraturan mengenai surat saham yang disebut dalam Pasal
5 (kecuali ayat 5), Pasal 6 dan 7 berlaku pula untuk bukti pendiri, demikian
pula Pasal 15 ayat 5 berlaku pula bagi pemegang bukti pendiri.
4. Perubahan mengenai hak dan kedudukan para pemegang bukti pendiri
berdasarkan anggaran dasar perseroan ini hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan terlebih dahulu dari para pemegang bukti pendiri menurut
suara terbanyak, dengan ketentuan bahwa satu bukti pendiri memberi
hak untuk mengeluarkan satu suara dan jika suara yang setuju dan tidak
setuju sama banyaknya, maka usul perubahan itu dianggap sebagai
ditolak.

263
5. Bukti pendiri dikeluarkan untuk orang-orang yang telah berjasa dalam
persiapan dan/atau pendirian perseroan ini.
Untuk pertama kali dikeluarkan bukti-bukti pendiri untuk orang-
orang yang namanya akan disebut dalam penutup akta ini ayat 3.
6. Bukti-bukti pendiri tidak dapat dialihkan itu disetujui terlebih dahulu
oleh para pemegang bukti pendiri menurut suara terbanyak sesuai ayat
4 pasal ini.

Pengurusan dan pengawasan


Pasal 11
1. Perseroan ini diurus oleh suatu direksi yang terdiri dan seorang direktur
atau lebih, bila rapat umum pemegang saham menganggap perlu, seorang
di antara para anggota direksi itu ditetapkan sebagai direktur utama.
2. Direksi bekerja di bawah pengawasan suatu dewan komisaris yang terdiri
dari dua orang komisaris atau lebih, bila rapat umum para pemegang
saham menganggap perlu, seorang di antara para anggota dewan ko-
misaris itu ditetapkan sebagai komisaris utama.
3. Yang boleh diangkat sebagai anggota direksi dan/atau anggota dewan
komisaris hanyalah warganegara Indonesia, dalam hal kehilangan ke-
warga-negaraan Indonesianya, maka yang bersangkutan dianggap
dengan sendirinya telah meletakkan jabatannya.
Sebagai anggota direksi atau anggota dewan komisaris dapat juga
diangkat badan-badan hukum yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1.
4. Para anggota direksi dan para anggota dewan komisaris diangkat oleh
rapat umum para pemegang saham untuk waktu 5 (lima) tahun dan sesu-
dah jangka waktu tersebut lampau, dapat diangkat kembali.
5. Para anggota direksi dapat diberhentikan oleh rapat umum pemegang
saham tanpa terlebih dahulu dibebaskan tugasnya oleh dewan komisa-
ris.
6. Kepada para anggota direksi dan para anggota dewan komisaris dapat
diberikan gaji dan/atau tunjangan-tunjangan yang besamya ditetapkan
oleh rapat umum para pemegang saham.
7. Jikalau oleh suatu sebab terjadi lowongan anggota direksi dan/atau
anggota dewan komisaris, maka dalam waktu tiga puluh hari setelah ter-
jadinya lowongan harus diselenggarakan rapat umum para pemegang
saham untuk mengisi lowongan itu, apabila pengisian lowongan itu perlu,
mengingat ketentuan dalam ayat 1 pasal ini.
8. Apabila dianggap perlu oleh direksi dan dewan komisaris maka oleh me-
reka ini dapat diangkat beberapa orang penasihat untuk urusan hukum,

264
ekonomi atau lain-lain, dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban penasi-
hat itu ditetapkan oleh direksi bersama dewan komisaris.

Pasal 12
1. Para anggota direksi bersama-sama atau masing-masing diri berwenang
mewakili perseroan di muka dan/atau di luar pengadilan tentang segala
hal dan dalam segala kejadian dan berhak mengikat perseroan pada pihak
lain atau pihak lain pada perseroan serta menjalankan segala tindakan,
baik yang mengenai pengurusan maupun yang mengenai penguasaan,
akan tetapi dengan pembatasan bahwa untuk:
a. meminjam uang atas nama perseroan (dalam pengertian meminjam
uang tidak termasuk pengambi Ian uang dari kredit yang telah dibuka),
atau meminjamkan uang;
b. mengikat perseroan sebagai penanggung/penjamin;
c. membeli, menjual atau dengan cam lain memperoleh atau mengalihkan
demikian pula membebani barang-barang tidak bergerak dan/atau
perusahaan-perusahaan;
d. menggadaikan barang-barang bergerak kepunyaan perseroan se-
muanya ini haruslah mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu
dari dewan komisaris;
e. mengangkat seorang kuasa atau lebih untuk mewakili perseroan dan
memberhentikan kuasa itu, haruslah dilakukan oleh dua orang anggota
direksi bersama-sama, apabila diangkat dua orang anggota direksi
atau lebih, atau oleh direktur tunggal bersama komisaris lainnya,
apabila diangkat hanya seorang anggota direksi.
2. Direksi hams bekerja menurut rencana berkala yang disetujui oleh dewan
komisaris.
3. Tiap-tiap anggota direksi diwajibkan minta pertimbangan terlebih dahulu
dari para anggota direksi lainnya untuk tiap hal yang menurut lazimnya
dalam dunia usaha dianggap sebagai hal yang penting bagi perseroan
akan tetapi tentang telah dimintanya pertimbangan itu tidak pertu dibuk-
tikan terhadap pihak lain.
4. Pembagian pekerjaan di dalam perseroan antara para anggota direksi
diatur dan ditentukan oleh para anggota direksi sendiri.

Pasal 13
1. Dewan komisaris mempunyai kewajiban mengawasi pekerjaan direksi.
2. Para anggota dewan komisaris bersama atau masing-masing sendiri se-
tiap waktu kerja berhak memasuki bangunan-bangunan, halaman-halaman

265
dan tempat-tempat lain yang digunakan dan/atau dikuasai oleh perseroan,
memeriksa buku-buku, bukti-bukti, surat-surat, memeriksa dan menco-
cokkan keadaan uang kas dan lain sebagainya, serta berhak mengetahui
segala tindakan yang telah dijalankan oleh direksi.
3. Dewan komisaris dalam menjalankan tugas pemeriksaan berhak meminta
bantuan ahli tata buku atas ongkos perseroan.
4. Direksi diwajibkan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang ditanya-
kan, yang perlu untuk pengawasan dan pemeriksaan.
5. Para anggota dewan komisaris, dengan suara terbanyak setiap waktu
berhak membebaskan untuk sementara dan tugasnya seorang anggota
direksi atau lebih, jikalau dia/mereka ini, bertindak bertentangan dengan
anggaran dasar ini atau melalaikan kewajibannya atau karena hal-hal lain
yang penting.
Pembebasan tugas ini harus diberitahukan dengan surat kepada yang
bersangkutan disertai alasan-alasan yang menyebabkan tindakan itu.
6. Dalam waktu tiga puluh hari setelah dilakukan pembebasan tugas itu de-
wan komisaris diwajibkan menyelenggarakan rapat umum para pemegang
saham, rapat mana yang akan menentukan apakah anggota direksi yang
bersangkutan akan diberhentikan ataukah tugas itu dibatalkan, sedangkan
yang bersangkutan diberi kesempatan untuk hadir dan membela diri.
Rapat itu diketuai oleh komisaris utama, jika komisaris utama tidak
hadir oleh seorang komisaris lainnya, dan jikalau komisaris seorangpun
tidak ada yang hadir, oleh seorang yang dipilih oleh dan dari antara
mereka yang hadir.
7. Jika rapat umum para pemegang saham itu tidak diadakan dalam waktu
tiga puluh hari setelah pembebasan tugas itu, maka pembebasan tugas
itu demi hukum menjadi batal.
8. Jika para anggota direksi dibebaskan dan tugas mereka atau karena sebab
lain tidak mungkin dapat menjalankan tugas mereka atau karena suatu
sebab perseroan tidak mempunyai direksi, maka dewan komisaris untuk
sementara diwajibkan mengurus perseroan, akan tetapi hanya dengan
wewenang untuk mengerjakan tindakan-tindakan pengurusan mengenai
hal-hal atau pekerjaan-pekerjaan yang sedang berjalan serta dengan ke-
wajiban untuk dalam waktu tiga puluh hari setelah perseroan tidak mem-
punyai direksi mengadakan rapat umum para pemegang saham untuk
mengangkat direksi baru.
Dalam hal itu dewan komisaris berhak memberi kekuasaan sementara
kepada seorang atau lebih di antara mereka atau orang lain atas tang-
gungan si pemberi kuasa.

266
9. Para anggota direksi dan para anggota dewan komisaris diwajibkan memiliki
saham perseroan.

Neraca dan perhitungan laba-rugi


Pasal 14
1.Tahun buku perseroan berjalan dari satu Januari sampai dengan tiga puluh
satu Desember.
Pada akhir bulan Desember tiap-tiap tahun, untuk pertama kali pada
akhir bulan Desember seribu sembilan ratus tujuh puluh lima, maka buku-
buku perseroan ditutup.
2. Dari penutupan buku-buku tersebut oleh direksi dibuat neraca dan per-
hitungan laba-rugi yang setelah diperiksa oleh dewan komisaris, berikut
surat-surat pertanggungjawaban tahunan lainnya harus disediakan di
kantor perseroan sekurang-kurangnya empat belas hari sebelum rapat
umum tahunan para pemegang saham sebagai yang dimaksud dalam
pasal 17 dimulai, untuk dapat diperiksa oleh para pemegang saham.
3. Pengesahan neraca dan perhitungan laba-rugi itu berarti memberikan
pelunasan dan pembebasan sepenuhnya kepada direksi atau segala tin-
dakannya dalam tahun buku yang bersangkutan yang mengenai peker-
jaan-pekerjaan yang disebut dalam laporan tahunan itu, dan memberikan
pembebasan kepada dewan komisaris atas pengawasannya.

Pembagian keuntungan
Pasal 15
1. Keuntungan bersih, yaitu keuntungan bruto setelah dipotong ongkos-
ongkos, penyusutan-penyusutan dan lain-lain menurut kebiasaan dunia
usaha, seperti yang disebut dalam neraca dan perhitungan laba rugi yang
telah disahkan, setelah dikurangi dengan 3% (tiga persen) dari besarnya
keuntungan itu untuk para pemegang bukti pendiri, maka selebihnya
dibagi sebagal berikut:
a. 15% (lima belas persen) untuk dana cadangan;
b. 9% (sembilan persen) untuk para anggota direksi, yang pembagiannya
ditetapkan oleh para anggota direksi bersama;
c. 9% (sembilan persen) untuk para anggota dewan komisaris, yang pem-
bagiannya ditetapkan oleh para anggota dewan komisaris bersama;
d. 7% (tujuh persen) untuk dana kesejahteraan pegawai, yang pemba-
yarannya diatur oleh direksi;
e. sisanya dibagi dan/atau digunakan menurut keputusan rapat umum
tahunan para pemegang saham tiap-tiap tahun.

267
2. Jika menurut pertimbangan direksi dengan persetujuan dewan komisaris
jumlahnya dana cadangan telah cukup besamya, maka atas usulnya,
rapat umum para pemegang saham dapat menentukan agar bagian dari
keuntungan yang dipisahkan untuk dana cadangan itu dipergunakan
untuk keperluan lain.
3. Jika perhitungan laba-rugi pada suatu tahun menunjukkan kerugian yang
tidak dapat ditutup dengan dana cadangan, maka kerugian itu akan ting-
gal dicatat dan dimasukkan dalam perhitungan laba-rugi, dan dalam tahun
(-tahun) yang akan datang perseroan dianggap tidak mendapat keun-
tungan selama kerugian yang tercatat dan dimasukkan dalam perhitungan
laba-rugi itu belum seluruhnya ditutup.
4. Dalam waktu empat belas hari setelah penetapan pembagian sisa, diumum-
kan kepada para pemegang saham, waktu dan tempat, di mana dividen itu
akan dibayarkan.
5. Dividen-dividen yang tidak diambil dalam jangka waktu lima tahun setelah
disediakan untuk dibayar, demikian pula dividen yang ditunda pemba-
yarannya menurut Pasal 8 ayat 4 selama lima tahun atau lebih, tidak akan
dibayar menjadi hak milik perseroan.

Dana cadangan
Pasal 16
1. Dana cadangan digunakan untuk menutup kerugian yang diderita, akan
tetapi rapat umum para pemegang saham dapat menentukan supaya dana
cadangan itu seluruhnya atau sebagian digunakan untuk modal kerja
atau keperluan lain.
2. Direksi mengurus dan menyimpan serta membungakan dana cadangan
menurut cara yang dipandang baik olehnya dengan persetujuan dewan
komisaris.
3. Bunga uang atau laba yang diperoleh dari dana cadangan dimasukkan
dalam perhitungan laba-rugi.

Rapat umum para pemegang saham


Pasal 17
1. Tiap-tiap tahun, selambat-lambatnya dalam bulan Juni, untuk pertama
kalinya dalam bulan Juni seribu sembilan ratus tujuh puluh enam, direksi
harus mengadakan rapat umum tahunan para pemegang saham.
2. Dalam rapat umum tahunan itu, direksi memberikan laporan tentang
keadaan perseroan dan basil-hasil yang telah dicapai dalam tahun buku
yang lalu, terutama mengenai pengurusannya, serta diajukan pula pan-

268
NN
, • , ._

3. Dalam rapat umum tahunan itu diajukan neraca dan perhitungan laba-
rugi yang disebut dalam Pasal 14 untuk dipertimbangkan dan disahkan
serta ditetapkan pembagian dan/atau penggunaan sisa keuntungan dan
besarnya dividen.

Pasal 18
I. Rapat umum luar biasa para pemegang saham diadakan tiap-tiap kali jika
dianggap perlu oleh direksi.
2. Direksi diwajibkan memanggil dan menyelenggarakan rapat umum luar
biasa atas permintaan dengan surat dari seorang anggota dewan komisaris,
atau dari seorang pemegang saham atau lebih yang mewakili sedikit-
dikitnya 1/4 (satu perempat) dari modal yang telah dikeluarkan oleh
perseroan dan disetor, dalam surat permintaan mana hams disebutkan
dengan jelas hal-hal yang hendak dibicarakan.
3. Jika direksi lalai untuk menyelenggarakan rapat itu dalam waktu tiga pu-
luh hari setelah surat permintaannya diterima, maka yang menanda-
tangani surat itu sendiri berhak untuk memanggil rapat atas perongkosan
perseroan dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang disebut
dalam anggaran dasar ini, dalam rapat mana ketua rapat dipilih oleh dan
dari antara mereka yang hadir, dan semua keputusan yang diambil dalam
rapat itu mengikat perseroan asal saja tidak bertentangan dengan anggaran
dasar ini.

Pasal 19
1. Rapat umum para pemegang saham diadakan di tempat kedudukan per-
seroan.
2. Panggilan rapat umum para pemegang saham dilakukan dengan surat
undangan yang dikirimkan kepada para pemegang saham menurut alamat
yang terakhir tercatat dalam buku saham dan jika yang memanggil rapat
menganggap perlu, undangan itu ditambah dengan iklan dalam sebuah
surat kabar harian atau lebih yang terbit di tempat kedudukan perseroan,
sekurang-kurangnya empat betas hari sebelum rapat diadakan, sedang-
kan apabila menurut pendapat direksi ada hal-hal yang mendesak untuk
segera diputuskan oleh rapat umum para pemegang saham, panggilan
itu dapat diadakan sekurang-kurangnya tujuh hari sebelum rapat diada-
kan.

269
3. Dalam panggilan itu hams diberitahukan hari, tanggal, jam dan tempat
rapat dan dengan singkat hal-hal yang akan dibicarakan.
4. Jika semua pemegang saham hadir atau diwakili, maka panggilan terlebih
dahulu seperti tersebut di atas ini tidak menjadi syarat dan di dalam rapat
itu dapat diambil keputusan yang sah mengenai semua hal yang dibica-
rakan, sedangkan rapat, dapat diadakan di tempat manapun juga.

Pasal 20
1. Jika dalam anggaran dasar ini tidak ditentukan lain, maka semua rapat
diketuai oleh direksi utama, jika direktur utama tidak hadir, oleh seorang
direktur, jika para anggota direksi tidak ada yang hadir, oleh komisaris
utama, jika komisaris utama tidak hadir, oleh seorang anggota dewan
komisaris lainnya, dan jika ini pun tidak ada yang hadir oleh seorang
yang dipilih oleh dan dan antara mereka yang hadir.
2. Mengenai apa yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat itu dibuat
notulen atas usaha ketua rapat, yang sebagai penetapan, ditanda-tangani
olehnya dan sedapat mungkin dengan seorang pemegang saham yang
ditunjuk oleh rapat dan antara mereka yang hadir, dan isinya menjadi
bukti yang nyata terhadap semua pemegang saham.
3. Penanda-tanganan itu tidak perlu, jika notulen itu dibuat dengan akta
notaris.

Pasal 21
1. Kecuali jika dalam anggaran dasar ini ditentukan lain, maka segala
keputusan diambil dengan suara terbanyak.
Apabila suara yang setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka
undianlah yang menentukan jikalau mengenai diri seorang, dan dianggap
sebagai ditolak jika mengenai hal-hal lain.
2. Dalam rapat umum pemegang saham setiap pemegang saham berhak
mengeluarkan suara sebanyak saham yang dimilikinya.
3. Seorang pemegang saham hanya boleh diwakili oleh seorang pemegang
saham lainnya atau seorang lainnya dengan surat kuasa atau surat lain
yang memuat pemberian kekuasaan untuk itu.
4. Para anggota direksi dan para anggota dewan komisaris serta pada
umumnya para pegawai dari perseroan ini tidak boleh bertindak selaku
kuasa dalam rapat umum para pemegang saham, khususnya dalam pe-
mungutan suara.
Suara-suara yang dikeluarkan oleh mereka sebagai kuasa adalah ti-
dak sah.

270
5. Ketua rapat berhak meminta supaya surat-surat kuasa atau surat lain yang
memuat pemberian kekuasaan itu ditunjukkan kepadanya waktu rapat.
6. Kecuali jika rapat memutuskan cara lain, maka pemungutan suara tentang
diri orang dilakukan dengan surat tertutup yang tidak ditanda-tangani
dan tentang hal-hal lain dengan lisan.
7. Suara blanco atau suara yang tidak berharga dianggap sebagai suara
yang tidak dikeluarkan.

Perubahan anggaran dasar dan pembubaran


Pasal 22
I. Perubahan atas ketentuan-ketentuan dalam anggaran datar ini termasuk
pula perubahan nama, tempat kedudukan dan tujuan perseroan, pem-
bubaran perseroan sebelum waktu yang ditentukan atau dikemudian hari
diperpanjang lagi, memperbesar atau memperkecil modal perseroan, ha-
nya dapat terjadi dengan keputusan dari suatu rapat umum luar biasa
para pemegang saham yang khusus dipanggil antuk keperluan itu, dalam
rapat mana harus diwakili sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari mo-
dal yang telah dikeluarkan oleh perseroan dan disetor, serta usul hams
disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah suara
yang dikeluarkan dengan sah.
2. Usul mengenai memperkecil modal yang dikeluarkan, wajib diumumkan
oleh direksi dalam sebuah surat kabar harian atau lebih yang terbit di
tempat kedudukan perseroan untuk kepentingan para kreditur.
3. Jika dalam rapat yang disebut dalam ayat 1 pasal ini banyak modal yang
diwakili tidak cukup seperti yang ditentukan, maka secepat-cepatnya
tujuh hari setelah itu, dapat diadakan rapat kedua, di dalam rapat mana
dapat diambil keputusan mengenai usul-usul dalam rapat pertama dan
keputusan ini sah, asal saja disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah suara yang dikeluarkan dengan sah dan rapat kedua
ini dilangsungkan dengan ketentuan-ketentuan yang sama dengan
ketentuan-ketentuan untuk rapat pertama.
4. Satu dan lain tidak mengurangi izin dari yang berwenang, apabila izin itu
diperlukan.

Pasal 23
1. Jika perseroan ini dibubarkan, maka hams diadakan likuidasi oleh direksi
di bawah pengawasan dewan komisaris, kecuali jika rapat umum para
pemegang saham menentukan lain.
2. Dalam rapat umum itu ditentukan pula upah para likuidatur.

271
3. Keputusan tentang pembubaran hams didaftarkan pada Kantor Penga-
dilan Negeri di mana perseroan itu berkedudukan dan diumumkan dalam
Berita-Negara RI disertai panggilan untuk para kreditur.
4. Sisa lebih dari perhitungan likuidasi sedapat mungkin dibagikan terlebih
dahulu kepada para pemegang saham, jumlah pokok dari besarnya saham
masing-masing dan sisanya dibagi menurut cara yang ditentukan oleh-
rapat umum para pemegang saham.
5. Anggaran dasar ini sebagaimana disebut dalam akta ini, dengan peru-
bahan-perubahan yang mungkin diadakan, tetap berlaku sampai dengan
hari disahkannya perhitungan likuidasi oleh rapat umum para pemegang
saham dan diberikannya pelunasan dan pembebasan sepenuhnya kepada
para likuidatur.

Ha-hal yang tidak diatur


Pasal 24
Segala hal yang ti4ak diatur atau tidak cukup diaturnya dalam anggaran
dasar ini, akan diputus oleh rapat umum para pemegang saham.

Penutup
1. Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 11 tentang cara pengangkatan
para anggota direksi dan para anggota komisaris, maka untuk pertama
kali diangkat sebagai:
Direktur operasionil : pendiri tuan Suganda.
Direktur keuangan : pendiri tuan Haji Jakin Ibrahim.
Komisaris utama : pendiri Wan Kyai Haji Muhammad Sjukri Gozali.
Komsaris : pendiri wan Darwis Aminy.
Komisaris : pendiri tuan Haji Muhamad Noor Purwosutjipto
Sarjana Hukum;
dengan ketentuan bahwa pengangkatan-pengangkatan ini setelah dite-
rima oleh, yang bersangkutan, hams dikukuhkan dalam rapat umum para
pemegang saham yang pertama kali diadakan.
2. Dari saham-saham yang telah dikeluarkan, telah ditempatkan oleh para
pendiri:
Yayasan Pembangunan Islam Jakarta tersebut, 100 (seratus) helai
saham, atau seharga Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Tuan Suganda, 20 (dua puluh) helai saham atau seharga Rp 2.000.000,-
(dua juta rupiah).
Tuan Haji Jakin Ibrahim, 20 (dua puluh) helai saham, atau seharga
Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).

272
Tuan Kyai Haji Muhammad Sjukri Gozali, 20 (dua puluh) helai saham,
atau seharga Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Tuan Haji Darwis Aminy, 20 (dua puluh) helai saham, atau seharga
Rp 2.000.000,- (duajuta rupiah).
Tuan Haji Muhamad Noor Purwosutjipto, Sarjana Hukum, 20 (dua
puluh) helai saham atau seharga Rp 2.000.000,- (duajuta rupiah)
atau sama sekali seluruhnya sejumlah 200 (dua ratus) helai saham
atau seharga Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Atas tiap-tiap saham mana disetor dengan uang tunai 10% (sepuluh
persen) selambat-lambatnya satu hari sebelum akta pendirian perseroan
terbatas ini diberikan, pengesahan oleh yang berwenang, berarti yang
disetor ada Rp 2.000.000, - (dua juta rupiah).
3. Dan bukti-bukti pendirian yang telah dikeluarkan oleh perseroan ini untuk
pertama kalinya telah diberikan kepada:
a. tuan Suganda;
b. tuan Haji Jakin Ibrahim;
c. tuan Kyai Haji Muhammad Sjukri Gozali;
d. than Haji Darwis Aminy; dan
e. tuan Haji Muhamad Noor Purwosutjipto, Sarjana Hukum;
f Yayasan "Pembangunan Islam" berkedudukan di Jakarta tersebut.
4. Dengan ini memberi kuasa kepada para anggota direksi perseroan ini
dengan hak untuk memindahkan kekuasaan ini kepada pihak lain, untuk
memohon persetujuan atas anggaran dasar ini kepada yang berwenang,
serta menyatakan dan menyusun perubahan-perubahan dan/atau pe-
nambahan-penambahan dengan akta resmi jikalau pemberian persetujuan
itu tergantung kepada perubahan-perubahan dan/atau penambahan-
penambahan itu dan untuk keperluan itu menghadap di mana perlu, mem-
berikan keterangan-keterangan, membuat, suruh membuat dan menanda-
tangani akta-akta/surat-surat yang diperlukan dan selanjutnya menger-
jakan segala sesuatu yang perlu dan berguna untuk menyelesaikan hal
tersebut, tidak ada yang dikecualikan.
Dan segala sesuatu yang tersebut di atas ini, maka dibuatlah

Akta ini
Dibuat sebagai minit dan dibacakan serta ditanda-tangani di Bogor, pada
hari dan tanggal tersebut dalam kepala akta ini, dengan dihadiri oleh tuan-
tuan: Haji Subandi Al Marsudi Baccaloreat Hukum dan Haji Fri Suhara
Baccaloreat Hukum, kedua-duanya pegawai kantor notaris dan bertempat
tinggal di Bogor, sebagai saksi-saksi.

273
Segera setelah akta ini dibacakan oleh saya, notaris, kepada para peng-
hadap dan saksi-saksi, maka akta ini ditanda-tangani oleh para penghadap,
saksi-saksi dan saya, notaris.
Dilangsungkan dengan memakai dua puluh lima perubahan, yaitu enam
belas tambahan; lima coretan tanpa gantian dan empat coretan dengan
gantian.
Asli akta ini telah ditanda-tangani secukupnya.

Diberikan sebagai salinan


Wakil Notaris Bogor,

SUYATIMAN TJOKROSUWARNO, S.H.

Akta ini termasuk pada Keputusan Menteri Kehakiman Repubilk Indonesia


tertanggal 21 Juni 1975 No. Y.A. 5/219/10.

Diketahui:
Direktur Jendral Hukum dan
Perundang-undangan;
u.b.
Direktur Direktorat Perdata;
u.b.
Kepala Sub Direktorat Badan
Hukum,
Ny. SUBANDIJAH SUBANDI

Pada hari ini, Senin tanggal 30 Juni 1975, akta ini telah didaftarkan di dalam
buku register untuk maksud itu, yang berada di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Bogor, di bawah No. 52/1975 A.N.P.

Panitera Pengadilan Negeri Bogor,

Ny. R.A. SJAFAAT


Ongkosnya:
B.P.A. Rp 50,-
Upah tulis Rp 220,-
Jumlah Rp 270,-

274
PERUBAHAN
Nomor 14

Pada hari ini, hari Jumat, tanggal tiga puluh Mei seribu sembilan ratus tujuh
puluh lima.
Berhadapan dengan saya, Suyatiman Tjokrosuwamo, Sarjana Hukum,
atas kekuatan Surat-surat Keputusan Menteri Kehakiman tertanggal tiga
puluh satu Agustus seribu sembilan ratus enam puluh delapan nomor J.A. 7/
7/20 dan terakhir tertanggal dua puluh empat Agustus seribu sembilan ratus
tujuh puluh empat nomor: Y.A. 7/13/22 wakil notaris di Bogor, dengan diha-
diri oleh saksi-saksi yang saya, notaris, kenal dan akan disebut dalam bagian
akhir akta ini:
Tuan Suganda, direktur utama dari perseroan yang akan disebut, ber-
tempat tinggal di Jakarta, Jalan Cipanas nomor 7, Kebayoran untuk semen-
tara berada di Bogor;
Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak atas kekuatan kuasa yang
tercantum dalam anggaran dasar perseroan terbatas "PT Ciawi Jaya", ber-
kedudukan di Bogor, yang dibuat di hadapan saya, notaris, tertanggal dua
puluh enam Maret seribu sembilan ratus tujuh puluh lima, dengan akta no-
mor 20.
Penghadap saya, notaris, kenal.
Penghadap bertindak sebagaimana tersebut di atas menerangkan, bahwa
untuk memenuhi syarat-syarat dan petunjuk-petunjuk dari yang berwajib,
dengan ini mengadakan beberapa perubahan dalam anggaran dasar perseroan
tersebut, yaitu mengenai:
1. Halaman komparisi;
2. Pasal 11 ayat 4;
3 . Pasal 12 ayat 1;
4. Pasal 22 ayat 1;
5. Pasal 24 bagian "Penutup" ayat 1;
6. Pasal 24 bagian "Penutup" ayat 2;
7. Pasal 24 bagian "Penutup" ayat 3.
Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, penghadap bertindak sebagai-
mana tersebut menerangkan, selanjutnya dengan ini mengubah hal-hal
dimaksud di atas, sehingga untuk selanjutnya bagian dalam halaman kom-
parisi dan pasal-pasal yang bersangkutan hams dibaca dan tertulis sebagai
berilcut:
1. Halaman komparisi:
3. Tuan Kyai Haji Muhammad Sjukri Gozali, Pensiunan Pegawai Negeri/

275
Departemen Agama, bertempat tinggal di Jakarta, Tebet Barat Dalam I
nomor 9.
4. Tuan Haji Darwis Aminy, Pensiunan Pegawai Negeri/Departernen
Agama, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Ciujung nomor 36.
5. Tuan Haji Mohammad Noor Purwosutjipto, Sarajana Hukum, Pen-
siunan Pegawai Negeri/Departemen Agama, bertempat tinggal di
Jakarta, Jalan Danau Towuti nomor 48, Pejompongan.
2. Pasal I I ayat 4:
4. Para anggota direksi dan para anggota dewan komisaris diangkat dan
diberhentikan oleh rapat umum para pemegang saham, pengangkatan
mana untuk waktu 5 (lima) tahun dan sesudah jangka waktu tersebut
lampau, dapat diangkat kembali.
3. Pasal 12 ayat I:
1. Para anggota direksi bersama-sama atau masing-masing sendiri
berwenang mewakili perseroan di muka dan/atau di luar pengadilan
tentang segala hal dan dalam segala kejadian dan berhak mengikat
perseroan pada pihak lain atau pihak lain pada perseroan serta men-
jalankan segala tindakan, baik yang mengenai pengurusan maupun
yang mengenai pemilikan, akan tetapi dengan pembatasan bahwa
untuk:
4. Pasal 22 ayat 1:
1. Perubahan atas ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar ini ter-
masuk pula perubahan nama, tempat kedudukan dan tujuan perse-
roan, pembubaran perseroan sebelum waktu yang ditentukan atau di
kemudian hari diperpanjang lagi, memperbesar atau memperkecil mo-
dal perseroan, hanya dapat terjadi dengan keputusan dari suatu rapat
umum luar biasa para pemegang saham yang khusus dipanggil untuk
keperluan itu, dalam rapat mana hams diwakili sekurang-kurangnya
2/3 (dua-pertiga) dari modal yang telah dikeluarkan oleh perseroan,
serta usul hams disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua-pertiga)
dari jumlah yang dikeluarkan dengan sah.
5. Pasal 24 Bagian "Penutup" ayat 1:
I. Menyimpang dan ketentuan Pasal I 1 tentang cara pengangkatan para
anggota direksi dan para anggota komisaris, maka untuk pertama
kali diangkat sebagai:
Direktur Utama : pendiri tuan Suganda.
Direktur : pendiri tuan Haji Jakin Ibrahim.
Komisaris Utama: pendiri man Kyai Haji Muhammad Sjukri Gozali.
Komisaris : pendiri man Haji Darwis Aminy.

276
Komisaris : pendiri man Haji Mohammad Noor Purwosutjipto
Sarjana Hukum.
6. Pasal 24 Bagian "Penutup" ayat 2:
2. Dari saham-saham yang telah dikeluarkan telah ditempatkan oleh pars
pendiri:
Than Suganda, 20 (dua puluh) helai saham atau seharga Rp 2.000.000,-
(dua juta rupiah);
Tuan Haji Jakin Ibrahim, 45 (empat puluh lima) helai saham atau se-
harga Rp 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah);
Tuan Kyai Haji Muhammad Sjukri Gozali, 45 (empat puluh lima) helai
saham atau seharga Rp 4.500.000,- (empat juta lima rams ribu rupiah);
Tuan Haji Darwis Aminy, 45 (empat puluh lima) helai saham atau
seharga Rp 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah);
Tuan Haji Mohammad Noor Purwosutjipto, Sarjana Hukum, 45 (empat
puluh lima) helai saham atau seharga Rp 4.500.000,.(empat juta lima
ratus ribu rupiah):
atau sama sekali seluruhnya 200 (dua rams) helai saham atau seharga
Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah);
atas tiap-tiap saham mana disetor dengan uang tunai 10% (sepuluh
persen) selambat-lambatnya satu hari sebelum akta pendirian
perseroan terbatas ini diberikan pengesahan oleh yang berwenang,
berarti yang disetor ada Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).
7. Pasal 24 Bagian "Penutup" ayat 3:
3. Dari bukti-bukti pendirian yang telah dikeluarkan oleh perseroan ini
untuk pertama kalinya telah diberikan kepada:
a. tuan Suganda;
b. man Haji Jakin Ibrahim;
c. man Kyai Haji Muhammad Sjukri Gozali;
d tuan Haji Darwis Aminy; dan
e. tuan Haji Mohammad Noor Purwosutjipto, Sarjana Hukum.
Dari segala sesuatu yang tersebut di atas ini, maka dibuatlah

Akta ini
Dibuat sebagai minit dan dibacakan serta ditanda-tangani di Bogor, pada
hari dan tanggal tersebut dalam kepala akta ini, dengan dihadiri oleh: Nyo-
nya Rahayu Benny Sofian, Sarjana Hukum dan man Haji Subandi Al Marsudi
Baccaloreat Hukum, kedua-duanya pegawai kantor notaris dan bertempat
tinggal di Bogor, sebagai saksi-saksi.
Segera setelah akta ini dibacakan oleh saya, notaris, kepada penghadap

277
dan saksi-saksi, maka akta ini ditanda-tangani oleh penghadap, saksi-saksi
dan saya, notaris.
Dilangsungkan dengan memakai dua belas perubahan, yaitu enam tam-
bahan; dan enam coretan dengan gantian, coretan tanpa gantian tidak ada.
Ash akta ini telah ditanda-tangani secukupnya.

Diberikan sebagai salinan.


Wakil Notaris Bogor,
SUYATIMAN TJOKROSUWARNO, S.H.

Akta ini termasuk pada Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


tertanggal 21 Juni 1975 No. Y.A. 5/219/10.

Diketahui:
Direktur Jendral Hukum dan
Perundang-undangan;
u.b.
Direktur Direktorat Perdata;
ub.
Kepala Sub Direktorat Badan Hukum,
Ny. SUBANDIJAH SUBANDI

Pada hari ini, Senin, tanggal 30 Juni 1975, akta ini telah didaftarkan di dalam
buku register untuk maksud itu, yang berada di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Bogor, di bawah No. 53/1975 A.N.P.

Panitera Pengadilan Negeri Bogor,


Ny. R.A. SJAFAAT

Ongkosnya:
B.P.A. Rp 50,-
Upah tulis Rp 70,-
Jumlah Rp 120,-

278
KUTIPAN dari Daftar Keputusan Menteri Kehakiman
tanggal 21 Juni 1975 nomor Y.A. 5/219/10.

MENT'EFII KEHAICIMAN:

Membaca surat permohonan tertanggal 23 April 1975 No. 022/1975 dari Sdr.
Suyatiman Tjokrosuwarno wakil notaris, dalam hal ini selaku kuasa dari
Perseroan Terbatas tersebut di bawah ini;
Menimbang bahwa dalam akta pendirian tidak terdapat hal-hal yang
bertentangan dengan syarat-syarat yang biasa diperlukan untuk persetujuan
pendirian perseroan terbatas, sehingga tidak ada keberatan untuk memberikan
persetujuan atas akta pendirian perseroan terbatas yang dimaksud.

Memutuskan:
Menetapkan berdasarkan hukum yang berlaku untuk perseroan terbatas mem-
berikan persetujuan akta pendirian perseroan terbatas: "PT Ciawi Jaya",
berkedudukan di Bogor yang dibuat pada tanggal 26 Maret 1975 nomor 20 di
hadapan wakil notaris Suyatiman Tjokrosuwarno, S.H. yang berkedudukan
di Bogor dan diperbaiki dengan akta tertanggal 30 Mei 1975 nomor 14 yang
dibuat di hadapan wakil notaris itu jugs.
Kutipan dari Daftar Keputusan ini dikirim kepada pemohon untuk dike-
tahui dan dijalankan sebagaimana mestinya.

Sesuai dengan Daftar tersebut:


DirekturJendralHukum dan
Perundang-undangan;
u.b.
Direktur Direktorat Perdata;
u.b.
Kepala Sub Direktorat Badan Hukum,
Ny. SUBANDIJAH SUBANDI

Bea meterai berjumlah Rp 11.000,- (sebelas ribu rupiah) telah dilunaskan


sebagaimana mestinya.
Kepada
Yth. Wakil Notaris Suyatiman Tjokrosuwarno, S.H.
Kuasa dari "PT Ciawi Jaya"
J1n. Ir. H. Juanda No. 26A
di
BOGOR

279
Pada hari iM, Senin, tanggal 30 Juni 1975, akta ini telah didaftarkan di dalam
buku register untuk maksud itu, yang berada di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Bogor, di bawah No. 54/1975 A.N.P.

Panitera Pengadilan Negeri Bogor,


Ny. R.A. SJAFAAT

Ongkosnya:
B.P.A. Rp 50,-
Upah tulis Rp 10,-
Jumlah Rp 60,-

280
Lampiran

UNDANG-UNDANG No.12 TAHUN 1967


tentang
POKOK-POKOK PERKOPERASIAN

DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA;

PJ. PRESIDEN REPUBLIK IDONESIA,

Menimbang:
1. bahwa Undang-Undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian me-
ngandung fikiran-fikiran yang nyata-nyata hendak:
a. menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung
daripada politik, sehingga mengabaikan Koperasi sebagai wadah per-
juangan ekonomi rakyat;
b. menyelewengkan landasan-landasan, asas-asas dan sendi-sendi Ko-
perasi dari kemurniannya.
2. a. bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk undang-undang ba'
yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana di-
tuangkan dalam Ketetapan-ketetapan MPRS Sidang ke-IV dan Sidang
Istimewa untuk memungkinkan bagi Koperasi mendapatkan keduduk-
an hokum dan tempat yang semestinya sebagai wadah organisasi
perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial sebagai alat pen-
demokrasian ekonomi nasional;
b. bahwa Koperasi bersama-sama dengan sektor ekonomi Negara dan
Swasta bergerak di segala sektor kegiatan dan kehidupan ekonomi
bangsa dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha mewu-
judkan masyarakat Sosi al isme Indonesia berdasarkan Panca Si la yang
add dan makmur diridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
3. bahwa berhubung dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965
perlu dicabut dan perlu disusun suatu undang-undang ban' yang men-
cerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 33 ayat (1) berikut penjelasannya.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat 1 jo, Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966;
3. Ketetapan MPRS No. XXII1/MPRS/1966;

281
4 Ketetapan MPRS. No. XXXIII/MPRS/1967;
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.

Memutuskan:
Mencabut:
Undang-Undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian.

Menetapkan:
Undang-Undang tentang Pokok-pokok Perkoperasian.

BAB I
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM

Pasal I
Yang dimaksud di dalam undang-undang ini dengan:
Koperasi: adalah organisasi ekonomi rakyat, termaksud dalam BAB III
pasal 3 yang didirikan menurut ketentuan di dalam Bab XII Pasal 44 undang-
undang ini.
Perkoperasian: adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan
Koperasi yang meliputi bidang-bidang idiil organisasi dan usaha.
Menteri: adalah Menteri yang diserahi urusan Perkoperasian.
Pejabat: adalah Pejabat yang diangkat oleh dan mendapat kuasa khusus
dari Pemerintah atau Menteri untuk beberapa soal Perkoperasian.

BAB II
LANDASAN-LANDASAN KOPERASI

Pasal 2
(1) Landasan idiil Koperasi Indonesia adalah Panca Sila;
(2) Landasan Strulcturil Koperasi Indonesia adalah Undang-Undang Dasar
1945, dan landasan geraknya adalah Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 beserta penjelasannya;
(3) Landasan mental Koperasi Indonesia adalah setia kawan dan kesadaran
berpribadi.

BAB III
PENGERTIAN DAN FUNGSIKOPERASI

Bagian 1
Pengertian Koperasi

282
Pasal 3
Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial
beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum Koperasi yang
merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.

Bagian 2
Fungsi Koperasi

Pasal 4
Fungsi Koperasi Indonesia adalah:
I. alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat,
2. alat pendemokrasian ekonomi nasional,
3. sebagai salah satu urat nadi perekonomian Indonesia,
4. alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi
bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekono-
mian rakyat.

BAB IV
ASAS DAN SENDI DASARKOPEIRASI

Bagian 3
Asas Koperasi

Pasal 5
Asas Koperasi Indonesia adalah kekeluargaan dan kegotong royongan.
-

Bagian 4
Sendi-sendi Dasar Koperasi

Pasal 6
Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia adalah:
1. sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara
Indonesia,
2. rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan
demokrasi dalam Koperasi,
3. pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota,
4. adanya pembatasan bunga atas modal,
5. mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada
umumnya,

283
6. usaha dan ketata-laksanaannya bersifat terbuka,
7. swadaya, swakerta dan swasembada sebagai pencerminan daripada
prinsip dasar: percaya pada diri sendiri.

BAB V
PERANAN DAN TUGAS

Pasal 7
Koperasi Indonesia, dalam rangka pembangunan ekonomi dan perkembangan
esejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,
berperanan serta bertugas untuk:
1. mempersatukan, mengerahkan, membina dan mengembangkan potensi,
daya kreasi, daya usaha rakyat untuk meningkatkan produksi dan me-
wujudkan tercapainya pendapatan yang adil dan kemakmuran yang
merata,
2. mempertinggi taraf hidup dan tingkat kecerdasan rakyat,
3. membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi.

Pasal 8
Di dalam melakukan peranan dan tugas dimaksud di atas, Koperasi Indonesia
dapat bekerjasama dengan sektor-sektor Perusahaan-perusahaan Negara dan
Swasta.
Kerjasama tersebut diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengorban-
kan asas dan sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia sendiri.
Pengaturan selanjutnya dilakukan dengan peraturan Pemerintah.

BAB VI
KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

Pasal 9
(1) Keanggotaan Koperasi terdiri dari orang-orang atau badan-badan hu-
kum Koperasi-koperasi;
(2) Keanggotaan Koperasi dibuktikan dengan pencatatan dalam Buku Daf-
tar Anggota yang diselenggarakan oleh Pengurus menurut ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan oleh Pejabat.

Pasal 10
Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia
yang:

284
1. mampu untuk melakukan tindakan hukum,
2. menerima landasan idiil, asas dan sendi dasar koperasi,
3. sanggup dan bersedia melakukan kewajiban-kewajiban dan hak seba-
gai anggota, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang ini, Ang-
garan Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Koperasi lain-
nya.

Pasal 11
(1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan dalam
usaha Koperasi,
(2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat-
syarat di dalam Anggaran Dasar dipenuhi;
(3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan dengan dalih
atau jalan apa pun.

Pasal 12
Setiap anggota Koperasi mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang
sama:
1. dalam mengamalkan:
a. Landasan-landasan, asas dan sendi dasar Koperasi,
b. Undang-undang, peraturan pelaksanaannya, Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Koperasi,
c. Keputusan-keputusan Rapat Anggota,
2. untuk hadir dan secara aktif mengambi 1 bagian dalam Rapat-rapat
Anggota.

Pasal 13
Setiap anggota Koperasi mempunyai hak yang sama untuk:
1. menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat
anggota,
2. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus/Badan Pemeriksa,
3. meminta diadakannya Rapat Anggota menurut ketentuan-ketentuan da-
lam Anggaran Dasar,
4. mengemukakan pendapat atau saran-saran kepada Pengurus di luar rapat
baik diminta atau tidak diminta,
5. mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota,
6. melakukan pengawasan atas jalannya organisasi dan usaha-usaha Ko-
perasi menurut ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar.

285
BAB VII
ORGANISASI DAN JENIS KOPERASI
Bagian 5
Organisasi Koperasi
Pasal 14
(1) Sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang yang telah memenuhi syarat-
syarat termaksud di dalam Pasal 10 dapat membentuk sebuah Koperasi;
(2) Di dalam hal di mana syarat yang dimaksud di dalam ayat (1) pasal ini
tidak dapat dipenuhi, Menteri dapat menentukan lain.

Pasal 15
(I) Sesuai dengan kebutuhan dan untuk maksud-maksud effisiensi, Ko-
perasi-koperasi dapat memusatkan diri dalam Koperasi tingkat lebih
atas;
(2) Koperasi tingkat terbawah sampai dengan tingkat teratas dalam hu-
bungan pemusatan sebagai tersebut dalam ayat (1) pasal ini merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan;
(3) Koperasi tingkat lebih atas berkewajiban dan berwenang menjalankan
bimbingan dan pemeriksaan terhadap koperasi tingkat bawah;
(4) Hubungan antar tingkat Koperasi sejenis diatur dalam Anggaran Dasar
masing-masing Koperasi sejenis.
(5) Menteri mengatur lebih lanjut pelaksanaan dari ayat (1) pasal ini.

Pasal 16
(1) Daerah kerja Koperasi Indonesia pada dasarnya didasarkan pada kesa-
tuan wilayah administrasi Pemerintahan dengan memperhatikan kepen-
tingan ekonomi;
(2) Di dalam hal di mana ketentuan ayat (1) pasal ini tidak dapat dipenuhi,
Menteri menentukan lain.

Bagian 6
Jenis Koperasi

Pasal 17
(1 ) Penjenisan Koperasi didasarkan pada kebutuhan dari dan untuk effisiensi
suatu golongan dalam masyarakat yang homogeen karena kesamaan
aktivitas/kepentingan ekonominya guna mencapai tujuan bersama
anggota-anggotanya;

286
(2) Untuk maksud effisiensi dan ketertiban, guna kepentingan dan per-
kembangan Koperasi Indonesia, di tiap daerah kerja hanya terdapat
satu Koperasi yang sejenis dan setingkat;
(3) Dalam hal ketentuan ayat (2) pasal ini tidak dapat dilaksanakan, Menteri
dapat menentukan lain.

Pasal 18
(I) Koperasi-koperasi dari berbagai jenis dapat mendirikan organisasi
Koperasi jenis lain untuk tujuan ekonomi;
(2) Untuk memperjuangkan tercapainya cita-vita, tujuan dan kepentingan
bersama Koperasi Indonesia, didirikan satu badan oleh gerakan Ko-
perasi, yang bentuk organisasinya tunggal.
(3) Menteri memberikan pengesahan sebagai Badan Hukum bagi Badan
yang dimaksud dalam ayat (2) di atas;
(4) Badan tersebut pada ayat (3) tidak melakukan kegiatan ekonomi secara
langsung.

BAB VIII
ALAT PERLENGKAPAN ORGANISASI KOPERASI

Pasal 19
(1) Alat perlengkapan organisasi Koperasi terdiri dari:
1. Rapat Anggota,
2. Pengurus,
3. Badan Pemeriksa.
(2) Bagi kepentingan Koperasi dapat diadakan Dewan Penasihat.

Bagian 7
Rapat Anggota

Pasal 20
Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi dalam tata kehidupan
Koperasi;
Keputusan Rapat Anggota sejauh mungkin diambil berdasarkan hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan. Dalam hal tidak tercapai kata
mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak;
Dalam hal diadakan pemungutan suara Rapat Anggota, maka tiap-tiap
Anggota mempunyai hak suara sama/satu;
Bagi Koperasi yang anggotanya Badan-badan Hukum Koperasi dan

287
Koperasi-koperasi tingkat atasnya, ketentuan dalam ayat (3) pasal ini
dilakukan menurut suara berimbang yang pengaturannya lebih lanjut
ditetapkan di dalam Anggaran Dasar;
(5 ) Untuk menghadiri Rapat Anggota seseorang anggota tidak dapat me-
wakilkan kepada orang lain.

Pasal 21
Rapat Anggota Koperasi Indonesia menetapkan:
1. Anggaran Dasar,
2. Kebijaksanaan umum serta pelaksanaan keputusan-keputusan Koperasi
yang lebih atas,
3. Pemilihan/penganglcatan/pemberhentian Pengurus dan Badan Pemeriksa/
Penasihat,
4. Rencana kerja, Anggaran Belanja, pengesahan Neraca dan kebijaksanaan
Pengurus dalam bidang organisasi dan perusahaan.

Bagian 8
Pengurus Koperasi

Pasal 22
(1) Pengurus Koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu Rapat
Anggota, sedang bagi Koperasi yang beranggotakan Badan-badan
Hukum Koperasi, Pengurusnya dipilih dari anggota-anggota Koperasi.
(2) Syarat-syarat untuk dapat dipilih atau diangkat sebagai anggota
Pengurus ialah:
a. mempunyai sifat kejujuran dan keterampilan kerja,
b. syarat-syarat lain yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(3) Di dalam hal Rapat Anggota tidak berhasil memilih seluruh Anggota
Pengurus dari kalangan anggota menurut ketentuan ayat (1), maka Rapat
Anggota dapat memilih untuk diangkat orang bukan anggota dengan
memperhatikan syarat-syarat di dalam ayat (2) dengan jumlah maksimum
sepertiga dari jumlah Pengurus;
(4) Masa jabatan pengurus ditentukan dalam Anggaran Dasar dengan
ketentuan tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun;
(5) Sebelum mulai memangku jabatannya, anggota Pengurus mengangkat
sumpah atau janji.

Pasal 23
(I) Tugas kewajiban Pengurus Koperasi adalah memimpin organisasi dan

288
usaha Koperasi serta mewakilinya di muka dan di luar Pengadilan sesuai
dengan keputusan-keputusan Rapat Anggota;
(2) Pengurus dapat mempekerjakan seorang atau beberapa orang untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari;
(3) Pengurus bertanggung jawab dan wajib melaporkan kepada Rapat
Anggota:
a. Segala sesuatu yang menyangkut tata-kehidupan Koperasi;
b. Segala laporan pemeriksaan atas tata-kehidupan Koperasi; khusus
mengenai laporan tertulis dari pada Badan Pemeriksa, Pengurus
menyampaikan pula salinannya kepada Pejabat.
(4) Tiap-tiap Anggota Pengurus hams memberi bantuan kepada Pejabat
yang sedang melakukan tugasnya; untuk keperluan itu ia diwajibkan
memberi keterangan yang diminta oleh Pejabat dan memperlihatkan
segala pembukuan, perbendaharaan, serta persediaan dan alat-alat
inventaris yang menjadi dan merupakan kekayaan Koperasi;
(5) Pengurus wajib menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan menurut
ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam Anggaran Dasar;
(6) Pengurus wajib mengadakan buku daft& Anggota Pengurus yang eara
penyusunannya dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetap-
kan oleh Pejabat;
(7) Pengurus hams menjaga kerukunan Anggota dan melayaninya sesuai
dengan Pasal 13 ayat (4) dan ayat (6).

Pasal 24
Pengurus berwenang melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya bagi
kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya
dan Keputusan-keputusan Rapat Anggota.

Pasal 25
(1) Pengurus baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri menanggung
kerugian yang diderita oleh Koperasi karena kelalaian atau kesengajaan
yang dilakukan oleh anggota-anggota Pengurus;
(2) Jika kelalaian itu mengenai sesuatu yang termasuk pekerjaan beberapa
orang anggota Pengurus, maka mereka bersama menanggung kerugian
itu;
(3) Seseorang anggota Pengurus bebas dari tanggungannya, jika ia dapat
membuktikan bahwa kerugian tadi bukan oleh karena kelalaiannya, serta
ia telah berusaha dengan segera dan secukupnya untuk mencegah akibat
dari kelalaian tadi;

289
(4) Terhadap penggantian kerugian oleh Anggota/Anggota-anggota Peng-
urus yang dilakukan karena kesengajaan, tidak menutup kemungkinan
bagi penuntut umum untuk melakukan tuntutan.
(5) Mengenai berlakunya ketetapan didalam ayat (1) pasal ini, masing-
masing anggota Pengurus dianggap telah mengetahui segala sesuatu
yang semestinya patut diketahuinya.

Pasal 26
Jika seseorang anggota Pengurus yang dituntut untuk memenuhi tang-
gungannya dapat membuktikan bahwa kerugian yang diderita oleh Koperasi
hanya untuk sebagian kecil disebabkan kelalaiannya, maka dengan mem-
pertimbangkan faktor-faktor tersebut Hakim Pengadilan Negeri dengan me-
nyimpang dari ketentuan Pasal 25 ayat (2), dapat menentukan lain.

Bagian 9
Badan Pemeriksa

Pasal 27
Anggota Badan Pemeriksa dipilih dari dan oleh anggota di dalam suatu
Rapat Anggota;
Jabatan sebagai anggota Badan Pemeriksa tidak dapat dirangkap dengan
jabatan Pengurus;
Ketentuan-ketentuan mengenai Pengurus termaksud dalam Pasal 22
kecuali yang tersebut dalam ayat (3) berlaku pula bagi Badan Pemeriksa.

Pasal 28
Badan Pemeriksa bertugas untuk:
1. melakukan pemeriksaan terhadap tata-kehidupan Koperasi, termasuk
organisasi, usaha-usaha dan pelaksanaan kebijaksanaan Pengurus.
2. membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaan.

Pasal 29
Badan Pemeriksa berwenang sewaktu-waktu untuk:
1. meneliti segala catatan tentang, serta seluruh harta kekayaan Koperasi
dan kebenaran pembukuan.
2. mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan dari siapa pun.

Pasal 30
(1) Badan Pemeriksa harus merahasiakan hasil-hasil pemeriksaannya
terhadap fihak ketiga;

290
(2) Badan Pemeriksa bertanggung-jawab terhadap Rapat Anggota.

BAB IX
LAPANGAN USAHA, PERMODALAN DAN SISA HASIL USAHA

Bagian 10
Lapangan Usaha

Pasal 31
Lapangan usaha Koperasi adalah di bidang produk dan di bidang ekonomi
lainnya berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dengan penje-
lasannya.

Bagian 11
Permodalan Koperasi

Pasal 32
(1) Modal Koperasi terdiri dan dipupuk dari simpanan-simpanan, pinjaman-
pinjaman, penyisihan-penyisihan dari hasil usahanya termasuk ca-
dangan serta sumber-sumber lain;
(2) Simpanan anggota di dalam Koperasi terdiri atas:
a. simpanan pokok;
b. simpanan wajib;
c. simpanan sukarela.
(3) Simpanan sukarela dapat diterima oleh Koperasi dari bukan anggota.

Pasal 33
(1) Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama anggota yang
bersangkutan masih menjadi anggota Koperasi;
(2) Simpanan wajib dapat diambil kembali dengan cara-cara yang diatur
lebih lanjut di dalam Anggaran Dasar. Anggaran Rumah Tangga dan
Keputusan-keputusan Rapat Anggota dengan mengutamakan kepen-
tingan Koperasi.

Bagian 12
Sisa basil usaha Koperasi

Pasal 34
(1) Sisa hasil usaha Koperasi adalah pendapatan Koperasi yang diperoleh
di dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan penyusutan-

291
penyusutan dan biaya-biaya dari tahun buku yang bersangkutan;
(2) Sisa hasil usaha bersama dari usaha yang diselenggarakan untuk
anggota dan juga bukan anggota;
(3) Sisa hasil usaha yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk
anggota dibagi untuk:
a. Cadangan Koperasi;
b. Anggota sebanding dengan jasa yang diberikannya.
c. Dana Pengurus,
d. Dana Pegawai/Karyawan,
e. Dana Pendidikan Koperasi,
f Dana Sosial,
g. Dana Pembangunan Daerah Kerja.
(4) Sisa hasil usaha yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk
bukan anggota dibagi untuk:
a. Cadangan koperasi,
b. Dana Pengurus,
c. Dana Pegawai/Karyawan,
d. Dana Pendidikan Koperasi,
e. Dana Sosial,
f Dana Pembangunan Daerah Kerja.
(5) Cara dan besarnya pembagian tersebut di dalam ayat (3) dan ayat (4)
pasal ini diatur di dalam Anggaran Dasar;
(6) Cara penggunaan sisa hasil usaha tersebut di dalam ayat (3) dan ayat
(4) kecuali Cadangan Koperasi diatur di dalam Anggaran Dasar dengan
mengutamakan kepentingan Koperasi.

Pasal 35
(1) Koperasi mengatur pemupukan dan penggunaan cadangan yang cara-
caranya, ditetapkan di dalam Anggaran Dasar.
(2) Pada pembubaran Koperasi sisa kekayaan Koperasi setelah diper-
gunakan untuk menutup kerugian-kerugian Koperasi dan biaya-biaya
penyelesaian, diberikan kepada perkumpulan Koperasi atau kepada
Badan lain yang asas dan tujuannya sesuai dengan Koperasi.

BAB X
TANGGUNGAN ANGGOTA

Pasal 36
(1) Tanggungan anggota adalah kewajiban untuk menanggung bersama

292
atas kerugian yang diderita, balk yang timbul pada penutupan tahun
buku maupun pada pembubaran Koperasi.
(2) Tanggungan anggota dapat bersifat tanggungan terbatas atau tang-
gungan tidak terbatas; setiap Anggaran Dasar Koperasi memuat salah
satu sifat tanggungan tersebut di atas;
(3) Dalam hal tanggungan anggota ditetapkan terbatas, maka kerugian yang
timbul hanya dapat dibebankan kepada kekayaan Koperasi dan jumlah
tanggungan anggota seperti yang ditetapkan di dalam Anggaran Dasar;
(4) Pada waktu pembubaran Koperasi, anggota yang telah keluar tidak bebas
dari kewajiban menanggung kerugian termaksud di dalam ayat (2) pasal
ini, sepanjang kerugian ini timbul sebagai akibat dari salah satu kejadian
di mana yang bersangkutan masih menjadi anggota dengan ketentuan
bahwa saat keluarnya anggota tersebut belum lewat jangka waktu 12
bulan;
(5) Dalam hal terdapat anggota/anggota-anggota sebagai penanggung
kerugian Koperasi termaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, ter-
nyata tidak mampu untuk membayar penuh jumlah tanggungannya,
maka anggota-anggota yang lain diwajibkan menanggung kewajiban
mereka yang tidak mampu itu, masing-masing sama besarnya.

BAB XI
PERANAN PEMERINTAH

Pasal 37
Pemerintah berkewajiban untuk memberik an bimbingan, pengawasan,
perlindungan dan fasilitas terhadap Koperasi serta memampukannya untuk
melaksanakan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.

Pasal 38
(1) Guna melaksanakan kewajiban tersebut pada Pasal 37, dengan tidak
mengurangi hak dan kewajiban Koperasi untuk mengatur diri sendiri,
Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah menetapkan kebijaksanaan,
mengatur pembinaan, bimbingan, pemberian fasilitas, perlindungan dan
pengawasan terhadap seluruh kegiatan Koperasi;
(2) Menteri menunjuk Pejabat dan menetapkan batas-batas wewenang Pe-
jabat yang diserahi tugas di bidang pembinaan, bimbingan dan peng-
awasan;
(3) Pejabat senantiasa dapat menghadiri dan turut berbicara dalam Rapat
Pengurus dan Rapat Anggota. Dalam keadaan luar biasa, Pejabat ber-

293
wenang mengadakan Rapat Anggota, menentukan acaranya dan mela-
kukan pembicaraan.

Pasal 39
Pemeriksaan terhadap Koperasi oleh Pejabat dapat dilakukan sendiri, atau
oleh orang lain atau oleh Badan yang ditunjuknya. Pejabat dan atau Pemeriksa
wajib merahasiakan segala hasil pemeriksaannya.

Pasal 40
Kredit dan Pemerintah dan kewajiban pajak bagi Koperasi ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan tersendiri, dengan mengingat fungsi Ko-
perasi dan ciri-ciri khusus yang dimilikinya.

BAB XII
KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI

Bagian 13
Kedudukan Hukum Koperasi

Pasal 41
Koperasi yang akta pendiriannya disahkan menurut ketentuan Undang-
undang ini adalah Badan Hukum.

Pasal 42
(I) Wewenang untuk memberikan Badan Hukum Koperasi ada pada Menteri;
(2) Menteri dapat memberikan kepada Pejabat wewenang untuk memberi-
kan Badan Hulcurn Koperasi dimaksud dalam ayat (1) di atas.

Pasal 43
(1) Badan Hukum Koperasi termaksud dalam Pasal 41 dinyatakan dalam
akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar yang tidak boleh berten-
tangan dengan Undang-undang ini;
(2) Menteri menentukan pedoman tentang isi dan cara-cara penyusunan
Anggaran Dasar Koperasi.

Raglan 14
Cara-cara mendapatkan Badan Hukum Koperasi

Pasal 44
(1) Untuk mendapat hak Badan Hukum, pendiri-pendiri Koperasi meng-

294
ajukan akta-pendirian kepada Pejabat. Akta-pendirian yang dibuat da-
lam rangkap 2 (dua), di mana satu di antaranya bermeterai, bersama-
sama petikan Berita Acara tentang Rapat Pembentukan yang memuat
catatan tentang jumlah anggota dan nama mereka yang diberikan kuasa
untuk menanda-tangani akta-pendirian, dikirim kepada Pejabat;
(2) Pada waktu menerima akta-pendirian, Pejabat mengirim/menyerahkan
sehelai tanda terima yang bertanggal kepada pendiri-pendiri Koperasi;
(3) Jika Pejabat berpendapat bahwa isi akta-pendirian itu tidak bertentang-
an dengan Undang-undang ini maka akta-pendirian didaftar dengan
memakai nomor unit dalam buku Daftar Umum yang disediakan untuk
keperluan itu pada kantor Pejabat;
(4) Tanggal pendaftaran akta-pendirian berlaku sebagai tanggal resmi
berdirinya Koperasi;
(5) Kedua buah akta-pendirian tersebut dalam ayat (1) pasal ini dibubuhi
tanggal, nomor pendaftaran serta tanda pengesahan oleh Pejabat atas
kuasa Menteri. Sebuah akta-pendirian yang tidak bermeterai disimpan
di kantor Pejabat, sedang sebuah Iainnya yang bermeterai dikirimkan
kepada pendiri-pendiri Koperasi;
(6) Jika terdapat perbedaan antara kedua akta-pendirian yang telah disahkan
tersebut maka akta-pendirian yang disimpan di kantor Pejabatlah yang
dianggap benar;
(7) Pejabat mengumumkan setiap pengesahan Koperasi di dalam Berita-
Negara;
(8) Buku Daftar Umum beserta akta-akta yang disimpan pada kantor Peja-
bat, dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh umum; salinan ataupun pe-
tikan akta-akta dapat diperoleh dengan mengganti biaya;
(9) Menteri dapat mengadakan pengecualian mengenai pembayaran bea
meterai atas akta-pendirian dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.

Pasal 45
Sejak tanggal pendaftaran sebagai dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3), Koperasi
yang bersangkutan adalah Badan Hukum, sehingga segala hak dan kewajiban
yang timbul serta ikatan yang diadakan atas namanya sebelum tanggal pen-
daftaran tersebut, seketika itu beralih kepadanya.

Pasal 46
(1) Pejabat dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejak
Pejabat menerima permintaan pengesahan seperti tersebut dalam Pasal
44 harus telah memberikan pengesahannya;

295
(2) Dalam hal Pejabat berkeberatan atas isi akta-pendirian yang diajukan
oleh pendiri-pendiri, karena dianggapnya tidak sesuai dengan Undang-
undang ini beserta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya, maka 3 (tiga)
bulan sebelum berakhimya jangka waktu sebagai dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini, Pejabat harus telah memberikan penolakan tertulis yang
memuat alasan-alasan, dikirim dengan pos tercatat atau dengan cam lain
yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada pendiri-pendiri, yang tern-
busannya dikirim kepada Pejabat yang lebih tinggi dan kepada Menteri;
(3) Terhadap penolakan tersebut dalam ayat (2) pasal ini, dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai hari berikutnya dite-
rimanya surat penolakan oleh pendiri-pendiri, pendiri-pendiri dapat
memajukan banding kepada Menteri;
(4) Keputusan Menteri merupakan keputusan terakhir.

Pasal 47
(1) Dalam hal terjadi perubahan Anggaran Dasar, maka berlaku tata-cara
dan kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 44 dengan pengertian
bahwa akta-perubahan bersama-sama petikan Berita Acara tentang Rapat
Anggota Perubahan Anggaran Dasar yang antara lain memuat jumlah
Anggota dan yang hadir pada Rapat Perubahan tersebut dan nama
mereka yang diberi kuasa untuk menanda-tangani akta-perubahan dikirim
kepada Pejabat;
(2) Ketentuan-ketentuan di dalam Pasal 46 berlaku pula terhadap akta-pe-
rubahan yang dimaksud di dalam ayat (1) pasal ini.

Pasal 48
(1) Perkumpulan atau badan perekonomian apa pun yang didirikan tidak
menurut ketentuan Undang-undang ini dilarang memakai nama/istilah
Koperasi kecuali dengan izin Menteri;
(2) Ketentuan ayat (1) pasal ini tidak berlaku bagi Badan-badan Pemerintah
dan Badan-badan Keilmiahan.

BAB }III
PEMBUBARAN KOPERASI

Bagian 15
Cara Pembubaran Koperasi

Pasal 49
(I) Pembubaran Koperasi dilakukan bila dikehendaki oleh Rapat Anggota;

296
(2) Pembubaran Koperasi dapat juga dilakukan oleh Pejabat bila:
a. Terdapat bukti-bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak lagi
memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.
b. Kegiatan-kegiatan Koperasi yang bersangkutan bertentangan
dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c. Koperasi yang bersangkutan dalam keadaan sedemikian rupa se-
hingga tidak dapat diharapkan lagi kelangsungan hidupnya;
(3) Keberatan terhadap alasan yang dipergunakan Pejabat untuk mem-
bubarkan Koperasi karena hal-hal yang tercantum dal am ayat (2) pasal
ini, dapat diajukan kepada Menteri; .
(4) Pembubaran Koperasi dinyatakan dalam surat keputusan Pejabat, di-
umumkan dalam Berita Negara dan dicatat dalam Buku Daflar Umum
dari Kantor Pejabat di mana akta-pendirian terdaftar.

Pasal 50
(1) Pembubaran Koperasi atas kehendak Rapat Anggota seperti dimaksud-
kan dalam ayat (1) Pasal 49 dilakukan oleh Pejabat setelah ia menerima
permintaan resmi dari Pengurus Koperasi yang bersangkutan atau me-
reka yang dikuasakan khusus untuk itu;
(2) Di dalam surat permintaan itu hams disertakan petikan BeritaAcara Rapat
Anggota Pembubaran Koperasi yang bersangkutan; yang memuat ten-
tang keputusan Rapat Anggota untuk membubarkan Koperasi tersebut.

Pasal 51
(1) Pembubaran Koperasi yang didasarkan atas salah satu alasan yang
termuat dalam ayat (2) Pasal 49 dilaksanakan oleh Pejabat setelah waktu
3 (tiga) bulan sejak ia memberitahukan maksudnya secara tertulis, diki-
rim dengan pos tercatat atau dengan cara lain yang dipertanggung
jawabkan kepada Koperasi yang bersangkutan disertai alasan-alasan-
nya, apabila Koperasi yang bersangkutan tidak menyatakan kebe-
ratannya. Tindasan dari surat tersebut hams dikirim kepada Menteri
dan Pejabat yang lebih tinggi;
(2) Dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat
dari Pejabat termaksud dalam ayat (1) pasal ini, Pengurus atau sekurang-
kurangnya sepersepuluh dari jumlah anggota Koperasi yang bersang-
kutan, berhak untuk menyatakan secara tertulis tentang keberatannya,
dikirim dengan pos tercatat atau dengan cara lain yang dapat diper-
tanggung-jawabkan kepada Menteri, yang tindasannya hams dikirim
kepada Pejabat yang bersangkutan;

297
(3) Menteri harus menyatakan pendapatnya secepat-cepatnya terhadap
keberatan tersebut dan mengirimkan segera pendapatnya itu kepada
Pejabat yang bersangkutan, yang selanjutnya hams mengambil kepu-
tusan yang sesuai dengan pendapat Menteri.

Bagian 16
Penyelesaian

Pasal 52
(1) Dalam surat keputusan Pejabat tentang pembubaran Koperasi sekaligus
dicantumkan nama (nama-nama) orang (orang-orang) atau Badan yang
diberi tugas melaksanakan penyelesaian, selanjutnya disebut Penyele-
sai, yang hak, wewenang dan kewajibannya diatur dalam Pasal 53
Undang-undang ini;
(2) Sejak tanggal dikeluarkannya surat keputusan oleh Pejabat, tentang
pembubaran Koperasi sebagai tersebut dalam ayat (1) pasal ini, Pe-
nyelesai secara sah dapat melakukan tugasnya;
(3) Penyelesai bertanggung-jawab kepada Pejabat;
(4) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi yang bersangkutan masih
tetap berstatus sebagai Badan Hukum.

Pasal 53
Penyelesai mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai berikut:
1. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama Koperasi serta
mewakilinya di depan dan di luar Pengadilan,
2. Mengumpulkan segala keterangan-keterangan yang diperlukan,
3. Memanggil anggota dan bekas anggota termaksud di dalam Pasal 36,
baik satu-persatu atau bersama-sama,
4. Menetapkan jumlah bagian tanggungan yang harus dibayar oleh masing-
masing anggota dan bekas anggota termaksud dalam Pasal 36,
5. Menetapkan oleh siapa dan menurut perbandingan bagaimana biaya
penyelesaian hams dibayar,
6. Mempergunakan sisa kekayaan Koperasi sesuai dengan asas tujuan Ko-
perasi atau keputusan Rapat Anggota terakhir atau sebagai tercantum di
dalam Anggaran Dasar.
7. Menentukan penyimpanan dan penggunaan segala arsip Koperasi,
8. Menetapkan pembayaran biaya penyelesaian yang dilakukan dan pem-
bayaran utang lainnya,
9. Setelah berakhir penyelesaian menurut jangka waktu yang ditetapkan

298
oleh Pejabat, maka Penyelesai membuat Berita Acara tentang penyele-
saian itu.

Bagian 17
Hapusnya Badan Hukum Koperasi

Pasal 54
(1) Pejabat mengumumkan selesainya penyelesaian dalam Berita-Negara;
(2) Sejak tanggal pengumuman dalam Berita-Negara tersebut dalam ayat
(1) pasal ini hapuslah Status Badan Hukum Koperasi.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 55
(1) Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya seratus rupiah
anggota Pengurus yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 9
ayat (2), atau Pasal 23 ayat (6);
(2) Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus rupiah
atau hukuman kurungan selama-lamanya empat belas hari barangsiapa
yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 23 ayat (4) atau ayat
(5);
(3) Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya seribu rupiah atau
hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan barangsiapa yang
dengan sengaja atau karena lalai melanggar ketentuan Pasal 30 ayat (1)
atau Pasal 39;
(4) Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya dua ribu rupiah
atau hukuman kurungan selama-lamanya dua bulan barangsiapa yang
dengan sengaja melanggar ketentuan di dalam Pasal 48;
(5) Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman tersebut dalam
ayat-ayat (1), (2), (3) dan (4) pasal ini dianggap sebagai pelanggaran;
(6) Sanksi-sanksi lain di luar ketentuan-ketentuan tersebut di dalam pasal
ini berupa sanksi-sanksi administratif diatur oleh Menteri.

Pasal 56
Di samping mereka yang berdasarkan hukum acara pidana mempunyai
wewenang penyidikan umum, Pejabat yang diangkat atas dasar Pasal 1
Undang-undang ini juga berwenang melakukan penyidikan dan menentukan
pelanggaran serta membuat Berita Acara dengan mengingat sumpah jabatan

299
atas pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut dalam ayat (1) sampai dengan
ayat (4) Pasal 55 Undang-undang ini.
BAB XV
KETENTUAN-KETENTUAN PERALTHAN

Pasal 57
(1) Semua Koperasi yang telah berdiri sebelum berlakunya Undang-undang
ini, harus sudah menyesuaikannya dengan Undang-undang ini selambat-
lambatnya dalam waktu satu tahun sejak dikeluarkannya Undang-
undang ini;
(2) Menteri mengatur segala ketentuan mengenai pelaksanaan penyesuaian
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini;
(3) Segala ketentuan yang bertentangan dengan Undang-undang ini di-
nyatakan tidak berlaku lagi;
(4) Menteri segera mengeluarkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari
Undang-undang ini.
BAB XVI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 58
Undang-undang ini disebut "Undang-undang tentang Pokok-pokok Perko-
perasian" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Re-
publik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 1967
Pd. Presiden Repubilk Indonesia
ttd.
SOEHARTO
Jenderal TNI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 1967
Sekretaris Kabinet Ampera,
ttd.
SUDHARMONO, S.H.
Brigjen TNI
Lembaran-Negara Republik Indonesia Tahun 1967 No. 23.

300
PENJELASAN
atas
UNDANG-UNDANG No. 12 TAHUN 1967
tentang
POKOK-POKOK PERKOPERASIAN

Dengan memanjatkan syukur setinggi-tingginya kepada Tuhan Yang Maha


Esa, bahwa rakyat Indonesia telah diberi kumia dan rahmat suatu Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk Nusantara yang terletak di
jalan silang antara dua benua dan dua samudera dengan kekayaan alamnya
yang melimpah ruah.
Bumi, air Indonesia dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu
adalah lcumia Tuhan kepada rakyat Indonesia, yang menurut ketentuan
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 hams dipergunakan untuk sebesar-
besamya kemakmuran rakyat, baik spirituil maupun materiil.
Pemerintah dan rakyat Indonesia mempunyai kewajiban untuk menggali,
mengolah dan membina kekayaan alam tersebut guna mencapai masyarakat
adil dan makmur yang diridhoi Tuhan sesuai dengan yang telah diperintahkan
oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Pemanfaatan kekayaan alam ter-
sebut oleh rakyat Indonesia diselenggarakan dengan susunan ekonomi seba-
gai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan kegotong-ro-
yongan.

1. UM UM
Sesungguhnya Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (1) beserta pen-
jelasannya telah dengan jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan
Koperasi adalah satu bangun usaha yang sesuai dengan susunan pereko-
nomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk men-
capai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan
membina perkoperasian Indonesia dengan sikap "ing ngarsa sung tulada,
ing madya bangun karsa, tut wuri handayani."
Dalam rangka kembali kepada kemumian pelaksanaan Undang-Undang
Dasar 1945, sesuai pula dengan Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966,
tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan
Pembangunan, maka peninjauan serta perombakan Undang-Undang No. 14
Tahun 1965 tentang Perkoperasian merupakan suatu keharusan, karena baik
isi maupun jiwanya Undang-undang tersebut mengandung hal-hal yang ber-
tentangan dengan asas-asas pokok, landasan ketja serta landasan idiil Ko-

301
perasi, sehingga akan menghambat kehidupan dan perkembangan serta
mengaburkan hakekat Koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang
demokratis dan berwatak sosial.
Peranan Pemerintah yang terlalu jauh dalam mengatur masalah per-
koperasian Indonesia sebagaimana telah tercermin di masa yang Iampau
pada hakekatnya tidak bersifat melindungi, bahkan sangat membatasi gerak
serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian yang tidak sesuai dengan
jiwa dan makna Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Hal yang demikian itu
akan menghambat langkah serta membatasi sifat-sifat keswadayaan, keswa-
sembadaan serta keswakertaan yang sesungguhnya merupakan unsur pokok
dari asas-asas percayaan pada din sendiri, yang pada gilirannya akan dapat
merugikan masyarakat sendiri.
Oleh karenanya sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966
dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti Undang-Undang No. 14
tahun 1965 tentang Perkoperasian tersebut dengan undang-undang yang
barn yang benar-benar dapat menempatkan Koperasi pada fungsi yang
semestinya yakni sebagai alat pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 33 ayat (1).
Di bidang idiil, Koperasi Indonesia merupakan satu-satunya wadah untuk
menyusun perekonomian rakyat berasaskan kekeluargaan dan kegotong-
royongan yang merupakan ciri khan dari tata-kehidupan bangsa Indonesia
dengan tidak memandang golongan, aliran maupun kepercayaan yang dianut
seseorang. Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional dilak-
sanakan dalam rangka politik umum perjuangan Bangsa Indonesia.
Di bidang organisasi Koperasi Indonesia menjamin adanya hak-hak in-
dividu serta memegang teguh aces -asas demokrasi. Rapat Anggota meru-
pakan kekuasaan tertinggi di dalam tata-kehidupan Koperasi. Koperasi men-
dasarkan geraknya pada aktivitas ekonomi dengan tidak meninggalkan
asasnya yakni kekeluargaan dan gotong-royong.
Dengan berpedoman kepada Ketetapan MPRS XXIII/MPRS/1966
Pemerintah memberikan bimbingan kepada Koperasi dengan sikap seperti
tersebut di atas serta memberikan perlindungan agar Koperasi tidak
mengalami kekangan dari pihak manapun, sehingga Koperasi benar-benar
mampu melaksanakan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 beserta pen-
jelasannya.
Undang-undang ini dinamakan Undang-Undang tentang Pokok-pokok
Perkoperasian.

302
II. PASAL DEMI PASAL
BAB I
KETENTUAN-KETENTUAN UM1UM

Pasal 1
Yang dimaksud dengan kuasa khusus adalah sebagian dari wewenang
Menteri yang dilimpahkan kepada Pejabat untuk beberapa soal perkoperasian.
BAB II
LANDASAN-LANDASAN KOPERASI

Pasal 2
1. Panca Sila.
Kelima Sila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan,
Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial hams dijadikan dasar serta dilak-
sanakan dalam kehidupan Koperasi, karena sila-sila tersebut memang men-
jadi sifat dan tujuan Koperasi dan selamanya merupakan aspirasi anggota-
anggota Koperasi.
Dasar idiil ini hams diamalkan oleh Koperasi disebabkan karena Panca
Sila memang menjadi falsafah Negara dan bangsa Indonesia.

2. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (1).


-

Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi:


"Perekonomian disusun sebagai usaha bersama, berdasar atas asas
kekeluargaan." Penjelasannya berbunyi sebagai berikut:
Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan
oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemak-
muran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha ber-
sama berdasarkan atas usaha kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi.

3. Setia kawan dan Kesadaran berpribadi.


Koperasi adalah unsur pendidikan yang baik untuk memperkuat ekonomi
dan moral, karena Koperasi berdasarkan dua landasan mental, yaitu setia
kawan dan kesadaran berpribadi yang satu sama lain memperkuat.
Setia kawan telah ada dalam masyarakat Indonesia yang asli dan tampak
keluar sebagai gotong royong. Akan tetapi landasan setia kawan saja hanya
dapat memelihara persekutuan dalam masyarakat yang statis, dan karenanya
tidak dapat mendorong kemajuan.

303
Kesadaran berpribadi, keinsyafan akan harga did sendiri, dan percaya pada
diri sendiri, adalah mutlak untuk menaikkan derajat penghidupan dan
kemakmuran.
Dalam Koperasi hams tergabung kedua-dua landasan mental tadi yakni
setia kawan dan kesadaran berpribadi sebagai dua unsur yang dorong-
mendorong, hidup-menghidupi dan awas-mengawasi.
BAB III
PENGERTIAN DAN FUNGSI KOPERASI

Bagian 1
Pengertian Koperasi
Pasal 3
Koperasi Indonesia adalah kumpulan dan orang-orang yang sebagai manusia
secara bersama-sama bergotong-royong berdasarkan persamaan, bekerja
untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan
masyarakat.
Dari pengertian umum di atas, maka ciri-ciri seperti di bawah ini seharusnya
selalu nampak:
a. bahwa Koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang dan bukan kum-
pulan modal. Pengaruh dan penggunaan modal dalam Koperasi Indonesia
tidak boleh mengurangi makna dan tidak boleh mengaburkan pengertian
Koperasi Indonesia sebagai perkumpulan orang-orang dan bukan sebagai
perkumpulan modal. Ini berarti bahwa Koperasi Indonesia hams benar-
benar mengabdikan kepada perikemanusiaan dan bukan kepada keben-
daan;
b. bahwa Koperasi Indonesia bekerja sama, bergotong-royong berdasarkan
persamaan derajat, hak dan kewajiban yang berarti Koperasi adalah dan
seharusnya merupakan wadah demokrasi ekonomi dan sosial.
Karena dasar demokrasi ini maka hams dijamin benar-benar bahwa
Koperasi adalah milik para anggota sendiri dan pada dasarnya hams
diatur serta diurus sesuai dengan keinginan para anggota yang berarti
bahwa hak tertinggi dalam Koperasi terletak pada Rapat Anggota;
c. bahwa segala kegiatan Koperasi Indonesia hams didasarkan atas ke-
sadaran para anggota. Dalam Koperasi tidak boleh dilakukan paksaan,
ancaman, intimidasi dan campur tangan dari fihak-fihak lain yang tidak
ada sangkut pautnya dengan soal-soal intern Koperasi;
d. bahwa tujuan Koperasi Indonesia hams benar-benar merupakan kepen-
tingan bersama dari para anggotanya dan tujuan itu dicapai berdasarkan

304
karya dan jasa yang disumbangkan para anggota masing-masing. Ikut
sertanya anggota sesuai dengan besar kecilnya karya dan jasanya hams
dicerminkan pula dalam hal pembagian pendapatan dalam Koperasi.

Bagian 2
Fungsi Koperasi

Pasal 4
Bahwa Koperasi itu berfungsi sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mem-
pertinggi kesejahteraan rakyat dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi
nasional, dengan jelas dapat dilihat dari asas dan sendi-sendi dasamya.
Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa di samping Koperasi ada Perusahaan
Negara atau Daerah dan Swasta. Ketiga sektor ekonomi tersebut hams bekerja
sama secara teratur, karena satu sama lain sating kait-mengait, sehingga perlu
adanya synchronisasi.
Kedudukan ekonomi bangsa Indonesia hams diperkokoh, tatalaksana
perekonomian rakyat dipersatukan dan diatur, segala itu untuk menghapuskan
sisa-sisa penindasan dalam sektor perekonomian guna mempertinggi kese-
jahteraan rakyat.
Fungsi-fungsi tersebut hanya akan tercapai bilamana Koperasi sendiri
benar-benar melaksanakan pekerjaannya berdasarkan asas dan sendi-sendi
dasamya.
Kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi perlu dibina, guna
menjamin tidak adanya penghisapan di antara sesama manusia. Sisa-sisa
penindasan dalam sektor perekonomian rakyat hams dihapuskan.
Koperasi Indonesia yang berdasarkan kekeluargaan dan kegotong-
royongan hams dapat mempertinggi taraf hidup anggotanya dan rakyat
umumnya.
Untuk mencapai tujuan ini kecerdasan rakyat hams ditingkatkan sehing-
ga rakyat mengerti dan sadar akan perlunya berkoperasi.

BAB IV
ASAS DAN SENDI DASAR KOPERASI

Bagian 3
Asas Koperasi

Pasal 5
Dengan berpegang teguh pada asas kekeluargaan dan kegotong-royongan

305
sesuai dengan kepribadian bahkan karena Pancasila memang menjadi falsafah
Indonesia, ini tidak berarti, bahwa Koperasi meninggalkan sifat dan syarat-
syarat ekonominya, sehingga kehilangan effisiensinya.
Koperasi Indonesia hendaknya menyadari bahwa di dalam dirinya terdapat
suatu kepribadian Indonesia, sebagai pencerminan daripada garis pertum-
buhan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan dan bangsa
Indonesia dan dipengaruhi oleh keadaan tempat lingkungan Indonesia serta
suasana waktu sepanjang masa, dengan ciri-ciri Ketuhanan Yang Maha Esa,
kegotong-royongan dan kekeluargaan serta Bhinneka Tunggal Ika.
Bagi Koperasi asas gotong-royong berarti bahwa pada Koperasi terdapat
keinsyafan dan kesadaran semangat bekerja sama dan tanggung jawab bersa-
ma terhadap akibat dari karya tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri,
melainkan selalu untuk kebahagiaan bersama. Dalam membagi hasil karya-
nya, masing-masing anggota menerima bagiannya sesuai dengan sumbangan
keija/jasanya.
Asas kekeluargaan mencerminkan adanya kesadaran dari budi hati nurani
manusia untuk mengerjalcan segala sesuatu dalam Koperasi oleh semua untuk
semua, di bawah pimpinan pengurus serta penilikan dari para anggota atas
dasar keadilan dan kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan
bersama.
Dengan demikian asas gotong-royong dan kekeluargaan dalam Koperasi
hams merupakan faham dinamis yang menggambarkan suatu karya amaliyah
bersama yang bersifat bantu membantu, berdasarkan rasa keadilan dan cinta
kasih yang di dalam pelaksanaannya, menempuh segala daya serta karya
budi dan hati nurani manusia untuk mempertumbuhkannya, dan di mana
perlu memberanikan diri guna mengurangi hak-haknya sendiri, dalam batas-
batas rasa keadilan dan cinta kasih tersebut.

Bagian 4
Sendi-sendi Dasar Koperasi

Pasal 6
Sendi-sendi dasar Koperasi Indonesia merupakan essensi dari dasar-dasar
bekerja Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial.
Dasar-dasar bekerja tersebut merupakan ciri khas dari Koperasi dan justru
oleh karena itu membedakan Koperasi itu dari badan-badan ekonomi lainnya.
(1) Sifat sukarela pada keanggotaan Koperasi mengandung pengertian
bahwa setiap orang yang masuk menjadi anggota Koperasi haruslah
berdasarkan kesadaran dan keyakinan untuk secara aktif turut di dalam

306
dan dengan Koperasi bertekad untuk memperbaiki kehidupannya dan
kehidupan masyarakat;
(2) Rapat Anggota sebagai kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi
yang beranggotakan orang-orang tanpa mewakili aliran, golongan dan
paham politik perorangan-perorangan dan hak suara yang sama/satu
pada Koperasi Primer merupakan asas pokok dari penghidupan Kope-
rasi tersebut;
(3) Dasar ini berwatak non-kapitalis, dan oleh karena Koperasi bukan
merupakan perkumpulan modal, maka sisa dari hasil usaha bila dibagikan
kepada anggota, dilakukan tidak berdasarkan modal yang dimiliki
seseorang dalam Koperasi tetapi berdasarkan perimbangan jasalusaha
dan kegiatannya dalam penghidupannya Koperasi itu. Jelaslah kiranya
bahwa sisa hash usaha yang berasal dari bukan anggota tidak dibagi-
bagikan kepada anggota (Pasal 34 ayat 4);
(4) Modal dalam Koperasi, yang walaupun merupakan unsur yang tidak
dapat diabaikan sebagai faktor produksi, dipergunakan untuk keba-
hagiaan anggota-anggotanya dan bukan untuk sekedar mencari keun-
tungan uang (profit-motive), dan oleh karenanya tidak menentukan dalam
pembagian sisa usaha sebagaimana lazimnya dalam bentuk dividen.
(5) Watak sosial dari Koperasi itu di antaranya terbukti dari dasar ini,
sehingga Koperasi walaupun pada pokok usahanya berupa organisasi
ekonomi yang dibina oleh dan untuk anggota-anggotanya juga hams
turut membangun masyarakat pada umumnya, sehingga pengabdian
Koperasi itu semakin nyata adanya.
(6) Koperasi sebagai perkumpulan orang-orang yang bergerak dalam la-
pangan ekonomi hares terbuka terutama untuk anggota-anggotanya,
dan oleh karena itu usaha-usaha Koperasi dibina oleh anggota-anggo-
tanya serta ketata-laksanaannya diawasi pula oleh anggota-anggotanya
secara terbuka. Ini tidak berarti bahwa masyarakat tidak dapat menilai
hasil-hasil Koperasi.
(7) Sendi itu merupakan faktor pendorong bagi setiap cipta, katya dan karsa
Koperasi.
Tanpa modal kepercayaan/keyakinan atas kemampuan dan kekuatan dirt
sendiri maka tidaklah mungkin timbul suatu kegiatan dalam Koperasi. Setiap
kegiatannya mendasarkan kepada prinsip swadaya, swakerta dan swa-
sembada yang artinya:
Swadaya : kekuatan atau usaha sendiri, dari kata swa = milik sendiri.
daya = sesuatu yang hams dikerjakan.
Swakerta : buatan sendiri.

307
kerta = sesuatu yang telah dikerjakan.
kr. (sanskerta) = bekerj a atau membuat.
Swasembada : kemampuan sendiri
sembada = teman yang seikatan.

BAB V
PERANAN DAN TUGAS

Pasal 7
Peranan dan tugas Koperasi untuk membina kelangsungan dan perkembangan
demokrasi ekonomi adalah bertujuan menciptakan masyarakat adil makmur
yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk itu perlu ditanamkan dan ditingkatkan kesadaran berkoperasi.
Pasal 8
Kerjasama dengan Perusahaan-perusahaan Negara dan Swasta termasuk
modal asing, jika diperlukan oleh Koperasi dilakukan dengan tidak mengor-
bankan asas dan sendi dasar Koperasi sendiri, sesuai dengan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XIII/1966, maka bentuk,
luas serta cara-cara kerja sama itu hams segera diatur dalam Peraturan Per-
undang-undangan.

BAB VI
KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

Pasal 9
(1) Perorangan sebagai anggota Koperasi berlaku untuk Koperasi Primer,
sedangkan Koperasi-koperasi yang dimaksud dalam pasal ini ialah Ba-
dan Koperasi yang memperoleh hak Badan Hukumnya sesuai dengan
ketentuan Undang-undang ini.
(2) Untuk mencatat masuk atau berhentinya anggota, Koperasi mengadakan
di kantomya Buku Daftar Anggota yang bentuk serta cara pengisiannya
ditentukan oleh Pejabat.
Penyelenggaraan dan pemeliharaan Buku yang dimaksud menjadi
salah satu tugas Pengurus.
Pasal 10
Walaupun keanggotaan Koperasi terbuka bagi setiap orang, namun untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya Koperasi perlu mengadakan per-
syaratan bagi penerimaan anggota.

308
Pasal 11
Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindah-tangankan artinya Anggota
tidak dapat mewakilkan kepada siapa pun. Dalam hal anggota meninggal
dunia, keanggotaannya tidak dengan sendirinya berpindah tangan, tetapi
atas permintaan ahli waris dapat berpindah tangan kepada ahli waris.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

BAB VII
ORGANISASI DAN JENIS KOPERASI

Bagian 5
Organisasi Koperasi

Pasal 14
Ada kemungkinan bahwa dalam suatu daerah kerja jumlah orang untuk men-
dirikan Koperasi tidak dapat terpenuhi, karena di dalam daerah kerja tersebut
memang tidak terdapat calon anggota lainnya. Di dalam hal yang sedemikian
berdasarkan pertimbangan kemanfaatan Koperasi, Menteri dapat mengizinkan
berdirinya Koperasi yang bersangkutan kurang dari jumlah 20 orang.

Pasal 15
Yang dimaksudkan di sini ialah Koperasi-koperasi Primer memusatkan dirinya
dalam Koperasi Pusat. Adanya empat tingkat organisasi yang lazim dikenal,
seperti Primer, Pusat, Gabungan dan Induk tidak perlu selalu digunakan dalam
mengatur tingkat-tingkat organisasi:
a. Sekurang-kurangnya 5 (lima) Koperasi Primer yang telah berbadan hukum
dapat membentuk pusat Koperasi,
b. Sekurang-kurangnya 3 (tiga) pusat Koperasi yang telah berbadan hukum
dapat membentuk gabungan koperasi,
c. Sekurang-kurangnya 3 (tiga) gabungan Koperasi yang telah berbadan
hukum dapat membentuk induk Koperasi.
Pi lihan jumlah tingkat kurang dan empat hams pula terbuka. Sesuai
dengan asas demokrasi, tata-kehidupan Koperasi ditentukan oleh anggota-
anggotanya; dilihat dari sudut tata-laksana, Koperasi hams memiliki kebi-

309
jaksanaan yang mengikat antara Koperasi bawahan dengan Koperasi atasan
dan sebaliknya.
Dengan tidak mengurangi hak Koperasi tingkat bawahan untuk meng-
awasi Koperasi tingkat atasan, Koperasi tingkat atasan berkewajiban dan
berwenang menjalankan bimbingan dan pemeriksaan terhadap Koperasi
tingkat bawahannya; ketentuan ini diadakan untuk menjaga tetap sehatnya
pertumbuhan Koperasi dengan jalan pemberian bimbingan oleh tingkat
atasannya.
Kewajiban dan wewenang tersebut dicantumkan dalam Anggaran Dasar
dari Koperasi tingkat atasan tadi.
Tanggung-jawab mengenai jalannya Koperasi bawahan tetap pada Ko-
perasi bawahan yang bersangkutan.

Pasal 16
Daerah kerja Koperasi pada dasarnya hams cukup memiliki potensi ekonomi
bagi perkembangan Koperasi yang bersangkutan. Guna kelancaran tugas
pengawasan dan pembinaan, daerah kerja Koperasi didasarkan pada wilayah
administrasi Pemerintahan. Koperasi-koperasi yang beranggotakan orang-
orang pada umumnya harus berada di wilayah administrasi Pemerintahan
yang terendah, umpamanya Desa-desa.
Ada kemungkinan bahwa hal tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi,
misalnya bagi Koperasi Pegawai Negeri dan Koperasi di lingkungan Angkatan
Bersenjata yang mendasarkan daerah kerjanya pada lingkungan pekerjaan
para anggotanya. Ketentuan mengenai ini diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian 6
Jenis Koperasi

Pasal 17
(1 ) Dasar penjenisan adalah kebutuhan dan dan untuk maksud efisiensi
karena kesamaan aktivitas kepentingan ekonominya, misalnya Koperasi-
koperasi Kopra di daerah yang mata pencaharian penduduknya tergan-
tung pada pembuatan Kopra, Koperasi-koperasi golongan fungsionil
Angkatan Bersenjata dan Koperasi bagi Pegawai Negeri bagi lingkung-
annya masing-masing golongan tersebut, dan begitu selanjutnya.
Khusus bagi Koperasi di lingkungan Angkatan Bersenjata sepan-
jang tidak menyimpang dan sendi-sendi dasar Koperasi, Menteri dapat
mengadakan penentuan-penentuan tersendiri.
Ketentuan-ketentuan yang dimaksudkan perlu diberikan gas per-

310
timbangan bahwa Koperasi Angkatan Bersenjata yang merupakan salah
satu wadah penampungan kegiatan-kegiatan kekaryaan anggota Ang-
katan, tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan Pimpinan Angkatan/
Komandan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan anggota-anggota
beserta keluarganya dan agar supaya unsur-unsur rantai komando dan
disiplin sebagai anggota Angkatan dapat tetap terpelihara.
(2) Koperasi mendasarkan perkembangan pada potensi ekonomi daerah
kerjanya.
Pendirian lebih dari satu Koperasi yang setingkat dan sejenis di
dalam satu daerah kerja akan mengurangi efisien ekonomi dari Kope-
rasi-koperasi yang bersangkutan. Oleh karenanya dan demi ketertiban
harus diusahakan adanya hanya satu Koperasi yang setingkat dan
sejenis untuk satu daerah kerja.
(3) Tidak dapat dipastikan secara umum dan seragam jenis Koperasi yang
mana yang diperlukan bagi setiap bidang.
Penjenisan Koperasi seharusnya diadakan berdasarkan kebutuhan
dan mengingat akan tujuan efisiensi. Meskipun Koperasi dapat digo-
longkan dalam Koperasi Produksi, Koperasi Konsumsi, Koperasi Kredit,
Koperasi Jasa akan tetapi keluwesan hams tetap diadakan dalam usaha
mengadakan pemilihan jenis Koperasi yang lebih mengkhususkan se-
perti Koperasi Karet, Koperasi Batik, Bank Koperasi, Koperasi Peng-
angkutan (air/darat) Koperasi Desa dan sebagainya.

Pasal 18
Yang dimaksud di sini dengan organisasi Koperasi jenis lain ialah Koperasi
yang dibutuhkan oleh Koperasi-koperasi yang mendirikannya untuk me-
menuhi kebutuhan ekonominya termasuk kesejahteraan misalnya mendiri-
kan Bank Koperasi, atau Koperasi asuransi dan lain sebagainya.
Untuk mempeduangkan cita-cita-idiilnya gerakan Koperasi membentuk
suatu Badan yang berbentuk organisasi tunggal. Badan ini tidak bersifat
perusahaan.

BAB VIII
ALAT PERLENGKAPAN ORGANISM! KOPERASI

Pasal 19
Selain daripada alat-alat perlengkapan organisasi Koperasi sebagai tersebut
dalam pasal ini (Rapat Anggota, Pengurus dan Badan Pemeriksa) dapat di-
bentuk badan lain seperti Dewan Penasihat yang anggota-anggotanya terdiri

311
dari ahli-ahli yang diperlukan dan bukan merupakan alat perlengkapan orga-
nisasi.
Badan-badan ini tidak dapat mengurangi hak dan wewenang dari ketiga
alat-alat perlengkapan tersebut terdahulu.

Bagian 7
RapatAnggota

Pasal 20
Pasal ini mengatur tentang kekuasaan tertinggi dalam tata-kehidupan Kope-
rasi, sesuai dengan ayat (2) Pasal 6, Undang-undang ini yang berada dalam
tangan Rapat Anggota. Cara hikmah kebijaksanaan musyawarah untuk
mufakat senantiasa diusahakan, akan tetapi dasar ini tidak menutup kemung-
kinan bagi Koperasi untuk mengambil keputusan dengan pemungutan suara.
Pemungutan suara hanya dilakukan dalam hal-hal yang tidak dapat dihin-
darkan.
Quorum rapat anggota dan suara terbanyak ditentukan dalam Anggaran
Dasar.
Ayat (4) dari pasal ini mengatur tentang perimbangan suara dalam Rapat
Anggota dari Koperasi tingkat lebih atas yang secara formal beranggotakan
Badan Hukum Koperasi. Dalam hal serupa ini, maka perimbangan suara terse-
but dilakukan menurut jumlah anggota manusia yang terhimpun oleh Kope-
rasi masing-masing, menurut ketentuan di dalam Anggaran Dasar.

Pasal 21
Cukup jelas.

Bagian 8
Pengurus Koperasi

Pasal 22
Walaupun pengurus dipilih oleh dan dari kalangan anggota sendiri sebagai
asas demokrasi dalam Koperasi, akan tetapi ada kemungkinan bahwa anggota
Koperasi yang berhak dipilih tidak senantiasa memiliki kesanggupan atau
keahlian yang diperlukan untuk memimpin Koperasi; untuk maksud inilah
dibuka kemungkinan untuk mengangkat seseorang menjadi Pengurus yang
bukan berasal dari kalangan anggota sendiri, dengan ketentuan bahwa jabatan
Ketua sedapat mungkin dipegang oleh anggota sendiri.
Jelas kiranya bahwa keadaan serupa itu bersifat sementara. Dan adalah

312
kewajiban dari Koperasi untuk mendidik pars anggotanya supaya dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya kepengurusan Koperasi dapat berada di
dalam tangan anggota sendiri. Pengangkatan sumpah atau janji dari anggota
Pengurus sebagai diatur dalam ayat (5) ini diperlukan demi meyakinkan ke-
pada yang bersangkutan bahwa tugas Pengurus adalah murni dan penuh tang-
gung jawab. Pengangkatan sumpah atau janji tersebutdapat dilalcukan di hadap-
an Rapat Anggota atau menurut ketentuan atas keputusan Rapat Anggota.

Pasal 23
Pengurus berkewajiban menyampaikan segala laporan pemeriksaan atas tata-
kehidupan Koperasi kepada Rapat Anggota. Khusus mengenai laporan ter-
tul is dari Badan Pemeriksa, Pengurus menyampaikan pula salinannya kepada
Pejabat. Ketentuan ini diadakan untuk menjamin agar setiap anggota menge-
tahui keadaan Koperasinya, baik laporan Pengurus maupun laporan Badan
Pemeriksa. Pengurus bertanggung jawab secara bersama-sama kepada Rapat
Anggota.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Setiap usaha dalam lapangan perekonomian senantiasa menghadapi kemung-
kinan mengalami kerugian. Jika hal ini terjadi maka ada dua kemungkinan
untuk membebankan pertanggungan kerugian, yaitu kepada pengurus (ter-
masuk juga anggota-anggota secara tersendiri), ataupun kepada Koperasi
sebagai Badan Hukum. Jika koperasi sendiri sebagai suatu Badan Hukum
temyata tidak dapat menutupi kerugian, maka anggota dapat dibebani tang-
gungan sebagai lebih lanjut diatur dalam Pasal 36 Undang-undang ini.

Pasal 26
Cukup jelas.

Bagian 9
Badan Pemeriksa

Pasal 27
Jabatan anggota Badan Pemeriksa tidak dapat dirangkap dengan jabatan
anggota Pengurus. Ketentuan ini diadakan untuk mengadakan pemisahan
yang tegas antara tugas pengawasan dan tugas pelaksanaan.

313
Untuk kepentingan pendidikan para anggota dan menjaga kesegaran
tugas pengawasan maka masa jabatan Badan Pemeriksa sebaiknya diatur
lebih pendek dan pada masa jabatan Pengurus.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

BAB IX
LAPANGAN USAHA, PERMODALAN DAN SISA HASH, USAHA

Bagian 10
Lapangan Usaha

Pasal 31
Perekonomian Indonesia dibagi dalam sektor Pemerintah, sektor Koperasi
dan sektor Swasta. Dalam sektor Koperasi, Koperasi dapat bergerak ke dalam
segala kegiatan ekonomi tetapi hal ini tidak berarti, bahwa sesuatu Koperasi
dapat bergerak dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang terlepas sama sekali
dari kepentingan-kepentingan anggota-anggotanya dan asas serta sendi
dasar Koperasi, hingga anggota-anggota Koperasi yang bersangkutan akan
dapat memperoleh kemanfaatan dan usaha-usaha yang mereka sendiri tidak
sumbangkan karya/jasanya untuk memperoleh kemanfaatan tersebut. Penje-
nisan Koperasi pada dasamya mempunyai peranan yang menentukan dalam
pengaturan usaha pokoknya, hingga dapat diperoleh kemanfaatan bersama
yang benar-benar dicapai berdasarkan sumbangan karya/jasanya para
anggota-anggota.
Lapangan Usaha Koperasi pada dasamya dapat meliputi seluruh bidang
ekonomi, termasuk usaha perbankan dan perasuransian. Dalam menjalankan
peranan dan tugas sebagai yang dimaksud dalam Pasal 7 Undang-undang
ini, Koperasi sebagai badan ekonomi dapat mendirikan dan memiliki peru-
sahaan atau unit produksi yang langsung berada di bawah tanggung jawab
dan pengawasan Pengurus Koperasi yang bersangkutan.
Perusahaan dan unit produksi dimaksud di atas ini yang merupakan satu

314
kesatuan dengan dan yang oleh karenanya tidak dapat dipisahkan dari ke-
tata-laksanaan (management) seluruh kegiatan Usaha Koperasi yang ber-
sangkutan, tidak memerlukan pengesahan tersendiri sebagai badan hukum
(atau tidak merupakan badan hukum tersendiri).
Semua perusahaan yang merupakan bahagian dari Koperasi yang ber-
sangkutan tidak dapat menjalankan usaha yang bertentangan dengan
Undang-undang ini.

Bagian 11
Permodalan Koperasi

Pasal 32
(1) Mengenai permodalan ditegaskan agar rakyat suka mengumpulkan
modal dengan teratur dalam organisasi Koperasi sehingga merupakan
modal nasional yang kuat, dengan tidak mengubah inti asas Koperasi
bahwa Koperasi adalah kumpulan orang, bukan kumpulan modal;
(2) Simpanan pokok adalah jumlah nilai uang tertentu yang sama banyak-
nya yang diwajibkan kepada anggota untuk menyerahkan kepada Kope-
rasi pada waktu masuk menjadi anggota;
(3) Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada
anggota membayar dalam waktu dan kesempatan yang tertentu, sim-
panan mana hanya boleh diminta kembali dengan cara dan waktu yang
telah ditentukan oleh Koperasi;
(4) Simpanan sukarela ialah suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang
diserahkan oleh anggota/bukan anggota terhadap Koperasi atas kehen-
dak sendiri sebagai simpanan;
(5) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut tentang simpanan ini dan simpanan
lainnya diatur di dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta
ketentuan-ketentuan lain dari Koperasi.
Demikian pula tentang pemupukan modal dalam Koperasi.

Pasal 33
Cukup jelas.

Bagian 12
Sisa hasil usaha Koperasi

Pasal 34
Pada dasarnya harus diadakan pemisahan antara penggunaan pendapatan

315
yang diperoleh dari pelayanan terhadap anggota sendiri dan terhadap fihak
ketiga termasuk bukan anggota.
Bagian sisa hasil usaha yang diperoleh dari pelayanan terhadap fihak
ketiga, termasuk bukan anggota, tidak boleh dibagikan kepada anggota,
karena bagian pendapatan ini bukan diperoleh dari jasa anggota.
Penggunaan dana sosial diatur oleh rapat anggota dan dapat diberikan
antara lain kepada fakir miskin, yatim-piatu atau usaha-usaha sosial lainnya.
Perihal zakat dapat diatur oleh Koperasi yang bersangkutan, dalam Anggaran
Dasar maupun ketentuan-ketentuan lain dari Koperasi.
Penggunaan dana pembangunan Daerah seyogyanya dilakukan setelah
inengadakan konsultasi dengan Pemerintah Daerah.
Atas modal yang disimpan dalam koperasi diberi juga modal yang jum-
lahnya terbatas pada tingkat bunga yang ditetapkan oleh Rapat Anggota.

Pasal 35
Cadangan di dalam Koperasi dimaksudkan untuk memupuk modal Koperasi
sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan. Oleh karena-
nya cadangan tidak boleh dibagikan kepada anggota walaupun diwaktu pem-
bubaran.

BAB X
TANGGUNGAN ANGGOTA

Pasal 36
Koperasi pada dasarnya diberi kebebasan memilih ketentuan di antara tang-
gungan terbatas dan tanggungan tidak terbatas di dalam menentukan tang-
gungan anggota. Tanggungan terbatas pada umumnya dinyatakan dengan
menetapkan sesuatu jumlah uang beberapa kali jumlah simpanan pokok
anggota dan menyatakannya dalam Anggaran Dasamya.
Tanggungan tidak terbatas mengandung tanggungan yang dapat meliputi
harta benda milik pribadi anggota jika temyata kekayaan Koperasi sendiri
tidak mampu menutupi kerugian pada waktu koperasi terpaksa dibubarkan.
Ketentuan pada ayat (4) tentang jangka waktu 12 (duabelas) bulan di-
maksud memupuk rasa solidaritas di kalangan anggota, sehingga dengan
tidak membatasi hak asasi anggota untuk mengundurkan diri dari Koperasi,
keberhentiannya itu jangan sampai menimbulkan kerugian pada kelanjutan
usaha Koperasi. Masih turutnya seseorang anggota tersebut menanggung
selama 12 (duabelas) bulan sesudah dia berhenti hams ditinjau dari sudut
itu, dengan jangka waktu 12 (duabelas) bulan tersebut, dimaksud 12 (duabelas)

316
bulan sesudah tahun buku yang menyusul setelah tanggal pemberhentiannya
tersebut. Kerugian-kerugian yang timbul sebagai akibat sesuatu kejadian
sesudah tanggal pemberhentiannya tidak dapat dibebaskan pada anggota
yang bersangkutan walaupun kejadian tadi berlangsung dalam waktu 12
(duabelas) bulan dimaksud tadi.
Jika Koperasi dibubarkan, dan ternyata masih ada sisa kekayaan yang
dibagikan di kalangan anggota, kekayaan yang tertulis atas nama seseorang
anggota yang telah meninggal dunia diserahkan kepada ahli warisnya.

BAB XI
PERANAN PEMERINTAH

Pasal 37
Dalam menunaikan kewajiban seperti tersebut pada Pasal 37 ini, Pemerintah
selalu bersikap aktif sebagai tersimpul dalam kata-kata sangsekerta sebagai
berikut:
"ing ngarsa sung tulada
ing madya mbangun karsa
tut wuri handayani"
Yang artinya ialah:
1. ing ngarsa sung tulada (= di depan memberi contoh), maksudnya: sebagai
pemimpin atau pemuka hendaklah kita selalu memberi contoh yang baik,
2. ing madya mbangun karsa (= di tengah-tengah membangunkan kemauan),
maksudnya: Bila kita berada di tengah-tengah rakyat, hendaklah kita jangan
tinggal diam saja, melainkan harus membangunkan semangat rakyat dan
memberikan inisiatif-inisiatif yang baik,
3. tut wuri handayani (= di belakang memberi kekuatan), maksudnya:
Meskipun kits berada di belakang, kita hams memberikan kekuatan/daya
serta memberikan petunjuk mana yang salah dan mana yang benar.
Ini berarti bahwa Pemerintah pada hakikatnya memberikan kebebasan
yang wajar bagi Koperasi untuk mengatur kehidupannya sendiri dalam rangka
mewujudkan landasan idiil, pelaksanaan asas serta sendi dasamya. Akan
tetapi bilamana perlu, setiap saat Pemerintah akan turun tangan guna mem-
berikan pengamanan terhadap asas dan sendi dasar Koperasi serta kebijak-
sanaan Pemerintah, baik guna kepentingan gerakan Koperasi sendiri maupun
bagi keperluan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan itu dan dengan tidak
mengurangi wewenang Menteri untuk merumuskan pokok-kebijaksanaannya
di bidang perkoperasian lebih lanjut, maka pasal ini mewajibkan Pemerintah
untuk memberikan kepada gerakan Koperasi;

317
a. Bimbingan: dengan maksud untuk menciptakan iklim dan kondisi
seumumnya yang memungkinkan Gerakan Koperasi akan tumbuh dan
berkembang antara lain dengan jalan pendidikan dan penyuluhan,
b. Pengawasan yang bennaksud untuk mengamankan dan menyelamatkan
kepentingan, baik bagi perkumpulan Koperasi itu sendiri maupun guna
kepentingan fihak lain.
c. Fasilitas yang dapat dituangkan dalam bentuk:
1. pemberian sesuatu, baik yang berupa uang (subsidi), barang atau
jasa,
2. keistimewaan, baik yang berupa keringanan ataupun kekuatan dalam
lalu-lintas hukum, misalnya:
— meterai, keringanan bea meterai bagi Koperasi tertentu seperti
Koperasi-koperasi pertanian,
— persamaan nilai pembukaan perkumpulan Koperasi-koperasi
dengan buku-buku Dagang yang ditentukan dalam Kitab Hukum
Dagang,
— hak didahulukan (preferent) terhadap panenan yang dijaminkan
bagi pinjaman yang diperoleh dan Koperasi Pertanian, dan seba-
gainya,
3. kebijalcsanaan yang tersendiri tentang perkreditan termasuk syarat-
syarat kredit yang mudah dan ringan untuk memajukan usaha-usaha
koperasi, fasilitas-fasilitas dalam bidang produksi dan distribusi dan
sebagainya.
Pada umumnya bantuan-bantuan ini dimaksudkan untuk membang-
kitkan tenaga dan kemampuan sendiri agar perkumpulan Koperasi
untuk selanjutnya menolong dirinya sendiri. Oleh sebab itu bila perlu,
bantuan semacam ini hanya boleh diberikan dengan persyaratan ter-
tentu, misalnya: untuk sekali saja, untuk sementara yang berangsur-
angsur dikurangi sesuai dengan pertumbuhan kemampuan sendiri,
jumlahnya hanya sampai yang benar-benar diperlukan saja, sedangkan
penangguhan bantuan itu patut diawasi agar supaya sungguh-sung-
guh membawa akibat pertumbuhan "selthelp and mutual aid." Sudah
tentu jenis-jenis bantuan ini tidak mungkin ditentukan dalam Undang-
undang ini melainkan haws ditentukan dalam perundangan terpisah
apabila dan sampai batas yang sudah dirasakan perlunya.
d. Perlindungan yang ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan
kepentingan Koperasi, misalnya perlindungan pada Koperasi yang telah
ditentukan dalam Pasal 48 Undang-undang ini untuk menghindarkan
penyalah-gunaan, ketentuan-ketentuan tersendiri dalam bidang tatania-

318
ga dan distribusi dengan tujuan untuk memungkinkan berkembang Ko-
perasi.

Pasal 38
Pejabat dapat menghadiri dan turut berbicara dalam Rapat Anggota dan
Rapat Pengurus. Dalam keadaan luar biasa dapat pula mengadakan Rapat
Anggota, menetapkan acara dan melakukan pembicaraan.
Yang dimaksud dengan keadaan luar biasa antara lain misalnya:
1. Keadaan di mana Pengurus tidak mampu atau tidak bersedia mengadakan
rapat Anggota.
2. Pengurus tidak ada lagi.
3. Keadaan darurat.

Pasal 39
Pemeriksaan secara periodik ataupun sewaktu-waktu diatur oleh Menteri.
Pemeriksaan yang dilakukan atas permintaan Pemerintah biayanya ditang-
gung oleh Pemerintah. Pemeriksaan atas permintaan Koperasi biayanya di-
tanggung oleh Koperasi sendiri.

Pasal 40
Mengingat bahwa Koperasi Indonesia pada umumnya beranggotakan orang-
orang yang ekonominya lemah, maka perlu adanya Peraturan Perundang-
undangan tersendiri yang mengatur perkreditan dan perpajakan bagi Kope-
rasi. Dimaksud untuk mempermudah mendapatkan kredit yang diperlukan
dan mendapatkan keringanan pajak.

BAB XII
KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI

Raglan 13
Kedudukan Hukum Koperasi

Pasal 41
Pasal ini menegaskan bahwa Koperasi memperoleh hak sebagai Badan Hu-
kum karena ketentuan Undang-undang ini, yang lebih lanjut diatur dalam
Pasal 42 dan berikutnya.
Badan Hukum dimaksudkan di atas memungkinkan Koperasi untuk me-
laksanakan segala tindakan hukum Indonesia termasuk hak pemilikan atas
tanah dan bangunan-bangunan sebagai diatur dalam peraturan perundang-

319
undangan tentang agraria, serta melakukan usaha-usaha dalam bidang per-
ekonomian tanpa memperoleh izin khusus untuk itu terlebih dahulu.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Pada dasarnya Koperasi hams menyusun Anggaran Dasamya. Untuk meng-
hindari kekeliruan di dalam penyusunannya Menteri mengatur cara penyu-
sunannya yang memuat ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut:
1. Nama, pekerjaan serta tempat tinggal para pendiri Koperasi;
2. Nama lengkap dan nama singkatan dari Koperasi;
3. Tempat kedudukan Koperasi dan daerah kerjanya;
4. Maksud dan tujuan;
5. Ketegasan usaha;
6. Syarat-syarat keanggotaan;
7. Ketetapan tentang permodalan;
8. Peraturan tentang tanggungan anggota;
9. Peraturan tentang Pimpinan Koperasi dan kekuasaan Anggota;
10. Ketentuan tentang quorum Rapat Anggota;
11. Penetapan tahun buku;
12. Ketentuan tentang sisa hasil usaha pada akhir tahun buku;
13. Ketentuan mengenai sisa kekayaan bila Koperasi dibubarkan.

Bagian 14
Cara-cara mendapatkan Badan Hukum Koperasi

Pasal 44
Pembebasan biaya meterai pada dasamya hanya berlaku bagi Koperasi Primer.
Tanggal pendaftaran akte pendirian berlaku sebagai tanggal resmi berdirinya
Koperasi. Sejak saat itu Koperasi adalah Badan Hukum. Pengumuman dalam
Berita Negara adalah pengumuman resmi.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Pejabat berhak menolak permintaan Badan Hukum dari Koperasi bila is ber-
pendapat bahwa isi Anggaran Dasar dari Koperasi yang bersangkutan tidak

320
mencerminkan asas dan sendi dasar Koperasi atau menurut penilaian yang
obyektif pendirian Koperasi yang bersangkutan tidak akan mendatangkan
manfaat bagi anggota-anggota.
Terhadap penolakan tersebut pendiri berhak naik banding pada Menteri.
Apabila selambat-lambatnya 6 (enam) bulan tidak ada kabar dari Pejabat
maka pendiri-pendiri dapat memajukan persoalan kepada Pejabat lebih atas
atau kepada Menteri.
Sambil tikenunggu pengesahan sebagai Badan Hukum, pars pendiri dapat
menjalankan usaha atas nama Koperasi.

Pasal 47
Mendahului pengesahan formil menurut Undang-undang ini Pejabat dapat
secara de facto menyatakan pengesahannya atas keputusan Rapat Anggota
yang bersangkutan sehingga perubahan Anggaran Dasar tersebut dapat
langsung dipergunakan. Hal yang demikian hanya dapat dilakukan apabila
Pejabat sendiri turut menghadiri rapat.

Pasal 48
Agar nama Koperasi tidak dipergunakan untuk maksud menyalahi asas dan
sendi dasar Koperasi dan nama baik dari Koperasi maka pemakaian nama/
istilah Koperasi perlu mendapat perlindungan; sebalilcnya agar setiap orang
dengan segera mengetahui sifatnya maka Koperasi yang bersangkutan perlu
memakai nama yang menunjukkan golongan atau usaha Koperasi.

BAB XIII
PEMBUBARAN KOPERASI

Bagian 15
Cara Pembubaran Koperasi

Pasal 49
Koperasi bubar sejak tanggal tercantum dalam surat Keputusan Pejabat dan
tercatat dalam Buku Daftar Umum. Ini tidak berarti bahwa Koperasi telah
kehilangan hak Badan Hukumnya. Dalam hal Pejabat lalai membubarkan
sesuatu Koperasi yang menurut ketentuan Undang-undang ini seyogyanya
sudah dibubarkan, maka Menteri mengambil tindakan seperlunya.

Pasal 50
Cukup jelas.

321
Pasal 51
Maksud dan alasan pembubaran oleh Pejabat disampaikan kepada Anggota
melalui Pengurus. Apabila Pengurusnya tidak berfungsi lagi maka Pejabat
mengadakan pengumuman setempat.

Bagian 16
Penyelesaian

Pasal 52 dan 53
Sesuai dengan namanya, Penyelesai mengurus seluruh penyelesaian atas
nama Koperasi yang bersangkutan hingga tidak terdapat lagi urusan yang
masih menjadi tanggungan Koperasi. Sejak tanggal dikeluarkan surat ke-
putusan Pembubaran maka Pengurus Koperasi tidak berfungsi lagi, oleh
karena pada saat bersamaan wewenang dan kewajiban Pengurus beralih
kepada Penyelesai.
Penyelesai menyerahkan segala pertanggungjawaban dari pelaksanaan
tugasnya kepada Pejabat.
Dalam hal pembubaran Koperasi itu terjadi menurut ayat (1) Pasal 49
penunjukan Penyelesai oleh Pejabat dilakukan berdasarkan Rapat Anggota
pembubaran Koperasi yang bersangkutan.

Bagian 17
Hapusnya Badan Hukum Koperasi

Pasal 59
Cukup jelas.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 55
Dalam pasal ini ditentukan pasal-pasal mana yang dianggap perlu dinyatakan
sebagai ketentuan.
Selain ketentuan tersebut, Menteri juga dapat mengadakan sanksi-sanksi
administratif, umpamanya pencabutan pengesahan Koperasi sebagai Badan
Hukum (lihat Pasal 49), pembekuan kegiatan Pengurus seluruh atau sebagian,
dan tindakan terhadap Pejabat.
Pasal 56
Karena pada umumnya Pejabat tidak mempunyai keahlian dalam pengajuan

322
perkara, maka dalam melaksanakan ketentuan dalam Pasal 56, Pejabat perlu
berhubungan dengan instansi yang lebih ahli (Kepolisian dan/atau Kejak-
saan).

BAB XV
KETENTUAN-ICETENTUAN PERALIHAN

Pasal 57
(1) Dengan adanya ketentuan pada ayat (1) pasal ini, maka Koperasi yang
belum menyesuaikan dirt dengan Undang-undang ini termasuk juga
Koperasi yang belum sempat menyesuaikan dirt dengan Undang-undang
Perkoperasian No. 14 Tahun 1965 langsung menyesuaikan dirt dengan
ketentuan Undang-undang ini, tanpa lebih dahulu memenuhi keten-
tuan-ketentuan tentang Pasal 58 Undang-undang Perkoperasian No. 14
Tahun 1965 tersebut.
(2) Segala peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Menteri sebelum
berlakunya Undang-undang ini, yang masih dapat dipergunakan dalam
waktu peralihan dan yang tidak bertentangan dengan Undang-undang
ini dengan sendirinya tetap dapat dipergunakan.

BAB XVI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 58
Cukup jelas.

Tambahan Lembaran Negara No. 2832

323
Lampiran

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1971


TENTANG
PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN ATAS KETENTUAN
PASAL 54 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG
(S. 1847: 23)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pembangunan ekonomi pada
umumnya perlu meningkatkan usaha pengerahan dana-dana dari masya-
rakat;
b. bahwa guna memperlancar usaha pengerahan dana-dana dipandang per-
lu untuk mengadakan penyesuaian antara ketentuan-ketentuan perun-
dangan yang berlaku dengan kebutuhan perkembangan penghidupan
ekonomi dewasa ini;
c. bahwa karenanya perlu segera mengadakan perubahan dan penambahan
atas ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (S. 1847:
23).

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/
MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi,
Keuangan dan Pembangunan;
3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (S. 1847: 23) sebagaimana acap
kali telah diubah dan ditambah.

Memperhatikan:
1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pe-
merintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890)
tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang;

324
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri sebagaimana yang telah diubah dan ditambah.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
sebagaimana yang telah diubah dan ditambah kemudian. Dengan per-
setujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
Undang-Undang tentang Perubahan dan Penambahan atas Ketentuan Pasal
54 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (S. 1847: 23).

Pasal I
Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (S. 1847: 23) diubah dan
ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Hanya para pemegang saham yang berhak mengeluarkan suara. Se-
tiap pemegang saham sekurang-kurangnya berhak mengeluarkan satu
suara.
(2) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga
nominal yang sama, maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan
suara sebanyak jumlah saham yang dimilikinya.
(3) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga
nominal yang berbeda, maka setiap pemegang saham berhak menge-
luarkan suara sebanyak kelipatan dari harga nominal saham yang terkecil
dari perseroan terhadap keseluruhan jumlah harga nominal dari saham
yang dimiliki pemegangnya.
Sisa suara yang belum mencapai satu suara tidak diperhitungkan.
(4) Pembatasan mengenai banyaknya suara yang berhak dikeluarkan oleh
pemegang saham dapat diatur dalam akta pendirian, dengan ketentuan
bahwa seorang pemegang saham tidak dapat mengeluarkan lebih dari
enam suara apabila modal perseroan terbagi dalam seratus saham atau
lebih, dan tidak dapat mengeluarkan lebih dari tiga suara apabila modal
perseroan terbagi dalam kurang dari seratus saham.
(5) Tidak seorang pengurus atau komisaris dibolehkan bertindak sebagai
kuasa dalam pemungutan suara.

Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan peng-

325
undangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 29-Maret 1971
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Soeharto
Jenderal TNI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Maret 1971
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Alamsjah
Letnan Jenderal TNI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1971 NOMOR 20.

326
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1971
TENTANG
PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN ATAS KETENTUAN
PASAL 54 KETAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG
(S. 1847: 23)

A. PENJELASAN UMUM
Sambil menunggu sesuatu peninjauan kembali mengenai bentuk-bentuk
usaha perseroan dan persekutuan dalam rangka peninjauan Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang secara keseluruhan sesuai dengan bunyinya
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969, maka urgensi yang dirasakan perlu
adalah perubahan dan penambahan sistem hak suara dalam bentuk usaha
perseroan terbatas yang dimuat dalam Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hu-
kum Dagang (S. 1847 : 23). Pada dasarnya ketentuan yang berlaku dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang adalah sistem hak suara yang terba-
tas, dan dengan berlakunya undang-undang ini sistem tersebut tidak diha-
puskan, tetapi bagi seorang pemegang saham terbuka kesempatan untuk
mengadakan pilihan antara sistem hak suara yang terbatas dengan sistem
hak suara yang tak terbatas. Sistem hak suara yang tak terbatas ini berarti
bahwa seorang pemegang saham berhak mengeluarkan suara, sebanyak
jumlah saham yang dimilikinya.
Langkah demikian ini diambil dalam rangka perbaikan dan pembangunan
ekonomi nasional, yang dirasakan perlu oleh masyarakat yang secara aktif
dan pasif ikut membantu dalam pelaksanaan pengerahan dana-dana dalam
bidang-bidang dan sektor-sektor usaha komersiil. Untuk kepentingan tersebut
diperlukan peninjauan kembali ketentuan-ketentuan dasar utama dalam
struktur bentuk-bentuk usaha perseroan dan persekutuan yang berhubungan
erat dan masih dianggap dapat menghambat kelancaran pengerahan dana-
dana baik dalam penanaman modal dalam negeri, maupun penanaman modal
asing, yang secara parsiil telah diwujudkan dalam undang-undang ini.
Adalah suatu kenyataan bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-
undang ini erat sekali hubungannya dengan Undang-Undang Nomor 9 Ta-
hun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16).
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890 tentang Bentuk-bentuk Usaha
Negara menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana diubah dan ditambah

327
kemudian maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanam-
an Modal Asing, sebagaimana juga telah diubah dan ditambah kemudian
dengan maksud agar supaya dengan dinamikanya masyarakat dan daya Krea-
tif ralcyat dapat menimbulkan akumulasi modal yang dapat digunakan untuk
kegiatan-kegiatan produlctif
Dalam rangka pengamanan pelaksanaan Ketetapan Majelis Permu-
syawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pem-
baharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan
serta pula dalam rangka kebiasaan yang berlaku di Indonesia terhadap Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang antara lain yang bersangkutan dengan
Pasal 40 dan 52, maka di dalam praktik telah berlaku ketentuan-ketentuan
yang diikuti oleh para pendiri pada penyusunan anggaran dasar suatu
perseroan terbatas, yaitu bahwa saham-saham prioritas dan/atau saham-
saham pendiri dikeluarkan atas nama.
Selain daripada itu dalam hal penjualan saham oleh para pemegang saham-
saham, maka klausula yang disebut "pre-emptive rights" sering pula dimuat
dalam anggaran dasar Perseroan terbatas, yang pada pokoknya menentukan
bahwa bila seorang pemegang saham akan menjual sahamnya, saham itu
harus ditawarkan terlebih dahulu kepada para pemegang saham yang telah
ada atau dalam hal pengeluaran saham baru, para pemegang saham yang
telah ada diberi hak terlebih dahulu untuk membelinya.
Adapun yang mengenai penjualan saham dari Persero Pemerintah yang
berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan, di mana masalah penanaman
kekayaan Negara ini sangatlah erat hubungannya dengan kebijaksanaan
keuangan Negara, maka mengenai penjualan saham tersebut akan diatur
tersendiri dalam suatu Peraturan Pemerintah, sejalan dengan ketentuan ter-
sebut dalam penjelasan Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1969.
Suatu ketentuan lain yang juga dapat dimuat dalam anggaran dasar per-
seroan terbatas, adalah apa yang dinamakan "klausula oligarki", yang ber-
tujuan untuk memberikan beberapa wewenang khusus dalam perseroan ke-
pada pihak lain daripada para pemegang saham mayoritas, antara lain untuk
menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan direksi dan/atau dewan komisaris.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
(1) Orang yang bukan pemegang saham tidak dapat mengeluarkan suara
dalam rapat umum pemegang saham.

328
Setiap pemegang saham sekurang-kurangnya berhak mengeluarkan satu
suara, sehingga apabila ada pecahan saham, maka pecahan saham yang
bersama-sama mempunyai harga nominal sama dengan satu saham, di-
samakan dengan satu saham.
(2) Cukup jelas.
(3) Yang menjadi dasar perhitungan hak suara, adalah kelipatan dari jumlah
harga saham yang dimiliki seorang pemegang saham terhadap harga
saham yang terkecil dari perseroan.
(4) Dalam hal pemegang saham masih ingin menggunakan sistem hak suara
yang terbatas, maka ayat ini membuka kesempatan dan hal ini juga
berarti bahwa perseroan terbatas yang telah mempunyai sistem hak
suara yang terbatas dapat tetap menggunakan anggaran dasarnya. Ke-
tentuan tersebut memungkinkan pula dilakukannya perubahan anggar-
an dasar untuk memiliki sistem yang tak terbatas sebagaimana diatur
dalam ayat (2) dan (3).
(5) Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2959.

Catatan:
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971, telah diubah sesuai dengan ralat.

329
Lampiran IV

ANGGARAN DASAR YAYASAN-YAYASAN


Tambahan Berita-Negara RI tangga112112 1967 No. 99
ANGGARAN DASAR
ASURANSI JIWA BERSAMA BUMIPUTERA 1912

BAB I
PERATURAN UMUM

Pasal 1
Nama:
1. Usaha ini adalah suatu usaha Asuransi Jiwa Bersama berstatus badan
hukum, yang diselenggarakan dengan nama AJB Bumiputera 1912 disalin
dalam bahasa Inggris Bumiputera 1912 Mutual Life Insurance Company
dengan disingkat Bumiputera.
2. Bumiputera adalah lanjutan dari Onderlinge Levensverzekering
Maatschapij "Bumiputera" (0.L. Mij) yang didirikan sejak tahun 1912.

Pasal 2
Tempat Kedudukan:
1. Bumiputera berkedudukan di Jakarta, dan jika dianggap perlu dapat dipin-
dahkan ke tempat lain.
2. Bumiputera dapat membuka Cabang-cabang maupun Perwakilan-per-
wakilan di tempat yang dipandang perlu.

Pasal 3
Asas, Tujuan, Usaha:
1. Bumiputera berasaskan Pancasila.
2. Bumiputera bertujuan mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan
malcmur.
3. Bumiputera berusaha menyelenggarakan asuransi jiwa dalam arti kata
yang seluas-luasnya. Dalam perjanji an asuransi jiwa dapat juga diterima
kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang
mengenai diri seseorang yang terjadinya tidak tentu dan tidak pula ber-
hubungan dengan meninggalnya yang tertanggung, atau tercapainya
usia yang tertentu.

330
BAB Il
POLLS DAN PEMEGANG POLIS

Pasal 4
Polls:
1. Kepada setiap orang yang mengadakan kontrak asuransi jiwa dengan
Bumiputera diberikan satu polls.
2. Jika polls hilang atau rusak, maka atas permintaan pemegang polis dapat
dikeluarkan polis pengganti yang sesuai dengan aslinya, dengan penge-
luaran mana polls aslinya tidak berlaku lagi dan segala urusan selanjutnya
akan diselenggarakan, berdasarkan polis pengganti.
3. Biaya polis pengganti seluruhnya menjadi tanggungan pemegang polis.

Pasal 5
Polls Dengan Pembagian Surplus:
Bumiputera sebagai usaha asuransi jiwa bersama, hanya mengeluarkan tarif
asuransi dengan hak pembagian atas surplus tiap-tiap tahunnya, yang po-
lisnya dalam bahasa Inggris disebut participating policies.

Pasal 6
Pemegang Polls:
Pemegang polis adalah mereka yang mengadakan kontrak asuransi jiwa
dengan Bumiputera.

Pasal 7
Perubahan Kontrak:
1 . Pemegang polis, dengan permintaan tertulis kepada Bumiputera, setiap
waktu dapat menunjuk pihak lain untuk menerima uang pertanggungan,
kecuali jika terdapat ketentuan yang lain.
2. Segala macam perubahan atas permintaan pemegang polis yang ber-
hubungan dengan kontraknya dengan Bumiputera, bare berlaku sesudah
persetujuan Bumiputera dinyatakan dalam polisnya.

Pasal 8
Tempat Tinggal:
1. Pemegang polis dianggap mempunyai tempat tinggal di alamat yang ter-
akhir yang disampaikan olehnya kepada Bumiputera dengan jalan ter-
tulis.
2. Akibat-akibat dari perubahan tempat tinggal yang tidak disampaikan ke-

331
pada Bumiputera menjadi tanggungan pemegang polis sepenuhnya.
3. Jika timbul persengketaan antara Pemegang polis dan Bumiputera maka
pemegang polis dianggap memilih tempat yang tidak berubah (domicili)
di Kantor Pusat Bumiputera.

Pasal 9
Hak Atas Pembagian Surplus:
Pemegang polls Bumiputera berhak atas pembagian surplus tiap-tiap tahun,
surplus mana untuk pertama kalinya akan diperhitungkan pada akhir tahun
polls kedua.

Pasal 10
Bebas Dari Tanggung jawab:
Pemegang polis bebas dari tanggung jawab pribadi atas utang-utang Bumi-
putera.

Pasal 11
Pemegang Polls Meninggal Dunia:
1. Jika pemegang polls meninggal dunia, maim orang yang ditunjuk sebagai
yang berhak menerima uang pertanggungan (selanjutnya disebut yang
ditunjuk) menggantikan kedudukannya sebagai pemegang polis.
2. Jika terdapat lebih dari satu nama yang ditunjuk, maka salah satu di
antara mereka akan bertindak atas nama lainnya sebagai pemegang polis.
3. Jika setelah meninggalnya pemegang polis temyata tidak ada yang di-
tunjuk, atau yang ditunjuk meninggal juga, dan tidak terdapat nama lain-
nya sebagai yang ditunjuk, make si tertanggung dianggap sebagai peme-
gang polis.

Pasal 12
Berakhirnya Kedudukan Sebagai Pemegang Polls:
Kedudukan sebagai pemegang polls berakhir, bilamana Bumiputera telah meme-
nuhi kewajibannya menurut hukum dan perjanjian terhadap pemegang polis.

BAB III
KEANGGOTAAN BUMH'UTERA

Pasal 13
Keanggotaan Bumiputera:
Anggota Bumiputera adalah hanya pemegang polis warganegara Indonesia

332
yang mempunyai kontrak asuransi jiwa mengenai jiwanya sendiri dengan
Bumiputera.

Pasal 14
Keanggotaan Bumiputera dinyatakan dalam polis. Polis yang memuat per-
nyataan itu merupakan tanda anggota.

BAB IV
BADAN PERWAKILAN ANGGOTA

Pasal 15
Badan Perwakilan Anggota:
Bumiputera mempunyai Badan Perwakilan Anggota disingkat BPA yang
merupakan badan musyawarah tertinggi dan menentukan garis-garis besar
haluan Bumiputera.

Pasal 16
Susunan Badan Perwakilan Anggota:
1. BPA terdiri dari anggota-anggota Bumiputera yang dipilih dari dan me-
wakil i masing-masing unsur pemegang polis, unsur buruh, katyawan dan
unsur Pengurus.
2. Cara pemilihan anggota BPA diatur tersendiri di dalam peraturan pemilih-
an anggota untuk BPA yang ditetapkan oleh pengurus dan disahkan
oleh BPA.

Pasal 17
Hak Anggota Bumiputera:
1. Tiap anggota Bumiputera yang polisnya aktif berlaku mempunyai hak
memilih anggota BPA dalam tiap pemilihan BPA.
2. Hanya anggota Bumiputera yang polisnya berjalan sekurang-kurangnya
3 (tiga) tahun dan mengingat tenggang waktu, calon anggota BPA yang
kontrak asuransinya belum akan berakhir dalam 4 (empat) tahun yang
akan datang, dapat dipilih menjadi anggota BPA.
3. Anggota BPA yang oleh karena sesuatu sebab tidak lagi menjadi anggota
Bumiputera dengan sendirinya keanggotaannya dalam BPAmenjadi gugur.

Pasal 18
Masa Keanggotaan Badan Perwakilan Anggota:
1 . Jabatan anggota BPA merupakan jabatan kehormatan dengan tidak men-

333
dapat honorarium, sedang masa keanggotaannya lamanya 4 (empat) tahun.
2. Setiap 2 (dua) tahun sekali diadakan pemilihan anggota barn untuk
menggantikan separuh dari jumlah anggota BPA lama.
3. Anggota BPA yang telah habis masa keanggotaannya dalam pemilihan
yang barn dapat dipilih kembali.

Pasal 19
Anggota PenggantilTambahan:
1 Jika seorang anggota BPA meninggal dunia atau mengundurkan diri,
sebelum selesai masa keanggotaannya, maka untuk mengganti anggota
tersebut akan ditetapkan penggantinya yang diambilkan dari calon-calon
yang belum terpilih dalam pemilihan terakhir menurut suara terbanyak
yang diperoleh mereka masing-masing.
2. Jika tidak terdapat calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1, maka bila
dianggap perlu oleh pengurus akan diadakan pemilihan tambahan.
3. Anggota BPA barn itu meneruskan masa keanggotaan dari anggota lama
yang digantinya.

Pasal 20
Sidang Tahunan:
1. Sam kali setahun diadakan sidang BPA, dinamakan Sidang Tahunan yang
antara lain akan membicarakan:
a. Laporan Pengurus mengenai jalannya perusahaan dalam tahun yang
barn lalu;
b. Penetapan dan pengesahan neraca dan perhitungan rugi/laba tahun
yang bare lalu (aquite & decharge).
c. Rencana kerja dan anggaran belanja perusahaan untuk tahun yang
akan datang;
d. Lain-lain hal yang dipandang perlu oleh pengurus.
2 . Surat undangan kepada para anggota BPA untuk menghadiri Sidang ha-
rus dikirimkan tertulis sekurang-kurangnya 30 (tigapuluh) hari sebelum
tanggalnya sidang, dengan jalan surat tercatat atau jika keadaan sangat
mendesak dengan kawat 14 (empat betas) hari sebelum sidang, atau dengan
cara lain yang tercepat bisa mencapai para anggota.
3. Bahan-bahan yang akan dibahas dalam Sidang Tahunan hams sudah ter-
kirim kepada anggota BPA sekurang-kurangnya sebulan sebelum tanggal
sidang.
4. Sidang Tahunan adalah sah, jika yang hadir lebih dari separuh jumlah
anggota BPA.

334
Pasal 21
Sidang Luar Biasa:
1. Setiap kali dipandang perlu oleh pengurus dapat diadakan sidang BPA
Luar Biasa dinamakan Sidang Luar Biasa.
2. Sidang Luar Biasa dapat juga diadakan atas permintaan sepertiga dari
jumlah anggota BPA.
3 . Mereka yang minta diadakannya Sidang Luar Biasa hams menyampai-
kan kepada pengurus dengan tertulis soal-soal yang akan diajukan da-
lam Sidang Luar Biasa yang mereka usulkan.
4. Jika satu bulan sesudah diajukannya permintaan, Pengurus tidak menye-
lenggarakan sidang yang diminta, maka mereka yang minta diadakannya
sidang, dapat menyelenggarakannya sendiri Sidang Luar Biasa.
5. Undangan kepada para anggota BPA untuk menghadiri Sidang Luar Bia-
sa dapat dijalankan dengan jalan surat tercatat sekurang-kurangnya 30
(tigapuluh) hari sebelum tanggalnya sidang, atau jika keadaan sangat
mendesak dengan kawat 14 (empat betas) hari sebelum sidang atau dengan
cara lain yang dianggap jalan yang tercepat.
6. Sidang Luar Biasa adalah sah, jika dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah
anggota BPA.

Pasal 22
Pimpinan Sidang:
1. Sidang Tahunan dan Sidang Luar Biasa dipimpin oleh Ketua Pengurus.
2. Jika is berhalangan, maka pimpinan Sidang akan dipegang oleh Direk-
tur Utama, dan kalaupun Direktur Utama juga berhalangan oleh salah
seorang anggota Pengurus lainnya.
3. Apabilla Penguins karena sesuatu hal tidak dapat memimpin sidang, maka
sidang akan diketuai oleh seorang di antara hadirin yang ditunjuk oleh
Sidang.

Pasal 23
HakAnggoa BPA:
1. Setiap anggota BPA mempunyai hak untuk bersuara, seorang anggota
BPA dapat memberi kuasa kepada orang lain sesama anggota BPA untuk
mengeluarkan suara/pendapatnya atas namanya.
2. Pemberian kuasa tersebut dilalcukan secara tertulis.
3. Seorang anggota hanya dapat mewakili satu orang anggota lainnya.

335
Pasal 24
Keputusan-keputusan:
1. Segala keputusan baik dalam Sidang Tahunan maupun dalam Sidang
Luar Biasa diambil berdasarkan hikmah kebijaksanaan permusyawaratan
untuk mufakat.
2. a. Hanya mengenai diri orang di lakukan pemungutan suara secara
tertulis.
b. Jika dalam suatu pemungutan suara diperoleh suara yang sama, maka
diadakan ulangan pemungutan suara.
c. Jika di dalam pemungutan ulangan ini terdapat suara yang sama, maka
undian yang menentukan.

Pasal 25
Uang Jalan Anggota BPA:
Para anggota BPA yang menghadiri sidang-sidang BPA mendapat uang jalan
sidang, dan uang saku selama diadakannya sidang menurut peraturan-
peraturan yang berlaku bagi Pengurus.

BAB V
PENGURUS, DIREKSI PELAKSANA DAN DIREKSI PEMBINA

Pasal 26
Pengurus:
1. Bumiputera diurus oleh sebuah pengurus yang terdiri atas Direksi Pe-
laksana yang dalam bahasa Inggris disebut Managing Directors dan
Direksi Pembina yang dalam bahasa Inggris disebut Outstanding Directors
yang mewakili Bumiputera di dalam dan di luar pengadilan.
2. Dalam pengertian mengurus termasuk pengelolaan kekayaan Bumiputera
dan hal melakukan perbuatan pemilik.
3. Rapat Pengurus terdiri atas anggota Direksi Pelaksana dan anggota Direksi
Pembina dipimpin oleh Ketua Pengurus yang juga menjabat Ketua dari
Direksi Pembina.
4. Rapat Pengurus menentukan kebijaksanaan dan garis besar haluan Bumi-
putera sebagaimana ditetapkan oleh Sidang BPA.

Pasal 27
Direksi Pelaksana:
1. Direksi Pelaksana terdiri atas sedikit-dikitnya 3 (tiga) dan sebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang anggota, di antara mana seorang menjabat

336
Direktur Utama, yang diangkat dan diberhentikan oleh BPA untuk masa
kerja yang tidak ditentukan lamanya.
2. Syarat untuk jabatan anggota Direksi Pelaksana adalah sebagai berikut:
a. warganegara Indonesia dan diutamakan karyawan Bumiputera;
b. berpengalaman dan berpengetahuan luas terutama dalam lapangan
asuransi jiwa;
c. sanggup menjalankan pimpinan dan memperhatikan kepentingan
Bumiputera sepenuhnya; satu dan lain dengan memperhatikan se-
penuhnya peraturan-peraturan Pemerintah dalam bidang asuransi.
3. Apabila ada anggota Direksi Pelaksana oleh karena sesuatu sebab me-
letakkan jabatan atau berhalangan menjalankan tugasnya, Pengurus da-
pat memutuskan diadakannya pengisian/penggantian sementara hingga
sidang BPA yang akan datang.
4. Kepada anggota Direksi Pelaksana diberikan gaji tiap bulan, lain emo-
lumenten dan jaminan-jaminan hari tua yang besarnya ditetapkan oleh
Pengurus dalam suatu peraturan yang disahkan oleh BPA.

Pasal 28
Tugas Dan Kewajiban Direksi Pelaksana:
1. Direksi Pelaksana menjalankan pimpinan harian Bumiputera di bawah
pimpinan Direktur Utama.
2. Pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota Direksi
Pelaksana diatur dalam suatu peraturan tata-tertib yang disahkan oleh
Pengurus, hal mana tak perlu dinyatakan kepada pihak luar.
3. Direksi Pelaksana berhak mengikat Bumiputera dengan orang lain atau
orang lain kepada Bumiputera, akan tetapi diwajibkan memperoleh
persetujuan dan Direksi Pembina dalam hal-hal:
a. meminjam atau meminjamkan uang;
b. mengikat Bumiputera sebagai penanggung;
c. mendirikan bangunan, membeli, menjual, menyewakan, menyewa
memberatkan atau dengan cara lain melepaskan hak atas benda-benda
tetap;
d. memperbungakan uang-uang Bumiputera; yang cara pelaksanaannya
diatur dalam suatu peraturan yang ditetapkan oleh Pengurus.

Pasal 29
Direksi Pembina:
1. Direksi Pembina terdiri atas 3 (tiga) atau 5 (lima) anggota, seorang di
antaranya menjabat Ketua.

337
2. Anggota Direksi Pembina dicalonkan, diangkat dan diberhentikan oleh
BPA.
3. Pengangkatan itu berlaku untuk 5 (lima) tahun lamanya dan sesudah
masa kerja habis, anggota Direksi Pembina meletakkan jabatannya dengan
ketentuan dapat dipilih kembali.
4. Apabila anggota Direksi Pembina karena sesuatu sebab berhalangan
atau meletakkan jabatannya sebelum berakhirnya masa jabatan, maka
rapat Pengurus dapat menentukan penggantinya.
5. Sebagai anggota Direksi Pembina is tidak boleh merangkap jabatan yang
berada di bawah kekuasaan Direksi Pelaksana.
6. Kepada anggota Direksi Pembina diberi gaji tiap bulan dan emolumenten
lain yang besamya ditentukan oleh BPA setelah mendapat bahan-bahan
dari Direksi Pelaksana.

Pasal 30
Tugas Dan Kewajiban Direksi Pembina:
1. Direksi Pembina adalah pengawas, pemberi advis, pembimbing Direksi
Pelaksana dalam menjalankan tugas kewajibannya sehari-hari, untuk mana
anggota-anggotanya bersama-sama atau masing-masing pada setiap
waktu berhak memasuki kantor-kantor Bumiputera guna meneliti buku-
buku, surat-surat, barang-barang milik Bumiputera termasuk uang.
2. Jika dipandang perlu Direksi Pembina dapat menunjuk ahli-ahli guna
melaksanakan tugas khusus atas beban Bumiputera.
3 . Pembagian kerj a Direksi Pembina diatur dalam peraturan tatatertib yang
ditetapkan oleh Pengurus.

Pasal 31
Hak Direksi Pembina:
1. Direksi Pembina dapat memberhentikan anggota Direksi Pelaksana untuk
sementara waktu, karena alasan-alasan yang penting. Jika hal itu me-
nimbulkan vacuum dalam pengurusan, maka Direksi Pelaksana dipegang
oleh seorang atau lebih anggota Direksi Pembina yang ditunjuk oleh
Direksi Pembina.
2. Selambat-lambatnya satu bulan sesudah peristiwa itu, Direksi Pembina
hams menyelenggarakan Sidang Luar Biasa untuk memutuskan tentang
pemberhentian sementara itu.
3. Sidang Luar Biasa ini diselenggarakan atas undangan Direksi Pembina,
dalam sidang mana anggota Direksi Pelaksana yang tersangkut diberi
kesempatan untuk membela diri, dan akhirnya akan diputuskan apakah

338
anggota Direksi Pelaksana yang tersangkut terus diberhentikan atau
direhabilitir kembali.
4. Jika tindakan Direksi Pembina dibenarkan oleh Sidang Luar Biasa dan
anggota Direksi Pelaksana yang tersangkut dipecat; maka Sidang Luar
Biasa itu mengangkat penggantinya.
5. Jika Sidang Luar Biasa yang dimaksud tidak diselenggarakan oleh Di-
reksi Pembina dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka keputu s-
an Direksi Pembina mengenai schorsing anggota Direksi Pelaksana yang
bersangkutan otomatis menjadi batal dan anggota Direksi Pelaksana yang
dischors kembali memegang jabatan semula.

BAB VI
LAPOFtAN TAHUNAN

Pasal 32
Neraca Dan Perhitungan Rugi/Laba:
Masa pembukuan Bumiputera berjalan mulai 1 Januari dan berakhir 31
Desember tiap-tiap tahun.
Pada akhir setiap tahun dibikin Neraca yang memuat penjelasan kekaya-
an Bumiputera, dan Perhitungan Rugi/Laba, yang memberi gambaran jelas
mengenai hasil-hasil selama masa kerja yang baru lalu.

Pasal 33
Penetapan Sementara Oleh Pengurus:
Neraca dan perhitungan rugi/laba ditandatangani oleh Direksi Pelaksana
dan sebelum 1 Juni tahun berikutnya diajukan kepada Direksi Pembina untuk
dimintakan penetapan sementara dari Direksi Pembina.

Pasal 34
Penetapan Oleh Sidang Tahunan:
Sekurang-kurangnya tiga puluh hari sebelum Sidang Tahunan menurut pa-
sal 20, neraca dan perhitungan rugi/laba harus disampaikan kepada para
anggota dari BPA untuk memberi kesempatan kepada anggota BPA guns
memeriksa dan mempelajari bahan-bahan tersebut.
Penetapan oleh Sidang Tahunan atas neraca dan perhitungan rugi/laba
memberi pembebasan sepenuhnya kepada Pengurus atas tindakannya dalam
tahun yang lalu (aquit & decharge).

339
BAB VII
PE1V1BAG1ANRUGULABA

Pasal 35
Surplus/Laba:
Surplus seperti tersebut dalam neraca dan perhitungan rugi/laba yang telah
disahkan dalam Sidang Tahunan, dibagi sebagai berikut:
80% untuk para pemegang polis.
20% untuk dana-dana cadangan.

Pasal 36
Dana Jaminan:
Di samping dana tersebut pada Pasal 35, Bumiputera mempunyai suatu "da-
na jaminan" sebagai penambahan jaminan terhadap kewajiban Bumiputera
kepada para pemegang polis.
Dana jaminan ini didapat dari keuntungan-keuntungan yang khusus di-
sediakan oleh Bumiputera untuk itu.

Pasal 37
Rugi:
Jika Bumiputera menderita kerugian, maka kerugian tadi akan ditutup berturut-
turut dengan cadangan-cadangan yang ada, jika masih belum dapat tertutup
akhirnya akan ditutup dengan dana jaminan.
Jika temyata bahwa dana jaminan tidak juga dapat menutup kerugian,
maka diadakan Sidang Luar Biasa yang akan memutuskan apakah Bumipu-
tera akan dilangsungkan berdirinya atau tidak dalam hal yang terakhir tidak
berlaku ketentuan tersebut dalam Pasal 41. Jika Bumiputera akan dilang-
sungkan berdirinya, maka sisa kerugian akan dibagi (omgeslagen) di antara
para anggota dengan mengurangi reserve premi dari pertanggungannya,
oleh sebab mana sesuai dengan itu uang pertanggungannya akan dikurangi.

BAB VIII
SURPLUS UNTUK PEMEGANG P OLIS

Pasal 38
Pembagian Surplus:
Surplus, yang dasar perhitungannya untuk tiap polis ditetapkan oleh Peng-
ums dengan mengingat Pasal 9 tiap-tiap tahun akan ditambahkan pada uang
pertanggungan dari masing-masing polls.

340
Pasal 39
Waktu pembayaran Surplus:
Jika polls dijual, habis kontraknya atau si tertanggung meninggal dunia se-
hingga harga tunainya atau uang pertanggungannya hams dibayarkan, maka
surplus menurut Pasal 38 hams dibayarkan kepada yang berkepentingan.

BAB IX
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 40
Syarat-syarat:
Segala perubahan dari Anggaran Dasar hanya dapat dilakukan berdasarkan
keputusan Sidang Luar Biasa yang sengaja diadakan untuk keperluan itu.
Sidang ini sekurang-kurangnya hams dihadiri oleh anggota-anggota BPA
yang mewakili 1/4 suara anggota BPA.

BAB X
PEMBUBARAN

Pasal 41
Cara Pembubaran:
Pembubaran Bumiputera hanya dapat terjadi atas permintaan sekurang-
kurangnya separo dari jumlah anggota Bumiputera, yang mewakili sekurang-
kurangnya 1/2 (separo) dari uang pertanggungan Bumiputera dan disetujui
oleh sedikit-dikitnya 3/4 dari jumlah anggota BPA.

Pasal 42
Jalannya Pembubaran:
Jika Bumiputera dibubarkan, likuidasi akan diselenggarakan oleh Direksi
Pelaksana, sedangkan Sidang Luar Biasa yang memutuskan pembubaran
tersebut, harus juga memutuskan bagaimana dan untuk apa sisa lebih dan
perhitungan likuidasi itu akan dipergunakan.

Pasal 43
Pengesahan Likuidasi:
Sesudah perhitungan likuidasi ditetapkan oleh Pengurus pengesahan mana
berarti pembebasan penuh kepada likuidateur, maka selesailah pembubaran
Bumiputera ini.

341
BAB XI
PERATURAN KEADAAN LUAR BIASA

Pasal 44
1. Dalam keadaan luar biasa atau mendesak Pengurus dapat mengambil
tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan yang dalam keadaan biasa
seharusnya mendapat persetujuan dari BPA terlebih dahulu.
2. Tindakan atau keputusan yang diambil menurut ayat 1 tersebut harus
segera diberitahukan kepada anggota BPA.
3. Jika tindakan atau keputusan yang dimaksud dalam ayat 1 ditolak oleh
sidang BPA, maka tindakan atau keputusan itu tidak berlaku lagi.
4. Dalam hal penolakan sebagai dimaksud oleh ayat 3, maka penyelesaian
persoalan diserahkan kepada BPA.
5. Persetujuan-persetujuan/Pengesahan-pengesahan dari tindakan-tindak-
an Pengurus yang diperlukan dari BPA menurut ayat 1 tersebut, dan/atau
keputusan Sidang BPA menurut Pasal 24, tidak dapat dilakukan dise-
babkan keadaan Bumiputera dan/atau keadaan, yang menurut Pertim-
bangan Pengurus, tak memungkinkan diadakannya Sidang BPA Biasa/
Luar Biasa, maka segala persetujuan-persetujuan/pengesahan-penge-
sahan dan keputusan-keputusan dimaksud di atas, dapat dilakukan
dengan Referendum.

BAB XII
PERATURAN PERALIHAN

Pasal 45
1. Segala peraturan-peraturan pelaksanaan yang lama masih tetap berlaku
selama dan sepanjang peraturan-peraturan tersebut belum dicabut, di-
ubah, disesuaikan dan diganti dengan peraturan-peraturan pelaksanaan
barn sesuai dengan AD ini.
2. Sebelum diadakannya pemilihan BPA menurut AD ini maka anggota-
anggota MPA sekarang dinyatakan sebagai anggota BPA Sementara.
3. Sebelum diadakannya pemilihan Pengurus Sementara AD ini, maka De-
wan Komisaris dan Direksi menurut AD lama dinyatakan sebagai Pengu-
rus Sementara yang masing-masing bertindak sebagai Direksi Pembina
dan Direksi Pelaksana.

342
BAB XIII
PERATURAN PENUTUP

Pasal 46
1. Hal-hal yang tidak atau belum diatur oleh AD ini dapat diatur sementara
oleh Pengurus sambil menunggu pengesahan Sidang BPA yang akan
datang.
2. AD ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya oleh Sidang MPA.

Jakarta, 29 Oktober 1966.


Pengurus AJB Bumiputera 1912
Direksi Pelaksana,

I.K. SUPRAKTO
Direktur Utama

343
H. MOHAMMAD NOOR PURWOSUTJIPTO,
dilahirkan di Kendal 18 Juni 1912. Lulus Seko-
lah Normaalschool Salatiga 1930, mendapat diploma
MULO 1939, lulus ujian bahasa Jepang sampai ting-
kat Nikyu (kedua) 1944, lulus ujian SMANegeri 1952,
lulus Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada 1960,
Sertifikat Postgraduate Course Hukum Perdata dan
Hukum Dagang Universitas Gajah Mada 1973.
Mulai bekerj a sebagai guru SDN (HIS) 1930-1945, Tsuyaku (Juru
Bahasa Jepang) 1944, Wakil Kepala Staf I, Divisi IV TNI Salatiga
dengan pangkat Kapten 1945-1950, Pegawai Negeri Sipil Depar-
temen Agama dengan jabatan terakhir Pembantu Menteri Agama
Bidang Perencanaan dan Pengawasan 1963-966 dan 1971 pensiun.
Mulai 1 April 1969 diangkat sebagai Asi sten Dosen IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta merangkap sebagai Asisten Ahli Menteri Agama,
diangkat sebagai Dosen Hukum Dagang di Fakultas Hukum Univer-
sitas Indonesia 1963-1977, mantan Dosen Hukum Dagang Fakultas
Hukum Universitas Tarumanagara, Dosen Hukum Dagang Fakultas
Hukum Unika Atma Jaya, Dosen Hukum Dagang Perguruan Tinggi/
Akademi Hukum Militer Jakarta.

344
:+1 • 1• •' .• " 1"c' 1'

_Pengapgautut sidok4)eagaiaciaiiiictiOrtitiotriya:peogangZtan tParatia IMO .41:4


• .1 4:410441.5 ft, higAidLowym. •••■•

ang ra orang, um • tamasurans aut. pe


aut,pediriggiaigir4ectlidaii1;aiiiiii dean ., pengtnautalicli darat ctan do perakan _demi ; dalipcsit. .
-clanimenslcr turetLtan ladozinpad9 tzerrenlaut eukumzeteyeran-perairan daret -
- Jy
on. •-••

sw"

Anda mungkin juga menyukai