Prof. Irwanto adalah dosen psikologi di universitas Atmajaya Jakarta.
Pada sesi kuliah umum hari ini beliau menjelaskan dua tema besar. Narkoba dan orang dengan HIV atau AIDS. Dalam narkoba beliau menjelaskan penjelasan pemakaian obat-obatan ini ada sejak masa penjajahan dan dahulu banyak bangsawan di tanah Jawa yang juga menggunakan secara rutin. Bahkan pulau Jawa saat itu menjadi salah satu penghasil opium, atau salah satu zat yang saat ini dikategorikan sebagai narkoba. Narkoba di monopoli oleh Belanda untuk membantu pemasukan kas negara. Selain itu beliau menjelaskan data-data penumpasan narkoba di Indonesia yang tak kunjung membaik dan yang ada trennya malah naik tiap tahun. BNN dan kepolisian adalah sekian dari banyak penegak hukum yang terlibat dalam proses pemberantasan narkoba dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah ini, malah banyak pelanggaran baru yang terjadi didalamnya.
Narkoba adalah permasalahan kompleks yang perlu dilihat secara holistik,
unsur-unsur didalamnya dan strateginya perlu dikaji ulang. Resistensi menjadi kunci dalam pemberantasan narkoba. Meskipun aparat penegak hukum paham akan hal itu, namun proses resistensi ke masyarakat tidak dilakukan secara maksimal. Dampaknya adalah tidak adanya ketahanan di masyarakat dalam peredaran narkoba. Masyarakat tidak paham akan konsekuensi penggunaan narkoba. Hanya faktor ekonomi dan kenikmatan yang dipikirkan. Penjara penuh dengan narapidana narkoba yang padahal bisa dicegah jika berfokus pada hal tersebut. Narkoba dikaitkan dengan konteks kejahatan juga sangat berhubungan dengan jual beli senjata ringan, serta industri seks yang didalamnya mengandung lebih banyak kejahatan terutama terhadap perempuan dan anak. Narkoba menjadi alat transaksi, sekaligus menjadi hal yang tidak bisa dilepaskan dari dunia tersebut. Beliau menjelaskan tentang solusi lama dan baru. Solusi lama adalah kriminalisasi tidak pandang bulu yang dilakukan aparat penegak hukum, terutama dalam ‘semangat’ war on drugs yang dicanangkan oleh pemerintah Amerika Serikat. Padahal hal itu berarti melakukan perang terhadap semua orang yang terlibat dalam napza baik sebagai pemakai atau sebagai produsen dan pengedar. Selain itu pecandu menjadi target yang sangat empuk, padahal produsen dan pengedar tidak pernah kalah dimana dan kapan saja. Selanjutnya adalah cara baru. Pertama kriminalisasi terhadap produsen, pengedar pengobatan dan rehabilitasi bagi pecandu atau pemakai. Selain itu investasi dalam pencegahan narkoba lebih difokuskan pada mengevaluasi keberhasilan, walaupun treatment dan rehabilitasi membutuhkan biaya yang banyak namun hasilnya lebih sustainable dan menimbulkan resistensi di masyarakat.
Selanjutnya adalah pembahasan tentang masalah kesehatan di
masyarakat, terutama ODHA. Indonesia sebagai negara yang tidak berpihak sama sekali ke permasalahan anak, terutama anak-anak dengan kerentanan seperti itu. Salah satu contoh kasusnya adalah kasus obat HIV satu dosis untuk anak yang dilarang karena mengandung minyak babi dan MUI melarang obat itu. Akhirnya? Anak-anak harus membeli obat dengan dosis dewasa dan lebih mahal, ARV yang menjadi kebutuhan sehari-hari menjadi hal yang sulit bagi anak-anak pengidap HIV yang orangtuanya mengalami kesulitan ekonomi. Prof. Irwanto juga berusaha membantu dengan membuat lembaga swadaya masyarakat yang berfokus untuk membantu anak-anak, terutama yang ada pada kondisi ekonomi kebawah untuk semangat melanjutkan hidupnya meski mngidap HIV, serta memenuhi hak-hak mereka.