Anda di halaman 1dari 24

EMPAT PILAR UTAMA PENDIDIKAN MENURUT UNESCO DAN

MODEL PEMBELAJARAN DICK & CAREY

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Landasan Pendidikan dan Pembelajaran

Dosen pengampu:
Dr. Blasius Boli Lasan, M.Pd.

Oleh:
Andreas Purbo A.P 190111850419

Kelas BK A

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang
membahas mengenai empat pilar utama pendidikan menurut UNESCO dan model
pembelajaran Dick & Carey. Pendidikan sebagai suatu proses dapat dilaksanakan
karena adanya tujuan yang jelas. Pencapaian tujuan pendidikan salah satunya
didukung oleh pilar-pilar dasar pendidikan. UNESCO sebagai unit kerja dari PBB
menetapkan empat pilar utama pendidikan yang dapat menjadi acuan bagi
pelaksanaan pendidikan secara universal. Pelaksanaan pendidikan juga tidak dapat
dilepaskan dari adanya model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang
sistemik dikenalkan oleh Dick & Carey.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Landasan
Pendidikan dan Pembelajaran. Penulis menyadari bahwa isi dari makalah ini
masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Oleh karenanya penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca agar dapat menjadi makalah yang lebih baik. Akhirnya,
penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai empat pilar utama pendidikan menurut UNESCO dan
model pembelajaran Dick & Carey.

Malang, 17 September 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Topik Bahasan 2

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Empat Pilar Utama Pendidikan Menurut UNESCO 3

B. Model Pembelajaran Dick and Carey 7

C. MDGs, SDGs, NAEP, PISA, dan Nawacita 11

BAB III PENUTUP 19


DAFTAR RUJUKAN20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan dipandang suatu hal yang sangat penting. Dengan adanya
pendidikan, manusia dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan,
mengembangkan keterampilan hidup, dan menjadi manusia yang semakin
bermartabat. Pengertian pendidikan sesuai dengan Undang-Undang RI nomor
20 tahun 2003 adalah sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kualitas suatu bangsa dapat dinilai dari berbagai indikator, salah satunya
adalah pendidikan. Proses pendidikan yang berjalan dengan baik akan
membawa hal-hal baru yang dapat digunakan untuk menghadirkan sumber
daya manusia yang semakin berkualitas. Perkembangan dunia yang begitu
pesat apalagi di era yang semakin modern ini menuntut adanya persaingan
yang sangat kompetitif.
Pelaksanaan pendidikan di setiap negara di dunia tentu saja berbeda-
beda. Namun dari perbedaan itu ada satu garis kesamaan yaitu output berupa
hasil dari proses pendidikan tersebut. Berangkat dari hal ini, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaganya yang bernama UNESCO
mencetuskan empat pilar utama pendidikan, yaitu learning to know, learning
to do, learning to be, dan learning to live together.
Pelaksanaan pendidikan dilaksanakan dengan proses belajar. Proses
belajar tentu saja melibatkan berbagai unsur seperti orang, materi belajar, dan
lingkungan. Salah satu pihak yang berkaitan langsung dalam proses belajar
adalah seorang pengajar atau guru. Seorang pengajar dalam melaksanakan
tugas pengajarannya tentu saja tidak dapat bekerja secara sembarangan karena
berkaitan langsung dengan siswa sebagai penerima belajar.

1
Proses pembelajaran dapat dilaksanakan dalam berbagai desain atau
model pembelajaran. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran
(Helmiati, 2012). Salah satu model pembelajaran yang dikenalkan oleh Walter
Dick dan Lou Carey pada tahun 1985 yang disebut dengan model Dick and
Carey (Aji, 2016). Model pembelajaran ini menggunakan pendekatan sistem
yang tiap komponennya penting sekali bagi keberhasilan belajar siswa
(Munandir, 1987).
Komponen model pembelajaran Dick and Carey meliputi, pembelajar
(siswa), pengajar (guru), dan lingkungan belajar. Komponen ini lebih
kompleks dibangdingkan dengan model pembelajaran lain seperti Morrison,
Ross, dan Kemp. Model Dick dan Carrey memiliki 10 langkah pembelajaran
yang sistematis, dari mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran sampai
melaksanakan evaluasi. Hal ini yang mendasari bahwa model pembelajaran ini
sebagai model yang paling sesuai dengan kurikulum pendidikan di Indonesia.

B. Topik Bahasan
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa topik yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini yang diuraikan sebagai berikut.
1. Deskripsi empat pilar utama pendidikan menurut UNESCO.
2. Model pembelajaran Dick and Carey.

C. Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan topik bahasan di atas, tujuan dari penulisan makalah ini diuraikan
sebagai berikut.
1. Memahami empat pilar utama pendidikan menurut UNESCO.
2. Memahami model pembelajaran Dick and Carey.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Empat Pilar Utama Pendidikan Menurut UNESCO


UNESCO merupakan kependekan dari United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization atau dalam bahasa Indonesia berarti
organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. UNESCO
merupakan badan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB yang
didirikan pada tahun 1945. UNESCO memiliki tujuan unruk mendukung
perdamaian dan keamanan dengan mempromosikan kerja sama antar negara
melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya. UNESCO memandang
penting adanya perubahan paradigma pendidikan sebagai sebuah instrumen
menjadi paradigma sebagai pengembangan manusia seutuhnya. Berdasarkan
hal tersebut, UNESCO merumuskan empat pilar utama pendidikan, yaitu
learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
1. Learning To Know (Belajar untuk mengetahui)
Learning To Know merupakan proses pembelajaran yang
memungkinkan siswa sebagai orang yang belajar untuk menguasai teknik-
teknik dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Mudyahardjo (2001)
mengatakan bahwa belajar untuk mengetahui dilakukan dengan cara
memadukan penguasaan terhadap suatu pengetahuan umum yang luas
dengan kesempatan untuk bekerja secara mendalam pada sejumlah mata
pelajaran. Memperoleh ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas mengetahui
dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan
mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya, sesuai dengan
petunjuk-petunjuk yang telah diberikan, namun juga kemampuan dalam
memahami makna di balik materi ajar yang telah diterimanya.
Learning to know secara tidak langsung memiliki makna sebagai
sebuah proses belajar yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Makna
ini berangkat dari keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung
selama manusia itu masih hidup dan tidak terbatas pada tempat tertentu.

3
Berkaitan dengan belajar sebagai proses yang berlangsung sepanjang
hidup, Salam (1997) mendorong masing-masing orang sebagai subyek
belajar yang bertanggung jawab atas pendidikan diri sendiri untuk
menyadari bahwa:
a. Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam
kandungan hingga manusia meninggal.
b. Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata
terlambat atau terlalu dini untuk belajar.
c. Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian
integral/ totalitas kehidupan.
Menurut Isjoni (2008), guru adalah orang yang identik dengan pihak
yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi
bangsa. Dengan kata lain, seorang guru merupakan pihak yang sangat
memberi pengaruh akan lahirnya generasi terdidik. Dalam kaitannya
dengan pilar belajar untuk mengetahui, ada beberapa peranan guru dalam
menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya.
Konsep belajar untuk mengetahui menyiratkan makna bahwa pendidik
harus mampu berperan sebagai berikut (Fakhrudin, 2010).
a. Guru sebagai sumber belajar
Peranan ini memiliki kaitan dengan penguasaan sumber belajar atau
materi belajar yang akan disampaikan kepada siswa. Guru yang baik
adalah mereka yang mampu menguasai materi pembelajaran secara
komprehensif.
b. Guru sebagai fasilitator
Guru sebagai fasilitator adalah peran dimana seorang guru
menghadirkan dirinya sebagai orang yang memberikan pelayanan
kepada siswa dalam proses pembelajaran.
c. Guru sebagai pengelola
Guru memiliki peran untuk menghadirkan suasana belajar yang
kondusif atau positif. Artinya bahwa siswa mendapat jaminan untuk
dapat belajar dengan nyaman dan tanpa tekanan.

4
d. Guru sebagai demonstrator
Guru berperan menunjukkan kepada siswa mengenai segala sesuatu
yang dapat membuat siswa menjadi lebih mengeri dan memahami
setiap materi yang disampaikan.
e. Guru sebagai pembimbing
Guru berperan untuk membimbing setiap siswa dengan penuh
kesabaran. Hal ini terkait dengan pandangan bahwa siswa sebagai
pribadi yang unik. Artinya bahwa setiap siswa memiliki karakteristik
yang berbeda dimana hal itu akan berpengaruh ketika proses belajar
berlangsung.
f. Guru sebagai mediator
Guru selalu dituntut untuk memiliki pengetahuan mengenai media
pendidikan dan juga harus memiliki keterampilan memilih dan
menggunakan media dengan baik.
g. Guru sebagai evaluator
Guru berperan sebagai penilai hasil belajar siswa.

2. Learning To Do (Belajar untuk melakukan)


Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Siswa
harus mampu menghasilkan karya dari potensi yang dimilikinya. Proses
belajar sebagai sarana untuk mempersiapkan siswa dapat hidup di
masyarakat, terjun ke dunia kerja, dan menghasilkan sesuatu melalui
kreativitasnya. Sasaran tembak dari pilar yang kedua ini adalah
kemampuan kerja generasi muda. Kelemahan pengajaran yang selama ini
berjalan adalah mengajarkan “omong doang” (teori), dan kurang
menuntun siswa untuk “berbuat” (praktek).
Learning to do ingin mengajak siswa untuk belajar melakukan
sesuatu yang konkret yang tidak terpaku pada penguasaan keterampilan
mekanistis, melainkan juga keterampilan dalam berkomunikasi, kerja
sama, dan mengelola konflik. Mudyahardjo (2001) mengatakan bahwa

5
belajar untuk berbuat tidak hanya tertuju pada penguasaan suatu
keterampilan bekerja, tetapi juga secara lebih luas berkenaan dengan
kompetensi yang berhubungan dengan banyak orang dan situasi dan
bekerja dalam tim.

3. Learning To Be (Belajar untuk menjadi)


Pilar ini menuntut siswa untuk belajar mandiri menjadi pribadi yang
bertanggung jawab atas hidupnya. Learning to be mengandung pengertian
bahwa proses belajar yang berlangsung mendorong siswa untuk menjadi
dirinya sendiri. Mudyahardjo (2001) menyebutkan bahwa pilar ini
dilaksanakan dengan mengembangkan kepribadian dan kemandirian siswa.
Belajar dalam konteks ini bertujuan untuk meningkatkan dan
mengembangkan diri siswa berdasarkan potensi yang dimilikinya. Siswa
yang mampu untuk memahami potensi dalam dirinya akan lebih mudah
untuk mengaktualisasikan dirinya. Poin penting pada pilar ini adalah perlu
ditekankan sebuah skema untuk mendorong siswa mampu memiliki
kepercayaan diri yang tinggi.

4. Learning To Live Together (Belajar untuk hidup bersama)


Belajar untuk hidup bersama didasari karena selain sebagai makhluk
individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang hidup
berdampingan dengan orang lain. Dalam konteks belajar, pilar ini
mendorong siswa untuk memberantas sikap egoisme dan membiasakan
diri untuk hidup bersama dan saling menghargai. Learning to live together
memiliki orientasi kerja sama yang menuntun manusia untuk hidup
bermasyarakat dan menjadi orang berpendidikan yang bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain.

6
B. Model Pembelajaran Dick and Carey
1. Pengertian Model Pembelajaran Dick and Carey
Model pembelajaran Dick and Carey merupakan model
pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan sistem (System
Approach). Dick and Carey (dalam Aji, 2016) memandang desain
pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap proses pembelajaran
adalah proses yang sistematis. Sistematis berarti disusun dalam bentuk
prosedur atau langkah-langkah. Maka dari itu model pembelajaran Dick
and Carey ini termasuk dalam model prosedural.
Model pembelajaran Dick and Carey dikembangkan dengan
beberapa komponen pada konteks pendidikan formal, yaitu pembelajar
(siswa), pengajar (guru), dan lingkungan belajar. Demikian pula pada
setting pendidikan non-formal terdapat komponen seperti, warga belajar,
tutor, materi, dan lingkungan belajar. Semua interaksi yang terjadi dalam
proses pembelajaran adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran (Aji,
2016).

2. Tujuan Model Dick and Carey dalam Pengembangan Mata Pelajaran


a. Pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat
mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan
materi pada akhir pembelajaran.
b. Adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi
pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki.
c. Menerangkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan
perencanaan desain pembelajaran.

3. Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Dick and Carey


(Munandir, 1987)
a. Mengenali tujuan pembelajaran

7
Langkah pertama yang dilakukan dalam model pembelajaran ini
adalah menentukan apa yang hendak kita inginkan agar dapat
dilakukan oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran. Pada tahap ini,
perancang melakukan analisis mengenai kompetensi apa yang akan
dicapai dari proses pembelajaran ini. Tujuan pembelajaran dapat
diwujudkan dari rumusan tujuan secara umum, penilaian kebutuhan
dari kurikulum, dari kesulitan belajar siswa, dan dari analisa pekerjaan
dari orang yang pernah melakukan pekerjaan itu.
b. Melakukan analisis pembelajaran
Setelah mengidentifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya
adalah menganalisa tujuan tersebut guna mengenali keterampilan-
keterampilan bawahan yang mengharuskan siswa belajar
menguasainya dan langkah-langkah prosedural bawahan yang ada
harus diikuti siswa untuk belajar proses tertentu. Menganalisis
keterampilan bawahan penting untuk dilakukan karena apabila ada
keterampilan bawahan yang seharusnya dikuasai siswa tetapi tidak
diajarkan, akan banyak siswa yang tidak memiliki latar belakang yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Hal ini dapat mengakibatkan proses
pembelajaran menjadi tidak efektif. Sebaliknya jika keterampilan yang
tidak diperlukan malah diajarkan, akan memakan waktu lama dan
mengganggu siswa dalam belajar menguasai keterampilan yang
seharusnya.
c. Mengenali tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
Disamping mengidentifikasi keterampilan bawahan, pengajar juga
harus mengenali keterampilan-keterampilan khusus yang harus
dikuasai oleh siswa sebelum pembelajaran dimulai. Mengidentifikasi
tingkah laku dan karakteristik siswa penting dilakukan untuk
mengetahui kualitas pribadi siswa untuk dijadikan petunjuk dalam
menyiapkan strategi dan bahan ajar.
d. Merumuskan tujuan performansi
Dari analisis tingkah laku, pengajar kemudian menyusun pernyataan
spesifik tentang apa yang akan mampu dilakukan oleh siswa ketika

8
menyelesaikan proses pembelajaran. Dick and Carey menyebut bahwa
tujuan performansi terdiri dari: tujuan harus menguraikan hal yang
akan dilakukan siswa; menyebutkan tujuan; dan menyebutkan kriteria
yang digunakan untuk menilai aksi atau kerja siswa.

e. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan


Berdasarkan tujuan khusus yang sudah ditulis, pengajar kemudian
menyusun instrumen penilaian yang sejajar dengan mengukur
kemampuan siswa mencapai tujuan yang telah disebutkan.
f. Mengembangkan siasat pembelajaran
Dari langka-langkah yang sudah dilakukan sebelumnya, pengajar akan
mendapat gambaran mengenai strategi yang dapat dilakukan dalam
pembelajaran untuk menentukan media apa yang cocok digunakan
untuk menunjang proses pembelajaran.
g. Mengembangkan dan memilih meteri pembelajaran
Dalam langkah ini, pengajar menggunakan strategi pembelajaran untuk
memproduksi materi pelajaran. Materi pembelajaran terdiri dari materi
pelajaran, tes, dan buku pegangan guru. Pengembangan bahan ajar
dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengajar.
h. Merancang dan melakukan penilaian formatif
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang digunakan untuk
menemukan cara-cara bagaimana menyempurnakan rencana
pengajaran tersebut. Terdapat tiga macam penilaian formatif untuk
keperluan ini yang disebut penilaian satu lawan satu, penilaian
kelompok kecil, dan penilaian lapangan.
i. Merevisi pembelajaran
Setelah melakukan penilaian, langkah selanjutnya adalah memperbaiki
dan merancang kembali pembelajaran. Revisi dilakukan dengan cara
menafsirkan data yang diperoleh dari penilaian formatif untuk dapat
mengenali kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa dalam
mencapai tujuan. Revisi pembelajaran tidak saja digunakan untuk
merevisi pembelajaran itu sendiri tetapi juga untuk mengkaji kembali

9
keabsahan analisa pembelajaran yang dilakukan dan asumsi-asumsi
tentang tingkah laku masukan serta karakteristik siswa.

j. Melakukan penilaian sumatif


Penilaian sumatif merupakan penilaian mengenai nilai atau harga
pengajaran secara mutlak dan dilakukan hanya setelah pengajaran
melewait proses revisi atau perbaikan sesuai dengan tujuan semestinya.
Maka langkah ini bukan lagi dipandang sebagai kesatuan atau terpadu
dengan proses pembelajaran karena penilaian ini bukan melibatkan
pengajar tetapi pihak independenatau evaluator.

Bagan Model Pembelajaran Dick and Carey

4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Dick and Carey


Sama seperti model pembelajaran jenis lainnya, model pembelajaran
Dick and Carey juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Berikut adalah beberapa kelebihan dan kekurangan dari model
pembelajaran Dick and Carey.
a. Kelebihan

10
1) Adanya fokus pada proses awal mengenai apa yang harus
diperoleh siswa dari proses pembelajaran tersebut.
2) Langkah-langkah yang dijelaskan pada tiap-tiap tahap akan
menghindarkan perancang dari multitafsir. Artinya urutan prosedur
memudahkan perancang untuk menyusun rencana pembelajaran.
3) Model ini memberikan alternatif untuk meninjau ulang atau
merevisi rancangan yang sebelumnya dibuat sampai tahap ke
sembilan.
b. Kekurangan
1) Model pembelajaran Dick and Carey terkesan kaku karena sangat
menonjolkan prosedur yang harus dilewati satu persatu.
2) Model pembelajaran Dick and Carey akan mengalami kesulitan
ketika proses pembelajaran berbasis internet dilaksanakan.
Hambatan terjadi pada tahap menganalisis karakteristik siswa,
karena proses pembelajaran yang tidak ada tatap muka atau
bertemu langsung.

C. MDGs, SDGs, NAEP, PISA, dan Nawacita


1. MDGs (Millennium Development Goals)
Millennium Delevopment Goals dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai tujuan pembangunan milenium. MDGs adalah sebuah
program dengan delapan target terukur dan tenggat waktu yang jelas untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat termiskin di dunia. Untuk memenuhi
tujuan ini dan memberantas kemiskinan, para pemimpin dari 189 negara
menandatangani deklarasi Milenium bersejarah di PBB KTT milenium
pada tahun 2000. Pada saat itu, delapan tujuan yang berkisar dari
penyediaan pendidikan dasar universal untuk menghindari kematian anak
dan ibu ditetapkan dengan tanggal pencapaian target tahun 2015.
MDGs memiliki delapan tujuan yang telah disepakati dan harus
diusahakan secara bersama oleh segala bangsa di dunia dalam kesatuannya
di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Adapun tujuan MDGs itu adalah sebagai
berikut.

11
a. Menanggulangi kemiskinan serta kelaparan
b. Mencapai pendidikan dasar untuk semua
c. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
d. Menurunkan angka kematian anak
e. Meningkatkan kesehatan ibu
f. Memerangi HIV dan AIDS, malaria serta penyakit lainnya
g. Memastikan kelestarian lingkungan
h. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

2. SDGs (Sustainable Development Goals)


Pada tanggal 25 September 2015, negara-negara yang tergabung
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengankat rangkaian agenda
Pembangunan Berkelanjutan tahun 2030, dimana di dalamnya terdapat
tujuh belas tujuan pembangunan berkelanjutan atau lebih dikenal dengan
istilah SDGs (Sustainable Development Goals). SDGs disusun
berdasarkan tujuan pembangunan yang telah dilaksanakan sebelumnya,
yaitu MDGs (Millennium Development Goals) yang telah dilaksanakan
dari tahun 2000 sampai tahun 2015. SDGs merupakan tujuan
pembangunan lanjutan dari MDGs untuk periode tahun 2016 sampai tahun
2030.
Adanya SDGs menjadi sebuah harapan baru bagi masyarakat dunia
secara umum, karena ada tujuan bersama yang lebih konkret untuk
menjadikan dunia yang lebih baik dengan mewujudkan ketujuh belas
tujuan yang telah disepakati. Ketujuh belas target atau tujuan
pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam Sustainable
Development Goals yang harus dicapai adalah sebagai berikut.
a. Menghapus kemiskinan f. Akses air bersih dan sanitasi
b. Mengakhiri kelaparan g. Energi bersih dan terjangkau
c. Kesehatan yang baik dan h. Pekerjaan layak dan
kesejahteraan pertumbuhan ekonomi
d. Pendidikan bermutu i. Insfraktuktur, industri, dan
e. Kesetaraan gender inovasi

12
j. Mengurangi ketimpangan n. Menjaga ekosistem laut
k. Kota dan komunitas yang o. Menjaga ekosistem darat
berkelanjutan p. Perdamaian, keadilan, dan
l. Konsumsi dan produksi yang kelembagaan yang kuat
bertanggung jawab q. Kemitraan untuk mencapai
m. Penanganan perubahan iklim tujuan.
Perbedaan antara MDGs dengan SDGs:

MDGs (2000-2015) SDGs (2016-2030)


50 persen 100 persen
Target dan sasaran dari MDGs adalah Target dan sasaran adalah semua:
sebagian: - Mengakhiri kemiskinan.
- Mengurangi kemiskinan. - Semua penduduk memiliki akta
(Dikatakan separuh atau lima puluh kelahiran.
persen karena sebelumnya sudah - Memerlukan fokus untuk merangkul
banyak negara yang dapat mengurangi mereka yang terpinggir dan terasing.
kemiskinannya)
Dari negara maju untuk negara Berlaku secara umum
berkembang SDGs memandang bahwa semua negara
MDGs memiliki pandangan bahwa baik itu miskin, berkembang, dan maju
yang memiliki masalah adalah negara- semua memiliki pekerjaan rumah.
negara miskin dan berkembang, Setiap negara memiliki kewajiban untuk
sedangkan negara maju berperan menyelesaikan atau mengatasinya. Ada
untuk mendukung dengan penyediaan kolaborasi sinergis yang harus
dana. dilakukan untuk upaya mengatasi
permasalahan itu. Mulai dari
menemukan sumber pembiayaan dan
kebijakan yang diperlukan. Intinya tidak
serta merta bergantung pada negara
yang sudah maju.
Dari Atas (top down) Dari Bawah (bottom up) dan
Dokumen MDGs dirumuskan oleh partisipatif
para elit yang ada di Perserikatan Dokumen SDGs dirumuskan secara

13
Bangsa-Bangsa dan OECD di New kolektif atau bersama-sama dengan
York, Amerika. Proses perumusan adanya pertemuan dan survey pada
dilakukan tanpa ada konsultasi atau lebih dari 100 negara di dunia.
survey kepada masyarakat dunia.

Solusi Parsial atau Tambal Sulam Solusi yang Komprehensif


8 tujuan MDGs sebagian besar SDGs berisi 17 tujuan yang secara
merupakan usaha untuk mengatasi komprehensif berupaya untuk
gejala-gejala kemiskinan. Jadi fokus merombak struktur dan sistem
utama hanya permasalahan ekonomi. mengenai kesetaraan gender, tata
pemerintahan, perubahan model
konsumsi dan produksi, perubahan
sistem perpajakan, diakuinya masalah
ketimpangan sosial, dan masalah
perkotaan. Jadi, SDGs memiliki tujuan
yang lebih luas dan menyeluruh tidak
hanya fokus pada satu bidang masalah.

MDGs yang dirumuskan oleh negara-negara OECD (Organization


for Economic Co-operation and Development) dan para pakar di beberapa
lembaga internasional berbeda dengan SDGs yang melibatkan banyak
pemangku kepentingan yang lebih luas. SDGs dirancang dengan
mempertimbangkan berbagai aspek dan melibatkan partisipasi berbagai
pihak baik pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, yang berada di negara
maju dan berkembang. Hal itu berdampak pada adanya perbedaan yang
mencolok antara MDGs dengan SDGs.
Perbedaan yang pertama antara MDGs dengan SDGs adalah
dimana SDGs dirancang dan dirumuskan berdasarkan prinsip-prinsip
HAM, inklusivitas, dan anti diskriminasi. Kedua terkait dengan agenda
dimana SDGs tidak hanya berfokus pada masalah ekonomi yaitu
kemiskinan, tetapi lebih luas lagi yang mencakup keberlangsungan hidup
masyarakat dunia. Artinya agenda SDGs dilaksanakan bukan sekadar
untuk kepentingan masa sekarang tetapi juga untuk menyiapkan kehidupan

14
di masa yang akan datang. Ketiga, SDGs ditujukan untuk memastikan
bahwa semua orang dapat hidup dengan baik sejahtera. Keempat, SDGs
dirancang untuk mendorong adanya perdamaian dunia. Kelima, SDGs
mengutamakan sinergi antar pemangku kepentingan untuk kesejahteraan
masyarakat MDGs dan SDGs juga memiliki perbedaan dalam hal
jumlah tujuan dan indikator. Sebelumnya, MDGs terdapat sebanyak
selapan tujuan dengan enam puluh indikatornya. Pada agenda SDGs
mengalami perkembangan menjadi tujuh belas tujuan dengan 232
indikator. Di antara tujuh belas tujuan yang ada pada SDGs, terdapat
empat tujuan yang sebelumnya tidak ada di MDGs, yaitu tujuan ke
sembila mengenai industri, inovasi, dan infrastruktur; tujuan ke sepuluh
mengenai mengurangi ketimpangan; tujuan ke sebelas mengenai
masyarakat dan kota yang berkelanjutan; dan tujuan ke enam belas
mengenai perdamaian, keadilan, dan institusi yang kuat.

3. NAEP
National Assessment of Educational Progress (NAEP) merupakan
sebuah metode pengukuran prestasi belajar siswa secara nasional. Sering
disebut sebagai kartu laporan bangsa. (NAEP) adalah satu-satunya
perwakilan nasional, melanjutkan penilaian dari apa yang siswa Amerika
tahu dan dapat dilakukan dalam berbagai mata pelajaran. NAEP
memberikan ukuran pembelajaran siswa yang komprehensif pada titik-titik
kritis dalam pengalaman sekolah mereka.
Penilaian telah dilakukan secara rutin sejak 1969. Karena itu
membuat informasi objektif tentang kinerja siswa tersedia bagi para
pembuat kebijakan di tingkat nasional dan negara. NAEP memainkan
peran integral dalam mengevaluasi kondisi dan kemajuan pendidikan suatu
bangsa. Dalam program ini, hanya informasi yang berkaitan dengan
pencapaian akademik yang dikumpulkan. NAEP menggunakan prosedur
sampel yang dirancang sedemikian rupa sehingga penilaian dapat masuk
pada rabah keragaman geografis, ras, etnis, dan sosial ekonomi sekolah
dan siswa di Amerika. Penilaian NAEP diberikan secara seragam kepada

15
semua siswa yang berpartisipasi dengan menggunakan booklet test yang
sama dengan prosedur yang sama secara nasional.

4. PISA
PISA merupakan singkatan dari Programme for International
Student Assessment  yang digagas oleh OECD (Organization for
Economic Cooperation and Development) yang berkedudukan di Paris,
Perancis. Menurut Kemendikbud (dalam Rahmawati, 2016) PISA adalah
studi internasional mengenai prestasi literasi membaca, matematika, dan
sains siswa sekolah yang berusia lima belas tahun. PISA diselenggarakan
setiap tiga tahun sekali yang dimulai pada tahun 2000.
Indonesia mulai berpartisipasi dalam PISA sejak tahun 2000. Pada
tahun tersebut, terdapat sebanyak 41 negara yang ikut berpartisipasi
sebagai peserta. Dengan mengikuti PISA, Indonesi memperoleh manfaat
untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa jika dibandingkan dengan
literasi siswa dari negara lain serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Hasil ini digunakan oleh pemangku kepentingan untuk dapat menyusun
kebijakan mengenai peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
PISA dilaksanakan dalam bentuk tes bacaan, matematika, dan sains
yang dikerjakan dengan durasi waktu dua jam (Novita, 2018). Dalam
pelaksanaannya, Indonesia menunjuk anak didik yang akan ikut tes ini
secara acak dari berbagai daerah (sampling). Pengujian biasanya diberikan
kepada antara 4.500 dan 10.000 siswa di setiap negara (Wulandari, 2015).
Untuk memperlihatkan bahwa tingkat literasi baik dalam membaca,
matematika, maupun sains sudah baik, maka OECD memiliki standar rata-
rata internasional skor 500. Dari hasil PISA yang telah diikuti oleh
Indonesia, pada tahun 2000, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 41
negara peserta. Untuk edisi selanjutnya pada tahun 2003, Indonesia
menempati peringkat 39 dari 40 negara peserta. Dan pada edisi tahun
2006, Indonesia menempati peringkat 48 dari 56 negara peserta. Hasil ini

16
tentu merupakan hal yang tidak menggembirakan. Menjadi sebuah
tantangan besar bagi pendidikan di Indonesia untuk dapat meningkatkan
mutunya. Hal ini berkaitan dengan persaingan global yang semakin ketat.

5. Nawacita
Nawacita adalah kata yang berasal dari bahasa sansekerta, yaitu
Nawa yang berarti sembilan dan Cita yang berarti tujuan. Jadi Nawacita
adalah sembilan tujuan yang hendak dicapai. Dalam kaitannya dengan
Negara Indonesia, Program Nawacita berarti sembilan program yang
hendak dicapai dalam bernegara. Nawacita adalah konsep besar untuk
memajukan Indonesia yang berdaulat, mendiri, dan berkepribadian. Untuk
mewujudkannya, diperlukan kerja nyata pada tahap demi tahap yang
diawali dengan pembangunan fondasi dan dilanjutkan dengan upaya
percepatan di berbagai bidang. Berikut adalah sembilan program yang
disebut sebagai Nawacita Pemerintah Indonesia (KPU RI).
a. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan
meberikan rasa aman pada seluruh warga Negara.
b. Membuat pemerintahan tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
c. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan.
d. Menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
e. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
f. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional.
g. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik.
h. Melakukan revolusi karakter bangsa.
i. Memperteguh Ke-Bhinneka-an dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia.

17
Keterkaitan antara Nawacita dengan SDGs (BPS, 2016)

18
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
UNESCO sebagai badan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
bekerja dalam bidang pendidikan dan kebudayaan mencetuskan empat pilar utama
pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be,
dan learning to live togather. Sebuah pedoman yang dibuat
untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsa-bangsa yang
ada di dunia termasuk di Indonesia. Adanya perubahan
paradigma dari proses belajar yang berorientasi pada Guru
menjadi proses belajar berorientasi pada siswa.
MDGs dan SDGs merupakan tujuan bersama yang telah
disepakati dan ingin diwujudkan oleh negara-negara yang
bernaung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tahun 2019
ini, tujuan yang sedang berupaya dicapai adalah SDGs (2016-
2030). Dalam tujuan yang disepakati, terdapat tujuan yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan. Jadi dapat
dikatakan bahwa MDGs dan SDGs menjadi sebuah kesepakatan
yang dapat menjamin ketercapaian peningkatan kualitas
pendidikan seperti yang diharapkan oleh UNCESCO. NAEP dan
PISA sebagai sebuah instrumen untuk menilai pelaksanaan
proses pembelajaran.
Dalam praktek pendidikan, proses pembelajaran dilakukan
dengan berbagai model pembelajaran. Salah satu model
pembelajaran yang ada adalah model pembelajaran Dick and
Carey. Model pembelajaran Dick and Carey merupakan model pembelajaran

19
prosedural dengan pendekatan sistem. Komponen dalam model Dick and Carey
meliputi: siswa, guru, dan lingkungan belajar. Model pembelajaran Dick and
Carey memiliki sepuluh tahapan atau langkah-langkah, yaitu: 1) Mengenali tujuan
pembelajaran; 2) Melakukan analisis pembelajaran; 3) Mengenali tingkah laku
dan karakteristik siswa; 4) Merumuskan tujuan performansi; 5) Mengembangkan
butir-butir tes acuan patokan; 6) Mengembangkan siasat pembelajaran; 7)
Mengembangkan dan memilih meteri pembelajaran; 8) Merancang dan
melakukan penilaian formatif; 9) Merevisi pembelajaran; dan 10) Melakukan
penilaian sumatif.

DAFTAR RUJUKAN

Aji, W.N. (2016). Model Pembelajaran Dick and Carrey Dalam Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, 1 (2).
(Online), tersedia: https://journals.ums.ac.id, diunduh pada 1 September
2019, pukul. 20.00 WIB.
Badan Pusat Statistik. (2016). Potret Awal Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals) di Indonesia. (Online) tersedia:
https://www.bps.go.id/publication/2017/02/01/9a002f0067c89e511f042c13/
kajian-indikator-lintas-sektor--potret-awal-tujuan-pembangunan-
berkelanjutan--sustainable-development-goals--di-indonesia.html diunduh
pada 14 September 2019, pukul 22.00 WIB.
Fakhrudin. (2010). Menjadi Guru Faforit. Yogyakarta: Diva Press.
Helmiati. (2012). Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Horkay, N. (1999). The NAEP Guide. Washington DC: U.S Department of
Education.
Isjoni. (2008). Guru Sebagai Motivator Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
KPU. (2014). Visi Misi Program Aksi Joko Widodo dan Jusuf Kalla. (Online)
tersedia: https://www.kpu.go.id/koleksigambar/Visi_Misi_JOKOWI-JK.pdf
diunduh pada 17 September 2019, pukul 17.00 WIB.

20
Mudyahardjo, R. (2001). Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang
Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Munandir. (1987). Rancangan Sistem Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.
Novita, F. (2018). PISA dan Literasi Indonesia. Kompasiana.com (Online)
tersedia:
https://www.kompasiana.com/frncscnvt/5c1542ec677ffb3b533d6105/pisa-
dan-literasi-indonesia?page=all diakses pada 17 September 2019, pukul
20.10 WIB.
Rahmawati, E.(2016). Analisis Matematika Bertipe PISA. Jurnal Pendidikan
Matematika, 2 (2). (Online) tersedia: https://ejournal.upp.ac.id, diunduh
pada 17 September 2019, pukul 18.40 WIB.
Salam. B. (1997). Pengantar Pedagogik. Jakarta: Rineka Cipta.
Wulandari, I.C. (2015). Uji Coba PISA Untuk Mengetahui Tingkat Kemampuan
Literasi Matematis pada Siswa SMP. Bandung: UPI (Online) tersedia:
http://repository.upi.edu/17965/6/S_MTK_0800440_Chapter1.pdf diunduh
pada 17 September 2019, pukul 21.20 WIB.

21

Anda mungkin juga menyukai