Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

TEORI PENDIDIKAN A, B, C, D, E

DOSEN PENGAMPU:
Dra. Sri Indrawati, M.Pd., Ph.D.

Dr. Santi Oktarina, M.Pd.

DISUSUN OLEH:

Kelompok 6

Auleyah Tri Ulfah / 06021382126076

Aurelia Alifa Ismanida / 06021282126055

Ita Mahmudah / 06021382126063

Royan Bagus Alexander / 06021282126034

Salsha Mayta Maharani / 06021282126042

Zahnas Ziva Cegame / 06021282126014

Zahra Firlia / 06021282126026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga kami dapat
menyusun makalah tentang “Teori Pendidikan A, B, C, D, E” dengan sebaik-baiknya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pengantar
pendidikan dan menambah wawasan serta informasi yang berkaitan dengan teori dan konsep
pendidikan menurut para ahli.

Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Sri Indrawati, M.Pd., Ph.D. dan Ibu Dr. Santi
Oktarina, M.Pd. selaku dossen pengampu mata kuliah pengantar pendidikan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan kami serta kepada seluruh pihak yang
telah membantu, memfasilitasi, memberi masukan, dan mendukung penulisan makalah ini
sehingga selesai tepat pada waktunya.

Meskpun kami telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca sekalian.

Palembang, 27 September 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 2
2.1. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Driyarkara.............................................................. 2
2.2. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Paulo Freire ........................................................... 3
2.3. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara ............................................. 5
2.4. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Howard Gardner .................................................... 6
2.5. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Daniel Goleman..................................................... 7
BAB III PENUTUP ....................................................................................................................... 9
3.1. Kesimpulan........................................................................................................................... 9
3.2. Saran ..................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Teori pendidikan saat ini mengembangkan pendidikan yang lebih menekankan pemberian
keterampilan dari berbagai unsur kecerdasan di mulai sejak usia dini. Upaya pengembangan
kecerdasan, efektif dilakukan pada usia dini. Karena merupakan masa keemasan atau sering
disebut dengan istilah Golden Age. Proses perkembangan otak relatif cepat pada masa ini. Usia
dini juga merupakan masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia. Tahapan ini merupakan
salah satu faktor yang akan menentukan perkembangan kehidupan anak selanjutnya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa teori dan konsep pendidikan menurut Driyarkara?


2. Apa teori dan konsep pendidikan menurut Paulo Freire?
3. Apa teori dan konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara?
4. Apa teori dan konsep pendidikan menurut Howard Garner?
5. Apa teori dan konsep pendidikan menurut Daniel Goleman?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan teori dan konsep pendidikan menurut Driyarkara.


2. Mendeskripsikan teori dan konsep pendidikan menurut Paulo Freire.
3. Mendeskripsikan teori dan konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara.
4. Mendeskripdikan teori dan konsep pendidikan menurut Howard Gardner.
5. Mendeskripsikan teori dan konsep pendidikan menurut Daniel Goleman.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Driyarkara

Istilah hominisasi dan humanisasi atau memanusiakan manusia muda merupakan rumusan
filsafat pendidikan Driyarkara, yang mengarah pada proses kesadaran untuk memanusiakan
manusia. Hominisasi adalah proses pemanusiaan pada umumnya. Manusia berbeda dengan
binatang ataupun tumbuhan, manusia tidak akan sampai ke fase “ke manusiawi-an nya” tanpa
pendidikan. Lain halnya dengan binatang. Binatang tidak perlu pendidikan, karena pada
hakikatnya tidak memiliki akal budi. Sedangkan humanisasi adalah proses lanjutan dari
hominisasi. Seperti tampak dalam kemajuan-kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan. Tidak ada
batas antara huminisasi dan homanisasi. Tidak akan ada homanisasi tanpa humanisasi sedikit
pun.

Di bawah judul Kedudukan dan Tujuan Ilmu Mendidik Teoretis, Driyarkara sendiri
hendak menyatakan bahwa sebagian besar pemikirannya tentang pendidikan yang termuat dalam
karya lengkap suntingan Sudiarja, Budi Subanar, Sunardi, & Sarkim (2006), dia maksudkan
sebagai ilmu mendidik teoretis, yaitu pemikiran yang bersifat kritis, metodis, dan sistematis
tentang realitas atau fenomena yang disebut pendidikan (h. 352). Mengutip penjelasannya, kritis
berarti bahwa dalam memandang pendidikan dia tidak hanya menerima apa yang dia tangkap
atau muncul dalam benaknya melainkan berusaha menemukan dasar atau alasan yang memadai
untuk merumuskan pernyataan-pernyataannya tentang pendidikan; metodis berarti bahwa dalam
proses berpikir dan menyelidiki fenomena pendidikan sehingga melahirkan pengetahuan dia
menggunakan cara tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara logika; sistematis berarti
bahwa dalam berpikir dan menyelidiki fenomena pendidikan dia digerakkan oleh ide yang
menyeluruh dan menyatukan sehingga seluruh pemikiran dan pendapatnya tentang pendidikan
merupakan kesatuan (h. 352-353).

Era globalisasi neoliberal sebagaimana kita saksikan saat ini ditandai sekaligus dipicu oleh
dua fenomena penting di bidang ekonomi-politik khususnya di negara-negara maju (Hill, 2010).
Fenomena pertama adalah menurunnya secara tajam dari waktu ke waktu keuntungan dari
kegiatan industri manufaktur di negara-negara industri maju seperti Inggris, Amerika Serikat,
Kanada, Australia, dan New Zealand. Situasi ini secara langsung maupun tidak langsung
mendorong munculnya fenomena kedua yaitu tumbuhnya industri di bidang jasa, komunikasi,
dan teknologi khususnya juga di negara-negara industri maju. Salah satu bidang jasa penting
yang diandalkan oleh negara-negara industri maju sebagai sumber keuntungan pengganti adalah
pendidikan.

2
2.2. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Paulo Freire

Pendidikan dan politik adalah dua faktor penting dalam sistem sosial. Keduanya bersinergi
dalam Paulo Freire, seorang pakar pendidikan dari Brazil dan juga sebagai tokoh multi kultural,
berhasil melihat fenomena pendidikan yang dehumanisasi dan secara pedas mengkritik sistem
pendidikan dewasa ini dalam karyanya yang terkenal, yaitu Pendidikan Kaum Tertindas.
Pendidikan menurut Paulo Freire harus berorientasi untuk membebaskan manusia dari
kungkungan rasa takut dan tertekan akibat otoritas kekuasaan (penindasan). Konsep yang
ditawarkan oleh Freire ini, secara ideal mestinya mampu menjadi solusi atas bentuk-bentuk
ketimpangan sistem pendidikan kita, baik secara teoritik maupun praktik di lapangan.
Menurut Paulo Freire, dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan adalah
merupakan sebuah anugerah yang di hibahkan oleh mereka yang menganggap diri mereka
berpengetahuan kepada mereka yang di anggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa.
Menganggap bodoh secara mutlak pada orang lain, sebuah ciri dari ideologi penindasan, berarti
mengingkari pendidikan dan pengetahuan sebagai proses pendidikan. Tidaklah mengherankan
jika konsep pendidikan gaya bank memandang manusia sebagai makhluk yang dapat di samakan
dengan sebuah benda dan gampang di atur. Berbeda dengan individu sebagai manusia tertindas,
individu sebagai manusia bebas memiliki karakter seperti yang digambarkan dalam tradisi
humanisme renaissance, yakni individu yang memiliki hak atas dirinya dan juga individu yang
menempatkan dirinya sebagai penguasa atas kehidupannya sebagai manusia di dunia. Individu
dalam pandangan ini, memiliki kebebasan dalam mengkreasikan segala sesuatu, dan dalam
kreasinya terkandung tanggung jawab baik bagi dirinya maupun orang lain. Pada titik ini, posisi
individu yang bebas hampir sesuai dengan tawaran konsep manusia dalam pandangan Sartre.
Dalam hal ini pun, Freire melihat bahwa kebebasan adalah sebuah fitrah manusia. Freire sepakat
dengan pandangan kaum eksistensialis yang melihat bahwa manusia adalah penguasa atas
dirinya. Disisi ini, Freire menegaskan bahwa individu harus mampu menjadi pencipta sejarahnya
sendiri, dan hal itu hanya dimungkinkan jika seseorang mampu menguasai dirinya untuk
kemudian mampu memproyeksikan rancangan tentang dunia yang akan dibangun dan
dihidupinya.

Manusia yang bebas, juga merupakan manusia yang memiliki kehendak, artinya pada
posisi ini individu bukanlah makhluk yang hanya dijejali dan didukung oleh patokan-patokan
nilai serta aturan yang ditawarkan, akan tetapi merupakan individu yang mampu memberikan
arahan pada dirinya untuk dapat menentukan setiap tindakannya, karena dengan kehendaknya,
individu kemudian mampu membangkitkan tindakan-tindakan yang kemudian dapat
mengarahkannya membentuk sebuah dunia baru yang akan dihidupinya juga.

a. Pendidikan Pembebasan Paulo Freire


Pendidikan pembebasan menurut Paulo Freire merupakan proses bagi seorang anak
manusia untuk menemukan hal yang paling penting dalam kehidupannya, yakni terbebas dari

3
segala hal yang mengekang kemanusiaannya menuju kehidupan yang penuh dengan kebebasan.

b. Tujuan Pendidikan yang Membebaskan


Freire berpendapat bahwa pendidikan yang membebaskan memang harus dijadikan
sebagai pendidikan humanis dan libertarian (merdeka). Untuk itu maka pendidikan harus
menjadi jalan menuju pembebasan umat manusia, karena tujuan tertinggi manusia adalah
humanisasi. Sedangkan humanisasi dalam pengertian Freire bukanlah pencarian kebebasan
individu semata, melainkan (karena tujuan humanisasi) sosial.

c. Komponen Pendidikan yang Membebaskan


1. Guru / pendidik
Tugas para pendidik progresif revolusioner, menurut Freire, membuka kesempatan dan
menumbuhkan harapan kepada peserta didik. Disamping itu juga bisa mencarikan cara yang
tepat bagi peserta didik untuk belajar, dan bantuan yang paling tepat dan bisa ditawarkan kepada
peserta didik, sehingga mereka dapat memerankan diri sebagai subjek belajar selama mengikuti
pendidikan untuk memberantas buta huruf.
2. Peserta didik
Pendidikan yang membebaskan adalah sebuah model pendidikan yang peserta didik bisa
berperan aktif dalam proses belajar yang sedang berlangsung. Seorang guru / pendidik yang lebih
berperan aktif dalam proses belajar mengajar dinilai tidak membuat peserta didik kurang bisa
berkembang dengan baik dalam menjalani proses pendidikan.
3. Materi / isi pelajaran
Menurut Freire, isi pelajaran atau kurikulum memang senantiasa harus dikritisi. Pendidik
dan peserta didik perlu bekerja sama dalam menentukan isi yang mau dipelajari. Dalam
pendidikan terhadap masalah problemposing dengan jelas bahan itu ditentukan peserta didik,
sementara pendidik mengambil keadaan dari situasi hidupnya. Pendidik seharusnya mengemban
transformatif dengan cara “berdialog dengan yang lain” bukan berusaha mewakilinya. Hubungan
yang ideal antara pendidik dan peserta didik bukanlah hierarkikal. Sebagaimana dalam
“pendidikan gaya bank”, tetapi merupakan hubungan dialogikal. Secara sederhana Freire
menyusun daftar antagonisme pendidikan “gaya bank” itu sebagai berikut:
1) The teacher teaches and the student are tought (Guru mengajar, peserta didik diajar).
2) The teacher knows everyting and the students know nothing (Guru tahu segalanya, peserta
didik tidak tahu apa-apa).
3) The teacher thinks and the students are thought about (Guru berpikir, peserta didik
dipikirkan).
4) The teacher talks and the student listen – meekly (Guru bicara, peserta didik mendengarkan).
5) The teacher disciplines and the students are disciplined (Guru menentukan peraturan, peserta
didik diatur).
6) The teacher chooses and enfores his choose, and the students comply (Guru memilih dan

4
melaksanakan pilihannya, dan peserta didik menyetujui).
7) The teacher act and students have the illusion of acting trough the action of the Teacher (Guru
bertindak, peserta didik membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya).
8) The teacher chooses the program content, and the student (who were not consulted) adapt to it
(Guru memilih bahan apa yang akan diajarkan, peserta didik menyesuaikan diri dengan pelajaran
itu).
9) The teacher confuses the authority of knowledge with this or her own professional authority,
which she and he sets in opposition to the freedom of the students (Guru mencampuradukkan
kewenangan ilmu pengetahuan dengan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk
menghalangi kebebasan peserta didik).
10) The teacher is the subject of the learning process, while the pupils are mereobject (Guru
adalah subyek proses belajar, sedangkan peserta didik objeknya belaka).

d. Tahap–tahap Pendidikan yang Membebaskan


Pendidikan bagi Freire, adalah jalan menuju pembebasan umat manusia yang permanen
dan terdiri dari dua tahap.

• Tahap pertama adalah masa dimana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka dan
melalui praksis merubah kesadaran itu.

• Tahap kedua dibangun atas yang pertama dan merupakan sebuah proses tindakan kultural
yang memang benar-benar membebaskan.

2.3. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara

Berbicara tentang Ki Hajar Dewantara, beliau adalah seorang pencetus pendidikan klasik
Indonesia. Menurut Suroso dalam jurnal Scolaria, bahwa Ki Hajar Dewantara merupakan satu
dari sedikit tokoh yang secara intens mencurahkan perhatiannya dibidang pendidikan dimasa
pergerakan dan awal kemerdekaan Indonesia. Tujuan yang ingin dicapai oleh Ki Hajar
Dewantara dari pendidikan itu adalah terbentuknya generasi bangsa Indonedia yang mandiri,
penuh daya kreasi dan berbudi pekerti mulia. Tetapi beliau sadar jika pendidikan yang
mengedepankan budi pekerti tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah saja, tapi juga
menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Hal itu kemudian membuatnya memiliki
gagasan untuk membuat konsep pendidikan yang melibatkan ketiga lingkungan tersebut. Yang
diberi nama “Tri Pusat Pendidikan”. Konsep pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara
yaitu mengutamakan kasih sayang. Dimana pendidik seperti orang tua kepada anaknya sendiri.
Berikut adalah tiga konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara :

5
a. Ing Ngarsa Sung Tuladha
Yang memiliki arti didepan. Yaitu seorang pendidik harus dapat memberi teladan atau contoh
kepada muridnya.

b. Ing Madya Mangun Karsa


Yang artinya ditengah tengah atau di antara seseorang yang dapat menciptakan ide atau gagasan,
maksudnya guru mempunyai peran penting untuk menciptakan ide dalam proses pembelajaran.

c. Tut Wuri Handayani


Yang artinya dibelakang. Yaitu seorang pendidik harus berada dibelakang siswa untuk memberi
dukungan atau arahan kepada muridnya.

Dalam masa penjajahan Belanda (dan juga Jepang), salah satu bidang kehidupan yang
terabaikan adalah pendidikan. Rekayasa politik yang tampak pada fakta terbatasnya jumlah
sekolah dan sarana pendidikan bagi bangsa Indonesia pada masa itu menjadi salah satu alasan
kuat bagi Ki Hadjar Dewantara untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Pemerintah penjajah
tahu persis bahwa upaya serius mencerdaskan bangsa terjajah merupakan upaya yang berbahaya
sebab bisa mengancam stabilitas pemerintahannya kelak. Oleh karena itu, jalan terbaik yang
menguntungkan mereka adalah “membatasi” sarana pendidikan dan kesempatan menimba ilmu
bagi generasi Indonesia. Dengan demikian, generasi muda Indonesia tidak terbuka pemikirannya
ke arah kemerdekaan.

2.4. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Howard Gardner

Pengertian pendidikan menurut Howard Gardner yaitu, pendidikan sebagai pengembangan


berbagai potensi kecerdasan. Pengertian tersebut merupakan bentuk dari teori Multiple
Intelligence (Kecerdasan Jamak) yang dikemukakan oleh Howard Gardner.

Multiple Intelligences (Kecerdasan Jamak) adalah salah satu teori belajar yang
dikemukakan Howard Gardner. Multiple Intelligences adalah istilah yang digunakan oleh Howard
Garner untuk menunjukkan bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki banyak kecerdasan.

Pembelajaran dengan pendekatan multiple intelligences merupakan upaya memberikan


pengalaman belajar yang dirancang selaras dengan kebutuhan, gaya kognisi siswa, khususnya
sesuai dengan kekuatan jenis inteligensi setiap siswa. Pendekatan pembelajaran penstimulasian
multiple intelligences mengasumsikan bahwa setiap anak cerdas, namun kecerdasan mereka
bervariasi. Dengan kata lain, mereka memiliki gaya belajar atau cara mudah belajar yang
bervariasi.

Pendekatan pembelajaran multiple intelligences diharapkan dapat memfasilitasi variasi


kekuatan inteligensi dan gaya belajar setiap siswa, sehingga pada gilirannya mereka dapat
mencapai prestasi optimal dan tumbuh sikap cinta belajar.

6
Kecerdasan majemuk pada anak terdiri dari 9 kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara
efektif, baik secara oral maupun tertulis.

2. Kecerdasan matematis logis adalah kemampuan untuk menangani bilangan danperhitungan,


pola dan pemikiran logis dan ilmiah.

3. Kecerdasan ruang (spasial) adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara
tepat.

4. Kecerdasan musikal (irama musik) adalah kemampuan untuk mengembangkan,


mengekspresikan, dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara.

5. Kecerdasan kinestetik badani adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk
mengekspresikan gagasan atau perasaan.

6. Kecerdasan antarpribadi (interpersonal) adalah kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap
perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain.

7. Kecerdasan intrapribadi (intrapersonal) adalah kemampuan yang berkaitan dengan


pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptatif berdasar
pengenalan diri itu.

8. Kecerdasan naturalis (lingkungan) adalah kemampuan untuk mengerti flora dan fauna dengan
baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural, kemampuan untuk
memahami dan menikmati alam, dan menggunakan kemampuan tersebut secara produktif.

9. Kecerdasan eksistensial adalah kepekaan atau kemampuan untuk menjawab persoalan-


persoalan terdalam eksistensi manusia. Kesembilan kecerdasan tersebut perlu dikembangkan
secara maksimal dan sejak usia dini, agar bermanfaat bagi individu yang bersangkutan. Hal ini
karena pada usia tersebut, manusia mengalami perkembangan yang sangat pesat dan apa-apa
yang dipelajari di masa tersebut menjadi pijakan bagi masa-masa selanjutnya.

Kesembilan kecerdasan tersebut perlu dikembangkan secara maksimal dan sejak usia dini,
agar bermanfaat bagi individu yang bersangkutan. Hal ini karena pada usia tersebut, manusia
mengalami perkembangan yang sangat pesat dan apa-apa yang dipelajari di masa tersebut menjadi
pijakan bagi masa-masa selanjutnya.

2.5. Teori dan Konsep Pendidikan menurut Daniel Goleman

Kecerdasan emosional dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali dan


mengendalikan perasaan-perasaan atau emosi baik untuk diri sendiri atau ketika berinteraksi
dengan orang lain. Salah satu teori kecerdasan emosional yang populer adalah teori seorang ahli
psikologi bernama Daniel Goleman melalui tulisan-tulisannya di The New York Times pada
tahun 1995. Ia menyatakan bahwa pandai dan ahli dalam suatu bidang ternyata bukan faktor
7
yang paling menentukan kesuksesan seseorang. Yang lebih menentukan justru adalah kecerdasan
emosional.

Dalam buku yang lain, Daniel Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosional
adalah kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahap mengahadapi frustasi, mengandalkan
dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan dalam kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
agar bebas dari stress, tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa.

Daniel Goleman berpendapat ada dua macam kerangka kerja kecakapan emoji yaitu
kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Masing-masing dari kecakapan tersebut memiliki ciri-
ciri tertentu yang digabung menjadi lima ciri. Adapun 5 ciri tersebut adalah:

1. Kesadaran Diri

Kesadaran diri menurut Daniel Goleman bukanlah perhatian yang larut kedalam
emosi akan tetapi lebih merupakan modus netral yang mempertahankan refleksi diri di
tengah badai emosi.

2. Pengaturan Diri

Pengaturan diri adalah pengelolaan impuls dan perasaan yang menekan.

3. Motivasi

Motivasi yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun menuju sasaran, membantu untuk mengambil inisiatif untuk bertindak secara efektif,
dan untuk bertahan menghadapi kegagalan atau frustasi.

4. Empati

Empati adalah memahami persaan dan masalh orang lain dan berfikir dengan sudut
pandang mereka, menghargai peebedaan perasaan orang mengenai berbagai hal.

5. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial (social skills) adalah kemampuan untuk menangani emosi


dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan
jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan untuk mempengaruhi dan
memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan untuk bekerja sama dalam tim.

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut, kesimpulannya adalah sebagai berikut:

1. Konsep pendidikan Driyarkara mengarah pada proses kesadaran untuk memanusiakan


manusia (humanisasi).
2. Konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire merupakan kebebasan dalam artian sosial.
3. Konsep pendidikan yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara merupakan tiga konsep yang
diberi nama “Tri Pusat Pendidikan”.
4. Konsep pendidikan menurut Howard Gardner yaitu pendidikan sebagai pengembangan
berbagai potensi kecerdasan seorang anak diperlukan 9 kecerdasan.
5. Konsep pendidikan menurut Daniel Goleman yaitu kecerdasan emosional, menyebutkan
bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, yang mencakup sembilan nilai
dasar yang saling terkait.

3.2. Saran

Dari uraian di atas, hendaklah kita sebagai calon guru mempelajari konsep pendidikan
karena akan bermanfaat bagi diri sendiri dan juga peserta didik kita dalam kegiatan belajar
mengajar. Demikianlah makalah ini kami buat, tentunya masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki, sehingga kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat kami harapkan demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah kami berikutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Au, W. (2010). Defending dialectics: Rethinking the neo-Marxist turn in critical education.

Boas, T.C., & Gans-Morse, J. (2009). Neoliberalism: From new liberal philosophy to antiliberal
slogan. DOI 10.1007/S12116-009-9040-5.

Dewantara, Ki Hadjar. (1954). Masalah Kebudayaan. Pertjetakan Taman Siswa, Jogjakarta.

Elmore, Tim. (2001). Nutiring The Leader Within Your Child, Thomas Nelson Inc., A.

Fuad Hassan, (1973). Berkenalan Dengan Existensialime. Jakarta Pustaka Jaya, hlm 127.

Ikhwan Aziz Q., S. d. (2018). Konsep Pendidikan dalam Pemikiran ki Hadjar Dewantara dan
Relevansinya dengan Pendidikan di Indonesia. Volume 3, Nomor 1, Juni 2018 , 15.

Mufti Sholih, (2010). Pembebasan individu. FIB UI.

Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, karakteristik dan Implementasi,


Bandung: Rosdakarya.

Paulo freire, (2006). Pendidikan Kaum Tertindas, terjemahan F Danuwinata, Jakarta, LP3ES
Hlm 27.

Paulo Freire, (2001). Pendidikan Yang Membebaskan, Jakarta: MELIBAS, hlm 1.

Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, op. cit., hlm. 53.

Paulo Freire, Paedagogy Of The Oppressed, op. cit.,hlm. 73.

Theory. Dalam S. Macrine, P. McLaren, & D. Hill (Eds.), Revolutionizing pedagogy.

http://www.teoriuntukguru.com/2016/01/teori-kecerdasan-emosional-daniel.html?m=1

(diakses tanggal 27 September 2021)

10

Anda mungkin juga menyukai