Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENGANTAR PENDIDIKAN

PILAR-PILAR PENDIDIKAN

OLEH
1. FADILAH NURUL ANJANI
2. IRAWATI OKE
3. NURAFIFAH ALFINA. M
4. HERI ADRIANI
5. CITRA WAHYUNI
6. NADYRA DARA BUDIMAN
7. EKA FADILLAH AKSARI

PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang
membahas mengenai empat pilar utama pendidikan menurut UNESCO dan model
pembelajaran Dick & Carey. Pendidikan sebagai suatu proses dapat dilaksanakan
karena adanya tujuan yang jelas. Pencapaian tujuan pendidikan salah satunya
didukung oleh pilar-pilar dasar pendidikan. UNESCO sebagai unit kerja dari PBB
menctapkan empat pilar utama pendidikan yang dapat menjadi acuan bagi
pelaksanaan pendidikan secara universal. Pelaksanaan pendidikan juga tidak dapat
dilepaskan dari adanya model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang
sistemik dikenalkan oleh Dick & Carey.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Landasan
Pendidikan dan Pembelajaran. Penulis menyadari bahwa isi dari makalah ini
masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Oleh karenanya penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca agar dapat menjadi makalah yang lebih baik. Akhirnya,
penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai empat pilar utama pendidikan menurut UNESCO dan
model pembelajaran Dick & Carey.

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..... 2
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………… 3
A. LATAR BELAKANG ………………………………………………….. 4
B. TOPIK BAHASAN …………………………………………………….. 5
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH …………………………………. 5
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….. 6
A. EMPAT PILAR UTAMA DALAM UNESCO ………………………. 6
B. MODEL PEMBELAJARAN DICK AND CARAY ………………… 9
C. MDGs, SDGs, NAEP, PISA, dan NAWACITA ……………………... 13
BAB III KESIMPULAN ……………………………………………………… 18
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan dipandang suatu hal yang sangat penting. Dengan adanya
pendidikan, manusia dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan,
mengembangkan keterampilan hidup, dan menjadi manusia yang semakin
bermartabat. Pengertian pendidikan sesuai dengan Undang-Undang RI nomor 20
tahun 2003 adalah sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Kualitas suatu bangsa dapat dinilai dari berbagai indikator, salah satunya
adalah pendidikan. Proses pendidikan yang berjalan dengan baik akan membawa
hal-hal baru yang dapat digunakan untuk menghadirkan sumber daya manusia
yang semakin berkualitas. Perkembangan dunia yang begitu pesat apalagi di era
yang semakin modern ini menuntut adanya persaingan yang sangat kompetitif.

Pelaksanaan pendidikan di setiap negara di dunia tentu saja berbedabeda.


Namun dari perbedaan itu ada satu garis kesamaan yaitu output berupa hasil dari
proses pendidikan tersebut. Berangkat dari hal ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) melalui lembaganya yang bernama UNESCO mencetuskan empat pilar
utama pendidikan, yaitu /earning to know, learning to do, learning to be, dan
learning to live together.

Pelaksanaan pendidikan dilaksanakan dengan proses belajar. Proses


belajar tentu saja melibatkan berbagai unsur seperti orang, materi belajar, dan
lingkungan. Salah satu pihak yang berkaitan langsung dalam proses belajar adalah
seorang pengajar atau guru. Seorang pengajar dalam melaksanakan tugas
pengajarannya tentu saja tidak dapat bekerja secara sembarangan karena berkaitan
langsung dengan siswa sebagai penerima belajar.

4
Proses pembelajaran dapat dilaksanakan dalam berbagai desain atau model
pembelajaran. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain,
model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran (Helmiati, 2012). Salah
satu model pembelajaran yang dikenalkan oleh Walter Dick dan Lou Carey pada
tahun 1985 yang disebut dengan model Dick and Carey (Aji, 2016). Model
pembelajaran ini menggunakan pendekatan sistem yang tiap komponennya
penting sekali bagi keberhasilan belajar siswa (Munandir, 1987).

Komponen model pembelajaran Dick and Carey meliputi, pembelajar


(siswa), pengajar (guru), dan lingkungan belajar. Komponen ini lebih kompleks
dibangdingkan dengan model pembelajaran lain seperti Morrison, Ross, dan
Kemp. Model Dick dan Carrey memiliki 10 langkah pembelajaran yang
sistematis, dari mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran sampai
melaksanakan evaluasi. Hal ini yang mendasari bahwa model pembelajaran ini
sebagai model yang paling sesuai dengan kurikulum pendidikan di Indonesia.

B. Topik Bahasan
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa topik yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini yang diuraikan sebagai berikut.
1. Deskripsi empat pilar utama pendidikan menurut UNESCO.
2. Model pembelajaran Dick and Carey.

C. Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan topik bahasan di atas, tujuan dari penulisan makalah ini
diuraikan sebagai berikut.
1. Memahami empat pilar utama pendidikan menurut UNESCO.
2. Memahami model pembelajaran Dick and Carey.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Empat Pilar Utama Pendidikan Menurut UNESCO

UNESCO merupakan kependekan dari United Nations Educational, Scientific,


and Cultural Organization atau dalam bahasa Indonesia berarti organisasi
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. UNESCO merupakan badan
khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB yang didirikan pada tahun
1945. UNESCO memiliki tujuan unruk mendukung perdamaian dan keamanan
dengan mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan budaya. UNESCO memandang penting adanya perubahan
paradigma pendidikan sebagai sebuah instrumen menjadi paradigma sebagai
pengembangan manusia seutuhnya. Berdasarkan hal tersebut, UNESCO
merumuskan empat pilar utama pendidikan, yaitu learning to know, learning to
do, learning to be, dan learning to live together.

1. Learning To Know (Belajar untuk mengetahui)


Learning To Know merupakan proses pembelajaran yang
memungkinkan siswa sebagai orang yang belajar untuk menguasai
teknikteknik dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Mudyahardjo (2001)
mengatakan bahwa belajar untuk mengetahui dilakukan dengan cara
memadukan penguasaan terhadap suatu pengetahuan umum yang luas
dengan kesempatan untuk bekerja secara mendalam pada sejumlah mata
pelajaran. Memperoleh ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas mengetahui
dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan
mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya, sesuai dengan
petunjuk-petunjuk yang telah diberikan, namun juga kemampuan dalam
memahami makna di balik materi ajar yang telah diterimanya.

Learning to know secara tidak langsung memiliki makna sebagai


sebuah proses belajar yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Makna
ini berangkat dari keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung
selama manusia itu masih hidup dan tidak terbatas pada tempat tertentu.

6
Berkaitan dengan belajar sebagai proses yang berlangsung
sepanjang hidup, Salam (1997) mendorong masing-masing orang sebagai
subyek belajar yang bertanggung jawab atas pendidikan diri sendiri untuk
menyadari bahwa:

a. Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak


dalam kandungan hingga manusia meninggal.
b. Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata
terlambat atau terlalu dini untuk belajar.
c. Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian
integral/ totalitas kehidupan.
Menurut Isjoni (2008), guru adalah orang yang identik dengan
pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter
generasi bangsa. Dengan kata lain, seorang guru merupakan pihak yang
sangat memberi pengaruh akan lahirnya generasi terdidik. Dalam
kaitannya dengan pilar belajar untuk mengetahui, ada beberapa peranan
guru dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang
dilaksanakannya. Konsep belajar untuk mengetahui menyiratkan makna
bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut (Fakhrudin, 2010).

a. Guru sebagai sumber belajar Peranan ini memiliki kaitan dengan


penguasaan sumber belajar atau materi belajar yang akan
disampaikan kepada siswa. Guru yang baik adalah mereka yang
mampu menguasai materi pembelajaran secara komprehensif.
b. Guru sebagai fasilitator Guru sebagai fasilitator adalah peran
dimana seorang guru menghadirkan dirinya sebagai orang yang
memberikan pelayanan kepada siswa dalam proses pembelajaran.
c. Guru sebagai pengelola Guru memiliki peran untuk menghadirkan
suasana belajar yang kondusif atau positif. Artinya bahwa siswa
mendapat jaminan untuk dapat belajar dengan nyaman dan tanpa
tekanan.
d. Guru sebagai demonstrator Guru berperan menunjukkan kepada
siswa mengenai segala sesuatu yang dapat membuat siswa menjadi
lebih mengeri dan memahami setiap materi yang disampaikan.
e. Guru sebagai pembimbing Guru berperan untuk membimbing
setiap siswa dengan penuh kesabaran. Hal ini terkait dengan
pandangan bahwa siswa sebagai pribadi yang unik. Artinya bahwa

7
setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda dimana hal itu
akan berpengaruh ketika proses belajar berlangsung.
f. Guru sebagai mediator Guru selalu dituntut untuk memiliki
pengetahuan mengenai media pendidikan dan juga harus memiliki
keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik.
g. Guru sebagai evaluator Guru berperan sebagai penilai hasil belajar
siswa.

2. Learning To Do (Belajar untuk melakukan)

Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know.


Siswa harus mampu menghasilkan karya dari potensi yang dimilikinya.
Proses belajar sebagai sarana untuk mempersiapkan siswa dapat hidup di
masyarakat, terjun ke dunia kerja, dan menghasilkan sesuatu melalui
kreativitasnya. Sasaran tembak dari pilar yang kedua ini adalah
kemampuan kerja generasi muda. Kelemahan pengajaran yang selama ini
berjalan adalah mengajarkan “omong doang” (teori), dan kurang
menuntun siswa untuk “berbuat” (praktek).

Learning to do ingin mengajak siswa untuk belajar melakukan


sesuatu yang konkret yang tidak terpaku pada penguasaan keterampilan
mekanistis, melainkan juga keterampilan dalam berkomunikasi, kerja
sama, dan mengelola konflik. Mudyahardjo (2001) mengatakan bahwa
belajar untuk berbuat tidak hanya tertuju pada penguasaan suatu
keterampilan bekerja, tetapi juga secara lebih luas berkenaan dengan
kompetensi yang berhubungan dengan banyak orang dan situasi dan
bekerja dalam tim.
3. Learning To Be (Belajar untuk menjadi)

Pilar ini menuntut siswa untuk belajar mandiri menjadi pribadi


yang bertanggung jawab atas hidupnya. Learning to be mengandung
pengertian bahwa proses belajar yang berlangsung mendorong siswa untuk
menjadi dirinya sendiri. Mudyahardjo (2001) menyebutkan bahwa pilar ini
dilaksanakan dengan mengembangkan kepribadian dan kemandirian siswa.
Belajar dalam konteks ini bertujuan untuk meningkatkan dan
mengembangkan diri siswa berdasarkan potensi yang dimilikinya. Siswa
yang mampu untuk memahami potensi dalam dirinya akan lebih mudah
untuk mengaktualisasikan dirinya. Poin penting pada pilar ini adalah perlu

8
ditekankan sebuah skema untuk mendorong siswa mampu memiliki
kepercayaan diri yang tinggi.

4. Learning To Live Together (Belajar untuk hidup bersama)

Belajar untuk hidup bersama didasari karena selain sebagai


makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang hidup
berdampingan dengan orang lain. Dalam konteks belajar, pilar ini
mendorong siswa untuk memberantas sikap egoisme dan membiasakan
diri untuk hidup bersama dan saling menghargai. Learning to live together
memiliki orientasi kerja sama yang menuntun manusia untuk hidup
bermasyarakat dan menjadi orang berpendidikan yang bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain.

B. Model Pembelajaran Dick and Carey


1. Pengertian Model Pembelajaran Dick and Carey
Model pembelajaran Dick and Carey merupakan model pembelajaran yang
dikembangkan dengan pendekatan sistem (System Approach). Dick and Carey
(dalam Aji, 2016) memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan
menganggap proses pembelajaran adalah proses yang sistematis. Sistematis berarti
disusun dalam bentuk prosedur atau langkah-langkah. Maka dari itu model
pembelajaran Dick and Carey ini termasuk dalam model prosedural.

Model pembelajaran Dick and Carey dikembangkan dengan beberapa


komponen pada konteks pendidikan formal, yaitu pembelajar (siswa), pengajar
(guru), dan lingkungan belajar. Demikian pula pada setting pendidikan non-
formal terdapat komponen seperti, warga belajar, tutor, materi, dan lingkungan
belajar. Semua interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran adalah untuk
mencapai tujuan pembelajaran (Aji, 2016).

2. Tujuan Model Dick and Carey dalam Pengembangan Mata Pelajaran


a. Pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan
mampu melakukan hal hal yang berkaitan dengan materi pada akhir
pembelajaran.

9
b. Adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan
hasil pembelajaran yang dikehendaki.
c. Menerangkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan
perencanaan desain pembelajaran.

3. Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Dick and Carey


(Munandir, 1987)
a. Mengenali tujuan pembelajaran
Langkah pertama yang dilakukan dalam model pembelajaran ini
adalah menentukan apa yang hendak kita inginkan agar dapat dilakukan
oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran. Pada tahap ini, perancang
melakukan analisis mengenai kompetensi apa yang akan dicapai dari
proses pembelajaran ini. Tujuan pembelajaran dapat diwujudkan dari
rumusan tujuan secara umum, penilaian kebutuhan dari kurikulum, dari
kesulitan belajar siswa, dan dari analisa pekerjaan dari orang yang pernah
melakukan pekerjaan itu.

b. Melakukan analisis pembelajaran


Setelah mengidentifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya
adalah menganalisa tujuan tersebut guna mengenali
keterampilanketerampilan bawahan yang mengharuskan siswa belajar
menguasainya dan langkah-langkah prosedural bawahan yang ada harus
diikuti siswa untuk belajar proses tertentu. Menganalisis keterampilan
bawahan penting untuk dilakukan karena apabila ada keterampilan
bawahan yang seharusnya dikuasai siswa tetapi tidak diajarkan, akan
banyak siswa yang tidak memiliki latar belakang yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Hal ini dapat mengakibatkan proses pembelajaran
menjadi tidak efektif. Sebaliknya jika keterampilan yang tidak diperlukan
malah diajarkan, akan memakan waktu lama dan mengganggu siswa
dalam belajar menguasai keterampilan yang seharusnya.

c. Mengenali tingkah laku masukan dan karakteristik siswa


Disamping mengidentifikasi keterampilan bawahan, pengajar juga
harus mengenali keterampilan-keterampilan khusus yang harus dikuasai
oleh siswa sebelum pembelajaran dimulai. Mengidentifikasi tingkah laku
dan karakteristik siswa penting dilakukan untuk mengetahui kualitas
pribadi siswa untuk dijadikan petunjuk dalam menyiapkan strategi dan
bahan ajar.

10
d. Merumuskan tujuan performansi
Dari analisis tingkah laku, pengajar kemudian menyusun
pernyataan spesifik tentang apa yang akan mampu dilakukan oleh siswa
ketika menyelesaikan proses pembelajaran. Dick and Carey menyebut
bahwa tujuan performansi terdiri dari: tujuan harus menguraikan hal yang
akan dilakukan siswa, menyebutkan tujuan: dan menyebutkan kriteria
yang digunakan untuk menilai aksi atau kerja siswa.

e. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan


Berdasarkan tujuan khusus yang sudah ditulis, pengajar kemudian
menyusun instrumen penilaian yang sejajar dengan mengukur
kemampuan siswa mencapai tujuan yang telah disebutkan.

f. Mengembangkan siasat pembelajaran


Dari langka-langkah yang sudah dilakukan sebelumnya, pengajar
akan mendapat gambaran mengenai strategi yang dapat dilakukan dalam
pembelajaran untuk menentukan media apa yang cocok digunakan | untuk
menunjang proses pembelajaran.

g. Mengembangkan dan memilih meteri pembelajaran


Dalam langkah ini, pengajar menggunakan strategi pembelajaran
untuk memproduksi materi pelajaran. Materi pembelajaran terdiri dari
materi pelajaran, tes, dan buku pegangan guru. Pengembangan bahan ajar
dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengajar.

h. Merancang dan melakukan penilaian formatif


Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang digunakan untuk
menemukan cara-cara bagaimana menyempurnakan rencana pengajaran
tersebut. Terdapat tiga macam penilaian formatif untuk keperluan ini yang
disebut penilaian satu lawan satu, penilaian kelompok kecil, dan penilaian
lapangan.

i. Merevisi pembelajaran
Setelah melakukan penilaian, langkah selanjutnya adalah
memperbaiki dan merancang kembali pembelajaran. Revisi dilakukan
dengan cara menafsirkan data yang diperoleh dari penilaian formatif
untuk dapat mengenali kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa dalam
mencapai tujuan. Revisi pembelajaran tidak saja digunakan itu sendiri
untuk merevisi pembelajaran tetapi juga untuk mengkaji kembali

11
keabsahan analisa pembelajaran yang dilakukan dan asumsi-asumsi
tentang tingkah laku masukan serta karakteristik siswa.
j. Melakukan penilaian sumatif
Penilaian sumatif merupakan penilaian mengenai nilai atau harga
pengajaran secara mutlak dan dilakukan hanya setelah pengajaran
melewait proses revisi atau perbaikan sesuai dengan tujuan semestinya.
Maka langkah ini bukan lagi dipandang sebagai kesatuan atau terpadu
dengan proses pembelajaran karena penilaian ini bukan melibatkan
pengajar tetapi pihak independenatau evaluator.

4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Dick and Carey

Sama seperti model pembelajaran jenis lainnya, model pembelajaran Dick


and Carey juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah
beberapa kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran Dick and Carey.
a. Kelebihan
1) Adanya fokus pada proses awal mengenai apa yang harus diperoleh siswa dari
proses pembelajaran tersebut.
2) Langkah-langkah yang dijelaskan pada tiap-tiap tahap akan menghindarkan
perancang dari multitafsir. Artinya urutan prosedur memudahkan perancang untuk
menyusun rencana pembelajaran.
3) Model ini memberikan alternatif untuk meninjau ulang atau merevisi rancangan
yang sebelumnya dibuat sampai tahap ke sembilan.

b. Kekurangan
1) Model pembelajaran Dick and Carey terkesan kaku karena sangat menonjolkan
prosedur yang harus dilewati satu persatu.
2) Model pembelajaran Dick and Carey akan mengalami kesulitan ketika proses
pembelajaran berbasis internet dilaksanakan. Hambatan terjadi pada tahap
menganalisis karakteristik siswa, karena proses pembelajaran yang tidak ada tatap
muka atau bertemu langsung.

12
C. MDGs, SDGs, NAEP, PISA, dan Nawacita

1. MDGs (Millennium Development Goals)


Millennium Delevopment Goals dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai tujuan pembangunan milenium. MDGs adalah sebuah program dengan
delapan target terukur dan tenggat waktu yang jelas untuk meningkatkan
kehidupan masyarakat termiskin di dunia. Untuk memenuhi tujuan ini dan
memberantas kemiskinan, para pemimpin dari 189 negara menandatangani
deklarasi Milenium bersejarah di PBB KTT milenium pada tahun 2000. Pada saat
itu, delapan tujuan yang berkisar dari penyediaan pendidikan dasar universal
untuk menghindari kematian anak dan ibu ditetapkan dengan tanggal pencapaian
target tahun 2015.

MDGs memiliki delapan tujuan yang telah disepakati dan harus


diusahakan secara bersama oleh segala bangsa di dunia dalam kesatuannya di
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Adapun tujuan MDGs itu adalah sebagai berikut.
a. Menanggulangi kemiskinan serta kelaparan
b. Mencapai pendidikan dasar untuk semua
c. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
d. Menurunkan angka kematian anak
e. Meningkatkan kesehatan ibu
f. Memerangi HIV dan AIDS, malaria serta penyakit lainnya
g. Memastikan kelestarian lingkungan
h. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

2. SDGs (Sustainable Development Goals)


Pada tanggal 25 September 2015, negara-negara yang tergabung dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengankat rangkaian agenda Pembangunan
Berkelanjutan tahun 2030, dimana di dalamnya terdapat tujuh belas tujuan
pembangunan berkelanjutan atau lebih dikenal dengan istilah SDGs (Sustainable
Development Goals), SDGs disusun berdasarkan tujuan pembangunan yang telah

13
dilaksanakan sebelumnya, yaitu MDGs (Millennium Development Goals) yang
telah dilaksanakan dari tahun 2000 sampai tahun 2015. SDGs merupakan tujuan
pembangunan lanjutan dari MDGs untuk periode tahun 2016 sampai tahun 2030.

Adanya SDGs menjadi sebuah harapan baru bagi masyarakat dunia secara
umum, karena ada tujuan bersama yang lebih konkret untuk menjadikan dunia
yang lebih baik dengan mewujudkan ketujuh belas tujuan yang telah disepakati.
Ketujuh belas target atau tujuan pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam
Sustainable development goals
a. Menghapus kemiskinan
b. Mengakhiri kelaparan
c. Kesehatan yang baik dan kesejahteraan
d. Pendidikan bermutu
e. Kesetaraan gender
f. Akses air bersih dan sanitasi
g. Energi bersih dan terjangkau
h. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi
i. Insfraktuktur, industri, dan inovasi
j. Mengurangi ketimpangan
k. Kota dan komunitas yang berkelanjutan
I. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab
m. Penanganan perubahan iklim
n. Menjaga ekosistem laut
o. Menjaga ekosistem darat
p. Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat
q. Kemitraan untuk mencapai tujuan.

MDGs yang dirumuskan oleh negara-negara OECD (Organization for


Economic Co-operation and Development) dan para pakar di beberapa lembaga
internasional berbeda dengan SDGs yang melibatkan banyak pemangku

14
kepentingan yang lebih luas. SDGs dirancang dengan mempertimbangkan
berbagai aspek dan melibatkan partisipasi berbagai pihak baik pemerintah,
masyarakat sipil, akademisi, yang berada di negara maju dan berkembang. Hal itu
berdampak pada adanya perbedaan yang mencolok antara MDGs dengan SDGs.

Perbedaan yang pertama antara MDGs dengan SDGs adalah dimana SDGs
dirancang dan dirumuskan berdasarkan prinsip-prinsip HAM, inklusivitas, dan
anti diskriminasi. Kedua terkait dengan agenda dimana SDGs tidak hanya
berfokus pada masalah ekonomi yaitu kemiskinan, tetapi lebih luas lagi yang
mencakup keberlangsungan hidup masyarakat dunia. Artinya agenda SDGs
dilaksanakan bukan sekadar untuk kepentingan masa sekarang tetapi juga untuk
menyiapkan kehidupan di masa yang akan datang. Ketiga, SDGs ditujukan untuk
memastikan bahwa semua orang dapat hidup dengan baik sejahtera. Keempat,
SDGs dirancang untuk mendorong adanya perdamaian dunia. Kelima, SDGs
mengutamakan sinergi antar pemangku kepentingan untuk kesejahteraan
masyarakat MDGs dan SDGs juga memiliki perbedaan dalam hal jumlah tujuan
dan indikator. Sebelumnya, MDGs terdapat sebanyak selapan tujuan dengan enam
puluh indikatornya. Pada agenda SDGs mengalami perkembangan menjadi tujuh
belas tujuan dengan 232 indikator. Di antara tujuh belas tujuan yang ada pada
SDGs, terdapat empat tujuan yang sebelumnya tidak ada di MDGs, yaitu tujuan
ke sembila mengenai industri, inovasi, dan infrastruktur, tujuan ke sepuluh
mengenai mengurangi ketimpangan, tujuan ke sebelas mengenai masyarakat dan
kota yang berkelanjutan, dan tujuan ke enam belas mengenai perdamaian,
keadilan, dan institusi yang kuat.

3. NAEP
National Assessment of Educational Progress (NAEP) merupakan sebuah
metode pengukuran prestasi belajar siswa secara nasional. Sering disebut sebagai
kartu laporan bangsa. (NAEP) adalah satu satunya perwakilan nasional,
melanjutkan penilaian dari apa yang siswa Amerika tahu dan dapat dilakukan
dalam berbagai mata pelajaran. NAEP memberikan ukuran pembelajaran siswa
yang komprehensif pada titik titik kritis dalam pengalaman sekolah mereka.

Penilaian telah dilakukan secara rutin sejak 1969. Karena itu membuat
informasi objektif tentang kinerja siswa tersedia bagi para pembuat kebijakan di
tingkat nasional dan negara. NAEP memainkan peran integral dalam
mengevaluasi kondisi dan kemajuan pendidikan suatu bangsa. Dalam program ini,

15
hanya informasi yang berkaitan dengan pencapaian akademik yang dikumpulkan.
NAEP menggunakan prosedur sampel yang dirancang sedemikian rupa sehingga
penilaian dapat masuk pada rabah keragaman geografis, ras, etnis, dan sosial
ekonomi sekolah dan siswa di Amerika. Penilaian NAEP diberikan secara
seragam kepada semua siswa yang berpartisipasi dengan menggunakan booklet
test yang sama dengan prosedur yang sama secara nasional.

4. PISA
PISA merupakan singkatan dari Programme for International Student
Assessment yang digagas oleh OECD (Organization for Economic Cooperation
and Development) yang berkedudukan di Paris, Perancis. Menurut Kemendikbud
(dalam Rahmawati, 2016) PISA adalah studi internasional mengenai prestasi
literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah yang berusia lima belas
tahun. PISA diselenggarakan setiap tiga tahun sekali yang dimulai pada tahun
2000.

Indonesia mulai berpartisipasi dalam PISA sejak tahun 2000. Pada tahun
tersebut, terdapat sebanyak 41 negara yang ikut berpartisipasi sebagai peserta.
Dengan mengikuti PISA, Indonesi memperoleh manfaat untuk mengetahui posisi
prestasi literasi siswa jika dibandingkan dengan literasi siswa dari negara lain
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil ini digunakan oleh pemangku
kepentingan untuk dapat menyusun kebijakan mengenai peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia.

PISA dilaksanakan dalam bentuk tes bacaan, matematika, dan sains yang
dikerjakan dengan durasi waktu dua jam (Novita, 2018). Dalam pelaksanaannya,
Indonesia menunjuk anak didik yang akan ikut tes ini secara acak dari berbagai
daerah (sampling). Pengujian biasanya diberikan kepada antara 4.500 dan 10.000
siswa di setiap negara (Wulandari, 2015). Untuk memperlihatkan bahwa tingkat
literasi baik dalam membaca, matematika, maupun sains sudah baik, maka OECD
memiliki standar ratarata internasional skor 500. Dari hasil PISA yang telah
diikuti oleh Indonesia, pada tahun 2000, Indonesia berada pada peringkat 39 dari
41 negara peserta. Untuk edisi selanjutnya pada tahun 2003, Indonesia menempati
peringkat 39 dari 40 negara peserta. Dan pada edisi tahun 2006, Indonesia
menempati peringkat 48 dari 56 negara peserta. Hasil ini tentu merupakan hal
yang tidak menggembirakan. Menjadi sebuah tantangan besar bagi p pendidikan

16
di Indonesia untuk dapat meningkatkan mutunya. Hal ini berkaitan dengan
persaingan global yang semakin ketat.
5. Nawacita
Nawacita adalah kata yang berasa! dari bahasa sansekerta, yaitu Nawa
yang berarti sembilan dan Cita yang berarti tujuan. Jadi Nawacita adalah sembilan
tujuan yang hendak dicapai. Dalam kaitannya dengan Negara Indonesia, Program
Nawacita berarti sembilan program yang hendak dicapai dalam bernegara.
Nawacita adalah konsep besar untuk memajukan Indonesia yang berdaulat,
mendiri, dan berkepribadian. Untuk mewujudkannya, diperlukan kerja nyata pada
tahap demi tahap yang diawali dengan pembangunan fondasi dan dilanjutkan
dengan upaya percepatan di berbagai bidang. Berikut adalah sembilan program
yang disebut sebagai Nawacita Pemerintah Indonesia (KPU RI).
a. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan
meberikan rasa aman pada seluruh warga Negara.
b. Membuat pemerintahan tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
c. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah dan
desa dalam kerangka Negara Kesatuan.
d. Menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
e. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
f. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
g. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik.
h. Melakukan revolusi karakter bangsa.
i. Memperteguh Ke-Bhinneka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia

17
BAB IlI
PENUTUP

Kesimpulan

UNESCO sebagai badan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang


bekerja dalam bidang pendidikan dan kebudayaan mencetuskan empat pilar utama
pendidikan, yaitu earning to know, learning to do, learning to be, dan learning to
live togather. Sebuah pedoman yang dibuat untuk meningkatkan kualitas
pendidikan bangsa-bangsa yang ada di dunia termasuk di Indonesia. Adanya
perubahan paradigma dari proses belajar yang berorientasi pada Guru menjadi
proses belajar berorientasi pada siswa.
MDGs dan SDGs merupakan tujuan bersama yang telah disepakati dan
ingin diwujudkan oleh negara-negara yang bernaung dalam Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Pada tahun 2019 ini, tujuan yang sedang berupaya dicapai adalah SDGs
(20162030). Dalam tujuan yang disepakati, terdapat tujuan yang berkaitan dengan
peningkatan kualitas pendidikan. Jadi dapat dikatakan bahwa MDGs dan SDGs
menjadi sebuah kesepakatan yang dapat menjamin ketercapaian peningkatan
kualitas pendidikan seperti yang diharapkan oleh UNCESCO. NAEP dan PISA
sebagai sebuah instrumen untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran.
Dalam praktek pendidikan, proses pembelajaran dilakukan dengan
berbagai model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang ada adalah
model pembelajaran Dick and Carey. Model pembelajaran Dick and Carey
merupakan model pembelajaran prosedural dengan pendekatan sistem. Komponen
dalam model Dick and Carey meliputi: siswa, guru, dan lingkungan belajar.
Model pembelajaran Dick and Carey memiliki sepuluh tahapan atau
langkah-langkah, yaitu:
1) Mengenali tujuan pembelajaran,
2) Melakukan analisis pembelajaran,
3) Mengenali tingkah laku dan karakteristik siswa,
4) Merumuskan tujuan performansi,
5) Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan

18
6) Mengembangkan siasat pembelajaran:
7) Mengembangkan dan memilih meteri pembelajaran,
8) Merancang dan melakukan penilaian formatif:
9) Merevisi pembelajaran: dan
10) Melakukan penilaian sumatif.

19
DAFTAR PUSTAKA
Aji, W.N. (2016). Model Pembelajaran Dick and Carrey Dalam Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, 1 (2).
(Online), tersedia: https://journals.ums.ac.id.
Badan Pusat Statistik. (2016). Potret Awal Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals) di Indonesia. (Online) tersedia :
http://www.bps.go.id/publication/2017/02/01/9a002f0067c89e511f042c13
/kajian-indikator-lintas-sektor--potret-awal-tujuan-pembangunan-
berkelanjutan-sustainable-development-goals--di-indonesia.html
Fakhurdin. (2010). Menjadi Guru Faforit. Yogyakarta: Diva Press.
Helmiati. (2012). Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Horkay, N.(1999). The NAEP Guide. Washington DC: U.S Depatement of
Education.
Isjoni. (2018). Guru Sebagai Motivator Perubahan. Yogyakarta : Pustaka pelajar.
KPU. (2014). Visi Misi Program Aksi Joko Widodo dan Jusuf Kalla. (Online)
tersedia: http://www.kpu.go.id/Visi_Misi_JOKOWI-JK.pdf.
Mudyahardjo, R. (2001). Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang
Dasar-Dasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Munandir. (1987). Rancangan Sistem Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.
Novita, F.(2018). PISA dan Literasi Indonesia. Kompasiana.com (Online)
tersedia:
http://www.kompasiana.com/frncscnvt/5c1542ec677ffb3b533d6105/pisa-
dan-literasi-indonesia?page=all
Rahmawati, E.(2016). Analisis Matematika Bertipe PISA. Jurnal Pendidikan
Matematika, 2(2). (Online) tersedia: http://ejournal.upp.ac.id,
Salam, B. (1997). Pengantar Pedagogik.Jakarta: Rineka Cipta.
Wulandari,I.C. (2015). Uji Coba PISA Untuk Mengetahui Tingkat Kemampuan
Literasi Matematis pada Siswa SMP. Bandung:UPI (online) tersedia:
http://repository.upi.edu/17965/6/S_MTK_0800440_Chapter1.pdf

20
21

Anda mungkin juga menyukai