Anda di halaman 1dari 17

KRITIS SARA

DALAM PLURALITAS MASYARAKAT


DAN BANGSA INDONESIA

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Kewarganegaraan

Oleh :

Archelli Martya Diginanda Sylva (P17210193040)


Galuh Dini Kumala Sari (P17210193041)
Alfi Nur Diana (P17210191004)
Delia Ihda Mufidah (P17210191018)
Sandra Marinkha Putri (P17210191029)
Yanuar Dianing Nugroho (P17210193043)

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN MALANG
September 2019
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah banyak berkontribusi, secara langsung maupun tidak, terutama
kepada:
1. Dosen matakuliah kewarganegaraan yang telah membimbing
penulis untuk menyelesaikan makalah.
2. Orang tua dan keluarga yang secara langsung maupun tidak
langsung telah memberikan dukungan dan motivasi, atas segala
doa, kasih sayang, dan perhatian yang luar biasa.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan semangat
kepada penulis.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkat dan rahmat-Nya atas
segala kebaikan yang telah diberikan.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur, penulis panjatkan ke hadirat


Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kritis SARA dalam Pluralitas
Masyarakat dan Bangsa Indonesia” ini dengan baik dan lancar.
Makalah ini disusun dengan tujuan selain untuk memenuhi
Kewarganegaraan juga untuk menginformasikan kepada pembaca tentang kritis
SARA dalam keberagaman Bangsa Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu,
penulis mohon kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Dengan segala
rendah hati penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................
HALAMAN SAMPUL DALAM..............................................................................
UCAPAN TERIMAKASIH.......................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 ..............................................................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................................

DAFTAR RUJUKAN ...............................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pluralitas adalah keberagaman atau kemajemukan yang terdapat dalam suatu
bangsa yang mendorong tumbuhnya persatuan dan kesatuan. Jenis - jenis
pluralitas seperti pluralitas dalam agama,pluralitas dalam budaya,pluralitas dalam
suku bangsa,pluralitas dalam pekerjaan dan lain - lain.
Indonesia lebih tepat disebut sebagai negara plural daripada negara heterogen.
Karena Indonesia, meskipun terdiri atas berbagai suku, etnik, bahasa, dan agama
namun tetap merupakan satu kesatuan budaya dan ideologis sebagaimana ter-
cermin di dalam motto "Bhinneka Tunggal Ika", berbeda-beda tetapi tetap satu.
Segenap warga bangsa Indonesia bersepakat utnuk menghimpunkan diri di dalam
satu wadah kesatuan yang disebut dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Pluralisme Indonesia dipahami sebagai konsep kesatuan yang tersusun dari
berbagai unsur keberagaman yang diikat sebuah kesatuan yang kuat melalui
persamaan sejarah. Selain itu, pluralisme Indonesia diikat oleh kondisi kesatuan
kebangsaan yang diistilahkan nasionalisme Indonesia.
Meskipun demikian, kondisi bangsa Indonesia yang majemuk akan suku,
budaya, agama, serta golongan dapat berpotensi menimbulkan konflik SARA.
Sebab, pluralisme tidak dapat terlepas dari paham individualisme dan liberalism

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah da;am makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kondisi kemajemukan bangsa Indonesia?
2. Bagaimanakah pemahaman kritis SARA dalam pluralitas masyarakat dan
bangsa Indonesia?
3. Bagaimanakah hubungan wawasan kebangsaan dan integrasi nasional?
4. Bagaimanakah sikap nasional dalam perspektif Indonesia?
5. Bagaimanakah strategi pengembangan sikap nasional dalam konteks
Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kondisi kemajemukan bangsa Indonesia
2. Untuk mengetahui pemahaman kritis SARA dalam pluralitas masyarakat
dan bangsa Indonesia
3. Untuk mengetahui hubungan wawasan kebangsaan dan integrasi nasional
4. Untuk mengetahui sikap nasional dalam perspektif Indonesia
5. Untuk mengetahui strategi pengembangan sikap nasional dalam konteks
Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian


Makalah ini akan memberikan informasi mengenai keadaan plural bangsa
Indonesia yang berpotensi adanya konflik SARA. Sehingga, pembaca dapat
menyikapi kritis SARA di Indonesia dengan bijak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Kemajemukan Bangsa Indonesia


Negara Indonesia dikenal dengan negara yang sangat kaya akan
keanekaragaman dan sumber daya alamnya. Keanekaragaman ini menjadi salah
satu faktor penyebab adanya kemajemukan masyarakat di Indonesia.
Kemajemukan masyarakat Indonesia sendiri berarti bahwa adanya perbedaan
warga masyarakat ke dalam kelompok-kelompok  secara horizontal. Walaupun
adanya masyarakat yang majemuk ini, sesuai dengan semboyan negara Indonesia
yaitu “ Bhinneka Tunggal Ika “ yang artinya walaupun berbeda beda tetapi tetap
satu jua. Semboyan ini merupakan fondasi negara agar tetap menjaga toleransi
dan juga persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan yang ada.

Indonesia memiliki banyak pulau. Baik pulau besar maupun pulau kecil. Hal
ini dapat berkembang melahirkan sebuah budaya. Kemudian dilihat dari letak
Indonesia yang strategis pada posisi silang, sehingga memungkinkan terjadinya
kontak dengan bangsa-bangsa lain yang dapat mengakibatkan adanya pertemuan
dengan pendatang yang dapat menyebabkan terciptanya proses asimilasi melalui
perkawinan campuran ( amalgamasi) sehingga terbentuk ras dan etnis. Perbedaan
iklim dan topografi juga mengakibatkan terbentuknya aneka budaya kelompok
masyarakat. Kemajemukan masyarakat Indonesia ini juga disebabkan oleh
beberapa hal yang dapat dilihat berdasarkan ras, etnis, dan agama.

Kemajemukan masyarakat berdasarkan ras. Ras sendiri memiliki arti yaitu


segolongan manusia yang memiliki persamaan dalam ciri-ciri fisik dan sifat-
sifatnya yang diwariskan secara turun temurun. Setiap manusia memiliki fisik
yang berbeda-beda. Mulai dari warna kulit, bentuk, warna rambut, bentuk hidung,
dan mata. Dengan adanya perbedaan ras ini seringkali timbul adanya “ streotipe”.
Streotipe adalah pikiran yang berprasangka yang didasarkan pada kesan umum
yang dipercayai tentang sifat-sifat dan karakter suatu kelompok ras tertentu.
Contoh dari permasalahan ini seperti, politik “ Aparthied” di Afrika Selatan yang
membatasi secara hokum dan politik warga negara kulit hitam oleh kelompok
minoritas kulit putih. Nenek moyang Indonesia pun juga merupakan campuran
penduduk asli dengan bangsa asing seperti ; bangsa Melayu Mongoloid, bangsa
Papua Melanosoid, dan bangsa Vedoid.

Lalu, kemajemukan masyarakat berdasarkan suku bangsa. Suku bangsa


merupakan penggolongan manusia berdasarkan tempat asal, asal-usul  (nenek
moyang) dan kebudayaan yang sama. Suku bangsa yang tersebar di seluruh
wilayah Nusantara ini mempengaruhi keragaman budaya bangsa Indonesia.
Misalnya terlihat dalam system kekerabatan yang masing-masing suku bangsa
menganut klem (garis keturunan). Contohnya seperti : a.Marga (Batak) :
Marpaung, Lubis, Sihotang, dll. b.Suku (Minang) : Cianogo, Koto, Tanjung, dll.
c.Fam (Minahasa) : Supit, Lasut, Manadagi, dll. d.Fam (Maluku) :  Manahutu,
Guslaw, Pattinasarani, dll.

Terakhir yaitu, kemajemukan masyarakat berdasarkan agama. Agama


adalah kepercayaan kepada alam gaib yang telah mengenal berbagai kepercayaan
kepada alam gaib tanpa dituntun oleh kitab suci. Di Indonesia sendiri terdapat
lima agama, yaitu islam, Kristen, khatolik, budha, dan hindu. Beberapa dari
masyarakat Indonesia juga percaya akan kepercayaan yang dibawa oleh nenek
moyang terdahulu. Berikut beberapa jenis kepercayaan yang masih diyakini oleh
beberapa masyarakat Indonesia, seperti animisme dan dinamisme. Animisme
yaitu kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang dan roh lainnya dari makhluk
dan benda alam. Sedangkan dinamisme yaitu kepercayaan kepada semua benda
hidup maupun mati yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan luar biasa.

Adanya keberagaman masyarakat Indonesia juga dapat memberikan


pengaruh dalam berbagai kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini menjadi tantangan
bagi kita untuk tetap mempertahankan adanya persatuan dan kesatuan dan
meningkatkan sikap saling menghargai di tengah perbedaan yang ada. Hal-hal
yang dapat terpengaruh dengan adanya kemajemukan ini, yaitu konflik sosial dan
integrasi sosial.
Dalam konflik sosial telah memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia yang
majemuk seringkali menghadapi masalah dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan. Oleh karena itu, hal ini merupakan tantangan bagi kita semua sebagai
masyarakat Indonesia untuk tetap mempertahankan persatuan dan kesatuan.
Contoh permasalahan yang terjadi dalam kehidupan social seperti adanya SARA
(suku,agama,ras, dan antar golongan). Hal ini biasanya disebabkan karena
kurangnya toleransi yang terjadi di antara beberapa golongan masyarakat, adanya
perbedaan pendirian dan perasaan antar individu, dan adanya perbedaan
kebudayaan yang berkaitan dengan tata nilai. Adanya konflik sosial juga
memberikan dampak positif dan negatif, yaitu seperti berikut. Untuk dampak
positifnya seperti ; bertambahnya solidaritas yang merasa senasib dan
sepenanggungan, perubahan kepribadian para individu dengan sadar akan
kekurangan dirinya, dan dapat menyelesaikan suatu masalah. Sedangkan untuk
dampak negatifnya yaitu : goyah dan retaknya persatuan kelompok, hancurnya
harta benda dan jatuhnya korban manusia, dan perubahan kepribadian yang tidak
menyenangkan, merasa cemas, dan trauma.

Pengaruh lainnya yaitu adanya integrasi sosial. Integrase adalah penyatuan


secara terencana dari bagian-bagian yang berbeda menjadi satu kesatuan yang
serasi. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang bulat.
Dalam integrasi sosial ini membutuhkan adanya proses yang harus berjalan
dengan baik agar menjadi satu kesatuan yang serasi.

2.2 Kritis SARA dalam Pluralitas Masyarakat dan Bangsa Indonesia


Pluralisme tidak dapat dilepaskan dari faham penyerta yakni individualisme
dan liberalisme. Individualisme adalah faham yang terlalu mengagungkan
kepentingan pribadi dari pada kepentingan golongan. Sedang liberalisme memuja
kebebasan dengan menerapkan prinsip persaingan yang bebas. Penerapan kedua
faham tersebut tanpa kendali pasti akan memicu terjadinya perebutan kepentingan
yang bermuara pada konflik. Pertentangan atau konflik dapat terjadi antar
individu, antara individu dengan kelompok, antar kelompok, maupun antara
individu, kelompok dan negara-bangsa, maupun antara kepentingan pemerintah
pusat dan daerah.

Meskipun demikian bila kita telaah lebih dalam akar masalah terjadinya
konflik adalah perilaku yang kurang adil yang memicu ketidak puasan
masyarakat, atau sebagian masyarakat yang bermuara pada konflik. Sebagai
contoh misalnya mengenai Undang-undang tentang pornografi, terjadi perbedaan
kepentingan antara individu, kelompok tertentu dan negara-bangsa, sehingga pada
waktu penyusunan undang-undang tentang pornografi mengalami situasi konflik
yang berkepanjangan. Masing-masing pihak berargumentasi sesuai dengan
kepentingannya. Dalam mencari solusi mengenai konflik semacam ini maka perlu
adanya suatu acuan baku. Misal bahwa segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia harus merupakan penjabaran dari prinsip dan nilai yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Segala perturan perundang-undangan
diterbitkan demi kepentingan seluruh rakyat, bukan kepentingan sekelompok
masyarakat. Inilah acuan kritik terhadap segala produk hukum yang berlaku di
Indonesia.

Salah satu contoh banyak Peraturan Daerah yang menyimpang dari prinsip
yang terkandung dalam Pancasila, misal bernuansa keagamaan tertentu atau
kedaerahan tertentu. yang harus diluruskan. Sementara itu prinsip bhinneka
tunggal ika harus diacu dalam menetapkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia yang sangat pluralistik. Sesuai dengan ketentuan yang
terdapat dalam Undang-undang No.10 tahun 2004, bahwa setiap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia di antaranhya harus berdasar
Asas kebangsaan, bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan sifat Negara yang berbhinneka tunggal ika, pluralistik dalam
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesi; Asas bhinneka tunggal ika, bahwa
materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku, golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya
yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Perlu kita cermati bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa bukan agama, apalagi
suatu agama tertentu. Ketuhaan Yang Maha Esa adalah suatu konsep religiositas
yang mengakui adanya zat gaib tertentu yang diibadati masyarakat sesuai dengan
keyakinan masing-masing. Pancasila berpandangan bahwa Tuhan adalah sebagai
prima causa , sebagai pencipta segala alam semesta, pemelihara dan pengatur
alam semesta, menyantuni segala keperluan ciptaanNya. Maka manusia wajib
bertakwa dan beribadah kepada Tuhan. Manusia wajib mensyukuri segala nikmat
karunia Tuhan dan menyabari segala ujianNya. Religiositas Pancasila terjabar
dalam prinsip “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Adapun prinsip yang terkandung
dalam Pancasila ialah:

1) Pengakuan adanya berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang


Maha Esa;
2) Setiap individu bebas memeluk agamanya dan kepercayaannya;
3) Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada pihak lain;
4) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing;
5) Saling hormat-menghormati antar pemeluk agama dan kepercayaan;
6) Saling menghargai terhadap keyakinan yang dianut oleh pihak lain;
7) Beribadat sesuai dengan keyakinan agama yang dipeluknya, tanpa
mengganggu kebebasan beribadat bagi pemeluk keyakinan lain;
8) Dalam melaksanakan peribadatan tidak mengganggu ketenangan dan
ketertiban umum.

2.3 Hubungan Wawasan Kebangsaan dan Integrasi Nasioanal


Wawasan kebangsaan dan integrasi nasional merupakan dua hal yang tidak
bisa dipisahkan. Oleh karena itu, terbentuknya integrasi nasional yang kokoh akan
banyak ditentukan oleh pengetahuan dan wawasan kebangsaan. Dengan kata lain,
semakin kuat wawasan kebangsaan yang dimiliki oleh suatu bangsa akan semakin
mantap pulalah integrasi nasionalnya. Dengan demikian, wawasan kebangsaan
dan integrasi nasional adalah ‘kata kunci’ untuk membina dan mempertahankan
persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam kaitan itu, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk
membangun wawasan kebangsaan Indonesia yang solid dan integrasi nasional
yang mantap serta kokoh. Pertama, kemampuan dan kesadaran bangsa dalam
mengelola perbedaan-perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan serta
keanekaragaman budaya dan adat-istiadat yang tumbuh dan berkembang di
wilayah nusantara. Perbedaan-perbedaan itu bukanlah sebagai suatu hal yang
harus dipertentangkan, akan tetapi harus diartikan sebagai kekayaan dan potensi
bangsa. Kedua, kemampuan mereaksi penyebaran ideologi asing, dominasi
ekonomi asing serta penyebaran globalisasi dalam berbagai aspeknya. Dunia
memang selalu berubah seirama dengan perubahan masyarakat dunia. Bersamaan
dengan itu, ideologi dunia juga merambah ke kawasan global yang siap
menyebarkan virus perubahannya ke seluruh penjuru dunia yang meliputi seluruh
aspek kehidupan. Dalam kaitan ini, perwujudan wawasan kebangsaan dan
integrasi nasional, terkadang sering goyah akibat tuntutan dunia yang tidak kenal
batas itu. Persoalan yang perlu dicermati, bagaimana suatu bangsa mampu
membangun wawasan nasional dan integrasi nasional dengan mantap dan kokoh
sebagai modal dalam membangun sebuah ‘pendirian’ ketika isu – isu global itu
mulai ditawarkan.
Sebagai warga dunia setiap warga negara dan bangsa hendaknya mampu
berpikir kritis terhadap kemajuan dunia, agar selalu memiliki world
view (pandangan dunia) secara mantap dan tidak ketinggalan oleh kemajuan
bangsa-bangsa lain. Posisi lokal hendaknya juga perlu diperhatikan dalam
menentukan pendirian bangsa Indonesia atas semangat kebangsaannya. Sebagai
ilustrasi, misalnya Jepang, dengan budaya yang paling homogen itu, telah bekerja
luar biasa baiknya dalam berpikir secara lokal dan bertindak secara global selama
bertahun-tahun. Ketiga, membangun sistem politik dan pemerintahan yang sesuai
dengan ideology nasional (Pancasila) dan konstitusi UUD 1945. Keempat,
menyelenggarakan ‘proyek budaya’ dengan cara melakukan pemahaman dan
sosialisasi terhadap symbol – symbol identitas nasional, misalnya: Bahasa
Indonesia, lagu Indonesia Raya, bendera Merah Putih dan Garuda Pancasila
sebagai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian, integrasi nasional di Indonesia, bukanlah sebuah
peleburan yang sifatnya unifikatif, akan tetapi lebih tepat disebut dengan integrasi
nasional yang bersifat diversifikatif (pembedaan). Dengan cara itu, perbedaan
tetap diakui karena masyarakat akan bebas berekspresi selaras dengan aspirasi
dan way of life yang diangkat dari nilai – nilai moral yang bersumber dari budaya
daerah setempat (lokal). Disamping itu, integrasi nasional yang diversifikatif lebih
tampak demokratis, dari pada integrasi nasional yang unifikatif yang justru
mengarah pada perkosaan HAM dan memungkiri realitas perbedaan. Integrasi
nasional yang diversifikatif lebih sesuai dengan semboyan bangsa kita dalam
lambang Negara Garuda Pancasila, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”, yang artinya
yang berbeda-beda itu pada hakikatnya adalah satu.

2.4 Komitmen Sikap Nasional dalam Perspektif Indonesia


Pancasila adalah jiwa besar para founding fathers, para ulama dan pejuang
kemerdekaan dari seluruh pelosok nusantara, sehingga bangsa Indonesia bisa
membangun kesepakatan bangsa yang mempersatukan seluruh elemen. Harus
diingat bahwa kodrat bangsa Indonesia adalah keberagaman. Takdir Tuhan untuk
kita adalah keberagaman. Dari Sabang sampai Merauke adalah keberagaman. Dari
Miangas sampai Rote adalah juga keberagaman. Berbagai etnis, bahasa, adat
istiadat, agama, kepercayaan dan golongan bersatu padu membentuk Indonesia.
Tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia saat ini ada
pada pandangan dan tindakan yang mengancam kebinnekaan dan keikaan sebagai
Bangsa Indonesia. Saat ini ada sikap tidak toleran yang mengusung ideologi selain
Pancasila. Masalah ini semakin mencemaskan tatkala diperparah oleh
penyalahgunaan media sosial yang banyak menggaungkan hoax alias kabar
bohong. 
Bangsa Indonesia perlu belajar dari pengalaman buruk negara lain yang
dihantui oleh radikalisme, konflik sosial, terorisme dan perang saudara. Dengan
Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,
Indonesia bisa terhindar dari masalah tersebut. Masyarakat bisa hidup rukun dan
bergotong royong untuk memajukan negeri. Dengan Pancasila, Indonesia adalah
harapan dan rujukan masyarakat internasional untuk membangun dunia yang
damai, adil dan makmur di tengah kemajemukan.
Komitmen pemerintah untuk penguatan Pancasila sudah jelas dan sangat
kuat. Berbagai upaya terus dilakukan. Telah diundangkan Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi
Pancasila. Bersama seluruh komponen bangsa, lembaga baru ini ditugaskan untuk
memperkuat pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, yang terintegrasi
dengan program-program pembangunan. Pengentasan kemiskinan, pemerataan
kesejahteraan dan berbagai program lainnya, menjadi bagian integral dari
pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Tidak ada pilihan lain kecuali seluruh elemen masyarakat harus bahu-
membahu menggapai cita-cita bangsa sesuai dengan Pancasila. Tidak ada pilihan
lain kecuali seluruh anak bangsa harus menyatukan hati, pikiran dan tenaga untuk
persatuan dan persaudaraan. Tidak ada pilihan lain kecuali harus kembali ke jati
diri sebagai bangsa yang santun, berjiwa gotong royong dan toleran. Tidak ada
pilihan lain kecuali harus menjadikan Indonesia bangsa yang adil, makmur dan
bermartabat di mata internasional. Namun demikian, juga harus waspada terhadap
segala bentuk pemahaman dan gerakan yang tidak sejalan dengan Pancasila.
Pemerintah pasti bertindak tegas terhadap organisasi-organisasi dan gerakan-
gerakan yang Anti-Pancasila, Anti-UUD 1945, Anti-NKRI, Anti-Bhinneka
Tunggal Ika. Pemerintah pasti bertindak tegas jika masih terdapat paham dan
gerakan komunisme yang jelas-jelas sudah dilarang di bumi Indonesia. 
Oleh karena itu, sebagai warga negara Indonesia yang memiliki
keberagaman harus mempunyai komitmen sikap nasional dalam perspektif
Indonesia, yakni :
a. Mengakui eksistensi kebudayaan daerah lain.
b. Memberi hak untuk hidup berdampingan saling menghormati kepada
budaya daerah lain.
c. Menghindari kekerasan dan memelihara tempat-tempat bersejarahbudaya
daerah lain.
d. Tidak memaksakan kehendak kepada warga daerah lain, dsb.
2.5 Strategi Pengembangan Sikap Nasional dalam Konteks Indonesia
Menurut Madjid, (2004: 57) bahwa ada beberapa hal yang dapat
mempersatukan indonesia dan membangun semangat nasionalisme yaitu melalui
Pancasila, bahasa Indonesia, prestasi olahraga, seni, bencana alam, prestasi
internasional, dan gangguan dari luar. Penjelasannya yaitu pertama, Pancasila
sama sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan. Pancasila bukan
dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam dokumen pembukaan
UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan. Tanpa diamalkan, apapun dasar
falsafah yang dipakai, apapun konsepsi yang dibuat tidak akan berguna dan tidak
ada artinya.
Kedua, yaitu Bahasa Indonesia karena bahasa merupakan alat komunikasi
yang menyatakan segala sesuatu yang tersirat dalam diri kita. Langeveld(dalam
Madjid, 2004: 58) berpendapat bahwa bahasa sebagai suatu sistem ketetapan
hubungan pengertian memungkinkan manusia melakukan hubungan di antara
sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Dari sekian banyak fungsi yang telah
disebutkan, ada satu fungsi yang menjadi sangat dominan, yaitu bahasa sebagai
alat pemersatu bangsa. Karena pada kenyataannya, hampir semua penduduk di
Indonesia mengerti bahasa Indonesia. Dan bahasa ini juga sudah diikrarkan
menjadi bahasa nasional ketika sumpah pemuda dikumandangkan tahun 1928.
Meskipun pada kenyataanya bahasa Indonesia berasal dari bahasa minoritas yaitu
bahasa Melayu, namun kekuatannya dalam mempersatukan bangsa Indonesia
sudah tak bisa diremehkan lagi. Sebagai buktinya, semangat para pejuang pada
saat mengupayakan kemerdekaan Negara Indonesia. Mereka dengan lantang
menyuarakan semboyan “Merdeka atau Mati!”. Semboyan ini secara serta merta
membangkitkan semangat rakyat untuk terus berjuang demi kesatuan bangsa.
Ketiga, yaitu seni dapat dibuktikan pada tahun tujuh puluhan grup musik
Koes Plus mengeluarkan rangkaian album yang masing-masing berisi lagu
tentang Nusantara. Ada tujuh seri lagu tersebut ditambah dengan satu lagu yang
berjudul ''Nuswontoro'' yang berbahasa Jawa. Seluruh lagu itu mengumandangkan
keindahan, kekayaan dan kejayaan Indonesia. Tidak hanya Koes Plus, grup musik
The Rollies dari Bandung juga menyanyikan lagu tentang keindonesiaan.
Sehingga dapat disimpulkan secara tidak langsung, generasi muda masa itu
memahami bagaimana keagungan negara Indonesia tersebut karena tema lagunya
adalah lagu-lagu yang berbau nasionalisme. Melalui lagu-lagu tersebut secara
tidak sadar sosialisasi nasionalisme di Indonesia tertanam pada benak para
penikmat musik di negara Indonesia. Wujudnya dapat dilihat di masyarakat,
ketika ada sedikit persoalan yang menyangkut soal suku, ras, agama dan
antargolongan, langsung mendapat kecaman dari masyarakat yang lain.
Keempat, yaitu sikap bahu membahu menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
Melihat kondisi pluralitas bangsa Indonesia, bahu membahu menjaga persatuan
sangat diperlukan demi tercapainya keutuhan bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pluralism adalah suatu penghormatan dan sikap toleransi terhadap kelompok-
kelompok yang lain dan multikulturalisme adalah keberagaman kebudayaan dan
suku bangsa di Indonesia.
Dengan adanya pluralitas tersebut, bangsa Indonesia dihadapkan dengan
adanya berbagai potensi konflik SARA. Untuk itu, diperlukan strategi membentuk
sikap nasional dalam menyikapi kemajemukan bangsa Indonesia agar terwujud
bangsa yang bersatu yakni dengan toleransi.

3.2 Saran
Bangsa Indonesia saat ini sedang membutuhkan eksistensi Pancasila. Hal itu
muncul ketika disintegrasi bangsa begitu kuatnya menghantam Indonesia. Dan
hanya dengan mengembangkan ideologi Pancasila-lah persatuan dan kesatuan
bangsa ini kembali direkatkan.
Untuk itulah perlunya dilakukan kembali sosialisasi Pancasila. Pancasila
harus kembali menjadi dasar kebijakan dari pemimpin. Karena hanya Pancasila-
lah satu-satunya konsep unggul pemersatu bangsa. Dan untuk itulah, dalam arus
perubahan yang berjalan sangat cepat ini, nilai-nilai luhur Pancasila harus terus
menerus direvitalisasi, agar selalu sesuai dengan tuntutan zaman, agar dapat
menjadi pemandu perilaku dan aktivitas semua elemen bangsa.

Anda mungkin juga menyukai