Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana cara mengatasi masalah belajar yang dialami siswa difabel?

Masalah belajar akan selalu ada pada siswa atau pelajar, karena memang dua hal itu
tidak bisa terpisahkan, terutama para siswa difabel yang memiliki kemampuan yang berbeda
dalam menjalani aktivitas bila dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan. Difabel
merupakan setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan sesuatu
secara selayakya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, serta
penyandang cacat fisik dan mental.

Sekitar 14 persen dari semua anak berumur 3 sampi 21 tahun di Amerika Serikat
menerima pendidikan khusus atau layanan terkait di tahun ajaran 2006-2007 (Pusat Nasional
untuk Statistik Pendidikan, 2008). Dari pertengahan 1970-an melalui awal 1990-an, terdapat
peningkatan dramatis dalam persentase siswa A.S. yang menerima layanan pendidikan
khusus (dari 1,8 persen pada 1976-1977 menjadi 12,2 persen pada tahun 1994-1995) (Pusat
Nasional untuk Statistik Pendidikan, 2008).1

Seorang anak dengan ketidakmampuan belajar mengalami kesulitan dalam belajar


yang melibatkan pemahaman atau mengunakan bahasa lisan atau tertulis, dan kesulitan dapat
muncul dalam mendengarkan, berpikir, membaca, menulis, dan ejaan.

Berikut beberapa macam belajar siswa difabel atau disabilitas beserta cara mengatasinya.

1. Kesulitan membaca, menulis, dan matematika.


Ketidakmampuan belajar yang paling umum adalah Disleksia, kerusakan
parah dalam kemampuan untuk membaca dan mengeja. Disgrafia adalah
ketidakmampuan belajar yang melibatkan kesulitan dalam tulisan tangan. Diskalkulia
adalah ketidakmampuan belajar yang melibatkan kesulitan dalam perhitungan
matematika.
Anak-anak dengan masalah membaca sering membaca perlahan-lahan, maka
beri mereka catatan lebih baik dari tugas membaca di luar dan beri lebih banyak
waktu untuk membaca di kelas. Menyediakan akomodasi untuk pengujian dan tugas,
akomodasi umum meliputi instruksi membaca kepada anak-anak, menyoroti kata-kata
penting dalam arah (seperti menggarisbawahi), pengujian di tempat dengan sedikit
gangguan, dan memungkinkan waktu tambahan pada tugas.

2. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (attention defecit hyperactivity


disorder, ADHD)
ADHD adalah cacat dimana anak-anak secara konsisten menunjukkan satu
atau lebih dari karakteristik berikut ini selama periode waktu: (1) kurang mampu
memperhatikan, (2) hiperaktif, dan (3) implusif.

1
John W Santrock, Psikologi Pendidikan; Educational Psychology, (Jakarta: Salemba Humanika ,2017),edisi 5,
hlm 204-205.
Guru memiliki posisi yang unik untuk mengamati perilaku siswa dalam jangka
waktu yang la ma. Mencatat saat-saat siswa gelisa, tidak perhatian, atau implusif. Dan
memastikan apakah obat stimulan siswa ADHD bekerja secara efektif. Danlibatkan
sumber daya guru pendidikan khusus.
3. Keterbelakangan mental
Keterbelakangan mental adalah kondisi dengan gejala sebelum usia 18 tahun
yang melibatkan kecerdasan yang rendah (biasanya, nilai pada tes kecerdasan
tradisional individual yang diberikan dibawah 70) dan kesulitan dalam beradaptasi
dengan kehidupan sehari-hari. Ada 3 faktor yang mempengaruhi keterbelakangan
mental, yaitu faktor genetik, kerusakan otak, dan faktor lingkungan.
Beberapa setrategi pengajarannya adalah dengan membantu siswa yang
mengalami keterbelakangan mental untuk berlatih membuat pilihan pribadi dan untuk
terlibat dalam penentuan nasib sendiri bila memungkinkan, selalu meningkatkan
tingkat fungsi mental siswa, pastikan bahwa Anda memberikan contoh konsep yang
nyata, beri siswa kesempatan untuk mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari.

4. Gangguan fisik
Gangguan fisik pada siswa meliputi gangguan ortopedi seperti cerebral palsy
yaitu gangguan yang melibatkan kurangnya koordinasi otot, gemetar, atau bicara tidak
jelas. Gangguan fisik selanjutnya adalah gangguan kejang yang paling umum seperti
epilepsi yaitu gangguan neurologis yang ditandai dengan serangan sensor motorik
berulang-ulang atau gerakan kejang-kejang.
Gangguan fisik ini dapat diatasi dengan bantuan perangkat adaptif dan
teknologi medis, serta diobati dengan obat anti-konvulsan.

5. Gangguan sensorik
Gangguan sensorik meliputi tunanetra (gangguan penglihatan) dan tunarunggu
(gangguan pendengaran).
Duduk di depan kelas sering kali bermanfaat bagi siswa tunanetra, dan dengan
modalitas seperti sentuhan dan pendengaran. Pendekatan belajar untuk siswa
tunarungu terbagi dua kategori: lisan sepertimenggunakan pembacaan bibir, dan
manual melibatkan bahasa isyarat dan ejaan jari.

6. Gangguan bicara dan bahasa


Gangguan bicara dan bahasa mencakup sejumlah masalah bicara (seperti
gangguan artikulasi, gangguan suara, gangguan kefasihan, dan gangguan bahasa).
Gangguan artikulasi adalah masalah dalam pengucapan suara dengan benar, akibatnya
siswa mungkin menghindari mengajukan pertanyaan, berpartisipasi dalam diskusi,
atau berkomunikasi dengan teman sebaya. Gangguan suara yaitu bicara yang serak,
kasar, terlalu keras, terlalu bernada tinggi atau terlalu bernada rendah. Gangguan
kefasihan (gagap), dimana bicara siswa menunjukkan kejang ragu-ragu,
perpanjangan, atau pengulangan. Gangguan bahasa termasuk penurunan yang
signifikan dari anak dalam menerima atau mengekspresikan bahasa, terdiri dari
bahasa reseptif yang melibatkan penerimaan dan pemahaman bahasa, serta bahasa
ekspresif yang melibatkan penggunaan bahasa untuk mengekspresikan pikiran dan
berkomunikasidengan orang lain.
Cara mengatasi gangguan bicara dan bahasa adalah dengan terapi atau
perawatan pada ahlinya.
7. Gangguan spektrum autisme
Gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorder-ASD) juga disebut
gangguan perkembangan pervasif, berkisar dari gangguan parah yang disebut autis
sampai gangguan ringan disebut sindrom asperger. Siswa dengan gangguan ini
dicirikan oleh masalah dalam interaksi sosial, komunikasi verbal dan nonverbal, serta
perilaku berulang. Gangguan autisme adalah perkembangan yang parah dari gangguan
spektrum autisme yang menyerang pada tiga tahun pertama kehidupan dan termasuk
kekurangan dalam hubungan sosial , kelainan dalam komunikasi, serta pola terbatas,
berulang, dan stereotip perilaku.
Baron-Cohen dan rekan-rekannya (2007) menunjukkan pada mereka sejumlah
animasi di DVD yang memperlihatkan wajah yang mengekspresikan emosi berbeda
pada karakter kereta api dan traktor mainan, setelah menonton animasi selama 15
menit setiap hari kerja selama satu bulan, siswa dengan autisme mampu mengenali
wajah yang nyata dalam konteks yang berbeda dengan cara yang sama seperti siswa
tanpa autisme.2

8. Gangguan emosi dan perilaku


Gangguan emosi dan perilaku adalah sesuatu yang serius, melibatkan masalah
hubungan secara kuat, agresi, depresi, kekhawatiran terkait dengan hal-hal pribadi
atau sekolah, serta karakteristik sosioemosional lainnya. Gangguan ini berupa sikap
agresif, perilaku di luar kendali, depresi, kecemasan, dan ketakutan.
Guru dapat menggunakan strategi yang efektif untuk menghadapi gangguan emosi
dan berilaku dengan lebih banyak mendampingin siswa, menenangkan mereka, dan
bersabar.

Kesimpulan

Difabel merupakan setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental,
yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
sesuatu secara selayakya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental,
serta penyandang cacat fisik dan mental. Masalah belajar yang dimiliki oleh siswa difabel
memiliki cara mengatasi yang berbeda-beda sesuai dengan gangguan yang mereka miliki.
Seorang Guru harus memahami peserta didiknya supaya pembelajaran tetap berjalan dengan
baik, khususnya para siswa difabel tersebut.

Santrock John W.,(2017), Psikologi Pendidikan; Educational Psychology, (Jakarta: Salemba


Humanika), edisi 5.

2
John W Santrock, Psikologi Pendidikan; Educational Psychology, (Jakarta: Salemba Humanika, 2017), edisi 5,
hlm 219.

Anda mungkin juga menyukai