Anda di halaman 1dari 26

TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM

KECAMATAN LIMAPULUH 2019

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum


Unit pengolahan air minum terdiri dari tiga klasifikasi berdasarkan
fungsinya, yaitu pengolahan fisik, kimia dan biologi. Pemilihan unit pengolahan
disesuaikan dengan kualitas air baku yang diolah. Sedangkan dalam perencanaan
bangunan pengolahan air minum, ada dua macam jenis unit pengolahan, yaitu:
1. Sistem pengolahan lengkap menggunakan seluruh komponen unit
pengolahan.
2. Pengolahan kombinasi menggunakan sebagian komponen unit pengolahan.
Komponen unit pengolahan lengkap (yang umum digunakan di indonesia)
yaitu bangunan penyadap (intake), prasedimentasi, koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi

2.2 Pretreatment
Kekeruhan pada air baku berasal dari air permukaan (misalnya sungai)
mempunyai fluktuasi, dimana kekeruhan yang tinggi dapat terjadi pada saat
musim hujan yang berasal dari aliran air yang membawa lumpur. Kekeruhan
dengan konsentrasi 100 mg/l dapat terjadi pada saat musim penghujan, sehingga
diperlukan bangunan pendahuluan yang dapat menurunkan kandungan lumpur
tesebut agar dapat meringankan beban kerja bangunan pengolahan yang lain.
Bangunan pendahuluan ini adalah bangunan prasedimentasi yang berfungsi
sebagai tempat pengendapan partikel diskrit, seperti lempung, pasir dan zat padat
lainnya yang bisa mengendap secara gravitasi (memiliki specific gravity ≥ 1,2 dan
berdiameter ≤0,05 mm). Partikel diskrit adalah partikel yang selama proses
pengendapannya tidak berubah ukuran, bentuk dan beratnya. Dalam
pengoperasiannya, prasedimentasi dapat mengurangi zat padat sebesar 50 % -
70%.
Bangunan prasedimentasi dapat dibagi atas empat zona atau ruang, yaitu:
a. Zona Inlet, tempat memperhalus transisi aliran dari aliran influent ke aliran
steady uniform di zona pengendapan.
b. Zona Outlet, tempat memperhalus transisi dari settling zone ke aliran
effluent.
c. Zone Lumpur, tempat menampung material yang diendapkan berupa lumpur
endapan.
d. Zone Pengendapan, tempat berlangsungnya proses pengendapan partikel
dari air baku, sehingga harus bebas dari pengaruh ketiga zone lainnya.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Berikut gambar zona-zona pada bangunan prasedimentasi dapat dilihat pada


Gambar 2.1

Gambar 2.1 Prasedimentasi


Sumber: Al-Layla,1980.
Faktor desain pada bangunan prasedimentasi adalah:
1. Waktu detensi (td)
Lama waktu pengendapan disesuaikan dengan kondisi bak prasedimentasi.
V
td = (II.1)
Q
Dimana: td = waktu detensi (det)
V = volume bak ( )
2. Overflow Rate
Overflow rate dipengaruhi oleh surface area, semakin besar surface area,
maka kecepatan pengendapan akan semakin cepat dan efisien semakin baik
Q
So  (II.2)
As
Vs
Xr  (II.3)
Q
A
Dimana: So = overflow rate (m/jam)
As = surface area ( /jam)
Q = debit ( /s)
Xr = efisiensi penyisihan partikel
Vs = kecepatan pengendapan (m/s)
3. Efisiensi removal partikel diskrit (Xt)
(dXi.Vxi )
Xt  1  Xo  (II.4)
Vs

Dimana: Xt = Efisiensi removal


Xo = Fraksi berat yang tersisa

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

dxi = Fraksi berat


Vxi = Kecepatan pengendapan untuk tiap fraksi (m/s)
Vs = Kecepatan pengendapan (m/s)
4. Diameter Partikel
1/ 2
 18.Vs. 
d=   (II.5)
 g ( Ss  1) 

Dimana: d = Diameter partikel (m)


Vs = Kecepatan pengendapan (m/dt)
υ = Viskositas kinematik air( /detik)
Ss = Spesific gravity partikel
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
5. Bilangan Reynolds
Perhitungan ini digunakan untuk mengontrol kondisi aliran dalam bangunan
agar laminer.
V H .R
NRe = (II.6)

Dimana: NRe = Bilangan Reynolds
VH = Kecepatan aliran horizontal (m/s)
R = Jari-jari hidrolis (m)
Υ = Viskositas kinematik air (( /detik)
6. Bilangan Froude
Perhitungan ini digunakan untuk mengontrol terjadinya aliran pendek.
2
V
NFR = H (II.7)
g .R

Dimana: NFR = Bilangan froude


VH = Kecepatan aliran horizontal (m/s)
r = Jari-jari hidrolis ( m)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt)
7. Kecepatan Penggerusan
Perhitungan ini digunakan untuk mengontrol agar tidak terjadi penggerusan
lumpur yang telah terkumpul.
0,5
 8k ( Ss  1) g.d 
Vs    (II.8)
 f 
Dimana: Vs = Kecepatan penggerusan (m/dt)
k = Faktor koreksi porositas (0,02 – 0,12)

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Ss = Spesific gravity partikel (2,65)


g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
f = Faktor friksi hidrolik (0,02)
d = Diameter partikel
8. Headloss pada inlet
Q = Cd. A. 2.g.hf (II.9)

Dimana: Q = Debit inlet (m3/dt)


Cd = Koefisien discharge
A = Luas orifice (m2)
g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
hf = Headloss (m)
Maka,
2
 Q 
hf =   (II.10)
 Cd . A. 2.g 
Kriteria desain untuk unit prasedimentasi dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut.
Tabel 2.1 Desain Unit Prasedimentasi
Parameter Nilai
Waktu detensi (jam) 0,5 – 3
Beban permukaan (m/hari) 20 – 80
Tinggi (m) 1,5 – 2,5
P:l 4:3 – 6:1
P:t 5:1 – 10:1
Sumber: Schulz-Okun, 1984

2.3 Koagulasi (Pengadukan Cepat / Flash Mix)


Bangunan pengaduk cepat (flash mix) digunakan untuk proses koagulasi
yang merupakan awal untuk pengendapan partikel-partikel koloid yang terdapat
dalam air baku. Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dan partikel-partikel
yang tersuspensi di dalam air baku karena adanya pencampuran yang merata
dengan senyawa kimia tertentu (koagulan) melalui pengadukan cepat.
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Koagulan
Nama Komposisi
Aluminium Sulfate Al2(SO4)3.18 H2O
Sodium Aluminate Na3AlO3
Ferrous Sulfate FeSO4.7H2O

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Nama Komposisi
Ferric Sulfate Fe2(SO4)3
Ferric Chloride FeCl3
Chlorinated Coppears FeCl2Fe(SO4)3
Sumber: Benny Chatib, 1991

Secara umum koagulasi merupakan proses kimia dimana ion-ion yang


muatannya berlawanan dengan muatan koloid dimasukkan ke dalam air, sehingga
meniadakan kestabilan koloid. Jadi koagulasi adalah proses pembentukkan koloid
yang stabil menjadi koloid yang tidak stabil dan membentuk flok-flok dari
gabungan koloid yang berbeda muatan. Pengaduk cepat digunakan dalam proses
koagulasi, karena:
a. Untuk melarutkan koagulan dalam air.
b. Untuk mendistribusikan koagulan secara merata dalam air.
c. Untuk menghasilkan partikel-partikel halus sebagai inti koagulasi
(coagulating agent) sebelum reaksi koagulan selesai.
Proses pengadukan cepat dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Pengadukan mekanis
Adalah membuat aliran turbulen dengan tenaga penggerak motor dimana
bak pengaduk dilengkapi dengan peralatan mekanis, seperti:
a. Paddle dengan putaran 2 – 150 rpm
b. Turbine dengan putaran 10 – 150 rpm
c. Propeller dengan putaran 150 – 1500 rpm

Gambar 2.2 Pengadukan cepat secara Mekanis


Sumber : Qasim, et al.,2000.
2. Pengaduk hidrolis
Pengadukan cepat secara hidrolis dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan
kondisi alirannya, yaitu:
a. Open channel flow
1) Hydraulic jump mixer

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

2) Dengan lompatan air menggunakan drop atau tanpa drop pada


saluran sehingga dapat membentuk aliran superkritis.
3) Parshall flume
4) Sangat efektif untuk pengadukan cepat ketika hydraulic jump
digabung dekat downstream saluran.
5) Palmer Bowlus flume
6) Merupakan modifikasi dari parshall flume
7) Weir
8) Sangat efektif digunakan sebagai pengaduk cepat bila kapasitasnya
kecil.
b. Flow in pressure pipe
1) Hydraulic energy dissipitor
2) Turbulent flow pipe mixer

Gambar 2.3 Pengadukan cepat secara hidrolis


Sumber : Jurnal Bahan Ajar Satuan Proses, 2018

3. Pengadukan pneumatis
Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas)
berbentuk gelembung sebagai tenaga pengadukan. Gelembung tersebut
dimasukkan ke dalam air dan akan menimbulkan gerakan pada air (Gambar 2.6).
Injeksi udara bertekanan ke dalam air akan menimbulkan turbulensi, akibat
lepasnya gelembung udara ke permukaan air. Aliran udara yang digunakan untuk
pengadukan cepat harus mempunyai tekanan yang cukup besar sehingga mampu
menekan dan menggerakkan air. Makin besar tekanan udara, kecepatan
gelembung udara yang dihasilkan makin besar dan diperoleh turbulensi yang
makin besar pula.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Gambar 2.4 Pengadukan cepat secara pneumatis


Sumber : Jurnal Bahan Ajar Satuan Proses, 2018

2.3.1 Prinsip Proses


1. Destabilisasi Partikel Koloid
Pada umumnya, paartikel koloid adalah penyebab kekeruhan yang bersifat
hydrophobic (bermuatan negatif). Agar terjadi penggabungan diperlukan
destabilisasi yang hanya dapat dicapai dengan penambahan elektrolit yang
bermuatan positif, sehingga diharapkan gaya tolak menolak antar partikel dapat
diperkecil. Selanjutnya diperlukan suatu gaya yang dapat memperkecil jarak antar
partikel, yakni dengan mengadakan tumbukan antar partikel. Oleh karena itu,
dalam proses koagulasi diperlukan turbulensi yang cukup tinggi untuk meratakan
koagulan keseluruh bagian zat cair dan memungkinkan terbentuknya inti flok.
Proses destabilisasi sangat dipengaruhi oleh derajat hidrasi partikel dan
konsentrasi muatan. Bila konsentrasi muatan koloid kurang besar, maka proses
destabilisasi akan terhambat. Oleh karena itu, untuk memudahkannya diperlukan
tambahan partikel koloid baru yang dapat memperbesar muatan.
2. Pembentukan Mikroflok
Pada proses koagulasi, tahap destabilisasi partikel koloid dan pembentukan
mikroflok terjadi pada penambahan elektrolit positif Al3+ dari koagulan Al2(SO4)3.
Didalam air, koagulan alum akan bereaksi ganda yakni dissosiasi dan hidrolisa
dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
Reaksi dissosiasi : Al2(SO4)3 2 Al 3+ + 3 SO42-
Reaksi hidrolisa : Al2(SO4)3 + 6H2O  2Al(OH)3 + 3H2SO4
Dalam hal ini Al3+ berfungsi sebagai elektrolit positif penetral muatan
negatif partikel pada proses destabilisasi. Al(OH) 3 merupakan presipitat sebagai
inti pembentuk mikroflok. Sesuai dengan konsep destabilisasi koloid, apabila
konsentrasi muatan partikel koloid kecil (kekeruhan rendah), maka penetralan
oleh Al3+ sulit terjadi. Untuk itu diperlukan penambahan zat bantu koagulasi
berupa material kekeruhan.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

3. Proses koagulasi
Proses mixing atau pengadukan adalah proses dimana dua atau lebih
material dicampur untuk memperoleh derajat keseragaman yang diinginkan.
Proses mixing digunakan untuk menimbulkan kondisi turbulensi yang cukup
besar pada aliran. Pada proses pengadukan cepat memerlukan waktu yang relatif
cukup singkat, karena pada prinsipnya tujuan utam adari mixing adalah
mendispersikan zat-zat kimia. Dengan waktu pengadukan yang singkat, maka
volume pengadukan relatif kecil. Waktu mixing yang pendek dikonversikan
dengan meningkatnya gradien kecepatan (G).

2.3.2 Faktor-Faktor Desain


1. Gradien kecepatan (G)
Merupakan perbedaan kecepatan antara dua titik atau volume terkecil fluida
yang tegak lurus perpindahan. Gradien kecepatan berhubungan dengan waktu
pengadukan. Nilai G yang terlalu besar dapat mengganggu titik akhir
pembentukan flok.
1/ 2
 P 
G   
  V  (II.11)
Dimana: G = gradien kecepatan (det-1)
P = power pengaduk (N.m/ dt)
μ = viskositas absolut (kg/m.dt)
V = volume bak (m3)
Atau
1/ 2
 hf  y 
G 
  T  (II.12)
Dimana: y = densitas air (kg/m3)
hf = kehilangan tekanan (m)
T = waktu detensi (td)

2. Waktu kontak (td)


Waktu kontak adalah nilai kontak antara partikel kimia dengan air baku
yang dipengaruhi oleh volume bak dan debit air baku.
volume V
td  
debit Q (II.13)
Jumlah benturan partikel sebanding dengan nilai gradien kecepatan dan
waktu detensi (td).

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

3. Putaran rotasi pengaduk (n)

= (II.14)
Dimana: n = putaran rotasi pengaduk (rps)
P = power pengaduk (N.m/dt)
gc = kecepatan gravitasi (m/s2)
Dt = diameter pengaduk (m)
γ = densitas air (kg/m3)
Kt = konstanta pengaduk untuk turbulensi
4. Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds adalah bilangan untuk menentukan apakah aliran itu
laminer, turbulen atau transisi.
Dt 2  n  
N Re 
 (II.15)
Dimana: Nre = bilangan Reynolds
n = putaran rotasi pengaduk (rps)
dt = diameter pengaduk (m)
γ = densitas air (kg/m3)
μ = viskositas absolut (kg/m.dt)
Kriteria desain untuk unit koagulasi dapat dilihat pada Tabel 2.5

Tabel 2.3 Kriteria Desain Unit Koagulasi


Parameter Nilai
Viskositas kinematis (υ) ( m /dt) 0,8975 x 10-6
2

Kecepatan (m/dt) 0,3 – 6


Konsentrasi koagulan (mg/l) 5 – 50
-1
Gradien Kecepatan/ G (det ) 200 – 1200
td (det) 30 – 120
Sumber: Schulz-Okun, 1984

2.4 Flokulasi Pengaduk Lambat /Slow Mix)


Bangunan pengaduk lambat merupakaan tempat terjadinya flokulasi yaitu
proses yang bertujuan untuk menggabungkan flok-flok kecil yang titik akhir
pembentukannya terjadi di bak pengaduk cepat agar ukurannya menjadi lebih
besar sehingga cukup besar untuk dapat mengendapkan secara gravitasi.
Pengadukan lambat (agitasi dan stirring) digunakan dalam proses flokulasi,
karena:
a. Memberi kesempatan kepada partikel flok yang sudah terkoagulasi untuk
bergabung membentuk flok yang ukurannya semakin membesar.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

b. Memudahkan flokulan untuk mengikat flok-flok kecil.


c. Mencegah pecahnya flok yang sudah terbentuk.

Gambar 2.5 Flokulasi (Slow Mixing)


Sumber : www.google.com
Proses agitasi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a. Cara Mekanis
Pengadukan dengan menggunakan alat-alat mekanis, yaitu paddle, turbin
atau impeller yang digerakkan secara mekanis dengan motor. Bentuk dan cara
kerjanya sama dengan alat mekanis yang digunakan pada pengadukan cepat,
hanya saja nilai gradien kecepatnnya jauh lebih kecil.

Gambar 2.6 Tipe paddle (a) tampak atas, (b) tampak samping
Sumber : Qasim, et al., 2000.

Gambar 2.7 Tipe turbine dan propeller. (a) turbine blade lurus, (b) turbine blade
dengan piringan, (c) turbin dengan blade menyerong, (d) propeller 2 blade, (e)
propeller 3 blade
Sumber : Qasim, et al., 2000

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Tabel 2.4 Kriteria Impeller


Tipe Kecepatan Dimensi Keterangan
Impeller Putaran
Paddle 20–150 rpm Diameter: 50-80 % lebar bak
lebar:1/6-1/10 diameter
paddle
Turbine 10-150 rpm Diameter: 30-50% lebar bak
Propeller 400 -1750 rpm Diameter: max. 45 cm Jumlah pitch
1-2 buah

b. Cara Hidrolis
 Baffle channel flocculator
Flokulator yang berbentuk saluran dan dilengkapi dengan baffle. Ada 2
jenis aliran yaitu aliran horizontal dan vertikal.

Gambar 2.8 Baffle channel flocculator


Sumber : Jurnal Bahan Ajar Satuan Proses, 2018

Gambar 2.9 Baffle channel flokulator dengan desain normal (aliran horizontal)
Sumber : Jurnal Bahan Ajar Satuan Proses, 2018
 Hydraulic jet action flocculator
Sangat sesuai dengan pengolahan air minum debit kecil.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Gambar 2.10 Hydraulic jet action flocculator


Sumber : www.google.com
 Gravel bed flocculator
Menggunakan media kerikil untuk membentuk flok dan sangat sesuai
untuk pengolahan air minum skala kecil.

Gambar 2.11 Gravel bed flocculator


Sumber : www.google.com
 Sistem Orifice
Menggunakan pipa-pipa orifice yang dipasang pada dinding-dinding
betondimana pengadukan terjadi (diharapkan) melewati lubang-lubang
orifice tersebut.
Pada pengadukan lambat ini dimana titik akhir flok-flok yang telah
terbentuk karena proses koagulasi, diperbesar sehingga flok tersebut dapat
bergabung dan akan diendapkan dalam bak sedimentasi. Proses ini memanfaatkan
ketidakstabilan dari partikel-partikel koloid sehingga flok-flok tersebut dapat
berikatan satu dengan yang lain. Dua mekanisme yang penting dalam proses
flokulasi ini adalah:
a. Perikinesis, dimana pengumpulan dihasilkan dari pengadukan lambat dalam
air dan sangat signifikan untuk partikel lebih kecil dari 1 – 2 mm.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

b. Orthokinesis, berhubungan dengan gradien kecepatan (G), dimana dengan G


tertentu diharapkan terjadi pengadukan yang membantu pengumpulan flok
dan tidak menyebabkan flok-flok yang sudah terbentuk pecah.
1. Kriteria Perencanaan
Faktor-faktor yang berpengaruh pada flokulator sama dengan yang
berpengaruh pada bangunan flash mix, diantaranya yaitu:
a. Waktu detensi
V
td = (II.16)
Q
Dimana:td= waktu detensi (det)
V= volume bak ( )
b. Gradien kecepatan (G)

1/ 2
 P 
G    (II.17)
  V 

Untuk baffle channel,


G  g  h  v  t 
1/ 2
(II.18)
Dimana: v = viskositas kinematis( )
t = waktu detensi (detik)
g = percepatan gravitasi( )
h = headloss (m)

Untuk pengaduk mekanis dengan paddle


1/ 2
 Cd  A  3 
G  (II.19)
 2v  V 
Dimana:
Cd = koefisien drag (tergantung dari bentuk paddle dan arah aliran)
A = luas permukaan paddle
v = viskositas kinematis( )
v = kecepatan relatif paddle(m/dt)
V = volume bak flokulasi ( )
c. Headloss saluran (Hf)

Hf akibat belokan  k
b 2 (II.20)
2g
Dimana: k = konstanta empiris
vb = kecepatan aliran (m/det)

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

g = percepatan gravitasi (m/det2)


d. Jumlah sekat/baffle (n) untuk around the end
1/ 3

 2    t   H  L  G  
2

n      (II.21)


  1,44  f .  Q  
Dimana: n = jumlah sekat
H = kedalaman air (m)
L = panjang bak (m)
G = gradien kecepatan (det-1)
Q = debit (m3/det)
t = waktu fluktuasi (det)
μ = viskositas dinamis (kg/m.det)
ρ = densitas air (kg/m3)
f = koefisien friksi dari sekat
w = lebar bak (m)

Kriteria desain untuk unit flokulasidapat dilihat pada Tabel 2.6:


Tabel 2.5 Kriteria Desain Unit Flokulasi
Parameter Nilai
Gradien Kecepatan/ G (det-1) 200 – 1200
Small opening 5 % dari jarak antar Baffle
Jarak antar baffle (cm)  45
td (det) 120 – 1200
Sumber: Schulz-Okun, 1984

2.5 Sedimentasi
Bangunan sedimentasi berfungsi mengendapkan partikel-partikel flokulen
yang terbentuk pada proses koagulasi-flokulasi pada bak pengaduk cepat dan
lambat. Bentuk bangunan sedimentasi ada yang rectangular dan circular tank,
dimana pada tiap tangki terdapat 4 zona, yaitu:
a. Zona Inlet
Berfungsi sebagai tempat memperhalus transisi aliran dari aliran influen ke
aliran steady uniform di settling zona.
b. Zona Outlet
Berfungsi sebagai tempat memperhalus transisi dari settling zona ke aliran
effluen.
c. Zona Settling (pengendapan)
Berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses pengendapan partikel
dari air.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

d. Zona lumpur
Berfungsi sebagai tempat untuk menampung lumpur hasil dari proses
pengendapan.

Gambar 2.12 Bagian-Bagian dari Bak Sedimentasi


Sumber: Metcalff dan Eddy,1991.
Jenis-jenis bangunan sedimentasi adalah:
a. Konvensional
Menggunakan plate settler, plate settler digunakan untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan karena plate memiliki kemiringan tertentu (45 o –
60o), sehingga lumpur tidak menumpuk di plate tetapi meluncur ke bawah
dan flok dapat lebih mudah dipisahkan. Efisiensi pengendapan partikel
flokulen dipengaruhi oleh overflow rate, waktu detensi, dan kedalaman
bak pengendap.
b. Tube settler, mempunyai fungsi sama dengan plate settler, hanya saja
modelnya yang berbentuk tube. Ada yang dipasang secara horizontal
maupun vertikal dengan kemiringan tertentu terhadap garis horizontal.
Berdasarkan bentuknya bak sedimentasi terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Segi empat (rectangular)


Pada bak ini, air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet, sementara
partikel mengendap ke bawah.

Gambar 2.13 Bak Sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan
memanjang
Sumber: Metcalff dan Eddy,1991

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

b. Lingkaran (circular) – center feed


Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah
bak, kemudian air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak,
sementara partikel mengendap ke bawah.

Gambar 2.14 Bak Sedimentasi Berbentuk Lingkaran – center feed: (a) denah, (b)
potongan melintang
Sumber: Metcalff dan Eddy,1991

c. Lingkaran (circular) – periferal feed


Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horizontal
mengalir menuju outlet di bagian tengah lingkaran, sementara partikel mengendap
ke bawah. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa periferal feed menghasilkan
short scircuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed, walaupun center feed
lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran kurang
mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun
demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan
pengumpul lumpurnya lebih sederhana.

Gambar 2.15 Bak Sedimentasi Berbentuk Lingkaran – periferal feed: (a) denah,
(b) potongan melintang
Sumber: Metcalff dan Eddy,1991

Adapun Faktor Desain Bak Pengendap yaitu:


a. Waktu detensi
Untuk bak rectangular, aliran air memiliki kecepatan horizontal (Vo),
pengendapan partikel mempunyai kecepatan pengendapan (Vs). Secara
teoretis, waktu detensi air didalam tangki adalah:
L
t (II.22)
o

Dimana: L = panjang bak (m)


MESY SUSRI DARSI (1507120817)
TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Secara teoretis, waktu pengendapan flok adalah:


h
ts  (II.23)
s
Dimana: h = kedalaman bak (m)
b. Overflow rate
Overflow rate dipengaruhi oleh surface area. Semakin besar surface area
maka kecepatan pengendapan akan semakin cepat dan efisiensi semakin
baik.
Q
So  (II.24)
As
Dimana: So = overflow rate (m/jam)
Q = debit (m3/det)
As = surface area (m2)

Apabila So = Vs = h/ts, maka semakin besar h akan menurunkan efisiensi.


Sebaliknya semakin besar waktu detensi akan meningkatkan efisiensi
pengendapan.
c. Batch settling test
Batch settling test digunakan untuk mengevaluasi karakteristik pengendapan
suspensi flokulen. Diameter coloumn untuk tes 5 – 8 inch (12,7 – 20,3 cm)
dengan tinggi paling tidak sama dengan kedalaman bak pengendap. Sampel
dikeluarkan melalui pori pada interval waktu periodik. Prosentase
penghilangan dihitung untuk masing-masing sampel yang diketahui
konsentrasi suspended solidnya dan konsentrasi sampel. Prosentase
penghilangan diplotkan pada grafik sebagai nilai penghilangan pad grafik
waktu vs kedalaman. Lalu dibuat interpolasi antara titik-titik yang diplot dan
kurva penghilangan, Ra, Rb, dst.
Kriteria desain untuk unit sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan
Tabel 2.4:
Tabel 2.6 Kriteria Desain Unit Sedimentasi
Parameter Nilai
Surface loading (Q/A) 20 – 80
(m/hari)
Tinggi (H) (m) 3–4
Panjang : Lebar (4 : 3) – (6 : 1)
Panjang : tinggi 5 : 1 – 10 : 1
Slope bak (%) 2–6
Waktu pengendapan (td) 2–4

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Parameter Nilai
(jam)
Bilangan Reynold (Re) < 2000
Efisiensi penyisihan (%) 80
Kandungan lumpur 0,5 – 2
Bilangan Froude (Fr) ≥ 10-5
Sumber: Schulz-Okun, 1984

Tabel 2.7 Kriteria Desain Unit Inlet dan Outlet


Parameter Nilai
3
Weir loading (m /jam m) ≤ 25
Tinggi tube (h) (m) 1
Lebar tube settler (w) (cm) 5 – 10
Kecepatan di flume dan orifice (m/det) 0,15 – 0,4
Jarak antar v-notch (cm) 15 – 30
Sumber: Schulz-Okun, 1984

2.6 Filtrasi
Bangunan filter berfungsi untuk menyaring flok-flok halus yang masih
terdapat didalam air yang tidak terendapkan pada sedimentsi II dan juga
menyaring bakteri atau mikroorganisme lain yang ada dalam air. Beberapa macam
proses filtrasi antara lain:
1. Saringan pasir cepat (rapid sand filter)
Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air minum dan
industri, mudah terjadi clogging, sehingga diperlukan pencucian dengan
menggunakan aliran yang berlawanan dengan arah penyaringan.

Gambar 2.16 Saringan pasir cepat (rapid sand filter)


Sumber: Metcalff dan Eddy,1991.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

2. Saringan pasir lambat (slow sand filter)


Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air dengan tingkat
kekeruhan kecil atau sama dengan 50 ppm, pencucian dapat dilakukan setelah
beberapa minggu atau bulan, zat tersuspensi dan koloidal akan tertahan pada
lapisan atas filter, clogging dapat diatasi dengan melakukan pengikisan pada
bagian atas.

Gambar 2.17 Saringan pasir lambat (slow sand filter)


Sumber : Qasim, et al.,2000.

3. Pressure Filtration (Penyaringan bertekanan)


Pressure filtration adalah proses penyaringan dengan tekanan pada
pengolahan air minum yang berasal dari air tanah sebelum didistribusikan.

Gambar 2.18 Pressure Filtration (Penyaringan bertekanan)


Sumber : Qasim, et al.,2000.

4. Direct Filtration (Penyaringan langsung)


Direct filtration adalah proses filtrasi untuk air baku yang kekeruhannya
rendah.
Klasifikasi filter berdasarkan media yang digunakan:
a) Media tunggal, mempunyai satu tipe media, biasanya pasir atau antrasit;
b) Media ganda, terdiri dari dua media yaitu pasir dan antrasit;
c) Multi media, terdiri atas beberapa media yaitu pasir, kerikil dan antrasit.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Mekanisme filtrasi yang paling penting antara lain:


1. Mechanical straining
Mechanical straining adalah proses penyaringan partikel suspended matter
yang terlalu besar untuk lolos dari lubang diantara butiran pasir. Proses ini terjadi
pada permukaan filter.
2. Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel tersuspensi yang lebih
halus ukurannya daripada lubang pori pada permukaan butiran.
3. Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses yang paling penting dalam proses filtrasi karena
dapat menghilangkan partikel-partikel koloidal yang berasal dari bahan-bahan
organik maupun non organik yang tidak terendapkan. Proses ini dapat terjadi
karena secara alamiah pasir kwarsa pada pH normal mempunyai muatan negatif
sehingga dapat terjadi karena menarik partikel koloid yang bermuatan positif
(berasal dari anorganik) seperti flok dari besi, mangan, aluminium dan lain-lain.
Bila telah banyak muatan negatif yang tertahan pada butiran filter maka filter
menjadi jenuh dan bermuatan positif sehingga dapat menarik partikel koloid yang
berasal dari bahan organik yang bermuatan negatif. Apabila jenuh lagi maka
muatan kembali menjadi negatif.
Adapun prinsip dari proses filtrasi ini adalah dengan melewatkan air
kedalam media berpori untuk menyaring flok-flok halus dan belum dapat
diendapkan dalam sedimentasi II untuk memperbaiki kualitas air.
Pada perencanaan ini digunakan dual media (pasir dan antrasit) dengan
konstan rate pada Rapid Sand Filter (RSF). Penggunaan dual media ini
didasarkan pada:
a. Menghindari terjadinya clogging atau penyumbatan yang terlalu cepat
b. Efektivitas lapisan filter mudah dicapai.
c. Headloss dapat diminimalkan.
Pada filter, pencucian dilakukan karena adanya proses penyumbatan dengan
tetap menjaga agar media filter tetap terstrata dengan antrasit kasar (Berat Jenis
kecil) pada bagian atas dan pasir yang lebih halus (Berat Jenis besar) dibagian
bawah. Pencucian media dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
backwashing system atau dengan surface washing system.
Persamaan umum yang digunakan:
Pusable = 2 (P60 – P10)
Ptoofine = P10 – 0,1 Pusable
Ptoocoarse= Pusable + Ptoofine

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

P60
Uniform coefficient (UC) = (II.25)
P10
Dimana: P10 = diameter pasir yang 10 % lolos saringan
P60 = diameter pasir yang 60 % lolos saringan
UC = koefisien keseragaman
Kehilangan tekanan pada saat operasi:
1. Kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga (kerikil)
Persamaan rose untuk porositas yang beragam:
1,067 D v α C D . x
hl  . . Σ (II.26)
φ g ε4 d
Dimana: hl = headloss (m)
Φ = faktor bentuk
D = tebal media (m)
g = gaya gravitasi (m/det2)
vα = kecepatan filtrasi (m/det)
ε = porositas
CD = koefisien drag
x = berat fraksi
d = diameter geometri (m)
Persamaan untuk mencari nilai CD untuk NRe < 1 adalah:
24
CD  (II.27)
N Re
Persamaan CD untuk 1 < NRe< 104 adalah:
24 3
CD    0,34 (II.28)
N Re N Re
Dimana: CD = koefisien drag
NRe = bilangan Reynolds
2. Kehilangan tekanan pada underdrain
Persamaan yang digunakan:
2
1  Q 
H  . g .   (II.29)
2  C . A 
Dimana: H = headloss (m)
g = gaya gavitasi (m/det2)
Q = debit pengolahan (m3/det)
C = koefisien orifice ≈ 0,65
A = luas orifice (m2)

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

3. Kehilangan tekanan pada saat Backwash


Persamaan yang digunakan:
H  pasir Hf   kerikil Hg  underdrain Hu
Hf  L 1 ε ρs  ρ (II.30)
Hg 0,003 x Lg x vb (II.31)
vb  v1 . ε 4,5  v1 10 x D60 (II.32)
2
1  v 
Hu  . b  (II.33)
2g  α .β 

Dimana: Hf = kehilangan tekanan pada pasir (m)


Hg = kehilangan tekanan pada kerikil (m)
Hu = kehilangan tekanan pada underdrain (m)
L = tebal media (m)
ε = porositas
ρs = density relative ( )
ρ = density air ( )
Lg = tebal lapisan kerikil (m)
vb = kecepatan backwash pada kerikil (m/menit)
vt = kecepatan backwash pada pasir (m/menit)
g = gaya gravitasi (m/det2)
Kriteria desain untuk kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga
adalah:
1. Saringan Pasir Cepat
a. Effective size = (0,6 – 1) mm;
b. Uniformity coefficient = (1,3 – 1,7) m;
c. Sperity () = 0,73 – 1;
d. Porositas = 0,4 – 0,5;
e. Kecepatan filtrasi = (5 – 10) m/jam;
f. Tebal media pasir = minimum 300 mm;
g. Tebal media kerikil = (10 – 24) inchi;
h. Diameter kerikil = 3/64 inchi;
i. Konstanta kerikil = 10 – 14;
j. Perbandingan ukuran tiap lapisan = 2 : 1;
k. Konstanta Manning = 0,014;
l. Waktu Pencucian = (3 − 15) menit;
m. Kedalaman air baku di atas media filter = (0,2 − 2) m;
n. Panjang bak : Lebar bak = 3 : 1.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

2. Saringan Pasir Lambat


a. Kedalaman air baku di atas media filter = (1 – 1,5) m;
b. Effective size(Es) = 0,15 – 0,35;
c. Koefisien keseragaman (Uc) = 1,2 – 1,6;
d. Kecepatan filtrasi = 0,1 – 0,4 m/jam.

3. Kriteria desain untuk kehilangan tekanan pada underdrain:


a. Rasio luas orifice dengan luas area filter = (0,0015 : 1) – (0,005 : 1);
b. Panjang pipa lateral maksimum = 20 ft;
c. Diameter orifice = (0,25 – 0,75) inchi;
d. Jarak orifice dengan manifold = (3 – 12) inchi;
e. Jarak antar orifice (3 – 4) inchi;
f. Underdrain menggunakan manifold dengan pipa lateral pada sisi-sisinya
dan dilengkapi dengan sejumlah orifice;
g. Panjang filter = panjang bak filtrasi = 6 m;
h. Diameter orifice 0,5 inchi (1,27 cm);
i. Jarak antar orifice 6 – 20 cm;
j. Luas media filter 12 m2;
k. Perbandingan luas pipa lateral dengan luas orifice (2 − 4) : 1;
l. Perbandingan luas pipa manifold dengan luas pipa lateral (1,5 − 3) : 1;
m. Panjang pipa manifold = panjang bak

2.7 Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses untuk membunuh bakteri, protozoa, dan virus
dengan kuantitas desinfektan yang kecil dan tidak beracun bagi manusia. Adapun
prinsip yang digunakan dalam proses desinfeksi adalah menggunakan klor sebagai
desinfektan. Beberapa desinfektan lainnya adalah klorin dioksida, ozon, ultra
violet, bromin, iodine dan pemanasan. Klorin dioksida 25 kali lebih efektif
dibanding gas klor, yang mudah meledak pada suhu tinggi. Tidak menghasilkan
Trihalometan dan tidak bereaksi dengan ammonia. Sedangkan UV lebih mahal
disbanding dengan penggunaan klor dan tidak menyediakan perlindungan residu.
Klorinasi merupakan pilihan penting untuk suatu instalasi pengolahan air
minum. Pada pengolahan air untuk kebutuhan industri, klor bukanlah satu-satunya
desinfektan yang dipakai, namun khlor meupakan desinfektan efektif yang telah
dikenal. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:
a. Hanya senyawa klor yang relatif murah dan mudah didapat. Klor juga
mudah ditangani dalam operasinya. Desinfeksi dengan klor merupakan yang
paling sederhana dan tidak membutuhkan operator yang sangat ahli
b. Kemampuan klor dalam membunuh bakteri atau virus (agen desinfektan)

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

c. Klor menyediakan perlindungan residual, yaitu kemampuan untuk tetap bisa


membunuh organisme patogen detelah air keluar dari instalasi pengolahan
(distribusi)
d. Klor juga berfungsi sebagai oksidan zat-zat oganik dan ion-ion logam (Fe,
Mn) serta dapat mengurangi rasa dan bau serta dapat menghilangkan
amoniak (NH4+). Reaksi klor yang terjadi adalah sebagai berikut :
Ca(OCl)2 + 2 H2O 2 HOCl + Ca(OH)2
HOCl OCl- + H+
(Hipoklorit)
Beberapa kerugian dari penggunaan klor:
a. Klor adalah senyawa kimia yang berbahaya.
b. Bila klor bereaksi dengan zat organik, konsentrasinya berkurang dan
tekanan rendah maka akan terbentuk trihalometan (THM). Trihalometan
yang terkandung bersifat karsinogenik.
c. Serangkaian tes perlu dilakukan untuk mengetahui dosis klor yang efektif
dan aman.

Klor tersedia dalam bentuk dibawah ini dalam pengolahan air minum adalah:
.

a. Gas (Cl2) yang korosif dan beracun.


b. Hipoklorit solid berupa NaOCl atau Ca(OCl)2. Lebih aman dibanding gas
klor namun 4 - 5 kali lebih mahal.
c. Hipoklorit terlarut berbentuk cairan berkonsentrasi 5 – 10%. Jarang dipakai
karena mahal dan menyebabkan kondisi bulking.
Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut:
Cl2 + H2O H+ + OCl- + Cl-
Dua asam terbentuk (Hipoklor dan Hidroklor)
NaOCl Na+ + OCl-
HOCl H+ + OCl- pKa = 7,53

HOCl>OCl- pada pH < pKa

HOCl<OCl- pada pH > pKa

HOCl = OCl- pada pH = pKa HOCl 80 kali lebih efektif dibanding


OCl- sebagai desinfeksi karena muatan negatif mikroba menolak OCl -.
Kriteria desain desinfektan Ca(OCl)2 dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut.

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

Tabel 2.8 Kriteria desain Ca(OCl)2


Parameter Nilai
Cl sisa (mg/l) 0,2 – 0,4
Waktu kontak (menit) 10 – 15
Kecepatan (m/dt) 0,3 – 6
Diameter tube plastic (cm) 0,6-1,3
Sumber: Kawamura, 1991

Dosis klor dihitung dengan adanya Break Point Chlorination (BPC) dan sisa
klor. Jika kurang, maka desinfektan menjadi tidak efisien (gagal) dan bila
kelebihan akan menyebabkan rasa dan bau yang tidak enak dalam air minum.
BPC memberikan indikasi bahwa :
a. Semua zat yang dapat teroksidasi telah teroksidasi tuntas
b. Amoniak hilang sebagai N2
c. Masih ada residu klor aktif tersebut untuk desinfeksi daalam system
distribusi
Sisa klor (residu klor) dalam air diperlukan untuk mencegah terjadinya
infeksi bakteri selama pejalanan air samapai ke konsumen. Biasanya klor
tergantung dari jarak yang ditempuh, pH dan temperatur air. Untuk jarak yang
tidak begitu jauh, sisa klor cukup 0,2 - 0,4 mg/l.
Rumus yang digunakan:
Dosis chlor = BPC + sisa chlor

Gambar 2.19 Grafik BPC


Sumber : www.kelair.bppt.go.id

MESY SUSRI DARSI (1507120817)


TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
KECAMATAN LIMAPULUH 2019

2.8 Pengolahan Lumpur


Salah satu metode pengolahan lumpur yang biasa digunakan pada bangunan
pengolahan air minum adalah dengan metode dewatering, yaitu menggunakan
sludge drying bed. Sludge Drying Bed adalah unit yang berfungsi untuk
memisahkan air dari lumpur dengan cara pengeringan dan penguapan. Adapun
unit ini akan menampung lumpur dari bak prasedimentasi, koagulasi-flokulasi,
sedimentasi dan ion exchange.

Gambar 2.20 Tipikal Sludge Drying Bed


Sumber: Modul 7 ITS,2010

Kriteria perencanaan (Strauss dan Montangero, 2004/ Tilley dkk, 2008):


a. Tebal Pasir (0.1 – 0.5 mm) = (23 – 30) cm
b. Tebal kerikil (fine gravel, 7 – 15 mm) = (10 – 15) cm
c. Tebal kerikil (medium gravel, 15 – 50 mm) = (20 – 30) cm
d. Sludge loading rate = (100 – 300) kg/m2.tahun
e. Tebal lumpur di bed = (20 – 30) cm
f. Lebar bed = (2 – 5) m
g. Panjang bed = (6 – 30) m
h. Waktu pengeringan = (10 – 20) hari
i. Kecepatan air pada inlet = 0.75 m/dt
j. Kecepatan air dalam drain = 0.75 m/dt
k. Kemiringan dasar bed = (0.5 – 2)%

MESY SUSRI DARSI (1507120817)

Anda mungkin juga menyukai