Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

“Konsep Dasar Psikososial dalam Praktik Keperawatan”

Dosen Pengampu : Gardha Rias Arsy.,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Di susun Oleh :

Maftuhah Khoirotun Nisa’

2018012057

PSIK 4A

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS

2020

Konsep Dasar Psikososial dalam Praktik Keperawatan


A. Pengertian Psikososial
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system
terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu
untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan
sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan
keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk sosial, untuk mencapai
kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif.
B. Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalalm berhubungan
dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 2018). Konsep diri adalah cara individu
memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional, intelektual, sosial dan
spiritual (Beck, Willian dan Rawlin, 2016). Konsep diri adalah semua perasaan,
kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi
individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara
bertahap saat bayi melalui mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.
Pembentukan konsep diri sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dan
beberapa komponen.
1. Komponen Konsep Diri
a. Gambaran Diri / Citra Tubuh
Gambaran diri adalah sikap atau cara pandang
seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar.
Sikap ini mencakup persepsi dan perasaaan tentang ukuran,
bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa
lalu yang secara berkesinambungan di modifikasi dengan
pengalaman baru setiap individu (Stuart dan Sundeen, 2016 ).
Pada anak usia sekolah mempunyai perbedaan citra
tubuh dengan seorang bayi, salah satu perbedaan yang
mencolok adalah kemampuan untuk berjalan,  dimana hal ini
bergantung pada kematangan fisik. Pada masa remaja dengan
adanya perubahan hormonal akan mempengaruhi citra
tubuhnya misalnya menopause. Pada masa usia lanjut sebagai
akibat dari proses penuaan terjadi perubahan penurunan
penglihatan, pendengaran, dan mobilitas sehingga hal ini dapat
mempengaruhi citra tubuh seorang lansia.
b. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia
harus berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau
penilaian personal tertentu. ( Stuart dan Sundeen, 2016 ).
c. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai
personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik
perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang
tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri
sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang
penting dan berharga. (Stuart dan Sundeen, 2016).
d. Peran Diri (Role Performance)
Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan
oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di
berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran
dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang
diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu.
(Stuart dan Sundeen, 2016).
e. Identitas diri (Identity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari
kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan,
kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu.
Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas
seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan
seterusnya berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan
tugas utama pada masa remaja (Stuart dan Sundeen, 2016).
Pada masa anak- anak, untuk membentuk identitas
dirinya, anak harus mampu membawa semua perilaku yang di
pelajari kedalam keutuhan yang koheren, konsisten dan unik.
Rasa identitas ini secara kontinyu timbul dan di pengaruhi oleh
situasi sepanjang hidup.
Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan fisik,
emosional, kognitif dan sosial. Dimana dalam masa ini apabila
tidak dapat memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan sosial
yang membantu mendefinisikan tentang diri maka remaja ini
dapat mengalami kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa
identitas yang kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah.
2. Perilaku Pasien dengan Gangguan Konsep Diri
a. Perilaku yang adaptive
1) Syok Psikologis
Syok psikologis merupakan reaksi
emosional terhadap dampak perubahan dan
dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok
psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap
ansietas. Mekanisme koping yang digunakan
seperti mengingkari, menolak dan proyeksi
untuk mempertahankan diri.
2) Menarik diri
Klien menjadi sadar akan kenyataan,
ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak
mungkin maka klien lari atau menghindar secara
emosional. Klien menjadi tergantung, pasif,
tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan
dalam perawatannya.
3) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah klien sadar akan kenyataan,
maka respon kehilangan atau berduka muncul.
Setelah fase ini klien mulai melakukan
reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.

b. Perilaku yang maladaptive


1) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian
yang berubah.
2) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan
fungsi tubuh.
3) Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi
menarik diri.
4) Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
5) Mengungkapkan keputusasaan.
6) Depersonalisasi.
7) Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.
C. Definisi Koping
Strategi  koping merupakan suatu upaya individu untuk menanggulagi stress
yang menekan akibat masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan
kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya sendiri.
Koping yang efektif untuk dilaksanakan adalah coping yang membantu
seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan
tekanan yang tidak dapat dikuasainya
Jenis – jenis coping dibedakan menjadi dua, yaitu : koping konstruktif dan
koping positif.
1. Koping Konstruktif / Merusak
a. Penalaran
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk
mengeksplorasi berbagai macam alternatif pemecahan masalah
dan kemudian memilih salah satu alternatif yang dianggap
paling menguntungkan.
b. Objektivitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara
komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran,
penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi
kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang
berhubungan dengan persoalan yang tidak berkaitan.

c. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara
penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi
memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran
yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan
persoalan yang sedang dihadapi.
d. Humor
Yaitu kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari
persoalan yang sedang dihadapi, sehingga perspektif persoalan
tersebut menjadi lebih luas, terang dan tidak dirasa sebagai
menekan lagi ketika dihadapi dengan humor.
2. Koping Positif / Sehat
a. Antisipasi
Antisipasi berkaitan dengan kesiapan mental individu
untuk menerima suatu perangsang. Ketika individu berhadap
dengan konflik-konflik emosional atau pemicu stres baik dari
dalam maupun dari luar, dia mampu mengantisipasi akibat-
akibat dari konflik atau stres tersebut dengan cara menyediakan
alternatif respon atau solusi yang paling sesuai.
b. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan berbagai konflik emosional
yang menjadi pemicu stres dengan cara mengekspresikan
perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara lengsung
tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi
orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Ana. Gangguan Konsep Diri. Edisi I. Jakarta : EGC. 2018

Stuart, Gail Wiscarz. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. 2018

https://www.scribd.com/document/386422101/Konsep-Psikososial-Dalam-Praktik-
Keperawatan-Psbk-Kel-1.

Anda mungkin juga menyukai