Anda di halaman 1dari 35

STUDY PREPARASI SAMPEL ENDAPAN NIKEL LATERIT HASIL PEMBORAN EKSPLORASI PADA PT.

WEDA BAY NICKEL KECAMATAN WEDA TENGAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH PROVINSI MALUKU
UTARA LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan Sebagai Persyaratan Mata Kuliah Kerja Praktek
Pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Maluku
Utara

Oleh : Jumahir Badrun NPM : 12105.10212.06.010 Ismail Asri NPM : 12105.10212.06.006


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALUKU UTARA
TERNATE 2011

KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirahim


Puji Syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan
rahmat, nikmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada kita yang tidak
terhitung nilai dan harganya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan
Kerja Praktek (KP) ini disusun berdasarkan referensi yang dijadikan rujukan untuk
penyusunan Laporan Kerja Praktek (KP) ”Study Preparasi Sampel Endapan Nikel Laterit
Hasil Pemboran Eksplorasi” yang diperoleh langsung dari perpustakaan dan buku-buku
kuliah di berbagai perguruan tinggi. Maksud dan tujuan penulisan laporan Kerja
Praktek (KP) usulan penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan untuk
melanjutkan penelitian Tugas Akhir dalam Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Ternate dan juga menjadi salah
satu tuntutan kurikulum. Dengan selesainya penyusunan laporan Kerja Praktek (KP)
ini. Dengan selesainya laporan ini, tak lupa penulis mengucapka terima kasih kepada
: 1. 2. Bapak Kasman Hi. Achmad, S.Ag, M.Pd, Rektor UMMU Ternate Bapak Arbi Haya,
ST. M.Eng, Dekan Fakultas Teknik UMMU Ternate

3. Bapak Muhammad Djunaidi, ST, MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan UMMU Ternate.
4. Bapak Abjan Hi. Masuara, ST, MT, Sebagai dosen pembimbing yang telah waktunya
dalam penyusunan laporan ini. 5. meluangkan

Bapak Ruslan M. Umar, ST, Sekertaris jurusan teknik pertambangan UMMU Ternate

6. Bapak Thalib M. Umar, ST Sebagai pembimbing lapangan yang telah banyak


memberikan arahan dan bantuannya. 7. Seluruh staf dan karyawan PT. Weda Bay Nickel
yang telah banyak membantu selama praktek berlangsung 8. 9. 10. Para Karyawan
Coreshed PT. Weda Bay Nickel dan PT. Intetek Testing Service. Para Karyawan PT.
Weda Bay Nickel, camp 2 dan camp Sake West. Seluruh staf dan dosen pengajar teknik
pertambangan

11. Kedua orang tua kami, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang dan
pengorbananya yang tiada berkurang. 12. Teman-teman seprjuangan Angkatan “06” dan
seluruh rekan – rekan teknik pertambangan yang selalu memberikan dorongan moril
demi terselesainya penyusunan laporan kerja praktek ini
Akhirnya segala saran dan kritikan yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan
laporan ini akan diterima dengan segala kerendahan hati. Amin Ternate, 18 Februari
2011

PENULIS

DAFTAR ISI Halaman Halaman Sampul Halaman Pengesahan Kata Pengantar


…………………………………………………………………………………… i Daftar Isi …………………………………………………………………………………………….
ii Daftar Gambar ………………………………………………………………………………….. vi Daftar Tabel
……………………………………………………………………………………… vi BAB I. …. PENDAHULUAN
………………………………………………………………. 1 1.1 1.2 1.3 1.4 Latar Belakang
………………………………………………………………. 1 Rumusan Masalah ………………………………………………………….. 4 Batasan
Masalah …………………………………………………………….. 4 Tujuan Kerja Praktek ………………………………………………………. 4
1.5

Manfaat Penelitian …………………………………………………………. 4

1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti ……………………………………………… 4 1.5.2 Manfaat Bagi Akademisi


………………………………………… 5 1.5.3 Manfaat Bagi Perusahaan ………………………………………… 5 1.6. Metode
Penelitian …………………………………………………………. 5 1.6.1 Teknik Pengambilan Data
……………………………………….. 5 1.6.2 Jenis-jenis Data……………………………………………………….. 5 1.6.3 Teknik
Pengolahan Data…………………………………………. 6 1.7. Bagan Alir Penelitian
…………………………………………………….. 7 BAB II….. TINJAUAN UMUM …………………………………………………………… 8 2.1 2.2
2.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah ……………………………………….. 8 Kondisi Geologi
………………………………………………………….. 10 Geografis Daerah Penelitian …………………………………………… 15

2.3.1 Topografi dan Morfologi…………………………………………. 15 2.3.2


Vegetasi………………………………………………………………… 17…. 2.4 Iklim dan Curah
Hujan……………………………………………………. 17

BAB III. . DASAR TEORI ………………………………………………………………… 18 3.1 Kegiatan Pemboran


Eksplorasi………………………………………….. 18 3.1.1 Pengertian Pemboran Eksplorasi……………………………….
18 3.1.2 Mengeluarkan dan Menyimpan Core………………………… 19 3.1.3 Menghitung Kemajuan Bor
dan Core Recovery…………. 20 3.2 Preparasi Sampel……………………………………………………………. 22 3.2.1
Pengertian Preparasi Sampel……………………………………..22
3.2.2 Prosedur Preparasi Sampel………………………………………..23 3.3 Sampling dan Analisa
Ayak…………………………………………….. 24 3.3.1 Sampling………………………………………………………………..24 3.3.2 Analisa
Ayak…………………………………………………………..24 3.4 Nikel Laterit………………………………………………………………….. 30
3.4.1 Pengertian Nikel Laterit………………………………………….. 30 3.4.2 Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Pembentukan Bijih Nikel Laterit………………………………………………….. 32 3.4.3 Profil
Endapan Nikel Laterit……………………………………. 34 BAB IV. KEGIATAN
LAPANGAN…………………………………………………. 37 4.1 Kegiatan Eskplorasi Pada PT. Weda Bay
Nickel………………… 37 4.2 Persiapan Kegiatan Pemboran………………………………………….. 37 4.2.1
Penentuan Titik Bor……………………………………………….. 37 4.2.2 Drill
Site……………………………………………………………….. 37 4.2.3 Water Line…………………………………………………………….. 37
4.2.4 Saran Pendukung Lainnya………………………………………. 37 4.3 Kegiatan Pemboran Di
Lapangan…………………………………….. 37 4.4 Logging Core dan Sampling……………………………………………. 40 BAB
V. PEMBAHASAN………………………………………………………………….. 44 5.1 Preparasi
Sample……………………………………………………………. 44 5.2 Prosedur dan Tahapan-tahapan Kegiatan
Preparasi Sample………………………………………………………………………….. 44 5.2.1
Timbang………………………………………………………………… 44
5.2.2 Drying/Pengeringan………………………………………………… 46 5.2.3
Crusher…………………………………………………………………. 47 5.2.4 Pulverizing…………………………………………………………….. 48
…. 5.2.5 Roll Mix………………………………………………………………… 50 5.2.6 Test Kehalusan
Sample…………………………………………… 50 5.2.7 Packing…………………………………………………………………. 51 5.2.7 Target
Penggilingan Sample…………………………………….. 51 BAB VI. PENUTUP………………………………………………………………………….
52 6.1 Kesimpulan……………………………………………………………………. 52 5.2
Saran…………………………………………………………………………….. 52 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….
53 LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman

1. Peta Lokasi Peneltian …………………………………………………………………. 9 2. Peta Geologi Regional


Daerah Halmahera……………………………………… 11 3. Profil Endapan Nikel Laterit
……………………………………………………….. 36 DAFTAR TABEL Tabel Halaman

1. Data Curah Hujan Dari Tahun 2008-2010 ………………………………………. 17 2. Komponen Pemboran


dan Fungsinya ..………………………………………….. 39 LAMPIRAN
L-1. Moisture Determination Report L-2. Test Kehalusan Sample 200#

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan galian adalah semua bahan atau
substansi yang terjadi dengan sendirinya di alam dan sangat dibutuhkan oleh manusia
untuk keperluan industrinya. Bahan tersebut dapat berupa logam maupun non logam dan
dapat berupa bahan tunggal ataupun berupa campuran lebih dari satu bahan. Dewasa
ini penggunaan logam nikel diberbagai sektor industri di dunia semakin meningkat,
bagi Indonesia nikel merupakan salah satu komoditi tambang yang utama hingga saat
ini masih menjadi komoditi penghasil devisa cukup besar bagi Negara, sehingga nikel
laterit merupakan cadangan yang strategis, khususnya bagi Negara kiata yang
mempunyai cadangan nikel laterit yang cukup besar untuk dapat memberikan
konstribusi memasok kebutuhan nickel di dunia. (Nickel Laterit, PT. Antam Tbk. Unit
Gamin, 2003). Oleh karena itu kegiatan eksplorasi merupakan suatu kegiatan penting
yang harus di lakukan sebelum suatu usaha pertambangan di laksanakan. Hasil dari
kegiatan eksplorasi itu harus dapat memberikan informasi yang lengkap dan akurat
mengenai sumber daya mineral/bahan galian maupuan kondisi geologi yang ada, agar
upaya kelayakan untuk pembukaan usaha pertambangan yang di maksud dapat di lakukan
dengan teliti dan benar (akurat). Pemboran adalah pembuatan lubang eksplorasi yang
daimeternya relative kecil bila di bandingkan dengan kedalamannya. Pemboran ini
biasanya di lakukan pada batuan atau formasi batuan dalam rangka pengumpulan data
informasi dan pengambilan conto (sample). Preparasi merupakan suatu rangkaian
kegiatan dalam mempersiapkan contoh untuk dianalisis, yang metodenya disesuaikan
dengan keadaan contoh dan kepentingan. Berdasarkan keadaan contohnya, terdapat 2
jenis preparasi: 1. Contoh ruah (bulk samples)
Preparasinya meliputi pengeringan, penimbangan (pengukuran volume), pencucian,
pendulangan, pengeringan, pengayakan, pemagnetan, dan penimbangan masing-masing
fraksi. 2. Konsentrat dulang kemagnetan (magnetic

Prinsip preparasinya adalah pemisahan mineral berdasarkan sifat separation).

Tingkat kepastian dari penyebaran endapan, jumlah cadangan serta kualitas cadangan
merupakan dasar dalam perencanaan aktivitas pada industri pertambangan, sehingga
peranan kegiatan eksplorasi menjadi hal yang sangat penting sebagai langkah awal
dari seluruh rangkaian pekerjaan dalam industri pertambangan. Pada tahun 2007,
terjadi peningkatan permintaan pasar terhadap bijih nikel. Tingginya permintaan
terhadap bijih nikel ini datangnya dari pasar internasional seperti China, India,
Jepang dan Eropa Timur. Hal inilah yang melatar belakang salah satu perusahan
tambang swasta Indonesia yaitu PT. Weda Bay Nickel, melakukan kegiatan eksplorasi
terhadap endapan nikel laterit yang terdapat di Halmahera Tengah, yang gunanya
untuk memulai usahanya di bidang pertambangan. Saat ini PT. Weda Bay Nickel masih
dalam tahap eksplorasi dan kontruksi. Kegiatan ekplorasi dilakukan untuk mengetahui
bentuk penyebaran biji nikel dan kegiatan kontruksi dilakukan dengan membangun
perkantoran, perumahan staf dan karyawan, jalan, laboratorium dan fasilitas
penunjang kegiatan pertambangan yang lain, kemudian dilanjutkan dengan pembanguan
pabrik. Kegiatan eksplorasi lebih difokuskan agar cepat terselesaikan dan
dilanjutkan dengan kegiatan yang lain seperti kontruksi dan penambangan. Atas dasar
latar belakang inilah yang mendorong kami untuk melakukan kerja praktek (KP) dengan
judul : “ Study Preparasi Sampel Endapan Nikel Laterit Hasil Pemboran Eksplorasi
Pada PT. Weda Bay Nickel, Kecamatan Weda Tengah Kabupaten Halmahera Tengah,
Provinsi Maluku Utara ”. 1.2. Rumusan Masalah 1. 2. 3. Tahapan-tahapan dalam
preparasi sampel. Peralatan yang digunakan pada kegiatan preparasi sampel Hasil
akhir (produk) dari preparasi sampel.

1.3. Batasan Masalah Adapun dalam kegiatan kerja praktek ini, penulis membatasi
masalah pada kegiatan preparasi sampel endapan nikel laterit hasil pemboran
eksplorasi di PT. Weda Bay Nickel.
1.4. Tujuan Penilitian Tujuan dalam melakukan penelitian : 1. 2. 3. Untuk
mengetahui tahapan-tahapan dalam kegiatan preparasi sampel Untuk mengetahui
peralatan apa saja yang digunakan dalam kegiatan preparasi sampel Untuk mengetahui
seperti apa hasil akhir (produk) dari preparasi sampel.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Bagi peneliti Untuk menambah pengetahuan dan
wawasan bagi peneliti khususnya tentang kegiatan preparasi sample hasil pemboran
eksplorasi nikel laterit, disamping itu penelitian ini juga diharapkan dapat
berguna bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan
topik yang sama. 1.5.2. Manfaat Bagi Akademisi Hasil penelitian ini merupakan salah
satu bahan masukan kepada pihak lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan dan
pemberdayaan perpustakaan di Fakultas Teknik, khususnya Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. 1.5.3. Manfaat Bagi perusahaan Hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan terutama di PT. Weda Bay
Nickel. 1.6 Metode Penelitian 1.6.1. Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan
data dilapangan dilakukan bebrapa tahapan diantaranya adalah sebagai berikut: a.
Studi Literatur masukan bagi pihak perusahaan

Dilakukan dengan mengumpulkan data, referinsi dan informasi-informasi lain yang


terkait dengan judul penelitian. b. Penelitian langsung di lapangan meliputi :
Tahapan-tahapan serta metode preparasi sampel yang digunakan. 1.6.2 Jenis-jenis
Data
a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan baik melalui observasi (pengamatan)
maupun wawancara. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data antara lain :
tahapan-tahapan preparasi sampel, metode, peralatan yang digunakan, serta hasil
akhir dari preprasi sampel. Sedangkan wawancara dilakukan dilapangan terhadap
teknisi dilapangan untuk mengumpulkan informasi-informasi yang begkaitan dengan
kegiatan preparasi sampel. b. Data sekunder, data yang diperloleh dari hasil
pengumpulan beberapa daftar bacaan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada,
antara lain : lokasi dan kesampaian daerah, kondisi geologi, iklim dan curah hujan,
serta vegetasi dan topografi. 1.6.3 Teknik Pengolahan Data Pengolahan data
didasarkan pada data yang diambil langsung dari lapangan, yaitu mendiskripsikan
seluruh kegiatan preparasi sampel mulai dari awal hingga akhir kegiatan.
Pengambilan Data Wawancara : Mengumpulkan data atau informasi Yang berkaitan dengan
kegiatan preparasi sampel. Observasi : -Tahapan preparasi sampel -Metode preparasi
sampel -Peralatan yang digunakan -Hasil sampel Pengolahan Data Analisa Data Hasil
Penelitian

Bagan Alir Prosedur Penelitian

BAB II TINJAUAN UMUM


2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah Daerah Tanjung Ulie (Wilayah Kontrak Karya PT.
Weda Bay Nickel) secara administratif terletak di daerah kecamatan Weda, Kabupaten
Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara. Secara geografis wilayah Kontrak Karya PT.
Weda Bay Nickel, terletak pada titik koordinat 00° 35’ 44,3” Lintang Utara dan 128°
00’ 29,1” Bujur Timur. Untuk mencapai lokasi penelitian dapat ditempuh dengan rute
sebagai berikut: 1. Ternate-Tanjung Ulie Ternate-Tanjung Ulie, Menggunakan pesawat
udara Merpati dengan waktu tempuh ± 15 menit. 2. Ternate – Sofifi Ternate – Sofifi,
Dicapai dengan mengunakan transportasi laut (Speed Boat) dengan waktu tempuh kurang
lebih 45 menit. 3. Sofifi – Weda Sofifi – Weda, Dicapai dengan mengunakan kendaraan
roda empat dengan waktu tempuh kurang lebih 4 jam. 4. Weda-Lelief (Tanjung Ulie)
Weda-Lelief (Tanjung Ulie), Menggunakan speed-boat atau long boat dengan waktu
tempuh ± 2 jam. Alternatif lain bisa dilalui dengan menggunakan kendaraan roda dua
ke Desa Kobe kemudian dilanjutkan ke Desa Lelief (Tanjung Ulie) dengan waktu tempuh
30 menit. Luas areal eksplorasi yang dikelola oleh PT. Weda Bay Nickel (WBN) adalah
sebesar 54.000 Ha dengan 5 lokasi pertama oleh PT. Weda Bay Nickel adalah weda
project, kemudian Pinto, Boki Makot, Sake West, dan Uni-uni (Tarzan).

2.2. Kondisi Geologi 2.2.1 Geologi Regional Pulau Halmahera Pulau Halmahera
didominasi oleh batuan vulkanik dimana berjalannya waktu menjadi lingkungan batuan
tertua, dibagian selatan tersingkap di pulau Bacan juga pulau Obi dan sekitarnya
yaitu batuan metamorf skis kristalin berumur jura. Wilayah ini merupakan busur
kepulauan sejak akhir paleogen, dimana batuan vulkanik berumur akhir dengan batuan
klastik sedimen karbonat yang diperkirakan merupakan aktivitas vulkanik pada
lingkungan laut. (Pushehsrosvky, 1973).
Mandala tektonik Halmahera Timur (Gag, Gebe, Weda, dan Waigeo) dicirikan dengan
batuan ultra basa, sedangkan Halmahera Barat (Morotai, Bacan dan Obi) oleh batuan
gunung api. Zona perbatasan antara kedua mandala tersebut terisi oleh batuan
formasi weda yang sangat terlipat dan tersesarkan, disebut garis meridian. Struktur
lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada formasi Weda berumur miosen
tengah-pliosen awal. Sumbu lipatan berarah utara-selatan, timur laut-barat daya dan
barat laut tenggara. Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik,
umumnya berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara. (Silitonga, 1985). Kegiatan
tektonik kemungkinan dimulai pada kapur dan awal tersier, dicirikan oleh adanya
komponen batu lempung berumur kapur dan batuan ultra basa didalam konglomerat yang
membentuk formasi dorosagu. (Silitonga, 1985). Akibat dari perkembangan tektonik
tersebut, maka Maluku Utara dan (Pulau Halmahera dan pulau-pulau sekitarnya)
dikelompokkan menjadi tiga wilayah tektonik (R. Sukamto dkk, 1980 ; R. Sokamto dan
Suhanda, 1977). Masing-masing wilayah ini berbeda dari segi fisiografi, kelompok
batuan yang membentuknya, stratigrafi struktur dan perkembangan tektonik. Kab.
Halmahera Tengah

Mandala Geologi Halmahera Timur, batuan tertua daerah ini dibentuk oleh Satuan
batuan ultra basa yang sebarannya cukup luas dan satuan batuan beku basa, serta
satuan batuan beku intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya.
Satuan Batuan Ultra Basa terdiri dari serpentinit, piroksenit dan dunit, umumnya
berwarna hitam atau hitam kehijauan, getas, terbreksikan, mengandung asbes dan
garnerit. Pada satuan ini teramati batuan metasedimen dan rijang, posisinya
diantara sesar dalam batuan ultra basa.Satuan batuan ini oleh Bessho, 1994,
dinamakan Formasi Watileo (Watileo Series), hubungannya dengan satuan batuan yang
lebih muda berupa bidang ketidakselarasan atau bidang sesar naik. Satuan Batuan
Beku Basa, terdiri dari gabro piroksen, gabro hornblende dan gabro olivine,
tersingkap di dalam komplek Satuan Batuan Ultra Basa dan ini dinamakan Seri Wato-
wato( Bessho,1944) Satuan Batuan Intermediate, terdiri dari batuan diorit kuarsa
dan diorit hornblende, tersingkap juga dalam komplek batuan ultra basa. Selain itu
teramati sejumlah retas andesit dan diorit yang tidak terpetakan di daerah Formasi
Bacan. Secara tidak selaras, batuan tertua ini ditutupi oleh Formasi Dodaga yang
tersusun oleh serpih berselingan dengan batugamping coklat muda dan sisipan rijang
yang berumur Kapur Satuan Batugamping, dengan batuan yang lebih tua (ultra basa)
oleh ketidakselarasan dan dengan batuan yang lebih muda oleh sesar, tebal kurang
lebih 400 meter. Satuan ini berumur Paleosen – Eosen Formasi Dorosagu, terdiri dari
batupasir berselingan dengan serpih merah dan batugamping,. Hubungan dengan batuan
yang lebih tua (ultra basa) berupa


ketidakselarasan dan sesar naik, tebal ± 250 meter. Formasi ini diduga berumur
Paleosen – Eosen.

Satuan Konglomerat, tersusun oleh batuan konglomerat dengan sisipan batupasir,


batulempung dan batubara yang tebalnya lebih dari 500 meter. Satuan ini berumur
Kapur Atas. Formasi Bacan, tersusun oleh batuan gunungapi berupa lava, breksi, dan
tufa dengan sisipan konglomerat dan batupasir. Oleh adanya sisipan batupasir dapat
diketahui umur Formasi Bacan yaitu Oligosen – Miosen Bawah. Formasi Weda, terdiri
dari batupasir berselingan dengan napal, tufa, konglomerat dan batugamping. Formasi
Tingteng. Formasi ini identik dengan Weda series ( Bessho, 1944 ). Formasi ini
berumur Miosen Tengah – Awal Pliosen Satuan Konglomerat, berkomponen batuan ultra
basa, basal, rijang, diorit, dan batusabak tebal ± 100 meter, menutupi satuan
batuan ultra basa secara tidak selaras, diduga berumur Miosen Tengah – Awal
Pliosen. Formasi Tingteng, tersusun oleh batugamping hablur dan batugamping pasiran
dengan sisipan napal dan batupasir, berumur Akhir Miosen – Awal Pliosen, tebal ±
600 meter. Formasi Kayasa, berupa batuan gunungapi terdiri dari breksi, lava dan
tufa diduga berumur Pliosen. Satuan Tufa, utamanya tufa batuapung berwarna putih
dan kuning.

• • •

2.2.2 Geologi Lokal Daerah Penelitian Mengenai adanya endapan nikel secara geologi
dapat disebutkan bahwa pelapukan batuan ultra basa membentuk lapisan laterit yang
menghasilkan residual serta pengkayaan nikel yang tidak mudah larut dan membentuk
endapan nikel (Ni) dan Magnesium (Mg) dalam bentuk garnierite (Ni Mg)3 SiO2 Os
(OH)4 pada lapisan saprolit terbentuk pula mineral himatit (Fe2 O3 ) pada lapisan
laterit. Singkapan batuan ultra basa umumnya telah mengalami pelapukan berwarna
kuning kecoklatan berbentuk hitam atau abu-abu putih dengan warna kehijauan pada
bagian tepi atau pinggir. Tampak pula batuan ultra basa pada penelitian ini telah
mengalami proses serpentinisasi yang cukup kuat selain oleh keadaan morfologi.
Pembentukan endapan bijih nikel laterit brecia sangat banyak pula terpengaruh oleh
tektonik lempeng. Pelapukan batuan pada hakekatnya dipermudah karena adanya bagian
yang lemah seperti perakahan, retakan, sesar dan sebagiannya. Pada lapangan
terlihat bahwa banyak rekahan-rekahan kecil yang umumnya telah terisi oleh
mineralmineral sekunder (silica dan magnetit). Litologi endapan nikel didaerah ini
hampir seluruhnya berasal dari pelapukan batuan ultra basa yang lebih dikenal
dengan sebutan endapan bijih nikel laterit : harzburgit merupakan batuan asal
penghasil nikel tersebut, secara umum disusun oleh mineral-mineral olivine dan
ortopiroksine. Olivine itu sendiri mengandung nikel dalam jumlah kecil ± 0,25%,
kemudian mengalami
pengayaan hingga mencapai kadar bijih tertentu. Proses pelapukan pada batuan ultra
mafik tersebut antara lain oleh pensesaran, perlipatan, dan pengkekaran yang
terjadi dalam waktu yang cukup lama dan berulang-ulang sehingga mineral penyusunnya
mengalami desintegrasi dan dekomposisi. Stratigrafi daerah Weda project disusun
oleh beberapa batuan diantaranya adalah batuan ultra basa dan batuan sediment kapur
: Batuan Ultra Basa :

Dunit umumnya berwarna hijau tua franerik, granular eahedral dalam keadaan segar,
dan mengandung olivine > 90% dan piroksin. Harzburgit : berwarna hijau tua, fanerik
sedang, granular subhedral mengandung piroksin dan olivine. Batuan sedimen kapur

Berupa batu gamping berwarna putih kelabu dan merah, berbutir halus-sedang,
mengandung banyak fosil dan plankton, menunjukkan umur kapur akhir dengan
pengendapan laut dalam. 2.3. Geografis Daerah Penelitian 2.3.1 Topografi dan
Morfologi Secara umum ciri khas yang menonjol pada lokasi penelitian adalah
Topografi yang landai dan ditandai dengan kemiringan lereng yang sangat curam
dengan kemiringan lereng yang berkisar ± 35° – 45°. Daerah dataran hanya ditemukan
pada beberapa tempat disepanjng daerah pesisir pantai. Sumber : PT.Weda Bay Nickel
Gambar 2.3 Peta Topografi dan Morfologi Kondisi morfologi daerah penelitian,
merupakan daerah perbukitan yang berlereng curam dengan ketingian mencapai ± 400 –
500 meter diatas permukaan laut. Pada tiap daerah perbukitan terlihat adanya
pungungan utama yang kemudian di batasi oleh lembah hingga lereng dengan kedalaman
yang sangat berfariasi dan daerah ini dicirikan oleh batuan ultra basa yang menjadi
penyusun utama dari daerah ini. 2.3.2 Vegetasi Daerah Penelitian

Vegetasi yang ada pada daerah ini sama halnya dengan daerah sekitarnya dapat
dibedakan secara vertikal terdiri dari vegetasi bakau, vegetasi hutan pantai, dan
vegetasi hutan pegunungan. Vegetasi hutan pantai menempati hampir seluruh garis
pantai daerah PT. Weda Bay Nickel dan sekitarnya. Vegetasi yang ada merupakan
asosiasi yang terdiri dari pohon kelapa, pohon ketapang, dan pohon nyamplung.
Tumbuhan bawah yang terdiri dari tanaman pandan, rumputrumputan, alang-alang dan
sejenis liana berdaun lebar. Sedangkan vegetasi hutan pegunungan
disusun oleh sebagian vegetasi yang hampir sama dikepulauan Halmahera dan
sekitarnya. Pada bagian punggung, vegetasi yang ada merupakan asosiasi jenis-jenis
berdaun jarum seperti cemara, pinus irian, damar, dan hanya sebagian kecil tumbuhan
berdaun lebar. 2.4 Iklim dan Curah Hujan

Keadaan iklim daerah Santa Monica, PT. Weda Bay Nickel pada dasarnya sama dengan
keadaan iklim Indonesia pada umumnya dan daerah-daerah di Wilayah Propinsi
khususnya, yaitu daerah yang beriklim tropis dengan curah hujan dari tahun 2008-
2010, rata-rata 307,3 mm/tahun. Musim yang berlangsung setiap tahun dipengaruhi
oleh keadaan angin yaitu musim utara dan musim selatan diselingi oleh musim
pancaroba yang merupakan masa transisi antara kedua musim tersebut. TABEL 2.1 CURAH
HUJAN TAHUN 2008 – 2010 WBN – RAINFALL DATA at Bukit Limber (mm) Month/Year 2008
2009 2010 January 181.4 307.2 342.4 February 318.4 428 337.4 March 144.6 227 300
April 408.8 308 427.2 May 398.6 298.4 422.8 June 500.4 383.4 310.4 July 588.4 110
409.8 August 336.3 353.2 355.1 September 216 22.2 208.2 October 324 110.8 178
November 226.2 281 December 433.8 205.6 Total Rainfall (mm) 4076.9 3034.8 3291.3
Max Monthly Rainfall 588.4 428.0 427.2 Average 339.7 252.9 329.1 # Raindays
(>0.2mm) 268 222 222 Sumber : (PT. Weda Bay Nickel 2010) Average 2008-2010 277.0
361.3 223.9 381.3 373.3 398.1 369.4 348.2 148.8 204.3 253.6 319.7 3467.7 481.2
307.3 237.3

BAB III DASAR TEORI 3.1 Kegiatan Pemboran Eksplorasi

3.1.1 Pengertian Pemboran Eksplorasi


Eksplorasi adalah suatu aktivitas untuk mencari tahu keadaan suatu daerah, ruang
ataupun suatu areal yang sebelumnya tidak diketahui keberadaannya. Istilah
eksplorasi geologi yang di pergunakan adalah mencari tahu keberadaan suatu obyek
geologi yang pada umumnya berupa cebakan mineral. Pemboran adalah pembuatan lubang
eksplorasi yang daimeternya relative kecil bila di bandingkan dengan kedalamannya.
Pemboran ini biasanya di lakukan pada batuan atau formasi batuan dalam rangka
pengumpulan data informasi dan pengambilan conto (sample). Tujuan pemboran secara
umum adalah : 1. Untuk mengetahui/mempelajari data/informasi geologi (batuan,
stratigrafi, struktur, mineralisasi). 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Eksplorasi mineral
dan batubara Kontrol pertambangan Keperluan perhitungan cadangan Penirisan tambang
Ventilasi tambang Geoteknik Untuk Persiapan eksploitasi bahan tambang Sebagai
sarana untuk eksplorasi dengan metode lain (geofisika)

10. Untuk peledakan. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika kegiatan yang di
lakukan adalah untuk menetukan zona mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin,
namun demikian kegiatan pemboran dapat di hentikan jika telah dapat mengetahui
gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.
3.1.2 Mengeluarkan dan Menyimpan Core a. Membuka/mengeluarkan core 1. 2. 3. Buka
dengan menggunakan kunci innertube bagian head dan core lifter case Pastikan dop
terpasang Sambungan bagian yang ada dopnya (posisi head) dengan join ke pompa air
4. 5. 6.

Berikan tekanan pompa secara perlahan sehingga split innertube terdorong keluar
Pada split mulai terdorong oleh tekanan pompa, pegang split tersebut jangan sampai
jatuh Setelah core di keluarkan, bersihkan split, innertube, core lifter

7. Pasang core lifter case, lumuri split dengan pelumas dan masukan kedalam
innertube dengan didorong, pasang dop, pasang head innertube, maka innertube assay
siap di pergunakan.

b. Menyimpan Core 1. 2. 3. Siapkan core box Belah split innertube tadi pada posisi
datar Ukur dan catat panjang core yang ada pada split innertube

4. Masukkan core pada core box mulai dari bagian atas/head innertube (bagian core
yang pertama masuk pada innertube) 5. Posisi core searah

6. Tuliskan kedalaman bor (dari – sampai) pada core box dengan posisi kedalaman
awal pada bagian core sebelah atas dan kedalaman yang di capai pada posisi core
sebelah bawah 7. Tuliskan pada bagian muka core box, nomor box, kode titik bor,
size penginti, dan tulis pada bagian samping kedalaman bor (dari – sampai) dimana
box penuh 8. 9. Tiap box terdiri dari lima alur penyimpanan core dengan panjang isi
1 meter Simpan core box pada tempat yang aman.

1.1.4 Menghitung Kemajuan Bor dan Core Recovery a. Menghitung kemajuan bor 1.
Sambungan Dalam Spindel : Setelah bor di hentikan mata bor tetap pada posisi
bottom, spindle posisikan ke nol, beri tanda. Angkat rangkaian roods sampai sampai
sambungan terlihat di atas spindle. Kunci roods dengan chuck. Ukur dari batas tadi
sampai sambungan, kurangi tinggi spindle dengan hasil pengukuran, maka selisihnya
adalah panjang roods yang muncul di permukaan tanah, jumlah rangkaian rood dan core
barrel dikurangi selisih pengurangan tinggi spindle, maka hasilnya adalah kedalaman
bor. Untuk menjumlahkan rangakaian, rood yang belum masuk kebawah permukaan
tanah/casing tidak dihitung
2. Sambungan di bawah permukaan tanah/casing : Bor posisi netral, beri tanda pada
rood sejajar permukaan tanah atau casing, angkat rangakaian sampai terlihat
sambungan, ukur dari batas sampai sambungan. Hitung rangkaian rod dan core barel
(rod bagian atas di abaikan) dan jumlahkan dengan panjang rod hasil pengukuran
(pengukuran dari batas sampai sambungan), maka hasilnya adalah kedalaman bor 3.
Sambungan di bawah spindle, di atas permukaan tanah atau casing dalam perhitungan
kedalaman dengan mengabaikan rod bagian atas. Ukur dari sambungan ke permukaan
tanah/casing. Jumlah rangkaian rod dan core barel di kurangi hasil pengukuran,
itulah kedalaman bor. b. Menghitung Core Recovery Core recovery, kemajuan dan
kedalaman bor dihitung dan di catat pada form laporan, ini penting di karenakan
kualitas product pengeboran adalah besarnya core recovery yang dihasilkan (max
100%). Prinsip menghitung core recovery :

Pengukuran panjang core sebaiknya dalam split tube/innertube. Kemajuan bor adalah
kedalaman akhir dikurangi kedalaman awal.

1.2 Preparasi Sampel 3.2.1 Pengertian Preparasi Sampel Preparasi merupakan suatu
rangkaian kegiatan dalam mempersiapkan contoh untuk dianalisis, yang metodenya
disesuaikan dengan keadaan contoh dan kepentingan. Berdasarkan keadaan contohnya,
terdapat 2 jenis preparasi: 1. Contoh ruah (bulk samples)

Preparasinya meliputi pengeringan, penimbangan (pengukuran volume), pencucian,


pendulangan, pengeringan, pengayakan, pemagnetan, dan penimbangan masing-masing
fraksi. 2. Konsentrat dulang

Prinsip preparasinya adalah pemisahan mineral berdasarkan sifat kemagnetan


(magnetic separation).
3.2.2 Prosedur Preparasi Sampel Sebelum dilakukan pengamatan dengan mikroskop,
secara umum preparasi untuk contoh adalah sebagai berikut: 1. Pengeringan Contoh
yang diterima dalam keadaan basah dikeringkan terlebih dahulu di udara terbuka atau
dalam oven dengan temperatur di bawah 1000 C.

2. Penumbukan Penumbukan hanya dilakukan terhadap contoh berupa sedimen dan batuan
padat untuk mendapatkan butiran mineral dan fragmen batuan yang halus, tanpa
merusak bentuk aslinya. 3. Penimbangan Contoh yang sudah kering ditimbang dan
dicatat dalam formulir analisis. 4. Pembagian Pembagian contoh (cone
quartering/splitting) dilakukan apabila berat contoh yang diterima melebihi
kebutuhan (> 1000 gram). 5. Pengayakan Pengayakan dilakukan untuk mendapatkan
mineral berdasarkan perbedaan ukuran besar butirnya. Sehingga diperoleh 6 fraksi
butiran berukuran lebih besar dari 2 mm, 1 mm, 1/2 mm, 1/4 mm, 1/8 mm, dan lebih
kecil dari 1/8 mm. 7. Penghitungan komposisi fraksi Setiap fraksi dihitung
persentasenya terhadap berat contoh asal.

3.3

Sampling dan Analisa Ayak

3.3.1 Sampling Sampling atau pengambilan sampel/contoh adalah tahap awal dari suatu
analisis, oleh karena itu pengambilan contoh ini dipilih seperlunya saja tetapi
representatif. Pengambilan contoh
merupakan pekerjaan pengambilan sebagian kecil dari material, sedemikian rupa
sehingga contoh mewakili sifat seluruh material tersebut. Didalam melakukan
pengambilan, lebih baik mengambil contoh beberapa kali dengan jumlah kecil daripada
mengambil contoh hanya sekali dengan jumlah yang banyak. Menurut Japannese
Industrial Standard M.8105-1966, rencana pengambilan contoh meliputi beberpa hal,
diantaranya adalah : 1. Ukuran Populasi

Populasi adalah sekumpulan besar material yang akan diambil contohnya. Besarnya
populasi akan berpengaruh pada kuantitas atau jumlah contoh yang harus diambil.
Semakin besar pengambilan dilakukan, maka semakin baik data yang diperoleh, tetapi
perlu diingat segi biaya, waktu, serta tenaga. 2. Increment Adalah jumlah satuan
mineral yang dikumpulkan dari populasi sebagai bagian dari contoh yang diperoleh
dengan sekali pengambilan contoh. 3. Bentuk dan ukuran material

Bentuk dan ukuran material akan menentukan cara pengambilan sampel/setiap


increment-nya. Keberhasilan analisis terhadap bahan galian ditentukan berhasil
tidaknya hasil sampling. Ada dua mekanisme sampling, yaitu : 1. Hand sampling Hand
sampling adalah suatu cara pengambilan contoh yang dilakukan dengan tangan. Cara
ini sangat sederhana, sehingga hasilnya sangat tergantung pada ketelitian
operatornya. Cara pengambilan contoh secara hand sampling ini ada beberapa macam
yaitu : a. Grab sampling Grab sampling adalah cara pengambilan sampel yang paling
sederhana. Cara ini memerlukan ketelitian dari operatornya dan dilakukan apabila
material yang akan diambil benar-benar homogen (serba sama). Cara pengambilannya
dengan menggunakan sekop tangan dengan jumlah yang sama dan dalam interval
tertentu. Sampel yang diperoleh biasanya kurang representatif. b. Shovel sampling
Shovel sampling adalah cara pengambilan sampel dengan menggunakan shovel. Dengan
cara ini mempunyai keuntungan antara lain adalah lebih murah, waktu yang diperlukan
sedikit, dan memerlukan tempat yang tidak begitu luas. Syarat pengambilannya dengan
metode ini adalah bahwa sampel yang diambil tidak boleh lebih dari dua inci ukuran
butirnya.
c. Stream sampling Stream sampling adalah cara pengambilan contoh dengan
menggunakan alat yang disebut hand sampel cutter. Sampel yang diambil harus berupa
pulp basah dan diambil searah aliran yang ada pada stream tersebut.

d. Pipe sampling Pipe sampling adalah suatu cara pengambilan sampel dengan
menggunakan alat pipa atau tabung dengan diameter ½ inchi, 1 inchi, 1,5 inchi.
Bentuk dari alat ini berupa pipa dengan ujung yang satu dibuat rinci dan ujung
lainnya dibuat untuk pegangan. Pipa tersebut terdiri dari dua buah pipa dimana yang
ada dibagian dalam berukuran lebih kecil, sehingga antara kedua pipa tersebut
terdapat celah untuk tempat sampel nantinya. Cara ini dipakai apabila material yang
akan diambil berupa material padat yang tidak terlalu keras dan halus. Cara
pengambilannya hanya dengan menekankan alat tersebut pada material yang akan
diambil dengan posisi tegak lurus, kemudian pipa diputar kekanan dan kekiri
kemudian diangkat. e. Coning and Quartering Cara ini merupakan cara yang tertua
tetapi masih banyak digunakan dalam laboratorium. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam cara ini adalah : 1. Dilakukan pencampuran (mixing) terhadap material yang
akan diambil sebagai contoh.

2. Diambil secukupnya dan dibuat bentuk kerucut (cone) 3. Kerucut tersebut ditekan
hingga bagian atasnya rata membentuk kerucut terpotong, kemudian dibagi menjadi
empat bagian yang sama besarnya. 4. Seperempat bagian yang bersilangan diambil
sebagai sampel untuk dianalisa

1. Mechanical Sampling Metode ini biasanya dipergunakan untuk mengambil contoh


dalam jumlah banyak dibandingkan dengan cara hand sampling. Disamping itu dengan
cara ini akan didapat hasil yang lebih representative dari pada “ Hand Sampling “.
Dari hasil pengambilan contoh baik dengan metode “Hand sampling “ maupun
“mechanical sampling”, sebagai langkah selanjutnya adalah melakukan pengalisaan.
Contoh alat termasuk mechanical sampling adalah : a. Riffle sampler
Alat ini bentuknya berupa persegi panjang dan pada bagian dalam dibagi menjadi
beberapa sekat yang arahnya saling berlawanan. Riffle-Riffle inilah yang berfungsi
sebagai pembagi contoh tersebut dengan harapan dapat terbagi sama rata. b. Vezin
sampler Alat ini pada bagian dalamnya dilengkapi dengan “revolting cutter”. Yaitu
pemotong yang dapat berputar pada porosnya sehingga akan membentuk suatu area yang
bulat/bundar sehingga diharapkan dapat memotong seluruh alur dari bijih. 3.3.2
Analisa Ayak Tujuan dari analisa ayak adalah: 1. 2. Mengetahui kuantitas produksi
suatu alat. Mengetahui distribusi partikel pada ukuran tertentu.

3. Mengetahui “ Ratio of Concentration” 4. Mengetahui “Recovery”.

Dalam analisa ayak ini diperlukan peralatan yang menunjang antara lain adalah :
Screen (ayakan) Timbangan Microscop

Standar ukuran yang dipakai dalam screen dapat dinyatakan dalam mesh maupun dalam
metrik (mm). untuk ukuran dalam mesh maka makin besar angkanya berarti makin halus
material itu. Tetapi sebaliknya untuk metric (mm), semakin besar angkanya maka akan
semakin besar pula ukuran material itu. Untuk mesh disini yang dimaksud adalah
bahwa dalam satu inchi persegi screen terdapat lubang sebanyak sekian lubang,
tergantung numeriknya, misalnya 20 mesh berarti dalam satu inchi persegi terdapat
20 lubang. Jadi dalam mesh ini bukan menunjukkan besarnya diameter dari partikel,
tetapi menunjukkan berapa banyaknya lubang pada screen setiap inchi persegi.
Pelolosan material dalam pengayakan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain
adalah : a. b. Ukuran material yang sesuai dengan lubang ayakan. Ukuran rata-rata
material yang menembus lubang ayakan.
c.

Sudut yang dibentuk oleh gaya pukulan partikel.

d. Komposisi air dalam material akan diayak. e. Letak pelapisan material pada
permukaan sebelum diayak.

Kapasitas screen pada umumnya tergantung pada : a. Luas penampang permukaan screen
b. Ukuran bukaan c. Sifat lainnya dari feed : seperti berat jenis, kandungan air,
dan temperature. d. Tipe dari mechanical screen yang di gunakan Effisiensi screen
dalam mechanical engineering didefinisikan sebagai perbandingan dari energy out put
dengan input. Dengan demikian dalam screening bukannya effisiensi melainkan ukuran
keefektifan dari operasi. Effisiensi secara umum dalam screen tergantung pada
beberapa hal sebagai berikut : a. b. c. d. e. Lamanya feed didalam atau diatas
screen Jumlah lubang yang terbuka Kecepatan feed Tebal lapisan feed Cocoknya lubang
ayakan dengan bentuk dan ukuran rata-rata material yang diolah.

3.4 Nikel Laterit 3.4.1 Pengertian Nikel Laterit Batuan induk bijih nikel adalah
batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai
kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi
kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan
Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena
radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan diantara unsur-unsur tersebut.
Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit
akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan merubah batuan peridotit menjadi batuan
serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika
dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan
disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Pada pelapukan kimia khususnya, air
tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan
menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan
ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari
partikel-partikel silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan
mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti
geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu
ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil. Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si
terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi
dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada
kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam
rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut
akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat
garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa
yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya
seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai
batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi
celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-urat ini
dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang
disebut dengan akar pelapukan (Root of weathering). 3.4.2 Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Pembentukan Bijih Nikel Laterit 1. Batuan Asal Adanya batuan asal
merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan
asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: –
terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya – mempunyai mineral-
mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin –
mempunyai komponenkomponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan
yang baik untuk nikel. 2. Iklim Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan
dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan
terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang
cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi
rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada
batuan. 3. Reagen-reagen Kimia dan Vegetasi
Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa
yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang
peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan
dekomposisi batuan dan dapat merubah ph larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya
dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: 1. Penetrasi
air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohonpohonan 2.
3. Akumulasi air hujan akan lebih banyak Humus akan lebih tebal.

Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang
baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi.
Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi
mekanis. 4. Struktur Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa
ini adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya.
Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil
sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan
tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih
intensif. 5. Topografi Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi
sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan
bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi
andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang,
hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada
daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak
daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif. 6. Waktu
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena
akumulasi unsur nikel cukup tinggi. 3.4.3. Profil Endapan Nikel Laterit Profil
endapan nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradsi sebagai berikut: 1.
Iron Capping
Berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping
mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat
mineralmineral hematite, chromiferous.

2. Limonite Layer Berwarna merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit
soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan
sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam
mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite,
chromiferous, quartz, gibsite, maghemite. 3. Silika Boxwork Berwarna putih – orange
chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan zona terluar
dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur
dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari
garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya
silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized. 4. Saprolite
Merupakan campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims,
vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus
terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke
bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral
primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi
sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur
dan tekstur batuan asal masih terlihat.

5. Bedrock Merupakan bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah
yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah
tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan
batuan dasar). Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral
garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root
zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.
BAB IV KEGIATAN LAPANGAN 4.1 Kegiatan Eksplorasi Pada PT. Weda Bay Nickel

Kegiatan eksplorasi pada PT. Weda Bay Nickel meliputi beberapa pekerjaan yang
dilaksanakan antara lain persiapan kegiatan pemboran, kegiatan pemboran, logging
core, sampling, hingga preparasi sampel. Kemudian dilanjutkan dengan analisa kimia
(assay). 4.2 Persiapan kegiatan pemboran

Dalam persiapan kegiatan pemboran, dilakukan beberapa pekerjaan antara lain : 4.2.1
Penentuan titik bor Penentuan titik bor dilakukan oleh tim survai dengan
menggunakan alat ukur Total Station sesuai dengan perencanaan yang telah di buat
terlebih dahulu oleh departemen eksplorasi, kemudian di lakukan pengukuran ulang
setelah kegiatan pemboran untuk mengetahui pergeseran titik bor jika ada perubahan
koordinat.

4.2.2 Drill site Drill Site adalah tempat yang dipersiapkan untuk melakukan
aktivitas pengeboran, luas drill site sesuai SOP adalah 6×8 meter.

Sumber : Dokumentasi Penulis 2010 Gambar 4.1 Drill site pada lokasi penelitian
4.2.3 Water line Yang dimaksud dengan water line adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan suplai air dari sumbernya menuju drill site untuk keperluan
pemboran. 4.2.4 Sarana pendukung lainnya Sarana pendukung yang dibutuhkan untuk
kegiatan pemboran berupa Core box, core block, alat tulis dan meteran serta
peralatan lainnya. 4.3 Kegiatan Pemboran Di Lapangan
Kegiatan pemboran pada PT. Weda Bay Nickel dilakukan dengan menggunakan slim rotary
drilling (triple core barrel).

Tabel 4.1. Komponen pemboran dan fungsinya ALAT Mesin bor FUNGSI memutar rod
mengangkut rod Transportasi Mesin pompa mengatur sirkulasi fluida bor (pembilas)
Derek/menara menyangga beban Hoist - mengangkat rod, casing, core barrel - transpor
alat Rod - mengantar rod dan bit - meneruskan tenaga ke bit SPESIFIKASI Yanmar TF-
155 Yanmar TF-55 Top Hole -

NQ

Bit Core barrel Core box Fluida bor

- menyalurkan fluida memotong/menghancurkan batuan Diamond seri 2 – 6 menampung


core Triple core barrel penyimpanan core - mengangkut cuttings ke permukaan -
mendinginkan bit - membantu memecah batuan - menyangga dinding agar tidak ambruk
Polimer

- meredam getaran Reiming shell memperbesar lubang Chuck memegang rod Pompa
mengatur WOB hidraulik Drill collar menambah WOB Core lifter menahan core dalam
core barrel

-
Dalam pelaksanaan pemboran, proses pengambilan inti bor (core) sesuai dengan
Standard Operational Procedure (SOP) yang ditetapkan oleh perusahaan. Dilakukan
maksimal setiap kedalaman 1 m, jika core recovery yang didapat >90% dan akan
diperpendek menjadi 0,50 m, dan 0,30 m jika core recovery <90%. Core yang didapat
selanjutnya diukur untuk mengetahui core recovery, kemudian disimpan dalam core box
dan dipisahkan sesuai kedalaman pemboran dengan menggunakan core block. Rangkaian
proses ini disebut sebagai Perlakuan sampel, dan hal yang harus diperhatikan adalah
pengukuran core dan posisi penyimpanan core jangan sampai terbalik.

4.4

Logging core dan sampling

Setelah pemboran selesai dilaksanakan, maka selanjutnya sampel dikirim ke Coreshed


untuk di lakukan logging. Adapun prosedur kerja logging core adalah : 1. Tentukan
batasan lithotype ( limonite, saprolite dan bedrock ), dengan menggunakan pita
berwarna kuning. 2. Tentukan rubble zone (zona pecahan) dengan menggunakan pita
putih. Rubble zone merupakan yang panjangnya <5 cm yang berada dalam zona
saprolite. 3. Tentukan batasan corestone dengan menggunakan pita biru. Batuan
dianggap sebagai corestone bila memiliki panjang ≥5 cm, dan umumnya keras. 4.
Tentukan batasan yang akan disampling dengan menggunakan pita merah. Panjang
maksimal break sampling adalah 1,5 m dan minimal 0,5 m. Tujuan dari logging core
adalah untuk mengetahui ketebalan setiap lapisan, serta deskripsi lainnya untuk
interpretasi bawah permukaan. Dan data logging core nantinya akan dikomparasikan
dengan data assay. Sumber : Dokumentasi Penulis 2010 Gambar 4.3 Sampel yang telah
di logging core Setelah di logging, selanjutnya dilakukan sampling yaitu kelanjutan
dari logging core, dimana kegiatan ini bertujuan mengambil setengah dari core yang
telah dideskripsi dan diberikan tanda break sampling guna keperluan preparasi
sampel, dan setengahnya disimpan untuk berbagai keperluan (Arsip).
4.5 Preparasi Sample Preparasi sample merupakan suatu pekerjaan untuk mempersiapkan
sample dikirim kelaboratorium untuk dianalisis kadar nikelnya. Sebelum sample
dianalisis, terlebih dahulu dilakukan preparasi dengan tujuan untuk mereduksi baik
jumlahnya maupun ukuran butirnya sampai dengan kehalusan 200 mesh yang
representatif dari sample itu sendiri. Langkah – langkah dalam melakukan preparasi
sample : 1. Catat berat sample dari lapangan kemudian sample tersebut ditumpahkan
ke basin untuk dilakukan pengeringan pada oven selama 24 jam dengan temperatur ±
105 0 C. 2. Sample yang sudah dalam kondisi kering kemudian ditimbang untuk
mengetahui berat keringnya 3. Setelah mengetahui berat keringnya sample langsung
dimasukkan kedalam mesin penghancur ( Jaw Crusher ) untuk dilakukan crushing sampai
dengan fraksi 5 mm kemudian dimixing dan direduksi sampai sample tersebut dianggap
homogen dengan menggunakan Pullpress. 4. Cek hasil pulverizing apakah kehalusannya
sudah mencapai 200 mesh (95 % harus lolos 200 mesh), bila tidak tercapai maka
dilakukan pulverizing kembali dengan cara sample dipanaskan terlebih dahulu
kemudian dilakukan pulverizing dengan set waktu tambahan 1 menit dan dicek
kehalusan sample kembali 5. Setelah kehalusannya sudah mencapai 200 mesh sample
dimixing dan displitting untuk kemudian diambil 100 gram untuk dianalisis dan
sisanya dijadikan duplikat. 6. Sample hasil pulverizer dimasukkan kedalam box
sample sesuai dengan titik bor dan kode hasil preparasi kemudian dikirim ke
laboratorium analisis di Jakarta.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Preparasi Sample Preaparasi Sample yaitu suatu kegiatan yang
bertujuan untuk mengetahui berapa kadar ore yang ada pada lokasi pemboran atau yang
akan ditambang, apakah lokasi tersebut layak untuk ditambang atau tidak, tergantung
dari hasil kegiatan Preparasi Sample. Kegiatan Preparasi sample pada PT. Weda Bay
Nickel ditangani oleh PT. Itertek Testing Services. 5.2 Prosedur dan Tahapan-
Tahapan Kegiatan Preparasi Sample
5.2.1 Timbang Sample yang sudah dibor dilapangan kemudian dimasukan ke core shed
untuk dilogging dan disampling. Sample dilogging dan disampling sesuain dengan
nomor core box. Kemudian di masukan ke laboratorium untuk di preparasi. Setelah
sample diterima dari core shed, langkah awal yang dilakukan yaitu sample ditimbang.
Sebelum sample ditimbang, sample harus dicek kembali. Pastikan sample sudah pada
urutannya dimilai dari nomor yang terkecil sampai pada nomor terbesar dan lihat
nomor digit pada lebel alumunium tag yang ada didalam tray. Setelah sample cek dan
tidak ada masalah, sample tersebut kemudian di timbang untuk mengetahui berapa
berat dan kadar air pada sample, dan untuk menghitung moisture. Sebelum di masukkan
kedalam oven pengering. Sample di timbang, timbangan yang gunakan yaitu timbangan
digital AND FG < 30 KAM, timbangan ini dapat menimbang sample dengan berat maximal
30 kg. Sumber : Dokumentasi Penulis 2010 Gambar 5.1 Proses penimbangan sample
Sample ditimbang sesuai dengan nomor urut sample yang sada di didalam tray, dimulai
dari nomor yang paling kecil. Sample yang sudah ditimbang kemudian diatur diatas
troly, sample yang beratnya lebih dari 2 kg dibagi menjadi dua tray, untuk
mempermudah proses pengeringan didalam oven 5.2.2 Drying/Pengeringan Setelah semua
sample ditimbang dan telah diatur diatas troly, sample tersebut kemudian dimasukan
kedalam oven pengering. Oven hanya mampu menampung satu buah troly, sedangkan satu
troly mampu menampung sample sebanyak 150 sample yang sudah diletakan didalam tray.
Sample yang diatur diatas troly tidak bias terlalu banyak, karena akan memperlambat
proses pengeringan. Sample dikeringkan selama 1 X 24 jam atau satu hari, dengan
suhu 1050 C, dalam pengeringan sample ini suhu tidak boleh lebih dari 1050 karena
akan mengurangi elemen-elemen dari sample tersebut.

5.2.3 Crusher Crusher yaitu tahapan untuk menghancurkan sample yang sudah
dikeringkan didalam oven. Tetapi sebelum sample dihancurkan, Sample yang sudah
dikeringkan kemudian diditimbang lagi untuk mengetahui berapa % kadar air yang
hilang setelah sample dikeringkan, atau untuk menghitung moisture. Rumus menghitung
moisture : WT1 + WT2
WT1

Keterangan : WT1 : Berat Sample Sebelum ditimbang (berat basah) WT2 : Berat Sample
Setelah dikeringkan (berat kering) Selanjutnya sample yang sudah ditimbang kemudian
dihancurkan (crusher) dengan menggunakan mesin jaw crusher. Sample dihancurkan
dengan 5 mm. pada tahapan ini seteleh menghancurkan satu sample, mesin crusher
dibersihkan dengan menggunakan barren wash (batu pembersih 5.2.4 Pulverizing
Setalah semua sample sudah dihancurkan, kemudian digiling dengan ukuran butir 200
mesh (200 lubang ayak). Sample yang sudah dihancurkan kemudian dituangkan ke dalam
bowl dan selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin penggiling untuk digilling. Mesin
penggiling yang digunakan yaitu mesin LAB TECHNIK dari Australia (LM 02). Ada tiga
jenis bowl yang digunakan pada tahapan ini yaitu : 1. Bowl 500, bowl ini hanya
digunakan untuk menggiling sample jenis tanah. Bowl ini hanya bisa menggiling
sample dengan ukuran maksimal 400-500 gr. 2. Bowl 1000, bowl ini bisa digunakan
untuk menggiling sample jenis tanah dan batu, namun untuk sample jenis tanah,
waktunya tidak terlalu cepat, karena bowl ini menggunakan disc seperti pada bowl
500, bowl ini menampung sample dengan ukuran maksimal 700 gr. 3. Bowl 2000, bowl
ini sama dengan bowl 1000 namun ukurannya lebih besar, sehingga mampu menggiling
sample dengan ukuran maksimal 1 – 2,7 kg. Waktu penggilingan tidak ditentukan
karena ada sample yang cepat halus digiling dan ada juga yang lama digiling
tergantung volume sample dan type sample. Untuk sample yang ukurannya lebih dari 2
kg akan digiling 2 kali, karena daya tampung dari bowl tidak sampai 2 kg. Pada
proses penggilingan ini, setiap selesai menggiling sample bowl harus dibersihkan
dengan barren wash/batu batu pembersih yang digunakan yaitu batu rijang (chert),
untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada sample. 5.2.5 Roll Mix Roll mix yaitu
suatu metode yang digunakan dalam kegiatan preparasi sample, tujuannya untuk
menyatukan sample yang digiling, sample yang di roll mix hanya yang digiling dua
kali, untuk sample yang hanya digiling satu kali tidak perlu di roll mix. Setelah
diroll mix, untuk sample
yang nomornya masuk pada test kehalusan sample, dibawa ke meja test kehalusan,
sedangkan untuk sample yang nomornya tidak masuk pada test kehalusan sample
langsung diambil sekitar 100 gr untuk dikirim ke LAB ITS Jakarta untuk dianalisa,
dan sisanya dimasukan kegudang sebagai arsip.

5.2.6 Test Kehalusan Sample kehalusan sample harus selalu di test setiap 20 sample
dan dicatat dalam buku yang telah disediakan. test kehalusan sample menggunakan
ayakan 200# (200 lubang ayak) dengan ketentuan bahwa % kehalusan (-200#):95 %-100%
atau % kekasaran (+200#):0-5%. jumlah sample yang akan di ayak untuk di test tidak
boleh tidak terlalu sedikit, (minimum 30 gr) apabila terlalu sedikit,dianggap tidak
mewakili. Rumus test kehalusan sample :

Dimana : A B = Berat Halus (gr) = Berat Kasar (gr)

A+B = Total Berat (gr) 5.2.7 Packing Yaitu akhir dari tahapan preparasi sample.
Sample yang sudah di masukan ke kedalam packet kecil, kemudian di masukan lagi
kedalam karton kecil lalu bungkus dengan karung yang sudah di sediakan untuk
dipacking. selanjutnya sample yang sudah dipacking itu kemudian di timbang dan
selanjutnya dibawa ke kantor untuk dikirim ke Jakarta.

5.2.8 Target Penggilingan Sample Target penggilingan sample yang diberikan PT. Weda
Bay Nickel kepada PT. ITS yaitu satu hari ITS harus menggiling sample sebanyak 100
sample. Dalam satu hari ITS mampu manggiling
sample sebanyak 100 sample bahan lebih dari 100 sample, sehingga dalam 1 tahun ITS
menggiling sample sekitar 40.000 sample. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kegiatan
preparasi sample : 1. Terlambatnya sample yang dimasukkan ke tempat preparasi 1.
Proses pengeringan sample yang cukup lama 2. Sample dari lapangan kadar airnya
cukup banyak 3. Volume sample 4. Kurangnya crew yang bekerja

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil Kerja Praktek, maka kami dapat
menyimpulkan bahwa: 1. 1) 2) 3) 4) 5) langkah-langkah sebelum melakukan kegiatan
preparasi yaitu sebagai berikut: Persiapan kegiatan pemboran. Kegiatan pemboran.
Logging core. Sampling. Analisa Laboratorium.

6.2 Saran 1. Untuk mencapai target, pekerjaan di preparasi di bagi dua shift yaitu
shift siang dan malam 1. Sample yang besar volumenya dan kadar air yang tinggi
harus dibagi dua, agar mempermudah proses pengeringannya 2. Crew yang bekerja harus
di tambah.

Anda mungkin juga menyukai