Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam kehidupan dan di sekitar tempat tinggal manusia, banyak
dikelilingi oleh beraneka ragam spesies-spesies makhluk hidup, salah satunya
adalah jamur atau fungi. Bahkan tanpa disadari, ada pula jamur yang tumbuh dan
berkembang di tubuh manusia itu sendiri. Dalam kehidupan manusia, jamur dapat
bersifat merugikan, jamur disebut merugikan karena dapat meyebabkan berbagai
macam penyakit (Sulistyorini, 2009).
Mikologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
jamur (fungi) yang berasal dari bahasa Yunani mykes berarti jamur, dan logos yang
berarti ilmu). Kajian dalam mikologi antara lain meliputi taksonomi jamur, fisiologi
jamur, bioteknologi jamur, dan budidaya jamur (mushroom culture) (Gandjar,
2014).
Jamur merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masalah-masalah
kesehatan, diantaranya adalah berbagai macam penyakit kulit. Indonesia merupakan
negara beriklim tropis yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
jamur. Beberapa spesies jamur merupakan flora normal yang dapat menjadi jamur
patogen penyebab penyakit pada manusia. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
disebut dengan mikosis. Mikosis dibagi menjadi tiga yaitu mikosis superficial
(menginfeksi kulit, rambut dan kuku), subcutaneous (menginfeksi kulit dan tulang)
dan sistemik (menginfeksi organ dalam) (Erviyanty, 2015).
Sejak tahun 1950-an, penyebab mikosis sistemik terutama adalah Candida
albicans dan Aspergillus yang menyebabkan mukormikosis. Selama lebih kurang
20 tahun terakhir terdapat perubahan epidemiologi infeksi Candida, seperti
Candida albicans, demikian pula Aspergillus sp, yang semakin sering dilaporkan
sebagai penyebab mikosis sistemik. Penelitian epidemiologi infeksi Candida di
Anderson Cancer USA selama tahun 1988-1992 menunjukkan 42% kandidemia
oleh Candida albicans, selebihnya oleh Candida tropicalis (18%), Candida
parapsilosis (17%), Candida glabrata (11%) dan Candida krusei (4%). Spesies
Aspergillus yang dapat menginfeksi manusia ialah Aspergillus fumigatus,
Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus clavatus dan Aspergillus nidulans
(Suyoso, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, maka yang melatarbelakangi praktikum Kultur
Mikosis adalah untuk dapat mengetahui teknik pemeriksaan macam-macam jamur,
untuk mengidentifikasi macam-macam jamur penyebab penyakit pada kulit, dan
menambah pengetahuan serta keterampilan dalam hal kultur mikosis.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Kultur Mikosis, yaitu:
1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan jamur.
2. Untuk mengidentifikasi jamur yang terdapat pada sampel kulit kepala,
ketiak, selangkangan, vagina, dan mukosa mulut.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum Kultur Mikosis, yaitu:
1.3.1 Manfaat Umum
Agar dapat menambah pengetahuan terkait jenis-jenis jamur yang
terdapat pada beberapa bagian tubuh, sehingga dapat menjadi bahan edukasi
serta pembelajaran agar dapat menghindari resiko yang dapat menyebabkan
penyakit oleh jamur.
1.3.2 Manfaat bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Untuk membantu seorang tenaga kesehatan masyarakat mengetahui
dan mempelajari bagaimana teknik pemeriksaan jamur, serta dapat
mengidentifikasi jenis-jenis jamur penyebab penyakit pada beberapa bagian
tubuh, agar dapat melakukan tindakan pencegahan penyakit yang benar dan
tepat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikosis
Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme
eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti Dermatophytes spp., Candida
spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi
lainnya. Mikosis terdiri dari mikosis superfisialis, intermedia, dan profunda. Faktor
yang mempengaruhi mikosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat,
sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas,
penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, dan sitostatika yang tidak
terkendali (Adiyati, 2014).
2.2 Jenis-jenis Mikosis
Menurut Graham (2010), jenis-jenis mikosis yaitu:

2.2.1 Mikosis Superfisial


Mikosis superfisial ialah penyakit jamur yang mengenai lapisan
permukaan kulit, yaitu stratum korneum, rambut, dan kuku. Mikosis
superfisial dibagi dalam dua kelompok yaitu dermatofitosis dan non
dermatofitosis. Dermatofitosis ialah mikosis superfisialis yang disebabkan
oleh jamur golongan dermatofita. Jamur ini mengeluarkan enzim keratinase
sehingga mampu mencerna keratin pada kuku, rambut dan stratum korneum
pada kulit. Sedangkan Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi
pada kulit yang paling luar. Hal ini disebabkan jenis jamur yang tidak dapat
mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya
menyerang lapisan kulit yang paling luar.
2.2.2 Mikosis Sistemik (Profunda)
Mikosis sistemik/profunda adalah penyakit jamur yang menyerang
atau menginfeksi organ dalam. Penyakit ini dapat terjadi karena jamur
langsung masuk ke organ dalam tubuh (misalnya paru), melalui luka, atau
menyebar dari permukaan kulit atau organ dalam lain. Jamur yang berhasil
masuk bisa tetap berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan penyakit
sistemik (misalnya, histoplasmosis). Mikosis sistemik terdiri atas beberapa
penyakit yang disebabkan oleh jamur dengan gejala klinis tertentu di bawah
kulit.
2.2.3 Mikosis Subkutan
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur pada jaringan bawah
kulit, bersifat menahun dan menyebabkan pembengkakan dan menimbulkan
kelainan pada alat yang terkena, disertai pembentukan abses dan fistel.
2.2.4 Mikosis Oportunistik
Mikosis oportunistik adalah infeksi pada individu dengan status imun
yang turun (imuno compromise). Misalnya pada penderita Carcinoma,
lymfoma, diabetes mellitus, dan AIDS.
2.3 Jenis Jamur Penyebab Dermatofitosis
2.3.1 Trichophyton mentagrophytes
Tinea capitis merupakan infeksi jamur dermatofit yang sering
dijumpai pada anak-anak dengan gambaran klinis yang bervariasi. Penyakit
ini ditimbulkan oleh jamur Trichophyton mentagrophytes (Gandjar, 2014).
Menurut Gandjar (2014), klasifikasi dari jamur Trichophyton
mentagrophytes adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Class : Euascomycetes
Order : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Species : Trichophyton mentagrophytes
2.3.2 Trichomonas vaginalis
Trichomonas vaginalis adalah protozoa parasite anaerobic berflagela
dan agen penyebab trikomoniasis, yang merupakan infeksi protozoa
patogenik paling umum pada manusia di negara industri. Tingkat infeksi pada
wanita memiliki gejala, penyebaran umumnya terjadi melalui kontak
langsung kulit ke kulit dengan individu yang terinfeksi (Graham, 2010).
Menurut graham (2010), klasifikasi dari jamur Trichomonas vaginalis
adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi
Divisio : Protozoa
Class : Flagellata
Order : Mastigophora
Family : Trichomonadidae
Genus : Trichomonas
Species : Trichomonas vaginalis
2.3.3 Candida albicans
Candida albicans adalah spesies jamur patogen dari golongan
deuteromycota. Spesies jamur ini merupakan penyebab infeksi opurtunistik
yang disebut kandidiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam manusia.
Beberapa karakteristik dari spesies ini adalah berbentuk seperti telur (ovoid)
atau sferis dengan diameter 3-5 m dan dapat memproduksi pseudohifa
(Irianto, 2013).
Menurut Irianto (2013), klasifikasi dari jamur Candida albicans
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisio : Asomycota
Class : Saccharomycetes
Order : Saccharomyceteales
Family : Saccharomyceteceae
Genus : Candida
Species : Candida albicans
2.3.4 Rhinosporidiosis seeberi
Rhinosporidiosis adalah mikosis pada jaringan epitel, terutama
nasofaring, selaput lendir mata, kulit, bibir, laring, trakea, vulvo-vagina,
rektum, serta uretra. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Rhinosporidiosis
seeberi (Irianto, 2013).
Menurut Irianto (2013), klasifikasi dari jamur Rhinosporidiosis
seeberi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi
Divisio : Eukariota
Class : Mesomycetozoea
Order : Dermocystida
Family : Arthrodermataceae
Genus : Rhinosporidiosis
Species : Rhinosporidiosis seeberi
2.3.5 Trychophyton concentricum
Merupakan jamur penyebab penyakit tinea imbrikata yang merupakan
dermatofitosis kronik yang biasa menyerang kulit glabrous. Tinea ini
merupakan bentuk dari tinea yang terbatas secara geografis (Graham,2010).
Menurut Graham (2010), klasifikasi dari jamur Trychophyton
concentricum adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trychophyton
Species : Trychophyton concentricum
2.4 Pencegahan Terkait Penyakit Dermatofitosis
Menurut Irianto (2013), pencegahan yang dapat dilakukan terkait penyakit
dermatofitosis adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan pakaian longgar dan sedapat mungkin terbuat dari bahan
katun.
2. Menggunakan kaos kaki dari bahan katun dan menghindari memakai
kaos kaki yang lembab, kondisi yang lembab dapat mempermudah tumbuhnya
jamur.
3. Mengganti pakaian setiap hari dengan pakaian kering.
4. Mengeringkan handuk setelah setiap kali digunakan.
5. Menghindari memakai pakaian orang lain yang sedang menderita infeksi
jamur kulit.
6. Mandi dengan air bersih segera setelah mandi di tempat-tempat umum.
7. Menggunakan bedak anti jamur ketika merasa gatal di bagian lipatan
kulit.
8. Menghindari bekerja di tempat yang lembab dan banyak air. Jika daya
tahan tubuh lemah maka bekerja di tempat yang lembab akan memudahkan
jamur untuk berkembang biak.
9. Menjaga kebersihan badan dengan mandi dua kali sehari.
2.5 Pengobatan Penyakit Dermatofitosis
Pengobatan dermatofitosis umumnya dapat diatasi dengan pemberian
Griseofulvin yang bersifat fungistatik. Griseofulvin dalam bentuk fine particle
dapat diberikan dengan dosis 10-25 mg/kg BB. Lama pengobatan bergantung pada
lokasi penyakit, penyebab, dan keadaan penderita. Setelah sembuh pengobatan
masih dilanjutkan 2 minggu untuk menghindari keadaan residif. Untuk
mempertinggi absorbsi obat, obat dapat dimakan bersama makanan berlemak. Obat
per oral lain yang dapat digunakan adalah Ketokonazol yang bersifat fungistatik,
khususnya pada kasus-kasus resisten terhadap Griseofulvin. Dosis sebanyak 200
mg/hari selama 10 hari hingga 2 minggu. Pada kelainan hepar, tidak boleh
diberikan Ketokonazol. Sebagai gantinya, dapat digunakan Itrakonazol 2x100-200
mg/hari selama 3 hari. Selain itu terdapat Terbinafin yang bersifat fungisidal. Dapat
diberikan selama 2-3 minggu dengan dosis 62,5-250 mg/hari. Efek sampingnya
ditemukan pada sekitar 10% penderita berupa nausea, vomitus, nyeri lambung,
diare, dan konstipasi ringan. Untuk obat- obat topical dapat diberikan asam Salicyl,
2-4%, sulfur 4-6% atau obat- obat baru seperti Tolnaftat, Tolsiklat, dan Haloprogin.
Pemberian obat juga harus memperhatikan vehikulum yang cocok untuk lokasi lesi
terkait (Tim Pengajar Farmakologi FK Unsri, 2009).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum Kultur Mikosis, yaitu:
Hari/Tanggal : Sabtu, 25 Maret 2017
Waktu : Pukul 14.00 WITA - Selesai
Tempat : Laboratorium Terpadu FKIK Universitas Tadulako
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Kultur Mikosis, yaitu:
3.2.1 Alat
a. Mikroskop (Perbesaran 10 x 0,25 μm )
b. Object glass
c. Pipet tetes
d. Pisau kerokan
3.2.2 Bahan
a. Kulit kepala
b. Mukosa mulut
c. Ketiak
d. Selangkangan kaki
e. Vagina
f. Larutan KOH 10%
g. Alkohol 70%
h. Cotton buds
i. Tissue
j. Bunsen
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum Kultur Mikosis, yaitu:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mensterilkan tangan dengan menggunakan alkohol 70%.
3. Mengambil sampel jamur pada kulit kepala, ketiak dan selangkangan
menggunakan pisau kerokan luka kulit sehingga diperoleh bahan yang berasal
dari kulit yang menempel pada mata pisau.
4. Mengambil sampel jamur pada vagina dan mukosa mulut dengan
menggunakan Cutton buds.
5. Meletakkan hasil kerokan di atas object glass, menambahkan beberapa
tetes larutan KOH 10% dan memanaskannya di atas api pembakar bunsen.
6. Mengamati preparat dengan menggunakan mikroskop lalu mengambil
gambar preparat tersebut.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan pada praktikum Kultur Mikosis, yaitu:
No. Spesies Gambar Keterangan
Jamur Sampel Literatur

Jamur yang
dapat
menyebabkan
1. Tinea capitis
kurap dan
ketombe pada
Sampel kulit rambut.
(Kimball, 2009)
kepala

2.

Candida
albicans Jamur yang
dapat
menyebabkan
(Campbell, 2003)
penyakit
keputihan atau
biasa disebut
Sampel vagina
Trichomona vaginitis.
s vaginalis

(Ismail, 2008)

Gambar
No. Spesies Jamur Keterangan
Sampel Literatur
Jamur ini
menyerang
Tinea
selaput lendir
3. rhinospodidiosi
yang dapat
s
menyebabka
Sampel mukosa n sariawan.
(Loveless, 2001)
mulut

4.

Tinea
imbrikata
Jamur ini
dapat

(Syarief, 2009) menyebabka


n pitiriasis
versikolor
Sampel kulit atau panu.
Tinea aksilaris ketiak

(Zubaidah, 2000)

Spesies Gambar
No. Keterangan
Jamur Sampel Literatur
Tinea
sirsinata

(Birsyam, 2002)

Jamur ini dapat


Tinea
5. menyebabkan
imbrikata
penyakit kurap

Sampel kulit
(Syarief, 2009)
selangkangan

Tinea
aksilaris

(Zubaidah, 2000)

4.2. Pembahasan
Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme
eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti: Dermatophytes spp., Candida
spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi
lainnya. Mikosis terdiri dari mikosis superfisialis, intermedia, dan profunda. Faktor
yang mempengaruhi mikosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat,
sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas,
penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, dan sitostatika yang tidak
terkendali (Suyoso, 2013).
Alat yang digunakan dalam praktikum Kultur Mikosis yaitu mikroskop yang
digunakan untuk mengamati objek atau preparat, object glass digunakan untuk
meletakkan preparat, pipet tetes untuk meneteskan larutan KOH 10%, dan pisau
kerokan untuk mengerok spesimen kulit yang akan dijadikan sampel. Sedangkan
bahan yang digunakan yaitu kulit kepala, mukosa mulut, kulit ketiak, kulit
seangkangan kaki, dan cairan vagina yang digunakan sebagai sampel, larutan KOH
10% untuk melarutkan lemak dan mempercepat reaksi, alkohol 70% untuk
mensterilkan tangan, cotton buds untuk mengambil mukosa mulut dan cairan
vagina, tissue untuk membersihkan alat-alat, dan Bunsen untuk memanaskan
preparat.
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum Kultur Mikosis yaitu
pertama-tama menyiapkan alat dan bahan, kemudian mensterilkan tangan dengan
alkohol 70%, kemudian mengambil sampel jamur pada kulit kepala, ketiak dan
selangkangan menggunakan pisau kerokan luka kulit sehingga diperoleh bahan
yang berasal dari kulit yang menempel pada mata pisau, dan mengambil sampel
jamur pada vagina dan mukosa mulut dengan menggunakan Cutton buds, setelah
itu meletakkan hasil kerokan di atas object glass, menambahkan beberapa tetes
larutan KOH 10% dan memanaskannya di atas api pembakar bunsen., dan terakhir
Mengamati preparat dengan menggunakan mikroskop lalu mengambil gambar
preparat hasil pengamatan.
Hasil dari pengamatan sampel kulit kepala ditemukan spesies jamur Tinea
capitis, yang memiliki bentuk seperti bercak-bercak bulat kecil dan ada pula yang
berbentuk lonjong atau oval panjang dan memiliki tepian yang tebal. Jamur jenis
Tinea capitis dapat menyebabkan penyakit kurap atau ketombe di kulit kepala. Hal
ini sesuai dengan literatur Kimball (2009), bahwa jamur spesies Tinea capitis
terdapat di kulit kepala dan dapat menyebabkan penyakit pada kulit kepala.
Hasil dari pengamatan sampel vagina ditemukan dua jenis spesies jamur,
yaitu Candida albicans dan Trichomonas vaginalis, yang memiliki bentuk silinder
saling berhubungan atau berangkaian dan memili kepala pada bagian ujung
rangkaiannya, serta terdapat membran pemisah. Jamur jenis Candida albicans dan
Trichomonas vaginalis dapat meyebabkan penyakit keputihan pada vagina. Hal ini
sesuai dengan literatur Campbell (2003) dan Ismail (2008), bahwa jamur spesies
Candida albicans dan Trichomonas vaginalis merupakan penyebab dari penyakit
vaginitis.
Hasil dari pengamatan sampel mukosa mulut ditemukan spesies jamur
Tinea rhinospodidiosis, yang memiliki bentuk gumpalan-gumpalan bulat tidak
beraturan yang tersebar. Jamur jenis Tinea rhinospodidiosis dapat menyebabkan
penyakit sariawan pada mulut. Hal ini sesuai denga literatur Loveless (2001),
bahwa jamur spesies Tinea rhinospodidiosis dapat menyerang selaput lender dan
menyebabkan infeksi sehingga terjadi penyakit sariawan.
Hasil dari pengamatan sampel kulit ketiak ditemukan spesies jamur Tinea
imbrikata dan Tinea aksilaris, yang memiliki bercak-bercak berwarna hitam
berbentuk bulat dan lonjong, serta bercak bulat yang memiliki inti dibagian
tengahnya. Jamur jenis Tinea imbrikata dan Tinea aksilaris dapat menyebabkan
penyakit panu. Hal ini sesuai dengan literatur Syarif (2009) dan Zubaidah (2000),
bahwa jamur spesies Tinea imbrikata dan Tinea aksilaris dapat menyebabkan
penyakit pitiriasis versikolor atau panu.
Hasil dari pengamatan sampel kulit selangkangan ditemukan tiga jenis
spesies jamur, yaitu Tinea sirsinata, Tinea imbrikata, dan Tinea aksilaris. Yang
memiliki bercak-bercak bulat berwarna hitam dan terdapat bercak-bercak
benrbentuk memanjang yang tersebar. Jamur jenis Tinea sirsinata, Tinea imbrikata,
dan Tinea aksilaris dapat menyebabkan penyakit kurap. Hal ini sesuai dengan
literatur Birsyam (2002), Syarief (2009), dan Zubaidah (2000), bahwa jamur
spesies Tinea sirsinata, Tinea imbrikata, dan Tinea aksilaris dapat menyebabkan
pitiriasis versikolor dan kurap.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum Kultur Mikosis, yaitu:
1. Teknik pemeriksaan jamur yang dilakukan yaitu teknik kultur, dengan
mengambil jamur menggunakan pisau kerokan dan cotton buds, dan ditetesi
dengan larutan KOH 10% kemudian dipanaskan dengan bunsen untuk
mempercepat terjadinya reaksi dan mempermudah melakukan pengamatan
terhadap jamur.
2. Jamur yang terdapat pada sampel kulit kepala yaitu Tinea capitis, jamur
yang terdapat pada sampel vagina yaitu Candida albicans dan Trichomonas
vaginalis, jamur yang terdapat pada sampel mukosa mulut yaitu Tinea
rhinospodidiosis, jamur yang terdapat pada sampel kulit ketiak yaitu Tinea
imbrikata dan Tinea aksilaris, dan jamur yang terdapat pada sampel kulit
selangkangan yaitu Tinea sirsinata, Tinea imbrikata, dan Tinea aksilaris.
5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum Kultur Mikosis, yaitu:
5.2.1 Saran untuk Praktikum Selanjutnya
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya adalah agar lebih teliti
dalam menyiapkan preparat dan mengggunakan mikroskop sehingga
didapatkan hasil yang maksimal dan tidak terjadi kesalahan, dan diharapkan
juga bagi para anggota kelompok untuk lebih aktif selama praktikum
berlangsung.
5.2.2 Saran untuk Asisten
Adapun saran untuk asisten adalah agar selalu mendampingi dan
mengawasi praktikan dan membantu menjelaskan dengan baik apabila
praktikan tidak mengerti, baik selama proses praktikum ataupun asistensi,
sampai praktikan benar-benar mengerti.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyati, Pradipta. 2014. Malassezia sp. dan Peranannya sebagai Penyebab Dermatitis
pada Hewan Peliharaan, Jurnal Veteriner, 15 (4), Hal. 571.

Birsyam, Inge. 2002. Botani Tumbuhan Rendah. Penerbit ITB. Bandung.

Campbell. 2003. Biologi Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Erviyanty, Evy. 2015. Penelitian Retrospektif: Karakteristik Mikosis Subkutan, Jurnal


Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin, 27 (3), Hal. 184.

Gandjar, Indrawati. 2014. Mikologi: Dasar dan Terapan. Pustaka Obor Indonesia.
Jakarta.

Graham, Robin. 2010. Dermatologi Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta.

Irianto. 2013. Mikrobiologi Medis. Alfabeta. Bandung.


Ismail. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI.
Jakarta.

Kimball, John. 1999. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Loveless, A. R. 2001. Prinsip-Prinsip Fisiologi Tumbuhan untuk Daerah Tropis.


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Staf Pengajar FK Unsri. 2009. Farmakologi Edisi 2. Penerbit ECG. Jakarta.

Sulistyorini, Ari. 2009. Biologi I. Balai Pustaka. Jakarta.

Suyoso, Sunarso. 2009. Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Jurnal Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit Kelamin, 21 (1), Hal. 2-6.

Syarief. 2009. Botani Tumbuhan Rendah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zubaidah, Siti. 2000. Jamur. Lumbung Pustaka. Malang.

Anda mungkin juga menyukai