NPM : 1706024412
PENDAHULUAN (BAB 1)
Dalam kurikulum Fakultas Hukum mata kuliah Ilmu Negara merupakan mata kuliah
dasar bagi mahasiswa semester pertama sebagai pengantar untuk mempelajari ilmu hukum
lain yang objeknya juga negara, yaitu Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Obyek pembahasan pada mata kuliah Ilmu Negara bersifat abstrak yaitu negara yang tidak
terikat pada waktu dan tempat tertentu. Sedangkan obyek pembahasan Hukum Tata Negara
dan Hukum Adminisrtasi Negara bersifat konkrit yaitu negara yang terikat pada waktu dan
tempat tertentu.
Secara historis Ilmu Negara sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Akan tetapi
sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri teori llmu Negara timbul pada akhir
abad XIX awal abad XX, yaitu pada masa pemerintahan Kaisar Wilhelm II di Jerman. Kaisar
berusaha mencari dasar Ilmiah atas kekuasaannya agar dapat diterima oleh rakyat.
Akibatnya timbul suatu aliran yang disebut Mazhab Hukum Publik Jerman atau Deutsche
Publizisten Schule, dengan para ahli piker Paul Laband, Von Gerber dan Geog Jellinek.
1. Teoritische Receptie. Pada fase ini para sarjana di Eropa Barat menggali serta
mempelajari kembali hukum Romawi Kuno.
2. Praktische Receptie. Setelah berada di negaranya para sarjana ini mendapat jabatan
hakim atau jabatan-jabatan administrasi lainnya.
3. Wetenschappelijke Receptie. Setelah hukum Romawi meresap di negara masing-
masing, mereka kemudian mendirikan fakultas dan perguruan tinggi sendiri-sendiri.
4. Posietieve Rechtelijke Receptie. Selanjutnya hukum Romawi ini diterapkan atau
diletakkan dalam hukum positif masing-masing negara, yaitu hukum yang berlaku
pada suatu waktu dan tempat tertentu.
Akhir abad ke XIX seorang sarjana dari Jerman bernama Georg Jellinek mencoba
membahas teori ilmu negara secara menyeluruh dan kemudian menyusunnya secara
sistematis dalam bukunya yang berjudul Allgemaine Staatslehre. Secara keseluruhan
teorinya disebut Ilmu Negara Umum/ Ilmu Kenegaraan atau Staatswissenschaft
(Staatswetenschap dalam bahasa Belanda) yang merupakan ilmu negara dalam artian luas.
Teorinya tersusun dalam sistematika sebagai berikut:
Selanjutnya Staatswissenschaft dalam artian sempit dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu:
Dalam perkembangannya teori dua segi dari Jellinek ternyata mendapat bantahan
dari muridnya sendiri bernama Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen teori dua segi dari
jellinek merupakan teori sincretismus yaitu suatu metode campur baur yang tidak sesuai
dengan kriteria ilmu pengetahuan. Dengan demikian menurut Hans Kelsen peninjauan
terhadap negara harus mengguanakan satu segi saja yaitu segi yurisis dengan
menggunakan metode monismus (metode hukum yang murni). Hal ini karena pada
dasarnya negara merupakan perwujudan dari tata hukum nasional, sehingga negara
sama dengan hukum. maksud dari suatu tata hukum nasional adalah bukan merupaka
suatu hukum yang simpang siur, tetapi merupakan suatu pertingkatan hukum nasional,
dimana hukum yang lebih rendah harus bersumber pada hukum yang lebih tinggi. Teori
pertingkatan ini disebut stufenbouw des recht.
Sebenarnya sebutan stufenbouw des recht bukan berasal dari Hans Kelsen sendiri
tetapi berasal dari seorang sarjana bernama Adolf Merkel. Teori pertingkatan hukum
(stufenbouw) dari adolf merkel merupakan suatu cara abstraksi/induktif dari ketentuan
yang khusus kemudia meningkat pada yang pokok, akhirnya sampai pada Cita Hukum.
Mr. Kisch mengemukakan suatu teori stufenbouw yang lebih jelas. Ia mengemukakan
bahwa teori stufenbouw terdiri dari tiga tingkat, yaitu:
Teori Hans Kelsen yang negara sama dengan hukum ternyata mendapat
sanggahan dari beberapa sarjana lainnya. Sanggahan pertama datang dari Aliran
Hukum Publik Jerman yang menyatakan bahwa hukum sebenarnya hanyalah suatu
perintah dari negara. Selanjutnya, Herman Heller seorang sarjana dari Mazhab Berlin
berpendapat bahwa ajaran Hans Kelsen terlalu abstrak seperti negara tanpa negara
(staatslehre ohne staaf). Sedangkan Nelson menyatakan Hans Kelsen sebenarnya
terlampau mengenyampingkan keadilan sehingga menimbulkan rechtslehre ohne
recht. Meskipun teori Hans Kelsen banyak mendapat sanggahan, akan tetapi
peninjauan secara yuridis dari kelsen ternyata ada manfaatnya, khususnya yang
berkaitan dengan teori pertingkatan hukum atau teori stufenbouw.