Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA DASAR

PERCOBAAN 4

PENETAPAN KADAR KARBONAT DAN BIKARBONAT

Disusun Oleh :
Kelompok B7
Apriliani Sunadir M. 22030114120063
Nurmarita Jawi Riantari Kambu 22030119100171
Indah Wulandari 22030119130057
Nabila Ayu Fahreza 22030119130059
Sania Nindiaswin 22030119130061
Fadiah Adliah 22030119130065

Tanggal Praktikum : 8 Oktober 2019

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU GIZI
LABORATORIUM KIMIA
2019
PERCOBAAN 4

PENETAPAN KADAR KARBONAT DAN BIKARBONAT

I. TUJUAN PERCOBAAN

Melakukan penetapan kadar karbonat dan bikarbonat dalam


air secara asidimetri dengan indikator ganda fenolftalein dan metil
jingga.

II. DASAR TEORI

A. Titrasi

Ion karbonat dapat ditentukan dengan cara titrasi dua


langkah yaitu dengan menggunakan dua indikator:

CO32- + H3O+ → HCO3– + H2O (Fenolftalein)

HCO3– + H3O+ → H2CO3+H2O (Metil Oranye)

Fenolftalein bekerja sebagai indikator untuk titrasi


tahap pertama dengan perubahan warna dari merah ke tidak
bewarna. Metil oranye bekerja sebagai indikator tahap kedua
dengan perubahan warna dari kuning menjadi jingga.
Fenolftalein dengan jangkauan pH 8,0-9,6 merupakan
indikator yang cocok untuk titik akhir pertama karena pH
larutan NaHCO3 berjumlah 8,35. Metil oranye dengan
jangkauan pH 3,1–4,4 cocok untuk titik akhir kedua.

Campuran karbonat dan bikarbonat atau karbonat


hidroksida dapat dititrasi dengan HCl standar sampai kedua
titik akhir tersebut di atas. Dalam tabel 1, V1 adalah volume
asam dalam mL yang digunakan dari permulaan sampai titik
akhir fenolftalein dan V2 merupakan volume dari titik akhir
fenolftalein sampai titik akhir metil oranye. Hal ini
membuktikan bahwa NaOH secara lengkap bereaksi dalam
tahap pertama, NaHCO3 hanya bereaksi dalam tahap kedua,
dan Na2CO3 bereaksi dalam kedua tahap dengan
menggunakan volume titran yang sama dalam kedua tahap.1

Tabel 1. Hubungan Volume dalam Titrasi Karbonat

Hubungan Untuk
Zat Identifikasi Milimol Zat
Kualitatif

NaOH V2 = 0 M x V1

NaHCO3 M x V1
V1 = V1

Na2CO3 M x V2
V1 = 0

NaOH = M (V1-V2)
NaOH + Na2CO3
V1 > V2
Na2CO3 = M x V2

NaHCO3 = M (V2-V1)
NaHCO3 +
V1 < V2
NaCO3 Na2CO3 = M x V1

Sumber : Underwood, 1990


Titrasi merupakan suatu proses analisis di mana suatu
volume larutan standar ditambahkan ke dalam larutan dengan
tujuan mengetahui komponen yang tidak diketahui
konsentrasinya.1 Prosedur analitis yang melibatkan titrasi
dengan larutan–larutan yang konsentrasinya diketahui disebut
analisis volumetri.

Titrasi asidimetri adalah penentuan kadar basa dalam


satuan larutan dengan larutan asam yang telah diketahui
konsentrasinya sebagai titran. Titran atau titer adalah larutan
yang digunakan untuk mentitrasi. Dalam proses titrasi suatu
zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat
adalah larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi
komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik yang
menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan
banyaknya analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion,
gugus, molekul) yang dianalisis atau ditentukan
konsentrasinya atau strukturnya. Titik akhir titrasi adalah titik
pada saat titrasi diakhiri/dihentikan.2

Indikator adalah suatu zat yang warnanya berbeda


dalam lingkungan asam dan lingkungan basa. Indikator dapat
digunakan dalam bentuk padat atau cair. Indikator terdapat 2
jenis yaitu indikator buatan dan indikator alami. Indikator
buatan yang sering digunakan dalam bentuk kertas biasanya
kertas lakmus merah dan lakmus biru sedangkan indikator
buatan berupa larutan misalnya larutan fenolftalein, larutan
metil merah, dan larutan metil biru. Indikator alami yang
digunakan biasanya dalam bentuk cairan yang kemudian
diteteskan pada cairan atau larutan yang akan diuji.3
B. Teori Asam Basa
Secara umum suatu zat dikatakan asam yaitu jika
memiliki pH kurang dari 7 sedangkan basa jika memiliki pH
lebih dari 7. Untuk mengetahui suatu zat tersebut bersifat
asam atau basa bisa dengan menggunakan indikator sederhana
yaitu kertas lakmus. Jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru artinya larutan tersebut bersifat basa sedangkan
jika lakmus biru berubah menjadi merah artinya larutan
tersebut bersifat asam.
Asam dapat didefinisikan juga sebagai zat yang jika
dilarutkan dalam air akan mengalami disosiasi dan
menghasilkan kation hidrogen (H+) sedangkan basa
didefinisikan sebagai zat yang jika dilarutkan dalam air akan
mengalami disosiasi dan menghasilkan anion hidroksida
(OH-). Perkembangan teori-teori asam basa diawali dari
Arrhenius, Bronsted-Lowry, dan Lewis.
1. Teori Asam-Basa Arrhenius
Teori ini pertama kalinya dikemukakan pada tahun
1884 oleh Svante August Arrhenius. Menurut Arrhenius,
asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air
melepaskan ion H+ sedangkan basa adalah senyawa
yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion OH-.
Reaksi ionisasi yang terjadi pada asam dan basa
Arrhenius dapat dituliskan sebagai berikut:

HxZ(aq) → xH+(aq)+Zx-(aq) (asam)

M(OH)x(aq) → Mx+ (aq)+xOH-(aq) (basa)

Arhenius juga menambahkan bahwa terdapat asam


lemah dan asam kuat. Asam kuat merupakan asam
yang banyak menghasilkan H+ dalam larutannya,
contohnya adalah HCl, HBr, HI, H2SO4, HNO3, dan
HClO4. Basa juga dibedakan menjadi basa kuat dan
basa lemah. Basa kuat merupakan basa yang banyak
menghasilkan ion OH- dalam larutannya contohnya
adalah KOH, NaOH, Ba(OH)2, dan Ca(OH)2. Dalam
teori asam-basa menurut Arrhenius masih terdapat
keterbatasan. Teori ini belum bisa menjelaskan tentang
sifat asam-basa yang pelarutnya bukan air.

2. Teori Asam Basa Bronsted-Lowry


Menurut Bronsted-Lowry, asam adalah suatu zat
atau senyawa yang memberikan proton (H+) pada zat
lain sedangkan basa adalah suatu zat atau senyawa
yang dapat menerima proton (H+) dari asam.
Teori Bronsted-Lowry merupakan perluasan dari
teori Arrhenius. Ion hidroksida tetap berlaku sebagai
basa karena ion hidroksida menerima ion hidrogen dari
asam dan membentuk air. Pada reaksi asam basa
Bronsted–Lowry, terdapat 2 pasangan asam basa.
Pasangan pertama merupakan pasangan antara asam
dengan basa konjugasi (yang menyerap proton), dalam
hal ini di tandai dengan asam–1 dan basa–1. Pasangan
kedua adalah pasangan antara basa dengan asam
konjugasi (yang memberi proton), dalam hal ini di
tandai dengan basa-2 dan asam–2. Rumusan kimia
pasangan asam basa konjugasi hanya berbeda satu
proton (H+).
Salah satu keunggulan dari teori asam basa
Bronsted–Lowry adalah bisa menjelaskan mengenai
sifat asam dan basa pada reaksi yang reversibel.
Contoh jenis reaksi ini adalah reaksi disosiasi asam
lemah CH3COOH.
CH3COOH(aq)+H2O(ℓ) → H2O+(aq) + CH3COOH–(aq)

Teori asam basa Bronsted–Lowry juga memiliki


kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan reaksi asam
basa yang tidak melibatkan transfer proton (H+),
contohnya pada reaksi berikut.

AgCI(s) + NH3(aq) → Ag(NH3)CI(aq)

3. Teori Asam-Basa Lewis


Pada tahun 1923, G.N. Lewis, seorang ahli kimia
Amerika Serikat mengemukakan teori asam basanya.
Menurut Lewis, asam adalah suatu zat yang bertindak
sebagai penerima pasangan elektron dan basa adalah
suatu zat yang bertindak sebagai pemberi pasangan
elektron.
Reaksi asam basa menurut teori Lewis berkaitan
dengan transfer pasangan elektron yang terjadi pada
ikatan kovalen koordinasi. Berikut adalah contoh reaksi
dari teori asam basa Lewis.

Gambar 1. Contoh Reaksi dari Teori Asam Basa Lewis


(Sumber: Zenius, 2018)
Kelebihan teori asam dan basa Lewis adalah
mampu menjelaskan suatu zat memiliki sifat basa dan
asam dengan pelarut lain dan bahkan dengan yang
tidak mempunyai pelarut, mampu menjelaskan suatu
zat memiliki sifat basa dan asam molekul atau ion yang
memiliki PEB atau pasangan elektron bebas.
Contohnya terdapat pada proses pembentukan senyawa
kompleks. Teori asam dan basa Lewis mampu
menerangkan dan menjelaskan suatu senyawa bersifat
basa dari zat-zat organik, contohnya dalam DNA dan
RNA di dalamnya mengandung atom nitrogen di
mana memiliki PEB atau pasangan elektron bebas.
Sedangkan kelemahan teori Lewis hanya mampu
menjelaskan asam basa yang memiliki 8 ion atau oktet.

C. Asam-Basa Poliprotik

Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang


setiap mol asam dan basanya mengandung 1 mol ion H+ dan 1
mol ion OH-. Sedangkan asam dan basa poliprotik adalah asam
dan basa yang mengandung lebih dari 1 mol ion H+ dan ion
OH-. Contohnya asam klorida HCl (monoprotik), asam
karbonat H2CO3 (asam diprotik), dan H3PO4 (asam triprotik).4

D. Titrasi Asam-Basa Poliprotik

Kadar dari karbonat dan bikarbonat, atau karbonat dan


hidroksida, dapat dititrasi dengan HCl standar sampai kedua
titik akhir. Dari titik akhir fenolftalein sampai metil orange,
bikarbonat akan dinetralisasi. Hanya sedikit tetes titran yang
diperlukan NaOH untuk berubah dari pH 8 menjadi 4, dan hal
ini dapat dikoreksi dengan sebuah blanko indikator.5
E. Indikator Asam-Basa Poliprotik

Indikator adalah pasangan asam basa konjugasi yang


terdapat dalam konsentrasi molar kecil sehingga tidak
memengaruhi pH larutan keseluruhan. Di samping itu, bentuk
asam dan basanya mempunyai warna yang berbeda karena
disebabkan oleh resonansi isomer elektron.5

Berbagai indikator memiliki tetapan ionisasi yang


berbeda, hal ini menyebabkan perubahan warna pada pH.
Indikator yang sesuai untuk digunakan dalam proses titrasi
asam basa adalah indikator fenolftalein dan indikator metil
jingga atau oranye. Indikator fenolftalein adalah indikator
yang berasal dari golongan ftalein yang biasa digunakan
dalam pemeriksaan reaksi kimia. Indikator fenolftalein atau
indikator PP merupakan senyawa hablur putih yang
mempunyai kerangka faktor sukar larut dalam air tetapi dapat
berinteraksi dengan air sehingga cincinnya terbuka dan
membentuk asam yang berwarna merah dalam keadaan basa.
Indikator metil jingga merupakan basa dan berbentuk kuning
dalam bentuk molekulnya. Penambahan proton menghasilkan
kation yang berwarna merah muda.5

Gambar 2. Struktur Fenolftalein (Petruevski dan Risteska, 2007)


Tabel 2. Trayek pH Indikator Asam Basa

Indikator Perubahan Warna Rentang pH


Metil oranye Merah ke kuning 4,2 - 6,2
Metil merah Merah ke kuning 3,1 - 4,4
Fenolftalein Tidak berwarna ke merah 8,0 - 9,6
Sumber : Anonim, 2014

F. Analisa Bahan

1. Metil Oranye
Metil oranye (C14H14N3NaO3S) atau metil jingga
merupakan senyawa azo yang mempunyai cincin
aromatik yang bersifat stabil dan mempunyai warna
menyala. Metil oranye sering digunakan sebagai
indikator asam karena dapat berfungsi sebagai asam
lemah yang berbeda warna antara asam dan garamnya.
Metil oranye sering mengkontaminasi air dan sulit
terdegradasi. Metil oranye diserap melalui sistem
pencernaan dan akan mengalami metabolisme di usus
dan dibawa langsung ke hati sedangkan sebagian lagi
akan masuk ke jalur empedu. Metil oranye larut dalam
air sehingga secara kuantitatif akan diekresikan melalui
cairan empedu.
Metil oranye mengalami metabolisme di hati oleh
azo reduktase membentuk amina primer dan metabolit
lainnya yang dapat dihidrolisis dan diikat oleh protein
hati sehingga metil oranye dapat menyebabkan
terjadinya kanker hati. Dalam larutan yang agak asam,
metil jingga berubah dari merah menjadi jingga dan
akhirnya menjadi kuning dan sebaliknya jika keasaman
larutan bertambah. Seluruh perubahan warna terjadi
dalam kondisi asam. Dalam kondisi asam larutan
berwarna merah dan dalam kondisi basa larutan
berwarna kuning. Metil jingga memiliki pH 3,47 dalam
air pada 25 °C (77 °F).6
2. Natrium Karbonat Anhidrat

Natrium karbonat adalah garam natrium netral


dari asam karbonat yang bersifat higroskopis.
Natrium karbonat merupakan salah satu bahan baku
paling penting yang digunakan dalam industri kimia
dan telah dikenal manusia sejak zaman kuno. Natrium
karbonat mempunyai banyak kegunaan di antaranya
dalam pembersihan dan pembuatan kaca. Proses
produksi bahan alkali natrium karbonat sudah
dilakukan dari zaman kuno sampai tahun 1800-an
berupa pembakaran vegetasi darat dan air laut yang
diikuti oleh proses kalsinasi pada panas yang menyala
dan pencucian abu. Natrium karbonat bisa digunakan
untuk membedakan ion logam lain yang akan
diendapkan dengan ion karbonat. Natrium karbonat bisa
juga digunakan untuk membedakan antara ion tembaga,
besi, seng, kalsium, dan timbal.7

3. Fenolftalein / Indikator PP
Fenolftalein (C20H14O4) memiliki titik leleh 496-
504˚F dan tidak berbau. Fenolftalein adalah salah satu
indikator asam-basa sintetik yang memiliki rentang pH
antara 8,0-10,0. Larutan fenolftalein mejadi tidak
berwarna bila diberi larutan netral dan asam sedangkan
jika di masukkan di larutan basa berubah warna
menjadi merah. Senyawa ini digunakan sebagai
indikator pembatas larutan.8
4. Asam Klorida
Asam Klorida (HCl) merupakan suatu cairan yang
tidak bewarna, memiliki bau seperti klorin pada
konsentrasi yang lebih tinggi, bersifat korosif, berbau
menyengat, dan sangat iritatif. Larutan HCl juga
termasuk bahan kimia B3 atau berbahaya. Asam klorida
adalah larutan gas hidrogen klorida (HCl) dalam air.
Memiliki warna yang bervariasi dari tidak berwarna
hingga kuning muda. Perbedaan warna ini tergantung
pada kemurniannya. Dalam praktikum kali ini
digunakan untuk pembekuan larutan.8

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat
1. Neraca analitik

2. Pipet paseur

3. Pipet volume

4. Pipet ukur

5. Gelas beker

6. Erlenmeyer
7. Gelas ukur
8. Gelas arloji

9. Pengaduk gelas

10. Labu takar

11. Buret
B. Bahan
1. Sampel karbonat-bikarbonat
2. HCl
3. Indikator fenolftalein
4. Indikator metil orange
5. Akuades
6. Natrium karbonat anhidrat

IV. PERCOBAAN DAN CARA KERJA

1. Pembakuan HCl 0,1000 N


Natrium karbonat anhidrat ditimbang dengan
seksama sebanyak 0,200 gram yang sebelumnya telah
dipanaskan pada temperatur 260 – 270ºC selama 1 jam.
Kemudian dilarutkan dalam 50-75 mL akuades. Setelah
itu, larutan dititrasi dengan asam klorida. Pada titrasi ini
digunakan indikator metil jingga. Larutan dititrasi hingga
warna kuning berubah menjadi warna merah. Tiap 1 mL
HCl 0,1000 N setara dengan 5,299 mg natrium karbonat.
2. Penentuan Kadar Karbonat-Bikarbonat

25 mL larutan sampel diambil dengan pipet lalu


dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 mL. Pada
larutan tersebut ditambahkan 2-3 tetes indikator
fenolftalein. Kemudian, larutan tersebut diitrasi dengan
larutan baku HCl 0,1000 N sampai larutan berubah warna
dari merah menjadi tak berwarna. Volume HCl yang
digunakan dicatat (dinyatakan sebagai volume HCl 1). Ke
dalam erlenmeyer ditambahkan 2-3 tetes indikator metil
oranye, lalu dititrasi kembali dengan larutan baku HCl
0,1000 N sampai larutan berubah warna dari kuning
menjadi jingga kemerahan. Volume HCl yang digunakan
dicatat (dinyatakan sebagai volume HCl 2).
V. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
1. Pembakuan Asam Klorida 0,1000 N
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembakuan Asam Klorida 0,1000 N

Berat Na2CO3 Volume Hasil


NO
(mg) HCl(ml) Sebelum Sesudah

1. 201,8 mg 38 ml

Kuning Merah

2 203,5 mg 34 ml

Kuning Merah

Rata-rata: Rata-rata:
3
202,65 mg 36 ml

Perbandingan warna hasil


4
akhir

Lebih merah dan merah biasa


Perhitungan:
Volume HCl Normalitas HCL Berat Na2CO3
. =
1 0,100 5,299
36 mL HCl Normalitas HCL 202,65
. = mg
1 0,100 5,299
Normalitas HCL = 0,106 N

2. Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat


Tabel 4. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Karbonat dan
Bikarbonat
Volume Volume Volume Hasil
NO sampel HCl 1 HCl 2
Sebelum Sesudah
(mL) (mL) (mL)

Merah muda Bening


1 25 14,5 ml 4,2 ml

Kuning Merah
Merah muda Bening
2 25 ml 14,2 ml 6,5 ml

Kuning Merah
Rata- Rata-
Rata-rata :
3 rata: rata:
5,35 ml
25 ml 14,35 ml

4 Perbandingan warna hasil akhir

Merah
Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil bahwa HCl1 > V HCl2, maka
dapat dihitung campuran ion karbonat dan ion hidroksida dalam sampel
dengan perhitungan seperti di bawah ini.
Kadar karbonat = ̅ Vol. HCl × NHCl × 60
X
25
= 14,35 mL× 0,1 N × 60
25
= 3,444 mg/mL

Kadar hidroksida = (X̅ Vol. HCl2 - ̅


X Vol. HCl1 )× NHCl × 17
mL sampel
= (14,35 – 5,35) mL× 0,1 N × 17
25
= 0,612 mg/mL

Jadi, berdasarkan perhitungan di atas maka didapatkan hasil


sebagai berikut.

Kadar karbonat = 3,444 mg/mL

Kadar hidroksida = 0,612 mg/mL


VI. PEMBAHASAN

1. Pembakuan HCl 0,1000 N


Normalitas yang bernotasi (N) merupakan satuan
konsentrasi yang sudah memperhitungkan kation atau anion
yang dikandung sebuah larutan. Normalitas didefinisikan
banyaknya zat dalam gram ekuivalen dalam satu liter larutan.
Secara sederhana gram ekuivalen adalah jumlah gram zat untuk
mendapat satu muatan.9

Pada percobaan ini, dilakukan dua kali titrasi yang


kemudian hasilnya dirata-rata. Pada titrasi pertama, digunakan
Na2CO3 seberat 201,8 mg dan dititrasi menggunakan HCl
sebanyak 38 mL dengan indikator metil jingga sebanyak 3 tetes.
Pada percobaan kedua, digunakan Na2CO3 seberat 203,5 mg
dan dititrasi menggunakan HCl sebanyak 34 mL dengan
indikator metil jingga sebanyak 3 tetes. Didapatkan berat rata-
rata Na2CO3 sebanyak 202,65 mg dan rata-rata volume HCl
sebanyak 36 mL.
2. Penetapan Kadar Karbonat-Bikarbonat
Pada percobaan kali ini adalah penentuan kadar karbonat
dan bikarbonat dalam larutan. Tujuannya adalah menentukan
kadar karbonat dan bikarbonat dalam larutan secara asidimetri
dan menggunankan indikator ganda (fenolftalein dan metil
jingga). Percobaan ini menggunakan larutan sampel sebanyak
25 mL dan dititrasi menggunakan larutan HCl 0,1000 N.
Fungsi dari larutan standar HCl 0,1000 N adalah untuk
membuat cuplikan berada dalam keadaan setimbang.10
Kemudian volume HCl pada titrasi pertama (HCl 1) dan
HCl pada titrasi kedua (HCl 2) dibandingkan. Pada percobaan
yang dilakukan, didapatkan hasil yaitu volume HCl 1 lebih
besar daripada volume HCl 2. Berdasarkan hasil tersebut maka
dapat dinentukan kadar karbonat dan kadar hidroksida. Dengan
volume larutan sampel 25 mL, rata – rata HCl1 yaitu 14,35 mL,
rata – rata HCl2 yaitu 5,35 mL, dan HCl 0,1 N.

VII. KESIMPULAN

1. Pembakuan HCl yang didapatkan sebesar 0,106 N


2. Volume HCl 1 dan HCL 2 lebih banyak HCl 1 maka larutan
sampel mengandung campuran karbonat dan hidroksida.
3. Kadar karbonat sebesar 3,444 mg/mL dan kadar hidroksida
sebesar 0,612 mg/mL.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jobsheet. Kimia Analisis Dasar. Titrasi Asam Basa Karbonat –


Bikarbonat. Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang. 2013.
2. Padmaningrum, R.T. Titrasi Asidimetri. Makalah Jurusan
Pendidikan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Yogyakarta. 2013.
3. Lestari, Puji. Kertas Indikator Bunga Belimbing Wuluh
(Averrhoabilimbi L.). Jurnal Pendidikan Madrasah. 2016; 1(1)
4. Sulistryarti, Hermin. Kimia Analisis Dasar untuk Analisis
Kualitatif . Universitas Brawijaya Press. 2017.
5. R. A. Day, JR. dan A.L.Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif.
6th ed. Sopyan I, translator. Jakarta: Erlangga. 2010.
6. Prananda, Danang Bayu., Kinasih, Tutut Ayu. Penggunaan
Komposit ZnO.CuO Hasil Sintesis dengan Metode Elektrokimia
sebagai Katalis Fotodegradasi Methyl Orange. Program Studi
Diploma III Teknik Kimia. Fakultas Teknik Kimia Universitas
Negeri Solo. 2019.
7. Rahadian Zainul dan Rima Jumalia. Natrium Karbonat:
Termodinamika dan Transport Ion. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Padang, Indonesia. 2018.

8. Alfian, Z. Kimia Dasar. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.


2009.
9. Zulfikar. Normalitas, Molaritas, Molalitas. 2010
10. Anwar Khoirul. 2008. Penentuan Kadar Karbonat dan Bikarbonat.
Yogyakarta
Semarang, 18 November 2019

Praktikan I, Praktikan II,

Apriliani Sunadir M. Nurmarita Jawi R.K.

(22030114120063) (220301191100171)

Praktikan III, Praktikan IV,

Indah Wulandari Nabila Ayu Fahreza

(22030119130057) (2203011819130059)

Praktikan V, Praktikan VI,

Sania Nindiaswin Fadiah Adliah

(22030119130061) (22030119130065)
LEMBAR KONSULTASI

No. Tanggal Hasil Revisi Revisi ke Paraf


revisi
1. 18 / 11 / 2019 Penambahan sitasi dan 1
merapikan penulisan font,
paragraf, dan spasi.

Anda mungkin juga menyukai