Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketenagakerjaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari pembangunan nasional suatu negara khususnya Negara Indonesia.
Tenaga kerja memiliki peranan yang sangat penting sebagai sasaran dan
pelaku pembangunan nasional. Ketenagakerjaan pun juga tidak akan
pernah lepas dari permasalahan. Salah satu permasalahan yang tidak akan
terlepas adalah adanya pengangguran.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sudah mencapai kondisi
yang cukup memprihatinkan, ditandai dengan jumlah penganggur dan
setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan
kurang merata.
Banyak faktor yang mempengaruhi adanya pengangguran baik
dalam dirinya sendiri atau faktor-faktor diluar dirinya, diantaranya yaitu
kurangnya keterampilan dan kurangnya kesempatan kerja. Terlebih pada
negara - negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti
Indonesia.
Isu ketenagakerjaan saat ini bukanlah hal yang biasa. Pemerintah
dalam hal ini juga ikut andil dalam mengatur ketenagakerjaan. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep angkatan kerja dan pengukurannya?
2. Apa yang dimaksud dengan kesempatan kerja?
3. Bagaimana hukum ketenagakerjaan di Indonesia?
4. Bagaimana masalah ketenagakerjaan di Indonesia?

1
5. Bagaimana upaya untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di
Indonesia?
6. Bagaimana analisis pemanfaatan tenaga kerja dan pengangguran?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk mengetahui:
1. Konsep angkatan kerja dan pengukurannya
2. Kesempatan kerja
3. Hukum ketenagakerjaan di Indonesia
4. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia
5. Upaya untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia
6. Analisis pemanfaatan tenaga kerja dan pengangguran

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Angkatan Kerja dan Pengukurannya


2.1.1 Definisi Angkatan Kerja
Menurut UU No 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan,
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang atau jasa, baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat dan merupakan
modal bagi bergeraknya perekonomian negara.
Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang aktif dalam
kegiatan ekonomi. Aktif ini tidak selalu berarti sudah bekerja
karena yang digolongkan sebagai angkatan kerja adalah penduduk
dalam usia kerja (15 tahun ke atas) baik yang bekerja maupun yang
mencari pekerjaan (pengangguran dikelompokkan). Dari
keseluruhan angkatan kerja dalam suatu negara tidak semua
mendapat kesempatan untuk bekerja, sehingga dalam angkatan
kerja terdapat angkatan kerja yang bekerja dan angkatan kerja yang
menganggur (pengangguran terbuka).
Pekerja yang bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih
sekolah, mengurus rumah tangga, dan yang lainnya, seperti
penyandang disabilitas mental ataupun lainnya yang membuat
seorang tidak produktif.
2.1.2 Pengukuran Angkatan Kerja
Dalam studi ketenagakerjaan, dipakai beberapa ukuran yang
menggambarkan situasi ketenagakerjaan suatu negara atau
sekelompok masyarakat. Umumnya, indikator ketenagakerjaan
memakai angka (rate), seperti angka partisipasi angkatan kerja
(labor force participation rate) yang
menggambarkan perbandingan jumlah angkatan kerja terhadap
jumlah tenaga kerja (penduduk 15 tahun ke atas). Angka ini sering

3
disebut angka partisipasi umum, tetapi untuk analisis yang lebih
mendalam dipakai ukuran yang lebih spesifik.

a. Angka Aktivitas Kasar (Crude Activity Rate)


Angka aktivitas kasar adalah jumlah angkatan kerja
dibagi dengan jumlah seluruh penduduk 15 tahun keatas
dan dinyatakan dalam persentase. Angka ini dikatakan
kasar sebab belum mencerminkan faktor-faktor yang
memengaruhi jumlah angkatan kerja, antara lain komposisi
umur penduduk dan jenis kelamin. Akan tetapi, angka ini
dapat digunakan untuk melakukan perbandingan, dimana
peneliti ingin menunjukkan jumlah relatif dalam angkatan
kerja tanpa memperhatikan faktor-faktor yang
memengaruhinya.
b. Angka Aktivitas menurut Umur dan Jenis Kelamin (Age-Sex-
Specific Activity Rate)
Perhitungan ini paling banyak dipakai dalam analisis
ketenagakerjaan dan biasa disebut dengan angka partisipasi
angkatan kerja (APAK) menurut umur dan jenis kelamin.
Angka ini merupakan angka dasar (basic rates) yang
dipelajari dan menjadi dasar untuk membuat proyeksi
angkatan kerja. APAK selanjutnya dapat dipecah menurut
tingkat pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal
apakah di perkotaan atau pedesaan, dan lain-lain.
c. Angka Aktivitas menurut Jenis Kelamin (Sex-Specific Activity
Rate)
Angka aktivitas menurut jenis kelamin adalah jika angka
aktivitas (atau angka partisipasi) disajikan untuk laki-laki
dan untuk perempuan. Dilihat dari perbedaan, biasanya
angka aktivitas untuk laki-laki lebih tinggi daripada angka
aktivitas untuk perempuan.

4
2.1.3 Klasifikasi tenaga kerja
a. Tenaga kerja berdasarkan penduduknya
1. Tenaga kerja merupakan penduduk dalam usia kerja yang
siap melakukan pekerjaan, yaitu mereka yang sudah
bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan, mereka
yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga.
2. Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak
mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan
bekerja. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, bukan tenaga kerja adalah
penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah
15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh kelompok ini
adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-
anak.
b. Tenaga kerja berdasarkan kualitasnya
1. Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki
suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu
dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal.
Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.
2. Tenaga kerja terampil
Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki
keahlian dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman
kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara
berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan
tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan
lain-lain.
3. Tenaga kerja tidak terdidik
Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang
hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh
angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya.

5
2.1.4 Angkatan kerja
Angkatan kerja dibagi menjadi dua yaitu angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja.
a. Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan,
baik sedang bekerja maupun yang sementara tidak sedang
bekerja karena suatu sebab, seperti petani yang sedang
menunggu panen/ hujan, pegawai yang sedang cuti, sakit, dan
sebagainya.
b. Bukan angkatan kerja adalah mereka yang sedang bersekolah,
mengurus rumah tangga tanpa mendapat upah, lanjut usia,
disabilitas mental dan sebagainya, dan tidak melakukan suatu
kegiatan yang dimasukkan kedalam kategori bekerja,
sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan.
2.1.5 Usia kerja
Usia kerja merupakan tingkat umur seseorang yang diharapkan
dapat bekerja dan memperoleh pendapatan. Usia kerja di Indonesia
berkisar antara berumur 10-55 tahun sedangkan batas usia kerja
menurut Bank Dunia adalah 15-64 tahun.
2.1.6 Kesempatan kerja
Kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang menggambarkan
terjadinya lapangan kerja (pekerjaan) untuk diisi pencari kerja.
Kesempatan kerja dapat diartikan kembali sebagai permintaan akan
tenaga kerja atau seberapa banyak tenaga kerja yang terserap
kedalam dunia kerja.
2.1.7 Jenis Tenaga Kerja
a. Tenaga Kerja Terdidik / Tenaga Ahli / Tenaga Mahir
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang
mendapatkan suatu keahlian atau kemahiran pada suatu bidang
karena sekolah atau pendidikan formal dan non formal.
Contohnya seperti sarjana ekonomi, insinyur, sarjana muda,
doktor, master, dan lain sebagainya.

6
b. Tenaga Kerja Terlatih
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki
keahlian dalam bidang tertentu yang didapat melalui
pengalaman kerja. Keahlian terlatih ini tidak memerlukan
pendidikan karena yang dibutuhkan adalah latihan dan
melakukannya berulang-ulang sampai bisa dan menguasai
pekerjaan tersebut. Contohnya adalah supir, pelayan toko,
tukang masak, montir, pelukis, dan lain-lain.
c. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga
kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh
tenaga kerja model ini seperti kuli, buruh angkut, buruh pabrik,
pembantu, tukang becak, dan masih banyak lagi contoh
lainnya.

2.2 Kesempatan Kerja


Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung
untuk bekerja pada suatu perusahaan atau suatu instansi (Disnakertrans,
2002). Kesempatan kerja ini akan menampung semua tenaga kerja yang
tersedia apabila lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau
seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang tersedia.
Kesempatan kerja bagi setiap warga negara Indonesia merupakan hak
yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara kita, khususnya dalam
pasal 27 ayat 2 yang berbunyi :”Tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Demikian pula dalam
GBHN/TAP MPR IV/1978, manusia Indonesia atau penduduk disebut
modal dasar, disamping tujuh modal lainnya dengan catatan “Apabila
dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif”.
Kesempatan kerja merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia
(Human Basic Needs) yang tidak ada bedanya dengan sandang, pangan
dan papan serta juga merupakan salah satu indikator ekonomi yang
digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan ekonomi suatu daerah.

7
Selain itu, kesempatan kerja dapat memperlihatkan tingkat partisipasi
masyarakat suatu Negara dalam membangun perekonomiannya.
Kebijaksanaan negara dalam kesempatan kerja meliputi upaya-upaya
untuk mendorong pertumbuhan dan perluasan lapangan kerja di setiap
daerah serta, perkembangan jumlah dan kualitas angkatan kerja yang
tersedia agar dapat memanfaatkan seluruh potensi pembangunan di daerah
masing-masing.

2.3 Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia


Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara
pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi
juga termasuk seorang yang akan mencari kerja melalui proses yang benar
ataupun lembaga-lembaga pelaksana yang terkait.
Hukum ketenagakerjaan merupakan suatu peraturan-peraturan tertulis
atau tidak tertulis yang mengatur seseorang mulai dari sebelum, selama,
dan sesudah tenaga kerja berhubungan dalam ruang lingkup
ketenagakerjaan dan apabila melanggar dapat terkena sanksi perdata atau
pidana termasuk lembaga-lembaga penyelenggara swasta yang terkait di
bidang tenaga kerja.
Pengertian ketenagakerjan berdasarkan ketentuan UU NO 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: Pasal 1(1)
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Pasal 1(2) Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
Pengertian tenaga kerja menurut UU NO 3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja yaitu setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna
menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Undang-undang lainnya yang masih berhubungan dengan 
ketenagakerjaan dalam arti selama bekerja adalah UU NO 3 tahun 1992

8
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.  Definisi Jaminan sosial tenaga kerja
menurut Pasal 1 (1) Undang-undang ini : Jaminan Sosial Tenaga Kerja
adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa
uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, hari tua dan meninggal
dunia.
Undang-undang yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dalam arti
sesudah bekerja diatur dalam UU NO 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial.  Pengertian menurut ketentuan Pasal 1
(1) perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan pendapat antara pengusaha atau gabungan
pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena
adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja / serikat
buruh dalam satu perusahaan.  Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-
Undang terebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan
Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) dan Keputusan menteri tenaga kerja.

2.4 Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia


2.4.1 Pengangguran dan pendidikan rendah
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena
jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari
kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar
kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi
para pencari kerja. Fenomena pengangguran juga berkaitan erat
dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan
antara lain: perusahaan yang menutup/mengurangi bidang
usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang
kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam
proses ekspor impor, dll.

9
Menurut data BPS angka pengangguran pada Februari
tahun 2019, jumlah angkatan kerja pada Februari 2019 sebanyak
136,18 juta orang, naik 2,24 juta orang dibanding Februari 2018.
Komponen pembentuk angkatan kerja adalah penduduk yang
bekerja dan pengangguran. Pada Februari 2019, sebanyak 129,36
juta orang adalah penduduk bekerja dan sebanyak 6,82 juta orang
menganggur. Dibanding setahun yang lalu, jumlah penduduk
bekerja bertambah 2,29 juta orang, sedangkan pengangguran
berkurang 50 ribu orang.
2.4.2 Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja
Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan
setengah pengangguran adalah keadaan kesempatan kerja. Jumlah
angkatan kerja pada Februari 2019 sebanyak 136,18 juta orang,
naik 2,24 juta orang dibanding Februari 2018. Sejalan dengan
naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) juga meningkat sebesar 0,12 persen poin.
Penduduk yang bekerja sebanyak 129,36 juta orang,
bertambah 2,29 juta orang dari Februari 2018. Lapangan pekerjaan
yang mengalami peningkatan persentase penduduk yang bekerja
terutama pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (0,43
persen poin), Perdagangan (0,39 persen poin), dan Konstruksi
(0,34 persen poin). Sementara lapangan pekerjaan yang mengalami
penurunan utamanya pada Pertanian (1,00 persen poin);
Administrasi Pemerintahan (0,23 persen poin); serta Informasi dan
Komunikasi (0,06 persen poin).
2.4.3 Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah
Dalam kamus modern serikat buruh, hanya ada dua cara
melindungi buruh yaitu; Pertama, melalui undang-undang
perburuhan. Melalui undang-undang buruh akan terlindungi secara
hukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang
layak, melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan

10
kerja dan upah layak) sampai dengan pemberian jaminan sosial
setelah pensiun.
Kedua, melalui serikat buruh. Sekalipun undang-undang
perburuhan bagus, tetapi buruh tetap memerlukan kehadiran serikat
buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB ). PKB
adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan
buruh yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hanya
melalui serikat buruhlah – bukan melalui LSM ataupun partai
politik – bisa berunding untuk mendapatkan hak-hak tambahan (di
luar ketentuan UU) untuk menambah kesejahteraan mereka.
2.4.4 Penurunan Pekerja Sektor Formal
Tenaga kerja formal ialah tenaga kerja yang bekerja pada
perusahaan sebagai tenaga kerja terlatih (skilled worker). Mereka
memperoleh perlindungan hukum yang lebih kuat, kontrak kerja
yang resmi, dan berada didalam organisasi yang berbadan hukum.
Sementara tenaga kerja informal adalah pekerja yang bertanggung
jawab atas perseorangan yang tidak berbadan hukum dan hanya
berdasarkan atas kesepakatan.

Adapun masalah yang terjadi dalam sector formal yaitu


berkurangnya serapan tenaga kerja di sektor formal dipicu oleh
ketidakmampuan pemerintah dalam membuat lapangan kerja
formal. Terlebih dengan kondisi perekonomian saat ini, masyarakat
lebih memilih bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang
tidak menentu.

2.5 Upaya Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia


Secara umum kita dapat mengatasi berbagai masalah ketenagakerjaan
melalui berbagai upaya praktis seperti berikut:
1. Mendorong Investasi
Para investor asing mungkin masih menunggu adanya perbaikan
iklim investasi dan beberapa peraturan yang menyangkut aspek

11
perburuhan. Jika upaya terobosan lain tidak dilakukan, khawatir
masalah pengangguran ini akan bertambah terus pada tahun-tahun
mendatang.
Beberapa produk perikanan dan kelautan juga sangat potensial
untuk dikembangkan seperti udang, ikan kerapu dan rumput laut dan
beberapa jenis budidaya perikanan dan kelautan lainnya. Sektor
industri manufaktur dan kerajinan, khususnya untuk industri
penunjang - supporting industries seperti komponen otomotif,
elektronika, furnitur, garmen dan produk alas kaki juga memberikan
kontribusi besar dalam pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja.
2. Memperbaiki daya saing
Daya saing ekspor Indonesia bergantung pada kebijakan
perdagangan yang terus menjaga keterbukaan, disamping menciptakan
fasilitasi bagi pembentukan struktur ekspor yang sesuai dengan
ketatnya kompetisi dunia. Dalam jangka pendek, Indonesia dapat
mendorong ekspor dengan mengurangi berbagai biaya yang terkait
dengan ekspor itu sendiri serta meningkatkan akses kepada pasar
internasional.
Kebijakan yang dapat dipakai untuk mengontrol biaya-biaya
tersebut diantaranya i) Menjaga kestabilan dan daya saing nilai tukar
ii) Memastikan peningkatan tingkat upah yang moderat sejalan dengan
peningkatan produktifitas iii) Akselerasi proses restitusi PPn dan
restitusi bea masuk impor bagi para eksportir dan iv) Meningkatkan
kemampuan fasilitas pelabuhan dan bandara dan infrastruktur jalan
untuk mengurangi biaya transportasi.
Pemerintah dapat berupaya lebih keras lagi dalam
menegosiasikan akses yang lebih besar ke pasar internasional pada
pembicaraan perdagangan multilateral Putaran Doha terbaru. Karena
Indonesia telah mempunyai kebijakan rezim perdagangan yang sangat
terbuka, pemerintah dapat meminta pemotongan bea masuk dan
pembebasan atas berbagai pengenaan bea masuk bukan ad-valorem

12
oleh negara-negara maju, dengan dampak yang kecil bagi kebijakan
proteksi Indonesia sendiri.
3. Meningkatkan Fleksibilitas tenaga kerja
Indonesia memiliki aturan ketenagakerjaan yang paling kaku
serta menimbulkan biaya paling tinggi di Asia Timur. Sebagai contoh,
biaya untuk mengeluarkan pekerja sangatlah tinggi; pesangon yang
harus dibayarkan mencapai 9 bulan gaji. Tentunya kebijakan pasar
tenaga kerja harus berimbang antara penciptaan pasar tenaga kerja
yang fleksibel dengan kebutuhan untuk memberikan perlindungan dan
keamanan bagi tenaga kerja.
Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan pemerintah
untuk meningkatkan fleksibilitas tenaga kerja antara lain:
a. Menyelesaikan pelaksanaan perundang-undangan tenaga kerja
dan berkonsentrasi pada dua isu utama yang mendapat perhatian
para pengusaha yaitu: i) keleluasaan dalam mempekerjakan
pekerja kontrak dan ii) keleluasaan dalam melakukan
outsourcing, dengan menekankan para sub-kontraktor untuk
memenuhi hak-hak pekerja mereka.
b. Menciptakan peradilan tenaga kerja, sebagaimana yang diatur
dalam undang-undang perselisihan hubungan industrial. Hal ini
dimaksudkan untuk mempercepat proses penyelesaian
perselisihan tenaga kerja.
c. Membentuk tim ahli dalam menentukan tingkat upah minimum.
Pemerintah pusat dapat menjalankan kewenangan untuk
membatasi peningkatan upah minimum di daerah.
d. Jika diperlukan, merevisi Undang-undang mengenai Sistem
Kesejahteraan Sosial Nasional yang baru disahkan dan
membentuk komisi tingkat tinggi yang bertugas mendesain
sistem kesejahteraan nasional. Sistem ini harus dapat
dilaksanakan dan mendukung penciptaan lapangan pekerjaan.

13
4. Peningkatan Keahlian Pekerja
Pemerintah seharusnya dapat meningkatkan kemampuan
angkatan kerja. Lemahnya kemampuan pekerja Indonesia dirasakan
sebagai kendala utama bagi investor. Rendahnya keahlian ini akan
mempersempit ruang bagi kebijakan Indonesia untuk meningkatkan
struktur produksinya.
Walaupun pada saat sebelum krisis pendidikan di Indonesia
mencapai kemajuan yang luar biasa, dalam segi kuantitas, kualitas
pendidikan masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara
pesaing lainnya. Pemerintah harus lebih menekankan pencapaian
tujuan di bidang pendidikan formal dengan mereformasi sistem
pendidikan, sesuai dengan prinsip dan manfaat dari proses
desentralisasi.

2.6 Analisis Pemanfaatan Tenaga Kerja dan Pengangguran


Masalah ketenagakerjaan yang paling menonjol sampai saat ini
masih berkisar pada pengangguran. Secara sederhana pengangguran
disebabkan oleh dua hal yaitu banyaknya tenaga kerja dan atau sempitnya
kesempatan kerja. Hal lain di belakang itu tentu saja tidak sederhana. Pada
wilayah yang tingkat penganggurannya tinggi seperti kita muncul masalah
lain seperti penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan potensi
serta latar belakangnya dan upah yang rendah.
Dalam rangka pemerataan sering juga terjadi kerja dengan jam
yang kecil dan tentu saja upah yang kecil pula. Masalah seperti perlakuan
terhadap pekerja yang tidak semestinya bukan tidak mungkin pula. Secara
umum bisa muncul masalahunderutilization, kurang termanfaatkannya
tenaga kerja. Gejala ini biasanya diikuti dengan ketidakpuasan pekerja dan
usaha mencari kerja lain yang Iebih sesuai. Karena itu terutama pada
pekerja dengan jam kerja rendah, sering disebut kasus ini sebagai setengah
menganggur.
Ada pula yang lebih banyak yang putus asa dengan pekerjaannya
dan banyak pula yang berusaha mencari pekerjaan lain.Kurang

14
pemanfaatan tenaga kerja merupakan gejala yang umum. Ini tidakhanya
terjadi di negara-negara berkembang dengan tingkat pengangguran yang
sangat tinggi tetapi juga di negara-negara maju. Perbedaannya pada
spesifikasi penyebab dan proporsi. Di negara-negara maju penyebab
utamanya adalah terlalutinggi tingkat pendidikan atau over
edukasi dandeskilling (O'Brien, 1986).
Paradoks antara masih sempitnya arti kerja di satu sisi dan kurang
termanfaatkannya mereka yang berpotensi ada pada kita sekaligus. Bisa
jadi secara akumulatif keduanya akan memberi dampak negatif pada
produktivitas. Kurang produktifnya tenaga kerja kita sudah lama di
permasalahkan dan tampaknya masih akan menjadi masalah di masa yang
akan datang. Maka kebijaksanaan yang mengarah pada perluasan arti kerja
dan pemanfaatan tenaga kerja potensial sangat urgent. Hal ini bukan
barang mudah, namun bukan juga sesuatu yang mustahil.
Setelah paket-paket deregulasi yang berkaitan dengan moneter
merangsang pertumbuhan ekonomi idealnya masyarakat Iuas bisa ikut
menikmatinya. Satu hal yang sangat diharapkan adalah perluasan
kesempatan kerja. Makin luas kesempatanitu akan bisa menampung tenaga
kerja. Terlebih lagi bila bisa sesuai dengan bidangkeahlian dan yang
diminta maka ada semacam pengukuh yang mengembangkantenaga kerja
pada suatu tingkat yang lebih baik. Tapi bukan berarti pula pemerintah
harus menyediakan semuanya. Yang lebih penting adalah rangsangan ke
arah itudan masyarakat tahu sehingga dapat mengantisipasinya.
Dari beberapa pernyataaan di atas dapat disimpulkan dua penyebab
utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah karena
tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang
terlalu tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni
terdiri dari orang-orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan
tetapi tidak mendapatkan lapangan pekerjaan sama sekali.
Elwin Tobing mengidentifikasikan bahwa meningkatnya
pengangguran tenaga terdidik merupakan gabungan beberapa penyebab:

15
1) Pertama, ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang
memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dan kesempatan
kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan
ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau
masalah keahlian khusus. Memang juga bahwa tidak setiap lulusan
langsung mencari kerja.
2) Kedua, semakin terdidik seseorang, semakin besar harapannya pada
jenis pekerjaan yang aman. Golongan ini menilai tinggi pekerjaan
yang stabil daripada pekerjaan yang beresiko tinggi sehingga lebih
suka bekerja pada perusahaan yang lebih besar daripada membuka
usaha sendiri. Hal ini diperkuat oleh hasil studi Clignet (1980), yang
menemukan gejala meningkatnya pengangguran terdidik di
Indonesia, antara lain disebabkan adanya keinginan memilih
pekerjaan yang aman dari resiko. Dengan demikian angkatan kerja
terdidik lebih suka memilih menganggur daripada mendapat
pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
3) Ketiga, terbatasnya daya serap tenaga kerja sektor formal, sementara
angkatan kerja terdidik cenderung memasuki sektor formal yang
kurang beresiko. Hal ini menimbulkan tekanan penawaran, yaitu
tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan
yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang
jumlahnya relatif kecil.
4) Keempat, belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor
kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja
yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak
angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Denga begitu ada banyak
hal yang menyebabkan peningkatan pengangguran terdidik terutama
dari sebab faktor gengsi pendidikan menyebabkan lulusan akademi
atau universitas memilih menganggur, masalah skill lulusan serta
sempitnya lowongan pekerjaan sektor formal.

16
17
BAB III
KESIMPULAN

Menurut UU No 13 Tahun 2003, tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja


adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat dan
merupakan modal bagi bergeraknya perekonomian negara. Angkatan kerja adalah
bagian dari tenaga kerja yang aktif dalam kegiatan ekonomi. Aktif ini tidak selalu
berarti sudah bekerja karena yang digolongkan sebagai angkatan kerja adalah
penduduk dalam usia kerja (15 tahun ke atas) baik yang bekerja maupun yang
mencari pekerjaan (pengangguran dikelompokkan).

Pekerja yang bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih sekolah,
mengurus rumah tangga, dan yang lainnya, seperti penyandang disabilitas mental
ataupun lainnya yang membuat seorang tidak produktif. Kesempatan kerja adalah
banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu perusahaan
atau suatu instansi (Disnakertrans, 2002).

Penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah


karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang
terlalu tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri
dari orang-orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak
mendapatkan lapangan pekerjaan sama sekali.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://blog.zendmoney.com/id/tenaga-kerja-formal-dan-informal/

Diakses pada tanggal 2 September 2019

https://ekonomi.bisnis.com/read/20180722/12/819272/lapangan-kerja-sektor-
formal-semakin-berkurang

Diakses pada tanggal 2 September 2019

Gaspersz, Vincent. 2003. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Martono, Budi. Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja.


http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/departe
men-bangunan-30/411-pengukuran-produktivitas-tenaga-kerja. Diakses
pada tanggal 24 Agustus 2019

Pallazo, Anastasya. 2013. Ketenagakerjaan.


http://itsmeanastasia.blogspot.co.id/2013/03/makalah-ketenagakerjaan.html.
Diakses pada tanggal 24 Agustus 2019

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

19

Anda mungkin juga menyukai