Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kaya dengan berbagai jenis tanaman yang
memiliki khasiat sebagai obat, baik dari jenis buah-buahan, sayur-sayuran,
rempah rempah, tanaman pangan maupun tanaman yang tumbuh liar di sekitaran
kita. Tanaman obat memegang peranan vital dalam pemeliharaan kesehatan
hampir pada semua lapisan masyarakat khususnya masyarakat yang berada di
negara berkembang yang memiliki kesenjangan antara ketersediaan dan
permintaan terhadap obat generik.
Tanaman obat memiliki sifat kuratif karena adanya berbagai zat kimia
kompleks dengan komposisi yang berbeda, yang ditemukan sebagai metabolit
tanaman sekunder di satu atau lebih bagian tanaman. Dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan maka pemanfaatan tanaman sebagai obat semakin maksimal.
Adapun ilmu yang menyangkut atau yang berhubungan dengan cara dan
pemanfaatan tanaman sebagai obat yaitu farmasi.
Farmasi adalah ilmu atau seni yang mempelajari tentang peracikan dan
pembuatan obat. Dalam dunia farmasi ada beberapa ilmu yang digunakan untuk
mendukung pembuatan dan peracikan obat tersebut, salah satunya adalah
fitokimia.
Fitokimia merupakan suatu ilmu yang mempelajari berbagai senyawa
organik yang ada pada tumbuhan baik tentang struktur kimia, perubahan dan
metabolisme, biosintesis, fungsi biologis dari senyawa organik dan penyebaran
secara alami. Fitokimia atau disebut dengan fitonutrien, adalah segala jenis zat
kimia atau nutrient yang diturunkan dari tumbuhan, buah-buahan dan sayuran.
Fitokimia terdapat pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh dan memiliki efek bagi kesehatan dan
memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit.
Memang obat modern berkembang cukup pesat, namun potensi obat
tradisional terutama yang berasal dari tumbuhan tetap tinggi. Hal ini disebabkan
obat tradisional dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu sendiri, bahan

1
baku tidak perlu diimpor, dan tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh
pemakainya
Beragam upaya pun dilakukan dalam pencarian tumbuhan berkhasiat obat
dimulai dari mengidentifikasi kandungan zat kimia apa di dalamnya serta bentuk
morfologi dari tumbuhan tersebut yang memberikan ciri khas. Namun, tidak
semua pula tumbuhan berkhasiat yang memberikan ciri khas itu dapat
dikategorikan sebagai tumbuhan berkhasiat obat. Oleh karena itu diadakannya
praktek kerja lapangan ini untuk mengetahui berbagai macam tumbuhan
berkhasiat.
Adapun keikutsertaan kami dalam Praktek Kerja Lapangan Fitokimia ini
bertujuan agar kami dapat menambah wawasan serta menambah ilmu baru tentang
pembuatan simplisia sebagai dasar dari pembuatan obat tradisional. Selain itu
dengan PKL Fitokimia ini dapat mendekatkan kita dengan alam serta dapat
mengetahui tanaman-tanaman baru yang berkhasiat obat. Oleh karena itu, PKL ini
sangat wajib dilaksanakan bagi mahasiswa farmasi baik S1 maupun D3.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapangan
1.2.1 Maksud Praktek Kerja Lapangan
Kegiatan PKL Fitokimia 1 ini untuk mengembangkan kemampuan
mahasiswa dalam hal pengetahuan tentang penggunaan bahan tanaman sebagai
bahan pengobatan obat tradisional serta cara pembuatan simplisia yang baik dan
benar
1.2.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
simplisia serta teknik pembuatannya
2. Untuk mengetahui manfaat tanaman yang dijadikan sebagai simplisia
dalam pengobatan serta zat-zat yang terkandung.
1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa yang dimaksud
dengan simplisia serta teknik pembuatannya
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui manfaat tanaman yang dijadikan
sebagai simplisia dalam pengobatan

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian simplisia
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh
nenek moyang kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah.
Dan Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat
kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.
Bagian-bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut
simplisia. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang
masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk
(Gunawan, 2010).
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan (Depkes RI, 1995)
Simplisia merupakan bahan awal pembuatan sediaan herbal. Mutu sediaan
herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan. Oleh karena itu,
sumber simplisia, cara pengolahan, dan penyimpanan harus dapat dilakukan
dengan cara yang baik. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai
bahan sediaan herbal yang belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali
dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM,
2005).
2.1.2 Jenis-jenis simplisia
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1983) simplisia
adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun dan berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri
dari 3 macam yaitu :
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman (isi sel yang secara spontan keluar dari

3
tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya ataupun zat-zat
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan
belum berupa zat kimia murni).
2. Simplisia hewani adalah simplisia yang merupakan hewan utuh, sebagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni.
3. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah dengan cara yang sederhana dan belum
berupa zat kimia murni
2.1.3 Karakter Simplisia
Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpalan dari tumbuhan
liar (wild crop) memiliki kandungan kimia yang tidak terjamin selalu konstan
karena adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara)
panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Variasi kandungan senyawa
dalam produk hasil panen tumbuhan obat disebabkan oleh beberapa aspek sebagai
berikut (Depkes RI, 2000)
1. Generik (bibit)
2. Lingkungan (tempat tumbuh, iklim)
3. Rekayasa agronomi (fertilizer, perlakuan selama masa tumbuh)
4. Panen (waktu dan pasca panen)
2.1.4 Faktor-faktor Penentu Kualitas Simplisia
Menurut Gunawan (2010), kualitas simplisia dipengaruhi oleh dua faktor
antara lain sebagai berikut:
1. Bahan baku simplisia
Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bisa diperoleh dari tanaman liar dan
atau dari tanaman yang dibudidayakan. Tumbuhan liar umumnya kurang baik
untuk dijadikan bahan simplisia jika dibandingkan dengan hasil budidaya,karena
simplisia yang dihasilkan mutunya tidak seragam.

4
2. Proses pembuatan simplisia
Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan, yaitu:
a. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda yang tergantung
pada beberapa faktor, antara lain: bagian tumbuhan yang digunakan, umur
tumbuhan atau bagian tumbuhan pada saat panen, waktu panen dan lingkungan
tempat tumbuh. Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan
senyawa aktif di dalam bagian tumbuhan yang akan dipanen. Waktu panen yang
tepat pada saat bagian tumbuhan tersebut mengandung senyawa aktif dalam
jumlah yang terbesar. Senyawa aktif akan terbentuk secara maksimal di dalam
bagian tumbuhan atau tumbuhan pada umur tertentu. Berdasarkan garis besar
pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut:
1) Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau
sebelum semuanya pecah. Pada panen biji juga, buah harus dalam keadaan
matang karena biji mempunyai berat kering maksimum, daya tumbuh
maksimum dan daya kecambah maksimum. Apabila buah dipanen
sebelum masak akan mengancam penurunan vitabilitas, kadar air masih
tinggi. Pematangan yang belum selesai dan rasa belum baik dapat
mempengaruhi kualitas dari biji yang dihasilkan. Cara pengambilan biji
yaitu buah dikupas dan biji dikumpulkan dan dibersihkan, diambil dari
buah yang masak
2) Buah
Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper nigrum),
setelah benar-benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihat
perubahan warna/ bentuk dari buah yang bersangkutan (misalnya jeruk,
asam, dan pepaya). Buah dapat berupa buah matang, buah muda, dipetik
dengan tangan

5
3) Bunga
Panen dapat dilakukan saat menjelang penyerbukan, saat bunga masih
kuncup (seperti pada Jasminum sambac, melati), atau saat bunga sudah
mulai mekar (misalnya Rosa sinensis, mawar). Bunga dapat berupa
kucup, bunga mekar atau mahkota bunga atau daun bunga, dipetik
langsung dengan tangan.
4) Daun atau herba
Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau
buah mulai masak. Untuk mengambil pucuk daun, dianjurkan dipungut
pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua. Pengambilan daun
diambil daun tua (bukan daun kuning) daun kelima dari pucuk. Daun
dipetik satu persatu secara manual. Sedangkan untuk pengambilan herba
diambil dari bagian akar sampai daun menggunakan alat yang tepat.
5) Kulit batang
Tumbuhan yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan
dilakukan pada saat tumbuhan telah cukup umur. Agar pada saat
pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada
musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim
kemarau. Kulit batang diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas
dengan ukuran panjang dan lebar tertentu dan tidak mengambilnya
dengan vsatu lingkaran penuh pada batang
6) Umbi lapis
Panen umbi dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan
pertumbuhan pada bagian di atas berhenti. Misalnya bawang merah
(Allium cepa).
7) Rimpang
Pengambilan rimpang dilakukan pada saat musim kering dengan tanda-
tanda mengeringnya bagian atas tumbuhan. Dalam keadaan ini rimpang
dalam keadaan besar maksimum. Rimpang diambil dan dibersihkandari

6
bulu-bulu akar, kemudian dipotong melintang dengan ketebalan tertentu.
Dipanen pada saat daun meluruh (layu).
8) Akar
Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman
sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umumnya akan
mematikan tanaman yang bersangkutan. Akar diambil bagian yang berada
dibawah tanah menggunakan alat misalnya linggis
9) Batang
Batang diambil mulai dari cabang pertama sampai leher akar,
dipotong dengan panjang dan diameter tertentu.
b. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar.
Sortasi dilakukan terhadap Tanah atau kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman
lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan,dan bagian tanaman yang
rusak (dimakan ulat atau sebagainya).
c. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat,
terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang
tercemar peptisida. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan
jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk
pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat
bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat
mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air
adalah Pseudomonas, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan Escherichia.
d. Perajangan
Pada dasarnya tujuan perajangan simplisia adalah untuk memperluas
permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin
cepat kering. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan denga ukuran
yang dikehendaki. Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang

7
terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat
yang mudah menguap seperti minyak atsiri, sehingga mempengaruhi
komposisi,bau dan rasa yang diinginkan. Perajangan juga harus memperhatikan
senyawa yang terkandung dalam simplisia seperti minyak atsiri. Perajangan pada
sampel yang mengandung minyak atsiri lebih menggunakan pisau yang terbuat
dari stainless steel agar tidak mempengaruhi komponen minyak atsiri tersebut.
e. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan sebagai berikut:
1) Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi
kapang dan bakteri.
2) Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut
kandungan zat aktif .
3) Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah
disimpan, tahan lama, dan sebagainya).
Metode pengeringan simplisia terbagi menjadi dua yaitu secara langsung
atau secara tradisional. Untuk cara langsung, sampel dikeringkan di bawah
matahari langsung atau diangin-anginkan. Serta dapat juga digunakan kain hitam
dalam proses pengeringan ini. untuk sampel yang mengandung minyak atsiri lebih
baik menggunakan metode pengeringan menggunakan angin atau ditutup dengan
kain hitam
Metode kedua yaitu metode pengeringan tidak langsung atau pengeringan
secara modern. Pada metode ini, pengeringan dilakukan menggunakan oven atau
lemari pengering. Kelebihan dari metode ini yaitu suhu dan waktu dapat diatur
serta suhunya konstan, tidak berubah-ubah.
f. Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses
pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau
bahan yang rusak. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan benda-benda yang masih ada
dan tertinggal pada simplisia kering

8
g. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu
ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara
simplisia satu dengan lainnya. Pengepakan atau pengemasan simplisia harus
menggunakan bahan yang bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi antara
bahan kemasan dan simplisia. Adapun penyimpanan simplisia dilakukan pada
wadah plastik yang sudah diberi silika gel didalamnya agar dapat mengurangi
kelembaban udara dan simplisia tetap dalam keadaan kering serta tidak
terkontaminasi jamur atau kapang.
2.1.5 Syarat Simplisia Yang Baik
Menurut Syamsuni (2005), syarat simplisia yang baik yaitu :
1. Tidak boleh mengandung organisme patogen ;
2. Bebas dari cemaran mikroorganisme serangga maupun binatang lainnya
maupun kotoran hewan ;
3. Tidak boleh ada penyimpangan bau dan warna ;
4. Tidak boleh mengandung lendir ;
5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak boleh lebih dari 2% kecuali
dinyatakan lain.
2.1.6 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi senyawa bioaktif yang belum terlihat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan yang dapat memisahkan dengan cepat antara bahan alam
yang mempunyai kandungan fitokimia tertentu. Metode skrining fitokimia
dilakukan dengan cara melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan
suatu pereaksi warna (Kristianti, dkk. 2008).
Menurut Robinson (1991) alasan melakukan uji fitokimia adalah untuk
menetukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat,
yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologis.
Pemanfaatan prosedur uji fitokimia telah mempunyai peranan yang mapan dalam
semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini penting dalam semua telaah
kimia dan biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis.

9
Skrining fitokimia serbuk simplisia dan sampel dalam bentuk basah
meliputi pemeriksaan kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida/
steroida, tanin dan saponin menurut prosedur yang telah dilakukan oleh Harbone
(1987) dan Depkes (1995).
2.1.7 Metabolit sekunder
Menurut Taiz dan Zeiger (1998), Metabolit sekunder merupakan produk
metabolisme yang khas pada suatu tanaman yang dihasilkan oleh suatu organ tapi
tidak dimanfaatkan secara langsung sebagai sumber energi bagi tanaman tersebut.
Metabolit sekunder tanaman dihasilkan melalui reaksi metabolisme sekunder dari
bahan organik primer (karbohidrat, protein dan lemak). Metabolit sekunder
merupakan senyawa yang disintesis tanaman dan digolongkan menjadi lima yaitu
glikosida, terpenoid, fenol, flavonoid dan alkaloid (Anggarwulan dan Solichatun,
2001; Vickery dan Vickery, 1981).
Gambar hubungan biosintesis metabolit primer menjadi metabolit sekunder

10
1. Flavonoid
Menurut Harborne (1987).Flavonoid adalah senyawa fenol, sehingga
warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis
flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon,
biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon Flavonoid merupakan
golongan fenol terbesar yang senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6 dan sering
ditemukan diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan
gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik (Sirait, 2007; Bhat et
al.,2009).
2. Tanin
Tanin merupakan senyawa umum yang terdapat dalam tumbuhan
berpembuluh, memiliki gugus fenol, memilki rasa sepat dan mampu menyamak
kulit karena kemampuannya menyambung silang protein. Jika bereaksi dengan
protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Tanin secara
kimia dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu tannin terkondensasi dan tanin
terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap
terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal yang membentuk senyawa
dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung
ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer
(Harborne, 1987).
3. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 genus pada tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula
pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Banyak saponin yang mempunyai
satuan gula sampai 5 dan komponen yang umum ialah asam glukuronat. Adanya
saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang sewaktu
mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak (Harborne, 1987).
4. Terpenoid
Terpen adalah suatu senyawa yang tersusun atas isoprene
CH2=C(CH3)CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua

11
atau lebih satuan C5 ini. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti
monoterpen dan seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar
menguap, dan triterpen dan sterol yang tidak menguap. Secara umum senyawa ini
larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya senyawa
ini diekstraksi dengan menggunakan petroleum eter, eter, atau kloroform. Steroid
merupakan senyawa triterpen yang terdapat dalam bentuk glikosida (Harborne,
1987).
5. Minyak Atsiri
Minyak atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan campuran
senyawa organik yang kadang kala terdiri dari lebih besar dari 25 senyawa atau
komponen yang berlainan. Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah
senyawa yang hanya mengandung karbon, dan hidrogen atau karbon, hidrogen
dan oksigen yang tidak bersifat aromatik yang secara umum disebut terpenoid.
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini
disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu
kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau
dari tanaman asalnya (Gunawan dan Mulyani, 2004).
6. Alkaloid
Menurut Harborne (1984), Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang
tersebar luas hampir pada semua jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung
paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan membentuk
cincin heterosiklik. Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit
kayu dari tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-
15%. Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna
dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, sering kali bersifat
optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
(misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin, et al.,1994).

12
2.2 Uraian Tanaman
2.2.1 Tumbuhan paku gunung
1. Klasifikasi (New Zealand Plant Conservation
Network, 2005; Riastuti et al, 2018)
Regnum : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pterodiopsida Akar Tanaman paku
gunung
Orde : Polypodiales ( Nephrolepis
Famili : Nephrolepidaceae exaltata radix)

Genus : Nephrolepis
Spesies : Nephrolepis exaltata
2. Morfologi
Termasuk paku tanah, akar rimpang tegak, dan berdaun lebat. Panjang
tangkai daun sekitar 10-60 cm, pangkalnya gundul atau bersisik jarang. Anak
daun fertil lurus atau berbentuk sabit, pada pangkal tepi atas bertelinga, tepinya
beringit bergigi ringan. Rhizoma menjalar, tangkai daun telanjang panjangnya
10-15 cm, daun panjangnya 20-80 cm, lebar 8-15 cm, anak daun letaknya
berdekatan, bentuk ujung daun runcing, bentuk tepi rata atau berkerut, pangkal
bagian atasnya bertelinga, anak daun berbentuk pita, daging daun agak tebal,
permukaan daun telanjang, sorus letaknya dekat tepi anak daun, indisium
berbentuk ginjal. Terdapat pada daerah yang tidak begitu kering, hutan
belukar, rimba rumput, tepi hutan. Nephrolepis exaltata memiliki manfaat
sebagai penyerap paling efektif, terutama formaldehid, xylenedan karbon
monoksida (Sari dan Rosada, 2009).
Menurut Hovenkamp and Miyamoto (2005), N. brownii atau N. exaltata
umumnya membentuk berkas lima atau enam daun pada rimpang tegak. Tanaman
ini menyebar dengan stolon, yang sering membentuk panggung yang mendukung
rimpang tegak. Cabang stolons (tebal 1,5-2,5 mm) dalam sudut yang sangat
berbeda. Timbangan pada stolon bisa jarang, tertekan, atau menyebar. Daun daun
menjadi hijau gelap saat kering, dan beruang berserakan, sisik linier di sepanjang

13
nadinya, 70-130 kali 10-12 cm, panjangnya 14-37 cm. Lamina berkurang sangat
kuat di pangkalan, meruncing lebih dari 25-35 cm. Pinus basal panjang 1,5-2 cm,
jarak 2-5 cm, pinna tengah lurus atau sedikit tidak lurus. Pinnae steril (6 x 1,4 cm)
sedikit tidak sama kuat pada alas, alas basis bulat atau cordate, alas dasar
akroskopi, sangat beruratik (biasanya dengan daun telinga sempit), margin pada
seluruh bagian basal atau crenate, apeks akut. Pinna subur (5,5-7 x 0,9 cm)
memiliki margin serrate lebih jelas daripada pinnae steril. Pinnae ditutupi dengan
timbangan basal (3,5 x 1,3 mm), yang peltate dan appressed. Sisik pada rachinya
padat, menyebar, dengan penampilan tembus cahaya atau cokelat muda. Sisik
pada lamina biasanya persisten, seringkali juga persisten di permukaan atas.
Rambut di lamina tidak ada, tetapi terus-menerus hadir di pelepah. Sori
(kelompok sporangia) berbentuk bulat dan marginal, dan mereka membentuk 25
hingga 27 pasangan pada pinnae yang sepenuhnya subur. Indusium (selaput yang
menutupi sori) berbentuk ginjal.
3. Kandungan kimia
Komponen minyak esensial NES diidentifikasi sebagai alkohol (10,85,
18,11%), fenol (0,6, 7,17%), keton (8,42, 0,0%), aldehida (0,0, 1,93%) dan ester
(33,40, 4,88%). Serta terdapat juga beberapa senyawa yang dominan pada NES
yaitu Linalool (8.23%), thymol (4.47%), methyl palmitate (2.75%), α-cadinol
(2.04%), geraniol (1.66%) and eugenol (1.53%) (El-Tantawy et al., 2016)
Fitokimia Nephrolepis exaltata (L.) Schott sebelumnya telah diselidiki
secara kualitatif saja, dan konstituen kimia berikut telah ditemukan: saponin,
flavonoid, tanin, dan gula pereduksi (Oloyede et al., 2014).
4. Manfaat
Hasil penelitian El-Tantawy et al., (2016), menunjukkan bahwa minyak
NES menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-
negatif. Serta Minyak NES aktif melawan karsinoma paru-paru dan payudara
dengan IC50 dari 24,3 dan 43,2 g / ml. Menurut Cambie dan Ash (1994), Spesies
ini secara tradisional digunakan di pulau Fiji untuk mengobati gangguan
menstruasi wanita.

14
2.2.2 Sirih Hutan
1. Klasifikasi (Heyne, 1987)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Orde : Piperales
Batang sirih hutan
Famili : Piperaceae ( Piper aduncum
Genus : Piper caulis)
Spesies : Piper aduncum Linn
2. Morfologi
Habitat : areal perkebunan, hutan alami; liana, tahunan. Batang: Berkayu,
bulat telur, ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata pada setiap buku, tangkai
berbulu halus, silindris 5-10 mm, panjang daun 10-14 cm, lebar 5-6 cm,
pertulangan menjadri, hijau muda. Bunga: majemuk, bentuk buli, berkelamin satu
adatu dua, daun pelindung bertangkai 0,5-1,25 mm, melengkung, tangkai benang
sari pendek, kepala sari kecil, bakal buah duduk, kepala putik dua sampai tiga,
pendek, putih, putih kekuningan. Buah: buni, bertangkai pendek, panjang bulir
12-14 cm, masih muda kuning kehijauan, setelah tua hijau. Biji: kecil, coklat.
Akar: tunggang, putih kecoklatan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
3. Kandungan kimia
Daun sirih hutan dilaporkan mengandung 7 senyawa golongan
fenilpropanoid 7 senyawa benzenoid, 4 senyawa kromena, 1 senyawa
dihidrokalkon, 1 senyawa flavanon [pinosembrin], 1 senyawa steroid [β-
sitosterol], dan 1 senyawa terpenoid [nerolidol] (Parmar et al. 1998; Baldoqui et
al. 1999; Flores et al. 2009; Lago et al. 2009).
4. Manfaat
Menurut Sulistyani et al (2007) Sirih hutan memiliki banyak manfaat
dalam pengobatan tradisional, mempunyai potensi menyembuhkan berbagai jenis
penyakit. Banyak pengalaman bahwa menggunakan sirih hutan dapat menurunkan
asam urat, menurunkan tekanan darah, mengobati hepatitis dan maag. Selain itu

15
sirihan dapat digunakan sebagai antiseptik, serta memiliki efek hipoglikemik.
Sirihan juga dapat digunakan sebagai obat untuk batuk, asma, radang
tenggorokan, dan radang hidung (Harya di, 2010)
2.2.3 Pecut Kuda
1. Klasifikasi (Steenis, 1992; Plantamor, 2012)
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Orde : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Daun Pecut Kuda
Genus : Stachytarpheta ( Stachytarpheta
Spesies : Stachytarpheta indica Vahl. indica folium)

2. Morfologi
Pecut kuda merupakan terna tahunan, tumbuh tegak, tinggi ± 50 cm,
daun letak berhadapan, bentuk bulat telur, tepi bergerigi, tidak berambut.
Bunga duduk tanpa tangkai pada bulir - bulir yang berbentuk pecut, panjang
4 - 20 cm. bunga mekar tidak berbarengan, kecil - kecil warna ungu, putih
(Dalimartha, 2000).
Stachytarpheta indica (L.) Vahl. adalah rumput-rumputan yang tegak,
tinggi 0,3-0,9 m. Memiliki daun berhadap-hadapan, bertangkai sangat panjang,
berbentuk elips memanjang atau bulat telur, dengan kaki yang menyempit demi
sedikit, di atas bagian kaki yang bertepi rata berigigi beringgit, berambut jarang
atau tidak yang ukurannya 4-9 cm dan 2,5-5 cm. Bulir bertangkai pendek, panjang
15-30 cm. Daun pelindung menempel kuat pada kelopak, bertepi lebar serupa
selaput. Kelopak bergigi empat, panjang 0,5 cm. Tabung dasar bunga berbentuk
bantal. Buah berbentuk garis baji, panjang 0,5 cm, pecah dalam 2 kendaga.
Terutama di daerah dengan musim kemarau yang tegas, di tempat yang cerah atau
sedikit, 1-1,250 m (Steenis, 1992).
3. Kandungan kimia

16
Menurut Dalimartha (2000), Pecut kuda mengandung glikosida flavonoid
dan alkaloid. Pecut Kuda mengandung senyawa kimia berupa terpenoid,
flavonoid, glikosida,dan flavonoid (Chowdhury, 2003).
Hasil skrining fitokimia pada fraksi heksan hanya mengandung senyawa
sterol dan triterpen; fraksi kloroform mengandung senyawa sterol, triterpen, dan
saponin; fraksi etil asetat mengandung senyawa sterol, triterpen, flavonoid, tannin,
dan saponin; dan fraksi metanol mengandung senyawa tannin, sterol, triterpen,
dan saponin. (Indrayani et al., 2006)
4. Manfaat
Herba pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl) digunakan
sebagai obat infeksi dan batu saluran kencing, rematik, sakit tenggorokan,
pembersih darah, haid tidak teratur, keputihan, hepatitis A. Bunga dan tangkainya
untuk pengobatan radang hati sedangkan akarnya untuk pengobatan keputihan
(Dalimartha, 2000).
Menurut Kumala et al., (2016), ektrak metanol dari daun pecut kuda
mempunyai aktifitas antioksidan yang cukup tinggi dengan nilai IC50 14,28 %.
Selain itu ekstrak kasar daun tumbuhan ini juga positif memiliki efek antibakteri
yang kuat terhadap bakteri Eschericia coli dan Bacillus subtilis masing-masing
pada dosis 20 mg (Cahyaningrum, 2003).
2.2.4 Gaharu
1. Klasifikasi (Tarigan, 2004)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dikotiledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Thymeleaceae
Pohon Gaharu
Genus : Aquilaria (Aquilaria
malaccensis )
Species : Aquilaria malaccensis
2. Morfologi
Gaharu memiliki morfologi atau ciri-ciri morfologi, tinggi pohon ini dapat
mencapai 40 meter dengan diameter batang mencapai 60 cm. Pohon ini memiliki

17
permukaan batang licin, warna keputih-putihan, kadang beralur dan kayunya agak
keras. Bunga terdapat diujung ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah
ketiak daun. Berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm. Buahnya berbentuk bulat
telur, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah. Biasanya memiliki
panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm. Buah gaharu berbentuk kapsul, dengan
panjang 3.5 cm hingga 5 cm, ovoid dan berwarna coklat. Kulitnya agak keras dan
berbaldu. Mengandung 3 hingga 4 biji benih bagi setiap buah (Tarigan, 2004).
3. Kandungan Kimia
Kandungan kimia tanaman gaharu antara lain adalah : noroxo - agarofuran,
agarospirol, 3,4 - dihidroxy dihydroagarufuran, p-methoxy - benzylaceton
aquilochin, Jinkohol, jinkohol ermol dan kusunol. Senyawa antioksidan
diantaranya adalah asam fenolik, flavonoid, karoten, vitamin E (tokoferol),
vitamin C, asam urat, bilirubin, dan albumin. Zat-zat gizi mineral seperti mangan,
seng, tembaga dan selenium (Se) juga berperan sebagai antioksidan. Diantara zat-
zat antioksidan ini diduga ada dalam ekstrak metanol daun gaharu seperti
senyawa fenol dan flavonoid (Mega dan Swastini, 2010).
4. Manfaat
Gaharu ini memiliki banyak manfaat karena memiliki aroma yang khas,
sehingga banyak di perdagangkan sebagai komoditi elit untuk keperluan parfum,
tasbih, membakar jenazah bagi umat hindu, kosmetik, hio dan obat-obatan.
Disamping itu dengan perkembangan ilmu dan teknologi industri, saat ini
berbagai negara memanfaatkan gaharu selain sebagai bahan pengharum (parfum)
dan kosmetik, juga telah berkembang industri pemanfaatan gaharu sebagai bahan
baku industri obat herbal alami, untuk pengobatan stres, asma, TBC, liver, kanker,
dan tumor yang masih dalam proses uji klinis (Sulistyo, 2010).
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 Aquades (Dirjen POM, 1979: 96; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA.
Nama lain : Air suling
Nama kimia : Hidrogen oksida
Rumus struktur        :

18
Rumus Molekul        : H2O
Berat Molekul : 18,02 g/mol.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunya
rasa, tidak berbau.
Khasiat                     : Pelarut.
Kegunaan                : Sebagai pembersih.
Penyimpanan           : Dalam wadah tertutup baik.
2.3.2 Alkohol (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Alkohol, Ethyl alcohol, Ethyl hydroxide.
Nama Kimia : Etanol
Rumus struktur :  

CH3 OH

Rumus Molekul : C2H5OH.


Berat Molekul : 46,07 g/mol.
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan 
mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Khasiat : Sebagai antimikroba (membunuh mikrobakterium
desinfektan (membasmi kuman penyakit).
Kegunaan : Pensteril alat laboratorium, pelarut, dan penstabil.
Peyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.

19
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Uraian Lokasi PKL
Pelaksanaan PKL kali ini dilaksanakan pada tanggal 19-21 Desember dan
diikuti oleh angkatan 2018 baik S1 maupun D3 jurusan Farmasi. Seluruh peserta
menempati rumah warga yang dibagi dalam 18 posko. Kegiatan ini dilaksanakan
pada desa Lombongo, kecamatan Suwawa Tengah, Kabupaten Bone Bolango,
Provinsi Gorontalo. Kabupaten Bone Bolango sendiri merupakan kabupaten
terluas kedua di provinsi Gorontalo yakni 1.984,31 km2. Kabupaten Bone Bolango
terdiri dari 18 kecamatan dan 165 desa serta jumlah penduduk sebanyak 160.154
pada tahun 2018 (Dikjen Kependudukan dan Catatan Sipil).
Desa itu masih terlihat asri dan sejuk serta dikelilingi oleh gunung dan
terdapat tempat wisata alam yang dinamakan Wisata Alam Lombongo. Karena di
desa Lombongo dikelilingi oleh gunung-gunung, maka tidak heran apabila di desa
ini terdapat banyak tanaman obat, baik itu terdapat di pekarangan rumah warga
maupun yang terdapat di gunung. Beberapa jenis tanaman yang terdapat di daerah
ini memiliki fungsi dan khasiat yang sangat baik untuk dijadikan bahan obat yang
dibuat dalam bentuk simplisia. Suasana di desa Lombongo sangat nyaman,
masyarakat di desa tersebut sangat ramah dan mereka menerima kedatangan kami
dengan baik.
3.2 Alat dan Bahan
1. Alat
a. Parang
b. Linggis
c. Cutter
d. Gunting
e. Wadah
f. Papan identifikasi

20
2. Bahan
a. Alkohol 70%
b. Kapas
c. Air
d. Lakban
e. Selotif
f. Batang sirih hutan
g. Akar tanaman paku gunung
h. Kulit batang tanaman x
i. Daun pecut kuda
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Simplisia
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dilakukan pemanenan sampel yang akan dibuat simplisia
3. Dilakukan sortasi basah terhadap sampel
4. Dicuci sampel dengan air mengalir
5. Dirajang setiap sampel yang telah dicuci
6. Dikeringkan sampel dengan cara diangin-anginkan atau di bawah sinar
matahari langsung
7. Disortasi kering sampel yang telah kering
8. Dilakukan pengawetan dengan menyemprotkan alkohol 70%
9. Disimpan dalam amplop cokelat

21
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Daun Pecut Kuda Batang sirih hutan Akar Tanaman Kulit Batang
(Stachytarpheta (Piper aduncum paku gunung
indica folium) caulis) (Nephrolepis
exaltata radix)

4.2 Pembahasan
4.2.1 Simplisia
Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan
obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan
bentuk (Gunawan dan Mulyani, 2002).
Pada pembuatan simplisia kali ini kami menggunakan beberapa sampel.
Untuk simplisia akar digunakan tumbuhan paku gunung (Nephrolepis exaltata),
simplisia kortex digunakan tumbuhan x, simplisia daun tumbuhan pecut kuda
(Stachytarpheta indica), simplisia batang tumbuhan sirih hutan (Piper
adunctum),.
Hal pertama yang dilakukan pada pembuatan simplisia yaitu disiapkannya
alat dan bahan serta dilakukannya proses pemanenan sampel. Cara pemanenan
atau pengambilan sampel masing-masing sampel berbeda. Menurut Manaring
(2015), pada proses pengambilan akar dapat menggunakan cangkul, sekop dan
alat lain yang tidak merusak tanaman. Pengambilan korteks menurut Hernawati
(2012), pada proses pengambilan kortex diambil dari batang utama dan cabang,
dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaiknya dengan cara

22
berselang-seling dan sebelum jaringan kambiumnya, untuk sampel yang
mengandung minyak atsiri atau senyawa fenol gunakan alat pengelupas yang
bukan terbuat dari logam. Pada pengambilan daun menurut Hernawati (2012),
daun diambil daun tua (bukan daun kuning) daun dari pucuk dilakukan dengan
cara pemangkasan menggunakan pisau atau gunting bersih dan diambil saat
tumbuhan berfotosintesis pada pukul 09.00-12.00. Untuk pengambilan umbi dan
rimpang dilakukan dengan cara yang sama yakni menurut Manaring (2015), pada
proses pengambilan umbi dan rimpang dapat menggunakan cangkul, sekop dan
alat lain yang tidak merusak tanaman. Dan untuk pengambilan batang yaitu
batang diambil mulai dari cabang pertama sampai leher akar, dipotong
dengan panjang dan diameter tertentu (Gunawan, 2010).
Sampel yang telah dipanen tadi, selanjutnya dilakukan sortasi basah.
Menurut Wahyuni (2014), sortasi basah dilakukan untuk memilih kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari tumbuhan sebelum pencucian dengan cara
membuang bagian-bagian tanaman yang tidak digunakan. Sortasi basah dilakukan
sebelum terjadi pengeringnan sampel.
Setelah semua sampel disortir, selanjutnya dilakukan pencucian pada
setiap sampel dengan menggunakan air mengalir, ini sesuai dengan pendapat
Dapundu (2015), tujuan sampel dicuci dengan air yang mengalir agar kotoran dan
debu yang menempel pada tanaman tersebut dapat terbawa mengalir bersama air.
Sampel telah selesai dicuci kemudian dirajang. Perajangan adalah proses
pemgubahan bentuk sampel menjadi lebih kecil atau lebih tipis. Adapun tujuan
perajangan yaitu mempercepatnya pengeringan dan pengupan air waktu
pengeringan semakin singkat. Menurut Indarfiya (2011), perajangan sebaiknya
tidak terlalu tipis untuk mencegah kurangnya kadar suatu senyawa dan jika
dirajang terlalu tebal memerlukan waktu penjemuran lebih lama yang
kemungkinan tanaman ditumbuhi jamur. Untuk sampel sirih hutan perajangannya
menggunakan pisau stainless steel serta rajangannya tidak terlalu tipis. Ini
dikarenakan sampel tersebut mengandung minyak atsiri yang apabila dirajang
menggunakan pisau besi akan merusak komponen atsiri tersebut serta apabila

23
dirajang terlalu tipis akan mempermudah menguapnya minyak atsiri pada saat
pengeringan (Gunawan, 2010)
Setelah semua sampel dirajang, selanjutnya dilakukan pengeringan.
Menurut Pramono (2006) Terdapat berbagai metode dalam pengeringan yaitu
antara lain pengeringan dengan sinar matahari langsung, pengeringan dengan
oven, dan kering angin. Pengeringan dengan matahari langsung merupakan proses
pengeringan yang paling ekonomis dan paling mudah dilakukan, akan tetapi dari
segi kualitas alat pengering buatan (oven) akan memberikan produk yang lebih
baik. Sinar ultra violet dari matahari juga menimbulkan kerusakan pada beberapa
kandungan kimia bahan yang dikeringkan. Khusus untuk sampel yang
mengandung minyak metode pengeringan yang dilakukan yaitu pengeringan
dengan cara diangin-anginkan. Metode ini cocok agar mencegah hilangnya
kandungan minyak atsiri pada sampel. Hal ini sejalan dengan dengan percobaan
yang dilakukan oleh Winangsih et al. (2013). Untuk sampel lainnya dikeringkan
dibawah sinar matahari langsung selama sehari.
Setelah semua sampel simplisia telah kering, sampel kemudian disortasi
kering. Menurut Astuti (2003), Sortasi kering adalah sortasi yang dilakukan
setelah pengeringan. Tujuannya dari sortasi kering adalah Sortasi kering bertujuan
memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia (Triharto,
2009)
Setelah melewati proses sortasi kering, disemprotkan dengan mengunakan
alkohol 70%. Karena menurut Pratiwi (2008) alkohol 70% dapat bersifat sebagai
antiseptik atau desinfektan yang dapat membunuh bakteri. Hal ini didukung
dengan percobaan Handoko (2006) tentang efektivitas alkohol 70% dalam
membunuh kuman pada membran stetoskop.
Setelah diawetkan kemudian sampel disimpan dalam amplop coklat,
menurut Steenis (2003), simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik dan
disimpan pada tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia.
Wadah terbuat dari plastik tebal atau gelas yang berwarna gelap dan tertutup
kedap memberikan suatu jaminan yang memadai terhadap isinya. Penyimpanan

24
simplisia menggunakan amplop cokelat yaitu bertujuan untuk menjaga kualitas
simplisia berkaitan dengan kadar air, keawetan dan komposisi zat aktif utamanya
yang tidak tahan panas (Eka Wibowo, 2010)

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktek kerja lapangan yang telah dilakukan dapat simpulkan bahwa
yang dimaksud dengan simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai
obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain adalah
bahan yang telah dikeringkan. Adapun teknik dalam pembuatan simplisia terdiri
dari beberapa tahap antara lain persiapan alat dan bahan, pemanenan sampel,
sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, pengawetan, pengepakan dan
penyimpanan.
5.2 Saran
Kami sebagai praktikan mengharapkan, PKL kedepannya dapat diisi
dengan kegiatan positif lainnya sehingga kegiatan PKL dalam kesehariannya akan
lebih bermanfaat. Agar praktikan tidak hanya berdiam diri di posko melainkan
lebih aktif beraktivitas di lingkungan PKL.

25

Anda mungkin juga menyukai