Anda di halaman 1dari 24

BUKU PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI SAINS II
PRODI SARJANA FARMASI (S1)

PENYUSUN :

TIM DOSEN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SAINS II

KBI BIOMEDIK & FARMAKOLOGI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2020
DATA PRIBADI

NAMA : Rohani

NIM : 1813015043

PRODI : S1 Farmasi

SEMESTER : 4

KELAS : C1 2018
LEMBAR PENILAIAN

TANGGAL PRAKTIKUM :

TANGGAL PENYERAHAN LAPORAN :

TOTAL NILAI
NILAI RESPONSI

NILAI KEHADIRAN

NILAI AKTIVITAS

NILAI HJSP

CATATAN :

TANDA TANGAN

MAHASISWA ASISTEN DOSEN


BAB V

PENGUJIAN IMUNOMODULATOR

I. TUJUAN
a. Mengamati pengaruh beberapa golongan obat Imunomodulator
b. Membandingkan efek dari kelompok yang diberi obat
terhadap kelompok kontrol yang tidak diberi obat.
c. Mampu menjelaskan mekanisme kerja imunomodulator
d. Mengetahui berbagai metode pengujian imunomodulator
terhadap hewan coba

II. DASAR TEORI


Imunitas didefinisikan sebagai pertahanan terhadap
penyakit, terutama penyakit infeksi. Kumpulan sel-sel, jaringan
dan molekul-molekul yang berperan dalam pertahanan infeksi
disebut sistem imun, sedangkan reaksi terkoordinasi sel-sel dan
molekul tersebut dalam pertahanan terhadap infeksi disebut
sebagai respon imun.
Imunitas dibagi menjadi dua bagian berdasarkan
kecepatan dan spesifisitas dari reaksi, yaitu respon bawaan dan
adaptif. Istilah bawaan digunakan untuk unsur-unsur sistem
kekebalan tubuh (neutrofil, monosit, makrofag, komplemen,
sitokin, dan protein fase akut) yang menyediakan pertahanan
awal/ segera. Imunitas adaptif terdiri dari reaksi antigen-
spesifik melalui limfosit T dan limfosit B. Respon imun
bawaan cepat tetapi kurangnya spesifisitas, respon adaptif
tepat, tetapi membutuhkan beberapa hari atau minggu untuk
berkembang. respons adaptif memiliki memori, sehingga
paparan selanjutnya mengarah ke respons yang lebih kuat dan
cepat, tetapi ini tidak langsung.
Antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan
protein yang dibentuk sel plasma (proliferasi sel B) setelah
terjadi kontak dengan antigen. Antibodi ditemukan dalam
serum dan jaringan dan mengikat antigen secara spesifik. Bila
serum protein dipisahkan secara elektroforetik, Ig ditemukan
terbanyak dalam fraksi globulin g meskipun ada beberapa yang
ditemukan juga dalam fraksi globulin a dan b. Semua molekul
Ig mempunyai 4 polipeptid dasar yang terdiri atas 2 rantai berat
(heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik,
dihubungkan satu dengan lainnya oleh ikatan disulfide.
Antibodi adalah molekul protein (imunoglobulin) yang
memiliki satu atau lebih situs gabungan yang disebut
paratopes. Antigen adalah istilah umum untuk molekul yang
mungkin memicu respons antibodi, dengan banyak permukaan
yang berbeda. Penentu antigenik adalah permukaan-permukaan
antigen yang melengkapi sisi ikatan antibodi.
Hasil interaksi antara antigen dan antiboodi
(imunoglobulin) adalah membentuk kompleks imun. Sebuah
kompleks dibentuk oleh agregasi sejumlah kecil kompleks
antigen-antibodi untuk menjadi struktur yang lebih besar.
Hasilnya adalah netralisasi dan akhirnya kehancuran antigen.
Dalam mengukur respon imun tubuh, dapat mengukur
kompleks yang terbentuk dan jumlah antigen dan antibodi
bebas yang tersisa.
Immunomodulator adalah suatu agen yang secara
spesifik atau tidak spesifik meningkatkan atau mengurangi
respon imun, yakni terdiri atas imunostimulan atau
imunosupresan.
Terapi imunomodulator dapat digunakan pada terapi
alternatif untuk berbagai kondisi penyakit, terutama ketika
mekanisme pertahanan tubuh harus diaktifkan di bawah
kondisi gangguan respon imun imunodefisiensi atau ketika
sistem pertahanan tubuh harus ditekan dalam kondisi seperti
penyakit inflamasi, gangguan autoimun, organ/ transplantasi
sumsum tulang.
Manfaat imunomodulator berasal dari kemampuan
dalam merangsang mekanisme pertahanan alami dan adaptif.
Imunomodulator bertindak untuk memperkuat sistem
kekebalan tubuh yang lemah dan menekan sistem kekebalan
yang terlalu aktif. Obat yang memodifikasi respon imun
umumnya dikategorikan sebagai imunomodulator. Ini bisa
berfungsi sebagai Imunosupresan dan Imunostimulan.
Beberapa di antaranya dapat memiliki keduanya tergantung
pada komponen respon imun mana yang dipengaruhi. Ada juga
jenis dari imunosupresan yang disebut tolerogens.

III. HEWAN COBA


Mencit (BALB-c) usia 8-12 minggu

IV. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
1. Alat timbang
2. Spoit Injeksi 1 mL dan Sonde Oral
3. Gunting bedah dan pinset
4. Restrainer
5. Sentrifuge dan tabung sentrifuge
6. Gelas kimia
7. Kaca arloji
8. Mortir & stemper
9. Mikropipet
10. Eppendorf
11. Pletismometer
12. Mikroplate/ well plate 96/ plat tetes
13. Kuvet

b. Bahan
1. Aquades
2. Kapas dan tisu
3. Larutan CMC Na 1 %
4. Larutan NaCl 0,9%
5. Stimuno
6. Suspensi obat Levamisol
7. Suspensi obat metilprednisolon
8. SRBC/SDMK (Sel darah merah Kambing/domba)
9. Kertas saring
10. PBS (fosfat bufer salin)
11. Tip kuning & biru
12. Tinta hitam pelican B17
13. Asam asetat

V. CARA KERJA
Mencit dikelompokkan menjadi 6 kelompok, kontrol
normal (tanpa perlakuan), kontrol sakit, kelompok yang diberi
obat metilprednisolon, levamisol, dan 2 kelompok diberi obat
herbal/ ekstrak.
1. Uji Bersihan Karbon
a. Mencit diberikan sediaan sesuai dengan
pengelompokkan di atas selama 7 hari
b. Pada hari ke-8, diambil darah melalui vena ekor (T0),
kemudian diinjeksi dengan karbon (tinta hitam pelican
B17)
c. Setelah diinjeksi, diambil darah pada interval waktu 4,
8, 12, 16, dan 20 menit
d. Darah sebanyak 20 μL dicampurkan dengan 2 mL asam
asetat 1% di dalam tabung reaksi
e. Dihomogenkan
f. Diukur nilai transmitan dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 675 nm.

2. Indeks Organ
a. Setelah perlakuan ujia bersihan karbon, hewan dikorbankan
b. Diambil organ hati, limpa, timus,
c. Diisolasi dan ditimbang organ
d. Dihitung indeks organ
3. Uji Titer Antibodi
a. Mencit diimuunisasi dengan SRBC 1% sebanyak 0.1
mL/10 gBB secara IP (hari ke-0)
b. Diberikan bahan uji sesuai pengelompokkan di atas
setiap hari selama 13 hari.

c. Pada hari ke-7 dan ke-14, darah mencit di ambil


d. Disentrifugasi darah tersebut untuk mendapatkan serum 100 µL
e. Serum diencerkan secara bertahap menggunakan PBS
dengan perbandingan 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64,
1/128, 1/256, 1/512 dan 1/1024, di dalam plat tetes
f. ditambahkan suspensi SDMK 2% sebanyak 50 µL ke setiap kolom
g. dishaker selama 5 menit
h. diinkubasi 370C selama 60 menit. Diamati

4. Uji Hipersensitivitas Tipe Lambat (Delayed Type Hypersensitivity/


DTH)
a. Mencit diimunisasi dengan SRBC 1% sebanyak 0,1
mL/10 gBB secara IP (hari ke-0)
b. Pada hari ke-6, ketebalan telapak kaki diukur, kemudian
diinjeksi 0,05 mL SRBC 1% secara intradermal
c. Diukur ketebalan kaki kembali pada jam ke-24 dan ke-48

VI. PERHITUNGAN

1. NaCMC 1% dalam 50 mL
1
×50 mL=0,5 gram
100

2. Metil Prednisolon 40 mg/kgBB


a. Berat Tikus 170 g
40 mg× 170 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 6,8 mg
Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 1 mL
6,8 mg×5 mL
¿
1mL
¿ 34 mg
Penimbangan serbuk tablet Metil Prednisolon
100mg ×34 mg
¿
4 mg
¿ 850 mg
¿ 0,85 gram
b. Berat Tikus 157 g
40 mg× 157 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 6 , 28 mg
Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 1 mL
6,28 mg×5 mL
¿
1mL
¿ 31 , 4 mg
Penimbangan serbuk tablet Metil Prednisolon
100mg ×31 , 4 mg
¿
4 mg
¿ 785 mg
¿ 0,785 gram

3. Levamizole 25 mg/kgBB
a. Berat Tikus 258 g
25 mg×258 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 6 , 45 mg
Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 0,75 mL
6 , 45 mg× 5 mL
¿
0,75 mL
¿ 43 mg
Penimbangan serbuk tablet Levamizole
310 mg× 43 mg
¿
25 mg
¿ 533 , 2mg
¿ 0,5 gram
b. Berat Tikus 257 g
25 mg×257 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 6 , 42 mg
Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 0,75 mL
6 , 42 mg×5 mL
¿
0,75 mL
¿ 42,8 mg
Penimbangan serbuk tablet Levamizole
310 mg× 42,8 mg
¿
25 mg
¿ 530 , 72mg
¿ 0,5 gram

4. Stimuno 50 mg/kgBB
a. Berat Tikus 244 g
50mg ×244 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 12 ,2 mg

Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 0,75 mL


12,2mg ×5 mL
¿
0,75 mL
¿ 81 , 33 mg
Penimbangan serbuk Stimuno
280 mg× 81, 33 mg
¿
50 mg
¿ 455 , 45 mg
¿ 0,4 gram
b. Berat Tikus 253 mg
50mg ×253 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 12 ,65 mg

Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 0,75 mL


12,65mg ×5 mL
¿
0,75mL
¿ 83 , 73 mg
Penimbangan serbuk Stimuno
280 mg× 83 ,73 mg
¿
50 mg
¿ 468 , 9 mg
¿ 0,45 gram

5. Ekstrak Daun Kakao 25 mg/kgBB


a. Berat Tikus 140 g
25 mg×140 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 3 , 5 mg
Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 0,5 mL
3 ,5 mg ×5 mL
¿
0,5 mL
¿ 35 mg
b. Berat Tikus 143 gram
25 mg×143 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 3 , 575 mg
Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 0,5 mL
3 ,575 mg ×5 mL
¿
0,5 mL
¿ 35 , 75 mg

6. Ekstrak Daun Kakao 50 mg/kgBB


a. Berat Tikus 225 g
50mg ×225 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 11 , 25 mg
Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 0,75 mL
11 ,25 mg ×5 mL
¿
0,75 mL
¿ 75 mg
b. Berat Tikus 220 gram
50mg ×220 gram
Dosis untuk Tikus¿
1000 gram
¿ 11 mg
Pembuatan larutan stok dalam 5 ml jika volume oral 0,5 mL
11 mg×5 mL
¿
0,75 mL
¿ 73 , 33 mg

VII. HASIL PENGAMATAN


1. Tabel Perubahan Berat Badan

Kelompok NaCMC Metil Levamizole Stimuno Ekstrak Daun Ekstrak Daun


uji (Tikus Prednisolon (Tikus (Tikus Kakao 25 Kakao 50
Nomor 6) (Tikus Nomor 4) Nomor 3) mg/kgBB mg/kgBB
Nomor 5) (Tikus Nomor (Tikus
2) Nomor 1)
BB hari 0 248 g 170 g 254 g 258 140 g 225 g
1 257 g 170 g 253 g 270 g 140 g 234 g
2 258 g 164 g 248 g 261 g 138 g 230 g
3 255 g 158 g 244 g 268 g 145 g 234 g
4 248 g 157 g 244 g 257 g 143 g 220 g
5 239 g 151 g 237 g 260 g 139 g 216 g
6 222 g 140 g 255 g 244 g 152 g 238 g
7

2. Uji Hemaglutinisasi
VIII. PEMBAHASAN

Sistem imun adalah suatu mekanisme yang digunakan


tubuh untuk mempertahankan keutuhaannya sebagai perlindungan
terhadap bahaya yang dapat berasal dari berbagai bahan dalam
lingkungan hidup. Sistem imun terdiri atas sistem imun non spesifik
dan spesifik. Sistem imun non spesifik disebut juga sistem imun
alamiah atau sistem imun bawaan (innate). Sistem imun non
spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapai
serangan berbagai mikroorganisme karena dapat memberikan
respon langsung terhadap antigen, walaupun tubuh tidak terpapar
oleh antigen tersebut sebelumnya (Kresno,2001).

Sistem imun non spesifik meliputi pertahanan fisik dan


mekanik, pertahanan biokomia, pertahanan humoral, dan
pertahanan seluler. Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik,
kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, akan
mencegah masuknya berbagai kuman patogen ke dalam tubuh.
Sebagian besar bakteri gagal bertahan hidup lama pada kulit karena
pengaruh hambatan langsung asam laktat dan asam lemak dalam
keringat dan sekresi sebaseus. pH asam dari keringat dan sekresi
sebaseus mempunyai efek antimikrobial yang mengurangi
kemungkinan infeksi melalui kulit. Pertahanan biokimia, Bahan
yang disekresi mukosa saluran napas dan telinga berperanan dalam
pertahanan tubuh secara biokimiawi. Lisozim dalam keringat,
ludah, air mata dan air susu melindungi tubuh terhadap bakteri
Gram positif karena mampu memecah peptidoglikan yang melekat
pada dinding sel bakteri. Air susu ibu mengandung laktoferin dan
asam neuraminat yang mempunyai sifat antibakterial terhadap
E.coli dan Staphylococcus. Pengerusakan oleh asam lambung,
enzim pencernaan, dan empedu di usus halus terhadap organisme
yang tertelan dapat mencegah infeksi beberapa mikroorganisme. pH
vagina yang rendah dan spermin dalam semen dapat mencegah
tumbuhnya beberapa mikroorganisme. Pertahanan humoral,
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan humoral,
yaitu komplemen, interferon, dan C-Reactive protein (CRP).
Komplemen merupakan molekul dari sistem imun nonspesifik yang
ditemukan di sirkulasi dalam keadaan tidak aktif, tetapi setiap
waktu dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti antigen.
Komplemen berperan meningkatkan fagositosis dan mempermudah
destruksi bakteri dan parasit karena komplemen dapat
menghancurkan sel membran banyak bakteri, melepaskan bahan
kemotaktik yang dapat melepaskan makrofag ke tempat bakteri dan
komponen komplemen lain dapat mengendap pada permukaan
bakteri sehingga memudahkan makrofag untuk mengenal dan
memakannya (Baratawidjaja, 1996) . Interferon (IFN) adalah suatu
glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang
mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi
virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan jalan
menginduksi sel yang berada disekitar sel yang terifeksi virus
sehingga menjadi resisten terhadap virus, selian itu interferon juga
dapat mengaktifkan sel Natural Killer (sel NK). Sel yang diinfeksi
virus akan menjadi ganas dan menunjukkan perubahan pada
permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang
kemudian membunuhnya sehingga penyebaran virus dapat dicegah.
Sekarang diketahui bahwa IFN adalah salah satu molekul tergolong
sitokin. CRP merupakan salah satu contoh dari protein fase akut,
yaitu berbagai protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada
infeksi akut. CRP mengikat 100 x atau lebih dan berperanan pada
imunitas nonspesifik yang dengan bantuan Ca2+ dapat mengikat
berbagai molekul antara lain fosforikolin yang ditemukan pada
permukaan bakteri atau jamur, kemudian akan mengikat
komplemen. Pertahanan seluler meliputi, Fagosit, makrofag, sel
NK, dan reaksi inflamasi berperan dalam sistem imun non spesifik
seluler (Wahab dan Julia, 2002)

Sistem imun spesifik disebut juga sistem imun didapat yang


timbul terhadap antigen tertentu pada tubuh yang pernah terpapar
sebelumnya (Kresno, 2001). Benda asing atau antigen yang pertama
kali muncul segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga
terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut, bila sel sistem imun
tersebut bertemu kembali dengan benda asing yang sama maka
benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian
dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat
menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka
sistem itu disebut spesifik (Baratawidjaja, 1996). Dalam tubuh
terdapat dua tipe sistem imun spesifik, yaitu sistem imun spesifik
humoral dan sistem imun spesifik seluler, sistem imun humoral
diperantarai oleh limfosit B dan sistem imun seluler diperantarai
oleh limfosit T (Kresno,2001).

Sistem imun spesifik humoral disebut juga imunitas sel-B,


karena yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah
limfosit B atau sel B. Sistem ini membentuk antibodi yang
bersirkulasi yaitu molekul globulin yang mampu menyerang agen
penginfeksi dalam darah. Antibodi merupakan protein dan disebut
globulin yang sekarang dikenal dengan immunoglobulin.
Imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari
proliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Setiap sel B
mempunyai reseptor permukaan (IgM atau IgD) yang dapat
bereaksi terhadap satu antigen atau kelompok antigen yang serupa.
Suatu antigen akan berinteraksi dengan limfosit B yang mempunyai
reseptor permukaan yang paling sesuai. Setelah berikatan dengan
antigen sel B akan terstimulasi untuk berproliferasi dan
membentuk klon sel. Sel-sel B yang terpilih ini akan segera
berubah menjadi sel plasma dan mensekresi antibodi yang spesifik
terhadap antigen (Wahab dan Julia, 2002).
Imunomodulator adalah suatu agen yang secara spesifik
atau tidak spesifik meningkatkan atau mengurangi respon imun,
yakni terdiri atas imunostimulan atau imunosupresan (Dorland,
2006). . Obat golongan imunomodulator bekerja menurut tiga
cara, yaitu imunorestorasi, imunostimulasi dan imunosupresi.
Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up
regulation sedangkan imunosupresi disebut juga down regulation
(Syarifuddin,2019).

Imunostimulan adalah Adalah obat yang ditujukan untuk


perbaikan fungsi imun pada kondisi imunosupresi. Kelompok obat
ini mempengaruhi respon imunitas humoral maupun seluler. Ada
yang didapat secara biologis maupun secara sintetik. Imunostimulan
digunakan untuk penderita AIDS, infeksi kronik, dan keganasan
(Syarifuddin,2019).

Imunosupresan adalah obat kelompok obat yang digunakan


untuk menekan respons imun, indikasinya untuk transplantasi
organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolysis rhesus pada
neonatal. Prinsip umum terapi imunosupresan: Respon imun
primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibanding
responimun sekunder. Obat imunosupresan memberikan efek
berbeda terhadap antigen yang berbeda. Penghambatan respon
imun lebih berhasil jika obat diberikan sebelum paparan antigen
(Syarifuddin,2019).

Uji titer antibodi ini berdasarkan uji hemaglutinasi.


Hemaglutinisasi merupakan cara untuk menemukan antibodi atas
dasar aglutinasi sel darah merah. Sebagai antigen dapat digunakan
sel darah merah sendiri atau antigen yang mensensitisasi sel darah
merah. Antibodi adalah imunoglobulin yang merupakan golongan
protein yang dibentuk oleh sel plasma dan berasal dari proliferasi
sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Titer antibodi yang
tinggi menunjukkan bahwa sediaan uji dapat meningkatkan sistem
imun (Hargono, Winarno, dan Werawati, 2000).
Mekanisme kerja prednisolone, sebagian besar dari efek
glukokortikoid yang diketahui diperantarai oleh reseptor
glukokortikoid yang tersebar luas. Protein-protein ini adalah
anggota dari superfamili reseptor. nukleus, yang mencakup
reseptor steroid, sterol (vitamin D),tiroid,asam retinoat, dan banyak
reseptor lain yang ligannya belum diketahui atau tidak ada
(reseptor yatim,orphan receptor). Semua reseptor ini berinteraksi
dengan promotor dan mengatur transkripsi gen-gen sasaran. Tanpa
adanya homon sebagai ligan reseptor glukokortikoid terutama
berada di sitoplasma, membentuk kompleks oligomerik dengan
heat-shock protein (hsp). Yang terpenting dari protein-protein ini
adalah dua molekul hsp90, meskipun protein-protein lain jelas
berperan. Harmon bebas dari plasma dan cairan interstisium masuk
ke sel dan berikatan dengan reseptor, memicu perubahan
konformasi yang memungkinkannya terlepas dari heat shock
protein. Kompleks reseptor yang mengikat ligan kemudian secara
aktif diangkut ke dalam nukleus, tempat ia berinteraksi dengan
DNA dan proteinprotein inti. Sebagai suatu homodimer, kompleks
berikatan dengan elemen respons glukokortikoid (glucoc-orticoid
response elements, GRE) di promotor gen-gen responsif. GRE
terdiri dari dua sekuens palindromik yang berikatan dengan dimer
reseptor hormone. Selain mengikat GRE, reseptor yang terikat ke
ligan juga membentuk kompleks dengan, dan memengaruhi fungsi,
faktor transkripsi lain, misalnya APl dan NF-κB, yang bekerja
pada promotor yang tidak mengandung GRE, untuk ikut serta
dalam regulasi transkripsi gen-gen responsif mereka. Faktor-faktor
transkripsi ini memiliki efek luas pada regulasi faktor
pertumbuhan, sitokin proinflamasi, dsb, serta banyak memerantarai
efek anti pertumbuhan, anti-inflamasi, dan imunosupresif
glukokortikoid (Katzung, 2012).

Stimuno yang mengandung ekstrak meniran, Tanaman


meniran mengandung senyawa utama yaitu flavonoid (quecertin,
quercitrin, isoquercitrin, astragalin, rutin, kaempferol-4,
rhamnopynoside), lignan (filantin, hipofilantin, nirantin,
lintetratin), alkaloid, triterpenoid, asam lemak (asam ricinoleat,
asam linoleat, asam linolenat), vitamin C, Kalium, damar, tanin
dan geranin. Senyawa flavonoid di dalam dunia kesehatan
memiliki manfaat sebagai imunomodulator. Flavonoid bekerja
sebagai anti bakteri, dengan cara merusak dinding sel dan
membran sitoplasma. Selain itu, flavonoid juga dapat mencegah
pembelahan sel bakteri, sehingga bakteri tidak dapat berkembang
dengan baik dan tidak mampu membentuk senyawa komplek,
sebagai protein extraseluler yang membentuk membran sel bakteri.
Flavonoid dalam meniran menempel pada sel imun dan
memberikan sinyal intraseluler atau rangsangan untuk
mengaktifkan kerja sel imun lebih baik. Selain itu, meniran
berfungsi juga sebagai senyawa antioksidan yang mampu
merangsang kekebalan tubuh. Tanaman meniran memiliki aktivitas
peningkatan sistem imun yang baik Sebagai immunomodulator,
meniran tidak semata-mata berefek meningkatkan sistem imun,
tetapi juga menekan sistem imun apabila aktivitasnya berlebihan.
Jika aktivitas sistem imun berkurang, maka kandungan flavonoid
dalam meniran akan mengirimkan sinyal intraseluler pada reseptor
sel untuk meningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya, jika sistem imun
kerjanya berlebihan, maka meniran berkhasiat dalam mengurangi
kerja sistem imun tersebut. Jadi, meniran berfungsi sebagai
penyeimbang sistem imun (Wulandari, 2014).
Levamisole sebagai imunomodulator telah dijeaskan sebagai
stimulasi pembentukan antibody dan peningkatan respon sel T dengan
merangsang aktivitas dan proliferasi sel T (Brunton,2018).

Metode pengujian imunomodulator lain diantaranya, uji fungsi


neutrofil, merupakan fagosit yang melindungi tubuh terhadap
berbagai jenis mikroorganisme, karena itu fungsi uji neutrofil
merupakan parameter penting dalam menganalisis respon imun
seluler non spesifik. Prinsip uji fungsi fagositosis adalah
menganalisis jumlah neutrofil yang mengandung bakteri yang telah
diberi label atau pengenal. Untuk membedakan bakteri yang
difagositosis oleh neutrofil dengan bakteri yang melekat pada
permukaan sel dilakukan dengan mewarnainya dengan pewarna
seperti trypan blue, ethidium bromide, atau kristal violet. Untuk uji
fungsi neutrofil dapat digunakan leukosit yang telah dipisahkan
terlebih dahulu dari sel-sel lain dengan larutan Ficoll-Hypaque
(Kresno, 2001).

Uji bersihan karbon dilakukan dengan cara menyuntikkan


karbon tinta ke dalam aliran darah untuk mengukur mekanisme
fagositosis sel-sel retikuloendotelial. Dalam hal ini dipilih karbon
tinta yang stabil dalam aliran darah dan tidak menyebabkan
trombosis. Pada saat karbon tinta diinjeksikan secara intravena
maka karbon akan difagositosis oleh makrofag. Setelah 12 jam
penyuntikan karbon tinta, sampel darah dikumpulkan kemudian
diukur perubahan konsentrasi tinta di dalam darah pada panjang
gelombang 650 nm ((Wagner and Jurcic, 1991).

Uji proliferasi limfosit dilakukan untuk mengetahui apakah sel


T dapat memberikan respon terhadap antigen. Sel yang
berproliferasi akan memberikan peningkatan jumlah limfosit setelah
beberapa jam disuntikkan antigen berulang (Wagner and Jurcic,
1991).
Reaksi hipersensitivitas tipe lambat, Reaksi tipe IV disebut
juga reaksi hipersensitivitas tipe lambat, Cell Mediated Immunity
(CMI), Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberkulin
yang timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpapar dengan
antigen. Reaksi ini diperantarai oleh kontak sel-sel T yang telah
tersensitisasi dengan antigen yang sesuai (Kannan, 2007).
Prosedur kerja yang pertama adalah Pembuatan Suspensi Sel
Darah Merah kambing (SDMK 2%). Darah kambing segar yang
telah diberi EDTA disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit. Lapisan atas berupa plasma dibuang dan lapisan
bawah berupa endapan sel darah merah ditambahkan larutan PBS
pH 7,2 sebagai larutan pencuci dan larutahn pengencer.
Pencucian sel darah merah kambing bertujuan untuk memperoleh
sel darah merah kambing yang murni artinya tidak dicemari oleh
protein serum (Kumala, et al., 2012). sebanyak 2-3 kali volume
endapan sel darah merah. Disentrifuge, lapisan atas yang jernih
dibuang, prosedur ini diulangi hingga 3 kali sampai lapisan atas
benar-benar jernih, sehingga lapisan bawah adalah suspensi SDMK
100%. 2 mL suspensi SDMK 100% ditambahkan PBS ad 100 mL,
maka didapatkan suspense SDMK 2%. Pengujian terhadap Hewan
Coba Penelitian dilakukan terhadap 6 tikus putih (Rattus
norvegicus), SDMK 2% diberikan secara intraperitonial pada
seluruh tikus. Setelah 24 jam, tikus uji 6 diberi NaCMC, tikus 5
diberi metilprednisolone 1 ml, tikus 3 diberi levamizole, 0,75 ml,
tikus 4 diberi stimuno 0,75 mL, tikus 5 diberi ekstrak daun kakao
25 mg/kgBB 0,5 mL, dan tikus 6 diberi ekstrak daun kakao 50
mg/kgBB 0,75 mL. secara oral selama 6 hari berturut-turut. 24 jam
setelah hari ke-6 perlakuan secara oral, pengambilan darah
dilakukan. Pengambilan darah dilakukan melalui vena lateralis yang
terdapat pada ujung ekor tikus hingga diperoleh sekitar 0,5 mL
darah. Selanjutnya darah dibiarkan membeku selama 0,5-1 jam.
Pengujian Hemaglutinasi Imunoglobulin M (IgM). Dislokasi
tikus, diambil darah tikus mealui intraperikardial, dimasukkan
darah kedalam tabung sentrifuge dan sentrifuge dengan kecepatan
3000 rpm dalam 10 menit. Disiapkan plat tetes, ditambahkan kolom
2-12 plat tetes dengan 100 mikroliter PBS pH 7,2. Setelah darah
selesai disentrifuge diambil bagian serum dan dipindahkan ke
tabung lain. Dipanaskan tabung berisi serum pada waterbath suhu
56 derajat celcius 3-5 menit. Diambil 200 mikroliter serum yang
telah dipanaskan dan dimasukkan pada kolom pertama plat tetes.
Ambil 100 mikroliter serum dari kolom pertama dan dipindahkan
kekolom kedua. Kemudian ambil lagi 100 mikroliter dari kolom
kedua dipindahkan ke kolom ketiga. Lakukan sampai kolom
terakhir, pada kolom terakhir, ambil 100 mikro isi kolom dan
dibuang (pengenceran 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128, 1/256,
1/512, dan 1/1024) jumlah campuran tiap kolom sebanyak 200 µL.
Ditambahkan 50 mikroliter SDMK pada setiap kolom. Shake plat
tetes secara perlahan dan diinkubasi selama 1 jam. Kemudian
diamati terjadinya aglutinasi.

Pengukuran Imunoglobulin M (IgM) dilakukan dalam


rentang waktu 5 sampai 7 hari. Saat antigen pertama kali masuk ke
dalam tubuh, maka dalam jangka waktu 5-7 hari antibodi yang
keluar adalah IgM. Dalam jangka waktu tersebut IgM berada
maksimal pada darah dibandingkan dengan antibodi lainnya.
Aglutinasi dapat terbentuk karena reseptor pengikat antibodi terikat
pada antigen membentuk jembatan antara 2 molekul antigen, terus-
menerus mengikat hingga membentuk pola geometris kompleks 3
dimensi dengan ukuran besar hingga > 2µm, sehingga aglutinasi
akan terlihat.

Prosedur pengujian indeks organ dilakukan dengan cara


organ hati, timus dan limpa diisolasi dan ditimbang. Indeks organ
dinyatakan per bobot badan masing-masing mencit dan ditentukan
kebermaknaan perubahannya terhadap indeks organ kontrol.
dihitung dengan rumus berat organ/berat badan tikus x 100%.

Berdasarkan data didapatkan serum tikus yang diinduksi


NaCMC terjadi aglutinasi hanya dari kolom plat tetes pertama
sampai pengenceran ½, hal ini sesuai teori karena tikus yang
diinduksi nacmc berfungsi sebagai kontrol negatif dan sejak awal
tidak diinduksi antigen sdmk, sehingga sel B tidak menghasilkan
antibodi yang diinisiasi SDMK.

Serum tikus yang diinduksi Stimuno terjadi aglutinasi


hingga pengenceran 1/8. Hal ini tidak sesuai teori diamna
seharusnya terjadi aglutinasi hingga pengenceran yang lebih tinggi
karena stimuno yang mengandung ekstrak meniran berperan
sebagai imunostimulan, flavonoid dalam meniran menempel pada
sel imun dan memberikan sinyal intraseluler atau rangsangan untuk
mengaktifkan kerja sel imun lebih baik. Serum tikus yang diinduksi
metilprednisolon terjadi aglutinasi hingga pengenceran 1/32, disini
terlihat bias bila dibandingkan dengan kontrol negatif, berdasarkan
teori metilprednisolone bekerja sebagai imunosupressan, namun
pada data aglutinasi terjadi hingga pengenceran 1/32 sedangkan
kontrol hanya terjadi aglutinasi hingga pengenceran 1/8. Serum
tikus yang diinduksi levamisole terjadi aglutinasi hingga
pengenceran 1/128. Hal tersebut sesuai dengan teori dimana
levamisole bekerja sebagai imunostimulan, daat kita lihat aglutinasi
terjadi hingga pengenceran yang cukup tinggi yaitu 1/128 bila
dibandingkan dengan kontrol 1/8. Serum tikus yang diinduksi
ekstrak aglaia terjadi aglutinasi hingga pengenceran 1/8, hal ini
menunjukkan ekstrak aglaia berpotensi sebagai imunostimulan.
serum tikus yang diinduksi ekstrak kakao 50mg/kg BB terjadi
aglutinasi hingga pengenceran ¼., sementara tikus kedua yang
diinduksi dengan ekstrak dan dosis yang sama terjadi pengenceran
hingga 1/256. serum tikus yang diinduksi ekstrak kakao 25mg/kg
BB terjadi aglutinasi hingga pengenceran 1/64. Berdasarkan data
tersebut terlihat hasil menunjukkan bias, dimana tikus yang
diinduksi ekstrak dengan dosis yang sama yaitu ekstrak kakao
50mg/kg BB menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan yaitu
¼ dan 1/256, hal ini dikarenakan saat pengujian tikus diinduksi
tidak dalam waktu bersamaan, sehingga adanya kemungkinan tikus
yang belum menghasilkan cukup antibodi namun sudah diambil
darahnya untuk diuji sedangkan untuk tikus yang diinduksi ekstrak
kakao 25mg/kg BB menunjukkan potensi sebagai imunostimulan,
dikarenakan mencapai pengenceran yang cukup tinggi yaitu 1/64.
Berdasarkan teori dosis terbaik ekstrak daun kakao sebagai
imunostimulan adalah 500mg/200 g BB Tikus
(Siregar,2014).

Berdasarkan data didapatkan indeks organ tikus yang diinduksi


NaCMC Hati = 3,36 % Limpa = 0,315 % Timus = 0,049 %, tikus yang
diinduksi stimuno Hati = 3,3 % Limpa = 0,08 % Timus = 0,36 %, Tikus
yang diinduksi metilprednisolon 216 gram Hati = 4,027 % Limpa = 0,388
% Timus = 0,157 %. Tikus yang diinduksi Ekstrak Daun Kakao 50
mg/KgBB 223 gram Hati = 3,29 % Limpa = 0,29% Timus = 0,08%. Tikus
yang diinduksi levamisol 200 gram Hati = 3,86 % Limpa = 0,52 % Timus
= 0,455 %. Tikus yang diinduksi levamisol 177 gram Hati = 4,55 %,
Limpa = 0,412 % Timus = 0,0299 %. Tikus yang diinduksi Ekstrak Daun
Kakao 25 mg/KgBB 231 gram Hati = 5,069 % Limpa = 0,359 % Timus =
0,069 %. Tikus yang diinduksi Ekstrak Daun Kakao 50 mg/KgBB 247
gram Hati = 3,93 %, Limpa = 0,46 %, Timus = 0,092 %. Tikus yang
diinduksi Ekstrak Aglaia 50mg/KgBB 176 gram Hati = 4,09 % Limpa =
0,36 % Timus = 0,07 %. Berdasarkan data didapatkan indeks organ tikus
yang diinduksi levamisol pada berat 224 gram, 200 gram, 177 gram,
Ekstrak Daun Kakao 50 mg/KgBB pada tikus berat 247 gram dan 223
gram, Ekstrak Aglaia 50mg/KgBB menunjukkan indeks organ rata-rata
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol negatif, Hal ini
membuktikan bahwa sediaan uji memiliki aktivitas imunostimulan
melalui proliferasi sel-sel imun di organ-organ tersebut (Wulansari,2016).

Sedangkan indeks organ tikus yang diinduksi stimun0


menunjukkan indeks organ lebih rendah dari kontrol negatif, hal ini tidak
sesuai teori dimana seharusnya terlihat indeks organ lebih besar dari
kontrol negatif karena stimuno merupakan fitofarmaka imunostimulan
sehingga meningkatkan proliferasi sel-sel imun. Sedangkan pada tikus
yang diinduksi obat metilprednisolon menunjukkan indeks organ lebih
besar dari kontrol hal ini tidak sesuai dengan teori dimana
metilprednisolon merupakan obat imunosupressan.
IX. KESIMPULAN
Daftar Pustaka

Brunton Laurence dkk. 2018. Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics 13th Edition. New York : McGrawHill Education

Baratawidjaja, K. G. (1996). Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia.

Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Edisi 29. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta.

Hargono, D., Winarno, M. W., dan Werawati, A. (2000). Pengaruh Perasan Daun
Ngokilo (Gynura procumbens Lour. Merr) terhadap aktivitas Sistim Imun Mencit
Putih

Kannan, M., Singh, A. R., Kumar, T. A., Jegatheswari, P., and Subburayalu, S.
(2007). Studies on Immuno-bioactivities of Nyctanthes arbortristis (Oleaceae).
African Journal of Microbiology Research , 1 (6), 088-091.

Katzung, B. G. (2012). Basic and Clinical Pharmalogy 12th Edition. New York :
McGrawHill

Kresno, S. B. (2001). Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium Edisi


Keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kumala, S., Dewi, T.A., dan Nugroho, A.Y. (2012). Efek Imunostimulan Ekstrak
Etanol Herba Pegagan (Centell asiatica (L.) Urban.) Terhadap Ig G Mencit
Jantan Yang Diinduksi Sel Darah Merah Domba.Jakarta: Jurnal Universitas
Pancasila.

Wagner, H., and Jurcic, K. (1991). Assay for immunomodulation and effect on
mediators of inflamation. In Methods in plant biochemistry (Vol. 6, p. 201).
Munich: Academic Press.

Wahab, A. S., dan Julia, M. (2002). Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.
Jakarta: Widya Medika.

Wulandari, R. 2014. Efektivitas Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri) secara Suntikan
untuk Pencegahan Infeksi Bakteri (Aeromanas hydrophilia) pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus). Universitas Muhammdiyah Purwokerto. Purwokerto

Wulansari, Rina dkk. 2016. Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Som Jawa (Talinum
Triangulare (Jacq.) Willd) Pada Mencit Jantan Galur Swiss. Media Farmasi Indonesia Vol
11 (1)

Syarifuddin. 2019. Imunologi Dasar : Prinsip dasar sistem kekebalan tubuh. Cendekia
Publisher

Anda mungkin juga menyukai