Anda di halaman 1dari 118

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

OLEH :
RISMALA PRAMUDITHA
078 STYJ 19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM PRAKTIK PROFESI NERS
MATARAM
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang
lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998)
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun
komunikasi dengan orang lain (Keliat, 2005).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
2. Etiologi
Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai dengan
adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan
hubungan sosial, merandahkan martababt, percaya diri kurang dan juga dapat
mencederai diri (Carpenito, L.J 1998)
a. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial
1) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga mempunyai masalah respon
sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi
terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga
profesional untuk mengembangkan gambaran yng lebih tepat tentang hubungan
antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat mengurangi
masalah respon sosial menarik diri.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku
a) Sikap bermusuhan/holistik
b) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelakkan anak
c) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya
d) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ktertarikan pada pembicaraan
anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa,
komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak
diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah
e) Ekspresi emosi yang tinggi
f) Doubel bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saatbersamaan yang
membuat bingung dan kecemasan meningkat
3) Faktor sosial budaya
Faktor sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan erupakan faktor pendukung
gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang
salah yang dianut oleh satu keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.
4) Faktor biologis
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
5) Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang
cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat dapat terjadi karena mengadopsi
norma, perilaku dan sitem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realistis terhadap hubungn merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini (Stuart dan Sudden, 1998)
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:
1) Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gaangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya stabilitas unit keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
2) Stressor biokimia
 Teori dopamine: kelebihan dopamin pada mesokortikol dan mesolimbik serta
traktus saraf dapat merupakan indikasi teradinya skizofrenis
 Menurunnya MAO (mono amino oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Kaena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunkan MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
 Faktor endokrin: jumlah FSH dan LH yang rendah dapat dirtemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku
psikotik.
3) Sterssor biologik dan lingkungan social
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis
4) Stressor psikologik
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubunngan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal
ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada
fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalahsebagai berikut:
 Tingkah laku curiga: proyeksi
 Dependency: reaksi formasi
 Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
 Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
 Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
 Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan
regrasi.
5) Stressor intelektual
a) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk berbagai pikiran
dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan orang lain.
b) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang lain.
c) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain akan
persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan berhubungan
dengan orang lain.
6) Stressor fisik
a) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri
dari orang lain
b) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain
3. Tanda dan gejala
Manifestasi klinik
Gejala subjektif Gejala objektif
a. Klien menceritakan perasaan a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
kesepian atau ditolak oleh orang b. Tidak mengikuti kegiatan
lain c. Banyak berdiam diri di kamar
b. Klien merasa tidak aman berada d. Klien menyendiri dan tidak mau
dengan orang lain berinteraksi dengan orang yang terdekat
c. Respons verbal kurang dan sangat e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan
singkat dangkal
d. Klien mengatakan hubungan yang f. Kontak mata kurang
tidak berarti dengan orang lain g. Kurang spontan
e. Klien merasa bosan dan lambat h. Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
menghabiskan waktu i. Ekspresi wajah kurang berseri
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi j. Tidak merawat diri dan tidak
dan membuat keputusan memperhatiakn kebersihan diri
g. Klien merasa tidak berguna k. Mengisolasi diri
h. Klien tidak yakin dapat l. Tidak atau kurang sadar terhadap
melangsungkan hidup lingkungan sekitarnya
i. Klien merasa ditolak m. Masukan makanan dan minuman
terganggu
n. Retensi urin dan feses
o. Aktivitas menurun
p. Kurang energy (tenaga)
q. Rendah diri
r. Postur tubuh berubah, misalnya sikap
fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)

4. Patofisiologi
Pattern of Ineffective coping Lack of Development Stessor Internal
parenting (Pola (Koping Individu Tidak task (Gangguan Tugas and External
Asuh) Efektif) Perkembangan) (Stres Internal
dan Eksternal)
Misal : Misal : Misal : Misal :
Pada anak yang Saat individu Kegagalan menjalani Stres terjadi akibat
kelahirannya menghadapi kegagalan hubungan intim dengan ansietas yang
tidak dikehendaki menyalahkan orang lain, sesama jenis atau lawan berkepanjangan
(unwanted child) ketidakberdayaan, jenis, tidak mampu dan terjadi
akibat kegagalan menyangkal tidak mandiri dan bersamaan dengan
KB, hamil diluar mampu menghadapi menyelesaikan tugas, keterbatasan
nikah, jenis kenyataan dan menarik bekerja, bergaul, kemampuan
kelamin yang diri dari lingkungan, bersekolah, individu untuk
tidak di inginkan, terlalu tingginya self menyebabkan mengatasinya.
bentuk fisik ideal dan tidak mampu ketergantungan pada Ansietas terjadi
kurang menawan menerima realitas orang tua, rendahnya akibat akibat
menyebabkan dengan rasa syukur. ketahanan terhadap berpisah dengan
keluarga berbagai kegagalan. orang terdekat,
mengeluarkan hilangnya
komentar- pekerjaan atau
komentar orang yang
negative, dicintai.
merendahkan,
menyalahkan
anak.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas.
b. Alasan Masuk
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit biasanya akibat
adanya kumunduran kemauan dan kedangkalan emosi.
c. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi sangat erat terkait dengan faktor etiologi yakni keturunan,
endokrin, metabolisme, susunan syaraf pusat, kelemahan ego.
d. Psikososial
1) Genogram
Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16 %
skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68 %, saudara tiri kemungkinan 0,9-1,8
%, saudara kembar 2-15 %, saudara kandung 7-15 %.
2) Konsep diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien akan
mempengaruhi konsep diri pasien.
3) Hubungan social
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam
diri.
4) Spiritual
Aktifitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
5) Status Mental
a) Penampilan diri
Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju tidak
tepat, resliting tak terkunci, baju tak diganti, baju terbalik sebagai manifestasi
kemunduran kemauan pasien.
b) Pembicaraan
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
c) Aktifitas Motorik
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan mempertahankan
pada satu posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia).
d) Emosi
Emosi dangkal
e) Afek
Dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
f) Interaksi selama wawancara
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan
bicara, diam.
g) Persepsi
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
h) Proses berfikir
Gangguan proses berfikir jarang ditemukan.
i) Kesadaran
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan dengan dan
pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf
tidak sesuai dengan kenyataan (secara kualitatif).
j) Memori
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik.
k) Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
l) Tilik diri
Tak ada yang khas.
6) Kebutuhan sehari-hari
Pada permulaan penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin
mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAB/BAK, mandi,
berpakaian, istirahat tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
3. Intervensi
Dx Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Isolasi Sosial TUM:
Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain

TUK:
1. Klien dapat membina Setelah ...x interaksi klien Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
hubungan saling menunjukkan tanda-tanda percaya komunikasi terapeutik :
percaya terhadap perawat: a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
- Wajah cerah, tersenyum b. Perkenalkan diri dengan sopan.
- Mau berkenalan c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
- Ada kontak mata disukai klien.
- Menerima kehadiran perawat d. Jelaskan tujuan pertemuan.
- Bersedia menceritakan e. Jujur dan menepati janji.
perasaanya f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2. Klien mampu Setelah ...x interaksi klien dapat 1. Tanyakan klien tentang:
menyebutkan menyebutkan minimal satu penyebab - orang yang tinggal serumah teman sekamar klien
penyebab menarik menarik diri: - orang yang paling dekat dengan klien di rumah
diri - diri sendiri - apa yang membuat orang itu dekat dengan orang tersebut
- orang lain 2. Diskusikan dengna klien kenapa menarik diri atau tidak
- lingfkungan mau bergaul dengan orang lain.
3. Beri pukian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.
3. Klien mampu Setelah .....xinteraksi dengan klien 1. Tanyakan kepada klien tentang manfaat berhubungan
menyebutkan dapat menyembuhkan keuntungan sosial dan kerugian menarik diri
keuntungan berhubungan sosial misalnya : 2. Diskusikan dengna klien tentang manfaaat berhubungan
berhubungan sosial - banyak teman dengna orang lain dan kerugian manrik diri.
dan kerugian menarik - tidak kesepian 3. Berikan pujian terhadap kemampuan klien
diri - bisa diskusi mengungkapkan perasaannya.
- saling menolong
kerugian menarik diri
misalnya,
- sendiri
- kesepian
- tidak bisa diskusi
4. Klien dapat Setelah .......X interaksi klien dapat 1. Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial.
melaksanakan melaksanakan hubungan sosial secara 2. Motivasi dan bantu klien untuk berkenalan/
hubungan sosial bertahap dengan : berkomunikasi dengan perawat lain.
secara bertahap - Perawat 3. Libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok sosialisasi.
- Perawata lain 4. Diskusikan jaadwal harian yang dapat dilakukan untuk
- Klien lain meningkatakn kemampuan klien bersosialisasi.
- Kelompok 5. Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai
jadwal yang telah dibuat.
6. Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas
pergaulannya melalu aktivitas yang dilaksanakan.
5. Klien dapat Setelah .........X interaksi klien dapat 1. Diskusikan sengan klien tentang perasaannya setelah
menyebutkan menjelaskan setelah berhubungan berhubungan sosial dengan orang lain dan kelompok.
perasaaan setelah sosial dengan 2. Berikan pujian terhadap kemampuan klien
berhubungan sosial - Orang lain mengungkapkan perasaannya.
- Kelompok
6. Klien mendapat Setelah .........X pertemuan keluarga 1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai
dukungan keluarga dapat menjelaskan tentang : pendukung untuk mengatasi perilaku menarik diri.
dalam memperluas - Pengertian menarik diri 2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien
hubungan sosial - Tanda dan gejala menarik diri mengatasi perilaku menarik diri.
- Penyebab dan akibat menarik 3. Jelaskan pada keluarga tentang pengertian, tanda
diri dangejala, penyebab dan akibat menarik diri serta cara
Setelah.......X pertemuan keluarga merawat klien.
dapat memperatikkan cara merawata 4. Latih keluarga cara merawat diri
klien menarik diri 5. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang
dilatih
6. Beri motivasi keluarga agar membantu kllien unutk
bersosialisasi.
7. Klien dapat Setelah...x interaksi dengan klien 1. Diskusikan dengan klien manfaat dan kerugian tidak
memanfaatkan obat menyebutkan: minum obat
dengan baik 2. Pantau klien saat penggunaan obat
Setelah ...x interaksi klien 3. Diskusikan akibat klien berhenti minum obat tanpa
mendemonstrasikan penggunaan obat konsultasi dengan dokter.
benar
Setelah ...x interaksi klien
menyebutkan akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi dokter
STRATEGI PELAKSANAAN
a. PADA PASIEN
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien
berkenalan.
ORIENTASI (PERKENALAN):
“Selamat pagi ”
“Saya Anita Royani, Saya senang dipanggil Nita, Saya mahasiswa STIKES Yarsi
Mataram yang akan merawat Bapak.”
“Kalau boleh tahu Siapa nama Bapak? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan Bapak hari ini?” Bagaimana kalau kita ngobrol tentang keluarga dan
teman-teman bapak ? Mau dimana kita ngobrol? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Mau berapa lama, Bapak? Bagaimana kalau 15 menit??”
KERJA:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan Bapak? Siapa
yang jarang ngobrol dengan Bapak? Apa yang membuat Bapak jarang ngobrol
dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang Bapak rasakan selama Bapak dirawat disini? O.. Bapak merasa sendirian?
Siapa saja yang Bapak kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa Bapak lakukan dengan teman yang Bapak kenal?”
“Apa yang menghambat Bapak dalam berteman atau ngobrol dengan pasien
yang lain?”
”Menurut Bapak apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar,
ada teman ngobrol. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya Bapak? Ya, apa lagi ? (sampai
pasien dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu inginkah ya Bapak ? belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho Bapak ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya T,
senang dipanggil T. Asal saya dari Flores, hobi memancing”
“Selanjutnya Bapak menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?”
“Ayo Bapak dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Bapak. Coba berkenalan
dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah bapak berkenalan dengan orang tersebut Bapak bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan Bapak bicarakan. Misalnya tentang
cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan berkenalan?”
” Bapak tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya Bapak dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya
tidak ada. Sehingga Bapak lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau
praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada
jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak Bapak berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, Bapak mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan


dengan orang pertama (seorang perawat)
Orientasi
“Selamat pagi Bapak! ”
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini?
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi
sambil bersalaman dengan perawat ! »
« Bagus sekali, Bapak masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak Bapak
mencoba berkenalan dengan teman saya perawat T. Tidak lama kok, sekitar 10
menit »
« Ayo kita temui perawat T disana »
KERJA :
( Bersama-sama klien saudara mendekati perawat N)
« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »
« Baiklah Bapak, Bapak bisa berkenalan dengan perawat T seperti yang kita
praktekkan kemarin «
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat T : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang Bapak ingin tanyakan kepada perawat T . coba tanyakan tentang
keluarga perawat T »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, Bapak bisa sudahi perkenalan ini. Lalu
ibu bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat T, misalnya jam 1 siang nanti »
« Baiklah perawat T, karena Bapak sudah selesai berkenalan, saya dan Bapak akan
kembali ke ruangan Bapak. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat T untuk melakukan terminasi
dengan klien di tempat lain)
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berkenalan dengan perawat T”
” Bapak tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan
topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi,
dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan
pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti Bapak
coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan


orang kedua-seorang pasien)
ORIENTASI:
“Selamat pagi bu! Bagaimana perasaan hari ini?
”Apakah ibu bercakap-cakap dengan perawat Tkemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
”Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat T kemarin siang”
”Bagus sekali ibu menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu ibu ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”
KERJA:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »
« Baiklah bu, ibu sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah ibu lakukan
sebelumnya. »
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama,
nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »
« Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada O»
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu
ibu bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »
(ibu membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
« Baiklah O, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan kembali ke
ruangan ibu. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, T tampak lebih baik saat berkenalan dengan
O” ”pertahankan apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu
kembali dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang
lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari ibu dapat berbincang-
bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8
malam, ibu bisa bertemu dengan T, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal.
Selanjutnya ibu bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana
ibu, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman ibu. Pada jam yang
sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”
b. PADA KELUARGA
SP 1 keluarga: Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai
masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien isolasi sosial.
Orientasi
“Selamat pagi pak! perkenalkan saya perawat H. Saya yang merawat anak bapak, S, di
ruang mawar ini.”
“Nama bapak siapa? senang dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana keadaan S sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbicang-bincang tentang masalah anak bapak dan cara
perawatannya?”
“Kita diskusikan disini ya? Berapa lama bapak punya waktu? Bagaimana kalau
setengah jam?”
Kerja
“Apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebut Isolasi Sosial. Ini adalah salah satu gejala
penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain. Tanda-
tandanya, antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, dan kalu
berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya masalah ini muncul
karena memiliki pengalaman yang mengecewakan ketika berhubungan dengan orang
lain, sepreti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang yang
dicintai. Jika masalah isolasi sosial ini tidak diatasi, seseorang dapat mengalami
halusinasi, yakni mendengar suara atau melihat bayangan yang sebelumnya tidak ada.
Umtuk menghadapi keadaan yang demikian bapak dan anggota keluarga lain harus
sabar menghadapi S. Untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal.
Pertama, keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan S, caranya adalah
dengan bersikap peduli terhadap S dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu
memberi semangat dan dorongan kepada S untuk dapat melakukan kegiatan bersama-
sama dengan orang lain. Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buatlah rencana atau
jadwal bercakap-cakap dengan S, misalnya ibadah bersama, makan bersama, rekreasi
bersama atau melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
“Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu? Beri
contoh komunikasinya pak, S bapak sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan
orang lain. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senag sekali melihat
perkembangan kamu. Nak. Coba kamu berbincang-bincang dengan orang lain.
Bagaimana S kamu mau mencoba kan Nak?”
“Nah, coba sekarang bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan!
Bagus, bapak telah memperagakan dengan baik sekali!”
“Sampai disini ada yang ingin bapak tanyakan pak?”
Terminasi
“Baiklah waktu sudah habis. Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi?”
“coba bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda
orang yang mengalami isolasi sosial. Selanjutnya dapatkan bapak sebutkan kembali
cara merawat anak bapak yang mengalami masalah isolasi sosial?”
“Bagus sekali, bapak dapat menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut! Nanti
kalau ketemu S cba bapak lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar
mereka juga melakukan hal yang sama.”
“Bagaimana kalau kita ketemu 3 hari lagi untuk latihan langsung dengan S?”
“Kita ketemu disini ya pak, pada jam yang sama. Selamat pagi!”
SP2 Keluarga: Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien isolasi
sosial langsung dihadapan pasien.
Orientasi
“Selamat pagi bapak! Bagaimana perasaan bapak hari ini?”
“Bapak masih ingat latihan merawat anak bapak seperti yang kita pelajari beberapa
hari yang lalu?”
“Mari praktikkan langsung pada S! Bapak punya waktu berapa lama? Baik kita akan
coba 30 menit.”
“Sekarang mari kita ketemu S.”
Kerja
“Selamat pagi S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Bapak S datang membesuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal
kegiatannya! (kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nah pak sekarang bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita latihkan
beberapa hari lalu. (Perawat mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)”
“Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan ayah S?”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawatan dulu” (Perawat dan
keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga.)
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi? bapak sudah bagus
melakukannnya.”
“Mulai sekarang bapak sudah dapat melakukan cara perawat tersebut pada S.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman bapak melakukan
cara perawatan yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti
sekarang ya pak?”

SP3 keluarga: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.


Orientasi
“Selamat pagi pak! Karena besok S sudah boleh pulang, kita perlu membicarakan
tentang perawatan S dirumah.”
“Bagaimana kalau kita membicarakan S tersebut disini saja.”
“Berapa lama kita dapat bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja
“Bapak, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba lihat, mungkinkah dilanjtkan di
rumah? Di rumah bapak yang menggantikan perawat. Lanjutkan ini dirumah, baik
jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya berikan pujian jika benar dilakukan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan anak
bapak selama di rumah. Misalnya kalau S terus-menerus tidak mau bergaul dengan
orang lain,menolak minum obat, atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang
lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di Puskesmas Tanjung Karang,
yang terdekat dari rumah bapak, ini nomor telpon puskesmasnya (0370) 625625.
Selanjutnya perawat K tersebut yang akan membantu perkembangan S selama
berada di rumah.”
Terminasi
“Bagaimana pak? ada yang belum jelas? ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa
pulang. Ini surat rujukan untuk ke perawat kah di Puskesmas Tanjung Karang.
Jangan lupa kontrol ke Puskesmas sebelum obat habis atau ada gejalan yang tampak.
Silahkan selesaikan administrasinya!
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (2000), Handbook Of Nursing Diagnosis, (Monica Ester : Penerjemah)
Philadelphia (sumber asli diterbitkan, 1999), Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC
; Jakarta.
Issacs (2004), Panduan Bealajar keperawatn Kesehatan Jiwa dan Psikiatri, Edisi 3. (Praty
Rahayuningsih, penerjemah) EGC ; Jakarta
Keliat. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta

2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. EGC: Jakarta


Townsend, M. C. 1998. Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman untuk
Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa, halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia.Dari seluruh klien
Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi.
Gangguan persepsi di mana seseorang mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi. (Maramis,1998)
Ketidakmampuan klien dalam mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus yang ada sesuai yang diterima oleh panca indra yang ada (Fortinash, 1995)

2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang tergangggu misalnya rendahnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (Unwanted
Child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada
lingkungannya
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase
(DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter ota. Misalnya terjadi ketidakseimbangan asetilkolin dan
dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertangguangjawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif.Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia.Hasil menunjukkan bahwa factor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh terhadap penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
1) Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata.
2) Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.Bentuk
halusinasi ini bisa berupa suara-suara bising atau mendengung, tapi yang paling
penting berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak
sempurna.Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri
atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau
bicara dengan suara halusinasi itu.Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap
mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.Psikopatologi
dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang
menekankan pentingnya factor-faktor psikologik, fisiologik dll. Ada yang
mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh
aliran stimulus yang dating dari dalam tubuh ataupun luar tubuh. Input ini akan
menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini
dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti kita jumpai dalam keadaan normal
atau psatologis maka materi-materi yang ada dalam unconscious atau
preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan
bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconscious
dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai
realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus externa.
3. Tanda dan Gejala
Tahap I
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Gerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat
5) Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
1) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan
nadi, pernafasan dan tekanan darah
2) Penyempitan kemampuan konsenstrasi
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya
2) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
4) Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk
mengikuti petunjuk
Tahap IV
1) Prilaku menyerang teror seperti panik
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
3) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri
atau katatonik
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

4. Patofisiologi
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang
terdiri dari:
b. Fase 1 comforting
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin
melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk
menghilangkan stress dan kecemasannya.Tapi hal ini bersifat sementara, jika
kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya
namun intesitas persepsi meningkat.Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan
pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat
ditangani.Nonpsikotik.Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai.Mengerakan bibir
tanpa suara.Pergerakan mata yang cepat.Respon verbal yang lambat jika sedang
asyik.Diam dan asyik sendiri.
b. Fase 2 condemning
Halusinasi menjadi menjijikan.Pengalaman sensori menjijikan dan
menakutkan.Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil
jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami
dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Psikotik
ringan.Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.Rentang perhatian
menyempit.Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
c. Fase 3 controlling
Ansietas Berat Pengalaman sensori menjadi berkuasa.Klien berhenti menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.Isi halusinasi
menjadi menarik.Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori
halusinasi berhenti. PsikotikKemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih
diikuti. Kesukaran akan berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya
beberapa detik atau menit.Adanya tanda-tanda fisik, ansietas berat berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase 4 conquering
Panik.Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya.Pengalaman sensori menjadi
mengancam Jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari
beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik. Psikotik Berat. Perilaku
teror akibat panik .Potensi kuat suicide atau homicide.Aktivitas fisik merefleksikan
isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia.Tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.
5. Jenis Halusinasi
Jenis halusinasi menurut data subjektif dan objektif
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
- Bicara atau tertawa sendiri - Mendengar suara-suara atau
- Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
- Mencondongkan telinga - Mendengar suara yang mengajak
Dengar/ suara kerah tertentu bercakap-cakap
- Menutup telinga - Mendengar suara memerintah
melakukan sesuatu yang
berbahaya
- Menunjuk-nunjuk ke arah - Melihat bayangan, sinar, bentuk
tertentu geometris, bnetuk kartun meihat
Pengelihatan
- Ketakutan pada sesuatu yang hantu atau monster
tidak jelas
- Tampak seperti sedang - Mencium bau-bauan seperti bau
Penghidu mencium bau-bauan tertentu darah, urine, feses terkadang bau
- Menutup hidung yang menyengkan
- Sering meludah - Merasakan rasa seperti darah,
Pengecapan
- Muntah urine atau feses
- Menggaruk-garuk permukaan - Mengatakan ada serangga
Perabaan kulit dipermukaan kulit
- Merasa seperti tersengat listrik

6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat
penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat
(Maramis, 2004)
a. Farmakoterapi
1) Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang
menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
2) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.
Kelas Kimia Nama Generik (Dagang) Dosis Harian
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tiodazin (Mellaril) 150-800 mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

b. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu
atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain
itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien
lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,agama, tanggal MRS,
informan, tanggal pengkajian, alamat klien, dan penanggung jawab.
b. Alasan Masuk
Klien menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa
menimbulkan suara, gerakan mata yang cepat,respon verbal yang lambat, diam dan
dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
c. Faktor Predisposis
1) Faktor perkembangan
2) Faktor sosiokultural
3) Faktor biokimia
4) Faktor psikologis
5) Faktor genetik dan pola asuh
d. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
Perasaaan sedih, putus asa dan merasa rendah diri.
3) Hubungan social
Menarik diri, agitasi
4) Spiritual
5) Status Mental
a) Penampilan diri
Tidak rapi
b) Pembicaraan
Berbicara kacau, berbicara berbelit-belit disertai apatis
c) Aktifitas Motorik
Aktivitas meningkat
d) Emosi
Kecemasanan, kesepian, stress
e) Afek
Labil
f) Interaksi selama wawancara
Rentang perhatiannya beberapa menit atau detik, respon verbal lambat,
gerakan mata cepat.
g) Persepsi
Halusinasi
h) Proses berfikir
Penyempitan kemampuan konsentrasi
i) Isi pikir
Fobia
j) Kesadaran
Stupor
k) Memori
Ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik;
konfabolasi
l) Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu mem1berikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
m) Tilik diri
Tak ada yang khas.
6) Kebutuhan sehari-hari
Minat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri baik dalam hal makan, BAB/BAK,
mandi, berpakaian, istirahat tidur.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi
3. Intervensi
Dx Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

TUM :
Gangguan
Klien tidak
Sensori Persepsi mencederai diri Setelah ....x interaksi klien
sendiri, orang menunjukkan tanda-tanda
Halusinasi
lain dan percaya pada perawata
lingkungan.
TUK 1 : 1.1 Ekspresi wajah yang
1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
Klien dapat bersahabat, menunjukkan
komunikasi terapeutik :
membina dan rasa senang, ada kontak
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
mempertahankan mata, mau berjabat tangan,
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
hubungan saling mau menyebutkan nama,
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
percaya. mau menjawab salam, klien
disukai klien.
mau duduk berdampingan
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
dengan perawat, mau
e) Jujur dan menepati janji.
mengutarakan masalah yang
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
dihadapi.
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien.

TUK 2 : Setelah ….x interaksi klien 2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
dapat menyebutkan waktu, isi 2.1.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya;
Klien dapat
dan frekwensi timbulnya bicara dan tertawa tanpa stimulus, tiba-tiba ingin marah, dll.
mengenal
halusinasi. 2.1.3 Terima halusinasi sebagai halusinasi yang nyata bagi klien
halusinasinya.
dan tidak nyata bagi perawat.
2.1.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore, dan malam hari atau jika sendiri, jengkel, atau
sedih).
2.1.5 Diskusikab dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang). Beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
TUK 3 : 3.1.1 Kaji situasi/keadaan dimana halusinasi sering muncul.
3.1 Klien dapat menyebutkan 3.1.2 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
Klien dapat
tindakan yang biasanya terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll).
mengontrol dilakukan untuk 3.1.3 Diskusikan cara mencegah/ mengontrol timbulnya halusinasi,
mengendalikan serta cara memutus halusinasi secara bertahap.
halusinasinya.
halusinasinya. 3.1.4 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.2 Kebutuhan yang tidak 3.1.5 Dorong klien untuk memilih cara yang akan digunakannya
terpenuhi. dalam menghadapi halusinasi.
3.1.6 Beri penguatan dan pujian terhadap pilihan klien yang benar.

TUK 4 : 4.1 Keluarga dapat membina 4.1.1 Lakukan kunjungan rumah atau saat berkunjung perkenalkan
hubungan saling percaya identitas perawat dalam sebuah interaksi yang hangat.
Klien dapat
dengan perawat: 4.1.2 Jelaskan maksud dan tujuan interaksi.
memamfaatkan  Keluarga dapat menerima 4.2.1 Jelaskan peran dan tanggung jawab keluarga sehingga dapat
kehadiran perawat. membantu klien mengatasi masalahnya.
system
 Keluarga mau menjawab 4.3.1 Diskusikan dengan keluarga tentang waham, gejala, cara
pendukung atau pertanyaan perawat. merawat, lingkungan keluarga, follow up dan obat.
4.2 Keluarga dapat 4.3.2 Beri motivasi keluarga untuk melaksanakannya.
keluarga.
menjelaskan peran 4.3.3 Beri umpan balik positif atas kesanggupan keluarga.
tanggung jawabnya.
 Mau menjenguk
 Mau menerima klien
kembali untuk dirawat di
rumah.
4.3 Keluarga dapat
menjelaskan tentang:
 Gejala halusinasi
 Cara merawat
halusinasi.
 Lingkungan keluarga
mendukung.
 Follow up dan obat.

TUK5: Setelah...x interaksi dengan 1. Diskusikan dengan klien manfaat dan kerugian tidak minum obat
Klien dapat klien menyebutkan:
2. Pantau klien saat penggunaan obat
memanfaatkan
obat dengan baik. Setelah ...x interaksi klien 3. Diskusikan akibat klien berhenti minum obat tanpa konsultasi
mendemonstrasikan penggunaan dengan dokter.
obat benar

Setelah ...x interaksi klien


menyebutkan akibat berhenti
minum obat tanpa konsultasi
dokter
STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN
HALUSINASI

A. Tujuan
1) Tujuan umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak lagi mengalami
halusinasi
2) Tujuan khusus:
a) Klien dapat mengenal halusinasinya
b) Klien dapat mengontrol halusinasinya
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

B. Tindakan Keperawatan Pada pasien


1. Membantu mengidentifikasi jenis halusinasi klien
o Mengidentifikasi isi halusinasi klien ( apa yang didengar, dilihat atau dirasa)
o Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
o Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
o Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
o Mengidentifikasi respons klien terhadap halusinasi
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara


mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan STIKES yang akan merawat bapak
Nama Saya Yuliani Pamungkas, senang dipanggil Yulia. Nama bapak siapa?Bapak
Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D
dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-
suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan
teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi
saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus!
Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”

TERMINASI:
”Bagaimana perasaan N setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut !bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar
dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa
D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-


cakap dengan orang lain

ORIENTASI:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di
mana? Di sini saja?

KERJA:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja
cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya
begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau
ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak
sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan.
Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta
sewaktu-waktu suara itu muncul!. Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau
kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara


ketiga: melaksanakan aktivitas terjadwal

ORIENTASI:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ?
Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah
halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk
di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

KERJA:
“Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali
bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada
kegiatan.

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada
pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) .
Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang
baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan
ya! Sampai jumpa.”

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

ORIENTASI:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita
akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20
menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”
KERJA:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar
dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak minum ?
(Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi,
jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih
(THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang
merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau
suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan
dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke
keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat
lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum
pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup
minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa
cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban
benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan
lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah
makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah
suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai
jumpa.”

STRATEGI PELAKSANAAN PADA KELUARGA


HALUSINASI

A. Tujuan
1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit maupun
di rumah.
2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

B. Rencana Tindakan Pada Keluarga


Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di rawat
di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian
juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang
mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan
program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat
sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar
keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik
saat di rumah sakit maupun di rumah.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi
adalah:
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara
merawat pasien halusinasi.
3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4. Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan pasien

SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi


yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien
halusinasi.
ORIENTASI:
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya yudi perawat yang merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan bantuan apa
yang Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama waktu Ibu?
Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau
melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu
tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak
ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa
cara untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara
lain: Pertama, dihadapan Bapak, jangan membantah halusinasi atau menyokongnya.
Katakan saja Ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat
bayangan, tetapi Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasi
akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan
keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah
melatih Bapak untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Ibu pantau
pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu Bapak minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih Bapak untuk minum obat
secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang
orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan.
Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya
THP gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya
HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu
selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi Bapak dengan
cara menepuk punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak menghardik suara tersebut.
Bapak sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk punggung
Bapak, katakan: bapak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang diajarkan perawat
bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, bapak Tutup telinga kamu dan katakan
pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi
Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktekkan
cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak?”.
”Jam berapa kita bertemu?”dimana kita mau bertemu ?” Baik, sampai Jumpa. Selamat
pagi

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan


pasien. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.

ORIENTASI:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang
sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan cara
memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”

KERJA:
”Selamat pagi pak” ”pak, istri bapak sangat ingin membantu bapak mengendalikan
suara-suara yang sering bapak dengar. Untuk itu pagi ini istri bapak datang untuk
mempraktekkan cara memutus suara-suara yang bapak dengar. pak nanti kalau sedang
dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka Ibu akan mengingatkan
seperti ini” ”Sekarang, coba ibu peragakan cara memutus halusinasi yang sedang bapak
alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung bapak lalu suruh
bapak mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut” (saudara
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana
pak? Senang dibantu Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian bapak. (Pasien
memperlihatkan dan dorong istri/keluarga memberikan pujian) Baiklah, sekarang saya
dan istri bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien
untuk melakukan terminasi dengan keluarga.

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila Bapak
mengalami halusinas”. “bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan
tentang jadwal kegiatan harian Bapak.
“ Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di sini ya. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan


ORIENTASI
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu untuk
membicarakan jadual bapak selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di ruang tamu!”
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan. Coba Ibu
lihat mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan mengingatkan?”
Bu jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal aktivitas maupun jadwal
minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak terus menerus mendengar suara-suara yang
mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain.
Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan ulang dan di
berikan tindakan”

TERMINASI
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara merawat
bapak Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini jadwalnya. Sampai
jumpa”
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA
HARGA DIRI RENDAH

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri
atau cita-cita/harapan langsung menghasilkan perasaan berharga. (Ermawati, 2009)
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. (Keliat,2009)

2. Komponen Konsep Diri


Menurut Stuatd and Sundeen ( 1998 ), konsep diri dibentuk dari lima
komponen yaitu gambaran diri ( body image ), ideal diri ( self care ), harga diri (
self esteem ), peran diri ( self role ), identitas diri (self identity ).
a. Gambaran Diri
Gambaran diri merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadaar,
termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
sesuai dengan standaar pribadi, aspirasi, tujuan ataau nilai yang ditetapkan.
c. Harga Diri
Harga diri adaalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku mempengaruhi ideal diri.
d. Peran Diri
Peran diri merupakan pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat.
e. Identitas Diri
Merupakan kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri.
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah adalah pengalaman masa kanak-
kanak merupakan suatu faktor yang dapat menyebabkan masalah atau
gangguan konsep diri. Anak-anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon
orang tua, lingkungan, sosial serta budaya. Orang tua yang kasar, membenci
dan tidak menerima akan mempunyai keraguan atau ketidakpastian diri,
sehingga individu tersebut kurang mengerti akan arti dan tujuan kehidupan,
gagal menerima tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tergantung pada
orang lain serta gagal mengembangkan kemampuan diri. Sedangkan faktor
biologis, anak dengan masalah biologis juga bisa menyebabkan harga diri
rendah. Misalnya anak lahir menilai dirinya rigatif. (Stuart & Sundeen, 1991)
b. Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh situasi yang dihadapi
individu dan individu yang tidak mampu menyelesaikan masalah. Situasi atau
stresor dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Stresor yang
mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang
penghargaan diri dari orang tua yang berarti : pola asuh anak tidak tepat,
misalnya: terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara,
kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak dapat dicapai,
gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Stuart Sundeen, 1991).
Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi transisi peran yang dapat
menimbulkan stres tersendiri bagi individu.
Stuart dan Sundeen, 1991 mengidentifikasi transisi peran menjadi 3
kategori, yaitu:
1) Transisi Perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap
tahap perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan tugas
perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi
konsep diri.
2) Transisi Peran situasi
Transisi peran situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau
berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya
status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status
menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran,
yaitu konflik peran tidak jelas atau peran berlebihan.
3) Transisi Peran Sehat-Sakit
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan
berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi
semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan
harga diri. (Stuart & Sundeen, 1991)

4. Tanda dan Gejala


a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit, misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi rontok setelah
mendapat terapi sinar pada kanker.
b. Rasa bersalah pada diri sendiri, misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera
ke rumah sakit, menyalahkan, mengejek, dan mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
tidak tahu apa-apa atau saya orang bodoh.
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, suka menyendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih
alternatif tindakan.
f. Mencederai diri, akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

5. Rentang Respon
Respon Adatif Respon Maladatif

Aktualisasi Konsep Harga Diri Keracunan Deperson

Diri Diri Positif Rendah Identitas alisasi

6. Akibat Harga Diri Rendah


Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan
interaksi sosial : menarik diri, perubahan penampilan peran, keputusasaan maupun
munculnya perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. (Keliat, 1998).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, alamat klien, dan penanggung jawab.
b. Alasan Masuk
Penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua yang berarti : pola asuh
anak tidak tepat, misalnya: terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan
saudara, kesalahan dan kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak dapat
dicapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Stuart Sundeen, 1991).
c. Faktor Predisposisi
Orang tua yang kasar, membenci dan tidak menerima akan mempunyai keraguan
atau ketidakpastian diri, sehingga individu tersebut kurang mengerti akan arti
dan tujuan kehidupan, gagal menerima tanggung jawab terhadap dirinya sendiri,
tergantung pada orang lain serta gagal mengembangkan kemampuan diri.
Sedangkan faktor biologis, anak dengan masalah biologis juga bisa
menyebabkan harga diri rendah. Misalnya anak lahir menilai dirinya rigatif
d. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
Gangguan pada konsep diri baik dalampenampilan, anggota badan maupun
kepuasan kerja dan lingkungan.
3) Hubungan social
Klien menarik diri, tidak ingin bertemu dengan orang lain, suka menyendiri.
4) Spiritual
5) Status Mental
a) Penampilan diri
Penampilan tidak rapi
b) Pembicaraan
Berbicara kacau, berbicara berbelit-belit disertai apatis
c) Aktifitas Motorik
Mengurung diri
d) Emosi
Cemas, takut, mudah marah.
e) Afek
Labil
f) Interaksi selama wawancara
Kurang kontak mata
g) Persepsi
Menyalahkan diri sendiri, pesimis terhadap kehidupan
h) Proses berfikir
Sirkumstansial, flight of ideas
i) Isi pikir
Depersonalisasi
j) Kesadaran
Tampak binggung dan kacau
k) Memori
Ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik;
konfabolasi
l) Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
m) Tilik diri
Tak ada yang khas.
6) Kebutuhan sehari-hari
Penurunan aktivitas baik dalam makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian,
istirahat tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
3. Intervensi
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan
Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi
Harga Diri TUM : 1.1 Ekspresi wajah bersahabat, 1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
Rendah Klien dapat menunjukan rasa senang,ada mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik:
berhubungan dengan kontak mata,mau berjabat 1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
orang lain secara tangan,meu menyebut 2. Perkenalakan diri dengan sopan
optimal nama,mau manjawab 3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama penggilan yang
TUK 1 : salam,klien mau duduk disukai klien
Klien dapat membina berdampingan dengan 4. Jelaskan tujuan pertemuan
hubungan saling perawat, mau mengutarakan 5. Jujur dan menepati janji
percaya masalah yang dihadapi 6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
TUK 2 : 2.1 Klien mengidentifikasi 2.1.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Klien dapat keamampuan aspek positif klien
mengidentifi-kasi yang dimilki : 2.1.2 Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian
kemampuan dan aspek - Kemampuan yang negatif
positif yang dimiliki dimilki klien 2.1.3 Utamakan memberi pujian yang realistik
- Aspek positif keluarga
- Aspek positif
- Lingkungan
TUK 3 3.1 Klien dapat menilai 3.1.1 Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan selama sakit
kemampuan yang digunakan 3.1.2 Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
digunakan penggunaannya
TUK 4 : 4.1 Klien membuat rencana 4.1.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
Klien dapat kegiatan harian setiap hari sesuai kemampuan
(menetapkan) - kegiatan mandiri
merencanakan - kegiatan dengan bantuan
kegiatan sesuai - kegiatan yang membutuhkan bantuan total
dengan kemampuan 4.1.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
yang dimiliki 4.1.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan
TUK 5 : 5.1 Klien dapat melakukan 5.1.1 Beri kesempatan pada klien untuk mncoba kegiatan yang
Klien dapat kegiatan sesuai kondisi telah direncanakan
melakukan kegiatan sakit dan kemampuannya 5.1.2 Beri pujian atas keberhasilan klien
sesuai kondisi sakit 5.1.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
dan kemampuan-nya
TUK 6 : 6.1 Klien memanfaatkan sistem 6.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
Klien dapat pendukung yang ada di merawat klien dengan harga diri rendah
memanfaatkan sistem keluarga 6.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
pendukung yang ada 6.1.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumaH

7.1 Klien dan keluarga dapat 7.1.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,
menyebutkan manfaat, dosis dan frekwensi dan manfaat obat
efek samping obat 7.1.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat,dan
Klien dapat mendemonstrasikan merasakan manfaatnya.
penggunaan obat 7.1.3 Anjurkan klien dengan bertanya kepada dokter tentang efek
Klien termotivasi untuk dan efek samping obat yang dirasakan.
berbicara dengan perawat 7.1.4 Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi
apabila dirasakan ada efek 7.1.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
samping obat
Klien memahami akibat
berhentinya obat
Klien dapat menyebutkan
prinsip 5 benar penggunaan obat
STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN HALUSINASI

A. Masalah Utama
B. Tujuan
1) Tujuan umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak lagi mengalami
halusinasi
2) Tujuan khusus:
a) Klien dapat mengenal halusinasinya
b) Klien dapat mengontrol halusinasinya
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

C. Tindakan Keperawatan Pada pasien


1. Membantu mengidentifikasi jenis halusinasi klien
o Mengidentifikasi isi halusinasi klien ( apa yang didengar, dilihat atau dirasa)
o Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
o Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
o Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
o Mengidentifikasi respons klien terhadap halusinasi
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi

ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan STIKES yang akan merawat bapak
Nama Saya Yuliani Pamungkas, senang dipanggil Yulia. Nama bapak siapa?Bapak
Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D
dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-
suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan
teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi
saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus!
Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”

TERMINASI:
”Bagaimana perasaan N setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut !bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar
dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa
D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-


cakap dengan orang lain

ORIENTASI:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di
mana? Di sini saja?
KERJA:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja
cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya
begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau
ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak
sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan.
Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta
sewaktu-waktu suara itu muncul!. Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau
kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara


ketiga: melaksanakan aktivitas terjadwal

ORIENTASI:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ?
Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah
halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk
di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

KERJA:
“Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali
bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada
kegiatan.

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada
pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) .
Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang
baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan
ya! Sampai jumpa.”
SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

ORIENTASI:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita
akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20
menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”

KERJA:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar
dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak minum ?
(Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi,
jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih
(THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang
merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau
suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan
dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke
keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat
lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum
pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup
minum 10 gelas per hari”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa
cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban
benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan
lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah
makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah
suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai
jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN PADA KELUARGA

A. Tujuan
1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit maupun
di rumah.
2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

B. Rencana Tindakan Pada Keluarga


Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di rawat
di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian
juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang
mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan
program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat
sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar
keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik
saat di rumah sakit maupun di rumah.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi
adalah:
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara
merawat pasien halusinasi.
3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4. Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan pasien
SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien
halusinasi.

ORIENTASI:
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya yudi perawat yang merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan bantuan apa
yang Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama waktu Ibu?
Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau
melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu
tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak
ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa
cara untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara
lain: Pertama, dihadapan Bapak, jangan membantah halusinasi atau menyokongnya.
Katakan saja Ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat
bayangan, tetapi Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasi
akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan
keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah
melatih Bapak untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Ibu pantau
pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu Bapak minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih Bapak untuk minum obat
secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang
orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan.
Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya
THP gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya
HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu
selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi Bapak dengan
cara menepuk punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak menghardik suara tersebut.
Bapak sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk punggung
Bapak, katakan: bapak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang diajarkan perawat
bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, bapak Tutup telinga kamu dan katakan
pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi
Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktekkan
cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak?”.
”Jam berapa kita bertemu?”dimana kita mau bertemu ?” Baik, sampai Jumpa. Selamat
pagi

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan


pasien. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.

ORIENTASI:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang
sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan cara
memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”

KERJA:
”Selamat pagi pak” ”pak, istri bapak sangat ingin membantu bapak mengendalikan
suara-suara yang sering bapak dengar. Untuk itu pagi ini istri bapak datang untuk
mempraktekkan cara memutus suara-suara yang bapak dengar. pak nanti kalau sedang
dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka Ibu akan mengingatkan
seperti ini” ”Sekarang, coba ibu peragakan cara memutus halusinasi yang sedang bapak
alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung bapak lalu suruh
bapak mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut” (saudara
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana
pak? Senang dibantu Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian bapak. (Pasien
memperlihatkan dan dorong istri/keluarga memberikan pujian) Baiklah, sekarang saya
dan istri bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien
untuk melakukan terminasi dengan keluarga.

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila Bapak
mengalami halusinas”. “bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan
tentang jadwal kegiatan harian Bapak.
“ Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di sini ya. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan

ORIENTASI
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu untuk
membicarakan jadual bapak selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di ruang tamu!”
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan. Coba Ibu
lihat mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan mengingatkan?”
Bu jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal aktivitas maupun jadwal
minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak terus menerus mendengar suara-suara yang
mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain.
Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan ulang dan di
berikan tindakan”

TERMINASI
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara merawat
bapak Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini jadwalnya. Sampai
jumpa”
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Defisit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit
peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan akemat
2007).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi,berhias,makan,toileting) (Nurjannah,2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).

2. Klasifikasi Perawatan Diri


a. Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas mandi/kebersihan diri.
b. Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
c. Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
d. Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.
(Nurjannah : 2004: 79 ).
3. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik.
2. Penurunan kesadaran.
Menurut Depkes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri. Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain–lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.

4. Tanda dan Gejala


a. Mandi / hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh dan
mendapatkan sumber air, mengatur suhu, atau aliran air mandi, mendapatka
perkengkapan ar mandi, mengeringlan tubuh, serta masuk dan keluar kamar
mandi.
b. Berpakaian / berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil potongan pakaian,
menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga
memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, tidak mampu
bersisir, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing
tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan
pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
c. BAB / BAK
Klian memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, manipulasi pakaian untuk
toileting, membersihkan diri setelah BAB dan BAK dengan tepat, dan menyiram
toileting atau amar mandi. Keterbatasan keperawatan diri diatas biasanya
diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien,
sehingga drinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal
mandi, nerpakaian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan
intervensi oleh perawat, maka kemungkinan kliebn bisa mengalami masalah resiko
tinggi isolasi sosial.
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
1. Fisik
Badan bau, pakaian kotor.Rambut dan kulit kotor. Kuku panjang dan kotor.
Gigi kotor disertai mulut bau penampilan tidak rapi
2. Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif. Menarik diri, isolasi diri. Merasa tak berdaya,
rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
Interaksi kurang. Kegiatan kurang Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri. Data yang biasa ditemukan dalam deficit
perawatan diri adalah :
Data subyektif Data Objektif
a. Pasien merasa lemah a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Malas untuk beraktivitas b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Merasa tidak berdaya c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat

5. Penatalaksanaan
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
1) Bina hubungan saling percaya
2) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
3) Kuatkan kemampuan klien merawat diri
b. Membimbing dan menolong klien merawat diri
1) Bantu klien merawat diri
2) Ajarkan keterampilan secara bertahap
3) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
1) Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan perawatan diri
2) Dekatkan peralatan agar mudah dijangkau oleh klien
3) Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman

6. Rentang Respon Perawatan diri

adaptif maladaptif

pola perawatan kadang perawatan tidak melakukan


diri seimbang diri , kadang tidak perawatan saat stres

7. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti pasien
dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial dan bahkan
kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang
ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
c. Riwayat Keperawatan
1) Pola kebersihan tubuh
2) Perlengkapan personal hygine yang dipakai
3) Factor-faktor yang mempengaruhi personal hygine
d. Alasan masuk rumah sakit
Defisit dalam perawatan diri, dari perawatan diri yang bisa dilakukan, dan
sekarang jarang dilakukan dengan diawali masalah seperti senang menyendiri
tidak mau banyak berbicara dengan orang lain, terlihat murung.
e. Faktor yang mempengaruhi
1) Faktor predisposisi
a) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri. Riwayat kesehatan struktur di lobus frontal, dimna
lobus tersebut berpengaruh terhadap kognitif, ada riwayat keluarga yang
menderrita gangguan jiwa, gangguan sistem limbic akan berpengaruh
terhadap fungsi perhatian, memori, suplay oksigen dan glukosa
terganggu.
b) Kemampuan psikologi turun
Klien denfan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan dirin. Beberapa masalah fsikologi yang menyebabkan defisit
perawatan diri diantaranya.
- harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk merawat
diri
- body image: gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi. kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan
fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya .
c) Social
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri dari
lingkungannya.
2) Faktor presipitasi
Faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,
kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri. Cara klien menilai masalah meruupakan awal dari
terbentuknya sumber koping. Jika sumber koping tidak ada bahkan jika ada
naman mekanisme maladaptif maka akan menimbulkan permasalahan.
f. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
g. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
3) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
h. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
i. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
j. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
k. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut: keadaan kesuburan rambut, kedaan rambut yang mudah rontok
2) Kepala: adanya botak atau alopesia, ketombe, berkutu, kebersihan.
3) Mata: periksa kebersihan mata, mata gatal atau mata merah
4) Hidung: liahta kebersihan hidung, dan membaran mukosa
5) Mulut: lihat kedaan mukosa mulut, kebersihan dan kelembabanya.
6) Gigi: lihat adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan gizi
7) Mata: lihat adakah kotorang, lesi, adakah infeksi.
8) Telinga: lihat kebersihan. lihatla lesi,tekstur, pertumbuhan bulu.
9) Kulit: lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang uretra, keadaan
skrotum testis pada pria, cairan yang dikeluarkan
10) Genitalia: lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang uretra, keadaan
skrotum, testis pada pria,cairan yang dikeluarkan.

2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri
3. Intervensi
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Intervensi
Defisit perawatan diri Tujuan Umum : a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
Pasien tidak mengalami defisit c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
perawatan diri. d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
TUK 1 f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
Klien dapat membina hubungan h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
saling percaya dengan perawat.
TUK 2 1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
Klien dapat mengenal tentang terapeutik.
pentingnya kebersihan diri. 2. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
3. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
4. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap
hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
5. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
6. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan
diri.
7. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan
sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur),
keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK 3 a. Motivasi klien untuk mandi.
Klien dapat melakukan b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
kebersihan diri dengan bantuan mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
perawat. c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK 4 . Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
Klien dapat melakukan mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
kebersihan perawatan diri secara
mandiri
TUK 5 Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
Klien dapat mempertahankan
kebersihan diri secara mandiri.
TUK 6 a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
Klien dapat dukungan keluarga kebersihan diri.
dalam meningkatkan kebersihan b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah dilakukan klien
diri. selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di
RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan
yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
STRATEGI PELAKSANAAN
A. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri

B. Tujuan
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

C. Tindakan Keperawatan Pada Pasien


1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
 Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
 Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
 Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
 Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki, latihannya meliputi:
 Berpakaian
 Menyisir rambut
 Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
 Berpakaian
 Menyisir rambut
 Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
 Menjelaskan cara mempersiapkan makan
 Menjelaskan cara makan yang tertib
 Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
 Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
 Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
 Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN

SP1 Pasien:
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan melatih
pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri
ORIENTASI:
“Selamat pagi, kenalkan saya Hera”
”Namanya anda siapa, senang dipanggil siapa?”
”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya yang akan
merawat T?”
“Dari tadi suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”
” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”
” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”

KERJA
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T apa
kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut T apa
manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak
merawat diri dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...? Kalau kita
tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul
ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir rambut?
Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan berdandan?”
(Contoh untuk pasien laki-laki)
“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa gunanya
cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x perminggu, dan
ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya
“Berapa kali T makan sehari?
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah makan.
“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya... kita kencing
dan berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini, lalu jangan lupa membersihkan
pakai air dan sabun”.
“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang perlu kita
persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sikat gigi, shampo
dan sabun serta sisir”.
”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing T
melakukannya. Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu ambil shampoo
gosokkan pada kepala T sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus sekali..
Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air
sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke
bawah. Gosok seluruh gigi T mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur
sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh T sampai bersih lalu keringkan dengan
handuk. T bagus sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai baju dan sisir rambutnya
dengan baik.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba T
sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”.
”Bagaimana perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri
tadi ? Sekarang coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”
”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore, Mari...kita
masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan beri tanda kalau
sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa disuruh, B ( bantuan ) kalau
diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak ) tidak melakukani? Baik besok lagi kita latihan
berdandan. Oke?” Pagi-pagi sehabis makan.

SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien berdandan


1) laki-laki berdandan:
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur

ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak Tono?
“Bagaimana perasaan bpk hari ini? Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan? Sudah
ditandai di jadual hariannya?
“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di ruang
tamu ? lebih kurang setengah jam”
KERJA :
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang
bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan, lihat ke
cermin, bagus…sekali!
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya, Bagus !”
(catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)

TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.
“Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..
“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi ya!
Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam berapa ?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien yang
lain.
2. Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias

ORIENTASI
“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana mandinya?”Sudah di tandai
dijadual harian ?
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T kita dekat
cermin dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )

KERJA
“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…sekarang disisir
rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” coba dibedakin mukanyaT,
yang rata dan tipis. Bagus sekali.” “ T, punya lipstik mari dioles tipis. Nach…coba lihat
dikaca!

TERMINASI
“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”
“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya. Kegiatan harian, sama
jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di ruang makan bersama
pasien yang lain”.

SP 3 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri


a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

ORIENTASI
“Selamat siang T,”
” Wow...masih rapi dech T”.
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di
ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“

KERJA
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T makan?”
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan! “Bagus!
Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan T
yang pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan pelan-pelan.
Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan piring,dan gelas yang kotor.
Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat,
coba...T minta sendiri obatnya.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.
”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan, duduk yang baik, ambil
makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci tangan.)”
” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam
jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman kalau jam
10.00 disini saja ya...!”

SP4 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

ORIENTASI
“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan jadual
kegiatannya..?”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!

KERJA
Untuk pasien pria:
“Dimana biasanya Tono berak dan kencing?” “Benar Tono, berak atau kencing yang baik
itu di WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan
kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang tempat ya.....”
“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?”
“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono membersihkan
anus atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/air kencing yang
masih tersisa di tubuh Tono”. “Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing
yang ada di kakus/WC dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air
secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono
membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya
kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, Tono perlu merapihkan kembali pakaian
sebelum keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutup rapi ,
lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun.”
Untuk pasien wanita:
“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air dari arah depan ke
belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna untuk mencegah masuknya
kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”
“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC
dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai
tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing
seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada
pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu cuci tangan
dengan menggunakan sabun.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang baik?”
“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!
“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi ”.
“ Nach...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauh mana T bisa melakukan jadual
kegiatannya.

STRATEGI PELAKSANAAN PADA KELUARGA


A. Tujuan
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah defisit perawatan
diri

B. Tindakan Keperawatan Pada Keluarga


1. Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
2. Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma
3. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh
pasien untuk menjaga perawatan diri pasien
4. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu
mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadual yang telah disepakati)
5. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam merawat
diri
6. Bantu keluarga melatih cara merawat pasien defisit perawatan diri

SP1 Keluarga : memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang masalah


perawatan diri dan cara merawat anggota keluarga yang mengalami masalah defisit
perawatan diri
ORIENTASI
“ selamat pagi Pak/bu, saya H, perawat yang merawat T”
“ apa pendapat bapak tentang T?”
“ hari ini kita akan berdiskusi tentang masalah yang di hadapi oleh T dan bantuan apa
yang dapat diberikan.”
“ berapa lama waktu bapak atau ibu yang tersedia? Bagaimana kalau 30 menit? Mari kita
duduk di ruang perawat !”

KERJA
“ Apa saja masalah yang bapak/ibu rasakan dalam merawat t? Perawatan diri yang utam
adalah kebersihan diri, berdandan, makan dan bab / bak””
“ prilaku yang ditunjukkan oleh t itu dikarenakan gangguan jiwanya yang membuat t tidak
memiliki minat untuk mengurus diri sendiri. Baik, akan saya jelaskan untuk kebersihan
diri, kami telah melatih t untuk mandi, keramas, gosok gigi, ganti baju dan potong kuku.
Kami harapkan bapak/ibu dapat menyediakan peralatannya. T juga telah memiliki jadual
kegiatan untuk berhias. Kami harapkan di motivasi sehabis mandiuntuk sisiran yang rapi.
Untuk makan, sebaiknya makan dengan anggota keluarga dirumah, T telah mengetahui
langkah-langkahnya, yaitu cuci tangan ambil makanan, berdoa, makan yang rapi, cuci
piring dan gelas, lalu cuci tangan. Sebaiknya makan saat jam minum obat agar sehabus
makan langsung minum obat. T juga sudah belajar BAB/BAK yang bersih. Kalu T kurang
motivasi dalam merawat diri apa yang Bapak/Ibu lakukan?”
“ Bapak/Ibu juga pelu mendampinginya pada saat merawat diri sehingga dapat diketahui
apakah T sudah mandiri atau mengalami hambatan dalam melakukannya. Jangan lupa
memberikan pujian pada T.”
“ ada yang Bapak/Ibu ingin tanyakan?”

TERMINASI
“ bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita bercakap-cakap?”
“ coba Bapak/Ibu sebutkan apa saja yang harus diperhatikan dalam membantu nak
Bapak/Ibu, T dalam merawat diri”
“baik, nanti kalau Bapak/Ibu besuk bisa tanyakan pada T.”
“ dan dirumah nanti coba, Bapak/Ibu mendampingi dan membantu T saat membersihkan
diri.”
“ dua hari lagi kit akan ketemu dan Bapak/Ibu akan saya dampingi dalam memotivasi T
untuk merawat diri.”

SP2 Keluarga : melatih keluarga cara merawat pasien. Peragakan komunikasi di


bawah ini !

ORIENTASI
Selamat pagai Bapak/Ibu sesuai janji kita dua hari yang lalu sekarang kit aketemu lagi.”
“ bagaimana Bapak/Ibu ada pertanyaan tentang cara merawat yang kit abicarakan dua hari
yang lalu ?”
“ sekarang kit akan latihan cara-cara merawat tersebut ya Bapak/Ibu?”
“ kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita cob langsung pada ya ? berapa lama
Bapak/Ibu punya waktu ?”

KERJA
“ sekarang anggap saya adalah , coba Bapak peraktekkan cara memotivasi T untuk mandi,
menyisir rambut, buang air dan makan.”
“ bagus, begitu caranya!”
“ sekarang coba peraktekkan cara memberi pujian kepada !”
Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi T minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadwal.”
“ bagus, ternyata Bapak/Ibu sudah mngerti cara merawat T. Bagaiman kalu sekarang kita
langsung mencobanya pada T ?”
(ulangi lagi semua cara diatas langsung pada pasien)

TERMINASI
“ bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita belajar merawat ?”
“ setelah ini, coba Bapak/Ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali Bapak/Ibu
membesuk T.“
“ baiklah bagaiman kalau dua hari lagi Bapak/Ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat T sampai Bapak/Ibu lancar melakukannya.”
“ jam berapa Bapak/Ibu bisa kemari?”
“ baik, saya tunggu, kita ketemu disini ya Pak, Buk?”
SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

ORIENTASI
“ selamat pagi Bapak/Ibu hari ini , sudah boleh pulang. Oleh karena itu, perlu dibicarakan
jadwal T selama dirumah.”
“ bagaimana Pak, Buk. Selama Bapak/Ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara
merawat T?”
“ nah, sekarang mari kita bicarakan jadwal dirumah tersebut disini saja?”
“ berapa lama Bapak/Ibu punya waktu ?”

KERJA
“ Pak, Buk, ini jadwal kegiatan T di rumah sakit, coba perhatikan apakah dapat
dilaksanakan dirumah. Jadwal yang telah dibuat selama T di rumah sakit tolong
dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya.”
“ hal-hal yang diperlu diperhatikan lebih lanjut adalah prilaku yang ditampilkan oleh anak
Ibu dan Bapak selama dirumah. Kalau misalnya T rerus-menerus menolak u tuk makan,
minum, dan mandi serta menolak minum obat atau memperlihatkan prilaku
membahayakan orang lain, segera hubungi suster H di Puskesmas terdekat dari rumah Ibu
dan Bapak, ini nomer telpon puskesmasx 081xxxxx
“ selanjutnya, suster H yang akan membantu memantau perkembangan T selama di
rumah.”

TERMINASI
“ bagaimana pak, Buk ada yang belum jelas ? ini jadwal harian T untuk dibawa pulang.
Dan ini surat rujukan untuk perawat M di puskesmas.”
“ jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obat habis, atau ada gejala-gejala yang
tampak. Silakan selesaikan administrasinya.”
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Perilaku adalah tingkah laku atau sikap seseorang yang dicerminkan
seseorang sebagai kebiasaannya. Kekerasan yaitu sering juga disebut gaduh-gaduh
atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara
menakutkan, memberi kata-kata ancaman-ancaman,melukai disertai melukai pada
tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara serius. Perilaku
kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008).
Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat
dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh),
psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa
dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda
dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba
dkk, 2008).
Jadi, Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang
tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat
membayangkan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan.

2. Rentang Respon
Respon adatif Respon maladatif

Pernyataan Frustasi Pasif Agresif Marah Amuk dan kekerasan


a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1) Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa
marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini
biasanya akan memberikan kelegaan.
2) Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan,
atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak
menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang di alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk
menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih
terkontrol.
3) Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Pasif Asertif Agresif
Positif dan Menyombongkan diri,
Negatif dan
menawarkan diri, merendahkan orang
merendahkan diri,
Isi contohnya lain, contohnya
contohnya perkataan :
Pembicaraan perkataan : perkataan :
“Dapatkah saya ?”
“Saya dapat…” “Kamu selalu…”
“Dapatkah kamu ?”
“Saya akan…” “Kamu tidak pernah…”
Tekanan
Cepat lambat, mengeluh Sedang Keras dan ngotot
Suara
Kaku, condong ke
Posisi badan Menundukkan kepala Tegap dan santai
depan
Menjaga jarak dengan Mempertahankan jarak Siap dengan jarak akan
Jarak
sikap acuh/mengabaikan yang nyaman menyerang orang lain
Mengancam, posisi
Penampilan Loyo, tidak dapat tenang Sikap tenang
menyerang
Mempertahankan
Kontak Mata melotot dan
Sedikit/sama sekali tidak kontak mata sesuai
Mata dipertahankan
dengan hubungan
3. Etiologi
a. Gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
b. Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan
yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan
cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu
tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
c. Akibatnya klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

4. Tanda Dan Gejala


o Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
o Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar dan ketus.
o Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
o Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
o Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
o Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral
dan kreativitas terhambat.
o Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindirin.
o Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
Selain itu secara rinci dapat di lihat seperti di bawah ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Mengatupkan rahang dengan kuat
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Mengancam secara verbal atau fisik
h. Merusak barang atau benda
i. Mengepalkan tangan
j. Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
k. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
l. Memukul jika tidak senang
m. Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan prilaku kkerasan

5. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi,
artinya mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di alami oleh
individu :
1) Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan di tolak, di hina, di aniyaya atau saksi penganiayaan.
2) Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan
control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima
(permissive)
4) Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus
asaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya /
pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang
profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

6. Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang
Perilaku yang berkaitan dengan marah antara lain :
1) Menyerang atau menghindar (flight or fight)
Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,
pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik usus menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat
disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi
kaku dan disertai reflek yang cepat.
2) Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif
adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah disamping dapat
dipelajari juga akan mengembangkan pertumbuhan diri pasien.
3) Memberontak (acting out)
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku acting out untuk
menarik perhatian orang lain.
4) Amuk atau kekerasan (violence)
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan pada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan
7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri (tuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain :
a. Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya
c. Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya.
d. Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya
sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e. Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya.
Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Stuar & Sundeen 1998 :
1) Aset ekonomi
2) Kemampuan dan keahlian
3) Tehnik defensif
4) Sumber sosial
5) Motivasi
6) Kesehatan dan energi
7) Kepercayaan
8) Kemampuan memecahkan masalah
9) Kemampuan sosial
10) Sumber sosial dan material
11) Pengetahuan
12) Stabilitas budaya

8. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila
tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine
estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai
efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak
harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan
kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan
uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan
program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber
yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan
perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara optimal. (Budi Anna
Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada
awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, alamat klien, dan penanggung jawab.
b. Alasan Masuk
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana
individu dapat merusak diri sendiri orang lain maupun lingkungan.
c. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
2) Perilaku
3) Sosial budaya
4) Bioneurologi
d. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
3) Hubungan social
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
4) Spiritual
Merasa diri berkuasa, mersa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreativitas lambat.
5) Status Mental
a) Penampilan diri
Penampilan tidak rapi dan acak-acakan
b) Pembicaraan
Bicara kasar,nada suara tinggi,menjerit dan berteriak.
c) Aktifitas Motorik
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif
d) Emosi
Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e) Afek
Labil
f) Interaksi selama wawancara
Cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
g) Persepsi
Beranggapan diri sendiri yang selalu benar
h) Proses berfikir
Sirkumstansial, flight of ideas
i) Isi pikir
Obsesi
j) Kesadaran
Mengamuk
k) Memori
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik;
konfabolasi
l) Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
m) Tilik diri
Tak ada yang khas.
6) Kebutuhan sehari-hari
Penurunan aktivitas baik dalam makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian,
istirahat tidur.

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Intervensi
DX KEP. PERENCANAAN INTERVENSI
TUJUAN KRITERIA EVALUASI
Perilaku kekerasan TUM: Setelah dilakukan ...x interaksi a. Beri salam / panggil nama pasien.
- Pasien dapat diharapkan klien menunjukkan b. Sebut nama perawat sambil Salaman
melanjutkan tanda-tanda c. Jelaskan maksud hubungan Interaksi
hubungan peran a. Pasien mau membalas salam. d. Beri rasa nyaman dan sikap Empatis
sesuai tanggung b. Pasien mau jabatan e. Lakukan kontrak singkat tapi sering
jawab. c. Pasien menyebutkan Nama
TUK: d. Pasien tersenyum
1. Pasien dapat Membinae. Pasien ada kontak Mata
Hubungan saling percaya f. Pasien tahu nama Perawat
Pasien menyediakan waktu untuk
kontrak
TUK: a. Pasien dapat Mengungkapkan a. Beri kesempatan untuk Mengungkapkan
2. Pasien dapat mengidentifikasi perasaannya. perasaannya.
penyebab marah / amuk b. Pasien dapat menyebutkan b.Bantu pasien untuk mengungkapkan marah
perasaan marah / jengkel atau jengkel.

TUK: a. Pasien dapat mengungkapkan a. Anjurkan pasien


3. Pasien dapat mengidentifikasi perasaan saat marah /jengkel. b. mengungkapkan perasaan
tanda marah b. Pasien dapat menyimpulkan c. saat marah /jengkel.
tanda-tanda jengkel / kesal d. Observasi tanda perilaku
kekerasan pada pasien

TUK: a. Pasien mengungkapkan marah e. Anjurkan pasien mengungkapkan marah yang


4. PPasien dapat yang biasa dilakukan biasa dilakukan
mengungkapkan b.
perilaku Pasien dapat bermain peran f. Bantu pasien bermain peran sesuai perilaku
marah yang sering dilakukan dengan perilaku marah yang kekerasan yang biasa dilakukan.
dilakukan g.Bicarakan dengan pasien apa dengan cara itu
c. Pasien dapat mengetahui cara bisa menyelesaikan masalah
marah yang dilakukan
menyelesaikan masalah atau tidak
TUK: a. Bicarakan akibat / kerugian cara yang
5.PPasien dapat mengidentifikasi
a. Pasien dapat menjelaskan akibat dilakukan
akibat perilaku Kekerasan dari cara yang digunakan b.Bersama pasien menyimpulkan cara yang
digunkana pasien.
c. Tanyakan pasien apakah mau tahu cara marah
yang sehat
TUK: a. Pasien dapat a. Tanyakan pada pasien apakah pasien mau tahu
6. PPasien mengidentifikasi cara melakukan berespon terhadap cara baru yang sehat
construksi dalam berespon kemarahan secara konstruktif. b.Beri pujian jika pasien engetahui cara lain
terhadap perilaku kekerasan yang ehat
c. Diskusikan cara marah yang sehat dengan
pasien.
d.Pukul bantal untuk melampiaskan marah
e. Tarik nafas dalam
f. Mengatakan pada teman saat ingin marah
g.Anjurkan pasien sholat atau berdoa
TUK: a. Pasien dapat a. Pasien dapat memilih cara yang paling tepat.
7. PPasien dapat mendemonstrasikan b. Pasien dapat mengidentifikasi manfaat yang
mendemonstrasikan cara cara mengontrol terpilih
mengontrol marah perilaku kekerasan c. Bantu pasien menstimulasi cara tersebut.
a) Tarik nafas dalam d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan.
b) Mengatakan b. Anjurkan pasien menggunakan cara yang
secara langsung telah dipelajari.
tanpa menyakiti
c) Dengan
sholat/berdoa
RPK (Resiko TUK: a. Keluarga pasien dapat : a. Identifikasi kemampuan keluarga merawat
Perilaku Kekerasan)8. PPasien dapat dukungan  Menyebutkan cara merawat pasien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga mengontrol marah pasien dengan perilaku kekerasan. b. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat
 Mengungkapkan rasa puas pasien.
dalam merawat pasien c. Jelaskan cara-cara merawat pasien.
d. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara
merawat pasien.
b. Bantu keluarga mengungkapkan
perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
TUK: a. Pasien dapat menggunakan obat- a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum
9. PPasien dapat menggunakan obat yang diminum dengan pasien dan oeluarga.
obat dengan benar kegunaannya. b. Diskusikan manfaat minum obat.
b. Pasien dapat minum obat sesuai c. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat
program pengobatan d. Anjurkan pasien minum obat tepat waktu
TUK: a. Jelaskan peran serta lingkungan terhadap
10. PPasien dapat dukungan daria. Lingkungan kondisi pasien
mengetahui
lingkungan untuk mengontrol b. Beri penjelasan bagaimana cara menyikapi
marah bagaimana cara pasien dengan perilaku kekerasan
menyikapi pasien c. Diskusikan cara -cara yang dilakukan untuk
dengan perilaku menyikapi pasien dengan perilaku kekerasan
kekerasan.
STRATEGI PELAKSANAAN
A. Tujuan
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
3. klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4. Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang biasa dilakukan..
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan
6. Klien dapat menyebutkan cara mencegah/ mengendalikan prilaku kekerasannya
7. Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

B. Tindakan Keperawatan Pada Pasien


1. Bina hubungan saling percaya
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu.
2. Diskusikan bersama pasien pennyebab prilaku kekerasan sekarang dan yang lalu
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien
3. Diskusikan perasaan, tanda-tanda, dan gejala yang dirasakan pasien jik aterjadi
penyebab perilaku kekerasan.
a. Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara fisik
b. Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara psikologis
c. Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara sosial
d. Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara spiritual
e. Diskusikan tanda dan gejala prilaku kekerasan secara intelektual
4. Diskusikan bersama pasien tentang prilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah
a. Verbal
b. Terhadap orang lain
c. Terhadap diri sendiri
d. Terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama klien akibat prilaku kekerasan yang ia lakukan
a. Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
6. Diskusikan bersama klien cara mengendalikan prilaku kekerasan, yaitu dengan cara
berikut :
a. Fisik :
o Pukul kasur/ bantal, tarik napas dalam
o Susun jadwal latihan mengungkapkan nafas dalam dan pukul kasur atau bantal
b. Minum Obat :
o Bantu pasien m inum obat dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, obat
, cara minum obat, waktu minum obat, dan dosis obat) disertai penjelasan
mengenai kegunaan obat dan akibat berhneti minum obat
o Susun jadwal minum obat
c. Sosial/ verbal:
o Menyatakan secara asertif rasa marahnya
o Bantu mengungkapkan rasa marahnya secara verbal :menolak dan meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
o Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
d. Spiritual :
o Bantu pasien mengenmdalikan marah secara spiritual: kegiatan ibadah
yangbiasa dilakukan sesuai keyakinan
o Susun jadwal latihan ibadah dan berdoa
e. Ikut sertakan pasien dalam TAK dan stimulasi persepsi untuk mengendalikan
prilaku kekerasan
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya, serta cara mengontrol secara fisik.

ORIENTASI :
“ Assalamualaikum ……
“ Selamat pagi Pak, Perkenelkan nama saya “KR”, pagil saya “K” saya perawat yang
dinas di ruang shinta ini, hari ini saya dinas dari pukul 07.00-14.00. Saya akan
merawat bapak di rumah sakitr ini. Nama bapak siapa?? Senagn dipanggil apa?? “
“ Bagaimana perasaan bapak saat ini, apakah masih ada perasaan kesal atau marah?
Apa yang terjadi di rumah ?”
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah bapak.”
“ Berapa lama kita berbincang-bincang?? Bagaimana kalau 10 menit pak?? “
“ Di mana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang pak?? Di sini atau diruang
tamu?”

KERJA
“ Apa yang menyebabkan bapakk marah?? Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Lalu penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? O… ya, jadi ada 2 penyebab
bapak marah.”
“ pada penyebab marah itu ada seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan (misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang baopak
rasakan?( tunggu respon pasien)
“ Apakah bapak merasakan kesal, kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat dan tangan mengepal?
“ Setelah itu apa yang bapak lakukan?
“ O… iya, jadi bapak memukul istri bapak dan memecahkan piring? Apakah dengan
cara ini makanan akan terhidang? Iya, tentu saja tidak. Apa kerugian cara yang bapak
lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut, piring-piring pecah.”
“ Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian??
“ Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan pak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik.. jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.
“ Ada beberapa cara, bagaimana kalau kitsa belajar satu cara dulu?
“ Begini pak, kalau tanda-tamnda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri,
lalu tarik nafas dari hiudung, tahan sebentar, lalu keluarkan atau tiup perlahan-lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi!!!!!! Tarik dari hidung,
bagus …… tahan, dan tiup melalui mulut !!!! Nah, lakukan sebanyak 5 kali. Bagus
sekali, bapak sudah bias melakukannya.” Bagaimana perasaanya??
“ Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehinga sewaktu0-waktu rasa
marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya.”

TERMINASI
“ Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak???
“ Iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak (sebutkan) dan yang bapak rasakan (sebutkan)
dan yang bapak lakukan(sebutkan) serta akibatnya(sebutkan).”
“ Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah yang lalu, apa yang
bapak lakukan kalu marah?? Yang belum kita ketahui dan bahas dan jangan lupa
latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas dalam??? Jam berapa
saja pak??
“ Baiklah bagaimana kalau gitu 2 jam lagi saya datng dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah atau mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak???
“ Assalamualaikum..”

SP2 Pasien: Membantu pasien latihan mengendalikan prilaku kekerasan dengan


cara fisik kedua (Evaluasi latihan nafas dalam, Latihan cara fisik ke 2 pukul kasur
dan bantal, Menyusun jadwal kegiatan harian cara ke 2).

ORIENTASI
“ Assalamualaikum..Selamat pagi pak A, Sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu,
sekarang saya datamng lagi.”
“ Bagimana perasaaan bapak hari ini??? ”Adakah hal-hal yang menyebabkan bapak
marah???”
“ Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol p[erasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang ke 2.”
“ Mau berapa lama??? Bagaimana kalau 20 mernit?”

“ Dimana kita bicara?? Bagaimana kalu dirung tamu???”

KERJA
“ Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, tangan mengepal, selain nafas dalam, bapak dapat melakukan
pukul bantal dan kasur.”
“ Sekarang mari kita latihan pukul bantal dan kasur. Mana tempat tidur bapak???”
Jadi nanti kalau bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul bantal dan kasur. Nah, coba bapak lakukan !!!!
pukul kasur dan bantal. Ya bagus sekali bapak melakukannya.”
“ kekesalan lampiaskan pada kasur dan bantal.”
“ Nah, cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marahkemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya.”

TERMINASI
“ Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi ??”
“ Ada berapa cara yang sudah kita latih, Coba bapak sebutkan lagi!!!! YYa, bagus.
“ Mari kita masukkan dalanm jadwal kegiatan sehari-hari bapak. Pukul bantal kasur
m,au jam berapa??? Bagaiman kalau setiap bangun tuidur??? Baik, jam0 5.00 pagi dan
jam 15.00 sore lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi
ya pak!!! Sekarang kitsa buat jadwalnya ya pak!! Mau berapa kali sehari bapak latihan
memukul kasur dan bantal serata tarik nafas dalam ini???”
“ Besok pagi kita ketemu lagi dan kita akan latihan cara mengontrol marah dengan
belajar bicara yang baik, mau jam berapa pak, Baik jam 10.00 pagi ya?? Sampai jumpa
!”
SP 3 Pasien : membantu Pasien Latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial / verbal (Evaluasi jadwal harian untuk 2 cara fisik mengendalikan prilaku
kekersan, Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik) Susun jadwal
latihan mengungkapkan marah scara verbal).

ORIENTASI
“ Assalamualaikum pak, Sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi.
Bagaimana pak,sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal? Apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“ Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.bagus. nah kalau tarik napas dalamnya
dilakukan sendiri tulis M, artinya mandarin ; kalau diingatkan suster baru dilakukan
tulis B, artinya; dibantu atau diingatkan. “ Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya;
belum bias melakukan.”
“ Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencagah marah?”
“ Dimana enaknya kita berbincang – bincang? Bagaimana kalau ditempat yang sama?
“ Berapa lama bapak mau berbincang – bincang?”
“ Bagaimana kalau 15 menit?”

KERJA
“ Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah disalurkan melalui tarik napas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah
lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada 3 caranya
pak :
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara rendah serta tidak
menggunakan kata – kata kasar. Kemarai bapak bilang penyebab marahnya karena
minta uang sama istri tidak diberi. Coba bapak minta uang dengan baik : “ bu, saya
perlu uang untuk membeli rokok . “ nanti bias dicoba disini untuk meminta baju,
minta obat dan lain – lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang enyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakana : “ maaf saya tidak bias melakukannya karena sedang ada kerjaan”. Coba
bapak praktekkan. Bagus pak “ .
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan : “ saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu “ coba
prektekkan. Bagus !“
TERMINASI
“ Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap – cakap tentang cara menaontrol
marah dengan bicara yang baik? “
“ coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari. “bagus
sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari bapak mau
latihan bicara yang baik? Bias kita buat jadwalnya.”
“ Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari – hari, misalnya meminta obat, uang, dll.
“Bagus nnti dicoba ya pak ! “
“ Bagaimana kalau dua jam lagi ketemu lagi ? “
“ Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marahbapak yaitu
dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau dimana pak? Disini lagi? ” Baik sampai nanti
ya!”

SP 4 pasien : Membantu pasien Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara


spiritual (Dikusika hasil latihan mengontrol prilaku kekerasan secara fisik dan sosial
/ verbal, Latihan sholat / berdoa, Buat jadwal latihan sholat / berdoa)
ORIENTASI
“ Assalamualaikum pak, Sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang saya datang
lagi “ baik, yang mana yang mau di coba?”
“ Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“ Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah itu dengan
ibadah?”
“ Dimana enaknya kitaberbincang – bincang? Bagaiman kalau di tempat tadi?”
“ Bagaimana kalau 15 menit?”
KERJA
“coba ceritakan kegiatan ibadah yang pak lakukan? “
“ Bagus,baik,yang mana mau di coba?
“Nah,kalau mbak sedang marah coba mbak langsung duduk dan tarik nafas dalam. Jika
tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks.”
“ apa kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan?”
“ coba pilih dua kegiatan yang ingain bapak lakukan.”
“ maei kita coba lakukan. “ Bagus sekali!”
“ bapak bisa melakukan ibadah secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
TERMINASI
“ bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ke 3 ini?”
“ jadi,sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus.”
“ mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan bapak. Mau berapa kali
bapak sholat? Baik kita masukkan sholat…..dan……(sesuai kesepakatan pasien)
“ coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat baak lakukan bila bapak merasa
marah”
“ setelah ini coba bapak lakukan jadwal sholat sesuai jadwalyang telah kita buat tadi”
“ besok kita ketemu lagi ya pak?,nanti kita bicarakan cara ke 4 mengontrol rasa marah.
Yaitu dengan patuh minum obat. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,jam 1 ya?”
“ nanti kita akan membicarakan cara pengunaaan yang benar untuk mengontrol rasa
marah bapak,setuju pak?”
“Sampai jumpa pak !”

SP 5 pasien : Membantu pasien latian mengontrol perilaku kekerasan dengan obat


(Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk caramencegah marah yang sudah di
latih, Latihan pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama
pasien,benar nama obat,benar cara minum obat,benar waktu minum obat,dan benar
dosis obat). Di sertai pinjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat. Susun
jadwal minum obat secara teratur.

ORIENTASI
“Assalamualaikum bapak,sesuai dengan janjisya kemarin hari ini kita bertemu lagi”
“bagaimana pak? sudah di lakukan latihan tarik nafas dalam,pukul kasur bntal,bicara yan
baik dan sholat? Apa yang di rasakan setalahmelakukan lathan secara teratur? Coba kita
lihat kegiatannya?”
“bagaimana kalau skarang kita bicara dan latihan tentang cara mium obat yang benar
untuk menggontrol rasa marah?”
“dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“berapa lama bapak mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
KERJA
(Perawat membawa obat pasien)
“ bapak sudah dapat obat dari dokter?” Berapa macam obat yang bapak minum?
Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa bapak minum? Bagus!
“ Obatnya ada 3 macam pak, yang warnanya orange namanya CPZ, gunanya agar pikiran
tenang. Yang putih namanya THP agar rileks dan tidak tegang dan yang merah jambu
namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak
minum 3X sehari jam 07.00 pagi, jam satu siang, dan tujuh malam”.
“ Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering maka untuk mengatasinya
dengan menghisap-hisap es batu”. “bila mata trasa berkunang kunang,bapak sebaiknya
istirahat dan jangan berktifitas dulu”
“ Nanti dirumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label dikotak obat apakah
benar nama bapak tertulis disitu, berapa osis yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum. Baca juga apakah namanya obatnya sudah benar? Diisini minta obatnya pada
perawat kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”.
“ Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi ya pak, karena dapat
terjadi kekambuhan”.
“ Sekarang kita masukkan waktu minum obatna kedalam jadwal ya pak”.

TERMINASI
“ Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap– cakap cara minum obat yang
benar?”.
“ Coba bapak sbutkan lagi jenis obat yang bapak minum!. Bagaimana cara minum obat
yang benar?”.
“ Nah, sudah beapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakannya dengan
teratur ya!”.
“ Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana bapak melaksnakan kegiatan
dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa….”
STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA

1. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.

2. Tindakan Keperawatan
1. Diskusikan masalah yang di hadapi keluarga dalam merawat pasien
2. diskusiakn bersama keluaga tentang PK ( Penyebab, tanda dan gejala, perilkau
yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
3. diskusikan bersama keluga kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada
perawat, seperti melampat, melemmpar benda tau memukul orang lain)
4. bantu latihan keluarga dalam merawat pasien dengan PK
a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah
di ajarkan oleh perawat
b) Ajarkan kepada keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien jika
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat
c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan jika pasien
menunjukkan gejala-gejala pk
d) Buat perencanaan pulang bersama keluarga

SP 1 KELUARGA: memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara


merawat pasien PK di rumah (disskusikan maslah yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien, diskusiakn bersama keluaga tenytang PK ( Penyebab, tanda dan
gejala, perilkau yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut), diskusikan bersama
keluga kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti
melampat, melemmpar benda tau memukul orang lain)

ORIENTASI
“selamat pagi bu, perkenalkan nama saya aka, saya perawat diruang soka ini, saya akan
merawat bapak atau pasien, nama ibu siapa,? senangnya dipanggil apa, ?
“ bisa kita berbincang –bincang sekarang tentang masalah yang ibu hadapi,” berapa lama
ibu kita berbincang-bincang??bagaimana kalau 30 menit???”
dimana enaknya kita berbincang-bicang Bu?,bagaimna kalau dikantor perawat?,
KERJA
“Bu, apa masalah yang ibu hadapi dalam merawat keluaraga?, apa yang ibu lakukan?baik
Bu, saya akan menjelaskan tentang marah bapak dan tentang hal-hal yang perlu
diperhatikan.”
“Bu., marah adalah perasaan yang wajar, tapi jika tidak disalurkan dengan benar akan
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
“ hal yang mnyebabkan suami ibu marah dan mengamuk adalah kalau dia merasa dia
direndahkan dan keinginannya tidak dipenuhi.”
“tanda orang marah adalah tampak tegang dan marah, kemudian kelihatan gelisah, dan
biasanya setelah itu dia akan melampisakannya, dengan membanting-banting perabot
rumah tangga atau memukul atau bicara kasar. kalau sedang marah apa yang terjadi sama
bapak? lalu apa yang bisa bapak lakukan kalau sedang marah?”
“jika hal itu terjadi ibu sebaiknya tetap tenang, bicara lembut, tetap tegas, jangan lupa
juga jarak dan jauhkan benda-benda tajam dari sekitar bapak seperti gelas dan pisau.
jauhkan juga anak-anak kecil dari bapak.”
jika bapak masih marah dan ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ setelah
sebelumnya di ikat dahulu (ajarkan caranya pada keluarga).
jangan lupa minta bantuan saat mengikat bapak ya bu, lakukan dengan tidak mneyakiti
bapak dan jelaskan alasan mengikat, agar bapak tidak menciderai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.”
naaaaaaah bu saya sudah ajarkan kepada bapak bila tanda-tanda kemarahan itu muncul.
ibu bisa bantu bapak cara mengingatkan jadwal latihan mengendalikan marah yang sudah
di buat, yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur.”
“kalau bapak bisa melakukan latihannya dengan baik jangan lupa diuji ya bu.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak.”coba
ibu sebutkan lagi cara merawat bapak.”setelah ini coba ibu ingatkan jadwal yang telah
dibuat untuk bapak, ya Bu.”
“ Bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi utuk latihan cara-cara yang sudah kita
bicarakan tadi lansung pada bapak? tempatnya disini lagi ya Bu.?”.

SP 2 Pasien : melatih keluarga cara-cara mengendalikan kemarahan (evaluasi


pengetahuan keluarga tentang marah, anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien
untuk melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat, ajarkan kepada
keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien jika pasien dapat melakukan
kegiatan tersebut secara tepat, diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus
dilakukan jika pasien menunjukkan gejala-gejala prilaku kekerasan.

ORIENTASI :
“ selamat pagi buk, sesuai janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita bertemu lagi untuk
latihan cara-cara mengendalikan rasa marah bapak.”
“ bagaimana buk ? masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau ibu tanyakan?
Berapa lama ibu mau kita latihan ?”
“ bagaimana kalau kita latihan disini saja?”
“ sebentar saya panggilkan bapak agar ibu bisa berlatih bersama.”

KERJA
“ nah, pak , coba sceritakan kepada ibu, latihan yang sudah bapak lakukan. Bagus sekali!
Coba perlihatkan kepada ibu jadwal kegiatan bapak. Bagus !.”
“ nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengendalikan kemarahan bapak.”
“ sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya, pak ?”
“ masih ingat pak, kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan, apa yang harus bapak
lakukan?”
“ ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan/
tiup perlahan-lahan melalui mulut, seperti mengeluarkankemarahan. Ayo coba lagi, tarik
dari hidung, bagus.. tahan, dan tiup melalui mulut.”
“ nah, lakukan 5 kali, coba ibu temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5
kali. Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik.”
“ cara yang kedua, masih ingat pak, buk,? Ya benar, kalau ada yang menyebapkan bapak
marah dan perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat
memukul kasur dan bantal.”
“ sekarang mari kita latihan memukulmkasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi nanti
kalau bapakmkesal dan dan ingin marah, langsung kekamar dan lampiaskan
kemarahantersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah coba bapak lakukan sambil
didampingi ibu, berikan bapak semangat ya bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya.”
“ cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga caranya pak,
coba praktekkan langsung pada ibu cara bicara ini :
Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar, misalnya : bu,,, saya perlu uang untuk beli rokok! Coba
bapak praktekkan. Bagus pak. 2) menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak
tidak ingin melakukannya, katakan maaf saya tidak bisa melakukannha kerena sedang ada
kerjaan. Coba bapak praktikkan. Bagus pak, 3) mengungkapkan perasaan kesal, jika ada
perlakuan orang lain yang membuat bapak kesal bapak dapat mengatakan: saya jadi
inginmarah karena perkataan mu itu. Coba praktekkan. Bagus .”
“ cara berikutnya kalau bapak marah apa yang harus dilakukan? Baik sekali, bapak coba
langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda marahnya rebahkan badan agar
rileks.”
“ bapak bisa melakukan ibadah secara teratur dengan didampingi ibu untuk meredakan
kemarahan.”
“ cara terakhir adalah minum obat yang teratur ya pak, agar pikiran bapak jadi tenang,
tidurnya juga tenang tidak ada rasa marah.”
“ bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum obat ? bagus !
“apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat ? wah bagus sekali!”
“ dua hari yang lalu sudah saya jelaskan obat yang bapak dapatkan, ibu tolong selama
dirumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara teratur dan jangan dihentikan tanpa
sepengetahuan dokter.”

TERMINASI
“ baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara
mengendalikan marah langsung kepada bapak?
Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengendalikan marah?”
“ selanjutnya tolong pantau dan motivasi bapak untuk melaksanakan jadwal latihan yang
telah dibuat. Jangan lupa berikan pujian untuk bapak bila dapat melakukan dengan
benar ya bu!”
“ karena bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaiman kalau 2 hari lagi ibu bertemu
saya untuk membicarakan jadwal aktivitas bapak selama di rumah nanti.”
“ jam 10 seperti hari ini ya bu. Di ruang ini juga.

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

ORIENTASI
“ selamat pagi pak, bu, karna besok bapak sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita
sekarang bertemu untuk membicarakan jadwal bapak selam dirumah.”
“ bagaimana pak, buk selama ini membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat
bapak ?”
“ apakah sudah dipuji keberhasilannya?”
“ nah bagaimana kalau sekarang kita bicarakan jadwal di rumah disini saja?”
“ berapa lama bapak dan ibu mau kita bicara?” bagaiman kalau 30 menit?”
KERJA
“ pak, buk, jadwal kegiatan bapak selama dirumah sakit tolong di lanjutkan dirumah, baik
jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya. Mari kita lihat jadwal bapak!”
“ hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah prilaku yang ditampiulkan oleh
bapak selama dirumah, misalnya bapak menolak minum obat atau memeprlihatkan prilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi suster E di Puskesmas indra
Puri, puskesmas terdekat dari rumah ibu atau bapak, ini no telpon puskesmasnay (0370)
xxxxx. Jik atidak teratasi suster E akan merujuk ke RSJ.”
.“ selanjutnya suster E yang akan membantu memantau perkembangan Bapak selama di
rumah.”
TERMINASI
“ bagaimana bu ? ada yang ingin ditanyakan?”
“ coba ibu sebut apa saja hal yang perlu diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda dan gejala,
tindak lanjut ke puskesmas).”
“ baiklah, silakan menyelesaikan administrasi! Saya akan persiapkan pakaian dan
obatnya.”
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA
RISIKO BUNUH DIRI

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap
diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku
destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart
dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009.

2. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009 :
a. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif
dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan
dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam
menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5) Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.

3. Tanda dan gejala


a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
u.
4. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri.
Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

5. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkatan diri Beresiko Destruktif diri tidak Pencederaan Bunuh diri
destruktif langsung diri
PerilakBunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh
diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif pada diri seseorang.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, alamat klien, dan penanggung jawab.
b. Alasan Masuk
Stress yang dialami individu, kejadian hidup yang memalukan dan melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang bunih diri atau percobaan bunuh
diri. Bagi orang yang emosi labil hal tersebut menjadi sangat rentan.
c. Faktor Predisposisi
2) Diagnosis psiatrik
3) Tipe kepribadian
4) Lingkungan psikososial
5) Riwayat keluarga
6) Faktor biokimia
d. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
Tidak memiliki pekerjaan,kehilangan pekerjaan atau mengalami kegagalan
dalam karir.
3) Hubungan social
Mengasingkan diri
4) Spiritual
Menurunya kegiatan keagamaan
5) Status Mental
a) Penampilan diri
Penampilan tidak rapi
b) Pembicaraan
Terlihah panic, cemas
c) Aktifitas Motorik
Lesu, tidak ada gairah hidup
d) Emosi
Cemas, panik, depresi, marah
e) Afek
Datar
f) Interaksi selama wawancara
Kurang kontak mata
g) Persepsi
Menyalahkan diri sendiri, mengungkapkan rasa bersalah dan putus asa
h) Proses berfikir
Sirkumstansial, flight of ideas
i) Isi pikir
Mempunyai ide untuk bunuh diri, mengungkapkan keinginan untuk mati
j) Kesadaran
Tampak binggung dan kacau
k) Memori
Ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik;
konfabolasi
l) Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
m) Tilik diri
Tak ada yang khas.
6) Kebutuhan sehari-hari
Penurunan aktivitas baik dalam makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian,
istirahat tidur.

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
3. Intervensi
Diagnosa Perencanaan
keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
BHD TUM : Setelah ... kali pertemuan / lebih a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non
hubungan saling percaya dapat dibina : verbal.
Klien tidak mencederai b. Perkenalkan diri dengan sopan.
diri sendiri Ekspresi wajah bersahabat, c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
menunjukkan rasa senang, ada kontak yang disukai klien.
TUK 1 mata, mau berjabat tangan,mau d. Jelaskan tujuan pertemuan
menyebutkan nama, mau menjawab e. Jujur dan menepati janji
Klien dapat membina salam, mau duduk berdampingan f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
hubungan saking percaya. dengan perawat, mau mengutarakan adanya.
masalah yang dihadapi g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar

TUK 2 : Setelah ... kali pertemuan, klien dapat a. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat
Klien dapat terlindung Klien dapat terlindung dari perilaku membahayakan.
dari perlaku bunuh diri bunuh diri b. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu
terlihat oleh perawat.
c. Awasi klien secara ketat setiap saat

TUK 3 : Setelah ... kali pertemuan, klien Klien a . Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
dapat mengekspresikan perasaannya b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan
Klien dapat keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
mengekspresikan c. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
perasaannya, penderitaannya.
d. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup
STRATEGI PELAKSANAAN

SP 1 pasien: Melindungi pasien dari isyarat bunuh diri


Orientasi
“Selamat pagiB! Masih ingat dengan saya? Bagaimana perasaan B hari ini? Jadi, B
merasa tidak perlu hidup di dunia ini. Apakah B merasa ingin bunuh diri?”
“Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara
mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Di sini saja yah?”
Kerja
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan
untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan
tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga
dan teman yang sedang besuk. Jadi, usahakan B jangan pernah sendirian.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa
yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri?
Kalau masih ada perasaan atau dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau
perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri saya akan bertemu B lagi,
untuk membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan di sini saja.”

SP 2 Pasien: Meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri


Orientasi
“Selamat pagi B! Bagaimana perasaan B saat ini?masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu, sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian tuhan yang B masih miliki. Mau berapa
lama? Di mana?”
Kerja
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan
rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan
yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada
yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan
selama ini. Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa di sebutkan kembali apa-
apa saja yang B patuut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal baik dalam
kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B! Coba B
ingat-ingat lagi hal-hal lain yang B masih miliki dan perlu disyukuri! Nanti, jam 12 kita
bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Di mana tempatnya? Baiklah.”
“Kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi suster ya!”
SP 3 Pasien: Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien
isyarat bunuh diri
Orientasi
“Selamat siang, B. Bagaimana perasaanya?Masih ada keinginan bunuh diri?Apalagi
hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekatang kita akan berdiskusi tentang
bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? Di sini saja,
ya?”
Kerja
“Coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain bunuh diri,
apalagi kira-kira jalan keluarnya. Nah, coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian
masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling
menguntungkan! Menurut B cara yang mana? Ya, saya setuju. B bisa coba! Mari kita buat
rencana kegiatan untuk masa depan.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatsi masalah
yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B menyelesaikan masalah dengan cara
yang dipilih B tadi. Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahsa
pengalaman B menggunakan cara yang dipilih.”

SP 1 Keluarga: Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi anggota keluarga


beresiko bunuh diri (isyarat bunuh diri).
Orientasi
“Selamat siang Pak, Bu! bagaimana keadaan anak Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindungi dari bunuh diri.
“Di mana kita akan diskusi?”
“Bagaimana kalau di ruang wawancara?Berapa lama Bapak/Ibu punya waktu untuk
diskusi?”
Kerja
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunuh
diri. Pada umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukkan tanda melalui
percakapan misalnya: Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya. Apakah
B pernah mengatakanny?”
Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan B secara serius.”
“Pengawasan terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan B sendirian di rumah atau
jangan dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala dan gejala
tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah
dengan meningkatkan pengawasan dan beri dukungan untuk tidak melakukan tindakan
tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B!”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari bapak dan Ibu memuji B dengan tulus. Tetapi
kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang lain.
Jika tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk
mendapatkan perawatan yang lebih serius.”
“Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perly membantu agar B terus berobat untuk
mengatasi keinginan bunuh diri.”
Terminasi
“Bagaimana Pak?Bu? Ada yang mau ditayakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-
cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya, bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri
segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang
cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”
“Bagaimana Bapak/Ibu setuju? Kalau demikian, sampai bertemu lagi minggu depan di
sini dan di waktu yang sama.”

SP 2 keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri/isyarat


bunuh diri

Orientasi
“Selamat siang Pak, Buk, sesuai janji kita minggu lalu kita sekatang ketemu lagi.”
“Bagaimana Pak, Bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan
minggu lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya Pak, Bu?”
“Kita akan coba di sini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama Bapak dan Ibu mau kita latihan?”

Kerja
“Sekarang anggap saya B, coba Bapak dan Ibu praktikkan cara bicara yang benar jika
B sedang mengalami perasaan ingin mati.”
“Bagus, betul begitu caranya.”
“Sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian kepada B.”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan
positif sesuai jadwal?”
“Bagus sekali, ternyata Bapak Ibu sudah mengerti cara merawat B.”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagu semua cara diatas langsung kepada pasien.)
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah kita berlatih cara merawat B dirumah?”
“Setelah ini coba Bapak dan Ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali Bapak
Ibu membesuk B.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi Bapak/Ibu datang kembali ke sini dan kita
akan mencoba lagi cara merawat B sampai Bapak/Ibu lancar melakukannya.”
“Jam berapa Bapak Ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Pak, Bu.”

SP 3 Keluarga: Membuat percakapan pulang bersama keluarga pasien resiko bunuh


diri.

Orientasi
“Selamat siang Pak, Bu, hari ini B sudah boleh pulang, sebaiknya kita membicarakan
jadwal B selama di rumah. Berapa lama kita bisa diskusi? kita bicara di sini saja ya?”
Kerja
“Pak, Bu, ini jadwal B selama di rumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan di
rumah?”
“Tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun aktivitas maupun jadwal
minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B
selama dirumah. Misalnya, B terus-menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak gelisah
dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong Bapak/Ibu segera hubungi
suster H di Puskesmas Inderapuri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak/Ibu, ini nomor
telepon puskesmasnya (0651) 853xxx.”
“Selanjutnya suster H yang akan membantu perkembangan B.”
Terminasi
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum kelar? ini jadwal kegiatan harian B untuk di
bawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di Puskesmas Inderapuri. Jangan lupa
kontrol ke puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan
administrasinya!”
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA
PERUBAHAN PROSES PIKIR: WAHAM

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya, ketidakmampuan merespons stimulus internal dan eksternal
melalui proses interaksi/informasi secara akurat (Yosep, 2010)
Waham adalah merupakan keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak
sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang
kebudayaan, biarpun dibuktikan kemustahilannya. Waham merupakan gejala
sekunder skizofrenia, ketidakmampuan memproses stimulus internal dan eksternal
melalui proses informasi secara akurat dan menimbulkan waham.
2. Klasifikasi Waham
a. Waham agama
Adalah keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Waham kebesaran
Keyakinan klien secara berlebihan bahwa klien memiliki kebesaran /
kekuasaan khusus, diucapkan secara berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
c. Waham somatik
Adalah klien yakin bahwa bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit,
diucapkan secara berulang kali tetapi tidak sesuai dengan keyakinan.
d. Waham curiga
Adalah klien yakin bahwa ada seseorang / kelompok yang berusaha
merugikan / mencederai dirinya, diucapkan secara berulang kali tetapi tidak
sesuai dengan keyataan.
e. Waham nihilistik
Adalah klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada didunia ini / meninggal
dunia, diucapkan secara berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
f. Waham dosa
Adalah klien yakin bahwa dirinya merasa berdosa dan selalu dibayangi
perasaannya bersalah dengan perbuatannya, diucapkan secara berulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
g. Waham bizar
1) Sisip pikir
Adalah keyakinan klien terhadap suatu pikiran orang lain yang disisipkan
didalam pikirannya secara berlebihan dan diucapkan secara berulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2) Siar pikir
Adalah keyakinan klien terhadap sesuatu atau orang lain. Mengetahui apa
yang ia pikirkan walaupun ia tidak mengatakannya kepada orang tersebut
dan diucapkan secara berulang tetapi tiodak sesuai dengan kenyataan.
3) Kontrol pikir
Adalah klien yakin bahwa pikirannya selalu dikontrol oleh kekuatan
diluar dirinya atau kekuatan aneh, hal tersebut diucapkan secara berulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi.
1) Faktor biologis.
- Hambatan perkembangan otak.
- Gajala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar, berbicara,
daya ingat dan perilaku menarik diri.
- Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal,
neonatus dan anak – anak.
2) Faktor psikologis.
- Penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien.
- Pola asuh masa kanak – kanak yang tidak adekuat, misalnya tidak ada
kasih sayang, diwarnai dengan kekerasan dan adanya kekosongan
emosi.
3) Faktor sosial budaya
- Kemiskinan.
- Konflik sosial budaya.
- Kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk.
b. Faktor presipitasi.
1)Hubungan yang bermusuhan.
2)Merasa ada tekanan.
3)Isolasi diri / sosial.
4)Pengangguran disertai dengan perasaan yang tidak berguna.
5)Putus asa dan tidak berdaya.
4. Tanda dan Gejala
a. Klien berbicara kacau. j. Aktivitas meningkat.
b. Mudah tersinggung. k. Mengatakan sedih, putus asa
c. Mudah curiga. disertai perilaku apatis.
d. Sukar berkonsentrasi. l. Bicara berbelit – belit.
e. Tidak merasa dirinya sakit. m. Penampilan yang tidak
f. Kontak mata kurang. sesuai.
g. Merasa rendah diri. n. Menolak makan.
h. Pemalu. o. Cemburu berlebihan.
i. Tidak kooperatif / sukar
bekerja sama.
5. Patofisiologi
Merasa diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang tidak
menyenangkan dirinya. Individu mencoba mengingkari ancaman dari obyek
realitas dengan menyalahkan kesan terhadap kejadian. Individu memproyeksikan
pikiran dan perasaan internal pada lingkungan, sehingga tidak dapat diterima
menjadi bagian eksternal. Individu mencoba memberi pembenaran / rasional /
alasan interpretasi personal tentang realita pada diri sendiri / orang lain.
6. Rentang respon.
Rentang respon waham / neurobiologik

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis. - proses pikir kadang - gangguan proses pikir /


- Persepsi akurat. terganggu. waham.
- Emosi konstan. - Reaksi emosi - Kerusakan proses emosi.
- Dengan pengalaman. berlebihan. - Perilaku yang tidak
- Perilaku sesuai. - Perilaku yang tidak terorganisir isolasi sosial
- Hubungan social. biasa menarik diri. (Struart and Sundeen, 1998
- Harmonis. ).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
e. Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, alamat klien, dan penanggung jawab.
f. Alasan Masuk
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan. Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada,
tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung
g. Faktor Predisposisi
1) Faktor biologis.
2) Faktor psikologis.
3) Faktor sosial budaya.
h. Psikososial
7) Genogram
8) Konsep diri
Perasaaan sedih, putus asa dan merasa rendah diri.
9) Hubungan social
Pasien dengan waham kadang pemalu dan tidak kooperatif.
10) Spiritual
Terjadi peningkatan aktivitas beribadah apalagi waham agama.
11) Status Mental
n) Penampilan diri
Penggunaan pakaian tidak sesuai dengan tempat, waktu, identitas, dan
situasi/kondisi; cara berpakaian tidak seperti biasa
o) Pembicaraan
Berbicara kacau, berbicara berbelit-belit disertai apatis
p) Aktifitas Motorik
Aktivitas meningkat
q) Emosi
Sedih, putus asa
r) Afek
Labil
s) Interaksi selama wawancara
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan
bicara, bicara berbelit-belit dan kacau.
t) Persepsi
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
u) Proses berfikir
Sirkumstansial, flight of ideas
v) Isi pikir
Waham
w) Kesadaran
Tampak binggung dan kacau
x) Memori
Ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang baik;
konfabolasi
y) Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
z) Tilik diri
Tak ada yang khas.
12) Kebutuhan sehari-hari
Minat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri mengalami gangguan dalam hal
makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan proses pikir: waham (...............)
3. Intervensi
Perencanaan
Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan TUM:
proses pikir: Klien dapat
waham mengontrol
wahamnya. Setelah ...x interaksi klien: Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
TUK: b. Menerima kehadiran komunikasi terapeutik :
1. Klien dapat perawat disampingnya - Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
membina c. Mengatakan mau menerima - Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat
hubungan saling bantuan perawat berkenalan
percaya d. Tindak menunjukkan tanda- - Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
tanda curiga - Buat kontrak yang jelas
e. Mengijinkan duduk - Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
disamping - Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
- Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
- Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
2. Klien dapat Setelah .....x interaksi klien: Bantu klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya:
mengidentifikasi a. Klien menceritakan ide-ide - Diskusikan dengan klien pengalaman yang dialami selama ini
perasaan yang dan perasaan yang muncul termasuk hubungan dengan orang yang berarti, lingkungan
muncul secara secara berulang dalam kerja, sekolah dsb.
berulang dalam pikiran - Dengarkan pernyataan klien dengan empati tanpa
pikiran klien menentang/mendukung pernyataan wahamnya.
- Katakan perawat dapat memahami apa yang diceritakan klien.
3. Klien dapat Setelah ....x interaksi klien: Bantu klien mengidentifikasi kebutuhan yng tidak terpenuhi serta
mengidentifikasi a. Dapat menyebutkan kejadian faktor pencetus wahamnya.
stresor/pencetus kejadian sesuai dengan - Diskusikan dengan klien tentang kejadian-kejadian traumatik
wahamnya urutan waktu serta yang menimbulkan rasa takut, ansietas maupun perasaan tidak
harapan/kebutuhan dasar dihargai.
tidak terpenuhi seperti: - Diskusikan kebutuhan/harapan yang belum terpenuhi.
harga diri, rasa aman dsb - Diskusikan dengan klien cara-cara mengatasi kebutuhan tidak
b. Dapat menyebutkan antara terpenuhi dan kejadian traumatik.
kejadian traumatik - Diskusiskan dengan klien apakah ada halusinasi yang
kebutuhan tidak terpenuhi meningkatakan pikiran tentang wahamnya.
dengan wahamnya - Diskusikan dengan klien antara kejadia-kejadian tersebut
dengan wahamnya
4. Klien Setelah ...x interaksi klien: Bantu k salah tentang situasi ylien mengidentifikasi keyakinan yang
mengidentifikasi Menyebutkan perbedaan nyata:
wahamnya pengalaman nyata dengan - Diskusikan dengan klien pengalaman waham tanpa
pengalaman wahamnya. beragumentasi
- Katakan kepada klien akan keraguan perawat terhadap
pernyataannya
- Diskusikan dengan klien respon terhadap perasaan wahmnya.
- Bantu klien membedakan situasi nyata dengan situasi yang
dipersepsikan salah oleh klien.
5. Klien Setelah ...x interaksi klien: Diskusikan pengalaman-pengalaman yang tidak menguntungkan
mengidentifikasi Klien menjelaskan gangguan sebagai akibat dari wahamnya:
konsekuansi fungsi hidup sehari-hari yang - Hambatan dalam berinteraksi dengan keluarga dan orang lain.
wahamnya diakibatkan ide-ide/ pikiran Ajak klien melihat bahwa wahan tersebut adalah masalah yang
yang tidak sesuai dengan membutuhkan bantuan dari orang lain.
kenyataan. Diskusikan dengan klien/orang tempat ia meminta bantuan apabila
wahamnya timbul.
6. Klien melakukan Setelah ....x interaksi klien: 1. Diskusiakan hobi atau aktifitas yang disukainya
teknik distraksi Klien melakukan aktivitas 2. Anjurkan klien memilih dan melakukan aktivitas yang
sebagai cara kontruktif sesuai dengan membutuhkan perhatian dan keterampilan.
menghentikan minatnya yang dapat 3. Ikut serta klien dalam aktifitas fisik yang membutuhkan
pikiran yang mengalikan fokus dari perhatian sebagai pengisi waktu luang.
terpusat pada wahamnya. 4. Libatkan klien topik-topik yang nyata
wahamnya 5. Anjurkan klien untuk bertanggung jawab secara personal dalam
meningkatkan kesehatanya.
6. Beri penghargaan bagi setiap upaya positif.
7. Klien mendapat Setelah ...x interaksi keluarga 4. Diskusikan peran penting keluarga sebagai pendukung untuk
dukungan klien mampu menjelaskan mengatasi waham
keluarga tentang: 5. Diskusikan potensi keluarga untuk membanatu klien mengatasi
waham
Setelah ...x interaksi keluarga 6. Jelaskan kepada keluarga tentang: pengetian, tanda dan gejala,
klien dapat mempraktikkan penyebab akibat dan cara merawat klien waham.
cara merawat klien waham 7. Latih keluarga cara merawat waham
8. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatih
9. Beri pujian terhadap keluarga atas keterlibatan dalam merawat
klien dirumah
8. Klien dapat Setelah...x interaksi dengan 1. Diskusikan dengan klien manfaat dan kerugian tidak minum
memanfaatkan klien menyebutkan: obat
obat dengan baik 2. Pantau klien saat penggunaan obat
Setelah ...x interaksi klien 3. Diskusikan akibat klien berhenti minum obat tanpa konsultasi
mendemonstrasikan dengan dokter.
penggunaan obat benar

Setelah ...x interaksi klien


menyebutkan akibat berhenti
minum obat tanpa konsultasi
dokter
STRATEGI PELAKSANAAN

SP 1 P : Membina hubungan saling percaya ; mengidentifikasi kebutuhan yang tidak


terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan ; mempraktekkan pemenuhan kebutuhan
yang tidak terpenuhi.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas pagi ini di
Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan membantu perawatan
bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?”
“Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”
KERJA :
“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi saya untuk
mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia ini, bisa kita
lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”
“Tampaknya pak R gelisa sekali, bias pak R ceritakan kepada saya apa yang pak R
rasakan?”
“Oooo, jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk
mengatur diri pak R sendiri?”
“Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak R?”
“Jadi teman pak R yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak R yang lain?”
“Kalau pak R sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus pak R sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak R.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar rumah sakit karena
bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
TERMINASI :
“Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini pak R coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak R miliki?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja pak R?”

SP 2 P : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu


mempraktekannya.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas pagi ini di
Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan membantu perawatan
bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?”
“Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”
KERJA :
“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi saya untuk
mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia ini, bisa kita
lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”
“Tampaknya pak R gelisa sekali, bias pak R ceritakan kepada saya apa yang pak R
rasakan?”
“Oooo, jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk
mengatur diri pak R sendiri?”
“Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak R?”
“Jadi teman pak R yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak R yang lain?”
“Kalau pak R sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus pak R sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak R.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar rumah sakit karena
bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
TERMINASI :
“Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini pak R coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak R miliki?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja pak R?”

SP 3 P : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R.”
“Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya? Bagus sekali.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R
minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?”
“Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit saja?”
KERJA:
“Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?”
“Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang,
yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP
gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1
siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk membantu mengatasinya
pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah benar nama pak
R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam
waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak menghentikan sendiri
obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”
TERMINASI :
“Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak R minum?
Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat
makan minta sendiri obatnya pada perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”
“Pak besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya pak.”

STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA

SP 1 KP : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga ; mengidentifikasi


masalah; menjelaskan proses terjadinya masalah; dan obat pasien.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak, pekenalkan nama saya Citto, saya perawat yang dinas diruang
melati ini. Saya yang merawat Pak R selama ini. Kalau bisa saya tahu nma bapak siapa?
Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah pak R cara merawat pak R
dirumah.”
“Dimana bapak mau berbicara dengan saya? Bagaimana diruang wawancara?”
“Berapa lama bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 0 menit
saja?”
KERJA :
“Pak S, apa masalah yang bapak rasakan dalam merawat pak R? apa yang sudah pak R
lakukan dirumah? Dalam menghadapi sikap pak R yang selalu mengaku-ngaku sebagi
seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi hanya merupak salah satu gangguan proses
berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara enghadapinya. Setiap kali pak R
berkata bahwa ia seorang nabi, pak S dan ibu berikap dengan mengatakan;
Pertama: Pak S atau ibu mengerti bahwa pak R merasa seorang nabi, tapi sulit bagi pak S
dan ibu untuk mempercayainya karena setahu kita semua nai tidak ada yang hidup didunia.
Kedua: Pak S atau ibu harus lebih sering memuji Pak R jika ia melakukan hal-hal yang
baik”
Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yan berinteraksi dengan pak
R. Bapak dan ibu dapat bercakap-cakap dengan Pak R tentang kebutuhan yang diinginkan
oleh pak R, misalnya; Pak S dan ibu percaya kalau pak R punya kemampuan dan
keinginan. Coba ceritakan kepada kami, R kan punya kemampuan”
Keempat: Pak S atau ibu mengatakan kepada pak R, Bagaimana kalau kemampuan untuk
bermain suling dengan baik dicoba sekarang” dan kemudian setelah dia melakukannya pak
S dan ibu harus memberikan pujian.
Pak S dan ibu jangn lupa, pak R ini perlu minum obat agar pikirannya jadi tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang,
yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP
gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1
siang, dan jam 7 malam, jangn dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena
dapat menyebabkan Pak R bisa kambuh kembali. Pak R sudah punya jadwal minum obat.
Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera berikan pujian!”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya tentang cara
merawat pak R dirumah nanti?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali
berkunjung kerumah sakit.”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba melakukan langsung cara merawat pak R sesuai dengan pembicaraan kita tadi.”
“Baik kalau begitu pertemuan kita kali ini kita akhiri dulu, saya tunggu kedatangan bapak
dan ibu lagi kita ketemu ditempat ini ya pak,bu.”

SP 2 KP : Melatih kelurga cara merawat pasien.

ORIENTASI:
“Assalamualaikum pak, bu sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu
lagi. Bagaimana pak, bu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien seperti yang telah kita
bicarakan dua hari yang lalu?, sekarang kita akan latihan cara-cara merawat pasien tersebut
ya pak, bu.”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung pada Pak R ya?”
KERJA:
“Sekarang anggap saja saya pak Ryang sedang mengaku nabi, coba bapak dan ibu
praktikkan cara bicara yang benar bila pak R sedang dalam keadaan seperti ini!”
“Bagus,betul begitu caranya, sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian atas
kemampuan yang dimiliki oleh pak R. bagus !”
“Sekarang coba cara memotivasi pak R minum obat dan melakukan kegitan positifnya
sesuai jadwalnya!” Bagus sekali ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawata Pak
R.”
“Bagaimana kalau sekarang kita coba langsung kepada pak R.”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak R?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan
ibu membesuk pak R!”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali ke sini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat pak R sampai bapak dan ibu lancer elakukannya?”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?” Baik, kita akan ketemu lagi di tempat ini ya
pak,bu.”

SP 3 KP : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.


ORIENTASI:
“Assalamualaikum pak, bu, karena pada hari ini pak R sudah boleh pulang, maka kita
bicarakan jadwal pak R selama dirmah.”
“Bagaimana pak, bu selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat
pak R?”
“Nah, sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di rumah? Mari bapak dan ibu ikut
saya”
“Berapa lama bapak dan ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 30
menit saja? Sebelum ibu dan bapak menyelesaikan administrasinya”

KERJA:
“Pak, bu, ini jadwal pak R selama di rumah sakit. Coba perhatikan! Apakah kira-kira dapat
dilaksanakan semuanya di rumah? Jangan lupa perhatikanpak R agar ia tetap
melaksanakannya dirumah dan jangan lupa member tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T
(tidak mau melaksanakannya).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilku yang ditampilkan oleh pak R
selama dirumah. Misalnya pak R mengaku sebagai seorang nabi terus menerus dan tidak
memeperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi petugas rumah sakit, agar
petugas rumah sakit dapat memantaunya.”

TERMINASI:
“Apa yang ingin bapak dan ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak dan ibu? Sudah siap
unutk melanjutkan dirumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk bisa control lagi. Kalau ada apa-apa bapa
dan ibu segera menhubungi kami. Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan mohon
maaf bila ada kata-kata saya yang menyinggung perasaan bap dan ibu mohon dimaafkan.
Terimakasih atas kerjasamanya pak,bu.”
“Silahkan ibu dan Bapak unutk dapat menyelesaikan administrasinya ke kantor depan!”
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000

Anda mungkin juga menyukai