DOSEN :
DISUSUN OLEH :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa kehamilan merupakan periode yang sangat penting bagi pembentukan
kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang, karena tumbuh kembang
anak akan sangat ditentukan oleh kondisi pada saat janin dalam kandungan.
Pertumbuhan janin dalam kandungan merupakan hasil interaksi antara potensi genetik
dari ayah maupun ibu dan lingkungan intrauterin. Pertumbuhan janin dipengaruhi
oleh faktor-faktor selama kehamilan, yaitu sakit berat, komplikasi kehamilan, kurang
gizi, dan keadaan stress pada ibu hamil (Soetjiningsih, 2012). Status gizi ibu pada
kehamilan berpengaruh pada status gizi janin. Asupan makanan ibu dapat masuk ke
janin melalui tali pusat yang terhubung kepada tubuh ibu. Kondisi terpenuhinya
kebutuhan zat gizi janin terkait dengan perhatian asupan gizi dari makanan yang
adekuat agar tumbuh kembang janin berlangsung optimal (Indreswari et al., 2008).
Status gizi ibu, yang ditentukan oleh asupan makanan sebelum dan selama kehamilan,
berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatannya dan juga pada janin yang sedang
berkembang. Ibu hamil dengan asupan gizi yang baik, mengurangi resiko melahirkan
bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau lahir dini, dua kondisi tersebut sering
dihubungkan dengan masalah perkembangan yang serius (Allen & Marotz, 2010).1
Kehamilan dan nutrisi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Nutrisi
merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang perkembangan kehamilan (Wu
et al, 2004). Kehamilan diharapkan menjadi suatu pengalaman yang menyenangkan
untuk calon ibu apabila calon ibu dapat menikmati masa kehamilan dalam kondisi
sehat (Sharifirad et al, 2013). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa nutrisi
yang adekuat merupakan kunci penting untuk kesehatan ibu hamil dan janin dalam
kandungannya. Nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan banyak manifestasi
pada janin seperti meningkatnya resiko kejadian pertumbuhan janin terhambat (Intra
Uterine Growth Retardation), bayi berat lahir rendah (BBLR), persalinan prematur,
serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin (Daba et al,2013).2
Di dalam Rahim ibu, janin mempunyai saluran pengikat antara ibu dan bayi
yang biasa kita sebut plasenta. Plasenta terdapat berbagai macam fungsi diantaranya
sebagai respirasi, ekskresi, dan produksi hormone sehingga terjadi pertukaran zat
antara ibu dan janin.Plasenta merupakan organ berbentuk cakram yang
menghubungkan janin dengan dinding Rahim yang menjadi jalan perantara bagi
pernapasan, pemberian makanan, dan pertukaran zat buangan antara janin dan darah
ibu. Plasenta berbentuk mirip gumpalan hati mentah dengan diameter 15-20 cm dan
tebal kurang lebih 2,5 cm, berat rata-rata 500 gram terdiri dari 200 lebih pembuluh
vena halus. Plasenta terletak di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas
kearah fundus uteri dikarenakan alasan fisiologis permukaan bagian atas korpus uteri
lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk berimplementasi.3
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu masalah bagaimana nutrisi untuk
janin dan transfer beserta endokrinologi plasenta?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian nutrisi janin
2. Untuk mengetahui nutrisi yang dibutuhkan janin
3. Untuk mengetahui transfer plasenta
4. Untuk mengetahui endokrinologi plasenta
D. Manfaat
PEMBAHASAN
A. NUTRISI YANG DIBUTUHKAN OLEH JANIN
1. Makronutrien
a. Energi
Janin menggunakan zat gizi sebagai elemen anabolik dan
sebagai bahan bakar yang telah diketahui dapat dioksidasi untuk
pembentukan energi sebesar 100 kcal/hari. Sumber energi utama yang
digunakan untuk pertumbuhan janin berasal dari metabolisme glukosa,
laktat dan protein. Diketahui bahwa pada fase postnatal, laktat
diproduksi saat respirasi anaerob yang membutuhkan energi dalam
jumlah yang sangat besar.
b. Glukosa
Glukosa adalah substrat energi utama yang dikonsumsi oleh
janin yang diperoleh dari transfer maternofetal plasental. Janin
menggunakan glukosa terutama untuk membentuk energi, tetapi
sebagian lainnya disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk
glikogen dan trigliserid. Sintesa glikogen dari glukosa, laktat, piruvat
dan asam amino berlangsung dalam hepar janin pada awal kehamilan.
c. Laktat
Laktat Laktat disintesa oleh plasenta dan janin terutama di
jaringan otot skelet sebagai substrat energi dan sebagai prekursor
pembentukan glikogen. Plasenta menggunakan laktat sebagai substrat
energi dan untuk sintesa trigliserid. Hanya sepertiga dari total laktat
yang dikonsumsi janin pada akhir kehamilan. Banyak bukti yang
menunjukkan bahwa transport plasenta dapat dimodifikasi oleh
somatotropin. Pemberian somatotropin diketahui dapat meningkatkan
produsi laktat oleh plasenta dan peningkatan uptake laktat pada janin.
Metabolisme glukosa dan protein pada janin dan plasenta akan
menghasilkan laktat dalam jumlah yang besar. Laktat dilepas ke dalam
sirkulasi darah janin sebagai substrat reservoir karena laktat tidak dapat
melewati plasenta dengan mudah. Hal ini menguntungkan bagi
plasenta karena plasenta sendiri menggunakan 40-60% glukosa dan
oksigen untuk dipasok ke uterus pada akhir kehamilan.
d. Protein
Janin menggunakan protein sebagai substrat energi saat suplai
glukosa terbatas. Intake protein ibu selama hamil sekitar 50 gr/hari.
Protein dibutuhkan untuk pembentukan jaringan baru serta
mempertahankan jaringan yang sudah terbentuk sebelumnya dan
pembentukan berbagai struktur organ seperti tulang dan otot, serta
pembentukan sistem kekebalan tubuh dan sel-sel darah merah baru.
Kekurangan Energi Protein (KEP) pada janin dapat menyebabkan
IUGR dan biasanya disebabkan oleh ibu yang mengalami hipertensi
atau malnutrisi yang berat selama kehamilan. IUGR yang berlangsung
lama dan parah menyebabkan pertumbuhan kepala janin yang kurang
dan hal ini berkaitan dengan perkembangan janin yang buruk. Jsnin
ysng mengalami IUGR, 15% mengalami pertumbuhan syaraf yang
abnormal, ditunjukkan dengan kognitif yang kurang. Kemampuan
mengenali dan mengingat secara verbal dan visual menjadi rendah.
KEP akan mengakibatkan ukuran plasenta kecil dan kurangnya suplai
zat-zat makanan ke janin bila terjadi pada kehamilan trimester I, yang
akan meningkatkan kejadian bayi BBLR jika KEP terjadi pada
kehamilan trimester II dan III.
e. Lemak
Simpanan lemak dalam bentuk trigliserida dalam jaringan
adiposa atau sebagai struktur membran sel pada berbagai jaringan.
Janin juga menggunakan lemak untuk sintesa berbagai substrat seperti
leukotrin dan prostaglandin. Trigliserid dihidrolisa dalam plasenta
menjadi asam lemak dan gliserol. Pertumbuhan dan perkembangan
janin tergantung dari suplai asam lemak tak jenuh (PUFA) ibu. Asam
lemak PUFA merupakan dasar pertumbuhan janin, serta perkembangan
dan pematangan otak. Kekurangan PUFA pada janin berkaitan dengan
kejadian IUGR dan gangguan pada mata dan intelektual akibat dari
terjadinya perdarahan periventricular. PUFA dibutuhkan janin
terutama paling banyak saat trimester akhir kehamilan saat terjadi
pertumbuhan jaringan syaraf dan pembuluh darah. Proses tumbuh
kembang sistem saraf pusat dan otak janin juga memerlukan bantuan
asam lemak tak jenuh, yaitu kandungan omega 6 (linoleat) dan omega
3 (asam linolenat, EPA, DHA). Sumbernya antara lain, ikan tenggiri,
ikan kembung, ikan tuna, dan ikan tongkol.
2. Mikronutrien
a. Vitamin A
Status vitamin A bila kekurangan maupun berlebihan pada ibu hamil
berdampak pada berat badan dan erkembangan janin (gangguan pada neural
tube defect). Vitamin A diperlukan untuk embriogenesis, pertumbuhan dan
diferensiasi sel epitel. Vitamin A berperan dalam proses metabolisme yang
berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan dan kesehatan sel dan jaringan
janin, penglihatan, pembentukan tulang, sistem kekebalan tubuh, serta
pembentukan sistem saraf. Kebutuhan vitamin A dapat dipenuhi dengan
mengonsumsi daging ayam, telur itik, kangkung, dan wortel.
b. Asam folat
Asam folat sangat berperan dalam proses pembentukan sistem
saraf pusat, termasuk otak. Asam folat tidak bisa disimpan dalam
tubuh, harus diberikan setiap hari dalam makanan ibu hamil.
Kekurangan folat menyebabkan sintesa DNA yang tidak sempurna
sehingga terjadi gangguan pada replikasi sel yang mengakibatkan
kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan malformasi organ
seperti spina bifida, bibir sumbing. Sumber asam folat antara lain
sayuran berdaun hijau tua, jeruk, apel, hati sapi, kacang kedelai,
tempe , serta serealia yang sudah difortifikasi dengan asam folat.
c. Vitamin B12
Agar berbagai sel tubuh janin yang telah terbentuk berfungsi
normal, tubuh janin membutuhkan vitamin B12. Vitamin ini terutama
berfungsi menjaga kerja sel-sel sumsum tulang belakang, sistem saraf,
dan saluran pencernaan. Contoh makanan sumber vitamin B12 adalah
hasil ternak dan produk olahannya, serta produk olahan kacang
kedelai, misalnya
d. Vitamin D
Vitamin ini dibutuhkan untuk memperbaiki penyerapan
kalsium (Ca) dan membantu keseimbangan mineral di dalam
darah. Sumber vitamin D, di antaranya adalah ikan salmon, ikan
hering, dan susu.
e. Kalsium (Ca)
Kalsium dan fosfor sangat penting untuk mineralisasi tulang.
Kalsium diperlukan terutama pada trimester 3 hehamilan. Tambahan
kalsium sekitar 150-200 mg/hari dibutuhkan untuk pertumbuhan janin
serta untuk persediaan ibu hamil sendiri agar pembentukan tulang janin
tidak mengambil dari persediaan kalsium ibu. Defesiensi kalsium,
fosfor, dan vitamin D dalam makanan ibu hamil dapat meningkatkan
efek pada mineralisasi tulang pada janin.
f. Zat besi (Fe)
Kebutuhan zat besi selama kehamilan sangat tinggi, terutama
pada trimester II dan III. Kebutuhan zat besi dapat dipenuhi dengan
tambahan pil besi dengan dosis 100 mg/hari. Pada trimester I belum
ada kebutuhan yang mendesak sehingga kebutuhan zat besi sama
dengan wanita dewasa yang tidak hamil. Zat besi penting untuk
pembentukan hemoglobin yang merupakan suatu komponen darah.
Untuk meningkatkan massa hemoglobin diperlukan zat besi sekitar 500
mg (termasuk simpanan) karena selama kehamilan volume darah
meningkat sampai 50%. Pada saat melahirkan, ibu hamil kehilangan
sebanyak 250 mg, belum termasuk untuk janin dan plasenta.
Kekurangan harus dipenuhi selama trimester II dan III. Hemoglobin
membawa oksigen ke seluruh tubuh, termasuk ke plasenta. Sumber zat
besi adalah makanan yang berasal dari hewan yaitu daging, ayam dan
telur, serta kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran hijau. Agar
absorbsi zat besi lebih baik, perlu adanya vitamin C yang banyak
terdapat pada jeruk, brokoli, dan tomat. Kekurangan zat besi akibat
dari terganggunya aliran darah plasenta dan berkurangnya zat besi
yang ditransfer, dapat menyebabkan IUGR pada janin. Kadar transferin
yang tinggi dan rendahnya kadar feritin pada darah tali pusar neonatus
terjadi akibat cadangan zat besi yang rendah dalam tubuh dan
menyebabkan IUGR.
B. TRANSFER NUTRISI DARI IBU KE JANIN
1. Plasenta
Plasenta di definisikan sebagai gabungan dari membrane janin dengan mukosa
uterus dengan tujuan untuk proses pertukran nutrisi , gas - gas dan zat - zat
sampah antara janin dan ibu. Plasenta merupakan organ kehidupan dengan
sejumlah fungsi untuk menyokong dan melindungi janin. Plasenta
memungkinkan pertukaran antara oksigen dan karbondioksida pada janin,
merupakan jalan masuk sisa metabolisme dan proses metabolisme yang
diperlukan oleh tubuh. Plasenta juga melindungi janin dengan melakukan
transfer antibodi yang terdapat pada ibu ke janin dan dengan antibodi itu dapat
dilakukan sintetis hormon yang penting untuk pertahanan dan kesejahteraan
kandungan.
2. Fungsi Plasenta
Fungsi plasenta dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Sebagai tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk
tumbuh kembang janin
b. Sebagai alat respirasi
c. Sebagai alat sekresi hasil metabilisme
d. Sebagai barier
e. Sebagai sumber hormonal kehamilan
3. Plasenta sebagai alat pertukaran nutrisi
Transfer gas, nutrisi dan produk sampah terjadi melalui jaringan trofoblast dan
sel - sel endotel janin. Selama kehamilan awal, plasenta menyintesis glikogen.
Fungsi ini mengalami penurunan seiring perkembangan hati janin. Plasenta
juga melakukan sintesis kolesterol dan asam lemak, dan porses metabolik lain
yang sebagian besar menyediakan alergi yang diperlukan dan membiarkan
fungsi lain melakukan transfer dan biosintesis endokrin. Ada sejumlah
mekanisme plasenta melakukan pengangkutan materi yang dibutuhkan antara
sirkulasi ibu dan janin pada ruang antar vilus di sepanjang membran plasenta.
Molekul yang berpindah dari rongga intervili maternal ke sistem lumen kapiler
harus melewati lapisan sel - sel berikut :
a. Membrane plasma mikrovili dari sinsitriotrofoblast
b. Sel - sel sinsitriotrofoblast dari villus
c. Membrane basal trofoblast
d. Jaringan penyambung mesodermdari villi
e. Epitel kapiler janin
Uji Hasil
Hipofisis FSH, LH Stimulasi GnRH Tidak berespons mulai minggu
ketiga kehamilan hingga nifas.
GH Uji toleransi Respons mening kat selama paruh
insulin pertama kehamilan dan kemudian
menjadi tumpul hingga mesa
nifas.
Stimulasi arginin Stimulasi berlebih an selama
trimester pertama dan kedua,
kemudian ditekan.
TSH Stimulasi TRH Respons tidak berubah.
Insulin pankreas Toleransi glukosa Glukosa puncak meningkat dan
kadar glukosa tetap
tinggi lebih lama.
Glucose Kadar insulin meningkat mencapai
challenge kadar puncak
yang lebih tinggi.
Infusi arginin Respons insulin menjadi tumpul
pada tengah kehamilan hingga
kehamilan lanjut:
Adrenal Kortisol Infusi ACTH Respons kortisol dan 17-hidroksi
kortikosteron yang berlebihan.
Metirapon Respons berkurang.
Mineralo- kortikoid Infusi ACTH Tidak ada respons DOC.
Supresi deksa Tidak ada respons DOC.
metason
7. Korteks Adrenal Ibu
a. Glukokortikoid : Kadar kortisol plasma meningkat hingga tiga kali
kadar tidak-hamil saat menjelang trimester ketiga. Peningkatan
terutama akibat pertambahan globulin pengikat kortikosteroid (CBG)
hingga dua kali lipat. Peningkatan kadar estrogen pada kehamilan
adalah yang bertanggung jawab atas peningkatan CBG, yang pada
gilirannya mampu mengurangi katabolisme kortisol di hati. Akibatnya
adalah peningkatan waktu paruh kortisol plasma hingga dua
kalinya. Produksi kortisol oleh zona fasikulata juga meningkat pada
kehamilan. Dampak akhir dari perubahan-perubahan ini adalah
peningkatan kadar kortisol bebas dalam plasma, menjadi dua kali lipat
pada kehamilan lanjut. Kortisol plasma yang tinggi berperan dalam
terjadinya resistensi insulin pada kehamilan dan juga terhadap
timbulnya striae, namun tanda-tanda hiperkortisolisme lainnya tidak
ditemukan pada kehamilan. Adalah mungkin bahwa kadar progesteron
yang tinggi berperan sebagai suatuantagonis glukokortikoid dan
mencegah efek-efek kortisol ini.
b. Mineralokortikoid dan Sistem Renin Angiotensin : Aldosteron serum
jelas meningkat pada kehamilan. Peningkatan disebabkan oleh
peningkatan delapan hingga sepuluh kali lipat dari produksi aldosteron
zona glomerulosa dan bukan karena meningkatnya pengikatan ataupun
berkurangnya bersihan. Substrat renin meningkat karena pengaruh
estrogen terhadap sintesisnya di hati, dan renin sendiri juga meningkat.
Peningkatan substrat renin dan renin sendiri akan menyebabkan
peningkatan aktivitas renin dan angiotensin. Akan tetapi di balik
perubahan-perubahan dramatis ini, wanita hamil hanya
memperlihatkan sedikit tanda-tanda hiperaldosteronisme. Tidak ada
kecenderungan mengalami hipokalemia ataupun hipernatremia dan
tekanan darah pada pertengahan kehamilan di mana perubahan sistem
aldosteron-renin-angiotensin paling maksimal dan cenderung lebih
rendah dibandingkan keadaan tidak hamil. Edema pada kehamilan
lanjut mungkin merupakan akibat dari perubahan-perubahan ini, tetapi
hiperaldosteronisme pada wanita-wanita tak hamil menyebabkan
hipertensi dan bukan edema.
Meskipun secara kuantitatif paradoks yang nyata ini tidak sepenuhnya
dimengerti, namun suatu penjelasan kualitatif masih dimungkinkan.
Progesteron merupakan suatu penghambat kompetitif efektif
mineralokortikoid pada tubulus distalis ginjal. Progesteron eksogen
(tetapi tidak progestin sintetis) bersifat natriuretik dan hemat kalium
pada manusia, namun tidak akan berefek pada orang yang telah
menjalani adrenalektomi yang tidak mendapat mineralokortikoid.
Progesteron juga menyebabkan respons ginjal terhadap aldosteron
eksogen menjadi tumpul; jadi, peningkatan renin dan aldosteron dapat
merupakan respons terhadap kadar progesteron kehamilan yang tinggi.
Akibat aktivitas renin plasma yang meningkat, pada saat yang sama
terjadi peningkatan angiotensin II yang tampaknya tidak lazim
menyebabkan hipertensi karena terjadi penurunan kepekaan sistem
vaskular ibu terhadap angiotensin. Bahkan pada trimester pertama,
angiotensin eksogen hanya akan mencetuskan peningkatan tekanan
darah yang lebih rendah dibandingkan pada keadaan tidak hamil.
Adalah jelas bahwa kadar renin, angiotensin, dan aldosteron yang
tinggi pada wanita hamil merupakan subjek dari kontrol umpan balik
normal karena dapat mengalami perubahan sesuai posisi tubuh,
konsumsi natrium, dan beban air serta pembatasan kualitatif seperti
halnya pada wanita tak hamil. Pasien-pasien dengan preeklamsia
memperlihatkan bahwa kadar enin,r aldosteron, dan angiotensin serum
lebih rendah dari kehamilan normal, dengan demikian menyingkirkan
peran utama sistem renin-angiotensin pada gangguan ini.
c. Androgen : Pada kehamilan normal, produksi androgen ibu sedikit
meningkat. Namun demikian penentu paling penting dari kadar
androgen plasma spesifik tampaknya adalah apakah androgen terikat
pada globulin pengikat hormon seks (SHBG). Testosteron yang terikat
kuat pada SHBG meningkat kadarnya mencapai batas-batas kadar pria
normal menjelang akhir trimester pertama, namun kadar testosteron
bebas sebenarnya lebih rendah daripada keadaan tidak hamil. Ikatan
dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA sulfat) tidak begitu bermakna,
dan kadar plasma DHEA sulfat sesungguhnya menurun selama
kehamilan. Desulfasi dari DHEA sulfat oleh plasenta dan pengubahan
DHEA sulfat menjadi estrogen oleh unit janin-plasenta juga
merupakan faktor-faktor pen-ting dalam peningkatan bersihan
metaboliknya.
8. Kompartemen Endokrinologi Janin
Karena janin tak dapat dinilai langsung, maka banyak penelitian-
penelitian awal mengenai endokrinologi janin mengandalkan pengamatan
pada bayi-bayi dengan cacat kongenital ataupun kesimpulan dari penelitian-
penelitian ablasio ataupun percobaan akut pada mamalia. Penelitian mengenai
sistem endokrin janin semakin dipersulit oleh kemajemukan sumber-sumber
hormon. Janin terpajan hormon-hormon ibu ataupun plasenta maupun hormon
yang dihasilkannya sendiri. Cairan amnion mengandung sejumlah hormon
yang berasal dari ibu maupun janin, dan hormon-hormon ini tidak jelas
kepentingannya. Jadi penelitian pada janin yang diisolasi bila mungkin
sekalipun, hanya akan sedikit mempunyai relevansi fisiologis.
Kelemahan lain dalam penelitian sistem endokrin janin berkaitan
dengan proses perkembangan itu sendiri. Kesimpulan yang didapat dari
perilaku sistem endokrin dewasa tidak dapat dialihkan begitu saja pada janin,
karena organ sasaran, reseptor, modulator dan regulator berkembang pada
waktu-waktu yang berbeda. Jadi, peranan suatu hormon tertentu dalam janin
pada satu waktu dalam kehamilan hanya sedikit berkaitan ataupun tidak ada
hubungannya sama sekali dengan peranannya pada kehidupan post-natal.
Penentuan waktu dalam perkembangan janin biasanya dalam "minggu
janin", yang dimulai pada saat ovulasi dan fertilisasi. Jadi, usia janin selalu
kurang 2 minggu dibandingkan usia kehamilan
a. Kelenjar Tiroid Janin
Kelenjar tiroid berkembang tanpa TSH yang terdeteksi. Menjelang
minggu ke-12 tiroid telah mampu menjalankan aktivitas pemekatan
iodium dan sintesis hormon tiroid.Pada trimester kedua, TRH, TSH,
dan T4 bebas semuanya meningkat. Pematangan mekanisme umpan
balik diisyaratkan oleh plateau TSH sekitar usia janin 20 minggu. T3
dan reverse T3 janin tidak terdeteksi sebelum trimester ketiga. Hormon
yang produksi dalam jumlah besar semasa kehidupan janin adalah T4,
sementara T3 yang aktif secara metabolik dan derivat tak aktifnya
yaitu reverse T3, juga meningkat paralel dengan T4 selama trimester
ketiga. Pada kelahiran, konversi T4 menjadi T3 menjadi nyata.
Perkembangan hormon-hormon tiroid ini tidak bergantung pada sistem
ibu, dan hanya ada sedikit transfer hormon tiroid melalui plasenta
dalam kadar fisiologis. Ini mencegah gangguan tiroid pada ibu
mempengaruhi kompartemen janin, tetapi juga mencegah terapi efektif
hipotiroidisme janin melalui ibu. Obat-obat goitrogenik seperti
propiltiourasil dapat menembus plasenta dan dapat men-cetuskan
hipotiroidisme dan goiter pada janin. Fungsi hormon-hormon tiroid
janin tampaknya penting sekali untuk pertumbuhan somatik dan
adaptasi neonatus yang berhasil.
b. Kelenjar Paratiroid Janin
Paratiroid janin mampu mensintesis hormon paratiroid menjelang akhir
trimester pertama. Namun begitu, plasenta secara aktif mengangkut
kalsium ke kompartemen janin, dan janin tetap dalam keadaan
hiperkalsemia relatif selama kehamilan. Kadar kalsitonin serum janin
meningkat, menambah massa tulang. Kadar vitamin D janin
mencerminkan kadarnya pada ibu tetapi tampaknya tidak bermakna
dalam metabolisme kalsium janin.
c. Korteks Adrenal Janin
Secara anatomis dan fungsional adrenal janin berbeda dengan adrenal
dewasa. Korteks dapat diidentifikasi sedini usia janin 4 minggu, dan
menjelang minggu ke-7 telah dapat dideteksi aktivitas steroidogenik
pada lapisan zona dalam.Menjelang minggu ke-20, korteks adrenal
telah membesar di mana massanya relatif lebih besar dibandingkan
ukuran post-natal. Zona interna janin bertanggung jawab atas produksi
steroid selama kehidupan janin dan menyusun kira-kira 80% dari
massa adrenal. Selama trimester kedua zona interna janin ini terus
bertumbuh, sementara zona eksterna relatif tidak berdiferensiasi. Pada
sekitar minggu ke-25, zona definitif (dewasa) berkembang lebih cepat,
dan akhirnya mengambil peran utama dalam sintesis steroid selama
minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Peralihan fungsi ini disertai
involusi dari zona janin yang menjadi lengkap dalam bulan-bulan
pertama masa neonatus.
d. Gonad Janin
Testis merupakan struktur yang telah terdeteksi pada sekitar usia janin
6 minggu. Pada tahap perkembangan yang sama, sel-sel interstisial
atau sel Leydig yang mensintesis testosteron aninj menjadi berfungsi.
Produksi testosteron maksimal bersamaan dengan produksi hCG
maksimal oleh plasent. Dihidrotestosteron bertanggung jawab atas
perkembangan struktur-struktur genitalia eksterna, sementara substansi
penghambat mullerian menghambat perkembangan struktur-struktur
internal wanita.
Hanya sedikit yang diketahui mengenai fungsi ovarium janin.
Menjelang usia intrauterin 7-8 minggu, ovarium telah dapat dikenali
tetapi kepentingannya dalam fisiologi janin masih belum dapat
dipastikan, dan makna steroid-steroid yang diproduksi ovarium tetap
belum jelas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nutrisi ibu hamil adalah kebutuhan zat gizi yang diperlukan seorang ibu disaat hamil.
Nutrisi ibu disaat hamil dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil yang berdampak
pada pertumbuhan janin yang dikandungnya. Untuk pertumbuhan janin yang
memadai diperlukan zat-zat makanan yang adekuat seperti karbohidrat, protein,
lemak, zat besi, kalsium, asam folat,kolin, vitamin E, vitamin A, vitamin B1, iodine,
dan zinc (seng). Faktor yang mempengaruhi nutrisi ibu hamil terbagi menjadi dua
yaitu faktor langsung seperti keterbatasan ekonomi, produk pangan, sanitasi makanan,
pembagian makanan dan pangan masyarakat, pengetahuan gizi yang kurang,
pemenuhan makanan berdasarkan pada makanan kesukaan saja, pantangan pada
makanan tertentu, selera makan, dan suplemen makanan. Faktor tidak langsung
seperti pendidikan keluarga, faktor budaya dan faktor fasilitas kesehatan.
Kecukupan gizi pada ibu disaat hamil sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janinnya. Beberapa contoh akibat defisiensi gizi pada janin
diantaranya Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), kematian janin di dalam kandungan,
abortus, cacat bawaan, janin diresorpsi, lahir mati, bayi lahir lemah, hambatan pada
pertumbuhan janin, kehamilan serotinus, partus lama, prematuritas dan reterdasi janin,
beri-beri congenital, serta kelainan struktur tulang secara menyeluruh pada bayi.
Perkembangan janin umumnya berlangsung selama 10 bulan. Semuanya bertahap
mulai dari pembentukan otak, tulang belakang, jantung dan aorta kemudian alat gerak
dan indera, sampai timbulnya gerakan dan berfungsinya organ-organ yang telah
terbentuk. Janin terus tumbuh dan berkembang hingga pada usia 10 bulan normalnya
bayi akan memposisikan dan siap untuk dilahirkan
A. Saran
http://eprints.ums.ac.id/29211/2/Bab_I.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61984/Chapter
%20I.pdf;jsessionid=367F825C4EDCC7BAEB5BD39A567CC9B6?sequence=5
https://www.slideshare.net/septianraha/makalah-plasenta
Susetio, Ongko. (2012). Gizi dan Kesehatan Reproduksi Wanita untuk Mempersiapkan
Kehamilan dan Kelahiran Bayi yang Sehat. Surabaya:AKZI