Anda di halaman 1dari 17

ANALISA KELAYAKAN PROYEK

Analisis Finansial Alat Pengering Gabah Dengan Heat Exchanger


Tipe Sirip Berbahan Bakar Sekam

Dosen Pengampu:
Ir.Muhammad Zaman,M.Si., M.T.

Oleh
1. M.Ridho Triadi (061740421863)
2. M Rivaldo Hanitama (0617404218

Kelas : 5 KIB

TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2019
KATA  PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis sampaikan kepada Allah swt, karena berkat ridho


dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul  “Analisis Kelayakan
Proyek Alat Pengering Gabah dengan Heat Exchanger” untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah Analisa Kelayakan Proyek.
Sholawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad saw yang
selalu kita nanti-nantikan syafa’atnya di hari kiamat.
Kami juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini dapat berguna
serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait analisa
kelayakan proyek.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan banyak
sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan.. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan makalah ini akan penulis terima dengan senang hati. Dan kami pun
berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang membaca.
Akhir kata semoga keberadaan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik yang
menyusun maupun yang membaca.

Palembang,  8 Oktober 2019

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 TUJUAN
BAB II PELAKSANAAN PENELITIAN
2.1 TEMPAT DAN WAKTU
2.2 ALAT DAN BAHAN
2.3 METODE DAN PENELITIAN
2.4 CARA KERJA
2.5 ANALISA INVESTASI
2.5.1. INVESTASI AWAL
2.5.2. BIAYA TETAP.......................................................................................................
2.5.3. BIAYA TIDAK TETAP
2.5.4. BREAK EVEN POINT..........................................................................................
2.5.5. NET PRESENT VALUE
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

ii
ii
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Padi adalah komoditas utama yang berperan sebagai pemenuh kebutuhan pokok
karbohidrat bagi penduduk. Komoditas padi memiliki peranan pokok sebagai pemenuhan
kebutuhan pangan utama yang setiap tahunnya meningkat sebagai akibat pertambahan jumlah
penduduk yang besar, serta berkembangnya industri pangan dan pakan (Yusuf, 2010).
Padi adalah salah satu tanaman yang sangat penting karena sebagai sumber makanan
pokok sebagaian besar masyarakat Indonesia. Terdapat beberapa proses tahapan padi atau
gabah menjadi beras. Tahapan tersebut dimulai dari pemanenan, perontokan, pengeringan
dan penggilingan. Proses tahapan ini tentu mengalami beberapa kendala, salah satunya adalah
proses pengeringan.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut,salah satunya
yaitu dengan menggunakan alat pengering padi (oven). Dan sebagai bahan sumber panasnya
digunakan limbah pertanian berupa sekam padi sebagai bahan bakarnya. Sekam adalah kulit
padi dari sisa penggilingan padi yang menghasilkan beras. Sekam padi di dapat dari sisa
penggilingan padi pada mesin penggiling padi, dimana setelah pengilingan padi, sekam
dibuang begitu saja dan tidak termanfaatkan sehingga akan mengganggu kelestarian
lingkungan (Hermawan, 2008).
Pengeringan adalah suatu usaha pengurangan kadar air dari suatu bahan pangan
dengan cara mengubah air tersebut menjadi uap. Pada umumnya, media pengeringan
menggunakan udara kering panas yang dialirkan dengan laju alir tertentu (mass flow rate).
Kapasitas udara kering panas dalam mengangkat air diatur oleh suhu yang semula di setting
pada pemanasan dengan electric heating (Erlina, 2009).
Cara pengeringan padi yang banyak dilakukan oleh para petani yaitu menjemur padi
dibawah sinar matahari. Penjemuran sangat tergantung pada cuaca dan gabah hasil panen
yang tidak dapat dikeringkan dengan segera, akan mengakibatkan gabah menjadi rusak,
busuk, berjamur, berubah warna (Daulay, 2011). Melihat permasalahan diatas, perlu dibuat
alat pengering yang memanfaatkan limbah dari hasil penggilingan padi tersebut sebagai
bahan bakar dan untuk mengalihkan cara pengeringan gabah padi yang masih saja
menggunakan cara tradisional yaitu pengeringan dengan cara menjemur. Saat ini telah
dirancang alat pengering gabah padi yang memanfaatkan sekam padi sebagai bahan bakar
namun analisis teknis dan finansial belum dilakukan, maka dari itu penelitian ini akan
dilakukan.
1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial alat pengering gabah dengan
heat exchanger tipe sirip berbahan bakar sekam

1
BAB II
PELAKSANAAN PENELITIAN

2.1. Tempat dan Waktu


Penelitian akan dilaksanakan di lahan persawahan salah satu petani di Desa Telang
Sari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan pada bulan
Januari 2016 sampai bulan April 2016.
2.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1). Satu unit alat pengering gabah
padi dengan heatexchanger tipe sirip berbahan bakar sekam, 2). Alat hitung, 3). Alat tulis, 4).
Kamera Digital, 5). Laptop, 6). Stopwatch, dan 7). Timbangan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabah padi yang merupakan hasil
panen dari sawah salah satu petani di Desa Telang Sari Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten
Banyuasin dan sekam padi yang merupakan hasil penggilingan padi di salah satu pabrik
penggilingan padi skala kecil milik warga setempat serta kuisioner.
2.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan yaitu dengan menggunakan metode deskriptif
dengan cara menganalisis data finansial dimulai dengan pengujian alat pengeringan gabah
dengan heat exchanger tipe sirip berbahan bakar sekam, pengamatan, survey harga dan hasil
kajian ini disusun dan dikumpulkan dalam bentuk tabulasi. Di samping itu juga dilakukan
metode wawancara dengan pihak-pihak terkait.
2.4. Cara Kerja
Cara kerja penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Alat pengering gabah dengan heat exchanger tipe sirip berbahan bakar sekam di
aplikasikan.
2. Data finansial alat pengering gabah dengan heat exchanger tipe sirip berbahan bakar
sekam di analisis, meliputi :
a) Biaya tetap
b) Biaya tidak tetap
c) Analisis aliran kas (NPV dan BEP).

2
2.5. Analisis Finansial
Suatu usaha yang sudah berjalan beberapa lama memerlukan evaluasi atau peninjauan
kembali apakah usaha tersebut menguntungkan atau tidak dan apakah usaha tersebut layak
sebagai suatu investasi masa depan. Oleh karena itu perlu adanya kajian guna mengetahui
apakah layak atau tidaknya suatu usaha dilaksanakan.
Analisis finansial adalah suatu analisis yang dilakukan dengan menggunakan harga
pasar. Harga pasar adalah suatu harga dimana barang atau jasa benar-benar dipertukarkan
dengan barang atau jasa lainnya atau dipertukarkan dengan uang. Suatu harga pasar dapat
menghubungkan transaksi yang muncul di setiap lokasi seperti di pasar desa atau pasar
swalayan (Gittinger, 1993).
finansial adalah kegiatan melakukan penilaian dan penentuan satuan rupiah terhadap
aspek-aspek yang dianggap layak dari keputusan yang dibuat dalam tahapan analisis usaha
(Endi, 2010). Tujuan dari analisis finansial adalah untuk mencari ukuran yang menyeluruh
sebagai dasar penerimaan dan penolakan suatu proyek. Hasil analisis finansial melihat sejauh
mana manfaat yang dapat diperoleh untuk melaksanakan suatu kegiatan atau proyek.
Analisis finansial sangat diperlukan untuk menemukan kelayakan dalam usaha , yaitu
dengan menghitung arus biaya dan arus penerimaan
2.5.1. Investasi Awal
Biaya pembuatan alat pengering gabah dengan heat exchanger tipe sirip berbahan
bakar sekam ini dibagi menjadi dua yaitu : 1) Heat Exchanger sebesar Rp 83.000.000, 2)
Engine sebesar Rp 10.300.000

3
No Nama Barang Harga

1 Frame Rp 3.000.000

2 Steam tube Rp 2.700.000


3 window Rp 3.750.000

4 Grate Rp 6.000.000
5 Hopper Rp 4.350.000

6 Furnace Rp 6.700.000
7 Steam duct Rp 3.300.000

8 Boiler Rp 7.200.000

9 Diesel engine Rp 9.500.000


10 Plates of heat exchanger Rp3.800.000

11 Water inlet Rp1.800.000


12 Chimney Rp 2.750.000

13 Grain box Rp 7.400.000


14 Perforated plate Rp 6.100.000

15 Loading unloading door Rp 4.850.000


16 Blower Rp.9 800.000

Rp83.000.000

4
2.5.2. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang secara relatif tidak dipengaruhi oleh besarnya
jumlah produksi. Biaya ini harus tetap dikeluarkan terlepas dari persoalan apakah
pelayanan diberikan atau tidak. Contoh biaya tetap adalah biaya menyewa gedung
(Sulistyorini dan Moediarso, 2012).
Biaya tetap adalah jenis biaya selama satu periode kerja dalam jumlah tetap,
sehingga tidak tergantung pada jumlah produksi yang dihasikan msekipun digunakan
pada waktu yang berbeda atau tidak digunakan sama sekali. Adapun unsur-unsur
biaya tetap adalah biaya pembuatan alat dan biaya penyusutan alat.

Perkiraan masa pakai alat selama 5 tahun, biaya penyusutan alat dan bangunan
sebesar Rp. 93.300.000 / 60 = Rp. 1.555.000/bulan.

Biaya Tetap (Rp/bulan)


Penyusutan 1,555,000
Sewa Bangunan 1,500,000
Gaji Pemilik 5,000,000
Total 8,055,000

2.5.3. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap adalah jenis-jenis biaya yang perubahannya bersamaan


dengan perubahan volume kegiatan penggunaan alat tersebut. Bila produksi
bertambah maka bertambah biaya tidak tetap, demikian apabila produksi menurun
maka biaya biaya tidak tetap menurun. Biaya tidak tetap jumlahnya tergantung pada
jumlah jam kerja pemakaian alat.

Biaya Tidak Tetap (Rp/bulan)


Tagihan listrik 600,000
Bahan baku 500,000
Upah tenaga kerja langsung 4,000,000
Bahan bakar 300,000
Perawatan 100,000
Total 5,500,000

5
2.5.4. Break Even Point (Analisa Titik Impas)

Analisis titik impas adalah salah satu analisis dalam ekonomi teknik yang
sangat populer digunakan terutama pada sektor-sektor industri yang padat karya.
Menurut Riyanto (2001) dalam Rakhmawati (2008), titik impas (BEP) merupakan
suatu kondisi pada saat hasil usaha diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan.
BEP berguna untuk menjelaskan hubungan antara biaya tetap, biaya tidak tetap dan
volume produksi. Nilai BEP diasumsikan dengan menghitung kapasitas alat dalam
sekali proses pengeringan sehingga dapat diketahui titik balik modal atau titik impas
volume produksi dalam setahun dan harga jual produksi dalam setahun.

 Dengan Pinjaman bank sebesar Rp. 100.000.000, bunga 15% dalam jangka waktu
3 tahun.
 Total Hutang = Rp. 100.000.000 + Rp. 45.000.000 = Rp. 145.000.000
 Total bunga/bulan = Rp.100.000.000 x (3 x 15% )= Rp. 45.000.000/36 = Rp.
1.250.000

 Dengan asumsi perbulan alat beroperasi selama 20 hari kerja


• Penerimaan diperoleh dari produksi total gabah yang dikeringkan tiap satu kali
pengeringan menggunakan alat pengering gabah dengan heat exchanger tipe
sirip berbahan bakar sekam yaitu sebanyak 250 kg/hari dan dengan nilai jual
Rp.4000/kg
• Sehingga didapatkan omset per bulan yaitu sebesar Rp. 20.000.000
• Harga Pokok Produksi/unit = (Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap)/Total Produksi

= Rp. 8.050.000 + Rp. 5.500.000/ 5000kg


= Rp. 2710/kg

• Keuntungan/bulan = (Harga jual – Harga Pokok Produksi) x Total Produksi

= (Rp.4.000 – Rp. 2.710 ) x 5000kg = Rp. 6.450.000

• Keuntungan bersih = Rp. 6.450.000 – Rp. 1.250.000 = Rp.5.200.000

• Disini kita mendapatkan laba bersih sebesar Rp.5.200.000/bulan total hutang


Rp. 145.000.000 maka titik balik modal akan terjadi pada bulan ke 27. Jika
harga produk (gabah) kita bervariasi bukan tidak mungkin kita akan balik
modal lebih cepat dari 27 bulan.

6
2.5.5. Net Present Value

Metode Net Present Value (NPV) merupakan metode yang dilakukan dengan
cara membandingkan nilai sekarang dari aliran kas masuk bersih atau laba bersih
(Proceeds) dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi (Outlays)
( Moritian et al., 2013).
Menurut Ibrahim (2003), metode NPV kriteria investasi yang sering
digunakan dalam mengukur layak atau tidak layaknya suatu alat.
Berikut adalah asumsi laporan arus penerimaan dari produksi gabah yang
dikeringkan dengan menggunakan Heat Exchanger tipe sirip berbahan bakar sekam
selama 5 tahun sesuai perkiraan masa pakai alat dengan mengikuti aturan suku bunga
pinjaman sebesar 15%.

Tahun Arus Kas


1 62,400,000
NPV = Ct 1
2 40,000,000
¿¿
3 55,000,000
Ct = Arus kas per tahun pada periode t
4 35,000,000
C0 5 60,000,000 = Nilai investasi awal pada tahun ke 0
( dalam rupiah )
r = Suku bunga atau discount rate ( dalam % )

NPV = 62.400.000
¿¿
= 54.260.870 + 30.245.747+ 36.163.393+ 20.011.366 + 29.830.607-145.000.000

= 25.511.982
Dari hasil analisis untuk 100% investasi dibiayai dengan pinjaman bank
dengan tingkat suku bunga (i) 15% pada akhir umur proyek didapat nilai NPVnya
adalah Rp. 25.511.982,- (Rp. 25.511.982> 0), hal ini menunjukkan bahwa investasi
ini secara ekonomis layak dan direkomendasikan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

7
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah sebagai berikut :
 Dengan laba bersih sebesar Rp.5.200.000/bulan total hutang Rp. 145.000.000 maka
titik balik modal akan terjadi pada bulan ke 27.
 Dari hasil analisis untuk 100% investasi dibiayai dengan pinjaman bank dengan
tingkat suku bunga (i) 15% pada akhir umur proyek didapat nilai NPVnya adalah Rp.
25.511.982,- (Rp. 25.511.982> 0), hal ini menunjukkan bahwa investasi ini secara
ekonomis layak dan direkomendasikan.

3.2. Saran
Sebaiknya para petani atau yang melalui kelompok usaha tani di daerah terutama
pedesaan lebih memanfaatkan alat pengering gabah yang ada dan menanggalkan cara
pengeringan dengan menjemur agar mendapatkan hasil berupa gabah yang kering mencapai
kadar air yang telah ditetapkan SNI dan lebih merata serta efisien.

DAFTAR PUSTAKA

8
Arianti. R dan Suryani. S. 2013. Studi Kelayakan Pengembangan Peternakan Puyuh di
Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru-Riau. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan
Akuntansi 1 Vol 20 No.1.
Badan Litbang Pertanian. 2015. Mesin Pengering Gabah (Benih) Tipe Sirkulasi (online).
(http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/one/2101/ Diakses pada 18 Oktober 2015).
Badan Standardisasi Nasional. 2015. Mesin Pengering, Tipe Bak Datar, Syarat Mutu dan
Metode Uji. SNI 4412:2015.
BPS (Biro Pusat Statistik). 1996. Survei Susut Pascapanen MT 1994/1995. Kerjasama Biro
Pusat Statistik, Ditjen Pertanian Tanaman Pangan, Badan Pengendali Bimas, Badan
Urusan Logistik, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Institut Pertanian
Bogor, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Daulay dan Saiful.B. 2011. Pengering Padi, Metode dan Peralatan.
Endi, A. Y. B. 2010. Analisis Finansial Usaha Pengolahan Ubi Kayu dan Penggilingan
Jagung. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Erlina, D. M. 2009. Uji Model Alat Pengering Tipe Rak Dengan Kolektor Surya (studi kasus
untuk pengeringan cabai merah (Capsium annum var.Longum)). Universitas Islam
Negeri (UIN) Maliki. Malang.
Gittinger, P.J. 1993. Analysis of Agriculture Projects. Diterjemahkan Oleh Slamet Sutomo
dan Komet Manggiri. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Universitas
Indonesia (UI. Press). Jakarta.
Hasbi. 2012. Perbaikan Teknologi Pascapanen Padi di Lahan Suboptimal. Jurnal Lahan
Suboptimal. Vol. 1 (2) : 186-196.
Hermawan, Yuni. 2008. Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Bentuk
Beriket, Teknik Mesin Univ. Jember.
Husnan, S. dan Muhammad. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas
Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Ibrahim, Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta.
Irwanto, K. 1984. Ekonomi Enginiring di Bidang Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB. Bogor..
Moritian. D.I., Tanuwijaya. H dan Widodo. A. P. 2013. Analisis Kelayakan Investasi dan
Monitoring Usaha Budidaya Ikan Bandeng Secara Intensif Berbasis Web di Sidayu
Kabupaten Gresik. JSIKA. 2 (2013) 66-71.
Rakhmawati. D. 2008. Analisis Break Event Point Pada Usaha Pengolahan Pucuk Daun Teh
(Kasus di Pabrik Teh Sumber Daun Kabupaten Cianjur). Skripsi S1. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Pujawan, N. I. 2009. Ekonomi Teknik. Edisi Kedua. Guna Widya. Surabaya.

9
Sulistiadji, K. 1996. Perancangan dan Pembuatan Mesin Penyisir Padi. Makalah pada
Pelatihan Pembuatan dan Operasi Mesin Penyisir Padi. Sukamandi 12-13. Agustus
1996.
Zulman, H.U. 2015. Budidaya Padi Pada Lahan Marjinal (Kiat Meningkatkan Produksi
Padi). Universitas Tamansiswa Padang. Padang.

10

Anda mungkin juga menyukai