Anda di halaman 1dari 15

BAB III

IKHTIAR DAN TAWAKAL

A. Ikhtiar

Melakukan berbagai macam usaha (ikhtiar) yang halal baik secara zhahir (yaitu langkah-

langkah yang ditempuh dengan bekerja) maupun bathin (langkah-langkah yang ditempuh dengan

do’a) dengan maksud untuk mengubah nasib atau terhindar dari suatu bencana, merupakan

perintah Allah dan Rasulnya. Manusi wajib berikhtiar, artinya manusia wajib untuk berusaha

mewujudkan mimpi atau keinginannya sekuat tenaga. Usaha manusia juga menjadi faktor atau

penyebab akan hasil yang ditetapkan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang “

Telah diusahakannya” (Q.S.An-Najm: 39)

Rasulullah bersabda, “berusahalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-

lamanya dan berusahalah untuk akheratmu seolah-olah kamu akan mati besok.” (H.R Ibnu

Asakir).

Apakah setiap usaha (iktiar) manusia pasti berhasil? Tidak setiap usaha manusia berhasil.

Kadang-kadang usaha tersebut mengalami kegagalan. Kegagalan dalam suatu usaha itu antara

lain disebabkan karena keterbatasan – keterbatasan dan kekurangan-kekurangan yang terdapat

dalam diri manusia sendiri. Setiap muslim atau muslimat apabila gagal dalam suatu usaha

hendaknya bersabar. Orang yang bersabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah, apabila

berputus asa, sebagaimana firman Allah


Artinya: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan

saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa

dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Q.S. Yusuf, 12 : 87)

Malah ia akan meningkatkan kegiatan usahanya, agar pada usaha selanjutnya tidak

mengalami kegagalan.

Ada beberapa cara yang harus ditempuh agar suatu usaha berhasil, di antaranya :

a.       Menguasai bidang usaha yang dilaksanakannya


b.      Berusaha dengan sungguh-sungguh
c.       Melandasi usahanya dengan niat ikhlas karena Allah
d.      Berdoa kepada Allah agar memperoleh pertolongannya.

Allah SWT berfirman


sebagai berikut :
۱‫ن‬
Artinya : …“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum (kecuali)

bila mereka sendiri mengubah keadaan….” (Q.S. Ar-Ra’d, 13 : 11)

Dalam surah yang lain, Allah SWT berfirman yang artinya,

Artinya: “dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah

diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian

akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada

Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu).” (Q.S. An-Najam, 53 : 39-42)

B. Tawakkal
Tawakkal artinya berserah diri kepada Allah setelah berusaha. Setiap orang wajib

berusaha untuk mewujudkan keinginan dan kehendaknya. Setelah usaha sebaik mungkin, barulah

orang tersebut menyerahkan segala hasil dan keputusan kepada Allah. Usaha yang dilakukan

oleh seseorang bukan hanya usaha lahiriah saja, tetapi seseorang wajib memanjatkan do’a

kepada Allah, supaya apa yang telah diusahakan dapat dikabulkan oleh Allah.

Kemudian, apakah Islam mengajarkan manusia hanya berdo’a saja?

Tentu tidak, tawakkal yang benar adalah tawakal yang disertai dengan usaha dan do’a.

Islam melarang setiap pemeluknya untuk menganut fatalisme, yaitu paham atau ajaran

yang mengharuskan berserah diri pada nasib dan tidak perlu berikhtiar, karena hidup manusia

dikuasai dan ditentukan oleh nasib. Fatalisme adalah paham yang keliru, menyimpang dari ajaran

tentang iman pada takdir, penghambat kemajuan dan penyebab kemunduran umat. Setiap muslim

(muslimat) yang betul-betul beriman kepada takdir, selain wajib untuk berikhtiar, juga wajib

bertawakkal kepada Allah SWT. Dalam hal ini Allah SWT berfirman sebagai berikut :

Artinya : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada

Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.” (Q.S. Ali Imran, 3 : 159).

Selain itu, Allah SWT juga berfirman :

Artinya : “Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah di

tetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang

beriman harus bertawakal.” (Q.S. At-Taubah, 9 : 51).

Seorang muslim (muslimat) yang betul-betul bertawakkal pada Allah, tentu akan

berusaha agar senantiasa bersikap dan berprilaku sesuai dengan kehendak Allah SWT. yaitu
melaksanakan semua perintahnya dan meninggalkan semua apa yang dilarangnya.

Muslim/muslimat yang selama hidupnya betul-betul bertawakkal kepada Allah SWT dan

beriman kepada Qadha dan Qadar, tentu akan memperoleh banyak hikmah antara lain sebagai

berikut :

         Dicintai oleh Allah SWT. (Seperti dalam Q.S. Ali Imran, 3 : 159)

         Dianugerahi rezeki yang cukup, Allah SWT berfirman :

Artinya : “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan

(keperluannya)….” (Q.S. At-Talaq, 65 : 3).

         Dianugerahi ketentraman hidup, tidak akan gelisah dan berkeluh kesah, apalagi putus asa. Hal

ini disebabkan karena orang yang bertawakkal pada Allah akan bersyukur bila berada dalam

situasi yang menyenangkan, dan berusaha sabar apabila dalam kesusahan.

Artinya : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu

sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.

Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu)

supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan

terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap

orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Al-Hadid, 57 : 22-23).

         Disenangi oleh orang banyak, karena budi pekertinya yang terpuji dan hidupnya yang

bermanfaat.

         Berjiwa Qana’ah. Orang yang Qana’ah tidak tamak atau rakus dalam melihat sesuatu. Dia

merasa cukup dengan pemberian Allah. Seperti dalam Firman Allah (Q.S. At-Thalaq : 3)
         Berani menghadapi persoalan hidup, karena yakin Allah member beban kepadanya sesuai

dengan kadar kemampuannya. Firman Allah (Q.S. Al-Baqarah : 286)

         Memiliki keberanian untuk berjuang di jalan Allah.

         Memiliki jiwa yang tenang, tidak sombong, iri dan dengki.

         Mampu mengendalikan dirinya disaat suka maupun duka.

Macam-Macam Qada dan Qadar Allah

Qada dan qadar atau takdir Allah dapat dibagi menjadi dua, sebagai berikut.

a. Takdir Mubram

Takdir mubram adalah takdir  yang telah ditentukan Allah  secara pasti dan
mendasar bagi setiap makhluk. Sebagaimana penjelasan pada ayat-ayat di atas,
dapat kita ketahui bahwa penciptaan alam semesta ini beserta seluruh isinya,
telah ditetapkan oleh Allah dengan ukuran-ukuran tertentu. Penetapan ukuran-
ukuran dan ketentuan ini didasarkan pada kehendak Allah SWT. Misalnya yang
berkaitan dengan jenis kelamin manusia, sifat air yang mengalir ke bawah,
planet yang beredar dalam orbitnya, dan berbagai ukuran serta sifat lainnya.
Takdir jenis ini disebut sebagai takdir mubram.

b. Takdir Mu’allaq

Takdir mu’allaq yaitu takdir yang pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh


usaha manusia. Pelaksanaan takdir mu‘allaq ini berlaku menurut hukum sebab
akibat (sunatullah) yang ditetapkan Allah bagi kehidupan di muka bumi ini.
Allah memberikan kesempatan kepada makhluk-Nya untuk berkreasi dan
berusaha sebaik mungkin untuk menyikapi keadaan mereka. Kesempatan ini
hanya berlaku bagi manusia dan jin karena akal dan nafsu yang dikaruniakan
Allah SWT kepada keduanya. Dengan akal dan nafsunya, manusia serta jin
diberi kebebasan menentukan tindakan yang akan mereka lakukan di dunia ini.

Manusia dan jin dapat berusaha untuk menyikapi keadaan mereka. Akan tetapi,
keputusan akhir yang akan terjadi tetap di tangan Allah SWT. Dengan
demikian, terjadinya sesuatu bukan berdasarkan rencana Allah SWT semata,
melainkan mengikutkan peran serta manusia untuk menjadi kenyataan. Contoh
takdir mu‘allaq adalah hasil yang diperoleh manusia berkaitan dengan
kekayaan harta, kepandaian ilmu, kesHubungan ikhtiar dengan Qada dan
Qadar

Pada uraian berikutnya telah dijelaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas qadha dan
qadar Allah. Tetapi manusia juga di wajibkan untuk selalu berusaha sesuai dengan
kemampuannya, untuk mengubah keadaan dan nasibnya. Sebagaimana firman Allah SWT. Yang
artinya :

Sesungguhnya Allah tidak mengubahkeadan suatu kaum, sehingga mereka


(berusaha( nengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.(QS. Ar Radu:11)

Penjelasan di atas menunjukan adanya hubungan antara takdir Allah dengan ikhtiar manusia.
Sebagian yang terjadi pada manusia ada yang tidak dapat di hindarkan atau dielakkan, misalnya
ketetapan kapan dan dimana ia akan lahir, berkelamin lelaki atau perempuan, kapan dan dimana
ia akan meninggal dan sebagainya. Tetapi manusia juga mengetahui bahwa sebagian yang
terjadipada dirinya ada penyebabnya, seperti rajin belajar akan menyebabkan pandai, berusaha
dan bekerja keras akan mendapatkan hasil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan
sebagainya.

Dengan demikian manusia tidak haya sekedar menunggu ketentuan takdir, tetapi ia juga
diberikan kebebasan bahkan diharuskan untuk berbuat dan berikhtiar. Meskipun dalam berikhtiar
ia memilih jalan yang baik atau jahat, semua itu pada akhirnya tetap dalam takdir Alllah SWT.

Sesebagian ahli aqidah ada yang membagi qadar menjadi dua bagian yaitu :

1. Qadar Mubram, adalah ketentuan Allah yang tidak dikaitkan dengan ikhtiar manusia.
2. Qadar Muallaq, adalah ketentuan Allah yang dikaitkan dengan usaha manusia.

Pendapat yang menyatakan adanya pembagian qadar berdasarkan firman Allah SWT.:

Yang artinya :

Allah menghapuskan apa yang ia kehendaki dan menetapka (apa yang ia kehendaki).
Dan disisiNyalahterdapat Ummul Kitab(Lauh Mahpuzh) (QS.Ar Radu :39)
1. uksesan hidup, atau kesehatan tubuh. PENDAPAT JABARIYAH

Paham jabariyah berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah mutlaq kehendak
Allah. Termasuk juga segala sesuatu yang terjadi pada manusia. Dengan demikian paham
jabariyah meniadakan adanya kebebasan manusia dalam berusaha atau memilih jalan, karena
semua sudah ditentukan Allah.

Alasan paham jabariyah adalah apabila manusia dapat berbuat sendiri atau tidak
ditentukan mutlak oleh Allah, berarti ia menunjukan Allah dan ini mustahil, karena menunjukan
kelemahan allah. Alasan yang didasarkan pada Al Quran dalam firman Allah

Yang artinya :

Bukankah engkau yang melempar ketika engkau melempar (musuh), tetapi Allah yang
melempar mereka. (QS. Al Anfal : 17)

Dan firman Allah surat Ash Shafat ayat 96, yang artinya:

Allah yang menjadikan kamu sekalian dan apa apa yang kamu kerjakan. (QS. Ash

Shafat : 96)

2. Pendapat Qodariah

Berbeda dengan paham jabariyah, paham qodariyah adalah kebalikannya. Paham


ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kehendak sendiri dan dapat mewujudkan
perbuatannya tanpa adanya hubungan dengan takdir Allah SWT.

Alasan paham qodariyah adalah apabila perbuatan manusia diciptakan Allah,


maka ketetapan hukum syara tidak ada gunanya dan pahala maupun siksa juga tidak ada
artinya, karena manusia tidak dapat mengerjakan perbuatan baik atau jahat yang timbul
dari kehendaknya sendiri. Alasan yang ldidasarkan pada Al Quran surat arad ayat 11
yang artinya .
Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada satu kaum, sehingga
mereka (berusaha) mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.(QS. Ar Rad: 11)

3. Pendapat Ahlus Sunnah Waljamaah

pendapat ahlusunah merupaka perpaduan antara pendapat jabariyah dan qodariyah.


Segala sesuatu yang terjadi pada manusia memang telah ditentukan oleh Allah SWT. Tetapi
manusia memili peran dalam mewujudkan perbuatannya, karena Allah memberikan kasab pada
mereka. Menurut ahlus sunnah Waljamaah yang disebut kasab adalah perbuatan manusia dengan
kehendakAllh beriringan . maksudnya ketika manusia akan melakukan suatu perbuatan, maka
pada saat itu pula Allah men[iptakan kesanggupan manusia untuk mewujudkan perbuatannya.
Menurut paham ini kasab hakikatnya adalah ciptaan Allah, namun cukup bagin manusia untuk
mewujudkan perbuatannya. Menurut paham ini kasab hakikatnya adalah ciptaan Allah namun
cukup bagi manusia untuk melakukan ikhtiar, dan kekuasan Allah menentukan kesanggupan
perbuatan mereka . dengan demikian mereka layak diminta pertanggung jawaban atas perbuatan
mereka di akhirat nanti karena ikhtiarnya itu.

Apa Itu Ikhtiar? 


Kata ikhtiar diambil dari bahasa Arab, yakni 'ikhtaara' yang artinya memilih. Sementara
dalam bentuk kata kerja, ikhtiar berarti pilihan atau memilih hal yang baik (khair).

Sedangkan menurut istilah, ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan
dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya dalam usaha
mendapatkan yang terbaik, agar tujuan hidupnya selamat sejahtera di dunia dan di
akhirat.
Ikhtiar

Ikhtiar bukan hanya usaha, atau semata-mata upaya untuk menyelesaikan persoalan
yang tengah membelit. Ikhtiar adalah konsep Islam dalam cara berpikir dan mengatasi
permasalahan. Dalam ikhtiar terkandung pesan taqwa, yakni bagaimana kita
menuntaskan masalah dengan mempertimbangkan apa yang baik menurut Islam, dan
kemudian menjadikannya sebagai pilihan apapun konsekuensinya, dan meskipun tidak
populer atau terasa berat.

Ikhtiar berarti tidak mengenal putus asa, dan yakni bahwa rahmat Allah pasti datang
setelah berikhtiar. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berikhtiar, dan melarang
hamba-Nya untuk berputus asa. Sebagaimana perintah Nabi Ya'kub a.s. kepada Anak-
anaknya untuk terus berikhtiar dalam mencari berita tentang Nabi Yusuf a.s. dan
adiknya Bunyamin. Hal tersebut diabadikan Allah swt. dalam Al-Qur'an yang artinya: 
"Hai anak-anakku, pergilah kamu, carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan
jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, tiada berputus asa dari
rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Q.S. Yusuf:87) 
Dan Allah juga berfirman yang artinya: 
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka
mengubah apa yang ada pada diri mereka." (Q.S. Ar-Ra'd:11)
Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia sebagai hamba Allah diperintahkan untuk
berusaha, bukan untuk berleha-leha. Sebab, rahmat Allah turun kepada kita melalui
sebab atau usaha yang kita lakukan. Artinya, kita jangan pernah berputus asa dalam
mencari rahmat dan ridha Allah swt.

Setelah berikhtiar dengan segala kemampuan kita, seharusnya kita menyerahkan


segala usaha kita kepada Allah swt. atau yang dinamakan dengan tawakal.

Apa Itu Tawakal? 


Tawakal diambil dari bahasa Arab, yakni 'Tawakul' yang artinya bersandar atau
berserah diri. Tawakal diambil dari kata 'wakala' yang artinya mewakilkan, maka
tawakal berarti memberikan perwakilan, kepasrahan, dan penyerahan diri kepada Allah
swt.

Secara istilah, tawakal artinya berserah diri dan berpegang teguh kepada Allah, Tuhan
Yang Maha Esa. Tawakal merupakan sikap bersandar dan mempercayakan diri
sepenuhnya kepada Allah swt.

Tawakal memiliki dua unsur


pokok, yaitu berserah diri dan
berpegang teguh. Kedua-
duanya merupakan kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.
Artinya, tidak dapat dikatakan
tawakal jika belum berserah
diri secara ikhlas. Tidak
dapat pula dikatakan
tawakal, jika belum
berpegang teguh kepada-
Tawakal kepada Allah Nya, belum kokoh
keyakinannya kepada
kekuasaan-Nya yang tidak terbatas, keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, kasih sayang-
Nya dalam mengatur segala sesuatu dengan sempurna.

Allah memerintahkan kita untuk senantiasa bertawakal kepada-Nya, sebagaimana


firman Allah yang artinya: 
"Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah
dengan memuji-Nya. Dan cukuplak Dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hama-
Nya." (Q.S, Al-Furqan:58)
Tawakal, dalam artian berserah diri kepada Allah, berarti kita membatasi tawakal
semata-mata hanya kepada Allah swt, dan berkeyakinan kuat bahwa Allah swt, Maha
Mampu mewujudkan semua permintaan dan kebutuhan hamba-hamba-Nya sesuai
kehendak-Nya.

Hikmah dari Ikhtiar 


1. Selalu optimis dan tidak pernah berputus asa, karena selalu yakin bahwa suatu saat
ia pasti meraih hasil dari usaha dan kerja kerasnya.
2. Tidak merasakan lelah dan payah dalam berusaha, karena ia yakin bahwa Allah tidak
akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang mau berusaha dan berikhtiar.
3. Tidak pernah merasa khawatir terhadap segala macam kegagalan, karena ia
memahami dengan baik bahwa setiap usaha memang beresiko gagal. Namun, hal
tersebut diambil sebagai hikmah bahwa di balik kegagalan pasti ada kesuksesan.
Hikmah dari Tawakal
1. Dicukupkan rezekinya oleh Allah swt. dan merasakan ketenangan. Sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah swt. yang artinya: 
"Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
keperluannya." (Q.S. At-Thalaq:3)
2. Dikuatkan imannya, dijauhkan dari setan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah swt. yang artinya: 
"Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang beriman dan
bertawakal kepada Tuhannya." (Q.S. An-Nahl:99) 
Takdir Mu’allaq erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Takdir mendapat upah dari sebuah pekerjaan
erat kaitannya dengan ikhtiar yang berarti bekerja. Adapun takdir Mubram terjadi pada diri manusia
yang tidak dapat  diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Semisal takdir
dilahirkan dengan mata sipit, atau dengan kulit hitam, sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan
sebagainya. a. Takdir mua’llaq

Yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contohnya seorang siswa bercita-cita
ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun.
Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian.

b. Takdir mubram

Yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-
tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan
dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.

Ikhtiar.

Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material,
spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan
akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita
gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan
tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan
kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal dalam suatu usaha,
setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang sabar tidak akan gelisah dan
berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses,
hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa
dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik, bidang usaha
yang akan dilakukann harus dikuasai dengan mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati
mencari teman (mitra) yang mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan
dalam manajemen yang professional.

Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar.


Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT
telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar,
Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya :
”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk
nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah
mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu
tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.”
(HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum
ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia
hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban
untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat
kejahatan. Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman
nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang
itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung
menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa
kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal
kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun
manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi
pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan
tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita
kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang
terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.

Sunnatullah.

Menurut bahasa sunnatullah berasal dari kata sunnah yang bersinonim dengan tariqah yang
berarti jalan yang dilalui atau sirah yang berarti jalan hidup. Kemudian, kata tersebut digabung
dengan lafal Allah sehingga menjadi kata sunatullah yang berarti ketentuan-ketentuan atau
hukum Allah swt. yang berlaku atas segenap alam dan berjalan secara tetap dan teratur.
Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu yang tertulis dalam bentuk
lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Qur’an.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak tertulis dan berupa kejadian atau
fenomena alam. Contohnya, matahari terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu :
1. Kedua-duanya berasal dari Allah swt.
2. Kedua-duanya dijamin kemutlakannya.
3. Kedua-duanya tidak dapat diubah atau diganti dengan hukum lainnya.

Contohnya adalah hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa
barang siapa yang beriman dan beramal saleh, pasti akan mendapat balasan pahala dari Allah
swt. Selain memiliki persamaan, keduanya juga mempunyai perbedaan. Sunatullah yang ada di
alam, dapat diukur. Lain halnya dengan sunnatullah yang ada dalam AL-Qur’an. Walaupun hal
itu pasti terjadi, tetapi tidak diketahui secara pasti kapan waktunya.

Tawakal

Tawakal atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama Islam, tawakal
berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu
pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.
Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut, "Tawakkal ialah menyandarkan
kepada Allah swt tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam waktu
kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.
Berdasarkan al-Qur’an Surah at-Talaq ayat 3, Allah swt. akan mencukupkan segala keperluan
orang-orang yang bertawakal dan bila dijabarkan orang yang bertawakal akan :

1. Mendapatkan limpahan sifat ‘aziz atau kehormatan dan kemuliaan.


2. Memiliki keberanian dalam menghadapi musibah atau maut.
3. Menghilangkan keluh kesah dan gelisah, serta mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan
kegembiraan.
4. Mensyukuri karunia Allah swt. serta memiliki kesabaran apabila belum memperolehnya.
5. Memiliki kepercayaan diri dan keberanian dalam menghadapi setiap persoalan.
6. Mendapatkan pertolongan, perlindu
1. Takdir Mubram : Yaitu takdir Allah yang tidak dapat diubah, tidak dapat memilih serta tidak memiliki
kemampuan untuk mengubahnya. Takdir Mubram ini terdapat pada sunnatullah yang ada di alam raya
ini. salah satu contohnya adalah Kelahiran dan Kematian manusia. Salah satu contohnya
adalahperjalanan matahari, bulan dan planet-planet lainnya sesuai dengan ketentuan yang telah
digariskan Allah.

Oleh karena itu, sunnatullah tersebut juga terbagi dua yaitu hukum-hukum kemasyarakatan dan hukum
alam. Dalam AL-Quran surat al- Fushilat ayat 11 dinyatakan bahwa sekali-kali tidak akan pernah terjadi
perubahan pada sunnatullah. Contoh: Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan
dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.

2. Takdir Muallaq : Yaitu takdir yang dikatkan dengan sesuatu yang lain. Takdir ini dapat diubah dan
manusia diberi akal dan hati nurani untuk memilihnya, karena pada prinsipnya dalan kehidupan ini, ada
sisi-sisi positif dan negatif yang akan selalu mengikuti perjalanan panjang manusia. Sisi positif dan
negatif tersebut disebut dengan takdir dalam kontek takdir muallaq atau kata lain adalah Nasib.

Contoh nya : Misalnya anda di besarkan dari keluarga tidak mampu,anda ingin merubah kehidupan
keluarga anda, anda berusaha dan berdoa hingga anda mendapatkan apa yang anda cita citakan
memperbaiki kehidupan keluarga anda itulah takdir muallaq. Kesungguhan dari anda dan anda mau ber
Doa memohon Kepada Allah SWT itulah takdir muallaq. ngan, serta rezeki yang cukup dari Allah swt.
7. Mendapatkan kepercayaan dari orang banyak karena budi pekertinya yang terpuji dan
hidupnya yang bermanfaat bagi orang lain.
Arti Tawakal kepada Allah swt. yang Sebenarnya
By Muhammad Amrullah at 09:15

Tawakal adalah menyerahkan segala sesuatu kepada Allah setelah berusaha dengan sunguh-sungguh.
Sebagai contoh, si Fulan ingin lulus dalam ujian, dia selalu giat dan tekun dalam belajar. Setelah itu ia
serahkan kepada Allah sambil berdoa agar ia lulus. Si fulan sadar akan kewajibannya bahwa ia hanya
berusaha yakni dengan giat belajar. Adapun yang menentukan lulus atau tidaknya adalah Allah swt.
Apabila sudah berusaha dengan sekuat tenaga, tetapi masih gagal juga, maka kita harus bersabar.
Bersabar tidak berarti berdiam diri, melainkan terus berusaha lebih giat disertai doa. Ketika suatu usaha
atau pekerjaan belum dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, kemudian orang tersebut berserah diri
kepada Allah, maka orang itu belum dikatakan sebagai orang yang bertawakal. Sebab orang yang
bertawakal adalah orang yang sungguh-sungguh dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dalam QS. Āli
‘Imrān/3:159, Allah berfirman, yang terjemahnya sperti berikut:
“Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh,
Allah mencintai orang yang bertawakal.”  Berserah dirilah kepada Allah untuk memohon pertolongan-
Nya niscaya Allah akan menolong kita. Hal ini dijelaskan dalam QS. Āli ‘Imrān/3: 160 yang artinya sebagai
berikut:
“Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkan
kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Karena itu,
hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.”

Hubungan Tawakal dengan Usaha


Tawakal kepada Allah bukan berarti menghilangkan dan meninggalkan usaha atau ikhtiar. Bahkan
tawakal tidak sah tanpa adanya usaha. Rasulullah saw. adalah contoh orang yang paling bertawakal.
Namun beliau selalu mengadakan persiapan dalam menghadapi sesuatu. Beliau memerintahkan kepada
orang lain agar bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Orang yang tidak
mau berusaha, ia tidak akan memperoleh sesuatu yang ia harapkan. Jika seseorang ingin sembuh dari
penyakitnya, hendaklah ia berobat. Dalam hal ini Rasulullah menegaskan, “Hai manusia, berobatlah!
Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali telah menyiapkan obatnya.”
Ada lagi sebuah riwayat,: Pada suatu sore ada seorang lelaki datang menghadap Rasulullah. Dia
berkeinginan meninggalkan begitu saja unta kendaraannya tanpa diikat di depan masjid. Dia kemudian
berkata, “Ya Rasulullah, aku harus mengikat unta itu ataukah bertawakal, atau meninggalkan begitu
saja tanpa diikat kemudian bertawakal?”  Rasulullah menjawab, “Ikatlah, baru kemudian bertawakal!”
(HR. Tirmidzi dari Anas bin Malik).

Tawakal tidak sah tanpa disertai usaha dan mengikuti sunah, serta aturan-aturan yang telah ditetapkan
Allah swt. Setelah berusaha baru kemudian berserah diri kepada Allah, menyerahkan segala perkara
kepada-Nya dan tidak mengharapkan hasil apa pun kecuali dari sisi-Nya. Dalam QS. Hūd/11: 123, Allah
telah menegaskan: “Dan milik Allah meliputi rahasia langit dan bumi dan kepada-Nya segala urusan
dikembalikan. Maka sembahlah Dia, dan ber-tawakallah kepada-Nya.” Suatu ketika Umar bin Khaththab
melihat sekelompok orang yang salah sangka, bahwa tawakal itu meninggalkan segala usaha. Mereka
meninggalkan bekerja, sehingga menjadi lemah dan malas. Umar kemudian berkata, “Mengapa kalian
demikian?”Jawab mereka, “Kami bertawakal kepada Allah.”Lantas Umar berkata, “Kamu bohong, kamu
bukan bertawakal, tetapi malas.”

Keuntungan Memiliki Sifat Tawakal


Banyak keuntungan yang dapat kita peroleh dengan memiliki sifat tawakal, antara lain:

 Giat dan bersemangat dalam bekerja.


 Senantiasa berserah diri kepada Allah swt. dengan berdoa.
 Bersyukur jika mendapat kebahagiaan dan bersabar apabila mengalami kegagalan.
 Terhindar dari sifat sombong karena keberhasilan itu bukan semata-mata hasil pekerjaan
seseorang, tetapi atas kehendak Allah.
 Tidak gelisah, tetapi selalu tenang dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
 Dari beberapa ulasan di atas, tentu kita dapat memperoleh pengetahuan tentang arti
sebenarnya tawakal. Begitu juga kita ingin menjalani hidup ini dengan tenang dan sukses, baik di
dunia maupun di akhirat kelak. Nah, salah satu kuncinya adalah hayati dan amalkan sifat tawakal
ini dalam kehidupanmu sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai