Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Supositora merupakan salah satu sediaan farmasi yang masih kurang
diketahui oleh masyarakat sekarang, karena penggunaanya yang sedikit
susah dan masih kurangnya produksi supositoria karena bentuk supositoria
tidak dapat menjamin kestabilan fisika dan kimianya dibandingkan dengan
sediaan seperti tablet. Selain itu sediaan supositoria susah jika dibawa
kemana-mana atau dengan jarak yang cukup jauh karena harus disimpan di
tempat yang dingin agar tidak meleleh.
Namun supositoria mempunyai beberapa keunggulan khusus
dibandingkan dengan sediaan farmasi seperti tablet dan serbuk dimana
supositoria dapat di berikan kepada seseorang yang pingsan atau tidak
sadar. Selain itu mempunyai keuntungan untuk orang yang menderita
penyakit maag karena tidak melewati lambung.
Tetapi ada beberapa supositoria yang beredar sekarang ini tidak lagi
memenuhi standar kualitas dari suatu supositoria. Hal ini dapat
mempengaruhi kestabilan dari suatu obat. Jika kestabilan suatu obat
terganggu akan mempengaruhi absorbsi obat di dalam tubuh dan jika
absorbsi obat di dalam tubuh tidak baik maka akan mempengaruhi efek
dari obat tersebut.
Kita sebagai seorang farmasis harus bisa membuat suatu sediaan
supositoria yang baik dan mengetahui bagaimana suatu supositoria
dikatakan bagus atau layak untuk digunakan. Agar supaya nanti setelah
kita turun ke masyarakat bisa dapat membuat supostoria yang baik dan
memberikan informasi yang jelas bagi masyarakat tentang sediaan
supositoria itu sendiri.
Untuk itu pada praktikum kali ini kita akan belajar bagaimana
mengetahui cara pembuatan supositoria dan melakukan beberapa uji yaitu
mengenai penampilan umum, keseragaman bobot, waktu meleleh, dan
waktu melunak.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1. Maksud Percobaan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan supositoria dengan metode cetakan
2. Melakukan uji quality control terhadap supositoria .
I.2.2 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan supositoria asam borat dengan
metode cetakan
2. Melakukan uji quality control terhadap supositoria asam borat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum


II.1.1 Definisi Supositoria
Supositoria adalah bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan
cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia akan
melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik.
Supositoria umumnya dimasukkan melalui rektum, vagina, kadang-kadang
melalui saluran urin dan jarang melalui telinga dan hidung (Ansel, 2008).
Supositoria adalah sediaan sediaan padat, melunak, melumer, dan
larut pada suhu tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan ke dalam
rektum, berbentuk sesuai dengan maksud penggunaannya, umumnya
berbentuk torpedo (Dirjen POM, 1979). Bentuk dan ukuran supositoria
harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam lubang atau celah yang diinginkan tanpa menimbulkan
kejanggalan saat menggunakan.
Supositoria dapat memberikan efek lokal dan efek sistemik yaitu utuk
mendapatkan efek lokal basis supositoria meleleh, melunak, dan melarut
menyebarkan obat yang dibawanya ke jaringan-jaringan di daerah tersebut.
Obat yang dimaksudkan untuk ditahan dalam ruangan tersebut agar
mendapatkan keja lokal. Sedangkan untuk efek sistemik membran mukosa
rektum dan vagina memungkinkan absorpsi dari kebanyakan obat dapat
larut (Ansel, 2008).
II.I.2 Macam-Macam Supositoria
Macam supositoria dapat dibagi sesuai penggunaannya yaitu (Ansel,
2008):
a. Supositoria untuk rektum (rektal)
Supositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari
tangan. Biasanya supositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi),
dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk supositoria
rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung
kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya
menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum cacao
b.  Supositoria untuk vagina (vaginal)
Supositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk
bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g,
apabila basisnya oleum cacao.
c.  Supositoria untuk saluran urin (uretra)
Supositoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie, bentuknya
rampiung seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria
atau wanita. Supositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm
dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu
dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya ± 4
g. Supositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari
ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 g, inipun bila
oleum cacao sebagai basisnya.
II.1.3 Beberapa Faktor Absorbsi Obat dari Supositoria Rektum
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi absorbsi obat
dari supositoria rektum yaitu (Ansel, 2008):
1. Faktor Fisiologi
Pada waktu isi kolon kosong, rektum hanya berisi 2-3 mL. Cairan
mukosa yang inert. Dalam keadaan istirahat rektum tidak ada gerakan,
tidak ada villi dan mikrovilli pada mukosa rektum. Akan tetapi
terdapat vaskularisasi yang berlebihan dari bagian sub mukosa dinding
rektum dengan darah dan kelenjar limfe.
Diantara faktor fisiologi yang mempengaruhi faktor absorbsi obat
dari rektum adalah kandungan kolon, jalur sirkulasi, dan pH serta tidak
adanya kemampuan mendapar dari cairan rektum.
2. Faktor Fisika Kimia dari Obat dan Basis Supositoria
Faktor fisika kimia mencakup sifat-sifat seperti kelarutan relatif
obat dalam lemak dan air serta ukuran partikel dari obat yang
menyebar. Faktor fisika kimia basis melengkapi kemampuannya
melebur, melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Kemampuannya
melepaskan obat dan sifat hidrofilik atau hidrofobiknya.
II.1.4 Bahan Dasar Supositoria
Klasifikasi dari basis supositoria adalah sebagai berikut (Ansel, 2008):
1. Basis berminyak/ berlemak
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai
karena pada dasarnya oleum cacao termasuk kelompok ini. Diantara
bahan-bahan yang bisa digunakan yaitu: macam-macam asam
lemakyang dihigrogenasi dari minyak dari minyak palem dan minyak
biji kapas.
2. Basis yang larut dalam air dan basis bercampur dengan air
Komponen yang penting dari basis yang larut dalam air dan basis
bercampur dengan air adalah gelatin gliserin dan basis PEG. Dimana
basis gliserin paling sering digunakan dalam pembuatan supositoria
vagiana dimana memang diharapkan efek setempar yang cukup lama
dari unsur obatnya.
3. Basis lainnya
Dalam kelompok ini termasuk campuran bahan bersifat lemak dan
yang larut dalam air atau bercampur dengan air. Bahan-bahan ini
mungkin berbentuk zat kimia atau cmpuran fisika.
II.1.5 Metode Pembuatan Supositoria
Metode yang bisa digunakan dalam pembuatan supositoria adalah
sebagai berikut (Ansel, 2008):
a. Dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis supositoria yang telah
dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang
dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-
bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh
massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa
digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang
yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada
tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.
b. Dengan mencetak kompresi
Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi
suatu bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan
suatu piston pada massa supositoria yang diisikan dalam silinder,
sehingga massa terdorong kedalam cetakan.
c. Dengan mencetak tuang
Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas
air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang
berlebihan, kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau
disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan
logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau nikel.
II.2 Rancangan Formula
Tiap supositoria 2 g mengandung:
Asam borat 0,6 g
Oleum cacao 77,5 %
Cera alba 4%
α-Tokoferol 0,05 %
II.3 Alasan Penambahan
II.3.1 Alasan Formulasi
1. Supositoria
a. Supositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya
dengan cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh,
dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek
lokal atau sistemik (Ansel, 1989: 576)
b. Supositoria adalah sediaan berbentuk tetap, bertakaran, dalam
aturannya berbentuk silindris atau berbentuk kerucut, yang
ditetapkan untuk dimasukkan kedalam rektum mereka melebur pada
suhu tubuh atau larut dalam lingkungan berair (Voight, 1994: 282)
2. Keuntungan Sediaan Supositoria
a. Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau
lebih kecil daripada obat yang dipakai secara oral (Ansel, 1989: 579)
b. Obat-obat dapat diberikan dalam bentuk supositoria, baik untuk efek
lokal maupun untuk efek sistemik (Lachman, 1994: 1148)
3. Alasan Asam borat dibuat dalam supositoria
a. Asam borat dibuat dalam bentuk supositoria rektal karena mempunyai
beberapa keuntungan yaitu tidak membebani lambung, tanpa rasa yang
tidak enak dan kesulitan dalam menelan (Voight, 1994: 283)
b. Asam borat tidak dibuat dalam bentuk injeksi karena penggunaannya
menimbulkan rasa sakit, menggunakan jarum suntik (Voight, 1994:
283)
c. Supositoria dengan zat aktif asam borat dibuat dalam bentuk torpedo
karena cara penggunaannya yaitu melalui rektal (Sutedjo, 2010: 51)
d. Supositoria ini dimaksudkan untuk efek lokal yang umumnya tidak
diabsorbsi misalnya obat-obat untuk wasir, anestetik lokal, dan anti
piretik. Efek lokal umumnya terjadi dalam waktu setengah jam paling
sedikit 4 jam (Lachman, 1994: 1186)
e. Berat tiap supositoria yang digunakan adalah 2 gram, dimana hal ini
sesuai dengan tetapan USP menyatakan berat supositoria untuk orang
dewasa dengan basis oleum cacao adalah 2 gram (Ansel, 1989: 576)
f. Dosis asam borat sebagai zat aktif yang biasa digunakan dalam sediaan
supositoria untuk pengobatan infeksi adalah 600 mg (Bubakar, 2012:
25)
4. Alasan dibuat dengan metode cetak tuang
a. Metode pembuatan yang digunakan dalam formulasi ini adalah metode
cetak tuang, karena metode cetak tuang adalah metode paling umum
digunakan untuk membuat supositoria skala kecil dan skala besar.
Selain itu, metode ini juga lebih mudah dibandingkan dengan metode
mencetak dengan tangan dan mencetak kompresi (Lachman, 1994:
1180)
b. Metode cetak tuang menjamin suatu pembekuan yang cepat dan untuk
mengurangi satu sedimentasi dari bahan obat lebih lanjut (Voight,
1994: 291)
c. Metode cetak tuang akan menghasilkan bentuk supositoria yang lebih
padat dan seragam (Voight, 1994: 292)
II.3.2 Alasan penambahan zat tambahan
1. Oleum cacao
a. Basis supositoria yang paling banyak digunakan yaitu lemak coklat/
olum cacao. Dimana basis ini dapat melunak pada suhu 300C dan
meleleh pada suhu 340C (Effionora, 2012: 269)
b. Oleum cacao merupakan basis supositoria yang ideal, karena dapat
meleleh pada suhu tubuh akan tetapi bertahan sebagai bentuk padat
pada suhu kamar (Putri, 2014)
c. Lemak coklat merupakan basis supositoria yang banyak digunakan
sebagian besar sifat lemak coklat mengandung persyaratan basis
ideal, karena minyak ini tidak berbahaya, lunak, dan tidak reaktif,
meleleh pada temperatur tubuh (Lachman, 1994: 1168)
d. Oleum cacao dapat melumer pada suhu tubuh tapi tetap dapat
bertahan sebagai bentuk padat pada suhu kamar biasa (Ansel, 1989:
582)
2. Cera Alba
a. Beberapa bahan dapat menurunkan titik lebur oleum cacao seperti
kloral hidrat. Untuk itu digunakan tambahan cera alba yang dapat
meningkatkan titik lebur dari oleum cacao. Penambahan cera alba
tidak boleh lebih dari 6%, sebab akan memperoleh campuran yang
memiliki titik lebur diatas 370C dan tidak boleh kurang dari 4%,
karena akan memperoleh titik lebur dibawah suhu tubuh (≤330C)
(Putri, 2014)
b. Berdasarkan basis yang digunakan yaitu oleum cacao, maka dalam
formulasi ini menggunakan cera alba karena menurut ansel oleum
cacao dapat menunjukkan sifat polimerfisme atau keberadaan zat
tersebut dalam berbagai bentuk kristal. Jika titik lebur menurun
sedemikian rupa maka tidak mungkin lagi dijadikan supositoria yang
padat dengan menggunakan oleum cacao sebagai basis tunggal,
maka bahan pengeras seperti cera alba (±4%) dapat dilebur dengan
oleum cacao untuk mengimbangi pengaruh pelunakkan dari bahan
yang ditambahkan (Ansel, 1989: 583)
c. Agar oleum cacao tidak mudah meleleh pada udara panas maka pada
pembuatan supositoria ditambahkan cera alba 4% (Salman, 2010)
d. Untuk meningkatkan suhu lebur oleum cacao dapat ditambahkan
bahan pengeras (stiffening agent) seperti cera alba. (Widayanti,
A.dkk: 2)
e. Konsentrasi cera alba yang digunakan adalah 4% karena apabila
konsentrasinya kurang dari 4% dapat menurunkan titik leleh oleum
cacao dan apabila konsentrasinya lebih dari 4% dapat menaikkan
titik leleh diatas suhu tubuh (Widayanti. A. dkk: 3)
3. Alfa tokoferol
a. Alfa tokoferol digunakan sebagai antioksidan
b. Penggunaan antioksidan ini untuk mengurangi atau meminimalisir
timbulnya bau tengik dari basis oleum cacao (Lachman, 1994: 1168)
c. Oleum cacao mempunyai beberapa kelemahan yaitu menjadi tengik.
Oleh karena itu dibutuhkan antioksidan yang berfungsih untuk
menghambat auto oksidasi dari oleum cacao yang dapat
menyebabkan ketengikan. Contoh Oksida selektif salah satunya
adalah alfa tokoferol (Ansel, 1989: 1191: Pharmaceutical excipient
boolket, 15)
d. Alfa tokoferol merupkan pelarut yang baik untuk obat yang
kelarutannya rendah (Rowe, 2009: 31)
e. Penggunaan alfa tokoferol ini karena menurut literatur alfa tokoferol
juga bersifat lipofilik, hal ini sesuai dengan sifat kelarutan oleum
cacao yang larut lemak (Lachman, 1994: 1191; Rowe, 2009: 32)
f. Konsentrasi alfa tokoferol yang digunakan dalam formulasi ini
sebagai antioksidan adalah 0,05%
II.4 Uraian Bahan
1. Asam Borat (Rowe, 2009: 68)
Nama Resmi : Acidum boricum
Nama Lain : Asam borat
RM/BM : H3BO3 / 61, 83
Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak
berwarna, kasar, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit
kemudian manis
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air
mendidih, dalam 16 bagian etanol (95%) P, dan dalam
5 bagian gliserol P
Stabilitas : Asam borat bersifat higroskopis
Inkompatibilitas : Asam borat tidak kompatibel dengan air, basa kuat dan
alkali logam ini bereaksi hebat dengan kalium dan asam
anhidrida. Membentuk kompleks dengan gliserin yang
merupakan asam kuat dari asam borat
Penyimpanan : Asam borat bersifat higroskopis dan karena itu harus
disimpan dalam kedap udara, wadah tertutup, wadah
harus diberi label “Bukan Untuk Penggunaan Oral
Kegunaan : Sebagai Zat aktif
2. Oleum cacao (Dirjen POM, 1995: 456; Rowe, 2009: 725)
Nama Resmi : Oleum cocos
Nama Lain : Lemak coklat
RM/BM : -/-
Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik,
rasa khas lemak, agak rapuh
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam
kloroform, dalam eter, dan dalam eter minyak tanah
Stabilitas : Pemanasan oleum cacao diatas suhu tubuh 360C selama
persiapan supositoria dapat mengakibatkan penurunan
titik beku karena terbentuknya metastabil, hal ini dapat
mempersulit dalam pembuatan supositoria
Inkompatibilitas : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Konsentrasi : 77, 571%
3. Cera alba (Dirjen POM, 186)
Nama Resmi : Cera alba
Nama Lain : Malam putih
Pemerian : Warna putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam
keadaan lapisan tipis; bau khas lemah dan bebas bau
tengik
Kelarutan : Tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol
dingin
Kelarutan : Larut dalam air panas, membentuk larutan agak keruh
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Konsentrasi : 5%
4. α-Tokoferol (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009: 32)
Nama Resmi : Tocopherolum
Nama Lain : α-Tokoferol, Vitamin E
RM/BM : C29H50O2/430
Pemerian : Praktis tidak berbau dan tidak berasa bentuk α-
tokoferol dan bentuk α-tokoferol asetat berupa minyak
kental jernih, warna kuning atau kuning kehijauan
Kelarutan : α-tokoferol asam suksinat tidak larut dalam air sukar
larut dalam larutan alkali, larut dalam etanol, dalam
eter, dalam aseton, dan dalam minyak nabati
Stabilitas : α-tokoferol teroksidasi oleh oksigen dan garam besi
serta perak. Bikoferol bebas yang biasanya mudah
digunakan untuk bahan yang sedikit
Inkompatibilitas : Tokoferol tidak kompatibel dengan peroksida dan ion
logam, terutama zat besi, tembaga, dan perak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai antioksidan
BAB III
METODE KERJA

III.1 Alat Yang Digunakan


 Batang pengaduk
 Cawan porselin
 Cetakan supositoria
 Cutter
 Kaca arloji
 Lap halus
 Lemari pendingin
 Lumpang dan alu
 Neraca analitik (Cityzen)
 Sendok tanduk
 Sudip
 Waterbath (Memmert)
III.2 Bahan Yang Digunakan
 Alkohol 70 %
 Asam borat
 Cera alba
 ∝_tokoferol
 Oleum cacao
 Kertas perkamen
 Paraffin cair
 Tissue
III.3 Perhitungan
Perhitungan bahan
 Asam borat = 600
Per batch = 600 × 20 ( sebanyak supositoria )
= 12000 mg→12 g
Nilai tukar = 0,65 ×600 mg=390 mg →0,39 g
 α - tokoferol = 0,05%
0,05
= ×2 g=0,001 g
100
Per batch = 0,001 ×20=0 ,02 g
Diketahui 1 mg = 1,49 Iu
Dalam 1 kapsul = 100 Iu
α - tokoferol = 20 mg ×1 ,45 Iu =29,8 Iu
100 Iu
Penyelesaian = ×1 mg=67,11 mg
1,49
20 mg
= ×4 ml=1,19 ml=20 tetes
67,11 mg
1 ml = 20 tetes
1 1,19
= =
20 ×
X = 20 ×1 ,19=23,8 tetes =24 tetes
 Cera alba = 4%
4
= ×2 g=0 ,08 g
100
Per batch = 0 ,08 g ×20=1,6 g
 Oleum cacao = 2,1 – ( 0,39 g+0,001 g+0,08 g )
=2,1-0,471=1,629 g
Per batch = 1,629 ×20=32 ,58 g
1,629 g
Persentase = ×100%=77,571
2,1 g
III.4 Cara Kerja
1. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70 %
2. Ditimbang oleum cacao 3,25 g, asam borat 1,2 g, cera alba 0,16 g.
3. Dimasukkan cera alba ke dalam cawan porselin, kemudian dileburkan
di atas water bath.
4. Ditambahkan oleum cacao, diaduk hingga homogen.
5. Ditambahkan ∝-tokoferol sebanyak 2 tetes.
6. Ditambahkan zat aktif sedikit demi sedikit dileburkan hingga
homogen.
7. Dibasahi cetakan dengan paraffin cair.
8. Dimasukkan hasil satu leburan ke dalam cetakan.
9. Didiamkan selama 5-10 menit.
10. Dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama kurang lebih 15 menit.
11. Dikeluarkan supositoria dari cetakan.
12. Dimasukkan ke dalam kemasan supositoria.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

Gambar 4.1 Supositoria Asam Borat

Berdasarkan hasil uji penampilan supositoria, dapat dilihat bahwa


supositoria dengan zat aktif asam borat ini tidak terlihat adanya rongga-
rongga yang berarti supositoria ini memenuhi syarat.
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dibuat supositoria rektal dengan zat aktif asam
borat dengan zat tambahannya berupa oleum cacao sebagai basis
supositoria yang ideal dimana basis ini tidak berbahaya, lunak dan dapat
meleleh pada suhu tubuh dan dapat bertahan sebagai bentuk padat pada
suhu kamar (Putri, 2014), cera alba 4% digunakan sebagai zat yang dapat
meningkatkan suhu lebur oleum cacao (Widayanti, 2) dan alfa-tokoferol
0,05% sebagai antioksidan untuk mengurani atau meminimalisir
timbulnyabau tengi dari basis oleum cacao (Lachman, 1994: 1168). Dosis
asam borat yang digunakan dalam formulasi ini adalah 600 mg karena
dosis tersebut yang biasa digunakan dalam sediaan supositoria untuk
pengobatan infeksi (Bubakar, 2012: 25).
Zat aktif asam borat dibuat dalam bentuk supositoria rektal karena
mempunyai beberapa keuntungan yaitu tidak membebani lambung dan
memiliki keuntungan untuk orang yang kesulitan dalam menelan. Asam
borat dapat dibuat dalam bentuk injeksi namun pada penggunaannya
menimbulkan rasa sakit jika menggunakan jarum suntik (Voight, 1994:
283).
Supositoria dengan zat aktif asam borat ini dirancang untuk
mengobati infeksi jamur pada area rektal dengan mekanisme kerjanya
sebagai antiseptik. Antiseptik sebagai zat kimia yang sangat berpengaruh
terhadap mikroba yaitu melalui unsur protein yang membentuk struktur
seluler mikroba dengan akibat yang dapat ditimbulkan antara lain adalah
rusaknya dinding sel karena adanya bahan kimia pada permukaan sel,
adanya gangguan metabolisme sel karena terjadi perubahan struktur kimia
enzim, terjadinya denaturasi protein serta rusaknya asam nukleat
(Darmadi, 2008: 70).
Asam borat yang diabsorbsi melalui rektum tidak seperti yang
diabsorbsi setelah pemberian secara oral, tidak melalui sirkulasi portal
sewaktu perjalanan pertamanya dalam sirkulasi lazim, dengan cara
demikian obat dimungkinkan tidak dihancurkan dalam hati untuk
memperoleh efek sistemik. Pembuluh hemoroid bagian bawah yang
mengelilingi kolon menerima asam borat yang diabsorbsi lalu mulai
mengedarkannya ke seluruh tubuh tanpa melalui hati. Sirkulasi melalui
getah bening juga membantu pengedaran obat yang digunakan melalui
rektum (Ansel, 2008).
Sediaan supositoria ini dibuat dengan langkah pertama yaitu
membersihkan alat dengan alkohol 70%. Hal ini bertujuan untuk
mensterilkan alat sehingga bebas dari mikroba (Dirjen POM, 1979).
Kemudian ditimbang asam borat sebanyak 0,6 g, oleum cacao 1,629 g dan
cera alba 0,08 g. Selanjutnya cera alba dimasukkan ke dalam cawan
porselin dan dileburkan di atas waterbath pada suhu 350C hal ini
dikarenakan pada suhu ini adalah suhu peleburan waterbath untuk oleum
cacao adalah 30-350C (Parrot, 264; Scoville, 377). Setelah itu ditambahkan
oleum cacao ke dalam leburan cera alba dan dileburkan hingga homogen.
Setelah kedua bahan dicampurkan, ditambahkan alfa-tokoferol
sebanyak 2 tetes, yang dilanjutkan dengan penambahan zat aktif sedikit
demi sedikit ke dalam leburan tersebut dan diaduk hingga homogen.
Kemudian dimasukkan leburan tersebut ke dalam cetakan yang telah
dibasahi dengan parafin cair. Tujuannya untuk memudahkan terlepasnya
supositoria dari cetakan (Ansel, 1989; 587) lalu didiamkan selama 5-10
menit. Cetakan supositoria didinginkan dalam lemari pendingin pada suhu
2-80C selama 15 menit, dimana supositoria yang basisnya oleum cacao
harus disimpan dibawah 300F dan akan lebih baik jika disimpan dalam
lemari es yang suhunya 2-80C (Ansel, 1989; 592). Setelah itu dikeluarkan
supositoria dari cetakan.
Setelah itu dilanjutkan dengan evaluasi supositoria yaitu uji
penampilan umum supositoria dengan cara membelah supositoria secara
memanjang. Uji ini dilakukan untuk melihat adanya rongga dalam
supositoria tersebut. Setelah pengamatan uji penampilan, dapat dilihat
bahwa supositoria ini memenuhi syarat karena tidak memiliki rongga.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Asam borat cocok dibuat supositoria dengan metode cetak tuang karena
menggunakan basis oleum cacao.
2. Supositoria telah memenuhi standar uji quality control dari supositoria
karena dari uji penampilan umum yang dilakukan tidak terdapat rongga.
V.2 Saran
Diharapakan kepada praktikan mampu memahami dan menguasai
materi praktikum sebelum melakukan praktikum.

Anda mungkin juga menyukai