Identitas Dan Kenikmatan1 PDF
Identitas Dan Kenikmatan1 PDF
KENIKMATAN
POLITIK BUDAYA LAYAR INDONESIA
pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
IDENTITAS DAN KENIKMATAN
Politik Budaya Layar Indonesia
pustaka-indo.blogspot.com
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf
f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf
e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
pustaka-indo.blogspot.com
IDENTITAS DAN KENIKMATAN
Politik Budaya Layar Indonesia
Ariel Heryanto
Jakarta:
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
pustaka-indo.blogspot.com
IDENTITAS DAN KENIKMATAN
Politik Budaya Layar Indonesia
© Ariel Heryanto
KPG 591501000
Cetakan Pertama, Juni 2015
Penerjemah
Eric Sasono
Penyunting
Christina M. Udiani
Perancang Sampul
Wendie Artswenda
Foto Sampul
Ariel Heryanto
HERYANTO, Ariel
Identitas dan Kenikmatan
Jakarta; KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2015
xvi + 350 hlm.; 14 cm x 21 cm
ISBN: 978-979-91-0886-9
pustaka-indo.blogspot.com
untuk Goo
pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
Daftar Isi
Bab 1
Mengenang Masa Depan 1
Kembali ke Masa Depan 4
Lingkungan Media Baru 13
Budaya Pop, Identitas, dan Kenikmatan 21
Bab 2
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 37
Islamisasi 40
Era Baru, Kelompok Kaya Baru 48
Politik Islamis, Kebudayaan Post-Islamis 57
Menatap ke Depan 68
pustaka-indo.blogspot.com
viii Identitas dan Kenikmatan
Bab 3
Pertempuran Sinematis 75
Sukses Mempesona di Luar Dugaan 79
Pertempuran Sinematis 89
Kilas Balik 99
Melampaui Dikotomi Komoditas/Agama 107
Bab 4
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 111
Dosa Asal 116
Pertarungan Tanpa Akhir 127
Media Baru, Luka Lama 132
Tantangan dan Capaian 139
Beban Sejarah 152
Bab 5
Kemustahilan Sejarah? 157
Sejarah dan Defisit Politik 164
Kisah Jorok Habis 174
Premanisme, Film, dan Sejarah 184
Bab 6
Minoritas Etnis yang Dihapus 197
Etnisitas sebagai Fiksi 198
Etnisitas yang Dihapus 204
Sangat Dibutuhkan, Tapi Tak Diinginkan 213
Awal-Mulanya 221
Hibriditas Disangkal, Tetapi Berjaya 235
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Daftar Isi ix
Bab 7
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 243
Asianisasi 247
Kelas Menengah Muda Perempuan 254
Hibriditas Remix 266
Bab 8
Dari Layar ke Politik Jalanan 279
Kehidupan Berkiblat Komunikasi-Lisan 281
Kampanye Pemilu 2009 284
Massa Orde Baru: Politik Penampilan 290
Kampanye Pemilu sebagai Budaya Populer 297
Catatan Penutup 304
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
xii Identitas dan Kenikmatan
yang didukung oleh ARC pada m asa itu. Saya m enikm ati dukungan
sem angat m aupun intelektual dari rekan-rekan di ANU, khususnya
(berurutan m enurut abjad) Am rih Widodo, Hyaewol Choi, Ken
George, Kent Anderson, Khoo Gaik Cheng, Margaret J olly, Roald
Maliangkay, dan Tessa Morri-Suzuki. Untuk urusan adm inistratif,
saya berutang budi kepada dukungan yang luar biasa dan tanpa
henti dari Harriette Wilson, Malcolm Hayes, dan Thuy Pan. Dana
hibah dari ARC telah m eringankan beban m engajar saya. Pak Urip
Sutiyono dan Ibu Nenen Ilahi dengan baik telah m enyediakan diri
untuk m engam bil alih tanggung jawab tersebut. Saya m endapat
hikm ah besar dari pengalam an m em bahas beberapa persoalan
dalam buku ini dengan m ahasiswa saya di kelas yang saya ajar
(khususnya kelas “Budaya pop di Indonesia”). Saya juga beruntung
berdiskusi dengan tiga kandidat doktor di bawah bim bingan saya.
Mereka m enekuni topik penelitian yang berkaitan dengan topik
buku ini: Meg Downes, Maria Myutel, dan Evi Eliyanah.
Banyak orang di Indonesia m encurahkan dukungan ber lim pah,
keram ahan, dan m asukan m ereka kepada saya. Saya m e nye sal jika
tak dapat m enyebut nam a m ereka sem ua, atau m e rinci, bagaim ana
dan seberapa besar saya telah berutang budi ke pada m ereka yang
berada dalam daftar ini (juga m enurut abjad): Abduh Aziz, Agus
Mediarta dan Rani, Alex Sihar, Arie Kartika, Aryo Danusiri, Astrid
Reza, Aym ee Dawis, Bowo Leksono, Budiawan, Dianah Karm ilah,
Dim as J ayasrana, Ekky Im anjaya, Eri Sutrisno, Eric Sasono, Fadli
Rozi, Faisol Ahm ad, Gerry Rijkers, Gotot Prakosa, Habiburrahm an
El Shirazy, Heidi Arbuckle, Hellen Katherina, Hendi J ohari dan
Yohana, Hilm ar Farid, Im am Aziz, IGP Wiranegara, Irawan
Saptono, Ishadi SK, Katinka van Heeren, Lasja Susatyo, Lexy
Ram badeta, Lisabona Rahm an, Lulu Ratna, Markus J upri, Melani
Budianta, Otto Adi Yulianto, Putu Oka Sukanta, Rachm ah Ida,
Rama Astraatmadja, Rumekso Setyadi, Soia Setyorini, Stanley
Yoseph Adi dan Veronika Kusum a. Sepanjang paruh pertam a
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Ucapan Terima Kasih xiii
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
xiv Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Ucapan Terima Kasih xv
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
xvi Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bab 1
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
2 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 3
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
4 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 5
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
6 Identitas dan Kenikmatan
kejatuhan rezim Orde Baru. Banyak analisa dan kom entar telah
m elebih-lebihkan kebaruan dari berbagai hal yang terjadi sesudah
1998, m enganggap kejatuhan Orde Baru sebagai titik berangkat
bagi banyak peristiwa dan kejadian penting sesudahnya. Sebagian
m elakukan hal itu dengan sikap atau niat m enyam butnya, sebagian
lain m enyesalinya, atau kom binasi keduanya. Kecenderungan
um um ini m elupakan fakta bahwa banyak perubahan yang dinya-
takan sebagai ‘pasca-1998’ sebenarnya telah dim ulai beberapa
tahun sebelum kejatuhan resm i Orde Baru. Contohnya yang juga
ber ten tangan dengan anggapan banyak pengam at adalah peng-
hentian penayangan ilm Pengkhianatan G 30 Septem ber/ PKI
yang sebelum nya diwajibkan tayang di jaringan televisi swasta
(lihat Bab 4), dibolehkannya lagi penam pilan barongsai pada pe-
rayaan Im lek (lihat Bab 6), dan transform asi pakaian m uslim ah
dari tindakan perlawanan m enjadi pernyataan busana (fashion
statem ent) di antara kaum kaya Indonesia (lihat Bab 2). Sebagian
dari gejala atau perilaku tersebut m em ang m em bawa sem acam
ke baruan atau m eningkat intensitasnya sejak 1998; m isalnya
per luasan industri m edia dan anjungan distribusi untuk m edia
baru, serta runtuhnya keabsahan bagi pemerintahan militerisme
atau hak-hak istim ewa m iliter dalam lem baga politik. Nam un, ba-
nyak hal lain m asih berlanjut, seperti lingkaran elite politik yang
terus m en dom inasi pem erintahan pusat, dan m asih digdayanya
wa cana anti-kom unis. Pada beberapa wilayah kehidupan publik,
kerun tuhan Orde Baru tam pil sebagai kem balinya Indonesia pada
dekade 1950 -an. Layak disesalkan, berbagai kem iripan kedudukan
Indo ne sia m utakhir dengan periode ini tak cukup banyak diba has
oleh mereka yang melakukan kajian mengenai Indonesia kon tem-
porer.1
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 7
pada dekade 1950 -an. Maka sem inar dan kuliah um um yang diselenggarakan
oleh lem baga ini pada tahun 20 0 0 -an, m au tak m au m em perhitungkan secara
serius dim ensi perbandingan antara dua periode yang terpisah lebih dari
setengah abad itu.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
8 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 9
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
10 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 11
yang lahir dan dibesarkan dalam dua generasi terakhir, hidup tan-
pa m engalam i pendidikan dasar dan berim bang m engenai seja rah
nasional m ereka sendiri.
Dam paknya bukan sekadar serangkaian ruang kosong dalam
kisah resm i bangsa ini, tapi yang lebih serius dari itu, tersebar
luasnya kepicikan wawasan historis dalam m endiskusikan m asa-
lah-m asalah m utakhir. Sekadar contoh, perdebatan yang terjadi
sebelum pengesahan undang-undang antipornograi pada tahun
20 0 8, atau pe nye rangan terhadap sekte kelom pok m inoritas
dalam Islam dan kelom pok agam a lain yang terjadi pada dekade
yang sam a, um um nya berpusar pada rincian m engenai rangkaian
konlik, pelikpelik ayat dan pasal perundangundangan, atau saka
guru moral, teologis, dan ilosoisnya. Yang luput dari berbagai
de bat publik itu adalah pertanyaan berkaitan dengan m om entum
sejarahnya: mengapa konlikkonlik dalam skala sebesar ini me
ningkat sedem ikian rupa sejak tahun-tahun terakhir Orde Baru?
Ten tunya, hal itu dapat dihubungkan dengan islam isasi di Indo-
nesia. Pertanyaan berikutnya, m engapa islam isasi juga baru ter-
jadi sekarang? Mayoritas penduduk Indonesia telah m enganut
Islam sejak berabad-abad lalu. Lantas m engapa aspirasi politik
m ayoritas ini gagal m eraih posisi dom inan sejak dulu? Dalam Bab
2 dan 4, saya m encoba m encari jawaban yang belum utuh atas
pertanyaan itu.
Hiper-nasionalism e dan am nesia sejarah tak sepenuhnya sa-
ling bertentangan. Kecintaan nyaris tanpa syarat kepada bangsa
dibangun berdasarkan paduan antara pengetahuan dan pengabai-
an yang selektif, juga m engabaikan serta m elupakan bagian-ba gian
sejarah yang dianggap tak m enyenangkan. Dalam hal ini, Indo-
nesia tidak unik. Bukan hanya cinta itu buta, tapi sebagaim ana
diam ati oleh Ernest Renan lebih dari seabad lalu, “Melupakan,
bah kan saya akan m enyebutnya sebagai kekeliruan sejarah, m e-
ru pa kan faktor kunci dalam terbentuknya sebuah bangsa” (1990 :
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
12 Identitas dan Kenikmatan
3 Untuk upaya sederhana dalam menguji secara kritis konsep dan praktik ‘demo
krasi’, lihat Heryanto (20 0 8) dan Bab 8 buku ini.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 13
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
14 Identitas dan Kenikmatan
Gam baran itu secara khusus am at tepat bagi kaum m uda, di m ana
“ruang ngobrol online dan kom unikasi virtual yang m ereka tem pati
m enjadi lebih relevan dalam m enentukan siapa m ereka sebagai
pribadi, ketim bang televisi atau m usik populer yang, hingga batas
tertentu, masih mereka konsumsi” (Rayner 2006: 346). Teknologi
m edia dalam berbagai form at sudah dem ikian terpadu; alih-alih
bekerja secara terpisah dan bersaing satu sam a lain sebagaim ana
sebelum nya, isi m edia baru ini lebih m udah beralih wujud dari
satu m edium ke m edium lain, dan ini berlaku bagi jutaan orang.
Pada tahun 20 10 , m ajalah Tim e m em ilih Mark Zuckerberg
sebagai Tokoh Tahun Ini,4 sekalipun kandidat lainnya, salah satu
pe n diri Wikileaks, J ulian Assange, m em peroleh suara lebih ba-
nyak dari pem baca m ajalah itu beberapa hari sebelum pem ilihan
akhir. “Dalam kurang dari tujuh tahun, Zuckerberg telah m eng-
4 Pada saat buku ini disiapkan, Facebook telah “m enam bah 550 juta anggotanya.
Satu dari tiap 12 orang di dunia m em iliki akun Facebook. Mereka berbicara
dalam 75 bahasa dan secara bersam a m enghabiskan lebih dari 70 0 m iliar
m enit di Facebook setiap bulannya… Keanggotaannya kini bertam bah dengan
kecepatan sekitar 70 0 ribu orang per hari” (Grossm an, 20 10 : np)
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 15
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
16 Identitas dan Kenikmatan
5 Krisis industri ilm pada awal dekade 1990an merupakan akibat beberapa
fak tor, term asuk di antaranya kebijakan sensor yang ketat; m eningkat dras-
tisnya jumlah ilm impor, khususnya dari Hollywood; m eningkatnya jum lah
stasiun televisi swasta yang hadir dengan acara hiburan yang lebih m em ikat;
dan distribusi video bajakan yang dijual dengan harga m urah (Sen dan Hill
2000: 13741).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 17
6 Perkem bangan serupa terjadi di seluruh Asia Tenggara, lihat Iwanganij dan
McKay (20 12) dan Baum gartel (20 12).
7 Dalam sebuah perbincangan inform al pada tahun 20 0 8, Ishadi SK yang
ketika itu m enjadi Presiden Direktur Trans TV (jaringan stasiun televisi ter-
besar kedua di Indonesia) m engatakan kepada saya bahwa ia m enganggap,
m edia saat ini m erupakan salah satu lem baga paling berkuasa di Indonesia;
dalam penilaiannya, siapa yang m engendalikan m edia akan m engendalikan
perpolitikan nasional.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
18 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 19
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
20 Identitas dan Kenikmatan
8 Saya berterim a kasih kepada Mark Hobart yang m em bagi pandangannya ini
m elalui sebuah percakapan inform al. Peran m edia sosial sehubungan dengan
kem enangan J oko Widodo pada pem ilu gubernur di J akarta lebih m irip untuk
dibandingkan dengan Obam a daripada dengan Yudhoyono.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 21
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
22 Identitas dan Kenikmatan
sebagai berbagai suara, gam bar, dan pesan yang diproduksi se cara
massal dan komersial (termasuk ilm, musik, busana, dan acara
televisi) serta praktik pem aknaan terkait, yang berupaya m en-
jangkau sebanyak m ungkin konsum en, terutam a sebagai hiburan.
Singkatnya, budaya populer dalam pengertian pertam a yang dije-
laskan di atas m erupakan proses m em asok kom oditas satu arah
dari atas ke bawah untuk m asy arakat sebagai konsum en. Dalam
pengertian kedua, buku ini juga m engakui adanya berbagai bentuk
praktik kom unikasi lain yang bukan hasil industrialisasi (non-
industrialized), relatif independen, dan beredar dengan m e m an-
faatkan berbagai forum dan peristiwa seperti acara keram aian
publik, parade, dan festival. Bentuk kedua ini kerap kali, tapi tak
selalu, bertentangan atau m enjadi pilihan alternatif bagi bentuk
budaya populer dalam arti pertam a; inilah budaya populer dalam
pengertian kedua: oleh m asy arakat.
Sebaiknya kita tidak m enekankan perbedaan kedua penger-
tian di atas secara berlebihan. Kita juga tidak perlu m em beri istilah
berbeda kepada keduanya. Chua (20 10 : 20 2-6) m enggunakan
istilah ‘budaya pop’ untuk yang pertam a dan ‘budaya populer’
untuk yang kedua. Walau dua pengertian itu tam pak saling ber-
tentangan, hubungan keduanya di sepanjang sejarah ditandai
de ngan upaya saling m em injam , penggabungan dan adaptasi da-
lam unsur-unsur pem bentuk dari satu kategori dengan lainnya.
Tak ada unsur-unsur sejati dalam satu produk atau praktik bu-
daya yang dapat m enentukan apakah produk dan praktik budaya
tersebut dapat digolongkan sebagai ‘budaya populer’ atau tidak.
Apa yang dulu, dan kini, disebut ‘budaya populer’ dalam konteks
historis atau konteks sosial tertentu dapat sangat berbeda di
m asa dan tem pat yang berbeda. Sem ua itu selalu bergantung
pada konteksnya. Walau m em punyai watak yang m udah berubah
dan bergantung pada konteks, ada hal-hal um um yang m em buat
suatu karya atau perilaku sosial secara konseptual (bukan secara
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 23
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
24 Identitas dan Kenikmatan
9 Banyak contoh serangan kaum elite terhadap budaya populer, untuk analisanya
silakan lihat Henschkel (1994), Hobart (20 0 6), dan Weintraub (20 0 6).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 25
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
26 Identitas dan Kenikmatan
litan). Terlalu lam a para akadem isi yang m eneliti ten tang Indo-
nesia tak m am pu atau tidak tahu bagaim ana harus m engha-
dapi hal-hal yang m enjadi obyek kesukaan jutaan warga negara
Indonesia. Di sam ping itu, terdapat sejarah panjang Orientalism e
dan esensialism e dalam kajian tentang Indonesia yang dilakukan
oleh para peneliti asing dan lokal, yang lebih suka m encari dan
m em aham i aspek eksotik Indonesia, sejalan dengan im ajinasi
kolonial tentang penduduk pribum i yang ‘asli’. Sudah terlalu lam a
kaum terpelajar Barat m em andang budaya populer di Indonesia
dan Asia secara um um , sem ata-m ata sebagai tiruan buruk dan
berselera-rendah budaya populer Barat.10 Akadem isi yang m e-
neliti budaya Indonesia kerap m em beri perhatian besar kepada
budaya ‘tradisional’ atau ‘etnik’, budaya nasional ‘resm i’ yang
diakui negara, atau budaya ‘avant-garde’ dan ‘adiluhung’ yang
lahir dari kaum terpelajar karena m enarik perhatian penonton
internasional yang um um nya adalah kritikus dan akadem isi seni
di kota-kota m etropolitan.
Faktor ketiga adalah bias maskulin (lihat Pambudy 2003). Hal
ini juga terjadi secara global (untuk ulasan lebih luas lihat O’Connor
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 27
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
28 Identitas dan Kenikmatan
saja dari sebuah proses, karena m edia m assa, m edia sosial, dan
budaya populer m enjadi lebih m udah dinikm ati dan m enjadi
sum ber godaan inform asi yang dibutuhkan guna m encapai aspi-
rasi m ereka.
‘Menjadi m odern’ dalam konteks ini selalu m enyiratkan pe-
ngertian m em iliki baik peluang khusus m aupun keteram pilan
ba ru m enikm ati kesenangan sehari-hari dengan m engonsum si
kom o ditas m odern, m enggunakan teknologi terbaru, dan m enja-
lani gaya hidup yang sedang m enjadi tren (Gerke 20 0 0 ; Heryanto
1999b; van Leeuwen 20 11). Sem enjak akhir m asa penjajahan,
m e nurut Henk S. Nordholt, bagi m ayoritas penduduk asli kelas
m e nengah di Indonesia, “m odernitas berarti gaya hidup yang
menggairahkan” (2011: 435). Selanjutnya ia berpendapat bahwa
gairah ini terpisah dari dan sekaligus lebih kuat ketim bang m inat
terhadap gerakan kebangsaan (Nordholt 2011: 438). Di Indonesia
kini, predikat “m enjadi m odern” dalam kehidupan sehari-hari
ber peran m em bedakan seseorang dari m asyarakat tradisional
(sebagai kaum yang ‘Lain” bagi kaum m odern). Predikat itu juga
berfungsi m em bedakan m ereka dari pandangan um um tentang
sesam a warga yang m asih ‘terbelakang’ baik di m asa kolonial m au
pun neokolonial. Atribut ini juga m enjadi penanda perbedaan
yang m em isahkan kelas m enengah dari status sebagai warga
negara yang dulu tertindas di era Orde Baru, dari m ayoritas
bangsa ini yang kurang beruntung (kaum m iskin perkotaan dan
rakyat pedesaan), dan dari kemungkinan—baik nyata maupun
yang dibayangkan—menjadi anggota masyarakat yang hanya
tunduk pada rezim yang berorientasi Islam is pada m asa pasca-
Orde Baru.
Sejak dekade 1980 -an konsep ‘kenikm atan’ telah dikem bang-
kan secara bersungguh-sungguh oleh para sarjana di banyak bi-
dang kajian, khususnya yang berkaitan dengan audiens dan resepsi
pada kajian sastra dan m edia di Barat (Ang 1991, 1996; O’Connor
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 29
11 Lihat analisis yang bermanfaat dari Dovey dan Impey (2011) untuk ilm asal
Afrika Selatan, African Jim (1949, Swanson) yang m enekankan pada aspek
“pendengaran/ lisan” yang berfungsi sebagai strategi subversif m elawan
ideologi dom inan dan otoritas sinem a pada saat itu, sekaligus juga sum ber
kenikm atan dan derita bagi para aktor dan penonton kulit hitam . Chan dan
Yung (20 0 6) m engungkapkan satu kasus m enyangkut perubahan orientasi
dari partisipasi kom unal m enuju konsum si yang bersifat suka rela dan
individualistik dari waktu luang dan kenikmatan yang dikomodiikasi di
Singapura. Kajian-kajian m ereka penting untuk m em perlihatkan tum pang
tindih dan dinam ika hubungan (ketim bang hubungan biner yang statis)
antara kehidupan sosial yang berorientasi lisan dan pola-pola ketergantungan
budaya tulis, sekalipun tetap keliru untuk m enganggap (seperti yang m ereka
sarankan) bahwa perubahan-perubahan satu arah dari satu bentuk ke bentuk
lain ini bersifat universal.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
30 Identitas dan Kenikmatan
12 Perbedaan di antara keduanya tak perlu terlalu dibuat berlebihan karena itu
soal derajat, bukan ragam . Cukuplah untuk kita sadari bahwa ada perbedaan
yang penting di antara lingkungan sosial di m ana liberalism e tak dipersoalkan
lagi, dari lingkungan sosial seperti Indonesia di m ana liberalism e– sebagai
keyakinan m aupun sebagai perilaku– diperdebatkan secara sengit. Liberalism e
diterim a oleh sebagian orang Indonesia, tetapi dikutuk secara publik dalam
pernyataan resm i yang dibuat oleh Majelis Ulam a Indonesia (MUI).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 31
dari lem baga pem erintah atau lem baga agam a, ketim bang sem ata-
m ata urusan pribadi bagi tiap-tiap konsum en sebagaim ana lazim -
nya dipaham i di negara-negara liberal di Barat. Bab-bab berikutnya
akan m engkaji bagaim ana banyak orang berjalan di titian sem pit
di atas jurang yang dalam ketika m encoba m enam pung atau
m endam aikan berbagai gairah, cita-cita, tekad, dan pantangan
yang, bisa tapi tak selalu, saling bertentangan.
Sekalipun m asalah pokok kajian ini telah m enarik perhatian
saya selam a dua dekade, buku ini m erupakan hasil riset m endalam
selam a em pat tahun (20 0 9-12), m encakup kerja di perpustakaan,
m enjadi partisipan dalam beberapa kelom pok yang berinteraksi
secara online di m edia sosial m aupun secara ofline, kerja etno-
grais, wawancara, pengamatan, dan diskusi terfokus. Tiga orang
asisten penelitian yang am at andal dan tinggal di Indonesia (Evi
Eliyanah, Monique Rijkers, dan Yuli Asm ini) telah am at m em -
bantu m engum pulkan bahan-bahan yang m elim pah (term asuk
audio dan video, foto, asesori, m em orabilia, dan poster), wawan-
cara dan pengam atan di acara-acara publik. Sekalipun dem ikian
saya sen diri yang bertanggung jawab terhadap analisa data dan
penulisan buku ini sebagai satu hasil proyek penelitian ini.
Kam i m engum pulkan data dari DKI J akarta dan berbagai
kota lain di J awa Tim ur, J awa Tengah, dan J awa Barat. Kerja m e-
ngum pulkan data m encakup urusan-urusan yang luas dan rum it,
jauh dari yang bisa ditam pung oleh buku ini. Mengingat m asih
terbilang langkanya kajian yang diterbitkan m engenai m asalah ini,
kajian ini sengaja m em fokuskan diri pada produk-produk budaya
populer arus utam a (m ainstream ) dengan distribusi yang paling
gam blang di Pulau J awa. Lebih dari separuh penduduk Indonesia
dari berbagai latar berlakang etnis, bahasa, agam a, dan ekonom i
tinggal di pulau ini. Di pulau ini juga persaingan dalam politik
identitas dan kenikm atan m enjadi pusat m edan tem pur politik di
tingkat nasional. Pada tahun 2013, sebanyak 79,63 persen bios
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
32 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 33
saja, daftar yang saya buat ini terbuka untuk diperdebatkan. Pada
Bab 3 dan 5, saya akan lebih banyak membicarakan persoalan
metodologi dalam menggunakan ilm untuk keperluan analisa so
sial dan budaya. Baik disengaja atau tidak, ilm yang diproduksi
secara kolektif m erupakan pernyataan kolektif tentang kenyataan
dan m engundang diskusi tanpa henti m engenai kenyataan itu
dalam berbagai lingkungan sosial di mana ilm itu diproduksi,
diedarkan, ditonton, dan dibicarakan. Dengan sendirinya kenya-
taan dipaham i, dibayangkan, atau dipertanyakan dengan cara
am at beragam atau bertentangan satu sam a lain oleh orang-orang
yang turut serta dalam aktivitas tersebut.
Dalam upaya m enyam paikan pesannya, setiap kajian punya
keterbatasan dan perlu bungkam terhadap m asalah-m asalah lain.
Tidak terkecuali buku ini. Sebagai satu cara untuk m engakhiri
bab ini, izinkan saya m engungkapkan lagi dengan ringkas apa
yang ingin dibahas oleh buku ini, dan apa yang tidak. Buku ini
bukan buku kajian mengenai ilm atau televisi di Indonesia. Buku
ini m erupakan upaya untuk m enyelidiki persoalan yang paling
m encolok dan paling ditekan dari politik identitas dalam hidup
sehari-hari di Indonesia saat ini, sebagaim ana tertanam dan ter-
jadi dalam budaya layar populer. Sebagai konsekuensinya, nilai si-
nematik ilmilm yang didiskusikan dalam babbab berikut buku
ini tak akan m enjadi perhatian utam a pem bahasan kita. Sur vei
umum tentang beragam produk ilm dan televisi di Indonesia juga
tak akan disajikan di sini. Hanya segelintir judul dan kajian aka-
dem is yang akan dipilih, sejauh ia punya relevansi dengan pokok
utam a bahasan buku ini. Pertim bangan ini m em buat saya m em ilih
juduljudul ilm yang paling diakrabi oleh banyak penonton, tanpa
terlalu m em perhatikan pandangan para kritikus tentang nilai
artistik ilmilm tersebut. Mengingat keterbatasan bahasa, karya
karya yang saya acu terbatas pada karya berbahasa Indonesia dan
Inggris. Tak perlu disangsikan lagi, kajian seperti ini akan lebih
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
34 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mengenang Masa Depan 35
rezim Orde Baru yang baru-baru ini saja terjadi. Meskipun sulit
untuk m em bantah bahwa beberapa unsur tertentu m em ang m e-
ru pakan perwujudan yang baru, nam un sebuah kekeliruan yang
serius apabila m engabaikan konteks historis fenom ena yang se-
dang diselidiki itu. Untuk alasan itu, pada setiap bab kita akan
ber gerak bolak-balik antara m asa lalu yang relevan dan m asa
kini, sebagaim ana kita juga perlu m em pertim bangkan dinam ika
yang saling berhubungan untuk m asing-m asing persoalan dari
perspektif lokal, regional, nasional, dan global.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bab 2
Post-Islamisme: Iman,
Kenikmatan, dan Kekayaan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
38 Identitas dan Kenikmatan
luas m engenai islam isasi Indonesia pada abad yang baru ini akan
dipertim bangkan untuk m enyoroti hal-hal khusus dari kasus yang
sedang dikaji jika dibandingkan dengan kecenderungan serupa di
tem pat lain.
Banyak pengam at tak sepakat dalam beberapa hal terkait ke-
bangkitan islam isasi yang tam pak jelas dalam budaya populer,
tapi kebanyakan dari m ereka m eletakkan kebangkitan itu dalam
pertentangan antara ketakwaan m oral berbasis agam a dan daya
rusak industri hiburan. Beberapa di antara pengam at tersebut
m em perlihatkan kecenderungan untuk m enjelaskan gejala ini se-
m ata-m ata sebagai kasus kom ersialisasi kehidupan kaum Muslim
dan komodiikasi simbolsim bol agam a (Henschkel 1994; Hew
2013; Ivvaty 2005; Kom pas 20 0 8b; Murray 1991; Muzakki 20 0 7;
Nazaruddin 2008; Nu’ad 2008; Ramadhan 2003; Suryakusuma
20 0 8; Tem po 20 0 7; Widodo 20 0 8). Dalam pandangan m ereka
terkandung kesan bahwa Islam telah berhasil dijinakkan oleh
kapitalism e global dan dijadikan obyek pem anjaan diri para kon-
sum en. Pandangan yang bertolak belakang m elihat fenom ena
yang sam a sebagai kejayaan islam isasi dalam m enaklukkan dunia
yang sekuler, term asuk terhadap industri hiburan, yang secara
global didom inasi oleh gaya Am erika. Bab ini bertujuan untuk
sedikit m enyum bang m asukan bagi upaya yang sedang tum buh
untuk m encari tafsiran alternatif dengan m engarahkan perhatian
pada aspek-aspek yang lebih kom pleks, penuh nuansa, dan
am bivalen dari fenom ena tersebut, seperti yang pernah dibahas
pada kajian-kajian terdahulu (lihat Fealy dan White 20 0 8; J ones
20 0 7; Lukens-Bull 20 0 7; Nilan 20 0 6; Sm ith-Hefner 20 0 7).
Saya juga akan m engajukan sebuah kerangka baru untuk ke-
per luan analisa dan perdebatan. Ketidaknyam anan saya pada
diko tom i yang lazim dan kelewat m enyederhanakan persoalan
m en jadi ‘islam isasi versus kom ersialisasi’ bersum ber pada ke-
rangka perdebatan itu yang tam paknya berkem bang dari ke-
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 39
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
40 Identitas dan Kenikmatan
ISLAMISASI
Istilah “islam isasi” perlu dibongkar. Istilah ini m engacu kepada
se suatu yang jauh lebih beragam dan rum it daripada berkem -
bangnya politik Islam yang banyak dinyatakan dalam diskusi
m engenai Indonesia kontem porer. Istilah islam isasi ini tidak
saya gunakan sesederhana itu dan tidak saya deinisikan sekadar
sebagai proses perubahan sosial yang diusung dan didukung oleh
sebuah gerakan tunggal di antara anggota kom unitas Muslim
yang taat, yang bertujuan untuk m em peroleh ruang lebih luas bagi
pelak sanaan agam a atau pernyataan keim anan dalam urusan-
urusan kehidupan sosial dan agenda politik. Dalam buku ini,
istilah ini m engacu pada sebuah proses yang rum it dengan arah
beragam , m elibatkan berbagai kelom pok Muslim yang berbeda
yang belum tentu saling setuju dalam banyak hal, tanpa ada satu
pihak pun yang m engendalikan secara penuh proses tersebut.
Yang m em perum it m asalah, ada pihak-pihak yang tak m em iliki
m otivasi religius, serta faktor-faktor lain (sem isal politik post-
otoritarian, ekspansi kapitalism e global dalam barang dan jasa,
serta perkem bangan dalam teknologi m edia baru) turut m eng-
am bil peran dalam proses luas bernam a islam isasi ini. Ciri khas
utam a berbagai proses islam isasi yang berbeda-beda ini adalah
terjadinya perluasan dalam cara pandang, penam pilan, dan pera-
yaan besar-besaran terhadap unsur-unsur m aterial dan prak-
tik-praktik yang m udah dipaham i dalam m asyarakat Indo nesia
seba gai m engandung nilai-nilai islam i atau “yang ter islam kan”.1
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 41
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
42 Identitas dan Kenikmatan
3 Untuk alasan ekonomi dan politik yang berbeda (lihat Sen 1994), industri ilm
di bawah Orde Baru tak pernah berkem bang m enjadi industri yang penting
dan dihorm ati. Festival Film Indonesia yang diselenggarakan di bawah
ampuan negara sempat tak berlangsung selama satu dekade (19932003),
terjadi jauh sebelum kejatuhan Orde Baru. Kebangkitan kem bali industri
ilm terjadi pada tahun 2004 berkat generasi baru para pembuat ilm. Film
laris pertam a sejak kejatuhan Orde Baru adalah Ada Apa dengan Cinta?
(2002, Soedjarwo) yang merupakan ilm panjang komersial pertama yang
m em perlihatkan petugas keam anan (di Bandara) m enerim a uang sogok dalam
jum lah kecil ketika m engizinkan orang yang tak m em egang tiket m em asuki
area khusus penum pang karena pertim bangan percintaan.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 43
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
44 Identitas dan Kenikmatan
Kem bali pada dekade 1970 -an dan 1980 -an, persentase ter-
besar tahanan politik saat itu adalah aktivis politik Muslim .
Dengan retorika yang digunakan oleh rezim yang berkuasa saat
itu, tahanan-tahanan ini adalah “ekstrem is kanan”, yang berbeda
dengan “ekstrem is kiri” (yaitu kom unis), yang lebih banyak di-
bunuh ketim bang dipenjarakan (lihat Bab 4). Banyak pengam at
tergoda untuk m em bandingkan Indonesia pada dekade 1980 -
an dengan Turki, di m ana kediktatoran m iliter sekuler yang
didukung Am erika Serikat m em erintah negeri m ayoritas Muslim
serta m enem patkan para aktivis politik Islam di bawah kendali
yang am at ketat atau di balik jeruji besi. Nam un, m eski terdapat
persam aan yang dangkal antara kedua negara ini, kesam aan
tersebut tak bertahan lam a. Situasi yang m uncul dari konteks
historis yang berbeda dan perkem bangannya kem udian nyaris
bertolak belakang sam a sekali. Setidaknya hingga pertengahan
reformasi Turki tahun 2013, negeri ini menganut politik yang
inklusif dan m ultikultural (Yilm az 20 11); sem entara sejak per-
tengahan 1990 -an Indonesia dengan cepat m engalam i per-
kem bangan ke arah yang berlawanan. Sebuah perubahan yang
dram atis dalam kehidupan publik di Indonesia dim ulai pada
tahun-tahun terakhir pem erintahan Orde baru, dan m eningkat
dengan cepat sesudah kejatuhan rezim tersebut.
Pada awal dekade 1990 -an, Presiden Soeharto beralih haluan
secara radikal dalam strategi politiknya dengan secara aktif
m engajak kelom pok-kelom pok Islam dari berbagai orientasi
ideologi untuk m asuk ke dalam pem erintahannya. Untuk m em a-
ham i alasan-alasan perubahan radikal yang dilakukan oleh pem e-
rintahan Orde Baru ini serta konsekuensi-konsekuensinya m em -
butuhkan diskusi yang jauh lebih rinci daripada yang dim ung-
kinkan di sini (lihat juga Heryanto 2008b: 135). Cukup untuk
dicatat di sini bahwa berbaliknya sikap dan perlakuan Soeharto
ter hadap kelom pok-kelom pok Islam politis dapat dipan dang
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 45
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
46 Identitas dan Kenikmatan
diamati ilmilm jenis apa saja yang dibuat untuk memikat se
banyak m ungkin penonton Muslim di Indonesia kontem porer.
Satu contoh yang jelas adalah Ay at-Ay at Cinta (sudah dibahas
sebelum nya), yang produksinya dianggap oleh banyak akadem isi
m aupun m asyarakat um um sebagai titik balik yang m enyatakan
kehadiran budaya populer Islam di dalam ilm. Film itu berdasar
novel laris berjudul sam a karya Habiburrahm an El Shirazy yang
latar belakang dan pengalam an pendidikannya m irip dengan tokoh
utama ilm ini. Kisah dalam ilm ini terjadi di Mesir, dengan m usik
latar dan adeganadegan di sepanjang ilm yang memperlihatkan
karakter Tim ur Tengah dan islam i.
Tentu saja Ay at-Ay at Cinta bukan awal budaya populer di
Indonesia sejak m asa kem erdekaan. Ba nyak pengam at yang
m engakui kebangkitan Rhom a Iram a sebagai ‘Raja Dangdut’ pada
dekade 1970 -an (Frederick 1982; Lockhrad 1998; Weintraub 20 10 )
sebagai pelopor paling penting dalam budaya populer islam i.
Tak urung, dalam industri ilm, tingkat popularitas Ay at-Ay at
Cinta belum pernah tercatat sebelumnya, dan tak ada ilmilm
sebelum nya m aupun penirunya yang m am pu m eraih atau bahkan
m endekati sukses yang telah dicapainya. Ay at-Ay at Cinta yang
kerap secara longgar dan keliru disebutsebut sebagai ilm islami
‘pertam a’ ataupun ‘sejati’ pada m asa pas ca-Orde Baru, m am pu
m enarik lebih dari tiga juta penonton pada beberapa pekan
pertama penayangannya di bioskop, melampaui ilmilm yang
pernah ditayangkan sebelum nya di Indo nesia, dari bahasa, asal
negara m ana pun, dan genre apa pun, hingga akhir tahun 20 0 8
ketika satu judul ilm laris lain, Laskar Pelangi (2008 Riza), ilm
dengan nuansa lebih nasionalis dan nuansa religius lebih m inim ,
berhasil m elam paui penjualan tiket Ay at-Ay at Cinta.4
4 Kecuali dinyatakan berbeda, seluruh angka penjualan tiket di buku ini diam bil
dari situs online Film Indonesia, http://ilmindonesia.or.id/, yang saat ini
m erupakan sum ber referensi paling lengkap dan paling andal yang tersedia.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 47
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
48 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 49
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
50 Identitas dan Kenikmatan
apa bila tak m engadopsi perspektif lebih luas yang ditawarkan oleh
fenom ena ini. Perbandingan seperti ini m em bantu kita dalam dua
hal: m enolong kita agar tak m em buat asum si-asum si yang tak pro-
duktif tentang keunikan kasus di Indonesia dan m em bantu m ene-
rangi ciriciri spesiik kasus Indonesia. Pertamatama kita akan
m elihat pada persam aan um um yang dapat dite m ukan di negara-
negara berpenduduk m ayoritas Muslim , dan sesudah itu kita
akan m enguji kekhususan kasus Indonesia yang m em bedakannya
dengan negara-negara berpenduduk m ayoritas Muslim lainnya.
Asef Bayat m em bahas kecenderungan dalam budaya popu-
ler Islam – di Iran, Mesir, dan lebih banyak lagi di Tim ur Tengah
pada tahun 20 0 0 -an– yang paralel dengan apa yang saya am ati di
Indonesia kini. Ia m enggam barkan fenom ena ini sebagai kasus
‘ketakwaan post-Islam is’, dengan m enyodorkan konsepnya sendiri
‘post-Islam ism e’(1996). Bayat m em ulai analisanya dengan m elihat
pada kebangkitan bintang dakwah televisi (televangelist) Mesir,
Am r Khalid, yang “[p]ada tahun 1999 m enyam paikan sekitar 21
pelajaran per m inggu di rum ah-rum ah keluarga terpandang, dan
puncaknya adalah hingga 99 pelajaran pada bulan Ram adhan.”
Khalid m enyam paikan dakwahnya tak hanya pada pertem uan
tatap m uka, tapi juga m enggunakan “berbagai jenis m edia…
term asuk saluran TV satelit…internet dengan website pribadinya
yang canggih, serta kasetkaset audio dan video—m edia yang se-
cara khusus dapat m enjangkau kelas m enengah dan kelas yang
lebih m akm ur” (Bayat 20 0 2a). Bayat m enam bahkan, “[k]aset-
kaset rekam an ceram ah Am r Khalid m enjadi barang terlaris
yang tak tertandingi di Pekan Buku Kairo pada tahun 20 0 2 dan
telah m elakukan perjalanan jauh hingga m encapai pasar gelap di
Yerusalem Tim ur, Beirut, dan kota-kota di Teluk Persia” (20 0 2a).
Khalid m erupakan salah satu pendakwah televisi di Tim ur Tengah
yang berhasil m engum pulkan banyak pengikut. Profesi ini tidak
ada sebelum periode post-Islam ism e. Kecenderungan serupa
m elanda Indonesia dengan nam a-nam a seperti AA Gym , J effry al-
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 51
5 Lihat juga Thom as dan Lee (20 12) untuk koleksi kajian-kajian yang berhu-
bungan dengan budaya populer di seluruh dunia, terutam a kajian dari negara
satu ke negara lain, tak seluruhnya m elibatkan Islam di dalam nya.
6 Terinspirasi dari karya-karya sebelum nya, pada kesem patan lalu saya pernah
m en diskusikan m asalah dan daya tarik yang tak pernah lekang dari istilah
“kelas menengah” (Heryanto 1993, 1999b, 2003).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
52 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 53
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
54 Identitas dan Kenikmatan
m uda, gem bira m enem ukan diri m ereka sejajar dengan kelas
m enengah lain di seluruh dunia dalam hal pendidikan, kecanggihan
budaya, kehorm atan diri, dan gengsi sem bari tetap se cara khusus
m em banggakan ketakwaan beragam a m ereka. Ber gan tung pada
kepribadian dan situasi khusus m asing-m asing individu, ketaatan
beragam a ini dapat m em bangkitkan berba gai m acam tanggapan:
perasaan unggul secara m oral bagi seba gian m ereka, kerendahan
hati yang penuh percaya diri dan terce rahkan, dan m ungkin
sesuatu yang berada di antara kedua titik ekstrem tersebut, atau
sebuah sikap yang beralih-alih antara perasaan keunggulan m oral
dan kerendahan hati. Yang terpen ting adalah: ketaatan beragam a
yang terpelihara dengan baik m em ungkinkan m ereka dengan
bangga m em pertahankan pera saan bahwa m ereka berbeda dari
war ga negara global lain. Di sisi lain, status baru ini berm anfaat
untuk m enjaga jarak antara m ereka dan saudara sebangsa dan
seim an yang kurang beruntung. Kelom pok yang belakangan ini,
kerap m ereka wakili dan m ereka bela dari ancam an-ancam an
luar berupa kekuatan—nyata maupun rekaan—antiIslam (orang
orang kair, kekuatan “Barat”, atau kaum bidah). Menikmati yang
terbaik dari kedua dunia yang dihasilkan oleh status seperti ini
sebenarnya sulit. Secara um um banyak dari kaum Muslim kaya
baru ini secara terang-terangan m enam pilkan hasrat yang besar
terhadap hal-hal yang berkilauan dari dunia kapitalism e industrial
yang tidak islam i, baik yang berasal dari Asia m aupun dari Barat.
Karenanya, m ereka harus m engatasi pertentangan yang m uncul
dari aspirasi untuk m enikm ati kenyam anan dan gengsi yang
ditawarkan oleh budaya konsum en kapitalism e m odern dan
integritas m oral (setidaknya atribut yang tam pak oleh publik)
seorang religius yang bisa m enjadi pem benaran bagi kenyam anan
dan gengsi yang m ereka peroleh tersebut. Kebutuhan baru ini
tum buh dengan cepat, tapi sebagian besar tetap tak terpenuhi
sebelum hadirnya pendakwah generasi baru.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 55
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
56 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 57
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
58 Identitas dan Kenikmatan
7 Karya Bayat memiliki dampak utama pada kajian kontemporer mengenai Timur
Tengah dan politik Islam secara lebih luas, terutama di Eropa, sekalipun sempat
disalahpahami. Ahli lain yang juga terkenal dalam ‘post-Islamisme’ di Timur
Tengah adalah Oliver Roy. Yang mengejutkan, sedikit sekali terdapat referensi
silang dalam karya kedua penulis ini sekalipun ter da pat kesamaan mereka pada
minat dan penggunaan konsep utama. Saya memilih untuk berfokus pada karya
Bayat ketimbang Roy karena karya Bayat lebih berhubungan langsung dengan
analisa saya ini. Karya Bayat lebih ber fokus pada post-Islamisme sebagai konsep
teoretis ketimbang sebagai analisa umum tentang perubahan politik dan proses
demokratisasi di Timur Tengah. Tak seperti Roy, Bayat meluaskan perspektif
post-Islamismenya ke area budaya populer. Satu faktor penting lain adalah,
karya Bayat aslinya berbahasa Inggris, sementara karya Roy berbahasa Prancis
dan hanya bisa saya akses me lalui terjemahannya.
Di Indonesia, karya Bayat telah m enarik perhatian beberapa ahli, seka-
lipun tidak terlalu m engem uka. Sebelum terjem ahan karyanya, Making Islam
Dem ocratic: Social Movem ent and the Post-Islam ist Turn (Bayat 20 0 7b) di-
edarkan pada tahun 20 11 oleh lem baga swadaya m asyarakat yang berpusat di
Yogya karta, LKiS, sedikit ahli yang sudah m engutip Bayat (m isalnya Kahar
20 11; Pontoh 20 11) dan satu sem inar sehari diselenggarakan di Universitas
Indo nesia pa da tanggal 14 Novem ber 20 11 dengan tem a “Post-Islam ism e:
Islam ism e Dem o kratis”.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 59
Untuk m enim bang gagasan Bayat ini, kita perlu m em per hi-
tungkan fakta-fakta em piris kasus-kasus yang berfungsi m enjadi
dasar bagi gagasannya, sekaligus m enjadi pokok-pokok penjelasan
yang ia tawarkan. Konsep Bayat m engenai Islam ism e tum buh dari
pengam atannya terhadap negara Turki (sebelum kem unculan
gerakan demokrasi pada pertengahan 2013) dan Iran, di m ana
satu periode pem erintahan Islam berujung pada ketidakpuasan,
kerisauan, dan kekecewaan di kalangan pengikutnya, bahkan
di antara m ereka yang tadinya m endukung kepolitikan islam is.
Konsep post-Islam ism e tidak diartikan Bayat berim plikasi pada
berakhirnya “agenda politik islam is”, dan tak juga dim aksudkan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
60 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 61
Menurut Bayat, pada awal dekade 1950 -an dan 1960 -an, di ba-
nyak tem pat di Tim ur Tengah, “Gerakan Islam is selam a tiga de-
kade telah berhasil m engaktifkan sebagian besar anggota m a sya -
rakat yang kecewa dengan apa yang [oleh Bayat] disebut islam -
isasi m urahan, yaitu, dengan kem bali kepada bahasa m oral dan
ke m ur nian budaya” (20 0 7a: 16). Kadang gerakan-gerakan ini
m engga bungkan ideologi keagam aan dengan ideologi nasionalis
dan so sialis yang kuat untuk m elawan dom inasi Barat. Nam un,
selam a tiga dekade proyek ini, banyak gerakan yang m enem ui
jalan buntu setelah terus m enerus gagal untuk m enyam paikan
“islam isasi yang lebih m ahal, yaitu, m endirikan lem baga politik
dan ekonom i Islam serta m enyelenggarakan hubungan inter na-
sio nal yang cocok dengan nasionalism e m odern dan ke warga -
negaraan global” (Bayat 20 0 7a: 16). Sebagai hasilnya, “Pem e -
rin tahan Islam is m enghadapi krisis m endalam di m ana pun ga-
gasan itu dijalankan (di Iran, Sudan, dan Pakistan); dan strategi
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
62 Identitas dan Kenikmatan
9 Dalam m em bandingkan konsep Islam ism e dan post-Islam ism e, tak ada gagas-
an bahwa yang satu lebih bersifat politik atau secara moral lebih progresif ke tim -
bang yang lain. Penilaian seperti itu tidak relevan dengan analisis saya di sini.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 63
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
64 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 65
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
66 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 67
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
68 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 69
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
70 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 71
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
72 Identitas dan Kenikmatan
11 Dalam sebuah wawancara dengan m edia cetak, Marcoes-Natsir (20 12) m em bi-
carakan soal ini.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Post-Islamisme: Iman, Kenikmatan, dan Kekayaan 73
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bab 3
Pertempuran Sinematis
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
76 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 77
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
78 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 79
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
80 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 81
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
82 Identitas dan Kenikmatan
yang sam a juga disam paikan oleh J unus Effendi Habibie, Duta
Besar Indonesia untuk Negeri Belanda dalam rangka m enyam but
pemutaran ilm tersebut di Den Haag pada tanggal 26 Oktober
20 0 8 (Antara 20 0 8). Pada grup m ailing-list, banyak penonton
menyampaikan simpati mereka kepada ilm itu dengan alasan
yang sam a; ketika yang lain m em buat kom entar yang m engkritik
ilm tersebut, beberapa dari anggota mailinglist itu menganggap
kritik tersebut anti-Islam .
Ironisnya, tak seorang pun dari tokoh-tokoh utam a yang ter-
libat dalam pembuatan ilm Ay at-Ay at Cinta tergolong orang-
orang yang religius. Karier dan prestasi m ereka dibangun dalam
pembuatan ilm panjang bioskop tanpa muatan agama, tak terkait
dengan lembaga atau aktivitas keagamaan. Sukses besar ilm itu
m engejutkan pem buatnya sendiri selain banyak orang (Jaw a
Pos 20 0 8). Ini sem ua m em perlihatkan betapa buruknya kaum
cen dekia m em aham i kebangkitan post-Islam ism e di Indo nesia
dan apa yang dikehendaki oleh generasi baru Muslim Indo nesia
yang terdidik. Kegagalan m ereka m em aham i selera m asya ra-
kat juga tampak dari gagalnya banyak ilmilm yang kemu
dian m encoba m engulangi sukses Ay at-Ay at Cinta. Sutra dara
Hanung Bram antyo m enyam paikan kepada wartawan bah wa ia
khawatir ilm itu merupakan ilm terakhirnya karena ia tak mam
pu m em aham i apa yang telah m enarik penonton sebegitu besar
(Emond 2012). Alihalih menghadiri pemutaran perdana ilm
nya, Hanung bersem bunyi di luar bioskop, takut penonton, ter-
utama yang telah membaca novel sumber cerita ilm itu, akan
kece wa berat.2 Pernah saya uraikan dalam kesem patan lain (Her-
2 Mem baca blog panjangnya yang m irip dengan catatan harian, khususnya
bagian yang khusus tentang produksi ilm ini selama masih dalam proses
pem buatan, kita dapat m erasakan kekhawatiran dan pesim ism enya tentang
kemungkinan keberhasilan ilm ini. Pesimisme ini diakibatkan oleh banyaknya
kom prom i yang harus ia lakukan, terutam a disebabkan oleh kesulitan logistik
dan keterbatasan anggaran, yang digambarkannya secara rinci sebelum ilm
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 83
yanto 2011: 72) bahwa salah satu kunci keberhasilan ilm ini terl
etak pada cerita yang tam pil di layar tidak sepenuhnya ber sifat
islami. Unsurunsurnya mengingatkan pada ilmilm Holly
wood dan Bollywood serta sinetron lokal. Sem ua unsur itu ter-
lihat gamblang sekali di ilm itu. Contohnya, Fahri, tokoh utama
dalam ilm itu, bisa menjadi tokoh ilm arusutama apa saja, baik
di Asia m aupun di Barat. Alih-alih m engikuti tren baru Mu s-
lim Indonesia yang m em akai baju gaya Tim ur Tengah, ia m eng-
gunakan pakaian bergaya Barat yang santai serta potongan ram -
but yang keren. Wajahnya tercukur rapi tanpa jenggot, dan dalam
pesta pernikahannya, ia m em akai setelan jas m odel Barat dan
dasi. Adegan pernikahan dalam ilm ini amat mengingatkan pada
adeganadegan sejenis di ilmilm Bollywood.
Penelitian lebih jauh atas proses pem buatan di balik layar
memperlihatkan bahwa ilm ini telah mengalami pencam pur-
adu kan besar-besaran dan tidak sem ata-m ata bersifat islam i.
Film ini dibuat berdasarkan sebuah novel, dan dalam prosesnya
m a teri tersebut dialihkan dari ketakwaan post-Islam ism e yang
didak tik kepada versi ketakwaan yang lebih berorientasi liberal
dan trendi, sebagaim ana dibahas dalam bab sebelum nya. Novel
Ay at-ay at Cinta sudah laris sebelum orang berpikiran untuk
mengubahnya menjadi ilm.3 Penulis Habiburrahm an El Shirazy,
seorang Muslim yang amat taat, mengaku menulis cerita ini—ber
da sarkan pengam atannya m engenai kehidupan di Mesir ketika ia
menjadi mahasiswa di sana—dengan “sebuah tujuan yaitu men
ini diedarkan. Bram antyo juga m engenang secara rinci m engenai kesulitan-
kesulitan ini dalam sebuah wawancara radio (Bram antyo 20 10 ).
3 Pada akhir tahun 2007, tiga bulan sebelum diedarkannya ilm Ay at-Ay at
Cinta, novelnya sudah mengalami cetak ulang sebanyak 30 kali, dan masih
terjual terus. Dari 12 persen royalti serta beberapa novel laris lain yang
ditulisnya, penerbit Republika m engaku telah m em bayar sang penulis sebesar
Rp1,5 m iliar dan telah m em berikan pem bayaran bulanan sebesar Rp10 0 juta
(Kartanegara 20 0 7), sekitar 40 hingga 50 kali lebih tinggi ketim bang rata-rata
gaji bulanan seorang dosen yang baru m eraih gelar doktor di Indonesia.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
84 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 85
6 Hoesterey dan Clark berpendapat “bahwa popularitas ilm islami terletak pada
kem am puannya bukan dalam m engartikulasikan apa itu Islam tetapi apa yang
bisa dan seharusnya dilakukan oleh Islam ” (20 12: 20 8).
7 Sang novelis m erupakan salah satu anggota paling terkem uka jaringan penulis
paling sukses dengan kom itm en m endalam terhadap ketakwaan Islam dan
dakwah, yang disebut sebagai Forum Lingkar Pena atau FLP. Kebanyakan
karya m ereka berdakwah kepada orang-orang yang baru m em eluk Islam
atau m enegaskan kem bali keislam an m ereka. Novel Ay at-ay at Cinta sangat
penuh dakwah, m enyam paikan kem enangan Islam . Salah satu karakter dalam
novel adalah seorang perem puan Kristen Koptik yang am at cantik dan pintar,
m enjadi m ualaf kem udian m enikah dengan tokoh utam a, m enjadi istri kedua
dalam sebuah pernikahan poligam is. Novel ini juga m em asukkan sebuah sub
plot tentang seorang jurnalis perempuan Amerika yang stereotipikal, yang—
sekalipun memperlihatkan ketertarikan kepada Islam—tetap tidak sensitif
terhadap tata cara berpakaian setem pat. J urnalis ini pun kem udian m em eluk
Islam, dan ini tak digambarkan di dalam ilm.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
86 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 87
Pada suatu hari ada sekelom pok orang datang ke kantor MD, m ereka
bilang dari organisasi Islam . Mereka datang dengan m em bawa
seorang lelaki berwajah putih dan seorang gadis berjilbab. Mereka
bilang ...
‘Ini calon pem ain Fahri dan ini calon pem ain Aisha’ sam bil m enunjuk
ke lelaki berwajah putih dan gadis berjilbab itu.
‘Kam i dari organisasi Islam ,’ lanjutnya. ‘Kam i sangat concern
terhadap dakwah islamiah. Kami tidak ingin ilm AyatAyat Cinta
m elenceng dari novel dan ajaran Islam . Kang Abik (Nam a panggilan
Habiburrahm an El Shirasy) sudah tahu tentang ini.’
Kam i hanya saling pandang dan tersenyum . Aku ... m alu sekali.
Tentu saja kam i m enolaknya.
(20 0 7)
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
88 Identitas dan Kenikmatan
8 Sang produser dilaporkan berinvestasi sebanyak tujuh m iliar rupiah atau dua
kali lipat dari biaya ratarata sebuah produksi ilm nasional.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 89
9 Sebagai contoh, seorang penulis Am erika m enulis dalam kolom opini di m edia
internasional; tulisan itu gagal membedakan antara novel dan ilmnya, dan
m enggam barkan Ay at-Ay at Cinta sebagai “kendaraan untuk m em asarkan
fundam entalism e” yang telah “disam but oleh kaum Islam is di Indonesia”
serta “orang-orang lain yang tak berpikir secara kritis” (Bev 20 0 8). Artikel
ini m uncul di sebuah m edia online yang m engaku “independen dari segala
pem erintahan dan perusahaan m edia besar” serta “tak m em iliki ideologi selain
kepercayaan terhadap m anfaat baik yang tim bul dari kebebasan m edia”.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
90 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 91
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
92 Identitas dan Kenikmatan
Film , Eric Sasono, memuji ilm ini sebagai barang langka: ketim
bang mengikuti apa yang telah menjadi pola baku bagi ilmilm
lain– berfokus pada ketakwaan pribadi, karier, dan cinta yang sen-
timental–ilm ini berupaya membongkar persoalan sosial yang
serius (20 10 : 59).
Film Perem puan Berkalung Sorban m enyodorkan kritik ter-
keras terhadap sisi-sisi gelap patriarki yang m asih berlangsung di
dalam kom unitas Muslim di Indonesia.11 Dalam pernyataannya
kepada publik, Hanung menggambarkan ilm itu sebagai pelunas
an terhadap “utang” kepada sem ua perem puan yang m engang-
gap bahwa Ay at-Ay at Cinta telah m erendahkan perem puan dan
m em iliki bias yang m endukung poligam i (Im anjaya 20 0 9a). Dalam
sebuah wawancara, novelis Abidah El Khalieqy m enyatakan, novel
Perem puan Berkalung Sorban ditulis untuk m em enuhi per m in-
taan Yayasan Kesejahteraan Fatayat cabang Yogyakarta, yang
berada di bawah payung Nahdlatul Ulam a, organisasi Muslim
terbesar di Indonesia, dengan tujuan “m ensosialisasi hak-hak re-
produksi perempuan yang sudah diratiikasi oleh PBB [Perseri
katan Bangsa-Bangsa]” (Syaifullah 20 0 9). Dalam wawancara yang
sam a Abidah juga m engakui bahwa ia m endapat ilham dari novel
Nawal El Sadawi yang diterjem ahkan ke dalam Bahasa Indo nesia,
Perem puan di Titik Nol, dan beberapa karya literatur fem inis yang
beredar di kalangan aktivis dekade 1980 -an dan 1990 -an.
Sebagaim ana dalam novel El Sadawi, dalam buku Abidah tak
satu pun tokoh laki-laki patut dikagum i (kecuali Khudori yang
berusia singkat, orang yang pertam a kali dikasihi Annisa, dalam
novel Perem puan Berkalung Sorban). Kisah ini terjadi di dalam
kom unitas Muslim dan m enam pilkan guru-guru agam a Islam ;
para kritikus novel dan ilm ini menafsirkan minimnya lelaki yang
11 Lihat Hellwig (20 11) untuk diskusi m engenai tulisan-tulisan fem inis Abidah El
Khalieqy.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 93
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
94 Identitas dan Kenikmatan
dari tetralogi sem i-historis yang ditulis oleh Pram oedya selagi
m enjalani pengasingan selam a lebih dari sepuluh tahun di Pulau
Buru. Ia dihukum tanpa diadili ketika Orde Baru secara sistem atis
m enghancurkan kekuatan politik kiri, dengan dukungan Blok
Barat serta organisasi-organisasi Muslim setem pat (lihat Bab 4).
Baik Pram oedya pribadi m aupun novel-novelnya telah m en-
jadi korban tindakan-tindakan brutal dan sum ber kontroversi.12
Buku-bukunya dilarang beredar oleh pem erintah. Pada tanggal
31 Oktober 1981, Kejaksaan Agung Republik Indonesia m enolak
tuduhan bahwa m ereka telah m em bakar sebanyak 10 .0 0 0
eksem plar buku Bum i Manusia dan lanjutannya, Anak Sem ua
Bangsa, dan m engaku m em bakar “hanya” 972 buku (Tem po 1981:
14). Pada akhir dekade 1980 -an, Pengadian Negeri Yogyakarta
m enghukum tiga aktivis m uda karena m em iliki dan m endisku-
sikan karya-karya Pram oedya yang dilarang, serta m em erintahkan
kepada pengadilan untuk menyita dan memusnahkan buku mereka.
Ketiga aktivis itu didakwa dengan Undang-Undang Anti-Subversi
dengan hukuman maksimal hukuman mati. Mereka dinyatakan
bersalah dan dihukum antara tujuh dan delapan setengah tahun
penjara (untuk rinciannya lihat Heryanto 20 0 6a).13
Dengan latar belakang ini, Perem puan Berkalung Sorban
merupakan ilm panjang bioskop pertama yang menampilkan
sam pul Bum i Manusia di layar lebar kepada penonton Indonesia.
Novel itu m uncul dalam sekurangnya lim a adegan, term asuk
ketika tokoh utama ilm ini membaca dan menentengnya. Juga
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 95
ada satu adegan, yang tak ada di dalam novel sumber ilm ini, yang
m enggam barkan sejum lah guru lelaki di pesantren itu m enyita
buku-buku Pram oedya dan m em bakarnya beserta beberapa buku
lain yang dianggap tak dikehendaki dan berbahaya. Orang-orang
yang mengkritik ilm itu membantah dengan mengatakan adegan
adegan itu tak realistis dan m enam pilkan stereotip yang tak adil
terhadap Muslim yang taat. Menurut m ereka, sekonyol-konyol
seorang pesantren tak akan ada yang sam pai m em bakar buku.14
Yang tak kurang kontroversialnya bagi sebagian besar orang
Indonesia, khususnya Muslim , adalah keberanian seksual sang
tokoh utam a Annisa. Kisah yang berfokus pada penindasan
terhadap perempuan sudah jamak di televisi atau ilm di Indonesia,
tapi korban perem puan yang tidak m enyerah dan m elawan balik
sangat langka. Di antara yang sedikit itu, biasanya perem puan
itu digam barkan sebagai seorang yang berpikiran sesat dan
akhirnya terkutuk. Dem ikian pula, perem puan yang agresif secara
seksual bukan sesuatu yang jarang dalam ilm di Indonesia, tetapi
biasanya m ereka digam barkan sebagai penjahat. J ika sam pai
ada seorang tokoh utam a perem puan yang berani secara seksual
dan taat beragam a sekaligus, ini baru benar-benar kejutan besar
bagi banyak orang, khususnya dalam m asyarakat yang sedang
m engalam i islam isasi. Setelah bertahun-tahun m enderita dan
bertahan dari siksaan dan hinaan suam i dan anggota keluarganya
14 Satu jurnal Islam KabarN et (20 10 ) m enggam barkan Perem puan Berkalung
Sorban sebagai sebuah propaganda kom unis dan m enyebut Hanung
Bram antyo sebagai “Karl ‘Hanung’ Marx” dalam sebuah pendahuluan bagi
wawancara dengan penyair terkenal Tauiq Ismail, yang juga dikenal sikapnya
yang am at anti-kom unis. Pada satu kesem patan, sang pewawancara bertanya,
“Sebagaim ana saya ingat, Partai Kom unis Indonesia dan organisasi-organisasi
sosial yang m enginduk kepadanya m em bakar buku yang ditulis oleh kelom pok
anti-kom unis pada tahun 1964 atau 1965, betulkah dem ikian, Pak?”, dan Ism ail
m enjawab dengan m em benarkannya. Ironisnya, em pat bulan sebelum nya
buku Lekra Tak Mem bakar Buku karya Rhom a Dwi Yuliantri dan Muhidin M.
Dahlan m erupakan salah satu buku yang dilarang oleh Kejaksaan Agung.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
96 Identitas dan Kenikmatan
15 Sekalipun ilm ini tak eksplisit dalam membuat acuan, sulit bagi orang yang
akrab dengan agam a Kristen untuk tak m engenalinya sebagai kutipan dari
“Pericope Adulterae” dan kata-kata dari Yesus (Ia yang tanpa dosa di antara
kalian, silakan lem par batu pertam a kepadanya”, Kitab Yohannes 8:7) yang
dikatakan oleh ibunda Annisa. Sejum lah tokoh Islam m engangkat soal ini, tapi
tidak sam pai m enim bulkan keresahan publik.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 97
ilm yang lebih baru ini dibuat berdasarkan novel laris karya
Habiburrahm an El Shirazy. Banyak lagi kesam aan yang lain:
kedua cerita terjadi di Mesir, keduanya bertokohkan m ahasiswa
pasca-sarjana dari Indonesia yang m em pelajari Islam , keduanya
m em iliki tokoh utam a laki-laki yang digam barkan tegap dan tanpa
cela, keduanya m erupakan kisah cinta dan persaingan rom antis
antara orang-orang Indonesia, dan keduanya m enam pilkan
dialog-dialog m enggurui tentang etika Islam yang bersinggungan
dengan kehidupan sehari-hari, term asuk soal percintaan.
Sejak sem ula dirancang sebagai upaya korektif terhadap
ilm islami yang mendahuluinya, Ketika Cinta Bertasbih m em -
bedakan diri dalam beberapa cara yang penting dan hal tersebut
ditekankan dalam prom osi. Pertam a-tam a, bertentangan dengan
predikat utam a sutradara Hanung Bram antyo sebagai seorang
sutradara, dengan prioritas membuat ilm bermutu tinggi, prio
ritas awak ilm yang memproduksi Ketika Cinta Bertasbih ada-
lah penyebaran pesan m engenai ketakwaan islam i yang ‘benar’.
Dalam perbandingan yang nyata, sekaligus kritik diam -diam
terhadap Ay at-Ay at Cinta, para awak ilm ini berkalikali berjanji
kepada publik bahwa produksi ilm mereka sedapat mungkin
akan setia pada novelnya. Mereka m engandalkan nam a-nam a
besar beberapa tokoh sinem a paling terkenal dan m apan yang
karyakarya ilm islaminya telah beredar sebelum Ay at-Ay at
Cinta, term asuk Chaerul Um am sebagai sutradara dan Deddy
Mizwar sebagai pem ain. Mungkin sebagai satu cara untuk m e-
m as tikan bahwa m asalah yang terjadi pada Ay at-Ay at Cinta
tak berulang, novelis Habiburrahm an El Shirazy secara lang-
sung terlibat di dalam produksi, bahkan ikut berperan di dalam
ilm. Keseluruhan kerangka kerja produksi Ketika Cinta Ber tas-
bih diran cang untuk m em astikan adanya kepatuhan yang lebih
ketat kepada ajaran-ajaran Islam . Misalnya, aktor dan aktris
yang bukan pasangan suam i istri tak boleh tam pak di layar saling
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
98 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 99
KILAS BALIK
Sebelum peredaran Ay at-Ay at Cinta, Indonesia telah m em iliki
sejarah panjang dalam memproduksi ilmilm islami. Survei leng
kap m engenai sejarah genre ini di luar cakupan lingkup bab ini.
Hanya saja, penting untuk dicatat, baik Chaerul Um am , sutra dara
Ketika Cinta Bertasbih, m aupun Deddy Mizwar, aktor dalam ilm
tersebut, m erupakan dua tokoh legendaris dan paling dise gani
dalam perilman nasional serta pelakon seni pertunjukan ber
tem a Islam . Chaerul Um am telah m em peroleh reputasi sebagai
seorang sutradara yang peduli dengan penyam paian pesan-pesan
islam i jauh sebelum Indonesia m em asuki periode islam isasi yang
m enggelora. Di antara karya-karyanya adalah Al Kautsar (1977),
Titian Seram but Dibelah Tujuh (1982), Nada dan Dakw ah (1991),
dan Fatahillah (1997), untuk menyebut beberapa dari ilmilmnya
yang banyak dirayakan. Umam juga banyak menyutradarai ilm
tanpa tem a agam a, tapi m em peroleh penghorm atan yang besar
dari sumbangannya pada wilayah ilmilm islami. Ia merupakan
salah satu tokoh paling awal yang mengambil risiko membuat ilm
bertem a islam i di bawah pem erintahan Orde Baru ketika politik
islam i secara resm i dicurigai sebagai m usuh.
Kom itm en Deddy Mizwar m endakwahkan nilai-nilai Islam
dalam kebudayaan dan seni m elalui sinem a dan televisi m endapat
perhatian publik dalam beberapa dekade belakangan. Meski
dem ikian, tak seperti seniornya, Chaerul Um am , Mizwar telah
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
100 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 101
Amat menghibur dan penuh dialog cerdas, ilm ini berkisah tentang
per benturan peradaban dalam kerangka kisah cinta. Kiam at
Sudah Dekat bercerita tentang Fandy, seorang rocker Indonesia
yang am at terpengaruh gaya hidup Am erika. Ia baru saja kem bali
ke J akarta sesudah tinggal dan tum buh besar di Am erika Serikat;
dan ia tak sengaja bertem u Sarah, seorang perem puan cantik dan
pem alu anak Haji Rom li (diperankan oleh Deddy Mizwar sendiri),
seorang ayah yang sangat konservatif dan protektif, serta seorang
Muslim yang am at taat. Ketegangan-ketegangan kocak berkem bang
antara Fandy yang konyol dan canggung, karena jatuh cinta habis-
habisan pada Sarah, dan Haji Rom li yang curiga bahwa Fandy
sedang iseng m engusili putrinya. Di m ata Rom li, Fandy adalah
seorang anak m uda rusak tanpa harapan dan tak islam i. Meskipun
begitu, m enghadapi bujukan terus m enerus dari Fandy agar ia
boleh m endekati Sarah, Rom li akhirnya setuju, dengan syarat
bahwa Fandy harus sukses m elewati ujian tentang pengetahuan
agam a Islam , juga dalam sikap dan perilaku dalam waktu dua
minggu. Melalui serangkaian episode panjang, sang pembuat ilm
m engikuti perjalanan spiritual Fandy m enjadi Muslim yang baik.
Dalam menghadirkan perjalanan itu, sang pembuat ilm meng
arah kan khotbahnya kepada penonton untuk m enem ukan pe nye-
lam atan, dengan m enunjukkan bagaim ana m encapai hal itu lang-
kah dem i langkah. Film itu m enyam paikan pesan yang jelas bagi
kaum m uda Indonesia secara um um : tak peduli separah apa pun
seorang pendurhaka, sekuler, ke-Barat-Barat-an, m ereka tak akan
per nah terlam bat untuk untuk m em perbaiki diri sendiri; selalu
ada harapan untuk m enjadi seorang Muslim yang baik; dan tidak
akan sia-sia untuk berusaha karena ia akan m endapatkan pahala
yang jauh m elam paui m im pi yang paling liar sekalipun. Fandy tak
hanya berhasil m elewati ujian untuk m endapatkan persetujuan
Rom li, dan juga m em bina hubungan dengan Sarah, ia juga secara
tulus m engubah dirinya dan keluarganya dalam proses belajar
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
102 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 103
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
104 Identitas dan Kenikmatan
dan satu perbedaan utama antara kedua ilm ini dalam kondisi
kondisi yang lebih luas dengan tujuan khusus yaitu m em perkaya
pem bahasan yang sebelum ini sudah dilakukan orang lain.18 Ay at-
Ay at Cinta dan Catatan Si Boy m asing-m asing dapat diilihat
sebagai sebuah upaya untuk m enawarkan ideologi alternatif atau
pernyataan tandingan kepada logika m odernis yang dom inan
pada masa ilmilm ini diproduksi; yang satu sekuler (Catatan Si
Boy dibuat ketika Indonesia di bawah rezim Orde Baru) dan yang
satu lagi berdasar agam a (Ay at-Ay at Cinta dalam m asa pasca-
Orde Baru, ketika gelom bang islam isasi sedang m em uncak).
Film Ay at-Ay at Cinta dapat dibaca sebagai sebuah ungkapan
post-Islam ism e yang berkiblat liberal ketika terjadi kegairahan
Islam ism e di Indonesia yang telah berlangsung satu dekade dan
kebangkitan politik kaum Islam is. Fahri, tokoh utam a laki-laki
dalam ilm ini, adalah seseorang yang sangat religius. Ia juga
m em iliki banyak kualitas m enarik lainnya– jiwa m uda, bergaya,
akrab dengan tren dunia terkini– tapi predikat keagam aannyalah
yang m erupakan sifat utam anya, dan dari situ kualitas kedu nia-
annya dibangun. Lebih penting lagi, Fahri m enanggapi segala
se suatu di sekitarnya dari perspektif keim anan, bahkan pada
aspek-aspek kehidupan yang tidak berkait dengan soal agam a.
Dengan kata lain, hal-hal ini m erupakan aspek kehidupan sosial
yang m ungkin tidak ‘islam i’ tetapi ‘di-islam kan’ (Islam ized) (lihat
Bab 2). Meskipun am at patut dikagum i dalam soal kekuatan
im an, tokoh utam a dalam Ay at-Ay at Cinta sangat tidak siap un-
tuk berkelahi dan m em bela diri ketika tokoh lain m em ukulnya.
Ia terus m enerus bingung atau m enyerah pada tekanan perem -
18 Untuk komentar lebih jauh yang membandingkan kedua tokoh utama ilm,
lihat kolom opini Eric Sasono (20 0 8b). Krishna Sen (1991) term asuk salah satu
peneliti yang pertam a kali m elakukan analisa yang m engungkapkan banyak
hal tentang ilm Catatan Si Boy . Kom entar David Hanan tentang Catatan Si
Boy dibandingkan dengan ilm blockbuster nasional lainnya, Ada Apa dengan
Cinta? juga tak kalah relevannya dengan diskusi kita di sini (Hanan 20 0 8).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 105
puan yang jatuh cinta kepadanya. Film ini dapat dianggap m enye-
garkan bagi publik Indonesia setelah rezim Orde Baru jatuh dan
m achism o runtuh, serta setelah banyaknya pengebom an atas
nam a jihad kaum Islam is. Mungkin bukan kebetulan m om en
historis ini tecermin dengan baik pada proil presiden yang saat
itu sedang m enjabat (dan pertam a kalinya dipilih langsung oleh
rakyat), Susilo Bam bang Yudhoyono. Ia seorang pensiunan jen-
deral yang lebih banyak berpakaian sipil ketim bang seragam
m iliter. Selam a m asa jabatannya ia berulang kali m engecewakan
para pendukungnya dan m asyarakat um um karena sikapnya
yang tidak tegas. Pada saat yang sam a, ia am at m em banggakan
bakatnya dalam m enyanyi dengan m engedarkan album rekam an.
Ia adalah presiden yang sam a yang berkali-kali m engusap air
m ata pada saat m enonton Ay at-Ay at Cinta.
Sekalipun sam a-sam a tam pil sebagai sebuah penyataan tan-
dingan terhadap norm a yang sedang berlaku pada zam annya,
Catatan Si Boy m em iliki sifat yang bertolak belakang lantaran
konteks sosial dan politik yang sangat jauh berbeda dengan Ay at-
Ay at Cinta. Film yang jauh lebih dulu diedarkan ini m ewakili
sebuah ekspresi ‘post-sekularis’ (lihat Bab 2) yang terjadi pada
puncak rezim m iliter sekuler Orde Baru, yang m em elihara sebuah
proyek am bisius untuk m enghasilkan pertum buhan ekonom i
terus m enerus selam a dua dekade, pada saat politik Islam ditindas
habis-habisan, dan hingga tahun 1990 harus bergerak di bawah
tanah. Bertolak belakang dari Fahri dalam Ay at-Ay at Cinta, tokoh
utam a Si Boy dalam Catatan Si Boy m erupakan sosok dari kisah
sukses m aterial luar biasa kaum kaya baru di ibu kota J akarta pada
dekade 1980 -an dan 1990 -an. Ia seorang jago berkelahi dan perayu
perem puan. Banyak adegan dalam Catatan Si Boy m enam pilkan
gaya hidup gem erlap dengan berbagai em bel-em bel kehidupan
keluarga m aha-m akm ur Indonesia yang m enjalani kehidupan
m im pi Am erika yang banyak dipasarkan di Indonesia m elalui
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
106 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 107
jauh berbeda dan lebih m enguntungkan bagi apa pun yang berbau
islam i, sem angat ini tam pil sepenuhnya dalam Ay at-Ay at Cinta.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
108 Identitas dan Kenikmatan
Pada bagian awal bab ini, sudah saya katakan bahwa satu alasan
penting keberhasilan Ay at-Ay at Cinta adalah hibriditasnya, pen-
cam puran unsur teks-teks Islam dengan form ula non-Islam yang
dipinjam dari industri hiburan global Hollywood dan Bollywood,
dan juga sinetron lokal. Perlu ditekankan bahwa ilm ini, berkat
keseim bangan unik dari kom posisi ini, telah m encapai puncaknya
baik secara kom ersial m aupun dalam per tem puran m oral yang
kini sedang hangat di masyarakat Indonesia mutakhir. Semua ilm
lain yang didiskusikan di atas juga m e ngandung hibriditas sam pai
derajat tertentu; sekalipun (dengan ke kecualian pada Catatan Si
Boy pada m asanya) tak ada yang m em iliki dam pak yang sam a
pada kehidupan publik seperti yang dicapai oleh Ay at-Ay at
Cinta. Filmilm lainnya mengandung terlalu banyak atau terlalu
sedikit m uatan agam a dan pendidikan m oral ataupun unsur libe-
ralism e sekuler. Suksesnya Catatan Si Boy pada m asanya, m eng-
ungkapkan dua pesan penting: per tam a, tak ada form ula yang
statis untuk derajat hibriditas yang akan m enjam in sukses jangka
panjang ilm komersial secara lokal maupun internasional; dan,
kedua, efektivitas hibriditas ter tentu sangat bergantung pada
pertarungan ideologis dan hu bungan kekuasaan yang lebih luas,
terus berubah, dan sangat rum it di m asyarakat se cara um um .
Dalam salah satu esai yang paling penuh wawasan yang tem a-
nya berkait dengan topik ini, Mushthafa (20 0 8) m em bedakan dan
m em bandingkan karya sastra “islam i” versus “pesantren”. Me nu-
rutnya, karya islam i m enyuarakan sem angat islam i baru yang kini
sedang laku di Indonesia dan ini juga telah m enghasilkan pro duksi
dan perayaan yang meriah terhadap imilm islami. Menurut
Mus hthafa, gelom bang baru dakwah Islam yang kuat dan sadar ini
m erupakan kerja kelas m enengah cendekia Muslim urban dalam
m em erangi apa yang m ereka anggap sebagai ancam an terhadap
kehidupan Islam yang sejati di Indonesia. An cam an itu adalah
seku larism e dan hedonism e dalam budaya populer. Mushthafa
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertempuran Sinematis 109
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
110 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bab 4
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
112 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 113
Yang tidak kurang penting, dan lebih relevan dengan bab beri-
kut, ada dua kekuatan eksternal yang telah m enahan laju Islam
sehingga kekuatannya terbatas dalam politik Indonesia sela m a
lebih dari dua abad terakhir. Kekuatan pertam a adalah pe m e-
rin tahan sekuler, baik kolonial m aupun pem erintahan Indo nesia
m erdeka yang m enggantikannya, yang hingga tahun 1990 terus
berlaku tidak sim patik terhadap politik Islam is seraya m em -
perlihatkan sikap lunak terhadap partai politik Islam yang lem ah
atau dilum puhkan, serta kegiatan-kegiatan kebudayaan islam i.
Pa da bab sebelum nya, saya telah m em bahas bagaim ana dan m e-
nga pa kebijakan Presiden Soeharto berbalik haluan pada tahun
1990 dan m ulai bersikap ram ah kepada aktivis politik Islam untuk
m e nguatkan kem bali cengkeram annya terhadap kekuasaan.
Kekuatan eksternal kedua yang m engurangi kekuatan Islam
adalah kelom pok Kiri, terdiri dari Partai Kom unis Indonesia
(PKI) serta partai dan organisasi nasionalis sekular dan populis
lain yang telah m engham bat berbagai upaya untuk m em buat
Indonesia m enjadi lebih islam i. Sekalipun pernah terbina kaitan
dan persekutuan antara aktivis politik berkiblat kom unis dan
Islam is pada m asa perjuangan kem erdekaan pada dekade awal
abad ke-20 , keakraban itu berusia pendek, dan sebagian besar
seja rah itu telah dihapus dari ingatan publik di Indonesia saat
ini. Mem ang, proses islam isasi besar-besaran sejak dekade
akhir abad yang lalu telah dim ungkinkan, antara lain, oleh pe-
m us nahan kaum Kiri pada tiga bulan terakhir tahun 1965, yang
digam barkan oleh para ahli sejarah sebagai salah satu pem bu-
nuhan m assal terbesar dalam sejarah m odern. Siapa yang sesung-
guhnya bertanggung jawab terhadap pem bunuhan m assal itu
m asih m enjadi bahan perdebatan, sekalipun tulisan-tulisan yang
berm unculan m engenai topik itu m enunjukkan bahwa para jen-
deral Angkatan Darat, di bawah kepem im pinan Soeharto, telah
m em ainkan peran kunci serta m engam bil m anfaat terbesar dari
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
114 Identitas dan Kenikmatan
peristiwa itu, sebagaim ana juga banyak pihak sipil anti-kom u nis,
serta anggota berbagai organisasi Islam dan m ilisi lokal ber peran
aktif dalam operasi penuh kekerasan itu. Pada tahun-ta hun yang
penuh pergolakan itu, Blok Barat pada m asa Perang Dingin m em -
berikan dukungan besar kepada Soeharto, dan ikut m e nikm ati ke-
untungan politis dan ekonom is pem erintahan dik tator Soeharto
yang berusia panjang.1
Bab ini dan selanjutnya akan m eneliti peran yang sangat m e-
nentukan yang dim ainkan oleh ilm sebagai medium propaganda
di tangan pem erintahan Orde Baru, dan sebagai m edium yang
memungkinkan kisahtandingan di tangan pembuat ilm inde
pen den sejak kejatuhan Orde Baru pada tahun 1998. Pentingnya
hubungan antara ilm dan sejarah pembunuhan massal pada tahun
1965-66, yang telah m enyediakan jalan bagi kebangkitan rezim
Orde Baru (1965-98), bukan sesuatu yang dibesar-besarkan.2
1 Pada akhir J uli 20 12, dalam sebuah laporan penyelidikan setebal 840 halam an
yang ditujukan kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kom isi Nasional
Hak Asasi Manusia (Kom nas HAM) secara resm i m enyatakan pem bunuhan
m assal itu sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi m anusia. Laporan
itu m enyebut beberapa nam a bekas pejabat m iliter (term asuk yang sudah
m eninggal dunia) yang bertanggung jawab terhadap pem bunuhan itu dan
m enuntut Kejaksaan Agung untuk m engam bil langkah untuk m em bawa m ereka
ke pengadilan. Kom nas HAM juga m engeluarkan pernyataan dalam sebuah
konferensi pers. Tak berselang lam a, Presiden Susilo Bam bang Yudhoyono
m engum um kan dukungannya terhadap rekom endasi Kom nas HAM itu.
Meskipun dem ikian, sekalipun banyak orang m enyam but pernyataan itu
sebagai sebuah kem ajuan sim bolis, hanya sedikit yang yakin bahwa dokum en
baru itu akan berdam pak terhadap m ereka yang bertanggung jawab, para
korban, dan buku-buku teks sejarah dan pengajarannya di sekolah. Beberapa
anggota parlem en m enanggapi sikap Presiden dengan m encem ooh laporan
tersebut dan m em pertanyakan m anfaat m enggali m asa lalu yang penuh
kekerasan dan berisiko m enim bulkan perpecahan nasional. Pada pertengahan
Novem ber 20 12, Kejaksaan Agung m engeluarkan tanggapan resm i m enolak
laporan Kom nas HAM itu beserta klaim bahwa pem bunuhan m assal pada
1965-66 m erupakan pelanggaran berat Hak Asasi Manusia.
2 Dua buku utama dalam Bahasa Inggris tentang ilm Indonesia ditulis pada
m asa Orde Baru (tak secara khusus m em bahas gejolak yang terjadi pada 1965-
66) adalah karya Heider (1991) dan Sen (1994). Saya sangat bersyukur pada
sum bangan kedua karya pelopor ini bagi kerja awal saya di bidang ini.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 115
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
116 Identitas dan Kenikmatan
D OSA ASAL
Selam a sebagian besar periode kekuasaannya, pem erintahan
Orde Baru m em bina keabsahan politiknya dengan bersandar
pada sebuah kisah yang direkayasa dan am at dikendalikan m e-
nge nai banjir darah 1965-66. Pem erintah m elakukan apa saja
yang dapat dilakukan agar dapat sepenuhnya m em egang kendali
kesa daran publik dan wacana tentang peristiwa itu dengan terus-
m enerus m em aksakan sejarah peristiwa 1965-66 versi resm i.
Dua peristiwa penting m em iliki arti utam a bagi rezim Orde
Baru untuk m em pertahankan versi resm i peris tiwa sejarah ini.3
Yang pertam a m erupakan serangkaian peristiwa yang terjadi di
J akarta pada m alam m enjelang subuh tanggal 1 Oktober 1965
(ketika enam orang jenderal dan satu letnan diculik dan kem u-
dian dibunuh oleh sekelom pok perwira m enengah m iliter) dan
bebe rapa hari berikutnya (sesudah keberhasilan serangan balik
terhadap para penculik itu, yang dipim pin oleh Soeharto).4 Ber-
bagai pernyataan resm i tentang saat-saat yang sangat m enen-
tukan itu hanya sedikit, atau bahkan tak m em uat sam a sekali,
m e ngenai peristiwa kedua: pem bunuhan besar-besaran sejak Ok-
to ber 1965 hingga pertengahan 1966 terhadap anggota Partai Ko-
munis Indonesia, organisasi yang berailiasi dengannya, dan siapa
pun yang dianggap telah m elakukan atau m engatakan se suatu
yang dipandang bersim pati kepada organisasi (yang ketika itu)
resm i tersebut. Sekalipun sebagian besar pem bunuhan ini ter jadi
3 Ada banyak tulisan mengenai dua pokok ini. Misalnya daftar pustaka terbaru
tentang peristiwa seputar 1965, lihat Roosa (20 0 9).
4 Salah satu karya terbaru dan terpenting m engenai perdebatan peristiwa ini
ditulis Roosa (2006). Adam (2008:39) menyajikan ringkasan perbandingan
singkat versi yang berbeda-beda m engenai peristiwa tersebut. Untuk bebe-
rapa contoh tulisan sebelum nya m engenai pokok ini lihat (berurut abjad)
Anderson (1987), Anderson and McVey (1971), Bunnell (1990 ), Crouch (1978),
Holtzappel (1979), Kam m en and McGregor (20 12), May (1978), Scott (1986),
Sulistyo (20 0 0 ), Wertheim (1979).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 117
di Pulau J awa, Bali, dan Sum atra, kejadian serupa juga terjadi di
pulau-pulau di wilayah tim ur Indonesia.
Puluhan ribu tersangka PKI dan pendukungnya turut ditahan
tanpa proses pengadilan, dan selam a ditahan m ereka m engalam i
penyiksaan dan kerja paksa. Banyak yang m eninggal dunia selam a
dalam penahanan. Ketika m ereka dibebaskan pada akhir dekade
1970 -an, para penyintas dan anggota keluarga m ereka (keluarga-
inti m aupun keluarga-batih, bahkan anak-anak m ereka yang
belum lahir ketika itu) m enderita secara sistem atis. Hak-hak sipil
m ereka diram pas, kebebasan bergerak m ereka dibatasi, juga ke-
sem patan kerja, layanan publik, dan partisipasi dalam pem ilu.5
Sekalipun kesengsaraan yang berat itu tak disebutkan di dalam
buku-buku sejarah dan berbagai dokum en resm i, pem erintah tak
sepenuhnya m erahasiakan kekerasan tersebut. J ustru pem erintah
dan organisasi non-pem erintah pendukungnya secara rutin m e-
m a m erkan ke hadapan publik kekejam an m ereka terhadap para
korban dan keluarga m ereka un tuk m engancam para penyintas
dan sim patisan (jangan sam pai m ereka berani berm im pi sedikit
pun soal m enuntut balik atau balas dendam ) sekaligus juga
m enebar teror kepada m asyarakat luas (dari kelom pok m asyarakat
inilah kediktatoran m iliter Orde Baru m enuntut kepatuhan se-
lama memerintah lebih dari 30 tahun). Perburuan yang luas ter
hadap ancam an kom unism e atau kebangkitan kem bali m ereka,
juga pem eriksaan secara m ental dan ideologis, dilakukan secara
am at teliti dan bersem angat sebagai sebuah tontonan bagi publik
sepanjang pem erintahan Orde Baru (Heryanto 20 0 6a: Bab 2).
5 Sedikit contoh saja, secara acak, tulisan yang m em bahas soal ini (m enurut
abjad) Budiardjo (1991); Caldwell (1975); Cribb (1990 ); Farram (20 10 ); Fealy
dan McGregor (2010); Fein (1993); Heryanto (2006a); Purwadi (2003);
Robinson (1995); Roosa, Ratih, dan Farid (20 0 4); Sasongko dan Budianta
(2003); Southwood dan Flanagan (1983); dan Zurbuchen (2002, 2005).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
118 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 119
7 Banyak jalan utam a di Indonesia diberi nam a ‘Basuki Rahm at’; ia dianugerahi
gelar Pahlawan Nasional dan m eninggal dunia pada tahun 1969.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
120 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 121
8 Adegan kekerasan dalam ilm itu begitu mengerikan sehingga patut diperta
nyakan kepantasannya ditonton oleh anak-anak. Satu laporan jurnalistik ber-
judul “Demam dan Menjerit ketika Nonton Film G30 S/PKI” menggambarkan
pengalaman traumatik pelajarpelajar muda yang menonton ilm itu
(Listyaningsih 1990 ). Nam un salah seorang yang hadir ketika penayangan
ilm itu di istana berkomentar bahwa adegan di Lubang Buaya (di mana terjadi
penyiksaan terhadap para jenderal yang diculik– penerjem ah) “kurang sadis”
(Tem po 1984: 78).
9 Adam berpendapat bahwa penggam baran perm usuhan kom unis terhadap
Muslim di Desa Panigoro seperti yang digambarkan dalam ilm itu dibesar
besarkan (Adam 20 0 4). Cerita tentang pesta seks disebarkan oleh m edia cetak
m ilik m iliter dan segera m enyebar seperti api liar, m em arakkan sem angat
anti-kom unis yang m em babi buta pada situasi kacau di hari-hari pertam a
bulan Oktober 1965. Cerita yang sam a tentang pesta seks di Lubang Buaya
telah diabadikan dalam dioram a dan pahatan di Museum Lubang Buaya,
J akarta Tim ur, yang dibangun pada tahun 1990 . Sem ua penggam baran ini
bertentangan dengan hasil otopsi resm i oleh satu tim yang terdiri dari lim a
orang ahli forensik di bawah perintah langsung Mayor J enderal Soeharto.
Lihat Anderson (1987) untuk penerbitan dokum en hasil forensik tersebut
(dalam bahasa Inggris) dan catatan pengantarnya yang am at berguna.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
122 Identitas dan Kenikmatan
10 Seakan-akan sem ua itu tidak cukup, pem erintah juga m enghendaki selu ruh ja-
ringan televisi menayangkan drama seri untuk melengkapi ilm Pengkhianatan
G 30 Septem ber. Term asuk di antaranya adalah Terjebak pada tahun 1996
dan Ny any ian Dua Bersaudara pada tahun 1997 (Kom pas 1998). Pada bulan
Mei tahun berikutnya (1998) Soeharto kehilangan kekuasaan dan Wakil Pre-
sidennya, B.J . Habibie m engam bil alih posisinya. Untuk m em berikan kesan
pem e rintahannya berbeda dengan rezim Orde Baru, yang kini terhina, Habibie
menghentikan kewajiban stasiun televisi untuk menayangkan ilm Peng khia -
natan G 30 Septem ber. Nam un seluruh stasiun televisi tetap dim inta m ena -
yangkan seri dram a televisi propaganda lain yang anti-kom unis: Bukan Seke-
dar Kenangan pada tanggal 30 September, Melacak Jejak Berkabut pada
tanggal 14 Oktober, dan Sum pah Kesetiaan pada 28 Oktober (Kom pas 1998).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 123
11 Hal kedua yang dianggap sebagai ancam an terbesar oleh responden adalah
“korupsi” (18,42 persen), cum a sedikit lebih dari separuh jawaban yang
menganggap bahwa komunisme sebagai ancaman paling berbahaya (33,65
persen). Menariknya, dilihat dari situasi sekarang, “Islam radikal” m engam bil
tem pat kedua terbawah dalam daftar potensi ancam an, dengan jum lah jawab-
an kurang dari 1 persen.
12 Responden survei ini diundang untuk m em beri lebih dari satu jawaban atas
pertanyaan yang diajukan. Pada puncak daftar jawaban adalah “guru dan buku
teks” (97 persen); “ilm” menempati urutan berikutnya (Tem po 20 0 0 ).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
124 Identitas dan Kenikmatan
13 Dalam propaganda baku Orde Baru, Partai Kom unis Indonesia secara tetap
digam barkan sebagai pengkhianat bangsa sejak awal m ula sejarah karena
upaya m ereka yang terus m enerus untuk m enggulingkan pem erintahan yang
sah. Pada tahun-tahun awal Orde Baru, tuduhan itu dikem ukakan dengan
m enye but pengkhianatan kom unis pada tahun 1926, 1948, dan 1965. Pada
setiap m asa tersebut, PKI diserang habis-habisan, sebelum partai ini akhirnya
dim usnahkan untuk selam anya. Menurut propaganda Orde Baru, pem usnahan
terakhir itu belum cukup, karena “kom unism e tidak pernah m ati”, lihat
Heryanto (1999b). Dalam dongeng Orde Baru, yang punya cerita tetap
m em pertahankan kom unism e dalam lingkaran tanpa akhir: dibikin, diburu,
disiksa, dibunuh, dan kem udian hidup kem bali. Setelah beberapa tahun
disebar luaskan kepada publik, kisah pem berontakan tahun 1926 dihilangkan.
Belakangan, juru bicara Orde Baru m enyadari bahwa negara-bangsa Indonesia
belum ada pada m asa itu, m aka subversi kom unis pada tahun 1926 dapat
diartikan sebagai sebuah tindakan kepahlawanan perjuangan nasionalis untuk
kem erdekaan dari penjajahan Belanda, lihat Heryanto (20 0 6a: 141).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 125
unsur-unsur dari rezim lam a jelas m asih berkuasa dalam ber ba-
gai aspek kehidupan politik Indonesia pasca-Soeharto. Meskipun
dem ikian, perubahan dalam lingkungan politik m enuntut per-
ubahan perwujudan dan m ekanism e kekuasaan. Tak urung peng-
gunaan lem baga publik dan sum ber daya bagi kepentingan pribadi,
yang m enjadi pola utam a Orde Baru, tetap m erupakan watak paling
m enentukan pada ekonom i politik pasca-Soeharto. Ke lom pok-ke-
lom pok m asyarakat yang tak beradab (uncivil) se per ti kelom pok
para m iliter dan organisasi induk bagi kelom pok preman—kerap
dihubungkan dengan partai politik atau organsasi m assa yang ter-
kait—juga telah menjadi pemainpemain yang penting.
(Heryanto dan Hadiz 20 0 5: 256)
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
126 Identitas dan Kenikmatan
Orde Baru), bisa jadi kecem asan telah m elanda elite politik yang
berkepentingan m em pertahankan status quo dan waris an rezim
lama. Dampak propaganda Orde Baru terhadap massa—juga
terhadap elite yang kepentingannya dilayani oleh pro pa ganda
itu—tak bisa dianggap remeh. Saat ini, antikomunisme masih
hidup dan berkobar di antara LSM (Lem baga Swadaya Masya-
rakat) dan kelom pok-kelom pok sosial term asuk m ilisi dan gang
yang terorganisir, sebagaim ana halnya yang terjadi setengah abad
lalu (lihat Bab 5).
Pada bulan Oktober 20 0 4 sekelom pok orang di Surabaya m e-
m asang spanduk besar m engutuk kekejam an kom unis di dunia
dan m engingatkan penduduk m engenai kejahatan m asa lalu yang
dilakukan kom unis di Indonesia (Rahardjo 20 0 4). Di Bandung
pada tahun 20 0 8, FPI (Front Pem bela Islam ) dan PP (Pem uda
Panca sila) m enyelenggarakan pawai peningkatan kewaspadaan
ter hadap kom unism e. Dalam kedua peristiwa ini, tak terlalu
jelas apa yang m em icu m ereka sehingga m erasa perlu m em buat
pernyataan publik seperti itu. J angankan m em perlihatkan sim -
pati terhadap kom unism e atau korban 1965, hal-hal yang jauh
lebih sepele bisa m em bakar kem arahan kelom pok anti-kom unis
seperti itu. Misalnya, sebuah diskusi ilm iah m engenai Marxism e.
Pada akhir tahun 20 0 6 satu kelom pok yang m enyebut diri
Perm ak (Persatuan Masyarakat Anti Kom unis) m enyerbu satu
toko buku di Bandung yang sedang m enyelenggarakan diskusi
tentang Marxism e. Alih-alih m elindungi pihak yang sedang dise-
rang, polisi setem pat m enahan pem bicara dan penyelenggara
acara dan m endakwa m ereka dengan pelanggaran pidana berupa
penyebaran ide terlarang (Suwarni 20 0 6).14
14 Pada awal 1990 -an, tiga aktivis m uda dihukum penjara antara enam dan dela-
pan setengah tahun karena m enghadiri diskusi seperti ini dan m engedar kan
novel yang dilarang. Mereka dihukum berdasarkan Undang-Undang Anti-
Sub versi, yang hukum an tertingginya adalah hukum an m ati, lihat Heryanto
(2006a: Bab 3 dan 4).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 127
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
128 Identitas dan Kenikmatan
15 Kasus “Genjer-genjer” m enjadi contoh bagaim ana pihak yang dom inan m en-
cip takan dan m enentukan sifat perlawanan pem bangkangnya. Soal ini akan
disentuh lagi dalam diskusi ilm Djedjak Darah dan Mass Grave pada bagian
berikutnya.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 129
16 UU yang diam andem en ini tidak cukup untuk m em perbolehkan bekas tahanan
politik tragedi 1965 untuk m enjadi calon presiden. Ketua Mahkam ah Konstitusi
J im ly Asshiddiqie juga m erupakan tokoh kunci dalam usulan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia untuk m em buang Tap MPRS No.XXV/ MPRS/ 1966 itu.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
130 Identitas dan Kenikmatan
17 Kita akan kembali membahas Syarikat nanti dan ilm yang mereka produksi
tentang tahun-tahun yang berm asalah itu.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 131
itu adalah Soem arsono, ketua sayap m iliter organisasi kom u nis
dahulu (Dhyatm ika dan Wibowo 20 0 9). Pada m inggu berikut-
nya, dengan m em akai kostum jihadis, lebih dari seratus anggota
FPI m engadakan pawai di depan kantor harian Jaw a Pos di
Surabaya. Mereka m em bakar koran-koran Jaw a Pos dan buku
karangan Soem arsono berjudul Revolusi Agustus serta m enuntut
Dahlan Iskan m em inta m aaf secara terbuka. Yang m em buat
m arah para pem rotes itu bukanlah pertem uan di Magelang, m e-
lain kan serangkaian wawancara yang dilakukan oleh Dahlan
dengan Soem arsono. Berbeda dengan kasus pem utaran lagu
“Genjer-Genjer” stasiun radio di Solo yang tunduk pada tuntutan
gerom bolan ini, pihak Jaw a Pos m enolak tuntutan tersebut dan
m engundang m ereka untuk m enulis surat bantahan terbuka
untuk dim uat di Jaw a Pos (Tauiq 2009).
Untuk m eringkas bahasan pada bagian ini, saya tekankan
kem bali pem erintahan Orde Baru (baik pada saat m em erintah
dan sesudah kem atiannya) ditandai dengan berbagai pandangan
dan kisah yang saling bertentangan. Hubungan-hubungan antara
kisah yang bersaing ini tak pernah kaku dan juga tak beku m enuju
satu arah tertentu saja. Melainkan, berbagai pandangan dan
kisah tersebut berubah-ubah dalam m elintasi ruang dan waktu.
Sen tim en anti-Orde Baru am at kuat pada tahun-tahun pertam a
kejatuhan Orde Baru. Periode itu lantas diikuti beberapa tahun
langkah m undur berupa nostalgia terhadap stabilitas ekonom i
dan ketertiban yang m enjadi ciri rezim otoriter Orde Baru, yaitu
ketika dam pak krisis ekonom i tahun 1997 berkepanjangan tanpa
ada satu kekuatan m am pu m engelola negara pasca-Orde Baru
sendirian (Heryanto dan Hadiz 20 0 5). Sejak pertengahan 20 0 0 -
an tam pak terjadi perpecahan pandangan dan suara, dan sedikit
se kali tanda akan m ereda, atau akan terjadinya konsolidasi sebuah
kelom pok entah posisi kelom pok anti-kom unis ataupun anti-Orde
Baru.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
132 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 133
18 Ketika stasiun televisi SCTV m em buka lom ba tahun 20 0 2, lebih dari 1.0 0 0
ilm didaftarkan, sekalipun hanya sekitar 800 yang dianggap layak (van
Heeren 20 12: 58). Pada tahun-tahun berikutnya, jum lah peserta di SCTV dan
beberapa kom petisi lain tetap di angka sekitar 80 0 .
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
134 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 135
m ereka jauh lebih kom pleks ketim bang apa yang saya gam barkan
secara kasar di sini. Meskipun dem ikian, yang jelas ilm u sejarah
(historiograi) tidak pernah menjadi tradisi terkuat atau harapan
yang paling diunggulkan di Indonesia. Hal ini m enjadi lebih
parah ketika kita berurusan dengan sejarah pem bantaian m assal
1965-66, yang telah m eninggalkan luka segar dalam kehidupan
publik bangsa ini. Sebagaim ana akan segera dibahas di bagian
berikut, debat yang lebih tenang dan kritis tentang sejarah khusus
peristiwa ini tetap m ustahil untuk saat ini dan m ungkin sam pai
jauh di m asa m endatang.
Meskipun terjadi perkem bangan m edia baru di Indonesia
dan m eluasnya ruang untuk kebebasan berekspresi, hanya sege-
lintir ilm pasca1998 yang meninjau ulang tragedi 1965. Hal ini
seharusnya tak m engherankan m engingat generasi yang lebih
m uda tak m em iliki alasan untuk tertarik secara khusus pada
tem a yang berat dan m enyedihkan itu. Dari sekitar seribu lebih
ilm pendek dan dokumenter per tahun, hanya sekitar selusin
judul yang secara khusus m eninjau ulang periode sejarah yang
penuh kontroversi ini. Bab berikut akan berfokus pada dua ilm
yang dibuat pada masa pascaOrde Baru karya pembuat ilm
alternatif dengan tem a kekerasan 1965 atau peristiwa-peristiwa
yang m enyertainya. Bab ini tak akan m eneliti beberapa karya
krea tif lain yang tak relevan dengan perhatian utam a kita di sini.
Tak termasuk dalam pembahasan di sini adalah ilmilm yang
m enam pilkan peristiwa 1965 sekadar di latar belakang, seperti
The Years of Living Dangerously (1983, Weir) dan Gie (20 0 5,
Riza), yang pernah saya bahas di tem pat lain (Heryanto 20 0 8a).
Saya juga tak akan membahas ilmilm dokumenter asing yang
m em bahas m engenai gejolak politik 1965 dan peristiwa-peristiwa
yang m engikutinya, sem isal The Shadow Play (20 0 1, Hilton),
Ter lena: Breaking of a Nation (20 0 4, Vltchek), 40 Years of
Silence: An Indonesian Tragedy (20 0 9, Lem elson), dan The
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
136 Identitas dan Kenikmatan
19 Diskusi kita ini m ungkin m irip, berkait, atau bertum pang tindih dengan,
analisa terhadap ilm yang membahas isuisu kekerasan politik di negara lain
atau di Indonesia dari periode yang berbeda, atau juga analisis dari banyak
karya kreatif lain yang m em bahas 1965-66 dalam m edium berbeda (seni visual,
tarian, teater, atau karya sastra) dan jenis-jenis karya audio visual (seni video
dan anim asi). Hal-hal terakhir ini terlalu luas dan rum it untuk dim asukkan ke
dalam buku ini.
20 Saya m engakui penilaian ini terbuka untuk diperdebatkan. Dalam percakapan
ketika sedang melakukan penelitian lapangan, beberapa pembuat ilm ini,
juga para pendukungnya, secara terpisah m enyatakan rasa puas m ereka
m engenai penerim aan terhadap karya-karya m ereka. Tam paknya, terdapat
perbedaan besar m engenai dam pak yang diharapkan. Mereka berharap sedikit
sekali dibandingkan saya. Juga ada kemungkinan bahwa ilmilm ini secara
perlahan akan m em punyai dam pak lebih besar dalam jangka panjang, dan
apa yang kita saksikan sekarang hanyalah perm ulaan yang lam bat dan kecil
saja. Saya m endasarkan penilaian saya ini pada inform asi yang tersedia selagi
saya m elakukan penelitian, yang m enunjuk pada m erajalelanya propaganda
anti-kom unis Orde Baru, sebagaim ana digam barkan dalam bagian berikutnya,
dan akan dibahas lebih jauh sebagai kasus yang lebih spesiik dalam bagian
kesim pulan bab ini.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 137
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
138 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 139
21 Sebagian data dan argum en di bagian ini pernah m uncul dalam tulisan lam a
saya dengan versi yang berbeda, Heryanto (20 12b).
22 Sekalipun LKK dapat dianggap sebagai organisasi non-pem erintah, m ereka
bersifat khusus. Kebanyakan anggota organisasi non-pem erintah dapat ber-
ga bung dan keluar setiap saat, tergantung pada prosedur adm inistrasi, ke-
tika m enjadi anggota m ereka secara prinsip m em iliki status yang setara.
Kekhususan LKK, para pendiri dan pem im pin lem baga ini bersum ber dari
status m ereka yang secara tidak suka rela m enjadi tahanan politik akibat
kejahatan serius yang dilakukan oleh Orde Baru.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
140 Identitas dan Kenikmatan
Saleh). Dua ilm pertama melihat isuisu politik yang lebih luas
daripada peristiwa 1965 dan akibatnya. Filmilm berikutnya se
ca ra perlahan m enyem pitkan fokus pada pengalam an senim an
Lekra dan rekan terdekat m ereka, sebelum kem bali kepada topik
korban perem puan pada Plantungan. Pem bahasan yang lebih
da lam m engenai Tjidurian 19 akan disam paikan dalam bab beri-
kutnya.
LKK m em ainkan peran sebagai pelopor dalam m em berikan
ruang bersuara kepada m ereka yang m enderita sebagai tahanan
politik 1965. Salah satu ciri konsisten ilmilm mereka adalah
kadar yang besar pada gam bar orang berbicara, kebanyakan dari
m ereka adalah bekas tahanan politik 1965 dan anggota keluarga
m ereka, ditam bah beberapa ahli sejarah yang am at bersim pati
terhadap perjuangan para korban ini. Satu perkecualian adalah
Seni Ditating Jam an yang m em uat wawancara dengan penyair
Leon Agusta, yang posisi politiknya bertentangan dengan Lekra.
Dengan menonton ilm ini, menjadi jelas bagi kita bahwa cara
penyajian bukan hal yang diutam akan, terutam a pada karya-karya
awal m ereka. Tam paknya keterbatasan anggaran m erupakan pe-
nye bab utam a kelem ahan ini. Ketika aspek teknis dan estetis
makin meningkat pesat di ilmilm mereka yang belakangan,
muatan politiknya amat menurun. Tak dapat dibantah, ilmilm
ini layak dihargai dengan pertim bangan khusus karena nilai yang
m e nem pel pada pengakuan otentik korban dan saksi m ata peris-
tiwa 1965. Nam un kem am puan m ereka sangat terbatas untuk
bisa m enarik hati penonton um um di Indonesia zam an sekarang
karena pokok soal yang berat dan penyam paian yang m elelahkan.
Kebanyakan tokoh yang direkam adalah orang-orang yang tam pak
renta di usia m ereka yang sekitar 60 -an, atau bahkan lebih tua
lagi. Mereka bicara dalam Bahasa Indonesia yang datar m engenai
pengalam an m ereka yang nyata dan pribadi, nam un topiknya
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 141
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
142 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 143
an, sejum lah besar anak m uda Indonesia m enem ukan kege m aran
pembuatan ilm secara murah dengan perangkat sederhana.
Lokakarya pembuatan ilm untuk pelajar sekolah sering diadakan.
Putih Abu-Abu: Masa Lalu Perem puan dapat dicatat m em elopori
perkecualian langka terhadap pem aham an um um soal kurangnya
m inat anak m uda terhadap topik kekerasan 1965. Nam a ko-
produser dari dua ilm di situ adalah Syarikat yang merupakan
singkatan dari Masyarakat Santri untuk Advokasi Rakyat.23 Orga-
nisasi yang berkedudukan di Yogyakarta ini didirikan oleh para
aktivis Nahdlatul Ulam a, yang dapat dianggap terlibat dalam
pem bunuhan terhadap kom unis pada 1965-66.24 Organisasi ini
m e wakili prakarsa pertam a dan istim ewa di antara um at Islam
yang bertanggung jawab terhadap pem bunuhan 1965-66 untuk
m em bangun rujuk nasional dengan korban dan anggota keluarga
m ereka. Bergerak m elawan arus utam a, Syarikat tetap m erupakan
prakarsa terbesar dan paling radikal serta terlem baga, dalam
upaya yang terus-m enerus tertunda.25
Syarikat juga memproduksi satu ilm iksi pendek Sinengker:
Sesuatu Yang Dirahasiakan (20 0 7, Aprisiyanto), yang secara
23 Patut dicatat bahwa kata serikat di Indonesia kini berkonotasi serikat buruh,
dengan kecenderungan politik Kiri, yang dulu dinistakan oleh Orde Baru dan
dinyatakan terlarang. Alih-alih m engadopsi ejaan sekarang ‘serikat’, organisasi
yang berbasis di Yogyakarta ini m enyebut diri ‘syarikat’, ejaan lam a kata ini,
yang m engingatkan kita pada Syarikat Islam dan Syarikat Dagang Islam , dua
organisasi m odern paling awal dan lintas-etnis di m asa kolonial Belanda.
24 Edisi khusus m ajalah Tem po (1-7 Oktober 20 12) m enurunkan serangkai
laporan panjang dan wawancara dengan beberapa pelaku pem bunuhan terha-
dap tersangka kom unis pada 1965-66, dan m ereka berada di bawah payung
orga nisasi Islam ini. Ham pir sem uanya bicara terbuka tentang perbuatan
m ereka tanpa tanda-tanda penyesalan.
25 Dalam wawancara dengan Chloe Olliver, Im am Aziz (koordinator program
Syarikat) m enjelaskan aktivitas utam a dan tujuan organisasi ini: “Syarikat
telah m elakukan penyelidikan terhadap pem bunuhan m assal dan berbagai
pelanggaran hak asasi m anusia lain pada 1966 guna m em ulai proses rekonsiliasi.
Proses ini terutam a m elibatkan NU, m engingat bahwa kaum m uda NU yang
m elakukan kekerasan tersebut” (Olliver 20 0 4). Untuk penjelasan konteks
yang lebih luas m engenai hal ini, lihat Fealy dan McGregor (20 10 ).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
144 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 145
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
146 Identitas dan Kenikmatan
26 Untuk contoh analisa yang penuh pujian mengenai ilm ini, lihat Rutherford
(20 0 6).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 147
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
148 Identitas dan Kenikmatan
Pesan penting dari adegan penutup tak lepas dari analisis Hatley:
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 149
27 Salah satu dari dua ilm yang ia teliti sebagai dasar membangun argumen
adalah Mass Grave, ilm yang segera akan saya bahas berikut ini. Bertentangan
dengan penilaiannya yang kritis terhadap ilm itu, bagi saya ilm dokumenter
tersebut merupakan salah satu yang terbaik dari semua ilm yang saya bahas
di bab ini.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
150 Identitas dan Kenikmatan
belaka. Cerita utam a Sang Penari berpusat pada kisah rom antis
antara sepasang laki-laki dan perem puan yang dibuat dengan
gaya Hollywood, dan tak jauh berbeda dengan The Year of Living
Dangerously (1983, Weir). Yang membedakan―dan membuatnya
istimewa―Sang Penari dibandingkan dengan kedua ilm lain itu
ada dua hal. Pertam a, tokoh utam a dalam Sang Penari secara
langsung terkena dam pak gejolak politik 1965-66 (ketim bang
hanya sebagai seorang pengam at, sebagaim ana pada Gie dan The
Year of Living Dangerously ). Yang kedua, ilm itu amat bersimpati
pada korban pem bunuhan m assal 196566. Dalam hal ini, ilm
ini merupakan ilm komersial domestik pertama yang sejauh ini
m em iliki posisi paling kritis terhadap ideologi resm i.28 Srintil,
tokoh utam a dalam Sang Penari, m erupakan seorang tahanan
politik pada awal 1966. Rasus, tokoh utam a laki-laki yang juga
ke kasih Srintil, seorang prajurit TNI berpangkat rendah dengan
tugas utam a m em bantu perburuan terhadap kom unis.
Sayangnya, Sang Penari tidak m engam bil langkah berikutnya
yaitu m enggugat atau keluar dari kerangka ideologi Orde Baru,
yang telah dibangun oleh “narasi induk” yang ada dalam Peng-
khianatan G 30 Septem ber. Dengan beberapa perkecualian (ter-
utam a yang ditulis oleh para penyintas kam panye anti-kom u nis
1965), tokohtokoh beraliran Kiri di dunia iksi Indonesia dengan
latar belakang pem bunuhan m assal 1965-66 selalu tam pil sebagai
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 151
29 Menurut Lexy, ia menghabiskan empat juta rupiah untuk ilm itu, dari kan
tongnya sendiri.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
152 Identitas dan Kenikmatan
BEBAN SEJARAH
Secara keseluruhan, ilm yang dibahas di atas mencerminkan
ha srat kuat di Indonesia pada m asa pasca-Orde Baru untuk m e-
ninjau kem bali sejarah 1965 yang m em ilukan, dan m enjelajahi
kisah alternatif terhadap propaganda resm i Orde Baru yang m asih
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 153
30 Sekalipun karya-karya ini patut m endapat perhatian besar dan analisis yang
lebih serius, hal itu berada di luar lingkup buku ini. Untuk analisis awal dari
beberapa karya ini lihat Bodden (20 10 ) untuk teater, Foulcher (1990 a) untuk
karya sastra, dan Turner (20 0 7) untuk seni rupa.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
154 Identitas dan Kenikmatan
tak ada kekerasan yang terjadi, Khoirul Rus Suparjo, Ketua FPI
cabang setem pat m enyatakan bahwa pem batalan syuting harus
segera dilakukan. Sem inggu kem udian, m akin banyak kelom pok
bergabung dalam protes. Menurut sang sutradara, ilmnya meru
pakan sebuah kisah cinta m elodram a sepasang kekasih dengan
latar belakang situasi 1965 yang penuh gejolak. Kantor polisi
setempat sudah mengeluarkan surat izin untuk produksi ilm
tersebut, dan pihak pabrik gula Colom adu yang m enjadi lokasi
syuting juga sudah m em beri izin penggunaan tem pat m ereka.
Syuting awalnya direncanakan untuk dilakukan di kota tetangga,
Klaten, tapi dibatalkan lantaran adanya ancam an serupa. Aliansi
J urnalis Independen (AJ I) dan sejum lah pim pinan harian m edia
m assa m engutuk peristiwa itu. Pawai tandingan dilakukan untuk
m endukung pem buatan Lastri, tetapi para pembuat ilm itu sudah
m em utuskan untuk tak m elanjutkan produksi.
Seperti banyak bangsa lain, Indonesia m em iliki m asa lalu yang
berm asalah dan penuh kekerasan dahsyat sehingga m ayoritas
pen duduknya m enderita berkepanjangan dalam kehidupan se-
harihari. Di beberapa negara, medium ilm telah muncul sebagai
ruang belajar untuk berdam ai dengan m asa lalu m ereka secara
bersam a-sam a. Indonesia hanyalah satu dari beberapa negara
yang paling tidak siap akan hal itu, sekalipun bangsa ini m em iliki
sejarah sinem a yang kaya dan panjang (lihat Bab 6). Sebagaim ana
diperlihatkan dari uraian tentang ilm dengan tema 196566 di
atas, bangsa Indonesia m asih tak m am pu m enyelesaikan, m eng-
abaikan, atau m elupakan persoalan-persoalan beragam yang
berinduk pada kekerasan dalam sejarah tersebut. Penyangkalan
dan pe nin dasan terhadap m asalah itu telah m enjadi strategi baku
bagi kebanyakan lem baga m aupun individu di Indonesia. Sikap
se perti ini m enjelaskan, setidaknya sebagian sebabnya, m engapa
ada kecenderungan um um untuk m em andang islam isasi di Indo-
nesia dengan cara ahistoris―sebagaimana diperlihatkan oleh
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Masa Lalu yang Dicincang dan Dilupakan 155
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bab 5
Kemustahilan Sejarah?
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
158 Identitas dan Kenikmatan
sebelum nya tertekan. Pandangan optim istis seperti ini kuat te-
rasa dalam wacana seputar “transisi m enuju dem okrasi” di selu-
ruh dunia pada dekade 1960 -an, yang m asih saja dianut hingga
sekarang. Bertalian dengan bab ini, sem angat seperti ini tam pak
implisit dalam judul sebuah ilm dokumenter yang meninjau trauma
em pat orang korban kekerasan 1965, yaitu 40 Years of Silence:
An Indonesian Tragedy (20 0 9, Lem elson). Padahal, bahkan pada
puncak pem erintahan otoriter Orde Baru, kita dapat m enem ukan
suara-suara lantang di dalam m asyarakat yang m enentang, serta
adanya kesenjangan pandangan, inkonsistensi, dan pertentangan
di kalangan aparat negara dalam soal ini (Heryanto, 20 0 6a).
Sebagaim ana telah dibahas pada bab sebelum nya, serta telah
disusun teorinya oleh ahli lain,1 tak ada korelasi langsung antara
tum buhnya ungkapan atau tuntutan yang tegas terhadap keadilan
dan perkem bangan dem okrasi form al atau m eluasnya kebebasan
berbicara.
Sekalipun judulnya bisa disalahartikan sebagai m enyarankan
optim ism e serupa, Mary Zurbuchen m enulis dalam Beginning to
Rem em ber: The Past in The Indonesian Present (Mulai Meng-
ingat: Masa Lalu di Indonesia Kini) m em persoalkan harapan
optim istis sem acam itu sehubungan dengan kekerasan politik
1965. Dalam bab pengantar, ia m em perlihatkan dengan am at baik
beta pa sulit, rum it, dan besarnya risiko m engenang m asa lalu di
m asa kini (Zurbuchen 20 0 5).2 Bukan hanya waktu yang m enjadi
inti soalnya (seperti lazim nya pandangan bahwa penyem buhan
1 Raym ond William s m encatat, “andaikan ide, asum si, dan kebiasaan sosial,
politik, dan budaya kita sem ata m erupakan hasil m anipulasi pihak tertentu…
m aka m asyarakat akan jauh lebih m udah digiring dan diubah ketim bang yang
senyatanya terjadi dalam praktik selama ini” (1980: 37). Lihat juga komentar
Cohen dan Rogers (1991: 17) tentang kom binasi paradoks sikap tunduk
berlebihan m edia di Am erika Serikat dan m inim nya kendali negara terhadap
m edia-m edia di negara itu.
2 Untuk pem bahasan lebih jauh m engenai hal ini, lihat Kaplan dan Wang
(20 0 8b).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 159
itu butuh waktu, dan dengan berlalunya waktu sem uanya m enjadi
lebih m udah atau lebih baik) sebagaim ana direnungkan oleh
Zurbuchen (2005: 134). Sebagaimana dicatatnya dalam bab yang
sam a, siapa pun “yang selam at dari pengalam an traum atis m ung-
kin tak m am pu atau tak ingin m em bicarakan pengalam an itu”
(Zurbuchen 20 0 5: 7), bahkan dalam lingkungan kebebasan libe-
ralism e yang ideal. Kita dapat juga m enam bahkan m ungkin sekali
korban pelanggaran hak asasi m anusia dan keluarga m ereka lebih
suka m em ilih untuk tidak m em peroleh bantuan dari pihak lain
yang ingin m enyuarakan kenangan dan penderitaan m ereka, atau
juga perwakilan yang m enjadi juru bicara tentang kesengsaraan
m ereka. Beberapa korban 1965 m em ilih untuk diam selam a 40
tahun, sem entara bagi beberapa lainnya, 4 tahun diam saja sudah
cukup. Yang lain lagi m em ilih untuk diam selam a hidup m ereka.
Masalahnya m asih dibuat tam bah rum it oleh keterbatasan bahasa
dan ingatan untuk m engungkapkan pengalam an m ereka. Mengutip
Edith Wyschogord, Zurbuchen m enim bang “kem ustahilan untuk
m em ulihkan atau m ewakili m asa lalu sepenuhnya” dan bertanya
“[a]pa saja tanggung jawab m ereka yang m eneliti atau m engajukan
pertanyaan tentang m asa lalu, seperti pem bunuhan m assal, jika
kita tak pernah bisa yakin bisa m engetahui apa yang benar-benar
terjadi di m asa lam pau?” (20 0 5: 6).
Sejarah itu mustahil―apabila yang dimaksud dengan “sejarah”
adalah pem aham an sepenuhnya atas peristiwa-peristiwa “sebe-
narnya terjadi apa adanya”. Mengutip Walter Benjam in, Sarah
Lincoln m encatat bahwa “m engungkapkan sejarah m asa lalu ti-
dak berarti m engenalinya ‘sebagaim ana hal itu sungguh-sung-
guh terjadi’. Hal itu berarti m enangkap erat-erat sebuah ingatan”.
Pada akhirnya m engungkapkan sejarah m enyiratkan kegiatan
“m em bangun sebuah kisah rekaan tentang sebuah sejarah yang
utuh dari penggalan-penggalan kisah yang sebelum nya berse-
rak an tercerai-berai” (20 0 8: 40 ). Adrian Vickers juga m eyakini
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
160 Identitas dan Kenikmatan
3 Saya berterima kasih kepada Adrian yang bersedia berbagi makalahnya dan
m engizin kan saya untuk m engutip karyanya yang belum diterbitkan.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 161
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
162 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 163
bih tua untuk berurusan dengan sejarah 1965 yang sangat berm a-
salah itu. Sebagai sebuah fenom ena global, perangkat digital yang
m urah dan m udah tidak sem ata-m ata m em bantu orang m uda
untuk m elakukan apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang tua
m ereka dengan lebih cepat, akurat, m aupun m udah. Yang terjadi,
m edia baru telah m em beri orang m uda identitas baru, untuk
m elakukan hal-hal baru di sebuah dunia yang baru. Teknologi
telah m enyediakan kenikm atan untuk m engakses dengan kece-
pat an, lingkup, dan kem udahan sarana di m ana m ereka bisa
m e nyunting, berkom entar, dan berbagi pengalam an kehidupan
sehari-hari secara global di m ana saja dan kapan saja. Ini adalah
dunia Facebook dan Twitter, di m ana racauan sehari-hari, keluhan
dan kegiatan m em asuki balai cerm in berlapis-lapis dengan skala
global secara seketika.
Maka m uncullah paradoks, ketika jejaring orang m uda di Indo -
nesia berkem bang secara global dengan satu pencet tom bol di jari
tangan, wawasan sehari-hari m ereka m engerut hingga seukuran
lam an Facebook atau m enjadi sesem pit layar telepon genggam .
Secara teknis, telepon genggam pintar dan Facebook m em iliki ke-
m am puan untuk m enyim pan, m enyunting, m engubah, dan m e-
nyiarkan gagasan yang panjang dan m endalam , yang bisa dibuat
dengan teliti setelah m elalui beberapa rancangan dan perbaikan.
Nam un teknologi telepon pintar tidak dirancang untuk keperluan
itu. Bukan sebuah kebetulan cara bekerja teknologi dalam
kehidupan sehari-hari m enum buhkan perilaku kecanduan pada
penggunanya, yang m enim bulkan kegandrungan buta pada yang
sebaliknya, yaitu pertukaran pesan yang terus m enerus tapi serba
singkat, terpatah-patah, dan tergesa untuk kepingan kesadaran
yang sesaat. Ciri ini m irip dengan m asyarakat yang berkiblat
pada kom unikasi lisan. J ika pengam atan kasar ini m em berikan
petunjuk bagi fenom ena sosial dan psikologis yang lebih luas, tak
m engherankan jika kajian sejarah yang rinci tak pernah m em iliki
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
164 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 165
hantu Orde Baru kem bali ke takhta. Bukan sensor dan teror oleh
negara yang m enghalangi m unculnya narasi-tandingan tentang
kekerasan 1965, m elainkan berbagai peristiwa sosial berlapis-
lapis yang m em buat peristiwa 1965 m enjadi kurang relevan,
atau setidaknya tidak m enjadi persoalan bagi m ereka yang
m endom inasi ruang publik. Perkem bangan seperti ini tidak dapat
diram alkan pada m asa pem erintahan Orde Baru.
Seiring berlalunya waktu dan wafatnya para korban 1965,
se m akin sulit bagi m ereka yang m asih hidup, keturunan, dan
para sim patisan m ereka untuk m em pertahankan tenaga dan ke-
m am puan yang diperlukan untuk m ewakili para korban 1965-66
dengan cara yang bisa secara nasional m enarik perhatian, dan
tetap m em elihara m inat m asyarakat pada topik itu dalam jangka
panjang. Dalam konteks lebih luas, Indonesia dalam beberapa de-
kade pertam a m ilenium ini bukan Indonesia lam a m inus rezim
otoriter Orde Baru. Sem akin banyak orang m uda yang tidak hanya
sedikit sekali m engetahui tentang m asa lalu Indonesia, tetapi juga
tak m enem ukan alasan m engapa m ereka harus peduli pada hal
tersebut.
Selintas m enengok waktu yang sedang berubah ini, dalam
bagian ini saya akan m elaporkan pengam atan dari keikutsertaan
saya dalam pemutaran ilm dokumenter Tjidurian 19 pada bulan
No vem ber 20 0 9. Saya juga akan berbagi catatan yang saya kum -
pulkan dari rangkaian percakapan dengan kedua sutradara ilm
tersebut. Film Tjidurian 19 m erupakan produk generasi m uda
pembuat ilm yang memiliki dedikasi. Hal ini mempertajam
gam baran soal kesenjangan generasi yang m em isahkan antara
m e reka yang m em iliki pengalam an langsung dengan peristiwa
1965, dan m ereka yang dibesarkan dalam propaganda berdosis
tinggi rezim Orde Baru. Judul ilm ini diambil dari alamat sebuah
rum ah di J akarta yang m enjadi kantor dan sanggar kelom pok
senim an anggota Lekra (Lem baga Kebudayaan Rakyat). Lekra
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
166 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 167
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
168 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 169
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
170 Identitas dan Kenikmatan
saya sam paikan di atas. Kedua sutradara ini lebih tertarik pada
pembuatan ilm dan cerita tentang kondisi kemanusiaan ketim
bang pada persoalan politik. Dalam hal latar belakang dan aspirasi
seperti yang saya bahas dalam bab sebelum nya, m ereka lebih dekat
dengan para pembuat ilm seperti Lexy Ram badeta ketim bang para
pegiat organisasi non-pem erintah, atau dengan Putu Oka Sukanta
dan Lembaga Kreatiitas Kemanusiaan (LKK) yang m ensponsori
pem buatan Tjidurian 19. Baik Abduh m aupun Lasja m engakui
bahwa m ereka m ungkin m erupakan produk sistem sekolah dan
propaganda Orde Baru. Sebelum membuat ilm, keduanya tidak
pernah kenal orang dalam lingkungan dekat m ereka yang m enjadi
korban peristiwa 1965. Mem buat Tjidurian 19 m erupakan sebuah
loncatan dan keputusan besar bagi kedua anak m uda Indonesia
ini. Ketim bang m enjadi penghalang, usia m uda m ereka dan
keterbatasan hubungan dengan tahanan politik 1965 berpeluang
m enjadi aset yang bisa m enjem batani kesenjangan generasi yang
telah dibahas sebelum nya. Nam un sebagaim ana diperlihatkan
dalam tanya jawab sesudah pemutaran ilm pada bulan November
20 0 9 tersebut, jem batan penting itu tak bisa ditem ui dengan
m udah ataupun pasti.
Dalam lingkaran terdekat m ereka, baik Abduh m aupun Lasja
tidak pernah diajar m engerti cita-cita utopis partai kom u nis apa
pun, apalagi kegiatan praktis partai tersebut. Abduh m e nya -
takan bahwa ia telah menonton ilm Pengkhianatan G 30 Sep-
tem ber lebih dari sepuluh kali dan telah m eresapi pesan-pesan -
nya. Sebagaim ana rekan-rekan sebayanya, ketika m arah, ia akan
m enggunakan kata “kom unis” sebagai um patan dan ejekan.
Tum buh dalam sebuah keluarga Muslim yang taat, ia ber pan -
dangan bahwa PKI “setan, penjahat, tidak berm oral, tidak ber-
agam a dan sebagainya”. Persepsi ini m ulai berubah ketika ia
kuliah di J urusan Sejarah di sebuah universitas di J akarta.
Sementara itu, sebelum membuat ilm, Lasja tak pernah
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 171
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
172 Identitas dan Kenikmatan
di dunia yang tak hanya berbeda, tapi juga tam pak terputus
dengan orangtua dan kakek-nenek m ereka. Dipicu oleh faktor-
faktor per pe cahan politik global (dekolonialisasi, pem bentukan
negara-bangsa, Perang Dingin) hingga ke lingkungan sekitar,
keluarga, dan hubungan personal, m aka sulit, bahkan m ustahil,
bagi generasi terdahulu untuk kebal dari pengaruh narasi besar
tentang perubahan politik yang terkadang rom antis, kebal dari
jargon politik, serta dem am untuk terlibat dalam organisasi m assa
yang form al.
Am atlah m udah, nam un kerap keliru, untuk m erem ehkan
nilai politis Tjidurian 19, dan m engabaikan wawasan yang lebih
luas tentangnya. Saya m elihat Abduh dan Lasja m erupakan wakil
generasi m uda Indonesia yang tercerahkan secara politis dan
historis. Hasil wawancara seorang wartawan dengan beberapa
m ahasiswa sebuah universitas di J akarta pada pertengahan
tahun 20 0 9 m em perlihatkan gam baran um um tentang generasi
m uda Indonesia kini. Kebanyakan m ahasiswa ini (di usia 20 -an)
m engaku belum pernah m endengar pem bunuhan m assal 1965-
66. Ketika ditanya apakah cerita itu perlu disam paikan kepada
seluruh bangsa Indonesia, salah seorang dari m ereka, m ahasiswa
fakultas hukum , m enjawab, “Untuk apa? J am an Suharto sudah
berakhir” (Siahaan, 20 0 9). J udul laporan itu, “The Forgotten
History of 1965” atau “Sejarah 1965 yang terlupakan”,4 jelas ber-
m asalah. Sebagaim ana isi laporan itu, bagi banyak orang m uda
Indonesia, sejarah yang berm asalah itu belum dan jelas tidak
bisa “terlupakan” atau “terkenang” karena belum pernah tercatat
dalam benak m ereka. Hingga kini, sikap diam dalam m asyarakat
berarti ketidaktahuan, ketim bang m enahan diri, ketakutan,
traum a, atau penghindaran. Gejala ini tidak hanya terjadi di
4 Catatan penerjem ah: “Sejarah 1965 yang terlupakan”. J udul aslinya berbahasa
Inggris. Laporan ini diterbitkan dalam The Jakarta Globe, koran berbahasa
Inggris yang terbit di J akarta.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 173
Indonesia. “Sem akin sedikit saja orang m uda yang tahu tentang
Holocaust, Hiroshim a, pem erkosaan di Nanking atau Revolusi
Kebudayaan Cina” (Kaplan dan Wang 20 0 8a: 12). Daftar ini akan
segera bertam bah dengan peristiwa yang lebih baru seperti Perang
Vietnam , Soweto, Santa Cruz, dan Tiananm en.
Bahkan jika kita m elihat satu generasi ke belakang, kritik
politis dalam karya sastra dan ilm terkait kejahatan Orde Baru
pada 196566 amat jarang. Kebanyakan karya sastra dan ilm
dengan tem a ini cenderung m enyetujui ketim bang m enentang
propaganda Orde Baru tentang kebrutalan kom unis, bahkan
ketika m ereka m enggam barkan derita para korban 1965. Terdapat
beberapa kekecualian, kebanyakan ditulis oleh para penyintas
atau anggota keluarga korban propaganda anti-kom unis. Patut
dibahas lagi soal yang sudah saya sebut dalam bab sebelum nya
bahwa dalam kebanyakan karya sastra dan ilm mengenai 1965
66, tokoh jahatnya cenderung kekiri-kirian, seorang licik yang
m em bujuk orang agar m enyukai ide-ide kom unism e dan m en-
dukung PKI; atau seseorang yang tak berdosa dan m udah ditipu
serta disesatkan; atau seseorang yang bernasib sial karena hu-
bungan darah atau perkawinan dengan kom unism e. Karya-karya
ini punya pesan yang relatif seragam : tokoh-tokoh ini harus dibu-
nuh atau dibim bing bertobat. J ika m ereka terbunuh, m ereka
sen diri yang disalahkan. Foulcher (1990 ) m enganalisa tem a ini
dalam novel Anak Tanahair: Secercah Kisah karya Ajip Rosidi
(1985), dan saya menemukan tema serupa dalam ilm Gie (20 0 5,
Riza) yang terpilih menjadi ilm terbaik pada FFI 2006 (Heryanto
20 0 8a). Yang absen secara m encolok pada karya-karya itu adalah
peran pelaku m iliter dan sipil dalam pem bantaian 1965, dengan
kekecualian pada ilm Sang Penari (20 11, Isfansyah). Film yang
m en dapat Piala Citra ini tetap m enggam barkan kom unis sebagai
penjahat, tetapi bersim pati terhadap penduduk desa yang m iskin
dan tak berdosa yang dibunuhi oleh m iliter. Meskipun dem i-
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
174 Identitas dan Kenikmatan
kian, dalam ilm ini, kematian penduduk desa yang malang itu
digam barkan sebagai akibat kesalahan m ereka sendiri, karena
terlalu dekat dengan kom unis sebagai buah dari sikap abai atau
kebodohan m ereka tentang bahaya kom unism e.
Kini, orang m uda Indonesia m enjadi sosok yang aktif, tetapi
tetap tunduk pada tekanan zam an dan lingkungan yang am at
berbeda dengan m asa-m asa Perang Dingin. Kebanyakan kelas
m e nengah perkotaan Indonesia saat ini tidak m engalam i tekan an
atau pun m endapat insentif untuk terlibat dengan gerakan po litik
untuk menghadapi isu global―dengan kekecualian penting ge
rakan politik Islam (lihat Bab 2 dan 3). Bagi sebagian besar yang
le bih sekuler, atau lebih nyam an dengan pandangan post-Islam is,
keter libatan dengan isu global terpusat pada isu kon sum si atau
ko m oditas hiburan seiring tren internasional (lihat bab 7), atau
ke adilan sosial sebagaim ana beredar di jejaring m edia sosial
m ereka.
Dapat dipaham i jika tinjauan ulang atas pem bunuhan m assal
1965 tak pernah m enarik kebanyakan generasi m uda. Seba gai-
m ana ditulis Zurbuchen, pada saat perubahan sosial “representasi
m asa lalu bisa lenyap, berubah, m em peroleh atau kehilangan
kewibawaannya” (20 0 5: 8). Masa depan keterlibatan orang Indo-
nesia dengan m asa lalu yang berm asalah ini bukan hanya susah,
tetapi juga dipenuhi ketidakpastian. Tepat pada saat isu 1965-66
m ulai pudar, sebuah titik-balik besar terjadi, dan sebuah harapan
baru muncul: diedarkannya sebuah ilm dokumenter, dan bagian
selanjutnya dari bab ini akan membahas ilm ini secara khusus.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 175
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
176 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 177
culik). Tentu saja pengakuan para tokoh The Act of Killing yang
m erugikan m ereka sendiri ini jauh lebih serius ketim bang tuduh-
an terhadap mereka yang ditampilkan dalam ilmilm sebelum
nya. Namun ilm dokumenter ini menyodorkan narasi yang lebih
jauh daripada sekadar m em benarkan atau m em buktikan tuduhan
para penyintas tentang kekejam an pem bunuhan berencana yang
dikom andoi oleh m iliter. Film ini m enyajikan kisah pem bunuhan
itu dalam sebuah cerita yang lebih rum it, dengan anak cerita
berlapis-lapis, penuh dengan ironi dan kontradiksi.
The Act of Killing penting dalam bahasan kita bukan karena
ilm ini membawa fakta atau bukti baru tentang kekerasan 1965
66, m elainkan karena ia m enawarkan kisah m enarik tentang ke-
ke jam an yang sebugil-bugilnya dan habis-habisan. Film ini m e-
lim pah dengan pengakuan yang m em beratkan-pelaku-sendiri
dan dituturkan dengan gaya berlebihan oleh para pelaku pem -
bu nuhan, yang berbicara dengan bangga di hadapan kam era ten-
tang bagaim ana dengan sekejam -kejam nya m ereka m em bunuh
anggota PKI dan anggota keluarganya, serta m em perkosa para
perem puan, term asuk anak-anak, yang m en jadi korban m ereka.
Pada titik ini, gagasan tentang ‘sejarah’ sudah sangat rum it. Tapi,
pelaku sekaligus aktor ini lebih jauh m em peragakan langkah
dem i langkah, di depan kam era, bagaim ana m ereka m elakukan
pem bunuhan itu di lokasi kejadian pada tahun 1965. Sem ua ini
m em buat tuduhan para penyintas tentang kejahatan m ereka jadi
tak diperlukan lagi. The Act of Killing m e m aparkan, dengan cara
yang m engerikan, apa yang telah diha puskan dari sejarah dan
pernyataan resm i Indonesia oleh bebe rapa pem erintahan sejak
1966, serta apa-apa yang dengan susah payah berusaha disam -
paikan oleh para penyintas (yang kini sudah sepuh itu) m e la lui
pengakuanpengakuan mereka dalam ilm maupun di luar layar.
Lebih dari satu pelaku dalam The Act of Killing m engaku bahwa
ilm mereka akan jauh mengungguli ilm buatan pemerintah,
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
178 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 179
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
180 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 181
persoalan m enjadi teram at rum it. Ketim bang sekadar sem ata m e-
rekam orang-orang yang m enyom bongkan diri di depan kam era,
J oshua Oppenheim er m engundang m ereka m engam bil peran
lebih besar dalam proses pembuatan ilm. Oppenheimer mena
warkan kebebasan untuk m en ceritakan kisah m ereka dalam ke-
rangka sinematis dengan cara membuat cerita iktif untuk proyek
kerja sam a m ereka, ber dasarkan ingatan dan fantasi m ereka ten-
tang pem bu nuhan 1965-66, serta tanggapan pribadi terhadap
pengalaman mereka sendiri―seluruhnya ditampilkan untuk dire
kam di depan kam era. Para bekas jagal ini ikut berperan da lam
m enulis naskah, m en desain set, m usik, m em ilih pem ain lain, dan
merekam ilm yang secara hipotetis mereka produksi dan bintangi.
The Act of Killing m em perlihatkan bagaim ana m ereka m em -
persiapkan dan memproduksi ilm mereka, dan apa komentar
m e reka tentang rekam an yang dihasilkan dari proses kerja sam a
ini, serta akibat tak sengaja dari pengalam an hidup salah seorang
tokoh utama ilm. Oppenheimer juga bertanya kepada sebagian
dari m ereka dengan terus terang tentang kesiapan m ereka untuk
m enghadapi kem ungkinan tuduhan sebagai penjahat perang.
Salah seorang dari m ereka m enjawab sam bil m engejek, “Wah
saya siap. Supaya jadi orang terkenal. Tolong sam paikan supaya
saya dipanggil,” dengan percaya diri pada kekebalan hukum yang
dim ilikinya.
The Act of Killing merupakan ilm dokumenter tentang pelaku
sejarah, kesaksian m ereka, serta bagaim ana pelaku tersebut m em -
buat ilm (dalam ilm itu) untuk mengisahkan kejahatan mereka
pada tahun 1965-66. Film ini m enyajikan penyelidikan sejarah
lisan m asa-m asa berdarah itu serta ingatan beberapa pelaku. Film
ini juga bercerita tentang kisah iksi para pelaku itu yang secara
sadar dirancang dan diperagakan-ulang untuk m e nyam paikan
ingatan dan kom entar m ereka terhadap ingatan itu, sebagaim ana
terilham i oleh gam bar yang m ereka dapat dari ilmilm koboi dan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
182 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 183
m ereka pada 1960 -an yang direkam pada tahun 20 0 0 -an itu,
dipadu dengan adegan kehidupan mereka seharihari—dalam The
Act of Killing dijalin dengan kisah iktif yang sengaja diciptakan
dan ingatan akan m asa lalu m ereka. Seluruhnya berpadu di depan
kam era untuk m enghasilkan cerita rum it yang am at surealistik,
dengan m om en-m om en penuh kengerian, tawa, diiringi nyanyian
dan tarian, penuh dengan ironi dan tikungan yang m engejutkan.
Lebih dari sekadar m enggam barkan apa yang terjadi pada 1965-
66, ilm ini lebih banyak bicara tentang Indonesia masa kini,
bagaim ana m asa lalu dikenang oleh para pelaku pem bunuhan
m assal 1965-66, dan bagaim ana m ereka ber harap dunia m enge-
nang perbuatan mereka melalui ilm yang mereka buat. Penting
untuk dicatat bahwa tak ada arsip rekam an dari dekade 1960 -an
yang muncul dalam ilm ini, yang memperlihatkan minat utama
pembuat ilm pada masa kini ketimbang pada masa lalu. The
Act of Killing secara mendasar amat berbeda dengan ilm yang
pernah diproduksi sebelum nya yang berfokus pada pem bunuhan
1965-66 dan dam pak ikutannya. Film ini tidak m enyerang sebuah
rezim kebenaran tertentu dan m enggan tikannya dengan yang
lain. Alihalih, ilm ini merambah berbagai keping berlapislapis
kisah personal tentang kebenaran, ketakutan, kebanggaan, dan
kebencian yang berkaitan dengan peristiwa pada pertengahan
1960an, di mana batas antara fakta dan iksi, pahlawan dan
penjahat, kekuasaan yang sah dan kejahatan kem anusiaan tak
dapat digariskan dengan m udah atau tegas. Akhirnya (berkaitan
dengan rangkaian pertanyaan ketiga), hasil akhir ilm ini tak
kalah dahsyatnya dalam m enyam paikan pesan dibandingkan
dengan ilmilm terdahulu seputar pokok yang sama, termasuk
yang dibuat dengan tujuan m ulia dan tunggal yakni m engungkap
kebenaran faktual (dalam bentuk kesaksian para penyintas di
ilmilm pasca 1998) atau dibuat dengan dusta liar (sebagaimana
ilm propaganda anti-kom unis yang dibuat Orde Baru). Sem ua
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
184 Identitas dan Kenikmatan
ilm itu bernilai. Nilai mereka tidak terletak pada ‘fakta’ yang
khusus, kasar, dan em piris yang disam paikan sebagai satu kisah
utuh yang m asuk akal tentang apa yang ‘sesungguhnya’ terjadi
di masa lalu. Namun yang lebih penting, semua ilm ini bernilai
karena pernyataan yang m ereka sam paikan pada m asanya punya
m akna tertentu bagi politik m utakhir Indonesia; m ereka juga
m en jelaskan tentang m asa lalu dan m asa kini m acam apa yang
m em ungkinkan perbuatan, ingatan, dan pera gaan tersebut
disajikan dalam bentuk ilm.
Beberapa adegan dalam The Act of Killing m em perlihatkan
bagaim ana para aktor sekaligus pem bunuh dan organisasi yang
m ereka wakili, m em bangun hubungan yang akrab dan langgeng
de ngan berbagai pejabat negara pada tingkat nasional (anggota
DPR, kantor kepresidenan, m enteri negara) hingga ke tingkat
lokal (DPRD, gubernur, m edia cetak kom ersial, dan TVRI lokal).
Alih-alih disibukkan dengan pengungkapan kisah nyata atau
sejarah tentang kejahatan besar kem anusiaan m asa lalu, The Act
of Killing juga m enggam barkan bagaim ana prem anism e ber lanjut
dan tertanam dalam politik form al, birokrasi negara, dan ke-
hidupan sehari-hari di Indonesia yang kerap dipuji sebagai negeri
dem okratis. Dengan m em pertim bangkan fakta-fakta ini, m aka
kita dapat m em aham i pengakuan, kepercayaan diri, dan om ong
besar para pelaku dalam ilm dokumenter tersebut.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 185
Pada m asa pasca-Orde Baru, m itos tentang ‘ke kuatan rakyat’ atau
‘people pow er’ telah kehilangan daya pikat dan rele vansi karena
alasan utama keberadaannya—yaitu melawan kekuasaan negara
terpusat dengan aparat yang amat represif―telah pudar. Represi
m elalui kekuasaan dan kekerasan telah tersebar ke seluruh negeri,
dan lebih daripada sebelum nya, ber jalan secara tersem bunyi,
otonom , dan horisontal m elibatkan pe la ku non-negara dan
kelom pok-kelom pok m ilisi. Perdebatan publik dalam urusan
politik tidak lagi berfokus pada kasus-kasus spektakuler seputar
kekejam an aparat negara terhadap m assa yang tak berdaya.
Sebagai gantinya, perdebatan telah berfokus pada konlik antar
elite―sengketa personal, korupsi, dan skandal seks―yang hanya
m em iliki konsekuensi am at kecil terha dap kepentingan m asyarakat
um um , yang sebenarnya juga telah terpecah-belah oleh lingkaran
konlik yang berkecamuk (setidaknya di lapis permukaan) dalam
bentuk konlik agama atau etnis.
Beginilah ironi sejarah dan perubahan sosial. Beberapa deka-
de propaganda besar-besaran yang dilakukan oleh Orde Baru telah
m em bawa dam pak tak terduga yaitu m enghidupkan propaganda
tandingan dan m enyebabkan rom antisasi terhadap politik populis
di antara anggota m asyarakat, baik yang berada di spektrum politik
kiri m aupun kanan. Mereka yang hidup di bawah pem erintahan
otoriter Orde Baru, baik yang m enjadi korban m aupun tidak, akan
dengan m udah m engetahui, takut, atau m em benci kekejam an dan
jahatnya propaganda negara. Secara kiasan, bisa dikatakan untuk
setiap lim a orang Indonesia yang rentan terhadap propaganda
Orde Baru tentang “bahaya laten kom unism e”, bisa hadir satu
orang yang beranggapan propaganda itu justru berarti sebaliknya.
Setiap peristiwa penyensoran, pelarangan, dan propaganda
telah m enyebabkan beberapa pikiran kritis warganegara untuk
m em bayangkan, m eneliti, dan m encurigai kebalikannya, yaitu apa
saja hal-hal yang sengaja disem bunyikan atau ditelikung di balik
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
186 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 187
5 Pada hari yang sam a, m ajalah Tem po m enerim a penghargaan Anugerah Yap
Thiam Hien di J akarta. Ini adalah m edia pertam a yang m endapatkan peng-
hargaan paling bergengsi di Indonesia untuk perlindungan terhadap hak asasi
m anusia.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
188 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 189
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
190 Identitas dan Kenikmatan
karya akadem is. Yang saya m aksud adalah dram atisasi representasi
audio visual suara-suara otentik pelaku penting dalam peristiwa
tersebut, seakan m ereka bicara langsung kepada penonton; ini
m em beri kesan yang seakan-akan “langsung” (tanpa jasa m edia)
dalam m engungkapkan kebenaran dan kenyataan yang terjadi
pada tahun 1965-66. Tentu saja sensasi yang didapat penonton di
layar terasa am at otentik dan am at bugil; sem ua ini tidak m ungkin
dibangkitkan dari sebuah karya cetak (tekstual) akadem is.
Sem entara representasi yang seakan-akan langsung dan otentik
dalam bentuk gambar bergerak merupakan kekuatan utama ilm,
karya Ryter lebih unggul dalam kelengkapan dan analisa kritis.
Sekalipun ilm dokumenter ini mengaku tidak menggambarkan
peristiwa 1965 secara objektif, The Act of Killing berpeluang
untuk m enim bulkan dam pak besar berkat faktor kejutan yang
ditam pilkan. Film ini tak berupaya untuk m em perlihatkan kepada
kita apa yang terjadi pada 1965-66, m isalnya dengan m enam pilkan
rekaman dari periode tersebut. Alihalih, ilm ini secara berlebihan
menampilkan serangkaian versi iksi yang menyiksa akal sehat
dari kesaksian yang riang gem bira serta peragaan penuh gaya di
m asa kini yang dilakukan oleh para pelaku penting pem bunuhan
1965-66.
Salah satu lapis pengungkapan politik dan sejarah Indo nesia
yang dihasilkan dari The Act of Killing berupa beberapa adegan
yang m em perlihatkan hubungan erat antara orang-orang yang
m engaku penjahat politik ini dan pejabat tinggi pem e rintahan.
Hubungan ini ada yang berbentuk persekutuan saling m eng-
untungkan antara pem bunuh dan pejabat negara yang terkadang
m em buahkan tawaran jabatan bagi para pem bunuh atas jasa
yang m ereka berikan kepada pejabat negara. Penonton The Act
of Killing m ungkin terkejut oleh ruang lingkup jejaring seperti
itu, dan keterus-terangan orang-orang itu m em bicarakannya di
depan kam era. Mereka ini, dan cerita m ereka yang diperlihatkan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 191
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
192 Identitas dan Kenikmatan
sebagai republik prem an m enjadi tak pasti. Sebagaim ana diam ati
Ryter (1998, 20 0 9) dan Wilson (20 0 6, 20 0 8, 20 11), telah terjadi
penyebaran, atau katakanlah ‘dem okratisasi’, kekerasan politis
yang terorganisir di dalam m asyarakat. Akibatnya, sejum lah
besar dari mereka mencari pelindung, ailiasi, dan kesempatan
baru di berbagai organisasi m assa berbasis Islam . Salah seorang
nara sum ber Wilson, seorang prem an yang baru saja bergabung
dengan Front Pem bela Islam , berkata, “sekarang zam an refor-
m asi, nasionalism e dan bela bangsa dan segala tetek bengek se-
perti itu tak laku. Sekarang ini kesem patan tersedia di sekeliling
kelom pok yang m em bela jihad dan m em erangi m aksiat” (Wilson
2008: 193). Dalam derajat berbedabeda organisasiorganisasi
ini m enam pung pengangguran usia m uda dan m antan prem an
ke dalam organisasi m ereka, sam bil sekaligus juga m engejar k e-
pentingan ideologis m ereka, berdasarkan politik identitas berlan-
daskan etnis atau agam a. Hal ini m em bawa kita kem bali kepada
titik awal lingkaran seperti yang dibahas dalam Bab 2 dan 3 ten
tang pem bajakan politik dan retorika Islam is oleh anggota partai
politik sekuler yang dom inan.
Salah satu yang terungkap, dan sam a sekali tak terduga, dalam
The Act of Killing adalah pentingnya peran ilm sebagai medium
yang m em bawa kepada pem bunuhan m assal 1965-66. Ada ber-
bagai hubungan di antara para pembunuh itu dengan ilmilm
Am erika yang ditayangkan di Medan ketika itu, juga dorongan
dan gaya m ereka dalam m elakukan pem bunuhan terhadap m u-
suh-m usuh m ereka. Saya sudah m enyebutkan, beberapa jagal
dalam ilm dokumenter ini bekerja sebagai calo tiket bioskop.
Di luar layar, para calo ini m enem pati wilayah di sekitar gedung
bios kop untuk m encari penghasilan m ereka; m ereka juga m e-
nonton dan mengagumi berbagai ilm Hollywood dari berbagai
genre. Sesudah ilm berakhir, mereka meninggalkan bioskop
dan berlaku seakanakan mereka adalah tokoh di dalam ilm itu,
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 193
berjalan keluar layar m enuju jalan raya. Dem ikian pula dalam The
Act of Killing, banyak adegan dan kesaksian dari para jagal ini
yang m em perlihatkan bahwa m ereka m engam bil ilham dari gaya
pembunuhan kejam yang ada di ilmilm koboi dan horor, ketika
m ereka bicara tentang pem bunuhan dalam kehidupan nyata
terhadap tawanan kom unis pada tahun 1965-66. Sesuai dengan
hal itu, dalam m elakukan peragaan terhadap pem bunuhan itu,
para bekas penjagal itu m em ilih pakaian yang m enyerupai tokoh
ilm gangster Amerika yang mereka pernah lihat dan masih ingat.
Ada juga penyataan sambil lalu dari dua tokoh ilm dokumen
ter itu yang m enyinggung soal kam panye boikot ilm Amerika
pada tahun 1960 -an yang m engancam pendapatan m ereka
sebagai calo tiket bioskop. Karena kelom pok kom unis m erupa kan
pendukung utam a gerakan boikot tersebut, aksi ini digunakan se-
bagai alasan untuk m enghancurkan kom unis setem pat. J oshua
Oppenheim er juga m enyebutkan salah satu dim ensi tam bahan
m engenai hubungan antara kisah di dalam The Act of Killing dan
industri ilm di Indonesia. Ia menyebut wartawan senior Ibrahim
Sinik, yang tampil dengan identitas sepenuhnya di dalam ilm. Di
situ Sinik m engaku bahwa ia terlibat jauh dalam m engorganisasi
pem bunuhan m assal yang terjadi di lantai dua kantornya, serta
m em ainkan peran sebagai perantara dengan kom andan m iliter.
Menariknya, m enurut Oppenheim er, Sinik ini adalah wartawan
senior yang
Kita dapat m enduga bahwa sem ua itu sedikit aneh, nyentrik, atau
se penuhnya kebetulan saja, dan segala rincian itu tak akan tam pak
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
194 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemustahilan Sejarah? 195
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bab 6
1 Untuk kenyam anan, saya akan m em buang tanda kutip yang dipakai untuk
m enyebut etnis m inoritas ini, kecuali dalam beberapa kasus tertentu ketika
penekanan terhadap posisi iktif mereka diperlukan. Dalam versi terjemahan
ini digunakan istilah “Tionghoa” ketim bang “Cina” sesuai preferensi baik
penerbit m aupun banyak warga dari kaum m inoritas ini, kecuali bila istilah
“Cina” dipakai dalam kutipan langsung dari sum ber aslinya atau acuan dari
sum ber lain yang m engandung sikap rasis.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
198 Identitas dan Kenikmatan
keadilan atau pengakuan bagi m ereka sebagai korban. Nam un, hal
ini m em ungkinkan kita bisa m engam bil langkah berikutnya dan
m enghadapi dua persoalan lebih besar yang hanya bisa disinggung
selintas dalam bab ini. Pertam a, kita perlu m engenali sifat iktif
etnisitas yang telah begitu luas diterim a sebagai se suatu yang
alam iah. Kedua kita berkesem patan m enem ukan kem bali sejarah
yang kaya dan m em ukau tentang m odernitas aw al dan interaksi
antar-etnik dalam kehidupan sehari-hari m asyarakat di Hindia
Belanda. Ini adalah sejarah kehidupan sosial yang sangat hidup
yang m elahirkan bangsa Indonesia dan sinem a pada awal abad
ke-20 , di m ana etnis Tionghoa hanyalah bagian darinya. Mem ang,
kasus yang akan diteliti berikut m enggam barkan bagaim ana pem -
bentukan versi lokal modernitas di wilayah ini—sebagai proyek
lintas-etnis dan transnasional—tak terpisah dari sejarah khas
etnis m inoritas terkem uka ini. Maka bab ini akan juga akan
m engaju kan kritik terhadap sejarah resm i bangsa Indonesia yang
telah m enikm ati pengesahan dan telah diproduksi ulang dalam
diskusi popular dan karya akadem is dalam bahasa Inggris dan
Indonesia.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 199
kelom pok etnis ini (atau kelom pok etnis m anapun) dengan cara
tertentu yang sepenuhnya objektif dan m aterial, karena apa yang
tam pak nyata sebenarnya selalu cair dan hanya sebagian kecil saja
dari yang diangan-angankan bersifat tetap dan statis. Ber lawanan
dengan pemahaman umum, iksi itu sesungguhnya mendahului
dan m enciptakan yang nyata.2
Baik sosok etnisitas sebagai sebuah iksi sebagaimana diper
kenalkan oleh pem erintahan kolonial Belanda m aupun kehidupan
cam pur-aduk yang m eriah di Indonesia telah dihapus dari sejarah
resm i bangsa Indonesia, juga pada penulisan sejarah popular dan
jurnalistik. Penghapusan ini m erupakan ulah lingkaran kecil, tapi
am at kuat di tingkat elite politik, dan kaum terpelajar guna m em beri
hak istim ewa kepada konsepsi ‘nativistik’ atau kepribum ian yang
dideinisikan dengan amat sempit sebagai orang Indonesia ‘murni’
atau ‘asli’ sejak pertengahan abad ke-20 dan sesudahnya. Se jum -
lah ahli dalam kajian Indonesia telah m engkritik penulisan seja rah
seperti itu, dari berbagai bidang dalam berbagai bentuk. Na m un,
sebagaim ana telah diperlihatkan oleh beberapa karya yang am at
m enarik (beberapa contohnya dalam bahasa Inggris Anderson
2 Untuk diskusi terkait kelahiran etnisitas secara legal di wilayah ini pada tahun
1870 , lihat Anderson (1991: 164-70 ) dan Kahn (1989). Dalam kasus khusus
orang Tionghoa di bawah rezim kolonial Belanda, sejarawan Kem asang bahkan
lebih jauh lagi berpendapat bahwa dem i m em isahkan kelom pok etnis ini,
pem erintah kolonial Belanda m em buat hukum yang m enciptakan perbedaan
m ereka:
untuk pem isahan orang Tionghoa, m aka m ereka secara hukum dipaksa untuk m eng-
gunakan gaya ram but dan contoh atribut lain yang m em bedakan m ereka secara
visual dengan kelom pok etnis lainnya. Setelah m em aksa orang Tionghoa, Belanda
m em ajaki m ereka untuk “hak istim ewa” tersebut … juga terdapat beberapa bentuk
pem erasan lagi yang berlaku hanya untuk orang Tionghoa, seperti pajak pem akam an,
perkawinan dan pertunjukan wayang (opera)…pajak khusus untuk versi dari upacara
universal kem atian… pungutan untuk m em anjangkan kuku… Pungutan-pungutan
ini, lagi-lagi, m elayani lebih dari satu kepentingan Belanda. Dengan cara itu m ereka
tak hanya bisa m em eras orang Tionghoa, tapi pungutan-pungutan ini, dengan segala
“kekhususan”-nya, juga m em bantu untuk m em astikan pem isahan korban m ereka
dengan m asya rakat luas.
(Kem asang 1985: 71)
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
200 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 201
warga etnis Tionghoa Indonesia di ibu kota J akarta m aupun di luar J awa yang
tergolong dalam kelom pok m iskin. J uga dapat diperdebatkan apakah bisa
diterim a bicara tentang para pebisnis kaya sebagai wakil dari kelom pok etnis
m ereka kecuali pada dokum en resm i atau pada khayalan seseorang.
5 Catatan penerjemah: Seperti sudah dijelaskan dalam Catatankaki 1, Bab 3,
dalam naskah aslinya, penulis m enggunakan istilah “under erasure”, se buah
istilah teknis dari pem ikiran pasca-strukturalism e. Secara singkat dan seder-
hana, istilah itu dapat dijelaskan sebagai teknik m enulis dengan m enyebut
sesua tu yang kem udian disangkal atau ditolak sendiri oleh penulisnya. Ini ber -
beda dari tindakan penulis untuk tidak m enyebut sam a sekali hal yang sam a.
6 Istilah “kerusuhan” mengimplikasikan tindakan dari bawah ke atas dan bersifat
spontan, ditandai dengan kehendak bebas para pelaku, yaitu kerumunan yang
marah. Skenario yang banyak diterima ini menyalahkan kriminalitas pada massa
kolektif yang dibayangkan, padahal mereka tak pernah ada, atau pen duduk kota
yang miskin, yang sebagian besar tak punya suara untuk membantah tuduhan
tersebut. Kebanyakan dari mereka kehilangan pekerjaan atau hidup mereka
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
202 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 203
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
204 Identitas dan Kenikmatan
berkala (seperti pada 1998), bukan lantaran tubuh atau jendela itu
m ilik etnis Tionghoa. Nam un, karena dilukai dan dirusak, m aka
m ereka “m enjadi Tionghoa” atau “Cina” atau lebih tepatnya “di-
tionghoa-kan”. Luka dan kerusakan itu m enjadi sem acam stem pel
atau m eterai yang diterakan kepada sejum lah besar tubuh dan
jendela untuk m enandai secara pasti bahwa pem iliknya adalah
‘Cina’.
Bab ini terdiri dari tiga bagian. Bagi pem baca yang kurang
akrab dengan sejarah Indonesia, saya akan m em ulai dengan sket-
sa tentang status politik m inoritas etnis ini dalam setengah abad
bela kangan. Kem udian saya akan gunakan satu bagian untuk
m em bahas posisi m ereka yang dilabeli sebagai orang Indo nesia-
‘Tionghoa’ dalam industri ilm. Dalam kedua bagian ini, sesekali
per bandingan dengan status kom unism e yang m engalam i stigm a-
tisasi akan dicatat secara singkat. Bagian ketiga, yakni bagian
ter akhir, akan m enyelidiki bagaim ana sejarah nasionalism e ber -
upaya untuk m elupakan atau m enyangkal sum bangan etnis m i-
no ritas ini (serupa dengan keturunan India dan Eropa) dalam
sejarah industri ilm nasional. Sejarah resmi ilm Indonesia dicip
takan tahun 1962, dan disahkan pada akhir tahun 1999. Sejarah
tersebut m enghapus bersih sum bangan etnis non-pribum i (ketu-
runan Tionghoa dan Eropa) m aupun senim an aliran kiri. Bab ini
tak akan memasukkan analisa terhadap muatan ilmilm yang
m em bahas dinam ika hubungan antar-etnis. Kajian sejenis itu
sudah dila kukan beberapa pihak (untuk contoh dalam Bahasa
Inggris, lihat Heryanto 2008a; Sen 2006; SetijadiDunn 2013).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 205
dan 4). Kedua nya secara m endasar dinyatakan sebagai para liyan
yang berba haya bagi Indonesia, dengan dua perbedaan penting:
etnis Tionghoa tidak sepenuhnya dim usnahkan sebagaim ana
kaum kom u nis. Di luar status politik nista yang disandang orang
Indonesia-Tionghoa serta kerapnya m ereka m enjadi sasaran ke-
ke rasan m assa, sejum lah besar pengusaha etnis Tionghoa m e -
nik m ati posisi ekonom i yang diuntungkan selam a periode Orde
Baru. Posisi ekonom i istim ewa m inoritas etnis ini tam pak jelas di
tiga kota paling industrial, yaitu J akarta, Surabaya, dan Medan.
Kesam aan dan perbedaan dengan kelom pok Kiri tak sepe nuh-
nya kebetulan. Sebagaim ana kita lihat sebelum nya, pem us nah an
kom unis dan m ereka yang dianggap sim patisan pada per tengahan
1960 -an m erupakan bagian dari dinam ika politik Perang Dingin
global di tingkat nasional m aupun lokal.
Setelah ditolak secara sistem atis sebagai bukan bagian dari
jati diri nasional selam a berpuluh tahun, serta sesekali disuruh
untuk ‘pulang kam pung’ (ke Tiongkok daratan), kom unitas
Indonesia-Tionghoa dinyatakan bersalah atas beberapa tuduhan
oleh rezim Orde Baru. Pertam a, m ereka dianggap sebagai ras yang
be r bahaya secara politik karena dianggap m engidap hubungan
ke ke rabatan dengan leluhur di Tiongkok daratan, yang hidup di
bawah salah satu dari dua partai kom unis terkuat di dunia. Pada
gilirannya, propaganda anti-kom unis global pada m asa Perang
Dingin m enuduh Partai Kom unis Cina (CPC) telah m endukung
PKI, yang dituduh m endalangi pem bunuhan terhadap tujuh orang
per wira m iliter anti-kom unis pada tahun 1965.7 Walaupun sudah
7 Dalam artikel baru-baru in i un tuk sebuah kajian m en gen ai warga In don esia-
Tionghoa pada awal abad ke21, Sai dan Hoon (2013: 45) mencatat gagasan
populer m en gen ai “sikap an ti diskrim in asi” m en doron g organ isasi den gan
ideologi beragam , yakn i Baperki (yan g an ggotan ya didom in asi oleh Cin a
In don esia) den gan suka cita beralian si pada PKI. Sekalipun ben ar bahwa kedua
organ isasi in i m em iliki kepen tin gan bersam a, pen elitian yan g lebih cerm at
m en gen ai persahabatan dan persain gan pribadi di an tara para pem im pin
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
206 Identitas dan Kenikmatan
politik di dalam dan di an tara kedua organ isasi itu dapat m en gun gkapkan
cerita yan g lebih rum it. Misaln ya, ikatan politik an tara Ketua Baperki Siauw
Giok Tjhan dan Tan Lin g Djie; persain gan sen git an tara Tan dan Aidit
yan g pada tahun 1951 m en yin gkirkan Tan dari kepem im pin an PKI, serta
kem un gkin an adan ya sen tim en an ti-Tion ghoa yan g m en odai persain gan
antara dua orang komunis ini (lihat Lev 1991: 105, ck.13; Anderson, 2002:
1301, ck.2). Saya berterima kasih pada Siauw Tiong Djin dan Charles Coppel
atas m asukan m ereka soal in i.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 207
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
208 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 209
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
210 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 211
Apa yang absen…adalah, presentasi m asalah-m asalah pen ting ter baru
kom unitas Indonesia-Tionghoa yang berasal dari penu lis Indo nesia-
Tionghoa sendiri…am at sedikit karya tulis kreatif yang diter bitkan
oleh orang Indonesia keturunan Tionghoa dengan m enceritakan
pengalam an Indonesia-Tionghoa sendiri…Yang m enon jol, penulis
pribum i m engajukan pertanyaan-pertanyaan ini dan pertanyaan
lebih luas terkait dasar integrasi nasional.
(20 0 9: 277, 289)
8 Salah satu contoh belakangan ini, Tickell m enggam barkan “di bawah rezim
Orde Baru, ke-tionghoa-an lebih ditandai oleh ketiadaan diskursus ketim bang
keberadaannya, oleh hal yang tak terkatakan ketim bang yang dikatakan… Di
bawah Orde Baru, etnisitas Tionghoa m enjadi tak terkatakan dan tak terlihat”
(20 0 9: 276).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
212 Identitas dan Kenikmatan
bagi” (1991: 166). Lebih jauh lagi, tentu tak ada alasan m e nga-
pa orang dari ‘latar belakang etnis’ tertentu harus m en ja di yang
per tam a atau paling produktif ketim bang kelom pok lain nya
dalam m engisahkan atau m enganalisis politik etnis yang m e -
nim pa m ereka atau kelom pok tersebut. Tickell tak sendirian atau
yang pertam a yang beranggapan dem ikian, sebagaim ana pernah
saya diskusikan di tem pat lain (Heryanto 20 0 8a: 78). Se buah
penelitian yang lebih belakangan tentang m asalah sejenis m en-
catat sudah lebih banyak senim an dari berbagai latar bela kang
telah mengungkapkan tema ini (SetijadiDunn 2013); sekalipun
dem ikian, dualism e (Indonesia-Tionghoa/ Indonesia-pribum i) ini
m a sih terus dipertahankan.
Dalam Bab 3, saya telah mendiskusikan panjang lebar ilm
kon troversial karya sutradara Hanung Bram antyo. Ia tam pil da-
lam posisi yang m enentang konsepsi etnisitas yang esensialis,
juga dualism e (pribum i/ non-pribum i) yang m engikutinya. Ia
m engalam i sendiri tirani etnis dan agam a di keluarganya. Ayah
dan kakeknya m enduduki jabatan penting di Muham m adiyah,
tapi ia m engaku bahwa
Saya separuh Cina m elalui ibu saya, yang m asuk Islam . Ketika m uda,
keluarga ibu saya datang ke Yogyakarta turut m erayakan Idul Fitri,
lalu kam i akan pergi ke Salatiga pada saat Natal. Begitulah pluralism e
berlangsung.
(Em ond 20 12)
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 213
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
214 Identitas dan Kenikmatan
produser, pem odal dan distributor tapi juga sum ber tenaga kreatif
sinem a seperti sutradara dan penata kam era…[dan ironisnya] seluk-
beluk orang Indonesia-Tionghoa jarang ditam pilkan sebagai pokok
utama dalam ilm mereka, bahkan sebelum lenyapnya kehadiran
m ereka dituntut oleh kebijakan pem erintahan Orde Baru.
(Sen 20 0 6: 171)
9 Nam un, seiring dengan sifat paradoks kebijakan Orde Baru dalam m engelola
m inoritas etnis, selam a 1970 -an, pem erintah m engizinkan sejum lah besar
impor ilm Mandarin (lihat Tem po 20 12b: 18).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 215
10 Ternyata, keganjilan sinem atis ini tidak hanya hadir di Indonesia, tetapi juga
dapat ditem ukan di Malaysia sepanjang pertengahan abad ke-20 . Setidaknya,
ini kasus ilm yang disutradarai dan dibintangi oleh P. Ram lee, “tokoh paling
terkenal dalam ilm Melayu, pertama sebagai aktor kemudian sebagai penulis
skenario, sutradara, dan bintang utama dalam ilm roman di sekitar 64 judul
ilm panjang” (Kahn 2006: 127). Menurut Kahn, dalam ilmilm Ramlee,
“tokohtokoh dalam ilmilmnya semuanya beretnis Melayu. Orang Malaysia
-Cina dan Malaysia-India tidak ditam pilkan secara stereotipikal m aupun secara
rasial, m ereka lenyap total … non-Melayu tidak ada sam a sekali” (20 0 6: 120 ).
Ram lee am at terkenal di kalangan penutur Bahasa Melayu yang m encakup
wilayah yang kini terdiri dari beberapa negara berbeda yaitu Malaysia,
Singapura, Brunei, dan Indonesia. Salah satu ilm Indonesia mutakhir yaitu
ilm Koper (20 0 6, Oh) m enam pilkan seorang tokoh Indonesia yang m engoleksi
rekam an lagu P. Ram lee.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
216 Identitas dan Kenikmatan
guru/ bintang dalam tarikh sinem a Orde Baru, nam un di sisi lain,
tak ada seorang tokoh Tionghoa pun di dalam karya-karyanya”
(20 0 6: 171). Salah satu pengam atan Sen paling m engagum kan
dalam kajiannya m engacu pada pertem uan awalnya secara pri-
badi de ngan sang sutradara. Karena am at berguna untuk pokok
ba hasan bab ini, m aka patut untuk dikutip agak berpanjang lebar:
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 217
Sedem ikian halusnya sikap kritis ini sehingga gam pang luput dari
perhatian publik terhadap ilmilmnya ketika (di bawah retorika
rasis Orde Baru yang gamblang), secara umum produser ilm etnis
Tionghoa diserang dengan cara blak-blakan dan jelas-jelas rasis.
Kelompok yang dibungkam ini disalahkan atas berjayanya ilm
ilm jorok. Dengan mengambil posisi sebagai kaum yang lebih
suci, para kritikus, bersam a dengan sekelom pok kecil lingkaran
elite intelektual Indonesia, mengkritik dengan keras isi ilmilm
dom estik: penam pilan gaya hidup m ewah yang berlebihan dari
orang kaya baru, serta adegan kekerasan dan seks yang kasar.
Keluhan-keluhan ini tertam pung, m isalnya, dalam edisi khusus
m engenai “budaya pop” dalam sebuah jurnal paling bergengsi
saat itu, Prism a (No.6/ J uni 1977). Menariknya, sem entara para
sutradara dan kritikus m enikm ati ruang berlim pah untuk m ela-
kukan serangan, suara para produser ilm yang diserang sebagai
biang kerok bencana budaya dan sinem a nasional, tidak diberi
tem pat sam a sekali dalam edisi tersebut. Ham pir sem ua penulis
artikel, serta para pembuat ilm yang diwawancarai dalam edisi
tersebut, m enggam barkan para produser itu m em iliki standar yang
rendah dan selera budaya yang buruk. Pada gilirannya, selera buruk
ini dilekatkan ke latar belakang etnis m ereka, yaitu ‘Tionghoa’.
Berlawanan dengan para pembuat ilm berlatar belakang etnis
pribum i yang m endapat sanjungan sebagai individu (dengan nam a
mereka disebutkan), tak ada satu pun produser ilm Tionghoa
dianggap layak dipuji; nam a-nam a atau perusahaan m ereka tidak
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
218 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 219
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
220 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 221
AW AL-MU LAN YA
Dalam Konvensi Dewan Film Nasional pada tanggal 11 Oktober
1962, para peserta mengumumkan bahwa sejarah ilm nasional
Indonesia dimulai dengan pengambilan gambar hari pertama ilm
12 Dalam hal ini, ? mengingatkan pada ilmilm karya almarhum Yasm in Ahm ad
(1958-20 0 9). Sebagai perbandingan dengan Indonesia, Malaysia m em iliki
sejarah larangan secara legal seputar perbedaan etnis dan agam a.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
222 Identitas dan Kenikmatan
Darah dan Doa, yang dikenal juga dengan judul The Long March
of Siliw angi, pada tanggal 30 Maret 1950. Sutradara Usm ar Ism ail
(192171) juga disebut sebagai bapak ilm nasional, bersama
dengan Djam aludin Malik (1917-70 ). Sekalipun Indonesia m ulai
m erayakan Hari Film Nasional pada tahun 1963, baru 37 tahun
kem udian segala hal yang diputuskan pada tahun 1962 diresm ikan
lewat Keputusan Presiden pada tahun 1999; ditandatangani oleh
B.J . Habibie yang saat itu m enjadi pejabat presiden m enggantikan
Soeharto yang baru m engundurkan diri.
Hingga saat buku ini disiapkan, tiada satu pun orang di Indo-
nesia yang tam paknya m enggugat sejarah resm i ini. Sejarah resm i
itu telah diterim a secara luas di Indonesia dan selalu diproduksi
ulang dalam berbagai bentuk, walau sudah ada kesadaran dalam
masyarakat bahwa produksi, penayangan, dan kritik ilm telah
berlangsung di m asyarakat ini selam a tiga dekade sebelum nya.
Sem ua produksi sebelum 1950 diakui, tapi m ereka tak dianggap
sah, dan bukan karena kem erdekaan Indonesia diproklam asikan
pada tahun 1945 dan baru diakui tahun 1949. Nam un, m enurut
para pendukung sejarah resmi, ilm Darah dan Doa dianggap
m enjadi pendobrak judul-judul sebelum nya sem ata-m ata karena
dianggap m em iliki sem angat dan jiwa “ke-indonesiaan” sejati
(Purs 2013). Namun, tak ada deinisi yang jelas dan bisa diterima
de ngan luas m engenai “ke-indonesia-an” ini. Tiada orang di Indo-
nesia yang secara serius mempertanyakan kekaburan deinisi se
pen ting itu di ruang publik. Tak ada juga yang m encoba untuk
m enya tukan kontradiksi antara penghargaan yang diberlakukan
m undur (retroaktif) bagi Usm ar Ism ail yang dianggap otentik
itu, dengan pengakuannya bahwa ia penganut neo-realism e Italia
dalam pembuatan ilmnya. Usmar bekerja dalam divisi propagan
da tentara pendudukan J epang ketika Indonesia berada di ba wah
penjajahan Jepang dan ia belajar di Amerika pada tahun 1953.
Seorang peneliti berpendapat bahwa Darah dan Doa “lebih dihar -
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 223
gai sekarang ini ketimbang pada tahun 1950” (Barker 2010: 13).
Pandangan umum tentang kelahiran ilm nasional biasanya
m enyinggung sejum lah pernyataan sam ar-sam ar yang dikaitkan
pada sutradara Usmar Ismail bahwa ia bercitacita membuat ilm
yang m engungkapkan watak, sem angat, dan pengalam an hidup
sejati orang Indonesia. Hal lain dan tak kurang pentingnya, dan
dipakai untuk memberikan pembenaran bagi sejarah resmi ilm
nasional adalah, Darah dan Doa sebagai ilm pertama yang di
pro duksi dan disutradarai oleh orang Indonesia ‘asli’ (yaitu orang
‘pribumi’ Indonesia). Semua ilm sebelumnya dianggap tidak
Indonesia karena yang berperan paling besar dalam produksi
m erupakan keturunan Eropa atau Tionghoa (sepenuhnya ataupun
sebagian). Tak m engejutkan, bila anggapan-anggapan seperti itu
m elekat dalam sejarah (apa m akna ke-indonesia-an dan siapa yang
dianggap tidak Indonesia) dan telah dipertanyakan oleh sejum lah
besar sarjana (term asuk sarjana yang lahir di Indonesia) yang
tertarik pada topik ini. Karya-karya sarjana ini cenderung ditulis
dalam Bahasa Inggris dan beredar di luar Indonesia (m isalnya
Barker 20 10 ; Sen 20 0 6; Setijadi-Dunn dan Barker 20 10 ).13
Sekalipun terkubur dalam khazanah pustaka berbahasa
Indonesia mutakhir, peran dan sumbangan penting peranakan
Tionghoa mau pun Indo dalam masa awal perkembangan budaya
layar di Indonesia baru-baru ini dikemukakan oleh para sarjana
dalam bidang seni pertunjukan (lihat Cohen 20 0 6, 20 0 9; Winet
2010) dan fotograi (Strassler 2008) dari masa Hindia Belanda.
Semua ini merupakan sebagian belaka dari sejarah yang lebih
panjang dan kajian yang lebih luas. Beberapa dekade sebelumnya,
para peneliti telah menemukan peran penting etnis Tionghoa dalam
bidang media cetak, bahasa, dan kesusastraan (lihat Damono 1984;
13 Karena keterbatasan, saya hanya m elihat karya dalam bahasa Indonesia dan
Inggris.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
224 Identitas dan Kenikmatan
14 Dalam hal ini, kaum nasionalis Indonesia tidak berbeda dengan rekan-rekan
m ereka di m ana pun di dunia, setidaknya seperti pendapat seorang analis
berikut ini: “J ika negara-bangsa sudah diakui banyak pihak sebagai benda
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 225
‘baru’ dan ‘historis’, bangsa-bangsa yang m enjadi wujud sem angat m ereka
selalu dipandang sudah ada jauh di m asa lam pau, dan, lebih penting lagi,
berlanjut hingga ke masa depan yang tak terbatas” (Anderson 1983: 19).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
226 Identitas dan Kenikmatan
Selain pengecualian ini dan beberapa hal lain dari klasiikasi dualistik
yang ditetapkan tahun 1854, hingga akhir abad, kategori ‘Tim ur Asing’
secara legal m asih m erupakan bagian dari m ereka yang disetarakan
dengan ‘Pribum i’ ketim bang sebuah kategori baru di tengah-tengah
‘Eropa’ dan ‘Pribum i’.
(1999: 345)
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 227
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
228 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 229
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
230 Identitas dan Kenikmatan
pikir seperti ini tam pak jelas dan konsisten dalam nyaris seluruh
pem bahasan tentang sejarah industri ilm Indonesia.
Salah seorang tokoh paling senior dan dihorm ati dari kalang-
an pencinta ilm dalam tiga dekade terakhir adalah almarhum
Misbach Yusa Biran (19332012). Pengabdiannya bagi kajian
dan pengarsipan ilm di Indonesia tiada taranya. Tulisannya
tentang sejarah ilm nasional Indonesia menjadi sumber utama
bagi m asya rakat luas. Sayangnya, perspektif kolonial yang rasial
tampak jelas dalam tulisantulisannya mengenai sejarah ilm
Indonesia. Bukunya berisi cerita tentang pihak yang baik m ela-
wan yang jahat (ilm dan pembuat ilm yang berniat dagang versus
yang berkiblat artistik) sejalan dengan propaganda etno-nasio-
nalis. Biran mengabaikan pembuat ilm dan karyanya yang men
jadi pelopor pada paruh pertam a abad ke-20 lantaran m ereka
adalah orang-orang keturunan Eropa dan Tionghoa, yang diduga
bertujuan utama mengejar keuntungan inansial. Pihakpihak
nonpribumi dalam lingkaran perilman dipandang sematamata
ber das arkan ras m ereka, dan nyaris selalu dipandang buruk
(eskploitatif, rakus, dan tidak beretika), sem entara orang-orang
pribum i dirayakan karena patriotism e m ereka dan ditam pilkan
sebagai individu dengan menyebut nama dan biograi mereka
secara utuh.
Untuk m engenal nada tulisan Misbach, kutipan berik ut berasal
dari karyanya yang berbahasa Inggris:
Kegiatan menonton ilm datang di negeri ini pada tahun 1900 sebagai
prakarsa orang Belanda, dan penayangan ilm awalnya dilakukan
di gedung yang disewa atau lewat layar tancap. Pertunjukan ilm
kem udian didom inasi oleh orang Cina. Pada tahun 1925, m ayo ritas
bioskop dim iliki oleh orang Cina.
(20 0 1: 211)
…di tahun 1928, orang Cina terlibat dalam produksi ilm. Awalnya,
m otivasi m ereka adalah untuk m eningkatkan gengsi. Orang Belanda
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 231
m asih m em andang orang Cina dengan status rendah, dan hal itu
benar adanya di m ata orang pribum i, sekalipun posisi ekonom i
etnis Cina selalu lebih unggul ketim bang pribum i. Orang Cina selalu
dipandang m em uja berhala, m akan babi, dan m elihat uang sebagai
hal terpenting.
(2001: 213)
16 Kita akan kembali kepada soal mengenai ilm yang dituduh “tidak memiliki
makna”. Fakta bahwa beberapa ilm ini menarik penonton dalam jumlah
besar tentu berarti bahwa m ereka m em iliki m akna bagi yang m enontonnya,
sekalipun jika hal itu tidak m em uaskan selera para elite m asa itu m aupun pada
m asa sesudahnya.
17 Menariknya, ketika Salim Said beralih dari cara pandang yang luas dalam
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
232 Identitas dan Kenikmatan
melihat sejarah ilm Indonesia dan menyorot lebih dekat peristiwa historis
tertentu, ia m enyajikan rincian yang rinci dan kaya, dan kerap m em ungkiri
dikotom i rasial yang sim plistik, m engacu pada bab-bab sebelum nya pada
bukunya. Dalam lingkup bahasan m ikro, tokoh non-pribum i m uncul sebagai
m anusia nyata dengan nam a dan pencapaian yang m engagum kan.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 233
yang ingin diyakini oleh para pengagum nya di Indonesia saat ini.
Sebagaimana kebanyakan sutradara ilm di mana pun, termasuk
m ereka yang disebut di awal bab ini, kegiatan artistik Usm ar
Ism ail beralih antara percobaan artistik dan proyek kom ersial.
Maka, sangat m ungkin bagi Usm ar tak ada yang istim ewa
dalam mendapatkan “bantuan inansial dari pemilik bioskop
Tionghoa” untuk m enyelesaikan Darah dan Doa. Kita bahkan
layak ber tanya-tanya apakah Usm ar sadar soal asal-usul etnis
Tong, dan juga sebaliknya. Banyak alasan untuk m eragukan apa-
kah per be daan etnis antara m ereka m em iliki arti penting atau
sebesar yang dipikirkan oleh para ideolog nasionalis Indonesia
m asa kini, m engingat akrabnya pergaulan berjangka panjang
Usm ar dan kebanyakan orang pada m asa itu dalam bisnis dengan
orang dari beragam latar belakang etnis. Keganjilan sikap sadar-
etnis di Indo nesia m asa kini dapat dilihat dalam pem bahasan
Misbach Yusa Biran terhadap karya Teguh Karya. Mungkin karena
Teguh Karya berbeda dari segala stereotip tentang etnis Tionghoa
seba gai m akhluk ekonom i, latar belakangnya sebagai keturunan
Tionghoa diabaikan atau disebutkan dengan cara berbisik-bisik
sebagaim ana dicatat oleh Krishna Sen. Ketika Teguh Karya berada
dalam kesulitan inansial serupa dengan Usmar Ismail, etnisitas
temanteman ‘Tionghoa’nya—dan hanya etnisitas dari kelompok
ini saja—yang datang membantunya amat ditekankan oleh Biran:
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
234 Identitas dan Kenikmatan
18 Di Malaya yang bertetangga dengan Indonesia, kerja sam a antar etnis juga hal
yang um um , dengan pem bagian kerja yang m enjadi pola. J oel Kahn m encatat,
“[d]i tahun 1950an, pola yang khas adalah sebuah ilm diproduksi oleh modal
Cina (Shaw Brothers), disutradarai oleh orang India, dengan cerita versi
Melayu dari kisah Cina dan India, serta dibintangi oleh orang Melayu dengan
dialog berbahasa Melayu. Rum usan ini terbukti sukses secara kom ersial dan
ini m erupakan struktur yang m enjadi tem pat bagi karir P. Ram lee. Sebanyak
25 ilm pertama Ramlee diproduksi antara tahun 1948 dan 1955 oleh MFB
(Malayan Film Board, anak perusahaan Shaw Brothers yang membuat ilm
Melayu) dengan sejum lah sutradara India, term asuk B.S. Rjahans, L. Krishnan,
S. Ram anathan, K.M. Basker dan B.S. Rao” (Kahn 20 0 6: 128).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 235
Kem bali kepada pernyataan Misbach Yusa Biran yang diku tip
sebelumnya bahwa “ilm yang dibuat oleh studio Cina” diang
gapnya “tak m em iliki m akna” (20 0 1: 220 ), penting untuk dicatat
bahwa pribumi juga turut serta dalam produksi ilmilm pada
tahun 1930an ini, sebagai penonton, pemain, dan penulis dan
beberapa ilm ini bermakna bagi sebagian besar masyarakat.
Contohnya, Salim Said m enyebutkan sukses besar Njai Dasim a
(1929, Lie) yang m engarah pada pem buatan sekuel Njai Dasim a II
(1930, Lie) dan Nancy Bikin Pem balesan (Njai Dasim a III) (1930,
Lie). Said m engutip Biran yang m enilai rahasia sukses ini pada
partisipasi “orang Indonesia” (etnis pribum i) sebagai aktor dalam
ilmilm tersebut. Baik Said maupun Biran berpendapat bahwa
sutradara etnis Tionghoa telah m erekrut aktor non-Tionghoa dan
menyebutkan fakta ini dalam publikasi ilmilm tersebut, berkat
bujukan Anjar Asm ara, seorang pribum i lainnya (Said 1982: 20 ).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
236 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 237
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
238 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 239
ngenai siapa yang term asuk orang ‘Indonesia’ asli, dan im pli-
kasinya apa yang membentuk ilm Indonesia—kelompok etno
nasionalis Indo ne sia telah m engabaikan dan m erongrong keka-
yaan sejarah ilm Indonesia itu sendiri (2010: 25).
Bab ini m enawarkan sebuah kritik terhadap pandangan tentang
ilm Indonesia sebagaimana dipahami secara resmi atau dalam
im ajinasi popular. Sem entara kritik ini m engkaji upaya yang tak
bisa dipertahankan untuk m enyangkal dan m enghapus kan peran
dan sum bangsih m ereka yang dicap sebagai ‘Eropa’ atau ‘Tionghoa’
dalam pem bentukan industri ilm Indonesia, bukan niat saya
untuk sekadar m engem balikan m ereka yang disingkirkan kem bali
ke tem pat yang selayaknya dalam sejarah bangsa dan tradisi per-
ilmannya. Upaya semacam itu beda dari tujuan utama saya, karena
itu artinya berusaha m enghidupkan kem bali m asyarakat kolo nial
beserta pem bagian rasial m ereka, sebuah ide yang secara ironis
telah m enggoda banyak warga Indo nesia-Tionghoa di awal ke run-
tuhan Orde Baru pada per alih an abad dan m engarahkan m e reka
kepada serangkaian peng-tionghoa-an kegiatan-kegiatan m ereka.
Se bagaim ana saya bahas di tem pat lain (20 0 8: 76-6, 90 ) juga di
awal bab ini, kajian kritis terhadap kasus Tionghoa di Indonesia
yang dihapus m eru pakan satu langkah m aju untuk m engenali
sejarah yang lebih besar. Yang saya m aksud adalah sejarah
m asyarakat sepanjang dekade terakhir penjajahan Belanda, yang
m erupakan m asa yang diabaikan, terlupakan atau disangkal oleh
kaum na sionalis yang bersem angat di Indonesia m aupun oleh
peneliti asing. Ini m erupakan sejarah kebersam aan sosial yang
m engalam i trans for m asi m enuju m odernitas m elalui serangkaian
peristiwa yang rum it, penuh pertentangan, kegairahan, harapan
dan juga ke kha watiran, kejutan dan ketidakpastian. Itulah sejarah
yang menghasilkan iksi yang kuat bernama etnisitas.
Sem entara dinam ika m asyarakat terlalu rum it untuk diring-
kas di sini, saya hanya berharap m enutup bab ini dengan m eng-
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
240 Identitas dan Kenikmatan
garisbawahi dua hal dari uraian di atas yang relevan dengan bab ini.
Pertam a, m asyarakat kolonial Hindia Belanda bukan lah m asya-
rakat yang tersekat-sekat ke dalam tiga kelom pok berdasarkan
garis rasial (Eropa, Tim ur Asing, dan Pribum i) sebagaim ana di-
harapkan oleh pem erintah kolonial, dan diba yangkan orang
Indo nesia berideologi kepribum ian dan juga oleh para peneliti.
Produksi dan konsumsi ilm merupakan dua wilayah dan format
yang penting di m ana penduduk tanah jajahan m engalam i
getaran m odernitas industrial dan pertem uan kosm opolitan yang
m e libatkan orang dari beragam latar belakang etnis, bahasa,
dan budaya, menyimpang dari iksi tentang ras dan pembagian
ras yang disahkan secara hukum . Dalam bidang ini nilai penting
dan keberlanjutan sum bangsih m ereka yang dilabeli secara rasial
sebagai ‘Tionghoa’ terhadap dinam ika m odernitas di kepulauan
ini layak m endapat penghargaan. Sum bangsih ini bukan sesuatu
yang sem purna tapi tetap penting bagi pem bentukan Indonesia
sebagai negara-bangsa yang m erdeka.
Kedua, pem bentukan bangsa Indonesia m erupakan bagian
dari proses dan sekaligus produk dari gejala universal sepanjang
kolonialism e Eropa di seluruh dunia. Sebaliknya, sebuah proyek
untuk memurnikan Indonesia dan ilm Indonesia dengan mem
bersihkannya dari berbagai unsur yang m em perkayanya (yang
selam a ini telah m enjadi bagian tak terpisahkan darinya), m e ru-
pakan sebuah upaya untuk m em enggal sebagian tubuh sendiri,
jika tak bisa dikatakan bunuh diri. Dengan m enolak sifat ko lektif
m ereka yang berbagi cita-cita untuk m enjadi setara dan ber tekad
untuk m ewujudkan cita-cita (atau kisah) tentang kebangsaan,
dan dengan m em biarkan sebagian dari kebersam aan ini m em -
pertahankan hak istim ewa yang palsu, bencana m aut nyaris tak
terhindarkan. Sayangnya, sebagaim ana diperlihatkan da lam
bab sebelum nya, insiden tragis telah kerap terjadi, dan da lam
skala yang besar. Bab ini dan em pat bab sebelum nya telah m em -
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Minoritas Etnis yang Dihapus 241
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bab 7
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
244 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 245
yang baru m em ulai karirnya. Pada sebuah acara kum pul yang
diselenggarakan oleh penggem ar m usik Korea, salah seorang
asisten saya m ewawancarai nenek berum ur 77 tahun yang datang
dengan cucunya yang m asih rem aja. Mereka sam a-sam a punya
kaitan em osional dengan para bintang artis itu, dan sam a-sam a
m engikuti perkem bangan berita tentang K-Pop di seluruh dunia.
Beberapa konsum en budaya populer Asia Tim ur yang diwa-
wancarai untuk buku ini terdiri dari perem puan yang bekerja dan
m engaku bahwa m ereka kesulitan m encari waktu untuk tetap ber-
hubungan dengan tem an-tem an m ereka dan m em uaskan hasrat
m engikuti serial televisi terbaru atau berita tentang bintang televisi
pujaan m ereka. Berbeda dari m ereka, kelom pok perem puan yang
lebih m uda– kelom pok yang m enjadi fokus buku ini– m em iliki
waktu dan tenaga berlim pah serta jaringan penggem ar lokal yang
luas untuk m em bentuk kelom pok di kota m ereka atau jaringan
m aya lintas-negara yang m enjadi tem pat m ereka berbagi catatan,
klip suara, dan video.
Di luar perbedaan-perbedaan tersebut, baik perem puan yang
sudah bekerja m aupun yang lebih m uda m em iliki ciri serupa
sebagai anggota kelas m enengah: pendidikan perguruan tinggi,
daya beli m enengah untuk hiburan, dan kiblat transnasional
dalam konsum si dan gaya hidup. Banyak dari perem puan pekerja
pernah m enjadi penggem ar budaya pop Asia Tim ur pada saat
m ereka kuliah. Maka, kajian yang lebih dekat terhadap kegiatan
serta ekspresi kelom pok yang lincah, enerjik, dan m uda berguna
untuk m em aham i aspirasi yang lazim di antara kelom pok kelas
m enengah ini, yang telah m enjadi target industri hiburan. Tak
seperti m ayoritas perem puan pekerja, yang m enikm ati dram a
Korea um um nya dalam lingkaran privat yang kecil, para penggem ar
yang lebih m uda patut m endapat perhatian khusus lantaran hasrat
m ereka yang kuat untuk m engungkapkan sentim en kolektif secara
terbuka, baik secara lokal m aupun transnasional.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
246 Identitas dan Kenikmatan
1 Siriyuvasak dan Shin m enggam barkan gejala serupa di seluruh Asia sebagai
sebuah “industri [yang] telah m enciptakan…idola-idola laki-laki untuk dikon-
sum si kaum perem puan m uda” (20 0 7: 124). Sebagaim ana rekan-rekan m ereka
di Indonesia,
Perem puan-perem puan Thailand tidak lagi m alu-m alu dalam m engungkapkan
hasrat seksual m ereka m elalui “idola yang dikhayalkan”. Nam un, pada kenyataannya,
m ereka am at pem alu dan kebanyakan dari m ereka tak bisa berdansa m engikuti m usik.
Mereka tak pernah m engungkapkan diri di ruang publik kecuali untuk m enyam but
idola m ereka di bandara atau di konser. Biarpun m enahan rasa m alu, sungguh luar
biasa perem puan dari latar belakang sosial ekonom i kelas m enengah Thailand bisa
m enem ukan pem bebasan m elalui K-Pop dan Asian-pop.
(20 0 7: 124)
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 247
diri untuk m eniru kelom pok idola K-Pop m ereka telah m endapatkan
popularitas di YouTube dan m enjadi pesohor kecil tersendiri.
(20 11: 4.2)
Tindakan seperti ini belum pernah ada sebelum nya di Indo nesia,
dan m ungkin di m ana saja di dunia “[D]i tahun 20 10 , lebih dari
120 acara K-Pop yang diselenggarakan penggem ar diadakan, ter-
m asuk kum pul penggem ar dan festival pop Korea dan konser”
(J ung 20 11: 2.2).2
ASIAN ISASI
Salah satu konteks lebih luas dari diskusi berikut adalah m e nguat-
nya kesadaran ‘KeAsiaan’—sebuah ranah yang lebih luas dan
lebih tua ketimbang pemujaan terhadap KPop—yang telah me
nyu burkan berkem bangnya m inat di kalangan para sarjana. Walau
K-Pop sedang m arak pada saat buku ini sedang ditulis, bab ini
m em pertim bangkan konteks sedikit lebih luas dan dapat disebut
sebagai ‘asianisasi Asia’, ‘intra-/ inter-Asia’, atau m om en-m om en
‘trans-Asia’ (Chua 20 0 4, 20 0 8; Iwabuchi 20 0 2a; Otm azgin 20 0 7).
Gejala ini m engacu secara longgar pada bertum buhnya m inat di
kalangan orang-orang yang lahir dan dibesarkan di Asia pada
sebagian dari kehidupan sosial di wilayah Asia yang lain. Ga gasan
asianisasi ini tak berarti m enyiratkan sebuah kesadaran proyek
lokalism e atau regionalism e yang puritan. Beberapa m aha-
siswa yang diwawancarai untuk buku ini dengan tegas m enolak
jika dikatakan bahwa kecintaan m ereka terhadap K-Pop berkait
dengan latar belakang m ereka sebagai sesam a orang Asia. Salah
seorang dari m ereka secara langsung m enyatakan bahwa m ereka
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
248 Identitas dan Kenikmatan
m encintai boy band favorit m ereka, dan bukan boy band lain dari
Asia, karena m usik m ereka “yang terbaik, juga bagaim ana pe nam -
pilan m ereka di panggung dan klip video m usik, serta kom u nikasi
yang bersahabat dengan penggem ar”. Beberapa lagi yang diwa-
wan carai m engaku, sekalipun am at m encintai bintang-bintang
Korea pujaannya, m ereka juga secara teratur m enikm ati buda ya
populer dari Bollywood atau produksi lokal dengan m uatan Islam .
Ketim bang m elihat proses ini sebagai ‘de-Westernisasi’ Asia
dalam pengertian yang sem pit, asianisasi m elibatkan sebuah per-
ubahan penting serta pengolahan ulang apa yang sebelum nya
dianggap secara stereotip sebagai ciri-ciri budaya Barat. Lebih
ba nyak orang Asia, khususnya yang tinggal di perkotaan, m uda,
dan terpelajar yang m endom inasi ruang publik, sedang m eng-
alih kan keterpesonaan m ereka ke arah representasi lewat m edia
m assa dari sesam a orang Asia yang telah ter-barat-kan. Sekalipun
tiada cara untuk m engukurnya secara objektif atau secara kuan-
titatif, m eningkatnya popularitas produk-produk yang berwajah
atau bersuara Asia di Asia berhubungan—sekalipun tidak eks
klusif, setidaknya sebagiannya—dengan indikator global yang do
m in an, dan resep kecantikan dan kenikm atan, yang ujung-ujung
produksinya dapat dilacak secara um um bersum ber pada industri
hiburan Am erika.
Dengan kata lain, unsur budaya populer ‘Barat’ selalu terkan-
dung dalam pergeseran sosial dan kultural yang diacu dalam
analisis ini sebagai ‘asianisasi’. Pergeseran ini tidak m ewakili per-
ubahan dari satu entitas tunggal kepada entitas tunggal lainnya.
Alih-alih, gagasan tentang ‘asianisasi’ m engacu pada sebuah
per ubahan penekanan pada unsur-unsur terpilih dalam sebuah
gugus budaya lintas-nasional yang tercam pur baur dan terus ber-
ubah. Maka dari itu, sebagaim ana halnya seperangkat gagasan
biner yang telanjur kuat tapi berm asalah dan telah didiskusikan di
bab se belum nya (‘Tionghoa’ versus Indonesia ‘asli’), istilah-istilah
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 249
seperti ‘Tim ur’ atau ‘Asia’ atau ‘Barat’ dalam pem bahasan berikut
ini jangan dipahami sebagai sesuatu yang material ataupun isik
dan m engacu pada benda, lokasi, m aupun orang-orang atau ciri
ter tentu. Sem ua ini adalah kosa-kata yang hanya punya nilai se-
m antik dalam bahasa m utakhir. Yang disebut sebagai ‘Barat’,
m isalnya, m engacu pada arti yang beragam tentang hal-hal dan
orang-orang dalam atau dari kehidupan sosial yang didom inasi
oleh orang kulit putih di Am erika Utara, Eropa Barat, dan Aus-
tralia. Untuk m udahnya, saya akan m enanggalkan tanda kutip
ketika m em akai kata-kata ini untuk keseluruhan bab ini.
Untuk pertam a kali pada abad ini, Barat tiba-tiba tidak lagi
m enjadi satu-satunya pusat kiblat konsum si budaya populer di
Indonesia, dan m ungkin secara lebih luas lagi di berbagai wilayah
Asia lainnya. Musik populer Amerika dan ilm Hollywood tentulah
m asih am at berpengaruh. Nam un m ereka tak lagi secara eksklusif
m em egang tam puk kekuatan dom inan, sebagaim ana pada abad
sebelum nya. Dalam dekade yang sam a, yang sering dijuluki
sebagai ‘Abad Asia’, kita tak lagi m endengar dikotom i ‘Tim ur ver-
sus Barat’ sebagai kerangka pikir atau kiasan yang diobral da-
lam diskusi publik, m enandai perubahan penting dalam jalinan
ke kuasaan transnasional.3 Nilai penting perubahan diskursif ini
perlu ditekankan, terutam a bila diingat bagaim ana dikotom i
‘Tim ur versus Barat’ m enjadi kunci bagi diskusi publik sepanjang
seja rah dekolonisasi wilayah ini hingga akhir abad lalu ketika
para pem im pin politik di Malaysia dan Singapura m engajukan ide
esensialis ‘Nilai-nilai Asia’.
Sebagaim ana disebutkan dalam bab sebelum nya, pertukaran
antar-wilayah dalam kerja produksi dan kegiatan konsum si
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
250 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 251
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
252 Identitas dan Kenikmatan
4 Serupa dengan itu, terdapat pula seperangkat stereotip yang berbeda untuk
orang kulit putih, atau m ereka yang berkulit gelap. Am at lazim bagi orang
Indonesia untuk m engacu pada orang kulit putih sebagai Bule atau Londo,
bentuk singkat dari Belanda, bekas penjajah. Atribut yang dilekatkan kepada
m ereka um um nya: m odern, rasional, kaya, Kristen, berpikiran liberal, dan
individualistik. “Londo yang ada dalam pikiran populer, um um nya m ereka
yang tampil dalam ilm Hollywood atau serial televisi. Im aji tentang m ereka
amat kerap direproduksi lewat iklan, ilm dan industri hiburan” (Heryanto
1999b: 162).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 253
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
254 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 255
budaya Asia Tim ur, bukanlah berasal dari Korea. Saya m engacu
pada serial dram a Taiwan Meteor Garden (Liúxīng Huāyuán)
(20 0 1). Asal-usul transnasional Meteor Garden m em berikan
banyak hikm ah. Diedarkan pada tahun 20 0 1, serial ini dibuat
berdasarkan m anga J epang Hana Yori Dango (1992) karya Yoko
Kam io yang banyak m endapat penghargaan. Hingga kini, tak ada
dram a televisi kom ersial lain yang m am pu m enandingi sukses
penjualan Meteor Garden di Indonesia. Keberhasilan di tingkat
internasional m endorong para produser untuk segera m em buat
lan jutannya (Meteor Garden II) pada tahun 2003. Perlu sekitar
dua tahun sebelum cerita m anga J epang diangkat dalam versi
serial televisi J epang. Sekalipun keduanya tidak benar-benar gagal,
tak ada satu pun yang m am pu m eraih popularitas atau kesuk-
sesan kom ersial seperti seri pertam a Meteor Garden. Versi Korea
serial ini diproduksi tahun 20 0 9 dengan judul Kkotbodanam ja,
atau lebih dikenal dengan Bahasa Inggris-nya Boy s Over Flow er.
Ketika itu, K-Pop telah m endom inasi pasar Indonesia, m e nyusul
sukses m ereka di tahun sebelum nya lewat beberapa seri se perti
Endless Love: Autum n in My Heart (20 0 0 ), W inter Sonata
(20 0 2), Sum m er Scent (2003) dan Spring W altz (20 0 6), dan Full
House (20 0 4).
Pada awal tahun 2003, para bintang Meteor Garden J erry
Yan, Vaness Wu, Ken Chu, dan Vic Chou berkunjung ke Indonesia
se bagai anggota kelom pok boy band Flower Four atau yang lebih
dikenal sebagai F4. Kedatangan m ereka m em buat heboh rem aja
perem puan yang berteriak-teriak m enyam but m ereka di bandara.
Perilaku ini m engundang perhatian para wartawan dan analis,
antara lain karena kebanyakan dari m ereka tidak pernah m elihat
hal seperti ini sebelum nya, atau dalam waktu yang sudah lam a.
Adegan di bandara juga kontroversial karena terjadi pada saat
perhatian m edia m assa nasional terpusat pada debat seputar
protes publik terhadap rencana pem erintahan Megawati untuk
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
256 Identitas dan Kenikmatan
m e naikkan tarif listrik, bahan bakar m inyak, dan sam bungan tele-
pon. Bahkan, terjadi dem onstrasi m assa ketika F4 tiba di J akarta.
Banyak kom entator yang m elihat kedua peristiwa itu secara
hitam putih, m enggam barkan bahwa penggem ar F4 m eru pakan
perwakilan dari anak-anak m anja tak tahu m alu dari ke lom pok
kaya yang tak m em iliki kepekaan terhadap kesulitan yang sedang
dihadapi m ayoritas penduduk yang tak m am pu. Yang tersebut
belakangan ini didukung oleh jurnalis dan para kelas m enengah
aktivis dan kaum m uda perkotaan yang lebih sadar politik, sebagai
bagian dari oposisi yang lebih besar kepada pem erintahan.
Dalam kesem patan lain saya sudah m endiskusikan bagaim ana
kontroversi yang berpusat pada kelas m enengah terkait kedua
peristiwa yang berbeda di J akarta tersebut (Heryanto 20 10 b: 227-
8). Kontroversi itu gagal m elihat peristiwa lain yang terkait pada
tingkat m asyakarat yang lebih rendah, khususnya di J awa, yang
segera m engubah perdebatan publik tentang integritas bangsa,
m oralitas, dan industri seni pertunjukan. Yang saya m aksud adalah
‘Inul-m ania’ (tergila-gilanya penggem ar penam pilan dangdut Inul
Daratista) yang m elanda m asyarakat m iskin pada periode yang
sama. Pada pertengahan tahun 2003, media nasional menemukan
Inul dan m engubahnya sehingga ia m enjelm a m enjadi ikon bu-
daya. Inul, bergantung siapa yang m enilai, dapat dilihat sebagai
contoh dekadensi m oral yang m engancam bangsa (khususnya
ketika sedang m engalam i islam isasi secara sungguh-sungguh)
atau ungkapan baru (dalam konteks lebih luas di Indonesia pasca-
otoritarianism e) tradisi lam a untuk m erayakan seksualitas kaum
perem puan di beberapa kom unitas etnis di Indonesia.
Inul m enyebabkan kepanikan m oral yang harus ditekan. Sen-
sualitasnya terbukti kelewat cabul untuk selera budaya dan sen-
sibilitas m oral kelas m enengah di Indonesia dan negara-ne gara
tetangga. Ia jelas tidak term asuk dalam jagad Meteor Garden.
Karena ia terlalu penting untuk dilupakan dan terlalu liar untuk
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 257
diabaikan, m aka elite bangsa ini kem udian secara resm i m ela-
rang pertunjukannya di wilayah m ereka, sem entara yang lain
m engusulkan undang-undang antipornograi kepada parlemen.
Per debatan seputar Inul m encapai kelokan yang radikal ketika
industri hiburan m elihat peluang keuntungan besar dengan ber-
inves tasi pada penam pilannya di stasiun televisi nasional, dan
m engubahnya m enjadi bintang pop baru sesudah ia diperm ak dan
ta riannya dijinakkan (untuk rinciannya, lihat Heryanto 20 0 8b).
Bagi banyak kelas m enengah perem puan urban, perselisihan poli-
tik ini tidak relevan dengan m inat utam a m ereka, yaitu untuk m e-
m an jakan kenikm atan m elahap budaya populer dari Asia Tim ur.
Sebagaim ana akan diperlihatkan di bawah ini, bertentangan
dengan pandangan para kritikus yang m erem ehkannya pada tahun
2003, drama televisi populer dari Asia Timur tidak sematamata
berfungsi m em prom osikan nikm atnya m enjadi konsum en pasif
terhadap barang m ewah dan gaya hidup tertentu. Salah satu ciri
utam a yang um um nya ada dalam dram a televisi seperti ini adalah
penggam baran dan pem uliaan etika kerja keras kapitalistik, sikap
rajin, dan kegigihan, khususnya di antara para tokoh perem puan
yang m em im pikan kem erdekaan ekonom i dan kesetaraan gender.
Ciri ini jelas sekali absen dari kebanyakan ilm populer dan drama
televisi di Indonesia. Sekalipun pencapaian personal dan ekonom i
melalui pendidikan tinggi menjadi ciri dominan di banyak ilm
islami pasca1998 (lihat Bab 2 dan 3; Sasono 2010: 57), dengan
beberapa kekecualian, aspirasi seperti ini nyaris selalu dim iliki
oleh tokoh laki-laki dalam m asyarakat yang jelas tidak setara
secara gender.
Meteor Garden m enceritakan kisah cinta antara Shan Cai
dan Dao Ming Tse, dengan segenap kerum itan dan anak-cerita
tam bahan berupa kisah cinta yang m elibatkan tokoh lain. Tokoh
perem puannya, Shan Cai, datang dari latar belakang keluarga
yang sederhana. Sem entara itu, Dao Ming Tse anak m anja yang
berasal dari keluarga kaya raya, m enjadi pem im pin geng sekolah
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
258 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 259
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
260 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 261
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
262 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 263
Asia tidak pernah m enjadi satu benda yang sera gam dan ber-
ada secara terpisah dari bagian dunia lainnya. Para pengkritik
tesis kedekatan budaya m engingatkan kita bahwa tidak sem ua
produk budaya dari Asia dapat ditem ui atau m enjadi popu ler
di seluruh wilayah Asia. Lee (2009: 1313) berpendapat bahwa
K-Pop populer tidak hanya di wilayah Asia Tim ur yang didom inasi
Konfusianism e, tetapi juga di beberapa wilayah yang didom inasi
Katolik di Am erika Latin, serta di negara-negara m ayoritas
Muslim . Lee lebih jauh berpendapat bahwa bahkan di wilayah
yang dido m inasi Konfusianism e di Asia Tim ur, aspek dan unsur
yang ber beda dari K-Pop m enarik perhatian m asyarakat di negara
yang berbeda. Lebih penting lagi, banyak orang Korea, juga para
analis di sana, yang beranggapan bahwa K-Pop tidak sepenuhnya
m ewa kili kebudayaan Korea. Beberapa produk ini dianggap “anti-
Konfusianism e” (Shin 20 0 9: 514). Seperti halnya produk dalam
industri budaya populer kontem porer, K-Pop am at blasteran atau
hibrid dan transnasional. “Bagi banyak agen bintang-bintang
Korea, ketiadaan karakter pem beda khas telah m enjadi faktor
yang disengaja dalam m em asarkan produk m ereka ke luar negeri”
(Maliangkay 20 10 : 6).
Di sisi lain, m enarik untuk ditengok m engapa popularitas
K-Pop terkuat ditem ui di berbagai bagian Asia (Utara, Tim ur Laut,
dan Tenggara) bila dibandingkan dengan wilayah lain. Upaya un-
tuk m em asarkan m ereka di Am erika dan m asyarakat ‘Barat’ lain-
nya tidak terlalu sukses (Choe dan Russell 20 12; Shin 20 0 9).5
Maka tesis kedekatan budaya m em iliki argum en yang tak bisa
dibuang begitu saja, tapi m em butuhkan sem acam tinjauan-ulang
dan perbaikan. Bagian yang kerap digugat para pengkritik tesis
kedekatan budaya adalah istilah ‘budaya’ ketim bang ‘kedekatan’.
5 Lihat pula Iwabuchi (20 0 2b) yang m em bahas sejum lah kecil kasus suksesnya
upaya m em perluas budaya populer J epang ke pasar Am erika Serikat.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
264 Identitas dan Kenikmatan
Tesis ini ada benarnya apabila yang dim aksud dengan ‘budaya’
adalah arena pertarungan dan seperangkat praktik pem aknaan
di dunia yang ditandai oleh hubungan-hubungan kekuasaan yang
tak im bang secara m aterial dan non-m aterial, ketim bang gagasan
usang m engenai budaya sebagai suatu sistem nilai yang statis dan
tak berubah, pandangan dunia serta cara hidup yang dim iliki oleh
suatu kelom pok sosial yang terbatas.
Yang meresahkan saya adalah logika dasar tesis kede katan
budaya itu sendiri. Dalam sejarah budaya populer, hal yang asing
dan jauh dapat menjadi sumber daya tarik, sama halnya de ngan
hal yang akrab dan dekat. Sebagaimana telah ditunjukkan se-
belum nya (dan dikukuhkan oleh banyak responden yang kami ta-
nyai selama penelitian lapangan), aktor tampan, potongan rambut,
pakaian dan rumah yang bergaya, pemandangan indah, serta san -
tapan merupakan sebagian dari daya tarik utama bagi para peng-
gemar drama televisi Asia Timur ini. Dapat dikatakan semua hal
itu memukau para penonton, justru karena asing dan bukan ba gian
dari kehidupan sehari-hari para penonton itu.6 Na mun tak seperti
rekan sebangsa mereka yang jauh kurang berun tung, orang mu da
kelas menengah ini tahu, atau yakin, bahwa gaya hidup seperti ini
tidak sepenuhnya di luar jangkauan mereka di masa depan.
Bagi sebagian dari m ereka, m enjadi penggem ar setia K-Pop
tidaklah m urah. Pada tanggal 27-29 April 20 12, Super J unior
(boy band K-Pop paling populer di Indonesia) m em ecahkan rekor
tam pil selam a tiga m alam berturut-turut di sebuah tem pat per-
6 Kim Seong-kon, seorang profesor Sastra Inggris pada Seoul National University
m eletakkannya dalam sebuah wawasan yang sederhana tapi m engena: “K-Pop
m erupakan cam puran dari berbagai budaya, Korea dan Barat. Mungkin budaya
hibrida Tim ur dan Barat ini yang m enarik bagi orang m uda di berbagai negara.
Mereka dengan m udah m enyam but K-Pop karena aspek-aspek kehidupan
Baratnya sudah m ereka akrabi. Sem entara pada saat yang sam a m ereka
terpesona oleh unsur-unsur yang eksotik dan asing yang juga bisa ditem ukan
di KPop” (2012: 39).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 265
tun jukan di J akarta. Setiap m alam , sebanyak 8.0 0 0 tiket ter jual
dengan harga m ulai dari 50 0 ribu rupiah hingga dua juta rupiah
(Tobing dan Budiartie 20 12: 69). Angka yang belakangan itu lebih
besar ketim bang upah pekerja m inim um di J akarta waktu itu
(Rp1.529.150 ) yang besarnya sudah dua kali lipat diban dingkan
daerah-daerah term iskin di Indonesia, dan nyaris m ende kati
pen dapatan rata-rata bulanan nasional.7 Tidak sedikit orang
kaya Indonesia m elakukan perjalanan ke luar negeri untuk m e-
nonton pertunjukan idola m ereka secara langsung (Sianipar
20 10 ). Dalam salah satu acara kum pul-kum pul yang kam i da-
tangi, yang diselenggarakan oleh dan untuk penggem ar K-Pop
di J akarta (bulan J uni 20 10 ), ratusan peserta m enjawab dengan
sem angat sebuah survei yang diadakan oleh sebuah per usahaan
penyelenggara acara. Survei itu bertanya, m ereka ingin grup
Korea apa yang datang berkunjung ke Indonesia untuk m eng-
adakan pertunjukan langsung dan kisaran harga tiket yang rela
m e reka bayar untuk m enonton pertunjukan seperti itu. Keba-
nyak an m enjawab pertanyaan yang kedua dengan angka sekitar
20 0 ribu hingga satu setengah juta rupiah.
Debat tentang kedekatan budaya tak akan berlalu seluruhnya
dari diskusi lanjutan di antara penggem ar setia K-Pop dan para
analis m ereka. Ketim bang m enyelidiki soal ini lebih jauh, pada
bagian sebelum nya saya telah m encoba m em bahas pertanyaan
lain yang tak kurang pentingnya yaitu posisi kelas para pengge m ar
tersebut. Posisi kelas m ungkin lebih penting ketim bang derajat
kedekatan budaya atau peradaban penggem ar dengan Asia Tim ur.
Tak peduli berapa jauh dan luas KPop— atau musik ragam lain—
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
266 Identitas dan Kenikmatan
H IBRID ITAS R EM IX
Dalam Bab 2 saya m engajukan pendapat bahwa baik Islam ism e
m aupun post-Islam ism e m engalam i m om entum pertum buhan
yang belum pernah ada bandingannya. Keduanya terjadi m enyu-
sul runtuhnya rezim m iliter yang telah lam a berkuasa, yang m e-
ninggalkan kekosongan rongga kekuasaan yang besar di berbagai
bidang, term asuk dalam ranah m oral dan budaya. Bisakah m o m en
yang sam a ikut m enjadi penyebab derasnya perm intaan terha-
dap budaya populer dari Asia Tim ur di Indonesia, sebagaim ana
pada kasus K-Pop? Sun J ung (20 11: 4.22) berpendapat dem ikian.
Ia m enyodorkan kesejajaran dalam perubahan sosial dan politik
besar-besaran yang terjadi di Tiongkok, Vietnam , dan Indo nesia
serta kekosongan budaya yang m enyusulnya ketika K-Pop hadir
di negara-negara tersebut. Dari sudut pandang ini, ia m elihat
populernya cover dance (tarian tiruan) di antara para pengge-
m ar m uda di Indonesia sebagai sebuah “upaya untuk m en de-
kon struksi representasi gender yang norm atif, yang pada gilir-
an nya m em perkuat konstruksi fem ininitas baru di Indonesia”
(J ung 20 11: 4.18). Saya beranggapan pandangan tersebut m asuk
akal, tapi kese jajaran yang dibahasnya tidak lebih dari itu. Dalam
bagian terakhir bab ini, saya ingin m endiskusikan lebih jauh
kekhasan sejarah kasus Indonesia dengan m elihat bagaim ana de-
m am K-Pop bertem u dengan sentim en anti-Tionghoa dan islam -
isasi pasca-Orde Baru.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 267
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
268 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 269
Lebih dari satu abad, m odel dan artis bertam pang Indo telah
mendominasi peran ilm dan wajah dalam iklan di seluruh Indo
nesia, sebagai salah satu bekas koloni Eropa. Bahkan hingga tahun
2005 ketika seorang pembuat ilm paling terhormat di Indonesia,
Riri Riza m em buat Gie (sebuah ilm yang mengidolakan aktivis
mahasiswa legendaris Soe Hok Gie dan dianggap sebagai ilm
biopik politik paling berani) ia m erasa harus m em ilih Nicholas
Saputra yang bertam pang Indo untuk m em ainkan peran utam a
sebagai Soe Hok Gie di ilm itu. Pada kurun waktu yang sama,
terjadi peningkatan perm intaan artis dan m odel bertam pang
Tionghoa sehingga tren ini m enjadi topik untuk liputan utam a
sebuah tabloid (Genie 20 0 5). Bersam aan dengan itu, Meteor
Garden m enjadi topik pem bicaraan sehari-hari orang biasa,
sam pai-sam pai ada bahasan lum ayan jauh tentang dram a televisi
itu dalam ilm komedi Indonesia, 30 Hari Mencari Cinta (2003,
Avianto) yang berkisah tentang tiga perem puan yang berlom ba
mencari hubungan romantis dalam waktu 30 hari. Dalam salah
satu adegan, salah seorang tokoh dalam ilm menyanyikan lagu
tem a Meteor Garden.
Di luar segala hal di atas, saya m erasa perlu buru-buru m e-
nam bahkan bahwa prasangka rasial atau ketegangan terhadap
etnis m inoritas Tionghoa tidak m enghilang. Kita tidak dapat
m enggeneralisir persepsi yang berubah terhadap etnis Tionghoa
ini berlaku bagi sem ua perem puan dalam m asyarakat secara na-
sional. Di Surabaya, Ida m enem ukan kom entar sinis seorang pe-
rem puan berum ur 29 tahun m engenai tergila-gilanya banyak
perem puan terhadap Meteor Garden: “Saya bertanya-tanya m e-
nga pa banyak perem puan yang suka pada cowok ini (Dao Ming
Tse) … Lucu, m ereka suka F4, tapi m ereka tetap tidak suka Cina
[di Indonesia]!... Mereka hanya suka melihat cowok Cina di TV”
(Ida 20 0 8: 10 6).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
270 Identitas dan Kenikmatan
Evi (salah seorang asisten riset saya) dan Fadli (suam inya) m en-
jem put saya dari hotel dan kam i pergi ke pusat perbelanjaan Malang
Olym pic Garden untuk m enghadiri acara Hallyu Explosion 20 10 . Ini
adalah hari kedua dari acara yang berlangsung dua hari. Menurut
publikasi di lam an Facebook m ereka, sehari sebe lum nya m ereka
m engadakan serangkaian penam pilan dada kan berom bongan (lash
m ob) di beberapa ruang publik paling sibuk di kota itu, m eniru
penam pilan boy band terkenal Korea se perti DBSK, Super J unior,
dan SHINee. Pada hari kedua, m e reka m em persiapkan sebuah
daftar acara yang sangat panjang, ter m asuk “Parade Tarian Tiruan
Kpop” dengan 33 penari dan 29 kelompok cover dance (tari peniru);
serangkaian kom petisi cover dance (solo, group, silang gender dim ana
laki-laki berperan seba gai perem puan dan sebaliknya). Sem entara
pertunjukan ber langsung di panggung di satu ujung ruangan luas
pusat perbe lanjaan, di bagian yang sam a dari ruang yang dilengkapi
pe nyejuk udara ini, terdapat kios untuk beragam pam eran, pera gaan
atau ke giatan yang terdaftar di buku panduan berbahasa Inggris: Ko-
rean Food Festival, Goodies Center, Korean Culture corner, Ko rean
Traditional Fashion Corner, Korean W riting Tutorial, dan Stu dio
Hanbok. Seluruh kegiatan berlangsung dari pagi– sebe lum kam i
tiba– hingga lepas m aghrib– ketika saya sudah kele lahan. Diban-
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 271
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
272 Identitas dan Kenikmatan
dan awal 20 -an tahun. Lebih dari separuh m em akai baju Muslim
dan kepala m ereka ditutup jilbab. Di panggung, banyak perem puan
yang m enari dan m enyanyi dengan sem angat diiringi m usik yang
m enggelegar dari pengeras suara bertegangan tinggi. Beberapa
dari perem puan ini berpakaian m inim , beberapa m em akai pakaian
Muslim dan jilbab. Beberapa pengunjung m engantri di “Hanbok
Studio”, bergantian m em akai pakaian tra disional Korea (Hanbok)
yang tersedia untuk disewa dari lem ari jinjing di sudut. Kem udian
m ereka berpose dengan gaya yang dianggap khas Korea sem entara
tem an m ereka m em otret berkali-kali dengan m enggunakan telepon
genggam . Di latar belakang, ada beberapa gam bar-latar m em per-
lihatkan gam bar ukuran sesungguhnya bagian depan sebuah rum ah
Korea. Unsur non-Korea yang tam pak m encolok dalam penam pilan
perem puan-perem puan itu adalah jilbab m ereka. Mereka m em akai
baju Korea m enutupi pakaian m ereka, dan tetap m em pertahankan
penam pilan jilbab m ereka.
Di sisi lain ruangan itu, saya m elihat kerum unan perem puan
Muslim bertingkah dengan lebih seru. Gam bar para bintang artis
Korea yang lebih besar dari ukuran sesungguhnya dipajang di sebuah
tiang yang m enopang langit-langit gedung. Kerum unan pengunjung
berjilbab bergantian berdiri di atas sebuah kursi di sam ping tiang
itu sehingga m ereka bisa cukup tinggi untuk m em eluk gam bar foto
itu, m engelus atau m encium pipi laki-laki di poster itu, sem entara
teman mereka—juga berjilbab—mengambil rangkaian foto dengan
telepon genggam m ereka. Kem udian m ereka m em eriksa foto itu di
layar telepon genggam m ereka, cekikikan, berbagi kom entar dan
m engulang sesi foto atau pindah untuk m engam bil gam bar dengan
poster lain. Tak ada dalam ilm atau televisi Indonesia yang pernah
m enam pilkan adegan yang m enyerupai perilaku para perem puan
muda berjilbab ini. Jika ini muncul dalam ilm Indonesia, mungkin
banyak yang beranggapan hal ini tak m asuk akal, sem entara kelom -
pok konservatif tak diragu kan lagi, akan bertindak dengan m arah.
Sejum lah studi kasus tentang Indonesia dan tem pat lain m e la-
porkan bahwa m inim nya kontak seksual antara tokoh pa sangan
(hete roseksual) yang sedang jatuh cinta m enjadi salah satu alasan
disukainya dram a televisi Korea dan Asia Tim ur lainnya. Mereka
bahkan jarang bercium an, apalagi m elakukan hubungan seks
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 273
8 Saya telah membahasnya di tempat lain (Heryanto 2003); lihat juga Heryanto
(1996, 1999b), Kahn (1996a, b), Lev (1990 ), Tanter dan Young (1990 ), dan
Wright (1987, 1989).
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
274 Identitas dan Kenikmatan
Inul Daratista dan penggem arnya yang berasal dari kelas bawah
m em bantah dan sekaligus m enggugat apa yang biasa diterim a
sebagai kelayakan dan kesantunan, sebagaimana dideinisikan
oleh kelom pok konservatif di negeri ini. Ketiga, sebaik nya kita cu-
kup bijak untuk tidak beranggapan, se m ua perem puan pengge-
m ar budaya populer dari Asia Tim ur ter te kan secara seksual ke-
timbang penonton kisah iksi bergaya Hollywood. Kerap terjadi,
pu blik Indonesia terganggu oleh hasil survei yang m em perlihat-
kan tingginya kegiatan seksual pranikah di antara orang m uda
(lihat Heffner-Sm ith 20 0 9), term asuk di Yogya karta di m ana
Mer dikaningtyas (20 0 6) dan Pravitta (20 0 4) m enyelengga ra kan
pene litian dalam kesem patan terpisah. Dalam kajiannya, Pra vitta
(2004) memasukkan bagian (2004: 139) yang mendiskusikan
pengakuan fantasi seksual para penonton perem puan ini se su dah
m enonton Meteor Garden, m ulai dari m em belai hingga kha yalan
berhubungan seks dengan karakter iktif Dao Ming Tse (2004:
16-7).
Dalam sebuah studi tentang Muslim ah m uda terpelajar di
J awa, Nancy Sm ith-Heffner m em peroleh pengakuan dari banyak
di antara m ereka bahwa m ereka
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 275
dengan lawan jenis” (20 0 9: 227). Bisa dim engerti, dalam suasana
yang m em bingungkan ini, para perem puan m uda ini m engam bil
langkah yang berbeda-beda. Beberapa dari m ereka m erasa
nyaman dan nikmat dengan ilmilm dan drama televisi yang
konservatif secara seksual m aupun politis dari post-islam ism e
yang sedang tumbuh (lihat Bab 3) atau dalam K-Pop, tanpa
harus m em bahayakan identitas keislam an m ereka. Sebagian lagi
m enem ukan kebebasan baru dan kenikm atan dalam jaringan
yang sedang tum buh di antara kelom pok-kelom pok penggem ar
dan kelom pok cover dance. Mereka yang lebih berjiwa ingin tahu
dan petualang m engeksplorasi lebih jauh dan m encoba-coba
batasan norm a baru yang diperkenankan. Tetap saja sebagian lagi
berkonsentrasi untuk m endalam i tekad spiritual m ereka untuk
m enjadi lebih bertakwa (Rinaldo 20 0 8).
Dari berbagai penjelajahan identitas yang beragam itu, yang
secara visual paling m enarik dari penelitian lapangan saya adalah
seorang perem puan m uda berjilbab yang m enam pilkan nya nyian
dan tarian Korea di depan um um . Ketika beberapa dari m ereka
kam i tanya apakah m erasakan kejanggalan atau per tentangan
antara m enjadi seorang Muslim yang baik dan m enjadi anggota
aktif sebuah kelom pok penggem ar, m ereka m enjawab dengan
tegas “tidak”. Nam un, beberapa dari m ereka m engaku bahwa
ke giatan m ereka telah m enim bulkan keheranan dari sekitar
m ereka, dan m endatangkan kom entar tak m enyenangkan. Pada
pertengahan 1980 -an, ketika aktivis m aha siswi m em akai jilbab
se bagai ungkapan pem bangkangan politik, m ereka m enerim a
ejekan dari anggota keluarga dan tem an-tem an dekat (Brenner
1996: 674-5). Tiga dekade kem udian, ketika berjilbab sudah
m enjadi norm a di kalangan Muslim ah, beberapa Muslim ah m uda
ini kem bali m engejutkan publik dengan m enam bahkan satu lapis
identitas dan pakaian di atas pakaian islam i m ereka. Lagi-lagi,
m ereka m enerim a cem ooh yang tak m enyenangkan.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
276 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
K-Pop dan Asianisasi Kaum Perempuan 277
kem ungkinan untuk m enantang status quo. Nam un, energi baru di
kalangan penggem ar K-Pop tak dapat secara pasti dianggap sebagai
tren atau gerakan politik yang progresif. Sebagaim ana telah saya
paparkan sebelum nya, kontroversi besar seputar Inul Daratista
(lihat juga Heryanto 20 0 8b) m enggarisbawahi bagaim ana dem am
K-Pop m erupakan tren di tengah kelas m enengah urban. Sem entara
anggota kelas m enengah yang lebih politis telah m engkritik K-Pop
m ania, seperti diperlihatkan sewaktu kunjungan F4 pada tahun
2003, politik kaum yang memproklamasikan diri sebagai progresif
ini juga patut mendapat perhatian. Bab berikutnya—berfokus
pada politik jalanan dari mereka yang kurang beruntung—akan
m encoba untuk m em perhatikan pokok tersebut.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bab 8
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
280 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 281
kom unikasi lisan, untuk m em aham i per ubahan sosial yang di-
analisa di bagian berikutnya.1
1 Versi awal bab ini pernah terbit dengan judul “Entertainm ent, Dom estication,
and Dispersal: Street Politics as Popular Culture” dalam Problem s of Dem o-
cra tisation in Indonesia: Elections, Institutions and Society , ed. Edward
Aspinall dan Marcus Meitzner (20 10 ), 181-98. Artikel tersebut ditulis ulang
dengan perubahan lum ayan penting dan diperbaharui dengan seizin penerbit
awalnya, Institute of Southeast Asian Singapore, http:/ / bookshop.iseas.edu.sg
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
282 Identitas dan Kenikmatan
2 Lihat juga Carey (1998), Comor (2013), Genosko (1999), McLuhan dan Zing
rone (1995), dan Trem blay (20 12).
3 Sesungguhnya, hingga kini belum ada terjemahan untuk kata ‘privacy’ di Indo
nesia. (Catatan penerjem ah: kecuali diserap secara langsung m enjadi privasi).
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 283
pustaka-indo.blogspot.com
284 Identitas dan Kenikmatan
KAMPAN YE PEMILU 2 0 0 9 4
Sebagaim ana pem ilu sebelum nya di Indonesia, hasil pem ilu par-
lem en nasional 20 0 9 m udah diduga, sekalipun derajat kem e-
nangan partai hanya dapat dijadikan bahan spekulasi sebelum
hari pem ungutan suara.5 Kem enangan Partai Demokrat—dan ter
pilihnya kembali Presiden bertahan Susilo Bambang Yudhoyono—
juga berarti bersam bungnya dan m enguatnya status quo politik.6
Nam un, satu inovasi penting telah m em bedakan pem ilu 20 0 9
dengan yang sebelum nya, yakni peraturan baru yang m enjatahkan
kursi yang dim enangkan oleh partai-partai kepada para calon
dengan jum lah suara pem ilih terbanyak, dan bukan m ereka yang
berada di peringkat tertinggi dalam daftar calon yang dikeluarkan
oleh partai. Sistem daftar partai yang terbuka ini m erupakan
hasil keputusan Mahkam ah Konstitusi pada bulan Desem ber
4 Saya berterim a kasih atas pertolongan besar Ahm ad Faisol dan tim nya dari
ISAI (J akarta) dalam pengum pulan sejum lah besar bahan em piris pem ilu
20 0 9 untuk bab ini.
5 Pem ilu 1955 dan 1999, yang terjadi pada saat-saat krisis, jauh lebih tak
terduga.
6 Taylor (1996a: 4) m engam ati bahwa hal ini m erupakan hasil pem ilu yang lazim
di Asia Tenggara. Mungkin perlu ditam bahkan bahwa hal serupa juga terjadi
di banyak negara lain di luar wilayah ini.
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 285
pustaka-indo.blogspot.com
286 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 287
7 Menurut satu sumber tak resmi (KDPI 20 0 9), sebanyak 18 artis memiliki peluang
besar untuk mendapat kursi parlemen, termasuk: Okky Asokawati (PPP), Rachel
Maryam Sayidina (Gerindra), Rieke Diah Pitaloka (PDIP), Theresia EE Pardede
(Demokrat), Ingrid Maria Palupi Kansil (Demokrat), Nurul Ariin (Golkar),
Tetty Kadi Bawono (Golkar), Nurul Qomar (Demokrat), Primus Yustisio (PAN),
TB. Dedi S. Gumelar (PDIP), J amal Mirdad (Gerindra), Angelina Sondakh
(Demokrat), M. Guruh Irianto Soekarnoputra (PDIP), CP. Samiadji Massaid
(Demokrat), Venna Melinda (Demokrat), Eko Hendro Purnomo (PAN), Ruhut
Poltak Sitompul (Demokrat), dan Tantowi Yahya (Golkar).
pustaka-indo.blogspot.com
288 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 289
m ereka juga percaya bahwa kam panye dapat dilakukan secara jitu
dalam bentuk perorangan. Ini tak berarti bahwa acara kum pul-
kum pul terkait pem ilu yang m ereka lakukan m enam pilkan
seorang bintang tunggal sebagai fokus dari acara itu. Nam un
ini berarti sang calon m enam pilkan dirinya sendiri di depan
publik, terkadang tanpa kehadiran pendukung yang terorganisir.
Contohnya, Enteng Sanjaya yang dijuluki “Manusia Contreng”
m engecat badannya dengan warna kuning dan putih sebagai con-
toh kertas suara. Ia m enari sedirian di tepi jalan utam a di Pasu-
ruan, J awa Tim ur, dan m endorong sepedanya berkeliling kota un-
tuk “m ensosialisasikan” hal ini. Pengem udi ojek kelahiran Sragen
yang tinggal di J akarta, Agus Suwarno, berkeliling Indo nesia
dengan sepeda m otornya untuk m em perlihatkan du kungannya
dan m enarik dukungan pihak lain kepada partai Gerindra. Di
Banten, Hudi Yusuf juga m elakukan kam panye tunggal untuk
pencalonan dirinya, dengan m enggunakan kostum superhero.
Calon lain dari Partai Matahari Bangsa, Tony Wangsit, m engun-
jungi penduduk desa di sekitar Tulungagung dari pintu ke pintu,
bernyanyi dan “m ensosialisasikan” pesan kam panyenya. Secara
keseluruhan, ke giatan individual ini m enandai pergeseran penting
dari prak tik kam panye sebelum nya, yang m em peroleh kekuatan
dari penam pilan kekuatan m assa.
Idealnya, kita tak boleh tergesa-gesa m enghakim i dan m ere-
m ehkan perilaku tersebut sebagai pem im pi di siang bolong.
Nam un, dengan m elihat arena politik yang lebih luas, sulit untuk
tidak m elihat hal ini sebagai kedunguan yang m enyedihkan. Bab
ini tidak punya ruang untuk m engkaji dinam ika psikologis para
calon ini. Saya tertarik m enyebut hal-hal itu karena aspek eksternal
fenom ena ini dan hubungannya dengan konteks politik Indonesia
yang lebih luas dan ekspansi dari m edia baru dan industri hiburan.
Pada awal bab ini, saya telah m enyebut kecenderungan kuat terha-
dap kom unalism e ketim bang individualism e di Indonesia; saya
pustaka-indo.blogspot.com
290 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 291
pustaka-indo.blogspot.com
292 Identitas dan Kenikmatan
m elebihi batas kecepatan dan m enam pilkan ber ba gai adegan be-
risiko yang mendatangkan tontonan dan—sesekali—kecelakaan.
Beberapa dari m ereka m enum pang truk yang m uat annya m ele-
bihi batas, biasanya dilengkapi dengan penge ras suara yang m e-
m asang m usik dengan keras. Sebagaim ana bisa diduga, kegiatan
ini m enyebabkan kem acetan, kecelakaan, dan per ke lahian dengan
pendukung partai lain atau penonton non-partisan.
Ini sem ua m erupakan pesta yang m em bum i dan sangat m as-
kulin serta peragaan pem bangkangan terhadap hukum . Sem ua
itu tam paknya yang dianggap paling penting bagi m ereka yang
ter libat. Ini m erupakan penam pilan raksasa dari politik non-
iden titas dan kenikm atan. Proses dan hasil dari pem ilu yang
m e nyediakan ruang bagi kegiatan m ereka ini jadi tidak penting.
Ber lawanan dengan aktivis perkotaan dan pegiat politik yang sa-
ngat serius m enghadapi pem ilu dan m erem ehkan pem ilu ka rena
ketidak absahannya dan kekurangan kredibilitas, m assa tam pak-
nya tidak peduli m engenai pem ilu yang dim anipulasi atau kepura-
puraan negara.
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 293
8 Yang m enarik, dalam bagian “Penutup” untuk buku R.H. Taylor, The Politics
of Election in Southeast Asia (1996b), seorang ilm uwan politik, alm arhum
Daniel Lev, m engungkapkan kelegaannya saat m enem ukan bahwa “budaya”
dan “pendekatan budaya” telah sepenuhnya diabaikan dalam kum pulan esai
itu. Lev (sebagaim ana ilm uwan sem asanya) m enjelaskan kejengkelannya
m engenai aspek budaya dari penelitian tentang pem ilu secara khusus dan
politik secara um um . Pem aham annya tentang “budaya” bersum ber dari konsep
usang tentang ‘budaya’ sebagai sesuatu yang unik atau esensial atau statis pada
pustaka-indo.blogspot.com
294 Identitas dan Kenikmatan
agar dirinya dapat dipaham i oleh sejum lah be sar rakyatnya, [negara
postkolonial] harus m em ublikasikan dirinya sendiri. Mereka
harus m enguasai bahasa dan suara. Mereka harus m e nuliskan
dirinya sendiri dalam gerakan tubuh… Untuk m e m am erkan diri
dan untuk m enam pakkan diri… Agar terlihat dan didengar oleh
sem ua, m ereka tak perlu ragu untuk m engobral ukuran serba besar,
m enggunakan jum lah yang besar, terkadang sam pai tum pah ruah
dalam hal-hal sepele, m enggelem bung, dan m engulang-ulang yang
dinyatakannya…
(Mbembe 1992: 130)
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 295
9 Ada lapisan ironi lain dalam pem ilu sebelum nya. Pem erintah yang sam a m en-
coba untuk m elarang m edia m enerbitkan laporan kegiatan pem ilu pada tahun
1977 (van Dijk 1977: 123).
pustaka-indo.blogspot.com
296 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 297
pustaka-indo.blogspot.com
298 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 299
pustaka-indo.blogspot.com
300 Identitas dan Kenikmatan
11 Menurut survei Kom pas tahun 20 0 7, ham pir separuh responden m engindi-
kasikan bahwa alat pengendali saluran televisi keluarga berada di tangan
anak-anak m ereka, dan lebih dari 20 persen m engatakan di tangan ibu, jauh
lebih besar di atas responden yang m enyatakan alat itu berada di tangan ayah
(Satrio 20 0 7).
12 Di J awa Barat, pem erintah m em perluas aturan pelarangan. Selain pawai,
“segala kegiatan yang m enarik m assa” seperti konser m usik dan pertandingan
sepakbola selam a m asa kam panye pem ilu dinyatakan terlarang (Fikri 20 0 9).
Pada bulan Septem ber 20 0 9 dalam perayaan Idul Fitri ketika orang-orang
tak terlalu m endiskusikan pem ilu, Gubernur J akarta Fauzi Bowo am at tidak
m enyarankan penduduk J akarta m enjalankan tradisi m alam takbiran di jalan
(Zuharon dan Sjafari 20 0 9).
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 301
pustaka-indo.blogspot.com
302 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 303
pustaka-indo.blogspot.com
304 Identitas dan Kenikmatan
CATATAN PEN U TU P
Dalam bab ini, saya telah m em perlihatkan bagaim ana selam a
serangkaian pem ilu palsu di bawah pem erintahan Orde Baru
m assa berperilaku dengan cara yang dari luarnya terlihat vulgar
dan kacau. Nam un ketika diperhitungkan dalam konteks politik
yang spesiik waktu itu, perilaku mereka dapat dipandang sebagai
lebih rasional dan berdaya subversif lebih ganas ketim bang yang
biasanya digam barkan, yang jelas lebih ganas ketim bang aktivism e
politik kaum terpelajar perkotaan. Nam un pada tahun 20 0 9,
situasi politik telah berubah besar-besaran, dem ikian pula dengan
undang-undang pem ilu dan prosedurnya. Kekuatan subversif
m assa telah bubar. Ironisnya, itu justru terjadi saat dem okrasi
Indonesia m enjadi sem akin liberal.
Perkem bangan baru ini tidak boleh dipandang sebagai keke-
cualian. Benedict Anderson m engingatkan kita bahwa “di bawah
suasana norm al, logika pem ilu berada dalam arah penjina kan”
(1996: 14). Ketika politik Indonesia m enjadi sem akin “ter nor-
m alisasi” (Aspinall 20 0 5) dapat diram alkan bahwa m ayoritas
m a syarakat akan sem akin “terjinakkan”. Bagaim ana proses pen -
jinakan lewat pem ilu terjadi, berbeda-beda bergantung pada
situasi sosial-historis m asing-m asing. Bab ini sam a sekali tidak
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 305
pustaka-indo.blogspot.com
306 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Dari Layar ke Politik Jalanan 307
pustaka-indo.blogspot.com
308 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan
pustaka-indo.blogspot.com
310 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 311
(20 11) “Pop, Politics and Piety; Nasyid Boy Band Music in Muslim
Southeast Asia”, dalam A. Weintraub (ed.), Islam and Popular
Culture in Indonesia and Malay sia, London: Routledge, hal. 23556.
dan Van Zanten, Wim (20 0 2) “Popular Music in Indonesia since
1998, in Particular Fusion, Indie and Islam ic Music on Video Com pact
Discs and the Internet”, Yearbook for Traditional Music, 34: 67113.
Barker, Thom as (20 10 ) “Historical Inheritance and Film Nasional in
Post-Reform asi Indonesian Cinem a”, Asian Cinem a, 21 (2): 7-24.
Baskoro, Sandy (20 0 7) “Depok Musnahkan 1.247 Buku Sejarah”, Koran
Tem po, 21 J uli.
Baudrillard, Jean (1983) In the Shadow of the Silent Majorities,
Sim otext(e), New York, NY.
Baulch, Em m a (20 0 7) Making Scenes; Reggae, Punk, and Death Metal
in 1990 s Bali, Durham : Duke University Press.
Baum gärtel, Tilm an (ed.) (20 12) Southeast Asian Independent Cinem a,
Hong Kong: Hong Kong University Press.
Bayat, Asef (1996) “The Com ing of a Post-Islam ist Society”, Critique:
Critical Middle East Studies, 9: 4352.
(20 0 2a) “Piety, Privilege and Egyptian Youth”, ISIM New sletter
(10): 23.
(20 0 2b) “What is Post-Islam ism ”, ISIM New sletter (16): 5.
(20 0 7a) Islam and Dem ocracy : W hat is the Real Question?, ISIM
Papers, 8. Am sterdam : Am sterdam University Press.
(20 0 7b) Making Islam Dem ocratic: Social Movem ents and the
Post-Islam ist Turn, Stanford: Stanford University Press.
(20 0 7c) “Islam ism and the Politics of Fun”, Public Culture, 19(3/
Fall): 43359.
(20 0 9) “Dem ocracy and the Muslim World: the ‘Post-Islam ist’
Turn”, openDem ocracy , <http:/ / www.opendem ocracy.net/ article/
democratisingthemuslimworld>, diunggah 06/3/2009, dibaca
20 / 4/ 20 12.
Bayuni, Endy (20 0 9) “Indonesia’s Do-it-yourself Cam paign”, New York
Tim es, 3 Mei.
Berg, Birgit (20 11) “Musical Modernity, Islam ic Identity, and Arab Aes-
the tics in Arab-Indonesian Orkes Gam bus”, dalam A. Weintraub
(ed.), Islam and Popular Culture in Indonesia and Malay sia, Lon-
don: Routledge, hal. 166-84.
Bev, J ennie S. (20 0 8) “Rom ancing the Koran in Indonesia”, Asia Sentinel,
20 Maret, <http:/ / www.asiasentinel.com / index.php?option=com _
content&task=view&id=1110&Itemid=35>, dibaca 27/7/2012.
pustaka-indo.blogspot.com
312 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 313
pustaka-indo.blogspot.com
314 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 315
Darm awan, Hikm at (20 12a) “Catatan Film Indonesia 20 11 (1): Beban,
Potensi, Aktualisasi Film Nasional 20 11”, Rum ah Film , <http:/ /
new.rumahilm.org/artikelfeature/catatanilmindonesia20111
bebanpotensiaktualisasiilmnasional2011>, diunggah 11/1/2012,
dibaca 27/ 12/ 20 12.
(2012b) “Catatan Film Indonesia 2011 (2): Pada Mula nya, dan pada
Akhirnya, Proses”, Rum ah Film , < http://new.rumahilm.org/artikel
featu r e/ catatan -film -in d on esia-20 11-2-pad a-m u la n ya-d an -pad a-
akhirnya-proses>, diunggah 12/ 1/ 2012, dibaca 27/ 12/ 2012.
David, Bettina (20 0 8) “Intim ate Neighbors: Bollywood, Dangdut Music,
and Globalizing Modernities in Indonesia”, dalam S. Gopal dan S.
Moorti (ed.), Global Bolly w ood; Travels of Hindi Song and Dance,
Minneapolis: University of Minneapolis Press, hal. 179-199.
Dhyatm ika, Wahyu dan Wibowo, Kukuh (20 0 9) “Mengubur Dendam di
Pusara Kiai”, Tem po, 38(30).
Diani, Hera (20 0 5) “FPI Mem bers Stage Protest during PKI Court
Session”, The Jakarta Post, 4 Agustus.
Djaya, Sjum an (1977) “Di Tangan Borjuis Kelontong, Film Hanya Barang
Dagangan”, wawancara, Prism a, 6 (J uni): 42-44.
Dovey, Lindiwe dan Im pey, Angela (20 10 ) “African Jim : Sound, Politics,
and Pleasure in Early ‘Black’, South African Cinem a”, Journal of
African Cultural Studies, 22(1): 5773.
Em bong, Abdul (20 0 2) State-led Modernization and the New Middle
Class in Malay sia. Basingstoke, UK: Palgrave.
Em ond, Bruce (20 12) “As He Likes It”, W eekender, 25 April.
Fadjri, Raihul (20 0 4) “Kepingan Kiri (yang) J alan Terus”, Koran Tem po,
23 Agustus.
Farram , Steven (20 10 ) “The PKI in West Tim or and Nusa Tenggara Tim ur;
1965 and Beyond”, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde,
166 (4): 381403.
Fealy, G. dan White, S. (eds) (20 0 8) Expressing Islam ; Religious Life and
Politics in Indonesia, Singapura: ISEAS.
Fealy, Greg (2008) “Consuming Islam: Commodiied Religion and
Aspirational Pietism in Contem porary Indonesia”, dalam G. Fealy
dan S. White (ed.) (20 0 8) Expressing Islam ; Religious Life and
Politics in Indonesia, hal. 1539.
dan McGregor, Katharine (20 10 ) “Nahdlatul Ulam a and the
Killings of 1965-66; Religion, Politics and Rem em brance”, Indonesia,
89 (April): 3760.
pustaka-indo.blogspot.com
316 Identitas dan Kenikmatan
Febiana, Fanny (20 0 7a) “Penarikan Tuntas Tahun Ini”, Koran Tem po,
22 Mei.
(20 0 7b) “Pem erintah Akan Keluarkan Buku Sejarah Baru”, Koran
Tem po, 2 Oktober.
Fein, Helen (1993) “Revolutionary and Antirevolutionary Genocides:
A Com parison of State Murders in Dem ocratic Kam puchea, 1975
to 1979, and in Indonesia, 1965 to 1966”, Com parative Studies of
Society and History , 35 (4): 796823.
Fernback, Jan (2003) “Legends on the Net: an Examination of Computer
Mediated Com m unication as a Locus of Oral Culture”, New Media
and Society 5(1): 29-45.
Foulcher, Keith (1986) Social Com m itm ent in Literature and the Arts:
the Indonesian “Institute of Peoples’ Culture” 1950 -1965, Clayton:
Centre of Southeast Asian Studies, Monash University.
(1990 a) “Making History: Recent Indonesian Literature and the
Events of 1965”, dalam R. Cribb (ed.) The Indonesian Killings 1965-
1966; Studies from Java and Bali, Clayton: Centre of Southeast Asian
Studies, hal. 10 1-19.
(1990 b) “The Construction of an Indonesian National Culture:
Patterns of Hegem ony and Resistance”, dalam A. Budim an (ed.) State
and Civil Society in Indonesia, Clayton: Centre of Southeast Asian
Studies, hal. 30120.
(1991) “Bum i Manusia and Anak Sem ua Bangsa: Pram oedya
Ananta Toer Enters the 1980 s”, Indonesia, 32 (October): 115.
Frederick, William (1982) “Rhom a Iram a and the Dangdut Style”,
Indonesia, 34 (Okt): 10330.
Garcia, Michael (20 0 4) “The Indonesian Free Book Press”, Indonesia, 78
(Okt): 121-45.
Genie (20 0 5) “Artis Keturunan China Makin Merangsek”, 24 (8-21
Maret).
Genosko, Gary (1999) McLuhan and Baudrillard: Masters of Im plosion,
London: Routledge.
Gerke, Solvay (20 0 0 ) “Global Lifestyles under Local Conditions; the New
Indonesian Middle Class”, dalam Chua Beng-Huat (ed.) Consum ption
in Asia; Lifesty les and Identities, London: Routledge, hal. 135158.
Grayling, A.C. (20 0 2) “It Started with a Kiss”, Guardian, 1 J uli.
Grossm an, Lev (20 10 ) “Mark Zuckerberg”, TIME, <www.tim e.
com/time/specials/packages/article/0,28804,2036683
_2037183_2037185,00.html>, diunggah 15/12/2010, dibaca
4/ 4/ 20 12.
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 317
Hadiz, Vedi (20 11) “No Turkish Delight: The Im passe of Islam ic Party
Politics in Indonesia”, Indonesia, 92 (Oktober): 1-18.
Ham luddin (20 0 7) “Lagi, 775 Buku Sejarah Dim usnahkan”, Tem po
Interaktif, 6 September, <www.tempointeraktif.com/ hg/ jakarta/ 2007/
09/ 06/ brk,20070906-107114,id.html>, dibaca 7 / 09/ 2007.
Hanan, David (20 0 8) “Changing Social Form ations in Indonesian and
Thai Teen Movies”, dalam A. Heryanto (ed.), Popular Culture in
Indonesia, London: Routledge, hal. 54-69.
Hasan, Noorhaidi (20 0 9) “The Making of Public Islam : Piety, Agency and
Commodiication on the Landscape of the Indonesian Public Sphere”,
Contem porary Islam (Springer) 3(3): 22950.
Hatley, Barbara (20 0 6) “Recalling and Re-presenting the 1965/ 1966
Anti-Com m unist Violence in Indonesia”, m akalah dipresentasikan
pada the 16th Biennial Conference of the Asian Studies Association of
Australia di Wollongong 26-29 J uni 20 0 6.
Hefner, Robert (1997) “Print Islam : Mass Media and Ideological Rivalries
am ong Indonesian Muslim s”, Indonesia, 64: 77103.
Heider, Karl (1991) Indonesian Cinem a; National Culture on Screen,
Honolulu: University of Hawaii Press.
Hellwig, Tineke (20 11) “Abidah El Khalieqy’s novels: Challenging
Patriarchal Islam ”, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde,
167 (1): 1630.
Henschkel, M. (1994) “Perception of Popular Culture in Contemporary
Indonesia”, Review of Indonesian and Malay an Affairs, 28 (2): 5370.
Herm awan, Ary (20 0 8) “Habiburrahm an El Shirazy: No Intentions to
Counter ‘Satanic Verses’”, The Jakarta Post, 4 April.
Heru CN (20 0 8) “Soekardjo Wilardjito”, Koran Tem po, 25 J uni.
Heryanto, Ariel (1987) “Kekuasaan, Kebahasaan, dan Perubahan Sosial”,
Kritis , 1(3): 453.
(1993) “Memperjelas Sosok yang Samar”, dalam R. Tanter dan K.
Young (ed.) Politik Kelas Menengah Indonesia, Jakarta: LP3ES, hal.
ix-xxv.
(1995) Language of Developm ent and Developm ent of Language,
Canberra: Paciic Linguistics, The Australian National University.
(1996) “Indonesian Middle-class Opposition in the 1990 s, dalam
G. Rodan (ed.) Political Oppositions in Industrialising Asia, London
dan New York: Routledge, hal. 241-71.
(1997) “Silence in Indonesian Literary Discourse: The Case of the
Indonesian Chinese”, Sojourn, 12 (1): 26-45.
pustaka-indo.blogspot.com
318 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 319
pustaka-indo.blogspot.com
320 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 321
pustaka-indo.blogspot.com
322 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 323
viewpoin ton lin e.n et/ post-secularism -post-islam ism -an d-curren t-
arab-revolutions.htm l>, diunggah 6/ 4/ 20 12, dibaca 12/ 4/ 20 12.
Khoiri, Ilham dan Ivvaty, Susi (20 0 9) “Pencitraan Masih Tanpa Isi”,
Kom pas, 1 J uni.
Kim Seong-kon (20 12) “Hallyu: From Pop To Highbrow”, AsiaNew s, Mei
4-17.
Kokoschka, Alina (20 0 9) “Islam izing the Market? Advertising, Products,
and Consum ption in an Islam ic Fram ework in Syria”, dalam J . Pink
(ed.), Muslim Societies in the Age of Mass Consum ption, Newcastle
upon Tyne: Cam bridge Scholars, hal. 225-40 .
Kom pas (1988) “Presiden Soeharto: TNI tak Pernah Lakukan Kup”, 6
Nopem ber.
(1998) “‘Bukan Sekedar Kenangan’ Diputar Malam Ini”, 30
Septem ber.
(20 0 0 a) “Buku-buku Kiri Menyerbu Pasar”, 15 April.
(20 0 0 b) “Marx dan Che di Rum ah Kontrakan”, 14 April.
(2003) “UI Usulkan Pencabutan Tap MPRS Pembubaran PKI”,
17 Mei.
(20 0 6) “Pengedar Kaus Bergam bar Palu-Arit Ditangkap”, 20
Agustus.
(2008a) “Presiden Berkalikali Menghapus Air Matanya”, 31 Maret.
(20 0 8b) a series of reports on the com m ercialization of the Holy
m onth of Ram adhan, 14 Septem ber.
Koran Tem po (20 0 6) “Penghargaan untuk Kiam at Sudah Dekat”, 1 Mei.
Krier, Sarah (20 11) “‘Sex sells, or Does It?’; Discourses of Sex and Sexuality
in Popular Wom en’s Magazines in Contem porary Indonesia”, dalam
A. Weintraub (ed.), Islam and Popular Culture in Indonesia and
Malay sia, London: Routledge, hal. 12344.
Kristanto, JB (1984) “‘Pengkhianatan G 30 S’ Pemecah Rekor Komersial”,
Kom pas, 21 Oktober: 6.
(1996) “Wajah Teguh Karya dalam Film Pertam anya”, ilm
indonesia, http://ilmindonesia.or.id/post/wajahteguhkarya
dalamilmpertamanya>, dibaca tanggal 31 Juli 2011.
Kustiani, Rini (20 0 7) “Buku Sejarah Kurikulum 20 0 4 Dilarang”, Koran
Tem po, 10 Maret.
Lane, Max (20 0 9) “INDONESIA: Docum entary Review: ‘Tjidurian 19’”,
<m axlan eon lin e.com / 20 0 9/ 11/ 18 / in don esia-docum en tary-review-
tjidurian-19>, dibaca 18/ 11/ 20 0 9.
Lee Geun (20 0 9) “A Soft Power Approach to the ‘Korean Wave’”, The
Review of Korean Studies, 12 (2/Juni): 12337.
pustaka-indo.blogspot.com
324 Identitas dan Kenikmatan
Lev, Daniel (1990 ) “Notes on the Middle Class and Change in Indonesia,
dalam R. Tanter dan K. Young (ed.) The Politics of Middle Class
Indonesia, Clayton: Centre of Southeast Asian Studies, Monash
University, hal. 44-48.
(1991) “Becom ing an Orang Indonesia Sejati: The Political J ourney
of Yap Thiam Hien” Indonesia, edisi khusus: 97-112.
(1996) “Afterword”, dalam R.H Taylor (ed.), The Politics
of Elections in Southeast Asia, Cam bridge: Woodrow Wilson
International Centre for Scholars, hal. 24352.
(20 0 5) “Conceptual Filters and Obfuscation in the Study of
Indonesian Politics”, Asian Studies Review , 29 (Desember): 34556.
Lim , Merlyna (20 11) “@crossroads: Dem ocratization & Corporatization
of Media in Indonesia”, <http:/ / participatorym edia.lab.asu.edu/
iles/Lim_Media_Ford_2011.pdf>, dibaca 23/2/2012.
Lincoln, Sarah (20 0 8) “‘This Is My History’: Traum a, Testim ony, and
Nation-Building in the ‘New’ South Africa”, dalam A. Kaplan dan
B. Wang (ed.) Traum a and Cinem a; Cross-Cultural Explorations,
Hong Kong: Hong Kong University Press, hal. 25-44.
Lindsay, J ennifer (20 0 7) “The Perform ance Factor in Indonesian
Elections”, dalam Chua B-H (ed.), Elections as Popular Culture in
Asia, London: Routledge, hal. 55-71.
(20 0 9) “Pom p, Piety and Perform ance: Pilkada in Yogyakarta,
20 0 5”, dalam M. Erb dan P. Sulistiyanto (ed.) Deepening Dem ocracy
in Indonesia? Direct Elections for Local Leaders, Singapura: Institute
of Southeast Asian Studies, hal. 211-28.
Listyaningsih, D. (1990) “Demam dan Menjerit ketika Nonton Film G30
S/ PKI”, Yogy a Post, 30 September: 3.
Lockhard, Craig (1998) Dance of Life; Popular Music and Politics in
Southeast Asia, Honolulu: University of Hawaii Press.
LukensBull, Ronald (2007) “Commodiication of Religion and the
‘Religiication’ of Commodities: Youth Culture and Religious Iden
tity”, dalam P. Kitiarsa (ed.), Religious Commodiications in Asia:
Marketing Gods, London: Routledge, hal. 22034.
Macdonald, Dwight (1998) “A Theory of Mass Culture”, dalam J . Storey
(ed.), Cultural Theory and Popular Culture, edisi kedua, Athens: The
University of Georgia Press, hal. 2236.
Mahdavi, Mojtaba (20 11) “Post-Islam ist Trends in Postrevolutionary
Iran”, Com parative Studies of South Asia, Africa and the Middle
East, 31(1): 94109.
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 325
Maliangkay, Roald (20 10 ) “The Effem inacy of Male Beauty in Korea”, The
N ew sletter, 55 (Musim Gugur/ Dingin): 6-7, <http:/ / www.iias.nl/
sites/default/iles/IIAS_NL55_0607.pdf>.
Marcoes-Natsir, Lies (20 12) “J ilbab, Identitas Kebangsaan, dan
Pem bajakan Makna”, wawancara, Republika, 17 J anuari.
Mardani (20 12) “MUI Nilai Ustaz Pesohor Kurang Mendidik Publik”,
Merdeka.com , <www.m erdeka.com / peristiwa/ m ui-nilai-ustaz-
pes0 hor-kurang-m endidik-publik.htm l>, diunggah 0 4/ 0 8/ 20 12,
dibaca 06/05/2013.
May, Brian (1978) The Indonesian Tragedy , London: Routledge dan
Kegan Paul.
Mbem be, Achille (1992) “The Banality of Power and The Aesthetic of
Vulgarity in the Postcolony”, Public Culture 4 (2): 130.
McBeth, J ohn dan Murray Hiebert (1996) “Try Next Door”, Far Eastern
Econom ic Review , 7 Maret: 17.
McDowell, Robin (20 0 9) “Successful Election Marks a Decade of
Dem ocracy”, The Jakarta Post, 9 April.
McGraw, Andrew (20 0 9) “The Political Econom y of the Perform ing Arts
in Contem porary Bali”, Indonesia and the Malay W orld, 37 (109):
299325.
McLuhan, Eric dan Frank Zingrone (ed.) (1995) Essential McLuhan,
London: Routledge.
McLuhan, Marshall (1964) Understanding Media, edisi kedua, New
York: McGraw-Hill Book.
McVey, Ruth (1995) “Change and Continuity in Southeast Asian Studies”,
Journal of Southeast Asian Studies, 26 (1): 1-9.
Merdikaningtyas, Y.A. (20 0 6) “Dem am K-Dram a dan Cerita Fans di
Yogyakarta”, Clea, (9 Des): 41-60 .
Moham ad, Goenawan (1980 ) “Film Indonesia; Catatan Tahun 1974”,
Seks, Sastra, Kita, J akarta: Sinar Harapan, hal. 71-89.
Murray, Alison (1991) “Kam pung Culture and Radical Chic in J akarta”,
Review of Indonesian and Malay an Affairs, 25 (Musim Dingin): 1-16.
Mushthafa, M (20 0 8) “Perem puan Pesantren dan Sastra Islam ”, blog, dan
sebelum nya diterbitkan di Jurnal Srinthil (17/ 20 0 8), 20 / 12/ 20 0 8,
< h t t p :/ / r in d u p u la n g.b lo gs p o t .co m .a u / 2 0 0 8 / 12 / p e r e m p u a n -
pesantren-dan-sastra-islam .htm l>, dibaca 25/ 7/ 20 12.
Muzakki, Akh (20 0 7) “Islam as a Sym bolic Com m odity: Transm itting and
Consum ing Islam through Public Serm ons in Indonesia”, dalam P.
Kitiarsa (ed.), Religious Commodiications in Asia: Marketing Gods,
London: Routledge, hal. 20 5-19.
pustaka-indo.blogspot.com
326 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 327
Pambudy, Ninuk (2003) “Inul di Dalam Budaya Pop”, Kom pas, 5 Mei.
Param aditha, Intan (20 10 ) “Passing and Conversion Narratives: Ay at-
Ay at Cinta and Muslim Perform ativity in Contem porary Indonesia”,
Asian Cinem a, 21(2): 69-91.
Parlindungan, Utan (20 0 7) Musik dan Politik : Genjer-genjer, Kuasa,
dan Kontestasi Makna, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Pasaribu, Adrian J. (2013) “Jimat Sakti Bernama Nasionalisme”,
ilm indonesia, <http://ilmindonesia.or.id/movie /review/
rev51407eac4f63b_jimatsaktibernamanasio nal isme#.UbEp
px7xxU>, diunggah 13/03/2013, dibaca 16/3/2013.
Philpott, Sim on (20 0 0 ) Rethinking Indonesia: Postcolonial Theory ,
Authoritarianism and Identity , Basingstoke: Macm illan.
Pinches, Michael (ed.) (1999) Culture and Privilege in Capitalist Asia,
London: Routledge.
Pink, J ohanna (ed.) (20 0 9) Muslim Societies in the Age of Mass
Consum ption, Newcastle upon Tyne: Cam bridge Scholars.
Pintak, Lawrence dan Setiyono, Budi (20 11) “The Mission of Indonesian
J ournalism : Balancing Dem ocracy, Developm ent, and Islam ic
Values”, International Journal of Press/ Politics, 16(2).
Pontoh, Coen (20 11) “Agam a dan Negara: J ejak Persilangan Kekerasan”,
Indo Progress, http:/ / indoprogress.com / agam a-dan-negara-jejak-
persilangankekerasan/, diunggah 4/10/2011, dibaca 11/6/2013.
Pradityo, Sapto dkk. (20 0 8) “Ki Sudrun di Layar Beling”, Tem po, 37 (15).
Prasetyantoko, A (1999) Kaum Professional Menentang Rezim Otoriter,
J akarta: Grasindo.
Pravitta, G.M.M. (20 0 4) “Menonton Perem puan Penonton Meteor
Garden”, Clea (6 Des-J an): 1-29.
Purdey, J em m a (20 0 6) Anti-Chinese Violence in Indonesia, 1996-1999,
Singapore: ASAA-SEA Publications Series dan Singapore University
Press.
Purs, Dicky (2013) “Penghayatan KeIndonesiaan Usmar Ismail”, Kultur-
Majalah, http://kulturmajalah.com/index.php/ilmsosok/304
penghayatankeindonesiaanusmarismail, dibaca 9/3/2013.
Purwadi, Budiawan (2003) Breaking the Im m ortalized Past; Anti-
Com m unist Discourse and Reconciliatory Politics in Post-Suharto
Indo nesia, disertasi tidak dipublikasikan, Singapura: National Uni-
versity of Singapore.
Raiq, Ahmad (2009) “Diprotes Garagara Lagu Genjergenjer”, Koran
Tem po, 15 Septem ber.
pustaka-indo.blogspot.com
328 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 329
Rosidi, Ajip (1967) “Peranan Sastra dan Pem bangunan Bangsa”, Horison
2(9):28386.
(1985) Anak Tanahair: Secercah Kisah, J akarta: Gram edia.
Rudnyckyj, Darom ir (20 0 9) “Spiritual Econom ies: Islam and Neo-
liberalism in Contem porary Indonesia”, Cultural Anthropology , 24
(1): 10 4– 41.
Rutherford, Anne (20 0 6) “Garin Nugroho: Didong, Cinem a and the
Em bodim ent of Politics in Cultural Form ”, Screening the Past, 20 ,
<www.latrobe.edu.au/ screen in gth epast/ 20 / garin -n ugroho.htm l>,
dibaca 12/ 2/ 20 10 .
Ryter, Loren (1998). “Pem uda Pancasila: The Last Loyalist Free Men of
Suharto’s Order?”, Indonesia, 66 (Okt): 4773.
(20 0 2) Youth, Gangs, and the State in Indonesia, skripsi doktoral
tak diterbitkan, diajukan di University of Washington.
(20 0 5) “Reform asi Gangsters”, Inside Indonesia, <http:/ / www.
in sid ein d on esia.or g/ weekly-ar ticles-8 2-apr -ju n -20 0 5/ r efor m asi-
gangsters2407177>, diunggah 1/4/2005, dibaca 15/3/2012.
(20 0 9) “Their Mom ent in the Sun: The New Indonesian
Parliam entarians from the Old OKP”, dalam G. van Klinken dan J .
Barker (ed.) State of Authority : The State in Society in Indonesia,
Ithaca: Cornell Southeast Asia Program , hal. 181-218.
Sai SiewMin dan Hoon ChangYau (ed.) (2013) Chinese Indonesians
Reassessed; History , Religion and Belonging, London: Routledge.
Said, Salim (1982) Proil Dunia Film Indonesia, Jakarta: Graiti Pers.
Salm on, Claudine (1981) Literature in Malay by the Chinese of Indonesia,
Paris: Association Archipel.
Saluz, Claudia (20 0 7) Islam ic Pop Culture in Indonesia; An Anthro-
polo gical Field Study on Veiling Practices am ong Students of
Gadjah Mada University of Yogy akarta, Bern: Institut für Sozial-
anthropologie, Universität Bern.
Saraswati, Muninggar Sri (20 0 4) “Ex-PKI Mem bers Regain Rights”, The
Jakarta Post, 25 Februari.
Sasongko, Haryo dan Budianta, Melani (2003) Menem bus Tirai Asap;
Kesaksian Tahanan Politik 1965, J akarta: Am anah-Lontar.
Sasono, Eric (2008a) “Fenomena Ayat-ayat Cinta”, Koran Tem po, 28 Maret.
(20 0 8b) “Pertemuan Baru Islam dan Cinta”, Kom pas, 4 April.
(20 10 ) “Islam ic-them ed Film s in Contem porary Indonesia:
Commodiied Religion or Islamisation?”, Asian Cinem a, 21(2): 48-68.
(20 12) “Mencatat Film Tahun 20 11”, Rum ah Film , <http:/ /
n ew.r u m ah film .or g/ ar tikel-featu r e/ m en catat-film -tah u n -20 11> ,
diunggah 10 / 1/ 20 12, dibaca 27/ 12/ 20 12.
pustaka-indo.blogspot.com
330 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 331
Sianipar, Tito (20 10 ) “Tergila-gila Serba Korea”, Tem po, 1 Novem ber,
<http://majalah.tempo.co/konten/2010/11/01/GH/134954/
TergilagilaSerbaKorea/36/39>, dibaca 1/11/2010.
Siregar, Bakri (1964) Sedjarah Sastera Indonesia Modern, Djakarta:
Akadem i Sastera dan Bahasa Multatuli.
Siriyuvasak, Ubonrat dan Shin, H., J . (20 0 7) “Asianizing K-pop: Pro duc-
tion, Consumption and Identiication Patterns among Thai Youth”,
Inter-Asia Cultural Studies, 8 (1): 10936.
Sm ith, Wendy (20 0 8) “Asian New Religious Movem ents as Global
Organisations”, IIAS Newsletter (47/Musim Semi): 3.
Sm ith-Hefner, Nancy J . (20 0 7) “J avanese Wom en and the Veil in Post-
Soeharto Indonesia “, The Journal of Asian Studies, 66 (2/ Mei):
389–420.
(20 0 9) “‘Hypersexed’ Youth and the New Muslim Sexology in
J ava, Indonesia”, Review of Indonesian and Malay sian Affairs,
43(1): 20944.
Southwood, Julie dan Flanagan, Patrick (1983) Indonesia: Law , Propa-
ganda and Terror, London: Zed Press.
Storey, J ohn (20 0 6) Cultural Theory and Popular Culture, New York:
Pearson Prentice Hall.
Strassler, Karen (20 0 8) “Cosm opolitan Visions: Ethnic Chinese and the
Photographic Im agining of Indonesia in the Late Colonial and Early
Postcolonial Periods”, Journal of Asian Studies, 67(2/Mei): 395–432.
Strinati, Dom inic (20 0 4) An Introduction to Theories of Popular Culture,
London: Routledge.
Suara Merdeka (20 0 4) “98 Lukisan Berlam bang Palu Arit Dibredel”, 11
Desem ber.
Subianto, Benny (1993) “Tahun Baru Imlek: Boleh atau Tidak’?”, Jakarta-
Jakarta, 344 (30 Januari5 Februari): 245.
Subijanto, Rianne (20 11) “The Visibility of a Pious Public”, Inter-Asia
Cultural Studies, 12(2): 24053.
Sulistyo, Herm awan (20 0 0 ) Palu Arit di Ladang Tebu, J akarta: Kepus-
takaan Populer Gram edia.
Sum ardjo, J akob (1981) “Sum bangan Golongan Tionghoa daIam Sastra
Indonesia”, Sinar Harapan, 14 Novem ber: 6.
(1983) “Sastra Melayurendah Indonesia”, Horison (18)77: 32536.
(1985) “Sastra Minoritas”, Kom pas, 3 Februari: 8.
(198 6) “Masalah Sastra Melayu-Ren dah”, Kom pas, 23 Novem
ber: 10 .
pustaka-indo.blogspot.com
332 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 333
pustaka-indo.blogspot.com
334 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 335
pustaka-indo.blogspot.com
336 Identitas dan Kenikmatan
Daftar ilm/video
pustaka-indo.blogspot.com
Pustaka Acuan 337
pustaka-indo.blogspot.com
338 Identitas dan Kenikmatan
Pertunjukan panggung
• Opera Kecoa (Indonesia 1985, Nano Riantiarno)
pustaka-indo.blogspot.com
Indeks
pustaka-indo.blogspot.com
340 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Indeks 341
pustaka-indo.blogspot.com
342 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Indeks 343
pustaka-indo.blogspot.com
344 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Indeks 345
pustaka-indo.blogspot.com
346 Identitas dan Kenikmatan
pustaka-indo.blogspot.com
Indeks 347
pustaka-indo.blogspot.com
348 Identitas dan Kenikmatan
Seni Ditating Jam an, ilm 139, Super J unior, boy band 264, 270
140 Supersem ar 119, 120
Sen, Krishna 10 4, 214, 215, 216, Surjani, Lilies 128
220 , 233-234, 236-237 Susatyo, Lasja 139, 169
sensor oleh negara 9, 16, 165 Suska 234
sensus, petugas 20 7 Suwardi, Sandy 219
Serangan Fajar, ilm 118 Syarikat Dagang Islam 143
Setiawan, Hersri 166 Syarikat Islam 143
Shadow Play , The, ilm 135 Syarikat, lem baga non-pem erin-
Shaw Brothers 234 tah 130, 142, 143, 145, 148
Siauw Giok Tjhan 20 6
Sihasale, Ari 9 T
Sihasale, Nia 9
simbol agama, komodiikasi 38
tahanan politik 44, 129, 138-139,
sinem atis, pertem puran 89– 98
142, 147, 150 , 170
Sinengker: Sesuatu Yang Diraha-
Tanoesoedibjo, Hary 18
siakan, ilm 143
Teater Kom a 45
sinetron 15, 21, 27, 83, 84, 10 0 ,
Teater Populer 216, 220
299
Tem po, majalah 123, 143, 186,
Singapura 29, 215, 249
187
Sinik, Ibrahim 193
Terjebak, ilm 122
Slam et, Bing 128
Terlena: Breaking of a Nation,
Sm ith-Hefner, Nancy 71, 10 9, 261
ilm 135
Soegija, ilm 43
Tim e, m ajalah 14
Soeharto 44, 57, 66, 113-114, 116,
Tim or Leste 7
118-119, 121-122, 125, 129,
Tim ur Asing, kategori ras 225,
222
226, 228
Soekarnoputri, Megawati 20 , 129,
Tionghoa
255
anti-Tionghoa 20 2, 203, 20 6,
Soemarsono 131
20 9, 225, 237, 251, 266,
sosialis 61, 20 6
270
Spring W altz, serial televisi 255
bahasa Mandarin 20 8, 267
Sri Wahyuni, Neneng 72
barongsai 6
Strassler, Karen 227, 228
dan industri ilm 213–240
Strinati, Dom inic 24
im igran 214
Sudan 61
Indonesia-Tionghoa 20 8, 20 9,
Sukanta, Putu Oka 139, 166, 170
210 , 211, 214, 219, 220
Sukarno 10 , 119, 120
kekuatan ekonom i 20 0
Sum m er Scent, serial televisi 255
ke-tionghoa-an 198, 20 7, 210
Sum pah Kesetiaan, dram a televisi
Muslim 34
122
totok 227
Sun J ung 266
Titanic, ilm 16
Suparjo, Khoirul Rus 154
pustaka-indo.blogspot.com
Indeks 349
pustaka-indo.blogspot.com
BIODATA
pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
IDENTITAS DAN
KENIKMATAN
POLITIK BUDAYA LAYAR INDONESIA
“Heryanto memiliki kemampuan yang langka untuk mengaitkan analisa tajam atas
bentangan masalah media dengan pertanyaan-pertanyaan teoretis yang lebih luas
dalam kajian budaya.” (Profesor Krishna Sen, Dekan Fakultas Sastra-Budaya, The
University of Western Australia)
“Buku ini bukan hanya meneroka berbagai isu dalam masyarakat mutakhir, mulai
dari islamisasi budaya kaum muda perkotaan hingga K-Pop, politik jalanan, minoritas
Tionghoa, dan representasi tragedi 1965-66, tetapi juga memperlihatkan kebertautan
antarisu tersebut; dan bermuara pada problematisasi narasi-narasi besar seperti
nasion dan nasionalisme, globalisme dan globalisasi, modernisme dan modernitas,
yang selama ini diterima begitu saja.” (Dr Budiawan, Universitas Gadjah Mada)
“Kekuatan buku ini adalah kajian lintas disiplin yang cair, yang dapat mengaitkan
hal-hal yang tak terlihat berkaitan, seperti K-Pop dengan identitas Tionghoa dan
gaya hidup islami, representasi kekerasan 1965 dengan premanisme dan tatanan
politik formal. Buku ini menjawab kebutuhan akan pemahaman yang lebih kompleks
tentang politik identitas dan budaya populer di Indonesia sesudah Reformasi. Buku
ini perlu dibaca oleh mahasiswa, ilmuwan, dan pegiat budaya di bidang kajian
budaya, kajian Indonesia, dan kajian Asia Tenggara. (Profesor Melani Budianta,
Universitas Indonesia)
“Dalam buku ini, Ariel Heryanto membawa kita ke suatu perjalanan yang secara visual
amat memukau, dan tampaknya menjadi awal kebangkitan budaya layar Indonesia.
Karya sang pelopor kajian budaya Indonesia ini menunjukkan bahwa gejala budaya
yang seakan-akan ‘baru lahir’ ini—yang diproduksi baik di atas layar maupun di balik
layar—sekaligus bersifat global, punya sejarah panjang, dan berakar mendalam
pada kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Buku ini wajib dibaca oleh semua
yang ingin memahami budaya pop Indonesia mutakhir dengan berbagai kontradiksi
yang ada di dalamnya.” (Associate Professor Bart Barendregt, Leiden University)
SOSIAL BUDAYA
KPG (KEPUSTAKAAN POPULER GRAMEDIA) ISBN: 978-979-91-0886-9
Gedung Kompas Gramedia, Blok 1 Lt. 3
Jl. Palmerah Barat 29-37, Jakarta 10270
Telp. 021-53650110, 53650111 ext. 3362,3364
Fax. 53698044, www.penerbitkpg.com
facebook: Penerbit KPG ; twitter: @penerbitkpg KPG: 59 15 01000
pustaka-indo.blogspot.com