Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR


( NILAI, MORAL DAN HUKUM )

Disusun oleh:
KELOMPOK 4
PENDIDIKAN KIMIA B 2018
Athiyah Layla (1303618017)
Marlisa Rosza (1303618038)
Ridha Syifa S. (1303618058)
Rifky Novreza (1303618020)
Tasya Fatacharmita (1303618072)

Dosen Pengampu :
Dian Rinanta Sari, S. Sos, M.A.P

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas Ilmu Sosial Budaya Dasar tentang
Nilai, Moral dan Hukum.

Makalah ini kami tujukan kepada Ibu Dian Rinanta Sari, S.Sos., M.A.P
sebagai Dosen Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Makalah ini membahas
tentang Nilai, Moral, Fungsi, Kedudukan, Sumber Hukum di Masyarakat.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun perbaikan
makalah ini untuk kedepannya dan semoga makalah yang kami susun ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 24 Maret 2019

Tim Penyusun
Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
1.1. Latar Belakang...................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3. Tujuan................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................6
2.1. Pengertian Nilai..................................................................................................6
2.2. Pengertian Dasar Moral....................................................................................11
2.3. Pengertian, Fungsi, Kedudukan, dan Sumber Hukum di Masyarakat...............14
BAB III PENUTUP........................................................................................................31
3.1. Kesimpulan......................................................................................................31
3.2. Saran................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya tidak bisa hidup dengan
atau sesukanya sendiri, karena dalam kehidupan masyarakat terdapat aturan-
aturan dimana aturan-aturan tersebut sesuai dengan norma-norma, nilai-nilai
yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di masyarakat, sehingga manusia
atau individu memiliki moral yang baik, dapat bertindak dan berperilaku
sesuai dengan norma-norma, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan
kaidah-kaidah moral dalam bersosialisasi kehidupan di masyarakat
mempunyai alasan pokok, yaitu salah satunya untuk kepentingan dirinya
sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dan
tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah sosial yang
terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima
oleh masyarakat. Kita berharap bahwa individu-individu yang hidup
mempunyai moral baik kemungkinan memiliki karakter moral individu yang
baik juga dimana dapat mempengaruhi karakter moral masyarakat secara
keseluruhan. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma, serta
nilai-nilai dalam kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah
laku yang baik dan bersifat susila dan tingkah laku mana yang tidak baik dan
bersifat tidak susila. Untuk mengendalikan tindakan masyarakat mencapai
nilai – nilai positif diperlukan suatu hukum yang menjadi kekuatan. Oleh
karena itu, mempelajari dan menerapkan suatu nilai, moral, dan hukum sangat
penting untuk dilakukan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan nilai?
2. Apa itu dasar moral?
3. Apa yang dimaksud dengan hukum?

4
4. Bagaimana fungsi hukum di masyarakat?
5. Bagaimana kedudukan hukum di masyarakat?
6. Apa saja sumber hukum di masyarakat?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian nilai.
2. Mengetahui dan memahami apa itu dasar moral.
3. Mengetahui dan memahami arti dari hukum.
4. Mengetahui fungsi hukum di masyarakat.
5. Mengetahui kedudukan hukum di masyarakat.
6. Mengetahui macam-macam sumber hukum yang ada di masyarakat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Nilai


Manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya pada dasarnya
dipengaruhi oleh nilai-nilai kemanusiaan. Nilai tersebut berupa, etika yang
erat hubungannya dengan moralitas, maupun estetika yang berhubungan
dengan keindahan (Tumanggor,2008:121). Nilai-nilai kemanusiaan adalah hal
yang dapat memanusiakan manusian (humanisasi) atau bisa dikatakan juga
kembali kepada fitrah manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai.
Sebagai contoh kita mengatakan bahwa orang itu baik, atau lukisan itu indah.
Pada konteks ini kita telah melakukan penilaian terhadap suatu objek. Salah
satu dari nilai itu adalah baik dan indah. Manusia selalu memberikan nilai
pada sesuatu, yang mana sesuatu itu bisa dikatakan adil, baik, indah, cantik,
anggun, dan sebagainya (Herimanto, 2008:126).
Secara etimologis, nilai berasal dari kata value (Inggris) yang berasal dari
kata valere (Latin) yang artinya: kuat, berharga, dan baik. Dengan demikian
secara sederhana, nilai (value) adalah sesuatau yang berguna. Nilai bersifat
abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra,
yang ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Misalnya, gandum akan
bernilai kemakmuran bila dibagikan dan diterima secara adil. Kemakmuran
adalah abstrak, tetapi gandum adalah riil. Nilai juga mengandung harapan
akan sesuatu yang diinginkan. Misalnya, nilai keadilan dan kesederhanaan.
Nilai menjadi pendorong atau motivator hidup manusia. Tindakan manusia
digerakkan oleh nilai (Winarno,2007:3-4).
Nilai atau value termasuk dalam bidang kajian filsafat. Persoalan-
persoalan tentang nilai dibahas dalam dan dipelajari salah satu cabang filsafat
yaitu filsafat nilai (axiologi, theory of value). Filsafat sering juga diartikan
sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Di dalam Dictionary of Sociology and
Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang
dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari

6
suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok.
(The believed capacity of any object to satisfy a human desire). Jadi nilai itu
pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek,
bukan objek itu sendiri.
Sesuatu itu bernilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada
sesuatu itu. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk
selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai
yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar,
baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang ditentukan
oleh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada
manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsa
(kehendak) dan kepercayaan.
Objek itu dikatakan bernilai apabila objek itu berharga, berguna, benar,
indah, baik dan lain sebagainya. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-
cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan, dan keharusan. Maka apabila kita
berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal,
tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan dan keharusan.
(Kaelan, 2003: 87-88). Pembahasan menilai termasuk dalam kawasan etika.
Bartens menyebutkan ada tiga jenis makna etika, yaitu:
1. Etika berarti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Etika yang dimaksud adalah
kode etik.
3. Etika berarti ilmu tentang baik dan buruk. Etika yang dimaksud adalah
sama dengan istilah filsafat moral.

Selanjutnya, istilah nilai (value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan


sebagai berikut:

1. Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai emas.


2. Harga sesuatu, misalnya uang.
3. Angka, skor.

7
4. Kadar, mutu.
5. Sifat-sifat atau hal penting bagi kemanusiaan.

Adapun para ahli sosial memberikan beberapa pendapatnya tentang


pengertian nilai diberikan sebagai berikut, nilai adalah sesuatu yang berharga,
baik dan berguna bagi manusia. Nilai adalah suatu penetapan atau suatu
kualitas yang menyangkut jenis dan minat. Nilai adalah suatu penghargaan
atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu
tingkah laku manusia. Pada titik inilah sesuatu dapat dikatakan bernilai jika
sesuatu itu memiliki entitas sebagai berikut:

 Berguna (useful).
 Keyakinan (belief).
 Memuaskan (satisfying).
 Menarik (interesting).
 Menguntungkan (profitable).
 Menyenangkan (pleasant).

Nilai memilikiciri khas sebagai berikut:

 Suatu realitas abstrak.


 Bersifat normative.
 Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak.

Menurut Bambang Daroeso sebagaimana dikutip (Herimanto, 2008: 126-


127). Mengatakan bahwa nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan
terhadap sesuatu yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
Sedangkan menurut Darji Darmodiharjo, nilai adalah suatu kualitas atau
keadaan yang bermanfaat bagi manusia baik lahir maupun batin. Ada dua
pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu
objektif, sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa nilai itu subjektif.
Menurut aliran Idealisme, nilai itu objektif, ada pada setiap sesuatu. Tidak
ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya.

8
Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi manusia.
Hanya saja manusia tidak tau atau belum tau nilai apadari objek tersebut.
Aliran ini disebut Aliran Objektivisme. Pendapat lain mengatakan bahwa
nilai suatu objek terletak pada subjek yang menilainya, maka nilai ini disebut
subjektif. Aliran ini disebut dengan Aliran Subjektif.

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang
ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha
untuk menggolongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat
beraneka ragam. Menurut Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang
ada tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara
senyatanya ada yang lebih tinggi da nada yang lebih rendah disbanding nilai-
nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilia-nilai dapat dikelompokkan
dalam empat tingkatan sebagai berikut (Kaelan, 2003: 88-89):

a. Nilai-nilai kenikmatan; dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai


yang mengenakkan dan tidak mengenakkan (die Wertreihe des
Angenehmen und Unangehmen), yang menyebabkan orang senang atau
menderita tidak enak.
b. Nilai-nilai kehidupan; dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang
penting dalam kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalkan
kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan hidup.
c. Nilai-nilai kejiwaan; dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan
(geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung darikeadaan jasmani
maupun lingkungan. Contohnya keindahan, kebenaran, dan pengetahuan
murni yang dicapai dalam filsafat.
d. Nilai-nilai kerohanian; dalam tingkat ini terdapatlah moralitas nilai dari
yang suci dan tak suci (wermodalitat des Heiligen ung Unheiligen),
seperti nilai-nilai pribadi.

Prof. Drs. Notonegoro, S.H, menyatakan ada tiga macam nilai, yaitu
(Herimanto, 2008: 128-129):

a. Niali Materiil: yakni sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.

9
b. Nilai Vital : yakni sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
melaksanakan kegiatannya.
c. Nilai Kerohanian: dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal pikir manusia (rasio,
budi, dan cipta).
2. Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia.
3. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada kehendak
keras, karsa, hati, dan nurani manusia.
4. Nilai Religius (Ke-Tuhanan) yang bersifat mutlak dan bersumber
pada keyakinan manusia.

Ada beberapa yang bisa menyebabkan terbentuknya nilai dalam kehidupan


manusia, seperti diuraikan di bawah ini:

1. Pengaruh kehidupan keluarga dalam pembinaan nilai moral.


Keluarga bagian dari masyarakat, terpengaruh oleh tuntutan kemajuan
yang terjadi, namun masih banyak orang yang meyakini bahwa nilai moral
itu hidup dan dibangun dalam lingkungan keluarga.
2. Pengaruh teman sebaya terhadap pembinaan nilai moral.
Sebagai makhluk sosial, anak pasti punya teman, dan pergaulan dengan
teman akan menambah pembendaharaan informasi yang akhirnya akan
mempengaruhi berbagai jenis kepercayaan yang dimilikinya. Keluarga
sering dikagetkan oleh penolakan anak ketika memberikan nasihat, dengan
alasan bahwa apa yang disampaikan orang tua berbeda atau bertentangan
dengan aturan yang disampaikan oleh temannya.
3. Pengaruh figur otoritas terhadap perkembangan nilai moral individu.
Masalah hampir tidak ada seorangpun yang memandang pentingnya
membantu anak untuk menghilangkan kebingungan yang ada pada pikiran
atau kepala mereka. Hampir tidak ada seorangpun yang memandang
penting membantu anak untuk memecahkan dan menyelesaikan pemikiran
yang memusingkan tersebut.
4. Pengaruh media komunikasi terhadap perkembangan nilai moral

10
Komunikasi mutakhir tentu fokus akan mengembangkan suatu pandangan
hidup yang terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada anak.
Namun media-media tersebut justru menyuguhkan berbagai pandangan
hidup yang sangta variatif pada anak..
5. Pengaruh otak atau berpikir terhadap perkembangan nilai moral.
Pengalaman itu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses
pematangan, dengan demikian guru/pendidik dapat dan harus
membimbing anak melalui proses yang kontinu melalui pengembangan
situasi bermasalah yang memperkaya kesempatan berpikir.
6. Pengaruh informasi terhadap perkembangan nilai moral.
Setiap hari manusia mendapatkan informasi, informasi ini berpengaruh
terhadap sistem keyakinan yang dimiliki oleh individu, baik informasi itu
diterima secara keseluruhan , diterima sebagian atau ditolak semuanya,
namun bagaimanapun informasi itu ditolak akan menguatkan keyakinan
yang telah ada pada individu tersebut.

2.2. Pengertian Dasar Moral


Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata
mors ini mempunyai sinonim mos, moris, manner more atau manners, morals.
Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (bahasa arab) atau
kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati
nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral
ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Makna
moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap
dan tingkah lakunya. Bisa dikatakan manusia yang bermoral adalah manusia
yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat.
Baterns menyatakan bahwa kata moral berasal dari kata bahasa Latin
mos, bentuk jamaknya mores, bahasa Inggrisnya moral, diserap ke dalam
bahasa Indonesia tanpa perubahan, yang juga berarti kebiasaan berbuat baik
sebagai lawan dari kebiasaan berbuat buruk. Jadi, moral sebenarnya sama
dengan arti etik (susila). Oleh karena itu, moral adalah kebiasaan berbuat baik

11
(akhlak baik) disebut perbuatan moral (susila), sedangkan berbuat buruk
(akhlak buruk) disebut perbuatan amoral (asusila). Nilai moral adalah nilai
atau hasil perbuatan yang baik, sedangkan norma moral adalah norma yang
berisi tentang cara bagaimana berbuat baik. Bermoral artinya mempunyai
kebiasaan berbuat baik atau terbiasa berbuat baik, sedangkan tidak bermoral
artinya kebiasaan atau terbiasa berbuat buruk, jahat atau merugikan orang
lain.[CITATION Muh08 \l 1033 ]
Moral bersifat kodrati, artinya sejak diciptakan Tuhan, manusia sudah
dibekali dengan sifat-sifat baik, jujur, dan adil. Moral bersifat asasi, yaitu sifat
yang diturunkan Tuhan kepada manusia agar selalu berbuat baik, jujur, adil
dan itu adalah benar serta bermanfaat bagi pelaku sendiri dan juga bagi orang
lain (masyarakat tempat dia hidup). Jika ada orang berkata bahwa orang itu
bermoral, artinya orang itu mewujudkan kodratnya untuk berfungsi berbuat
baik, jujur dan adil dalam tindakannya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat
dan arena itu dipatuhi pula oleh masyarakat.
Orang yang mengambil keputusan baik, benar, dan bermanfaat seperti
diatas, dinamakan manusia bermoral, karena selalu berpegang kepada sistem
nilai budaya. Apabila dilakukan secara terus menerus sehingga terbiasa dan
membudaya, maka orang akan bisa menyebutnya sebagai orang yang
beradab. Perbuatan moral selalu menjadi acuan dalam hidup bermasyarakat
dan berfungsi sebagai pengayaan terhadap sistem nilai budaya yang sudah
ada. Selagi manusia dalam masyarakat berpegang pada sistem nilai budaya
(moral), maka akan selalu terwujud ketertiban, kedamaian, ketentraman, dan
kesehjateraan. Dalam berbagai pandangan mengatakan bahwa konsepsi moral
memiliki beberapa bentuk, baik dari sisi jenis, fungsi, maupun upaya
pembinaan dan pemeliharaan moral.
2.2.1. Jenis moral
Ada dua macam moral dalam menentukan baik dan buruknya perilaku
manusia, yaitu:
a. Moral deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara
kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar
oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Hal ini

12
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
b. Moral normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai
sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh
manusia. Moral normatif memberikan penilaian sekaligus memberi
norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
2.2.2. Fungsi Moral
Fungsi moral bagi kehidupan manusia, yaitu:
a. Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri
sendiri dan sesama sebagai bagian masyarakat.
b. Menarik perhatian pada permasalahan moral yang kurang
ditanggapi.
c. Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada gejala pembiasaan
emosional.
2.2.3. Upaya Pembinaan dan Pemeliharaan Moral
Beberapa upaya yang dapat dilakukan agar dapat membina dan
memelihara moral manusia, sehingga terbiasa berprilaku dan berbuat
baik, benar dan bermanfaat, antara lain sebagai berikut:
a. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan.
b. Meningkatkan dan memantapkan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
c. Berkomunikasi dengan orang baik, berguna dan bermanfaat.
d. Memperbanyak pengalaman menghadapi dan menyelesaikan
masalah hidup.
e. Selalu bersikap sesuai norma, sabar, dan tidak mudah putus asa.
f. Utamakan mempergunakan pertimbangan akal sehat dan tidak
emosional.
g. Hindari perilaku perbuatan tercela, tidak terpuji.
h. Perbanyak perbuatan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
i. Perlu saling menolong antar sesame karena manusia mempunyai
keterbatasan.

13
j. Silaturrahim, saling memberi amanah dalam kebaikan dan
kesabaran.
k. Biasakan kerja keras yang produktif sesuai dengan kemampuan.

Upaya-upaya sebagaimana diuraikan diatas sebaiknya dilakukan


secara terus-menerus dan berkala, sehingga menjadi terbiasa dan dapat
meningkatkan kualitas berpikir rasional yang sesuai dengan hati
nurani, keahlian, dan keterampilan. Cara ini berguna untuk
meningkatkan kesadaran diri dan bertindak manusiawi terhadap
sesama manusia dan lingkungan hidup. (Abdulkadir Muhammad,
2008: 72-73)

2.3. Pengertian, Fungsi, Kedudukan, dan Sumber Hukum di Masyarakat


Hukum merupakan alat yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia untuk mencapai keadilan dan ketentraman dalam masyarakat.
Menurut Borst, Hukum ialah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau
perbuatan manusia di dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat
dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan. Hukum memiliki
peran dan fungsi hukum yang mengatur tata tertib dan mencapai tujuan untuk
keadilan sehingga tercipta ketentraman bersama, hukum di dunia terus
mengalami perkembangan, dari hukum yang tidak sama dalam suatu Negara
hingga muncul suatu kodifikasi hukum yang menyatu untuk seluruh warga
negara dalam suatu negara. Hukum muncul karena adanya segala macam
sumber-sumber hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang sampai
saat ini digunakan.
Kata hukum berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk tunggal.
Kata jamaknya adalah Alkas, yang selanjutnya diambil alih oleh bahasa
Indonesia menjadi Hukum. Di dalam pengertian hukum terkandung
pengertian bertalian erat dengan pengertian yang dapat melakukan paksaan.
Sedangkan merujuk pada bahas Latin, hukum sama artinya dengan Recht,
yang berasal dari Rectum. Rectum mempunyai arti bimbingan atau tuntunan,
atau pemerintahan. Kata Recht atau bimbingan atau pemerintahan selalu
didukung oleh kewibawaan. Seorang yang membimbing, memerintah harus

14
mempunyai kewibawaan. Dengan demikian perkataan Recht mengandung
pengertian kewibawaan, dan hukum atau recht ditaati orang secara sukarela.
Dari kata Recht timbul juga istilah Gerehtigheid. Ini adalah bahasa
Belanda atau gerechtigkeit dalam bahasa Jerman berarti keadilan, sehingga
hukum juga mempunyai hubungan erat dengan keadilan. JAdi, Recht dapat
diartikan hukum yang mempunyai dua unsur penting, yaitu kewibawaan dan
keadilan. Selanjutnya dalam bahasa Latin hukum juga memiliki kesamaan
dengan akat lubere, yang artinya mengatur atau memerintah, yang
mengandung dan berpangkal pokok pada kewibawaan. Sedangkan istilah Ius
bertalian erat dengan Iustitia atau keadilan. Pada jaman dulu, bagi orang
Yunani Iustitia adalah dewi keadilan yang dilambangkan sebagai seorang
wanita dengan kedua matanya tertutup dengan tangan kirinya memegang
neraca dan tangan kanan memegang sebuah pedang. Adapun lambang
tersebut mempunyai arti sebagai berikut:
a. Kedua mata tertutup
Ini berarti bahwa di dalam mencari keadilan tidak boleh membedakan
terhadap si pelaku. Apakah ia kaya, miskin, mempunyai kedudukan cukup
tinggi atau rendah. Singkatnya dikatakan dalam mencari keadilan tidak
boleh pandang bulu.
b. Neraca
Ini melambangkan keadilan. Dalam mencari dan menerapkan keadilan
harus ada kesamaan atau sama beratnya.
c. Pedang
Adalah lambang keadilan yang mengejar kejahatan dengan suatu hukum
dan dimana perlu dengan hukuman mati.
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dari segi etimologi hukum
bertalian erat dengan keadilan (Iustitia). Disini Iustitia mempunyai tiga unsur,
yaitu : wibawa, keadilan dan tata kedamaian. Berikutnya kata hukum juga
memiliki kedekatan dengan kata Lex, yang berasal dari bahasa Latin dan
berasal dari kata Lesere, yang artinya ialah mengumpulkan orang-orang untuk
diperintah. Sehubungan dengan artoi kata hukum, maka dapat disimpulkan
bahwa:

 Pengertian Hukum bertalian erat dengan keadilan.

15
 Pengertian hukum bertalian dengan kwibawaan.
 Pengertian itu bertalian erat dengan kekuatan/orde yang selanjutnya
menimbulkan kedamaian.
 Pengertian hukum itu bertalian erat dengan peraturan dalam arti peraturan
yang berisi norma

2.3.1. Pengertian Hukum dari Berbagai Pakar


1. Prof. Dr. P. Brost
Hukum ialah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan
manusia didalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat
dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan.
2. Prof. Dr. van. Kan
Dalam bukunya (Inleiding tot de Rechswetenschap), hukum adalah
keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia didalam masyarakat.
3. Prof. Mr. Dr. L.J. Van Apeldoorn
Didalam bukunya yang berjudul Inleiding tot de studie van hei
Nederlandse recht, tinjauan beliau terhadap hukum dapat dilihat
dari dua sudut, yaitu pertama, De ontwikkelde Leek ( ontwikkeld =
orang terpelajar, leek= awam). Jadi ontwikkelde leek adalah sama
dengan rentetan pasal-pasal yang tidak ada habisnya, seperti yang
dimuat didalam undang-undang. Pandangan de ontwikkelde leek
terhadap hukum adalah negatif atau buruk.
kedua, The man in the street. Artinya ialah orang dijalanan atau
kebanyakan orang yang tidak terpelajar, misalnya tukang becak,
pedagang, pejalan kaki, dan lain-lain. Bagi the man in the street
apabila mendengar kata istilah hukum maka ia akan teringat akan
polisi, jaksa, gedung pengadilan, dan lain-lain. Ia tidak akan pernah
melihat undang-undang.
2.3.2. Hukum Dalam Berbagai Arti
1. Hukum sebagai keputusan penguasa

16
Sebagai keputusan penguasa hukum merupakan serangkaian
peraturan-peraturan tertulis, seperti Undang-Undang Dasar,
Undang-Undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri, Peraturan Daerah. Peraturan tersebut
dibuatoleh yang berwenang, dalam hal ini badan legislative
misalnya Undang-Undang dibuat oleh Presiden bersama DPR,
Peraturan Daerah Tingkat 1 oleh DPRD bersama Gubernur.
Polisi, Jaksa dapat memaksa anggota masyarakat untuk menaati
hukum tersebut dan Hakim berkuasa untuk mengadilinya.
Dengan demikian hukum adalah Peraturan yang dibuat oleh
yang berwenang dan mempunyai sifat memaksa.
2. Hukum dalam arti petugas
Disini yang dianggap hukum adalah para petugas Penegak
Hukum. Disini hukum terlihat sebagai Polisi yang berpatroli,
Jaksa yang berseragam, dan Hakim dengan toganya yang
mengadili perkara.
3. Hukum dalam arti sikap tindak
Disamping apa yang tersebut dimuka, terdapat sikap tindak yang
ajeg dan teratur. Yang diartikan sebagai hukum tidak seperti
bekerjanya penegak hukum yang mengatur dan memaksa
masyarkat , maka bekerjanya sikap tindak ini tidak terasa.
4. Hukum dalam arti gejala sosial
Filosof Yunani, Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah
Zoon Politicon ialah manusia makhluk hidup yang
bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat itu manusia
saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, kebutuhan dapat
sama dapat lain bahkan kadang-kadang
berlawanan/bertentangan seperti kepentingan penjual dengan
kepentingan pembeli. Ketentuan-ketentuan tersebut merupkan
petunjuk hidup yang merupakan hukum yang berkembang
bersama-sama masyarakat atau dengan lain, perkataan hukum
berarti gejala sosial.

17
5. Hukum dalam arti kaidah
Ilmu hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-
perintah) dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam
sesuatu masyarakat dan seharusnyalah ditaati oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan. Sebagai kaidah hukum
memberikan bermacam-macam petunjuk hidup. Petunjuk-
petunjuk ini menentukan sikap anggota masyarakat yang satu
terhadap anggota masyarakat yang lainnya. Petunjuk ini wajib
dan harus ditaati dan agar dapat ditaati maka hukum sebagai
norma dilengkapi unsur memaksa (dwang element) jadi hukum
merupakan petunjuk hidup yang mempunyai sifat memaksa.
6. Hukum dalam arti disiplin
Suatu disiplin adalah sistem mengenai kenyataan atau gejala-
gejala yang dihadapi. Dalam hal ini hukum dalam arti disiplin
melihat hukum sebagai gejal kenyataan yang ada ditengah-
tengah masyarakat.
7. Hukum dalam arti ilmu hukum
Dalam arti ini hukum dilihatnya sebagai ilmu pengetahuan atau
yang merupakan karya manusia yang berusaha mencari
kebenaran tentang sesuatu yang memiliki ciri- ciri sistematis,
logis, empiris, metodis, umum dan akumulatif.
8. Hukum dalam arti tata hukum
Hukum dalam arti tata hukum adalah hukum yang sedang
berlaku disuatu Negara. Tata hukum biasanya juga disebut
hukum positif atau Ius Constitutum. Hukum ini diwujudkan
dengan peraturan-peraturan yang saling berhubungan dan saling
menguntungkan tata hukum meliputi perbuatan apa yang boleh
dilakukan dan dan yang tidak boleh dilakukan. Juga mengenai
apakah hak, kewajiban, dan wewenang. Hukum privat meliputi
hukum sipil, hukum dagang dan sebagainya. Hukum public
meliputi hukum tata usaha Negara, hukum pidana dan hukum
internsional. Dalam hukum Internasional publik meliputi

18
hubungan publik dengan publik atau publik dengan privat dari
Negara yang satu dengan Negara yang lain sedangkan hukun
Internasional privat atau hukum perdata Internasional
merupakan hubungan antara privat dengan privat antar Negara.
2.3.3. Peran dan Fungsi Hukum
Peran Hukum :
1. Hukum berperan dimana saja, dan diseluruh dunia, tergantung
pada tingkat abad peradabannya.
2. Menurut Aristoteles, Manusia adalah zoon politicon, makhluk
sosial atau bermasyarakat, maka setiap masyarakat memiliki
hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban antara satu
dengan yang lain
3. Masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda-beda bahkan
saling berlawanan yang menimbulkan kericuhan, disinilah
peranan hukum untuk mengatur dan melindungi kepentingan
masing-masing.
4. Sejak masyarakat dilahirkan langsung menjadi pendukung hak
5. Ikatan hukum menghubungkan manusia dengan manusia lainnya
semua hubungan tersebut berkat jasa hukum dalam kehidupan
bermasyarakat.
6. Hukum dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari seperti
dengan keluarga, dalam bekerja, bersosialisasi dengan
masyakarat, dan dengan ilmu sosial lainnya.

Fungsi Hukum :

Hukum memiliki fungsi untuk menertibkan dan mengatur


masyarakat dan menyelesaikan masalah yang timbul dalam
perkembangannya. Fungsi hukum, terdiri dari :

1. Sebagai pengatur tata tertib masyarakat


2. Sebagai sarana mewujudkan keadilan sosial
3. Sebagai penggerak pembangunan

19
Sifat yang mengikat dan memaksa dari hukum, digunakan untuk
menggerakkan pembangunan. Hukum membawa masyarakat
untuk lebih maju.
4. Sebagai fungsi kritis
Menurut Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H mengatakan bahwa
hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu hukum tidak semata-mata
mengawasi aparatur pemerintahan saja, melainkan aparatur
penegak hukum didalamnya. Pada konteks ini, para penegak
hukum dituntut kemampuannya untuk melaksanakan dan
menerapkan hukum dengan baik.

2.3.4. Tujuan Hukum


Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam
masyarakat dan hukum harus bersendikan keadilan yaitu azas
keadilan dalam masyarakat. Pada dasarnya tujuan hukum sama
yaitu untuk menjaga ketertiban masyarakat.
1. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H.
Dalam bukunya “ Perbuatan Melanggar Hukum” tujuan hukum
adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib
dalam masyarakat.
2. Prof. Subekti, S.H.
Dalam bukunya “ Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan”, hukum
mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya dengan cara
menyelenggarakan keadilan dan ketertiban.
3. Prof.Mr. Dr. L. J. Apeldoorn
Dalam bukunya “ Inleiding tot studievan had nederlandce recht
“, tujuan hukum adalah mengatur tata tertib mengenai
masyarakat secara damai dan adil. Dalam tulisannya yang
berjudul “ Rhetorica “ Aristoteles membedakan dua macam
keadilan yaitu :

20
a. Keadilan distributif adalah keadilan yang diberikan kepada
setiap orang jahat menurut jasanya (pasal 27 ayat 2 UUD 1945)
keadilan distributif ini menguasai hubungan antara masyarakat
(khususnya negara) dengan individu.
b. Keadilan kumutatif ialah keadilan yang diberikan pada setiap
orang sama banyaknya tanpa mengingat jasa perseorangan.
Keadilan kumutatif ini lebih menguasai hubungan antara
perseorangan khusus.
2.3.5. Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-
aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan
itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi
pelanggarnya.
Menurut Prof. Dr. Sudikno, S.H ,sumber hukum digunakan dalam
beberapa arti:
1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan
permulaan hukum misalnya kehendak tuhan, akal manusia, jiwa,
bangsa dan sebagainya
2. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan
kepada hukum yang sedang berlaku, misalnya hukum romawi
dan hukum Perancis
3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan, berlaku
secara formal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat)
4. Sebagai sumber dari mana kita mengenal hukum, misalnya
dokumen, Undang-undang, Lontar, Batu tertulis, dan
sebagainya.
5. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan
hukum.
A. Algra membagi sumber hukum kedalam dua bentuk:
1. Sumber hukum materiil ialah tempat dari mana materi
hukum itu diambil.

21
2. Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber
dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum.

Van Apeldoorn membedakan 3 sumber hukum yaitu:

 Sumber hukum dalam arti historis, yaitu tempat kita dapat


menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis.
1. Sumber hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan
atau dikenalnya hukum secara historis, dokumen, dokumen
kuno, lontar dan sebagainya.
2. Sumber hukum ysng merupakan tempat pembentukan
undang-undang mengambil bahannya.
 Sumber hukum dalam arti sosiologis merupakan faktor-faktor
yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan
agama, pandangan agama dan sebagainya.
 Sumber hukum dalam arti filosofis, dibagi menjadi 2 :
1. Sumber isi hukum, disini ditanyakan isi hukum itu asalnya
dari mana
2. Sumber kekuasaan mengikat dari hukum, mengapa hukum
mempunyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada
hukum.

Ahmad sanusi membagi sumber hukum menjadi 2 kelompok :

1. Sumber hukum normal, dibagi menjadi:


 Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan
undang-undang, yaitu:
 Undang-undang
 Perjanjian antar negara
 Kebiasaan
 Sumber hukum normal yang tidak langsung atas
pengakuan undang-undang, yaitu:
 Perjanjian
 Doktrin

22
 Yurisprudensi
2. Sumber hukum abnormal, yaitu:
 Proklamasi
 Revolusi
 Coup detat

Tap MPRS No XX/MPRS/1966 menggunakan istilah sumber


tertib hukum yaitu :

1. Pancasila
2. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
3. Dekrit presiden 5 Juli 1959
4. Undang-undang Dasar
5. Surat perintah 11 Maret

Dalam berbagai literatur, sumber hukum itu dapat dibagi dalam:

 Sumber hukum filosofis ideologis adalah sumber hukum yang


dilihat dari kepentingan individu, nasional atau internasional,
sesuai dengan falsafah dan ideologi yang dianut oleh suatu
negara.
 Sumber hukum segi yuridis merupakan penerapan dan
penjabaran langsung dari sumber hukum segi filosofis ideologis
yang diadakan pembeda antara lain yaitu:
1. Sumber hukum formal, adalah dari mana kekuatan hukum
didapat
2. Sumber hukum materiil adalah dari mana asal hukum
tersebut atau faktor-faktor apa yang mempengaruhi
terbentuknya hukum itu.
2.3.6. Undang – undang
Undang – undang adalah suatu peraturan negara yang
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan

23
dipelihara oleh penguasa negara. Undang – undang tersebut
mempunyai dua arti, yaitu :
a. Undang – undang dalam arti formal adalah setiap keputusan
pemerintah yang merupakan undang – undang karena cara
pembuatannya.
b. Undang – undang dalam arti material adalah setiap keputusan
pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap
penduduk (Tim Dosen MKU UNJ: 89).
Undang-undang merupakan salah satu jenis peraturan
perundang-undangan yang pembentukannya membutuhkan waktu
lama dengan prosedur yang panjang sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Tahap pembentukan undang-
undang dimulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan [ CITATION Muh18 \l
1033 ].
Beberapa asas berlakunya undang-undang: (1) Undang-undang
yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang yang kedudukannya lebih tinggi dalam mengatur
hal yang sama. (2) Undang-undang yang bersifat khusus
mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum apabila
undang-undang tersebut sama kedudukannya. (3) Undang-undang
yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang
terdahulu sejauh undang-undang itu mengatur hal yang sama. (4)
Undang-undang tidak boleh diganggu-gugat, artinya undang-
undang tidak boleh diuji apakah isinya bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi.
(5) Undang-undang yang telah diundangkan dianggap telah
diketahui oleh setiap orang [ CITATION The16 \l 1033 ].
2.3.7. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan
berulang – ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan

24
tertentu diterima oleh masyarakat,dan kebiasaan itu selalu berulang
– ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang
berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran
perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan
hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum (Tim
Dosen MKU UNJ: 89).
Menurut Utrecht untuk menimbulkan kebiasaan diperlukan
beberapa syarat tertentu antara lain: (a) Syarat materiil; Adanya
perbuatan tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang didalam
masyarakat tertentu. (b) Syarat intelektual; Adanya keyakinan
hukum dari masyarakat yang bersangkutan. (c) Adanya akibat
hukum apabila hukum itu di langgar [ CITATION The16 \l 1033 ].
2.3.8. Keputusan Hakim (Yurisprudensi)
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering
diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian
mengenai masalah yang sama. Ada dua macam yurisprudensi yaitu,
yurisprudensi tetap dan yurisprudensi tidak tetap (Tim Dosen MKU
UNJ: 89).
Asas-asas yurisprudensi antara lain :
a. Asas Presedent
Dalam asas preseden hakim terkait pada putusan-keputusan
yang lebih dulu dari hakim yang sama derajatnya atau dari
hakim yang lebih tinggi. Asas ini dianut oleh negara inggris
dan AS. Asas presedent berlaku berdasarkan 4 faktor adalah:
(a) bahwa penerapan dari peraturan-peraturan yang sama pada
kasus yang sama menghasilkan pelakuan yang sama bagi siapa
saja yang datang menghadap pada pengadilan. (b) bahwa
mengikuti preseden secara konsisten dapat menyumbangkan
pendapatnya dalam masalah-masalah dikemudian hari. (c)
Bahwa penggunaan kriteria yang mantap untuk menempatkan
masalah-masalah yang baru dapat menghemat waktu dan
tenaga. (d) Bahwa pemakaian putusan-putusan yang lebih dulu

25
menunjukan adanya kewajiban untuk menghormati
kebijaksanaan dari pengadilan pada generasi sebelumnya.
b. Asas bebas
Asas bebas ini adalah kebalikan dari asas presedent. Di sini
petugas peradilan tidak terikat pada keputusan-keputusan
hakim sebelumnya pada tingkatan sejajar maupun hakim yang
lebih tinggi. Asas ini dianut oleh bangsa belanda dan perancis.
Di dalam praktek seperti di Belanda asas bebas ini tidak
dilakukan secara konsekuen sedikit banyak hakim yang
menggunakan putusan hakim-hakim lain. Apalagi keputusan-
keputusan dari hakim yang lebih tinggi dengan alasan purbadi.
(a) Mencegah terjadinya kesimpangsiuran keputusan hakim
sehingga mengaburkan atau tidak tercapainya tujuan kepastian
hukum. (b) Mencegah terjadinya pengeluaran biaya yang
kurang perlu karena pihak yang tidak puas akan naik banding.
(c) Mencegah pandangan yang kurang baik dari atasan
[ CITATION The16 \l 1033 ].
2.3.9. Traktat
Traktat adalah perjanjian yang dibuat antarnegara yang
dituangkan dalam bentuk tertentu. Perjanjian tersebut merupakan
perjanjian internasional. Traktat dibagi menjadi tiga macam yaitu :
a. Traktat Bilateral
Perjanjian yang dilakukan oleh dua negara yang bersifat
mengikat antar kedua negara yang melakukan perjanjian
tersebut. Misalnya traktat antara pemerintah Indonesia dengan
pemerintah Malaysia.
b. Traktat Multilateral
Perjanjian yang dilakukan oleh banyak negara, misalnya 5
negara, yaitu perjanjian yang dilakukan oleh Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
c. Traktat Kolektif

26
Perjanjian multilateral yang boleh dimasuki negara lain atau
traktat ini disebut traktat terbuka. Misalnya, PBB merupakan
perjanjian banyak negara yang ingin menegakan perdamaian
dunia (Tim Dosen MKU UNJ: 90).
Menurut E. Utrecht ada empat fase pembuatan perjanjian
antarnegara:
a. Penetapan oleh delegasi.
b. Persetujuan oleh DPR.
c. Ratifikasi/pengesahan oleh Presiden.
d. Pelantikan/pengumuman
2.3.10. Doktrin
Doktrin adalah pendapat sarjana hukum yang terkemuka yang
besar pengaruhnya terhadap hakim dalam mengambil
keputusannya. Sebagai sumber hukum formil doktrin nampak jelas
dalam hukum internasional karena secara tegas dikatakan bahwa
doktrin atau pendapat para sarjana hukum terkemuka adalah
sebagai salah satu sumber hukum formil.

Penggolongan dan Klasifikasi Hukum Menurut Prof. DR. Achmad


Sanusi, SH. Menurut sumber berlaku dan bentuknya, dan
peraturan-peraturan itu:

a. Hukum undang-undang
b. Hukum persetujuan.
c. (perjanjian) antar negara (hukum traktat).
d. Hukum Kebiasaan dan hukum adat.
e. Hukum Yurisprudensi.
f. Hukum Ilmu.
g. Hukum Revolusi
2.3.11. Klasifikasi Menurut Kepentingan yang Diatur:
a. Hukum privat
1) Hukum perdata
2) Hukum dagang

27
3) Hukum privat internasional
b. Hukum publik
1) Hukum negara
2) Hukum Tata Usaha Negara
3) Hukum antar negara
4) Hukum pidana
5) Hukum acara
a. Perdata
b. Pidana
c. Tata Usaha Negara
2.3.12. Klasifikasi Menurut Hubungan Antar Hukum:
a. Hukum antar waktu
b. Hukum antar tempat
c. Hukum antar golongan
d. Hukum antar agama
e. Hukum privat internasional
2.3.13. Klasifikasi Menurut Ukuran Pertalian Hubungan Hukum:
1) Ius constitutum
2) Ius constituendum
3) Hukum objek
4) Hukum Subjektif
2.3.14. Klasifikasi Menurut Kerja dan Saksi:
a. Hukum kaidah (normenrecht)
b. Hukum sanksi (santienrecht)
c. Hukum memaksa (dwingendrecht)
d. Hukum mengatur (regelendrecht)

Penggolongan dan klasifkasi hokum menurut pembagian yang


lazim digunakan

1. Hukum menurut sumbernya:


a. Hukum undang-undang (wetten recht)
b. Hukum Traktat (tractaten recht)

28
c. Hukum kebiasaan dan hokum adat (gewoontwen en adat
recht)
d. Hukum yurisprudensi (yurisprudensi recht)
e. Hukum Ilmu (wetenschapsrecht)
2. Hukum berdasarkan daerah kerja atau kekuasaannya:
a. Hukum nasional
b. Hukum internasional
c. Hukum asing
3. Hukum berdasarkan kekuatan berlakunya/sifatnya:
a. Hukum paksa (dwinngen recht)
b. Hukum tambahan (mengatuh regelend recht atau Anvulen
recht)
4. Hukum berdasarkan isinya:
a. Hukum publik
1) Hukum pidana
- Hukum Pidana Objektif
 Hukum Pidana Materiil
 Hukum Pidana Formil
- Hukum Subjektif
- Hukum Pidana Sipil
- Hukum Pidana Militer
- Hukum Pidana Fiskal
2) Hukum negara
- Hukum tata negara
- Hukum Tata Usaha Negara
 Hukum pajak
 Hukum perburuhan
 Hukum acara
 Hukum pidana
 Hukum perdata
o Voluntair
o Contentius

29
 Hukum Tata Usaha Negara
b. Hukum privat
1) Hukum perdata
2) Hukum dagang
3) Hukum Perselisihan
o Internasional
o Nasional
 Intergentil
 Interlokal
 Antar agama
 Interregional
5. Hukum beradasarkan fungsinya atau pemeliharaannya atau
cara mempertahankannya:
a. Hukum materiil
b. Hukum formil
6. Hukum berdasarkan bentuknya:
a. Hukum tertulis
 Yang dikodifikasikan
 Yang tidak dikodifikasikan
b. Hukum tidak tertulis
7. Hukum berdasarkan wujudnya:
a. Hukum objektif
b. Hukum subyektif
8. Hukum berdasarkan waktu berlakunya:
a. Ius Constitunum
b. Ius Constituendum
c. Hukum asasi

30
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik dan berguna bagi manusia. Nilai
adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat
menjadi dasar penentu tingkah laku manusia, karena suatu itu memiliki entitas
yang berharga.
Moral bersifat kodrati, artinya, sejak dicipitakan Tuhan, manusia sudah
diberkahi dengan sifat-sifat baik, jujur, dan adil. Jika ada orang yang berkata
bahwa orang itu bermoral, artinya orang itu mewujudkan kodratnya untuk
berfungsi berbuat baik, jujur, dan adil dalam tindakannya, sehingga
bermanfaat bagi masyarakat.
Hukum merupakan alat yang memaksa untuk mencapai adanya
keserasian dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum memiliki peran dan
fungsi untuk mengatur masyarakat agar mencapai tujuan diadakannya hukum
tersebut yaitu keadilan dan kemakmuran warga negara.
Nilai, moral, dan hukum mempunyai kaitan dan hubungan yang tidak
bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Pada saat manusia bertingkah laku, maka dia akan
memperlihatkan apakah moralnya baik atau tidak, maka kita akan bisa menilai
apakah perbuatan atau tingkah laku itu melanggar hukum atau bukan.

3.2. Saran
Penegakan hukum harus ditingkatkan guna memperhatikan keselarasan
antara keadilan dan kepastian hukum sehingga dapat mengahasilkan nilai dan
moral yang positif pula. Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk
menjamin terciptanya keadilan (justice), kepastian hukum (certainty of law),
dan kesebandingan hukum (equality before the law).

31
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Muhammad, 2008.Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Citra Aditya
Bakti.
Waluyadi, 2001. Pengantar Ilmu Hukum dalam Perspektif Hukum Positif. Jakarta:
Djambatan.
Dirdjosisworo, Soedjono, 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Fadli, M. (2018). Pembentukan Undang-Undang Yang Mengikuti. Jurnal Legislasi
Indonesia, 49.

Herimanto,dkk, 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.


Kaelan, 2003.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta: Paradigma.
Kansil, C. S. T., 2000. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ngutra, T. (2016). Hukum Dan Sumber-Sumber Hukum. Jurnal Supremasi, 19.

Rusmin Tumanggor, dkk, 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Soeroso, R, 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Tim Dosen MKU. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta : UNJ.
Winarno, 2007.Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta: Bumi
Aksara.
Waluyadi, 2001.Pengantar Ilmu Hukum dalam Perspektif Hukum Positif. Jakarta:
Djambatan.

32

Anda mungkin juga menyukai