Anda di halaman 1dari 5

MODUL 10: APRESIASI SENI RUPA ANAK

2.1    Manfaat Belajar Seni Rupa Bagi Anak Usia SD


Secara garis besar manfaat belajar seni rupa bagi anak sebagai berikut:
1.    Seni rupa sebagai bahasa visual
Proses komunikasi yang terjadi ketika anak menggambar sebenarnya adalah komunikasi
intrapersonal dimana semua kejadian ingin disatukan dalam gambar anak. Komunikasi ini
sebagai bahasa rupa (visual), dimana angan dan pkiran diungkapkan lewat bentuk-bentuk.
Dalam kehidupan sehari-hari bisa dikatakan bahwa prilaku anak dekat dengan kegiatan
berkesenian, tiada hari tanpa gambar atau seni.
Berseni merupakan kebutuhan anak dalam:  Mengutarakan pendapat, Berkhayal-berimajinasi,
Bermain, Belajar, Memahami bentuk yang ada disekitar anak, Merasakan: Kegembiraan,
Kesedihan, dan Rasa Keagamaan. Kecerdasan visual yang ada dalam pelajaran seni rupa
sebenarnya dibutuhkan oleh anak dalam menanggapi lingkungan. Berarti pelajaran seni adalah
upaya untuk memahami sekeliling melalui latihan daya ingat segabai habasa visual.

2.    Seni rupa membantu pertumbuhan mental


Sebagaimana contoh di atas seni rupa sebagai bahasa visual merupakan perkembangan simbol
rupa yang terjadi pada saat anak ingin menyatakan bentuk yang dipikirkan, dirasakan atau
dibayangkan melalui karya seni rupanya. Bentuk-bentuk tersebut hadir bersamaan dengan
perkembangan usia mental anak.
Pada dasarnya perkembangan emosi anak usia dini ditandai oleh perkembangan keseniannya.
Dari hasil karya seni seorang anak kita mampu melihat pertumbuhan mentalnya secara abstrak.
Sekitar usia 7 sd 8 tahun (antara kelas 1 dan 2) merupakan usia perkembangan penalaran anak,
maka pikiran dan perasaan anak pun mulai berkembang memisah. Hasilnya, terdapat anak yang
kuat penalarannya atau kuat perasaannya. Biasanya tipe anak yang kuat penalarannya cenderung
menggambar dengan nuansa garis lebih dominan, maka figur atau obyek lukisan ditampilkan
lebih relaistik. Sedangkan, anak bertipe perasaan (emosional), ditunjukkan dalam gambar berupa
blok-blok warna yang kuat, dimana terdapat satu figur yang diberi warna lebih menyolok dari
pada yang lain.
Dalam pandangan psikologi humanistik perkembangan anak tidak saja dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (teori behavioral) seperti teman-teman disekelilingnya, guru kelas, atau pun orang
tua saja, melainkan juga berasal dari faktor instink sebagai internal faktor (teori psikoanalisis).
Biasanya, kedua faktor tersebut berjalan saling mempengaruhi secara berimbang. Misalnya:
fisik, intelektual, emosional, dan interpersonal, serta interaksi antara semua faktor, yang
mempengaruhi belajar dan motivasi belajar. Psikoanalisis sendiri menyatakan bahwa dalam jiwa
manusia berkembang kognisi, afeksi dan psikomotorik. Barangkali perkembangan ketiga ranah
kejiwaan pun juga mempengaruhi perkembangan mental dan selanjutnya berpengaruh terhadap
cara cipta seni rupa. Psikologi humanistik sendiri merupakan cabang Psikologi yang
memfokuskan pandangannya tentang teori persepsi, respon terhadap kebutuhan internal individu,
dan dorongan aktualisasi diri, atau menjadi apapun yang di inginkan (Maslow, dalam Eggen &
Kauchak, 1997).
Selanjutnya perkembangan intelektual, emosional maupun persepsi dapat dikategorikan sebagai
perkembangan mental. Proses ini bisa dianalisa, bahwa dalam proses berkarya, kinerja anak
dikoordinasi oleh otak dan otak sendiri akan bekerja karena skema dari mata. Mata mencari
bentuk yang mungkin bisa diserahkan kepada otak untuk diubah, dari bentuk menuju memori
dan diungkapkan menjadi gambar. Anak yang mempunyai kecerdasan emosional kinerja tangan
lebih terampil dan tanpa takut mengembangkan ke dalam bentuk tugas sehari-hari yang rutin.
Dengan demikian proses menggambar merupakan kinerja bersama dari otak kanan maupun kiri.
Kecerdasan visual yang ada dalam pelajaran seni rupa sebenarnya dibutuhkan oleh anak dalam
menganggapi lingkungan. Berarti belajar seni rupa adalah upaya untuk memahami sekeliling
melalui latihan daya ingat. Proses memahami lingkungan yang berkaitan dengan otak melalui
citra-citra asosiatif dilakukan komunikasi secara metaforis-simbolis. Sebab, di dalam otak
terdapat beberapa pikiran yang dikelilingi asosiasi.

3.    Seni rupa membantu dibidang yang lain


Kemampuan anak dalam mengaktualisasikan apa yang dilihat menjadi sebuah karya seni, akan
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak pada bidang yang lain. Dalam mendidik dan
membimbing anak diperlukan pengembangan kecerdasan, yang berupa: lingusitik (bahasa),
matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intrapersonal maupun
intuisi. Kecerdasan ini akan dimunculkan oleh setiap mata pelajaran, namun demikian
mempunyai karakteristik tugas; misalnya lingusitik mengembangkan kenberanian tampil
mengemukakan pendapat. Jika seorang anak tidak berani tampil maka pengetahuannya pun
relatif tidak berkembang, maka kesemuanya harus dilatihkan agar berjalan beriringan.
Kemampuan seni rupa yang dimiliki seorang anak akan membantu melatih bidang-bidang yang
lain, sebagai contoh. Anak yang mampu mengatualisasikan karya seninya dengan baik, sudah
tentu akan mampu mengungkapkan perasaaannya berupa linguistik (bahasa) yang baik. Dari
karya seni rupa yang dihasilkan secara tidak langsung juga akan melatih kemampuan matematika
anak agar dapat menghasilkan karya yang baik.

2.2    Karakteristik Seni Rupa Anak


1.    Istilah Menggambar dan Melukis
Pengertian menggambar atau melukis tidaklah memiliki arti yang sama. Melukis ialah kegiatan
menggambar dengan lebih mengutamakan pengungkapan kesan batin dari pribadi seorang
pelukis dengan daya kreasinya sendiri atau tidak memiliki media yang sudah ada. Seorang
pelukis dalam berkarya seni lukis tidak hanya meniru kepada karya yang sudah ada atau jadi atau
obyek yang sudah ada, tetapi muncul spontan dari gagasan dan coretannya sendiri. Ide atau
gagasan tersebut telah diungkapkan melalui media kertas atau kanvas.
Melukis bisa dilakukan oleh siapa saja, yang mempunyai bakat sejak dini sampai pelukis atau
seniman ulung sekalipun dan di dalam melukis seniman biasanya diwarnai oleh karakter masing-
atau ciri khas masing seniman. Dengan demikian setiap seniman mempunyai ciri watak
kepribadian dalam pengungkapan idenya secara kreatif.
Menggambar ialah sederhana yang bisa meniru suatu benda di dalam bentuk dua dimensi tanpa
banyak melibatkan emosi atau ekspresi dari penciptanya secara berlebihan. Dengan kata lain
pengungkapan ekspresi pencipta yang dibatasi. Sebuah gambar yang lebih mengutamakan tema,
cerita, atau gagasan penciptanya, sedangkan di dalam melukis pembuat bisa mengekspresikan
obyek lukis sesuai daya kreatifnya.
Praktek melukis tidak sulit, karena di dalam melukis yang paling penting terdapat pada
keberanian dan kemauan di dalam mencoretkan atau memulaskan garis dengan memakai
berbagai media yang telah ada, media yang dipakai dalam melukis antaranya sebagai berikut :
pena, pensil, kuas, pastel, tinta, krayon, cat minyak, cat air, cat poster dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam bidang menggambar yang dipakai bisa berupa kertas, kanvas atau yang lain.

2.    Tema Karya Seni Rupa Anak


Istilah tema berasal dari bahasa Latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut
demikian karena tema merupakan Inti atau ide dasar sebuah cerita. Tema merupakan ide pokok
atau makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Menurut Keraf, tema merupakan suatu amanat
utama yang disampaikan oleh penulis lewat karangan atau pun karya sastranya. Secara garis
besar tema seni rupa dapat dibedakan menjadi enam jenis yaitu:
a.    Manusia dan dirinya sendiri
Dirinya sendiri dapat dijadikan objek perwujudan ungkapan cita rasa keindahan. Contoh :
Pelukis Ekspresionis nusantara Affandi menjadikan dirinya  sebagai objek lukisan dengan judul
“Potret Diri”.

b.    Hubungan manusia dengan manusia lain.


Manusia dalam mengekspresikan cita rasa keindahan  orang-orang sekitar  sebagai objek lukisan.
Misal : Istrinya, anak, orang tua, saudara.
c.    Hubungan manusia dengan alam sekitarnya
Alam yang ada disekitar kita dapat juga dijadikan objek karya seni rupa
d.    Hubungan Manusia dengan Kegiatannya
Manusia dalam kehidupan sehari - hari selalu melakukan aktifitas  atau kegiatan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya
e.    Manusia dengan alam benda
Alam benda yang dijadikan obyek karya seni rupa bermacam-macam, seperti bentuk silindris,
kubistis, atau bentuk bebas.
f.    Manusia dengan alam khayal
Dialam pikiran manusia sering muncul gagasan-gagasan, imajinasi atau khayalan. Bahkan
khayalan yang ada dalam benak kita sering muncul dalam mimpi. Untuk mewujudkan khayalan 
itu manusia mengekspresikan melalui karya seni rupa. Sehingga sering kita melihat karya seni
rupa yang menampilkan alam yang tidak kita jumpai.

3.    Ciri Umum Lukisan Anak terdiri dari:


a.    Gaya wiracerita (heroisme)
Yaitu lukisan yang menggambarkan cerita kepahlawanan, kepatriotan. Pada kesempatan ini
anaka akan mengungkapkan jiwa patriot misalnya: penokohan seseorang yang ditandai dengan
tema perkelahiaan.
b.    Gaya dekoratif
Yaitu lukisan yang ditandai dengan munculnya bentuk-bentuk konturistik (berupa garis) dan jka
warna yang dipilih berupa blok warna dengan sedikit nuansa (teknik menguraikan warna).
c.    Gaya komik
Gaya komik adalah ilustrasi gambar yang bersambung dari satu panel ke panel berikutnya.
Dengan kata lain ilustrasi yang penuh gambar.

d.    Gaya potret


Gaya potret adalah ciri lukisan yang menggambarkan wajah seseorang, baik tokoh idola maupun
tokoh yang sering bergaul dalam kehidupan sehari-hari. Gaya potret mengangkat objek dalam
posisi bentuk wajah ¾ badan, kepala saja, dan utuh seluruh tubuh.

4.    Komposisi karya seni rupa anak


a.    Posisi tumpang tindih
Gambar Tumpang Tindih antara satu objek dengan objek-objek yang lainnya. Ada objek berada
didepan yang menghalangi keberadaan objek-objek yang berada dibelakangnya atau sebaliknya.
Pada tahap ini anak mulai ada pemahaman terhadap adanya unsur ruang dalam gambar.
b.    Bertumpu pada garis dasar
Unsur visual garis adalah dasar dari semua gambar. Ini adalah yang pertama dan paling
serbaguna dari elemen-elemen visual. Garis dalam sebuah karya seni dapat digunakan dalam
berbagai cara. Hal ini dapat digunakan untuk membuat bentuk, pola, struktur, pertumbuhan,
kedalaman, jarak, irama, gerakan dan berbagai emosi dalam komposisi dalam seni rupa. Sebagai
contoh garis vertikal menunjukkan kekuatan dan kepemimpinan. Garis horizontal dapat
memberitahu Anda tentang jarak dan ketenangan. Garis diagonal biasanya berarti tindakan dan
yang akan akan terjadi.
c.    Rebahan
Sifat  ini  merupakan  peristiwa  yang  lucu  namun  logis  buat  anak-anak. Disebut juga sifat
tegak lurus atau sifat rabatemen. Benda apa saja yang berdiri tegak pada suatu garis dasar akan
dilukis tegak lurus pada garis dasar  tersebut  meskipun  garis  dasar  itu  berbelok  atau  miring 
arahnya. Akibatnya semua benda tampak rebah atau malah terjungkir
d.    Stereo type
Komposisi Stereo type disebut juga komposisi ritmis adalah susunan elemen bentuk yang
diulang-ulang, sebagai contoh gambar padi pada kotak sawah.
e.    X-Ray atau transparent
X-Ray  (transparan),  misalnya ditunjukkan dengan  gambar  bunga  dan  pohon  yang
seharusnya  akar-akarnya  berada  di dalam  tanah  atau  tidak  terlihat,  tetapi pada gambar ini
tetap diperlihatkan

5.    Tipe gambar anak


a.    Haptic
Gambar  anak  yang memiliki  tipe haptik menunjukkan kecenderungan  ke arah  kebentukan 
yang  lebih  visual-emosional  atau  upaya  penggambaran  secara subyektif  yang  berisi 
tentang  ekspresi  pribadi  dalam  merespon  lingkungannya. Benda  yang  digambarkam 
merupakan  reaksi  emosional  melalui  perabaan  dan penghayatannya  di  luar  pengamatan 
visual.  Biasanya  benda  yang  dianggap penting  digambarkan  lebih  penting  dibuat  dengan 
ukuran  lebih  besar dibandingkan dengan benda yang kurang penting. Dalam  gaya  lukisan, 
gambar  anak  yang  bertipe  haptik  dapat  disamakan dengan  lukisan  bergaya  ekspresionisme. 
Lukisan  ekspresionisme  adalah  karya lukis yang memperlihatkan ungkapan rasa secara
spontan, dan sebagai pernyataan obyektif  dari  dalam  diri  pelukisnya  ( inner  states) . Lukisan
yang bersifat ekspresionistis nampak berkesan sangat subyektif dari kebebasan pribadi masing-
masing pelukisnya.
b.    Non-haptic
Non-haptic disebut juga tipe visual  yaitu  gambar  yang  mudah diidentifikasi oleh orang lain
dan bentuk disusun  sesuai  dengan  cerita/hanya sekedar  menyusun  bentuk  sederhana.

2.3    Periodisasi Gambar Anak


1.    Periode gambar anak berdasarkan usia
a.    Masa coreng menyoreng (usia 1-4 tahun)
Pada  awalnya,  coretan  hanya  mengikuti  perkembangan  gerak motorik.  Biasanya,  tahap 
pertama  hanya  mampu  menghasilkan  goresan  terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal.
Hal  ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik  anak  yang  masih  mengunakan 
motorik  kasar.  Kemudian,  pada perekembangan  berikutnya  penggambaran  garis  mulai 
beragam  dengan  arah  yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat
garis melingkar. Periode ini  terbagi ke dalam  tiga tahap, yaitu:
1)    Corengan Tak Beraturan,
Ciri  gambar yang dihasilkan anak pada tahap  corengan tak beraturan  adalah bentuk  gembar 
yang  sembarang,  mencoreng  tanpa  melihat  ke  kertas,  belum  dapat membuat corengan
berupa lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi.
2)    Corengan Terkendali, dan
Corengan  terkendali  ditandai  dengan  kemampuan  anak  menemukan  kendali  visualnya 
terhadap  coretan  yang  dibuatnya.  Hal  ini  tercipta  dengan  telah  adanya kerjasama  antara 
koordiani  antara  perkembangan  visual  dengan  perkembamngan motorik.  Hal  ini  terbukti 
dengan  adanya  pengulangan  coretan  garis  baik  yang  horizontal , vertical, lengkung , bahkan
lingkaran.
3)    Corengan Bernama.
Corengan  bernama  merupakan  tahap  akhir  masa  coreng  moreng.  Biasanya terjadi 
menjelang  usia  3-4  tahun,  sejalan  dengan  perkembangan  bahasanya  anak  mulai 
mengontrol  goresannya  bahkan  telah  memberinya  nama,  misalnya:  “rumah”, “mobil”, 
“kuda”.  Hal  ini  dapat  digunakan  oleh  orang  tua  atau  guru  pada  jenjang pendidikan  usia 
dini  (TK)  dalam  membangkitkan  keberanianan  anak  untuk mengemukakan  kata-kata 
tertentu  atau  pendapat  tertentu  berdasarkan  hal  yang digambarkannya.

b.    Masa prabagan (preschematik) usia 4-7 tahun


Kecenderungan  umum  pada    tahap  ini,  objek  yang  digambarkan  anak biasanya  berupa 
gambar  kepala-berkaki.  Sebuah  lingkaran  yang  menggambarkan kepala kemudian pada
bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki.  Ciri-ciri  yang  menarik  lainnya 
pada  tahap  ini  yaitu  telah  menggunakan bentuk-bentuk  dasar  geometris  untuk  memberi 
kesan  objek  dari  dunia  sekitarnya. Koordinasi  tangan  lebih  berkembang.  Aspek  warna 
belum  ada  hubungan  tertentu dengan  objek,  orang  bisa  saja  berwarna  biru,  merah,  coklat 
atau  warna  lain  yang disenanginya. Penempatan  dan  ukuran  objek  bersifat  subjektif, 
didasarkan  kepada kepentingannya. Ini  dinamakan  dengan  “perspektif batin”. Penempatan
objek dan penguasan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.

c.    Masa bagan (schematic) usia 7-9 tahun


Pada tahap ini konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk.
Gambar      masih  tetap  berkesan  datar  dan  berputar  atau  rebah  (tampak  pada
penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian 
kiri  rebah  ke  kiri,  bagian  kanan  rebah  ke  kanan).  Pada  perkembangan selanjutnya
kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line). Penafsiran  ruang  bersifat 
subjektif,  tampak  pada  gambar  “tembus  pandang” (contoh:  digambarkan  orang  makan  di 
ruangan,  seakan-akan  dinding  terbuat  dari kaca).  Gejala  ini  disebut  dengan  idioplastis 
(gambar  terawang,  tembus  pandang). Misalnya  gambar  sebuah  rumahyang  seolah-olah 
terbuat  dari  kaca  bening,  hingga seluruh isi di dalam rumah kelihatan dengan jelas.
d.    Masa realisme awal (drawing realism)
Pada  periode  Realisme  Awal,  karya  anak  lebih  menyerupai  kenyataan. Kesadaran perspektif
mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan  objek  dalam 
lingkungan.  Perhatian  kepada  objek  sudah  mulai rinci.  Namun  demikian,  dalam 
menggambarkan  objek,  proporsi  (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya. 
Pemahaman  warna  sudah  mulai disadari. Penguasan konsep  ruang mulai  dikenalnya sehingga 
letak  objek  tidak lagi  bertumpu  pada  garis  dasar,  melainkan  pada  bidang  dasar  sehingga 
mulai ditemukan  garis  horizon.  Selain  dikenalnya  warna  dan  ruang,  penguasaan  unsur 
desain seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini.
Ada  perbedaan  kesenangan  umum,  misalnya:  anak  laki-laki  lebih  senang kepada
menggambarkan kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga.

e.    Masa realisme semu (pseudo Realism) usia 11-14 tahun


Pada masa ini, gambar yang dibuat sesuai dengan obyek yang dilihatnya, sehingga timbul minat
terhadap naturalisme, terutama pada anak yang bertipe visual. Anak menjadi kritis terhadap
karyanya sendiri. Ia mulai memperhitungkan kualitas tiga dimensi (perspektif). Mereka mampu
menyerap apa yang mereka lihat, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti dari buku-
buku komik, kalender, bahkan dari media visual lainnya (televisi, majalah, Koran dan lain-lain).
Oleh karenanya, alangkah lebih baiknya apabila sebagai orang tua kita mau mengambil langkah
pertama, membuat suatu perubahan dalam membebaskan kreatifitas anak “Membebaskan” anak
menggambar sama dengan membebaskan anak dalam menuangkan imajinasi dan
mengungkapkan dirinya melalui gambar. Melalui menggambar, secara tanpa disadari anak dapat
belajar memecahkan persoalan yang dihadapi. Dengan menggambar anak dapat bermain dan
berekspresi dengan sepuas-puasnya. Jadi, tugas guru dan orang tua sebaiknya tidak mengajarkan
konsep pendidikan seperti di masa lalu, dimana anak dianggap sebagai mahluk yang lemah,
serba tidak tahu. Tugas orang dewasa hanyalah mengembangkannya secara alami.

Anda mungkin juga menyukai